Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KULTUR JARINGAN

“BIOTRANSFORMASI”

OLEH

KELOMPOK II

KELAS A

1. RIMALA SANIPURNAMA KINDKASMAN (O1A17055)


2. ANNISA RAMADHANI MASYHUR (O1A19003)
3. DWI SHINTA MAHARANI (O1A19010)
4. FILDA NUR AZIZAH (O1A19016)
5. NADIYA MUTMAINNAH (O1A19028)
6. NANDA AGUSTIANA IMRAN (O1A19029)
7. NUR HIZRAWATI (O1A19035)
8. RENI ZAHRA DEVIANA SARI (O1A19040)
9. SRI MADANI NEWULASINDO (O1A19048)
10. SRI ALAWIAH (O1A19050)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis


kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucap syukur kepada Allah SWT atas limpahan


nikmat sehat- Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Kultur Jaringan.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima


kasih.

Kendari,18 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................
KATA PENGANTAR...................................................
DAFTAR ISI.................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................
1.1. Latar Belakang.........................................................
1.2. Rumusan Masalah....................................................
1.3. Tujuan .....................................................................
1.4. Manfaat ...................................................................

BAB II PEMBAHSAN..................................................

2.1. Pengertian Biotransformasi......................................

2.2. Potensi Kultur Jaringan sebagai Sumber Bioaktif....

2.3. Sarana Biotransformasi............................................

2.4. Contoh Produksi Metabolit Sekunder Dengan Metode


Biotransformasi.......................................................

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan..............................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kultur adalah budidaya jaringan sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan disebut
sebagai tissue culture. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik
yang digunakan untuk menumbuh kembangkan bagian tanaman,
baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik yang
dilakukan secara in vitro.Teknik kultur jaringan antara lain fusi
protoplas, keragaman somaklonal, seleksi in vitro, serta
transformasi genetik. Langkah langkah yang dilakukan
merupakan awal dari sebuah kultur jaringan yaitu pada proses
menginduksi kalus yang bersifat embrionik. Kultur jaringan
didasarkan pada prinsip totipotensi sel.

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung dalam


tubuh hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai
manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan
sebagai sumber antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan
antikanker.Pada berbagai penelitian tentang senyawa bioaktif
telah dilakukan untuk tujuan kesehatan manusia, mulai dari
dijadikan suplemen sampai obat bagi manusia. Bintang et al.
(2007) menyatakan bahwa senyawa bioaktif ini ada yang dapat
berfungsi sebagai antibakteri, antikanker, antiinflamasi dan
antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda,
memperlambat dan mencegah terjadinya proses oksidasi.
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan
penting untuk mempertahankan mutu produk pangan.

Biotransformasi didefinisikan sebagai reaksi kimia yang


dikatalisir oleh sel-sel, organ atau enzim . Biotran8form~si
merupakan proses di mana gugus fungsional senyawa organik
dapat dimodifikasi secara stero·. dan regioselektif oleh kultur sel,
enzim yang terimmobilisasi atau sel-sel permiabel, menjadi
produk. kimiayang berbeda dan mempunyai sifat·· fisiko-kimia
dan aktivitas biologis yang lebih baik. Biotransformasi dapat
dikembangkan menjadi biokatalis yang bersifat khas, disebut
stereo- dan regiospesiflk dengan kelebihan dapat berlangsung
pada kondisi pH dan temperatur yang non ekstrem.
Biotransformasi merupakan reaksi yang spesiflk untuk
mengkonversi suatu substrat yang kompleks dengan
menggunakan sel-sel tanaman, hewan atau mikroba atau enzim
murni sebagai katalis.

