Anda di halaman 1dari 18

DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.

Si, MH

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

“Pancasila Dalam Pandangan Konstitusi”

Makalah

Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Dan Kewarganegaraan Sebagai Tugas Final Semester 2

OLEH:

IKSAN UMAR (20400121075)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

2022/2023
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH. DOSEN PENGAMPU MATA
KULIAH

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk memberikan wawasan kepada pembaca agar lebih mengetahui tentang
“Radikalisme Dalam Perspektif Pancasila”.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
untuk memberikan wawasan kepada pembaca agar lebih mengetahui tentang “Pancasila
Dalam Pandangan Konstitusi”.

Terkhusus kepada bapak Dr. H. Husen Sarujin SH. MM. M.Si. MH. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang Membimbing dan
membina kami dalam penyelesaian penulisan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi ujian akhir semester mata kuliah Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 01 Juli 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 3

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 4

BAB I ........................................................................................................................ 5

PENDAHULUAN .................................................................................................... 5

A. Latar Belakang .............................................................................................. 5


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
C. Tujuan ........................................................................................................... 6

BAB II ....................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN ....................................................................................................... 7

A. Pancasila Sebagai Ideologi Menurut Hukum Konstitusi .............................. 7


B. Hubungan Pancasila Dan Konstitusi ............................................................. 10
C. Fungsi Pancasila Sebagai Dasar Negara ....................................................... 11
D. Identitas Konstitusi Pancasila ....................................................................... 12

BAB III ..................................................................................................................... 17

PENUTUP ................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sebuah peradaban modern, tidak ada satu pun negara yang lepas dari
sebuah tatanan berupa norma yang dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
negara. Bukan hanya dalam suasana peradaban modern saja, bahkan ketika negara
masih dalam cengkeraman penjajah yang berarti belum merdeka tetap negara itu
harus memiliki tatanan aturan ini dalam rangka untuk mengatur warga negara agar
hidup tertib dan ada kepastian dalam bermasyarakat dan bernegara.

Begitu pun ketika negara sudah merdeka lepas dari kedaulatan negara
penjajah, negara dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahannya tetap harus
dipandu oleh sebuah tatanan aturan. Meskipun tatanan aturan itu masih mengadopsi
atau memberlakukan ketentuan hukum bekas negara penjajahnya. Demi untuk
menghindari adanya kevakuman hukum dan tetap dalam suasana tertib dan damai.

Disadari bahwa dengan ketentuan hukum yang berasal dari negara penjajah
belum tentu sesuai dengan jiwa bangsa dan negara itu. Indonesia sebagai salah negara
yang berasal dari penjajah juga menyadari hal itu, maka dipandang perlu melakukan
perubahan dan menetapkan sebuah tatanan hukum yang sesuai dengan ideologi
bangsa Indonesia.

Berdasarkan itulah, maka Indonesia yang telah memproklamirkan


kemerdekaannya sejak tahun 1945 harus merumuskan sebuah fondasi tatanan nilai-
nilai yang akan diberlakukan. Tatanan nilai-nilai ini harus menjadi ideologi dan
pedoman dalam pembentukan hukum dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Usaha menuju hal itu telah dibuktikan oleh pendiri bangsa dan negara
(founding fathers) Indonesia, ketika menemukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar
negara. Diharapkan Pancasila dapat menjadi pembeda dengan ideologi negara lain,
dan sekaligus sebagai dasar dan pedoman negara dalam melaksanakan sistem
pemerintahan Indonesia. Meskipun sejarah lahirnya Pancasila masih sering
diperdebatkan siapa di antara Bapak Bangsa Indonesia yang menemukan atau
penggali nilai-nilai Pancasila.3

Dalam uraian tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelaskan lebih jauh
tentang sejarah lahirnya Pancasila. Akan tetapi hanya fokus menguraikan hal atau
tentang kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia,
dalam perspektif atau analisis hukum konstitusi Indonesia. Metode penulisan atau
kajian dalam tulisan ini secara sederhana hanya dengan penelusuran berbagai pustaka
atau buku yang terkait bahasan fokus masalah utama yang disebutkan di atas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Pancasila sebagai ideologi menurut hukum konstitusi?
2. Bagaimana hubungan Pancasila dan konstitusi?
3. Apa fungsi Pancasila sebagai dasar negara?
4. Apa identitas konstitusi Pancasila?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran Pancasila sebagai ideologi menurut hukum
konstitusi.
2. Untuk mengetahui hubungan Pancasila dan konstitusi.
3. Untuk mengetahui fungsi Pancasila sebagai dasar negara.
4. Untuk mrengetahui identitas konstitusi Pancasila.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Sebagai Ideologi Menurut Hukum Konstitusi


Secara sederhana berdasarkan dari berbagai sumber, terminologi (istilah)
ideologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang gagasan atau ide-ide. Kemudian
pengertian ideologi yang lebih defenitif diberikan oleh Karl Marx yang mengatakan
bahwa ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan erdasarkan kepentingan
golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi.

