Anda di halaman 1dari 5

1

HIDUP sebagai MIMPI PANJANG

• Apakah Mimpi itu?

Mimpi hanyalah sekedar permainan dari pikiran saja. Selama bermimpi, pikiran menciptakan
berbagai jenis objek-objek dari kesan-kesan yang terbentuk dalam pengalaman ketika terjaga.
Apapun yang tertampak di alam mimpi merupakan reproduksi dari alam jaga.

Pikiran dapat menciptakan lebah, bunga, taman, gunung, kuda, sungai, pantai, danau atau apa
saja di alam mimpi, kendati tanpa bantuan rangsangan eksternal. Ia dapat menciptakan berbagai
ramuan fantastis yang boleh jadi sangat menggairahkan.

Pikiran menerima kesan-kesan indriawi yang berbeda-beda melalui gerbang-gerbang indria


sensorik. Kesan-kesan itu kemudian tersimpan dalam tubuh kausal kita. Ajñana atau tubuh
kausal (antahkarana sarira) menyerupai selembar kain hitam. Di dalamnya terkandung beraneka
macam samskara-samskara dari kehidupan lampau Anda.

Alam mimpi tak dapat dikatakan sebagai independen dari alam jaga. Mimpi bukan saja
merupakan reproduksi dari objek-objek yang terlihat, teralami atau yang digeluti dalam
kehidupan ini saja, akan tetapi, ia juga merupakan reproduksi dari objek-objek yang dilihat,
dialami atau yang digeluti dalam kehidupan sebelumnya. Oleh karenanyalah, terkadang
sebahagian dari pengalaman-pengalaman dalam kehidupan yang lampau, yang tersimpan dalam
badan kausal (antahkarana), bisa memunculkan dirinya selama bermimpi. Nah...yang seperti
inilah dapat dikategorikan sebagai mimpi spiritual, yang akan kita bicarakan nanti.

___________________
https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agung-agf/hidup-sebagai-mimpi-panjang-
15/228907527229723/

• Mengapa bermimpi dan bagaimana kaitannya dengan Alam Sadar dan


Bawah-sadar?

Menurut Sigmund Freud semua mimpi, tanpa kecuali, merupakan pemenuhan dari harapan (di
alam jaga). Pandangan Freud ini belakangan juga memperoleh dukungan dari Carl Jung —
psikoanalis yang bisa dibilang sebagai penerus Freudrian asal Jerman itu— serta beberapa
psikoanalis generasi sesudahnya.

Menurutnya, hanya rangsangan fisikal saja, tidak bertanggung-jawab terhadap produksi mimpi-
mimpi. Mekanisme mimpi sangatlah rumit. Harapan-harapan terdiri dari suatu dorongan
immoral (id). Mereka memberontak terhadap sang diri moral (superego), yang melatih diri
dalam suatu pengendalian terhadap penampilannya. Oleh karenanyalah, harapan-harapan tampak
dalam bentuk-bentuk tersamar untuk mengelak dari sensor moral. Sangat jarang mimpi
menghadirkan harapan-harapan seperti mereka sesungguhnya. Mimpi-mimpi merupakan
pemuasan parsial dari harapan-harapan terpendam itu. Mereka melampiaskan tekanan mental
yang terjadi, dan dengan demikian memungkinkan tubuh dan mental ini untuk menikmati
istirahatnya. Mereka merupakan katup-katup pengaman terhadap impuls-impuls kuat, yang tak
sempat atau tak mungkin dicetuskan di alam jaga. Nah...disinilah kita melihat nilai manfaat dari
mimpi secara mental-psikologis.
2

Yang sangat menarik dari pendapat Freud adalah, bahwasanya, kita akan dapat mengetahui diri-
binatang (animal-self) dalam mimpi. Daripadanya, kita juga dapat mengetahui adanya beberapa
dorongan atau hasrat-hasrat kebinatangan yang terpendam, yang tak memperoleh kesempatan
untuk terrefleksikan di alam jaga.

Nafsu-nafsu keinginan yang tak terpuasi selama jaga, mengendap dan mewujud di alam mimpi.
Bagi kebanyakan manusia, nafsu-nafsu keinginan dan hasrat-hasrat mental dan biologis yang
terpendam merupakan para penguasa dari semua pengalaman-pengalaman di alam jaga dan juga
di alam mimpi.

