Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA

DITINJAU DARI MOTIF BERTRANSAKSI PADA MAHASISWA S1


PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

PROPOSAL

Oleh :

AFI MASITHOH
20210016

PROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2021/2022
ANALISIS PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA
DITINJAU DARI MOTIF BERTRANSAKSI PADA MAHASISWA S1
PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

PROPOSAL

Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Metodologi


Penelitian

Oleh :
AFI MASITHOH
20210016

PROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2021/2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan membelanjakan penghasilan untuk berbagai barang atau
jasa guna memenuhi kebutuhan manusia disebut kegiatan konsumsi.
Kebutuhan manusia yang sangat penting untuk dipenuhi melalui kegiatan
konsumsi tentu saja ialah kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok. Akan
tetapi, kebutuhan masyarakat semakin berkembang seiring dengan
perkembangan jaman dan peningkatan pendapatan yang diterima.
Manusia bukan hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan dasar saja,
tetapi juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti kebutuhan kesehatan,
pendidikan, komunikasi, transportasi dan lain sebagainya.
Menurut Ancok (dalam Nuansa Psikologi Pembangunan, 1995)
perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang tidak dapat menahan
keinginannya untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan tanpa melihat
fungsi utama dari barang tersebut. Definisi tersebut menunjukkan bahwa
individu yang berperilaku konsumtif akan cenderung membeli barang
berdasarkan keinginan dari pada kebutuhan.
Menurut Jatman yang dikutip Yustisi (2009) mengatakan bahwa
remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat yang tidak
terlepas dari pengaruh perilaku konsumtif, sehingga remaja menjadi
sasaran dari berbagai produk perusahaan. Remaja adalah seseorang
yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi
tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-
18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun. Mahasiswa yang masih
dapat dikatakan remaja cenderung memiliki perilaku konsumtif yang
didasari karena belum menemukan jati diri, tentang bagaimana
seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan sehingga mereka mengikuti
bagaimana lingkungan sekitarnya berperilaku.
Motif mereka bertransaksi juga dipengaruhi oleh rasionalitas
mereka dalam berkonsumsi bahwa variabel harga, kualitas, pelayanan,
dan lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian masyarakat.
Konsumen di pedesaan lebih mementingkan 'Kualitas' dari merek-merek
yang mereka beli daripada pengaruh normatif atau daya tarik sosial di
media masa. Hal tersebut berlaku di segala lapisan konsumen pada saat
mereka memutuskan untuk berkonsumsi
Salah satu lapisan konsumen dalam melakukan kegiatan
konsumsi adalah remaja. Mahasiswa merupakan salah satu kelompok
konsumen remaja. Kegiatan konsumsi mahasiswa disamping untuk
keperluan kuliah, kegiatan konsumsi juga dilakukan untuk menunjang
penampilan dengan membeli barang, misalnya konsumsi make up,
pakaian, jam tangan, sepatu, tas, serta gadget. Hal ini menunjukkan
bahwa kebutuhan manusia tidak hanya mengenai kebutuhan seputar
sandang, pangan, papan (primer). Kebutuhan manusia tersusun dalam
suatu hierarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah ialah kebutuhan
fisiologis ada pula kebutuhan akan harga diri dan tingkat yang tertinggi
ialah kebutuhan akan perwujudan diri. Bahkan saat ini, pergi ke salah
satu tempat makan bukan dikarenakan cita rasa makanannya yang tinggi
namun karena ingin mendokumentasikannya saat sedang direstoran
tersebut dan dipublikasikan di media sosial.
Perilaku konsumsi mahasiswa bisa dilihat dari seberapa banyak
mereka menggunakan pendapatan (uang saku) mereka untuk memenuhi
hasrat berbelanja mereka dan seberapa banyak yang mereka gunakan
untuk kebutuhan yang benar- benar harus dipenuhi. Kelompok konsumen
remaja khususnya mahasiswa putri biasanya mudah terbujuk rayuan
iklan, terpengaruh ajakan teman cenderung boros dalam menggunakan
uangnya serta bertindak kurang realistis. Mahasiswa putri cenderung
mempunyai jiwa yang labil dibanding mahasiswa laki-laki serta kelompok
yang relatif lebih mudah dipengaruhi budaya konsumerisme. Dari segi
penampilan mahasiswa putri Prodi S1 Pendidikan Ekonomi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Metro cukup
menarik. Penampilan yang menarik tidak lepas dari make-up, perawatan
kecantikan serta model pakaian yang modis dan cenderung mengikuti
tren. Dari segi keperluan hiburan kegiatan yang sering dilakukan dalam
mengisi waktu luang mahasiswa putri Prodi S1 Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Metro adalah pergi ke pusat perbelanjaan, nongkrong, menonton bioskop,
karaoke, kuliner, dan pergi ke tempat wisata.
Berdasarkan fenomena yang ada penulis ingin mengkaji lebih
dalam penelitian dengan judul “Analisis Perilaku Konsumtif Mahasiswa
Ditinjau Dari Motif Bertransaksi Pada Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Metro”. Fokus masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana motif bertransaksi mahasiswa Prodi Pendidikan
Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Metro dalam berkonsumsi secara konsumtif.

