Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BIOKIMIA

‘METABOLISME KARBOHIDRAT, PENGENDALIAN PENYAKIT


AKIBAT GANGGUAN METABOLISME KARBOHIDRAT, SERTA
ANALISIS KLINIKNYA’
Prof. Dr. Ida Duma Riris, M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Debi M N Telaumbanua (4203131004)
2. Juan Andreas Gultom (4203131005)
3. Rezky Maharani Panjaitan (4201131016)
4. Soffiyah Azni (4203131052)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat – Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Salah satu tujuan dari penulisan makalah yang berjudul
‘METABOLISME KARBOHIDRAT, PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT
GANGGUAN METABOLISME KARBOHIDRAT, SERTA ANALISIS KLINIKNYA’
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah biokimia. Tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaiakan tugas
makalah ini khususnya kepada ibu Prof. Dr. Ida Duma Riris, M.Si selaku dosen pengampu
mata kuliah Biokimia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan khususnya pada mata kuliah ini.
Penulis mohon maaf bila tugas makalah ini terdapat banyak kekurangan kesalahan, baik
dari segi penulisan maupun pembahasannya. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan tugas makalah ini kedepannya. Penulis berharap
dengan selesainya tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Akhir
kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, September 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................................
1.4 Manfaat................................................................................................................
Bab II Pembahasan
2.1 Sistem Pencernaan...............................................................................................
2.2 Metabolisme Intermedier.....................................................................................
2.3 Enzim dan Hormon..............................................................................................
2.4 Penyakit Terkait dan Analisis Klinik...................................................................
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................
3.2 Saran ...................................................................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metabolisme sel yang mencakup karbohidrat sebagai “tongkat kehidupan” bagi kebanyakan
organisme. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati dilambangkan bagian utama kalori total yang
dikonsumsi (diit) manusia dan bagi kebanyakan kehidupan hewan, seperti berbagai
mikroorganisme. Karbohidrat juga merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme
fotosintesis lainnya yang menggunakan energi matahari untuk melakukan sintesis karbohidrat
dan CO2 dan H2O. Sejumlah besar pati dan karbohidrat lainnya yang dibuat dalam fotosintesis
menjadi energi pokok dan sumber karbon bagi sel nonfotosmtetis pada hewan, tanaman dan
dunia mikrobial (Albert L.Lehninger, 2000). Karbohidrat mempunyai fungsi biologi penting
lainnya, Pati dan glikogen berperan sebagai penyedia sementara glukosa. Polimer karbohidrat
yang tidak larut berperan sebagai unsur struktural dan penyangga di dalam dinding sel bakteri
dan ta naman dan pada jaringan pengikat dan dinding sel organisme Karbohidrat lain berfungsi
sebagai pelumas sendi kerangka, sebagai perekat di antara sel, dan senyawa pemberi spesifi sitas
biologi pada permukaan sel hewan (Murray,K.,2002). Metabolisme merupakan reaksi dalam sel
yang dikatalisis oleh enzim-enzim. Lebih jauh, metabolisme bukanlah suatu proses acak
malainkan sangat terintegrasi dan terkoordinasi. Mempunyai tujuan dan mencakup berbagai
kerjasama banyak sistem multi enzim.
Walaupun melibatkan ratusan reaksi enzimatik yang berbeda, lintas metabolisme yang utama
yang menjadi perhatian kita, hanya sedikit, lintas-lintas ini sama pada hampir semua bentuk
kehidupan. Lintas metabolik dijalankan oleh sistem enzim yang bertahap (ingat kuliah enzim
pada Biokimia) (AlbertL. Lehninger, 2000). Ada lintas katabolik (penguraian) dan lintasan
anabolik (pembentukkan)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses metabolisme karbohidrat?
2. Bagaimana pengendalian penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat?
3. Bagaimana analisis klinik penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat?
1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Metabolisme
Metabolisme merupakan reaksi dalam sel yang dikatalisis oleh enzim-enzim. Lebih jauh,
metabolisme bukanlah suatu proses acak malainkan sangat terintegrasi dan terkoordinasi.
Mempunyai tujuan dan mencakup berbagai kerjasama banyak sistem multi enzim. Apa saja yang
mengkoordinasi dan mengintergrasi proses tersebut? Faktor ini dapat dilihat dari visi makro dan
mikroekologi di mana reaksi tersebut berlangsung (Albert, Lehninger, 2000).
Pada faktor makroekologi, komponen yang terlihat ialah:
1. Kebutuhan energi makhluk hidup yang memberikan respon terhadap internal tubuh
seperti kebutuhan glukosa darah untuk siap dipecah menjadi energi.
2. Rasa lapar yang umum muncul pada makhluk hidup, ini berkaitan dengan rangsangan
sekresi HC1 dan enzim pencernaan di lambung untuk segera diisi kembali oleh makanan.
Faktor mikroekologi yang berpengaruh terhadap laju reaksi kimia dalam makhluk hidup ialah :
1. Peran metabolit hasil reaksi kimia, di mana metabolit ini dapat berperan sebagai faktor
penghambat aktivitas enzim yang mengkatalisis reaksi tersebut.
2. Keberadaan hormon yang sering menjadi pemicu/ penghambat suatu reaksi.
Metabolisme memiliki empat fungsi spesifik, yaitu:
1. Untuk memperoleh energi kimia dari degradasi sari makanan yang kaya energi dari
lingkungan atau dari energi solar.
2. Untuk mengubah molekul nutrien menjadi prekusor unit pembangun bagi makro
molekul nutrien menjadi prekusor unit pembangun makro molekul sel.
3. Untuk menggabungkan unit-unit pembangun ini menjadi protein, asam nukleat, lipid,
polisakarida, dan komponen sel lainnya.
4. Untuk membentuk dan mendegradasi biomolekul yang diperlukan di dalam fungsi khusus
sel.
Walaupun melibatkan ratusan reaksi enzimatik yang berbeda, lintas metabolisme yang utama
yang menjadi perhatian kita, hanya sedikit, lintas-lintas ini sama pada hampir semua bentuk
kehidupan. Lintas metabolik dijalankan oleh sistem enzim yang bertahap (ingat kuliah enzim
pada Biokimia) (AlbertL. Lehninger, 2000). Ada lintas katabolik (penguraian) dan lintasan
anabolik (pembentukkan)

