Anda di halaman 1dari 108

BUDAYA ORGANISASI PADA KALANGAN PEGAWAI PEREMPUAN

DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH


PROVINSI SULAWESI UTARA

TESIS

Oleh

Heidy Mariani Veronica Rumondor


NIM. 19202101048

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


PASCASARJANA
MANADO
2021
BUDAYA ORGANISASI PADA KALANGAN PEGAWAI PEREMPUAN
DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA

TESIS

Disusun sebagai salah satu syarat untuk


Memperoleh Gelar Magister Sains
Pada
Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

Oleh

Heidy Mariani Veronica Rumondor


NIM. 19202101048

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


PASCASARJANA
MANADO
2021
PERNYATAAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Komisi Pembimbing TESIS menyetujui rencana


Pelaksanaan kegiatan dari mahasiswa berikut ini:

Nama Mahasiswa : Heidy Mariani Veronica Rumondor


NIM : 19202101048
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan
Jenis kegiatan yang : Ujian Komprehensif
disetujui dilaksanakan
Judul : Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai
Perempuan Di Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.

Manado, Juli 2021


KOMISI PEMBIMBING KOORDINATOR
Pembimbing I
PROGRAM STUDI

Dr. Dra. Maria H. Pratiknjo, MA Dr. Deysi Tampongangoy, S.Sos., M.Si


NIP. 196110311986022001 NIP. 1198012102006042003

Pembimbing II

Dr. Leviane J. H. Lotulung, S.Sos, M.I.Kom


NIP. 197304052005012001

i
RINGKASAN

Rumondor, M. V. Heidi. 19202101038. Budaya Organisasi Pada Kalangan


Pegawai Perempuan Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Sulawesi Utara. Dibimbing oleh Dr. Dra. Maria H. Pratiknjo, MA dan Dr.
Leviane J. H. Lotulung, S.Sos, M.I.Kom

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa budaya organisasi pada kalangan


perempuan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigras Daerah Provinsi Sulawesi
Utara. Penelitian dilaksanakan di dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi
Sulawesi Utara selam 2 bulan. Penelitian ini mengguakan metode deskriptif
kualitatif dengan jumlah informan sebanyak 10 orang yang diambil dengan cara
purposive sampling yang difokuskan menggunakan teori Sashkin dan Kiser pada
budaya organisasi dengan indikator yang terdiri dari perubahan, pencapaian tujuan
dan koordinasi kegiatan. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara,
dokumentasi dan observasi sebagai langkah dalam mengumpulkan data.
Selanjutnya data di analisis dengan cara mereduksi data, menyajikan data dan
menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap organisasi
menghadapi perubahan – perubahan yang terus berkembang setiap waktu oleh
sebab itu wargaorganisasi harus selalu siap dengan perubahan yang terjadi dengan
tetap menjalankan tugas dan fungsi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
melalui visi dan misi organisasi. Untuk mencapai hal tersebut harus selalu
dikoordinasikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan agar dapat berjalan dengan
baik. Dalam menjalan budaya organisasi terdapat hambatan – hambatan yang
dihadapi yaitu terjadinya pergantian kepemimpinan, adanya organisasi lain dalam
organnisasi serta terjadinya krisis dalam organisasi. Dengan adanya hambatan –
hambata tersebut, organisasi harus berupaya untuk menigkatkan kualitas yaitu
dengan tetap berinovasi dengan berani mengambil risiko, perhatian pada hal – hal
kecil dalam organisasi yang berorientasi pada hasil yng dicapai dan berorientasi
pada orang sebagai efek dari hasil yang diperoleh terhadap wargaorganisasi dan
tim serta bersikap agresif dan kompetitif dalam organisasi.

Kata Kunci: Budaya, Organisasi, Perempuan

ii
ABSTRACT

Rumondor, M. V. Heidi. 19202101038. Organizational Culture Among Female


Employees at the Department of Manpower and Transmigration of North
Sulawesi Province. Guided by Dr. Dra. Maria H. Pratiknjo, MA dan Dr. Leviane
J. H. Lotulung, S.Sos, M.I.Kom

This study aims to analyze organizational culture among women in the


Regional Manpower and Transmigration Office of North Sulawesi Province. The
research was conducted at the Manpower and Transmigration Office of North
Sulawesi Province for 2 months. This study uses a qualitative descriptive method
with a total of 10 informants taken by purposive sampling which is focused using
Sashkin and Kiser's theory on organizational culture with indicators consisting of
change, goal achievement and coordination of activities. The research was
conducted by means of interviews, documentation and observation as a step in
collecting data. Furthermore, the data is analyzed by reducing the data, presenting
the data and drawing conclusions. The results of the study indicate that every
organization faces changes that continue to develop over time, therefore, citizens
of the organization must always be ready for the changes that occur while carrying
out their duties and functions to achieve the goals set through the organization's
vision and mission. To achieve this, all activities carried out must always be
coordinated so that they can run well. In carrying out organizational culture there
are obstacles faced, namely the change of leadership, the existence of other
organizations in the organization and the occurrence of crises in the organization.
Given these obstacles, organizations must strive to improve quality, namely by
continuing to innovate by daring to take risks, paying attention to small things in
an organization that is results-oriented and people-oriented as the effect of the
results obtained on the people of the organization and the team. and being
aggressive and competitive within the organization.

Keywords: Culture, Organization, Women

iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini (Tesis) adalah ASLI dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik magister, baik di universitas Sam Ratulangi

Manado maupun diperguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan merupakan penelitian saya

sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Komisi Pembimbing

dan masukan Komisi Penguji.

3. Dalam karya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang di

tulis/publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan naskah disebutkan nama pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

yang telah diperoleh karena karya tulis ini, saya bersedia untuk menerima

sanksi akademik serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di

perguruan tinggi Universitas Sam Ratulangi.

Manado, Juli 2021

Heidy M. V. Rumondor
NIM. 19202101038

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Heidy Mariani Veronica Rumondor, lahir di

Tomohon Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 8 Februari 1980, yang merupakan

anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lahir dari pasangan suami istri Bapak

Herman Rumondor dan Ibu Sarah Kiolol. Penulis sekarang berdomisili di

Lingkungan 1 Kel. Woloan Tiga Kec. Tomohon Barat Kota Tomohon.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Katolik St. Clara

Tomohon serta lulus pada tahun 1992, selanjutnya melanjutkan ke Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Katolik Stella Maris Tomohon dan lulus pada

tahun 1995. Tahun 1998 lulus dari SMA Katolik Rex Mundi Manado. Selanjutnya

melanjutkan ke jenjang pendidikan Strata Satu di Fakultas Ekonomi Universitas

Sam Ratulangi Manado lulus pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2019

melanjutkan pendidikan Strata Dua di Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan peminatan Ilmu

Pemerintahan. Saat ini penulis bekerja di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Daerah Provinsi Sulawesi Utara.

v
KATA PENGANTAR

Puji Tuhan, segala puji syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, atas segala karunia, kasih kemurahan dan kesempatan yang diberikan

sehingga tesis dengan judul “Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai

Perempuan Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi

Utara” dapat terselesaikan sebagai tugas akhir dalam penyelesaian sudi strata dua

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan peminatan

Manajemen Sumberdaya Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.

Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat dan hati

yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih pada komisi pembimbing Dr. Dra.

Maria Heny Pratiknjo, MA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Leviane J.

H. Lotulung, S.Sos, M.I.Kom sebagai anggota komisi pembimbing yang selalu

setia dan tulus membimbing penulis dan memberikan masukan serta arahan yang

sangat berguna dalam penulisan tesis ini. Serta kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan, baik secara moral, material dan fasilitas kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula dengan segala ketulusan dan kerendahan hati

disampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ellen J. Kumaat, MSc, DEA sebagai Rektor Universitas Sam

Ratulangi Manado.

2. Prof. Dr. Ir. Markus T. Lasut, MSc sebagai Direktur dan Panitia Penguji

Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.

3. Ir. Arthur G. Pinaria, MP., PhD selaku Wakil Direktur I Bidang Akademik

Kemahasiswaan dan Perencanaan Program Pascasarjana Universitas Sam

Ratulangi.

vi
4. Dr. Ir. Eng. Pingkan Peggy Egam, ST., MT selaku Wakil Direktur II

Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Program Pascasarjana

Universitas Sam Ratulangi Manado.

5. Dr. Deysi L. N. Tampongangoy, S.Sos., MSi selaku Koordinator Program

Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan Pascasarjana Universitas

Sam Ratulangi.

6. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Pembangunan yang banyak membantu penulis selama kuliah dan dalam

penelitian.

7. Staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan, Ireyne O.

Eman, SE., MSi yang membantu penulis dalam pengurusan berkas-berkas

untuk penyelesaian studi.

8. Suami dan anak tercinta yang selalu mendukung dan memberi motivasi

serta memanjatkan doa agar penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

ini.

9. Pimpinan dan pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara, terutama segenap informan yang terlibat secara langsung

dalam penelitian ini.

10. Rekan - rekan mahasiswa, secara khusus angkatan tahun 2019 program

studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan yang berjuang bersama-

sama dan saling membantu dalam banyak hal.

11. Civitas Akademika Universitas Sam Ratulangi dan semua pihak yang telah

membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

vii
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan

kekeliruan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan waktu. Oleh sebab itu

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang

membangun dari segala pihak untuk penyempurnaan tesis ini kedepan. Akhir kata

penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan.

Manado, Juli 2021


Penulis

Heidy M. V. Rumondor
NIM. 19202101038

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... i
RINGKASAN ......................................................................................................... ii
ABSTRACT ............................................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ..................................................................................10
B. Konsep Budaya Organisasi ........................................................................13
1. Pengertian Budaya Organisasi .............................................................13
2. Eleman Budaya Organisasi ..................................................................20
3. Komponen-Komponen Budaya Organisasi..........................................21
4. Karakteristik Budaya Organisasi..........................................................25
5. Tingkatan Budaya Organisasi ..............................................................26
6. Fungsi Budaya Organisasi....................................................................27
7. Aspek – Aspek Budaya Organisasi ......................................................29
8. Komitmen Budaya Organisasi .............................................................31
9. Terbentuknya Budaya Organisasi ........................................................32
10. Cara Karyawan Mempelajari Budaya Organisasi ................................35
11. Nilai-Nilai Budaya Organisasi .............................................................35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .................................................................................44
B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................44
C. Fokus Penelitian .........................................................................................44

ix
D. Informan Penelitian ....................................................................................45
E. Sumber Data Penelitian ..............................................................................45
F. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................46
G. Analisis Data ..............................................................................................47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..........................................................................................50
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian .....................................................50
2. Deskripsi Data Penelitian .....................................................................53
B. Pembahasan ................................................................................................65
1. Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai Perempuan Di Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara ......65
2. Hambatan Budaya Organisasi Di Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara ....................................79
3. Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi Di Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara....................81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................85
B. Saran...........................................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................88
 Pedoman Wawancara .................................................................................92

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu instansi tidak terlepas dari komponen yang ada di dalamnya yaitu

struktur organisasi maupun sumber daya manusia. Organisasi yang baik

merupakan organisasi yang mampu berkompetisi secara sehat dan dapat

mempertahankan kualitasnya dalam kurun waktu yang lama, dimana baik atau

tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya kemauan

untuk menghadapi perubahan yang terus terjadi mengikuti perkembangan jaman

serta tolak ukur tujuan organisasi dan koordinasi antar kewargaorganisasian.

Kompetisi instansi terus dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia

dikarenakan dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas tentunya dapat

menunjang kerberhasilan serta diyakini menjadi aset instansi yang mengingat

fungsinya sebagai penggerak, perencana, pemikir dan pengendali aktifitas.

Sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi merupakan hal yang

sangat penting untuk diperhatikan karena setiap operasional yang ada dalam

organisasi melibatkan sumber daya manusia tersebut. Sumber daya manusia perlu

diperhatikan karena manusia merupakan pelaku dari serangkaian proses kerja

yang terjadi dalam intansi/perusahaan. Mulai dari tahap perencanaan hingga tahap

evaluasi perusahaan membutuhkan adanya sumber daya manusia dalam

perusahaan.

Tidak hanya sumber daya manusia yang perlu diperhatikan, instansi juga

membutuhkan pentingnya budaya organisasi. Instansi juga tidak lepas dari adanya

budaya yang dimiliki dan diterapkan. Budaya itu sendiri merupakan satu set nilai-

1
nilai yang diterapkan dengan tujuan untuk mengekspresikan nilai tersebut secara

internal maupun eksternal. Budaya yang dimiliki oleh organisasi merupakan

aplikasi sebuah nilai yang diyakini kemudian diterapkan dalam organisasi baik

secara internal maupun eksternal. Setiap organisasi pasti memiliki nilai dan

biasanya nilai tersebut menjadi dasar dari sistem operasional yang dilakukan

sebuah organisasi yang nantinya akan menimbulkan budaya dalam organisasi

tersebut.

Dalam menjalankan suatu organisasi pada suatu instansi maupun perusahaan

pada dasarnya memiliki visi dan misi yang digunakan sebagai tujuan jangka

pendek maupun jangka panjang yang ingin dicapai. Adanya tujuan yang ingin

dicapai menjadikan instansi/perusahaan berusaha untuk mencapai kesuksesan

dalam melakukan tugasnya. Kesuksesan sebuah organisasi tidak lepas dari

bagaimana budaya organisasi yang ada, yang dibangun dalam instansi, serta

bagaimana instansi/perusahaan mampu menciptakan kenyamanan dan

keselamatan bagi pegawai yang ada.

Budaya organisasi juga biasanya dijadikan dasar oleh organisasi tersebut

dalam menjalankan usahanya, sehingga penting bagi pemimpin untuk mampu

menyampaikan nilai-nilai yang dianut dalam organisasi agar seluruh anggota

organisasi memahami dan mampu menjalankan budaya dengan baik. Namun

terkadang dalam pelaksanaannya intansi/perusahaan kurang memberikan nilai-

nilai tersebut secara rinci dan jelas. Kurangnya pengetahuan tentang nilai yang

dianut oleh intansi/perusahaan ini mampu menjadikan budaya organisasi dalam

intansi/perusahaan kurang berjalan dengan baik. Sebagai perusahaan yang

membawa nilai-nilai ke dalam perusahaan, penting untuk memperhatikan,

2
bagaimana nilai tersebut bisa ada, dan tertanam dalam intansi/perusahaan bahkan

seluruh anggota juga mampu menjadi bagian yang bisa menjaga dan melestarikan

budaya serta nilai yang ada dalam perusahaan. Maka dari itu budaya menjadi

salah satu hal yang penting dalam organisasi.

Budaya organisasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan,

dikarenakan keragaman budaya yang ada dalam organisasi, sama banyak dengan

jumlah individu yang berada dalam organisasi tersebut. Ketersediaan individu

sebagai sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi akan menciptakan

terjadinya perbedaan sifat, watak dan kepribadian masing-masing individu. Oleh

sebab itu budaya organisasi menjadi sangat penting dalam memberikan suatu

solusi yang dijadikan suatu keyakinan, norma dan aturan yang ada dalam

organisasi yang bertujuan agar setiap individu menganut dan memahami nilai-

nilai yang ada di dalamnya. Budaya organisasi sangat diperlukan dan berperan

penting untuk mencapai hasil tertinggi organisasi. Namun budaya organisasi harus

selalu bergerak, berubah dan melakukan transformasi sesuai dengan kebutuhan

organisasi dalam menanggapi perubahan lingkungan strategis. Budaya organisasi

dapat menentukan masa depan organisasi untuk berkembang ke tingkat yang lebih

tinggi. Disamping itu, keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh

kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang memiliki talenta,

kemampuan, kompetensi, loyalitas, dedikasi dan komitmen pada organisasi.

Kuat atau lemahnya budaya organisasi akan memberi dampak terhadap hasil

kerja individu tidak lepas dari peran budaya yang ditanamkan dan dianut oleh

setiap anggota organisasi. Cara pandang dan perilaku pegawai akan

mencerminkan taraf internalisasi budaya yang ditanamkan. Budaya organisasi

3
dalam taraf lemah akan memunculkan banyaknya kelompok – kelompok dalam

organisasi yang dapat menyebabkan perpecahan atau penurunan hasil pekerjaan

individu. Hal ini berbanding terbalik apabila budaya organisasi kuat, dimana

teridentifikasi dari bagaimana cara pegawai berperilaku maupun pemahaman

pegawai terhadap organisasinya. Apabila budaya organisasi tertanam kuat pada

masing – masing individu pegawai maka mereka akan bekerja sesuai dengan nilai-

nilai yang diajarkan didalamnya sehingga dapat memberikan hasil pekerjaan yang

lebih baik dan meningkat. Dengan kata lain semakin banyak seseorang menerima

nilai luhur dan semakin besar komitmen individu pada organisasi maka akan

menciptakan kekompakan serta menunjang loyalitas individu pegawai. Pegawai

yang memiliki komitmen akan selalu memiliki keyakinan dan dorongan untuk

melakukan tugasnya dengan baik tanpa perlu diawasi oleh pimpinan dikarenakan

pegawai menghargai dirinya sendiri dalam melaksanakan pekerjaan.

Dengan komitmen serta penghargaan terhadap diri sendiri, akan semakin

mudah munculnya inovasi – inovasi dalam melaksanakan pekerjaan yang

diemban. Hal ini merupakan suatu keperibadian dan gaya individu dari pegawai

dalam mengeksekusi pekerjaan bahkan akan mempermudah dalam menangani

permasalahan yang muncul dalam pekerjaan dimana harus memiliki koordinasi

yang baik antar sesama pegawai dan dengan pimpinan yang paling utama. Inovasi

– inovasi yang bermunculan tidak akan lepas dari dukungan baik dari internal

organisasi maupun dari internal individu sebagai tuntutan pekerjaan yang

cenderung meningkatkan semangat pegawai untuk berperilaku inovatif. Hal ini

juga tidak terlepas dari perilaku individu yang inovatif bahkan seorang perempuan

4
pekerja sekalipun, dituntut dan harus memiliki inovasi dalam pekerjaan yang

tentunya harus memperoleh dorongan dalam melaksanakan pekerjaan.

Perempuan yang terlibat dalam sektor produktif semakin meningkat, dimana

perempuan pekerja disebabkan oleh persepsi masyarakat yang jika tidak bekerja

khususnya pada sektor publik masih dianggap belum bekerja. Perempuan –

perempuan yang bekerja pada suatu instansi ataupun perusahan, sama halnya

dengan kaum pria dituntut untuk dapat melaksanakan pekerjaan yang diberikan

bahkan dituntut juga harus menghasilkan inovasi dalam bekerja. Perempuan

dalam dunia kerja menjadi sangat substansial dan strategis yaitu mengenal

hubungan antara dunia kerja dan perempuan. Hal ini sesuai dengan yang

dikatakan oleh Pratiknjo H. (2012) dalam bukunya “Wanita Minahasa” dimana

menjelaskan bahwa perempuan (wanita) pekerja memiliki kesetaraan gender yang

artinya dapat menjalankan pekerjaan yang diemban oleh pria yang tidak semata –

mata hanya sebagai ibu rumah tangga yang hanya harus berada dirumah saja.

