Anda di halaman 1dari 39

BUDAYA ORGANISASI PADA KALANGAN PEGAWAI PEREMPUAN

DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH


PROVINSI SULAWESI UTARA

PROPOSAL TESIS

Oleh

Heidy Mariani Veronica Rumondor


NIM. 19202101048

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


PASCASARJANA
MANADO
2021
PERNYATAAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Komisi Pembimbing TESIS menyetujui rencana


Pelaksanaan kegiatan dari mahasiswa berikut ini:

Nama Mahasiswa : Heidy Mariani Veronica Rumondor


NIM : 19202101048
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan
Jenis kegiatan yang : Seminar Proposal Tesis
disetujui dilaksanakan
Judul : Budaya Organisasi Pada Kalangan Pegawai
Perempuan Di Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.

Manado, Mei 2020


KOMISI PEMBIMBING KOORDINATOR
Pembimbing I
PROGRAM STUDI

Dr. Dra. Maria H. Pratiknjo, MA Dr. Deysi Tampongangoy, S.Sos., M.Si


NIP. 196110311986022001 NIP. 1198012102006042003

Pembimbing II

Dr. Leviane J. H. Lotulung, S.Sos, M.I.Kom


NIP. 197304052005012001

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 8
B. Konsep Budaya Organisasi ........................................................................11
1. Pengertian Budaya Organisasi .............................................................11
2. Eleman Budaya Organisasi ..................................................................17
3. Karakteristik Budaya Organisasi..........................................................18
4. Tingkatan Budaya Organisasi ..............................................................19
5. Fungsi Budaya Organisasi....................................................................20
6. Aspek – Aspek Budaya Organisasi ......................................................23
7. Komitmen Budaya Organisasi .............................................................25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .................................................................................27
B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................27
C. Fokus Penelitian .........................................................................................27
D. Informan Penelitian ....................................................................................28
E. Sumber Data Penelitian ..............................................................................29
F. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................29
G. Analisis Data ..............................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33
 Pedoman Wawancara

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu instansi maupun perusahaan, tidak terlepas dari komponen yang ada di

dalamnya. Struktur organisasi maupun sumber daya manusia didalamnya menjadi

sorotan menarik untuk dikaji lebih dalam. Organisasi yang baik merupakan

organisasi yang mampu berkompetisi secara sehat dan dapat mempertahankan

kualitasnya dalam kurun waktu yang lama dimana baik atau tidaknya suatu

organisasi ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya kinerja karyawan, profit

perusahaan, kepuasan kerja, perilaku kewargaorganisasian serta kemampuan

manajemen. Kompetisi instansi maupun perusahaan terus dilakukan untuk

meningkatkan sumber daya manusia dikarenakan dengan adanya sumber daya

manusia yang berkualitas tentunnya dapat menunjang kerberhasilan suatu instansi

mapun perusahaan dalam berkopetisi dimana sumber daya manusia yang

berkualitas diyakini menjadi aset instansi maupun perusahaan yang mengingat

fungsinya sebagai penggerak, perencana, pemikir dan pengendali aktifitas.

Komponen sikap pegawai pada suatu instansi atau perusahaan, merupakan

suatu bentuk organisasi yang berasal dari suatu persepsi subjektif yang berasal

dari berbagai faktor. Faktor – faktor tersebut seperti budaya organisasi,

kepemimpinan, iklim kerja, komunikasi antar karyawan, komunikasi pimpinan

dan bawahan serta politik dalam organisasi (Robbins dan Judge, 2017).

Didasarkan pada faktor – faktor komponen tentang sikap pegawai, budaya

organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berjalannya sebuah

sistem dalam suatu instansi/perusahaan, tetapi tidak dapat berdiri sendiri

1
melainkan dipengaruhi juga oleh faktor – faktor lainnya. Budaya organisasi

dibentuk melalui interaksi empat faktor utama diantaranya faktor karakter

perorangan (characteristics oorganizational members), faktor etika

instansi/perusahaan (organizational ethics), faktor pembagian hak (property of

rights), dan faktor struktur organisasi (organizational structure).

