Disusun oleh :
Alfina Nurma Nadya ( 191420000398 )
Witri Naharika Shania Princessa ( 191420000403 )
Kelas : 6BPS2
Shania&Nadya
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Manajemen Risiko dalam Islam
B. Pengelolaan Risiko
C. Membiayai Risiko
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.Bagaimana Manajemen Risiko dalam Islam?
2.Bagaimana Mengelola Risiko tersebut?
3.Mengapa Risiko Harus diBiayai?
1
Salim, A. Abbas, Asuransi Dan Manajemen Risiko (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), 2.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Ismail Nawawi, Manajemen Resiko (Jakarta, Dwiputra Pustaka Jaya, 2012),32
merupakan suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf tersebut. Namun dengan
adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan oleh Yusuf maka kemudian
Yusuf telah melakukan pengukuran dan pengendalian atas risiko yang akan
terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan Yusuf dengan cara
menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan sebagian hasil
panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi paceklik pada
tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah bahaya kelaparan
yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan risiko yang
sempurna. Proses manajemen risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan
pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan pengelolaan risiko.
Pada dasarnya Allah SWT mengingatkan manusia atau suatu masyarakat,
dimana ada kalanya dalam situasi tertentu mempunyai aset dan modal yang kuat,
namun suatu saat akan mengalami kesulitan. Hanya saja bagaimana,
mengatasinya dalam menghadapi kesulitan maka kita harus menyiapkan untuk
perhitungan dan pandangan yang luas.
Maka sejatinya manusia itu akan selalu menginginkan suatu kepastian,
bukan suatu kemungkinan, Namun hanya ada satu dzat yang maha pasti dan
maha stabil, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, ketika manusia berusaha
memenuhi segala hal dalam manajemen risiko, mengatur semua hal yang terkait
dengan risiko, pada dasarnya manusia itu sedang memenuhi panggilan Allah
SWT.
Dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 34 secara tegas Allah SWT
menyatakan bahwa, tiada seorangpun di alam semesta ini yang dapat mengetahui
dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya,
sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkan untuk melakukan
investasi sebagai bekal dunia dan akhirat. Serta diwajibkan berusaha agar
kejadian yang tidak diharapkan, tidak berdampak pada kehancuran fatal
terhadapnya (memitigasi risiko).
Islam memberi ajaran untuk mengatur posisi risiko dengan sebaik-
baiknya, sebagaimana Al-Qur’an mengajarkan untuk melakukan aktivitas dengan
perhitungan yang sangat matang dalam menghadapi risiko. Dalam usahanya
mencari nafkah, seorang muslim dihadapkan pada kondisi ketidakpastian
terhadap apa yang akan terjadi. Kita boleh saja merencanakan suatu kegiatan
usaha atau investasi, namun kita tidak bisa memastikan apa yang akan kita
dapatkan dari hasil investasi tersebut, apakah untung atau rugi.
Adapun penyebab timbulnya risiko adalah kejadian atau peristiwa yang
mungkin terjadi atau tidak terjadi. Kejadian atau peristiwa tersebut dapat berupa
berbagai macam bentuk. Jika bahaya atau risiko tersebut terjadi, maka akan dapat
menimbulkan kerugian atau menimbulkan keuntungan. Sumber timbulnya suatu
risiko tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga bagian3 , yaitu :
a. Alam (Nature), yaitu risiko yang disebabkan oleh alam, seperti banjir,
kecelakaan, gempa bumi, dan sebagainya.
b. Manusia (Human), yaitu risiko yang disebabkan oleh perilaku manusia, seperti
peperangan, pencurian, pembunuhan, penggelapan, dan sebagainya.
c. Ekonomi (Economic), yaitu kejadian-kejadian yang timbul sebagai akibat
kondisi dan perilaku pelaku ekonomi, misalnya perubahan sikap konsumen,
perubahan harga, perubahan teknologi dan sebagainya.
Dari ketiga sumber tersebut, yang bisa dipertanggungkan adalah alam
dan manusia, sedangkan ekonomi tidak bisa dipertanggungkan karena bersifat
spekulatif.
Tidak semua risiko dapat yang dihadapi oleh manusia dapat
diasuransikan. Ada syarat-syarat yang menjadi penentu suatu risiko tersebut
dapat diasuransikan di perusahaan asuransi melalui perjanjian asuransi (akad).
Adapun syarat risiko yang dapat diasuransikan adalah sebagai berikut:
a. Risiko tersebut bersifat homogen atau ada dalam jumlah yang cukup banyak,
misalnya bangunan yang terancam kebakaran, jumlah bangunan cukup banyak,
dan apabila terjadi risiko, kerugian yang ditanggung dapat dikalkulasikan secara
lebih akurat.
b. Bentuk risikonya berupa risiko murni, yaitu risiko yang kejadiannya tanpa
disengaja dan apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, maka dapat dipastikan
akan menimbulkan kerugian, seperti kebakaran, kecelakaan, bencana alam, dan
sebagainya.
c. Dalam perjanjian (akad) asuransi, harus dapat ditetapkan jumlah premi yang
wajar.
3
Salim, A. Abbas, Asuransi Dan Manajemen Risiko (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada,2005), 4
d. Risiko dan dampak yang ditimbulkan terhadap objek risiko dapat diukur dan
dapat dinilai dengan uang.
Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses – prosses berikut ini :
1.Identifikasi Risiko
3. Pengelolaan Risiko
Menghindari
Menerima risiko Mengalihkan risiko
risiko
asuransi
B. PENGELOLAAN RISIKO
Adanya pengelolaan risiko karena tidak ada seorang pun di dunia ini
yang tahu dengan pasti apa yang akan terjadi dimasa depan, bahkan satu detik ke
depan. Selalu ada elemen ketidakpastian yang menimbulkan risiko. Ada bebrapa
cara dalam mengelola resiko diantaranya :
a. Risk Avoidance / Penghindaran Risiko
Memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung risiko.
Dalam memutuskanuntuk tidak melakukannya, maka harus
dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang
dihasilkan oleh suatu aktivitas.
b. Risk Reduction / Mengurangi Risiko
Merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu
risiko ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu
risiko.
c. Risk Transfer
Memindahkan risiko pada pihak lain, umumnya melalui suatu
kontrak(asuransi) .
d. Risk Deferral / Menunda Risiko
Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi
menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana probabilitas terjadinya
risiko tersebut kecil.
e. Risk Retention / Menerima Risiko
Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkandengan cara mengurangi
maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap diterima
sebagai bagian penting dari aktivitas. Menanggung sendiri semua risiko.
C. MEMBIAYAI RISIKO
Membiayai risiko dapat diartikan juga mengelola risiko dengan asuransi.
Asuransi merupakan ikhtiar antara peserta satu dengan yang lainnya untuk saling
tolong menolong melalui dana tabarru’. Sehinggan asuransi syariah ini pada
hakikatnya bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi orang lain.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN)
Fatwa MUI No. 21 tahun 2001 tentang pedoman umum asuransi syariah
menyebutkan bahwa hukum asuransi adalah halal manakala mengikuti akad-akad
yang telah digariskan oleh MUI. Asuransi tidak melawan takdir, tapi kita
memenuhi terhadap tuntutan takdir karena tidak mungkin orang hidup tanpa
musibah. Asuransi jiwa, bukan berarti kita menghindar dari mati, tapi manakala
ada yang meninggal ia punya tabungan yang bisa diwariskan kepada keluarganya,
sehingga tidak menyulitkan kepada yang hidup.
Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan
dana yang terkumpul dan investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Hasil
investasi dana tabarru’ menjadi hal kolektif peserta dan dibukukan dalam akun
tabarru’. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dapat
memperoleh bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau memperoleh ujrah
(fee) berdasarkan akad wakalah bil ujrah. Jika terdapat surplus atas dana tabarru’
maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:
1. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.
2. Disimpan sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para
peserta yang memenuhi syarat aktuaria/management risiko.
3. Disimpan sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada
perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
Namun, pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut diatas harus disetujui
terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad4.
Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’, maka perusahaan
asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman
(qardh). Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari
dana tabarru’. Qardh adalah pinjaman murni dari dana milik pengelola
(perusahaan asuransi) kepada dana tabarru’ dalam hal terjadi defisit underwriting,
dimana dana tabarru’ tidak mencukupi untuk membayar santunan asuransi
(klaim) dengan ketentuan bahwa pengembalian dana qardh kepada perusahaan
asuransi disisihkan dari dana tabarru’ setelah terdapat surplus pada periode-
periode underwriting berikutnya.
Menurut Muhaimin Iqbal ada dua cara yang bisa dilakukan oleh operator
asuransi syariah. Dua cara tersebut adalah melalui reasuransi syariah dan melalui
pembagian risiko lintas skema5.
a. Pembagian Risiko Melalui Mekanisme Reasuransi Syariah
Cara ini lazim dipakai oleh para operator untuk membagi risiko. Melalui
mekanisme ini, fluktuasi risiko yang muncul dari satu operator dibagi bersama
dengan operator lain agar tercipta sebuah kelompok yang lebih besar, atau pada
beberapa kasus lebih luas areal geografisnya. Dengan mekanisme ini, risiko yang
muncul distabilkan sehingga biaya keseluruhan dalam mengelola risiko dapat
lebih terprediksi. Dengan menggunakan cara ini, kontribusi yang harus
dibayarkan oleh setiap tertanggung juga dapat dikalkulasikan dengan tingkat
akurasi yang tinggi.
b. Pembagian Risiko Lintas Skema
Melalui Mekanisme ini, risiko yang sama yang berasal dari skema yang
berbeda dikelompokkan agar terbentuk peserta yang lebih besar berdasarkan
risiko-risiko tertentu. Risiko yang timbul dari kelompokkelompok peserta yang
lebih besar selalu dapat diprediksi. Estimasi keseluruhan biaya risiko disini lebih
terprediksi secara akurat, yang kemudian didistribusikan lagi kepada setiap
peserta dalam bentuk kontribusi di setiap skema.
4
Sula, Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life And General),Gema
Insani, Jakarta. Oktober
5
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam praktik (Jakarta: Gema Insani , 2005), 21
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Berdasarka kajian diatas manajemen risiko bagi manusia sangatlah penting untuk
dilaksanakan dalam menjalani kehidupan didunia ini. Dengan pengelolaan risiko yang
dilakukan manusia berarti manusia telah mampu menjaga amanah yang telah diberikan
oleh Allah SWT sebagai sang pencipta segala isi kehidupan ini. Asuransi adalah bentuk
dari pengelolaan risiko yang dapat bermanfaat untuk diri sendiri dan juga orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Salim, A. Abbas, Asuransi Dan Manajemen Risiko (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), 2.
Ismail Nawawi, Manajemen Resiko (Jakarta, Dwiputra Pustaka Jaya, 2012),32
Sula, Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life And General),Gema
Insani, Jakarta. Oktober
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam praktik (Jakarta: Gema Insani , 2005),
21