Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN RISIKO DAN RISIKO DALAM ISLAM

Devi Akmalia (1910600003)

Khofiyatul Laily (1910600026)

Putri Fadlilatus Shalehah (1910600024)

Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Nurul Jadid

Paiton-Probolinggo.

Abstrak

Ketidakpastiaan resiko dapat di mulai pada awal keberadaan manusia.


Ketergantungan manusia demi manusai untuk menjelaskan masa depan, seperti ketika
manusia menginginkan penentuan yang tak tertandingi masa depan, lalu orang memprediksi
masa depan denhan beberapa kemungkinan lalu menciptakan ketergantungan kepada
peramal, pendeta,dll. Dengan demikian manajemen resiko telah diterapkan dalam kehidupan
masyarakat dari waktu kewaktu , persepektif islam dalam manajemen risiko dapat dipelajari
dari cerita organisasi yusufdalam mimpi mentakwilkan raja saat itu.verita inni juga
terkandung dalam al-qur’an.

Keyword: Manajemen Resiko, Resiko Islam

Latar Belakang

Jika kita ingin sukses dimasa depan yang akan datang, kita harus berani menarik
kesempatan dan peluang yang ada. Maka dari itu kita harus berani mengambil resiko dalam
setiap kesmpatan dan peluang yang datang, adakalanya kita terlalu memikirkan resiko dari
kesempatan yang akan kita ambil itu terlalu besar dan akan menimbulkan kegagalan. Padahal
rasa takut itu yang membuat kita kehilangan setiap kesempatan besar yang berkemungkinan
akan membuat hidup kita berubah lebih baik dimasa depan. Rasa takut juga ketidakberanian
lah yang menjadi kesalahan terbesar setiap manusia.

Seperti yang kita tahu bahwasanya hidup penuh dengan ketidakpastian terkadang hal
yang telah kita rencanakan juga yang kita inginkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Dalam
kehidupan resiko pasti ada dan bisa datang tanpa kita sadari, seperti resiko kecelakaan, sakit,
dll. Kebanyakan orang terlalu takut untuk mengambil setiap resiko, bahkan tidak mau
mengambil setiap resiko ketika memulai usaha yang telah direncanakan. Jika kita terlalu
takut mengambil sebuah resiko lantas bagaimana kita akan memulai suatu bisnis?, apa kita
hanya diam saja dan takut akan sebuah resiko?, lalu kapan kita akan memulai sebuah bisnis?,
jika kita mempunyai kemauan yang kuat untuk menghadapi sebuah resiko dan membuang
rasa takut gagal kita akan menemukan sebuah kunci menuju sukses.

Menjadi seorang pemimpin harus berani mengambil peluang dalam bisnis meskipun
peluang yang datang beresiko, pemimpin yang berani mengambil sebuah resiko ialah
pemimpin yang mamahami tenytang manajemen resiko dengan baik,

Manajemen resiko adalah pendekatan atau metode terstruktur untuk mengelola


ketidak pastiaan yang terkait dengan ancaman. Manajemen resiko juga dapat diartikan suatu
kegiatan maupun usaha untuk mencapai tujuan dengan memakai atau mengkoordinir
beberapa kegiatan orang lain.1 Berbagai aktivitas manusia, termasuk penelian resiko,
pengembangan strategi untuk mengatasinya dan mitigasi atau peringanan resiko melalui
pemberdayaan atau pengelolaan sumber daya strategi yang mungkin dilakukan antara lain
mentransfer resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negative resiko,
dan menyesuaikan sebagian atau seluruh konsekuensi dari resiko tertentu.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi literature atau studi kepustakaan
jenis penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan dengan metode pengumpulan referensi
atas landasan teori dari buku maupun jurnal. Metode studi literature ini di tempuh dengan
mungimpulkan beberapa referensi yang terdiri dari beberapa penelitian terdahulu dengan
memahami beberapa jurnal yang terkait dengan manajemen resiko.

