Anda di halaman 1dari 48

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN

PENGAPLIKASIAN PERAWATAN METODE


KANGURU PADA IBU DENGAN BAYI BBLR
DI RS MITRA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2022

SKRIPSI
Disusun Oleh:

Hermawati
202014006

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMC BINTARO


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN
PENGAPLIKASIAN PERAWATAN METODE
KANGURU PADA IBU DENGAN BAYI BBLR
DI RS MITRA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2022

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan

Disusun Oleh:
Hermawati
202014006

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMC BINTARO


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 9
B. Perawatan Metode Kanguru 20
C. Tingakat Pengetahuan 24
D. Kerangka Teori 30
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep 31
B. Definisi Operasional 31
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian 34
B. Populasi dan Sampel Penelitian 34
C. Tempat dan Waktu Penelitian 35
D. Instrumen Penelitian 35
E. Cara Pengumpulan Data 35
F. Pengolahan Data 36
G. Analisis Data 37
H. Etika Penelitian 37

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyatakan Preterm atau Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan neonatus yang terlahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Saat ini BBLR masih selalu menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang secara global dapat berdampak baik pada jangka
pendek maupun panjang terhadap masalah kesehatan (WHO, 2014). Di tahun
2011, terdapat 15% bayi dilahirkan dalam kondisi preterm secara globalisasi,
hal ini berarti lebih kurang dari 20 juta jiwa, terlahir dengan BBLR. Kelahiran
dengan BBLR yang terbanyak sebagian besar dilahirkan di negara
berkembang termasuk Indonesia, terutama di daerah yang populasinya rentan
dan beresiko (WHO, 2014). BBLR tidak hanya menjadi penyebab utama
mortalitas prenatal dan penyebab morbiditas. Berdasarkan hasil penelitian
terbaru yang menemukan bahwa jika dalam penatalaksanaan bayi dengan
BBLR tidak teratasi dengan benar maka juga dapat meningkatkan resiko
untuk beberapa penyakit yang tidak menular seperti diabetes dan
kardiovaskuler dikemudian hari (WHO, 2014).

Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang


menentukan kualitas bagi kesehatan masyarakat di suatu negara. Berdasarkan
data dari SDKI pada tahun 2014-2015, angka kematian bayi di Indonesia
masih tergolong dalam kategori tinggi yaitu 35 per1000 kelahiran hidup. Hal
ini penyebab utama terjadinya kematian bayi antara lain adalah bayi terlahir
preterm atau dengan BBLR dengan hasil frekuensi kejadiannya sekitar 29%.
Terkait hal tersebut, target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) yang salah satunya adalah menurunkan angka kematian
pada bayi preterm di angka 26 per1000 kelahiran neonatus yang hidup
(Depkes RI, 2016). Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR

1
didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibanding pada bayi dengan berart badan lahir lebih dari 2500 gram. Angka
kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain,
yaitu berkisar antar 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh
angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Riskesdas (2018) mengatakan
bahwa persentasi BBLR di Indonesia sebesar 6,2% lebih tinggi dari tahun
2013 yaitu 5,7%. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2018),
angka kejadian BBLR di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 1.250 dari
291.363 kelahiran hidup dan kota Medan menduduki angka kejadian BBLR
ketiga tertinggi setelah Kabupaten Deli Serdang dan Langkat yaitu sebesar 78
dari 39.594 kelahiran hidup.

Menurut data dari lima juta kematian neonatal yang terjadi di negara
berkembang hampir semua sebanyak (60% s/d 80%). Lebih dari dua pertiga
kematian itu terjadi pada neonatal dini yang umumnya disebabkan karena
berat badan lahir rendah kurang dari 2500gr. Persalinan pertahun yaitu,
BBLR dan hampir semua terjadi dinegara berkembang (WHO, 2006). BBLR
diartikan sebagai bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500gr. BBLR
merupakan prediktor tertinggi angka kematian bayi, terutama dalam satu
bulan pertama kehidupan. Berdasarkan studi epidemiologi BBLR mempunyai
resiko kematian 20 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan bayi yang lahir
dengan berat normal (Mahayana, dkk, 2015). Hasil riset kesehatan dasar
tahun 2013 menyatakan bahwa presentase balita (0- 59 bulan) dengan BBLR
sebesar 10,2% dari seluruh balita di Indonesia. Presentase BBLR tertinggi
terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera Utara
(7,2%). Pencegahan kelahiran prematur yaitu salah satu cara terbaik untuk
mencegah bayi dengan berat lahir rendah. Selain itu, perawatan prenatal
merupakan faktor kunci dalam mencegah kelahiran prematur dan berat bayi
lahir rendah (BBLR) (Kemenkes RI, 2013).

2
BBLR termasuk bayi beresiko tinggi karena bayi yang lahir dengan
berat rendah, pada umumnya disertai tubuh yang belum matur dan mengalami
proses hidup jangka panjang yang kurang baik. Kebutuhan dasar neonatus
harus dikaji sesegera mungkin.Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah
pemeliharaan pernafasan, pola sirkulasi ekstra uteri, pengendalian dan
pemeliharaan suhu tubuh, nutrisi, eliminasi, pencegahan infeksi,
pembentukan orang tua dan bayi, serta kebutuhan perkembangan (Reeder,
S.J., & Griffin, 2011). BBLR harus mendapatkan perawatan khusus yang
berbeda dengan bayi normal pada umumnya untuk mempertahankan
kondisinya. Perawatan BBLR dapat dilakukan dengan mempertahankan suhu
tubuh, mencegah infeksi, pengawasan nutrisi/ASI, dan pengawasan berat
badan (Rukiyah, 2012). Berat bayi lahir rendah apabila tidak meninggal pada
awal kelahiran, BBLR memiliki resiko tumbuh kembang lebih lambat
dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Selain
gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat BBLR mempunyai
faktor risiko untuk terjadinya hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes
setelah mencapai usia 40 tahun (Mahayana, dkk, 2015).

Bentuk intervensi yang dilakukan selama perawatan berat bayi lahir


rendah yaitu dengan menggunakan inkubator. Penggunaan inkubator untuk
merawat BBLR memerlukan biaya yang tinggi. Akibat terbatasnya fasilitas
inkubator tidak jarang satu inkubator ditempati lebih dari satu bayi, sehingga
dapat meningkatkan dan menimbulkan resiko terjadinya infeksi nosokomial
dirumah sakit. Perawatan bayi dalam inkubator menyebabkan adanya
pemisahan antara ibu dan bayi yang baru lahir. Kondisi ini yang dapat
menyebabkan timbulnya rasa kurang percaya diri pada orang tua bayi dalam
merawat bayinya. Sebuah inovasi yang dilakukan dalam perawatan berat bayi
lahir rendah yaitu dengan cara mendekatkan bayi pada ibunya yang biasa
disebut perawatan metode kanguru (PMK) (Deswita, Besral, & Rustina,
2011).

3
Tidak semua bayi BBLR dapat memperoleh pelayanan kesehatan
dengan teknologi maju karena hambatan biaya, geografis, transportasi, dan
komunikasi. Oleh karena itu diperlukan cara alternatif yang efektif dan
ekonomis sebagai pengganti inkubator. Salah satu upaya yang dilakuka untuk
mengatasi berbagai permasalahan pada bayi dengan BBLR yaitu
menggunakan perawatan metode kanguru (PMK). PMK sangat dianjurkan
bagi negara-negara berkembang mengingat terbatasnya fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama didaerah pedesaan. PMK adalah perawatan kontak kulit
ke kulit dengan cara merawat bayi dalam keadaan telanjang (hanya memakai
popok dan topi), yang diletakkan secara tegak/vertikal didada antara kedua
payudara ibu kemudian diselimuti. PMK adalah cara yang efektif dalam
memenuhi kebutuhan bayi untuk kehagatan, menyusui, perlidungan dari
infeksi, stimulasi, keamanan, dan kasih sayang. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Priya (2014) tentang PMK untuk bayi BBLR.
Penelitian ini menunjukkan bahwa PMK adalah salah satu intervensi untuk
bayi BBLR. Fisiologis dan perilaku bayi BBLR ditemukan mengalami
kemajuan selama PMK. PMK ini sangat bermanfaat bagi bayi, ibu, keluarga,
dan juga kemajuan institusi yang melaksanakan PMK.

