dan pesat meliputi aspek fisik, psikologis, intelektual, sosial serta perilaku social yang erat
kaitannya dengan pubertas. Masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang menyebabkan
rasa keingintahuan yang tinggi sehingga berpotensi dalam berperilaku beresiko. Remaja adalah
perempuan dan laki-laki berusia 10-19 tahun (WHO) dan 10-18 tahun merujuk Undang-Undang
Kesehatan remaja merupakan keadaan baik secara fisik, psikologis, spiritual serta sosial
yang memungkinkan remaja tersebut untuk hidup produktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan remaja yakni perilaku beresiko remaja yang sering ditemui yaitu injury, rokok, alcohol
dan obat-obatan, perilaku seksual, perilaku diet tidak sehat dan tidak ada aktivitas fisik.
PKPR merupakan program yang digalakkan pemerintah sejak tahun 2003 sebagai upaya
untuk mengatasi masalah kesehatan remaja, baik promotif, preventi, kuratif dan rehabilittif di
dalam maupun diluar gedung Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat
dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai
remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif
b) Meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
c) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan
d) Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
kesehatan remaja.
Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent
Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak,
2) Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang rapuh dan
rawan.
3) Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status.
4) Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan pelayanan.
6) Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya
1) Pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiaannya.
PKPR masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih baik, mencegah
kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa bertemu dengan petugasyang dikehendaki.
Berdasarkan hasil evaluasi program kesehatan remaja di New Delhi (2009) bahwa
persentase klien yang mengatakan bahwa klinik yang dapat diakses dengan mudah lebih tinggi,
waktu menunggu untuk melihat petugas kesehatan di klinik itu lebih rendah,kerahasiaan yang
terjaga serta lingkungan dan kerahamahan pasien mempengaruhi tingkat kepuasan, faktor-faktor
tersebut berpengaruh pada tinggi tingkat kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan
1) Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat, memiliki
3) Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar tidak menyenangkan.
7) Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya.
8) Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan pilihan tepat
laboratorium dan unit pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap menghargai kepada semua
2) Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada remaja.
1) Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan
2) tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang dan membuat
3) Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri, mudah
dicapai tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain sehingga menghilangkan
kekhawatiran akan bertemu seseorang yang mungkin beranggapan buruk tentang kunjungannya
(stigma). Fasilitas yang baik, menjamin privasi dan kerahasiaan. Suasana semarak berselera
muda dan bukan muram, dari depan gedung sampai ke lingkungan ruang pelayanan, merupakan
daya tarik tersendiri bagi remaja agar berkunjung. Hal lain adalah adanya kebebasan pribadi
(privasi) di ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dan ruang tunggu, di pintu masuk dan keluar,
serta jaminan kerahasiaan. Pintu dalam keadaan tertutup pada waktu pelayanan dan tidak ada
orang lain bebas keluar masuk ruangan. Kerahasiaan dijamin pula melalui penyimpanan kartu
status dan catatan konseling di lemari yang terkunci, ruangan yang kedap suara, pintu masuk
keluar tersendiri, ruang tunggu tersendiri, petugas tidak berteriak memanggil namanya atau
4) Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan yang sama dengan jam sekolah menjadi
salah satu faktor penghambat terhadap akses pelayanan. Jam pelayanan yang menyesuaikan
waktu luang remaja menjadikan konseling dapat dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru,
5) Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan stigma
misalnya tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap pasti mempunyai
6) Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di ruang
konseling. Perlu disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai tips atau
informasi kesehatan remaja. Hal ini selain berguna untuk memberikan pengetahuanmelalui
bahan bacaan juga merupakan promosi tentang adanya PKPR kepada sebayanya yang ikut
Menurut hasil penelitian di India tahun 2015 bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan
remaja sangat penting mengutamakan kerahasiaan, privasi dan ruang tunggu yang tidak sesuai
sebagaimana mestinya untuk membuat layanan yang ramah. Jika kerahasiaan dan privasi tidak
terjamin maka remaja akan ragu untuk memanfaatkan layanan. Kriteria utama untuk fungsi
efektif dari klinik PKRR adalah untuk memisahkan dari pelayanan kesehatan umum dengan
pelayanan kesehatan remaja untuk menjaga privasi remaja (Dalal et al. 2015).
1) Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan,
keberadaannya.
2) Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelayanan.
Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan
karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti “bahasa” mereka, serta mengerti
bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai contoh ide tentang interior design dari ruang
konseling yang sesuai dengan selera remaja, ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan
luar gedung hingga diminati remaja, atau cara rujukan praktis yang dikehendaki.