Perempuan identik dengan organisasi, dimana organisasi sebagai suatu gabungan

sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

Beda halnya dengan kelompok laki – laki dalam menjalankan budaya

organisasi, selain perempuan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu

organisasi, termasuk dalam pengambilan kebijakan yang bertujuan untuk

memunculkan loyalitas dan kepribadian serta gaya yang bertujuan agar dapat

menangani permasalahan – permasalahan yang muncul, selain sebagai seorang

pegawai (pekerja) di suatu instansi baik pemerintah maupun swasta, perempuan di

dalam keluarga berperan sebagai ibu, istri dan bahkan anak. Semua peran tersebut

menuntut adanya tugas tugas sesuai dengan perannya yang mana peran tersebut

5
merupakan suatu keistimewaan mereka. Selain berperan penting dalam keluarga,

perempuan juga memiliki pola reproduksi yaitu haid yang tentunya dialami pada

setiap bulannya. Tentunya hal tersebut dapat memberikan dampak pada pekerjaan

yang dilakukan baik di dalam keluarga maupun pada lingkungan kerja.

Oleh sebab itu, peran perempuan memberikan dampak, baik dalam keluarga

maupun di tempat kerja, untuk ditempat kerja perannya di dalam keluarga

memberikan dampak pada pekerjaan, apakah dtugas dan tanggungjawab yang

diberikan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ditentukan atau tidak.

Hasil obervasi yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Disnakertrans) Daerah Provinsi Sulawesi Utara, pegawai yang memiliki

komitmen akan selalu memiliki keyakinan dan dorongan untuk melakukan

tugasnya dengan baik meskipun tanpa pengawasan. Hal tersebut dibuktikan

dengan munculnya beberapa inovasi yang dijalankan oleh Disnakertrans Provinsi

Sulut. Diantaranya program “Perkasa” dimana program ini menjamin tentang

jaminan kematian untuk pekerja sosial keagaam, serta adanya pemeriksaan

kesehatan tenaga kerja, program pengujian lingkungan kerja serta pelatihan tenaga

kerja yang berbasis kompetensi. Inovasi – inovasi ini dianggap berhasil pada

pelaksanaannya, hal ini dibuktikan dengan diterimanya Paritrana Award pada

Tahun 2019 bagi Provinsi Sulawesi Utara yaitu penghargaan Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan. Inovasi ini, sebagai bentuk penerapan kebijakan pemerintah

pusat dalam rangka jaminan sosial bagi tenaga kerja di Sulawesi Utara yang

berkerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan Manado yang menjadikan Provinsi

Sulawesi Utara sebagai pioner bagi daerah lain yang melakukan perlindungan

6
jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja sosial keagamaan dimana menjadi

daerah dengan tingkat kepesertaan tertinggi di Indonesia.

Keterlibatan perempuan di Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara termasuk

besar dimana jumlah pegawai perempuan mencapai 55 orang termasuk kepala

dinas merupakan seorang perempuan. Hal ini tentunya menjadi dorongan

tersendiri sekaligus menjadi tantangan bagi para perempuan untuk berinovasi

sebagai bentuk kepribadian dan gaya dalam melaksanakan pekerjaan yang

tentunya harus terpimpin dan memiliki dorongan sebagai tuntutan dalam

melaksanakan pekerjaan dengan menciptakan inovasi – inovasi yang dapat

membantu khususnya dalam bidang ketenagakerjaan. Hal tersebut searah dengan

visi, misi, tujuan dan sasaran Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara.

Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara sebagai suatu organisasi yang

memperhatikan budaya dalam organisasi termasuk dalam hal perubahan yang

menjadi lebih baik serta pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebagai visi dan

misi untuk mencapai tujuan esuai dengan sasaran yang telah ditargetkan. Namun

dalam penerapannya terdapat kendala yang sering dihadapi baik oleh organisasi

itu sendiri maupun dari individu sebagai anggota organisasi. Penolakan terhadap

perubahan – perubahan yang dilakukan, kurangnya keinginan untuk berubah serta

minimnya rasa memiliki atau menjadi bagian dari suatu organisasi dalam suatu

instansi/perusahaan. Koordinasi sesama pegawai tentunya tidak luput sebagai

suatu permsalahan yang dapat mengganggu berjalannya suatu organisasi dalam

suatu instansi/perusahaan.

Budaya organisasi tumbuh menjadi mekanisme kontrol, serta menjadi cara

pegawai berinteraksi dengan para pemangku kepentingan diluar organisasi.

7
Perubahan budaya organisasi memberikan perubahan perilaku pegawai dalam

organisasi tersebut. Perubahan budaya organisasi berlaku dari tingkat tertinggi

hingga satuan terkecil dalam organisasi. Keberhasilan dalam mengembangkan dan

menumbuh-kembangkan budaya organisasi, hampir selalu dipatikan bahwa

pimpinan rganisasi menjadi agen perubahan.

Berdasarkan uraian yang dijelaskan, menunjukkan bahwa budaya organisasi

berkomitmen dalam pekerjaan untuk meningkatkan kualitas serta kompetensi baik

individu maupun organisasi dengan menciptakan inovasi – inovasi terutama dari

para pegawai sebagai bentuk tuntutan serta dijadikan sebagai kepribadian dan

gaya dalam melaksanakan pekerjaan terutama bagi pegawai – pegawai

perempuan. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengetengahkan gagasan

penelitian kedalam sebuah tesis dengan judul “Budaya Organisasi Pada Kalangan

Pegawai Perempuan Di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi

Sulawesi Utara”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana budaya organisasi

pada kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Daerah Provinsi Sulawesi Utara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa budaya organisasi pada kalangan

perempuan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigras Daerah Provinsi Sulawesi

Utara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi dalam dua jenis yaitu:

8
1. Secara teoritis, yaitu bermanfaat bagi keilmuan pengelolaan sumberdaya

pembangunan.

2. Secara praktis, yaitu bermanfaat bagi organisasi pada kalangan pegawai

perempuan yang berada di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah

Provinsi Sulawesi Utara yang dapat menjadi masukan dan bahan

pertimbangan untuk menunjang organisasi.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Tujuan penelitian terdahulu yaitu untuk mendapatkan bahan perbandingan

dan sebagai acuan untuk menghindari kesamaan dengan penelitian yang sedang

dilakukan. Oleh sebab itu, tinjauan pustaka ini mencantumkan beberapa hasil

penelitian terdahulu sebagai berikut:

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Hasil dan Pembahasan


1 Mariana D. Pengaruh Budaya Menggunakan metode kualitatif dan
2007 Organisasi kuantitatif dengan pijakan teori
Terhadap Perilaku analisis menggunakan teori Robbins
Pejabat Publik dengan analisis jalur yang
(Studi pada diungkapkan dalam penelitian
pemerintah dimana aparat pemerintah Provinsi
provinsi Jawa Jawa Barat tidak mampu membuat
Barat) kegiatan yang mendukung
pencapaian visi, misi dan kebijakan
yang ditetapkan oleh gubernur. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor yakni, sosialisasi dan
internalisasi yang kurang, metode
dan cara sosialisasi yang belum
dilakukan secara dialogis, pimpinan
belum dapat dijadikan teladan dalam
menerapkan visi dan misi serta
mentalitas aparat yang mengalami
kemunduran sehingga
mempengaruhi kinerja organisasi
Persamaan : Kedua penelitian difokuskan pada budaya organisasi
Perbedaan : Penelitian terdahulu membahas tetang perilaku pejabat publik
dengan menggunakan teori Robbins, sedangkan penelitian sekarang membahas
tentang peran pegawai perempuan pada budaya organisasi menggunakan teori
Etikariena & Muluk.

10
2 Irawati I, Pengaruh Metode yang digunakan adalah
2009 Internalisasi metode kuantitatif menggunakan
Budaya Organisasi analisis jalur dan menggunakan teori
Terhadap Kinerja Koter dan Hessker (1992) dan
Juru Penilik JalanSwanson (1994). Hasil penelitian
(Baanschouer) di menunjukkan bahwa kinerja suatu
PT Kereta Api organisasi tidak hanya bergantung
Daerah Operasi 2 kepada kejelasan informasi,
Bandung kecukupan imbalan dan skema
organisasi tetapi juga ditentukan
oleh sistem nilai dan budaya yang
dibawa individu dalam organisasi
tetapi juga ditentukan oleh sistem
nilai dan budaya yang dibawa dalam
organisasi yang bersangkutan.
Persamaan : Kedua penelitian membahas tentang budaya orgaisasi.
Perbedaan : Metode penelitian yang digunakan dimana Irawati menggunakan
metode kuantitatif sedang penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta
penelitian Irawati menggunakan teori Kotter, Hessket dan Swanson sedangkan
penelitian ini menggunakan teori Etikariena & Muluk.
3 Permana J, Transformasi Menemukan bahwa budaya kerja
2009 Budaya Kerja mind-sets pegawai yang optimistik
Pegawai untuk orientasi mutu, adanya
Pemerintah (Studi wacana perubahan struktur
Interpretatif organisasi yang tinggi,
mengenai Strategi profesionalitas yang minimal,
Komunikasi motivasi kerja bukan sekedar
Organisasi Untuk melaksanakan perintah tetapi
Meningkatkan kesadaran mencari nafkah dan
Budaya Kerja berniat beribadah serta masih
Pegawai Pada ditemukannya budaya yang kurang
kantor Dinas kondusif seperti nilai yang terlalu
Pendidikan di Kotaformalistik, birokratik-hirarkhis,
Cimahi) kepatuhan semu dan orientasi pada
prestise.
Persamaan : Membahas tentang budaya organisasi
Perbedaan : Johar Permana mengkaji budaya dengan pendekatan komunikasi
sedangkan penelitian ini akan mengkaji faktor internal yang mendukung budaya
organisasi dan faktor eskternal yang mempengaruhi budaya organisasi dengan

11
pendekatan perilaku kerja inovatif.
4 Utami RP, Budaya Organisasi Penelitian ini bertujuan untuk
2013 mandapatkan gambaran mengenai
Rumah Sakit
budaya organisasi dalam Rumah
Universitas
Sakit Universitas Airlangga yang
Airlangga dapat mendukung efektivitas di
masa mendatang. Penelitian ini
dilatar belakangi oleh adanya
kebutuhan baik internal maupun
ekternal bagi suatu perusahaan untuk
mampu bersaing dan memiliki
kinerja yang baik. Metode
penggalian data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
wawancara untuk memperoleh
gambaran nilai-nilai apa saja yang
dapat dikembangkan dalam budaya
organisasi yang telah ditentukan
sebelumnya.
Persamaan : Fokus budaya organisasi
Perbedaan : Penelitian terdahulu dilatar belakangi oleh keinginan yang kuat
untuk membangun budaya organisasi lewat perilaku inovatif sedangkan
penelitian sekarang dilatarbelakangi oleh peran perempuan dalam budaya
organisasi.
5 Rahmenda T, Budaya Organisasi Menggunakan metode kualitatif.
2014 PT. Tujuan penelitian ini untuk
Telekomunikasi mengeksplorasi nilai-nilai yang
Indonesia, Tbk
terkandung dalam rumusan budaya
organisasi dari kepemimpinan
sebelumnya yang masih melekat
serta nilai-nilai yang masih relevan
dengan kondisi lingkungan
perusahaan saat ini. Analisis data
yang digunakan adalah model
analisis teknik konvensional dimana
hasilnya adalah terdapat beberapa
nilai yang tidak berubah yakni
kekeluargaan yang tinggi dan
budaya inovasi.
Persamaan : Kedua penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif.

12
Perbedaan : Penelitian terdahulu mengkaji budaya organisasi dengan tujuan
untuk mengeksplorasi nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan budaya
organisasi dari kepemimpinan sebelumnya sedangkan penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji faktor internal yang mendukung budaya organisasi dan faktor
eskternal yang mempengaruhi budaya organisasi dengan pendekatan perilaku
kerja inovatif

Berdasarkan penelitian – penelitian terdahulu yang dijelaskan diatas,

menunjukkan bahwa budaya organisasi memang penting bagi organisasi dan akan

selalu menarik untuk diteliti sebagai upaya pengembangan serta penguatan nilai-

nilai budaya dalam mencapai tujuan organisasi.

B. Konsep Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi pada saat ini semakin berkembang sejalan dengan

meningkatnya dinamika iklim dalam organisasi. Oleh sebab itu konsep budaya

organisasi dikembangkan dengan berbagai macam versi mengingat budaya

merupakan bagian dari disiplin ilmu tropology dan sosiologi sesuai dengan makna

budaya yang mengandung konotasi kebangsaan ditambahkan lagi implikasinya

begitu luas sehingga dapat dilihat dari beragam sudut pandang. Keberadaan budaya

di dalam organisasi atau disebut dengan budaya organisasi tidak bisa dilihat oleh

mata, tapi bisa dirasakan. Budaya organisasi itu bisa dirasakan keberadaannya melalui

perilaku anggota pegawai di dalam organisasi itu sendiri. Kebudayaan tersebut

memberikan pola, cara-cara berfikir, merasa menanggapi dan menuntun para anggota

dalam organisasi. Oleh karena itu, budaya organisasi dapat membuat efektif atau

tidaknya suatu organisasi.

Dalam rangka mewujudkan budaya organisasi yang cocok diterapkan pada

sebuah organisasi, maka diperlukan adanya dukungan dan partisipasi dari semua

13
anggota yang ada dalam lingkup organisasi tersebut. Para karyawan membentuk

persepsi keseluruhan berdasarkan karakteristik budaya organisasi yang antara lain

meliputi inovasi, kemantapan, kepedulian, orientasi hasil, perilaku pemimpin dan

orientasi tim, karakteristik tersebut terdapat dalam sebuah organisasi atau perusahaan

mereka. Persepsi karyawan mengenai kenyataan terhadap budaya organisasinya

menjadi dasar karyawan berperilaku.

Wibowo (2010), mengatakan bahwa budaya terdiri dari mental program

secara bersama yang mensyaratkan respon individual pada lingkungannya. Schein

(dalam Wibowo, 2010) menjelaskan juga bahwa budaya organisasi menjadi suatu

filosofi yang mendasari kebijakan organisasi antara lain aturan main untuk

bergaul dan perasaan atau iklim yang dibawa oleh persiapan fisik organisasi.

Budaya organisasi merupakan suatu kajian yang pada saat ini dirasakan

semakin penting keberadaannya yang perlu untuk ditelaah serta dikembangkan

terhadap semua jenis organisasi. Budaya organisasi pada hakikatnya merupakan

nilai-nilai organisasi yang berperan sebagai landasan untuk bersikap, berperilaku

dan bertindak bagi semua anggota dalam organisasi (Tan, 2002). Nilai organisasi

merupakan jembatan atau intermediary antara asumsi dasar dengan artefak

(Sobirin, 2009). Menurut Moelyono (2004) organisasi merupakan sistem nilai

yang diyakini oleh seluruh anggota organisasi yang di pelajari, diterapkan serta

dikembangkan secara berkesinambungan yang berfungsi sebagai perekat dan

dijadikan acuan dalam berperilaku.

Memahami budaya suatu organisasi tidaklah mudah, sebab nilai - nilai yang

dianut dalam organisasi tidak langsung dapat diamati. Seperti yang dikemukakan

oleh Greenberg dan Baron, (2003) budaya organisasi sebagai kerangka kerja

kognitif yang terdiri dari sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan harapan yang

14
diterima bersama oleh anggota organisasi. Pendapat senada disampaikan oleh Tan

(2002) bahwa budaya organisasi adalah cara orang berperilaku dalam organisasi

dan ini merupakan satu set norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, nilai-nilai

inti, dan pola perilaku bersama dalam organisasi. Organisasi sebagai organisme

pada dasarnya memiliki kepribadian yang oleh Robbins (1999), disebut sebagai

budaya organisasi. Dalam melakukan seluruh aktivitas yang dituangkan dalam

program, seperti yang dikemukakan oleh Ndraha (2005) bahwa setiap program

memerlukan budaya organisasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa akar setiap budaya

organisasi adalah serangkaian karakteristik inti yang dihargai secara kolektif oleh

anggota organisasi.

Budaya organisasi mengacu pada norma perilaku, asumsi, dan keyakinan

(belief) dari suatu organisasi, sementara iklim organisasi mengacu pada persepsi

orang-orang dalam organisasi yang merefleksikan norma-norma, asumsi-asumsi

keyakinan itu (Owens, 1991). Creemers dan Reynolds (1993) menyatakan bahwa

“organizational culture is a pattern of beliefs andexpectation shared by the

organization’s members.” Sonhadji (1991) menyatakan bahwa budaya organisasi

adalah proses sosialisasi anggota organisasi untuk mengembangkan persepsi,

nilai, dan keyakinan terhadap organisasi. Greenberg dan Baron (1995)

menekankan budaya organisasi sebagai kerangka kognitif yang berisi sikap, nilai,

norma perilaku, dan ekspektasi yang dimiliki oleh anggota organisasi. Budaya

organisasi mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos. Akhirnya,

Creemers dan Reynolds (1993) menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah

keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiiki oleh anggota di

dalam organisasi.

15
Keberadaan budaya di dalam organisasi atau disebut dengan budaya

organisasi tidak bisa dilihat oleh mata, tapi bisa dirasakan. Budaya organisasi itu

bisa dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota karyawan di dalam

organisasi itu sendiri. Kebudayaan tersebut memberikan pola, cara-cara berfikir,

merasa menanggapi dan menuntun para anggota dalam organisasi. Oleh karena

itu, budaya organisasi akan berpengaruh juga terhadap efektif atau tidaknya suatu

organisasi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan budaya

organisasi. Gibson memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan

oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan-tujuan organisasional dan

individual (dalam Sutrisno (2010:28). Pendapat lain yang secara rinci

mengemukakan tentang upaya menyebarkan budaya organisasi dikemukakan oleh

Greenberg dan Baron (2003:523) tentang cara-cara yang dapat ditempuh dalam

menyebarkan atau mensosialisasikan budaya organisasi yaitu :

1. Simbol, yaitu suatu objek yang dapat mengatakan lebih banyak daripada

apa yang terlihat oleh mata. Merupakan objek material yang memberikan

arti lebih luas melebihi kandungan intrinsiknya.

2. Slogan, merupakan ungkapan yang menagkap budaya organisasi. Slogan

juga mengkomunikasikan aspek penting dari budaya baik kepada

masyarakat umum maupun pekerja dalam organisasi sendiri.

3. Cerita, disampaikan secara formal maupun informal dan menggambarkan

aspek kunci budaya organisasi dan dengan memberitahu mereka dapat

memperkenalkan secara efektif atau menegaskan kembali tentang nilai-

nilai kepada pekerja

16
4. Jargon, bahasa khusus yang mendefinisikan budaya. Bahkan tanpa

memberikan cerita, bahasa sehari-hari yang dipergunakan dalam

perusahaan membantu melanjutkan budaya

5. Upacara, kejadian khusus yang memperingati nilai-nilai korporasi.

Upacara dapat dilihat sebagai perayaan nilai-nilai dasar dan asumsi

organisasi.