Proses biotransformasi mulai dikembangkan untuk


menghasilkan suatu metabolit baru yang diharapkan memiliki
kemampuan lebih dibandingkan metabolit asalnya. Pada
umumnya metabolit sekunder yang dihasilkan dari suatu tanaman,
selain memiliki efek farmakologi yang baik, juga memiliki
berbagai kelemahan diantaranya dari segi farmasetik yang kurang
baik seperti kestabilan, sifat fisikokimia yang buruk. Terkadang
zat aktif yang di duga memiliki efek terapi yang baik biasanya
juga memiliki efek toksik yang cukup tinggi. Dari alasan-alasan
tersebut maka suatu metabolit sekunder yang telah ada dapat
dimodifikasi menjadi suatu metabolit lain yang diharapkan
memiliki sifat atau keunggulan dibandingkan dengan metabolit
awalnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan biotransformasi?
2. Bagaimana potensi kultur jaringan sebagai sumber bioaktif?
3. Bagaimana sarana biotransformasi?
4. Bagaimana contoh produksi metabolit sekunder dengan
metode biotransformasi?
1.3. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian biotransformasi
2. Mahasiswa dapat mengetahui potensi kultur jaringan sebagai
sumber bioaktif
3. Mahasiswa dapat mengetahui sarana biotransformasi
4. Mahasiswa dapat mengetahui contoh produksi metabolit
sekunder dengan metode biotransformasi
1.4. Manfaaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian biotransformasi
2. Dapat mengetahui potensi kultur jaringan sebagai sumber
bioaktif
3. Dapat mengetahui sarana biotransformasi
4. Dapat mengetahui contoh produksi metabolit sekunder
dengan metode biotransformasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Biotranformasi

Biotransformasi adalah bagian dari bioremediasi. Dimana


biotransformasi merupakan suatu proses yang umumnya
mengubah senyawa asal menjadi senyawa metabolitnya. Di dalam
kasus tertentu metabolit dapat bersifat lebih toksik daripada
senyawa asalnya. Reaksi semacam ini dikenal sebagai
“bioaktivasi” (Frank, 1995). Sebagai contoh metabolit hasil reaksi
sitokrom P-450, yaksi epoksida, senyawa halogen dan nitro
aromatik, serta senyawa alifatik tak jenuh (Mannervik
&Danileson, 1988).

Biotransformasi merupakan penggunaan sistem biologis


untuk menghasilkan perubahan kimia pada suatu
senyawa.Biotransformasi juga dapat didefinisikan sebagai proses
dimana senyawa organik diubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya, dibantu oleh organisme seperti bakteri, jamur, dan
enzim(Mulyani, dkk., 2018).

Meknisme biotransformasi dibagi ke dalam dua jenis


utama yaitu:

a. Reaksi Fase I, melibatkan reaksi oksidasi, reduksi,


dan hidroksilasi

b Reaksi fase II, merupakan produksi suatu senyawa


melalui konjugasi toksikan atau metabolitnya
dengan suatu metabolit endogen (Mannervik &
Danileson, 1988).

2.2. Potensi Kultur Jaringan sebagai Sumber Bioaktif

Tanaman merupakan sumber penemuan produk obat baru yang


luar biasa untuk dikembangkan. Secara konvensional, metabolit
sekunder sebagai bahan bioaktif dapat diperoleh dengan cara
mengekstraksi langsung dari organ tanaman. Namun penggunaan
tanaman dalam produksi senyawa yang diinginkan secara terus-
menerus berpengaruh pada ketersediaan spesies tanaman tersebut.
Selain itu dibutuhkan budidaya tanaman dalam skala besar disamping
proses ekstraksi isolasi dan pemurnian yang memerlukan biaya cukup
besar,pada senyawa-senyawa tertentu yang diperoleh secara sintetis
harganya menjadi mahal karena struktur aktifnya sangat kompleks
karena itu diperlukan dilakukan pengembangan metode alternatif
dalam ekstraksi tanaman untuk produksi senyawa bioaktif(Ningsih
Y.I,2014).

Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia bahan alam yang


mempunyai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Senyawa ini terdapat secara luas di alam dan
tidak terbatas, hingga saat ini penelusuran dan pencarian masih
terus dilakukan. Banyak senyawa bioaktif berhasil diisolasi dari
hewan maupun tumbuhan, berguna sebagai insektisida, peptisida,
antifungi, antibakteri, dan antikanker. Bahkan beberapa
diantaranya telah dijadikan molekul rujukan “lead compound”
dalam industri pada dunia pertanian dan obat-obatan (Rachmaniar,
2003). Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia bahan alam yang
mempunyai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Senyawa ini terdapat secara luas di alam dan
tidak terbatas, hingga saat ini penelusuran dan pencarian masih
terus dilakukan. Banyak senyawa bioaktif berhasil diisolasi dari
hewan maupun tumbuhan, berguna sebagai insektisida, peptisida,
antifungi, antibakteri, dan antikanker. Bahkan beberapa
diantaranya telah dijadikan molekul rujukan “lead compound”
dalam industri pada dunia pertanian dan obat-obatan (Rachmaniar,
2003).

Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang berasal


dari tanaman yang memiliki kemampuan bioaktif dengan struktur
yang beragam (Bourgaud et al. 2001; Saraswati 2012).
Dengan berkembangnya bioteknologi dapat berperan dalam budi
daya tanaman, rekayasa genetik dan skrining mikroba endofit
yang dapat menghasilkan metabolit sekunder dalam rangka
pengem- bangan bahan obat yang berasal dari tanaman obat
Metabolit sekunder biasanya digunakan organisme untuk ber-
interaksi dengan lingkungannya. Metabolit sekunder sebagai
bahan bioaktif dapat diperoleh dengan cara mengeks- traksi
langsung dari organ tanaman (Ningsih 2014).

Dalam rangka mencari produksi senyawa obat yang


diinginkan dari tanaman pendekatan bioteknologi khusus kultur
jaringan tanaman memiliki potensi besar. keuntungan dari metode
ini adalah dapat dilakukan produksi senyawa secara cara alami dan
reliable perkembangan terbaru teknik kultur jaringan tanaman
terbukti dapat meningkatkan produktivitas berkali-kali lipat.
kultur jaringan dalam bahasa Jerman disebut gewebe kultur atau
tissue kultur atau weefsel atau kweek kultur. kultur jaringan
tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian
tanaman baik berupa sel jaringan atau organ pada kondisi aseptik
secara in Vitro. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal yang
sesuai untuk produksi secara komersial berbagai upaya telah
difokuskan pada isolasi aktivitas biosintesis dari sel yang dikultur
yang dilakukan dengan mengoptimalkan  kondisi kultur, pemilihan
strain yang produksinya tinggi penggunaan prekursor feeding,
metode transformasi dan teknik imobilisasi.  Prinsip utama dari
teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman menggunakan
bagian vegetatif pada media buatan yang dilakukan di tempat steril
penggunaan kultur jaringan untuk pembiakan klonal didasarkan
pada asumsi bahwa jaringan secara genetik tetap stabil jika
dipisahkan dari tumbuhan induk dan ditempatkan dalam
kultur(Chattopadhyay, dkk., 2002).

Pada prinsipnya, kultur jaringan meliputi dua kegiatan utama


yaitu mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman dari tanaman
induk menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman
tersebut di dalam media yang kondisinya steril dan mampu
mendorong pertumbuhan bagian tanaman menjadi tanaman yang
sempurna.  Dasar dari metode tersebut adalah teori Schwann dan
Schleiden yang mempunyai konsep total genetik potensial, yaitu
setiap sel mempunyai potensi genetik menggunakan tanaman baru
yang sama seperti induknya atau setiap sel tanaman akan menjadi
tanaman lengkap jika ditumbuhkan pada media yang sesua.
Perbanyakan tanaman melalui metode atau teknik kultur jaringan
dapat menghasilkan tanaman yang serupa dengan induknya atau
tanaman yang mempunyai sifat baru dari tanaman
induknya(Ningsih Y.I, 2014).

Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe kultur yakni,


(Borgaud, dkk., 2011):
1. Kultur biji 
  Merupakan kultur yang bahan tanamannya menggunakan
biji.
2. Kultur organ 
Merupakan budidaya yang bahan tanamannya menggunakan
organ seperti ujung, akar, pucuk aksilar tangkai daun, helai
daun, bunga, buah muda,  buku batang,  akar dan lain-lain.
3. Kultur kalus 
Merupakan kultur yang menggunakan jaringan, biasanya
berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplan nya.
4. Kultur suspensi sel 
Merupakan kultur yang menggunakan media cair dengan
pengocokan yang terus-menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplan
nya. Biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau
jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma 
Eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas
bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. 
Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar
membelah diri dan membentuk dinding selnya
kembali.Kultur protoplas biasanya untuk keperluan
hibridisasi somatik atau fusi sel soma( fusi 2 protoplas baik
intraspesifik maupun interspesifik.).
6. Kultur haploid
Merupakan kultur yang berasal dari tanah bagian
reproduktif tanaman, yaitu kepala sari atau antara tepung
sari atau polen ovulum sehingga dapat dihasilkan tanaman
haploid.

Produksi metabolit sekunder pada tanaman obat melalui


teknik kultur jaringan telah dilakukan, seperti produksi solasodine
yang diisolasi dari kultur kalus Solanum eleagnifolium, alkaloid
cephaelin dan emetine diisolasi dari kultur kalus tanaman
Cephaelis ipecacuanha (Jha et al. 1988). Demikian juga dengan
alkaloid penting lainnya seperti quinoline diisolasi dari kultur
jaringan Cinchona ledgeriana, diosgenin dari kultur jaringan
Dioscorea deltoidea (Ravishankar et al. 1991). Menggunakan
kultur sel (kultur suspensi), memungkinkan memperoleh produk
metabolit sekunder alami secara berkelanjutan (Vinoth &
Ravindhran 2013).

Kultur kalus telah dikembangkan untuk memproduksi beberapa


produk metabolit sekunder penting antara lain vasine yang diisolasi
dari Adhatoda vasica melalui kultur kalus menggunakan media MS
+ 2,2 µM BAP + 10,7 µM NAA dari eksplan petiole dan daun.
Hasil yang diperoleh menunjukkan 90% menghasilkan kalus
pada hari ke-7 dengan konsentrasi metabolit sekunder 3,2%
(Shalaka & Sandhya 2009). Asam rosmarinik merupakan kom-
ponen phenolik aktif salah satu senyawa aktif dari Agastache
rugosa Kuntze berfungsi sebagai antioksidan, anti pembengkakan
dan anti virus. Produksi asam rosmarinik secara in vitro telah ber-
hasil dilakukan menggunakan kultur akar rambut A. rugosa dengan
menginfeksi daun dan batang menggunakan Agrobacterium
rhizogenes R1000, dikulturkan pada media MS cair. Setelah 14 hari
diperoleh asam rosmarinik sebanyak 116 mg/g berat basah (Lee et
al. 2007).

Produksi senyawa obat melalui teknik kultur jaringan tanaman


memiliki berbagai kelebihan diantaranya (Vanisree, dkk., 2004):

a. Pengendalian suplai produk dengan tetap menjaga


ketersediaan tanaman
b. Peningkatan produktivitas dengan penurunan biaya produksi
c. Budidaya dilakukan pada kondisi yang terkendali dan optimal
d. Menggunakan cara analog sebagaimana yang digunakan
pada sistem mikroba
e. Tidak memerlukan herbisida dan dan peptisida berbahaya
f. Sel  yang dikultur berada dalam kondisi bebas mikroba dan
serangga
g. Tidak tergantung pada iklim, tanah dan lokasi geografis
 Strategi peningkatan produksi metabolit sekunder
melalui kultur jaringan
 Dalam dekade terakhir telah dicapai kemajuan dalam
stimulasi pembentukan dan akumulasi  metabolit sekunder
menggunakan kultur jaringan tanaman diantaranya(Rao dan
Ravishankar,2002):