Budaya organisasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan

lingkungan internal maupun eksternal dalam suatu instansi. Hal tersebut

dikarenakan keragaman budaya yang ada dalam organisasi, sama banyak dengan

jumlah individu yang berada dalam organisasi tersebut. Ketersediaa individu

sebagai sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi akan menciptakan

terjadinya perbedaan sifat, watak dan kepribadian masing-masing individu. Oleh

sebab itu budaya organisasi menjadi sangat penting dalam memberikan suatu

solusi yang dijadikan suatu keyakinan, norma dan aturan yang ada dalam

organisasi yang bertujuan agar setiap individu menganut dan memahami nilai-

nilai yang ada di dalamnya. Budaya organisasi sangat diperlukan dan berperan

penting untuk mencapai hasil tertinggi organisasi. Namun budaya organisasi harus

selalu bergerak, berubah dan melakukan transformasi sesuai dengan kebutuhan

organisasi dalam menanggapi perubahan lingkungan strategis. Budaya organisasi

mempengaruhi masa depan organisasi untuk berkembang ke tingkat yang lebih

tinggi. Disamping itu, keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh

kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang memiliki talenta,

kemampuan, kompetensi, loyalitas, dedikasi dan komitmen pada organisasi.

Kuat atau lemahnya budaya organisasi akan memberi dampak terhadap hasil

kerja individu dimana hasil kerja individu tidak lepas dari peran budaya yang

2
ditanamkan dan dianur oleh setiap anggota organisasi. Cara pandang dan perilaku

pegaai akan mencerminkan taraf internalisasi budaya yang ditanamkan. Budaya

organisasi dalam taraf lemah akan memunculkan banyaknya kelompok –

kelompok dalam organisasi yang dapat menyebabkan perpecahan atau penurunan

hasil pekerjaan individu. Hal ini berbanding terbalik apabila budaya organisasi

kuat, dimana teridentifikasi dari bagaimana cara pegawai berperilaku maupun

pemahaman pegawai terhadap organisasinya. Apabila budaya organisasi tertanam

kuat pada masing – masing individu pegawai maka mereka akan bekerja sesuai

dengan nilai- nilai yang diajarkan didalamnya sehingga dapat memberikan hasil

pekerjaan yang lebih baik dan meningkat. De ngan kata lain semakin banyak

seseorang menerima nilai luhur dan semakin besar komitmen individu pada

organisasi maka akan menciptakan kekompakan serta menunjang loyalitas

individu pegawai. Pegawai yang memiliki komitmen akan selalu memiliki

keyakinan dan dorongan untuk melakukan tugasnya dengan baik tanpa perlu

diawasi oleh pimpinan dikarenakan pegawai menghargai dirinya sendiri dalam

melaksanakan pekerjaan.

Dengan komitmen serta penghargaan terhadap diri sendiri, akan semakin

mudah munculnya inovasi – inovasi dalam melaksanakan pekerjaan yang

diemban. Hal ini merupakan suatu keperibadian dan gaya individu dari pegawai

dalam mengeksekusi pekerjaan bahkan akan mempermudah dalam menangani

permasalahan yang muncul dalam pekerjaan. Tentunya harus memiliki koordinasi

yang baik antar sesama pegawai dan dengan pimpinan yang paling utama. Inovasi

– inovasi yang bermunculan tidak akan lepas dari dukungan baik dari internal

organisasi maupun dari internal individu sebagai tuntutan pekerjaan yang

3
cenderung meningkatkan semangat pegawai untuk berperilaku inovatif. Hal ini

juga tidak terlepas dari perilaku individu yang inovatif bahkan seorang perempuan

pekerja sekalipun, dituntut dan harus memiliki inovasi dalam pekerjaan yang

tentunya harus memperoleh dorongan dalam melaksanakan pekerjaan.