PMK dapat mengurangi risiko terjadinya hipotermi karena tubuh ibu


dapat memberikan kehangatan kepada bayinya secara terus menerus dengan
cara kontak langsung antara kulit ibu dengan kulit bayi. Bayi juga akan tidur
lebih nyenyak dan lebih tenang. Selain itu PMK juga memudahkan ibu dalam
memberikan ASI sehingga kebutuhan nutrisi bayi tetap terpenuhi juga dapat
meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi, serta mempersingkat
masa perawatan di rumah sakit sehingga dapat mengurangi biaya perawatan.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian oleh Moniem dan Morsy (2011)
tentang efektifitas tehnik kanguru dapat meningkatkan hubungan ibu dan bayi
serta memiliki efek positif terhadap berat badan bayi.

4
Menurut (Girsang, 2009), penatalaksanaan bayi BBLR perlu didukung
dengan pengetahuan ibu yang baik, dari pengetahuan ini akan menunjang
terhadap pemberian penatalaksanaan yang aman, berkualitas dan aman
terhadap bayi BBLR. Salah satu penatalaksanan alternatif pada BBLR adalah
Perawatan Metode Kanguru. Orang tua adalah orang yang paling dekat
dengan bayi dan bertanggung jawab dengan bayi. Oleh karena itu
pengetahuan orang tua tentang perawatan BBLR secara tidak langsung dapat
meningkatkan kesehatan BBLR. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari
sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan Data dari RS Mitra Husada tahun 2020 angka BBLR


sebanyak 222 orang, sedangkan tahun 2021 sebanyak 254 orang, dengan rata-
rata BBLR perbulan sebanyak ± 25 bayi (Data Rekapan RS Mitra Husada,
2021). Penatalaksaan bayi BBLR pada umumnya adalah perawatan dengan
menggunakan inkubator. Tindakan medis ini di lakukan dengan tujuan agar
bayi tersebut tidak mengalami hipotermi, di RS Mitra Husada juga
menerapkan metode PMK yang mana bertujuan untuk meningkatkan angka
keselamatan BBLR di wilayah RS Mitra Husada.

Penerapan metode kanguru tak lepas dari tanggung jawab seorang


perawat yang berperan dalam memberikan pengetahuan perawatan metode
kanguru sehingga dapat meningkatkan pengetahuan orang tua. Sehingga
penelitian ini dilakukan dengan bertujuan mengidentifikasi tingkat
pengetahuan ibu dengan pengaplikasian PMK pada ibu dengan bayi BBLR.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pengaplikasian PMK
Pada Ibu Dengan Bayi BBLR di RS Mitra Husada Tangerang.

5
B. Rumusan Masalah
Menurut studi pendahuluan saat dilakukannya praktik klinik di RS
Mitra Husada Tangerang, didapatkan ibu dengan bayi BBLR sebanyak 60 ibu
dalam waktu 3 bulan (januari – maret). Berdasarkan latar belakang di atas
diketahui bahwa belum pernah dilakukannya penelitian tentang hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pengaplikasian PMK Pada Ibu Dengan
Bayi BBLR di RS Mitra Husada Tangerang. Dengan demikian ibu harus
benar-benar menerapkan perawatan terhadap bayi BBLR dan pengaplikasian
PMK, sehingga penerapan tersebut akan lebih baik serta kualitas
perkembangan bayi dapat optimal. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui: “Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
dengan Pengaplikasian PMK Pada Ibu dengan Bayi BBLR di RS Mitra
Husada Tangerang?”.

C. TujuanPenelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu dengan pengaplikasian PMK
pada ibu dengan bayi BBLR di RS Mitra Husada Tangerang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi Ibu dengan bayi BBLR
(usia, jenis kelamin, status kepegawaian, tingkat pendidikan, dan
pengalaman kerja).
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang pengaplikasian
pmk pada ibu dengan bayi BBLR
c. Mengidentifikasi pengaplikasian PMK pada ibu dengan bayi BBLR
d. Menganalisis hubungan antara tingkat penegtahuan ibu dengan
pengaplikasian PMK pada ibu dengan bayi BBLR

6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan, serta menjadi landasan dalam pengembangan evidance
based ilmu keperawatan, khususnya keperawatan anak dan keluarga.
2. Manfaat Bagi Institusi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mendapat masukan tentang
hubungan tingkat pengetahuan dengan pengaplikasian PMK pada ibu
dengan bayi BBLR, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi pihak
rumah sakit perlu tidaknya diadakan promosi kesehatan dan Home Care
pada ibu post partum dengan bayi BBLR.
3. Manfaat Bagi peneliti
Secara teoritis untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
dalam hal menjalankan kegiatan penelitian dan secara praktis memahami
hubungan tingkat pegetahuan ibu dalam melakukan pengaplikasian PMK
pada ibu dengan bayi BBLR di RS Mitra Husada Tangerang. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan data awal pengembangan penelitian
berikutnya.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TinjauanTeori
1. Definisi BBLR
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam
waktu 1 jam pertama setelah lahir. Bayi dapat dikelompokkan
berdasarkan berat lahirnya, yakni: berat bayi lahir rendah (berat lahir
4000 gram). Sementara itu, berdasarkan hubungan antara waktu
kelahiran dengan umur kehamilan, kelahiran bayi dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis:
a. Bayi kurang bulan (prematur), bayi yang dilahirkan dengan masa
gestasi (kehamilan) < 37 minggu.
b. Bayi cukup bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara
37-42 minggu.
c. Bayi lebih bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42
minggu.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir
yang saat dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa
menilai masa gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World
Health Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat
badan saat lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight
Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Banyak yang masih
beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi prematur atau bayi
tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi
prematur, bisa juga terjadi pada bayi cukup bulan yang mengalami proses
hambatan dalam pertumbuhannya selama kehamilan (Profil Kesehatan
Dasar Indonesia, 2014).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dan
memiliki berat badan kurang dari 2500 gram,dengan usia kehamilan
kurang dari (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (Pudjiadi, 2010).

8
Berat Badan Lahir Rendah merupakan bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir hingga
usai 24 jam pasca persalinan (Depkes RI, 2008). Menurut Alimul (2012)
BBLR merupakan salah satu komplikasi pada bayi yang baru dilahirkan
dengan berat badan kurang dari 2500 gram dan apabila tidak segera
ditangani akan menimbulkan dampak yang buruk bahkan hingga
kematian.
Menurut World Health Organization (WHO) Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat <
2500 gram.Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1
(satu) jam pertama setelah lahir. Pengukuran dilakukan di tempat fasilitas
(Rumah sakit, Puskesmas, dan Polindes), sedang bayi yang lahir di
rumah waktu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24
jam. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan/prematur atau disebut
BBLR Sesuai Masa Kehamilan (SMK)/Appropriate for Gestational Age
(AGA), bayi cukup bulan yang mengalami hambatan pertumbuhan
selama kehamilan/Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) disebut
BBLR Kecil Masa Kehamilan (KMK)/Small for Gestational Age (SGA)
dan besar masa kehamilan/Large for Gestational Age (LGA). Angka
kejadian prematur pada umumnya adalah sekitar 6-10%, hanya 1,5%
persalinan terjadi pada umur kehamilan.

2. Klasifikasi BBLR
Klasifikasi yang dimaksud dalam American Academy of Pediatrics
(AAP) antara lain:
a. Berdasarkan masa kehamilan/Gestational age yaitu:
1) Preterm/bayi kurang bulan, yaitu masa kehamilan<37 minggu
(≤259 hari).
2) Late preterm, yaitu usia kehamilan 34-36 minggu (239-259
hari).