a. Memperoleh cell lines yang efisien untuk pertumbuhan


b. Skrining cell lines yang pertumbuhannya tinggi untuk
menghasilkan metabolit tertentu yaitu mutasi sel dan
perubahan media untuk hasil yang lebih tinggi
c. Imobilisasi sel untuk meningkatkan hasil metabolit
ekstraseluler dan untuk memfasilitasi biotransformasi
d. Penggunaan elisitor  biotik dan abiotik untuk
meningkatkan produktivitas dalam waktu singkat dengan
menstimulasi jalur metabolik
e. Senyawa yang diinginkan pada media kultur untuk
meningkatkan produksi atau menginduksi perubahan
fluks karbon yang mempengaruhi ekspresi Jalur
metabolisme
f. Permeasi metabolit untuk downstream Processing
g. Adbsorpsi metabolit untuk mempartisi produk dari media
h. Scale -up kultur sel pada bioreaktor yang sesuai 

2.3.Sarana Biotranformasi
Biotransformasi dapat dikembangkan menjadi biokatalis yang bersifat
khas, disebut stereo- dan regiospesiflk dengan kelebihan dapat
berlangsung pada kondisi pH dan temperatur yang non ekstrem.
Biotransformasi merupakan reaksi yang spesiflk untuk mengkonversi
suatu substrat yang kompleks dengan menggunakan sarana sebagai
berikut:
1. Sel-sel tanaman
2. Hewan atau mikroba
3. Enzim murni sebagai katalis.
Biotransformasi dengan berbagai kultur sel tanaman telah banyak
dilakukan dengan berbagai senyawa o-rganik sebagai substrat
eksogen. Untuk senyawa yang eksogenus bagi tanaman, profil produk
biotransformasi sangat tergantung pada struktur dan lingkungan
gugus fungsi pada molekul senyawa tersebut. Dalam review artikel
pertama tentang biotransformasi yang dimuat dalam Phytochemistry,
Suga dan Hirata (1990) menggolongkan tipe reaksi, stereospesiflSitas,
enantioselektivitaa dan mekanisme reaksi biotransformasi yang telah
berhasil dilakukan dengan kultur sel tanaman menjadi:
1. Hidroksilasi
2. Oksidasil reduksi antara alkohol dan keton
3. Reduksi ikatan rangkap karbon-karbon
4. Hidrolisis
5. Konjugasi glikosil
Biotransformasi dipilih karena reaksinya bersifat enzimatis
sehingga reaksi biotransformasi selektif dan sangat spesuik dalam
mengubah substrat yang ada. Spesifisitas dan selektivitas ini
disebabkan oleh struktur kiral protein enzim. Apabila ada
beberapa gugus fungsi maka hanya posisi spesifik tertentu yang
dipengaruhi. Reaksi biotransformaai dapat digunakan untuk
menyerang gugus fungsi yang tidak dapat diaktifkan secara
efisien atau memerlukan beberapa tahap antara, sebelum dapat
bereaksi secara kimia (Luckner, 1984)
Keberhasilan biotransformasi dengan kultur sel/jaringan tanaman
secara kualitatifdilihat dari perubahan yang terjadi pada struktur
kimia molekul substrat, selain itu keberhasilan biotransformasi
ditentukan pula secara kuantitatif sebagai laju biotransformasi
(biotransformation rate) (Kreis, et al., 1986; Dombrowski dan
Alfermann, 1989; Kamel, et al., 1992) yaitu besarnya persentasi
substrat yang dikonversi menjadi prod uk oleh sejumlah tertentu
massa sel dalam volume tertentu media per satuan waktu.
Sebagai contoh proses biotransformasi jamur endofit, Pada proses
biotransformasi, jamur endofit berperan sebagai katalis dimana
jamur akan mengeluarkan suatu enzim yang dapat merubah
struktur suatu senyawa kimia. Enzim akan bekerja baik apabila
jamur endofit tersebut mendapatkan nutrisi yang baik pula.
Sehingga pemilihan medium yang cocok sangat mempengaruhi
proses biotransformasi tersebut. Jika medium kaya akan nutrient
dan cocok bagi jamur, maka pertumbuhan jamur pun akan baik
dan dapat berpengaruh terhadap produksi enzim yang
dihasilkannya.
Selain itu penambahan substrat juga mempengaruhi jalanya reaksi
biotransformasi. Contohnya pada biotransformasi kina oleh jamur
Xylaria sp tidak berjalan dan tidak menghasilkan produk
biotransformasi dengan penambahan substrat yang sekaligus
banyak (20 mg). Sebaliknya substrat yang ditambahkan secara
bertahap dari jumlah yang sedikit (2mg) kemudian beberapa hari
kemudian ditambahkan lagi sebanyak 20 mg, memperlihatkan
jalannya reaksi biotransformasi (Shibuya, 2003). Sehingga agar
proses biotransformasi dapat berjalan maka perlu dicari kondisi
yang cocok untuk jamur tersebut, karena pada dasarnya setiap
jamur memiliki karakter yang spesifik dan unik untuk dapat
melakukan reaksi biotransformasi.
2.5. . Contoh Produksi Metabolit Sekunder Dengan Metode
Biotransformasi Menggunakan Mikroorganisme