v
2.2 Katabolisme
Katabolisme merupakan reaksi penguraian atau pemecahan senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana untuk menghasilkan energi. Proses katabolisme yang terjadi pada
makhluk hidup dibedakan menjadi respirasi aerob dan respirasi anaerob. Apakah yang
membedakan respirasi aerob dengan respirasi anaerob?
Berdasarkan perubahan energinya, reaksi kimia dapat dibedakan menjadi reaksi eksergonik
dan reaksi endergonik. Pada reaksi eksergonik, terjadi pelepasan energi. Katabolisme merupakan
reaksi eksergonik. Jika energi yang dilepaskan berupa panas, disebut reaksi eksoterm. Adapun
pada reaksi endergonik, terjadi penyerapan energi dari lingkungan. Anabolisme termasuk reaksi
endergonik karena memerlukan energi. Jika energi yang digunakan dalam bentuk panas, disebut
reaksi endoterm.
2.2.1 Respirasi Aerob
Respirasi bertujuan menghasilkan energi dari sumber nutrisi yang dimiliki. Semua
makhluk hidup melakukan respirasi dan tidak hanya berupa pengambilan udara secara
langsung. Respirasi dalam kaitannya dengan pembentukan energi dilakukan di dalam
sel. Oleh karena itu, prosesnya dinamakan respirasi sel. Organel sel yang berfungsi
dalam menjalankan tugas pembentukan energi ini adalah mitokondria.
Respirasi termasuk ke dalam kelompok katabolisme karena di dalamnya terjadi
penguraian senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, diikuti dengan
pelepasan energi. Energi yang kita gunakan dapat berasal dari hasil metabolisme
tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan merupakan organisme autotrof, yang berarti
dapat memproduksi makanan sendiri. Adapun konsumen, seperti hewan dan manusia,
yang tidak dapat menyediakan makanan sendiri disebut organisme heterotrof.

vi
Proses respirasi erat kaitannya dengan pembakaran bahan bakar berupa makanan
menjadi energi. Kondisi optimal akan tercapai dalam kondisi aerob (ada oksigen).
Pembentukan energi siap pakai akan melalui beberapa tahap reaksi dalam sistem
respirasi sel pada mitokondria. Menurut Campbell, reaksi-reaksi tersebut, yaitu
- glikolisis, yakni proses pemecahan glukosa menjadi asam piruvat;
- dekarboksilasi oksidatif asam piruvat, yakni perombakan asam piruvat menjadi
asetil Co-A
- daur asam sitrat, yakni siklus perombakan asetil Ko-A menjadi akseptor elektron
dan terjadi pelepasan sumber energi;
- transfer elektron, yakni mekanisme pembentukan energi terbesar dalam proses
respirasi sel yang menghasilkan produk sampingan berupa air.

2.2.2 Respirasi Anaerob


Setelah berolahraga atau mengerjakan suatu pekerjaan berat, napas Anda menjadi
terengah-engah karena suplai oksigen yang masuk tubuh menjadi berkurang. Tubuh
mengatasi keadaan ini dengan memperpendek jalur pembentukan energi melalui
proses respirasi anaerob. Cara ini ditempuh agar tubuh tidak kekurangan pasokan
energi ketika melakukan suatu aktivitas berat.
Respirasi anaerob dikenal juga dengan istilah fermentasi. Fermentasi adalah
perubahan glukosa secara anaerob yang meliputi glikolisis dan pembentukan NAD.
Fermentasi menghasilkan energi yang relatif kecil dari glukosa. Glikolisis
berlangsung dengan baik pada kondisi tanpa oksigen. Fermentasi dibedakan menjadi
dua tipe reaksi, yakni fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
Fermentasi alkohol maupun fermentasi asam laktat diawali dengan proses
glikolisis. Pada glikolisis, diperoleh 2 NADH + H+ + 2 ATP + asam piruvat. Pada
reaksi aerob, hidrogen dari NADH akan bereaksi dengan O2 pada transfer elektron.
Pada reaksi anaerob, ada akseptor hidrogen permanen berupa asetildehida atau asam
piruvat.
- Fermentasi Alkohol
Pada fermentasi alkohol, asam piruvat diubah menjadi etanol atau etil
alkohol melalui dua langkah reaksi. Langkah pertama adalah pembebasan
CO2 dari asam piruvat yang kemudian diubah menjadi asetaldehida.
Langkah kedua adalah reaksi reduksi asetaldehida oleh NADH menjadi
etanol. NAD yang terbentuk akan digunakan untuk glikolisis.
Sel ragi dan bakteri melakukan respirasi secara anaerob. Hasil fermentasi
berupa CO2 dalam industri roti dimanfaatkan untuk mengembangkan
adonan roti sehingga pada roti terdapat pori-pori.
- Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat adalah fermentasi glukosa yang menghasilkan
asam laktat. Fermentasi asam laktat dimulai dengan glikolisis yang
menghasilkan asam piruvat, kemudian berlanjut dengan perubahan asam
piruvat menjadi asam laktat (Gambar 2.15). Pada fermentasi asam laktat,
asam piruvat bereaksi secara langsung dengan NADH membentuk asam

vii
laktat. Fermentasi asam laktat dapat berlangsung ketika pembentukan keju
dan yoghurt.
Pada sel otot manusia yang bersifat fakultatif anaerob, terbentuk ATP dari
fermentasi asam laktat jika kondisi kandungan oksigen sangat sedikit.
Pada pembentukan ATP yang berlangsung secara aerob, oksigennya
berasal dari darah. Sel mengadakan perubahan dari respirasi aerob menjadi
fermentasi. Hasil fermentasi berupa asam laktat akan terakumulasi dalam
otot sehingga otot menjadi kejang. Asam laktat dari darah akan diangkut
ke dalam hati yang kemudian diubah kembali menjadi asam piruvat secara
aerob. Fermentasi pada sel otot terjadi jika kandungan O2 rendah dan
kondisi dapat pulih kembali setelah berhenti melakukan olahraga.

2.3 Anabolisme Karbohidrat


Anabolisme merupakan proses penyusunan zat dari senyawa sederhana menjadi senyawa yang
kompleks. Proses tersebut berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Anabolisme merupakan
kebalikan dari katabolisme. Proses anabolisme memerlukan energi, baik energi panas, cahaya,
atau energi kimia. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya disebut fotosintesis, sedangkan
anabolisme yang menggunakan energi kimia disebut kemosintesis. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai fotosintesis.
1. Fotosintesis
Jika Kita pernah memasuki suatu daerah hutan atau jalanan yang memiliki pepohonan
rindang, tentu kita akan merasa segar pada siang hari yang panas. Akan tetapi, jika
kita melewati bagian yang telah gundul atau tidak terdapat pepohonan, kita akan lebih
mudah merasa gerah. Semua itu mungkin terjadi begitu saja tanpa kita sadari.
Proses apakah yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa hal tersebut dapat tejadi?
Tumbuhan di sekitar kita mungkin hanyalah suatu makhluk tanpa daya bagi sebagian
orang. Akan tetapi, jika kita telah mengetahui peristiwa menakjubkan di dalamnya,
kita mungkin akan berubah pikiran mengenai betapa pentingnya pepohonan dan hutan
bagi kehidupan manusia di bumi.
Dari cahaya matahari yang menyinari bumi, dimulailah suatu proses transfer
energi di alam. Melalui daun-daunnya, tumbuhan hijau menangkap cahaya tersebut
sebagai bahan bakar pembuatan makanan. Air dan gas CO2 yang ditangkap, diolah
menjadi sumber energi bagi kita dan konsumen lainnya di planet bumi ini. Produk itu
dapat berupa buah yang kita makan, daun-daunan, ataupun bagian lain dari tumbuhan,
seperti umbi dan bunga. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah tumbuhan
menghasilkan oksigen dalam proses fotosintesis.
2. Perangkat Fotosintesis
Perangkat fotosintesis terdiri atas kloroplas, cahaya matahari dan klorofil.
a) Kloroplas
Seluruh bagian dari tumbuhan, termasuk batang dan buah, memiliki kloroplas.
Akan tetapi, daun merupakan tempat utama berlangsungnya fotosintesis pada
tumbuhan. Warna pada daun disebabkan adanya klorofil, pigmen berwarna hijau