9
3) Early preterm, yaitu usia kehamilan 22-34 minggu.
4) Term/bayi cukup bulan, yaitu usia kehamilan 37-41 minggu
(260-294 hari).
5) Post term/bayi lebih bulan, yaitu uia kehamilan 42 minggu atau
lebih (≥295 hari)
b. Berdasarkan berat lahir/Birthweight:
1) Berat lahir amat sangat rendah/Extremely Low Birthweight.
2) (ELBW), yaitu bayi dengan berat lahir<1000 gram.
3) Berat lahir sangat rendah/Very Low Birthweight (VLBW), yaitu
bayi dengan berat lahir <1500 gram.
4) Berat lahir redah/Low Birthweight (LBW), yaitu bayi dengan
berat lahir <2500 gram.
c. Berdasarkan berat lahir dan masa kehamilan
1) Sesuai masa kehamilan/Appropriate for gestational age (AGA)
adalah berat lahir antara 10 persentil dan 90 persentil untuk usia
kehamilan.
2) Kecil masa kehamilan/Small for gestational age (SGA)/IUGR
adalah berat lahir 2 standar deviasi dibawah berat badan rata-
rata untuk masa kehamilan atau dibawah 10 persentil untuk
masa kehamilan. IUGR (Intrauterine Growth Restriction)
/pertumbuhan janin yang terhambat/terganggu adalah kondisi
janin yang mengalami gangguan pertumbuhan dalam rahim
(intrauterine). Kegagalan dalam pertumbuhan rahim yang
optimal disebabkan oleh suatu in utero.
3) Besar masa kehamilan/Large for Gestational Age (LGA) LGA
didefenisikan sebagai berat lahir 2 standar deviasi diatas rata-
rata berat untuk masa kehamilan atau di atas 90 persentil untuk
masa kehamilan. LGA dapat di lihat pada bayi yang ibunya
mengalami diabetes, bayi dengan sindrom Beckwith-Wiedeman
dan sindrom lainya, bayi lebih bulan (usia kehamilan > 42

10
minggu), dan bayi dengan hydrops fetalis. Bayi LGA juga
berhubungan dengan peningkatan berat badan ibu saat hamil,
multiparitas, jenis kelamin bayi laki-laki, penyakit jantung
bawaan, khusunya perubahan pada arteri besar, displasia sel, dan
etnik tertentu (hispanik).

3. Penyebab BBLR
Bayi lahir dengan berat yang rendah dapat disebabkan oleh banyak
faktor, tetapi faktor ynag terbanyakadalah kelahiran prematur.kelahiran
prematur adalah penyebab langsung paling umum dari kematian
neonatal. Setiap tahun, 1.1 juta bayi yang meninggal karena komplikasi
kelahiran prematur. Berat badan lahir rendah bukan hanya predikator
utama mortalitas dan mordibitas prenatal, tetapi penelitian terbaru
menemukan bahwa berat lahirrendah juga meningkatkan resiko penyakit
tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular di kemudian
hari. Bayi yang terlahir prematur harus dirawat dengan baik agar mampu
mencapai tahapan tumbuh kembang yang optimal (WHO, 2014).
a. Umur saat melahirkan
Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Berdasarkan hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan
bahwa ibu dengan usia lanjut (35 hingga 49 tahun) memiliki risiko
yang jauh lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan
ibu yang lebih muda. Wanita dengan usia ibu lanjut lebih cenderung
melahirkan bayi BBLR (1, 2, 27-29). Wanita hamil berusia ≥35
tahun lebih cenderung meningkatkan kemungkinan risiko mengalami
komplikasi kehamilan dibandingkan dengan wanita yang lebih
muda, seperti diabetes gestasional, plasenta previa, presentasi
bokong, yang mungkin menjadi penyebab melahirkan bayi dengan
BBLR (Mahmud, Sultana, & Sarker, 2017).

11
b. Tingkat Pendidikan
Ibu yang buta huruf (tidak memiliki pendidikan formal)
memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi BBLR dibandingkan
dengan ibu yang berpendidikan lebih tinggi (Mahmud, et al, 2017).
c. Jenis Kelamin
Bayi perempuan lebih rentan mengalami BBLR dibandingkan
bayi laki-laki (Mahmud, etal, 2017).
d. Kunjungan Ante Natal Care
Di semua negara, kunjungan ANC dikaitkan dengan penurunan
BBLR yang signifikan sementara menerima ANC yang tidak
memadai dikaitkan dengan peningkatan risiko BBLR.
e. Faktor Lainnya
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian BBLR pada sebagian
besar negara adalah peningkatan risiko BBLR secara signifikan pada
bayi baru lahir yang lahir dari ibu dengan karakteristik spesifik
tertentu, seperti BMI rendah, primiparitas, serta status kekayaan
rumah tangga yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
kaya.

4. Karakteristik BBLR
Karakteristik berat badan lahir rendah menurut Marmi (2015) yaitu:
a. Berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram
b. Panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm,
lingkar kepala kurang dari 33 cm, kepala lebih besar.
c. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
d. Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih lemah.
e. Kepala tidak mampu tegak, pernafasan 40-50x/menit, pernafasan
tidak teratur, nadi 100-140x/menit.

12
f. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labio
mayora, klitoris menonjol (bayi perempuan) dan testis belum turun
ke dalam skrotum, pigmentasi pada skrotum kurang (bayi laki-laki).
g. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakan lemah,
fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.

5. Dampak yang terjadi


Proverawari, Atikah & Ismawati (2010) menyatakan bahwa ada
beberapa dampak yang dapat terjadi pada bayi dengan BBLR yaitu:
a. Risiko masalah yang sering terjadi
1) Gangguan metabolisme
Terjadi akibat sedikitnya lemak tubuh dan system
pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir yang belum
matang.Asupan glukosa yang kurang, mengakibatkan sel-sel
saraf di otak mati sehingga mempengaruhi kecerdasan bayi
kelak.
2) Gangguan imunitas
Bayi dengan BBLR relatif belum mampu membentuk
antibodi dan daya tahan fagositosis serta reaksi terhadap infeksi
belum cukup baik. Sehingga bayi akan mudah terkena infeksi
saat jalan lahir dan infeksi ibu melalui plasenta.
3) Gangguan pernafasan
Sindroma gangguan pernafasan pada bayi dengan BBLR
adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya pengembangan paru-paru.
4) Gangguan cairan elektrolit
Bayi yang dilahirkan dengan BBLR kerja ginjalnya belum
matang sehingga kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air masih belum sempurna. Disamping itu pula

13
aktivitas otot pencernaan masih belum sempurna sehingga
pengosongan lambung berkurang.
b. Masalah Jangka Panjang
1) Gangguan Perkembangan dan Pertumbuhan
Pada bayi dengan BBLR pertumbuhan dan
perkembangannya cenderung lambat yang berkaitan dengan
masturitas otak.
2) Gangguan Bicara dan Berkomunikasi
Kemampuan berbicara dan berkomunikasi pada bayi
dengan BBLR cenderung terlambat bila dibandingkan dengan
bayi berat badan normal.
3) Gangguan Neurologis dan Kognisi
Gejala neurologis yang paling sering dilaporkan adalah
cerebral palsy dimana makin kecil usia kehamilan bayi maka
makin tinggi risikonya. Gejala neurologi mlainnya seperti
retardasi mental, kelianan EEG (dengan atau tanpa epilepsi).
4) Gangguan Atensi dan Hiperaktif
Ganguan atensi dan hiperaktif dikenal dengan Minilan Brain
Disorder yang merupakan ganguan neurologi dan biasanya
terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah.

B. Perawatan Metode Kanguru


1. Definisi
Bayi BBLR memerlukan perawatan yang intensif selama bulan
pertama kehidupan mereka.perawatan BBLR membutuhkan
infrastrukstur yang mahal serta tenaga yang terampil. Salah satu metode
keperawatan yang dapat diberikan pada BBLR adalah perawatan metode
kanguru (PMK). PMK merupakan perawatan dengan melakukan kontak
langsung antar kulit bayi denga kulit ibu (skin-to-skin contact). Bayi
diletakkan pada posisi vertikal di dada ibu atau ayah (Bobak, 2015)

14
mengatakan bahwa PMK merupakan praktik menggendong bayi
prematur yang hanya mengenakan popok dan topi pada dada telanjang
ibu atau ayah. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
PMK adalah suatu metode yang dilakukan pada BBLR secara kontak
langsung anatara kulit ibu dan bayi. Bayi diletakkan di dada ibu atau
ayah pada posisi vertikal, hanya mengenakan popok dan topi. Hasil
penelitian Moniem dan Morsy (2011), tentang efektifitas teknik kanguru
terhadap BBLR menunjukkan bahwa PMK dapat meningkatkan
hubungan ibu dan bayi serta memberikan efek positif terhadap berat
badan bayi.
PMK diperkenalkan oleh Reydan Martinez di Bagota Kolumbia
pada tahun 1978. Istilah PMK dipakai karena cara perawatan ini
mempunya perawatan bayi yang dilakukan oleh binatang kanguru
dimana bayinya yang lahir prematur diletakkan pada kantong di perut
induknya (WHO, 2013). PMK sangat bermanfaat untuk bayi prematur
atau bayi berat lahir rendah, baik selama perawatan dirumah sakit
maupun di rumah. PMK pada umumnya doberikan pada bayi dengan
berat lahir ≤1800gram. BBLR, bayi yang tidak memiliki kegawatan
pernafasan dan sirkulasi, dan bayi tidak mempunyai kelainan kongenital
yang berat.