B. Fokus Penelitian
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh gaya hidup terhadap perilaku konsumtif?
b. Bagaimana pengaruh literasi keuangan terhadap perilaku
konsumtif?
c. Bagaimana pengaruh media sosial terhadap perilaku konsumtif?

2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Menganalisis faktor gaya hidup yang mempengaruhi mahasiswa
terhadap perilaku konsumtif di Universitas Muhammadiyah Metro.
b. Menganalisis literasi keuangan yang mempengaruhi mahasiswa
terhadap perilaku konsumtif di Universitas Muhammadiyah Metro.
c. Menganalisis media sosial yang mempengaruhi mahasiswa
terhadap perilaku konsumtif di Universitas Muhammadiyah Metro.

C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah
Metro. Penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana perilaku konsumtif
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Metro ditinjau dari motif
bertransaksi. Peneliti memilih Universitas Muhammadiyah Metro sebagai
lokasi penelitian karena Universitas Muhammadiyah Metro sebagai salah
satu Universitas yang mewadai mahasiswa dan banyak terdapat
mahasiswa yang bergaya hidup secara berlebihan. Peneliti telah
melakukan observasi dan melihat mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Metro saat ini bergaya hidup berlebihan. Peneliti juga berasal dari
Universitas Muhammadiyah Metro, sehingga memudahkan peneliti
apabila melakukan penelitian di Universitas Muhammadiyah Metro.
BAB II
KAJIAN LITERATUR

1. Perilaku Konsumtif
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, perilaku berasal dari
kata
“laku” yang berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan dan berbuat.
Definisi lain menurut wawan (2011), perilaku merupakan suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan
baik disadari maupun tidak. Perilaku adalah kumpulan faktor yang saling
berinteraksi.
Menurut Lubis dalam Sumartono (2002), perilaku konsumtif
adalah
perilaku membeli yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang
rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf
yang tidak rasional lagi. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia mengatakan perilaku konsumtif merupakan kecenderungan
individu untuk mengonsumsi sesuatu tanpa batasan dan hanya
mementingkan faktor keinginan. Definisi lain, Anggasari mengatakan
perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang dengan kurang
adanya pertimbangan sehingga menjadi kurang bermanfaat.
Lebih lanjut. Sumartono (2002) menjelaskan bahwa munculnya
perilaku konsumtif disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Adapun faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif
individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga
dan demografi. Sedangkan faktor internal yang berpengaruh pada
perilaku
konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, pengamatan dan proses
belajar, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup.
Oleh sebab itu, perilaku konsumtif merupakan sebuah sikap dalam
mengonsumsi yang mengandung berlebihan karena tidak memiliki
prioritas utama dalam hidup melainkan hanya ingin memenuhi nafsu
membeli, sehingga pembeliannya menjadi kurang bermanfaat. Perilaku
konsumtif dilihat dari dua sisi yaitu internal dan eksternal. Sisi internal
dalam mengonsumsi dilihat melalui konsep diri, gaya hidup, literasi
keuangan, kepribadian, motivasi dan religiusitas. Sedangkan sisi
eksternal dilihat dari lingkungan, media sosial dan kebudayaan.
Pengukuran perilaku konsumtif menggunakan indikator perilaku
konsumtif menurut sumartono (2002), yaitu:
a. Membeli produk karena iming-iming hadiah; membeli suatu barang
karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut
b. Membeli produk karena kemasannya menarik; konsumen (kaum
muda) sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus
dengan baik dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya
motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk
tersebut dibingkus rapi dan menarik.
c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi; kaum
muda mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada
umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan,
gaya rambur, dan sebagainya dengan tujuan agar mereka selalu
berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Remaja
membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan
diri.
d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat
atau kegunaan); cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya
kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal
yang dianggap paling mewah.
e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol mata; kaum muda
mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat
menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi
kesan berasal dari kelas social yang lebih tinggi. Dengan membeli
suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih
keren dimata orang lain.
f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan; kaum muda cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang
dapat dipakai tokoh idolanya. Mereka juga cenderung memakai dan
mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure
produk tersebut.
g. Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa
percaya diri; kaum muda sangat terdorong untuk mencoba suatu
produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan
tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis dengan merek berbeda
meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