Pengertian ideologi ini sudah memberikan pemahaman bahwa dalam


menjalankan kehidupan bermasyarakat apalagi berbangsa dan bernegara tidak terlepas
dari acuan ideologi yang dianut. Secara umum sudah diketahui bahwa peradaban
dunia saat ini banyak dipengaruhi dari dua ideologi yang saling bertentangan, yaitu
kapitalisme yang liberal dan komunisme yang sosialis. Dua Ideologi ini memiliki
pandangan atau paradigma yang sangat berbeda dalam membangun sistem
penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.

Sudah menjadi pengetahuan klasik pula bahwa ideologi kapitalisme banyak


diterapkan di negara-negara Barat yang liberal. Kemudian ideologi komunisme
diterapkan oleh negara-negara yang sosialis. Meskipun dalam perkembangan
globalisasi dewasa ini pasca ‘perang dingin’ apalagi ketika Uni Soviet sebagai
representasi ideologi sosialis mengalami disintegrasi melahirkan banyak negara yang
berdiri sendiri, yang menuntut interdependensi atau saling ketergantungan negara-ne
beririsan. Tidak lagi “an sich” dunia diwarnai dengan dua ideologi saling berhadap-
hadapan atau komprontatif satu sama lain terhadap-hadapan atau komprontatif satu
sama lain.
Kondisi ini harus dimanfaatkan oleh negara Indonesia untuk menanamkan
pengaruhnya dengan mengkomunikasikan ideologi yang sesuai dengan jiwa bangsa
yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang agamis, yaitu Pancasila. Secara
substantif nilai Pancasila tergambar di kelima sila-nya yang dilandasi dengan sila
pertama yaitu menjunjung tinggi nilai Ketuhanan. Kemudian dijabarkan lagi dengan
menghargai nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan ditutup dengan
mewujudkan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima nilai atau sila yang terkandung dalam Pancasila, dengan tegas dapat
dikatakan bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia sangat berbeda
Dengan sistem kapitalisme-liberal dan sosialisme-komunis. Oleh karena Pancasila
mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik
dibidang ekonomi maupun politik. Dengan demikian ideologi Pancasila mengakui
secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme.

Secara sederhana berdasarkan berbagai sumber, hukum konstitusi dapat


diartikan sebagai norma atau hukum yang tertulis berisi ketentuan dasar yang
mengatur penyelenggaraan sistem pemerintahan suatu negara. Sebagai aturan dasar,
maka dalam hukum konstitusi tidak mengatur hal-hal yang sifatnya terinci, tetapi
mengatur prinsip-prinsip bagi lembaga-lembaga pemerintahan dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya untuk mewujudkan tujuan negara tersebut.

Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie 6, bahwa dalam
konstitusi sebuah negara hukum harus memuat prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan
bernegara, baik yang tertulis dalam sebuah naskah Undang-Undang Dasar (UUD)
ataupun dalam arti tidak tertulis, seperti dalam praktek Negara Kerajaan Inggris.

Berdasarkan uraian ruang lingkup hukum konstitusi yang dikemukakan oleh


Jimly Asshiddiqie, maka Indonesia sebagai negara hukum sudah sangat jelas
mencantumkan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga negara
yang tertuang secara tertulis dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945). Termasuk pencantuman nilai-nilai ideologi negara Indonesia.
Sudah menjadi konsensus nasional bahwa Pancasila merupakan Ideologi Indonesia.

Menurut hukum konstitusi atau UUD 1945 kedudukan Pancasila sebagai


ideologi negara Indonesia sebenarnya secara substantif sudah sangat jelas tercantum
dalam Pembukaan UUD NRI 1945 atau selanjutnya disebut UUD 1945. Baik sebelum
amandemen (perubahan) atau sesudah perubahan, karena yang hanya mengalami
perubahan adalah batang tubuh UUD 1945. Ini dapat dibaca dalam paragraf empat
pada alinea-alinea akhir.

