Anda di halaman 1dari 12

PANDANGAN MAHASISWA TERHADAP KORELASI ANTARA

PERILAKU KONSUMTIF DENGAN GAYA HIDUP

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam periode globalisasi ini, dengan produksi berbagai inovasi yang dapat
bekerja dengan mudah membantu orang menyelesaikan masalah mereka. Berdasarkan
hal-hal yang terkait dengan iklan, banyak item yang ditawarkan kepada masyarakat
umum. Wilayah metropolitan yang digambarkan oleh banyak mall (pusat
perbelanjaan). Orang-orang di kota akan lebih khawatir tentang bagaimana dia akan
terlihat saat ini dan siap untuk tetap waspada terhadap kesempatan daripada
berinteraksi dengan lingkumgansosialnya. Keterbukaan untuk keadaan seperti ini
tentu akan membuat perkotaan untuk berbelanja atau bertindak boros, membeli
barang dagangan atau barang, baik untuk memenuhi kebutuhan mereka atau hanya
untuk memenuhi kerinduan mereka.
Latihan-latihan tidak wajar yang dilakukan oleh penduduk kota tidak hanya
ditentukan oleh kebutuhan akan kapasitas barang-barang tersebut. Namun, itu juga
didasarkan pada keinginan untuk menjadi terkenal. Hal ini dikarenakan banyaknya
penawaran barang-barang terbaru yang diajukan melalui berbagai media seperti
media cetak dan elektronik, bahkan melalui penawaran langsung di suatu tempat
(retail plaza) yang membuat seseorang dengan mudah terpengaruh untuk mencoba
membeli barang tersebut walaupun fakta bahwa itu sama sekali bukan kebutuhan.
Mufidah, 2012).
Pusat perbelanjaan pada umumnya akan menghapus pergaulan ramah yang
terjadi di ruang terbuka dan mengajak warganya untuk boros. Dari sudut pandang
mental, ini merupakan indikasi kurangnya kebijaksanaan individu (locus of control)
terhadap perhatiannya sendiri, mereka akan membeli apa yang sebenarnya tidak
mereka butuhkan (Halim, 2008: 124). Perbuatan membeli barang dagangan atau
menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu disebut perbuatan boros. Hal ini
dilakukan secara unik untuk memenuhi sebuah kerinduan atau keinginan tertentu.
Motivasi di balik perbuatan asusila menurut Echols dan Shadly (dalam
Murbani, 2010:13) adalah struktur kata deskriptif yang berasal dari kata “pembeli”
yang berarti memanfaatkan barang, baik tenaga kerja maupun produk modern, cara
boros melahap barang atau dagangan secara konsisten. disalahpahami. Meski dengan
berbagai tingkatan, perilaku boros terjadi di hampir semua pertemuan di arena publik,
mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa, semua tidak luput darinya. Salah
satunya adalah mahasiswi.
Perilaku boros lebih dominan di kalangan mahasiswi. Karena biasanya
perilaku tidak baik ini lebih banyak dilakukan oleh para remaja putri daripada laki-
laki. Seperti yang diungkapkan oleh Kotgen dan Specht (dalam Ermawati, E., dan
Indriyati, 2011) bahwa remaja putri menghabiskan uang berkali-kali lipat
dibandingkan pria. Selain itu, para remaja putri Ningsih dan Bawono (2016) juga
akan memikirkan bagaimana caranya agar terlihat cantik dan memikat. Jadi untuk
menjadi cantik dan menarik, para wanita muda akan menghabiskan uang mereka
untuk membeli barang-barang mahal atau bermerek, seperti sepatu, tas, pakaian, dll
yang dapat mempertahankan penampilan mereka. Run of the mill life remaja masa
kini dapat dilihat dari apa yang mereka miliki dan apa yang digunakan remaja secara
konsisten. Hal-hal yang dijadikan gaya hidup anak muda umumnya bergaya dan
kekinian. Kehidupan yang sesaat dan terkesan boros kerap membuat anak muda
melakukan perbuatan boros. Dalam kesempatan tersebut, anak-anak akan terus
menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari yang membuat mereka
menyenangkan, mencari karakter mereka, dan ingin dikenal. Siswa merupakan fokus
utama dari ujian ini karena mereka akan memasuki tahap darurat di masa remaja
mereka. Pelajar pada umumnya berada pada kelas sosial menengah ke atas dan
memiliki gaya hidup yang tinggi, mulai dari cara berpakaian, berpakaian, dan cara
berteman dengan teman-temannya. Bukti nyatanya adalah kelima siswa yang ditemui
mengatakan bahwa mereka suka berbaur dan berpartisipasi serta memutuskan untuk
memiliki teman yang bisa diajak berdiskusi tentang gaya dan semangat mereka untuk
berbelanja. Pengaruh gaya hidup di lingkungan sosial ini dapat memicu keinginan
untuk membakar produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup siswa. Pengaruh
gaya hidup yang kuat juga dapat dipertahankan oleh kelas sosial yang melekat pada
diri seorang anak. Faktor kelas sosial yang berasal dari gaji wali setiap bulan yang
berada di kelas sosial atas, khususnya kompensasi di atas normal Rp 5.000.000/bulan,
instruksi wali dengan pendidikan empat tahun perguruan tinggi dan dibuat oleh wali
yang melibatkan posisi atau jabatan penting. di tempat kerja, siap menyebabkan siswa
merasa bahwa mereka berada pada tingkat keuangan yang inklusif secara luas.
Cara hidup penting untuk aktivitas publik sehari-hari di dunia mutakhir. Cara
hidup seseorang juga dapat dilihat dari kelas sosial atau kesejahteraan ekonomi
seseorang. Menurut Mowen dan Minor (1998) (dalam Sumarwan, 2011: 265), kelas
sosial pada umumnya adalah lapisan yang terus-menerus dalam aktivitas publik
dengan kontras dalam status, kelimpahan, instruksi, posisi, dan nilai. Sementara itu,
sebagaimana ditunjukkan oleh Schiffman dan Kanuk (2010) (dalam Sumarwan,
2011:265) menyatakan bahwa kelas sosial dicirikan sebagai pembagian individu-
individu sosial menuju sistem status kelas yang asli, dimana individu terdiri dari
beberapa kelas yang memiliki status relatif yang sama dan status individu lainnya
memiliki status yang lebih tinggi. tinggi dan rendah.
Kelas sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam berbagai kelas atau
berbagai lapisan yang menggambarkan kontras dalam sekolah, gaji, pemilik tanah,
dan kualitas yang dimiliki. Seperti yang diungkapkan Sri Suprapti, kelas sosial yang
dikendalikan oleh pekerjaan dan jenis individu dan yang bekerja sesekali juga akan
mempengaruhi cara hidup, kualitas, dan semua perspektif yang terkait dengan siklus
pemanfaatan. Lebih lanjut, seperti yang ditunjukkan oleh Engel, Dark Well, dan
Miniard (1995) (dalam Sumarwan, 2011: 265) bahwa kelas sosial juga bergantung
pada individu secara sosial mengenai bagian dari harga diri keluarga, cara hidup,
kegembiraan, dan perilaku yang dapat diatur. . Kelas sosial sebagian besar terdiri dari
tiga ukuran, yaitu masyarakat kelas atas, kelas pekerja, dan kelas bawah tertentu yang
dapat mempengaruhi perilaku tidak sopan seseorang.
Perilaku destruktif seorang remaja juga bergantung pada seberapa besar
pengaruh gaya hidup dalam iklim umum dan kelas sosial setiap individu. Kondisi
keuangan yang khas dari setiap individu dapat berdampak pada diri mereka sendiri
untuk membakar produk-produk mahal sebagai struktur yang anak-anak dapat
mengikuti pergantian peristiwa saat ini. Interaksi dimulai dari modal individu, yang
meliputi 1. keadaan sasaran seorang remaja terhadap sesuatu, 2. habitus, khususnya