Menurut Lina dan Rosyid (1997) terdapat beberapa aspek perilaku


konsumtif, yaitu: (rahayu, 2017)

a. Pembelian implusif (implusive buying) merupakan pembelian


konsumen secara tiba-tiba tanpa didasari pertimbangan yang jelas.
b. Pembelian berlebihan (wasteful buying) merupakan pembelian
konsumen yang tidak adanya kejelasan dan hanya menghambur-
hamburkan uang.
c. Pembelian tidak rasional (non rasional buying) merupakan pembelian
konsumen yang tidak memperhatikan kebutuhan yang jelas dan
hanya mengikuti gengsi semata.

Raharjo dan Silalahi (2007) menyatakan terdapat beberapa faktor


yang

mempengaruhi perilaku konsumtif yaitu: (Rahayu, 2017)

a. Iklan; salah satu media untuk mempromosikan suatu produk pada


masyarakat umum. Iklan bertujuan untuk mempengaruhi orang yang
melihatnya agar tertarik untuk membeli produk tersebut.
b. Konformitas; biasanya terjadi pada masa remaja karena memiliki
keinginan kuat untuk berpenampilan menarik (memusatkan perhatian
hanya pada dirinya sendiri) agar dapat menjadi bagian dari
kelompoknya.
c. Gaya Hidup; meniru cara hidup orang luar negeri dengan
menggunakan produk bermerek asal luar negeri yang dapat
membentuk gaya hidup secara berlebihan dan dirasa dapat
meningkatkan status sosial.
d. Kartu kredit; pengguna tidak merasa takut untuk kekurangan atau
tidak mempunyai uang saat berbelanja karena kemudahan
penggunaan kartu kredit.

Perilaku membeli yang tidak rasional dapat diukur jika konsumen


membeli barang karena ingin mendapatkan hadiah, kemasan yang
menarik, menjaga penampilan akibat gengsi, memberikan simbol status,
ingin meningkatkan kepercayaan diri, ingin meniru artis atau idolanya,
selain itu mempertimbangkan harga tetapi bukan karena alasan
kegunaan suatu barang, selain itu juga saat membeli dua produk yang
sejenis dalam waktu yang berdekatan.

