Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Energi tidak akan bisa lepas dari kehidupan manusia, pemanfaatan sumber
energi sudah banyak dilakukan oleh manusia, baik energi yg bisa diperbaharui
ataupun tidak bisa diperbaharui.
PT. Pertamina (Persero) RU (Refinery Unit) V Balikpapan merupakan salah satu
perusahaan yang mengelola sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
seperti bahan bakar minyak dan gas. Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber energi
memegang peranan sangat penting didalam menunjang perkembangan dan kemajuan
industri pada saat ini. Selain dari pada itu minyak dan gas bumi sebagai sumber devisa
negara juga memegang peranan yang tak kalah pentingnya di dalam menunjang laju
pembangunan nasional. Sektor industri migas merupakan konsumen terbesar dalam
memakai energi dibandingkan dengan sektor industri lain. Dengan demikian biaya
yang ditimbulkan akan semakin besar pula. Bila tidak dapat memanfaatkan energi
dengan sebaik mungkin maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Setiap perusahaan yang bergerak di bidang industri, terutama industri yang
mengelola minyak dan gas sangat membutuhkan sumber energi penunjang yang
sangat memebantu dalam kelancaran proses produksi guna meningkatkan hasil
produksinya. PT. Pertamina (Persero) RU (Refinery Unit) V Balikpapan memiliki
beberapa bagian yang berperan sangat penting dalam kelancaran proses produksi,
salah satu dari bagian tersebut adalah bagian Maintenance Execution.
Bagian Maintenance Execution merupakan suatu bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari proses utama dari suatu kilang minyak yang merupakan sebagai
bagian yang bertanggung jawab atas perbaikan dan perawatan. Maintenance
Execution Pertamina RU (Refinery Unit) V Balikpapan memiliki enam sub bagian,
salah satunya adalah Maintenance Arean 3. Dimana pada Maintenance Area 3
terdapat lagi bagian atau fungsi Instrument, yang bertanggung jawab atas perbaikan
dan perawatan peralatan instrumentasi pada kilang khususnya Hydro Cracker
Complex. Perbaikan dan perawatan instrumentasi kilang merupakan hal yang sangat
penting karena mempengaruhi kelancaran proses produksi dan keandalan kilang.

1
Dalam instrumentasi terdapat empat elemen utama yang harus dipahami, yaitu :
Sensing Element, Transmitter/Tranduser, Controller dan Final Element Control.
Pada kesempatan ini, penulis memilih kasus pada permasalahan yang terjadi di
Flow Transmitter 8B-FT-104 yang berada di plant 8B. Flow Transmitter ini
merupakan element transmit yang mengirimkan sinyal dari sensor proses aliran fluida
dari Exchanger 18B ke Exchanger 19B. Sehingga sangat berpengaruh dalam
pemantauan indikasi dan kelanacaran proses. Dalam hal ini penulis menerdapat
indikasi adanya perubahan pembacaan pada Transmitter tersebut, sehingga diperlukan
adanya perbaikan, agar mengembalikan kondisi monitoring proses berjalan dengan
baik.

1.2 Ruang Lingkup


Dalam proses penulisan Kertas Kerja Wajib (KKW), penulis memberikan
ruang lingkup pembahasan yang meliputi:
a. Pembahasan fungsi dan cara kerja Flow Transmitter.
b. Perbaikan Flow Transmitter

1.3 Maksud dan Tujuan


Penulisan kertas kerja wajib ini mempunyai tujuan antara lain :

a. Memenuhi syarat untuk mengikuti ujian akhir Program Bimbingan Keahlian


Juru Teknik (BKJT) Tahun 2018 Batch II.
b. Untuk melakukan evaluasi akurasi pengiriman signal standard dari Flow
Transmitter 8B-FT-104 dengan cara melakukan kalibrasi dan pengantian
komponen (modul Aresster).

1.4 Metode Pendekatan


Dalam pembahasan Kertas Kerja Wajib (KKW), penulis menggunakan
beberapa pendekatan yaitu, data lapangan, informasi dari bagian operasi, dan bagian
pemeliharaan khusus instrumentasi.

