Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS CERPEN MIMPI YANG TERASA NYATA

KARYA SHAFARINA N. ENTE DENGAN TEORI SIGMUND FREUD

Disusun Oleh :

Nama : Silviana Umami

NIM : E1C020175

Kelas : 5G

JURUSAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2022
A. PENDAHULUAN

Mimpi merupakan salah satu fenomena yang menandai kehidupan manusia


sehari-hari. Mimpi sering kali hadir ketika seseorang sedang menikmati tidurnya.
Dalam mimpi, berbagai hal yang tidak mungkin dialami seseorang dapat dialami.
Misalnya seperti, orang bisa kembali ke masa lalu, bisa tersandung, bisa berlari,
bahkan juga bisa menyakiti ataupun membunuh orang lain. Dalam konteks psikologi,
masalah mimpi telah menjadi perhatian Sigmund Freud. Freud, bahkan telah
melakukan kajian terhadap mimpi secara khusus dalam bukunya yang berjudul
L’interpretation des reves (Interpretasi Mimpi) (1899) (Milner, 1992:25). Menurut
Freud (Milner, 1992:26) mimpi berhubungan dengan hasrat-hasrat tersamar
seseorang. Mimpi timbul karena adanya hasrat sadar seseorang yang direpresi. Hasrat
sadar tersebut menimbulkan mimpi bila hasrat tersebut mampu menggugah hasrat tak
sadar lain (Milner, 1999:31).

Cerpen “Mimpi yang Terasa Nyata” karya Shafarina N. Ente merupakan salah
satu cerpen yang mengangkat cerita tentang mimpi tokoh. Dalam cerpen tersebut
diceritakan tokoh Gina yang bermimpi sedang berada pada tahun 1945. Dalam
mimpinya ia di bawa ke dalam penjara bawah tanah oleh seorang prajurit jepang. Ia
juga akan dijatuhkan hukuman berupa hukum pancung. Ketika akan dieksekusi
kemudian Gina terbangun, ternyata itu semua hanya mimpi. Namun mimpi tersebut
terasa begitu nyata bagi Gina. Dari garis besar cerita tersebut tampak bahwa cerpen
“Mimpi yang Terasa Nyata” menggambarkan tokoh yang kembali ke zaman
penjajahan jepang karena sebelum tidur ia mempelajari situs bersejarah. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka tulisan ini mencoba memahami masalah mimpi yang
dialami tokoh dengan menggunakan perspektif psikologi sastra, khususnya teori
psikoanalisis Freud.

Dalam Perspektif Psikoanalisis Freud, Kajian mengenai mimpi adalah salah


satu wilayah yang pernah penjadi perhatian Sigmund Freud. Seperti dikemukakan
oleh K. Bertens (2006:15), yang menerjemahkan dan mengedit karya-karya Freud,
bahwa mimpi merupakan suatu tema yang penting. Tema tersebut diulas dalam
tulisannya yang berjudul Memperkenalkan Psikoanalisis dan Penafsiran Mimpi
(Bertens, 2006:15). Dalam teori Struktur kepribadian Sigmund Freud pada umumnya
dibagi menjadi tiga bagian, (1) id atau das es, (2) ego atau das ich, (3) superego atau
das ueber ich. Teori Sigmund Freud ini. Dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan
berbagai gejala psikologis di balik gejala bahasa.

B. METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


kualitatif yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini berupa berupa kutipan dan
dialog dalam cerpen Mimpi yang Terasa Nyata. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cerpen Mimpi yang Terasa Nyata karya Shafarina N. Ente yang
diterbitkan pada tanggal 19 Juni tahun 2022. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka. Analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini, ada beberapa langkah yang akan dilakukan yakni :

a) Identifikasi data dengan membaca dengan teliti cerpen Mimpi yang terasa Nyata.

b) Menganalisis cerpen Mimpi yang Terasa Nyata untuk mengambil kutipan –


kutipan yang terkait dengan teori Sigmund Freud

c) Menarik kesimpulan hasil analisis data.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia dipandang sebagai suatu


struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem, yakni id, ego, dan superego.
Meskipun ketiga sistem tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prinsip-prinsip
operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing-masing, ketiga sistem kepribadian ini
satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Dan tingkah laku
manusia tidak lain merupakan produk interaksi antara id, ego, dan superego itu
(Koswara, 1991:32). Berikut adalah hasil analisis id, ego dan superego yang terdapat
dalam cerpen “Mmimpi yang Terasa Nyata”.