2. Gaya Hidup
Gaya hidup memiliki banyak pengertian, menurut Alfred Adler,
merupakan suatu usaha yang menghasilkan banyak perilaku pada diri
seorang dan dapat dipandang berbeda dari setiap orang yang
merasakannya. Menurutnya, kemunculan gaya hidup setiap orang
berasal dari diri sendiri dan lingkungan, diri sendiri menjadi factor yang
paling penting menentukan. Perilaku yang nampak di dalam gaya hidup
berasal dari kebiasaan, cara-cara yang disepakati dalam melakukan
sesuatu, dan
perilaku yang sudah direncanakan.
Menurut Setiadi (2003), Gaya hidup secara luas diidentifikasikan
bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang
mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa
yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di
sekitarnya.
Mowen dan Minor (2002) mengatakan gaya hidup menunjukan
bagaimana seseorang menjalankan hidup, membelanjakan uang, dan
memanfaatkan waktunya. Gaya hidup dalam pandangan ekonomi
menunjukan bagaimana seorang individu mengalokasikan
pendapatannya dan bagaimana pola konsuminya.
Chaney dalam Pawanti (2013) menjelaskan bahwa gaya hidup
sebagai pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan
orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-
hari dunia modern. Salah satu gaya hidup yang terlihat pada saat ini
adalah gaya hidup hedonis. Menurut Chaney, gaya hidup hedonis adalah
suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan, seperti
lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain,
senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang
disenanginya, selalu ingin menjadi pusat perhatian.
Gaya hidup adalah kebiasaan tentang bagaimana seorang
menghabiskan waktu, memanfaatkan waktu dan bagaimana
menggunakan uangnya dalam memenuhi kesenangan dirinya. Gaya
hidup hedonis menjadi salah satu pola hidup yang mengerikan dan
membuat orang hanya memikirkan hal-hal yang disenanginya sehingga
menjadi egois dalam mengatur hidupnya. gaya hidup dipengaruhi oleh
apa yang ada disekitarnya, seperti menjamurnya pusat perbelanjaan,
kegiatan yang disukainya dan sebagainya.
Pembentukan gaya hidup pada masyarakat konsumeris saat ini
didukung oleh beberapa factor, antara lain: (dalam pawanti, 2013)
a. Tersedianya sejumlah besar dan meningkat secara konstan berbagai
jenis barang.
b. Kecenderungan semakin bertambahnya pertukaran dan interaksi
manusia yang dimungkinkan melalui pasar.
c. Peningkatan berbagai bentuk kegiatan belanja, mulai dari pemesanan
lewat pos, mal-mal hingga penjualan di atas mobil dan toko barang-
barang bekas. Selain itu, pada era modern saat ini, perkembangan
teknologi seperti internet memberikan kemudahan dalam berbelanja
yang ditawarkan melalui system online.
d. Pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan serta kompleks-kompleks
rekreasi dan gaya hidup rekreatif, mulai dari kafe-kafe ‘bergaya’
tertentu hingga bangunan-bangunan Disneyworld.
e. Semakin pentingnya pengemasan dan promosi dalam pembuatan,
tampilan, dan pembelian barang-barang konsumen.
f. Gencarnya iklan-iklan dimedia khususnya televise yang menawarkan
sejumlah produk-produk kepada masyarakat.
g. Peningkatan penekanan pada gaya, desain, dan penampilan barang-
barang.
h. Pemakaian kartu kredit pada saat berbelanja, yang memudahkan
individu untuk tidak perlu membawa uang dalam jumlah yang besar.
3. Literasi Keuangan
Literasi keuangan menurut Program International for Student
Assesment (PISA, 2012) dalam Dewi dkk (2017) adalah pengetahuan dan
pemahaman terhadap konsep keuangan dan resiko, keahlian, motivasi
dan
kepercayaan diri untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman untuk
membuat keputusan atas berbagai aspek keuangan, untuk memperbaiki
kesejahteraan financial seseorang atau kelompok dan untuk ikut serta
dalam kegiatan ekonomi. Literasi keuangan memiliki beberapa indicator,
yaitu pengolahan, pengetahuan dan terampilan.
Menurut PISA (dalam imawati dan susilaningsih, 2013) aspek-
aspek yang terdapat pada Literasi Keuangan yaitu uang dan transaksi,
perencanaan dan pengelolaan keuangan, risiko dan keuntungan serta
financial landscape.
OECD (2005) mendefinisikan Literasi Keuangan sebagai proses
guna meningkatkan pemahaman keuangan konsumen/ investor tentang
konsep dan produk keuangan, melalui informasi, instruksi dan/ atau saran
yang objektif, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri untuk
menjadi lebih sadar akan peluang dan risiko finansial, menginformasikan
pilihan, untuk mengetahui bagaimana mendapatkan bantuan, dan untuk
mengambil tindakan efektif lain guna meningkatkan kesejahteraan/
kesehatan finansial mereka.
Lusardi, Michell dan Curto (2008) bahwa ada tiga hal yang
memberikan pengaruh terhadap kemampuan Literasi Keuangan yaitu:
(dalam imawati dan susilaningsih, 2013)
a. Sosiodemographi
Ada perbedaan kepahaman antara laki-laki dan perempuan. Laki-
laki dianggap memiliki kemampuan financial literacy lebih tinggi
daripada perempuan. Begitu juga dengan kemampuan kognitifnya.
b. Latar belakang keluarga
Pendidikan seorang ibu dalam sebuah keluarga berpengaruh kuat
pada financial literasi, khususnya ibu yang merupakan lulusan dari
perguruan tinggi. Mereka unggul 19 persen lebih tinggi daripada yang
lulusan sekolah menengah.
c. Kelompok pertemanan (peer group)
Kelompok atau komunitas seseorang akan memengaruhi financial
literasi seseorang, memengaruhi pola konsumsi dan penggunaan dari
uang yang ada.