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
h. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan sebaya.
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya adalah
KIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih menjadi
1) Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.
2) Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya. Harus
dijamin kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya keberadaan PKPR
di puskesmas pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan rujukan tidak efektif.
Sebaliknya kemitraan yang kuat dengan pemberi layanan kesehatan dan sosial lainnya akan
1) Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji.
Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya dan
untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu digunakan strategi demi
Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)
menjadi tugas keseharian Puskesmas, namun melihat kompleks dan luasnya masalah kesehatan
remaja, kemitraan merupakan suatu hal yang esensial khususnya untuk upaya promotif dan
adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan oleh pihak lain, dan selanjutnya dikenal
dan didukung oleh masyarakat. Selain itu, kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari
kegiatan PKPR, amat memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa
KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan life Skills Education (LSE) seperti
ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling, dapat dilakukan oleh petugas terlatih di
keterbatasan kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat segera dilaksanakan, sambil dilakukan
remaja secara aktif diikut-sertakan. Dalam menyertakan remaja dianjurkan dipilih kelompok
remaja laki-laki dan perempuan yang dapat “bersuara“ mewakili Puskesmas untuk informasi
keinginan, kebutuhan, dan harapannya berkaitan dengan penyediaan pelayanan. Selain itu
dengan keterlibatan remaja ini, informasi pelayanan dapat cepat meluas, menjangkau baik remaja
laki-laki maupun perempuan, serta memperkenalkan lebih awal konsep keadilan dan kesetaraan
gender.
Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau
mungkin gratis.
Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk laboratorium
dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal dilaksanakannya
PKPR. Tanpa konseling, pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan pelayanan kesehatan
Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran, sesuai
dengan hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja sekolah,
anak jalanan, karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan sebagainya.
Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhan
setempat serta sesuai dengan kemampuan puskesmas, misalnya pelaksanaan PKHS dengan
pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus Group Discussion) diskusi kelompok terarah diantara
remaja tentang seks pra-nikah didukung dengan penyebarluasan slogan dan keterampilan
Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim jaminan mutu puskesmas
b) Perilaku berisiko: seks pranikah, rokok, tawuran dan kekerasan lainnya.
b. Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata-nilai berhubungan dengan perilaku
berisiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang dikehendaki.
d. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk buku-buku pedoman tentangkesehatan
remaja. Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber,
pemerintah dan swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung (remaja) atau tidak langsung
Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan:
1) Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan permasalahan
yang dihadapi.
2) Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di wilayah kerja.jenis
7) Data dasar untuk menilai dampak keberhasilan PKPR di kemudian hari.
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui berbagai
bentuk komunikasi persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah pernyataan, kebijakan dari
penguasa (praktek yang diberlakukan akibat dorongan/kesan yang ditimbulkan penguasa) dengan
tujuan mengarahkan dan mengendalikan institusi, masyarakat, atau individu. Dengan advokasi
ini diharapkan akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di wilayah kerja untuk
mendapatkan dukungan semua pihak hingga dapat mempercepat keberhasilan pembentukan dan
1) Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pengadaan dana untuk pelaksanaan PKPR
(antara lain pengadakan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan, kegiatan di rumah
3) Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan, berupa:
a. rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi NAPZA,
b. rujukan medis, untuk kelanjutan bantuan medis bagi remaja yang memerlukannya.
PKPR di Puskesmasnya.
Syarat utama petugas PKPR harus mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu diikuti
dengan minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan materi penunjang
lain dalam melaksanakan PKPR. Sedapat mungkin dipilih petugas yang masih akan bekerja di
Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS, petugas
dalam tim, atau sebagai petugas pengganti. Petugas ini dapat dilatih tersendiri oleh dokter
Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis medis
termasuk laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan untuk memperluas jenis
kegiatannya baik di dalam atau di luar gedung serta menentukan sasaran berdasarkan kondisi dan
situasi wilayah serta kebutuhan remaja setempat. Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan
Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana promosi PKPR.
Penyebaran informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut dilakukan melalui media cetak
dan elektronik atau juga dilakukan oleh klien yang puas atas layanan hot-line tersebut.
3) Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang tinggi pada sasaran anak jalanan.
Melalui kegiatan ini jejaring kerja terkait masalah remaja akan lebih terbina sehingga
mengungkit dukungan dari institusi atau sektor lain seminat dan pada akhirnya mempermudah
Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta pengenalan PKHS melalui
UKS di sekolah yang belum terpapar PKHS. Kegiatan-kegiatan ini menyebabkan jangkauan
pelayanan PKPR akan meningkat secara berantai dan berkesinambungan, sesuai sifat kelompok
remaja, yaitu senang menyebarkan informasi berantai dan menggulirkan keahlian kepada adik
kelasnya.
