Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Delima (Punica grnatum L.), merupakan keluarga dari Punicaceae merupakan buah yang sangat
terkenal di area tropis dan subtropics yang berasal dari wilayah yang luas yakni Iran hingga
Himalaya yang merupakan bagian utara India (Fawole dan Opara 2013 dalam Parvizi 2016).
Kecaman kekeringan merupakan faktor abiotic stress yang menggangu pertumbuhan tanaman
dan hasil produksi di dunia. Meningkatnya splitting ataupun cracking dan menurunnya
pertumbuhan vegetatif merupakan kerugian secara ekonomi pada perkebunan delima yang
disebabkan oleh water stress. Pengamatan toleransi terhadap kekeringan sudah dilakukan
hamper pada sebuah jenis tanaman. Namun, hasil berbeda pada tingkat toleransi sangat beragam
antar spesies bahkan pada berbagai kultivar pada spesies yang sama (Jain et all., 2011). Para
pemulia tanaman (Breeder) mencari variasi sumber-sumber baru dalam percobaan untuk
menemukan tanaman yang tahan terhadap kekeringan dengan karakteristik yang baik seperti
tingginya laju fotosintesis dan produktifitas. Namun, toleran pada water stress merupakan
permasalahan yang rumit pada interaksi beragam factor stress dan fisiologi, ciokimia dan respon
molekuler yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Jaleel et al., 2009 dalam Giancarla et al.,
2012). Meningkatnya pengetahuan tentang bagaimana kecaman kekeringan mempengaruhi
fisiologi tanaman meningkatkan kreasi dan seleksi kultivar baru yang tahan terhadap kekeringan.
Kecaman kekeringan pada tanaman adalah saat berkurangnya ketersediaan air pada daerah
sekitar akar atau pada saat tingginya laju transpirasi lebih tinggi dibandingkan laju penyerapan
air (Gholami et al., 2012). Perbedaan tingkatan kecaman kekeringan pada tanaman dapat
diamati. Kekurangan air dapat diamati pada reaksi stomata, berkurangnya asimilasi CO2,
konduktifitas stomata, dan transpirasi. Pada sisi lain kekurangan air terjadi saat hilangnya
kandungan air pada protoplasma dan mengakibatkan terganggunya metabolisme, kegiatan
oksidasi enzim dan struktur sel yang pengaruhnya lebih besar pada pembesaran sel dibandingkan
pembelahan sel (Jain et al., 2011). Respon tanaman terhadap kekeringan dan adaptasi tanmaan
pada kondisi arid dan semi arid mengalami perubahan secara molekuler, fisiologi, biokimia dan
morfologi yang beragam. Tanaman juga dapat beradaptasi dengan beragam tipe dan strategi
untuk tetap bertahan pada kondisi kekurangan air dan kecaman kekeringan. Dua strategi
diantarannya drought escape (melalui penyelesaian life cycle sebelum berkurangnya air) dan
mekanisme resistensi. Levit .,1980 dalam Wang et al., 2012). Identifikasi marker fisiologi yang
bisa didapat secara cepat, reliable, dan murah serta bisa untuk karakterisasi kultivar pada
germplasm bank dapat membantu program pemulia delima untuk mendapatkan kultivar yanf
lebih tahan pada kekeringan atau bahkan digunakan sebagai tahap awal proses breeding.
Beberapa marker yang cukup murah dan cepat yang telah digunakan oleh beberapa peneliti pada
proses pemilihan kultivar yang toleran terhadap kekeringan adalah potensial air batang (φ stem),
relative water content (RWC), index stabilitas klorofil, berat kering daun setiap area, ukuran dan
densitas stomata, cholorophyll fluorescence, efisiensi penggunaan air dan sebuah tes cepat untuk
toleransi kekeringan menggunakan pH pada daun yang telah diekstraksi (Gholami et al.,2012).
Iran menduduki ranking pertama untuk kategori jumlah dan diversity kultivar delima, daerah
tanam delima, produksi dan eksport delima di dunia (Parvizi et al., 2016). Masalah pada
perkebunan delima di Iran adalah kemarau dan berkurangnya sumber air di tanah. Beberapa
kultivar delima yang penting adalah ‘Rabab-e-Neyriz’ (‘Rabab’), ‘Shishe-cap-e-Ferdows’
(‘Shishecap’), ‘Malas-e-Saveh’ (‘M-Saveh’), ‘Malas-e-Yazdi’ (‘M-Yazdi’), dan ‘Ghojagh-e-
Qom’ (‘Ghojagh’). Namun tidak ada data tentang toleransi kekeringan pada kultivar tersebut.
Beberapa penelitian telah dilakukan pada kondisi kekurangan air pada delima yang lebih focus
pada water relation pada daun pada sistem irigasi yang berbeda (Rodriguez et al., 2012), indikasi
penggunaan air untuk pengaturan system irigasi (Galindo et al., 2013) dan evaluasi perbedaan
sistem irigasi pada pertumbuhan kuliatas dan kuantitas buah (Parvizi et al., 2016). Untuk itu
perlu adanya screening pada kultivar delima yang merupakan kultivar yang toleransi water
strees dengan sebuah metode yang cepat, tepat dan tidak mahal untuk menambah pengetahian
kita tentang mekanisme secara fisiologi yang didalamnya termasuk respon delima muda pada
kecaman kekurangan air dan penanganannya.
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Bahan Tanam Dan Aplikasi Cekaman Kekeringan