1) Id

Aspek Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di


dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah
sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh
sistem-sistem tersebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya. Dalam soal energi ini, id tidak bisa mentoleransi penumpukan energi
yang bisa menyebabkan meningginya taraf tegangan organisme atau individu secara
keseluruhan. Dan bagaimanapun, bagi individu meningginya tegangan itu akan
menjadi suatu keadaan yang tidak menyenangkan (Koswara, 1991:32). klasifikasikan
struktur Id tokoh dibedakan menjadi tiga aspek yaitu, naluri bawaan, keinginan, dan
kesenangan atau kenikmatan.

a. Naluri bawaan

Naluri bawaan adalah naluri yang dikaruniai oleh sang pencipta,


sebagai contoh yang sederhana, disaat mata terkena sinar yang terlalu
terang dengan sendirinya pelopak mata akan menyempit, oleh karena itu
sesuai dengan fungsinya tokoh Gina tentu memiliki naluri bawaan yang
ada dalam dirinya semenjak ia lahir, seperti rasa sakit diperut saat ia
merasa lapar, rasa dahaga saat haus, dan ketegangan-ketegangan saat ingin
melakukan hubungan seksual. Berikut merupakan kutipan dari cerpen
Mimpi yang Terasa Nyata, yang menunjukan struktur kepribadian Id aspek
naluri bawaan tokoh.

“Seketika kepalaku berdenyut akibat rasa sakit yang tak terkira”.

Kutipan diatas termasuk struktur Id aspek naluri bawaan karena


menunjukan bahwa adanya rasa sakit yang dirasakan tokoh Gina pada
bagian kepalanya.

b. Keinginan

Keinginan merupakan suatu hal yang diinginkan oleh tokoh. Dalam


cerpen tersebut terdapat dalam kutipan.

“Bagaimana ini? Padahal masih banyak hal yang ingin kutanyakan


padanya. Apa aku tidur saja dan berdoa semoga semua ini hanya
mimpi?”.

Dari kutipan diatas, tokoh Gina masih ingin bertanya kepada seorang
bapak paruh baya, tetapi bapak paruh baya tersebut sudah
meninggalkannya. Tokoh Gina juga berkeinginan agar semua yang dialami
ini hanya mimpi.
c. Kesempatan dan kenikmatan

Kesempatan dan kenikmatan dalam cerpen tersebut terlihat pada


kutipan berikut.

Aku yang masih kebingungan menatap sekeliling, sembari bertanya-


tanya dalam hati. Tempat apakah ini? Sejak kapan aku ada di sini?
Bukankah tadi aku sedang asyik menikmati secangkir teh di rumah?”.

Dari kutipan tersebut rasa kenikmatan tergambar dari tokoh Gina yang
sedang asik menikmati secangkir teh dirumahnya.

2) Ego

Ego merupakan penghubung antar struktur Id dengan dunia realistis dimana


ketegangan-ketegangan yang timbul dari Id akan dipenuhi oleh struktur kepribadian
Ego. Menurut Freud, ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil
kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego
sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh
individu (Koswara, 1991:34). Kutipan dibawah ini merupakan perwujudan struktur
Ego.

"Maaf, tapi aku tidak tahu pemberontakan apa yang Anda tuduhkan. Aku
sendiri tidak paham kenapa tiba-tiba bisa berada di sini." jelasku terbata-
bata, berusaha menyampaikan kata demi kata secara perlahan, berharap
mereka dapat memahami ucapanku.

Dari kutipan tersebut, Tokoh Gina berusaha menjelaskan kepada prajurit


Jepang bahwa ia tidak melakukan pemberontakan apapun. Ia pun merasa bingung
mengapa ia berada di tempat itu. Adapun kutipan pendukung Struktur aspek ego
tersebut yakni.