Perempuan yang terlibat dalam sektor produktif semakin meningkat, dimana

perempuan pekerja disebabkan oleh persepsi masyarakat yang jika tidak bekerja

khususnya pada sektor publik masih dianggap belum bekerja. Perempuan –

perempuan yang bekerja pada suatu instansi ataupun perusahan, sama halnya

dengan kaum pria dituntut untuk dapat melaksanakan pekerjaan yang diberikan

bahkan dituntut juga harus menghasilkan inovasi dalam bekerja. Perempuan

dalam dunia kerja menjadi sangat substansial dan strategis yaitu mengenal

hubungan antara dunia kerja dan perempuan. Hal ini sesuai dengan yang

dikatakan oleh Pratiknjo H. (2012) dalam bukunya “Wanita Minahasa” dimana

menjelaskan bahwa perempuan (wanita) pekerja memiliki kesetaraan gender yang

artinya dapat menjalankan pekerjaan yang diemban oleh pria yang tidak semata –

mata hanya sebagai ibu rumah tangga yang hanya harus berada dirumah saja.

Perempuan identik dengan organisasi, dimana organisasi sebagai suatu gabungan

sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Perempuan

memiliki peran penting dalam kemajuan suatu organisasi, termasuk dalam

pengambilan kebijakan yang bertujuan untuk memunculkan loyalitas dan

kepribadian serta gaya yang bertujuan agar dapat menangai permasalahan –

permasalahan yang muncul.

Hasil obervasi yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Disnakertrans) Daerah Provinsi Sulawesi Utara, pegawai yang memiliki

4
komitmen akan selalu memiliki keyakinan dan dorongan untuk melakukan

tugasnya dengan baik meskipun tanpa pengawasan. Hal tersebut dibuktikan

dengan munculnya beberapa inovasi yang dijalankan oleh Disnakertrans Provinsi

Sulut. Diantaranya program “Perkasa” dimana program ini menjamin tentang

jaminan kematian untuk pekerja sosial keagaam, serta adanya pemeriksaan

kesehatan tenaga kerja, program pengujian lingkungan kerja serta pelatihan tenaga

kerja yang berbasis kompetensi. Inovasi – inovasi ini dianggap berhasil pada

pelaksanaannya, hal ini dibuktikan dengan diterimanya Paritrana Award pada

Tahun 2019 bagi Provinsi Sulawesi Utara yaitu penghargaan Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan. Inovasi ini, sebagai bentuk penerapan kebijakan pemerintah

pusat dalam rangka jaminan sosial bagi tenaga kerja di Sulawesi Utara yang

berkerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan Manado yang menjadikan Provinsi

Sulawesi Utara sebagai pioner bagi daerah lain yang melakukan perlindungan

jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja sosial keagamaan dimana menjadi

daerah dengan tingkat kepesertaan tertinggi di Indonesia.

Keterlibatan perempuan di Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara termasuk

besar dimana jumlah pegawai perempuan mencapai 53 orang termasuk kepala

dinas merupakan seorang perempuan. Hal ini tentunya menjadi dorongan

tersendiri sekaligus menjadi tantangan bagi para perempuan untuk berinovasi

sebagai bentuk kepribadian dan gaya dalam melaksanakan pekerjaan yang

tentunya harus terpimpin dan memiliki dorongan sebagai tuntutan dalam

melaksanakan pekerjaan dengan menciptakan inovasi – inovasi yang dapat

membantu khususnya dalam bidang ketenagakerjaan.

5
Berdasarkan uraian yang dijelaskan, menunjukkan bahwa budaya organisasi

sangat berpengaruh pada komitmen pekerjaan untuk meningkatkan kualitas serta

kompetensi baik individu maupun organisasi dengan menciptakan inovasi –

inovasi terutama dari para pegawai sebagai bentuk tuntutan serta dijadikan

sebagai kepribadian dan gaya dalam melaksanakan pekerjaan terutama bagi

pegawai – pegawai perempuan. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk

mengetengahkan gagasan penelitian kedalam sebuah tesis dengan judul “Budaya

Organisasi Pada Kalangan Pegawai Perempuan Di Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana budaya organisasi

pada kalangan pegawai perempuan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Daerah Provinsi Sulawesi Utara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa budaya organisasi pada kalangan

perempuan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigras Daerah Provinsi Sulawesi

Utara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi dalam dua jenis yaitu:

1. Secara teoritis, yaitu bermanfaat bagi keilmuan pengelolaan sumberdaya

pembangunan.