Meskipun dalam alinea itu tidak ada sama sekali disebutkan kata ‘Pancasila’.
Akan tetapi semua rakyat Indonesia sudah mafhum bahwa ada kalimat “..., maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam Suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu Susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar Kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa..., serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Mulai dari kata Ketuhanan Yang Maha Esa, Sampai dengan kalimat
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah Sebenarnya yang dimaksud atau
disebut Pancasila.

Jadi perdebatan apakah kedudukan Pancasila perlu ditegaskan kembali melalui


sebuah norma hukum dan norma etika, menurut penulis berdasarkan kajian konten
analisis (content of analysis) UUD 1945, maka sudah sangat jelas meskipun tidak ada
norma hukum (hukum positif, apakah Tap MPR atau UU), Pancasila sudah menjadi
ideologi dan selanjutnya dasar negara Indonesia. Apalagi pembukaan alinea keempat
dan UUD 1945 merupakan rangkaian satu paragraf yang utuh yang didalamnya juga
dipahami merupakan tujuan pemerintahan Indonesia dibentuk.

Dalam awal paragraf tersebut sangat jelas disebutkan tujuan membentuk


pemerintahan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kemudian tujuan ini
ditutup dengan kata-kata negara Republik Indonesia harus Berdasarkan lima poin
prinsip atau nilai, yang mana nilai tersebut dikenal dengan nama lima sila dalam
Pancasila seperti yang telah diuraikan di atas.

Kalau penegasan Pancasila ini dituangkan lagi melalui sebuah hukum positif
apakah Tap MPR atau UU, malah dapat menimbulkan persoalan. Oleh Karena
berdasarkan kajian politik hukum, sebuah Tap MPR atau UU bisa jadi suatu saat
kalau terjadi pergantian pemerintahan, itu bisa diganti bahkan dihapuskan. Oleh
karena secara filosofis substansi nilai Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, bukan dalam batang tubuh UUD, memiliki kedudukan yang sangat
strategis. Kalau ada keinginan politik mengubah atau mengamendemen UUD, itu
sudah ada kesepakatan nasional bahwa yang bisa diubah adalah hanya batang tubuh
tapi isi pembukaan tidak boleh sama sekali dilakukan perubahan.

B. Hubungan Pancasila dan Konstitusi


Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Dasar negara Pancasila itu dipilih
oleh wakil-wakil rakyat dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945. Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) adalah konstitusi negara Indonesia.
UUD 1945 disahkan pada 18 Agustus 1945, sebagai bukti UUD 1945 diakui sebagai
konstitusi negara Indonesia.
Dengan demikian terdapat hubungan dasar negara dengan konstitusi. Sebab
rumusan dasar negara (Pancasila) terdapat dalam konstitusi (UUD 1945). Hubungan
antara dasar negara dengan konstitusi tampak pada gagasan dasar, cita-cita dan tujuan
negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dari dasar negara inilah
kehidupan negara dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Inti
pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya terdapat dalam alinea IV sebab terdapat
segala aspek penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan Pancasila.
Oleh sebab itu, dalam Pembukaan UUD 1945, secara formal yuridis, Pancasila
ditetapkan sebagai dasar negara Republik Indonesia.Maka, hubungan antara
Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila bersifat timbal balik. Berikut ini penjelasan
mengenai hubungan:
1. Hubungan Formal
Pancasila dicantumkan secara formal dalam Pembukaan UUD 1945,
maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif.
Artinya, kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial,
ekonomi, politik tetapi juga perpaduan asas-asas kultural, religius dan
kenegaraan yang terdapat dalam Pancasila. Pancasila secara formal dapat
disimpulkan sebagai berikut:
• Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
• Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental, yang mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai
dasar engara dan tertib hukum tertinggi.
• Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berungsi sebagai
Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, dan berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi
sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan
pasal-pasalnya.
• Pancasila mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi
sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, sebagai dasar
kelangsungan hidup negara.
• Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 mempunyai
kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat
pada kelangsungan hidup negara RI.
2. Hubungan secara material
Secara kronologis, proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 oleh BPUPKI, pertama-tama materi yang dibahas adalah dasar filsafat
Pancasila, baru kemudian Pembukaan UUD 1945.
Setelah sidang pertama Pembukaan UUD 1945, BPUPKI
membicarakan dasar filsafat negara Pancasila serta tersusunlah Piagam Jakarta
yang disusun oleh Panitia 9 sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD
1945.
Jadi, berdasarkan tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai tertib hukum tertinggi. Adapun tertib hukum Indonesia
bersumber pada Pancasila atau dengan kata lain, Pancasila sebagai tertib
hukum Indonesia.
Berarti, secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai tertib hukum
Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.