"Aku mohon, jangan eksekusi aku. Aku sendiri tidak memahami


pemberontakan seperti apa yang dituduhkan. Harusnya Anda melakukan
penelusuran kebenaran terlebih dulu sebelum memutuskan untuk
mengeksekusi setiap tahanan di sini." emosiku mulai membuncah,
membayangkan setiap korban yang berjatuhan akibat tuduhan
pembangkangan dan pemberontakan yang sepertinya hanya dibuat-buat, demi
untuk melenyapkan mereka yang berjuang demi memerdekakan daerah ini.

Kutipan diatas ini merupakan kutipan yang mendukung kutipan ego tersebut.

3) Superego

Superego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan yang
sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk). Superego terbentuk melalui internalisasi
nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan,
berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut. Aktivitas superego dalam diri
individu, terutama apabila aktivitas ini bertentangan atau konflik dengan ego,
menyatakan diri dalam emosi-emosi tertentu seperti perasaan bersalah dan
penyesalan. Sikap-sikap tertentu dari individu seperti observasi diri, koreksi atau
kritik diri, juga bersumber pada ego (Koswara, 1991: 35). Berikut merupakan kutipan
dari cerpen Mimpi yang Terasa Nyata, yang menunjukan struktur kepribadian
Superego.

"Anda salah jika beranggapan dengan adanya eksekusi ini, maka tidak akan
ada lagi yang bangkit untuk berjuang. Anda boleh saja menciptakan teror,
tapi semangat juang yang sudah tertoreh di bumi Sangihe ini, tidak akan
padam sampai kapan pun," jelasku berapi-api, berharap mereka menyadari
kesalahan yang sudah dilakukan. Mimpi ataupun kenyataan, rasanya aku
berhak untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiranku ini. Berharap
mereka setidaknya masih memiliki sedikit rasa kemanusiaan untuk
menghentikan eksekusi ini”.

Kutipan di atas menunjukan struktur Superego, karena tokoh Gina


menjelaskan kepada prajutir jepang yang akan mengeksekusinya bahwa tindakan
eksekusi yang mereka lakukan tersebut tidaklah benar.

D. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur
kepribadian tokoh Gina dalam cerpen Mimpi yang Terasa Nyata adalah sebagai
berikut. Struktur kepribadian tokoh Gina dibagi menjadi tiga bagian yaitu Id, Ego dan
Superego. Struktur Id kemudian dibagi menjadi tiga aspek yaitu naluri bawaan, naluri
bawaan tokoh Gina adalah rasa sakit pada kepalanya. Pada Aspek keinginan, Tokog
Gina ingin bertanya pada seorang bapak paruh baya dan juga ia ingin semua yang
dilaluinya hanya mimpi. Sedangkan aspen kesenangan atau kenikmatan, tokoh Gina
sedang menikmati the dirumahnya.pada aspek Struktur Ego, hanya terdapat satu aspek
yaitu tindakan, tindakan yang dilakukan tokoh Gina yaitu pembelaan dirinya bahwa ia
tidak melakukan pemberontakan apapun. Dan terakhir yaitu aspek superego yang juga
terdapat satu aspek yakni nilai moral, Tokoh Gina menyampaikan kepada prajurit
Jepang bahwa tindakan eksekusi tersebut tindakan yang tidak benar.

E. REFERENSI

Nursholatiah. (2022). Struktur Kepribadian Tokoh Utama Kinan Dalam Novel


Layangan Putus Karya Mommy Asf Kajian Psikoanalisis: Sigmund
Freud. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia : Universitas Mataram.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sigmund_Freud. Diakses pada tanggal 14 November


2022. Pukul 05. 27

https://www.tulismenulis.com/analisis-id-ego-superego-tokoh-si-bocah-dalam-cerpen-
pagi-bening-seekor-kupu-kupu-karya-agus-noor/. Diakses pada tanggal 14 November
2022. Pukul 07. 02
LAMPIRAN

Cerpen Mimpi yang Terasa Nyata, Karya Shafarina N. Ente

"Hei kamu, kenapa berdiri disitu? Ayo cepat jalan," ujar sesosok wajah asing kepadaku.