Hasil dan Pembahasan

Sejarah Manajemen Resiko

Manajemen resiko sudah dituliskan dalam Al-Qur’an menjelang akhir abad ke-14.
2
disiplin ini mendorong kita untuk mengatasi ketidakpastian masa depan dengan cara yang
logis, konsisten dan sistematis hal ini membuat kita lebih berhati hati dan produktif,
menghindari hal- hal yang tidak berguna karena pemborosan sumber daya yang tidak perlu,
1
Miftachul Ulum, “RISIKO BISNIS DALAM PANDANGAN SYARIAH,” Jurnal Ummul Qura 8, no. 2 (2016): 12–25.
2
Sri Rahmany, “MANAJEMEN RISIKO SYARIAH MENURUT FATWA MUI,” 2015, 153–65.
dan menghindari penamhatan hal-hal yang merugikan atau bahkan mengejar sesuatu yang
bermanfaat.

Manajemen resiko kuno membuat keputusan yang baik dalam menghadapi


ketidakpastian dan resiko mungkin dimulai sejak awal keberadaan manusia. Manusia telah
berefolusi ketika mereka dapat menggunakan pengalaman dan ide mereka untuk mengurangi
ketidakpastian makanan, kehangatan, dan tempat tinggal. Homo sapiens bertahan dengan
mengembangkan, mengekspresikan hati nurani, dan terus- menerus membela organisme dari
resiko yang terkait dengan ketidakpastian. Sebagai awal dari manajemen resiko, ekspresi
genetic dapat menjelaskan disiplin atau ilmu untuk menghadapi ketidakpastian. Ribuan tahun
kemudian, manusia telah menggembangkan mekanisme lain untuk menghadapi kejutan
konstans setiap hari.

Catatan tertua tentang manajemen resiko dapat ditemukan dalam piagam Hammurabi.
(kode murabi) dibuat pada 2100 SM. Piagam berisi ketentuan yang memungkinkan pemilik
kapal untuk meminjam uang untuk membeli kargo. Namun, jika kapal tenggelam atau hilang
ditengah ia tidak harus mengembalikan uang pinjaman. Periode ini disebut era pertama
manajemen resiko, dan perusahaan hanya menangani resiko non entrepreneurial (seperti
keamanan). Tahun 1970-an dan 1980-an disebut sebagai era ke-2 manajemen risiko dalam
perusahaan. Perusahaan asuransi mulai mendorong para pengusaha untuk terus benar-benar
mengasuransikan produknya. Pada periode inilah konsep jaminan kualitas lahir untuk
memastikan bahwa semua produk memenuhi spesifikasi standar. Konsep ini dipopulerkan
oleh British Standards Association, yang memperkenalkan standar kualitas BS 5750 pada
tahun 1979. Pada tahun 1993, James Lamb diangkat sebagai Chief Risk Officer, posisi CRO
pertama didunia. Era ketiga manajemen resiko dimulai pada tahun 1995 dengan dirilisnya
AS-NZS 4360: 1995 oleh standards Australia of the world’s risk management standard.

“Risiko dan kisah manajemen resikonya adalah tentang rasionalitas dan kemanusiaan
yang saling bertarung dan kemudian berkerjasama untuk memahami ketidakpastiaan dan
bagaimana menhadapinya.” Semua keputusan terkait resiko mencangkup dua elemen yang
terpisah tetapi tidak dapat dipisahkan fakta objektif dan pandangan subjektif tentang apa yang
ingin anda peroleh atau hilangkan dari keputusan itu. Kedua pengukuran objektif dan tingkat
kepercayaan subjektif sangat penting.

Resiko Dalam Islam


Didalam bahasa Arab Resiko Islam lebih dikenal dengan istilah Mukhatarah (‫)مخاطرة‬.
Awal mula kata Mukhatarah ini berasal dari kata Al- khatar (‫)الخطر‬. Kata Al-khatar sendiri
mempunyai arti sesuatu yang tidak dapat diketahui kepastiannya (benar atau tidak) atau
sesuatu yang dapat mengandung bahaya. Sedangkan yang terdapat dalam kamus bahasa Arab,
Mukhatharah (‫ )مخاطرة‬sendiri mempunyai arti menempuh bahaya atau menyerempet bahaya.3

Dari sudut pandang islam, manajemen resiko adalah upaya menjaga amanah Allah
atas kekayaan untuk kemaslahatan ummat manusia. Berbagai sumber dalam ayat Al-Qur’an
telah memberikan kepada manusia betapa pentingnya menghadapi resiko ini. Keberhasilan
manusia dalam manajemen resiko dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar. Dengan
munculnya kemaslahatan ini, dapat diartikan sebagai keberhasilan manusia dalam
mendukung misi Allah.