2
1.5 Sistematika Penulisan
Kertas Kerja Wajib (KKW) berjudul berjudul “Penggantian Modul Arester
Pada Flow Transmitter 8B-FT-104 Hydrogen Plant Refinery Unit V Balikpapan”
ditulis berdasarkan sistematika sebagai berikut:
a. Pendahuluan
Bab I membahas latar belakang penulisan Kertas Kerja Wajib (KKW), batasan
masalah atau ruang lingkup materi yang penulis sajikan, maksud dan tujuan
penulisan, metode pendekatan pembahasan penulisan serta sistematika
penulisan.
b. Orientasi Umum
Bab III membahas orientasi umum berupa sejarah singkat dan bagian-bagian di
fungsi Maintenance Execution pada Refinery Unit V Balikpapan.
c. Orientasi Khusus
Bab III membahas orientasi khusus berupa proses bisnis, struktur organisasi dan
unit proses pada Maintenance Area 3.
d. Pembahasan Masalah
Bab IV berisi Uraian dan Permbahasan Masalah kegagalan Fungsi yang terjadi
di Flow Transmitter 8B-FT-104.
e. Kesimpulan dan Saran
Bab V membahas kesimpulan dan saran dari permasalahan dan perbaikan pada
flow transmitter 8B-FT-104.

3
BAB II
ORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Singkat Kilang RU V Balikpapan


Kilang minyak PT. PERTAMINA RU V Balikpapan terletak di tepi pantai
Teluk Balikpapan dengan luas areal sekitar 2.5 km 2.Kilang minyak PT. PERTAMINA
RU V Balikpapan terbagi menjadi dua bagian yaitu kilang Balikpapan I dan Kilang
Balikpapan II dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 60 MBSD dan 200
MBSD. Latar belakang pendirian kilang minyak PT PERTAMINA RU V Balikpapan
adalah penemuan sumber minyak mentah (crude oil) di daerah sanga-sanga pada
tahun 1897, Sumber-sumber crude oil lain kemudian ditemukan di daerah Tarakan
(1899), Samboja (1911) dan Banyu (1922).Kegiatan perminyakan di Balikpapan
diawali dengan pengeboran minyak yang merupakan realisasi kerjasama antara J.H
Menten dengan Firma Samuel & Co.
Pada tahun 1896, Mr. Adam dari Samuel & Co. di London, mengadakan
penelitian di Balikpapan dan menyimpulkan bahwa daerah ini memiliki cadangan
minyak yang cukup besar. Penemuan ini mendorong dilakukannya pengeboran pada
tanggal 10 Februari 1897 dan menemukan minyak yang cukup komersial untuk
diusahakan, sehingga saat seminar sejarah 1 Desember 1984 disepakati bahwa
peristiwa pengeboran ini merupakan hari jadi kota Balikpapan.
Gambar 2.1 Kilang Balikpapan I

Pada tahun 1899 Shell Transport & Trading Ltd mendirikan kilang Balikpapan
berkapasitas 5.000 barrel/hari (MBSD).Pada tahun 1922 kilang Balikpapan dibangun
untuk meningkatan kapasitas produksi menjadi 30 MBSD.Pada tahun 1966 seluruh
kekayaaan Shell dan kilang Balikpapan dibeli oleh PN. Permina (Perusahaan Minyak
Nasional), yang kemudian dilebur menjadi Pertamina. Kapasitas kilang Balikpapan

4
ditingkatan lagi menjadi 50 MBSD pada tahun 1948 sekaligus memperbaiki
kerusakan akibat perang dunia kedua. Seiring dengan meningkatnya permintaan BBM
maka dibangun kilang Balikpapan II pada tahun 1980 dan resmi beroperasi mulai
tanggal 1 November 1983 dengan kapasitas 200 MBSD. Perbaikan terakhir dilakukan
pada tahun 1995 dengan memperbarui teknologi kilang hingga 60 MBSD yang selesai
pada tahun 1997. Secara kronologis, perkembangan kilang minyak PT PERTAMINA
RU V (Persero) ditunjukkan pada Tabel 2.2:
Tabel 2.1 Perkembangan Kilang Minyak PT PERTAMINA RU V