Aku yang masih kebingungan menatap sekeliling, sembari bertanya-tanya dalam hati. Tempat
apakah ini? Sejak kapan aku ada di sini? Bukankah tadi aku sedang asyik menikmati
secangkir teh di rumah?

"Pelan amat jalannya. Buruan, kita di sini bukan cuma nungguin kamu aja," lagi-lagi sosok
itu berbicara.

Bahasa yang digunakannya pun terasa asing di telingaku. Sebenarnya aku mau dibawa ke
mana? Dan siapa mereka ini?

Seketika kepalaku berdenyut akibat rasa sakit yang tak terkira.

"Ini peringatan pertama, kalau kamu masih belum masuk juga ke dalam, maka peluru dalam
senapan ini akan langsung menembus ke jantungmu."

Rupanya tadi kepalaku dipukul menggunakan senapan. Darahku tersirap demi mendengar
perkataan orang asing itu. Ya, meskipun bahasa yang digunakannya terasa asing, namun ada
beberapa suku kata di dalamnya yang bisa kupahami.

Sambil perlahan melangkah mengikuti arah yang ditunjuk oleh pemuda asing itu, mataku
mencoba menyesuaikan dengan penerangan dalam ruangan.

Aku baru tersadar ternyata pencahayaan di dalam ruangan ini begitu minim. Beberapa kali
aku tersandung batu bahkan sempat terperosok ke dalam kubangan. Tak berani aku
bayangkan apa isi dalam kubangan itu.

"Hei kamu, ayo masuk. Diam di sini sampai tiba saatnya untuk menghukum kamu. Kesalahan
yang kamu buat sangat fatal."

"Apa yang kamu katakan?" terbata-bata aku mencoba bertanya.

"Hah? Kamu bicara apa? Bahasa apa yang kamu pergunakan?" ujar pemuda asing itu lagi,
kebingungan.
Rasa bingung semakin menjalari diriku. Ribuan pertanyaan membanjiri otak. Sebenarnya aku
ada di mana? Dan siapa pemuda asing di hadapanku ini? Mengapa dia sama sekali tidak bisa
memahami perkataanku?

Karena tidak ingin membuat amarah si pemuda semakin membara, aku pun mengikuti
perintahnya. Dan apa yang terpampang di depan sontak membuatku kaget. Pintu jeruji? Lho,
ini penjara? Kenapa aku bisa ada di sini? Apa kesalahan yang sudah aku perbuat?

Meski dengan langkah berat dan pikiran penuh tanya, aku tetap memasuki ruangan itu.

Ya, ruangan kecil nan suram dan hanya diberi penerangan lampu minyak yang ternyata
adalah penjara bawah tanah. Pantas saja sepanjang perjalanan tadi aku banyak tersandung.
Ternyata aku sedang berjalan di ruangan bawah tanah.

Tapi, bukannya ruangan seperti ini sudah tidak ada lagi? Lantas mengapa aku bisa ada di
sini? Apa sebabnya aku bisa berada di sini?

"Hei, nak. Sebaiknya kamu banyak berdoa. Paling cepat hukumanmu akan dijatuhkan dalam
waktu 1 minggu. Tapi jika beruntung, mungkin 1 bulan lagi baru akan dieksekusi." jelas
seorang bapak paruh baya yang berada dalam sel di depanku. Akhirnya, ada juga yang bisa
berbicara dengan bahasaku.

"Anda ternyata bisa berbicara menggunakan bahasaku." ujarku dengan nada gembira.

"Tentu saja, aku dulu punya seorang sahabat yang menguasai berbagai macam bahasa. Dialah
yang mengajariku beberapa bahasa, termasuk bahasa yang kamu gunakan tadi."

"Maaf kalau boleh tau, nama bapak siapa dan kenapa bapak bisa berada di sini?"

"Namaku Christiaan Nomor Pontoh. Alasanku berada di sini sama seperti yang lainnya.
Akibat tuduhan palsu yang dibuat-buat oleh Kekaisaran Jepang, maka kami yang memiliki
pengaruh atau jabatan, sengaja dijatuhi hukuman."