Mikroorganisme dapat bertindak sebagai katalis kiral yang sangat


spesifik terhadap posisi dan stereospesifik. Proses biotransformasi
oleh mikroorganisme lebih spesifik dari bahan kimia murni dan
mampu menambah, menghilangkan, atau modifikasi gugus fungsi
pada bagian spesifik pada suatu molekul komplek. Reaksi yang dapat
di katalisasi diantaranya dehidrogenasi, oksidasi, hidrooksilasi,
dehidrasi dan kondensasi, dekarboksilasi, aminasi, deaminasi dan
isomerisasi. Proses biotransformasi oleh mikroorganisme dapat
dioperasikan pada suhu dan tekanan yang rendah tanpa membutuhkan
katalis logam berbahaya. Proses ini melibatkan produksi senyawa
yang bernilai tinggi seperti steroid dan antibiotik(Nurhadianty.
V,2018).

 Biotranformasi metilen biru oleh


jamur pelapuk putih(Phlebia
lindtneri)

Jamur pelapuk putih merupakan elemen penting dalam


ekosistem hutan, berperan penting dalam sirkulasi karbon. Jamur
pelapuk putih merupakan kelompok basidiomycetes yang paling
efektif mendegradasi lignin dari kayu (Perez, J M, Rubia, &
Martinez, 2002). Referensi lain menyatakan bahwa jamur ini
paling efektif dalam perlakuan pendahuluan secara biologis pada
bahan-bahan lignoselulosa (Sun & Cheng, 2002). Jamur ini
memproduksi serangkaian enzim yang terlibat langsung dalam
perombakan lignin, sehingga sangat membantu proses
delignifikasi pada biomassa lignoselulosa.

Phlebia lindtneri merupakan spesies jamur yang tergolong dalam


white rot fungi / jamur pelapuk putih. Jamur ini merupakan
organisme saprofit yang biasanya ditemukan di kayu keras dan
sebagian besar ditemukan di pepohonan mengakibatkan pelapukan
pada kayu dengan meninggalkan residu putih. Secara umum jamur ini
memiliki spora berwarna putih. Telah banyak penelitian yang
melaporkan bahwa jamur P. lindtneri memiliki kemampuan dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon aromatik termodifikasi dengan
kemampuan pemecahan cincin aromatik melalui reaksi
hidroksilasi(Mori dan Kondo 2002; Kamei dkk.,2005; Xiao dkk.,
2010).

Metilen Biru (MB) merupakan pewarna dengan rumus molekul


(C16H18ClN3, 3H2O) dan memiliki nama kimia [3,7-bis
(dimetilamino)-phenazathionium chloride tetramethylthionine
chloride]. Berdasarkan strukturnya MB merupakan pewarna thiazine
kationik yang merupakan senyawa heterosiklik aromatik dimana
struktur MB digambarkan pada Gambar 2.3 (Miclescu dkk., 2010).

