Anda di halaman 1dari 90

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA

TEKNIS DAERAH PROVINSI TIPE A DI BALAI PENGAWASAN TENAGA


KERJA KELAS A DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA

TESIS

Oleh
Pebri Sandy Kaunang
NIM. 19202101039

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


PASCASARJANA
MANADO
2021
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA
TEKNIS DAERAH PROVINSI TIPE A DI BALAI PENGAWASAN
TENAGA KERJA KELAS A DINAS TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA

TESIS

Oleh
Pebri Sandy Kaunang
NIM. 19202101039

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


PASCASARJANA
MANADO
2021

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Komisi Pembimbing TESIS menyetujui rencana


Pelaksanaan kegiatan dari mahasiswa berikut ini:

Nama Mahasiswa : Pebri Sandy Kaunang


NIM : 19202101039
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan
Jenis kegiatan yang : Ujian Komprehensif
disetujui dilaksanakan
Judul : Implementasi Kebijakan Pembentukan Unit
Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A Di
Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi
Sulawesi Utara

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.


Manado, Juli 2021
KOMISI PEMBIMBING KOORDINATOR
PROGRAM STUDI
Pembimbing I

Prof. Dr. Drs. William Areros, MSi Dr. Deysi Tampongangoy, S.Sos., M.Si
NIP. 195308311985031001 NIP. 198012102006042003

Pembimbing II

Dr. Deysi Tampongangoy, S.Sos., M.Si


NIP. 198012102006042003

ii
Kaunang, Pebri Sandy. 2021. Implementasi Kebijakan Pembentukan Unit
Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A Di Balai Pengawasan Tenaga
Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi
Sulawesi Utara. Dibimbing oleh Prof. Dr. Drs. William Areros, MSi dan Dr.
Deysi Tampongangoy, S.Sos., M.Si

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implementasi kebijakan


pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A di Balai Pengawasan
Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi
Sulawesi Utara dikarenakan Pengawasan ketenagakerjaan merupakan fungsi
publik dari administrasi ketenagakerjaan yang memastikan penerapan perundang-
undangan ketenagaerjaan ditempat kerja.
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang
diambil dengan teknik purposive sampling dengan fokus penelitian menggunakan
teori Grindle tentang implementasi kebijakan yang terdiri dari isi kebijakan dan
lingkungan kebijakan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,
wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan langkah – langkah yang
terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UPTD (Balai Pengawasan Tenaga
Kerja Kelas A) memiliki tujuan pencapaian dalam pelaksanaan kebijakan
pembentukan UPTD berdasarkan tugas pokok dan fungsi serta menjalin hubungan
kerja sama dalam penyelenggaraan pelayanan ketenagakerjaan termasuk
mengoptimalisasi mutu pelayanan dan partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam
pelaksanaan kebijakan.
Kesimpulan penelitian ini adalah Pergub No 65 Tahun 2017 telah dijalankan
sesuai dengan tujuan meskipun terdapat beberapa kendala diantaranya kurangnya
petugas pengawas serta luas wilayah pengawasan dan jumlah perusahaan yang
lebih banyak dibandingkan pengawas dan disarankan agar menambah petugas
pengawas akan membantu dalam optimalisasi pengawasan dalam pelayanan
ketenagakerjaan.

iii
Kaunang, Pebri Sandy. 2021. Policy Implementation for the Establishment of a
Type A Provincial Technical Implementation Unit at the Class A Labor
Inspection Center at the Regional Manpower and Transmigration Office of
North Sulawesi Province. Dibimbing oleh Prof. Dr. Drs. William Areros, MSi
dan Dr. Deysi Tampongangoy, S.Sos., M.Si

ABSTRACT

This study aims to analyze the implementation of the policy of establishing a


Type A Provincial Technical Implementation Unit at the Class A Labor Inspection
Center of the North Sulawesi Provincial Manpower and Transmigration Office
because labor inspection is a public function of the labor administration that
ensures the implementation of labor laws in the workplace.
This research method uses descriptive research methods with a qualitative
approach. Informan in this study were 10 people who were taken by purposive
sampling technique with a focus on research using Grindle's theory of policy
implementation consisting of policy content and policy environment. Data was
collected by means of observation, interviews and documentation. Data analysis
uses steps consisting of data reduction, data presentation and conclusion
drawing.
The results of the study indicate that the UPTD (Class A Labor Supervision
Center) has the goal of achieving the policy implementation of the establishment
of the UPTD based on the main tasks and functions as well as establishing a
cooperative relationship in the implementation of labor services including
optimizing the quality of service and community participation required in
implementing the policy.
The conclusion of this study is that Pergub No. 65 of 2017 has been carried
out in accordance with the objectives although there are several obstacles
including the lack of supervisory officers and the area of supervision and the
number of companies that are more than supervisors and it is recommended that
adding supervisory officers will assist in optimizing supervision in labor services.

iv
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini (Tesis) adalah ASLI dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik magister, baik di universitas Sam Ratulangi

Manado maupun diperguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan merupakan penelitian saya

sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Komisi Pembimbing

dan masukan Komisi Penguji.

3. Dalam karya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang di

tulis/publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan naskah disebutkan nama pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

yang telah diperoleh karena karya tulis ini, saya bersedia untuk menerima

sanksi akademik serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di

perguruan tinggi Universitas Sam Ratulangi.

Manado, Juli 2021

Pebri Sandy Kaunang


NIM. 19202101039

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Pebri Sandi Kaunang, lahir di Manado Provinsi

Sulawesi Utara pada tanggal 02 Februari 1975 yang merupakan anak keempat

dari empat bersaudara. Penulis lahir dari pasangan suami istri Bapak Heldi

Kaunang dan Ibu Yulien Mawikere. Penulis sekarang berdomisili di Kelurahan

Winangun, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Bhayangkari Manado

serta lulus pada tahun 1987, selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah

Pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado dan lulus pada tahun

1990. Tahun 1993 lulus dari SMA Eben Haezer Manado. Selanjutnya melanjutkan

ke jenjang pendidikan Strata Satu di Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum

lulus pada tahun 1998. Kemudian pada tahun 2019 melanjutkan pendidikan Strata

Dua di Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Pembangunan peminatan Ilmu Pemerintahan.

vi
KATA PENGANTAR

Puji Tuhan, segala puji syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, atas segala karunia, kasih kemurahan dan kesempatan yang diberikan

sehingga tesis dengan judul “Implementasi Kebijakan Pembentukan Unit

Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A Di Balai Pengawasan Tenaga Kerja

Kelas A Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi

Utara” dapat terselesaikan sebagai tugas akhir dalam penyelesaian sudi strata dua

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan peminatan

Manajemen Sumberdaya Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.

Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat dan hati

yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih pada komisi pembimbing Prof.

Dr. Drs. William Areros, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Deysi

Tampongangoy, S.Sos., M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang selalu

setia dan tulus membimbing penulis dan memberikan masukan serta arahan yang

sangat berguna dalam penulisan tesis ini. Serta kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan, baik secara moral, material dan fasilitas kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula dengan segala ketulusan dan kerendahan hati

disampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ellen J. Kumaat, MSc, DEA sebagai Rektor Universitas Sam

Ratulangi Manado.

2. Prof. Dr. Ir. Markus T. Lasut, MSc sebagai Direktur dan Panitia Penguji

Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.

vii
3. Ir. Arthur G. Pinaria, MP., PhD selaku Wakil Direktur I Bidang Akademik

Kemahasiswaan dan Perencanaan Program Pascasarjana Universitas Sam

Ratulangi.

4. Dr. Ir. Eng. Pingkan Peggy Egam, ST., MT selaku Wakil Direktur II

Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Program Pascasarjana

Universitas Sam Ratulangi Manado.

5. Dr. Deysi L. N. Tampongangoy, S.Sos., MSi selaku Koordinator Program

Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan Pascasarjana Universitas

Sam Ratulangi.

6. Dr. Dra. Maria H. Pratiknjo, MA dan Dr. Dra. Femmy Tulusan, M.Si dan

panitia pelaksana ujian dari Pascasarjana sebagai penguji.

7. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Pembangunan yang banyak membantu penulis selama kuliah dan dalam

penelitian.

8. Staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan, Ireyne O.

Eman, SE., MSi yang membantu penulis dalam pengurusan berkas-berkas

untuk penyelesaian studi.

9. Istri dan anak tercinta yang selalu mendukung dan memberi motivasi serta

memanjatkan doa agar penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

10. Pimpinan dan pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara, terutama segenap informan yang terlibat secara langsung

dalam penelitian ini.

viii
11. Rekan - rekan mahasiswa, secara khusus angkatan tahun 2019 program

studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan yang berjuang bersama-

sama dan saling membantu dalam banyak hal.

12. Civitas Akademika Universitas Sam Ratulangi dan semua pihak yang telah

membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan

kekeliruan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan waktu. Oleh sebab itu

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang

membangun dari segala pihak untuk penyempurnaan tesis ini kedepan. Akhir kata

penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan.

Manado, Juli 2021


Penulis

Pebri Sandy Kaunang


NIM. 19202101039

ix
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .................................................................................................. i


PERNYATAAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..................... ii
RINGKASAN ........................................................................................................ iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
PERNYATAAAN KEASLIAN .............................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 8
B. Konsep Implementasi Kebijakan .............................................................. 10
1. Definisi Implementasi Kebijaakan ......................................................... 10
2. Teori – Teori Implementasi Kebijakan .................................................. 12
C. Ketenagakerjaan ....................................................................................... 19
1. Pengertian Tenaga Kerja ........................................................................ 19
2. Peran Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi ......................................... 19
3. Klasifikasi Tenaga Kerja ........................................................................ 24
4. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja ......................................................... 20
D. Konsep Pengawasan Ketenagakerjaan ....................................................... 23
1. Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan .................................................... 24
2. Operasional Pengawasan Ketenagakerjaan ............................................ 26
3. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan ..................................................... 33
E. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................45
B. Desain Penelitian .......................................................................................45

x
C. Fokus Penelitian ......................................................................................... 46
D. Informan Penelitian .................................................................................... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 47
F. Sumber Data............................................................................................... 49
G. Teknik Analisis Data.................................................................................. 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 52
1. Deskripsi Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A di Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara ................................ 52
2. Deskripsi Data Penelitian ..................................................................... 59
B. Pembahasan................................................................................................ 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 71
B. Saran .......................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA72
Lampiran – Lampiran
 Pedoman Wawancara
 Dokumentasi kegiatan

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kesatuan seperti yang terkandung di dalam

Undang –Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa “Negara

Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Hal ini menunjukkan

bahwa Negara Indonesia merupakan negara berdaulat dimana pemerintah pusat

merupakan pemerintahan tertinggi sedangkan satuan subnasionalnya bertugas

menjalankan kekuasaan – kekuasaan yang diperintahkan oleh undang – undang.

Semenjak masa reformasi, Indonesia mengalami perubahan – perubahan termasuk

dalam pengelolaan pemerintahan yang dahulunya bersifat sentralisasi, sekarang

menjadi desentralisasi yang ditujukan pada pemerintahan daerah, dimana hal

tersebut membentuk paradigma baru tentang penyelenggaraan pemerintahan di

Indonesia. Daerah dituntut untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dan

mengelola daerahnya dengan harapan dapat mempercepat terciptanya

kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah berhak untuk mengeluarkan

berbagai kebijakan publik dengan catatan sesuai dengan peraturan dan perundang-

undangan yang ada dan diputuskan oleh pemerintah pusat. Terbitnya suatu

kebijakan merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan

masalah – masalah publik yang berada atau terjadi dimasyarakat. Kebijakan

merupakan tindakan berpola yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Tujuan tersebut merupakan kepentingan masyarakat dikarenakan hal tersebut

merupakan hakikat dari suatu kebijakan. Pencapaian hakikat kebijakan dilihat dari

sikap masyarakat apakah menerima dan mendukung serta bersedia melaksanakan

1
kebijakan atau sebaliknya menolak atau tidak mendukung kebijakan yang dibuat.

Perwujudan dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat berupa

peraturan perundang-undangan, statemen pejabat negara maupun seluruh kegiatan

pemerintahan baik melakukan atau tidak melakukan tindakan yang bertujuan

untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dimasyarakat.

Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah berada pada bidang

ketenagakerjaan. Dimana dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. UU Nomor 13

Tahun 2003 menjadi payung hukum bagi pembangunan keteagakerjaan dalam

rangka meningkatkan perlindngan tenaga kerja dan keluarganya dan lebih jauh

lagi melindungi hak-hak dasar pekerja dimulai dari kesejahteraan sampai dengan

kesehatan dan keselamatan. Selanjutnya, pembangunan ketenagakerjaan tidak

semata-mata melindungi kepentingan pekerja melainkan juga kepentigan

pengusaha dan pemerintah. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam

rangka pembangunan manusia Indonesia secara utuh dan pembangunan

masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga

diri tenaga kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan

merata baik secara materiil maupun spirituil. Kebijakan tentang ketenagakerjaan

terus diupayakan untuk menciptakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya

diberbagai bidang dengan peningkatan mutu dan perlindungan terhadap tenaga

kerja yang bersifat menyeluruh pada semua sektor. Hal ini merupakan salah satu

bentuk campur tangan negara dalam melindungi hak-hak dasar pekerja/buruh

2
dengan memperhatikan akibatnya terhadap kemajuan negara terlebih dalam

mencapai tujuan pembangunan nasional.

Pada proses pembangunan nasional dalam pelaksanaannya tidak terlepas

dari indikasi – indikasi pergeseran nilai atau aturan yang dapat dilanggar oleh para

pelaksananya. Dengan demikian untuk mengatasi terjadinya proses pergeseran

tersebut diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang bertujuan untuk mencegah,

menjaga serta membantu permasalahan tenaga kerja yang dilakukan secara efektif

dan efisien sehingga langkah-langkah antisipatif dari pihak yang berkaitan dengan

ketenagakerjaan dapat dilakukan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan oleh

pegawai pemerintah dirasa sangat penting untuk dilakukan dalam rangka

menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para buruh/pekerja. Dengan

pengawasan ketenagakerjaan dapat membuat peningkatan mutu ketenagakerjaan

menjadi nyata. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan dalam satu kesatuan

sistem pengawasan ketenagakerjaan yang terpadu, terkoordinasi dan terintegrasi

dalam rangka menjamin penegakan mengenai kondisi kerja dan perlindungan

tenaga kerja dan peraturan.

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan fungsi publik dari administrasi

ketenagakerjaan yang memastikan penerapan perundang-undangan ketenagaerjaan

ditempat kerja. Peran utamanya adalah untuk meyakinkan mitra sosial atas

kebutuhan untuk mematuhi undang-undang ditempat kerja dan kepentingan

bersama mereka terkait ketenagakerjaan melalui langkah – langkah pencegahan,

edukasi dan jika diperlukan penegakan hukum. Dalam dunia kerja, pengawasan

ketenagakerjaan merupakan instrumen yang paling penting dari kehadiran negara

dan intervensi untuk merancang, merangsang dan berkontibusi kepada

3
pembangunan budaya pencegahan yang mencakup banyak aspek yang secara

potensial berada dibawah pengawasannya yaitu hubungan industrial,upah terkait

dengan kondisi kerja secara umum, keselamatan dan kesehatan kerja serta isu –

isu yang terkait dengan ketenagakerjaan dan jaminan sosial.

Penyempurnaan sistem pengawasan terhadap ketenagakerjaan merupakan

strategi dalam penanganan permasalahan pembangunan nasional yang hingga saat

ini seringkali perselisihan terjadi disebabkan karena tidak terpenuhinya hak

masing – masing pihak dalam perjanjian kerja ataupun tidak terlaksananya

perjanjian kerja yang telah disepakati oleh semua pihak. Penyempurnaan sistem

pengawasan dirasa menjadi lebih tidak optimal dan dibatasi ruang lingkupnya

sejak diberlakukannya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

pemerintahan daerah. Hal ini disebabkan pengaturan pengawasan didalam Undang

– Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menjadi dasar

dialihkannya kewenangan pengawasan ketenagakerjaan yang awalnya berada di

pemerintahan kabupaten/kota kini berada di pemerintah provinsi. Dalam rangka

menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan,

diperlukan suatu pengawasan ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan

merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam penegakan atau penerapan

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan

peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan

antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh. Keseimbangan

tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenagan kerja yang

pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga

kerja.

4
Dalam rangka menunjang proses pengawasan ketenagakerjaan di tingkat

provinsi, pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Peraturan Gubernur Nomor

65 Tahun 2017 tentang pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Tipe A. UPTD bertugas

untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional yang secara langsung

berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan teknis penunjang untuk

melaksanakan kegiatan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dinas. UPTD

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Tipe A Provinsi sulawesi

Utara terdiri dari Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A dan Balai Pelatihan

Tenaga Kerja Kelas A.

Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A bertugas melaksanakan

pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan perundang-undangan

ketenagakerjaan yang bertujuan menjamin pelaksanaan keseimbangan hak – hak

dan kewajiban tenaga kerja. Tetapi pelaksanaan tersebut saat ini masih jauh dari

harapan atau dengan kata lain terjadi kesenjangan antara ketentuan normatif

dengan kenyataan dilapangan, diantaranya disebabkan oleh belum optimalnya

pengawasan ketenagakerjaan yang disebabkan oleh keterbatasan baik secara

kuantitas maupun kualitas dari aparat pengawas ketenagakerjaan. Dari segi

kuantitas, aparat pengawas ketenagakerjaan sangat terbatas jika dibandingkan

dengan jumlah perusahaan yang harus diawasi, selain itu petugas pengawas tetap

harus melaksanakan tugas-tugas administratif yang dibebankan kepadanya. Dari

segi kualitas, para petugas pengawas dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik

masih terbatas, hal ini dapat dilihat dari jumlah pengawas yang memiliki gap

dengan jumlah yang diawasi.

5
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Pembentukan Unit Pelaksana

Teknis Daerah Provinsi Tipe A Di Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka ditarik

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana implementasi kebijakan

pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A di Balai Pengawasan

Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi

Sulawesi Utara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijelaskan, penelitian

ini ditujukan untuk menganalisa implementasi kebijakan pembentukan Unit

Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A di Balai Pengawasan Tenaga Kerja

Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara.

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

sumberdaya pengelolaan pembangunan.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat melalui pemaparan

hasil analisis bagi pihak – pihak yang berhubungan dalam pengambilan

kebijakan serta bagi implementor yaitu pelaksana peraturan sebagai subyek.

6
Implementasi menjadi suatu langkah untuk memecahkan permasalahan yang

dihadapi yang dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan implementasi.

Melalui kajian implementasi ini, diharapkan, masyarakat dalam hal ini tenaga

kerja, pemeritah sebagai pembuat kebijakan memiliki referensi diskusi yang

dapat menambah wawasan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan dalam penulisan

tesis yang membantu peneliti untuk menentukan penyusunan penelitian bagi dari

segi konsep maupun teori dalam menentukan langkah – langkah sistematis.

Dalam penelitian, peneliti belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi

dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh

peneliti sebelumnya.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Metode dan Hasil Penelitian


1 Hambali, Implementasi Metode pendekatan menggunakan
2019 Kebijakan metode deskriptif kualitatif.
Hubungan
Penelitian difokuskan pada teori
Industrial (Studi
Implementasi George Edward III. Hasil penelitian
Peraturan Daerah menunjukkan bahwa aktor
Nomor 22 Tahun
(implementor) cenderung saling
2012 Tentang
Sistem mempertahankan egosentris masing
Penyelenggaraan – masing baik oleh pengusaha
Ketenagakerjaan
maupun serikat pekerja dan
di Kabupaten
Pasuruan Disnaker sebagai representasi
pemerintah.
Persamaan : Kedua penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Perbedaan : Penelitian terdahulu menggunakan teori George Edward III
sedangkan penelitian ini menggunakan teori Grindle.
2 Adityaputra, Implementasi Penelitian ini menggunakan metode
Wibhawa, Kebijakan deskriptif kualitatif dengan fokus
Ferdiyansah Ketenagakerjaan penelitian menggunakan teori Stone
2015 Di Kabupaten yang meliputi : Keadilan, efisiensi,
Sumedang keamanan dan kebebasan. Hasil

8
penelitian menunjukkan bahwa
kebijakan tentang ketenagakerjaan
di Kabupaten Sumedang bekerja
dengan baik dimana kebijakan yang
dibuat mengatur penyerapan tenaga
kerja lokal, pelatihan kerja berbasis
kompetensi, masyarakat dan
kewirausahaan, pelayanan
penempatan kerja serta pengurangan
tingkat pengangguran.
Persamaan : Kedua penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan teori Stone sedangkan
penelitian ini menggunakan teori Grindle. Penelitian terdahulu difokuskan pada
dampak terhadap kebijakan ketenagakerjaan sedangkan penelitian saat ini lebih
difokuskan pada implementasi kebijakan tentang pembentukan UPTD Balai
Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Daerah Provinsi Sulawesi Utara.
3 Syariyah, Implementasi Metode penelitian menggunakan
Nur, Kebijakan deskriptif kualitatif dengan
Meigawati. Ketenagakerjaan
2020 menggunakan teori George Edward
Tentang Bursa
Kerja di Dinas III. Hasil penelitian menunjukkan
Tenaga Kerja Kota bahwa implementasi kebijakan
Sukabumi
berjalan denganbaik jika dilihat dari
sisi disposisi dan struktur birokrasi.
Namun dari sisi komunikasi dan
SDM sudah dilaksanakan tetapi
belum optimal.
Persamaan: Kedua penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan teori George Edward III
sedangkan penelitian ini menggunakan teori Grindle. Selanjutnya penelitian
terdahulu difokuskan pada bursa tenaga kerja sedangkan pada penelitian saat ini
difokuskan pada implementasi kebijakan tentang pembentukan UPTD Balai
Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Daerah Provinsi Sulawesi Utara.

9
4 Adinda, Implementasi Metode penelitian menggunakan
Suherman.
Kebijakan metode deskriptif kualitatif yang
2018
Ketenagakerjaan menggunakan teori kebijakan
(Studi Kasus Charles Jhones yang meliputi
Tentang Proses organisasi, interpretasi (penafsiran)
Mediasi dan aplikasi (penerapan). Hasil
Perselisihan penelitian menunjukkan bahwa
Hubungan Industri implementasi kebijakan belum
Di Kabupaten dilaksanakan secara optimal.
Bandung Barat)
Persamaan: Kedua penelitian ini menggunakan metode kualitatif
Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan teori Charles Jhones sedangkan
penelitian ini menggunakan teori Grindle.

B. Konsep Implementasi Kebijakan

1. Definisi Implementasi Kebijakan

Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang

mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya

implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan

tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.

Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat

pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Bardach

(1991) yaitu “adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum

yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam

kata-kata dan slogan - slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para

pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk

melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk

mereka anggap klien”. Implementasi berusaha untuk menjawab pertanyaan

10
mengapa program pemerintah tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan

kebijakan adalah sesuatu yang penting karena kebijakan akan sekedar impian atau

rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu

langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi

kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian

implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke

proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim

dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan

berupa program program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan

akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah,

masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakat.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya, untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua

pilihan langkah yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau

melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut

sebagai kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai Peraturan

Pelaksanaan (Nugroho, 2009). Nugroho menjelaskan lagi kebijakan yang bisa

langsung dimplementasikan, tanpa memerlukan kebijakan turunannya, seperti

Kepres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dll,

dan kebijakan yang membutuhkan kebijakan publik penjelas seperti undang -

undang dan perda.

11
Van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno, 2012) mendefinisikan

implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-

keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam

kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk

mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan

kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul

Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Wahab (2008),

mengatakan bahwa:

Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah


suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus
perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan
kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman
kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak
nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi

kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran

ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi

implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai

aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan

tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan itu sendiri.

2. Teori – Teori Implementasi Kebijakan

Terdapat beberapa teori dari beberapa ahli mengenai implementasi

kebijakan, yaitu:

12
a. Teori George C. Edward

Edward III (dalam Subarsono, 2011) berpandangan bahwa implementasi

kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

1) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan

agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang

menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada

kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi

implementasi.

2) Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas

dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber

daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi

implementor dan sumber daya finansial.

3) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor

memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi

kebijakan juga menjadi tidak efektif.

4) Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah

Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi

13
yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan

menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut pandangan Edwards (dalam Budi Winarno, 2012) sumber-sumber

yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik

untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang

diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan

pelayanan-pelayanan publik. Struktur Birokrasi menurut Edwards (dalam Budi

Winarno, 2012) terdapat dua karakteristik utama, yakni Standard Operating

Procedures (SOP) dan Fragmentasi:

SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang


sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-
sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam
bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.
Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit
birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok
kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat
kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.

b. Teori Merilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (dalam Subarsono,

2011) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy)

dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel tersebut

mencakup: sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat

dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group, sejauhmana

perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program

sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan

rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan Wibawa (1994) mengemukakan model Grindle ditentukan oleh isi

14
kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah

kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan.

Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.

Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut:

a) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.

b) Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

c) Derajat perubahan yang diinginkan.

d) Kedudukan pembuat kebijakan.

e) (Siapa) pelaksana program.

f) Sumber daya yang dihasilkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah:

a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.

b) Karakteristik lembaga dan penguasa.

c) Kepatuhan dan daya tanggap.

Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang

komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan

implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di

antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi

yang diperlukan.

c. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2011) ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni

karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik

15
kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan

variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

d. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2011) ada lima variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan,

sumberdaya, komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik

agen pelaksana dan kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Menurut pandangan Edward III (Budi Winarno, 2012) proses komunikasi

kebijakan dipengaruhi tiga hal penting, yaitu:

1) Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah

transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan,

ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah

untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan.

2) Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan-kebijakan

diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk

pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan,

tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-

intruksi yang diteruskan kepada pelaksana kabur dan tidak menetapkan

kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan.

3) Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin

berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksaan harus konsisten dan

jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana

kebijakan jelas, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah

16
tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan

tugasnya dengan baik.

Penelitian ini menggunakan teori dari Merilee S. Grindle yang menyebutkan

bahwa keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel yakni isi

kebijakan dan lingkungan implementasi. Penggunaan teori tersebut dapat

membantu peneliti untuk menganalisis implementasi Peraturan Gubernur Nomor

65 Tahun 2017.

3. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Implementasi Kebijakan

Menurut Sunggono (1994), implementasi kebijakan mempunyai beberapa

faktor penghambat, yaitu:

a. Isu Kebijakan

1) Implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan,

maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, saranasarana

dan penerapan priorotas, atau program-program kebijakan terlalu umum

atau sama sekali tidak ada; b) Karenakurangnya ketepatan intern maupun

ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan; c) Kebijakan yang akan

diimplementasikan dapat juga menunjuk adanya kekurangan-kekurangan

yang sangat berarti; d) Penyebab lain dari timbulnya kegagalan

implementasi suatu kebijakan dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan

yang menyangkut sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut

waktu, biaya atau dana dan tenaga manusia.

2) Informasi

Implementasi kebijakan mengasumsikan bahwa para pemegang pesan

yang terlibat langsung mempuyai informasi yang perlu atau sangat

17
berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini

justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunukasi.

3) Dukungan

Pelaksanaan suatu kebijaan publik akan sangat sulit apabila pada

pengimplementasiannya tidak cukup dukunganuntuk pelaksanaan

kebijakan tersebut.

4) Pembagian Potensi

Sebab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan

publik, juga ditemukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku

yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan

diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi

pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian

wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian

tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang

jelas.

Semua kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan

mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain,

tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan

apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara, sehingga apabila perilaku atau

perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka

suatu kebijakan publik tidaklah efektif.

18
C. Ketenagakerjaan

1. Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut

sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun masyarakat. Indonesia, Badan Pusat Statistik pada tahun sekitar 1970-an

menentukan batas usia kerja bila seseorang berumur 10 tahun atau lebih.

Semenjak dilaksanakan SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja) batas usia kerja

dirubah menjadi 15 tahun atau lebih, ini dilaksanakan karena dianjurkan oleh

International Labour Organization (ILO).

Menurut Sumarsono (2003), dalam hubungannya dengan pasar tenaga kerja

perilaku penduduk dipisahkan menjadi 2 golongan, yaitu golongan aktif secara

ekonomis dan bukan. Angkatan kerja termasuk golongan aktif secara ekonomis.

Golongan ini terdiri dari penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya dan

berhasil memperolehnya (employed) dan penduduk yang menawarkan tenaga

kerjanya di pasar tenaga kerja tetapi belum berhasil memperolehnya

(unemployed).

2. Peran Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi

Departemen/dinas tenaga kerja sebagai suatu lembaga pemerintahan yang

melakukan pelayanan terhadap tenaga kerja dalam rangka mempersiapkan tenaga

kerja yang siap pakai sebagai hasil kerjasama dengan lembaga-lembaga latihan

yang ada (Manulang, 2005). Hal tersebut berarti bahwa departemen/dinas tenaga

kerja merupakan lembaga pemerintah yang bekerjasama dengan lembaga latihan

19
untuk memberikan pelayanan dan mempersiapkan tenaga kerja memasuki dunia kerja

tetapi tidak menyebutkan secara detail pelayanan apa saja yang diberikan dan

lembaga-lembaga apa saja yang terkait.

Menurut Poerwodarminta (2011), “peran merupakan tindakan yang

dilakukan seseorang atau kelompok orang dalam suatu peristiwa”. Berdasarkan

pendapat Poerwodarminta maksud dari tindakan yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu peristiwa tersebut merupakan tingkah laku yang

diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang berkedudukan di masyarakat.

Soekanto (2007) mengemukakan definisi peranan lebih banyak menunjukkan

pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses, jadi tepatnya adalah

bahwa seseorang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta

menjalankan suatu peranan.

Berdasarkan pendapat yang diuraikan, peran merupakan tingkah laku yang

diharapkan sebagai proses penyesuaian diri seseorang atau kelompok saat

menduduki suatu posisi untuk menjalankan suatu fungsi dalam masyarakat.

Apabila konsep tersebut dikaitkan dengan fungsi pemerintah, maka definisi peran

adalah proses keterlibatan lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi

lembaga pemerintah daerah, dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja,

Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara.

3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja

Setiap tenaga kerja atau buruh mempnyai hak untuk memperoleh

perlindungan. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 86 ayat 1,

menyebutkan bahwa :

“Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

20
a Keselamatan dan kesehatan kerja;

b Moral dan kesusilaan; dan

c Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama.”

Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak di sini adalah sesuatu

yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status

dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau

jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya

(Prints, 2010). Mengenai hak-hak bagi pekerja adalah sebagai berikut :

1) Hak mendapat upah atau gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 sampai

dengan 97 Undang-undang No. 13 Tahun 2003; Peraturan Pemerintah No.

8 Tahu 1981 tentang Perlindungan Upah)

2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4

Undang-undang No. 13 Tahun 2003)

3) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya

(Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)

4) Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah

keahlian dan keterampilan lagi (Pasal 9-30 Undang-undang No. 13 Tahun

2003.

5) Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta

perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 3

Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek)

6) Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal

104 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)

21
7) Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja

12 (dua belas) bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa

majikan dari satu organisasi majikan (Pasal 79 Undang-undang No. 13

Tahun 2003)

8) Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan (Pasal 88-98) Undang-

undang No. 13 Tahun 2003)

9) Hak atas suatu pembayaran tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan

kerja ia sudah mempunyai sedikitnya enam bulan terhitung dari saat ia

berhak atas istirahat tahunan yang terakhir, yaitu dalam hal bila hubungna

kerja diputuskan oleh majikan tanpa alsan-alasan mendesak yang

diberikan oleh buruh, atau oleh buruh karena alesanalesan mendesak yang

diberikan oleh majikan (Pasal 150-172 Undang-undang No. 13 Tahun

2003)

10) Hak untuk melakukan perundaingan atau penyelesaian perselisihan

hubungan industrial melalui bipartit, mediasi, kosiliasi, arbitrase dan

penyelesaian melalui pengadilan (Pasal 6-115 Undang-undang No. 2

Tahun 2004)

Dari sudut tenaga kerja, mempunyai hak serta kewajiban dalam pelaksanaan

keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan adalah :

1) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas

atau ahli keselamatan kerja.

2) Memakai alat keselamatan kerja.

3) Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan di tempat kerja.

Hak-hak tenaga kerja adalah :

22
1) Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan tersebut agar

dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang

diwajibkan di tempat kerja yang bersangkutan.

2) Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat keselamatan dan

kesehatan kerja serta aslat perlindungan diri yang diwajibkan tidak

memenuhi persyaratan, kesuali dalam batas-batas yang masih dapat

dipertanggungjawabkan (Husni, 2005).

D. Konsep Pengawasan Ketenagakerjaan

Dalam rangka penegakan hukum ketenagakerjaan maka diperlukan

Pengawasan Ketenagakerjaan. Pengawasan ini bertujuan untuk melindungi tenaga

kerja dan menjamin pelaksanaan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Perlindungan tenaga kerja dilakukan untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya

tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha

wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Khakim, 2009).

Ada tiga pihak yang ikut berperan serta dalam penegakan hukum

ketenagakerjaan yaitu Pekerja/Buruh, Pengusaha, dan Pemerintah. Ketiga pihak

tersebut memiliki peranan masing-masing dalam menegakkan hukum

ketenagakerjaan. Pekerja/Buruh merupakan pihak yang ikut berperan penting bagi

pembangunan nasional. Pekerja/Buruh menjadi salah satu faktor terlaksananya

seluruh aktivitas di segala bidang kehidupan berbangsa bernegara. Partisipasi

Pekerja/Buruh dapat turut meningkatkan perekonomian sebuah negara oleh karena

itu pemerintah perlu memberikan perlindungan bagi para pekerja yang juga

23
merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ketenagakerjaan. Dengan adanya

perlindungan terhadap tenaga kerja maka dapat mewujudkan masyarakat yang

sejahtera sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 1 angka 32 jo Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010

tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1, Pengawasan

Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Adapun maksud

diadakannya pengawasan perburuhan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-

undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1943 Nomor 23 dari Republik Indonesia

untuk seluruh Indonesia adalah: (Hari (Supriyanto, 2004):

1) Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan perburuhan pada

khususnya.

2) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja

dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat

undang-undang peraturan-peraturan perburuhan.

3) Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya dengan

undang-undang atau peraturanperaturan lainnya.

1. Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan

Menurut Manulang (2005), pengawasan ketenagakerjaan berfungsi sebagai

berikut:

1) Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

24
2) Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dan tenaga

kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-Undang dan ketenagakerjaan

secara efektif.

3) Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan dan penyelewangan

Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Dalam pembagian urusan pemerintahan bidang Ketenagakerjaan dan

Ketransmigrasian masing-masing diatur tersendiri. Pelaksanaan Pengawasan

tenaga kerja dilakukan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang bertanggung

jawab di Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Unit kerja yang

melakukan pengawasan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota wajib melaporkan

mengenai pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga

Kerja. Adapun tugas Dinas Tenaga Kerja bidang pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan

standarisasi teknis dibidang pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan. Fungsi

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bidang pembinaan pengawasan

ketenagakerjaan yaitu : (http://www.depnakertrans.go.id/unit.html,9,tugas)

1) Perumusan kebijakan di bidang pembinaan pengawasan norma

ketenagakerjaan, norma kerja perempuan dan anak, keselamatan kerja dan

kesehatan kerja;

2) Pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan

pengawasan norma ketenagakerjaan, norma kerja perempuan dan anak,

keselamatan kerja dan kesehatan kerja;

25
3) Perumusan pedoman, standar, norma, kriteria, prosedur, dan evaluasi di

bidang pembinaan pengawasan norma ketenagakerjaan ,norma kerja

perempuan dan anak ,keselamatan kerja dan kesehatan kerja;

4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan

pengawasan norma ketenagakerjaan ,norma kerja perempuan dan anak

,keselamatan kerja dan kesehatan kerja ;

5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jendral.

2. Operasional Pengawasan Ketenagakerjaan

Secara operasional Pengawasan Ketenagakerjaan meliputi (Khakim, 2009) :

1) Sosialisasi Norma Ketenagakerjaan

Sasaran kegiatan ini agar tercapai peningkatan pemahaman norma

kerja bagi masyarakat insudtri sehingga tumbuh persepsi positif dan

mendorong kesadaran untuk melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan

secara proporsional dan bertanggung jawab.

2) Tahapan Pelaksanaan Pengawasan

a. Upaya Pembinaan (preventive educative). Yang ditempuh dengan

memberikan penyuluhan kepada masyarakat industri, penyebarluasan

informasi ketentuan ketenagakerjaan, pelayanan konsultasi, dan lain-

lain.

b. Tindakan refresif nonyustisial. Tindakan tersebut ditempuh dengan

memberikan peringatan tertulis melalui nota pemeriksaan kepada

pemimpin perusahaan apabila ditemui pelanggaran. Di samping juga

memberikan petunjuk secara lisan pada saat pemeriksaan.

26
c. Tindakan refresif yustisial. Tindakan tersebut dijadikan sebagai

alternative terakhir dan dilakukan melalui lembaga peradilan. Upaya

ini ditempuh apabila pegawai pengawas sudah melakukan pembinaan

dan memberikan peringatan, tetapi pengusaha tetap tidak

mengindahkan maksud pembinaan tersebut. Dengan demikian

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkewajiban melakukan

penyidikan dan menindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang

berlaku (KUHP).

d. Pengawasan Ketenagakerjaan. Pengembangan pengawasan

Ketenagakerjaan ditempuh dengan memberdayakan kelembagaan yang

ada, seperti LKS Bipartit di setiap perusahaan. Dalam hal ini peranan

serikat pekerja/serikat buruh sangatlah strategis dalam membantu

pengawasan pelaksanaan ketentuan ketenagakerjaan di semua sektor.

Dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan dalam satu kesatuan sistem

Pengawasan Ketenagakerjaan yang terpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi

yang meliputi :

1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan;

2) Pengawas Ketenagakerjaan;

3) Tata cara pengawasan Ketenagakerjaan.

4) Pengawasan Ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja

Pengawasan Ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan

tanggung jawabnya di bidang Ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat,

27
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 178 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 3 ayat (1) Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang

Pengawasan Ketenagakerjaan.

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan ketenagakerjaan setiap pengawas

ketenagakerjaan harus mampu baik secara taktis dan teknis yuridis tentang :

(Pedoman pemeriksaan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan, 2014)

1) Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan

secara komprehensif dan hubungan antara satu peraturan dengan

peraturan lain yang saling terkait.

2) Menjelaskan bagaimana peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan, menjamin kepastian hukum bagi pengusaha dan

pekerja/buruh dalam pelaksanaan hubungan kerja, agar dapat

tercipta ketenangan berusaha dan ketenangan bekerja.

3) Dengan secara lebih terperinci lagi menjelaskan kepada pengusaha,

pengurus tempat kerja dan pekerja/buruh akan

kewajiban/kewajiban mereka yang tercantum dalam peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan.

4) Demikian pula menjelaskan kepada pekerja bagaimana dan sampai

sejauh mana peraturan perundang-undangan melindungi hak dan

kepentingan mereka serta caranya menginformasikan tentang

28
permasalahan ketenagakerjaan yang mereka hadapi atau terjadi di

perusahaan.

Tanggung jawab pengawas ketenagakerjaan : (Pedoman pemeriksaan dan

penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, 2014).

1) Setiap pengawas ketenagakerjaan mempuyai tanggung jawab baik secara

teknis, yuridis maupun administratif dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya sebagai pengawas ketenagakerjaan.

2) Setiap pengawas ketenagakerjaan yang melakukan penyimpangan dalam

melaksanakan tugasnya atau melakukan kesalahan dalam memerintahkkan

pelaksanaan perautran perundang-undangan kepada pengusaha dan

pekerja/buruh, dapat digugat secara perdata dan dituntut secara pidana

baik oleh pengusaha maupun pekerja/buruh yang merasa dirugikan.

3) Setiap pengawas ketenagakerjaan akan masuk dalam berbagai ragam

hubungan dengan masyarakat, disamping hubungan dengan pengusaha dan

tenaga kerja, dalam kondisi tertentu pengawas ketenagakerjaan harus

melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga-lembaga

masyarakat dan instansi terkait lainnya untuk memperlancar pelaksanaan

tugas dan fungsi sebagai pengawas ketenagakerjaan.

4) Pengawas ketenagakerjaan akan menghadapi masalah-masalah yang

berada di luar ruang lingkup peraturan perundang-undangan yang harus

ditegakkannya, dan ia harus menyadari bahwa kerja sama antara pengawas

ketenagakerjaan dan dengan instansi terkait akan lebih dapat

mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsinya.

29
5) Pengawas ketenagakerjaan pada setiap saat akan diminta untuk meberikan

sambutan dan pengarahan atau pembinaan pada forum-forum, baik di

instansi pemerintahan atau swasta. Untuk itu semakin banyak pengawas

ketenagakerjaan mengetahui tentang masyarakat dan masalah-masalah

setempat, semakin baik pula ia dapat tampil di masyarakat dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya.

6) Meskipun pengawas ketenagakerjaan berwenang memberikan penjelasan-

penjelasan mengenai pelaksanaan daripada peraturan perundang-

undangan, namun mereka sekali-kali tidak boleh menambah atau

mengurangi isinya.

7) Pengawas ketenagakerjaan hendaknya mengerti secara mendalam

mengenai struktur organisasi pengawasan ketenagakerjaan baik di pusat

maupun di daerah dan mengetahui sistematika pelaporan, baik pelaporan

teknis maupun administratif.

8) Kinerja unit atau organisasi pengawasan ketenagakerjaan sangatt

tergantung dari hasil pekerjaan yang baik dan teliti dari pengawas

ketenagakerjaan. Pengawas ketenagakerjaan hendaknya merasa bebas

untuk melaporkan secara lengkap dan transparan hasil pekerjaannya, dan

ia harus dapat meyakinkan atasannya, dengan demikian ia akan mendapat

dukungan dari atasannya.

9) Saran-saran yang membangun mengenai kebijaksanaan atau cara kerja

hendaknya diminta dan disambut dengan baik oleh atasan pengawas

ketenagakerjaan, sehingga pengawas ketenagakerjaan harus merasa bebas

untuk membicarakan permasalahan-permasalahan dan pendapat atau

30
saran-saran dengan atasannya dalam rangka peningkatan peran dan fungsi

pengawasan ketenagakerjaan.

10) Setiap pengawas ketenagakerjaan harus selalu menghargai atasannya

sebagai Pembina yang utama dalam hal pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Kerjasama yang erat dan harmonis antara atasan dan pengawas

ketenagakerjaan dan rasa saling mempercayai dan menghormati akan

merupakan jaminan bagi terlaksananya tugas organisasi pengawasan

ketenagakerjaan dengan baik sesuai dengan harapan pemerintah dan

masyarakat.

11) Setiap pengawas ketenagakerjaan harus memiliki buku pedoman ini dan

harus memahami isinya.

12) Waktu kerja seorang pengawas ketenagakerjaan adalah sama dengan

waktu kerja yang di tetapkan oleh pemerintah. Akan tetapi untuk

kepentingan pelaksanaan tugas pengawasan mungkin menghendaki adanya

perbedaan. Maka adalah menjadi tanggung jawab pemimpin untk

menyesuaikan waktu kerja yang sesungguhnya dari pengawas

ketenagakerjaan sesuai dengan keperluan tugas pengawasan

ketenagakerjaan.

13) Jika pengawas ketenagakerjaan bermaksud untuk tidak masuk kerja, maka

ia terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari atasannya. Dalam

hal-hal darurat, dimana persetujuan semacam itu tidak dapat diperoleh

terlebih dahulu, maka pengawas harus memberitahukan dengan segera

kepada atasannya mengenai ketidakhadirannya itu, apa alas an dan kapan

ia masuk kerja kembali.

31
14) Pengawas ketenagakerjaan diharuskan mentahui ketentuan-ketentuan cuti

yang berlaku baginya dan harus mentaatinya. Selama dalam cuti semacam

itu seorang pengawas tidak boleh melakukan tugas-tugas resmi.

15) Pengawas ketenagakerjaan hanya dapat menggunakan kendaraan

pemerintah untuk keperluan-keperluan dinas, kecuali jika secara khusus

dikuasakan lain dan harus selalu menjaga nama baik pemerintah dengan

sedapat mungkin menghindari kecelakaan.

16) Penggunaan pengangkutan/fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan tidak

dibenarkan memperngaruhi pemikiran dan tindakan pengawas

ketenagakerjaan.

17) Pengawas ketenagakerjaan harus berusaha agar mempergunakan

perlengkapan milik pemerintah dengan sebaik-baiknya, agar mencegah

pemborosan.

18) Semua surat keterangan dan perlengkapan resmi yang dimiliki seorang

pengawas ketenagakerjaan yang berhenti atau dengan cara lain

meninggalkan ikatan kedinasan, harus diserahkan kepada atasannya yang

bertanggung jawab atas hal-hal tersebut.

19) Setiap pengawas ketenagakerjaan harus menyampaikan laporan baik lisan

maupun tertulis secara lengkap kepada atasannya, mengenai kegiatan-

kegiatan mengenai pengawasan ketenagakerjaan yang telah dilaksanakan

setiap bulan sesuai dengan standar pelaporan yag telah ditetapkan.

20) Laporan tersebut sebagai bahan monitoring dan evaluasi dalam

pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dan untuk mengetahui kondisi

ketenagakerjaan pada perusahaan yang telah dilakukan pemeriksaan.

32
21) Pengawas ketenagakerjaan harus memelihara laporan pemeriksaan setiap

perusahaan yang telah diperiksa, yang merupakan “profil” mengenai

perusahaan yang berrsangkutan.

22) Laporan pemeriksaan memuat kondisi ketenagakerjaan setiap perusahaan

dan merupakan dasar untuk pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya.

23) Pengawas ketenagakerjaan wajib membuat analisa mengenai :

- Laporan kecelakaan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang

keselamatan kerja Nomor 1 Tahun 1970.

- Laporan kecelakaan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja.

- Kondisi ketenagakerjaan berdasarkan wajib lapor ketenagakerjaan,

yang dilaporkan pengusaha atau pengurus tempat kerja, berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor

ketenagakerjaan di perusahaan.

3. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan

Dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan oleh Pegawai

Pengawas Ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna

menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai

Pengawas Ketenagakerjaan menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan yakni Pegawai

Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional Pengawasan

Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengawasan Ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951

33
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Nomor

23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan. Undang-Undang tersebut secara

eksplisit belum mengatur secara rinci mengenai Pengawas Ketenagakerjaan

sebagaimana yang dinyatakan dalam Konvensi ILO Nomor 81.

Dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 memperkuat pengaturan

Pengawasan Ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melahirkan Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour

Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO Nomor 81 mengenai

Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan) Penjelasannya

dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91.

Berdasarkan pokok-pokok yang terkandung dalam Konvensi ILO Nomor 81

mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan

ditetapkan hal-hal yang berkaitan dengan kepengawasan ini sebagai berikut:

1) Negara anggota ILO yang memberlakukan konvensi ini harus

melaksanakan sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja.

2) Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja harus diterapkan di

seluruh tempat kerja berdasarkan perundangundangan, yang

pengawasannya dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.

3) Fungsi sistem pengawasan ketenagakerjaan harus:

a) Menjamin penegakan hukum mengenai kondisi kerja dan perlindungan

tenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan,

keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta

orang muda dan masalah-masalah lain yang terkait.

34
b) Memberikan informasi tentang masalah-masalah teknis kepada

pengusaha dan pekerja/buruh mengenaicara yang paling efektif untuk

mentaati peraturan perundangundangan yang belaku.

4) Pengawasan ketenagakerjaan harus berada di bawah supervisi dan kontrol

pemerintah pusat.

5) Pemerintah Pusat harus menetapkan peraturan-peraturan untuk

meningkatkan:

a) Kerjasama yang efektif antara unit pengawasan dengan instansi

pemerintah lainnya dan swasta yang menangani kegiatan serupa.

b) Kerjasama antara Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dengan

pengusaha dan pekerja/buruh atau organisasi pengusaha dan organisasi

pekerja/buruh.

6) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terdiri atas Pegawai Negeri Sipil yang

status hubungan kerja dan syarat tugasnya diatur sedemikian rupa sehingga

menjamin pelaksanaan tugas pengawasan ketenagakerjaanyang

independen.

7) Sesuai dengan syarat-syarat untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil yang

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan nasional, maka pengawas

ketenagakerjaan harus:

a) Direkrut dengan memperhatikan syarat-syarat jabatan

b) Memperoleh pelatihan agar dapat menjalankan tugas sebagaimana

mestinya.

8) Persyaratan rekruitmen dan pelatihan harus ditetapkan oleh pemerintah

35
9) Jumlah dan spesialisasi Pengawas Ketenagakerjaan harus mencukupi

untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas pengawasan yang efektif

10) Pejabat yang berwenang mempunyai kewajiban:

a) Menetapkan pengaturan-pengaturan yang diperlukan agar Pengawas

Ketenagakerjaan dapat diberikankantor lokal, perlengkapan dan

fasilitas transfortasi yang memadai sesuai dengan persyaratan tugas

pekerjaan

b) Membuat pengaturan-pengaturan yang diperlukan untuk mengganti

biaya perjalanan Pengawas Ketenagakerjaan dalam pelaksanaan tugas-

tugas mereka

11) Pengawas Ketenagakerjaan atau kantor pengawasan lokal harus

memberikan laporan secara periodik kepada kantor pengawasan pusat

mengenai hasil kegiatan pengawasan

12) Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib memberikan

laporan terhadap pelaksanaan Konvensi tersebut.

Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk meniadakan atau

memperkecil pelanggaran terhadap norma kerja dan norma Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan

baik dan harmonis. “Pengawasan Ketenagakerjaan merupakan unsur penting

dalam perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum

ketenagakerjaan secara menyeluruh (Khakim, 2007) karena kondisi persyaratan

kerja bagi pekerja/buruh belum dapat dikatakan cukup hanya dengan penetapan

peraturan perundangundangan ketenagakerjaan, agar hukum ketenagakerjaan

36
dipatuhi maka perlu eksistensi dan peran aktif dari petugas pengawas

ketenagakerjaan.