Menurut Brougham, Jacobs-Lawson, Douglas and Trujillo (2010)


mengungkapkan bahwa perilaku konsumtif mahasiswa bergantung pada
perannya dalam menanggung kewajiban, bisa jadi diri sendiri atau orang
tua atau bahkan keduanya yang berperan dalam menanggung kewajiban
keuangan. Semakin tinggi tingkat financial literacy individu, maka perilaku
konsumtif akan semakin rendah. Individu yang memiliki tingkat literasi
keuangan rendah, cenderung melakukan keputusan yang tidak produktif,
menggunakan uang untuk keperluan yang kurang berguna. Individu
dengan literasi keuangan yang tinggi, cenderung menyimpan uang yang
dimiliki untuk kesejahteraan yang lebih baik.

Finansial literasi telah dijabarkan pada bagian atas yang dapat


disimpulkan bahwa suatu kemampuan individu dalam melihat peluang
dan mengelola keuangannya agar tidak dirugikan dalam situasi yang tidak
dimengerti, biasanya kemampuan mengelola keuangan dipengaruhi oleh
pendidikan, orang tua, teman sekitar dan gender.

4. Media Sosial
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media
sosial
sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di
atas dasar ideology dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan
penciptaan dan pertukaran user-generated content”.
Safko dan Brake (2009) telah mendukung konsep yang diusulkan
oleh Kaplan dan Haenlein (2009), karena mereka telah merujuk media
sosial ke kegiatan, praktik, dan perilaku di antara komunitas orang-orang
yang berkumpul secara online untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan
opini menggunakan media percakapan.
Dann dan Dann (2011) telah menggambarkan bagaimana media
sosial dibentuk berdasarkan elemen yang saling berhubungan antara
interaksi sosial, konten, dan media komunikasi. Media sosial telah
menciptakan lanskap baru dalam mendukung sosialisasi informasi.
Munculnya Web 2.0 adalah salah satu perkembangan yang paling
tangguh dalam sejarah perdagangan. Media sosial adalah evolusi yang
didasarkan pada Web 2.0, di mana tidak hanya mendorong konten yang
direset, tetapi juga memperluas fokus ke pengguna dengan
memungkinkan mereka menampilkan konten untuk dibagikan di antara
jaringan.
Sejalan dengan pandangan milik Lee (2013), media sosial
menggambarkan cara-cara baru yang kuat dan melibatkan individu
dengan konten dalam Internet. seperti yang banyak diamati, media sosial
berpusat pada pengguna di mana ia menekankan dan memfasilitasi
proses membuat, berkomentar, mengedit, dan berbagi. Lebih penting lagi,
media sosial adalah demokratisasi konten.
Ollie (2008) menyebutkan bahwa manfaat dari belanja melalui
online shop adalah memberikan kemudahan karena pelanggan dapat
memesan produk dalam waktu 24 jam sehari dimanapun berada
sehingga tidak perlu ribet; adanya kejelasan informasi karena pelanggan
dapat memperoleh beragam informasi komparatif tentang perusahaan,
produk dan pesaing tanpa meninggalkan pekerjaan yang dilakukan oleh
pelanggan dan tingkat keterpaksaan yang lebih sedikit karena pelanggan
tidak perlu menghadapi atau melayani bujukan dari faktor-faktor
emosional.
Media sosial merupakan aplikasi berbasis internet yang dapat
menghubungkan antar user untuk saling berbagi dan berinteraksi secara
online. Konten yang dibuat dapat membentuk persepsi bagi pengguna
dan pengikut situs media sosial tersebut karena banyaknya informasi
yang beredar. Salah satu focus utama dari varibel ini adalah bagaimana
pengguna media sosial menggunakan, menanggapi kegunaan setiap
media sosial, seperti tersedianya online shop dan juga sarana saling
memperlihatkan diri secara tidak langsung (memperlihatkan yang baik
saja) dengan harapan mendapatkan tanggapan dari followersnya.

Anda mungkin juga menyukai