viii
yang terletak di dalam kloroplas. Klorofil dapat menyerap energi cahaya yang
berguna dalam sintesis molekul makanan pada tumbuhan. Kloroplas banyak
ditemukan pada mesofil. Setiap sel mesofil dapat mengandung 10 hingga 100
butir kloroplas.
Kloroplas sebagai tempat klorofil berada, merupakan organel utama dalam proses
fotosintesis. Jika dilihat menggunakan mikroskop SEM (Scanning Electrone
Microscope), dapat diketahui bentuk kloroplas yang berlembar-lembar dan
dibungkus oleh membran. Bagian di sebelah dalam membran dinamakan stroma,
yang berisi enzim-enzim yang diperlukan untuk proses fotosintesis.
Di bagian ini, terdapat lembaran-lembaran datar yang saling berhubungan, disebut
tilakoid. Beberapa tilakoid bergabung membentuk suatu tumpukan yang disebut
grana.
Seperti halnya respirasi sel, reaksi dari fotosintesis ini merupakan reaksi reduksi
dan oksidasi. Reaksi umum yang terjadi pada proses fotosintesis sebagai berikut.

b) Cahaya matahari
Sumber energi alami yang digunakan pada fotosintesis adalah cahaya matahari.
Cahaya matahari memiliki berbagai spektrum warna. Setiap spektrum warna
memiliki panjang gelombang tertentu. Setiap spektrum warna memiliki pengaruh
yang berbeda terhadap proses fotosintesis. Sinar yang efektif dalam proses
fotosintesis adalah merah, ungu, biru, dan oranye. Sinar hijau tidak efektif dalam
fotosintesis. Daun yang terlihat hijau oleh mata karena spektrum warna tersebut
dipantulkan oleh pigmen fotosintesis. Sinar infra merah berperan dalam
fotosintesis dan berfungsi juga meningkatkan suhu lingkungan.
c) Klorofil
Proses fotosintesis terjadi pada pigmen fotosintesis. Tanpa pigmen tersebut,
tumbuhan tidak mampu melakukan fotosintesis. Secara keseluruhan, fotosintesis
terjadi pada kloroplas yang mengandung pigmen klorofil. Pada tubuh tumbuhan,
fotosintesis dapat terjadi pada batang, ranting, dan daun yang mengandung
kloroplas.
Klorofil merupakan pigmen fotosintesis yang paling utama. Klorofil dapat
menyerap cahaya merah, oranye, biru, dan ungu dalam jumlah banyak. Adapun
cahaya kuning dan hijau diserap dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, cahaya
kuning dan hijau dipantulkan sehingga klorofil tampak berwarna hijau. Terdapat
beberapa jenis klorofil, yakni klorofil a, b, c, dan d. Dari semua jenis klorofil
tersebut, klorofil a merupakan pigmen yang paling utama dan hampir terdapat
disemua tumbuhan yang melakukan fotosintesis.

ix
Pada tumbuhan, terdapat dua pusat reaksi fotosintesis yang berbeda, yakni
fotosistem I dan fotosistem II. Keduanya dibedakan berdasarkan kemampuannya
dalam menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Perbedaan
kemampuan tersebut disebabkan oleh perbedaan kombinasi antara klorofil a dan
klorofil b. Perbedaan kombinasi antara klorofil a dan klorofil b berpengaruh
terhadap panjang gelombang yang diterima oleh klorofil. Fotosistem I dapat
menerima cahaya dengan panjang gelombang antara 680–700 nm, sedangkan
fotosistem II dapat menerima cahaya dengan panjang gelombang antara 340–680
nm.
3. Mekanisme Fotosintesis
Fotosintesis meliputi dua tahap reaksi, yakni tahap reaksi terang yang diikuti dengan
tahap reaksi gelap. Reaksi terang membutuhkan cahaya matahari, sedangkan reaksi
gelap tidak membutuhkan cahaya. Secara keseluruhan, fotosintesis berlangsung
dalam kloroplas.
a) Reaksi Terang
Reaksi terang merupakan salah satu langkah dalam fotosintesis untuk mengubah
energi matahari menjadi energi kimia. Reaksi terang ini berlangsung di dalam
grana. Perlu diingat bahwa cahaya juga memiliki energi yang disebut foton. Jenis
pigmen klorofil berbeda-beda karena pigmen tersebut hanya dapat menyerap
panjang gelombang dengan besar energi foton yang berbeda.
Klorofil berfungsi menangkap foton dari cahaya matahari dan mengubahnya
menjadi energi penggerak elektron. Pada proses ini, terjadi pemecahan molekul
air oleh cahaya sehingga dilepaskan elektron, hidrogen dan oksigen. Proses ini
dinamakan fotolisis.
b) Reaksi Siklik
Pada fotosistem I (P700), terjadi perputaran elektron yang dihasilkan dan
ditangkap oleh akseptor sebagai hasil dari reaksi reduksi dan oksidasi. Elektron
yang dieksitasikan oleh P700 akan dipindahkan ke setiap akseptor hingga
akhirnya kembali ke sistem P700. Beberapa akseptor elektron yang terlibat dalam
fotosistem adalah feredoksin (fd), plastoquinon (pq), sitokrom (cyt), dan
plastosianin (pc). Proses ini menghasilkan ATP sebagai hasil penambahan
elektron pada ADP atau dikenal dengan nama fotofosforilasi. Perputaran elektron
pada fotosistem I ini disebut sebagai fotofosforilasi siklik. Fotosistem I ini
umumnya ditemukan pada bakteri dan mikroorganisme autotrof lainnya. Sistem
fotosintesis dengan menggunakan fotofosforilasi siklik diduga sebagai awal
berkembangnya proses fotosintesis yang lebih kompleks.
c) Reaksi Nonsiklik
Reaksi nonsiklik ini memerlukan tambahan berupa fotosistem II (P680). Sumber
elektron utama diperoleh dari fotolisis air yang akan digunakan oleh klorofil pada
fotosistem II (P680). Reaksi ini menghasilkan dua elektron dari hasil fotolisis air.
Elektron ini akan diterima oleh beberapa akseptor elektron, yakni plastoquinon
(pq), sitokrom (cyt), dan plastosianin (pc). Akhirnya, pompa elektron
menggerakan satu elektron H+ yang akan digunakan pada pembentukan ATP dari