Pelaksanaan fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan oleh Pegawai

Pengawas Ketenagakerjaan sebagai aparatur negara. Secara etimologi, istilah

aparatur berasal dari kata aparat yakni alat, badan, instansi, pegawai negeri

sedangkan aparatur disamakan artinya dengan aparat tersebut di atas, yakni dapat

diartikan sebagai alat negara, aparat pemerintah. Aparatur pemerintah adalah alat

kelengkapan negara yang terutama meliputi bidang kelembagaan ketatalaksanaan

dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda

pemerintahan sehari-hari. Dengan demikian pengertian aparatur tidak hanya

dikaitkan dengan orangnya, tetapi juga organisasi, fasilitas, ketentuan pengaturan

dan sebagainya, (Situmorang, 2004).

Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai pengawas berhak dan wajib

melakukan: (Khakim, 2009):

1) Memasuki semua tempat di mana dijalankan atau biasa dijalankan

pekerjaan atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga

segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau

wakilnya untuk perumahan atau perawatan pekerja.

2) Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat terseut, pegawai

pengawas berhak untuk meminta bantuan Polri.

3) Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya

dan pekerja/buruh mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan

yang bersangkutan.

4) Menanyai pekerja/buruh tanpa dihadiri pihak ketiga.

37
5) Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja/buruh.

6) Wajib merahasiakan segala keterangan yang didapat dari pemeriksaan

tersebut.

7) Wajib mengusut pelanggaran.

Pasal 181 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menegaskan bahwa Pegawai Pengawas wajib :

a) Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan.

b) Tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Sebagai aparatur penegak hukum, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat

menerima pengaduan dari pekerja/buruh atau pengusaha terhadap setiap peristiwa

pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai Pengawas

Ketenagakerjaan selanjutnya dapat memproses pengaduan tersebut sesuai

prosedur hukum yang berlaku.

Adapun wewenang Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Pasal 182 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ialah :

1) Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tindak

pidana di bidang ketenagakerjaan;

2) Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana di bidang ketenagakerjaan;

3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

4) Melakukan pemeriksaaan atas penyitaan bahan atau barang bukti dalam

perkara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

38
5) Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak

pidana di bidang ketenagakerjaan;

6) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; dan

7) Memberhentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti

membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) sub b dan c Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu,

Pengawas Ketenagakerjaan terdiri dari pengawas umum dan pengawas spesialis.

Pengawas Umum adalah pengawas ketenagakerjaan yang diserahi tugas

mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan secara

preventif. Pengawas spesialis adalah pengawas ketenagakerjaan yang diserahi

tugas mengawasi pelaksanaan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan

baik secara preventif maupun represif.

Adapun kewajiban Pengawasan Ketenagakerjaan umum dan spesialis antara

lain : Pedoman pemeriksaan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan, 2014):

1) Setiap pengawas ketenagakerjaan baik pengawas umum maupun spesialis

wajib melakukan pemeriksaan sebanyak 5 (lima) perusahaan setiap bulan

dan secara akumulatif 50 perusahaan dalam satu tahun.

2) Menyusun rencana kerja (rencana pemeriksaan) setiap awal bulan dan

disetujui oleh pimpinan unit kerja

3) Setelah selesai melakukan pemeriksaan setiap pengawas wajib membuat

laporan pemeriksaan secara lengkap dan membuat nota pemeriksaan

39
dalam waktu 2x24 jam untuk disampaikan kepada pengusaha atau

pengurus tempat kerja sebagai bahan pembinaan dalam pelaksanaan

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

4) Melaksanakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan nota pemeriksaan yang

telah disampaikan kepada pengusaha atau pengurus tempat kerja.

5) Dalam hal pengawasan ketenagakerjaan, melakukan pemeriksaan pertama

di perusahaan yang baru berdiri atau perusahaan yang belum pernah

diperiksa maka setelah melakukan pemeriksaan pertama selain membuat

laporan pemeriksaan dan nota pemeriksaan wajib membuatkan buku akte

pengawasan ketenagakerjaan untuk perusahaan yang bersangkutan.

6) Menyampaikan laporan yang terdiri dari rencana kerja, laporan hasil

pemeriksaan dan nota pemeriksaan, melalui kepala dinas dan disampaikan

setiap awal bulan berikutnya kepada direktur jenderal pembina

pengawasan ketenagakerjaan, kementerian tenaga kerja dan transmigrasi

RI.

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, wewenang

pengawas umum adalah :

1) Memasuki tempat kerja;

2) Meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada pengusaha atau

pengurus, dan atau tenaga kerja atau SP/SB tanpa dihadiri oleh pihak

ketiga;

3) Menjaga, membantu, dan memerintahkan pengusaha atau pengurus atau

tenaga kerja agar mentaati peraturan perundang-undangan tenaga kerja;

40
4) Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum jelas dan atau tidak

diatur dalam peraturan perundangundangan;

5) Memberikan peringatan atau teguran terhadap penyimpangan peraturan-

peraturan yang telah ditetapkan;

6) Meminta bantuan Polisi apabila ditolak memasuki perusahaan atau tempat

kerja;

7) Meminta pengusaha atau pengurus seorang pengantar untuk mendampingi

dalam melakukan pemeriksaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, wewenang

pengawas spesialis adalah :

1) Memasuki tempat kerja;

2) Meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada pengusaha atau

pengurus, dan atau tenaga kerja atau SP/SB tanpa dihadiri oleh pihak

ketiga;

3) Menjaga, membantu, dan memerintahkan pengusaha atau pengurus atau

tenaga kerja agar mentaati peraturan perundang-undangan tenaga kerja;

4) Memberikan peringatan atau teguran terhadap penyimpangan peraturan-

peraturan yang telah ditetapkan;

5) Melakukan pengujian teknis persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;

6) Menetapkan dan menyelesaikan masalah kecelakaan kerja dan kecelakaan

yang berhubungan dengan kerja;

7) Memanggil pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja atau serikat pekerja;

8) Melarang pemakaian atau penggunaan bahan/alat pesawat yang berbahaya;

41
9) Meminta bantuan Polisi apabila ditolak memasuki perusahaan atau tempat

kerja atau pihak-pihak yang dipanggil tidak memenuhi panggilan;

10) Meminta pengusaha atau pengurus seorang pengantar untuk mendampingi

dalam melakukan pemeriksaan;

11) Melaksanakan penyelidikan setiap pelanggaran perundang-undangan.

Selanjutnya Pasal 9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, tugas pengawas

umum adalah :

1) Melaksanakan pemeriksaan pertama dan berkala di perusahaan atau

tempat kerja.

2) Memberikan bimbingan dan pembinaan kepada tenaga kerja dan

pengusaha atau pengurus tentang pelaksanaan peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan

3) Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang perlu dirahasiakan

dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

4) Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dan

kewajibannya.

5) Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku Akta Pengawasan

Ketenagakerjaan.

Adapun tugas pengawas spesialis antara lain :

1) Melaksanakan pemeriksaan di perusahaan atau tempat kerja.

2) Memberikan bimbingan dan pembinaan kepada tenaga kerja dan

pengusaha atau pengurus tentang pelaksanaan peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan

42
3) Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang perlu dirahasiakan

dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

4) Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dan

kewajibannya.

5) Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku Akta Pengawasan

Ketenagakerjaan dan disimpan oleh pengusaha atau pengurus.

E. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai hal yang

penting, dengan demikian kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang

melandasi pemahamanpemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling

mendasar menjadi pondasi bagi setiap pemikir atau suatu bentuk proses dari

keseluruhan penelitian yang akan dilakukan (Sugiono, 2009).

Dengan adanya peraturan pemerintah tentang pemerintahan daerah,

menyebabkan munculnya peraturan – peraturan yang dikeluarkan termasuk

peraturan tentang pengawasan ketenagakerjaan di daerah. Oleh sebab itu, melalui

arahan pemerintah pusat tentang fungsi pengawasan ketenagakerjaan, pemerintah

daerah dalam hal ini pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mengeluarkan Peraturan

Gubernur Nomor 65 Tahun 2017, tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis

Daerah Provinsi Tipe A. Dimana dalam isinya, diantaranya mengatur tentang

pembentukan balai pengawasan tenaga kerja kelas A.

Peraturan Gubernur Nomor 65 Tahun 2017 sebagai bentuk tanggapan

terhadap pengalihan kewenangan pengawasan ketenagakerjaan yang awalnya

berada di pemerintahan kabupaten/kota kini berada di pemerintah provinsi. Hal

43
tersebut tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja

dan Transmigrasi provinsi Sulawesi Utara dalam melaksanakan fungsi

pengawasan ketenagakerjaan tersebut.

Oleh sebab itu penelitian ini memfokuskan pada implementasi Peraturan

Gubernur Nomor 65 Tahun 2017 serta kekuatan, kelemahan, kesempatan dan

ancaman yang dihadapi dalam penyelenggaraan peraturan tersebut, khususnya di

Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara. Berikut skema kerangka berpikir penelitian.

Kebijakan Peraturan Gubernur Nomor 65 Tahun


2017 Tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis
Daerah Provinsi Tipe A Di Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi provinsi Sulawesi Utara

Implementasi Peraturan Gubernur No 65 Tahun 2017. Terkait


Unit Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Tipe A
Tugas, Fungsi dan Wewenang balai pengawasan

Mewujudkan pelayanan tenaga kerja dan


transmigrasi dalam mengoptimalisasi mutu
pelayanan ketenagakerjaan dan transmigrasi

Isi Kebijakan Lingkungan Kebijakan

Bagan 1. Kerangka Berpikir

44
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Daerah di

Balai Pengawasan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang akan digunakan oleh peneliti yaitu 2 (dua) bulan.

Penelitian dimulai dari kegiatan survei pendahuluan, dengan kegiatan

pembimbingan proposal, seminar proposal, pengumpulan data, pembimbingan

serta ujian tesis.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah

(Moleong, 2007).

Penelitian mengarah pada penelitian deskriptif kualitatif yang lebih

menekankan pada pengungkapan makna dari implementasi kebijakan peraturan

gubernur tentang pembentukan unit pelaksana teknis daerah provinsi tipe A di

Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

45
Daerah Provinsi Sulawesi Utara serta hambatan – hambatan yang muncul pada

pelaksanaannya.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada proses pelaksanaan Peraturan Gubernur Nomor

65 Tahun 2017 tentang pembentukan unit pelaksana teknis daerah provinsi tipe A

di Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Daerah Provinsi Sulawesi Utara, yang pada pelaksanaannya menggunakan teori

implementasi oleh Merilee S. Grindle (1980) didasarkan pada isi kebijakan

(content of policy) dan lingkungan implementasi (contect of implementation) yang

tediri dari:

1. Variabel isi kebijakan; tujuan yang ingin dicapai serta tugas pokok dan

fungsi balai pengawasan tenaga kerja kelas A dalam pelaksanaan

kebijakan Peraturan Gubernur

2. Variabel lingkungan kebijakan; kerjasama dan optimalisasi pelayanan

serta partisipasi mitra yaitu perusahaan dan masyarakat (tenaga kerja)

dalam penyelenggaraan pelayanan ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja

dan Transmigra Provinsi Sulawesi Utara khususnya di balai pengawasan

tenaga kerja kelas A..

D. Informan Penelitian

Penentuan informan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling dimana peneliti memilih informan

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan diantara informan dianggap peneliti

dapat memberikan informasi tentang pokok penelitian yang difokuskan oleh

peneliti. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

46
data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang

tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin

dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi

sosial yang diteliti (Sugiyono, 2012). Informan penelitian merupakan seseorang

yang memiliki informasi mengenai objek penelitian yang akan dilakukan.

Informan dalam penelitian ini berasal dari dari wawancara langsung yang disebut

sebagai narasumber.

Peneliti menggunakan purposive sampling bertujuan untuk mengumpulkan

suatu data yang benar-benar real atau nyata dengan mewawancarai para informan

yang dianggap mengetahui atau menguasai suatu keahlian atau pekerjaan tertentu

dibidangnya. Berdasarkan teknik purposive sampling yang peneliti gunakan,

peneliti mengambil informan berjumlah 10 orang yang dibagi dalam:

a. Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

1) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

(1 orang)

2) Kepala UPTD (1 orang)

3) Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan (1 orang)

4) Pengawas (2 orang)

b. Pihak Tenaga Kerja dan Perusahaan)

1) Perusahaan (3 orang)

2) Tenaga Kerja (2 orang)

47
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini

bertujuan untuk menunjang data atau informasi yang dibutuhkan peneliti. Adapun

teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain (Sugiyono, 2012) :

1. Observasi

Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan data

yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan langsung di

lapangan. Peneliti berada ditempat itu, untuk mendapatkan bukti-bukti yang valid

dalam laporan yang akan diajukan. Observasi adalah metode pengumpulan data

dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama

penelitian (W. Gulo, 2002).