C. Fungsi Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pengakuan kedudukan substansi Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai ideologi negara membawa konsekuensi bahwa Pancasila juga harus diakui
sebagai dasar negara. Ini sangat berkorelasi, jika tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
Pancasila sebagai ideologi, maka seyogyanya Pancasila juga harus berfungsi sebagai
pedoman dasar dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Pedoman dalam
pembentukan tatanan hukum dan termasuk pedoman penyelenggaraan pemerintahan.

Hal ini sangat tegas dikatakan oleh Notonagoro, bahwa ketika Indonesia telah
memproklamirkan kemerdekaannya, maka harus dibentuk hukum nasional yang
mendasarkan pada UUD. Kemudian UUD itu sendiri dijiwai atau merupakan
pengejawantahan nilai-nilai Pancasila. Lebih lanjut Notonagoro menguraihukum
(rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Ini ingin menjelaskan bahwa posisi
Pancasila harus berfungsi sebagai pedoman dalam pembentukan hukum positif serta
dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan demikian penempatan
Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm, maka pembentukan, penerapan,
pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila penerapan,
pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.
Dengan uraian penjelasan ini, maka tidak dapat diragukan lagi bahwa fungsi
Pancasila harus dijadikan dasar dan haluan dalam menyusun segala kebijakan di
Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan pembangunan Sumber daya
manusia. Serta tentu juga Pancasila harus difungsikan sebagai sumber dari segala
sumber hukum. Artinya dalam pembentukan segala aturan hukum yang kelak akan
diberlakukan sebagai hukum positif, harus mencerminkan nilai-nilai atau kelima sila
yang terkandung dalam Pancasila yang secara subtantif ada dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945.

D. Identitas Konstitusi Pancasila


Dijelaskan sebelumnya bahwa, baik golongan Islam maupun golongan
kebangsaan, keduanya bersepakat untuk mendirikan negara Indonesia berdasarkan
Pancasila. Sebagai suatu identitas konstitusi, keberadaan Pancasila menggambarkan
aspirasi-aspirasi politik dan komitmen-komitmen terhadap kondisi bangsa Indonesia
di masa lalu dan juga sebagai suatu kebulatan tekad dari masyarakat untuk
memperbaiki diri menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Bagian ini akan
mengeksplorasi kandungan identitas konstitusi pada setiap sila dari Pancasila yang
menggambarkan aspirasi-aspirasi serta komitmen-komitmen dari pendiri Bangsa.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Mempercayai dan meyakini sang pencipta atau tuhan adalah nilai yang tertanam
dalam jati diri bangsa Indonesia. Dituliskan oleh Arif Hidayat bahwa pada satu
malam menjelang 1 Juni 1945, Soekarno bercakap-cakap dengan KH. Masjkur,
Wahid Hasyim, Kahar Mudzakir, dan Yamin. Dari percakapan itu, tampak nilai
ketuhanan sedari awal diajukan dalam soal Penentuan dasar negara. Soekarno
mengatakan, “... Jadi orang Indonesia dulu sudah mencari Tuhan. Cuma tidak tahu
di mana Tuhan dan siapa Tuhan itu. Pergi di pohon besar, pergi di kayu besar,
pergi di batu-batu nyekar, itu mencari Tuhan. Kalau begitu, negara kita dari dulu
sudah ketuhanan. Sudah ketuhanan zaman Jawa itu, zaman Jawa itu zaman
Ketuhanan. Ketuhanan. Bagaimana Islam? Ketuhanan. Kalau bangsa Indonesia
bangsa Ketuhanan. Tulis. Tulis Ketuhanan. Lalu bagaimana selanjutnya bangsa
Indonesia?”