Melakukan sosialisasi budaya tidak terlepas dari komunikasi, baik

komunikasi formal maupun komunikasi informal, keduanya dipakai dalam

organisasi secara bergantian seperti yang dikemukakan oleh, Purwanto, (2011:51-

53) bahwa, “Komunikasi formal biasanya didasarkan pada bagan organisasi

formal yang menggambarkan bagaimana informasi disampaikan dari satu bagian

kepada bagian yang lainnya, meskipun sangat penting, namun terkadang bisa

menjengkelkan dan membuat „frustasi‟ sehingga dalam praktek garis-garis dan

kotak-kotak yang tergambar pada struktur organisasi tidak mampu mencegah

orang-orang dalam suatu organisasi untuk saling berkomunikasi, saling

menyampaikan informasi atau bertukar informasi, yang disebut sebagai jaringan

komunikasi yang informal. Dalam komunikasi informal orang-orang dalam

organisasi tanpa mempedulikan jenjang hierarki, pangkat, kedudukan, dan jabatan

dapat berkomunikasi secara luas.

Pendapat senada dikemukakan oleh Sutrisno, (2010:41), tempat kerja

merupakan suatu komunitas sosial yang memfokuskan pada peran dari

komunikasi, sehingga selanjutnya aktivitas kerja dapat dioptimalkan. Artinya

bahwa dalam melakukan berbagai kegiatan di tempat kerja, peran komunikasi

sangat penting. Schein (1992:17-31), berpendapat agar dapat mengenal budaya

17
suatu organisasi dapat dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji lapisan

budaya. Lapisan budaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut,

1. Artefak sebagai lapisan pertama merupakan dimensi yang paling terlihat

dalam budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial

organisasi. Orang yang memasuki organisasi tersebut dapat melihat

dengan jelas bentuk bangunan, teknologi, bahasa yang digunakan sehari-

hari, bahasa tulis, produk seni dan perilaku anggota organisasi. Anggota

organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya organisai

mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan jelas.

Artefak dapat diobservasi secara mudah namun sulit memahami apa yang

dimaksud dengan artefak dan bagaimana artefak tersebut berhubungan

dengan pola paling dalam dari budaya organisasi. Orang luar yang ingin

mengkaji atau meneliti budaya organisasi dan ingin memahaminya maka

dapat dilakukan dengan menganalisis nilai sentral yang ada dalam

organisasi tersebut.Bentuk pengejawantahan nilai-nilai organisasi akan

tampak pada artefaknya. Seperti yang dikemukakan oleh Lehman,

Himstreet dan Baty (dalam Purwanto, 2011:69), bahwa komponen budaya

terbangun oleh beberapa komponen utamanya, yaitu nilai-nilai (baik-

buruk, diterima atau ditolak), norma-norma (tertulis dan tidak tertulis),

simbol-simbol, (warna logo suatu perusahaan atau organisasi, bahasa dan

pengetahuan).

2. Nilai lapisan kedua merupakan pembelajaran organisasi dengan

mereflesikkan nilai-nilai anggota organisasi. Perasaan mereka mengenai

apa yang seharusnya ada dengan kenyataannya. Jika anggota organisasi

18
mengahadapi masalah atau tugas baru maka solusinya adalah nilai-nilai

yang ada. Values atau nilai-nilai budaya organisasi sebagai lapisan atau

unsur budaya organisasi bahkan disebut sebagai filosofis, sebagai nilai-

nilai mendasar dan menjadi penjelas perilaku individu dan mewarnai

praktek keorganisasian.

3. Asumsi dasar yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota

organisasi dan dianggap benar berdasarkan pengalaman bahwa solusi yang

diberikan pimpinan telah berkali-kali ternyata benar. Budaya, menetapkan

cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Asumsi dasar ini merupakan

bagian budaya yang paling utama. Asumsi dasar menjadi jaminan (taken

for granted) bahwa seseorang menemukan variasi kecil dalam unit budaya.

Dalam asumsi dasar terdapat petunjuk-petunjuk yang harus dipatuhi

anggota organisasi menyangkut perilaku nyata, termasuk menjelaskan

kepada anggota kelompok bagaimana merasakan, memikirkan segala

sesuatu. Dalam hal ini yang masuk asumsi dasar adalah hubungan dengan

lingkungan, hakikat mengenai kenyataan, waktu dan ruang, hakikat

mengenai sifat manusia, hakikat aktivitas manusia dan hakikat hubungan

manusia.

Budaya organisasi menurut Robbins (1999:77) merupakan suatu persepsi

umum yang dipegang oleh anggota organisasi, suatu sistem tentang keberartian

bersama. Menurut Mangkunegara (2009:214) menyatakan bahwa budaya

organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma

yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi

anggota-anggota untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal.

19
Dari beberapa definisi tentang budaya organisasi yang telah dijelaskan

diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa organisasi adalah suatu wadah yang

disusun dengan pedoman-pedoman yang dibuat bersama untuk dapat mengatur

tingkah, sikap dan perilaku anggota yang berada di dalam organisasi.

2. Elemen Budaya Organisasi

Menurut Denison dalam Mangkunegara (2009:115) elemen budaya

organisasi, antara lain: nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan

praktek-praktek manajemen serta perilaku. Serta Schein dalam Mangkunegara

(2009:15) yaitu: pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir

dan merasakan, dan artefak. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak

elemen budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi

terdiri dari dua elemen pokok, yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen

yang bersifat perilaku:

a. Elemen Idealistik

Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil

melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai -

nilai individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi pedoman

untuk menentukan arah tujuan menjalankan kehidupan sehari - hari

organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal dalam

bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar

ideologi organisasi tetap lestari. Sedangkan menurut Schein dalam

Mangkungara (2009), elemen idealistik tidak hanya terdiri dari nilai - nilai

organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni asumsi

20
dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran,

asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya.

b. Elemen Behavioural

Elemen behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan

dalam bentuk perilaku sehari - sehari para anggotanya, logo atau jargon,

cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa

dipahami oleh orang luar organisasi dan bentuk - bentuk lain seperti desain

dan arsitektur instansi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering

dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen

ini mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya

kadang - kadang tidak sama dengan interpretasi orang - orang yang terlibat

langsung dalam organisasi.

3. Komponen-Komponen Budaya Organisasi

Karakteristik budaya organisasi Abizar (1998) yang mengutip pandangan

Deal dan Kennedy mengemukakan atribut kunci budaya organisasi berikut:

a) Nilai-nilai, yaitu keyakinan milik bersama dan filsafat anggotanya

b) Pahlawan organisasi keteladanan, yaitu anggota organisasi yang

mempunyai kepribadian terbaik dan memiliki nilai yang kuat tentang

budaya organisasi

c) Ritual, yaitu upacara simbolis untuk merayakan dan memperkuat

interpretasi nlai-nilai organisasi

d) Jaringan komunikasi budaya, yaitu saluran inetraksi yang digunakan untuk

memperkenalkan anggota terhadap budaya organisasi.

21
Greenberg dan Baron (1995) mengemukakan empat ciri budaya organisasi,

yaitu: kualitas, tanggung jawab, kebersamaan, efisisensi, dan kebebasan. Robbins

(1991) mengemukakan tujuh karakteristik budaya organisasi, yaitu:

a) Otonomi individu, yaitu kadar kebebasan, tanggung jawab, dan

kesempatan individu berinisiatif dalam organisasi

b) Struktur, yaitu kadar peraturan dan ketetapan yang digunakan untuk

mengontrol perilaku pegawai

c) Dukungan, yaitu kadar bantuan dan keramahan manajer kepada pegawai

d) Identitas, yaitu kadar kenalnya anggota terhadap organsasi secara

keseluruhan, terutama informasi kelompok kerja dan keahlian

profesionalnya

e) Hadiah performansi, yaitu kadar alokasi hadiah yang didasarkan pada

kriteria performansi pegawai

f) Toleransi konflik, yaitu kadar konflik dalam hubungan antar-sejawat dan

kemauan untuk jujur dan terbuka terhadap perbedaan

g) Toleransi risiko, yaitu kadar dorongan terhadap pegawai untuk agresif,

inovatif, dan berani menanggung risiko.

DeRoche (1987) mengemukakan empat ciri budaya organisasi yang efektif

yaitu struktur dan perintah, dukungan bagi interaksi sosial, dukungan bagi

kegiatan-kegiatan intelektual atau belajar, dan komitmen yang kuat terhadap misi

dan visi organisasi. Schein (1996) merumuskan budaya sebagai susunan makna

bersama, asumsi implisit yang diterima apa adanya yang dipegang oleh suatu

kelompok dan menentukan bagaimana mereka berpersepsi, berpikir, dan bereaksi

mengenai berbagai hal dalam lingkungannya.

22
Mercer (dalam Dessler, 1996) merumuskan budaya organisasi sebagai suatu

ekspresi kombinasi pengaruh dari keyakinan dasar organisasi, nilai-nilai, harapan

dan pola tindakan tertentu. Menurut Goldstein (1997) budaya organisasi adalah

totalitas pola perilaku dan karakteristik pemikiran dari karyawan suatu organisasi,

keyakinan, pelayanan, perilaku dan tindakan karyawan. Termasuk perilaku

kepemimpinan (Egan, 1994). Salah satu elemen budaya organisasi adalah kinerja

karyawan yang menonjol dianggap penting dalam organisasi tersebut (Simmons,

1996).

Schein (1991) mengatakan bahwa, budaya organisasi adalah suatu pola

asumsi dasar, diciptakan, diketahui, atau dikembangkan oleh suatu kelompok

untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga

dianggap perlu diajarkan kepada para anggota baru sebagai cara yang benar dalam

memandang, berpikir, berperasaan mengenai masalah yang dihadapinya. Budaya

organisasi mengacu pada pandangan hidup dalam suatu organisasi (Hatch, 1997).

Untuk menjelaskan suatu mekanisme yang mengintegrasikan individu dalam

suatu organisasi, Ouchi dan Price (1978) menggunakan istilah filsafat organisasi

yang sama dengan budaya organisasi. Griffin dan Ebert (dalam Nimran 1997)

menyebutkan budaya organisasi sebagai pengalaman, sejarah, keyakinan, norma-

norma bersama yang menjadi ciri organisasi.

Dari semua definisi di atas, satu yang dikenal secara umum dapat ditetapkan

bahwa budaya berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap, dan keyakinan

(Nicholson, 1997). Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu organisasi adalah

sikap, keyakinan, kebiasaan, dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi

mulai dari pucuk pimpinan sampai ke front lines (Jsechter et al. 1998), sehingga

23
tidak ada aktivitas manajemen yang dapat melepaskan diri dari budaya (Hofstede,

1984).

Menurut Sashkin dan Kiser (1993), komponen budaya organisasi

dititikberatkan pada nilai dan keyakinan sebagai bentuk penyesuaian diri yang

bergantung pada indikator :

1) Perubahan, yang menonjolkan pada situasi instansi atau perusahaan yang

menjadi lebih baik dengan koordinai dari budaya organisasi yang tersedia.

2) Pencapaian tujuan, menjalankan arahan sebagai suatu tugas dan panduan

untuk menjalankan tujuan yang telah ditetapkan.

3) Koordinasi kegiatan, hubungan kerjasama antar masing – masing anggota

atau pegawai di instansi atau perusahaan dalam menjalakan tugas dan

fungsi yang dibina secara baik.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi bergantung pada nilai-nilai dan keyakinan sebagai bentuk keteladanan,

tanggung jawab, kebersamaan/intimasi, otonomi individu, tata aturan/norma,

dukungan, identitas, hadiah performansi, toleransi konflik, toleransi risiko, dan

upacara simbolik.

Penelitian ini menggunakan komponen budaya organisasi menurut Sashkin

dan Kiser dikarenakan budaya organisi pegawai perempuan di Disnakertrans lebih

menonjolkan tentang perubahan kerja yang dilakukan sesuai dengan visi dan misi

intansi yang mengutamakan koordinasi pekerjaan berdasarkan tugas dan fungsi

masing – masing pegawai dalam hal ini pegawai perempuan.

24
4. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Priansadan Garnida (2013) berpendapat bahwa budaya organisasi

merupakan sistem nilai yang dikembangkan dan berlaku dalam suatu organisasi,

yang menjadikan ciri khas sebagai sebuah organisasi. Sebagai sarana untuk

mempersatukan kegiatan para anggota organisasi, budaya organisasi memiliki

karakteristik sebagai berikut inisiatif individual, toleransi terhadap tindakan

resiko, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem

imbalan, toleransi, dan pola komunikasi (Tika, 2006:10). Karakteristik budaya

organisasi ini menjadikan organisasi berfokus kepada hasil bukan hanya pada

proses, lalu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada

individu di dalam organisasi itu. Budaya organisasi ini juga mengenai sejauh

mana karyawan mencermati pekerjaan lebih presisi dan memfokuskan pada hal -

hal yang rinci. Dikutip dalam jurnal Enno Aldea Amanda, Satrijo Budiwibowo,

dan Nik Amah (2017). Menurut Robbins dan Judge (2012:512) memberikan tujuh

karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

2) Inovasi dan Keberanian Mengambil Resiko (Innovation and Risk Taking),

yaitu sejauh mana para anggota organisasi didorong untuk bersikap

inovatif dan berani mengambil resiko.

3) Perhatian Terhadap Detail (Attention To Detail), yaitu sejauh mana

anggota organisasi diharapkan untuk memperlihatkan kecermatan, analisis

dan perhatian terhadap detail.

4) Berorientasi Pada Hasil (Outcome Orientation), yaitu sejauh mana

manajemen berfokus kepada hasil dibandingkan dengan perhatian terhadap

proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.

25
5) Berorientasi Kepada Manusia (People Orientation), yaitu sejauh mana

keputusan yang dibuat oleh manajemen memperhitungkan efek terhadap

anggota - anggota organisasi.

6) Berorientasi Kepada Kelompok (Team Orientation), yaitu sejauh mana

pekerjaan secara kelompok lebih ditekankan dibandingkan dengan

pekerjaan secara individu.

7) Agresivitas (Aggressiveness), yaitu sejauh mana anggota - anggota

organisasi berperilaku secara agresif dan kompetitif dibandingkan dengan

berperilaku secara tenang.

8) Stabilitas (Stability), yaitu sejauh mana organisasi menekankan status

sebagai kontras dari pertumbuhan.

5. Tingkatan Budaya Organisasi


Menurut Schein dalam Panbundu (2012:22) membagi budaya organisasi

kedalam beberapa level atau tingkatan, yaitu :

a. Artifak (Artifact)

Tingkat pertama budaya organisasi yang tampak (visible) atau permukaan

(Surface). Tingkatan atau level ini merupakan dimensi yang dapat dilihat,

didengar, dirasakan ketika seseorang memasuki suatu organisasi dengan

budaya yang kurang dikenal (Unfamiliar) seperti produk, sejarah

organisasi, arsitektur, bahasa, teknologi, mitos, cerita, ritual, dan cara

berpakaian.

b. Nilai - Nilai (Espoused Values)

Tingkat kedua budaya organisasi yang tidak tampak (Invisible) yaitu nilai

nilai yang diekspresikan oleh atasan dan rekan-rekan kerja seperti. Tingkat

atau level budaya ini dapat terlihat setiap penentuan tujuan organisasi, dan

26
cara-cara penyelesaian sehubung dengan permasalahan internal dan

eksternal dalam organisasi.

c. Asumsi Dasar (Basic Underlying Assumptions)

Tingkat yang paling mendalam yang mendasari nilai - nilai, yaitu

keyakinan (Beliefs), yang terdiri dari berbagai asumsi dasar. Asumsi dasar

mencakup hubungan dengan lingkungan, hakikat mengenai sifat manusia,

hakikat mengenai aktivitas manusia dan hakikat mengenai hubungan

manusia. Sedangkan menurut Sopiah (2008) asumsi dasar menunjukan apa

yang diyakini oleh anggota sebagai suatu kenyataan dan mempengaruhi

apa yang mereka alami, apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka

rasakan.

6. Fungsi Budaya Organisasi


Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul “Organizational Behavior”

(2011:512), fungsi utama dari budaya organisasi adalah:

a. Budaya organisasi berfungsi sebagai pembeda yang jelas terhadap satu

organisasi dengan organisasi yang lain.

b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi.

c. Budaya organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang

lebih luas daripada kepentingan individual seseorang.

d. Budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu

mempersatukan organisasi dengan membentuk sikap serta perilaku

karyawan.

e. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan

kendali yang membentuk sikap serta perilaku karyawan.

27
Sedangkan menurut Panbundu (2012:14) budaya organisasi sebuah

perusahaan memiliki beberapa fungsi, yaitu :

a. Budaya organisasi sebagai pembeda suatu organisasi terhadap lingkungan

kerja organisasi maupun kelompok lainnya. Budaya organisasi

menciptakan suatu identitas atau ciri yang membedakan satu perusahaan

dengan perusahaan lainnya.

b. Sebagai perekat karyawan dimana budaya organisasi akan membentuk

Sense Of Belonging dan rasa kesetiaan atau loyalitas terhadap sesama

karyawan. Pemahaman yang baik akan kebudayaan organisasi akan

membuat karyawan lebih dekat karena persamaan visi, misi, dan tujuan

bersama yang akan dicapai.

c. Budaya organisasi berfungsi sebagai alat untuk mempromosikan sistem

sosial didalam lingkungan kerja yang positif dan kondusif, dari konflik

serta perubahan dilakukan dengan efektif.

d. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme kontrol. Budaya

organisasi mengendalikan dan mengarahkan karyawan ke arah yang sama

untuk mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan. Seluruh kegiatan di

perusahaan akan berjalan apabila perusahaan mampu mengendalikan dan

mengatur karyawan atau pekerjanya dengan efektif dan efesien.

e. Sebagai integrator atau alat pemersatu sub-budaya dalam organisasi dan

perbedaan latar belakang budaya karyawan.

f. Budaya organisasi membentuk perilaku karyawan. Tujuan dari fungsi ini,

agar karyawan memahami cara untuk mencapai tujuan organisasi sehingga

karyawan akan bekerja lebih terarah.

28
g. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai sarana atau cara untuk

memecahkan masalah perusahaan seperti adaptasi lingkungan.

h. Budaya organisasi berfungsi sebagai acuan dalam menyusun perencanaan

seperti perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, dan penentuan

positioning.

i. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota

perusahaan atau organisasi, misalnya antara karyawan dengan pimpinan

dan sesama anggota perusahaan.

j. Penghambat inovasi, budaya organisasi tidak selalu memberikan unsur

positif bagi perusahaan.

Menurut Panbundu (2012:16) mengatakan bahwa budaya organisasi dapat

berfungsi sebagai penghambat inovasi apabila perusahaan tidak mampu mengatasi

masalah yang berkaitan dengan lingkungan eksternal dan integrasi internal,

perubahan - perubahan yang terjadi di lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi

oleh pimpinan organisasi, dan pemimpin yang masih berorientasi pada masa lalu.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli penulis menarik kesimpulan

bahwa budaya organisasi berfungsi untuk memberikan batas-batas untuk

menjelaskan tentang peran yang dapat menunjukkan perbedaan secara jelas antar

organisasi serta dapat memberikan identitas pada perorangan dengan

menunjukkan sistem sosial yang stabil serta mampu membentuk cara pikir serta

cara berperilaku masing–masing anggota dalam organisasi.