Dalam observasi ini peneliti menggunakan jenis observasi non partisipan,

yaitu peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan objek, tetapi peneliti

tidak aktif dan ikut serta secara langsung. Observasi dilakukan untuk mengamati

suatu fenomena yang ada dan terjadi. Observasi yang dilakukan diharapkan dapat

memperoleh data yang sesuai atau relevan dengan topik penelitian.

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Lexy J. Meleong, 2010: 186). Ciri utama wawancara adalah

kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber

informasi. Dalam wawancara sudah disiapkan berbagai macam pertanyaan-

pertanyaan tetapi muncul berbagai pertanyaan lain saat meneliti.

48
Melalui wawancara inilah peneliti menggali data, informasi, dan kerangka

keterangan dari subyek penelitian. Teknik wawancara yang dilakukan adalah

wawancara bebas terpimpin, artinya pertanyaan yang dilontarkan tidak terpaku

pada pedoman wawancara dan dapat diperdalam maupun dikembangkan sesuai

dengan situasi dan kondisi lapangan..

3. Dokumentasi

Penggunaan dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai

sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Lexy J.

Moleong, 2010). Adanya dokumentasi untuk mendukung data.

F. Sumber Data

a. Data primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer berupa opini subjek

(informan) secara individual atau kelompok dan hasil observasi terhadap suatu

benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Dalam hal ini data

primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dari informan di UPTD

pada Balai Pengawasan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan

historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang

49
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder pada penelitian

ini yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dari dokumen-dokumen yang

ada pada Balai Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara.

G. Teknis Analisis Data

Menurut Patton, analisa data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.

Beberapa tahapan model analisis interaktif Miles dan Herberman melalui

empat tahap, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan:

1. Pengumpulan data (data colection)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi

dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan

refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang

dilihat, didengar, dirasakan dan dialami sendiri oleh penelitian tanpa adanya

pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai.Sedangkan

catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar tafsiran peneliti

tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data

untuk tahap berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini peneliti melakukan

wawancara dengan beberapa informan.

50
2. Reduksi data (data reduction)

Reduksi data merupakan proses seleksi, penyederhanaan, dan abstraksi. Cara

mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian

singkat, menggolong-golongkan ke pola-pola dengan membuat transkip,

penelitian untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuat bagian

yang tidak penting dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan. Data yang berasal

dari hasil wawancara dengan subyek penelitian dan dokumentasi yang didapat

akan diseleksi oleh peneliti. Kumpulan data akan dipilih dan dikategorikan

sebagai data yang relevan dan data yang mentah. Data yang mentah dipilih

kembali dan data yang relevan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian akan disiapkan untuk proses penyajian data.

3. Penyajian Data (data display)

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan

kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Agar sajian data

tidak menyimpang dari pokok permasalahan maka sajian data dapat diwujudkan

dalam bentuk matrik, grafis, jaringan atau bagan sebagai wadah panduan

informasi tentang apa yang terjadi. Data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.

4. Penarikan kesimpulan (conclusion)

Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna,

keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proporsi. Kesimpulan

yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali

sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat.

Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan. Hal tersebut dilakukan

51
agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas

sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh (Burhan Bungin, 2010).

52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A di Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara yang apabila dihitung jarak dari Universitas Sam

Ratulangi + 5.1 Km yang dapat ditempuh dalam waktu + 18 Menit Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Peraturan Gubernur 65 Tahun 2017 untuk membentuk Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah

Provinsi Tipe A Provinsi Sulawesi Utara yang terdiri dari :

a. Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A; dan

b. Balai Pelatihan Tenaga Kerja Kelas A.

53
UPTD dipimpin oleh seorang kepala berkedudukan dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. UPTD mempunyai tugas yaitu

melaksanakan kegiatan teknis operasional yang secara langsung berhubungan

dengan pelayanan masyarakat dan teknis penunjang untuk melaksanakan kegiatan

dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dinas. Sedangkan fungsi UPTD

terdiri dari :

a Penyusunan kebijakan unit pelaksana teknis dinas;

b Pelaksanaan perencanaan, pengoordinasian, pembinaan dan pengendalian

tugas;

c Penyelenggaraan urusan pengawasan tenaga kerja;

d Penyelenggaraan urusan pelatihan tenaga kerja; dan

e Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Susunan UPTD terdiri dari:


a. UPTD terdiri dari :

1) Kepala UPTD;

2) Sub Bagian Tata Usaha;

3) Seksi-Seksi; dan

4) Kelompok Jabatan Fungsional.

b. Struktur organisasi UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum

dalam lampiran Peraturan Gubernur ini.

c. Sub Bagian dan Seksi-Seksi dipimpin oleh seorang Kepala yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPTD.

Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A memiliki tugas sebagai berikut:

54
1) UPTD Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A mempunyai tugas

melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di

bidang pengawasan tenaga kerja.

2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UPTD Balai

Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A mempunyai fungsi :

a Penyusunan kebijakan teknis;

b Pelaksanaan perencanaan, pengoordinasian, pembinaan dan pengendalian

tugas;

c Penyelenggaraan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan

dengan pelayanan masyarakat serta mendukung pelaksanaan tugas dinas;

dan

d Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Masing – masing pimpinan dan anggota dalam UPT memiliki tugas masing

– masing, yaitu

1) Kepala UPTD mempunyai tugas :

a Pengoordinasian, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan tugas;

b Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan teknis operasional dan

teknis penunjang dalam rangka melaksanakan pemeriksaan, pengaduan

dan pelaporan tenaga kerja dan hiperkes;

c Penyelenggaraan urusan ketatausahaan;

d Penyelenggaraan urusan pengawasan, pemeriksaan pengaduan dan

pelaporan tenaga kerja;

e Penyelenggaraan urusan hiperkes;

f Pelaporan pelaksanaan tugas ke pada pimpinan; dan

55
g Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

2) Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas :

a Menyiapkan, menyusun, meneliti, mengoordinasikan dan melaksanakan

administrasi hukum dan kepegawaian serta administrasi pengawasan dan

hiperkes;

b Mengoordinasikan, menganalisa dan menyusun rumusan penyelenggaraan

perencanaan program dan anggaran uptd;

c Menyiapkan, menyusun, meneliti dan melaksanakan administrasi surat-

menyurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d Melaksanakan dan mengatur fasilitas rapat, pertemuan dan upacara serta

melakukan kegiatan keprotokolan dan administrasi perjalanan dinas;

e Melaksanakan pemeliharaan kebersihan, keamanan dan ketertiban kantor;

f Mengusulkan penerima penghargaan, cuti, sumpah/janji, pengembangan

dan kesejahteraan PNS;

g Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan

pegawai dan pembinaan hukum serta ketatalaksanaan pegawai di lingkup

uptd;

h Menyiapkan dan meyusun formulir isian database kepegawaian;

i Menyiapkan evaluasi dan menyusun pelaporan; dan

j Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

3) Seksi Pemeriksaan Pengaduan dan Pelaporan Tenaga Kerja mempunyai tugas:

a. Melaksanakan pelayanan administrasi dan mengoordinasikan pelaksanaan

tugas;

56
b. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis pengaduan tenaga kerja dan wajib

lapor ketenagakerjaan;

c. Melaksanakan pelayanan pengaduan tenaga kerja di perusahaan;

d. Melaksanakan pemeriksaan sehubungan dengan pengaduan tenaga kerja

(non justitia) untuk pengumpulan bukti-bukti terkait dengan pengaduan

ketenagakerjaan;

e. Menginventarisasi dan menyiapkan data dan informasi pelanggaran

ketenagakerjaan yang meliputi jumlah tenaga kerja yang mengadu, jenis

pengaduan, jumlah perusahaan yang melanggar, jumlah nota perusahaan

dan/atau penetapan yang dikeluarkan;

f. Melaksanakan pemeriksaan sehubungan dengan wajib lapor

ketenagakerjaan di perusahaan;

g. Melaksanakan penanganan dan penelitian terhadap data wajib lapor

ketenagakerjaan;

h. Mengoordinasikan temuan hasil pemeriksaan pengaduan tenaga kerja

dengan bidang pengawasan ketenagakerjaan untuk proses

penyelidikan/penyidikan (pro justitia);

i. Membuat dan menyusun pelaporan sehubungan dengan hasil penanganan

pengaduan ketenagakerjaan;

j. Membuat dan menyusun data dan informasi wajib lapor ketenagakerjaan;

k. Menyusun dan membuat laporan kegiatan; dan

l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan pimpinan.

4) Seksi Hiperkes mempunyai tugas :

a. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan tugas;

57
b. Menyusun rencana kerja pemeriksaan dan pengujian lingkungan hidup;

c. Melakukan pengukuran/pengujian dan penelitian terhadap bahaya faktor

fisika ditempat kerja terdiri dari : iklim kerja, kebisingan, getaran mesin,

radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro, radiasi ultra ungu (ultra

violet), penerangan/pencahayaan;

d. Melakukan pengukuran/pengujian dan penelitian terhadap bahaya faktor

kimia ditempat kerja, pemeriksaan sarana kantin di perusahaan;

e. Melakukan pengukuran emisi/gas buang cerobong serta

pemeriksaan/pengamatan sanitasi di tempat kerja, pemeriksaan sarana

kantin di perusahaan;

f. Melakukan pengujian dan penelitian ventilasi udara di tempat kerja dan

pemeriksaan kualitas air limbah/air keperluan industri;

g. Melakukan pengujian dan pemeriksaan kesehatan kerja di tempat kerja

meliputi : gisi kerja (output dan input kalori), hb darah, kapasitas paru

(spirometri), ambang dengan (audiometri), sarana kerja (ergonomic), dan

pemeriksaan jantung (egc) dan rountgen;

h. Melakukan pembinaan dan penyuluhan ditempat kerja sehubungan dengan

penggunaan alat pelindung diri bagi pekerja;

i. Melakukan pendataan dan pemeriksaan alat pelindung diri dan

memberikan bantuan teknis kepada perusahaan terhadap bahaya di

lingkungan kerja;

j. Melaksanakan pemeriksaan terhadap perusahaan jasa tenaga kerja dan

tempat penampungan calon tenaga kerja;

58
k. Melaksanakan pemeriksaan terhadap perusahaan jasa tenaga kerja dan

tempat penampungan calon tenaga kerja;

l. Menyusun dan membuat laporan kegiatan; dan

m. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

2. Deskripsi Data Penelitian

a. Informan Penelitian

Informan penelitian ini terdiri dari 10 informan yang dibagi 2 jenis yaitu

informan yang berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara dan informan yang berasal dari perusahaan dan tenaga kerja.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Informan Penelitian

No Inisial Asal Informan Jabatan


1 ET Disnakertrans Kadis
2 SP Disnakertrans Kepala UPTD
3 SA Disnakertrans Kasie
4 JM Disnakertrans Pengawas
5 RK Disnakertrans Pengawas
6 AP Perusahaan Pimpinan PT. JBRM
7 YK Perusahaan Pimpinan PT. CNSC
8 DN Perusahaan Pimpinan PT. Matracom
9 RT Tenaga Kerja Pekerja
10 RP Tenaga Kerja Pekerja

Informan penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri,

dimana informan yang berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara merupakan pelaksana atau implementor kebijakan sedangkan

59
informan yang berasal dari perusahaan dan tenaga kerja merupakan pelaku

kebijakan.

b. Data Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data yang diperoleh dari hasil

penelitian tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Tipe A Provinsi Sulawesi

Utara dimana data tersebut berupa hasil wawancara dari informan.

1) Adanya Tujuan Yang Ingin Dicapai Dalam Pelaksanaan Kebijakan

Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Tipe A Provinsi Sulawesi Utara

Tujuan merupakan implementasi dari misi dan menunjukkan suatu kondisi

yang ingin dicapai oleh instansi dimasa yang akan datang. Tujuan yang ditetapkan

mengacu pada pernyataan visi dan misi serta didassarkan pada isu-isu dan analisis

strategis. Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi

harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai dimassa mendatang

dimana tujuan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program dan kegiatan

dalam rangka merealisasikan misi.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin tanggal 14

Juni 2021 dengan informan ibu ET sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara menyampaikan :

“Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai ialah untuk dijadikan


sebagai acuan, pedoman suatu tata laksana pekerjaan yang dilakukan oleh
pihak Disnakertrans yang sesuai dengan peraturan gubernur yang
ditetapkan, mengadakan pertemuan dengan pimpinan provinsi untuk
membahas kelancaran kerja sama yang didasari dengan anggaran, dalam
pelaksanaan pelayanan ketenagakerjaan. Yang menjadi hambatan adalah
dari pihak masyarakat dalam hal ini perusahaan dan tenaga kerja sendiri
dimana, luas wilayah jangkauan yang begitu besar yang menyebabkan

60
sistem pengawasan terganggu terlebih jumlah pengawas memang masih
kurang dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang banyak, secara
otomatis beban petugas pengawas menjadi lebih banyak”.

Sependapat dengan Kepala Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara, hasil

wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021 dengan informan SP

sebagai Kepala UPTD Disnakertrans :

“Tujuan pelaksanaan peraturan gubernur yaitu untuk menjalankan


tugas kedinasan sehari-hari di UPTD khususnya di Balai Pengawasan
Tenaga Kerja Kelas A, mewujudkan tenaga kerja sehat dan mandiri,
meningkatkan lingkungan kerja yang baik serta mewujudkan pelayanan
ketenagakerjaan yang dapat dijangkau serta bermutu. Untuk sejauh ini,
tidak ada hambatan, semua berjalan dengan lancar”.

Selanjutnya hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan informan SA sebagai Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan :

“Tujuan dalam peraturan gubernur adalah untuk meningkatkan


pelayanan ketenagakerjaan yang tersedia di UPTD, pencapaian berbagai
program yang telah direncanakan seperti melakukan kunjungan ke
lapangan kemudian dibagian sarana dan prasarana banyak yang telah
dioperasikan, selama ini belum terdapat kendala dalam pelaksanaan
layanan hanya saja dukungan dari pemerintah perlu ditinjau kembali.

Adapun hasil wawancara yang diperoleh pada hari Selasa, 15 Juni 2021

dengan AP dan YK sebagai Pimpinan perusahaan, :

“Tujuan adanya peraturan gubernur supaya perusahaan – perusahaan


dan seluruh tenaga kerja lebih tahu bahwasanya diadakan pemusatan
fungsi dan tugas pengawasan yang terkandung didalam peraturan gubernur
untuk memusatkan seluruh pengawasan ke pemerintah provinsi, dimana
tidak lagi ada sistem pengawasan yang dilakukan di kabupaten/kota,
beberapa pengawas terlatih telah diturunkan kelapangan namun didapati
kendala, masih ada perusahaan dan tenaga kerja yang belum mengetahui
tentang peraturan gubernur ini. Hal inilah yang membuat masih adanya
masyarakat yang kurang paham bagaimana fungsi pengawasan
ketenagakerjaan berjalan”.

Dan hasil wawancara yang diperoleh pada hari Selasa, 15 Juni 2021 dengan

informan RP dan RT sebagai tenaga kerja :

61
“Dengan memberikan informasi tentang peraturan gubernur tentang
tugas dan fungsi pengawasan yang dilakukan dalam bidang pengawasan
dengan pembentukan UPTD termasuk balai pengawasan tenaga kerja kelas
A setidaknya membantu para tenaga kerja tentang regulasi yang baru dan
tentunya membantu dinas sendiri dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Peraturan Gubernur

Nomor 65 Tahun 2017 dapat direalisasikan dengan baik. Hanya ada beberapa

kendala yang masih dihadapi seperti wilayah jangkauan pengawasan menjadi

lebih luas, jumlah pengawas yang kurang tidak sebanding dengan jumlah

perusahaan yang banyak yang tentunya beban kerja pengawas semakin

bertambah.

2) Adanya Tugas Pokok Dan Fungsi Balai Pengawasan Dalam Pelayanan

Ketenagakerjaan Sesuai Prosedur Dan Tata Kerja.

Menurut hasil wawancara yang diperoleh pada hari Kamis, 14 Juni 2021

dengan informan ET sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara :

“Prosedur kerja yang berjalan telah sesuai dengan peraturan yang


telah ditetapkan, dalam pelaksanaan kerja sejauh ini tidak ada kendala
karena pegawai sudah memahami dengan adanya aturan dari peraturan
gubernur tersebut, saat ini prosedur kerja yang telah berjalan ialah
pelayanan masalah ketenagakerjaan langsung ke dinas di provinsi, jaringan
komunikasi secara langsung antara dinas dalam hal ini balai pengawasan
terjalin dengan baik dengan para tenaga kerja dan perusahaan, di dukung
sumberdaya aparatur yang berkualitas dan kompeten dimana tentunya visi
dan misi dinas memberikan dukungan terhadap fungsi pengawasan”.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh pada hari Kamis, 14 Juni 2021

dengan informan SP sebagai Kepala UPTD Disnakertrans :

“Prosedur kerja sudah berjalan sesuai dengan tupoksi antar staf


masing-masing namun masih adanya tenaga kerja dan perusahaan, tetapi
lebih banyak ktenaga kerja belum mengetahui fungsi dan tugas pokok dari
UPTD khususnya balai pengawasan yang telah dibuat atau dapat dikatakan

62
bahwa kebanyakan tenaga kerja belum mengetahui regulasi pelayanan
tenagaa kerja telah dipusatkan ke Provinsi”.

Adapun hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan SA sebagai Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans :

“Untuk sementara prosedur kerja sudah berjalan dengan lancar sesuai


dengan peraturan yang diberlakukan, kendalanya yaitu respon perusahaan
atas permasalahan tenaga kerja dan efektivitas fungsi pengawasan yang
terganggu dikarenakan adanya pandemi covid19 dan kebanyakan pegawai
pengawas sering tidak berada di kantor dikarenakan mendapakan tugas
luar”.

Selanjutnya hasil wawancara yang diperoleh pada hari Selasa, 15 Juni 2021

dengan informan RP dan RT sebagai tenaga kerja:

“Kadang sesuai kadang tidak, pegawainya sering tidak ada diruangan


bila dibutuhkan, kebanyakan sudah keluar prosedur kerja yang berjalan
belum sesuai dengan tupoksi”.

Sejalan dengan pendapat RP, hasil wawancara yang diperoleh pada hari

Selasa, 15 Juni 2021 dengan informan RT sebagai tenaga kerja :

“Sebagian sudah, pegawai di Disnakertrans kadang susah ditemui


karena pegawai pengawas yang dicari sedang tugas luar”.

Sesuai dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tugas pokok dan

fungsi UPTD dalam pelayanan ketenagakerjaan melalui balai pengawasan telah

sesuai dengan prosedur dan tata kerja yang telah ditentukan. Hal ini didukung oleh

peran serta staf pengawas ketenagakerjaan.

3) Adanya Kerja Sama Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Ketenagakerjaan.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan informan ET sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara :

“Yang terlibat dalam pelaksanaan peraturan gubernur ini adalah


seluruh pegawai, terselenggaranya pelayanan yang berkualitas yaitu
dilakukan dengan koordinasi yang baik antara instansi, pelayanan

63
ketenagakerjaan langsung ke perusahaan – perusahaan atau dengan tenaga
kerja yang membutuhkan apabila tidak bisa ditangani di dinas langsung
dan pengawasan akan lebih dipercayai lagi oleh pemerintah provinsi
terkait dengan pelayanan yang telah dilakukan dengan baik”.

Sejalan dengan pendapat Kepala Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara

hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021 dengan SP sebagai

Kepala UPTD Disnakertrans :

“Yang terlibat ialah pengawas dinas (balai pengawasan) sebagai


pelaksana kebijakan dan masyarakat (perusahaan dan tenaga kerja) sebagai
penerima hak, perusahaan dan tenaga kerja terlebih dahulu memenuhi
persyaratan pelayanan dari pemerintah misalnya kartu identitas pribadi,
mendapat kepercayaan kerja sama dengan pihak Jamsostek”.

Selanjutnya hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan SA sebagai Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans :

“Dalam pelaksanaan kerja melibatkan kepala dinas, kepala UPTD,


Kepala Bidang, Kepala Seksi dan pegawai yang ada, pihak dinas terlebih
balai pengawasan, harus lebih giat memberikan pelayanan yang terbaik
bagi masyarakat (perusahaan dan tenaga kerja)”.

Menurut hasil wawancara yang diperoleh pada hari Selasa, 14 Juni 2021

dengan dengan informan RP dan RT sebagai tenaga kerja :

“Yang terlibat yaitu pemerintah, perusahaan dan tenaga kerja dan


pegawai balai pengawasan, pegawai datang tepat waktu dan bekerja sesuai
dengan tugasnya, kurang tahu mungkin mereka mendapat program lebih
dari pemerintah”.

Hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021 dengan serta

DN sebagai pimpinan perusahaan :

“Perusahaan, tenaga kerja dan dinas (balai pengawasan), melayani


tenaga kerja sesuai prosedur atau tupoksi kerja, mungkin keadaan dinas
yang lebih layak”.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kerja sama dalam

penyelenggaraan pelayanan pengawasan ketenagakerjaan telah dilakukan dengan

memberikan info serta kunjungan langsung tentang prosedur pengawasan

64
ketenagakerjaan melalui pmbentukan UPTD terutama balai pengawasan tenaga

kerja kelas A.

4) Adanya Usaha Optimalisasi Mutu Pelayanan Ketenagakerjaan.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan informan ET sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara :

“Pihak UPTD (balai Pengawasan) memberikan pelayanan yang


maksimal terhadap masyarakat (perusahaan dan tenaga kerja) dengan cara
kunjungan langsung ke perusahaan-perusahaan serta menerima keluhan
tentang ketenagakerjaan, sejauh ini masyarakat sudah terlayani dengan
baik dan pihak dinas (balai pengawasan) tidak menerima keluhan dari
masyarakat setelah dijelaskan tentang kebutuhan yang disampaikan.
Dengan kemajuan teknologi dan informasi, semua menjadi lebih cepat
terutama dalam hal pelayanan ketenagakerjaan”.

Sependapat dengan Kepala Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara, hasil

wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021 dengan informan SP

sebagai Kepala UPTD Disnakertrans :

“Dalam mengoptimalkan pelayanan ketenagakerjaan baik di


perusahaan maupun pada tenaga kerja sudah terlaksana dengan baik”.

Sedangkan menurut hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14

Juni 2021 dengan SA sebagai Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan

Disnakertrans :

“Pihak UPTD memberikan pelayanan yang beraturan dan maksimal,


pelayanan yang diberikan kepada masyarakat berawal dari penyuluhan
program, dan mempermudah proses pelayanan. Sejauh ini masyarakat
sudah terlayani dengan baik tetapi tetap berusaha meningkatkan kembali
pelayanan yang berkualitas.

Kemudian hasil wawancara yang diperoleh pada hari Selasa, 14 Juni 2021

dengan dengan informan RP sebagai tenaga kerja :

65
“Mereka terlebih dahulu mendengarkan keluhan dan melayani sesuai
kebutuhan, pelayanan yang baik, belum bisa dikatakan baik karena masih
adanya kendala dalam pelayanan”.

Selanjutnya hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan informan RT sebagai tenaga kerja :

“Harusnya pihak UPTD (balai pengawasan) lebih mendengar

keluhan tenaga kerja dan untuk informasi dapat disampaikan langsungke

tenaga kerja bukan hanya melalui perusahaan”.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan, dalam

mengoptimalkan mutu pelayanan ketenagakerjaan di Disnakertrans dalam hal ini

UPTD di Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A berjalan dengan baik. Fungsi

manajemen dalam pelayanan ketenagakerjaan tentu sangat membantu dan

mempermudah dalam sistem kerja pegawai, dengan begitu dapat memperbaiki

kerja yang selama ini kurang memuaskan.

5) Adanya Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Melaksanakan Kebijakan.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh pada ET sebagai Kepala Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara :

“Dalam proses melaksanakan pelayanan ketenagakerjaan sebagian


besar masyarakat sudah merespon dengan baik. Masyarakat datang
langsung ke kantor atau dari petugas yang langsung ke lokasi. Untuk
meningkatkan partisipasi dalam bidang pengawasan ketenagakerjaan, kami
juga membuat program – program yang dapat bersentuhan artinya
dirasakan langsung oleh masyarakat. Misalnya program PERKASA”.

Menurut hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan informan SP sebagai Kepala UPTD Disnakertran :

“Masyarakat mengikuti program yang di sosialisasikan terlebih


kepada lansia dan juga pada pekerja gereja misalnya yang sangat
memerlukan pelayanan misalnya pada program Perkasa, keuntungan bagi
masyarakat yaitu dari yang tidak paham menjadi paham atas regulasi

66
ketenagakerjaan yang di jelaskan pada saat sosialisasi, begitu masyarakat
dapat mendapatkanpelayanan yang baik”.

Adapun hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan SA sebagai Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans :

“Masyarakat menerima dengan baik sesuai dengan pelayanan yang


diberikan dan masyarakat juga mempermudah proses kerja dengan
mengikuti segala aturan yang ada”.

Menurut hasil wawancara yang diperoleh pada hari Senin, 14 Juni 2021

dengan informan RT sebagai tenaga kerja :

“Masyarakat lebih puas karena telah ada pedoman yang mengatur


hak nya, masyarakat hadir dinas setelah diadakan sosialisasi tentang
program – program keenagakerjaan”.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, dalam proses

melaksanakan pelayanan ketenagakerjaan bukan hanya tanggung jawab dari

Pemerintah akan tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri,

seperti adanya himbauan kepada masyarakat agar menyelenggarakan fasilitas

pelayanan kesehatan mereka sendiri.