x
ADP atau fotofosforilasi. Pembentukan ATP ini dibantu dengan adanya
perbedaan elektron pada membran tilakoid. Beberapa akseptor elektron juga
terlibat dalam fotosistem II, seperti ferodoksin (fd) untuk menghasilkan NADPH
dari NADP. Dengan demikian, pada proses ini akan dihasilkan energi berupa satu
ATP dan satu NADPH.
d) Reaksi Gelap (Fiksasi CO2)
Reaksi gelap merupakan tahap sebenarnya dalam pembuatan bahan makanan pada
fotosintesis. Energi yang telah dihasilkan selama reaksi terang akan digunakan
sebagai bahan baku utama pembentukan karbohidrat proses fiksasi CO2 di
stroma. Tumbuhan mengambil karbon dioksida melalui stomata. Anda tentu
masih ingat fungsi utama stomata dalam pertukaran gas pada tumbuhan. Karbon
dioksida diikat oleh suatu molekul kimia di dalam stroma yang bernama ribulosa
bifosfat (RuBP). Karbon dioksida akan berikatan dengan RuBP yang mengandung
6 gugus karbon dan menjadi bahan utama dalam pembentukan glukosa yang
dibantu oleh enzim rubisko. Reaksi ini pertama kali diamati oleh Melvin Calvin
dan Andrew Benson sehingga reaksi ini disebut juga dengan siklus Calvin-
Benson.

2.4 Glikolisis
Kebutuhan akan glukosa di dalam semua jaringan tubuh adalah minimal, dan sebagian (misal
otak serta eritrosit) memang memerlukan glukosa dalam jumlah besar. Glikolisis mcrupakan
pemecahan glukosa. Pada periode awal, dalam proses penyelidikan terhadap glikolisis disadari
bahwa peristiwa fermentasi di dalam ragi adalah serupa dengan peristivva pemecahan glukogen
di dalam otot. Kalau suatu otot mengadakan kontraksi dalam media anaerob, yaitu media yang
kandungan oksigennya di kosongkan, maka glikogen akan menghilang dan muncul laktat sebagai
produk akhir yang utama (Albert L.Lehninger., 2000). Kalau oksigen diambil, maka proses aerob
terjadi kembali, dan glikogen kembali muncul, sedangkan laktat menghilang. Namun, jika
kontraksi otot tersebut berlangsung dalam keadaan aerob, laktat tidak akan menumpuk dan
piruvat menjadi produk glikolisis (Gb.1.4 ). Sebagai hasil pengamatan metabolisme karhohidrat
lazim dipisahkan monjadi fase anerob dan aerob.(Murray,K., 2000). Walaupun begitu,
pembedaan ini hanya berupa kesepakatan saja, karena reaksi yang terjadi dalam glikolisis, dalam
keadaan dengan atau tanpa oksigen tetap sama, yang berbeda hanya taraf reaksi dan produk
akhirnya. Kalau pasokan oksigen kurang maka oksidasi kembali NADH yang terbentuk dari
NAD saat glikolisis terganggu. Dalam keadaan ini, NADH akan dioksidasi kembali melalui
perangkaian dengan proses reduksi piruvat menjadi laktat, dan NAD yang terbentuk secara
demikian memungkinkan berlangsungnya glikolisis (Murray,K.,2002).

a.) Proses Glikolisis Aerob.

xi
a.) Proses Glikolisis Aerob

b. Proses Glikolisis Anaerob

xii
2.5 Glikogenesis
Glikogen merupakan penimbunan glukosa sebagai cadangan energi bila dibutuhkan oleh
tubuh, jumlah glikogen berbeda dalam berbagai jaringan dan bahkan dalam satu jaringan pun
jumlahnya dapat berbeda, tergantung pada penyediaan glukosa dan kebutuhan energinya.
Sebagian besar glikogen terdapat di hati dan otot (Murray,K., 2002). Kelebihan kadar glukosa di
dalam darah akan memicu disekresikannya hormon insulin untuk memicu terjadinya
glikogenesis. Glikogen ini dapat dipecah lagi menjadi glukosa saat kadar glukosa darah menurun
seperti dalam keadaan lapar atau puasa.
Glikogenesis terjadi dengan cara penambahan molekul glukosa pada rantai glikogen yang
telah ada (disebut sebagai glikogen primer). Penambahan glukosa akan terjadi secara bertahap,
satu demi satu molekul glukosa akan memperpanjang glikogen yang telah ada.

Proses glikogenesis di dalam tubuh adalah sebagai berikut.

xiii
 Fosforilasi glukosa oleh ATP menjadi glukosa 6-fosfat, dikatalisis oleh enzim
glukokinase/hexokinase.
 Berikutnya glukosa 6-fosfat mengalami reaksi isomerasi menjadi glukosa 1-fosfat,
dikatalisis oleh enzim fosfoglukomutase.
 Glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin tri phosphate (UDP) menjadi uridil di phosphate
glukosa (UDP-glukosa), dikatalisis oleh enzim glukosa 1-fosfat uridil transferase.
 UDP-glukosa kemudian akan diikatkan pada rantai glikogen yang sudah ada, dikatalisis
oleh enzim glikogen sintase. Dalam proses ini, atom C pertama dari UDP-glukosa
diikatkan ke atom C keempat yang ada pada rantai glikogen primer dan membentuk
ikatan α 1-4 glikosidik.
 Berikutnya enzim pembentuk cabang (branching enzyme) akan memindahkan kurang
lebih 6 residu glukosa pada salah satu residu glukosa yang ada pada glikogen primer
untuk membentuk titik cabang. Enam residu gukosa tersebut akan diikatkan pada atom C
nomor 6 pada molekul glikogen primer.
 Penambahan glukosa terus berlangsung pada kedua cabang hingga semakin panjang dan
akan terbentuk banyak cabang-cabang baru di berbagai lokasi.
 Glikogenesis akan berakhir apabila gula dalam darah telah mencapai kadar yang normal.
Proses pembentukan glikogen melalui glikogenesis merupakan langkah penting dalam
menjaga kadar gula dalam darah tetap normal. Ketidakmampuan tubuh untuk menjalankan
glikogenesis dengan wajar dapat mengakibatkan timbulnya penyakit diabetes melitus. Diabetes
melitus dapat menjadi penyakit yang berbahaya dan mematikan karena memicu berbagai
komplikasi seperti stroke, kerusakan jaringan, dan kebutaan.
Ketika kadar gula dalam darah rendah, tubuh akan mlakukan proses pemecahan glikogen
untuk dibentuk menjadi glukosa kembali. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut
dengan glikogenolisis. Lebih lanjut tentang glikogenolisis dapat dibaca pada artikel :
Glikogenolisis, ProsesPemecahan Glikogen.
Glikogen sering disebut sebagai pati hewan karena merupakan cadangan makanan pada
hewan. Ikatan antar molekul glukosa antara glikogen dan amilum (pati) adalah sama, yaitu ikatan
α 1-4 glikosidik. Glikogen adalah cadangan makanan hewan, sedangkan amilum adalah
cadangan makanan tumbuhan. Perbedaan utama antara glikogen dan amilum adalah adanya lebih
banyak rantai cabang pada glikogen dibandingkan dengan amilum.
Mekanisme reaksi glikogenesis juga merupakan jalur metabolisme umum pada biosintesis
disakarida dan polisakarida. Pada jaringan tumbuhan, disakarida sukrosa dihasilkan melalui
reaksi kondensasi glukosa dan fruktosa yang diawali proses glikogenesis. Dalam proses tersebut
UDP-glukosa bereaksi dengan fruktosa 6-fosfat dikatalisis oleh enzim sukrosa fosfat sintase,
membentuk sukrosa 6-fosfat. Kemudian enzim sukrosa fosfatase akan mengkatalisis sukrosa 6-
fosfat menjadi sukrosa.
2.6 Glukoneogenesis