Waktu Perkembangan
Penemuan beberapa sumber crude oil di beberapa tempat di
1897-1922
Kalimantan Timur
Unit Pengilangan Minyak Kasar (PMK) I didirikan oleh perusahaan
1922 minyak BPM. Perusahaan Shell Transport & Trading Ltd.
Mendirikan Kilang Balikpapan I dengan kapasitas 5 MBSD.
Rehabilitasi PMK I karena mengalami kerusakan akibat Perang
1946
Dunia II
1948 Kapasitas Kilang Balikpapan I ditingkatkan menjadi 50 MBSD
1949 HVU I selesai didirikan dengan kapasitas 12 MBSD
Wax Plant dan PMK I dengan kapasitas produksi 110ton/hari dan 25
1950
MBSD selesai didirikan
PMK II selesai didirikan yang dibangun oleh PT Shell Indonesia dan
1952
didesain oleh ALCO dengan kapasitas 25 MBSD
Modifikasi PMK III sehingga memiliki kapasitas 10 MBSD . Sejak
1954
tahun 1985, PMK III tidak beroperasi.
Seluruh kekayaan Shell termasuk Kilang Balikpapan dibeli oleh PN.
1966
PERMINA
Peleburan PN.PERMINA dan PN. PERTAMIN menjadi PN.
1968
PERTAMINA
1971 PN. PERTAMINA berubah menjadi PERTAMINA
1973 Modifikasi wax plant dengan kapasitas 175 ton/ hari
April Kilang Balikpapan II mulai dibangun dengan hak paten proses dari
1981 UOP Inc.
Penetapan Kontraktor utama yaitu Bechtel International Inc dari
November
Inggris dan bekerja sama dengan consultant supervisor PROCON
1981
Inc. dari America Serikat
5
Proyek upgrading Kilang Balikpapan I diresmikan oleh Presiden
Desember
Republik Indonesia ke –II (Soeharto)
1997
November Perubahan status PERTAMINA dari BUMN menjadi Perseroan
2003 Terbatas (PT)
23 Juni Proyek pembangunan Flare Gas Recovery System dan Hydrogen
2005 Recovery System diresmikan.
9 Oktober PT PERTAMINA (Persero) Unit Pengolahan V berganti nama
2008 menjadi PT PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V.

5
2.2 Bagian-bagian Di Fungsi Maintenance Execution
Fungsi Maintenance Execution dikepalai oleh seorang Manager. Manager ini
membawahi beberapa Bagian yang dikepalai oleh seorang Section Head. Sedangkan
Bagian tersebut mempunyai beberapa Seksi dibawahnya. Secara umum Fungsi ini
bertugas untuk melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan peralatan-peralatan dalam
kilang.
Adapun bagian-bagian yang ada pada fungsi maintenance execution adalah sebagai
berikut :
 Maintenance Area 1
Maintenance Area 1 mempunyai beberapa Seksi diantaranya Seksi RE (Rotating
Equipment), NRE (Non Rotating Equipment), Electrical, dan Instrument. Bagian ini
bertugas untuk melaksanakan pemeliharaan peralatan kilang pada area CDU V, HVU,
PP I, PP II, Demin Plant, RPAL, CWI, dan SWD.
 Maintenance Area 2
Maintenance Area 2 mempunyai beberapa Seksi diantaranya Seksi RE (Rotating
Equipment), NRE (Non Rotating Equipment), Electrical, dan Instrument. Bagian ini
bertugas melaksanakan pemeliharaan peralatan kilang di area CDU IV, NHTU.
Platforming Unit, LPG Recofery Unit, SWS, Flare Gas Recofery Unit, Wax Plant,
DHP, dan EWTP.
 Maintenance Area 3
Maintenance Area 3 mempunyai beberapa Seksi diantaranya Seksi RE (Rotating
Equipment), NRE (Non Rotating Equipment), Electrical, dan Instrument. Bagian ini
bertugas melaksanakan pemeliharaan peralatan kilang di area HVU III, HCU A/B/C
(Common Facilities), Hydrogen Plant A/B/C (Common Facilities), CWU, Nittrogen
Plant.
 Maintenance Area 4
Maintenance Area 4 mempunyai beberapa Seksi diantaranya Seksi RE (Rotating
Equipment), NRE (Non Rotating Equipment), Electrical, dan Instrument. Bagian ini
bertugas melaksanakan pemeliharaan peralatan kilang di area TBL, LAB, K3LL,
Bengkel, Gudang, WTP Pancur dan Gunung IV, serta Sungai Wein.

 General Maintenance

6
Bagian ini bertugas untuk melaksanakan pemeliharaan peralatan di area luar kilang
(perumahan).
 Workshop
Workshop bertugas melaksanakan perbaikan peralatan kilang secara keseluruhan
sesuai dengan seksi bagiannya masing-masing, terutama untuk peralatan yang tidak
dapat diperbaiki dilapangan.