Seperti halnya gambar-gambar yang terlukis di atas kanvas, demikian juga kesan-kesan mental
dari keadaan jaga terlukis di atas kanvas pikiran. Lukisan-lukisan di atas kanvas, tampak punya
beberapa dimensi, kendati mereka semua hanya di atas bidang datar saja. Demikian juga halnya,
kendati pengalaman-pengalaman mimpi sesungguhnya hanya keadaan-keadaan dari pikiran saja,
yang bermimpi mengalami pengalaman-pengalaman itu secara eksternal maupun internal di alam
mimpi itu. Saat bermimpi, ia merasakan alam mimpi itu sebagai nyata. Disana ia bisa merasakan
dan berpikir tentang pengalaman-pengalamannya itu.

Berbagai jawaban telah diberikan terhadap pertanyaan: mengapa kita bisa bermimpi? Dimana,
seperti telah disampaikan sebelumnya, mimpi-mimpi tiada lain dari suatu refleksi pengalaman
jaga —baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan sebelumnya— dalam suatu format
yang baru di alam mimpi. Dari sudut pandang kesehatan, mimpi-mimpi juga disebabkan oleh
terjadinya gangguan dalam tubuh ini, lebih khusus lagi gangguan pada perut. Terkadang,
penyakit yang akan diderita, muncul dalam mimpi.

_______________________
https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agung-agf/hidup-sebagai-mimpi-panjang-
25/228908823896260/

• Siapakah atau apakah yang bermimpi itu?

Pikiran dan perasaan adalah si pemimpi itu. Seperti telah disebutkan sebelumnya, objek-objek
mimpi tidaklah independen terhadap pikiran dan perasaan. Mereka tak punya eksistensi yang
terpisah dari pikiran dan perasaan. Selama mimpi bertahan, makhluk yang bermimpi itupun akan
tetap hadir, tak ubahnya seperti kehadiran dari si pemerah susu selama susu masih mengalir.
Mandukya Upanishad, menamai subjek yang mengalami mimpi ini sebagai Taijasa.

Si pemimpi menciptakan dunia bagi dirinya sendiri dalam mimpi. Disamping akal-budi, hanya
pikiran dan perasaanlah yang secara bebas bekerja di alam ini. Sensasi-sensasi ditarik ke dalam
pikiran dan membiarkan sebagian besar organ indria beristirahat. Rangsangan seperti suara,
sentuhan, aroma yang diterima tubuh saat bermimpi, juga bisa terpantul ke alam mimpi Anda,
dalam formatnya sendiri. Si pemimpi hanya tampak melakukan sesuatu dalam mimpi, namun —
kecuali bila kita mengigau, tidur berjalan atau sejenisnya— sebetulnya tak ada aktivitas ragawi
manapun kecuali yang dilakukan oleh duet pikiran dan perasaan itu.

Dari perspektif karma, orang yang bermimpi —kecuali hanya di alam mimpinya itu saja— tidak
dipengaruhi oleh akibat apapun dari baik atau buruk dari perbuatan-perbuatan yang dilakukannya
di alam mimpi. Karena, dalam mimpi, orang yang bermimpi itu tidak melakukan kebajikan dan
3

kejahatan apapun; ia tak terhubung dengan satu atau yang lainnya. Artinya, karma itu langsung
diterima buahnya disana, di alam mimpi, oleh antahkarana sarira.

______________________
https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agung-agf/hidup-sebagai-mimpi-panjang-
45/228911747229301/

• Apa itu Mimpi Spiritual?

Mimpi spiritual adalah mimpi yang ada relevansi spiritualnya terhadap si pemimpi. Ada sebuah
anekdot spiritual terkait dan relevan.

Tersebutlah seorang raja, yang pada kehidupan lampaunya banyak membunuh orang. Karena
perbuatannya itu, ia harus menerima pahala berupa terbunuh dalam kehidupan ini. Dia adalah
seorang penyembah Hyang Narayana yang sangat baik. Ia selalu merafalkan puja-puji terhadap-
Nya; yang dimeditasikannya hanyalah keagungan dari welas-asih Beliau. Dalam kehidupan
sehari-hari Raja ini selalu berusaha memancarkan welas-asih kepada rakyatnya dalam segala
bentuk kebijaksanaan yang diambilnya. Atas dasar kewelas-asihan itulah ia memerintah negrinya.
Dan hal ini tentu sangat dimaklumi-Nya. Namun, Beliau memaklumi bahwa Raja ini punya
karma-vasana buruk.