Penelitian dilakukan pada tahun 2014 saat musim tanam di Greenhose, Universitas Shiraz
Iran. Kultivar yang digunakan adalah kultivar yang telah berumur dua tahun yang
dibudidayakan dengan metode stek batang. Kultivar tersebut diantaranya adalah‘Rabab’,
‘Shishecap’, ‘M-Saveh’, ‘M-Yazdi’, dan ‘Ghojagh’. Kultivar-kultivar diletakkan pada pot 15
L dengan media tanam leafmould, pasir dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 serta kerikil
sebagai bagian dasar pada pot. Irigasi dilakukan secara teratut selama 4 bulan untuk level
kapasitas lapang. Temperature saat penelitian adalah sekitar 16◦C dan 36◦C dengan rata rata
kelembapan 55%. Pra-penelitian dilakukan pada 15 tanaman (3 tanaman dari setiap kultivar)
untuk menentukan level cekaman kekeringan. Pada pra-penelitian sudah terlihat nilai dari
potensial air pada batang dan gejala cekaman kekeringan pada daun dengan system irigasi
moderate water stress (7 hari tanpa irigasi) dan severe water stress (14 hari tanpa irigasi).
Pada hari ke-7 water stress mayoritas daun dari semua kultivar delima terlihat segar dan
hijau tetapi potensial air pada batang menurun dibandingkan pada hari pertama. Pada hari ke
-14, daun terlihat layu dan warna hijau daun mulai memudar serta potesial air pada batang
lebih menurun dibandingkan hari ke-7.
Penelitian utama dilakukan pada akhir juli menggunakan 32 tanaman dari setiap kultivar
yang dibagi pada dua kelompok: tanaman control (16 tanaman setiap kultivar) dan tanaman
yang tercekam kekeringan (16 tanaman setiap kultivar). Pada Kelompok I (Tanaman control)
irigasi dilakukan setiap hari hingga kapasitas lapang selama proses penelitian, namun pada
Kelompok II tidak dilakukan irigasi selama 14 hari hingga tanaman menunjukkan ketahanan
turgescene dan mayoritas daun menjadi layu dan warna pada daun memudar. Gejala yang
telihat pada kultivar ‘Ghojagh’ tidak telihat jelas dibandingkan kultivar yang lainnya. Pada
kelompok II bagian atas pot ditutp dengan film plastic untuk mengurangi evaporasi dari dasar
tanah dan mengurangi peningkatan water stress. Irigasi diberikan setelah 14 hari tanpa irigasi
pada kelompok II hingga level kapasitas lapang dan proses perbaikan selama 7 hari. Setalah
itu, pengumpulan daun dilakukan untuk analisi fisiologi pada waktu yang berbeda (1, 7, 14
dan 21 hari).