xiv
Glukoneogenesis merupakan senyawa-senyawa bukan karbon menjadi glukosa atau glikogen
Glukosa dibentuk dari glukosa-6 phospat dengan bantuan enzim glukosa 6-phospatase, enzim ini
terdapat pada hati dan ginjal. Tetapi tidak ditemukan pada jaringan adiposa serta otot atau
dengan enzim heksokinase dan glukokinase membentuk glukosa 6-phospat dari glukosa. Jadi,
enzim-enzim ini merupakan proses kebalikan glikolisis. Subtrat utamanya adalah asam-asam
amino glukogenik, membentuk piruvat atau anggota siklus asam trikarboksilat (TCA) masuki
mitokondria sebelum konversi menjadi oksaloasetat serta konversi terakhir menjadi glukosa.
Tropionat merupakan glukosa pada hewan pemamah biak, dan memasuki lintasan
glukoneogenesis utama lewat siklus asam trikarboksilat setelah proses konversi menjadi suksinil-
KoA. (Gb. 1.7) (Murray,K., 2002).
Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa pada saat karbohidrat tidak
tersedia dengan jumlah mencukupi di dalam makanan. Pasokan glukosa yang terus menerus
sangat diperlukan sebagai sumber energi, khususnya bagi jaringan sistem syaraf dan eritrosit.
Glukosa juga dibutuhkan untuk jaringan adiposa sebagai sumber gliserol-gliserol, dan mungkin
mempunyai peranan dalam mempertahankan kadar senyawa-senyawa antara pada siklus asam
sitrat di dalam jaringan tubuh.(Murray,K., 2002).
Berikut adalah rincian proses glukoneogenesis yang terjadi di dalam tubuh.
 Glukoneogenesis dimulai di mitokondria atau sitoplasma hati atau ginjal. Pertama-tama,
dua molekul piruvat mengalami karboksilasi untuk membentuk oksaloasetat. Satu
molekul ATP (energi) diperlukan untuk ini.
 Oksaloasetat kemudian direduksi menjadi malat oleh NADH sehingga dapat diangkut
keluar mitokondria.
 Setelah keluar dari mitokondria, malat dioksidasi kembali menjadi oksaloasetat.
 Oksaloasetat lalu membentuk fosfoenolpiruvat menggunakan enzim PEPCK.
 Fosfoenolpiruvat diubah menjadi fruktosa-1,6-bifosfat, dan kemudian menjadi fruktosa-
6-fosfat. ATP juga digunakan selama proses ini, yang pada dasarnya adalah glikolisis
secara terbalik.
 Fruktosa-6-fosfat lalu diubah menjadi glukosa-6-fosfat dengan menggunakan enzim
fosfoglukoisomerase.
 Glukosa kemudian dibentuk dari glukosa-6-fosfat dalam retikulum endoplasma sel
melalui enzim glukosa-6-fosfatase. Untuk membentuk glukosa, gugus fosfat dihilangkan
dan glukosa-6-fosfat beserta ATP berubah menjadi glukosa dan ADP.

xv
2.7 Glikogenolisis
Glukosa bila tidak digunakan akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati sebagai cadangan
makanan. Proses penyimpanan glukosa menjadi glikogen disebut glikogenesis. Jika tubuh
kekurangan glukosa, maka glikogen pun akan dipecah menjadi glukosa melalui proses
glikogenolisis. (Murray et al., 2009).
Glikogenolisis berlangsung dengan jalur yang berlainan. Dengan adanya enzim fosforilase,
fosfat anorganik melepaskan sisa glukose non mereduksi ujung dalam satu persatu untuk
menghasilkan D-glukose fosfat 1-fosfat. Sekitar 85% D-glukose 1-fosfat, sedang 15% dalam
bentuk glukose bebas.Proses pada saat makan, hati dapat menarik simpanan glikogennya untuk
memulihkan glukosa di dalam darah (glikogenolisis) atau dengan bekerja bersama ginjal,
mengkonversi metabolit non karbohidrat seperti laktat, gliserol dan asam amino menjadi
glukosa.
Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut dengan glikogenolisis. Tahap pertama
penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan
glikogen, reaksi ini tidak melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase.
Selanjutnya glukosa 1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada
reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.

xvi
Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6-fosfat. Berbeda dengan
reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase,
melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari
ADP dan fosfat.Glukosa yang terbentuk inilah nantinya akan digunakan oleh sel untuk respirasi
sehingga menghasilkan energy , yang energy itu tersimpan dalam bentuk ATP.
Deretan reaksi hidrolisis glikogen menjadi glukosa merupakan proses katabolisme cadangan
sumber energi. Enzim utama yaitu glikogen fosforilase, memecah ikatan 1-4 glikogen.
Selanjutnya, enzim transferase akan memindahkan tiga residuglukosil dari cabang terluar ke
cabang lain.Pemindahan ini menyebabkan titik cabang1-6 terpapar. Ikatan 1-6 akan diputus
olehdebranching enzyme (amino 1-6 glukosidase).Transferase dan debranchingenzyme akan
mengubah struktur bercabangglikogen menjadi lurus, yang membukajalan untuk pemecahan
selanjutnya olehfosforilase dan menghasilkan glukosa 1fosfat. 7 Glukosa 1 fosfat secepatnya
diubahmenjadi glukosa 6 fosfat di hepar danginjal. Glukosa 6 fosfatase mengeluarkanfosfat dari
Glukosa 6 fosfat sehinggaglukosa berdifusi dari sel ke darah yangberakibat kenaikan gula darah.
2.8 HMP Shunt
Jalur pentosa fosfat merupakan jalur metabolisme alternatif untuk oksidasi glukosa di mana
tidak ada ATP yang dihasilkan. Produk utamanya adalah NADPH, suatu pereduksi yang
diperlukan dalam beberapa proses anabolisme (untuk biosintesis asam lemak, kolesterol, dan
steroid lain) dan ribosa-5 fosfat yang merupakan komponen struktural nukleotida dan asam
nukleat (Ribosa untuk biosintesis asam nukleat). Jalur pentosa fosfat merupakan jalur untuk
sintesis tiga fosfat pentosa : ribulosa 5 - fosfat, ribose 5 - fosfat, dan xylulose 5 - fosfat. Ribosa 5
– fosfat diperlukan untuk sintesis RNA dan DNA. Jalur pentosa fosfat/heksosa monofosfat
menghasilkan NADPH dan ribosa di luar mitokondria. Kepentingan lain jalur pentosa fosfat
berlangsung dalam jaringan hepar, lemak, korteks adrenal, tiroid, eritrosit, kelenjar mammae.
NADPH juga penting dalam detoksifikasi obat oleh monooksigenase, reduksi glutation.
Lintasan pentosa fosfat merupakan jalur alternatif untuk metabolisme glukosa. Lintasan ini tidak
menghasilkan ATP, tetapi mempunyai dua fungsi utama, yaitu :
a. Produksi NADPH untuk sintesis reduktif seperti biosintesis asam lemak serta steroid.
b. Mencegah stress oksidatif dengan mengubah H2O2 menjadi H2O dan jika tidak terdapat
NADPH, H2O2 akan di ubah menjadi radikal bebas hidroksin yang akan menyerang sel.