2. Manfaat Perawatan Metode Kanguru


Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah dapat mengalami proses
kehilangan panas. Proses kehilangan panas pada BBLR dapat terjadi
melalui beberapa proses seperti evaporasi, radiasi, konduksi, dan
konveksi. BBLR memiliki jaringak lemak subkutan, lemak coklat dan
penyimpangan glikogen yang rendah. BBLR memiliki lebih sedikit
massa otot, lebih sedikit lemak coklat, lebih sedikit lemak subkutan
untuk penyimpanan panas, dan sedikit kemampuan untuk mengontrol
kapiler kulit. Sehingga BBLR mudah mengalami kehilangan panas tubuh

15
dan beresiko terjadi hipotermia sehingga membutuhkan upaya untuk
mempertahankan suhu yang netral pada 36,5-37,5°C (Dewi Kurnia,
2016).
PMK dapat mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi
melalui kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi secara konduksi dan
radiasi. Dimana suhu tubuh ibu merupakan sumber panas yang efisiensi
dan murah juga dapat memberikan lingkungan yang hangat pada bayi.
Selain itu juga pernafasan bayi menjadi lebih teratur, denyut jantung bayi
lebih stabil, bayi dapat menetek lebih lama dan waktu tidur bayi menjadi
lebih lama sehingga pemakaian kalori menjadi lebih berkurang dan
kenaikan berat badan menjadi lebih baik. Sebuah studi penerapan metode
kanguru di rumah sakit yang tidak memiliki inkubator dan peralatan
lainnya untuk merawat bayi BBLR yang dilakukan di Manama Mission
Hospitak, Zimbabwe, hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan
kelangsungan hidup pada bayi BBLR denga berat 1500 gram dari 10%
menjadi 50% dan bayi berat lahir 1500-1999 gram meningkat dari 70%
menjadi 90% (WHO, 2018). Beberapa penelitian ini telah dilakukan di
Indonesia antara lain Yogyakarta dan Jakarta, hasilnya menunjukkan
bahwa dengan perawatan metode kanguru yang dimulai dari awal untuk
BBLR akan menjadi metode perawatan yang aman dalam menstabilkan
kesehatan BBLR, juga dapat mengurangi biaya perawatan (Suradi &
Yanuarso, 2012).

Selain itu PMK meningkatkan interaksi dan menguatkan hubungan


serta ikatan emosional orangtua-bayi. Ibu menjadi lebih percaya diri
dalam merawat bayinya, hubungan bayi dan ibu menjadi lebih baik, dan
ibu dapat menyusui lebih lama sehingga merangsang peningkatan
produksi ASI. Ayahpun memiliki peran yang besar dalam perawatan
bayinya dan meningkatkan hubungan antara ayah dan bayi (Rita, 2012).
Charpak, Giron, Criston, Calume dan Ruiz-Pelaez pada tahun 2008

16
melakukan penelitian tentang PMK, lingkungan rumah dan keterlibatan
ayah pada tahun pertama kehidupan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa PMK memiliki dampak positif di lingkungan rumah dimana kedua
orang tua harus terlibat sebagai pengasuh langsung dalam pelaksanaan
PMK.
PMK bermanfaat bagi petugas kesehatan dari segi efisiensi tenaga.
Pada pelaksaan PMK ibu dapat merawat bayinya sendiri (Depkes, 2008).
Selain itu PMK bermanfaat bagi institusi kesehatan dan negara, dimana
dengan dilakukannya PMK hari rawat bayi menjadi lebih pendek
sehingga bayi lebih cepat pulang, dan penggunaan fasilitas seperti
inkubator menjadi berkurang, sehingga dapat membantu efisiensi
anggaran (Depkes, 2008).

3. Kriteria Pelaksanaan PMK


Pada umumnya bayi yang memenuhi kriteria untuk dilakukan
PMK adalah bayi BBLR , berat lahir ≤1800 gram, tidak ada kegawatan
pernapasan dan sirkulasi, tidak ada kelainan kongenital yang berat, dan
mampu bernapas sendiri. Apabila BBL tersebut masih memerlukan
pemantauan kardiopulmonal, oksimetri, pemberian oksigen tambahan
atau pemberian ventilasi dengan tekanan positif (CPAP), infus intravena,
dan pemantauan lain, hal tersebut tidak mencegah pelaksanaan PMK.
Bahkan pada kenyataannya, bayi dengan PMK cenderung jarang
mengalami apnea dan bradikardia serta kebutuhan terhadap oksigen
relatif stabil. Pada saat bayi BBLR lahir berbagai komplikasi dapat
terjadi. Semakin muda usia kehamilan maka semakin kecil bayinya,
sehingga bisa semakin banyak masalah yang akan timbul. Perawatan dini
bagi bayi yang memiliki komplikasi harus disesuaikan dengan pedoman
nasional. PMK dapat ditunda hingga kondisi kesehatan bayi stabil. Kapan
tepatnya PMK dimulai, sangat bergantung pada penampilan individual,
dengan sepenuhnya memperhitungkan kondisi ibu dan bayi. Namun, ibu

17
yang memiliki bayi BBLR hendaknya didorong untuk segera melakukan
PMK. Sebagai arahan dapat dipergunakan petunjuk dibawah ini yang
melakukan penggolongan bayi berdasarkan berat lahir. Bayi dengan berat
lahir ≥1.800 gram (usia kehamilan ≥34 minggu atau lebih) umumnya
lebih stabil dan sedikit mengalami masalah pemantauan misalnya henti
napas.
Permasalahan tersebut dapat meningkat hingga menjadi
permasalahan serius pada sekelompok kecil bayi sehingga memerlukan
perawatan di unit khusus. Meskipun demikian, pada sebagian besar kasus
PMK dapat segera dilakukan setelah bayi lahir. Bayi dengan berat lahir
antara 1.200-1.799 gram (usia kehamilan 28-32 minggu), berbagai
permasalahan prematuritas sering terjadi, misalnya sindrom gangguan
pernapasan atau permasalahan lain. Oleh karena itu, pada kasus ini
diperlukan perawatan khusus sedini mungkin. Persalinan sebaiknya
dilakukan di fasilitas dengan penataan yang baik dan dapat menyediakan
perawatan yang dibutuhkan. Bila persalinan terjadi pada tempat selain
diatas, bayi harus dirujuk lahir, dan sebaiknya tetap bersama ibunya.
Salah satu cara terbaik merujuk bayi kecil adalah dengan menjaga
mereka (ibu dan bayi) agar selalu dalam keadaan kontak kulit langsung.
Sebelum dilakukan PMK, pernapasan dan sirkulasi bayi distabilkan
terlebih dahulu. Diperlukan kira-kira seminggu sebelum PMK dapat
dilakukan. Meskipun mortalitas pada saat kelahiran di kelompok ini
sangat tinggi, kebanyakan karena komplikasi, banyak pula bayi yang
bertahan dan ibu dapat diberikan motivasi untuk memberikan ASI. Bayi
dengan berat lahir <1.200 gram (usia kehamilan <30 minggu) seringkali
mengalami permasalahan serius akibat prematur, dimana tingkat
kematian sangat tinggi dan hanya sebagian kecil yang mampu bertahan
terhadap berbagai permasalahan akibat prematuritas. Bayi tersebut sangat
beruntung bila dirujuk sebelum kelahiran ke institusi dengan fasilitas
perawatan intensif untuk neonatus. Mungkin akan diperlukan waktu

18
sekitar dua minggu sebelum kondisi bayi tersebut diperbolehkan untuk
PMK.
PMK dapat diimplementasikan di berbagai tingkatan fasilitas
kesehatan. PMK merupakan pilihan terbaik jika NICU tidak tersedia.
Jika NICU tersedia namun tidak sesuai dengan kebutuhan, PMK
memberikan rasionalisasi sumber daya dengan memberikan inkubator
bagi bayi yang lebih sakit.