7. Aspek – Aspek Budaya Organisasi

Aspek – aspek budaya organisasi menurut Tan (2000:20) terdiri dari:

29
a. Inisiatif individu, yang menunjukkan tingkat tanggungjawab, kebebasan

dan ketidak tergantungan yang dimiliki individu.

b. Toleransi terhadap risiko yaitu suatu keadaan dimana anggota organisasi

didorong untuk mengambil risiko serta menjadi agresif dan inovatif.

c. Arah, dimana kemampuan organisasi menciptakan sasaran yang jelas dan

menetapkan harapan kerja.

d. Integrasi, merupakan suatu tingkatan dimana organisasi di dorong untuk

bekerja dengan cara terkoordinasi.

e. Dukungan manajemen, yaitu pimpinan organisasi menyediakan

komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan kepada anggotanya.

f. Pengawasan, yang menyangkut aturan dan ketentuan serta pengawasan

langsung yang dipakai untuk melihat dan mengawasi perilaku anggota.

g. Identitas, merupakan tingkatan dimana anggota mengidentifikasi dengan

organisasi secara keseluruhan dari pada dengan kelompok kerja tertentu

atau bidang keahlian professional tertentu

Budaya organisasi tidak terlepas dari suatu perilaku kerja inovatif dan

motivasi kerja sebagai bentuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan dijadikan

sebagai kepuasan kerja. Inovasi perilaku merupakan suatu gambaran kemampuan

secara individu yang melakukan perubahan cara kerja dengan mengadopsi suatu

prosedur, praktek serta teknik kerja yang baru sebagai suatu inovasi dalam

menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Gaynor (2002:57) menjelaskan bahwa

perilaku inovatif merupakan suatu tindakan dalam menciptakan dan mengadopsi

pemikiran atau ide-ide baru yang bertujuan untuk menyeesaikan pekerjaan.

Organisasi juga harus menyadari bahwa iklim yang mendukung aktifitas individu

30
dapat mendorong untuk berinovasi. Ada 3 (tiga) fase dalam melakukan proses

inovasi yaitu: 1. Generating ideas, keterlibatan individu dan tim dalam

menghasilkan ide untuk memperbaiki produk, proses dan layanan yang ada dan

menciptakan sesuatu yang baru. 2. Harvesting ideas, melibatkan sekumpulan

orang untuk mengumpulkan ide-ide yang telah ada dan melakukan evaluasi

terhadap ide-ide tersebut. 3. Developing and implementing idea, mengembangkan

ide-ide yang telah terkumpul dan selanjutnya mengimplementasikan ide-ide

tersebut.

8. Komitmen Budaya Organisasi

Hasil pekerjaan merupakan bagian dari komitmen organisasi untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal tersebut merupakan bagian dari

perilaku dan motivasi kerja. Individu yang memiliki motivasi kerja tentunya akan

selalu memiliki inovasi-inovasi yang dapat membantu dalam menyelesaikan

pekerjaan. Perilaku inovatif dan motivasi kerja menurut Etikariena dan Muluk

(2014) terdiri dari faktor internal dan eksternal, yaitu:

a. Faktor Internal

1. Tipe Kepribadian. Menurut Janssen, Van den Ven dan West, orang

yang memiliki tipe kepribadian adalah orang yang mampu dan berani

mengambil resiko terhadap perilaku inovatif yang dibuat.

2. Gaya individu dalam memecahkan masalah, pegawai yang memiliki

gaya pemecahan masalah yang intuitif dapat menghasilkan ide-ide

sehingga menghasilkan solusi yang baru.

b. Faktor Eksternal

31
1. Kepemimpinan, banyak bawahan yang kurang menjaga hubungannya

dengan pemimpinnya, hal tersebut dapat membuat perilaku inovatif

seseorang tidak terlihat, namun karyawan yang memiliki hubungan

yang baik dengan pemimpinnya cenderung memunculkan perilaku

inovatif. Harapan yang tinggi dari pimpinan agar karyawannya

menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku

inovatif pada karyawan. (Scott & Bruce, dalam Ratnasari Deasi, 2013).

2. Dukungan untuk berinovasi, dukungan dari orang-orang disekitar

individu sangat membantu bagi pegawai tersebut dalam menciptakan

suatu perilaku inovatif, bukan hanya itu dukungan dari orang dalam

organisasi tersebut juga bisa memunculkan perilaku inovatif bagi

pegawai tersebut . (Scott & Bruce, dalam Ratnasari Deasi, 2013).

3. Tuntutan dalam pekerjaan, tuntutan ini cenderung meningkatkan

semangat para pegawainnya untuk berperilaku inovatif. Salah satu hal

yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi

adalah perilaku inovatif. Etikariena & Muluk,(2014).

4. Iklim psikologis, iklim psikologis menunjukkan bagaimana lingkungan

organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh pegawai.

Etikariena & Muluk,( 2014).

9. Terbentuknya Budaya Organisasi

Budaya organisasi tidak muncul begitu saja, akan tetapi bila sudah muncul

maka budaya tersebut sukar untuk dipadamkan, artinya akan melekat dalam

organisasi tersebut. Kebiasaan, tradisi, dan cara-cara umum yang dilakukan

sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang diperoleh dengan usaha keras tersebut.

32
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa budaya organisasi menyangkut masalah nilai

yang dipahami dan dianut bersama dalam suatu organisasi. Nilai-nilai tersebut

bisa terbentuk melalui beberapa cara, di antaranya pimpinan (kepemimpinan),

pendiri/pemilik, dan interaksi antar individu dalam organisasi.

Seorang pemimpin dengan gaya dan perilakunya bisa menciptakan nilai-

nilai, aturan-aturan kerja yang dipahami dan disepakati bersama, serta mampu

mempengaruhi atau mengatur perilaku individu-individu di dalamnya, sehingga

nilai-nilai tersebut menjadi sebuah perilaku panutan bersama, yaitu yang disebut

dengan budaya organisasi. Sedangkan pendiri atau pemilik organisasi tentunya

mempunyai misi dan tujuan dalam mendirikan organisasi, untuk merealisasikan

misi dan tujuan tersebut mereka membuat suatu aturan-aturan yang ditujukan

dengan perilaku sehari-hari saat mengelola organisasi yang didirikannya, dimana

aturan dan perilaku tersebut akhirnya menjadi suatu nilai yang dianut bersama

secara kuat dan mengikat setiap individu yang ada di dalam organisasi. Nilai-nilai

yang dibentuk dan dikehendaki oleh pendiri tersebut biasanya diikuti oleh para

pengelola pada generasi berikutnya.

Budaya organisasi bisa juga terbentuk karena di dalam organisasi tersebut

terjadi interaksi (pergaulan) antara individu (anggota yang mempunyai latar

belakang budaya masyarakat yang berbeda). Dalam interaksi para individu akan

terjadi saling memahami, mempelajari, bahkan saling mempengaruhi perilaku

yang dibawa dari budaya masyarakat darimana mereka berasal. Apabila budaya

sudah terbentuk praktik-praktik di dalam organisasi bertindak untuk

mempertahankannya dengan memberikan kepada karyawan seperangkat

pengalaman yang serupa seperti adanya sumber daya manusia yang memperkuat

33
budaya organisasi tersebut seperti mempertahankan suatu budaya seperti praktik

seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi.

a. Seleksi, dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan

dipekerjakan sangat dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan

tentang seberapa baiknya kandidat akan cocok dengan organisasi akan

sangat berpengaruh terhadap upaya pelestarian budaya organisasi.

b. Manajemen puncak, melalui keteladanannya dalam berpeilaku dalam

menegakkan norma-norma yang ada akan menentukan tetap tegaknya

budaya yang telah disepakati.

c. Sosialisasi, yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada

budaya organisasi. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra

kedatangan, suatu kurun pembelajaran yang dilakukan sebelum karyawan

baru bergabung secara resmi dengan organisasi. Sosialisasi kemudian

dilakukan pada tahap perjumpaan, tahap di mana pegawai baru

menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi

kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Tahap

sosialisasi selanjutnya adalah tahap metamorfosis, suatu tahap dalam

proses sosialisasi di mana para pegawai baru menyesuaikan diri pada nilai

dan norma kelompok kerjanya.

Kesuksesan merupakan nilai budaya organisasi yang diharapkan menuju ke

arah visi dan misi organisasi tersebut. Maka dalam hal ini sangat diperlukan

sarana atau media untuk menyampaikan kepada kesuksesan tersebut. Sarana yang

dimaksud adalah adanya cerita, ritual, simbol-simbol material, dan bahasa seperti

jargon-jargon atau memakai kalimat-kalimat yang mencampuradukkan bahasa.

34
10. Cara Karyawan Mempelajari Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat ditransformasikan kepada para pegawai dengan

berbagai cara, di antaranya adalah:

a) Cerita. Pendongeng organisasi dalam hal ini kalangan eksekutif senior

menjelaskan warisan perusahaan dan menampilkan cerita sebagai wujud

yang telah melakukan sesuatu. Hal ini biasanya menceritakan tentang

sejarah dan perkembangan BMT dari tahun ke tahun.

b) Ritual. Setiap organisasi biasanya memiliki corak ritual sendiri-sendiri,

dan terkadang sudah mengakar serta menjadi bagian hidup suatu

organisasi. Kegiatan yang mengekspresikan serta meneguhkan nilai-nilai

utama organisasi seperti halnya kegiatan keagamaan yang sudah mengakar

dan menjadi suatu kebiasaan bagi anggota pegawai BMT.

c) Simbol/lambang materi. Seperti pakaian/seragam pegawai, tata letak

kantor, dan atribut fisik lainnya yang dapat diamati merupakan unsur

penting budaya organisasi.

d) Bahasa. Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi yang memakai

bahasa sebagai cara untuk mengidentifikasi budaya.

11. Nilai-Nilai Budaya Organisasi

1) Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat diidentifikasikan sebagai suatu proses pengaruh sosial

di mana pemimpin mengusahakan partisipasi sukarela dari para bawahan dalam

suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan harus ada di semua

tingkatan organisasi. Kepemimpinan bergantung pada sejuta hal-hal kecil yang

35
dilakukan dengan obsesi, konsistensi, dan kepedulian, tetapi sejuta hal-hal kecil

tersebut tidak berarti apa-apa jika tidak ada kepercayaan, visi, dan keyakinan

dasar. Ada beberapa definisi lain tentang kepemimpinan, di antaranya adalah:

a) Proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk

mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Indriyo Gitosudarmo, 1997).

b) Proses mempengaruhi perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku

seperti yang dikehendakinya (Nimran, 1999).

c) Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya

tujuan-tujuan (Robbins dan Coulter, 2004).

d) Proses memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan pengaruh pribadi

(Sukanto Reksohadiprojo dalam Djatmiko, 2002).

e) Kecakapan yang membuat orang lain mengikuti dan melakukan dengan

sukarela segala sesuatu yang dikehendaki (Lester R. Bittel dan John W.

Newstrom yang dikutip oleh LPPM, 1998).

f) Suatu perilaku seseorang yang mengarahlan aktivitas kelompok dalam

mencapai sasaran yang telah ditetapkan (Hemphil dan Coons yang dikutip

oleh LPPM, 1998).15

b. Teori-Teori Kepemimpinan

Teori ini menekankan hubungan antara pemimpin dengan kelompok dan

efek personalitas dan gaya kepemimpinan terhadap formasi kelompok yang sangat

relevan dengan pengertian bagaiman budaya terbentuk.

1) Teori sifat (traith teory)

36
Bahwa pemimpin (yang berhasil) memiliki sifat-sifat tertentu. Ralph

Stogdill (dalam Nimran ,1999) mengidentifikasi 6 klasifikasi sifat kepemimpinan,

yaitu:

a) Karakteristik fisik

b) Latar belakang sosial

c) Inteligensia

d) Kepribadian

e) Karakteristik hubungan tugas

f) Karakteristik sosial

2) Teori perilaku

Dalam aspek ini ada dua dimensi yang menonjol pada persepsi seorang

pemimpin, yaitu pertama, inisiatifnya dalam menentukan dan mengorganisasikan

struktur tugas yang harus dilaksanakan oleh anak buah. Di sini gaya yang

ditampilkannya adalah gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas. Kedua,

tingkat atensi, apresiasi dan dukungannya terhadap kesejahteraan anak buah. Di

sini gaya kepemimpinan berorientasi karyawan.

3) Teori berdasarkan ciri-ciri

Menurut Djatmiko (2002) teori berdasarkan ciri-ciri adalah teori

kepemimpinan yang sangat klasik yang masih tetap mendapat perhatian baik oleh

para pakar dan tokoh organisasi yang seyogyanya dimiliki setiap pemimpin. Ciri-

ciri tersebut di antaranya adalah:

a) Pengetahuan yang luas

b) Keterampilan berkomunikasi secara efektif

c) Keterampilan mendidik

37
d) Rasa tepat waktu

e) Keteladanan

f) Kesediaan menjadi pendengar yang baik

g) Fleksibilitas

h) Ketegasan

i) Orientasi masa depan

j) Sikap yang antisipatif

4) Teori kontingensi model Fiedler

Menurut teori atau model ini bahwa kinerja kelompok yang efektif

tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya interaksi pemimpin dengan

ank buah dan derajat sejauh mana sittuasi memberi kendali dan pengaruh kepada

pemimpin itu (Robbins dan Coulter, 2004). Menurut model ini ada tiga unsur

dalam situasi kerja yang akan membantu menentukan gaya kepemimpinan mana

yang paling efektif:

a) Hubungan pemimpin dengan anak buah

b) Struktur tugas

c) Kewibawaan posisi pimpinan

5) Teori alur-tujuan

Menurut Robbins dan Coulter (2004) teori ini dikembangkan oleh Robert

House yang merupakan sebuah model kepemimpinan situasional yang menyaring

unsur-unsur kunci dari teori pengharapan tentang motivasi. Menurut teori ini

bahwa tungkah laku seorang pemimpin itu dapat diterima bawahan sejauh mereka

menganggapnya sebagai sumber kepuasan, entah kepuasan langsung atau kepuasn

38
masa depan. Artinya, perilaku seorang pemimpin itu memotivasi sejauh bahwa

kelakuan itu:

a) Membuat pencapaian kebutuhan bawahan tergantung pada kinerja yang

efektif.

b) Memberi pelatihan, bimbingan, dukungan, dan imbalan-imbalan yang

perlu bagi kinerja efektif.

Maka menurut model ini perilaku/gaya kepemimpinan ada empat, yaitu:

a) Direktif/mengarahkan, memberi bimbingan.

b) Suportif/mendukung, bersikap bersahabat, perhatian terhadap kebutuhan

anak buah.

c) Partisipatif, berunding dan memakai saran-saran bawahan.

d) Berorientasi prestasi, mematok tujuan-tujuan yang menantang dan

berharap bawahan untuk bekerja keras.

6) Teori atribusi kepemimpinan

Teori ini oleh Robbins dan Coulter (2004) dikatakan bahwa kepemimpinan

itu sekedar sebuah keterangan yang dibuat orang mengenai individu-individu lain.

Dengan memakai kerangka kerja atribusi, para peneliti telah menemukan bahwa

orang cenderung mencirikan pemimpin itu memiliki karakteristik seperti

kecerdasan, kepribadian yang mudah bergaul, keterampilan verbal yang kuat,

agresif, penuh pengertian, dan rajin. Pemimpin yang efektif itu menurut teori

atribusi adalah seseorang yang konsisten, tegas dalam mengambil keputusan,

tekun, dan teguh hati. Tiga ciri yang mewarnai pemimpin tipe ini adalah rasa

keyakinan yang sangat tinggi, dominan (mendominasi), dan keyakinan yang kuat

akan pendapatnya.

39
7) Teori kepemimpinan karismatik

Teori ini merupakan perluasan dari teori atribusi. Teori ini oleh J.A. Conger

dan R.N. Kanungo yang dikutip oleh Robbins dan Coulter (2004) di mana

dikatakan bahwa para pengikut menemukan penjelasan tentang kemampuan

kepemimpinan-kepemimpinan yang luar biasa manakala mereka mengamati

perilaku tertentu. Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ada kaitan

yang mengesankan antara pemimpin yang karismatik dengan kinerja dan

kepuasan yang tinggi di antara pengikutnya.

Beberapa karakteristik kunci pemimpin karismatik menurut J.A. Conger dan

R.N. Kanungo yang dikutip oleh Robbins dan Coulter (2004) antara lain:

keyakinan diri, visioner, kemampuan dalam mengartikulasikan visi, keyakinan

yang kuat akan visi, perilaku yang lain dari yang biasa, penampilan sebagai agen,

dan kepekaan terhadap lingkungan.

8) Teori kepemimpinan visioner

Meski istilah visi itu sering dikaitkan dengan kepemimpinan karismatik,

kepemimpinan visioner melampaui karisma sepanjang mempunyai kemampuan

untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistik, layak

dipercaya, dan emnarik tentang masa depan sebuah organisasi atau unti organisasi

yang tumbuh dan memperbaiki situasi sekarang. Pemiimpin yang visioner

dikatakan oleh Sashkin mempunyai tiga sifat yang berkaitan dengan efektivitas

dalam peran-peran visioner mereka, yaitu kemampuan untuk menjelaskan visi itu

kepada orang lain, kemampuan untuk mengungkapkan visi itu bukan hanya secara

verbal melainkan juga melalui perilaku, kemampuan memperluas atau

menerapkan visi pada berbagai konteks kepemimpinan.

40
c. Peran Pemimpin

Menurut Burt Nanus yang dikutip Lembaga Pendidikan dan Pengembangan

Manajemen Jakarta (1998), seorang pemimpin diharapkan dapat berperan sebagai

berikut:

b) Pemberi arah

c) Agen perubahan

d) Pembicara

e) Pembina

Menurut Djanalis Djanaid (1996) peran/fungsi pemimpin adalah sebagai berikut:

a) Sebagai pengambil keputusan

b) Memotivasi anak buah

c) Sebagai sumber informasi

d) Menciptakan inspirasi

e) Menciptakan keadilan

f) Sebagai katalisator

g) Sebagai wakil organisasi

h) Menyelesaikan konflik

i) Memberi sugesti pada anak buah

2. Perilaku

a. Kepribadian

1) Pengertian Kepribadian

Kepribadian adalah keselurihan cara bagaimana individu bereaksi dan

berinteraksi dengan orang lain yang digambarkan dalam bentuk sifat-sifat yang

dapat diukur dan dilihatkan seseorang.

41
2) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang ada tiga, yaitu:

a) Keturunan, bahwa kepribadian seseorang dibentuk karena faktor orang tua.

b) Lingkungan, bahwa kepribadian seseorang banyak dipengaruhi leh

lingkungannya

c) Faktor yang lain adalah situasi. Artinya, kepribadian seseorang banyak

ditentukan oleh bawaan lahir, lingkungan yang relatif stabil, dan dapat

berubah jika kondisi/situasi tertentu berubah

b. Sikap

1) Pengertian Sikap

Sikap adalah pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak

tentang objek, orang, atau peritiwa. Sumber sikap ada tiga, yaitu orang tua, guru,

dan anggota kelompok/rekan kerja.

2) Tipikal sikap ada tiga, yaitu:

a) Kepuasan kerja, seseorang yang mempunyai tingkat kepuasan kerja yang

tinggi akan cenderung menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaan,

demikian sebalinya.

b) Keterlibatan kerja, sampai sejauh mana seseorang memihak pada

pekerjaannya, berpartisipasi aktif di dalamnya, serta menganggap

kinerjanya sangat penting bagi organisasi.

c) Komitmen pada organisasi, sampai tingkat mana seorang pegawai

memihak pada organisasinya, dan bertekad setia di dalamnya.