"Tempat apa sebenarnya ini? Dan apa maksud ucapan Anda dengan hukuman tadi, pak?"
tanyaku.

"Ini adalah penjara bawah tanah milik Kekaisaran Jepang. Sudah banyak orang-orang penting
yang mati di sini. Dan maksud dari kata hukuman tadi itu ya hukum pancung. Kamu pernah
dengar, kan?" jelas si bapak.
"Apa? Hukum pancung? Apa aku tidak salah dengar? Di era secanggih ini masih ada juga
yang memberikan hukuman itu?" kataku setengah berteriak.

"Era canggih katamu? Penerangan dalam ruangan ini saja masih menggunakan lampu
minyak. Di bagian mananya yang canggih?" ujar si bapak tanpa dapat menyembunyikan
keheranan di wajahnya.

Sedikit pernyataan dari bapak tadi seketika membuatku kembali mengamati seisi ruang
penjara. Benar juga, kondisi dalam ruangan ini sungguh sangat jauh dari kata canggih.

Tempat tidur tahanannya saja hanya beralaskan tanah. Apalagi dinding temboknya, sungguh
amat mengenaskan. Bahkan seingatku, penjara yang pernah terlihat dalam tayangan
streaming saja masih jauh lebih bagus dari ini.

"Apa sebabnya sampai mereka harus sengaja mencari alasan untuk mengeksekusi setiap
pemimpin di sini?"

"Tujuan mereka hanya satu, ingin menyingkirkan setiap orang yang berusaha untuk
memerdekakan negeri ini. Orang-orang yang berjuang untuk kemajuan tanah kelahiran
mereka. Karena mereka ingin memonopoli semua yang ada di sini."

"Sebentar, sepertinya ada yang aneh di sini. Maaf pak, kalau boleh tau, sekarang tahun berapa
ya?"

"Nak, kamu tidak amnesia kan? Sekarang ini tahun 1945. Memangnya kamu sudah tidak
sabar menunggu pergantian tahun?" ujar bapak itu dengan nada sedikit mengejek.

"1945??? Tidak... Ini tidak mungkin. Bapak salah ingat kali. Tidak mungkin ini tahun 1945."

"Terus aku harus membuktikan dengan cara apa biar kamu percaya?" kali ini si bapak
menatapku dengan heran. Seolah-olah aku ini adalah makhluk asing dari negeri antah
berantah.

Benar juga. Aku baru menyadari sekarang bahwa bahasa asing yang kudengar dari pemuda
tadi adalah bahasa Jepang. Pantas saja ada beberapa kata yang kupahami, karena aku
termasuk seorang ottaku.

"Oke, bapak cukup jawab saja pertanyaaku. Biar aku yang memutuskan untuk percaya atau
tidak. Pertanyaan pertama, kita sekarang berada di daerah mana?"
"Baiklah, aku ikuti saja apa maumu. Kita ada di Sangihe."

Sangihe? Lelucon macam apa ini? Kurang lebih 2 jam sebelumnya aku masih duduk santai di
rumahku, di Lombok, kenapa bisa tiba-tiba ada di sini?

Keringat dingin mulai membasahi kepala. Kupaksakan otak ini untuk berpikir, mencari tau
kira-kira apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Pertanyaan kedua, sudah berapa banyak orang yang dieksekusi di sini dan siapa saja
mereka?"

"Nak, berapa banyak jumlah yang sudah mereka bunuh itu tidak bisa kuingat. Apalagi semua
nama mereka. Yang aku tau, rata-rata mereka semua adalah Raja yang memimpin di daerah
ini, bahkan tokoh politik serta tenaga medis pun juga ikut menjadi korban. Tidak hanya
pribumi, para pendatang asing yang dianggap pemberontak pun ikut menjadi korban."

Bulu kudukku mulai meremang, membayangkan segala macam bentuk penyiksaan yang
mungkin sudah dilalui setiap tahanan di sini.

"Memangnya sudah berapa lama hal ini terjadi?" cecarku, berusaha menggali lebih dalam.