Pada dasarnya Allah SWT mengingatkan manusia atau suatu masyarakat, dimana ada
kalanya dalam situasi tertentu mempunyai asset dan modal yg kuat, namun suatu saat akan
mengalami kesulitan. Hanya saja bagaimana cara kita untuk mengatasinya dalam menghadapi
kesulitan maka kita harus menyiapkan untuk perhitungan dan pandangan yang luas.

Maka dari itu islam sangat menganjurkan ummat nya untuk mengantisipasi risiko dan
menginnginkkan ummat nya untuk melaksanakan perencanaan agar lebih baik dimasa depan.
Sebagaimana yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an surah al-Hasyr ayat 18 : 4

‫يا يها الذ ينءامنو ا اتقو ا اهللا ولتنظر نفس ما قد مت لغد واتقواللله ان هللا خبير بما تعملون‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! bertaqwalah kepada allah dan hendaklah setiap
orang memperhatikan apa yang telah dibuatnya untuk hari esok (akhirat),dan bertaqwalah
kepada allah. Sungguh allah maha teliti, terhadap apa yang telah kamu kerjakan”.

Ayat ini merupakan bagian dalam mengintropeksi diri, bahwasanya seorang hamba
seharusnya memeriksa amal yang dikerjakan olehnya. Demikian pula dengan adanya
manajemen resiko, untuk mengantisipasi apa yang dikerjakan tidak menghasilkan masalah
yang terlalu parah dikemudian hari, dengan melakukan peninjauan di hari hari yang akan
datang. Kegiatan yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, menghimpun dan

3
Eka Nuraini Rachmawati, Ab Mumin, and Ab Ghani, “HUBUNGAN KEUNTUNGAN DENGAN RESIKO DALAM
PERSPEKTIF FIQIH APLIKASINYA PADA INSTITUSI KEUANGAN ISLAM,” Jurnal Tabarru’ : Islamic Banking and
Finance 3, no. 2 (2020): 95–107.
4
Chairul Lutfi, “MANAJEMEN RESIKO SYARIAH,” 2016, 1–65.
mewujudkannya. Jika apa yang dilaksanakan tersebut mempunyai resiko yang tinggi maka
bersikap hati-hati saat melakukannya, begitu pula sebaliknya.

Dalam Islam pengelolaan risiko suatu organsiasi dapat ditelaah dari cerita Nabi Yusuf
dalam menafsirkan mimpi sang raja pada zaman itu. Seperti yang ada dalam firman Allah
dalam surah Yusuf ayat 47 – 49 : 5

َ ‫قَا َل ت َْز َر ُعوْ نَ َس ْب َع ِسنِ ْينَ َدَأبًا فَ َما َح‬


َ‫ص ْد تُّ ْم فَ َذرُوْ هُ فِ ْي ُس ْنبُلِ ِه ِإاّل قَلِ ْياًل ِم ّما تَا ْء ُكلُوْ ن‬

Artinya: “Yusuf berkata: “ Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana
biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk
kamu makan”. (QS. Yusuf: 47).

ِ ْ‫ك َس ْب ٌع ِشدَا ٌد يَْأ ُك ْلنَ َما قَ ّد ْمتُ ْم لَه ُّن ِإاّل قَلِ ْيالً ِم ّما تُح‬
َ‫صنُوْ ن‬ َ ِ‫ثُ ّم يَْأتِى ِم ْن بَ ْع ِد َذل‬

Artinya: “Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit
dari (bibit gandum) yang kamu simpan.” (QS. Yusuf: 48).

َ ِ‫ثُ ّم يَْأتِى ِم ْن بَ ْع ِد َذل‬


‫ك عام فيه يغا ث النا س وفيه يعصرون‬

Artinya: “Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan
(dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." (QS. Yusuf: 49).