11. Tipologi Budaya

Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996), ada empat

tipe budaya organisasi :

42
a. Akademi

Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka

pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi

yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti,

dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.

b. Kelab

Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana

perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri

dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan

mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

c. Tim Bisbol

Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan

juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga

lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari

orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga

menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi

mereka yang sangat berprestasi.

d. Benteng

Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik.

Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi

dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki

suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

43
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Creswell (2016)

mengatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang

mengeksplorasi dan memahami makna di sejumlah individu atau kelompok orang

yang berasal dari suatu masalah sosial. Secara umum penelitian kualitatif

digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, konsep,

tingkah laku atau fenomena, masalah sosial dan lain-lain. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menemukan dan

memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala menjadi

suatu hal yang sulit untuk dipahami.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah

Provinsi Sulawesi Utara dengan jangka waktu penelitian dilaksanakan selama 2

bulan yang diawali dengan observasi yang dimulai dari bulan Mei 2021 sampai

dengan Juni 2021.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada indikator budaya organisasi menurut Sashkin

dan Kiser (1993) yang dititikberatkan pada nilai dan keyakinan yang saling

berkaitan erat dengan indikator fungsi organisasi yang terdiri dari:

1. Perubahan, dimana keadaan sekarang telah akan menuju ke sebuah keadaan

yang menjadi lebih baik dari sebelumnya dengan membangun kreatifitas

masing – masing individu.

44
2. Pencapaian tujuan, pelaksanaan visi dan misi organisasi sebagai pemandu

untuk merubah hal – hal yang berhubungan dengan instansi dalam hal ini

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara.

3. Koordinasi kegiatan, menjaga dan menyeimbangkan tim dengan cara

memastikan pembagian tugas yang tepat untuk tiap anggota dengan

memperhatikan tugas dapat dilakukan secara harmonis.

D. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, informan penelitian diperoleh dengan menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu peneliti memilih informan berdasarkan subyek

yang dapat memberikan informasi yang ingin diperoleh oleh peneliti dimana

subyek bersedia untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Informan

penelitian ini terdiri dari 10 pegawai perempuan, yaitu:

1. Kepala Dinas (1 orang)

2. Kepala Bidang (1 orang)

3. Kepala Seksi (2 orang)

4. Pegawai Fungsional Tertentu (3 orang)

5. Pegawai Fungsional Umum (3 orang)

E. Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data-data yang bersumber dari:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari informan

yang berupa transkrip hasil wwancara, pengaruh sistem penyimpanan arsip

dan hasil temuan yang diperoleh pada saat proses pelaksanaan penelitian.

45
2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data

sebagai penunjang data primer yang berasal dari buku, jurnal, artikel, laporan

serta literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 3 langkah untuk menggali informasi yang

dibutuhkan, yang terdiri dari:

1. Observasi

Sugiyono (2014) menjelaskan observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan yang diklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartispasi,

observasi secara terang-terangan dan tersamar serta observasi yang tak

berstruktur.

Observasi dalam penelitian ini yaitu peneliti melakukan pengamatan yang

dilakukan terhadap suatu proses atau obyek yang bertujuan untuk merasakan dan

selanjutnya memahami pengetahuan dari suatu fenomena berdasarkan

pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui serta untuk memperoleh informasi

yang dibutuhkan untuk menlanjutkan penelitian.

2. Wawancara

Menurut Sugiyono (2014) wawancara merupakan pertemuan dua orang yang

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab yang dapat dibangun makna dalam

suatu topic tertentu. Sementara itu Sugiyono menjelaskan bahwa wawancara

terdiri dari tiga macam yakni wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur

dan wawancara tidak berstruktur.

46
Penelitian ini, peneliti mewawancarai infoman yang berada di lingkungan

kerja Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara. Wawancara akan dilakukan dengan

cara terstruktur menggunakan pedoman wawancara.

3. Dokumentasi

Pada penelitian ini, teknik dokumentasi dapat membantu melengkapi data

dengan pengecekan kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti untuk

melihat seberapa besar dominasi budaya organisasi pada kalangan perempuan di

Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara.

G. Analisis Data

Dalam melakukan analisis data deskriptif kualitatif, data-data yang diperoleh

dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang selanjutnya diuraikan dan

ditarik kesimpulan. Indriantoro (2002) mengatakan bahwa teknik analisis data

adalah bagian dari proses pengujian data yang hasilnya digunakan sebagai butki

yang memadai utnuk menarik kesimpulan penelitian.

Analisis data dilakukan untuk memperoleh data-data yang selanjutnya diolah

dan dianalisis. Menurut Miles dan Huberman (1992) terdapat 3 alur kegiatan

dalam analisis data kualitatif, yaitu:

1. Reduksi Data

Merujuk pada proses pemilihan, fokus dan penyederhanaan, abstraksi dan

pentransformasian data mentah yang terjadi dalam catatan laporan tertulis.

Reduksi data berlangsung secra terus menerus selama proyek yang berorientasi

penelitian kualitatif tetap berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung,

terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur

tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi

47
data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan, sampai laporan

akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi

data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara

sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan

diverifikasi.

2. Penyajian Data

Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih

baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang

meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang

guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan

mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang

sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah

terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh

penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.

3. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian

kegiatan dari satu konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat

pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia

menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin

menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali

serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan

48
intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu

temuan dalam seperangkat data yang lain.

49
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi

Utara adalah dinas yang memiliki kewenangan dibidang pembinaan dan

penempatan tenaga kerja juga perlindungan tenaga kerja pada wilayah provinsi

Sulawesi Utara. Tugas utama Disnakertrans adalah sebagai instansi pemerintah

bidang tenaga kerja dan transmigrasi pada daerah wilayah kerjanya. Untuk fungsi

dari Disnakertrans diantaranya merumuskan kebijakan ketenaga kerjaan dan

transmigrasi, pelaksana kebijakan tenaga kerja dan transmigrasi, administrasi

ketenagakerjaan, pengawasan tenaga kerja dan transmigrasi, pelaporan dan

evaluasi bidang tenaga kerja dan transmigrasi. Masyarakat juga dapat

menghubungi kontak telepon Disnakertrans untuk mendapat tanggapan cepat, atau

mengakses website Disnakertrans untuk informasi umum dan berita terkait

ketenaga kerjaan dan transmigrasi.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan

ketransmigrasian di Provinsi sulawesi Utara, visi Disnakertrans yaitu

“Terwujudnya Sulawesi Utara Berdikari Dalam Ekonomi, Berdaulat Dalam

Politik, Dan Berkepribadian Dalam Budaya Melalui Pembangunan

Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Yang Mandiri, Berdaya Saing dan

Sejahtera”. Pencapaian visi yang telah ditentukan, diimplementasikan dalam misi

yaitu :

1) Meningkatkan kompetensi, kemandirian dan produktivitas kerja;

50
2) Memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pelayanan penempatan dan

pemberdayaan tenaga kerja;

3) Meningkatkan pembinaan hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga

kerja;

4) Meningkatkan perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan;

5) Meningkatkan kualitas masyarakat dan pemukiman transmigrasi.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang ketenagakerjaan dan

ketransmigrasian adalah:

1) Menyediakan tenaga kerja yang kompten dan produktif, berdaya saing

yang sesuai dengan perkembangan pasar kerja;

2) Meningkatkan penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja yang efektif;

3) Meningkatnya pengembangan dan peran kelembagaan hubungan

industrial (HI);

4) Menciptakan pengawasan ketenagakerjaan secara mandiri (independent),

tidak menarik (fair treatment) dan profesional;

5) Menyiapkan areal pemukiman transmigrasi yang di dukung aspek

perencanaan dan legalitas serta menyiapkan lokasi pemukiman

transmigrasi yang layak huni, layak usaha dan layak berkembang.

Pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dilakukan

untuk mencapai sasaran antara lain:

1) Peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja dengann

indikator kinerja sasaran strategis:

a. Meningkatnya kompetensi tenaga kerja.

b. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja.

51
2) Peningkatan kualitas pelayanan penempatan dan pemberdayaan tenaga

kerja, dengan indikator kinerja sasaran strategis jumlah tenaga kerja

yang mendapat fasilitas penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja.

3) Penciptaan hubungan industrial yang harmonis dan memperbaiki iklim

ketenagakerjaan, dengan indikator kinerja sasaran strategis:

a. Meningkatnya perusahaan yang membentuk perjajian kerja bersama

(PKB);

b. Menurunnya perselisihan hubungan industrial (HI);

c. Meningkatnya perusahaan yang telah menyusun struktur dan skala

upah;

d. Meningkatnya lembaga kerja sama (LKS) Bipartit yang berfungsi.

4) Peningkatan perlindungan tenaga kerja, menciptakan rasa keadilan

dalam dunia usaha dan pengembangan sistem pengawasan

ketenagakerjaan, dengan indikator kinerja sasaran straegis:

a. Menurunya pelanggaran hukum di bidang hukum ketenagakerjaan.

b Meningkatnya perusahaan yang menerapkan norma ketenagakerjaan.

5) Tersedianya lokasi pemukiman transmigrasi yang layak huni, layak

berkembang dan layak lingkungan.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara dalam

menjalan tugas dan fungsi pelayananmemiliki struktur organisasi, sebagai berikut:

52
Bagan 1. Struktur Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara
2. Deskripsi Data Penelitian

a. Informan Penelitian

Informan penelitian ini terdiri dari 10 informan yang dibagi 2 jenis yaitu

informan yang berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara dan informan yang berasal dari perusahaan dan tenaga kerja.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Informan Penelitian

No Inisial Asal Informan Jabatan


1 ET Disnakertrans Kadis
2 MT Disnakertrans Kabid Hub. Industrial
3 MK Disnakertrans Kasie Hiperkes

4 SP Disnakertrans Kasie Pengaduan dan


Pelaporan Tenaga Kerja
5 NS Disnakertrans Fungsional Pengawasan
6 SK Perusahaan Fungsional Pengawasan
7 SM Perusahaan Fungsional Pengawasan
8 DC Perusahaan Fungsional Umum
9 GP Tenaga Kerja Fungsional Umum
10 YT Tenaga Kerja Pegawai Fungsional

53
Informan penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri,

dimana informan yang berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara termasuk sebagai pelaksana visi misi sebagai suatu budaya

organisasi di lingkup Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara.

Secara umum ada tiga jenis organisasi di Indonesia yakni; organisasi

pemerintah, perusahaan multinasional dan perusahaan swasta. Organisasi-

organisasi tersebut dibentuk melalui peran lingkungan internal dan eksternal

dimana lingkungan internal menciptakan milliu kultural dan sosial dalam rangka

pencapaian tujuan organisasinya, dan lingkungan eksternal yang dapat

mengidentifikasikan peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Lingkungan

umum untuk suatu organisasi dapat dibedakan berdasar; pertama, kebudayaannya

(latar belakang sejarah, ideologi, nilai dan norma,pola kepemimpinan, iptek dan

hubungan antar pribadi) Kedua, tingkat kemajuan aplikasi teknologi, ketiga;

sistem pendidikan, keempat; kekuatan dan perkembangan politik yang

menentukan arah kebijakan organisasi, dan kelima; hukum,segala sumber daya,

kependudukan,sosiologis dan ekonomi, semuanya dapat mempengaruhi terhadap

perubahan organisasi. Perubahan organisasi bersifat terbuka karena organisasi

berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungan secara erat, sehingga gejolak dan

perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan berdampak langsung tehadap

perubahan dan perkembangan suatu organisasi.

Budaya organisasi mempunyai lima fungsi yakni; pertama, budaya

organisasi menentukan batas-batas perilaku dalam organisasi, seperti apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan, persepsi tentang benar-salah, wajar dan tidak

wajar, yang pantas dan tidak pantas. Kedua, budaya organisasi menumbuhkan rasa

54
memiliki organisasi pada anggotanya, ketiga, dengan rasa memiliki tadi para

anggota bersedia membuat komitmen demi keberhasilan organisasi mencapai

tujuan organisasi. Keempat, budaya organisasi berfungsi untuk memelihara

stabilitas sosial dalam organisasi, jadi budaya organisasi menjadi pengikat dan

pendorong rasa kebersamaan para anggota, dan kelima; manajemen menggunakan

budaya organisasi sebagai alat pengendali perilaku bawahannya. Budaya

organisasi memegang peranan penting dalam keberhasilan sebuah organisasi

karena budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan serta

merupakan sumber keunggulan kompetitif bagi organnisasi.

Hasil wawancara yang dilakukan bersama Kepala Disnakertrans Provinsi

Sulawesi Utara pada 02 Juni 2021 menerangkan bahwa :

“Semua intansi itu memiliki organisasi. Dan bukan hanya instansi


pemerintah, instansi swasta juga tentunya memiliki organisasi. Itu
menjadi payung bagi intansi serta pegawai maupun karyawan yang ada
sesuai dengan tempatnya masing – masing. Tujuannya untuk
meningkatkan kualitas perja pegawai, menjalankan visi dan misi yang
telah ditentukan serta menjadi wadah komunikasi sebagai bentuk
koordinasi sesama anggota organisasi. Harus dibedakan ya…. Budaya
organisasi itu sama seperti pola kerja, intinya melaksanakan pekerjaan
sesuai itu tadi, visi dan misi bukan budaya organisasi seperti dharma
wanita, kalau itu bentuk dari organisasi, sama seperti kita disini,
organisasinya kita Disnakertrans, tetapi budaya organisasi itu pola kerja
serta kesiapan kita dalam menjalankan pekerjaan di organisasi kita. Saya
sendiri dalam lingkup budaya organisasi, saya menjadi agen perubahan,
sehingga salah satu kontribusi signifikan sebagai agen perubahan
diharapkan saya menjadi role model atau panutan terutama dalam
menjalankan visi dan misi organisasi dalam hal ini Disnakertrans”.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB No 39 Tahun

2012 tentang pengembangan budaya kerja, budaya organisasi merupakan suatu

sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menjadi acuan bagaimana para

pegawai melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita – cita organisasi.

Hal ini biasanya dinyatakan sebagai visi, misi dan tujuan organisasi. Budaya

55
organisasi dikembangkan dari kumpulan norma – norma, nilai, keyakinan,

harapan asumsi, dan filsafat dari orang - orang di dalamnya.Oleh karena itu tidak

mengherankan apabila kemudian terlihat jelas dalam perilkau individu dan

kelompok. Seluruh instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah

diharapkan dapat menciptakan dan mengembangkan budaya organisasi yang

berorientasi pada peningkatan kinerja, antara lain melalui diklat, evaluasi kinerja

unit kerja dan pegawai, sosialisasi, branchmarking dan laboratorium

pembelajaran.

Menurut Permen PAN dan RB No 39 Tahun 2012, budaya organisasi

memiliki beberapa manfaat, yaitu:

a. Menerjemahkan peran yang membedakan satu organisasi dengan

organisasi lainnya karena setiap organisasi mempunyai peran yag berbeda,

sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan

yang ada di dalamnya.

b. Menjadi identitas bagi anggota organisasi. Budaya yang kuat membuat

anggota organisasi merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas

organisasinya.

c. Mendorong setiap anggota organisasi untuk lebih mementingkan tujuan

bersama diatas kepentingan individu, dan

d. Menjaga stabilitas organisasi. Komponen – komponen organisasi yang

direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi

internal organisasi menjadi lebih stabil.

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisa budaya organisasi pada

pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi

56
Utara yaitu teori yang disampaikan oleh Kiser. Menurut Kiser, terdapat tiga

indikator yang mempengaruhi budaya organisasi yang terdiri dari perubahan,

pencapaian tujuan dan koordinasi kegiatan. Pengaruh ketiga indikator tersebut

adalah:

a) Perubahan

Budaya organisasi menjadi suatu sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-

nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota

– anggotanya. Budaya organisasi menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang

uta yaitu budaya organisasi mendukung strategi organisasi.

Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara pada 02 Juni 2021 mengatakan bahwa :

“Organisasi beraktivitas dari masa ke masa dan selalu dipengaruhi


oleh perubahan baik oleh lingkungan maupun oleh individu. Budaya
organisasi yang sudah tidak relevan lagi terhadap konteks zamannya
dapat menyebabkan melemahnya daya tahan dan daya saing organisasi.
Hal ini juga dapat menimpa bahkan pada organisasi yang telah memiliki
budaya yang sangat sempurna dsuatu masa, tetapi dengan terjadinya
perubahan lingkungan yang revolusioner, maka yang terjadi pada budaya
organisasi dapat berbalik keadaannya bila tidak direspon secara tepat”.

Hal senada juga disampaikan oleh salah satu Kepala Bidang UPTD di

Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara yang diwawancarai pada tanggal 03 Juni

2021 yang mengatakan bahwa :

“Budaya organisai itu sangat penting dalam suatu organisasi.


Karena merupakan arah untuk menjalankan visi dan misi suatu
organisasi. Kita disini di Disnakertrans ini, merupakan organisasi.
Menjadi tantangan oleh pegawai dan instansi dalam menjalankan tupoksi
yang telah diberikan sebagai suatu sasaran. Dalam perjalannya, coba kita
perhatikan, visi dan misi Disnakertrans selalu berubah minimal 5 tahun
sekali. Tentunya itu merupakan suatu tantangan. Tantangan ini
merupakan bentuk perubahan yag harus selalu dieksekusi dan dijalankan
oleh pegawai – pegawai yang ada. Jika dihubungkan dengan penelitian
yang saudari buat, perubahan – perubahan yang terjadi ini mejadi
tantangan tersendiri bagi pegawai perempuan. Apakah mampu untuk

57
mengeksekusi pekerjaan yang diberikan dalam hal ini mencapai visi dan
misi yang telah ditentukan atau tidak. Seluruh pegawai, tanpa terkecuali
pegawai perempuan, harus menerima dan menjalankan perubahan –
bubahan yang terjadi dalam lingkup pekerjaan. Baik dari sumberdaya
manusia maupun dari sumberdaya finansial. Intinya, perubahan apapun
yang terjadi, pegawai harus cekatan dalam menyesuaikan diri agar dapat
mencapai tujuan dan saaran dari visi dan misi yang telah ditentukan”.

Hasil wawancara dengan Kepala Hiperkes yang dilakukan pada tanggal 05

Juni 2021, mengatakan bahwa :

“Ssetiap waktu, setiap detik itu selalu mengalami perubahan.


Apapun dan dimanapun itu tanpa terkecuali. Termasuk lingkungan kerja
kita disini (Disnakertrans). Mengapa harus ada perubahan?.... tentunya
hal tersebut untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Coba kita
perhatikan, apakah masih sesuai seandainya kita bekerja masih
menggunakan perangkat manual misalnya, dengan beban kerja yang
banyak tentunya tidak bisa kita menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau
sesuai dengan waktu yang ditentukan melihat situas saat ini. Nah, itu
budaya organisasi, artinya bagaimana kita disini menjalankan acuan atau
panduan kerja, yaitu apa yang menjadi visi dan misi untuk dijalankan
yang disesuaikan dengan perubahan – perubahan yag menjadi tantangan
untuk menjalankan pekerjaan. Kita harus selalu siap dalam menghadap
perubahan yang sewaktu – waktu dapat berubah”.