Nah...guna memberinya anugerah atas segala kebaktiannya selama ini, serta penebaran welas-
asihnya secara luas, Hyang Vishnu menganugerahinya mati terbunuh oleh salah seorang
pengawalnya sendiri; namun ini terjadi hanya dalam mimpi. Sesuai dengan prinsip welas-asih
yang dianutnya. Setelah terjaga dari mimpi yang menyedihkannya itu, ia menaikkan pangkat si
pengawal-pribadinya itu menjadi komandan pengawal.

Anekdot ini hanyalah imajinasi penulis saja; tak ada disebutkan yang persis seperti itu di dalam
shastra-shastra Hindu, namun ia dapat dipandang sebagai parabel dari jiva individual yang sadar,
mengingat bahwa objek-objek mimpi diciptakan Tuhan sebagai pahala dari kerja-kerja minor
sang jiva, dalam rangka menghadiahinya seringan mungkin pahala dari karma-karma buruknya.
Nah...antara lain dalam rangka peringanan inilah Tuhan menciptakan mimpi-mimpi bernuansa
spiritual itu.

Sang Jiva Universal adalah pencipta dari semua mimpi itu; bukan jiva individual. Apabila nanti
mungkin baginya untuk membentuk mimpi-mimpinya sendiri, ia tak akan pernah memimpikan
mimpi buruk lagi, namun hanya akan memimpikan mimpi-mimpi spiritual maupun mimpi-
mimpi baik saja bukan?

Banyak teka-teki hidup dipecahkan melalui petunjuk-petunjuk dunia mimpi. Melalui mimpi-
mimpi seseorang bisa menerima nasehat-nasehat yang sepantasnya untuk melakukan koreksi-
diri. Melalui mimpi-mimpi seseorang juga bisa mengetahui bagaimana harus bersikap dan
bertindak dalam situasi tertentu. Tak jarang para sadhu, para rshi, para nabi ataupun malaekat
atau dewa-dewi muncul dalam mimpi di masa sulit, guna menunjukkan jalan bagi seorang
penekun spiritual.

Sri Aurobindo misalnya, dalam penjara penjajah Inggris selama berhari-hari menerima petunjuk-
petunjuk dan wejangan-wejangan dari Sri Swami Vivekananda, yang telah wafat jauh
sebelumnya. Ia mengungkapkan pengalamannya ini dengan mengatakan: “Vivekananda datang
dan memberi pengetahuan tentang mentalitas intuitif. Saya tak pernah kekurangan ide semenjak
itu. Padahal beliau sebetulnya tidak punya pengetahuan ini ketika masih berjasad. Beliau
memberiku rincian dari setiap item dari pengetahuan ini. Kontak tersebut berlangsung kurang-
4

lebih selama tiga minggu, sebelum kemudian beliau pergi.”1 Wejangan-wejangan yang beliau
terima di penjara itulah yang besar pengaruhnya terhadap pandangan-pandangan spiritualnya di
kemudian hari.

Karya-karya jenial seperti puisi-puisi maupun prosa-prosa spiritual-filosofis atau yang lainnya,
seringkali ditemukan dalam mimpi-mimpi. Tak jarang pengobatan dan cara perawatan yang baik
terhadap sejenis penyakitpun diberikan lewat mimpi-mimpi. Mimpi cenayang dapat dipandang
sebagai salah-satu contoh lain dari mimpi jenis ini, dimana, apa yang dimimpikan kemudian
benar-benar terjadi di alam jaga.

_______________________
https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agung-agf/hidup-sebagai-mimpi-panjang-
45/228911747229301/

• Mimpi Sadar dan Mimpi Panjang.

Adalah mungkin bagi seseorang yang bermimpi untuk tetap sadar —selama dalam keadaan
bermimpi— terhadap fakta bahwa ia sesungguhnya sedang bermimpi. Dengan belajar menjadi
saksi dari bentuk-bentuk pemikiran dan perasaan Anda dalam keadaan jaga, Anda dapat sadar
bahwasanya Anda sedang bermimpi justru saat dalam keadaan bermimpi itu. Anda dapat
mengganti-ganti atau menghentikan sama sekali maupun menciptakan pemikiran-pemikiran dan
perasaan-perasaan ketika bermimpi, secara mandiri. Anda akan bisa tetap sadar dalam keadaan
bermimpi. Bilamana dalam keadaan jaga Anda dapat mengendalikan pemikiran-pemikiran Anda,
dalam bermimpipun juga demikian. Ia yang telah mampu mengendalikan bentuk-bentuk
pemikiran dan perasaannya saat jaga, akan mampu pula menciptakan mimpinya sendiri.