Dari cerita tersebut, bisa diungkapkan bahwasanya pada tujuh tahun ke-2 akan
muncul kekeringan yang sangat dahsyat. Kekeringan inilahyang menjadi sebuah risiko yang
menimpa negeri Nabi Yusuf pada zaman itu. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang
kemudian ditafsirkan oleh Nabi Yusuf maka kemudian Nabi Yusuf sudah melakukan
pengukuran dan pengendalian atas suatu risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun ke-2
tersebut. Hal ini dilakukan Nabi Yusuf dengan cara menyarankan kepada seluruh rakyat untuk
menyimpan sebagian dari hasil panennya pada panenyang terjadi ditujuh tahun pertama demi
menghadapi paceklik pada tujuh tahun yang akan datang. Dengan itu maka terhindarlah
bahaya kelaparan yang menjadi anacaman di negeri Nabi Yusuf tersebut. Yang demikian itu
menjadi suatu pengelolaan risiko yang sangat sempurna. Proses manajemen risiko yang

5
Supriyo, “MENEJMEN RISIKO DALAM PERFEKTIF ISLAM,” JURNAL PROMOSI :Jurnal Pendidikan Ekonomi UM
Metro 5, no. 1 (2017): 130–42.
diterapkan Nabi Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, mengevaluasi dan yang menjadi
tolak ukur dari pengelolaan risiko.

Begitu juga yang tertera di surah Lukman ayat:34 yang menjelaskan tentang
penempatan investasi serta manajemen resiko dalam menempatkan sesuatu yang sangat
penting untuk dipertimbangkan. Yang berbunyi:

‫ان هللا عنده علم السا عة وينز ل الغيث و يعلم ما في اال رحا م وما تدرى نفس ما ذا‬
‫تكسب غدا وما تد رى نفس باءى ارض نمو ت ان هللا عليم خبير‬

Artinya: ”Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.
dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34)

Bisa kita telaah kandungan dalam surah Lukman ini bahwasanya Allah SWT secara
tegas menyatakan bahwa, tidak ada seorang pun didunia ini yang bisa mengetahui denagn
jelas apa yang akan diusahakannya dan apa yang akan diperolehnya besok, dengan adanya
ajaran ini semua manusiaa diperintahkan untuk melakukan investasi yang akan menjadi bekal
didunia juga akhirat. Dan juga diwajibkan untuk berusaha agar kejadian yang tidak
diharapkan tidak menimbulkan hal yang fatal (menimalisir resiko).6

Manajemen resiko sangatlah penting untuk berlangsungnya suatu usaha atau tindakan
yang kita lakukan. Jika terjadi kerusakan pada usaha maka perusahaan akan mengalami
kerugian yang besar, hal itu dapat mengganggu, menghambat bahkan bisa menyebabkkan
kehancuran pada usaha yang dirintis oleh perusahaan tersebut. Maka dari itu Manajemen
resiko merupakan alat pelindung bagi suatu perusahaan dari setiap peluang terjadinya hal-hal
yang merugikan.

Dalam tinjauan islam, risiko dibagi menjadi dua, yaitu; 7

1. Resiko akhirat : resiko yang berkaitan dengan hari akhir, sedangkan

6
Asy’ari Suparmin, “MANAJEMEN RESIKO DALAM PERSPEKTIF ISLAM,” Al-Arbah 02, no. 2 (2018): 27–47.
7
Nur Khusniyah Indrawati, Ubud Salim Djumilah Hadiwidjojo, and Nur Syam, “MANAJEMEN RISIKO BERBASIS
SPIRITUAL ISLAM,” Ekuitas: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan 16, no. 2 (2012): 184–208.
2. Resiko dunia : resiko dunia berkaitan dengan tujuan utama dari beberapa
ketentuan syariah yang juga merupakan kepercayaan dasar bagi kehidupan
perorangan dan sosial yang dihadapkan dalam pemeliharaan beberapa pilar
kesejahteraan ummat manusia yang menlingkupi panca kemaslahatan dalam
maqashid asy-syariah.

Dalam sebuah hadits juga diriwayatkan, salah satu sahabat Rasulullah Saw yang
meninggalkan untanya tanpa diikatkan kepada sesuatu, seperti pohon, tonggak Dll, lalu
ditinggalkan. Nabi s.a.w. bersabda: "Mengapa tidak engkau ikatkan?" sahabat itu pun
menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah Saw. tidak bisa menyetujui
apa yang difikirkan oleh sahabat itu, lalu bersabda, "Ikatlah terlebih dahulu lalu
bertawakkallah." Pada intinya tawakkal tanpa usaha terlebih dahulu adalah keliru menurut
pandangan Islam. sedangkan maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama ialah
memasrahkan diri kepada Allah sesudah berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya.
Misalnya meletakkan sepeda di depan rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal.
Maksudnya apabila setelah dikunci itu masih bisa hilang semisal dicuri orang, maka dalam
pandangan agama orang tersebut sudah tidak bersalah, sebab sudah melakukan usaha supaya
sepeda tersebut tidak sampai hilang. Makna dari tawakal inilah yang diartikan sebagai
manajemen risiko.