kecenderungan individu dalam kehidupan sehari-harinya, 3. sikap, 4. cara hidup, 5
.kerangka tanda, dan 6. selera. seseorang untuk sesuatu yang baru. Dari siklus ini
kemudian, muncullah ukuran-ukuran gaya hidup yang diidentikkan dengan gerakan
(bagaimana seseorang dapat menyelesaikan latihan dalam menginvestasikan energi
ekstranya), minat (apa yang menarik atau umumnya penting tentang seseorang), dan
perasaan (kesimpulan mereka dan perspektif tentang realitas mereka dan dunia yang
melingkupinya) (Sumarwan, 2011: 47).
Perilaku yang menunjukkan adanya perilaku konsumtif masih berkaitan
dengan kesesuaian remaja dengan gaya hidup yang terlabel pada dirinya serta kelas
sosial yang dimiliki oleh orang tua. Untuk itu, kesesuain teori antara gaya hidup,
kelas sosial, dan pengaruhnya pada perilaku konsumtif yang akan menjadikan fokus
penelitian yaitu “Pandangan Mahasiswa Terhadap Korelasi Antar Perilaku Konsumtif
Dengan Gaya Hidup”
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan para mahasiswa mengenai korelasi antara perilaku
konsumtif dengan gaya hidup yang terdapat pada lingkup mahasiswa?
2. Bagaimana Dampak yang muncul akibat adanya sikap konsumtif pada kalangan
mahasiswa?
1.3TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mencari informasi mengenai korelasi antara perilaku konsumtif dengan gaya
hidup pada lingkup mahasiswa
2. Mencari informasi mengenai dampak dari sikap konsumtif pada lingkup
mahasiswa
1.4MANFAAT PENELITIAN
Terdapat manfaat pada penelitian ini yaitu guna mengetahui bagaimana pandangan
para mahasiswa terhadap korelasi antara perilaku konsumtif dengan gaya hidup pada
remaja kalangan mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat tinjauan pustaka yang didapat melalui berbagai sumber sehingga akan
dirangkum yaitu akan dijabarkan melalui tabel penelitian terdahulu yaitu sebagai
berikut:
No Penelitian Metode Persamaan Hasil
1 Hubungan Analisis Variable Hasil
Antara data yang bebas pengujian
Gaya Hidup digunakan (gaya hipotesis
dan Kelas adalah hidup) dan menyatakan
Sosial korelasi variable bahwa
dengan sederhana, terikat. terdapat
Perilaku korelasi hubungan
Konsumtif ganda dan yang
pada regresi signifikan
Remaja di ganda. antara gaya
SMA hidup dan
Trimurti kelas
Surabaya. sosial dengan
perilaku
konsumtif.
Adanya daya
tarik
bagi
mahasiswa
untuk
membeli
barang tanpa
pemikiran
yang
rasional
menjadi hasil
penelitian ini .
2 Hubungan Anlisa regresi Variabel Adanya
Gaya hidup Bebas (Gaya hubungan
dan Hidup) antara gaya
Konformita dan hidup dengan
s dengan Variabel perilaku
Perilaku terikat konsumtif.
Konsumtif dimana,
pada individu
Remaja dalam
(Siswa membeli suatu
Sekolah produk
Mengah mengacu pada
Atas Negeri gaya hidup
5 yang
Semarang) dianutnya.
Prabawa
(2002)
menjelaskan
bahwa model
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pembelian
yang
kaitannya
langsung
dengan
kepribadian
diantaranya
konsep diri
dan gaya
hidup.
Perilaku
konsumtif
remaja
yang tinggi
dapat
menciptakan
situasi pada
individu untuk
cenderung
melakukan
kegiatan
pembelian
yang tiada
batas.
3 Pengaruh Anlisis regresi Variabel Gaya hidup
Gaya Hidup gaya hedonis
linier
Hedonis hidup dan berpengaruh
terhadap Perilaku signifikan
Perilaku Konsumtif terhadap
Konsumtif perilaku
pada konsumtif
Pramugari pada
Penerbangan Pramugari
X Maskapai
Penerbangan
“X”. hal
tersebut
terjadi karena
adanya
tuntutan
dari
perusahaan
penerbangan
untuk menjaga
penampilan
dan
berorientasi
pada
kesenangan
merupakan
cara mereka
untuk
melepas
kelelahan
setelah
berkerja.

