Anda di halaman 1dari 6

BAB II.

Analisa Plastis Struktur sederhana


Jika kita perhatikan tingkah laku struktur dengan beban yang bekerja pada struktur
tersebut relatif kecil dan terus bertambah besar secara linear maka momen –momen yang ada
pada setiap penampangnya masih terletak dalam daerah elastis, atau momen tersebut belum
melampaui momen lelehnya (My). Peningkatan beban selanjutnya masih dapat dilakukan,
namun akan mengakibatkan besar momen pada salah satu penampangnya menjadi sama
dengan momen plastisnya (Mp), sehingga terbentuklah sendi plastis yang pertama. Apabila
struktur merupakan struktur statis tak tentu, maka keruntuhan belum terjadi dengan satu buah
sendi plastis. Dengan peningkatan beban berikutnya akan terbentuklah sendi plastis yang
kedua, ketiga dan seterusnya, hingga terbentuk jumlah sendi plastis yang cukup untuk
menyebabkan struktur ini runtuh (collapse).

2.1 Analisis tahap demi tahap


Sebuah balok dengan kedua ujung terjepit, yaitu panjang dinyatakan dengan L, momen plastis
penampang Mp, dan beban meratanya ditetapkan sebesar w per panjang satuan. Selanjutnya
tingkah laku struktur terhadap peningkatan bebannya akan diperhatikan seperti Gambar 2.1

Gambar 2.1 Balok kedua ujungnya terjepit

Balok kedua ujungnya terjepit dengan menerapkan analisa elastis, maka momen
tumpuan MA = MB = wL2/12. sedangkan momen ditengah bentang MC = wL2/24. Dengan
menggunakan momen–momen ini, kita dapat menggambarkan diagram momen seperti
Gambar 2.2. Bila momen terbesar yang terdapat pada tumpuan A dan B telah mencapai
kapasitas momen plastisnya, akan kita peroleh beban w sebesar 12 Mp/L2, yang mengakibatkan
terjadinya sendi plastis pada kedua tumpuan. Dengan pertambahan beban berikutnya, nilai
momen pada kedua tumpuan tersebut tidak berubah, tetapi di titik ini akan terjadi rotasi yang
menunjukkan bahwa struktur tersebut bertingkah laku seperti balok statis tertentu (Gambar
2.3). Tampak bahwa momen dikedua tumpuan sama dengan nol dan momen ditengah bentang
adalah w’L2/8. sedangkan w’ merupakan faktor beban yang baru, maka momen maksimum
ditengah bentang (titik C ) adalah :
MC = Mp/2 + w’L2/8 (2.1)
dimana momen MC ini sama dengan kapasitas momen plastis Mp, bila mencapai w’= 4Mp/L2
atau w total sebesar 16 Mp/L2. Dengan terbentuknya tiga buah sendi plastis, dapat kita pastikan
bahwa struktur mengalami keruntuhan.

Gambar 2.2 kondisi pertama peningkatan momen dalam

Gambar 2.3 kondisi kedua peningkatan momen dalam

Uraian diatas dapat pula menggunakan metode moment – area untuk menggambarkan analisis
tersebut.
A = - - (2.2)

B = - - (2.3)

C = - - (2.4)

dengan A, B, ΔC berturut–turut menyatakan besarnya rotasi di titik A, B, dan lendutan
(defleksi ) di titik C. Syarat kompatibilitas pada kondisi elastis menghendaki bahwa titik A, dan B
tidak terjadi rotasi, sehingga A, B bernilai nol.
dengan memasukkan harga – harga kedalam persamaan diatas, kita peroleh:
MA = MB = wL2/12 (2.5)
dengan meninjau keseimbangan momen ditengah bentang (Gambar 2.4) akan kita
peroleh:
MC = wL2/8 – (MA + MB)/2 = wL2/24 (2.6)
dengan mencubtitusikan harga kedua momen tersebut menghasilkan :
ΔC= wL4/348EI (2.7)
yang merupakan besarnya lendutan dalam kondisi elastis.
Dengan memperhatikan diagram momennya, dipastikan secara serentak akan terjadi sendi
plastis pada tumpuan A dan B, dimana bebannya mencapai 12Mp/L2 persamaan ( 2.5). Dengan
berarti bahwa momen di kedua tumpuan tersebut sama dengan kapasitas momen plastis dari
penampangnya Mp (Gambar 2.4). Selanjutnya, dari persamaan (2.7) dapat kita tentukan
besarnya lendutan di tengah bentang, yakni:
ΔC = ) - = (2.8)