xvii
Pada sel darah merah, kegunaan pertama dari NADPH adalah untuk mereduksi bentuk
disulfid dari glutathione menjadi bentuk sulfhydril, reduksi glutathione ini adalah untuk
mempertahankan struktur normal dari sel darah merah dan untuk menjaga bentuk hemoglobin
dalam bentuk Fe2+. NADPH pada hati dan payudara digunakan untuk biosintesis asam lemak.
Reaksi pentosa fosfat terjadi dalam sitosol. Enzim pada lintasan pentosa fosfat seperti pada
glikolisis ditemukan di dalam sitosol. Seperti pada glikolisis, oksidasi dicapai lewat reaksi
dehidrogenasi, tetapi dalam hal lintasan pentosa fosfat, sebagai akseptor hidrogen digunakan
NADP+ dan bukan NAD+. Tidak ada ATP yang digunakan ataupun diproduksi pada jalur ini.
Terdapat 2 fase pada penthosa fosfat :
1. Fase oksidatif yang menghasilkan NADPH Pada fase yang pertama, glukosa 6-phosphate
menjalani proses dehidroginase dan dekarboksilase untuk memberikan sebuah senyawa
pentosa, yaitu ribosa 5phosphate.
2. Fase nonoksidatif yang menghasilkan prekursor ribosa Pada fase yang kedua, ribulosa 5-
fosfat dikonversi kembali menjadi glukosa 6-fosfat oleh serangkaian reaksi yang terutama
melibatkan dua enzim yaitu transketolase dan transaldolase.

xviii
2.9 Penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat
2.9.1 Definisi Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah
tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. 2,14 DM
merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai.4 Penderita DM mempunyai risiko
untuk menderita komplikasi yang spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati
(bisa menyebabkan kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan
stroke), gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease). Umumnya
diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel
betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin,
akibatnya terjadi kekurangan insulin. Di samping itu diabetes melittus juga dapat terjadi
karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa ke dalam sel. Gangguan
itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui. Dampak dramatis
dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah kompleks. Diabetes mellitus
dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta
orang per tahun dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena sebab-
sebab yang terkait dengan diabetes. Pemeriksaan laboratorium bagi penderita DM diperlukan
untuk menegakkan diagnosis serta memonitor Tx dan timbulnya komplikasi spesifik akibat
penyakit. Dengan demikian, perkembangan penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah
komplikasi.

xix
2.9.2 Etiologi Diabetes Melitus
Penyebab diabetes yang utama adalah kurangnya produksi insulin (DM tipe I) atau
kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (DM tipe II). Namun jika dirunut lebih
lanjut, ada beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai berikut : 1. Genetik atau faktor
keturunan DM sering diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga
penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan
anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM
merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki
menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa
gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. 10 2. Sindrom ovarium polikistik (PCOS)
Menyebabkan peningkatan produksi androgen di ovarium dan resistensi insulin serta
merupakan salah satu kelainan endokrin tersering pada wanita, dan kira-kira mengenai 6
persen dari semua wanita, selama masa reproduksinya 3. Virus dan bakteri Virus penyebab
DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta. Virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga,
virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun
dalam sel beta. Sedangkan bakteri masih belum bisa dideteksi, tapi menurut ahli mengatakan
bahwa bakteri juga berperan penting menjadi penyebab timbulnya DM . 10 4. Bahan toksik
atau beracun Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrineuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur) 1. Nutrisi 2. Kadar
Kortikosteroid yang tinggi 3. Kehamilan diabetes gestational 4. Obat-obtan yang dapat
merusak pankreas 5. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
2.9.3 Tipe Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing manis
terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat
kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi baik. Diabetes yang timbul akibat
kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).
Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Insulin adalah hormon yang diproduksi sel
beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi
mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi
glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar
pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi
terhadap sel beta pankreas. Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan
baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit
glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain
glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh
darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah
bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ
tubuh lain.
2.9.4 Patofisiologi