Dengan demikian kegiatan yang dipilih masing-masing Puskesmas dapat amat bervariasi dan
Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi serta
menjamin kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan. Melihat rata-rata
kondisi dan kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini memerlukan upaya khusus.
Privasi, kenyamanan, suasana yang menarik dan fasilitas yang baik saling terkait satu sama lain.
Menunggu hal tersebut terealisasi, (misalnya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan harus ada
ruang konseling tersendiri yang nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar tersendiri), PKPR
mulai dilaksanakan dengan fasilitas yang ada namun diusahakan dimanfaatkan semaksimal
mungkin mendekati criteria PKPR. Untuk Puskesmas dimana seringkali tidak lagi mempunyai
ruang tersisa, upaya pengadaan ruang khusus ini dapat diusahakan bertahap. Ruang konseling
dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau ruang lain seusai jam kerja,
atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak ruangan dan menyisihkan ruang untuk
konsultasi dengan memilih lokasi yang kirakira diminati remaja: tidak mencolok, dan ada kesan
privasi serta bernuansa remaja. Bila kerjasama forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan
baik, diharapkan masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan
Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain, proses
pemberian dan penyimpanan kartu, register dan catatan (status) medis/konseling, serta penentuan
alur pelayanan. Pertimbangan kerahasiaan dan efisiensi juga merupakan bagian penting.
Prosedur pelayanan menjadi bagian kritis dan menjadi salah satu penentu apakah remaja tersebut
akan datang atau tertarik untuk kembali, serta mempromosikan PKPR kepada teman-temannya.
Remaja yang puas terhadap pelayanan akan menjadi pelanggan yang puas dan dengan sukarela
Sosialisasi eksternal
Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik dalam
forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak ataupun elektronik
dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula dilakukan di tempat remaja
berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja: karang taruna, sanggar seni atau
gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster, selebaran, leaflet atau informasi verbal di
Pelaksanaan PKPR
meskipun pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna. Penyempurnaan dilakukan secara
bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan
Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selal melekat
pada pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien digambarkan pada
diruang konseling
2) Anamnesa
a) Identitas
Tentang KRR
Tentang persiapan berkeluarga yaitu : kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS, masalah yang dihadapi
antara lain:
Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam
memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku, gangguan
fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan masingmasing kasus.
Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya,
menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial
(PKRE) yang terdiri dari komponen KB, KIA, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam
gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan
meliputi :
a) Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok.
b) Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sektor
c) Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group Discussion), diskusi interaktif,
yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan
(remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk
Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang smas adalah:
a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap
b. Petugas dari BP umum, BP gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang datang,
diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus
remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan.
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang seperti loket
dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus menjaga kerahasiaan klien
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan
3) Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga
tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan,
keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali
dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan lebih baik dan selanjutnya
keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah
tersebut.
b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara
2) Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.
Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah pelaksanaannya
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila remaja
dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang
merugikan bagi kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills Education(LSE). Life
skilsl atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi
kebukehidupan se-hari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam
promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial. Contoh
yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat member kontribusi yang berarti
dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah perilaku yang berkaitan
dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan
psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara
berkelompok di mana saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.
1) Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam menyelesaikan
masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang mengakibatkan masa
3) Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan pengambilan
5) Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif terealisasi karena
adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan
buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan
membantu cara merespons segala situasi dalam keseharian hidup secara fleksibel.
7) Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif, dengan
demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku
b) Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun nonverbal, sesuai
dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan
kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan
bilamana membutuhkan.
persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk kesejahteraan mental.
Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan
sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, pengenalan
akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan
dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk
menciptakan komunikasi dengan Tuhan dan mengatasi masalah secara efektif dan hubungan
f) Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu
membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk mengerti dan
menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi dapat
Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan
stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar
atau merubah cara hidup (lifestyle), diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan
yang terjadi oleh stress yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang
serius. PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll.
Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak ajakan atau
tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak ajakan melakukan
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk menolak
ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut, berpikir kreatif
untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan mengerahkan kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi, sehingga penolakan akan berhasil
sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk
berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di
Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu
syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja yang lazim
disebut pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan
sebagai agen pengubah sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan
PKPR, dan sebagai kelompok yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi PKPR. Pendidik sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat”
bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam
keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan sebagai konselor
remaja.