BAB III

7
ORIENTASI KHUSUS

3.1 Proses Bisnis Instrument Maintenance Area 3

Instrument Maintenance Area 3 adalah bagian dari fungsi Maintenance


Execution, Tugasnya adalah menyediakan jasa pelayanan seperti pemeliharaan
peralatan instrumentasi dan untuk mendukung operasional dan kehandalan Kilang
pada wilayah kerja Hydro Cracking Complex. Fungsi ini menangani 5 (lima) plant
proses, yaitu:

 High Vacuum Unit II (HVU II)


 Hydrocracker Unibon A dan B (HCU A/B)
 Hydrogen Plant
 Flare Gas Recovery Plant
 Hydrogen Recovery Plant

3.2 Struktur Organisasi Instrument Maintenance Area 3

Untuk menunjang kelancaran operasional Maintenance, terdapat suatu


organisasi yang terpadu.Sehingga, dibuatlah sturktur organisasi Instrument
Maintenance Area 3 PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan. Maintenance Area 3
ini dipimpin oleh seorang Kepala Bagian (Section Head) yang membawahi beberapa
Fungsi/Bidang, seperti : Stationary, Rotating, Instrument dan Electric. Sedangkan
masing-masing Fungsi/Bidang tersebut dikepalai oleh seorang Senior Supervisor.
Berikut adalah struktur Organisasi Instrument Maintenance Area 3 :
 Lis Sugiantoro (Section Head MA 3)
 Bayu Erfastianto (Act Instrument MA 3)
 Rizky Eka S (Teknisi I)
 Rudi Eko S (Teknisi I)
 Azwirandy (Jr Teknisi I)
 Muflih Adinata N (Teknisi I)
 M Cahya P (Jr Teknisi I)

Bagan Struktur Organisasi Instrument Maintenance Area 3 :


Kepala Bagian
MA 3 8
Instrument Sr
Supervisor

Teknisi Teknisi Teknisi

Junior Junior Junior


Teknisi Teknisi Teknisi

Sementara untuk struktur organisasi PT. Pertamina Refinery Unit V


Balikpapan secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Dimana RU V
Balikpapan dipimpin langsung oleh seorang General Manager yang membawahi
beberapa fungsi dan bagian.

Gambar 3.2 Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero) RU V Balikpapan

9
3.3 Unit Proses Pada Maintenance Area 3 (HCC)

Hydrocracking Complex (HCC) merupakan tempat berlangsungnya proses


sekunder unit utama yang terdapat dalam komplek ini adalah unit hydrocracker. Pada
unit hydrocracker terjadi reaksi perengkahan rantai karbon dari produk distilasi
vakum dengan bantuan gas hydrogen yang dihasilkan dari Hydrogen Plant. Unit
pemroses yang digunakan dalam Hydrocracking Complex (HCC) adalah:
 High Vacuum Unit II (HVU II)
High Vacuum Unit di desain untuk memisahkan komponen-komponen long residu
yang dihasilkan dari distilasi atmosferik pada CDU.High Vacuum pada PERTAMINA
RU V ada dua unit, yaitu HVU II dan HVU III. Untuk HVU II berada di kilang
Balikpapan II dan HVU III berada di kilang Balikpapan I. High Vacuum Unit II
memiliki kapasitas 81 MBSD, sedangkan High Vacuum Unit III memiliki kapasitas
25 MBSD.
 Hydrocracker Unibon A dan B (HCU A/B)
HCU berfungsi untuk mengolah fraksi berat menjadi produk yang lebih bernilai
ekonomis melalui reaksi perengkahan atau cracking. HCU memiliki dua train , yaitu
train A dan train B. Masing-masing train memiliki kapasitas 27.5 MBSD.
 Hydrogen Plant
Hydrogen Plant berfungsi menyediakan gas H2 untuk Hydrocracker Unibon.
 Flare Gas Recovery Plant
Flare gas stack merupakan unit yang digunakan untuk membakar off gas yang
berasal dari kilang.
 Hydrogen Recovery Plant
Hydrogen Recovery di desain untuk memproses 14467 Nm3/jam off gas dari LPS
pada HCU.Hidrogen yang terambil pada unit ini digunakan untuk reaksi pada HCU.
Produk yang dihasilkan pada unit ini berupa hidrogen, fuel gas, dan acid gas.