xx
2.9.4.1 Diabetes tipe 1
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan kerusakan sel-sel
Beta pada pankreas secara selektif. Onset penyakit secara klinis menandakan bahwa
kerusakan sel-sel beta telah mencapai status terakhir. Beberapa fitur mencirikan bahwa
diabetes tipe merupakan penyakit autoimun. Ini termasuk: (a) kehadiran sel-immuno
kompeten dan sel aksesori di pulau pankreas yang diinfiltrasi. (b) asosiasi dari kerentanan
terhadap penyakit dengan kelas II (respon imun) gen mayor histokompatibilitas kompleks
(MHC; leukosit manusia antigen HLA). (c) kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap
sel Islet of Lengerhans; (d) perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di
CD4 + Kompartemen. (e) keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukin
dalam proses penyakit. (f) respons terhadap immunotherapy, dan (g) sering terjadi reaksi
autoimun pada organ lain yang pada penderita diabetes tipe 1 atau anggota keluarga mereka.
Mekanisme yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk berespon terhadap sel-sel beta
sedang dikaji secara intensif.
2.9.4.2 Diabetes tipe 2
DM tipe 2 memiliki hubungan genetik lebih besar dari tipe 1 DM. Satu studi populasi
kembar yang berbasis di Finlandia telah menunjukkan rate konkordansi pada kembar yang
setinggi 40%. Efek lingkungan dapat menjadi faktor yang menyebabkan tingkat konkordansi
diabetes tibe 2 lebih tinggi daripada tipe 1 DM. Studi genetika molekular pada diabetes tipe
2, menunjukkan bahwa mutasi pada gen insulin mengakibatkan sintesis dan sekresi insulin
yang abnormal, keadaan ini disebut sebagai insulinopati. Sebagian besar pasien dengan
insulinopati menderita hiperinsulinemia, dan bereaksi normal terhadap administrasi insulin
eksogen. Gen reseptor insulin terletak pada kromosom yang mengkodekan protein yang
memiliki alfa dan subunit beta, termasuk domain transmembran dan domain tirosin kinase.
Mutasi mempengaruhi gen reseptor insulin telah diidentifikasi dan asosiasi mutasi dengan
diabetes tipe 2 dan resistensi insulin tipe A telah dipastikan. Insulin resistensi tidak cukup
untuk menyebabkan overt glucose intolerance, tetapi dapat memainkan peranan yang
signifikan dalam kasus obesitas di mana terdapat penurunan fungsi insulin. Insulin resistensi
mungkin merupakan event sekunder pada diabetes tipe 2, karena juga ditemukan pada
individual obese non-diabetik. Namun, gangguan dalam sekresi insulin barulah faktor primer
dalam diabetes tipe 2. Banyak faktor berkontribusi kepada ketidakpekaan insulin, termasuk
obesitas dan durasi obesitas, umur, kurangnya latihan, peningkatan pengambilan lemak dan
kurangnya serat dan faktor genetik. Obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetika bahkan
faktor lingkungan, namun, ini memiliki efek yang kuat pada pengembangan diabetes tipe 2
DM seperti yang ditemukan di negara-negara barat dan beberapa etnis seperti Pima Indian.
Evolusi obesitas sehingga menjadi diabetes tipe 2 adalah seperti berikut: (a) augmentasi dari
massa jaringan adiposa, yang menyebabkan peningkatan oksidasi lipid. (b) insulin resistensi
pada awal obesitas, dinampakkan dari klem euglycemic, sebagai resistent terhadap
penyimpanan glukosa insulinmediated dan oksidasi. Seterusnya memblokir fungsi siklus
glikogen. (c) meskipun sekresi insulin dipertahankan, namun, glikogen yang tidak terpakai
mencegah penyimpanan glukosa yang lebih lanjut dan mengarah ke diabetes tipe2. (d)

xxi
kelehan sel beta yang menghasilkan insulin secara komplet. Dari proses-proses ini, dapat
dinyatakan bahwa obesitas lebih dari sekedar faktor risiko sahaja, namun dapat memiliki efek
kausal dalam pengembangan diabetes tipe 2.
2.9.5 Pengaturan Metabolisme glukosa oleh insulin
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang tidak dapat
dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus dijelaskan oleh
keberadaan hormon insulin. Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam
produksi maupun sistem kerja insulin, sedangkan in sangat dibutuhkan dalam melakukan
regulasi metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami
gangguan pada metabolisme karbohidrat. Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-
sel â pankreas. Insulin terdiri atas dua rantai polipeptida. Insulin manusia terdiri atas 21
residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan
oleh adanya dua buah rantai disulfida. 5 Insulin disekresi sebagai respon atas meningkatnya
konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah
kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada
kadar glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan melalui
aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat cepat. waktu paruhnya
kurang dari 3-5 menit. Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein
spesifik yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri
atas subunit á dan subunit â dengan konfigurasi á2â2. Subunit á berada pada permukaan luar
membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit â berupa protein transmembran yang
melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit â mempunyai aktivitas
tirosin kinase dan tapak autofosforilasi. 9 Terikatnya insulin subunit á menyebabkan subunit
â mengalami autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami
perubahan bentuk, membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal.
Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas ataupun akromegali,
jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin. Resistansi ini
diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami endositosis ke dalam
vesikel berbalut klatrin. Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi
substrat reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit â pada reseptor insulin.
IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi
kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja yaitu. 5 Pengaturan
metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks yang efek nettonya
adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus
yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami
hiperglikemia. Ada 3 mekanisme yang terlibat yaitu : a. Meningkatkan difusi glukosa ke
dalam sel Pengangkutan glukosa ke dalam sel melalui proses difusi dengan bantuan protein
pembawa. Protein ini telah diidentifikasi melalui teknik kloning molekular. Ada 5 jenis
protein pembawa tersebut yaitu GLUT1, GLUT2, GLUT3, GLUT4 dan GLUT 5. GLUT1
merupakan pengangkut glukosa yang ada pada otak, ginjal, kolon dan eritrosit. GLUT2
terdapat pada sel hati, pankreas, usus halus dan ginjal. GLUT3 berfungsi pada sel otak, ginjal
dan plasenta. GLUT4 terletak di jaringan adiposa, otot jantung dan otot skeletal. GLUT5

xxii
bertanggung jawab terhadap absorpsi glukosa dari usus halus. Insulin meningkatkan secara
signifikan jumlah protein pembawa terutama GLUT4. Sinyal yang ditransmisikan oleh
insulin menarik pengankut glukosa ke tempat yang aktif pada membran plasma. Translokasi
protein pengangkut ini bergantung pada suhu dan energi serta tidak bergantung pada sintesis
protein. Efek ini tidak terjadi pada hati. b. Peningkatan aktivitas enzim Pada orang yang
normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah menjadi energi lewat glikolisis
dan separuh lagi disimpan sebagai lemak atau glikogen. Glikolisis akan menurun dalam
keadaan tanpa insulin dan proses glikogenesis ataupun lipogenesis akan terhalang. Hormon
insulin meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim
yang berperan. termasuk glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya
glikolisis akan meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak
langsung menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah. Insulin juga menurunkan aktivitas
glukosa-6- fosfatase yaitu enzim yang ditemukan di hati dan berfungsi mengubah glukosa
menjadi glukosa 6-fosfat. Penumpukan glukosa 6-fosfat dalam sel mengakibatkan retensi
glukosa yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 2. Banyak efek metabolik insulin,
khususnya yang terjadi dengan cepat dilakukan dengan mempengaruhi reaksi fosforilasi dan
dfosforilasi protein yang selanjutnya mengubah aktivitas enzimatik enzim tersebut. Kerja
insulin dilaksanakan dengan mengaktifkan protein kinase, menghambat protein kinase lain
atau meransang aktivitas fosfoprotein fosfatase. Defosforilasi meningkatkan aktivitas
sejumlah enzim penting.
Modifikasi kovalen ini memungkinkan terjadinya perubahan yang hampir seketika pada
aktivitas enzim tersebut. Mekanisme defosforilasi enzim dilakukan melalui reaksi kaskade
yang dipicu oleh fosforilasi substrat reseptor insulin. Sebagai contoh adalah pengeruh insulin
pada enzim glikogen sintase dan glikogen fosforilase.9 c. Menghambat kerja cAMP Dalam
menghambat atau meransang kerja suatu enzim, insulin memainkan peran ganda. Selain
menghambat secara langsung, insulin juga mengurangi terbentuknya cAMP yang memiliki
sifat antagonis terhadap insulin. Insulin meransang terbentuknya fosfodiesterase-cAMP.
Dengan demikian insulin mengurangi kadar cAMP dalam darah. d. Mempengaruhi ekspresi
gen Kerja insulin yang dibicarakan sebelumnya semuanya terjadi pada tingkat membran
plasma atau di dalam sitoplasma. Di samping itu, insulin mempengaruhi berbagai proses
spesifik dalam nukleolus. Enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase mengkatalisis tahap yang
membatasi kecepatan reaksi dalam glukoneogenesis. Sintesis enzim tersebut dikurangi oleh
insulin dengan demikian glukoneogenesis akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan
transkripsi enzim ini menurun dalam beberapa menit setelah penambahan insulin. Penurunan
transkripsi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan laju sintesis enzim ini. Penderita
diabetes mellitus memiliki jumlah protein pembawa yang sangat rendah, terutama pada otot
jantung, otot rangka dan jaringan adiposa karena insulin yang mentranslokasikannya ke situs
aktif tidak tersedia. Kondisi ini diperparah pula dengan peranan insulin pada pengaturan
metabolisme glukosa. Glikolisis dan glikogenesis akan terhambat akan enzim yang berperan
dalam kedua jalur tersebut diinaktivasi tanpa kehadiran insulin. Sedangkan tanpa insulin,
jalur metabolisme yang mengarah pada pembentukan glukosa diransang terutama oleh
glukagon dan epinefrin yang bekerja melalui cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap
insulin.
xxiii
Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus baik tipe I atau tipe II kurang dapat
menggunakan glukosa yang diperolehnya melalui makanan. Glukosa akan terakumulasi
dalam plasma darah (hiperglikemia). Penderita dengan kadar gula yang sangat tinggi maka
gula tersebut akan dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara
terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui
sistem reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa terbatas pada laju 350
mg/menit. Ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrat glomerolus mengandung glukosa di atas
batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui
urine. Gejala ini disebut glikosuria, yang mrupakan indikasi lain dari penyakit diabetes
mellitus. Glikosuria ini megakibatkan kehilangan kalori yang sangat besar. 11 Kadar glukosa
yang amat tinggi pada liran darah maupun pada ginjal, mengubah tekanan osmotik tubuh.
Secara otomatis, tubuh akan mengadakan osmosis untuk menyeimbangkan tekanan osmotik.
Ginjal akan menerima lebih banyak air, sehingga penderita akan sering buang air kecil.
Konsekuensi lain dari hal ini adalah, tubuh kekurangan air. Penderita mengalami dehidrasi
(hiperosmolaritas) bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia). Gejala
yang diterima oleh penderita diabetes tipe I biasanya lebih komplek, karena mereka kadang
tidak dapat menghasilkan insulin sama sekali. Akibatnya gangguan metabolik yang
dideritanya juga mempengaruhi metabolisme lemak dan bahkan asam amino. Penderita tidak
dapat memperoleh energi dari katabolisme glukosa. Energi adalah hal wajib yang harus
dimiliki oleh sel tubuh, sehingga tubuh akan mencari alternatif substrat untuk menghasilkan
energi tersebut. Cara yang digunakan oleh tubuh adalah dengan merombak simpanan lemak
pada jaringan adiposa. Lemak dihidrolisis sehingga menghasilkan asam lemak dan gliserol.
asam lemak dikatabolisme lebih lanjut dengan melepas dua atom karbon satu persatu
menghasilkan asetil-KoA. Penguraian asam lemak terus menerus mengakibatkan terjadi
penumpukan asam asetoasetat dalam tubuh.Asam asetoasetat dapat terkonversi membentuk
aseton, ataupun dengan adanya karbondioksida dapat dikonversi membentuk asam â-
hidroksibutirat. Ketiga senyawa ini disebut sebagai keton body yang terdapat pada urine
penderita serta dideteksi dari bau mulut seperti keton. Penderita mengalami ketoasidosis dan
dapat meninggal dalam keadaan koma diabetik.. 8 Ketidaksediaan glukosa dalam sel juga
mengakibatkan terjadinya glukoneogenesis secara berlebihan. Sel-sel hati akan
meniungkatkan produksi glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah dengan merombak
protein.
Asam amino hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat atau
senyawa antara dalam pembentukan glukosa. Peristiwa berlangsung terusmenerus karena
insulin yang membatasi glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Glukosa
yang dihasilkan kemudian akan terbuang melalui urine. Akibatnya, terjadi pengurangan
jumlah jaringan otot dan jaringan adiposa secara signifikan. Penderita akan kehilangan berat
tubuh yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori
normal atau meningkat. 5 Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu
kadar trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi karena
VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja enzim
lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini diransang oleh rasio insulin dan
glukagon yang tinggi. Defek pada produksi enzim ini juga mengakibatkan
xxiv
hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam katabolisme silomikron pada
jaringan adiposa. Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II,
ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Namun, pada
terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai
hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de novo dari asam
lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak. Asam lemak
yang dihasilkan tidak semuanya mampu dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi
trigliserida dan VLDL. Hal ini diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe
II yang pada umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat.
2.10 Analisis klinik penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat
2.10.1 Gejala Diabetes Melitus
Tiga gejala umum yang dialami penderita diabetes. Yaitu:
• banyak minum,
• banyak kencing,
• berat badan turun.
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita DM naik. Penyebabnya, kadar gula
tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum kita terlalu berlebihan dan
juga merasa ingin makan terus. Berat badan yang pada awalnya terus melejit naik dan tiba-tiba
turun terus tanpa diet. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di
malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka
yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan. Pada tahap awal
gejala umumnya ringan sehingga tidak dirasakan, baru diketahui sesudah adanya pemeriksaan
laboratorium. Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara lain :
• Rasa haus
• Banyak kencing
• Berat badan turun
• Rasa lapar
• Badan lemas
• Rasa gatal
• Kesemutan
• Mata kabur
• Kulit Kering
• Gairah sex lemah Komplikasi:
• Penglihatan kabur
• Penyakit jantung
• Penyakit ginjal
• Gangguan kulit dan syaraf
• Pembusukan

xxv
• Gairah sex menurun Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes
bisa menimbulkan berbagai komplikasi.
Maka bagi penderita diabet jangan sampai lengah untuk selalu mengukur kadar gula darahnya,
baik ke laboratorium atau gunakan alat sendiri. Bila tidak waspada maka bisa berakibat pada
gangguan pembuluh darah antara lain :
• gangguan pembuluh darah otak (stroke),
• pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),
• pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
• pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
• pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). Penderita juga rentan infeksi,
mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.

2.10.2 Pemeriksaan Diabetes Melitus


Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post
prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral. Antibodi untuk petanda (marker) adanya
proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin
autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD).ICA
bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA
ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi
berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk
memproduksi neurotransmiter gaminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10
tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum
gejala DM muncul. Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide.
Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan
untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan
meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.

xxvi

Anda mungkin juga menyukai