4. Komponen Perawatan Metode Kanguru


PMK memiliki empat komponen penting yaitu posisi kanguru
(kangoroo position), nutrisi (kangoroo nutrition), dukungan (kangoroo
support), dan pemulangan (kangoroo discharge) (Health Technologi
Assesment (HTA) Indonesia, 2008).
a. Posisi kanguru (Kangoroo position) adalah kontak kulit ke kulit
antara ibu dan bayi yang diberikan secara selang seling atau terus
menerus dan dapat dimulai segera setelah lahir atau saat kondisi bayi
sudah stabil. Pada posisi kanguru bayi diletakkan dalam posisi
vertikal diantara payudara ibu dengan posisi kepala miring ke kiri
atau ke kanan dan sedikit tengadah (ekstensi). Ibu mendekap bayi
yang hanya memakai popok, topi, dan kaus kaki. Posisi tungkai dan
tangan bayi fleksi seperti posisi “kodok”. Bayi mendapatkan sumber
panas dan kehangatan dari kulit ibu secara alami dan terus menerus
(HTA Indonesia, 2008).

Gambar 2.1. Posisi bayi pada PMK


19
(Health Technologi Assesment (HTA) Indonesia, 2008)
b. Nutrisi (Kangoroo nutrition) yaitu pemberian ASI eksklusif, dimana
ASI merupakan nutrisi yang terbaik bagi bayi prematur dan BBLR.
Ibu dapat menyusui bayinya saat bayi bangun dari tidur sambil terus
dilakukan PMK. Hal ini dapat merangsang peningkatan volume ASI
(HTA Indonesia, 2008).

Gambar 2.2 Posisi Menyusui dalam PMK


(HealthTechnologyAssessment(HTA)Indonesia, 2008)

c. Dukungan (Kangoroo support) yaitu pada saat antenatal, ibu


diberikan informasi tentang PMK, sehingga ibu lebih siap apabila
bayinya lahir prematur atau BBLR. Dukungan yang diperlukan
adalah dukungan fisik, emosi, dan pendidikan. Di rumah sakit ibu
dan bayi selalu dikelilingi oleh para petugas yang siap membantu
dan mendukung. Mereka tetap memerlukan dukungan dari anggota
keluarga dirumah (HTA Indonesia, 2008).
d. Pemulangan (Kangaroo discharge) yaitu bayi dan ibu sudah dapat
pulangke rumah, dan ibu dapat tetap melakukan kontak kulit ke kulit
secara terus menerus, yang dilakukan dirumah sehingga bayi dapat
berkembang dengan baik (HTA indonesia). Bayi dapat dinyatakan
boleh pulang jika kesehatan bayi secara keseluruhan dalam kondisi
baik dan tidak ada apnea atau infeksi, bayi dapat minum dengan

20
baik, berat badan bayi selalu bertambah
(sekurang-kurangnya15gr/kgbb/hari), ibu mampun perawat bayinya.
Bayi yang dipulangkan dengan berat badan <1800 gram dipantau
setiap minggu, dan bayi yang dipulangkan dengan berat badan
>1800gram dipantau setiap dua minggu (WHO, 2013) oleh petugas
kesehatan.

5. Persyaratan PMK
Sumber daya yang paling penting dipersiapkan untuk penerapan
PMK adalah para ibu, petugas yang mempunyai keahlian khusus di
bidang ini, dan lingkungan yang mendukung. Beberapa persyaratan yang
tercantum antara lain:
a. Formulasi dari kebijakan ini meliputi:
Penerapan PMK dan berbagai petunjuk pelaksanaannya harus
difasilitasi oleh pembuat kebijakan kesehatan yang mendukung di
semua tingkat pelayanan. Adapun kebijakan nasional diperlukan
untuk menjamin integrasi yang efektif dari sistem kesehatan,
pendidikan serta pelatihan yang ada.
b. Organisasi pelayanan dan tindak lanjut
Setiap fasilitas kesehatan yang menerapkan PMK harus memiliki
kebijakan dan petunjuk tertulis yang disesuaikan dengan kondisi dan
budaya lokal. Kebijakan semacam ini akan lebih efektif kalau dibuat
suatu petunjuk pelaksana lokal dengan tetap mengacu pada petunjuk
nasional maupun internasional. Petunjuk pelaksana ini melibatkan
seluruh staf dan kemudian dapat disetujui secara konsensus.
Petunjuk pelaksana ini harus mencakup PMK serta tindak lanjut.
Tindak lanjut dilakukan oleh petugas kesehatan terlatih yang tinggal
berdekatan dengan tempat tinggal ibu. Frekuensi kunjungan dapat
bervariasi. Semakin baik tindak lanjutnya, semakin cepat ibu dan
bayi dapat dipulangkan dari suatu fasilitas kesehatan

21
c. Peralatan dan perlengkapan untuk ibu dan bayi
PMK tidak memerlukan fasilitas khusus.Pengaturan yang sederhana
dapat membuat ibu lebih nyaman tinggal di RS.
d. Petugas kesehatan yang terlatih
PMK tidak memerlukan tambahan tenaga yang melebihi dari
perawatan dengan menggunakan metode konvensional. Petugas
kesehatan yang ada seperti dokter dan perawat harus memiliki
pelatihan dasar tentang pemberian ASI dan juga pelatihan yang
memadai di semua aspek PMK, antara lain: kapan dan bagaimana
memulai penerapan PMK, bagaimana mengatur posisi bayi selama
dan diantara pemberian minum, dan cara pemberian minum untuk
BBLR.
e. Pemberian ASI
Metode pemberian minum alternatif sampai memungkinkan untuk
dilakukan pemberian ASI.
f. Melibatkan ibu di segala aspek perawatan bayinya,
termasuk mengawasi tanda vital dan mengenali tanda bahaya.
g. Melakukan tindakan yang tepat dan efektif bila mendeteksi
adanya masalah yang berkaitan dengan si ibu.
h. Menentukan waktu pemulangan.
i. Berkemampuan untuk mendorong dan mendukung ibu dan
keluarganya.

6. Pelaksanaan Metode Kanguru


Pelaksanaan PMK dimulai secara bertahap dari perawatan
konvensional ke PMK yang terus-menerus (Depkes, 2008). Pelaksanaan
PMK dilakukan secara intermiten maupun kontinyu. Secara Intermiten
maksudnya PMK tidak diberikan sepanjang waktute tapi hanya dilakukan
saat ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di

22
inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam
satu hari. Metode ini dilakukan di Unit Perawatan Khusus (level II) dan
Intensif (level III). Sedangkan perawatan metode kanguru secara
kontinue maksudnya PMK yang diberikan sepanjang waktu dan dapat
dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk
PMK (Dewi Kurnia, 2016).
Setelah bayi pulang dari rumah sakit, pelaksanaan PMK secara
kontinyu bisa dilanjutkan di rumah. Ibu dapat menggendong bayinya
selama 24 jam sambil melakukan aktivitas dirumah. Apabila ibu hendak
kekamar mandi bayi dapat diberikan kepada anggota keluarga yang lain
untuk terus dilakukan PMK. PMK dapat dilakukan secara kontinyu di
rumah sampai berat badan bayi sudah mencapai ≥2500 gram dan bayi
sudah memiliki refleks hisap yang adekuat (Dewi Kurnia, 2016).

7. Lama dan jangka waktu penerapan PMK


a. Secara bertahap lama waktu penerapan metode kangguru
ditingkatkan dari:
1) Mulai dari perawatan belum menggunakan perawatan metode
kangguru
2) Dilanjutkan dengan pemberian perawatan metode kangguru
intermitten
3) Kemudian diikuti dengan perawatan metode kangguru kontinyu
(Maryunani, 2013).
b. Pelaksanaan metode kangguru yang singkat kurang dari 60 menit
dapat membuat bayi stress. Strategi yang dapat dilakukan untuk
menghindari hal tersebut antara lain:
1) Jika bayi masih berada di fasilitas pelayanan kesehatan, maka
lebih baik bayi diletakkan di inkubator.