6) Pelayanan rujukan
Sesuai kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan
kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan dalam PKPR,
sebagai contoh penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-
guna napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan
dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang
diperlukan untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam
menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar
institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai.
2008, dilakukan oleh pihak lain di luar puskesmas perlu dilakukan oleh puskesmas sendiri.
Melalui monitoring, petugas akan dibantu menemukan masalah secara dini hingga koreksi yang
akan dilakukan tidak memerlukan biaya dan waktu yang banyak, dan mempercepat tecapainya
1. Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa laporan rutin
Sistem monitoring adalah proses pengumpulan dan analisa secara teratur dari seperangkat
indikator. Sistem akan menyuguhkan data yang dapat digunakan untuk menilai:
2. Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah penyimpangan
atau masalah.
3. Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang
direncanakan.
4. Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.
5. Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat, dll) dan
Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan lingkup fokus
berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat
dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut. Monitoring terhadap akses dan
kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan terhadap standar PKPR yang diwakili oleh
pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana, berlanjut dengan melihat jangkauan pelayanan
dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani baik di dalam maupun di luar gedung.
Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya
Standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan akses
PKPR :
Kualitas:
b) Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan kenyamanan klien.
c) Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.
Akses
a. Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan klien,
b. Frekuensi petugas puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan remaja.
Meskipun kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam PKPR ini tidak diwajibkan untuk
dilaporkan ke tingkat pusat, tetap perlu dilakukan untuk mencatat hal-hal mendasar. Manfaatnya
adalah untuk mendapatkan data kesehatan remaja di wilayah puskesmas. Selain itu data juga
kunjungan sebaiknya dicatat dan disimpan khusus di ruang pelayanan remaja, demikian juga
Pada tahap awal pelaksanaan PKPR pendaftaran dapat dilakukan di tempat kunjungan
umum namun catatan medis/catatan konseling tetap disimpan tersendiri, contoh rekapitulasi
catatan konseling terlampir. Buku catatan kegiatan dan kunjungan sebaiknya dibuat sedemikian
rupa sehingga pada saat diperlukan dapat diketahui data kegiatan PKPR dengan segera. Format
standar pencatatan kegiatan PKPR dan kewajiban untuk melaporkannya sebaiknya perlu
disepakati dan disusun setempat secara bersama antara pihak Dinas Kesehatan Propinsi, dan
checklist (daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten,
beserta dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat masing-
masing . Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan
kembali unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan akses dan kualitas PKPR.
Wawancara pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas
dilakukan oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang pelayanan
yang didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak saran yang
Dalam monitoring PKPR (2008), pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input
(struktur), proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).
1. Input:
Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan tersedia untuk
melakukan PKPR
2. Proses
Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang
dikumpulkan meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa, siapa
3. Output
Berdasarkan hasil Bosch 2011, “Managerial supervision to improve primary health care
dimana pengawasan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dibandingkan dengan tidak ada
pengawasan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawasan memiliki manfaat kecil pada
praktek petugas kesehatan dan pengetahuan, sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak ada
memiliki Puskesmas yang mampu melaksanakan PKPR. Pencapaian akses dan pelaksaanaan
pelayanan tentu harus diimbangi dengan mutu pelaksaannya sehingaa Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2014 mengeluarkan pedoman standar nasional Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), sebagai acuan bagi penanggung jawab program baik di
tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota khususnya bagi pengelola program PKPR di puskesmas
Standar Nasional PKPR mengatur lima aspek yang di dalamnya memiliki tiga kriteria
yaitu kriteria input, proses dan output yang berkaitan dengan pelaksanaan PKPR, yaitu :
Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap dan
keterampilan) untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku.
a) Pengelolanprogram PKPR terlatih, yang mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan sesuai
b) Pengelola program terlatih dan mampu memberikan konseling yang peduli, peka, bersahabat dan
1. Pengelola program melaksanakan pelayanan terhadap remaja sesuai dengan standard an pedoman
2. Pengelola program memberikan pelayanan konseling yang peduli peka, bersahabat dan tidak
Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku
b. Fasilitas kesehatan
Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan pelayanan
kesehatan yang sesuai kebutuhan remaja, prosedur dan tata laksana yang ramah remaja, serta
didukung sarana dan prasarana, termasuk peralatan dan obat-obatan yang memadai.