Dari percakapan itu tergambar, histori negara bangsa Indonesia diawali


oleh kesadaran kolektif the founding nation mengenai prinsip religiositas warga
nusantara yang tercermin dalam pengakuan eksistensi “Dzat Yang Maha Kuasa”.
Sejalan dengan pandangan tersebut Yudi Latif menerangkan bahwa sejak zaman
purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, masyarakat
nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal. Sekitar 14
abad pengaruh hinduisme dan budhisme, sekitar 7 abad pengaruh Islam dan
sekitar 4 abad pengaruh keristen. Bahkan hingga saat ini penghayat kepercayaan
juga diakui dan dihormati sebagai bentuk kepercayaan kepada tuhan.

Dituliskan dalam sejarah bahwa walaupun dalam perumusan Pembukaan


terdapat golongan kebangsaan dan golongan Islam (khususnya dalam pembahasan
dasar negara mengenai ketuhanan), namun kedua golongan ini sepakat dalam
memandang bahwa dasar ketuhanan adalah dasar negara yang terpenting untuk
ditetapkan sebagai dasar negara yang pertama. Para pendiri negara sepakat untuk
tidak mendirikan negara agama ataupun negara Sekuler melainkan negara
berketuhanan yang maha esa. Itulah kenapa pada saat pengesahan UUD 1945 “7
kata” dihapuskan.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Menurut Jimly Asshiddiqie Inti dari sila keempat, tidak lain adalah
demokrasi dan kebebasan yang teratur, “liberty”, “democracy and the rule of
law” sebagai hasil dari sistem permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi yang
dimaksudkan oleh pendiri bangsa adalah demokrasi khas Indonesia yaitu
demokrasi permusyawaratan sebagaimana diungkapkan oleh Hatta bahwa
masyarakat Indonesia tidak mengenal paham individualisme sebagaimana
yang ada di barat. Oleh karena itu, model demokrasi yang diembangkan
hendaknya bukan demokrasi yang sekedar menjiplak budaya masyarakat barat
secara mentah-mentah melainkan demokrasi yang cocok dengan karakter ke
Indonesiaan sendiri, yakni demokrasi kekeluargaan berlandaskan
permusyawaratan. Sejalan dengan pandangan tersebut, dalam pidatonya pada
1 Juni 1945, Soekarno mengatakan bahwa demokrasi Indonesia bukanlah
demokrasi barat tetapi demokrasi permusyawaratan perwakilan.
Tradisi musyawarah dalam semangat kekeluargaan telah lama bersemi
dalam masyarakat desa di Nusantara. Dalam pandangan Hatta musyawarah-
mufakat penting untuk mencegah dominasi perseorangan atau golongan
tertentu dalam pengambilan keputusan. Berbicara mengenai pengambilan
keputusan, Agoes Salim dalam rapat besar 11 Juli 1945, memberikan catatan
bahwa “Kebulatan mufakat” tidak mengandalkan suara mayoritas belaka,
seperti halnya dalam demokrasi barat, melainkan secara inklusif menyertakan
aspirasi dan dukungan minoritas dalam pengambilan keputusan. Dalam
konteks tersebut, musyawarah-mufakat sangat penting untuk menjamin agar
keputusan politik senantiasa berorientasi pada keadilan sosial dan kepentingan
umum. Berkaitan dengan mekanisme musyawarah dalam sebuah negara, Hatta
berpendapat bahwa mekanisme musyawarah bisa dilakukan secara langsung
dengan melibatkan semua orang dewasa dalam satu daerah dan bisa juga
dilakukan dengan jalan perwakilan atau dengan cara tidak langsung.

3. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila kelima menggariskan prinsip tentang apa tujuan pembentukan
negara Indonesia Merdeka. Tujuan tersebut adalah mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, atau yang dalam usulan Soekarno disebut
sebagai mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa negara
Indonesia tidak berpaham individualis melainkan menganut paham
koletif/sosialis.

Dituliskan oleh Franko Jhoner bahwa sosialisme kolektif yang dianut


Indonesia ini adalah berdasarkan pada semangat kekeluargaan dengan
menghargai kebebasan individu dalam berkreasi. Namun, kebebasan individu
ini adalah kebebasan yang kooperatif, bertanggung jawab dan memiliki jiwa
solidaritas dalam mencapai tujuan bersama. Dilain pihak dalam kaitan dengan
semangat sosialisme, negara tidak juga menghapus hak milik pribadi, namun
hak milik pribadi memiliki fungsi sosial, sehingga kepentingan umum lebih
diutamakan.
Dijelaskan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa Inti dari sila kelima adalah
“prosperity and equity”, kemakmuran yang berkeadilan atau keadilan yang
berkemakmuran menjadikan Indonesia, masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Dalam pengertian tersebut terkandung makna bahwa
negara harus mengurus kemaslahatan umat/masyarakat dan menghindari krisis
karena persaingan. Negara menjamin kesejahteraan masyarakat sebagaimana
istilah Hatta “negara pengurus” dan dalam istilah Yamin “negara
kesejahteraan”. Pada dasarnya kedua pandangan pendiri negara ini
mempunyai maksud yang Sama. Berdasarkan pemahaman pendiri negara
diatas, maka negara Indonesia yang dicitacitakan bukanlah negara liberal,
melainkan negara kesejahteraan/negara sosial.

