“KROMATOGRAFI”
Disusun oleh :
NIM : 215040200111141
Kelas :N
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat
mengetahui pengertian dari kromatografi dan memahami teknik pemisahan
pigmen dengan metode kromatografi kertas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a) Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas merupakan contoh kromatografi partisi dalam
bentuk planar yang sudah sangat konvensional. Teknik ini umumnya
digunakan untuk menjelaskan teknik kromatografi secara mudah, karena
sistem kromatografinya yang sangat sederhana. Hanya butuh sepotong
kertas, tinta warna dan pelarut dalam suatu bejana saja. Teknik
kromatografi memiliki prinsip kerja yang sama seperti kromatografi
kolom, hanya sama konfigurasinya bukan kolom (column configuration)
tetapi datar/planar. Bila diamati secara sekilas, kertas seolah-olah berfungsi
sebagai fasa diam, padahal tidak. Kertas hanya sebagai penyokong saja.
Pada prinsip kromatografi kertas mendasarkan proses pemisahan senyawa-
senyawa menurut interaksi partisi atau distribusi senyawa pada fasa diam
(Rubiyanto, 2016).
b) Kromatografi Gas
Kromatografi Gas (KG) atau Gas Chromatography (GC)
merupakan kromatografi dengan fasa geraknya adalah gas. Aplikasi
kromatografi gas (KG) untuk analisis laboratorium sampel gas dan uap
sangat luas. Jenis senyawa yang dapat dianalisis dengan kromatografi gas
umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) digunakan untuk
senyawaan dengan titik uap tinggi (mudah menguap), (2) titik didih
rendah, (3) memiliki kestabilan termal sehingga dapat terlarut dalam fasa
gas. Komponen dasar yang umumnya terdapat pada kromatografi gas
adalah sistem fasa gerak (gas), alat penginjeksi sampel (sample injector),
kolom, detektor dan sistem pencatatan (recording system). Adapun jenis-
jenis detektor yang umumnya digunakan untuk kromatografi gas antara
lain adalah: Flame ionization detector (FID), Nitrogen-phosporous
detector (NPD), Flame photometric detector (FPD), Electron capture
detector (ECD), Thermal conductivity detector (TCD), Photoionization
detector (PID), dan GC/mass spectrometry (GC/MS) (Lestari, 2010).
c) Kromatografi Kolom
Senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi kolom memiliki
mekanisme yang sama dengan jenis kromatografi lain yaitu berkaitan
dengan perbedaan antara gaya-gaya antar molekul dalam sampel dengan
fasa gerak dan antara komponen dengan fasa diam. Tekniknya bergantung
pada kombinasi fasa diam dan fasa gerak yang dipilih, sehingga interaksi
yang timbul juga demikian. Kromatografi kolom (adsorbsi) merupakan
salah satu contoh kromatografi adsorbsi dengan karakternya yaitu:
Fasa diam : padat (misal: silika gel, alumina, karbon aktif, dan lain-lain)
Fasa gerak : cair (misal: aseton, etanol, dan lain-lain).
Sistem partisi juga dapat dibuat dengan memiliki fasa diam yang tepat
yang umumnya dapat diperoleh dengan memodifikasi adsorben agar tidak
aktif dan berfungsi sebagai penyokong (solid support) bagi fasa diam
sesungguhnya (Rubiyanto, 2016).
d) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance
Liquid Chromatography (HPLC), digunakan untuk senyawaan dengan
karakteristik yang memiliki titik didih yang tinggi dan tekanan uap yang
rendah (sulit menguap). Komponen dasar pada KCKT hampir sama
dengan kromatografi gas (KG), namun untuk KCKT fasa geraknya adalah
cairan. Komponen dasar KCKT antara lain adalah: (1) sistem fasa gerak
cairan, (2) alat penginjeksi sampel (sample injector), (3) kolom, (4)
detektor, (5) sistem pencatatan (recording system) (Lestari, 2010).
e) Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik kromatografi
yang berdasar pada prinsip adsorbsi, bedanya dengan kromatografi kolom
yaitu konfigurasi KLT berbentuk planar (plate). Fasa diam berupa padatan
yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau aluminium
sebagai penyangganya, sedangkan pada fasa gerak berupa zat cair seperti
yang digunakan dalam kromatografi kolom dan kromatografi kertas
(Lestari, 2010).
a) Setetes cuplikan diletakkan pada daerah yang telah diberi tanda pada
permukaan kertas.
b) Kertas yang telah ditotol dengan cuplikan diletakkan kedalam bejana
(chamber) yang telah diisi dengan sistem pelarut yang telah dipilih.
c) Pelarut akan bergerak melalui serat-serat kertas oleh gaya kapiler dan
menggerakkan komponen-komponen dalam cuplikan dengan perbedaan
jaral tertentu menurut aliran pelarut. Perbedaan jarak ini disebabkan oleh
perbedaan interaksi senyawa dengan fasa-fasa yang ada.
d) Senyawa yang berwarna akan terlihat sebagai noda-noda yang terpisah.
Jika senyawa tersebut tidak membentuk warna, maka untuk mendeteksinya
digunakan pereaksi kimia atau penyinaran dengan lampu UV pada panjang
gelombang yang sesuai.
2.5 Definisi Rf
Rf yang sering disebut dengan nilai faktor retensi, dimana nilai Rf adalah
rasio atau perbandingan dari jarak yang dipindahkan oleh suatu zat terlarut
terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang
sama. Nilai Rf yang identik untuk suatu senyawa yang diketahui dan yang tidak
diketahui dengan menggunakan beberapa sistem pelarut yang berbeda dengan
memberikan bukti yang kuat bahwa nilai untuk kedua senyawa tersebut adalah
identik, terutama jika senyawa tersebut dijalankan secara berdampingan di
sepanjang pita kertas yang sama (Day dan Underwood, 2002). Menurut
Rubiyanto (2016), senyawa-senyawa yang berbeda satu sama lain akan memiliki
perbandingan jarak tempuh senyawa terhadap jarak tempuh fasa gerak yang
berbeda dan nilai perbandingan tersebut dinamakan Rf (Retardation faktor). Nilai
Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fasa diam sehingga
nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi (Rinidar et al. , 2017).
BAB III
METODOLOGI
Menambahkan aseton 5 ml
↓
Mengambil ekstrak bayam dengan spatula dan memindahkan ke gelas arloji
Mengamati hasil