Delima (Punica grnatum L.), merupakan keluarga dari Punicaceae merupakan buah yang sangat terkenal di area tropis dan subtropics yang berasal dari wilayah yang luas yakni Iran hingga Himalaya yang merupakan bagian utara India (Fawole dan Opara 2013 dalam Parvizi 2016). Kecaman kekeringan merupakan faktor abiotic stress yang menggangu pertumbuhan tanaman dan hasil produksi di dunia. Meningkatnya splitting ataupun cracking dan menurunnya pertumbuhan vegetatif merupakan kerugian secara ekonomi pada perkebunan delima yang disebabkan oleh water stress. Pengamatan toleransi terhadap kekeringan sudah dilakukan hamper pada sebuah jenis tanaman. Namun, hasil berbeda pada tingkat toleransi sangat beragam antar spesies bahkan pada berbagai kultivar pada spesies yang sama (Jain et all., 2011). Para pemulia tanaman (Breeder) mencari variasi sumber-sumber baru dalam percobaan untuk menemukan tanaman yang tahan terhadap kekeringan dengan karakteristik yang baik seperti tingginya laju fotosintesis dan produktifitas. Namun, toleran pada water stress merupakan permasalahan yang rumit pada interaksi beragam factor stress dan fisiologi, ciokimia dan respon molekuler yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Jaleel et al., 2009 dalam Giancarla et al., 2012). Meningkatnya pengetahuan tentang bagaimana kecaman kekeringan mempengaruhi fisiologi tanaman meningkatkan kreasi dan seleksi kultivar baru yang tahan terhadap kekeringan. Kecaman kekeringan pada tanaman adalah saat berkurangnya ketersediaan air pada daerah sekitar akar atau pada saat tingginya laju transpirasi lebih tinggi dibandingkan laju penyerapan air (Gholami et al., 2012). Perbedaan tingkatan kecaman kekeringan pada tanaman dapat diamati. Kekurangan air dapat diamati pada reaksi stomata, berkurangnya asimilasi CO2, konduktifitas stomata, dan transpirasi. Pada sisi lain kekurangan air terjadi saat hilangnya kandungan air pada protoplasma dan mengakibatkan terganggunya metabolisme, kegiatan oksidasi enzim dan struktur sel yang pengaruhnya lebih besar pada pembesaran sel dibandingkan pembelahan sel (Jain et al., 2011). Respon tanaman terhadap kekeringan dan adaptasi tanmaan pada kondisi arid dan semi arid mengalami perubahan secara molekuler, fisiologi, biokimia dan morfologi yang beragam. Tanaman juga dapat beradaptasi dengan beragam tipe dan strategi untuk tetap bertahan pada kondisi kekurangan air dan kecaman kekeringan. Dua strategi diantarannya drought escape (melalui penyelesaian life cycle sebelum berkurangnya air) dan mekanisme resistensi. Levit .,1980 dalam Wang et al., 2012). Identifikasi marker fisiologi yang bisa didapat secara cepat, reliable, dan murah serta bisa untuk karakterisasi kultivar pada germplasm bank dapat membantu program pemulia delima untuk mendapatkan kultivar yanf lebih tahan pada kekeringan atau bahkan digunakan sebagai tahap awal proses breeding. Beberapa marker yang cukup murah dan cepat yang telah digunakan oleh beberapa peneliti pada proses pemilihan kultivar yang toleran terhadap kekeringan adalah potensial air batang (φ stem), relative water content (RWC), index stabilitas klorofil, berat kering daun setiap area, ukuran dan densitas stomata, cholorophyll fluorescence, efisiensi penggunaan air dan sebuah tes cepat untuk toleransi kekeringan menggunakan pH pada daun yang telah diekstraksi (Gholami et al.,2012). Iran menduduki ranking pertama untuk kategori jumlah dan diversity kultivar delima, daerah tanam delima, produksi dan eksport delima di dunia (Parvizi et al., 2016). Masalah pada perkebunan delima di Iran adalah kemarau dan berkurangnya sumber air di tanah. Beberapa kultivar delima yang penting adalah ‘Rabab-e-Neyriz’ (‘Rabab’), ‘Shishe-cap-e-Ferdows’ (‘Shishecap’), ‘Malas-e-Saveh’ (‘M-Saveh’), ‘Malas-e-Yazdi’ (‘M-Yazdi’), dan ‘Ghojagh-e- Qom’ (‘Ghojagh’). Namun tidak ada data tentang toleransi kekeringan pada kultivar tersebut. Beberapa penelitian telah dilakukan pada kondisi kekurangan air pada delima yang lebih focus pada water relation pada daun pada sistem irigasi yang berbeda (Rodriguez et al., 2012), indikasi penggunaan air untuk pengaturan system irigasi (Galindo et al., 2013) dan evaluasi perbedaan sistem irigasi pada pertumbuhan kuliatas dan kuantitas buah (Parvizi et al., 2016). Untuk itu perlu adanya screening pada kultivar delima yang merupakan kultivar yang toleransi water strees dengan sebuah metode yang cepat, tepat dan tidak mahal untuk menambah pengetahian kita tentang mekanisme secara fisiologi yang didalamnya termasuk respon delima muda pada kecaman kekurangan air dan penanganannya. BAB I PENDAHULUAN
2.1 Bahan Tanam Dan Aplikasi Cekaman Kekeringan