2.2 LANDASAN TEORI


DEFINISI KONSUMTIF
Perilaku konsumtif sangat penting untuk tindakan atau gerakan
memgkonsumsi melalui tenaga kerja dan produk yang dilakukan oleh pembeli
(Munandar, 2011). Definisi ini memberikan gambaran dasar yang diidentikkan
dengan perilaku boros, karena tidak menjelaskan bahwa perilaku destruktif adalah
gerakan melahap produk secara berlebihan. Ancok (1995) lebih tegas lagi
menjelaskan bahwa perbuatan asusila adalah perbuatan orang yang tidak dapat
menghindari keinginan untuk membeli barang dagangan yang tidak diperlukan tanpa
melihat kemampuan pokok barang tersebut. Definisi tersebut menunjukkan bahwa
orang yang bertindak boros pada umumnya akan membeli barang dagangan
berdasarkan kebutuhan, bukan kebutuhan.
Klarifikasi Ancok (1995) ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
Sumartono (2002), bahwa perilaku boros adalah gerakan membeli sesuatu dengan
perenungan yang absurd dan tidak didasarkan pada kebutuhan. Perilaku boros adalah
gerakan pembelian produk yang kurang atau tidak dibutuhkan sama sekali sehingga
temperamennya menjadi berulang. Dengan demikian, orang dalam melakukan
pembelian lebih mengkhawatirkan faktor keinginan daripada faktor kebutuhan.
Definisi tersebut cukup untuk menggambarkan secara jelas dan menyeluruh yang
diidentikkan dengan perilaku yang tidak wajar.
Piliang (Heni, 2013) melengkapi dengan menjelaskan bahwa perilaku tidak
baik itu digambarkan dengan adanya kehidupan yang boros dan tidak perlu,
pemanfaatan semua yang dianggap mahal dan memberikan kepuasan dan
penghiburan aktual terbesar. Hal ini juga didukung oleh gaya hidup belanja yang
interaksi kemajuan dan peningkatan didorong oleh kebutuhan sebagai lawan
kebutuhan. Definisi ini melengkapi klarifikasi hipotesis masa lalu dengan
mengklarifikasi bahwa perilaku boros tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan
individu, tetapi pada saat yang sama dipengaruhi oleh cara hidup dalam keadaan
orang tersebut saat ini.
Sesuai dengan definisi sebelumnya, Wahyudi (2013) lebih lanjut menjelaskan
bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi tergantung pada
perenungan individu.. Bagaimanapun, ada kecenderungan materialistis, keinginan
yang besar untuk memiliki barang-barang mewah dan selangit, dan semua yang
dianggap paling mahal untuk memuaskan keinginan akan kesenangan. Definisi ini
mendukung definisi masa lalu, dimana definisi ini dapat memperjelas bahwa orang
yang bertindak destruktif pada umumnya akan merasa senang dan yakin jika mereka
membeli atau menggunakan produk bermerek.
Dilihat dari definisi di atas, cenderung dianggap bahwa perilaku destruktif
adalah gerakan membeli sesuatu secara berlebihan. Dimana pembelian dilakukan
dengan perenungan yang tidak rasional dan berfokus pada keinginan daripada
keuntungan atau kebutuhan barang tersebut.

ASPEK KONSUMTIF
Terdapat 8 aspek pada perilaku konsumtif, yaitu :
1. Membeli barang karena hadiah yang menarik
Pada aspek ini tidak membeli barang karena manfaatnya, tetapi membeli
barang hanya karena hadiah yang ditawarkan pada barang tersebut.
Contohnya yaitu, apabila kita membeli 1 barang makan akan mendapatkan 1
barang, walaupun barang yang didapatkan tidak bermanfaat.
2. Membeli karena kemasan yang unik
Konsumen membeli barang karena melihat packaging dari barang ini sangat
menarik. Contohnya ketima kita membeli barang, tetapi barang tersebut hanya
menarik pada bagian cover saja, dan tidak ada manfaatnya.
3. Membeli barang karena gengsi
Gengsi akan membuat hidup kita merasa tidak tenang, karena hal ini akan
membuat kita membeli barang hanya karena barang tersebut dapat menjaga
penampilan dari diri kita.
4. Membeli barang karena disc
Membeli barang tersebut bukan karena dilihag dari manfaatny, tetapi dibeli
karena adanya potongan harga.. Program potongan harga sengaja diberikan
oleh pusat perbelanjaan menjadi tawaran yang menarik pada individu yang
berperilaku konsumtif. Contohnya adalah seringnya individu membeli barang
yang tidak dibutuhkan saat tersedia program potongan harga di pusat
perbelanjaan.
5. Membeli barang untuk status sosial
Untuk membuat dirinya dinilai sebagai seorang yang branded, maka akan
membeli barang demi menjaga status sosialnya
6. Membeli barang karena model iklan
Konsumen tertarik ketika model tersebut menggunakan produk, sehingga
ingin membeli produk tersebut dan berekspetasi ketika dia menggunakan juga
akan sebagus itu.
7. Membeli harga mahal untuk rasa percaya diri
Konsumen tidak membeli barang sesuai kebutuhannya, tetapi membeli barang
untuk menambah rasa percaya diri mereka jika membeli barang dengan harga
yang mahal.
8. Membeli 2 jenis dengan merk berbeda
Konsumen membeli barang tersebut hanya ingin dinilai fashionable karena
menggunakan merek yang berbeda walaupun jenis produk yang sama
DAFTAR PUSTAKA
Darminto, Eko dan Meita Santi B. 2010. Gambaran Gaya Hidup dan Nilai Internal.
Jurnal: Psikologi Teori dan Terapan Vol.1 No.1.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009. Perilaku Konsumen.Bandung: PT. Refika


Aditama.

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam


Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suprapti, Wayan Sri. 2010. Perilaku Konsumen: Pemahaman Dasar Dan Aplikasinya
Dalam Strategi Pemasaran. Denpasar: Udayana Universitty Press.

Winarsunu, Tulus. 2009. Statistik: Dalam penelitian Psikologi dan Pendidikan.


Malang : UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai