Salah satu tugas penting bagi bioteknologi, rekayasa genetik, dan farmakologi modern adalah menemukan atau membuat suatu sistem untuk mendapatkan suatu senyawa organik kompleks yang merupakan produk natural yang berharga dalam jumlah besar menggunakan organisme hidup. Sejak beberapa waktu belakangan ini, orang-orang menggunakan tanaman tidak hanya sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai sumber berbagai senyawa kimia : farmasetika, insektisida, suplemen makanan, dan lain sebagainya (Sheludko, 2010). Sistem kultur jaringan tanaman dapat menggambarkan sebuah sumber penting dari suatu senyawa obat, perasa, pemberi aroma, dan juga pewarna yang berpotensi untuk dapat diperbarui, yang tidak dapat diproduksi menggunakan sel mikroba ataupun sintesis kimia. Aplikasi bioteknologi menggunakan kultur sel tanaman menunjukkan hasil terbaru dari pengembangan teknik dalam kultur tanaman di lapangan. Pengembangan untuk kepentingan komersial dari metabolit sekunder dalam beberapa tahun ini memberi hasil yang menakjubkan, dalam hal metabolisme sekunder, dan juga kemungkinan untuk mengubah hasil metabolit tanaman bioaktif, melalui teknologi kultur jaringan (Vanisree and Tsay, 2004). Kultur jaringan tanaman yang banyak dikembangkan saat ini adalah sistem kultur suspensi. Kemampuan biotransformasi sistem kultur suspensi sel merupakan hal yang paling sering diteliti dengan tujuan produksi senyawa yang lebih berpotensi. Kultur suspensi sel dapat melakukan berbagai biotransformasi dengan pemberian substrat berupa senyawa endogen maupun eksogen bagi tanaman tersebut (Indrayanto, 1988). Biotransformasi menggunakan kultur suspensi sel tanaman memberikan peranan penting dalam modifikasi struktur senyawa yang memiliki aktivitas terapeutik (Syahrani et al., 1998). Biotransformasi menggunakan kultur suspensi sel telah banyak dilakukan untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder dengan sifat fisika kimia yang diinginkan. Reaksi biotransformasi yang paling banyak dilaporkan adalah 2
konjugasi glikosil. Reaksi konjugasi glikosil oleh kultur sel tanaman
bersifat selektif dan spesifik yang secara kimia sulit dilakukan dan tidak ditemukan pada mikroorganisme (Dombrowski dan Alfermann, 1992). Melalui reaksi biotransformasi dengan mekanisme konjugasi glukosil, dapat diperoleh senyawa yang aktif, dengan efek samping yang lebih kecil, dapat meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut dalam air dan menghasilkan glikosida yang berperan sebagai prodrug (Dombrowski dan Alfermann, 1992; Umetami et al., 1982). Beberapa penelitian yang terkait biotransformasi menggunakan kultur suspensi sel antara lain adalah biotransformasi Hydroquinone oleh kultur suspensi sel dari tiga tanaman Solanaceous Thailand menjadi Arbutin (Kittipongpatana et al., 2007); Biotransformasi salicylamide oleh kultur suspensi Solanum mammosum menjadi 2-O-β-D-glucopyranoside (Syahrani et al., 1996); Glukosilasi dari p-dan m-Hydroxyphenols oleh kultur suspensi sel dari tanaman Solanum mammosum (Indrayanto et al., 2005); Biotransformasi salicyl alcohol oleh kultur suspensi sel Solanum laciniatum menjadi salicyl alcohol-7-O-β-D-(β- 1,6-D-glucopyranosyl)-glucopyranoside (Syahrani et al., 2000); Biotransformasi mefenamic oleh kultur suspensi sel Solanum mammosum menjadi mefenamic acid-7-O-β-D-glucopyranosyl ester, mefenamic acid-7-O-β-D-(β-1,6-O-D- glucopyranosyl)-glucopyranosyl ester, mefenamic acid-7-O-β-D-(β-1,2-O-D- glucopyranosyl)-glucopyranosyl ester, mefenamic acid-7-O-β-D-(β-1,6-O-D- glucopyranosyl)-2-glucopyranosyl ester, mefenamic acid-7-O-α-D-(β-1,6-O-D- glucopyranosyl)-glucopyranosyl ester (Surodjo et al., 2008). Nipagin merupakan senyawa kimia yang digunakan sebagai pengawet dalam berbagai sediaan farmasi. Senyawa ini bersifat sukar larut dalam air (Depkes RI, 1995). Penelitian mengenai reaksi biotransformasi pada senyawa ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian menggunakan kultur suspensi sel yang salah satunya adalah kultur suspensi Solanum laciniatum Ait. untuk mengetahui dapatkah terjadi reaksi biotransformasi pada senyawa nipagin yang dapat menghasilkan metabolit sekunder dengan sifat lebih larut air sehingga dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaannya sebagai pengawet. 3
1.2. Rumusan Masalah
Apakah kultur suspensi Solanum laciniatum Ait. dapat melakukan biotransformasi terhadap nipagin menghasilkan senyawa baru yang lebih larut air?
1.3. Hipotesis Kultur suspensi Solanum laciniatum Ait. dapat melakukan biotransformasi terhadap nipagin menghasilkan senyawa baru yang lebih larut air.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kultur suspensi sel Solanum laciniatum Ait. mampu melakukan reaksi biotransformasi terhadap senyawa nipagin dan dapat dihasilkan senyawa baru ataupun glikosidanya yang lebih larut air.
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan kultur suspensi sel Solanum laciniatum Ait. dalam melakukan reaksi biotransformasi terhadap nipagin yang sukar larut dalam air (kelarutannya asam benzoat 1 dalam 500 bagian air) menjadi derivatnya, antara lain glikosidanya yang lebih larut dalam air sehingga menjadi pengawet yang lebih efektif dan mudah untuk diformulasikan.