Gambar 2.4 Diagram momen kondisi ketiga

Adanya penambahan beban berikutnya dapat menyebabkan terbentuknya sendi plastis yang
ketiga, dan dari gambar ini dapat kita pastikan letak sendi plastis tersebut terletak ditengah
bentang. Dengan demikian momen di titik C sama dengan Mp dan kita hasilkan (lihat Gambar
2.4):
Mp= wL2/8 -Mp
atau
Mp= wL2/16
maka
w = 16 MP/L2 (2.9)

bila disubtitusikan harga w dan MA = MB = Mp kedalam persamaan (2.8) maka :


ΔC = MPL2/12EI (2.10)

yang merupakan besarnya lendutan pada kondisi plastis, sebelum struktur mengalami
keruntuhan.
2.7
2.8 2.10

Gambar 2.5 bentuk lendutan dan mekanisme runtuhnya


Dengan menggabungkan bentuk lendutan dari semua kondisi tersebut, terlihat
peningkatan lendutan seperti pada Gambar 2.5. Selama proses dari kondisi kedua hingga
kondisi ketiga tidak terjadi perubahan momen pada tumpuannya, tetapi telah kita ketahui
bahwa beban dan momen di tengah bentangannya masih dapat bertambah. Keadaan ini
dimungkinkan karena adanya redistribusi momen dalam struktur. Hubungan antara beban (w)
terhadap lendutan ditengah bentangan (ΔC), yang dinyatakan oleh kurva oycb pada Gambar 2.6.
hubungan antara beban – lendutan.
w
w=16 Mp/L2

w=12Mp/L2

Gambar 2.6 Hubungan beban-lendutan


Ternyata garis lendutan yang terjadi setelah titik C adalah horinzontal. Ini sesuai dengan
kenyataan, bahwa lendutan pada kondisi plastis akan terus bertambah tanpa memerlukan
perubahan beban lagi. keadaan ini menunjukkan bahwa struktur telah mencapai mekanisme
runtuhnya. Sebagai contoh berikutnya, perhatikan portal yang terdapat pada Gambar 2.7.

PORTAL
Pada portal tersebut bekerja gaya horizontal dan vertical yang berturut-turut H dan V, dimana 
adalah faktor beban.
Pertama-tama misalkan Bahwa V = H =1,0. Selanjutnya akan kita perhatikan tingkah laku
struktur ini bila beban atau factor bebannya terus bertambah, bahwa ketika beban yang
bekerja relatif kecil, struktur ini masih bersifat elastis. Dengan menggunakan salah satu metode
elastis (misalnya momen distribusi), diagram momennya dapat digambarkan seperti Gambar2.8
V
H
MP =100 5m

5m 10m

Gambar 2.7. Struktur portal dengan pembebanan


Gambar 2.8 Tahapan terjadinya sendi plastis

Jika  = 39 (2,57=100), momen terbesar yang terdapat pada kaki kolom E akan menjadi sama
dengan momen plastis. Sedangkan momen dibagian penampang lainnya masih elastis. Dengan
demikian keadaan ini hanya terbentuk sebuah sendi plastis di E. Jika beban bertambah lagi titik
E berotasi secara bebas dengan momen pada titik tersebut tetap sama dengan Mp.
Jika struktur kita analisis kembali terhadap peningkatan beban baru, dimana titik E kita
anggap sebagai sendi, akan diperoleh harga momen yang merupakan fungsi dari factor beban
baru. Momen totalnya merupakan hasil penjumlahan dari momen yang terdapat pada baris
pertama kolom ke empat dengan yang terdapat pada baris kedua kolom ketiga dari Gambar
2.8. Dengan demikian :
MC =82,7 + 2,47’ (2.11)
Yang akan mencapai momen plastis (MP=100) bila ’ = 7,0 atau  = 46. Sekarang telah
terbentuk dua buah sendi plastis yaitu titik E dan C. Dari hasil kemudian bahwa sendi plastis
berikutnya akan terbentuk di titik D, yang persamaannya adalah :
MD = 97,3 + 4,04’ (2.12)
Dari persamaan ini diperoleh ’ = 0,7 atau  = 46,7. Dengan cara yang sama , dapat kita
tentukan semua momen baru untuk setiap tahapnya. Untuk kasus ini akan dihasilkan harga  =
50, yaitu terbentuknya sendi keempat dititik A. Keadaan ini akan mengakibatkan struktur
mengalami mekanisme keruntuhan, dengan factor beban runtuhnya  = 50. Dengan persamaan
adalah :
MA = 66,8 + 10 ’ (2.13)
Akan diperoleh ’ = 3,32 atau  = 46,7 +3,32 = 50.

Anda mungkin juga menyukai