2.2 Keadaan Air pada Tanaman


Potensial Air pada batang pada siang hari diukur menggunakan pressure chamber (Soil
Moisture Equip. Corp. Model 5100A, Santa Barbara, CA, USA). Sebelumnya, jumlah dan
tipe daun yang sama diletakkan pada plastik kecil yang ditutupi denga aluminium foil selama
2 jam sebelum proses pengukuran pada pressure chamber. Pengukuran potensial air batang
dilakukan pada 11:00 am -13:00 pm. Relative Water Content (RWC) pada daun diukur
menggunakan gravimetric dengan (FW − DW)/(TW − DW) × 100. Dimana FW adalah berat
segar daun, DW adalah berat keriing daun setelah proses pengeringan menggunakan oven
pada suhu 80◦C selama 24 jam dan TW adalah berat turgit setelah pengeringan daun kembali
pada suhu 4◦C.

2.3 Ratio Berat Kering Daun per Area (Leaf Dry Mass)
Leaf Dry Mass (LMA) merupakan rasion antara DM dan Leaf area. Pengukuran
dilakukan pada siang hari pada cuaca cerah saat irradiasi penuh pada daun termuda.

2.4 Rapid Test Untuk Toleransi pada Cekaman (DTI)


Rapid Test Untuk Toleransi pada Cekaman (DTI) dilakukan dengan ekstrasi 500mg daun
menggunakan 0,025 M EDTA dengan proses perebusan selama 25 menit. Setaelah
pendinginan pH dari hasil ekstraksi di periksa.

2.5 Indeks Stabilitas Membran


Indeks Stabilitas Membran disebut juga Membrane Stability Index (MSI). Dua puluh
daun kelompok I dan II dicuci dengan menggunkan air destilasi kemudian diletakkan pada
10mL air destilasi pada suhu ruang. Setelah 24 jam konduktivitas dari cairan akan terbaca
(C1). Sample yang sama diletakkan pada autoclave pada suhu 121◦C selama 15 menit,
didinginkan pada suhu ruang dan konduktivitas akan terlihat kembali (C2). Electrolyyte
leakage diukur menggunakan konduktometer (644 Conductometer, Metrohm, Herisau,
Switzerland) dan MSI dihitung menggunakan rumus, MSI (%) = [1 − (C1/C2) × 100].
2.6 Pengukuran Pertukaran Gas
Parameter pertukaran gas pada daun diantaranya laju fotosintesis (A n), Laju Transpirasi
(Tr), dan konduktivitas stomata (gs) yang diukur pada siang hari 11:30 am-13:30 pm pada
daun termuda menggunakan LCi-SD UltraCom-pact Photosynthesis System (ADC Bio-
Scientific Ltd., Hoddes-don, England). Intrinsic water use efficiency (IWUE) dihitung
berdasarkan rasion An dan gs.

2.7 Analisis Statistik dan Rancangan Percobaan


Analisis variance dialakukan mengunakan ANOVA procedures (SAS 9.1 untuk
Windows). Berbeda nyata didasarkan pada Duncan’s multiple range tests. Perbedaan < 0.05
sudah menunjukkan adanya perbedaan pada statistika. Korelasi dan tingkatan koefisiensi
dihitung menggunakan PROC CORR. Pearson’s correlation coefficients (r) dihitung
menggunakan parameter terpilih menggunakan penggabungan data dari seluruh kultivar.
Penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) denga dua pengukuran setiap
tanaman dan empat kali ulangan.

Anda mungkin juga menyukai