MB memiliki warna biru gelap dalam keadaan teroksidasi dan


tidak berwarna dalam bentuk reduksinya (leuco MB). MB dan
leukometilen biru keduanya ada dalam larutan dan menjadi pasangan
reaksi reduksi oksidasi reversibel atau pasangan pemberi dan
penerima elektron (Chatwal & Gurdeep, 2009). MB pertama kali
disintesis oleh Caro pada tahun 1876. Caro mensintesis MB dalam
skala industri dengan cara mengoksidasi
dimethylparaphenylenediamin dalam hidrogen tersulfurasi (Nietzki,
1888). Secara fisik MB memiliki warna biru gelap- hijau dalam
keadaan teroksidasi dan tidak berwarna dalam keadaan tereduksi.
MB meliliki berat molekul 319 g/mol dan titik leleh pada 180°C.
MB larut dalam air dengan kelarutan sebesar 35,5 g/l
(Miclesu,2010).

 Proses dan Hasil Biotransformasi Metilen Biru oleh P.


lindtneri pada Media Cair

Dalam penelitian ini, treatmen jamur dilakukan


padamedia cair Potato Dextrose Broth (PDB) yang bertujuan untuk
mengetahui kemampuan jamur P. lindtneri dalam mentransformasi
MB secara kuantitatif. Penggunaan media cair dipilih menggunakan
PDB dikarenakan PDB merupakan media yang paling cocok
untuk perkembangbiakan jamur apabila dibandingkan dengan
media low nitrogen (LN) dan high nitrogen(HN) (Purnomo dkk.,
2008).

Jamur P. lindtneri hasil regenerasi yang telah dihomogenasi


dengan blender diinokulasikan sebanyak 1 mL ke dalam erlenmeyer
yang berisi 20 mL Potato Dextrose Broth (PDB). Selanjutnya, kultur
jamur P. lindtneri di pre-inkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C
selama 7 hari. Pre-inkubasi ini dilakukan dengan tujuan agar jamur
beradaptasi terlebih dahulu pada media PDB sehingga jamur siap saat
digunakan untuk mendegradasi MB. Setelah di pre-inkubasi selama 7
hari kultur cair jamur P. lindtneri tersebut ditambahkan dengan 1 mL
larutan MB 1000 mg/L sehingga konsentrasi akhir yang
didapatkan dalam larutan kultur cair adalah sebesar 100 mg/L dan
selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada temperatur 30°C selama
28 hari. Kemampuan P. lindtneri dalam mendegradasi
(biotransformasi) MB diamati pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.

Pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 setelah penambahan MB


dilakukan analisis dengan instrumen UV-Vis untuk mengetahui
kemampuan dari P. lindtneri dalam mendegradasi MB, khususnya
untuk mengetahui adanya penghilangan warna (decolorization)
dari MB. Analisis dilakukan dengan memisahkan biomassa jamur
dari larutan media kulturnya yang mengandung MB dengan
menggunakan alat sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10
menit. Filtrat yang diperoleh kemudian didekantasi untuk selanjutnya
dianalisa menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Analisa UV-Vis
dilakukan dengan metoda scanning pada panjang gelombang 400-
800 nm. Panjang gelombang tersebut merupakan daerah panjang
gelombang sinar tampak dimana MB akan menyerap gelombang
pada daerah sinar tampak tersebut (Rahman,2012).

Jamur pelapuk putih Phlebia lindtneri mampu mentransformasi


metilen biru (MB) selama 28 hari inkubasi pada media PDB.
Kemampuan decolorization sebesar ± 99% dan metabolit produk
yang dihasilkan adalah C16H21N3SO; C16H20N3S dan
C22H31N3SO5.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Biotransformasi adalah bagian dari bioremediasi.Biotransformasi
merupakan penggunaan sistem biologis untuk menghasilkan
perubahan kimia pada suatu senyawa.Biotransformasi juga dapat
didefinisikan sebagai proses dimana senyawa organik diubah dari satu
bentuk ke bentuk lainnya, dibantu oleh organisme seperti bakteri,
jamur, dan enzim. Pada prinsipnya, kultur jaringan meliputi dua
kegiatan utama yaitu mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman
dari tanaman induk menumbuhkan dan mengembangkan bagian
tanaman tersebut di dalam media yang kondisinya steril dan mampu
mendorong pertumbuhan bagian tanaman menjadi tanaman yang
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Bourgaud F, Gravot A, Milesi S, Gonteir E. (2001). Production of


plant secondary metabolites: A historical perspective. Plant
Sci. 161:839-851.