23
2) Apabila bayi telah dilakukan pemulangan, anggota keluarga lain
dapat menggantikan ibu dalam melaksanakan perawatan metode
kangguru (Maryunani, 2013)
c. Pemberian metode kangguru dapat dihentikan, apabila:
1) Berat badan bayi minimal >2500 gram
2) Bayi mampu menetek dengan kuat seperti bayi besar dan sehat
3) Suhu tubuh bayi stabil 37̊C (Maryunani, 2013)

8. Penerapan PMK
PMK terutama digunakan pada perawatan BBLR di beberapa rumah sakit
dengan kategori sebagai berikut:
a. RS yang tidak memiliki fasilitas untuk merawat bayi BBLR.
Pada keadaan ini, PMK merupakan satu-satunya pilihan
perawatan karena jumlah inkubator dan perawat tidak
memadai.
b. RS yang memiliki tenaga dan fasilitas tetapi terbatas, dan
tidak mampu merawat semua bayi BBLR. PMK menjadi
pilihan jika dibandingkan dengan perawatan konvensional
dengan menggunakan inkubator.
c. RS yang memiliki tenaga dan fasilitas yang memadai. Disini,
PMK bermanfaat untuk meningkatkan ikatan antara ibu dan
bayi, mengurangi risiko infeksi, meningkatkan ASI dan
mempersingkat lama perawatan di rumah sakit.

9. Fasilitas Dan Peralatan Yang Diperlukan PMK


Berikut ini adalah beberapa fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk
melakukan PMK :
a. Bangsal dengan dua atau empat tempat tidur dengan
ukuranyang sesuai bagi ibu untuk tinggal seharian dengan si
bayi. Di bangsal ini para ibu dapat berbagi pengalaman,
memperoleh dukungan serta kerjasama, dan pada saat yang
24
bersamaan si ibu dan bayinya dapat menerima kunjungan
pribadi tanpa mengganggu yang lain. Kamar tersebut harus
dipertahankan kehangatannya untuk si bayi (24-26°C).
b. Kamar mandi dengan fasilitas air bersih, sabun, dan handuk
serta wastafel untuk tempat cuci tangan.
c. Ruangan lain yang berukuran lebih kecil yang dapat
digunakan para petugas untuk konseling dengan ibu. Ruangan
ini dapat juga dipergunakan untuk melakukan evaluasi
keadaan si bayi.
d. Support Binder (Ikatan/pembalut penahan bayi agar dapat
terus berada di posisi PMK). Alat ini adalah satu-satunya alat
khusus yang digunakan untuk PMK. Alat ini membantu para
ibu untuk menahan bayinya agar dengan aman terus berada
dekat dengan dada ibu. Untuk memulainya, gunakan secarik
bahan kain yang halus, kira-kira sekitar satu meter, lipatlah
secara diagonal, lalu buatlah simpul pengaman, atau dapat
juga dikaitkan ke ketiak ibu. Selanjutnya, baju kanguru dari
pilihan ibu dapat menggantikan kain ini. Semua ini untuk
memungkinkan para ibu dapat menggunakan dengan bebas
tangan mereka dan agar mereka dapat bergerak dengan bebas
selama melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi.
Namun demikian, pemakaian baju kanguru ini sebaiknya
disesuaikan dengan kondisi budaya setempat.

Gambar 2.5 Kantung untuk menggendong bayi PMK


e. Pakaian Bayi
25
Jika bayi menerima PMK secara terus-menerus, bayi tersebut
cukup dipakaikan popok atau diapers sampai dibawah pusat.
Pada saat bayi tidak dalam posisi kanguru, bayi dapat
ditempatkan ditempat tidur yang hangat dan diberi
selimut.Jika suhu ruangannya adalah 24-26°C, bayi pada
posisi kanguru hanya memakai popok, topi yang hangat, dan
kaus kaki. Namun, jika suhu turun di bawah 22°C, bayi
tersebut harus memakai baju tanpa lengan yang terbuat dari
kain katun yang terbuka bagian depannya sehingga
memungkinkan tetap terjadinya kontak kulit dengan dada dan
perut ibu. Ibu kemudian mengenakan bajunya yang biasa
untuk menghangatkan dirinya dan si bayi.
Gambar 2.6 Pakaian bayi untuk PMK

Peralatan dan keperluan lain: Sebuah termometer yang dapat


membaca suhu rendah (low reading thermometer) yang cocok
digunakan untuk mengukur suhu badan di bawah 35°C.
Timbangan, idealnya menggunakan timbangan neonatus
dengan interval 10 gram.Peralatan resusitasi dasar dan
oksigen, jika mungkin harus tersedia disetiap ruangan BBLR
dirawat. Obat-obatan untuk mencegah dan mengobati
berbagai masalah BBLR boleh ditambahkan sesuai petunjuk
pelaksanaan lokal. Obat-obatan khusus kadang diperlukan
tetapi tidak dianjurkan. Alat pengukur panjang badan dan alat

26
pengukur lingkar kepala.

C. Tingkat Pengetahuan
1. Definisi
Tingkat pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan
melalui proses sensori, terutama pada mata dan telinga terhadap objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam
terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior (Donsu, 2017).
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap suatu obejk melalui panca indra yang
dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek
yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada
waktu penginderaan untuk menghasilkan penegtahuan tersebut
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Penegtahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui indra
pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan dipegaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat
erat hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan
semakin luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah
tidak mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja. Pengetahuan akna
suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak
aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap
semakin positif terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2014).

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) penegtahuan
seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan

27
yang brebeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan,
yaitu:

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifikdan
seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsanganyang telah
diterima. Tahu disini merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata
kerja yang digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa
yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami suautu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap
objek tersebut, dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang
tersebut dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahuinya. Orang yang telah memahami objek dan materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,
meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah emmahami objek
yang dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikanprinsip
yang diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi
juga diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode,
prinsip, rencana program dalam situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan
atau memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan anatar
komponen-komponen dalam suatu objek atau maslah yang diketahui.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan
ini adalah jika orang tersebutdapat membedakan, memisahkan,

28
mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan
objek tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuanseseorang dalam merangkum
atau meletakkan dalalm suatu hubungan yang logis dari komponen
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
sudah ada sebelumnya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.

3. Proses Perilaku Tahu


Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)
mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa
proses, diantaranya:
a. Awareness ataupun kesadaran yakni pada tahap ini individu sudah
menyadari ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.
b. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada
stimulus tersebut.
c. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan
mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Inilah yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.
d. Trial atau percobaan yaitu dimana individu mulai mencoba perilaku
baru.

29
e. Adaptation atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku
baru sesuai dengan pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap
stimulus.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan


Nursalam (2016) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
a. Pengetahuan Baik : 76%-100%
b. Pengetahuan Cukup : 56%-75%
c. Pengetahuan Kurang : <56%

Jumlah Benar ×100 %


Jumlah skor =
Jumlah Total

D. Riset Terkait
1. Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Perawatan Bayi Metode
Kanguru di Rumah Sakit Pirngadi Medan Tahun 2013 oleh Junika
Silitonga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
berpengetahuan kurang yaitu sejumlah 17 orang (56,7%), pengetahuan
cukup sejumlah 11 orang (36,6%), dan minoritas berpengetahuan baik
sejumlah 2 orang (6,7%).
2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Kangaroo Mother Care
(KMC) dengan Sikap Ibu terhadap Pelaksanaan KMC di Rumah Sakit
Panembahan Senopati Bantul tahun 2013 oleh Junia Sofiana. Hasil
penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan ibu tentang KMC sebagian
besar berpengetahuan baik (76%). Sikap terhadap pelaksanaan KMC
sudah baik (70%). Hasil uji korelasi kendall tau didapatkan nilai
signifikasi 0,041 (p<0.05), sehingga ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang KMC dengan sikap terhadap pelaksanaan KMC
di RS Panembahan Senopati Bantul.