Berangkat dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, kami berkeyakinan


bahwa setiap sila dari Pancasila merupakan kode genetik UUD 1945. Sila
pertama berisikan identitas berupa Ketuhanan Yang Maha es Esaa. Sila kedua
berisikan identitas kemanusiaan yang bersifat universal. Sila ketiga berisikan
identitas persatuan dalam kebinekaan. Sila keempat berisikan Identitas
demokrasi permusyawaratan. Sila kelima berisikan identitas negara
kesejahteraan.

Keberadaan identitas konstitusi Pancasila tentunya berbeda dengan


identitas konstitusi di negara lain. Misalnya identitas “ketuhanan yang maha
esa” dalam sila pertama tidak dapat dipersamakan dengan identitas konstitusi
India yang berkarakter sekuler atau Hongaria yang berkarakter agama. Begitu
pun dengan identitas konstitusi Jerman yang bersifat etnhos, konsep
pemerintahan sendiri oleh dan untuk satu kelompok etnis homogen, tidak
dapat dipersamakan dengan identitas konstitusi yang terkandung pada sila
ketiga yang berisikan persatuan dalam kebinekaan.

Sejalan dengan argumentasi kami terkait keberadaan Pancasila sebagai


identitas konstitusi, Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa hanya, dari kurang
lebih sebanyak 21 nilai dasar yang terkandung di dalam Pembukaan UUD
1945, ditambah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam rumusan pasal-
pasal UUD 1945, terdapat lima nilai yang disepakati untuk disebut sebagai
Pancasila. Kelima sila Pancasila itulah yang dapat kita sebut sebagai identitas
konstitusional Indonesia atau "Indonesian constitutional identity".
BAB III

PENUTUP

Simpulan dari uraian bahasan tulisan singkat dan sederhana ini adalah bahwa dalam
perspektif hukum konstitusi, penegasan Pancasila sebagai dasar serta ideologi bangsa dan
negara Indonesia sudah sangat jelas termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Sehingga tidak
perlu lagi dituangkan melalui UU atau Tap MPR, yang kedudukannya suatu saat bisa diubah
bahkan dihapuskan. Dengan demikian, pengakuan kedudukan Pancasila yang sudah sangat
tegas dan jelas ini membawa konsekuensi bahwa Pancasila harus pula difungsikan sebagai
pedoman (dasar dan haluan) dalam menyusun segala kebijakan yang akan diambil oleh
Pemerintah Indonesia.

Salah satu pekerjaan menyulitkan yang dijumpai pembentuk konstitusi adalah


mengubah konstitusi tanpa harus mengubah identitasnya. Ketika identitas konstitusi tersebut
diubah maka berubahlah kode genetik dari konstitusi tersebut akibatnya konstitusi tersebut
menjadi susah untuk dikenali. Pada dasarnya, identitas konstitusi tersebar di dalam konstitusi
khususnya di Pembukaan. Pancasila yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
identitas konstitusi Indonesia. Keberadaannya sebagai identitas konstitusi berimplikasi pada
dikecualikannya dirinya dari amandemen. Mengubah Pancasila adalah tindakan
inkonstitusional. Untuk itu, di masa depan, perlu kiranya bagi MPR untuk menjadikan
Pancasila sebagai klausul yang tidak dapat diubah di dalam agenda perubahan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010.


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

S. Silalahi, 2001. Dasar-dasar Indonesia Merdeka versi Para Pendiri Negara, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2012. Filsafat, Teori,
dan Ilmu Hukum Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, PT.
RadjaGrafindo Persada, Jakarta.Website: Wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kls-
8/pancasila sebagai ideologi Dan dasar negara, diakses: 24/03/2017

Website, Www.Jimly Asshiddiqie.Com; diakses 21/12/2017

Anda mungkin juga menyukai