"Aku tidak ingat tepatnya kapan, tapi rasanya sudah terjadi kurang lebih sejak 2 tahun yang
lalu."

Dua tahun? Itu tandanya sudah banyak orang yang dieksekusi mereka. Sudah banyak roh-roh
penasaran yang bergentayangan tak tentu arah di sini.

Tidak ... tidak ... tidak.

Batinku berkecamuk. Otakku buntu. Akal sehatku masih tidak bisa menerima fakta yang
barusan kudengar dari mulut bapak itu. Kugelengkan kepalaku sekuat-kuatnya, berharap
semoga ini cuma khayalan belaka.

Tidak mungkin aku bisa terdampar ke tahun 1945 ini tanpa aku sadari. Memangnya sejak
kapan ada perjalanan waktu ke masa lalu?

"Nak, sebaiknya kamu tidur. Simpan tenagamu untuk hari esok."

Belum sempat aku menjawab, terdengar suara langkah kaki si bapak yang menjauh dari pintu
penjara. Sepertinya dia memang sudah ingin menyudahi pembicaraan kami.
Bagaimana ini? Padahal masih banyak hal yang ingin kutanyakan padanya. Apa aku tidur
saja dan berdoa semoga semua ini hanya mimpi? Ataukah aku harus mencari cara untuk bisa
keluar dari sini?

***************

"Hei, pemalas, bangun!" teriak sebuah suara di dekatku. Aku yang masih lelah mencoba
mengabaikan suara itu dan meneruskan tidurku.

"Wah, ucapanku diabaikan. Bangun!", kali ini suara orang itu terdengar melengking tajam,
diikuti dengan ayunan cambuk yang berhasil mendarat mulus di badanku.

"Maaf, aku lelah sekali. Aku mohon jangan cambuk aku lagi."

"Kamu ngomong apa sih? Aku tidak paham. Ayo sini jalan."

Lagi-lagi bahasa asing ini yang terdengar. Sepertinya yang aku alami ini bukan mimpi, tapi
kenyataan. Dengan langkah gontai dan tertatih aku berjalan mengikuti orang itu.

Apalagi yang akan aku hadapi kali ini, Tuhan? Kondisi penjara yang gelap membuatku sulit
untuk membedakan apakah hari sudah pagi atau masih malam.

Setibanya di ruangan besar menyerupai aula, terdengar suara yang menggelegar berbicara.

"Saudara terdakwa, apakah Anda sudah menyadari kesalahan yang Anda lakukan? Apakah
Anda tau bahwa pemberontakan itu tidak dibenarkan?" tanpa basa-basi aku ternyata dibawa
ke dalam sebuah ruangan yang berisikan 3 orang Jepang dengan muka dingin, tak terlihat
emosi sedikit pun.

Pandangan mata mereka begitu tajam menusuk, seolah-olah ingin membunuhku hanya lewat
tatapan. Apa yang dia ucapkan, Tuhan? Tolong bantu hamba untuk membuat dia mengerti.

"Maaf, tapi aku tidak tahu pemberontakan apa yang Anda tuduhkan. Aku sendiri tidak paham
kenapa tiba-tiba bisa berada di sini." jelasku terbata-bata, berusaha menyampaikan kata demi
kata secara perlahan, berharap mereka dapat memahami ucapanku.

"Sudah, tidak perlu banyak alasan. Sekali pemberontak, maka selamanya akan jadi
pemberontak. Apapun yang kamu sampaikan, tidak akan mengubah keputusan kami. Hari ini
kamu akan dieksekusi." jawab sesosok pria Jepang gendut dan pendek, yang ternyata bisa
sedikit memahami apa yang aku sampaikan.
"Aku mohon, jangan eksekusi aku. Aku sendiri tidak memahami pemberontakan seperti apa
yang dituduhkan. Harusnya Anda melakukan penelusuran kebenaran terlebih dulu sebelum
memutuskan untuk mengeksekusi setiap tahanan di sini." emosiku mulai membuncah,
membayangkan setiap korban yang berjatuhan akibat tuduhan pembangkangan dan
pemberontakan yang sepertinya hanya dibuat-buat, demi untuk melenyapkan mereka yang
berjuang demi memerdekakan daerah ini.