30
3. Hubungan tingkat penegtahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan
metode kanguru pada BBLR di ruang Perinatologi RSUD Sultan
Imanuddin Pangkalan Bun tahun 2021 oleh Nurlisa. Hasil penelitian ini
tingkat pengetahuan baik sebanyak 9 responden (69,2%), Sikap
pelaksanaan metode kanguru baik sebanyak 9 responden (69,2%). Hasil uji
korelasi dengan korelasi rank spearman didapatkan hasil p = 0,034 (p <
0,05) yang artinya ada tingkat hubungan pengetahuan dengan sikap
pelaksanaan metode kanguru di ruang Perinatologi RSUD Sultan
Imanuddin Pangkalan Bun.

E. Kerangka Teori

Tingkat Pegetahuan Ibu


Usia ibu Pengaplikasian
Pendidikan ibu PMK
Pengalaman ibu
Lama kerja ibu

Skema 2.1. Kerangka Teori (Menurut Fitriani dalam Yuliana 2017)

31
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Menurut Notoatmodjo (2012), kerangka konsep penelitian pada
dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep atau variabel-variabel
yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Halini
menjadi dasar peneliti ddalam membuat kerangka konsep penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat pengetahuan perawat dalam
melakukan perawatan terhadap bayi lahir BBLR dan pengaplikasian PMK.
Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu tingkat pengetahuan
dan variabel dependen yaitu pengaplikasian PMK.

Variabel Independent Variabel Dependent

Tingkat Pengetahuan Pengaplikasian PMK

Skema 3.1. Keragka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakterisitik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter
yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2013).

32
Definisi Alat Cara Hasil
No Variabel Skala
Operasional ukur Ukur ukur
1. Tingkat Pemahaman Ibu Kuisi Skala  Baik: Ordinal
Pengetahuan tentang oner Likert 76%-
Ibu pengaplikasian 100%
PMK yang  Cukup:
mencakup: 56%-
 Cara PMK 75%
 Indikasi PMK  Kurang
 Kontra baik:
indikasi PMK <56%
 Kriteria bayi
yang
dianjurkan
PMK
 Kriteria Ibu
yang bisa
melakukan
PMK

2. Pengaplikasian Suatu tindakan kuesi Skala YA jika Nominal


PMK yang diberikan oner Guttman PMK
pada bayi dilakukan
BBLR untuk
proses TIDAK
perawatan jika PMK
lanjut pasca tidak
perawatan di tilakukan
rumah sakit dan
pencegahan
terhadap
hipotermi.

C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian. Hipotesis penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dengan pengaplikasian
PMK pada Ibu dengan bayi BBLR.
H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dengan
pengaplikasian PMK pada Ibu dengan bayi BBLR.
BAB IV
33
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional dan
rancangan pada penelitian ini yaitu membagikan kuesioner. Cross Sectional
merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau
pengamatan pada saat bersamaan, atau melakukan pemeriksaan status
paparan dan status penyakit pada titik yang sama (Hidayat, 2017). Penelitian
ini dilakukan dengan cara memberikan pre test (pengamatan awal) terlebih
dahulu sebelum diberikan edukasi, kemudian setelah itu dilakukan post test
(pengamatan akhir) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
Ibu dalam melakukan pengaplikasian PMK pada Ibu dengan bayi BBLR.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah subjek yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016).
Populasi pada penelitian ini adalah Ibu pasca persalinan dengan bayi
BBLR di ruang perawatan kebidanan dan neonatologi di RS Mitra
Husada Tangerang selama 3 bulan (Januari – Maret) yaitu sebanyak 97
Ibu.

2. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Non
Probability Sample dengan consecutive sampling dimana semua subyek
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi
(Sastroasmoro & Ismael, 2014). Subyek penelitian yaitu menggunakan
populasi di unit terkait yaitu ruang perawatan kebidanan dan ruang
perawatan Neonatologi di RS Mitra Husada Tangerang.

34
Menurut Hidayat, Aziz (2017), Besar sample dalam penelitian ini
dapat ditentukan dengan rumus Lemeshow, yaitu sebagai berikut:
𝖺
𝑛= NZ21 − × p(1 − p)
2

(N − 1) d2 + Z21 − × p(1 − p)
2
𝑛= 97 x 1,962 × 0,6 × 0,7

(97 − 1) X 0,052 + 1,962 × 0,6 × 0,7

𝑛= 156,50678
1,853472
𝑛 = 84,43
𝑛 = 84

Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi (97)
p = estimasi proporsi (60%)
Z21-α/2 = Z score pada tingkat kepercayaan (95%)
d = presisi (0,05)

Sampel dalam penelitian ini harus memenuhi syarat kriteria


sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi:
1) Responden merupakan Ibu dengan bayi lahir BBLR di RS Mitra
Husada Tangerang.
2) Ibu yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi:
1) Ibu menolak menjadi responden
2) Bayi dirawat di ruang NICU
3) Ibu yang dirawat di ruang ICU
4) Bayi yang mengalami ARDS dan kelainan kongenital yang berat

35
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di RS Mitra Husada Tangerang
pada ibu dengan bayi BBLR.
2. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2022.

D. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Penelitian menggunakan kuisioner. Kuisioner adalah
bentuk penjabaran variabel-variabel terlibat dalam tujuan penelitian
dan hipotesis (Notoatmodjo, 2018). Instrumen yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitian ini adalah bentuk kuisioner yang digunakan
untuk melakukan pengumpulan data terhadap subjek yang memenuhi
kriteria penelitian. Adapun kuisioner terdiri dari 3 bagian:
Bagian 1 : Kuisioner data demografi (KDD)
Bagian 2 : Kuisioner tingkat pengetahuan Ibu

Instrumen ini untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien


tentang perawatan metode kanguru dengan menggunakan
kuisioner yang terdiri dari 20 pernyataan dengan menggunakan
skala likert. Instrumen yang digunakan dalam penilaian ini
adalah menjawab pernyataan yang sudah disediakan dengan 4
pilihan dengan bobot nilai sesuai dengan skala likert yaitu:
a. SS : Sangat Setuju, bobot nilai = 4
b. S : Setuju, bobot nilai = 3
c. TS : Tidak Setuju, bobot nilai = 2
d. STS : Sangat Tidak Setuju, bobot nilai = 1

Selanjutnya presentase jawaban diinterprestasikan dalam


kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut :
1) Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %
2) Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %

36
3) Pengetahuan Kurang : < 56 %
Kuisioner tertera pada lampiran

Bagian 3 : Kuisioner pengaplikasian PMK


Instrumen yang digunakan dalam penilaian ini adalah
menjawab pernyataan yang sudah disediakan dengan 2 pilihan
dengan bobot nilai sesuai dengan skala guttman yaitu:
1. Ya: dilakukan, bobot nilai: 1
2. Tidak: tidak dilakukan, bobot nilai: 0

2. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata “validity” yang berarti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur
secara tepat, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran. Artinya hasil ukur dari pengukuran
tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta
atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur. Dengan demikian
salah satu syarat tes yang baik adalah apabila tes tersebut dengan tepat
mengukur apa yang hendak diukur (valid atau sahih), Hidayat, Aziz
(2017).
a. Validitas Angket

Untuk menguji validitas angket dalam penelitian ini

menggunakan rumus korelasi Product Momentd dari Karl

Pearson, yaitu:

N ∑ XY −∑ X ∑ Y
r xy =
√ ¿ ¿¿

37
Keterangan:

X = Skor pertama, dalam hal ini X merupakan skor-skor pada

item ke-i yang akan diuji validitasnya.

Y = Skor kedua, dalam hal ini Y merupakan jumlah skor yang

diperoleh tiap responden.

∑ X = Jumlah skor pertama, dalam hal ini ∑ X merupakan


jumlah seluruh skor pada item ke-i .

∑Y = Jumlah skor kedua, dalam hal ini ∑ Y merupakan jumlah

seluruh skor pada jumlah skor yang diperoleh tiap

responden.

∑ XY = Jumlah hasil perkalian skor pertama dengan skor

kedua.

∑ X 2 = Jumlah hasil kuadrat skor pertama.