3.4 Laporan Kegiatan OJT

Selama masa OJT (On Job Training) segala kegiatan telah dilakukan sebagai
pembelajaran juga bekal kepada calon pekerja PT. Pertamina (Persero) agar
didapatkan hasil yang optimal nantinya.Kegiatan ini dimulai pada tanggal 26

10
Desember 2018 hingga selesai di .Selama kegiatan OJT di Pertamina RU V
Balikpapan penulis melakukan kegiatan pekerjaan dalam bidang instrument seperti:

1. Pengecekan pada Transmitter dengan Check Zero, Span, URV, LRV, & Drain
2. Pelepasan pada Transmitter untuk di lakukan kalibrasi di Workshop Instrumen
3. Perbaikan Control Valve dengan Clean Dexel untuk jenis yang Double Seat
4. Melakukan Make Up Glyserin Pada Transmitter
5. Penggecekan pada Control Valve
6. Pengecekan sensor Axial & Speed pada Turbin
7. Pelepasan sensor Axial,Radial,Speed pada Turbin, Kompressor & Pompa
8. Melakukan pergantian Pressure Indicator
9. Pelepasan Control Valve untuk dilakukan perbaikan di Workshop Instrumen
10. Melakukan Pengecekan PLC dan DCS di Rack Room RPPK (Ruang Pusat
Pengendali Kilang)

11
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Transmitter

Transmitter adalah suatu alat kelanjutan dari sensor, dimana merupakan salah
satu elemen dari sistem pengendalian proses. Untuk mengukur besaran dari suatu
proses digunakan alat ukur yang disebut sebagai sensor (bagian yang berhubungan
langsung dengan medium yang diukur), dimana transmitter kemudian mengubah
sinyal yang diterima dari sensor menjadi sinyal standart. Berdasarkan besaran yang
perlu ditransformasikan transmitter dapat digolongkan sebagai transmitter temperatur,
transmitter tinggi permukaan, transmitter aliran.Transmitter dapat dihubungkan
dengan berbagai alat penerima seperti instrument penunjuk, alat pencatat, pengatur
yang mempunyai sinyal masukan yang standart.
Tergantung pada jenis sinyal keluaran dapat dibedakan misalnya sinyal transmitter
pneumatik dan transmitter elektrik. Seperti semua alat penumatik, transmitter
pneumatik mempunyai keuntungan yakni aman terhadap bahaya percikan api yang
diakibatkan hubungan singkat pada transmitter elektrik. Kegunaan dari transmitter
yang memberikan sinyal standart berupa sinyal pneumatik atau sinyal listrik dari
besaran proses (process variable) yang diukur ke peralatan lain yang
membutuhkannya antara lain:
 Peralatan lain seperti indikator, recorder yang bekerja dengan standart sinyal yang
sama.
 Memungkinkan pengiriman sinyal kepada jarak yang cukup jauh dan cepat serta
aman.
 Menekan biaya pengoperasian maupun biaya pemeliharaan.

12
Gambar 4.1 Differensial Pressure Transmitter

4.2 Prinsip Kerja Flow Transmitter 8B-FT-104

Transmitter 8B-FT-104 merupakan jenis flow transmitter yang menerima


sensing dari proses berupa flow atau laju aliran dari fluida proses yang dialirkan dari
Exchanger 18B sampai ke Exchanger 19B. Prinsip dari transmitter ini adalah
differensial pressure atau menerima input proses dengan prinsip perbedaan tekanan.
Yaitu perbandingan  tekanan rendah dan tekanan yang tinggi. Perbandingan tekanan
inilah yang akan diubah menjadi arus 4-20 mA agar sinyal pembacaan dapat terbaca
oleh kontroller. Transmitter ini juga mempunyai mekanisme umpan balik pada sistem
keseimbangan gaya untuk mendapatkan ketelitian dan stabilitas yang tinggi. Sistem
ini menjaga tetap suatu keseimbangan gaya antara input dan output. Input sinyal atau
variable proses dirubah kedalam suatu gaya melalui input transfer element, output
sinyal listrik juga suatu gaya akibat dari feedback transfer element. Output akan
berubah, yang disebabkan berubahnya beban, akibatnya keseimbangan dari
mekanisme transmitter akan berubah. Jika hal ini terjadi, maka system akan menjadi
seimbang kembali melalui mekanisme umpan balik sebagaimana elemen detektor
mendeteksi terjadinya kesalahan. Setiap transfer element mempunyai karakteristik
yang linear dan oleh karena itu output juga linear dan seimbang dengan sinyal input.