Hal menarik diperoleh dari hasil wawancvara dengan salah satu pegawai

fungsional utama. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 05 Juni 2021, dimana

dia mengatakan bahwa :

“Perubahan – perubahan yang terjadi dilingkungan kerja kita disini,


sebagai budaya organisasi dilihat dari pencapaian visi dan misi. Apakah
dijalankan dengan baik atau tidak. Jujur dari saya sendiri, terkadang
merasa tidak cepat dalam merespon perubahan yang terjadi. Meskipun
sudah beberapa lama saya ditempatkan disini, tetapi saya merasa masih
harus banyak menyesuaikan pekerjaan yang harus dilakukan. Untuk
mewujudkan visi dan misi dinas, tentunya saya harus lebih tanggap dalam
menghadapi perubahan”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa perubahan - perubahan yang terjadi sebagai bentuk budaya organisasi

khususnya pada kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara dapat disikapi dengan baik. Proses

58
perubahan yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan di instansi di Disnakertans

menjadi tantangan tersendiri bagi pegawai khususnya pegawai perempuan dalam

menjalankan visi dan misi yang telah ditentukan.

b) Pencapaian tujuan.

Budaya organisasi berkenaan dengan nilai – nilai yang dianut oleh suatu

organisasi dalam menyelenggarakan kegiatannya. Budaya organisasi berperan

dalam mewujudkan visi dan misi dalam suatu organisasi. Budaya organisasi

berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra, brand, yang berbeda dengan

organisasi lainyang dapat dipelajari dan diwariskan kepada geerasi berikutnya dan

dapat dijadikan acuan perilkau manusia dalam organisasi yang berorientasi pada

pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan. Dalam kontenks instansi,

budaya organisasi dianggap sebagai salah satu strategi dalam meraih tujuan serta

kekuasaan. Proses pencapaian tujuan dalam budaya organisai tidak terlepas dari

bagaimana cara membangun budaya kerja pegawai. Hal tersebut dikarenakan

budaya kerja dibentuk oleh sistem, prosedur dan struktur organisasi. Ketiganya

harus selaras dan sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang, indiviu yang ada

dalam organisasi. Oleh sebab itu, budaya kerja harus dirubah untuk mencapai

tujuan budaya organisasi. Perubahan budaya kerja dipengaruhi oleh

a. Dukungan top manajemen. Perubahan budaya harus dimulai dari hirarkhi

yang paling atas yaitu top manajemen. Model peran positif yang

dimainkan top manajemen akan menentukan keberhasilan proses

perubahan.

b. Sistem imbalan. Agar budaya berfungsi secara efektif, sistem imbalan

harus sejalan dengan nilai-nilai budaya. Perubahan budaya mensyaratkan

59
perubahan sistem imbalan untuk mendorong penerimaan serangkaian nilai

baru.

c. Perancangan kembali proses sosialisasi. Nilai-nilai baru perlu ditanamkan

melalui berbagai program sosialisasi. Berbagai cerita, simbol, dan ritual

baru diciptakan untuk menggantikan budaya yang sekarang.

d. Pelibatan seluruh jajaran. Para karyawan dan kelompok dalam organisasi

dapat dimobilisasi untuk mempengaruhi perubahan budaya. Melalui

penggunaan partisipasi karyawan dan penciptaan iklim saling percaya,

nilai-nilai baru lebih mudah ditanamkan.

e. Pengaturan kembali personalia. Rotasi jabatan dapat digunakan untuk

melemahkan sub budaya. Seleksi dan promosi para karyawan yang

mempunyai karakteristik pribadi sesuai nilai-nilai baru.

Hasil wawancara dengan petugas fungsional umum, DK, RK dan AH di

Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara yang dilakukan pada tanggal 07 Juni 2021

mengatakan bahwa :

“Visi misi menjadi panduan dan arahan bagi seluruh pegawai yang
ada tanpa terkecuali meskipun pegawai perempuan dikarenakan visi dan
misi memiliki ciri khas sebagai karakteristik budaya organisasi. Dalam
mencapai tujuan tentunya harus ada pedoman terlebih melalui budaya
organisasi dapat memunculkan inovasi – inovasi serta pengambilan risiko
sebagai suatu tindakan dalam melakukan inovasi dan mampu mengambil
risiko di dalam proses inovasi itu sendiri. Selanjutnya proses pencapaian
tujuan dalam budaya organisasi menjadi suatu perhatian yang lebih pada
berbagai hal secara detailnya artinya organisasi mengharapkan para
anggotanya untuk mampu bekerja lebih detail, analisis dan juga tepat
pada sasaran. Budaya organisasi juga merupakan orientasi dalam hal
manfaat yang artinya pihak manajemen harus memiliki orientasi atau
fokus pada hasil atau manfaatnya dan tidak hanya fokus pada proses
dalam memperoleh hasil yang diharapakan sebagai suatu pencapaian
tujuan”.

60
Sama halnya dengan hasil wawancara dengan petugas fungsional umum,

hasil wawancara dengan petugas fungsional tertentu, BR, CP, HM yang

diwawancara pada tanggal 07 Juni 2021 mengatakan bahwa:

“Untuk mencapai tujuan budaya organisasi, visi dan misi dari suatu
organisasi harus jelas dan harus dapat dijalankan oleh para anggota.
Pemahaman akan budaya organisasi merupakan perencanaan strategis
sebagai fungsi kunci manajemen organisasi yang membantu menetapkan
prioritas, mengalokasikan sumber daya, dan memastikan bahwa setiap
orang bekerja untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama”.
Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Disnakertrans Provinsi Sulawesi

Utara yang dilakukan pada tanggal 02 Juni 2021 mengatakan bahwa :

“Dalam pencapaian tujuan, terlebih sebagai bagian budaya


organisasi, harus ada perencanaan stratgeis. Nah, perencanaan strategis
itu akan menjadi lebih efektif apabila adanya pernyataan visi dan misi
organisasi. Hal ini berfungi sebagai panduan untuk membuat tujuan dan
sasaran dalam organisasi sehingga memberikan peta jalan yang harus
diikuti oleh semua orang. Namun, pada kenyataannya terlepas dari
pentingnya pernyataan visi dan misi, banyak organisasi yang tidak
memiliki. Untuk Disnakertrans sendiri kita memiliki visi dan misi. Oleh
sebab itu, untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi dalam budaya
organisasi harus memiliki visi dan misi yang jelas. ”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilkukan, ditarik kesimpulan bahwa

dalam mencapai tujuan harus ditentukan terlebih dahulu visi dan misi suatu

organisasi sebagai suatu bentuk perencanaan yang strategis. Dalam menciptakan

budaya organisasi, pemimpin haruslah sesuai dengan visi dan misi yang

ditentukan yang berguna agar dapat visi misi organisasi dapat berjalan dengan

baik.

c) Koordinasi kegiatan

Koordinasi kegiatan dalam budaya organisasi berhubungan erat dengan

komunikasi yang bertujuan agar menjaga dan menyeimbangkan tim dengan cara

memastikan pembagian tugas yang tepat untuk tiap anggota dengan

61
memperhatikan tugas dapat dilakukan secara harmonis. Koordinasi kegiatan yang

dimaksud disini merupakan koordinasi dalam budaya kerja.

Munculnya konsep budaya kerja bisa jadi berangkat dari ketidakpuasan

terhadap hasil, ataupun pencapaian tujuan yang kurang memuaskan. Hal itu dipicu

oleh cara bekerja para karyawan dalam organisasi, yang biasanya identik dengan

birokrasi yang berbelit-belit, kurang terbuka dengan orang lain, lamban bekerja,

kaku, serta kurang percaya pada kemampuan orang. Pada akhirnya sikap dan sifat

tersebut mengakibatkan organisasi tidak bisa mencapai tujuan yang direncanakan,

mengecewakan klien, dan tidak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masa

depan. Oleh karena itu apabila organisasi ingin berhasil maka perlu diadakan

perubahan cara kerja baru yang lebih baik, lebih efektif dan efisien, lebih

demokratis, dan lebih fleksibel dan meninggalkan cara kerja lama yang

menghambat pencapaian tujuan organisasi dan harus terus dikoordinasikan antara

pimpinan dan pegawai. Perubahan cara kerja lama kepada cara kerja baru dapat

dimulai dari mencari cara ataupun nilai-nilai baru, kemudian nilai-nilai tersebut

dilaksanakan secara terus-menerus sambil diadakan perbaikan kearah

kesempurnaan dan akhirnya menjadi kebiasaan kerja baru. Kebiasaan baru inilah

yang akhirnya menjadi budaya baru yang dimiliki organisasi.

Hasil wawancara dengan Kepala Dinas dan Kepala Bidang di Disnakertrans

pada tanggal 02 Juni 2021 mengatakan bahwa :

“Koordinasi kegiatan kerja antara pegawai, baik sesama pegawai


maupun pegawai dengan atasan terus dijalankan. Memang secara
keseluruhan dalam pelaksanaan budaya organisasi khususnya disini
(Disnakertrans)sebagai pimpinan, kami terlebih dahulu harus
memberikan para anggota organisasi dalam hal ini para pegawai yaitu
sebuah identitas organisasi. Mengapa demikian karena pegawai –
pegawai ini merupakan kekuatan besar dan terbesar satu-satunya yang
kami miliki dan tentu saja keuntungan untuk dapat bersaing menjadi lebih

62
panjang dann itu yang terpenting. Budaya oraganisasi sangat penting
dikarenakan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengelola
instansi. Koordinasi yang baik akan memperkuat instansi dalam mencapai
visi dan misi yang telah ditentukan”.
Hasil wawancara dengan Kepala – Kepala Seksi yang berada di

Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 08 Juni 2021 mengatakan

bahwa:

“Soal koordinasi kegiatan tentunya dalam hal ini pekerjaan, kami


membagi sesuai dengan tupoksi yang tersedia. Tentunya prinsip gotong
royong dalam bekerja kami utamakan serta koordinasi antara pimpinan
dan pegawai kami utamakan. Hal tersebut agar dapat mencapai visi dan
misi dinas yang telah ditetapkan. Secara keseluruhan koordinasi, selalu
kami jalankan.

Hasil wawancara yang dilakukan, ditarik keseimpulan bahwa koordinasi

kegiatan dalam budaya organisasi di Disnakertrans Provinsi Sulawesi

Utaraberjalan dengan baik.

4. Hambatan Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai Perempuan di Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

Hambatan yang dihadapi dalam menjalankan budaya organisasi pada

kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Utara menurut Kepala Dinas Disnakertrans megatakan bahwa :

“Budaya organisasi di Disnakertrans khususnya bagi pegawai


perempuan sama saja dengan keseluruhan pegawai lainnnya (laki-laki).
Budaya organisasinya berjalan lancar tetapi terdapat hambatan –
hambatan dalam pelaksanaannya. Diantaranya pada saat terjadi
pergantian kepemimpinan baik di pusat (provinsi) maupun di instansi
internal sendiri. Kemudian ada juga organisasi lain di dalam instansi
kami sendiri yaitu dharma wanita. Dimana tentu saja konsentrasi harus
dibagi dalam menjalankan budaya organisasi instansi dan budaya
organisasi yang ada di dalam ointernal organisasi sendiri.Selain itu juga,
apabila ada krisis dalam organisasi. Krisis yang dimkasud adalah
semakin luas suatu budaya dianut dan makin tinggi kesepakatan di
kalangan anggota mengenai nilai-nilainya, akan makin sulit mengubah
budaya itu”.

63
Senada dengan hasil wawancara dengan pegawai fungsional yang

diwawancarai pada tanggal 08 Juni 2021 mengatakan bahwa:

“Hambatan paling besar pada saat adanya pergantian


kepemimpinan. Dan juga komunikasi antar bidang yang kadang terjadi
salah komunikasi atau kurang jelasnya informasi yang diterima.
Kemudian ada juga dikarenakan misalnya masuk pegawai baik PNS
maupun THL begitu, tentunya harus dilakukan penyesuaian lagi dalam
menjalankan pekerjaan dimana tentu saja kita harus membangun budaya
organisasi kerja dengan cara berkolaborasi agar seluruh anggota
organisasi dapat bersama – sama mencapai visi dan misi yang telah
ditentukan, kalu tidak bisa bersinergi tentunya akan menciptakan krisis
dalam organisasi dalam hal ini di Disnakertrans”.

Hasil pengamatan dan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa hambatan

Budaya Organisasi pada kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri tiga hambatan yaitu pergantian

kepemimpinan, adanya organisasi lain dalam organisasi dan krisis dalam

organisasi.

5. Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi Di Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

Dalam menghadapi tantangan – tantangan dalam menjalankan budaya

organisasi pada pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Provinsi Sulawesi Utara, perlu dilakukan upaya untuk menanganinya. Menurut

Kepala Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara mengatakan bahwa :

“Nah itu tadi… Setiap hambatan yang terjadi, baik sudah maupun
akan terjadi, karena ada hambatan – hambatan yang memang kita sudah
tahu akan terjadi tetapi kita tidak bisa memprediksikan kapan. Misalnya
pergantian kepemimpinan. Baik dari saya sendiri misalnya, sebentar lagi
akan pensiun, tentu saja akan mengalami perubahan dala budaya
organisasi. Pengaruh itu bisa kecil bisa juga besar. Hal ini dapat juga
menyebabkan terjadinya krisis. Upaya yang harus dilakukan menurut
saya, kerjakan saja pekerjaan kita seperti biasa. Memang kemungkinan
terjadinya perubahan termasuk visi mii aau adanya peraturan gubernur
yang baru, atau apa, selama kita bekerja semua akan berjalan dengan
baik. Anggap saja hambaan merupakan tantangan”.

64
Sama halnya yang disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Industrial

ibu MT yang mengatakan bahwa:

“Berhubungan dengan hambatan yang ada, proses penyesuaian itu


harus dilakukan dan bisa saja mendesak. Belum lagi tuntutan beban kerja
dan terjadinya perubahan kepemimpinan, otomatis akan menimbulkan
krisis, meskipun tidak terlalu besar. Kembali lagi semuanya hanya
kembali pada proses penyesuaian yang memang membutuhkan
waktu.Upaya yang dapat dilakukan menurut saya, kita hanya perlu tetap
bekerja seperti biasa dengan terus berinovasi serta berani mengambil
risik tentu saja pegawai harus menjalankan organisasi dengan presisi,
analisis dan lebih detail dalam hal – hal kecil. Pegawai juga, kita semua
harus beroerientasi pada hasil yaitu bagaimana kita fokus pada hasilnya
bukan sekedar proses termasuk juga kepada orangnya, orang yag
menjalankan organisasi, harus lebih kompetitif dan agresif dalam
melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa upaya – upaya yang

dilakukan tentunya bertujuan agar kualitas budaya organisasi dalam hal ini baik

organisasi maupun anggota organisasi sebagai suatu sumber daya manusia akan

memiliki kualitas yang baik.

A. Pembahasan

1. Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai Perempuan Di Dinas Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara

Budaya tidak hanya berlaku pada kebudayaan dan adat istiadat seperti yang

dimiliki oleh negara Indonesia yang kaya dengan kebudayaannya. Pada

kenyataannya, setiap organisasi juga memiliki budaya yang menjadi ciri khas

organisasi mereka masing-masing. Budaya dalam organisasi disebut sebagai

budaya organisasi. Budaya merupakan seperangkat pemahaman penting yang

dimiliki, diyakini, serta diterapkan oleh anggota komunitas yang sama. Budaya

terdiri dari serangkaian nilai, ide-ide, persepsi, preferensi, konsep moralitas, kode

perilaku, yang nantinya akan menciptakan kekhasan di antara kelompok manusia

tersebut. Sedangkan, organisasi merupakan suatu platform dimana individu dari

65
berbagai latar belakang bersatu dan bekerja sebagai unit kolektif untuk mencapai

tujuan bersama dan target tertentu. Dengan kata lain, budaya organisasi adalah

adalah sistem kepercayaan dan sikap bersama yang berkembang dalam suatu

organisasi dan membimbing perilaku para anggotanya. Selain itu, budaya

organisasi juga dapat diartikan sebagai filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi,

kepercayaan, harapan, sikap dan norma-norma yang menyatukan suatu organisasi

serta disebarluaskan oleh para karyawannya.

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya

yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik

dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan

masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak

menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat

menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku

atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam

organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi

efektivitas organisasi secara keseluruhan. Budaya (culture) adalah seluruh total

pikiran, karya dan hasil karya manusia, yang tidak berakar pada nalurinya, dan

karena itu hanya bisa dicetuskan manusia sesudah melalui suatu proses belajar.

Kebudayaan merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti

aktivitas member perintah dan larangan serta mengambarkan sesuatu yang

dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur prilaku anggota. Jadi budaya

mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh sehingga dapat dikatakan

sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas organisasi

(Hofstede 2014). Budaya merupakan pengendali sosial dan pengatur jalannya

66
organisasi atas dasar nilai dan keyakinan yang dianut bersama, sehingga menjadi

norma kerja kelompok, dan secara operasional disebut budaya kerja karena

merupakan pedoman dan arah perilaku kerja karyawan.

Budaya organisasi pada hakikatnya, memiliki nilai yang baik bagi kemajuan

suatu organisasi. Budaya organisasi mencakup aspek yang lebih luas dan lebih

mendalam dan justru menjadi suatu dasar bagi terciptanya suatu iklim organisasi

yang ideal.Masalah budaya organisasi (Organization Culture) akhir-akhir ini telah

menjadi suatu tinjauan yang sangat menarik terlebih dalam kondisi kerja yang

tidak menentu. Makin kuat budaya sebuah organisasi, makin kurang pula

kebutuhan manajemen untuk mengembangkan kebutuhan peraturan formal untuk

memberi pedoman pada perilaku karyawan. Pedoman tersebut akan dihayati oleh

para karyawan jika mereka menerima budaya organisasi.

Tidak dapat dipungkiri, dalam menjalankan budaya organisasi banyak sekali

masalah – masalah yang terjadi, dimulai dari cara kerja pegawai sampai dengan

permasalahan individu yang terbawa ditempat kerja. Cara kerja yang dimaksud

yaitu, masih banyak nampak pegawai – pegawai yang belum bekerja semaksimal

mungkin dengan kata lain, profesionalisme dalam bekerja masih banyak yang

tidak sesuai. Profesionalisme kerja pegawai ditentukan oleh keberhasilan budaya

organisasi instansi atau lembaga yang dimilikinya. Keberhasilan mengelola

organisasi tidak lagi hanya ditentukan oleh keberhasilan prinsip-prinsip organisasi

seperti planning, organizing, actuating, dan controlling akan tetapi ada faktor lain

yang lebih menentukan keberhasilan instansi/organisasi mencapai tujuannya.

Faktor tersebut adalah budaya organisasi instansi atau lembaga tersebut. Budaya

organisasi secara realistis mempengaruhi profesionalisme kerja pegawai negeri

67
sipil. Kesadaran pemimpin organisasi ataupun pegawai negeri sipil terhadap

pengaruh budaya organisasi instansi/lembaga dapat memberikan semangat yang

kuat untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi

tersebut yang merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan organisasi

instansi/lembaga.