Dilihat dari sudut pandang pada manajemen resiko, bahwasanya Islam mendukung
penuh upaya untuk menimalisir dan memperkecil risiko, juga mempercayai hanya ketentuan
dari Allah lah yang menjadi hasil akhirnya. Islam juga tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip yang ada dalam manajemen resiko selama praktik yang dilakukan tidak mengandung
unsur gharar, maisir, riba, dan dzalim.8

Memperhitungkan suatu resiko itu adalah sebuah keharusan. Ketika mengambil suatu
resiko ada tiga hal yang harus melekat didalamnya yaitu :9

1. Niat
Niat adalah dasar yang paling utama sebagai motivasi atas dasar ibadah
semata-mata.
2. Kemampuan

8
Robby Yudia Putra, “PENGELOLAAN RISIKO KEPATUHAN PADA PERBANKAN SYARIAH,” Jurist-Diction 3, no. 2
(March 11, 2020): 687, https://doi.org/10.20473/jd.v3i2.18212.
9
Trimulato Trimulato, “MANAJEMEN RISIKO BERBASIS SYARIAH,” Al-Urban: Jurnal Ekonomi Syariah Dan
Filantropi Islam 1, no. 1 (June 30, 2017): 90–104, https://doi.org/10.22236/alurban_vol1/is1pp90-104.
Kemampuan adalah sumber dari energi ilmu juga keterampilan yang
dilahirkan dari suatu proses belajar dan pengalaman yang dimiliki.
3. Perhitungan
Perhitungan adalah citra juga wawasan berfikir yang bertumpuan oleh untung
rugi.

Maka dari itu jelaslah, Islam memberi tanda untuk mengatur posisi risiko dengan
sempurna, sebagaimana Rasullullah melakukan kegiatan dengan perhitungan yang sangat
matang ketika melakukan risk management.

Bahkan ketika kita berusaha mencari nafkah, kita juga dihadapkan pada kondisi yang
tidak pasti terhadap apa yang akan terjadi. Kita boleh saja merencanakan sebuah aktivitas
usaha atau investasi, namun kita tidak tau pasti apa yang akan kita hasilkan dari investasi
tersebut, apakah untung atau malah rugi. Hal inilah yang merupakan sunnatullah atau
ketentuan Allah sebagaimana yang disampaikan terhadap Nabi Muhammad saw.

Mengelola Resiko

Resiko yang muncul dalam setiap kehidupan itu beragam dan berbagai bentuk
maupun sumbernya yang menyatu dalam suatu komponen tak terpisahkan dari berbagai
aktifitas yang dilakukan. Hal ini disebabkan masa yang akan datang adalah sesuatu yang
sangat mustahil untuk diprediksi, selalu ada ketidakpastiaan yang memunculkan sebuah
resiko. Disinilah pengelolaan resiko sangat dibutuhkan.10

Manajemen risiko selalu dilaksanakan dengan melewati beberapa jumlah kegiatan


yang berturut-turut. Proses ini dimulai dengan mengenali setiap risiko yang akan dihadapi.
Proses pengenalan ini bertujuan untuk melihat beragam bentuk serta kerumitan risiko yang
harus dihadapi dan dianalisisa pada kegiatan selanjutnya. Pengukuran ini memerlukan
validitas metode ataupun alat ukur yang akan digunakan.11

Risiko dapat dikelolah dengan beragam cara, contohnya seperti penghindaran, ditahan
(retention), diversivikasi, maupun ditransfer ke pihak lainnya. Pengelolaan Risiko. Dihindari,
ketika risiko tersebut masih dalam tahap pertimbangan untuk bisa diambil, misalnya
dikarenakan tidak cocok dengan kategori risiko yang diinginkan oleh suatu bank atau

10
Rahmany, “MANAJEMEN RISIKO SYARIAH MENURUT FATWA MUI.”
11
Umi Suswati Risnaeni, M Baharudin Rois, and Shinta Nuriah Ramadhani, “EFEKTIVITAS MANAJEMEN RISIKO
DAN HASIL,” Muhasabatuna: Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam 1, no. 2 (2019): 001–012,
http://ejournal.iaisyarifuddin.ac.id/index.php/muhasabatuna.
perusahaan, karena kemungkinan keuntungan yang didapaatkan jauh lebih besar bila
dibandingkan dengan awal mula keuntungan yang diharapkan. Diterima dan juga
dipertahankan, apabila risiko berada pada ditingkat yang paling ekonomis.Dinaikkan,
diturunkan, ataupun dihilangkan, jika risiko yang ada bisa dikelola dengan tata kelola yang
baik dan benar, atau melalui program exit strategy.

