Anda di halaman 1dari 24

MIKROBIOLOGI INDUSTRI

KULTIVASI ARTIFISIAL

OLEH KELOMPOK 6 :
APRILIANA

NPM 1615041020

FABYAN MAYHAR

NPM 1615041021

JONATHAN KRISTIAN A

NPM 1615041043

RIZKY WIDI UTOMO

NPM 1615041044

DOSEN PENGAMPU :
PANCA NUGRAHINI F, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kultivasi Artifisial ini dengan
baik dan tepat pada waktunya meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada Ibu Panca Nugrahini F, S.T., M.T. selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi Industri yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai mata kuliah mikrobiologi industri. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat dan dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Makalah yang kami susun ini tidak terlepas dari kesalahan dan jauh dari kata sempurna.. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang bersifat membangun demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang.

Lampung, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................. 4
1.1

Latar Belakang............................................................................................... 4

1.2

Tujuan............................................................................................................ 5

BAB 2 ISI..................................................................................................................... 6
2.1

Syarat-syarat Kultivasi Sel Mikroorganisme...................................................6

2.2

Perubahan Kondisi Lingkungan yang Terjadi pada Saat Kultivasi...................6

2.3

Pengukuran Laju Pertumbuhan Mikroorganisme..........................................14

BAB 3 PENUTUP........................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 23

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme sebagai makhluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat
memerlukan energi dan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya, seperti dalam sintesis protoplasma
dan bagian-bagian sel lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Untuk memanfaatkan bahanbahan tersebut, maka sel melakukan suatu kegiatan-kegiatan, sehingga menyebabkan perubahan
kimia di dalam selnya. Semua reaksi yang teratah yang berlangsung di dalam sel ini disebut
metabolisme. Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam sel tersebut, hanya
dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut juga biokatalisator yang
dinamakan enzim (Djide, 2006).
Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor
elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan
makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron,
sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. Selain itu, secara umum nutrient dalam media
pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik organisme baru
(Jawetz, 2001).
Saat ini media agar merupakan media yang sangat umum digunakan dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi. Media agar ini memungkinkan untuk dilakukannya isolasi bakteri dari suatu sampel,
karakterisasi morfologi, sampai penghitungaan bakteri yang dikenal dengan nama total plate count.
Bentuk koloni bakteri dan warna-warninya mudah sekali dikenali dengan media ini dengan cara
mengubah komposisi nutrien atau menambahkan indikator (Achmad, 2007).
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrien) yang berguna untuk
membiakkan mikroba. Dengan menggunakan bermacam-macam media dapat dilakukan isolasi,
perbanyakan, pengujian sifat fisiologis dan perhitungan sejumlah mikroba. Supaya mikroba dapat
tumbuh baik dalam suatu media, maka medium tersebut harus memenuhi syarat-syarat, antara lain :
harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba, harus mempunyai tekanan
osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang akan tumbuh,
tidak mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada dalam

keadaan steril sebelum digunakan, agar mikroba yang ditumbuhkan dapat tumbuh dengan baik
(Sutedjo, 1990).
Pertumbuhan bakteri adalah proses yang kompleks yang melibatkan banyak reaksi anabolik
(sintesis konstituen sel dan metabolit) dan katabolik (pemecahan konstituen sel dan metabolit). Pada
akhirnya, reaksi biosintesis ini menghasilkan pembelahan sel seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1.

Gambar 1. Pembelahan Bacillus subtilis

Dalam homogen kaya dengan media kultur, di bawah kondisi ideal, sel dapat membagi dalam
waktu 10 menit. Sebaliknya, telah disarankan bahwa pembelahan sel dapat terjadi paling lambat
setiap 100 tahun di beberapa permukaan lingkungan darat. pertumbuhan yang lambat itu adalah hasil
dari kombinasi faktor termasuk faktor lingkungan bawah permukaan yang keadaan nya buruk dan
heterogen. Akibatnya, sel-sel yang mungkin terisolasi, tidak bisa berbagi nutrisi atau perlindungan
mekanisme, dan karena itu tidak pernah mencapai keadaan metabolik yang cukup efisien untuk
memungkinkan pertumbuhan eksponensial. Kebanyakan informasi yang tersedia mengenai
pertumbuhan mikroorganisme adalah hasil penelitian laboratorium terkontrol menggunakan kultur
murni mikroorganisme.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui :
i)
ii)
iii)

Syarat-syarat kultivasi sel mikroorganisme


Perubahan kondisi lingkungan yang terjadi pada saat kultivasi
Pengukuran laju pertumbuhan mikroorganisme
5

BAB 2 ISI
2.1 Syarat-syarat Kultivasi Sel Mikroorganisme
Antara syarat-syarat yang diperlukan ketika kultivasi sel mikroorganisme adalaha :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.

Dapat mentoleransi perubahan terhadap lingkungannya


Toleransi terhadap perubahan keasaman dan salinitas media kultivasi
Toleransi terhadap intensitas cahaya yang ditunjukkan dengan respon pertumbuhan
Karakteristik ukuran, daya apung dan tingkah laku yang memudahkan untuk pemanenan
Tahan terhadap kontaminan, predator dan penyakit
Toleransi terhadap kandungan nutrien yang tinggi
Siklus hidup yang memungkinkan untuk kultivasi pada sistem kontinu sebagai bibit.

2.2 Perubahan Kondisi Lingkungan yang Terjadi pada Saat Kultivasi


Untuk berhasilnya kultivasi mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrisi serta lingkungan fisik
yang sesuai. Ada beberapa lingkungan fisik yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan mikroba
yaitu temperatur, kadar oksigen, pH, dan tekanan osmosis. Ada dua faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme.
1. Pengaruh faktor fisik pada pertumbuhan
a) Temperatur
Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas kimia.
Peningkatan temperatur sebesar 10C dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar dua
kali lipat. Pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein yang tidak
dapat balik (irreversible), sedangkan pada temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim
akan berhenti. Pada temperatur pertumbuhan optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan
optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal.

Psikrofil
Tumbuh
temperatur

pada

Psikrofil fakultatif/
Psikotrof
Tumbuh
pada

Mesofil

temperatur

temperatur

Tumbuh

Termofil
pada
minimal

Tumbuh

pada

temperatur minimal
7

maksimal

20C,

optimal 0-15C

maksimal

30C,

15-20C, optimal 20-

45C, optimal 55-

20-

45C,maksimal 45C

65C,maksimal

optimal

30C,dapat tumbuh

100C

pada 0C
Faktor penyebab

Hampir

utama

mikroorganisme

kerusakan

makanan

patogen

semua

Enzim dan protein


sintesis

pada

manusia

pada

berfungsi
temperatur

tinggi

b) pH
pH merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan penurunan
konsentrasi

ion

hidrogen

dapat

menyebabkan

ionisasi

gugus-gugus

dalam

protein,amino,dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein yang


menggangu pertumbuhan sel.
Mikroorganisme asidofil tumbuh pada kisaran pH oprtimal 1,0-5,5, mikroorganisme
neutrofil tumbuh pada kisaran pH optimal 5,5,-8,5, mikroorganisme alkalofil tumbuh
pada kisaran pH optimal 8,5-11,5; sedangkan mikroorganisme alkalofil ekstrem tumbuh
pada kisaran pH optimal

10 .

Gambar 2. minimum, optimum, dan maksimum untuk pertumbuhan bakteri

c) Tekanan osmosis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena


ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Tekanan osmosis adalah tekanan
minimum yang diperlukan untuk mencegah aliran air yang menyeberangi membran di
dalam larutan. Contohnya, jika larutan 10% sukrosa di dalam kantong membran dialisis
di letakan dalam air di dalam gelas maka molekul air yang ada di dalam gelas akan
mengalir kedalam kantong dialisis. Besarnya tekanan yang diperlukan untuk mencegah
aliran melekul air dalam gelas ke dalam kantong dialisis merupakan nilai tekanan
osmosis larutan sukrosa tersebut.
Berdasarkan tekanan osmosis maka larutan tempat petumbuhan mikroba dapat
digolongkan atas larutan hipotonik, isotonik, dan larutan hipertonik. Dalam larutan
hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan
hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma
mengkerut dan lepas dari dinding sel (plamolisis), serta menyebablan sel secara
metabolik tidak aktif. Mikroba biasanya hidup di lingkungan yang bersifat agak hipotonis
sehingga air akan mengalir dari lingkungannya ke dalam sel sehingga sel menjadi
mengambang kaku. Adanya dinding sel dapat mencegah pecahnya sel mikroba. Suatu
tekanan osmosis akan sangat mempengaruhi bakteri jika tekanan osmosis lingkungan
lebih besar (hipertonis) sel akan mengalami plasmolisis. Sebaliknya tekanan osmosis
lingkungan yang hipotonis akan menyebabkan sel 8 membengkak dan juga dapat
mengakibatkan rusaknya sel. Oleh karena itu dalam mempertahankan hidupnya, sel
bakteri harus berada pada tingkat tekanan osmosis yang sesuai.
Walaupun sel bakteri memiliki daya adaptasi, perbedaan tekanan osmosis dengan
lingkungannya tidak boleh terlalu besar. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada
lingkungan hipertonik danngan kadar garam tinggi, umumnya NaCl 3%, contohnya
adalah bakteri laut. Mikroorganisme yang mampu tumbuh pada konsentrasi garam sangat
tinggi sebesar