Budaya organisasi instansi/lembaga yang kuat akan menumbuhkembangkan

rasa tanggung jawab yang besar dalam diri pegawai negeri sipil sehingga mampu

memotivasi untuk menampilkan profesionalisme yang paling memuaskan,

mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh

anggotanya untuk meningkatkan profesionalisme kerjanya. Namun dalam

pelaksanaanya, jika budaya organisasi yang dimiliki Instansi atau lembaga

tersebut kuat akan berpengaruh terhadap peningkatkan profesionalisme kerja

pegawai dan sebaliknya jika budaya organisasi yang dimiliki oleh instansi atau

organisasi tersebut lemah akan berpengaruh terhadap penurunan profesionalisme

kerja pegawai.

Oleh sebab itu, budaya organisasi yang dianalisis berdasarkan teori Kiser,

dimana budaya organisasi dipengaruhi oleh indikator – indikator yang terdiri dari

indikator perubahan, pencapaian tujuan dan koordinasi kegiatan tentunya menjadi

acuan agar budaya organisasi dapat memgembangkan kualitas sumber daya

manusia.

a. Perubahan

Perubahan selalu terjadi, disadari atau tidak. Begitu pula halnya dengan

organisasi. Organisasi hanya dapat bertahan jika dapat melakukan perubahan.

Setiap perubahan lingkungan yang terjadi harus dicermati karena keefektifan

68
suatu organisasi tergantung pada sejauhmana orga-nisasi dapat menyesuaikan diri

dengan pe-rubahan tersebut. Untuk memahami perubahan organisasi secara

teoretis, ada beberapa definisi dan konsep para ilmuan. Michel Beer (2012)

menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari sebelumnya,

perbedaan itulah yang meng-hasilkan suatu perubahan. Jika pilihan hasilnya sama

dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo yang ada.

Selanjutnya Winardi (2015) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah

tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke

kondisi masa yang akan datang menurut yang di inginkan guna meningkatkan

efektivitasnya. Sejalan dengan itu Hersey (1998) berpendapat, bahwa perubahan

organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen-komponen

organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Mengingat

begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah

saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan

menghadapkan organisasi pada proses kemunduran. Akan tetapi perlu diingat

bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih

baik, sehingga perlu diupayakan agar perubahan tersebut diarahkan kearah yang

lebih baik dibandingkan dengan kondisi yang sebelumnya. Pada dasarnya semua

perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektiftas organisasi

dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam

menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku

anggota organisasi (Robbins, 2003). Lebih lanjut Robbins menyatakan perubahan

organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem,

teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia. Sobirin (2005) menyatakan

69
ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor ekstern seperti

perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional serta

faktor intern organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu : 1) perubahan

perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut dengan

perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi, stuktur organisasi dan

sistem. 2) Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau

perubahan kultural yang meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi,

kebijakan sumber daya manusia dan budaya organisasi.

Hasil penelitian dalam rangka penerapan budaya organisasi pada kalangan

pegawai perempuan di Disnakertrans Provinsi Sulwesi Utara dapat dikatakan

bahwa telah dijalankan dengan selalu siap menghadapi perubahan – perubahan

yang terjadi. Setiap perubahan tidak bisa hanya memilih salah satu aspek

struktural atau cultural saja sebagai variabel yang harus diubah, tetapi kedua aspek

tersebut harus dikelola secara bersama-sama agar hasilnya optimal. Namun

demikian dalam praktek para pengambil keputusan cenderung hanya

memperhatikan perubahan struktural karena hasil perubahannnya dapat diketahui

secara langsung, sementara peru-bahan kultural sering diabaikan karena hasil dari

perubahan tersebut tidak begitu kelihatan. Untuk meraih keberhasilan dalam

mengelola perubahan organisasi harus mengarah pada peningkatan kemampuan

dalam menghadapi tantangan dan peluang yang timbul. Artinya perubahan

organisasi harus diarahkan pada perubahan perilaku manusia dan proses

organisasional, sehingga perubahan organisasi yang dilakukan dapat lebih efektif

dalam upaya mencipta-kan organisasi yang lebih adaptif dan fleksibel.

70
Meski telah disadari bahwa budaya organisasi bersifat dinamik dan

pluralistic, perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat dimanage dan

dikendalikan masih terjadi. Pandangan pertama yang diwakili oleh Gagliardi

(2014) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat di-manage dan dikendalikan.

Argumentasi yang digunakan adalah bahwa budaya organisasi merupakan

komponen illusive yang menyatu dalam diri setiap orang pada dataran yang paling

mendasar (alam bawah sadar), sehingga untuk merubah budaya organisasi

membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana alam bawah sadar

terbentuk dan berfungsi serta memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi

yang tidak diinginkan. Pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi

dapat dimanage dan dikendalikan. Pandangan ini terpecah menjadi 2 (dua)

kelompok, yaitu pendapat bahwa perubahan budaya organisasi sangat bergantung

ke-mauan para eksekutif dan pendapat yang mengatakan bahwa perubahan hanya

mungkin dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya kondisi-

kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya organisasi. Sementara

ada pandangan yang lebih moderat dalam mensikapi terjadinya perdebatan ini,

yaitu pandangan yang tidak mempertentangkan apakah budaya organisasi dapat

dimanage dan dikendalikan ataukah tidak, tetapi lebih menekankan tentang

bagaimana, kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya organisasi dirubah.

Diantara kondisi lingkungan yang memerlukan perubahan antara lain terjadinya

krisis organisasi, pergantian kepemimpinan dan pembentukan organisasi baru.

Dari uraian tentang perubahan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

perubahan organisasi itu merupakan suatu tindakan yang dilakukan terhadap

unsur-unsur dalam suatu organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi

71
menuju ke arah yang lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan merupakan

bagian dari kehidupan manusia, dan dapat juga terjadi pada organisasi.

b. Pencapaian Tujuan

Dalam suatu organisasi tujuan merupakan hal utama dalam suatu organisasi.

Seperti pengertiannya bahwa suatu wadah yang menampung dimana orang

berkumpul dan bekerjasama dalam mencapai sesuatu.dari situ sudah dapat kita

ambil intisarinya yang utamanya adalah pencapaian tujuan.Menetapkan tujuan

organisasi memberikan arah dan menghindarkan organisasi dari kekacauan,karna

akan terstruktur.Tujuan dapat membantu memotivasi anggota dengan

mengkomunikasikan apa organisasi ini berjuang untuk serta menyediakan dasar

mengakui prestasi dan keberhasilan.Organisasi yang tujuan ditetapkan lebih

efektif dalam merekrut anggota.Dalam tujuan organisasi terdapat 3 tingkatan.

a. Tujuan atau misi adalah umum,pernyataan luas yang menceritakan

mengapa organisi itu ada.biasanya tidak berubah dari tahun ke tahun dan

sering pernyataan pertama dalam konstitusi.

b. Tujuan adalah pernyataan yang menjelaskan apa yang organisasi ingin

dicapai,yang berasal dari tujuan ataupun misi.Tujuan adalah ujung kearah

mana usaha anda yang akan diarahkan dan sering berubah dari panjang

untuk istilah atau tahun ke tahun,tergantung pada sifat kelompok.

c. Tujuan adalah deskripsi dari apa yang harus dilakukan,berasal dari

tujua,spesifik yang jelas laporan tugas terukur yang akan dicapi sebagai

langkah kearah menjacapi tujuan.

Mereka berifat jangka pendek dan memiliki batas waktu.Menetapkan tujuan

bersama adalah tatap menjadi sebuah tujuan kelompok.hal ini menciptakan

72
banyak hasil yang positif karena orang akan mendukung dan bertanggung jawab

untuk apa yang akan meraka menciptakan. Sebelum organisasi menentukan

tujuannya, terlebih dulu menetapkan misi / maksud organisasi. Misi adalah suatu

pernyataan umum dan abadi tentang maksud organisasi. Sedangkan Misi

organisasi adalah maksud khas (unik) dan mendasar yang membedakan organisasi

dari organisasi-organisasi lainnya dan mengidentifikasikan ruang lingkup operasi

dalam hal produk dan pasar. Tujuan organisasi menjadi suatu suatu pernyataan

tentang keadaan yang diinginkan dimana organisasi bermaksud untuk

merealisasikan serta pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang di

mana organisasi sebagai kolektifitas mencoba untuk menimbulkannya.

Dalam mencapai tujuan terdapat unsur penting yaitu hasil akhir yang

diinginkan diwaktu mendatang dengan mana usaha usaha sekarang yang

diarahkan. Tujuan dapat berupa tujuan umum / khusus , tujuan akhir / tujuan

antara. Tujuan Umum (tujuan strategic) secara operasioanal tidak dapat berfungsi

sebelum dijabarkan terlebih dahulu kedalam tujuan-tujuan khusus yang lebih

terperinci sesuai dengan jenjang manajemen, sehingga membentuk hirarki tujuan.

Fungsi dari pencapaian tujuan yaitu menjadi pedoman bagi kegiatan, melalui

penggambaran hasil-hasil di waktu yang akan datang. Fungsi tujuan memberikan

arah dan pemusatan kegiatan organisasi mengenai apa yang harus dan tidak harus

dilakukan. Dapat menjadi sumber legitimasi, dimana akan meningkatkan

kemampuan organisasi untuk mendapatkan sumber daya dan dukungan dari

lingkungan di sekitarnya. Dapat menjadi standar pelaksanaan. Bila tujuan

dilaksanakan secara jelas dan dipahami, akan memberikan standar langsung bagi

penilaian pelaksanaan kegiatan (prestasi) organisasi dan standar motivasi yang

73
berfungsi sebagai motivasi dan identifikasi karyawan yang penting. Dalam

kenyataannya, tujuan organisasi sering memberikan insentif bagi para anggota.

Kemudian dasar rasional pengorganisasian, dimana tujuan organisasi merupakan

suatu dasar perancangan organisasi.

Proses pencapaian tujuan dari budaya organisasi tidak terlepas dari

keefektivan organisasi. Secara keseluruhan organisasi dengan visi dan misi yang

telah ditentukan secara logis menghendaki peningkatan kinerja organisasional

organisasi. Namun demikian banyak problem organisasional dan ketidakpastian

(uncertainty) baik internal maupun eksternal yang seringkali mengganggu

pencapaian kinerja organisasional dalam hal ini pencapaian terhadap visi dan misi

yang telah ditentukan. Bahkan banyak penelitian menunjukkan kegagalan

organisasi lebih sering disebabkan oleh permasalahan manajerial organisasi secara

internal (Koontz, 1991). Permasalahan tersebut mendorong Peters dan Waterman

(2002) menggagas pentingnya kebudayaan organisasional untuk meningkatkan

keefektifan dan kinerja organisasional dalam mencapai tujuan yang telah

ditentukan. Setiap organisasi mempunyai kebudayaannya masing-masing. Tiap

kebudayaan tersebut dapat menjadi kekuatan positif dan negatif dalam mencapai

kinerja organisasionalonal. Dalam berbagai penelitian dan kajian manajemen

organisasi banyak para ahli telah meyakini keeratan hubungan antara budaya

organisasional (organizational culture) dan keefektifan organisasional dalam hal

ini untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan melalui visi dan misi,

sehingga hubungan keduanya hampir tidak diperdebatkan lagi. Dalam mencapai

tujuan yang telah ditentukan tentunya juga seluruh wargaorganisasi harus

74
memiliki komitmen organisasi, komitmen tersebut yaitu menjalankan visi dan

misi dimana masing – masing anggota memiliki rasa sebagai anggota organisasi.

Konsep proses pencapaian tujuan merupakan suatu kegiatan yang memiliki

tujuan dengan menggunakan perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, dan

pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan

efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan.

Efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisasi, dan

sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Sedangkan orang yang bertanggung jawab

terhadap terlaksananya suatu tujuan atau berjalannya suatu kegiatan manajemen

disebut manajer.

c. Koordinasi Kegiatan

Kebutuhan menjalin koordinasi adalah nomor satu dalam berorganisasi,

karena jika suatu organisasi atau unit di dalam suatu organisasi hanya berdiri

sendiri, perkembangan unit atau organisasi tersebut relatif sangat lambat. Di

dalam kegiatan manajemen apapun baik dipemerintah maupun swasta semakin

banyak komunitas dan jaringan yang diciptakan, akan semakin terbuka luas

keuntungan yang bisa didapat. Kesadaran melakukan koordinasi dan membuat

kolaborasi mutlak dibangun karena musuh kemajuan dari organisasi adalah

kekurangan informasi. Selain itu, sadar melakukan koordinasi dan kolaborasi ini

juga bertujuan untuk saling membangkitkan semangat kebersamaan ketika terjadi

masalah di tengah tengah kegiatan organisasi. Peluang ini juga bisa berimplikasi

menjadi lebih baik.

Koordinasi berarti mengikat, mempersatukan, dan menyelaraskan semua

aktivitas dan usaha. Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa fungsi

75
manajemen lainnya membutuhkan koordinasi. Secara singkat, fungsi koordinasi

terkandung dalam fungsi-fungsi lainnya. Contohnya, fungsi perencanaan

membutuhkan koordinasi yaitu dalam menyusun rencana, seorang pemimpin

harus melakukan koordinasi dengan bawahan untuk mengumpulkan data yang

valid dalam merumuskan rencana kedepan. Begitu pula dengan fungsi manajemen

lainnya. Sifat mengikat dari fungsi koordinasi membuat fungsi lainnya tidak dapat

berjalan tanpa ada koordinasi, apalagi menghubungkan dengan fungsi manajemen

yang lainnya. Inti dari fungsi koordinasi adalah komunikasi. manajemen dan

tujuan organisasi. Seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi tersebut

dimanfaatkan dalam proses manajemen secara terintegrasi dalam pencapaian

tujuan organisasi.

Proses integrasi sumber daya maupun proses manajemen untuk mencapai

tujuan organisasi tersebut disebut dengan proses koordinasi. Dengan demikian,

koordinasi memiliki peran yang vital dalam memadukan seluruh sumber daya

organisasi untuk pencapaian tujuan. Semakin kompleks organisasi dan manajemen

maka semakin kompleks juga proses koordinasi yang harus dilakukan. Bahkan,

dalam konteks organisasi swasta (private institutions), koordinasi tidak hanya

dilakukan dalam ruang lingkup satu negara tetapi juga lintas negara sebagaimana

telah banyak dipraktekan oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional (Alleen,

2011). Dapat dibayangkan, betapa sulitnya proses manajemen sumber daya yang

tersebar di berbagai negara tanpa adanya koordinasi. Tanpa koordinasi maka

sumber daya yang tersebar tersebut tidak dapat dikelola secara efektif dan efisien.

Prinsip koordinasi juga harus terefleksikan dalam organisasi public/pemerintahan

maupun organisasi kesewadayaan masyarakat (Alleen, 2011). Dalam organisasi

76
publik, sumber daya yang digunakan tidak sedikit. Untuk menunjang proses

manajemen pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang politik, ekonomi,

sosial dan budaya maka sumber daya baik keuangan negara maupun sumber daya

manusia tidak sedikit. Bahkan, sebagian sumber daya finansial tersebut sebagian

mungkin dipenuhi melalui hutang luar negeri. Dalam kondisi tersebut, apabila

sumber daya tidak dimanfaatkan secara efektif dan efisien maka akan terjadi

pemborosan sumber daya.

Dalam menjalankan koordinasi yang dimaksud, koordinasi harus memiliki

karakteristik, yaitu tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh

karena itu, koordinasi merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering dicampur

adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya memiliki arti berbeda. Sekalipun

demikian, pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila mereka tidak

melaukukan kerja sama. Oleh karena itu, kerja sama merupakan suatu syarat yang

sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi. Adanya proses, karena

koordinasi adalah pekerjaan pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus

dikembangkan sebagai tujuan dapat tercapai dengan baik. Pengaturan secara

teratur usaha kelompok. Oleh karena koordinasi adalah konsep yang ditetapkan

dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah individu yang

bekerja sama , dimana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok

yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan

organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan

merupakan pertanda kuarang sempurnanya koordinasi. Konsep kesatuan tindakan.

Hal ini merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan usaha berarti harus mengatur

sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya

77
keserasian dalam mencapai hasil dan tujuan koordinasi adalah tujuan bersama,

kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut

serta melaksanakan tujuan sebagai dimana mereka bekerja.

Handoko (2003) mengatakan bahwa “Konsep tujuan organisasi dipandang

secara luas mempunyai beberapa fungsi penting yang pervariasi menurut waktu

dan keadaan”. Dari penjelasan mengenai organisasi diatasjika dikaitkan dengan

komunikasi organisasi, tentu sangat kuat kaitannya. Dimana komunikasi

organisasi itu sendiri adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan

organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.

Maka sangat relevan jika kita mengaitkan eksistensi organisasi dengan keberadaan

komunikasi organisasi yang pada hakikatnya memang suatu organisasi itu akan

sukses dengan adanya komunikasi yang efektif didalamnya.

Jika dilihat dari fungsinya, jelas komunikasi organisasi juga berfungsi untuk

mempengaruhi khalayak. Komunikasi juga membutuhkan khalayak untuk

membeli atau mengkonsumsi berbagai produknya, disitulah letak bagaimana

komunikasi berperan pentingt dalam suatu golongan, kelompok, dan organisasi.

Maka yang harus diperhatikan dalam suatu organisasi itu adalah sebuah

koordinasi, dimana dengan adanya suatu organisasi dari pimpinan akan membuat

jalan organisasi itu terarah serta tepat pada sasaran dari organisasi itu sendiri.

karena memang pada hakikatnya suatu organisasi itu akan tetap terakui

keberadaannya ketika masih terdapat koordinasi dari atasan terhadap bawahan

karena hal tersebut membuktikan bahwa organisasi itu masih hidup. Organisasi

dalam bentuk apapun esensinya terdiri dari sumber daya, proses manajemen dan

tujuan organisasi. Seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi tersebut

78
dimanfaatkan dalam proses manajemen secara terintegrasi dalam pencapaian

tujuan organisasi. Proses integrasi sumber daya maupun proses manajemen untuk

mencapai tujuan organisasi tersebut disebut dengan proses koordinasi. Dengan

demikian, koordinasi memiliki peran yang vital dalam memadukan seluruh

sumber daya organisasi untuk pencapaian tujuan. Semakin kompleks organisasi

dan manajemen maka semakin kompleks juga proses koordinasi yang harus

dilakukan. Bahkan, dalam konteks organisasi swasta (private institutions),

koordinasi tidak hanya dilakukan dalam ruang lingkup satu negara tetapi juga

lintas negara sebagaimana telah banyak dipraktekan oleh perusahaan-perusahaan

multi-nasional (Alleen, 2011). Dapat dibayangkan, betapa sulitnya proses

manajemen sumber daya yang tersebar di berbagai negara tanpa adanya

koordinasi. Tanpa koordinasi maka sumber daya yang tersebar tersebut tidak

dapat dikelola secara efektif dan efisien.

Prinsip koordinasi juga harus terefleksikan dalam organisasi

public/pemerintahan maupun organisasi kesewadayaan masyarakat (Alleen,

2011). Dalam organisasi publik, sumber daya yang digunakan tidak sedikit. Untuk

menunjang proses manajemen pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang

politik, ekonomi, sosial dan budaya maka sumber daya baik keuangan negara

maupun sumber daya manusia tidak sedikit. Bahkan, sebagian sumber daya

finansial tersebut sebagian mungkin dipenuhi melalui hutang luar negeri. Dalam

kondisi tersebut, apabila sumber daya tidak dimanfaatkan secara efektif dan

efisien maka akan terjadi pemborosan sumber daya.