13
Gambar 4.2 Flow Chart Sistem Kerja Transmitter

Differensial Presure transmitter pada 8B-FT-104 untuk mengukur laju aliran


menggunakan sensor orifice plate. Maka harus mengambil 2 tapping point. Yaitu pada
tekanan tinggi (high) dan tekanan rendah (low)

4.2.1 Spesifikasi Flow Transmitter 8B-FT-104

Transmitter ini merupakan pabrikan dari Fuji Electric FCX-A2-V5


SERIES. FCX-A2 V5 Series secera khusus digunakan untuk mengukur
perbedaan tekanan, level dari liquid, gauge pressure, absolute pressure dan
melakukan transfer propotional current signal berupa 4 sampai 20 mA DC.
Transmitter jenis ini biasa digunakan untuk flowrate, level, densitas liquid
dan berbagai macam pengaplikasian dengan prinsip differensial pressure.

Transmitter jenis ini menggunakan micromachined cavacitive silicon


sensor khusus dengan teknologi microprocessor yang handal untuk
memberikan peforma yang baik dan menjaga fungsional. Transmitter ini juga
dibuat sangat kuat dan ringan untuk menjaga akurasi dan keandalan dan
tahan uji. Untuk setting seperti Range, damping time constan dan lain-lain,
dapat menggunakan HHC (Hart Hand Communicator) atau dengan opsi pada
display LCD transmiiter. Untuk kalibrasi local zero dan span dapat dilakukan
pada srew yang terdapat pada body electronic housing.

Prinsip pengukuran dan pengoperasian Transmitter FCX-A2 V5 dapat dilihat


pada blok diagram di bawah. Dimana input tekanan dirubah menjadi
electronic capacitance pada bagian detecting unit. Pengubahan propotional
tekananan akan melalui conditioning dan penguatan pada transmission unit
dan kemudian dimana outpuynya adalah 4-20 mA DC.

14
Gambar 4.2.1 Bagan Prinsip Pengoperasian dan Pengukuran Transmitter

4.2.2 Bagian dan Komponen Flow Transmitter 8B-FT-104

Bagian utama dari transmitter jenis ini adalah sebagai berikut :

 Detecting Unit

Berfungsi untuk mendeteksi adanya tekanan, perbedaan tekanan dari


level atau liquid

 Amplifier Unit

Berfungsi mengkonversikan sinyal yang dideteksi menjadi sinyal


output berupa arus atau tegangan

 Vent atau Drain Plug

Berfungsi untuk buangan gas atau untuk pembersihan dan pengeringan

 Process Connection

Berfungsi untuk menghubungkan tubing atau pipa impuls dari proses


ke transmitter

 Electrical Connection

15
Berfungsi untuk menghubungkan transmitter dengan kabel output

 Zero Adjusting Screw

Berfungsi untuk melakukan kalibrasi secara local pengaturan


Zero/Span

 Connecting Unit

Berfungsi untuk menghubungkan kabel input-output dengan kabel


grounding

Bagian dari Amplifier unit :

 Analog Indicator Connector

Digunakan untuk menghubungkan analog indikator

 LCD Unit Connector

Digunakan untuk menghubungkan Digital indicator dan sebagai unit


konfigurasi local dengan menggunakan LCD display

 Indicator (option)

Untuk Analog atau Digital indicator dan pemasangan LCD Display


untuk unit konfigurasi lokal

 Zero/Span Adjustment Selector Switch

Untuk memilih fungsi (Zero/span) untuk melakukan kalibrasi


menggunakan sekrup kalibrasi eksternal

16
Gambar 4.2.2 Bagian dan Komponen Trasnmitter

4.3 Analisa Koreksi Flow Transmitter 8B-FT-104

Indikasi permasalahan yang timbul pada Flow Transmitter 8B-FT-104 adalah


pembacaan flow pada DCS (Distributed Control System) mengalami perubahan yang
sangat significant atau mengalami fluktuasi yang tinggi, sehingga kemungkinan
terjadi adanya masalah pada sinyal output dari Transmitter tersebut. Dimana nilai
yang terbaca awalnya adalah menunjukan nilai actual mengalami pembacaan secara
konstan menjadi sekitar 1900 mmH2O yang menandakan bahwa transmitter tidak
mengirimkan sinyal output secara actual dari proses yang di control.

Gambar 4.3 Trending Indikasi Gangguan Pada 8B-FT-104

17
Untuk itu perlu dilakukan analisa koreksi pada fungsi dari transmitter,
beberepa hal yang perlu dilakukan untuk memastikan fungsional Transmitter :

 Melakukan Adjustment Transmitter

 Melakukan simulasi dengan memberikan supply input dari source multimeter,


untuk melihat output dari Transmitter. Sehingga didapatkan apakah input dan out
transmitter masih linier.