Mimpi-mimpi, melalui sifat ilusifnya yang aneh itu, bisa merupakan indeks yang bagus tentang
tinggi atau rendahnya kondisi spiritual dan moral dari yang bermimpi. Ia yang punya hati yang
suci dan karakter yang tak ternoda, tidak akan mengalami mimpi-mimpi yang tidak-murni.
Seorang penekun yang senantiasa bermeditasi, bisa memimpikan sadhana-nya pun objek
meditasinya. Ia bisa melaksanakan persembahyangan dan mengulang-ulang Nama dan Matra-
Nya bahkan dalam mimpi, melalui kekuatan dari kesan-kesan mental (samskara). Para brahma-
jñanin atau para orang-orang suci, tidak bermimpi lagi. Menurut ajaran Buddha, para anagami
—orang suci tinggkat ketiga, yang kelahiran ini merupakan kelahiran terakhirnya— juga
disebutkan tidak bermimpi lagi.

Kebijaksanaan yang dalam bisa datang saat mimpi. Tak seorangpun yang benar-benar mengenal
dirinya, bila tidak mempelajari mimpi-mimpinya. Mempelajari mimpi-mimpi menunjukkan
kepada kita betapa misteriusnya jiva ini. Mimpi-mimpi spiritual mengilhami aspek dari sifat
alamiah kita, yang dapat meningkatkan pengetahuan rasional kita. Setiap presentasi dari mimpi
punya maknanya sendiri. Mimpi tak ubahnya bagai surat yang ditulis dalam bahasa yang tak
dikenal, dalam bahasa simbol.

Pemahaman tentang mimpi telah mengalami kemajuan pesat sejak abad ke-20 yang lalu, melalui
kerja-kerja analitis ilmiah dari Sigmund Freud dan Carl Jung dan setelah ditemukannya
fenomena REM (rapid eye movement) saat tidur berikut alat-ukurnya oleh Nathaniel Kleitman
dan Eugene Aserinsky pada tahun 1953. Calvin S. Hall —dari University of California, Santa
Cruz, USA— berpendapat bahwa mimpi-mimpi tidak lagi hanya dipandang sebagai pesan-pesan
yang disampaikan oleh para dewa atau malaekat atau para leluhur saja. Sekarang ini mereka —

1
Dari: A.B. Purani; “The Life of Sri Aurobindo”, bab “Pondicherry 1910-1926”, hal. 209.
5

sebagai salahsatu dari keadaan manusia— sedang terus-menerus diselidiki secara ilmiah untuk
mengetahui lebih banyak lagi tentangnya.2

Sampai seberapa jauh hasil dari penelitian ilmiah tersebut bermanfaat bagi manusia? Entahlah.
Namun para vedantin —beliau-beliau yang mendalami Veda-Veda secara spiritual-filosofis,
bukan secara intelektual— bahkan telah mempelajari secara mendalam dan seksama keadaan
mimpi (svapana) dan tidur lelap (sushupta) sejak ribuan tahun yang lampau, dan secara logis
membuktikan bahwa keadaan jaga sebagai setidak-nyata keadaan mimpi. Mandukya Upanishad
dan Gaudapada Karika secara khusus memaparkan fenomena ini. Para vedantin mendeklarasikan
bahwa, beda dari kedua keadaan ini hanyalah, bahwa keadaan jaga ini adalah mimpi yang
panjang, dirgha svapna.

Semoga kehidupan ini merupakan mimpi panjang Anda yang indah dan membahagiakan.

Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menerangi setiap gerak dan langkah kita!

Denpasar, 22 Desember 2001.


_________________________
Disunting kembali pada tanggal 2 Juni 2006.
* Tulisan ini bersumberkan dua tulisan Sri Swami Sivananada yang masing-masing berjudul: DREAM dan
PHILOSOPHY OF DREAMS. Selebihnya, diperoleh dari berbagai sumber dan catatan-catatan pengalaman
pribadi.
__________________________
https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agung-agf/hidup-sebagai-mimpi-panjang-55/228913073895835/

2
Encyclopedia Americana - 1995; buku 9; hal. 371 - 372.

Anda mungkin juga menyukai