Namun dalam praktek administrasi negara di Indonesia seringkali koordinasi

dianggap sebagai barang mahal. Koordinasi mudah diucapkan tetapi sulit untuk

79
dilaksanakan. Banyak sekali instansi yang memiliki kegiatan sejenis namun tidak

terkoordinasi dengan baik. Masalah ini juga terjadi dalam hubungan antar unit

dalam organisasi. Beberapa unit dalam satu organisasi memiliki kegiatan serupa

tanpa bisa dikendalikan oleh pimpinan. Kondisi ini dapat semakin parah apabila

tidak dikoordinasikan dari semenjak perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.

Secara umum, koordinasi merupakan tali pengikat dalam organisasi dan

manajemen yang menghubungkan peran para actor dalam organisasi dan

manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dan manajemen. Dengan kata lain,

adanya koordinasi dapat menjamin pergerakan aktor organisasi ke arah tujuan

bersama. Tanpa adanya koordinasi, semua pihak dalam organisasi dan manajemen

akan bergerak sesuai dengan kepentingannya namun terlepas dari peran aktor

lainnya dalam organisasi dan peran masing-masing aktor tersebut belum tentu

untuk mencapai tujuan bersama.

Oleh sebab itu, budaya organisasi yang dijalankan oleh pegawai

Disnaketrans Provinsi Sulawesi Utara khususnya oleh pegawai perempuan dapat

dikatakan berjalan sesuai dengan visi dan misi yang merupakan suatu budaya

organisasi. Hal tersebut ditunjukkan melalui peran perempuan sebagai ibu, istri

dan bahkan sebagai anak dalam lingkup keluarga, tidak menjadi halangan dalam

menjalankan peran sebagai perempuan yang bekerja di kantor dengan suatu visi

dan misi yang kenyataannya dapat dijaankan dengan baik.

2. Hambatan Budaya Organisasi Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Daerah Provinsi Sulawesi Utara

Dalam menjalankan budaya organisasi khususnya pada kalangan pegawai

perempuan di Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa hambatan

80
yang dipengaruhi dari luar yang mencakup faktor-faktor yang tidak dapat

dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi. Selanjutnya

terdapat pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat. Keyakinan-keyakinan

dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan

kebersihan serta faktor-faktor yang spesifik dari organisasi. Organisasi selalu

berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal

maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang

berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi

tumbuhnya budaya organisasi. Hambatan – hambatan yang terjadi dalam

pelaksanaak budaya organisasi yaitu :

a. Pergantian kepemimpinan

Kepemimpinan puncak yang baru, yang dapat memberikan suatu

perangkat alternatif dari nilai-nilai kunci, dapat dipersepsikan sebagai

lebih mampu dalam menanggapi krisis itu. Yang pasti disini adalah

eksekutif kepala dari organisasi itu tetapi itu juga mungkin perlu

mencakup semua posisi manajemen senior.

b. Adanya Organisasi Lain dalam Organisasi

Munculnya organisasi lain, mialnya dharma wanita di Disnakertrans, akan

ikut mempengaruhi budaya organisasi di Disnakertrans. Terlepas sebagai

pengaruh positif maupun negatif. Hambatannya adalah, bag pegawai

perempuan secara otomatis selain menjalankan budaya organisasi yang

berada di institusi, juga harus menjalankan budaya organisasi yang berada

di lingkup dhrma wanita yang notabene masih dalam lingkupan

Disnakertans.

81
c. Krisis dalam Organisasi

Makin luas suatu budaya dianut dan makin tinggi kesepakatan di kalangan

anggota mengenai nilai-nilainya, akan makin sulit mengubah budaya itu.

Sebaliknya, budaya lemah lebih mudah menerima perubahan dari pada

budaya yang kuat.

3. Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi Di Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

Dalam meningkatkan kualitas suatu budaya organisasi, diperlukan upaya –

upaya agar dapat mewujudkannya. Upaya upaya tersebut dapat dilakukan dengan

cara:

a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana pegawai didorong

untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.

b. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana pegawai diharapkan

menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

c. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil

ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil

tersebut.

d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan - keputusan

manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang

ada di dalam organisasi.

e. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim

ketimbang pada indvidu-individu.

82
f. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai dan

Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya statusquo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Budaya organisasi dapat merupakan kekuatan namun dapat pula menjadi

kelemahan bagi organisasi budaya merupakan kekuatan apabila mempermudah

dan memperlancar proses komunikasi, mendorong berlangsungnya proses

pengambilan keputusan yang efektif, memperlancar jalannya pengawasan dan

menumbuhkan semangat kerjasama serta memperbesar komitmen pada organisasi

yang pada gilirannya budaya meningkatkan efisiensi organisasi. Budaya

organisasi dapat menjadi sumber kelemahan apabila keyakinan dan sistem nilai

yang dianut tidak seirama dengan tuntutan strategi organisasi. Untuk hal tersebut

lima aspek kehidupan organisasional perlu mendapat perhatian khusus, kelima

aspek dimaksud adalah; pertama,kerjasama yang didasari niat, itikad baik dan

iklim saling mempercayai, kedua; komunikasi yang harus bebas dari

distorsi(masalah komunikasi berkaitan dengan masalah bahasa dan masalah gaya

komunikasi), ketiga; pengambilan keputusan dengan menggunakan sistem nilai

sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan, keempat; pengawasan diperlukan

sebagai instrument untuk mengamati apakah tindakan operasional benar diarahkan

untuk mencapai tujuan berdasar rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan

yang kelima : komitmen, makin besar rasa memiliki organisasi pada anggota

organisasi akan makin mudah baginya untuk membuat komitmen demi

keberhasilan organisasi.

Budaya menjadi beban apabila nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai

yang akan meningkatkan keefektifan organisasi dan ini mungkin terjadi bila

83
lingkungan organisasi itu dinamis. Bila lingkungan berubah dengan cepat budaya

organisasi yang telah berakar mungkin tidak tepat lagi, jadi konsistensi perilaku

merupakan asset bagi organisasi bila organisasi menghadapi lingkungan yang

stabil, namun konsistensi dapat menjadi beban dan membuat kesulitan dalam

menanggapi perubahan-perubahan lingkungan. Budaya kuat merupakan beban

apabila budaya tersebut secara efektif menyingkirkan kekuatan unik yang dibawa

oleh orang-orang dengan latar belakang berlainan kedalam organisasi.. Kondisi-

kondisi berikut dapat menuntut perlu dilakukan perubahan budaya organisasi,

kondisi dimaksud adalah; krisis yang dramatis, pergantian kepemimpinan dan

budaya yang lemah. Bagaimana menjaga budaya agar tetap hidup, dapat melalui

praktek memanajemeni sumber daya manusianya dan penerapan kepemimpinan

yang sesuai dengan perubahan budaya organisasi. Ada tiga kekuatan yang

memainkan bagian dalam mempertahankan budaya organisasi yakni; Pertama,

praktik seleksi (menemukan calon anggota yang pada hakekatnya mempunyai

nilai yang konsisten dengan nilai-nilai organisasinya). Kedua, tindakan

manajemen puncak (lewat bahasa dan perilaku mereka menegakkan norma-norma

yang mengalir ke bawah), Ketiga,metode sosialisasi (organisasi membantu

anggota baru menyesuaikan diri dengan budaya organisasi).

Budaya organisasi diteruskan kepada para anggota melalui sejumlah bentuk

yakni; cerita, ritual, lambang/symbol kebendaan. dan bahasa. Satu kenyataan yang

menarik adalah bahwa isi dan kekuatan budaya mempengaruhi iklim etis

organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Dalam hal ini budaya organisasi

yang paling mungkin membentuk standar etis tinggi adalah budaya yang tinggi

dalam mentolerir resiko, dan rendah atau sedang dalam keagresifan serta berfokus

84
pada sarana dan hasil. Untuk itu manajemen dapat melakukan tindakan sebagai

berikut; menjadi model peran yang kelihatan, mengkomunikasikan harapan etis,

memberikan pelatihan etika, memberi imbalan terhadap tindakan etis dan

hukuman terhadap tindakan tidak etis dan menyediakan mekanisme perlindungan

(menyediakan konselor etik, ombudsmen atau pejabat etik). Organisasi yang

memiliki budaya organisasi yang kuat akan mempunyai pengaruh yang bermakna

terhadap sikap dan perilaku para anggotanya. Oleh karena itu kinerja organisasi

perlu ditingkatkan dengan membentuk dan mengembangkan budaya organisasi.

Budaya organisasi itu dinamis, artinya dapat berubah sesuai tuntutan

perkembangan organisasinya. Sementara itu penerapan budaya organisasi di

Indonesia masih memprihatinkan karena masih banyak organisasi yang tidak

memiliki dan belum menerapkan secara baik budaya organisasinya. Kurangnya

kesadaran organisasi mengenai peranan budaya organisasi dapat berakibat

kegagalan dalam bersaing dan gagal mewujudkan visi dan misinya, bahkan dapat

mematikan organisasi.

85
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan diatas,

peneliti menarik kesimpulan bahwa:

1. Budaya Organisasi pada kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara dapat dikatakan berjalan

dengan baik sesuai dengan visi misi yang telah ditentukan. Budaya organisasi

di Disnakertrans dapat dijelaskan dengan rincian sebagai berikut:

a) Perubahan

Melalui budaya organisasi, seluruh wargaorganisasi harus selalu siap

dalam menghadapi perubahan – perubahan yang dituntut untuk

menyesuaikan dan menyelaraskan dengan situasi yang terjadi yang dapat

berubah – ubah kapan saja.

b) Pencapaian Tujuan

Dalam mencapai tujuan, pagawai perempuan di Disakertrans menjalankan

tupoksi sesuai dengan visi dan misi yang telah dilakukan.

c) Koordinasi Kegiatan

Koordinasi

2. Hambatan Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai Perempuan di Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

Hambatan – hambatan yang dialami dalam menjalankan budaya organisasi

pada kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

86
Provinsi Sulawesi Utara yaitu pergantian kepemimpinan, adanya organisasi lain

dalam organisasi dan krisis dalam organisasi.

3. Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi Di Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara

Upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi hambatan yang

terjadi dalam menjalankan budaya organisasi, dapat dilakukan dengan cara

membuat inovasi – inovasi serta berani mengambil risiko yang ada. Selain dari

pada itu, wargaorganisasi harus lebih detail atau lebih rinci dalam berbagai hal

serta berorientasi pada hasil yang telah ditentukan dengan menjalankan sesuai

dengan visi dan misi yang ditetapkan. Selain dari pada itu harus juga berorientasi

pada orang sebagai eksekutor dalam mencapai visi dan misi yang ditetapkan.

B. Saran

Hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, untuk

memperbaiki hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan budaya organisasi di

Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provnsi Sulawesi Utara, peneliti memberi

masukan dalam bentuk beberapa saran yag terdiri dari:

1. Koordinasi antar pegawai yang sudah terbangun dengan baik hendaknya selalu

dipelihara dengan jalan selalu mengadakan pemantauan dan tentunya dengan

sanksi apabila terjadi pelanggaran.

2. Dalam mengembangkan budaya organisasi dibutuhkan waktu yang lama maka

pemimpin harus mampu menumbuhkan rasa keterkaitan pada suatu falsafat

dan tujuan organisasi pada segenap karyawan dan sebaliknya pemimpin harus

konsisten, yakni suatu sikap terpadu antara tindakan dengan komitmen yang

telah disepakati.

87
3. Untuk mewujudkan sebuah budaya organisasi yang kuat dan dinamis,

komunikasi adalah hal yang sangat penting yang harus dilakukan oleh setiap

pemimpin jika dia ingin sukses dalam aktivitasnya sebagai pemimpin, karena

tidak mungkin sebuah organisasi akan berjalan dengan baik jika tidak ada

komunikasi yang harmonis antara pemimpin dengan bawahannya

88
DAFTAR PUSTAKA

Abizar. 1998. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Depdikbud Dikjen Dikti P2LPTK.

Creswell, J. W. 2006. Research Design: Quantitative, Qualitative and Mixed


Methode.

Cremers B and Raynold. 1993. School effectiveness and school improvement, the
Netherland swets and zetlinger.

Cremers B and Raynold. 2002. School effectiveness and school improvement, the
Netherland swets and zetlinger.

Dessler, Gary, 1996, Manajemen Personalia, Edisi III, Jakarta: Erlangga.

DeRoche. 1987. How School Administration Solve Problems. New York:


Englewood Cliffs.

Etikariena, A. dan Muluk, H. 2014. Hubungan antara Memori Organisasi dan


Perilaku Inovatif Karyawan, Majalah Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, 16 (April) 23-25.

Gaynor, G.H., 2002. Innovation by design. New York, American Management


Association.

Greenberg, J. dan Baron, R.A. 2003. Behavior in Organization (Rev). Prentice


Hall. New Jersey

Greenberg, J. dan Baron, R.A. 1995. Behavior in Organization. Prentice Hall.


New Jersey.

Gitosudarmo, Indriyo. 1997, Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta : BPFE.

Garnida, D. J. P. 2013. Manajemen Perkantoran Efektif, Efisien dan Profesional.


Bandung: Alfabeta.

Djatmiko, 2002, Perilaku Organisasi, Bandung, Al-pabeta.

Goldstein L.B., 2007. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine Acute


Ischemic Stroke Treatment in 2007. American Heart Association. 116:
1504-1514.

Hatch, M. J. 1997. Organization Theory: Modern, Symbolic, and Post-modern


Perspective, Oxford: Oxford Univ. Press.

89
Irawati, I. 2009. Pengaruh Internalisasi Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Juru Penilik Jalan (Baanschouer) di PT. Kereta Api Daerah Operasi II
Bandung. Tesis.

Mangkunegara, A. A. P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, Perusahaan


Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mariana, D. 2007. Pengaruh Budaya Orgnisasi Terhadap Perilaku Pejabat


Publik: Studi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Journal of Social
Sciences and Humanities. Vol. 10. Nomor 3. Tahun 2008. ISSN:
14110911; e-ISSN: 24432660.

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UIP

Moelyono. 2004. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.

Ndraha, T. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta, Jakarta.

Nimran, Umar. 1997. Perilaku Organisasi. Edisi Revisi. Surabaya: Citra Media.

Nicholson, Walter. 1997. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Erlangga,


Jakarta.

Owens, R.G. 1991. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and


Bacon.

Panbundu, M. T. 2012. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.


Jakarta; Bumi Aksara.

Permana, J. 2009. Transformasi Budaya Kerja Pegawai Pemerintah (Studi


Interpretatif mengenai Strategi Komunikasi Organisasi Untuk
meningkatkan Budaya kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Pendidikan di
kota Cimahi).

Pratiknjo, M.H. 2012. Wanita Minahasa; Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
Marin CRC- Lab Jur Antropologi Unsrat.

Purwanto. 2011. Budaya Organisasi dan Kompetensi. Yogyakarta. Pustaka


Pelajar. Rahmenda, T. 2014. Budaya Organisasi PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk.

Robbins, S. 1999. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi ke 5. Jakarta:


Erlangga.

90
Robbins. 2011. Organizationl Behavior. Fouteenth Edition. Pearson education.
New Jersey 07458.77-89.

Sashkin, M. & Kisher, K. J. 1993. Putting Total Quality Management to Work.


Montgomery St. San Fransisco: Berret-Koehler Publisher, Inc.

Schein. 1992. Organizational Culture and Leadership. Jossey-Bass. San


Fransisco.

Sobirin, A. 2009. Budaya Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan


Sekolah Tinggi Ilmu Percetakan YKPN.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Andi Offset.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D.


Bandung. Alfabeta.

Sutrisno, E. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Cetakan


Pertama. Jakarta: Penerbit Kencana.

Tania Rahmenda. 2014. Budaya Perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.,


Tesis. Yogyakarta. Program Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.

Tan, V. S. L.. 2002. Changing Your Corporate Culture. Singapore: Times Books.

Tika, P. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta:


bumi Aksara.

Utami, R. P. 2013. Budaya Organisasi Rumah Sakit Universitas Airlangga. Tesis

Wibowo. 2010. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan


Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Rajawli Pers.

Hofstede, G. J. 2014. Measuring Organizational Cultures: A Qualitative and


Quantitative Study Across Twenty Cases. Administrative Science
Quarterly. New York.

Robbins. 2017, Organizational Behaviour, Edisi 13, Jilid 1, Salemba Empat,


Jakarta.

91
PEDOMAN WAWANCARA
BUDAYA ORGANISASI PADA KALANGAN PEGAWAI PEREMPUAN
DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA

 Indikator Perubahan
1. Bagaimana menurut anda tentang budaya kerja perempuan yang
berada di Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara saat ini?
2. Apa yang dilakukan oleh pegawai khususnya perempuan dalam
memajukan Disnakertrans Prov Sulawesi Utara?
3. Perubahan apa saja yang terjadi di Disnakertrans Prov Sulawesi Utara
dilihat dari pengaruh budaya organisasi?
4. Apa saja yang menjadi hambatan dalam perubahan?
 Indikator Pencapaian Tujuan
1. Bagaimana peran pegawai perempuan di Disnakertrans dalam
menjalankan visi dan misi instansi sebagai budaya organisasi?
2. Langkah apa saja yang diambil untuk untuk mempertahan budaya
organisasi?
3. Apa saja yang menjadi program instansi yang merupakan bagian dari
indikator budaya organisasi?
 Indikator Koordinasi Kegiatan
1. Bagaimana sistem koordinaso yang dilakukan dalam menjalankan
tupoksi masing-masing?
2. Secara keseluruhan, bagaimana harmonisasi kerja tim sebagai
implementasi budaya organisasi?
3. Apa saja yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan
budaya organisasi di Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara?
4. Adakah reward atau sejenisnya dalam rangka memperkuat budaya
organisasi antar pegawai terutama Pegawai perempuan?
 Apa saja yang menjadi hambatan atau kendala pada saat menjalankan budaya
organisasi di Disnakertrans Prov Sulawesi Utara serta apa upaya yang
dilakukan?

92
DOKUMENTASI PENELITIAN

Wawancara Peneliti dengan Kepala Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara


Ibu Ir Erny B Tumundo MSi

Kabid Hubungan Industrial


Ibu Maya Ticoalu S.Sos

KaSie Hiperkes Marini E Karinda SH

93
KaSie Pemeriksaan Pengaduan dan Pelaporan Tenaga Kerja
Ibu Selfia Poluan SH MH

Fungsional Pengawasan Ketenagakerjaan


Ibu Nova Saerang SSos

Fungsional Pengawasan Ketenagakerjaan


Ibu Selfie A Kaawoan SSos

94
Fungsional Pengawasan Ketenagakerjaan
Ibu Suryati Mursali SE

Fungsional Umum
Ibu Dina Chandra SE

Fungsional Umum
Ibu Gerty Pinaria SE

95
Pegawai Fungsional di Disnakertrans Prov. Sulawesi Utara

Program PERKASA Yang Dijalankan Oleh Disnakertrans

Penyerahan Bantuan Jaminanan Kematian Oleh Disnakertrans

96

Anda mungkin juga menyukai