 Melakukan pengecekan modul Arester

4.4 Penggantian Modul Arester Flow Transmitter 8B-FT-104

Sebuah modul Aresster digunakan untuk melindungi suatu Transmitter atau


Receiver dari sebuah tegangan kuat atau abnormal seperti gelombang petir yang
terinduksi ke jalur sinyal transmitter. Pemasangan jenis aresster diletakan pada bagian
terminal unit transmitter, biasa terdapat nameplate yang ditandai dengan tulisan “with
aresster” pada terminal unit transmitter.

a. Instalasi

Pastikan transmitter tidak dalam kondisi beroperasi dan proses yang terhubung
dengan transmitter sudah diamankan. Selanjutnya Melepas penutup terminal unit
transmitter, lalu melepas body aresster yang terpasang pada bagian terminal unit
transmitter menggunakan alat bantu (obeng), kemudian mencabut connecting line
aresster yang terhubung dengan Amplifier unit. Setelah pemindahan selesai,
Pasang Modul Aresster baru yang diyakini dalam kondisi baik, kembalikan posisi
connecting line aresster yang terhubung pada Amplifier unit, kemudian
kencangkan bodi aresster pada terminal unit.

18
Gambar 4.4.1 Modul Aresster Pada Transmitter

Jika sinyal atau gelombang arus yang diingkan untuk dikirim dalam loop sebesar
4-20 mA, untuk pengamanan dari sambaran petir maka disaran untuk menginstal
atau menggunakan aresster yang dikombinasikan dengan panel (type PXC) untuk
perlindungan distributor unit.

Gambar 4.4.2 Aresster dengan Kombinas Panel Type PXC

b. Grounding

Karena Transmitter dan Aresster grounding terhubung secara internal, maka


hanya perlu mengkoneksikan eksternal terminal grounding ke ground area.
Grounding harus tetap digunakan, untuk menjaga jika terjadi suatu ledakan atau
tipe pengaman yang tidak bekerja dengan baik pada transmitter. Resistor yang
terpasang pada grounding harus sebesar 100 Ohm, tidak berlaku jika
menggunakan tiang penagkal petir. Dalam hal ini transmitter yang menggunakan
aresster, daya maksimum yang digunakan adalah sebesar 32 Volt DC.

c. Cek Aresster (Maintenance)

Lakukan pengukuran keluaran arus dari transmitter pada current loop 4-20 mA
dan CK+/- pada transmitter di terminal unit. Jika output sesuai dengan input maka
Aresster bekerja dengan baik atau dalam kondisi normal. Apabila nilai yang
diukur antara input dan output mempunyai perbedaan 0.1% atau 0.016 mA atau
lebih dari itu, maka Aresster dianggap sudah tidak berfungsi dengan baik atau
tidak dalam kondisi normal. Dalam kasus ini maka modul Aresster harus diganti
dengan yang baru. Diperlukan pula untuk menghindari test tahanan isolasi dan
dielectric strength test, karena uji tahanan isolasi dan uji kekuatan dielectric dapat
merusak modul Aresster.

19
Berikut gambar skema intalasi untuk pengukuran output transmitter :

a. Pada terminal cek (CK+ dan CK-)

Gambar 4.4.3 Output Cek (CK+/-)

b. Untuk system current loop (4-20 mA)

Gambar 4.4.4 Output Cek Pada Sistem Current Loop

4.5 Sasaran Perbaikan

Diharapkan setelah dilakukan penggantian modul Aresster pada 8B-FT-104,


dapat mengembalikan akurasi dan fungsional transmitter tersebut. Sehingga indikasi
atau pembacaan yang terkirim ke DSC sesuai dengan apa yang ada di lapangan secara

20
actual. Hal ini sangat penting mengingat indikasi dari actual proses mempengaruhi
propotional control proses yang harus dilakukan. Pada gambar dibawah ini
menunjukan adangan indikasi perubahan proses sesuai dengan actual dilapangan
setelah dilakukannya penggantian modul aresster. Dari tampilan yang ditunjukan pada
monitoring display terlihat yang awalnya konstan pada angka sekitar 1900 mmH2O
berubah menjadi tidak konstan menyesuaikan proses yang sedang berjalan, indikasi
terakhir menunjukan pada nilai sekitar 2732.8 mmH2O.