a) Tersedianya paket pelayanan kesehatan komperhensif sesuai dengan kebutuhan remaja, tanpa
membedakan karakteristik social dan ekonomi pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, baik
b) Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan sesuai standard pedoman untuk
penyelenggaraan pelayaan kesehatan komperhensif yang memenuhi selera remaja, baik didalam
c) Tersedianya prosedur, tata laksana dan alur pelayanan yang mampu mencegah terjadinya missed
penyelenggaraan pelayanan kesehatan komperhensif bagi remaja, baik didalam maupun diluar
standard an pedoman untuk memenuhi kebutuhan remaja tanpa membedakan karakterisik sosial
b) Pengelola program memanfaatkan prasarana dan sarana yang tersedia untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan remaja tanpa membedakan
tatalaksana yang mampu mencegah terjadinya missed opportunity dan menjamin kerahasiaan,
Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan pelayanan
kesehatan yang sesuai kebutuhan remaja, serta didukung sarana prasarana, termasuk peralatan
c. Remaja
Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga memahami kebutuhan mereka untuk
hidup sehat dan produktif, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis dan tempat pelayanan
a) Tersedianaya mekanisme prosedur dan sumber daya penyelenggaraan kegiatan pemberian
informasi / pelayanan KIE yang memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja
berdasarkan standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai pihak terkait sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
b) Tersedianya berbagai alat bantu audio visual untuk kegiatan pemberi informasi/pelayanan KIE,
yang memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait.
c) Adanya pedoman tentang peran hak, tanggung jawab, dan ruang lingkup kegiatan konselor
selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja berdasarkan standar/pedoman yang berlaku,
b) Diselenggarakan kegiatan pemberian informasi/ pelayanan KIE yang memenuhi selera dan
kebutuhan berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait, menggunakan berbagai metode
c) Konselor sebaya dan pendamping konselor sebaya melaksanakan peran, hak, tanggung jawab
Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga mampu memahami kebutuhan untuk
hidup sehat dan produktif, serta dapat memanfaatkan berbagai jenis dan tempat layanan
d. Jejaring
Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas program, lintas
sector terkait dan lembaga swadaya masyarakat, dalam penyediaan dan pemanfaatan PKPR
a) Tersedianya metode dan instrument untuk pemetaan peran, kegiatan dan produk berbagai
b) Tersedia mekanisme pembentukan jejaring/forum antar pemangku kepentingan, kejelasan peran,
tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam pembinaan kesehatan
masyarakat.
e) Tersedianya mekanisme untuk meningkatkan partisipasi remaja dalam pembinaan kesehatan
remaja
a) Terlaksananya pemetaan dan tersedianya peta peran, kegiatan dan produk berbagai pemangku
peran, tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam pembinaan kesehatan
masyarakat
c) Berbagai kelompok masyarakat melaksanakan kegiatan yang mendukung pemanfaatan pelayanan
kesehatan remaja
d) Terlaksananya pembentukan, pembinaan penguatan peran, dan tanggung jawab organisasi remaja
e) Remaja didorong untuk berpartisapasi aktif dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan
Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas program, lintas
sector terkait dan lemabaga swadaya masyarakat dalam oenyediaan dan pemanfaatan PKPR.
Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin dan meningkatkan kualitas
PKPR
b) Tersedianya standar pedoman, dan rencana aksi untuk penyelenggaraan PKPR.
d) Tersedianya metode dan instrument untuk melaksanakan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan
e) Adanya sistem rujukan medik untuk pelayanan kesehatan remaja, yang terintegrasi dengan
a) Terlaksananya kegiatan advokasi PKPR dengan meggunakan berbagai dokumen terkait pada
b) Terselenggaranya PKPR sesuai dengan standar, pedoman, dan rencana aksi.
d) Terlaksananya kegiatan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan pemantauan terhadap
penyelenggaraan PKPR
e) Terlaksananya layanan rujukan dan rujukan baik medic untuk pelayanan kesehatan remaja, dan
Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin peningkatan kualitas PKPR
DAFTAR PUSTAKA
Bosch-Capblanch X, Liaqat S, Garner P, 2011. Managerial supervision to improve primary health care
in lowand middle-income countries (Review). The Cochrane Collaboration.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2012 Fadhlina, D. (2012). Pelaksanaan PKPR 2012.
http://pkpr.datainformasi.net/berita-101-pelaksanaanpelayanan-kesehatan peduliremaja-
pkpr.html
Info Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Sexual Health Reproductiv. Kementerian
Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-
pusdatin-profil-kesehatan.html
PKPR Departemen Kesehatan RI. HIV/AIDS. http://pkprdepkes.blogspot.com/search/label/HIV
%2FAIDS