Sifat Kekaisaran Jepang yang otoriter dan tidak mau mendengarkan alasan apapun,
menjadikan mereka seenaknya melakukan eksekusi seperti ini, demi untuk menciptakan
terror. Karena mereka menganggap dengan adanya terror, maka akan semakin sedikit orang-
orang yang ingin berjuang demi kemerdekaan mereka.

"Anda salah jika beranggapan dengan adanya eksekusi ini, maka tidak akan ada lagi yang
bangkit untuk berjuang. Anda boleh saja menciptakan teror, tapi semangat juang yang sudah
tertoreh di bumi Sangihe ini, tidak akan padam sampai kapan pun," jelasku berapi-api,
berharap mereka menyadari kesalahan yang sudah dilakukan.

Mimpi ataupun kenyataan, rasanya aku berhak untuk menyampaikan apa yang ada dalam
pikiranku ini. Berharap mereka setidaknya masih memiliki sedikit rasa kemanusiaan untuk
menghentikan eksekusi ini.
"Diam! Kamu tidak berhak untuk melakukan pembelaan lagi di sini. Hukumanmu sudah
dijatuhkan. Bersiaplah untuk itu."

Ucapan yang dingin dan sarat akan ancaman itu terasa menghujam hatiku. Meski sudah tahu
apa yang akan aku hadapi, tapi membayangkan bahwa akhirnya sudah dekat tentu saja
membuat hatiku tergetar.

Dua pasang tangan yang dingin menyeretku, membawaku ke sebuah ruangan lain yang sarat
akan bau amis dan tidak menyenangkan.

Terbayang sudah kengerian dari tempat ini. Pikiranku dipenuhi dengan teriakan-teriakan dari
para korban yang meminta keadilan.

Mereka yang sudah berusaha berjuang demi tanah kelahirannya. Mereka yang dihadapkan
pada kekuasaan yang otoriter dan semena-mena, hingga merasa berhak untuk memberikan
hukuman pancung bagi siapapun yang tidak disukai.

Tak pernah terpikirkan olehku, bahwa akupun akan ikut menjadi bagian dari kengerian ini.
***************

Setelah berjalan selama kurang lebih 200 meter, tibalah kami di sebuah tempat terbuka,
layaknya stadion olahraga. Bedanya di sini, di tengah lapangan terdapat guillotine, alat
pancung yang sudah banyak digunakan untuk membunuh.

Terlihat jelas sisa-sisa noda darah yang tidak dibersihkan. Apakah ini akhir dari
perjalananku? Aku sendiri masih tidak tahu kenapa bisa terdampar di sini. Tapi jika memang
ini akhirnya, maka aku ikhlas untuk menerimanya.

"Apa ada kata-kata terakhir yang ingin kamu ucapkan?" tanya seorang pria bertubuh tinggi
besar dengan mata sipit. Mukanya terlihat sangat menyeramkan.

"Izinkan aku berdoa sebentar," ucapku seraya sedikit menggunakan bahasa isyarat, berharap
dia dapat memahami ucapanku. Anggukan kepalanya membuatku yakin bahwa dia mengerti.

"Bersiaplah untuk eksekusinya," pria itu kembali berbicara. Mataku terbelalak demi
mendengar ucapannya.

"Tunggu sebentaaaaaarrr …."

***************

"Gin.. Gina... Bangun. Lu kenapa teriak-teriak gitu? Mimpi?" sebuah suara yang terasa cukup
akrab mengguncang bahuku.

"Windy, lu kok bisa ada di sini. Si algojo Jepang tadi kemana?" tanyaku celingukan, mencari
sosok raksasa tadi.

"Algojo Jepang? Wah, lu ngigau ya? Mana ada orang kayak gitu di sini." jelasnya sambil
tertawa melihatku yang kebingungan.

Jadi semua yang kualami barusan hanya mimpi? Apa ini bawaan karena sebelumnya aku
mempelajari tentang situs bersejarah, ya?

Anda mungkin juga menyukai