Gambar 4.5 Trending Indikasi Aktual Proses pada 8B-FT-104

4.6 Keselamatan Proses

Pada saat pengoperasian atau perbaikan alat instrumentasi khususnya


Transmitter, tentunya ada kemungkinan bahaya-bahaya atau kegagalan fungsi yang
bisa menimbulkan kecelakan kerja. Bahaya seperti semburan fluida bertekanan tinggi,
arus bertegangan tinggi, bahaya B3 dari fluida proses dan ledakan atau kebakaran
serta bahaya-bahaya lainnya. Untuk itu diperlukan pengaman dalam setiap kegiatan
sehingga tercapai keselamtan proses. Karena keselematan proses adalah hal yang
sangat penting guna menghindari kerugian perusahaan dan kerugian keselamtan
individunya. Maka dari itu seorang operator atau teknisi harus mengerti dan paham
betul tentang cara pengoperasian atau perbaikan alat instrumentasi, sesuai dengan
Standard Operational Procedure. Dalam kegiatan perbaikan alat instrumentasi berupa
Transmitter diperlukan pengaman utama dari proses sebagai subjek sensing element.
Melakukan blok-blok pada valve agar menghindari tekanan tinggi, membuka by pass
agar tidak mengganggu jalannya proses. Kemudian penggunaan alat pelinding diri
(APD) yang sesuai dengan pekerjaan. Selain itu pekerja harus tanggap dan paham
akan hal-hal yang perlu dilakukan ketika terjadi insiden, agar hal-hal yang tidak

21
diinginkan dapat dihindari ataupun diminimalisir, guna mencegah kerugian atau
kerusakan yang meluas.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan pengamatan yang telah dilakukan, maka


didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Transmitter adalah perangkat dalam sistem instrumentasi terkendali yang


berfungsi sebagai alat untuk mentrasferkan sinyal standar dari sebuah sensing
element berupa sinyal proses yang dirubah menjadi sinyal current.

2. Transmitter dapat digunakan untuk mentransferkan sinyal dari proses seperti


tekanan, level, laju alir dan temperatur.

3. Flow transmitter pada 8B-FT-104 menggunakan prinsip differesial pressure, yang


memanfaatkan beda tekanan high-low pada dua tapping dari sebuah sensor
berupa orifice plate.

4. Kegagalan fungsi yang terjadi pada 8B-FT-104 bisa disebabkan oleh berbagai
gangguan, seperti jaringan kabel power supply rusak, kerusakan pada elemen dan
komponen elektrik pendukung, serta berbagai kerusakan pada perangkat
transmitter itu sendiri tubing part yang tersumbat/kotor, trip karena kabel bodi
ataupun kegagalan sistem grounding, serta pengaruh dari kondisi proses seperti
temperature dan tekanan.

5. Modul Aresster merupakan komponen yang sangat berpengaruh dalam


pengiriman sinyal output dari transmitter agar tetap linier dengan sinyal input
proses actual.

6. Modul Aresster berfungsi sebagai penstabil tegangan dan arus dan sebagai
pengaman transmitter dari adanya muatan arus listrik berlebih serta sebagai
grounding transmitter.

22
7. Toleransi perbedaan output sinyal pada modul aresster transmitter adalah sebesar
0.1% atau sekitar 0.016 mA

5.2 Saran dan Rekomendasi

1. Cek rutin perangkat Transmitter pada saat PM, seperti pengecekan / pemeriksaan
kondisi setiap komponen Transmitter apakah ada kerusakan atau penurunan
fungsi. Agar pada saat di digunakan, Transmitter telah dalam kondisi yang baik
dan mempunyai akurasi dan presisi yang baik pula.

2. Pembersihan perangkat Transmitter seperti drain vent dan tubing, dan dipastikan
tidak terdapat kotoran atau sumbatan yang dapat mempengaruhi kinerja
Transmitter.

3. Serta pembersihan Terminal Arester dari kotoran agar nilai resistansi tidak
bertambah.

4. Perlu ada grounding yang baik untuk Transmitter agar kondisi dan fungsi pada
saat beroperasi berjalan normal, dan untuk menghindari korselting

23
DAFTAR PUSTAKA

 Bahan Ajar Teknik Instrumentasi Kilang Jilid I, BAB II “Sistem Kontrol Proses”
 FUJI Eelectric, Instructions Manual and Service Instructions “PXC-AII-V5” Series
Transmitters
 http://www.arita.co.id/pengertian-dan-fungsi-transmitter
 http://hyperpost.blogspot.com/2018/01/prinsip-kerja-transmitter-pneumatik-dan.html
 http://digdyo.blogspot.com/2013/02/kalibrasi-dp-transmitter-sebagai-flow.html

24

Anda mungkin juga menyukai