Frank, C. L. (1995). Toksikologi Dasar Asas, Organ sasaran, dan


Penilaian Resiko. Jakarta: UI-Press.

Kamei, I., & Kondo, R. (2005). Biotransformation of dichloro-,


trichloro-, and tetrachloro-dibenzo-p-dioxin by white-rot
fungus Phlebia lindtneri. Applied Microbiology and
Biotechnology, 68:560-366.

Lee SY, Kim YK, Park SU. 2008. Rosmarinic acid production in
hairy root cultures of Agastache rugosa .Kuntze. 24:969-972.

Mannervik, B., &Danileson, V. H. (1988). GlutathioneTransferase-


StructureandCatalyticActivity. AnnualReviewofBiochemistry,
23, 283-337.
Miclescu, Adriana, & Wiklund, L. (2010). Methylene Blue, an Old
Drug with New Indications. Jurnalul Român de Anestezie
Terapie intensivã, 1:35-41.

Mori, T., & Kondo, R. (2002a). Degradation of 2,7- dichlorodibenzo-


pdioxin by wood-rotting fungi, screened by dioxin degrading
ability. FEMS Microbiology Letters,213:127-132.

Mulyani. D., Elvina. D. I., dan Arie. S., 2018, Pengaruh Waktu
Inkubasi terhadap Biotransformasi Minyak Jarak
(Ricinuscommunis L.) oleh Aspergillusoryzae, Indonesian
JournalOfEssential Oil, Vol. 3 (2).

Nietzki, R. (1888). Chemistry of The Organic Dyestuff. California:


Gurney & Jackson Publishing.

Ningsih IY. (2014). Pengaruh elisitor biotik dan abiotik pada


produksi flavonoid melalui kultur jaringan tanaman.
Pharmacy.11:117-132.

Nurhadianty. V., Chandrawati. C., Wa Ode. C. N., dan Lutfhi. K. D.,


2018, Pengantar Teknologi Fermentasi Skala Industri, Malang:
UB Press.

Perez, J., J M, D., Rubia, T., & Martinez, J. (2002). Biodegradation


and biological treatments of cellulose, hemicellulose and
lignin : an overview Int. Microbiology, 5:53-63.

Rahman, M. A., Amin, S. M., Ruhul, Alam, & Shafiqul, A. M.


(2012). Removal of Methylene Blue from Waste Water Using
Activated Carbon Prepared from Rice Husk. Dhaka University
Journal of Science, 60(2):185-189.

Ravishankar GA, Grewal S. (1991). Development of media for


growth of Dioscorea deltoidea cells and in vitro diosgenin
production: Influence of media constituents and nutrient
stress. Biotechnol Lett. 13:125-130.
Saraswati RD. (2012). Kajian potensi penggunaan bioreaktor
senyawa ajmalisin suatu contoh produksi metabolit sekunder
tanaman obat. J Kefarm Indones. 2:28-34.

Shalaka DK, Sandhya P. (2009). Micropropagation and


organogenesis in Adhatoda vasica for the estimation of vasine.
Pharmacogn Mag. 5:539-363.

Sun, Y., & Cheng, J. (2002). Hidrolysis of Lignocellulose Material


for Ethanol Production : a reviews. Bioresource Technology,
83:1-11.

Vinoth A, Ravindhran R. (2013). In vitro propagation-a potential


method for plant conservation. Int J Comput Algorithm.
2:268-272.

Xiao, P., Mori, T., Kamei, I., & Kondo, R. (2011). Metabolism of
organochlorine pesticide heptachlor and its metabolite
heptachlor epoxide by white rot fungi, belonging to genus
Phlebia. FEMS Microbiology Letters, 314:140-146.

Anda mungkin juga menyukai