33

NaCl disebut halofil ekstrem, contohnya adalah Halobacterium

halobium.

d) Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal mikroorganisme yang bersifat aerob dan


anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk bernapas, sedangkan
mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen untuk bernapas. Energi pada
mikroorganisme anaerob dihasilkan dengan cara fermentasi.

Aerob mutlak
O2 sebagai

Anaerob mutlak
Tidak

Anaerob fakultatif
Menggunakan

syarat utama

mentoleran

O2

si

metabolisme
Sebagai

akseptor
Mempunyai

O2
Contoh:

pernapasan
O2
sebagai

enzim untuk

fungi
Tumbuh

adanya

Mikroaerofilik
Organisme

sebagai

tumbuh
baik dengan
O2

akseptor

terminasi

kurang

dari 20%
O2
pada

elektron
Fermemntasi

konsentrasi

mendetoksifi

dari proses

kasi bentuk-

fermentasi
Perantara

sebagai

toksik bagi

alternatif

komponen

mikroorgan

tetapi dengan

organic dan

isme

laju

ion

pertumbuhan

bentuk

oksigen

anorganik
(contoh:
NO,SO)

rendah
Contoh:

tinggi

E.

coli

sebagai
akseptor

electron
Oxylobile,
dengan
kematian
sel

tinggi,

oxyduric
dengan
kematian
sel rendah

10

e) Radiasi
Sumber utama radiasi di bumi adalah sinar matahari yang mencangkup cahaya
tampak (vivible light), radiasi UV (ultraviolet), sinarinframerah, dan gelombang radio.
Radiasi yang berbahaya untuk mikroorganisme adalah radiasi pengionisasi (ionizing
radiation), yaitu radiasi dari gelombang yang sangat pendek dan berenergi tinggi yang
dapat menyebabkan atom kehilangan elektron (ionisasi). Pada level rendah, radiasi
pengionisasi ini dapat mengakibatkan mutasi yang mungkin mengarah pada kematian,
sedangkan pada level tinggi pengaruh radiasi bersifat letal. Radiasi sinar UV
menyebabkan terbentuknya dimer timin dalam DNA, dimana dua timin yang berdekatan
saling berikatan sehingga menghambat replikasi DNA.
Cahaya tampak yang merupakan sumber fotosintesis dapat membunuh mikroorganisme
melalui mekanisme eksitasi pigmen yang bersifat photosensitiser (P).

2. Pengaruh faktor kimia pada pertumbuhan


a) Nutrisi
Nutrisi merupakan subtansi yang diperlukan untuk biosintesis dan pembentuan
energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
makroelemen,yaitu elemen-elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah banyak (gram),
contohnya Karbon ( C ), Oksigen (O), Hidrogen (H), Nitrogen (N), Sulfur (S), Fosfor (P),
Kalium (K), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Besi(Fe), dan mikroelemen yaitu elemenelemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit (dalam takaran mg hingga ppm)
contohnya Mangan (Mn), Zinc (Zn), Kobalt (Co), Nikel (Ni), Tembaga (Cu) dan
Molibdenum (Mo).
Selain makromolekul dan mikromolekul, dikenal pula accessory nutrient yang
merupakan faktor pertumbuhan (growth factor), yaitu bagian yang diperlukan oleh sel
namun tidak dapat disintesis oleh sel tersebut. Meliputi vitamin, asam amino, purin dan
pirimin.
Organisme autotrof memperoleh karbon dari CO 2 sedangkan organisme
heterotrof menggunakan bahan yang lebih kompleks sebagai sumber karbon dan
penghasil energi. Berdasarkan variasi akan kebutuhan nutrisinya, mikroorganisme
11