Penelitian dilakukan pada tahun 2014 saat musim tanam di Greenhose, Universitas Shiraz Iran. Kultivar yang digunakan adalah kultivar yang telah berumur dua tahun yang dibudidayakan dengan metode stek batang. Kultivar tersebut diantaranya adalah‘Rabab’, ‘Shishecap’, ‘M-Saveh’, ‘M-Yazdi’, dan ‘Ghojagh’. Kultivar-kultivar diletakkan pada pot 15 L dengan media tanam leafmould, pasir dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 serta kerikil sebagai bagian dasar pada pot. Irigasi dilakukan secara teratut selama 4 bulan untuk level kapasitas lapang. Temperature saat penelitian adalah sekitar 16◦C dan 36◦C dengan rata rata kelembapan 55%. Pra-penelitian dilakukan pada 15 tanaman (3 tanaman dari setiap kultivar) untuk menentukan level cekaman kekeringan. Pada pra-penelitian sudah terlihat nilai dari potensial air pada batang dan gejala cekaman kekeringan pada daun dengan system irigasi moderate water stress (7 hari tanpa irigasi) dan severe water stress (14 hari tanpa irigasi). Pada hari ke-7 water stress mayoritas daun dari semua kultivar delima terlihat segar dan hijau tetapi potensial air pada batang menurun dibandingkan pada hari pertama. Pada hari ke -14, daun terlihat layu dan warna hijau daun mulai memudar serta potesial air pada batang lebih menurun dibandingkan hari ke-7. Penelitian utama dilakukan pada akhir juli menggunakan 32 tanaman dari setiap kultivar yang dibagi pada dua kelompok: tanaman control (16 tanaman setiap kultivar) dan tanaman yang tercekam kekeringan (16 tanaman setiap kultivar). Pada Kelompok I (Tanaman control) irigasi dilakukan setiap hari hingga kapasitas lapang selama proses penelitian, namun pada Kelompok II tidak dilakukan irigasi selama 14 hari hingga tanaman menunjukkan ketahanan turgescene dan mayoritas daun menjadi layu dan warna pada daun memudar. Gejala yang telihat pada kultivar ‘Ghojagh’ tidak telihat jelas dibandingkan kultivar yang lainnya. Pada kelompok II bagian atas pot ditutp dengan film plastic untuk mengurangi evaporasi dari dasar tanah dan mengurangi peningkatan water stress. Irigasi diberikan setelah 14 hari tanpa irigasi pada kelompok II hingga level kapasitas lapang dan proses perbaikan selama 7 hari. Setalah itu, pengumpulan daun dilakukan untuk analisi fisiologi pada waktu yang berbeda (1, 7, 14 dan 21 hari).
2.2 Keadaan Air pada Tanaman
Potensial Air pada batang pada siang hari diukur menggunakan pressure chamber (Soil Moisture Equip. Corp. Model 5100A, Santa Barbara, CA, USA). Sebelumnya, jumlah dan tipe daun yang sama diletakkan pada plastik kecil yang ditutupi denga aluminium foil selama 2 jam sebelum proses pengukuran pada pressure chamber. Pengukuran potensial air batang dilakukan pada 11:00 am -13:00 pm. Relative Water Content (RWC) pada daun diukur menggunakan gravimetric dengan (FW − DW)/(TW − DW) × 100. Dimana FW adalah berat segar daun, DW adalah berat keriing daun setelah proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 80◦C selama 24 jam dan TW adalah berat turgit setelah pengeringan daun kembali pada suhu 4◦C.
2.3 Ratio Berat Kering Daun per Area (Leaf Dry Mass) Leaf Dry Mass (LMA) merupakan rasion antara DM dan Leaf area. Pengukuran dilakukan pada siang hari pada cuaca cerah saat irradiasi penuh pada daun termuda.
2.4 Rapid Test Untuk Toleransi pada Cekaman (DTI)
Rapid Test Untuk Toleransi pada Cekaman (DTI) dilakukan dengan ekstrasi 500mg daun menggunakan 0,025 M EDTA dengan proses perebusan selama 25 menit. Setaelah pendinginan pH dari hasil ekstraksi di periksa.
2.5 Indeks Stabilitas Membran
Indeks Stabilitas Membran disebut juga Membrane Stability Index (MSI). Dua puluh daun kelompok I dan II dicuci dengan menggunkan air destilasi kemudian diletakkan pada 10mL air destilasi pada suhu ruang. Setelah 24 jam konduktivitas dari cairan akan terbaca (C1). Sample yang sama diletakkan pada autoclave pada suhu 121◦C selama 15 menit, didinginkan pada suhu ruang dan konduktivitas akan terlihat kembali (C2). Electrolyyte leakage diukur menggunakan konduktometer (644 Conductometer, Metrohm, Herisau, Switzerland) dan MSI dihitung menggunakan rumus, MSI (%) = [1 − (C1/C2) × 100]. 2.6 Pengukuran Pertukaran Gas Parameter pertukaran gas pada daun diantaranya laju fotosintesis (A n), Laju Transpirasi (Tr), dan konduktivitas stomata (gs) yang diukur pada siang hari 11:30 am-13:30 pm pada daun termuda menggunakan LCi-SD UltraCom-pact Photosynthesis System (ADC Bio- Scientific Ltd., Hoddes-don, England). Intrinsic water use efficiency (IWUE) dihitung berdasarkan rasion An dan gs.
2.7 Analisis Statistik dan Rancangan Percobaan
Analisis variance dialakukan mengunakan ANOVA procedures (SAS 9.1 untuk Windows). Berbeda nyata didasarkan pada Duncan’s multiple range tests. Perbedaan < 0.05 sudah menunjukkan adanya perbedaan pada statistika. Korelasi dan tingkatan koefisiensi dihitung menggunakan PROC CORR. Pearson’s correlation coefficients (r) dihitung menggunakan parameter terpilih menggunakan penggabungan data dari seluruh kultivar. Penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) denga dua pengukuran setiap tanaman dan empat kali ulangan.