Kesimpulan

Setiap aktivitas yang kita lalui dalam kehidupan kita selalu dihadapkan pada sebuah
resiko, risiko merupakan sesuatu yang tidak kita harapkan kejadiannya namun terkadang bisa
terjadi. Dalam sudut pandang islam sangat menganjurkan untuk mengatur posisi resiko
dengan sebaik-baiknya seperti pencatatan transaksi yang baik, dll, hal ini juga merupakan
sebuah indikasi bahwa dalam bentuk apapun dan kondisinyang bagaimanapun sesuatu yang
tidak kita harapkan kejadian nya akan terjadi maka dengan ini kita kenal dengan istilah
resiko.

Setiap manusia dibekali fitrah untuk bisa berusaha yang sering kita sebut dengan
berikhtiar, salah satu bentuk ikhtiar adalah dengan menimalisir resiko yang selalu bersamaan
dengan suatu masalah yang dihadapi sesesorang. Kegagalan manusia manusia dalam
menimalisir sebuah resiko tentunya tidak akanberdampak kepada sang pencipta namun
dampaknya terhadap kegagalannya ketika mengelola dan menimalisir resiko yang akan
terjadi.

Daftar Pustaka

Khusniyah Indrawati, Nur, Ubud Salim Djumilah Hadiwidjojo, and Nur Syam.
“MANAJEMEN RISIKO BERBASIS SPIRITUAL ISLAM.” Ekuitas: Jurnal Ekonomi
Dan Keuangan 16, no. 2 (2012): 184–208.

Lutfi, Chairul. “MANAJEMEN RESIKO SYARIAH,” 2016, 1–65.

Putra, Robby Yudia. “PENGELOLAAN RISIKO KEPATUHAN PADA PERBANKAN


SYARIAH.” Jurist-Diction 3, no. 2 (March 11, 2020): 687.
https://doi.org/10.20473/jd.v3i2.18212.

Rachmawati, Eka Nuraini, Ab Mumin, and Ab Ghani. “HUBUNGAN KEUNTUNGAN


DENGAN RESIKO DALAM PERSPEKTIF FIQIH APLIKASINYA PADA INSTITUSI
KEUANGAN ISLAM.” Jurnal Tabarru’ : Islamic Banking and Finance 3, no. 2 (2020):
95–107.

Rahmany, Sri. “MANAJEMEN RISIKO SYARIAH MENURUT FATWA MUI,” 2015, 153–
65.

Risnaeni, Umi Suswati, M Baharudin Rois, and Shinta Nuriah Ramadhani. “EFEKTIVITAS
MANAJEMEN RISIKO DAN HASIL.” Muhasabatuna: Jurnal Akuntansi Dan
Keuangan Islam 1, no. 2 (2019): 001–012.
http://ejournal.iaisyarifuddin.ac.id/index.php/muhasabatuna.

Suparmin, Asy’ari. “MANAJEMEN RESIKO DALAM PERSPEKTIF ISLAM.” Al-Arbah


02, no. 2 (2018): 27–47.

Supriyo. “MENEJMEN RISIKO DALAM PERFEKTIF ISLAM.” JURNAL


PROMOSI :Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro 5, no. 1 (2017): 130–42.

Trimulato, Trimulato. “MANAJEMEN RISIKO BERBASIS SYARIAH.” Al-Urban: Jurnal


Ekonomi Syariah Dan Filantropi Islam 1, no. 1 (June 30, 2017): 90–104.
https://doi.org/10.22236/alurban_vol1/is1pp90-104.

Ulum, Miftachul. “RISIKO BISNIS DALAM PANDANGAN SYARIAH.” Jurnal Ummul


Qura 8, no. 2 (2016): 12–25.

Anda mungkin juga menyukai