digolongkan menjadi mikrorganisme yang fleksibel yaitu mampu menggunakan berbagai


macam sumber karbon dan mikrorganisme yang hanya mampu menggunakan beberapa
macam sumber karbon.
Kebutuhan nutrisi bervariasi antar spesies dan dapat pula berubah dalam spesies
yang sama akibat mutasi. Organisme prototrof merupakan organisme yang menggunakan
semua nutrisi yang dibutuhkan oleh hampir semua spesies yang sama. Organisme
autotrof merupakan organisme yang tidak mampu menyintesis nutrisi esensial yang
dibutuhkan sehingga membutuhkan prekursor dan lingkungannya.
b) Media kultur
Merupakan bahan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme di
laboratorium. Berdasarkan konsistensinya media dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu
media cair (liquid media) dan media padat (solid media). Apabila media cair merupakan
ekstrak kompleks material biologis, maka media tersebut dinamakan rich media atau
broth. Media padat menggunakan bahan pembeku (solidifying agent) misalnya agar,
suatu kompleks polisakarida yang diperoleh dari alga merah (red alga). Agar memiliki
komposisi kimia berupa D galaktosa, 3,6-anhidro-l galaktosa, D-gluchuronics acid.
Menurut kandungan nutrisinya, media dapat dibedakan menjadi beberapa macam:
Defined media (synthetic media)
Merupakan media yang komponen penyusunnya sudah diketahui atau ditentukan.
Media ini biasanya digunakan dalam penelitian untuk mengetahui
kebutuhan nutrisi mikroorganime.

Media kompleks (kompleks media)


Merupakan media yang tersusun dari komponen yang secara kimia tidak
diketahui dan umumnya diperlukan karena kebutuhan nutrisi mikroorganisme
tertentu tidak diketahui. Contoh ekstrak daging (mengandung asam asam amino,
peptide, nukleotida, asam organik, vitamin, mineral), ekstrak khamir (sumber
vitamin B), pepton (merupakan hidrolisat protein, didapat dari digesti parsial
daging, kasein, bubuk kedelai, gelatin, dan sumber protein lain, yang berperan
sebagai sumber energy, C dan N). contoh : nutrient broth/agar, tryptic soya broth
(TSB)/tryptic soya agar(TSA), macConkey agar.

Media umum (general media)


Merupakan media pendukung bagi banyak pertumbuhan mikroorganisme.
Contoh TSB,TSA.

12

Media penyubur (enrichment media)


Merupakan media yang berguna

untuk

mempercepat

pertumbuhan

mikroorganisme tertentu. Media ini digunakan bila kita ingin menumbuhkan


salah satu mikroorganisme dari kultur campuran. Media ini menggunakan bahan
atau zat yang serupa dengan habitat tempat mengisolasi mikroorganisme tersebut.

Media selektif (selective media)


Merupakan media yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme tertentu
(selektif) dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang lain. Bahan
penghambat pertumbuhan, misalnya bilesalt dan dye (fuchsin, brilliant green)
yang akan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan tidak memberi
efek pada bakteri gram negatif ;antibiotic;dan selulosa untuk mengisolasi bakteri
pendegrasi selulosa.

Media diferensial (differential media)


Digunakan untuk membedakan kelompok mikroorganisme dan bahkan dapat
digunakan untuk identifikasi. Contohnya adalah media agar darah, yang
merupakan media diferensial sekaligus media penyubur, mampu membedakan
antara bakteri homolitik dan bakteri non hemolitik dengan mengetahui sifat lisis
eritrosit;media macConkey, yang merupakan media diferensial sekaligus selektif,
terdiri dari laktosa dan neutral red dye, mampu membedakan antara bakteri yang
memfermentasi laktosa dan yang bukan (ciri : adanya daerah merah muda-merah
di sekitar koloni).

Media khusus
Contoh media khusus adalah media untuk bakteri anaerob. Biasanya ke dalam
media tersebut di tambahkan bahan yang dapat mereduksi kandungan oksigen
dengan cara pengikatan kimiawi. Contoh bahan-bahan ini adalah natioglikolat,
sistein, asam askorbat. Sebagai indicator anaerob digunakan rezasulin (bila
terjadi oksidasi-yang berarti bakteri bersifat aerobic-akan terbentuk warna
merah).

13

2.3 Pengukuran Laju Pertumbuhan Mikroorganisme


A. Fase-fase pertumbuhan
Biasanya, untuk memahami dan menentukan pertumbuhan tertentu isolat mikroba, sel-sel
ditempatkan ke dalam medium cair di mana nutrisi dan kondisi lingkungan yang dikontrol. Jika
media memasok semua nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan parameter lingkungan
optimal, peningkatan angka atau massa bakteri dapat diukur sebagai fungsi waktu untuk mendapatkan
kurva pertumbuhan. beberapa yang berbeda fase pertumbuhan dapat diamati dalam kurva
pertumbuhan (Gambar. 3). Ini termasuk fase lag, eksponensial atau fase log, fase diam, dan fase
kematian. Setiap fase ini mempunyai masa yang berbeda dari pertumbuhan yang dikaitkan dengan
perubahan fisiologis yang khas dalam kultur sel. Seperti yang akan terlihat pada bagian berikut,
tingkat pertumbuhan yang terkait dengan setiap fase yang sangat berbeda.
Fase dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi. Terdapat 4 fase
pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch culture), yaitu fase adaptasi (lag
phase), fase perbanyakkan (exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase kematian (death
phase) (Purwoko, 2007).

14

Gambar 3. Fase pertumbuhan bakteri

a.

Fase Adapatasi (Lag phase)


Pada fase ini tidak ada pertambahan populasi. Sel mengalami perubahan dalam

komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi interaseluler bertambah


(Perlazar, 2005).
Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan
proses adaptasi. Proses adaptasi meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan
medianya dan pemulihan terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam,alkohol,
dan basa) pada waktu media lama(Purwoko, 2007).
Pada fase adaptasi tidak di jumpai pertambahan jumlah sel. Akan tetapi terjadi
pertambahn volume sel karena pada fase statis biasanya sel melakukan pengecilan ukuran
sel. Akan tetapi, fase adaptasi dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di
media lama dalam kondisi fase perbanyakan dan dipindahkan ke media baru yang sama
komposisinya dengan media lama (Purwoko, 2007).
b.

Fase Perbanyakan (Logaritma atau eksponensial)


Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Jika kita ingin

mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk
dijadikan inokolum (Dwidjuseputro, 1998).

15

Sel akan membelah dengan laju yang konstan massa menjadi dua kali lipat
dengan laju yang sama, aktivitas metabolit konstan dan keadaan pertumbuhan yang
seimbang (Pelczar, 2005).
Setelah memperoleh kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan
pembelahan. Karena pembelahan sel merupakan persamaan ekponensial, maka fase itu
disebut juga fase eksponensial. Pada fase perbanyakan jumlah sel meningkat pada batas
tertentu (tidak terdapat pertumbuhan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis.
Pada fase perbanyakan sel melakukan konsumsi nutrien dan proses fisiologis lainnya.
Pada fase itu produk senyawa yang di inginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa
terbentuk merupakan senyawa yang di inginkan pada fase perbanyakan adalah etanol,
asam laktat dan asam organik lainnya (Purwoko, 2007).

Pada fase eksponensial, awalnya sel mikrobia membelah secara pelan


kemudian penambahannya semakin meningkat cepat. Secara matematis memiliki
rumus:

Nt = N02n

(1)

Nt : jumlah sel setelah tumbuh selama waktu t


t : waktu pertumbuhan selama fase eksponensial

N0: jumlah sel mula-mula selama fase eksponensial


2 : bilangan tetap (pembelahan biner)
n : jumlah generasi (pembelahan)

c.

Fase Statis/Konstan
Pada fase ini terjadi penumpukan produk beracun dan atau kehabisan nutrien.
Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah. Jumlah sel hidup menjadi
tetap (Pelczar, 2005).

16

Fase ini menunjukan jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri
yang mati, sehingga kurva menunjukan garis yang hampir horizontal (Dwidjoseputro,
1998).
Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacammacam. Beberapa alasan yang dapat dikemukan akan adalah :
a)

Nutrien habis

b) Akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol,asam, dan basa)


c)

Penurunan kadar oksigen

d)

Penurunan nilai aw (ketersediaan air)

Bentuk kasus kedua dijumpai pada fase fermentasi alkohol dan asam laktat,
untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob dan untuk kasus keempat dijumpai pada
fungi/jamur (Purwoko, 2007).
Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap kondisi yang kurang
menguntungkan. Adaptasi ini dapat menghasilkan senyawa yang di inginkan manusia
misalnya antibiotika dan antioksidan (Purwoko, 2007).
d. Fase Kematian
Pada fase ini sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru,
laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial bergantung pada spesiesnya,
semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan (Pelczar, 2005).
Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler.
Beberapa bakteri hanya mampu bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya
masuk ke dalam fase kematian, sementara itu beberapa bakteri hanya mampu bertahan
sampai harian dan mingguan pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian.
Beberapa bakteri bahkan mampu bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati, yaitu
dengan mengubah sel menjadi spora (Purwoko, 2007).

B. Pengukuran Sel
Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel per
satuan isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi kultur). Dua
parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata bervariasi pada tahap berlainan
dalam pertumbuhan kultur, kedua para meter tersebut juga tidak bermakna sama dalam penelitian
17

mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi mikroorganisme. Densitas sel adalah kuantitas yang
lebih bermakna, sedangkan dalam penelitian mengenai inaktivitas mikroorganisme, kosentrasi sel
adalah kuantitas yang bermakna (Pratiwi, 2008).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara langsung dapat dilakukan
dengan beberapa cara,yaitu :
1.

Metode Total Count


Pada metode ini sampel ditaruh di suatu ruang hitung (seperti hemasitometer) dan
jumlah sel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo,
1993).
Jika setetes kultur dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang
diketahui volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut
memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati dan tidak dapat
digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 10 2 sel/ml) (Purwoko, 2007).
Kelemahan lainnya ialah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti
bakteri karena kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa objektif
celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga menjadi lebih mudah
dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang cenderung bergerombol sehingga sukar
membedakan sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah mencerai-beraikan gerombolan
sehinggga tersebut dengan menambahkan bahan anti gumpalan seperti dinatrium
etilanadiamina tetra asetat dan tween-80 sebanyak 0,1%. Keuntungan metode ini ialah
pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan (Hadioetomo, 1993).

2.

Metode Turbidimetrik
Bila kita harus memeriksa kosentrasi sel jumlah besar biakan, maka metode cawan
bukanlah pilihan yang baik karena tidak hanya memakan waktu tetapi juga memerlukan
media dan pecah-belah dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia metode yang
lebih cepat dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan fotokilometer
(Hadioetomo, 1993).
Secara rutin jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung kekeruhan
(turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar
metode turbidimeter adalah jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan
sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap propisional (sebanding lurus
dengan jumlah sel bakteri). Ataupun jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik
dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang
18

diteruskan. Metode ini memiliki kelemahan tidak dapat membedakan antara sel mati dan
sel hidup (Purwoko, 2007).
Suspensi mikroba menerima cahaya dari lampu. Ketika cahaya mengenai sel mikroba,
cahaya diserap (garis panah membelok l o) dan jika cahaya tidak mengenai sel mikroba
maka cahaya diteruskan (garis panah lurus l) (Purwoko, 2007).

3.

Metode Berat Kering


Cara yang paling cepat mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode
tersebut relatif mudah dilakukan, yaitu kultur disaringan atau disentrifugasi, kemudian
bagian yang disaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode
ini juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan mati. Akan tetapi keterbatasan itu
tidak mengurangi manfaat metode tersebut dalam hal mengukur efesiensi fermentasi,
karena pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga dapat diperhitungkan dengan
parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa yang diinginkan (Purwoko, 2007).

4.

Metode Elektronic Counter


Pada pengukuran ini, suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil (orifice)
dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice mengukur
tekanan listrik (ditandi dengan naiknya tekanan) pada saat bakteri melalui orifice. Pada
saat inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih
cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar. Kerugiannya
metode ini tidak bisa digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya gangguan
derbit, filamen, dan sebagainya, serta tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel
mati (Pratiwi, 2008).

5.

Metode Plating Techique


19

Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan di
dasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah dan memproduksi
satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit)
dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media
padat. Pengukuran dilakukan pada plat dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30300. Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah dan sensitif karena menggunakan
colony counter sebagai alat hitung dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme
pada sampel makanan, air ataupun tanah. Kerugiannya adalah harus digunakan media
yang sesuai dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu koloni tidak selalu
berasal dari satu individu sel (Pratiwi, 2008).
6.

Metode filtrasi membran


Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan bantuan
vaccum. Bakteri yang terperangkap selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan
jumlah koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan
sistem perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak ekonomis (Pratiwi,
2008).

Metode pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa metode sebagai berikut :
1.

Metode Viable Count


Kultur diencerkan sampai batas yang di inginkan. Kultur encer ditumbuhkan kembali
pada media, sehingga di harapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni beberapa saat
berikutnya, biasanya 4-12 jam. Akan tetapi cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah
sel terhitung biasanya lebih dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal
dari 2 sel) dan tidak dapat di aplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat. Pada metode
tersebut yang perlu diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus mendekati kelipatan 10
pada setiap pengencerannya. Jika tidak pengenceran di anggap gagal. Misalnya cawan
yang dapat dihitung jumlah selnya adalah yang mempunyai jumlah sel sekitar 2-4 untuk
sampel pengenceran (10-x ), 20-40 untuk sampel pengenceran (10(x+1)) dan 200-400 untuk
sampel pengenceran (10-(x+2)) (Purwoko, 2007).

20

2.

Metode Aktivitas Metabolik


Metode ini di dasarkan pada asumsi bahwa produk metabolit tertentu, misalnya asam
atau CO2, menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya
pengukuran produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang di hasilkan
mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

3.

Metode Berat Sel Kering


Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen.
Miselium fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium
selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang
beberapa kali hingga mencapai berat yang konstan yang dihitung sebagai berat sel kering
(Pratiwi, 2008).

21

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Mikroorganisme sebagai makhluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat memerlukan
energi dan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya, seperti dalam sintesis protoplasma dan bagianbagian sel lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Peran utama nutrien adalah sebagai sumber
energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang
menghasilkan energi). Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrien) yang
berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan menggunakan bermacam-macam media dapat dilakukan
isolasi, perbanyakan, pengujian sifat fisiologis dan perhitungan sejumlah mikroba. Saat ini media agar
merupakan media yang sangat umum digunakan dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Media agar ini
memungkinkan untuk dilakukannya isolasi bakteri dari suatu sampel, karakterisasi morfologi, sampai
penghitungaan bakteri yang dikenal dengan nama total plate count.

viii.
ix.
x.
xi.
xii.
xiii.
xiv.

Adapun syarat-syarat yang diperlukan agar kultivasi sel berjalan dengan baik, yaitu :
Dapat mentoleransi perubahan terhadap lingkungannya
Toleransi terhadap perubahan keasaman dan salinitas media kultivasi
Toleransi terhadap intensitas cahaya yang ditunjukkan dengan respon pertumbuhan
Karakteristik ukuran, daya apung dan tingkah laku yang memudahkan untuk pemanenan
Tahan terhadap kontaminan, predator dan penyakit
Toleransi terhadap kandungan nutrien yang tinggi
Siklus hidup yang memungkinkan untuk kultivasi pada sistem kontinu sebagai bibit.

Untuk berhasilnya kultivasi mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrisi serta lingkungan fisik yang
sesuai. Ada beberapa lingkungan fisik yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan mikroba yaitu
temperatur, kadar oksigen, pH, tekanan osmosis, oksigen, dan radiasi. Sedangkan pengaruh faktor kimia yang
mempengaruhi kultivasi sel yaitu media kultur dan nutrisi.
Dalam pengukuran laju pertumbuhan mikroorganisme terdiri dari dua hal yang perlu diperhatikan
yaitu fase-fase pertumbuhan dan pengukuran sel.

22

23

DAFTAR PUSTAKA
Sutedjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta: Jakarta.
Achmad. Dinoto. 2007. Media Agar: Ide Besar Istri Peneliti.
Raina M. Maier, 2009. Environmental Microbiology, Academic Press. Inc.
Purwoko,Tjahjadi. 2007. Fisologi Mikroba. Bumi Aksara : Jakarta.
Dwidjoseputro.1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta.
Hadioetomo, Sri Ratna. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT.Gramedia : Jakarta.
Pelczar, Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press : Jakarta.
Pratiwi, Slyvia T. 2006. Mikrobiologi Farmasi. Erlagga : Jakarta.
Stanier, Y. R. Dkk. 2001. The Microbial World. Prenticel Hall. Inc. EigleWood. New Jersey.
Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Erlangga. Jakarta. xx + 349 hlm.
Waluyo, L.2005. Mikrobiologi Umum.cet. kedua. UMM Press. Malang.

24

Anda mungkin juga menyukai