B. Pembahasan
1. Tujuan yang Ingin Dicapai Dalam Pelaksanaan Kebijakan

Tujuan dalam melaksanakan kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan

tenaga kerja yang mandiri serta pelayanan ketenagakerjaan yang berkualitas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan dapat disimpulkan bahwa

tujuan dari Peraturan Gubernur Nomor 65 Tahun 2017 dapat direalisasikan

dengan baik di UPTD dalam hal ini balai pengawasan tenaga kerja kelas A. Hanya

ada beberapa kendala yang masih dihadapi seperti luas wilayah jangkauan yang

begitu besar yang menyebabkan sistem pengawasan terganggu terlebih jumlah

pengawas memang masih kurang dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang

67
banyak, secara otomatis beban petugas pengawas menjadi lebih banyak. Abidin

(2006) mengemukakan bahwa tujuan ialah suatu kebijakan dibuat karena ada

tujuan yang ingin dicapai. Tanpa ada tujuan tidak perlu ada kebijakan, namun

demikian tidak semua kebijakan mempunyai uraian yang sama tentang tujuan.

Berdasarkan analisis diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan

pelayanan optimal di balai pengawasan tenaga kerja kelas A belum tercapai

sepenuhnya dikarenakan masih adanya kendala yang terjadi.

2. Tugas Pokok dan Fungsi UPTD Balai Pengawasan Dalam Pelayanan

Ketenagakerjaan

Sesuai Prosedur dan Tata Kerja Tugas pokok dan fungsi balai pengawasan

dalam pelayanan ketenagakerjaan bertujuan untuk memberikan pelayanan secara

menyeluruh kepada masyarakat dalam bentuk program – program

ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh narasumber bahwa

tugas pokok dan fungsi UPTD (balai pengawasan) dalam pelayanan

ketenagakerjaan telah sesuai dengan prosedur dan tata kerja yang telah ditentukan.

Hal ini didukung oleh peran serta pegawai pengawas. Dapat dilihat dari analisis di

atas bahwa pelayanan ketenagakerjaan yang baik diberikan oleh UPTD dalam hal

ini balai pengawasan adalah pelayanan yang sesuai dengan kinerja yang telah

ditetapkan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang optimal.

3. Kerjasama dalam Penyelenggaraan Pelayanan di UPTD Balai Pengawasan

Tenaga Kerja Kelas A

Kerja sama dalam penyelengaraan pelayanan bertujuan untuk meningkatkan

upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi dalam

hal ini adalah UPTD balai pengawasan untuk memelihara dan meningkatkan

68
pelayanan pengawasan tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh

narasumber dapat disimpulkan bahwa kerja sama dalam penyelenggaraan

pelayanan di UPTD balai pengawasan tenaga kerja kelas A telah dilakukan

dengan pemberian program – program dalam bentuk MoU (Memorandum Of

Undertanding).

Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan

pelayanan ketenagakerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yang

didasari dengan kondisi masyarakat.

4. Usaha Optimalisasi Mutu Pelayanan Ketenagakerjaan

Usaha optimalisasi mutu pelayanan ketenagakerjaan bertujuan untuk

mendorong semangat kerja para tenaga kerja, mengerahkan aktivitas para tenaga

kerja serta mengkoordinasikan berbagai aktivitas para tenaga kerja menjadi

aktivitas yang kompak. Berdasarkan wawancara dengan seluruh narasumber dapat

disimpulkan bahwa dalam mengoptimalkan mutu pelayanan ketenagakerjaan di

UPTD (Balai pengawasan tenaga kerja kelas A di dalamnya terdapat fungsi-fungsi

manajemen. Jadi, dengan adanya fungsi manajemen dalam ketenagakerjaan tentu

sangat membantu dan mempermudah dalam sistem kerja dengan begitu dapat

memperbaiki kerja yang selama ini kurang memuaskan.

Berdasarkan analisis yang terdapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

adanya usaha yang dilakukan di bagian layanan pengawasan di UPTD Balai

Pengawasan tenaga kerja kelas A dapat dilaksanakan dengan maksimal untuk

menutupi segala kendala-kendala yang ada.

5. Partisipasi Masyarakat dalam Proses Melaksanakan Kebijakan.

69
Adanya partisipasi masyarakat dalam proses melaksanakan kebijakan

bertujuan untuk terlaksananya pengawasan secara menyeluruh. Berdasarkan hasil

wawancara dengan seluruh narasumber dalam proses melaksanakan pelayanan

ketenagakerjaan bukan hanya tanggung jawab dari Pemerintah akan tetapi juga

merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Berdasarkan analisis dapat

ditarik kesimpulan partisipasi masyarakat dan kerja sama pihak balai pengawasan

memudahkan cara untuk meningkatkan pelayanan ketenagakerjaan.

Berdasarkan analisis yang terdapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pihak UPTD (Balai Pengawasan) melaksanakan pelayanan dan masyarakat

berpastisipasi guna meningkatnya kualitas dalam pelaksanaan pelayanan

ketenagakerjaan. Sumberdaya manusia dalam hal ini para petugas pengawas, rata

– rata memiliki latar pendidikan strata satu (S1) diantaranya Sarjana Ekonomi

yang memiliki kemampuan dalam bidang menejemen, Sarjana Hukum, yang

memiliki kemampuan dalam bidang hukum ketenagakerjaan dan Sarjana Ilmu

Sosial yang memiliki kemampuan dalah hal sosial masyarakat dalam hal ini yang

menyangkut perusahaan, instansi dan kelompok tenaga kerja diman hal tersebut

sangat membantu dalam mengekseskusi pekerjaan karena dianggap memiliki latar

belakang yang mendukung

70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh uraian pembahasan serta dilengkapi dengan hasil

penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa

kesimpulan :

1. Isi kebijakan dalam dalam Pergub nomor 65 tahun 2017 memiliki tujuan yang

ingin dicapai yaitu mewujudkan tenaga kerja yang mandiri serta pelayanan

ketenagakerjaan yang berkualitas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi UPTD

Balai Pengawasan dalam pelayanan ketenagakerjaan.

2. Lingkungan kebijakan dalam Pergub nomor 65 tahun 2017 diantaranya

menjalin kerjasama dalam penyelenggaraan pelayanan di UPTD Balai

Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A dengan melakukan usaha secara optimal

dengan mengoptimalisasikan pelayanan ketenagakerjaan tentunya dengan

Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Melaksanakan Kebijakan.

3. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Balai Pengawasan Tenaga Kerja

Kelas A Prodinsi Sulawesi Utara, memiliki Standart Operasional Procedure

(SOP) yang dijalankan dengan baik dimana sebelum melakukan pengawasan,

para pegawai pengawas sebelumnya sudah diberikan pelatihan dan pada saat

akan turun ke lapangan dilakukan briefing terlebih dahulu.

B. Saran

Hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah jelaskan, untuk

mengatasi/memperbaiki kendala-kendala yang ditemukan pada pelaksanaan

implementasi kebijakan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah di Balai

Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

71
Provinsi Sulawesi Utara, peneliti memberi masukan dalam hal ini beberpa saran

yang terdiri dari:

1. Menambah pegawai pengawas agar seimbang dengan jumlah perusahaan dan

tenaga kerja yang diawasi untuk lebih meningkatkan kualitas pengawasan

terhadap ketenagakerjaan serta mengimbangi luas wilayah pengawasan yang

ada dikarenakan adanya pemusatan fungsi pengawasan yang dipusatkan ke

provinsi bukan lagi di kabupaten/kota.

2. Pemerintah maupun masyarakat (tenaga kerja) diharapkan lebih

memperhatikan hak-hak tenaga kerja dan juga lebih mengefektifkan aturan-

aturan perundang-undangan yang telah ada.

3. Pemerintah diharapkan juga melakukan perbaikan dalam hal pengawasan

ketenagakerjaan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan para pekerja

72
DAFTAR PUSTAKA

Adinda, Suherman. 2018. Implementasi Kebijakan Ketenagakerjaan (Studi Kasus


Tentang Proses Mediasi Perselisihan Hubungan Industri Di Kabupaten
Bandung Barat)

Adityaputra, Wibhawa, Ferdiyansah. 2015. Implementasi Kebijakan


Ketenagakerjaan Di Kabupaten Sumedang. Prodising KS : Riset dan
PKM. Volume 2. Nomor 3. ISSN : 2442-4480

Bardach, Eugene. 1991. The Implementation Game. Cambridge : MIT Press

Darwan Prinst. 2010. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Edward III, George C (edited). 1984. Public Policy Implementing, Jai Press Inc,
London-England.

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World,
Princnton University Press, New Jersey.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Hambali. 2019. Implementasi Kebijakan Hubungan Industrial (Studi


Implementasi Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Sistem
Penyelenggaraan Ketenagakerjaan di Kabupaten Pasuruan. Doctor Thesis,
Universitas Brawijaya.

Husni, Lalu. 2005. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Pt Raja


Graffindo Persada. Ketenagakerjaan.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Khakim. 2007. Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Khakim. 2009. Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan. Revisi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.

Manulang, M. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE ; Yogyakarta.

Nugroho, Riant. 2009. Publik Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo

Poerwadarminta W.J.S. 2011. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN


Balai Pustaka.

Darwan Prints, 2010. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan.

Soekanto.2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

73
Subarsono. 2011. Analisis Kebijakan Publik (konsep. teori dan
aplikasi).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta

Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia.


Sunggono, 1994, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta: PT Karya Unipress.

Supriyanto. 2004. Metodologi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat.Dewan


Mahasiswa Fakultas. UGM.

Syariyah, Nur, Meigawati. 2020. Implementasi Kebijakan Ketenagakerjaan


Tentang Bursa Kerja di Dinas Tenaga Kerja Kota Sukabumi. Jurnal
Administrasi Negara (Spirit Publik). Volume 15, No 2. ISSN 1907-0489
(Cetak) dan ISSN 2580-3875 (online).

Wahab, Solichin A. 2008. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi


Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta.

Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik, Intermedia, Jakarta.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta : Media Pressindo.

Peraturan Perundang - Undangan


Konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan.
Pedoman pemeriksaan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan, 2014.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Peraturan Gubernur Sulawesi Utara. Nomor 65 Tahun 2017. Tentang.
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Pada Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Tipe A Provinsi Sulawesi Utara
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1984 Pasal 11 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1984 Pasal 9 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Penjelasan Umum.

74
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN GUBERNUR TENTANG
PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH PROVINSI TIPE A
(Studi Kasus Di Balai Pengawasan Tenaga Kerja Kelas A Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara)

DATA INFORMAN
Nama Informan :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Jabatan :
Hari/Tanggal :

A. Indikator isi kebijakan

1. Apakah kebijakan yang dibuat ini sudah sesuai dengan kepentingan

kelompok sasaran dalam hal ini buruh/pekerja dan pengusaha?

2. Apa yang menjadi tujuan pencapaian dari pembentukan UPTD di

Disnakertrans Prov. Sulawesi Utara?

3. Apa saja yang menjadi manfaat dari implementasi kebijakan Prgub Nomor

65 Tahun 2017 ini?

4. Apa saja manfaat yang dapat diperoleh pekerja/buruh serta pengusaha dan

intansi Disnakertrans sendiri?

75
5. Apa yang menjadi harapan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan

dari Pergub nomor 65 Tahun 2017?

6. Apakah Pergub ini sudah sesuai sebagai solusi dalam menangani proses

pengawasan ketenagakerjaan?

7. Siapa saja yang menjadi pelaksana (implementor) dari PerGubnomor 65

Tahun 2017?

8. Bagaimana dengan dukungan yaki sumber Daya Manusi dan Finansial

dalam pelaksanaan PerGub nomor 65 Tahun 2017 ini?

C. Indikator lingkungan kebijakan

1. Seberapa besar kepentingan dalam pelaksanaam implementasi kebijakan

Pergub nomor 65 Tahun 2017?

2. Bagaimana kerjasama yang dilakukan dalam pelayanan ketenagakerjaan?

3. Seberapa besar peran implementor dalam menjalankan Pergub Nomor 65

Tahun 2017?

4. Bagaima usaha optimalisasi mutu pelayanan ketenagakerjaan dengan

adanya perugub ini?

5. Bagaimana peran target (buruh/pekerja dan pengusaha) dalam

mengimplementasikan Pergub Nomor 65 Tahun 2017?

76
DOKUMENTASI KEGIATAN

Peneliti Bersama Kadis Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara

77
Peneliti Bersama Pimpinan PT. J Resources Bolmong Raya (JRBM)

Peneliti Bersama Pimpinan PT Conch North Sulawesi Cement

Peneliti Bersama Pimpinan PT MATRACOM

78

Anda mungkin juga menyukai