∑ X 2 = Jumlah hasil kuadrat skor kedua.
b. Validitas Soal Tes

Dalam penelitian ini instrumen soal tes mengacu pada

validitas isi yaitu menunjukkan bahwa tes tersebut tujuannya telah

sesuai dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Rumus

yang digunakan untuk mengetahui validitas item dengan rumus

koefisien korelasi Point Biserial (r pbis ) yaitu:


M p −M t p
r pbis =
St q

38
Keterangan:

r pbis : koefisien korelasi biserial

Mp : rata-rata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item

yang dicari validitasnya.

Mt : rerata skor total

St : standar deviasi dari skor total

p : proporsi siswa yang menjawab benar

p : banyaknya siswa yang menjawab benar: jumlah seluruh

siswa

q : proporsi siswa yang menjawab salah

q=1 – p

Pengujian validitas dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut :

Jika r hitung >r tabel maka butir soal valid

Jika r hitung <r tabel maka butir soal tidak valid

Jumlah instrumen seluruhnya berjumlah 20 butir, instrumen yang

valid pada variabel Independent berjumlah 18 butir dan instrumen yang

tidak valid berjumlah 2 butir dari total. Dengan demikian instrumen

variabel Independet yang dapat dipakai dalam penelitian ini berjumlah 18

butir dan instrumen tersebut mewakili semua kisi-kisi.

39
3. Uji Reliabilitas

Suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai

alat pengumpul data jika telah diuji reliabilitasnya. Setelah instrumen

angket atau soal tes tersebut dinyatakan valid kemudian diuji

reliabilitasnya.

a. Reliabilitas Angket

Untuk menguji reliabilitas angket dalam penelitian ini,

menggunakan rumus Alpha, yaitu:

( )( ∑ σb
)
2
k
r 11= 1−
k−1 σt
2

Keterangan:

r 11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal


2
∑σ b = jumlah varians butir

2
σt = varians total

b. Reliabilitas Soal Tes

Untuk menguji reliabilitas soal tes dalam penelitian ini,

digunakan rumus K-R. 20, yaitu:

r 11= ( KK−1 )( V −V∑ pq )


t

40
Keterangan:

r 11 : reliabilitas instrumen

K : banyaknya butir pertanyaan

Vt : varians total

p : proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir

(proporsi subyek yang mendapat skor 1)

banyaknya subjek yang skornya1


p=
N

banyaknya subjek yang skornya 0


q=
N

Pengujian reliabilitas dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut :

Jika r hitung >r tabel maka instrumen reliabel

Jika r hitung <r tabel maka instrumen tidak reliabel

Dari perhitungan tersebut didapat nilai r 11 =0,883 , dan jika

dikonsultasikan dengan r Product Moment pada N=29 dengan taraf

signifikansi 0,05 dengan nilai r tabel =¿ 0,367 yang artinya

r hitung >r tabel (0,883>0,367), maka instrumen yang digunakan secara

keseluruhan reliabel. Dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,883 atau 88,3%.

E. Cara Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data yang dilaksanakan oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Prosedur Administratif

41
Permohonan izin survei data atau studi pendahuluan untuk
pengambilan data yang ditunjukkan untuk RS Mitra Husada Tangerang.
2. Prosedur Pelaksanaan
a. Memilih Ibu yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan
responden.
b. Meminta izin kepada Ibu dengan bayi BBLR untuk bersedia
menjadi responden dengan mengisi dan menandatangani Informed
Consenst.
c. Menjelaskan cara mengisi kuisioner kepada responden
d. Responden akan mengisi kuisioner pre test terlebih dahulu
sebagai tahap pegamatan awal untuk mengetahui tingkat
pengetahuan Ibu terhadap pengaplikasian PMK setelah itu
dilakukan edukasi kemudian mengisi sesi post test.

F. Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang baik
dalam penyajian ini berdasarkan data-data atau informasi yang di dapat
yang masih mentah agar dapat tersusun dengan benar diantara nya yaitu
menurut (Notoatmodjo, 2018) :
1. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan
isian formulir atau kuisioner.

2. Coding
Coding adalah mengubah data berbntuk kalimat atau huruf
menjadi kata , data , angka, atau bilangan.
3. Data Entry
Yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden yaitu
dalam bentuk “kode” angka atau huruf ke dalam program.
4. Cleaning

42
Yaitu semua data dari sumber atau responden selesai
dimasukkan, kemudian perlu dicek untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan kode, atau ketidaklengkapan dan
kemudian dilakukan pembersihan data.

G. Analisis Data
Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel untuk melihat
distribusi data normal atau tidak normal. Analisis ini untuk melihat
distribusi frekuensi yaitu, tingkat pengetahuan Ibu terhadap
pengaplikasian PMK (Notoatmodjo, 2012).
Penelitian ini menggunakan uji chi-square, uji chi-square
merupakan jenis uji yang menggunakan skala data ordinal yang
dilakukan pada dua variabel, di mana skala data kedua variabel adalah
nominal (Negara & Prabowo, 2018). Apabila terdapat dua variabel,
dengan satu variabel skala nominal maka yang harus dilakukan adalah
uji Chi-square dengan melihat pada derajat yang paling rendah. Uji
Chi-square merupakan pengujian yang sering digunakan. Namun
frekuensi responden atau sampel yang digunakan harus dengan skala
besar karena merupakan salah satu syarat dalam pengujian ini. Berikut
merupakansyarat-syarat yang terdapat dalam uji chi square (Negara &
Prabowo, 2018):

1. Tidak terdapat sel yang memiliki nilai Actual Count (F0) sebesar 0
(Nol)
2. Apabila tabel yang di teliti memiliki bentuk kontingensi 2 X 2,
maka tidak boleh ada 1 sel saja yang memiliki nilai expected count
(“Fh”) kurang dari 5;
3. Tabel yang di teliti memiliki bentuk kontingensi lebih dari 2 X 2,
misalnya 2 x 3, maka jumlah sel yang memiliki nilai frekuensi

43
harapan kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

Penerapan rumus pada chi square terdapat beberapa macam.


Apabila pada tabel kontingensi menyatkan 2 X 2 maka rumus yang
digunakan adalah Continuty Correction. Apabila tabel kontingensi 2 X
2, tetapi tidak memenuhi syarat dalam uji Chi-square maka rumus yang
digunakan adalah Fisher Exact Test. Sedangkan apabila pada
kontingen lebih dari 2 X 2, misal 2 X 3 maka rumus yang digunakan
adalah Pearson Chi-square.
Berikut merupakan rumus uji Chi-square (Putra, Sholeh, & Widyastuti,
2014):
f 0−f h2
x 2=a
fh

Keterangan :
x 2=¿Nilai Chi Square

f 0=¿ Frekuensi yang diperoleh dari populasi atau sample yang diamati

fh=¿ Frekuensi yang diharapkan dalam sampel dari frekuensi


yang diharapkan dalam populasi.

Frekuensi yang diharapkan ( fh ) dapat diperoleh dengan:

Total Baris
fh=
N

Adapun langkah-langkah dalam pengujian Chi-square yaitu


(Negara & Prabowo, 2018):
a. Merumuskan hipotesis H0 dan H1
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara dua variabel
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dua variabel
b. Mencari nilai frekuensi harapan (Ei)

44
(Total Baris ) ×(Total Kolom)
Ei untuk setiap sel ¿
(Total Keseluruhan)
c. Menghitung distribusi Chi-square
d. Menentukan taraf signifikasi α
e. Menentukan nilai χ 2tabel
1) Taraf signifikansi (α) = 0,05
2) d.f = (Jumlah baris – 1) (Jumlah kolom – 1)
f. Menentukan kriteria pengujian
Jika χ2 hitung χ2 tabel, maka H0 Diterima
Jika χ2 hitung > χ2 tabel, maka H0 Ditolak
Jika Sig. ≥ 0,05 maka H0 Diterima
Jika Sig. < 0,05 maka H0 Ditolak
g. Membandingkan χ2 hitung dengan χ2 tabel atau Sig. dengan α
Keputusan H0 ditolak atau diterima
h. Membuat kesimpulan ada tidaknya pengaruh antar variable

H. Etika Penelitian
Menurut (Notoatmodjo, 2012) masalah etika yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
1. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity).
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang diberikan.
3. Informed consent
4. Prinsip keadilan (right to justice)
a) Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil
b) Hak menjaga kerahasiaannya (right to privacy)

45

Anda mungkin juga menyukai