2. Secara praktis, yaitu bermanfaat bagi organisasi pada kalangan pegawai

perempuan yang berada di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah

6
Provinsi Sulawesi Utara yang dapat menjadi masukan dan bahan pertmbangan

untuk menunjang organisasi.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Tujuan penelitian terdahulu yaitu untuk mendapatkan bahan perbandingan

dan sebagai acuan untuk menghindari kesamaan dengan penelitian yang sedang

dilakukan. Oleh sebab itu, tinjauan pustaka ini mencantumkan beberapa hasil

penelitian terdahulu sebagai berikut:

1. Dede Mariana, 2007 dengan judul disertasi “Pengaruh Budaya Organisasi

Terhadap Perilaku Pejabat Publik (Studi pada pemerintah provinsi Jawa

Barat)”. Dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan

pijakan teori analisis menggunakan teori Robbins dengan analisis jalur yang

diungkapkan dalam penelitian dimana aparat pemerintah Provinsi Jawa Barat

tidak mampu membuat kegiatan yang mendukung pencapaian visi, misi dan

kebijakan yang ditetapkan oleh gubernur. Hal tersebut disebabkan oleh

beberapa faktor yakni, sosialisasi dan internalisasi yang kurang, metode dan

cara sosialisasi yang belum dilakukan secara dialogis, pimpinan belum dapat

dijadikan teladan dalam menerapkan visi dan misi serta mentalitas aparat yang

mengalami kemunduran sehingga mempengaruhi kinerja organisasi.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan sekarang adalah metode

penelitian menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teori

Etikariena & Muluk.

2. Ira Irawati, 2009 dengan judul tesis “Pengaruh Internalisasi Budaya

Organisasi Terhadap Kinerja Juru Penilik Jalan (Baanschouer) di PT Kereta

Api Daerah Operasi 2 Bandung”. Menggunakan teori Koter dan Hessker

8
(1992) dan Swanson (1994). Metode yang digunakan adalah metode

kuantitatif menggunakan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kinerja suatu organisasi tidak hanya bergantung kepada kejelasan informasi,

kecukupan imbalan dan skema organisasi tetapi juga ditentukan oleh sistem

nilai dan budaya yang dibawa individu dalam organisasi tetapi juga ditentukan

oleh sistem nilai dan budaya yang dibawa dalam organisasi yang

bersangkutan. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Irawati

adalah metode penelitian yang digunakan dimana Irawati menggunakan

metode kuantitatif sedang penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Selanjutnya terdapat pada teori yang digunakan dimana penelitian Irawati

menggunakan teori Kotter, Hessket dan Swanson sedangkan penelitian ini

menggunakan teori Etikariena & Muluk.

3. Johar Permana, 2009 dalam disertasinya “Transformasi Budaya Kerja Pegawai

Pemerintah (Studi Interpretatif mengenai Strategi Komunikasi Organisasi

Untuk Meningkatkan Budaya Kerja Pegawai Pada kantor Dinas Pendidikan di

Kota Cimahi)” menemukan bahwa budaya kerja mind-sets pegawai yang

optimistik untuk orientasi mutu, adanya wacana perubahan struktur organisasi

yang tinggi, profesionalitas yang minimal, motivasi kerja bukan sekedar

melaksanakan perintah tetapi kesadaran mencari nafkah dan berniat beribadah

serta masih ditemukannya budaya yang kurang kondusif seperti nilai yang

terlalu formalistik, birokratik-hirarkhis, kepatuhan semu dan orientasi pada

prestise. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Johar Permana dengan

penelitian yang akan dilakukan terletak pada teori yang dijadikan sebagai

acuan. Johar Permana mengkaji budaya dengan pendekatan komunikasi

9
sedangkan penelitian ini akan mengkaji faktor internal yang mendukung

budaya organisasi dan faktor eskternal yang mempengaruhi budaya organisasi

dengan pendekatan perilaku kerja inovatif menurut Etikariena & Muluk

(2014).

4. Riska Putri Utami, 2013 dengan judul tesis “Budaya Organisasi Rumah Sakit

Universitas Airlangga”. Penelitian ini bertujuan untuk mandapatkan gambaran

mengenai budaya organisasi dalam Rumah Sakit Universitas Airlangga yang

dapat mendukung efektivitas di masa mendatang. Penelitian ini dilatar

belakangi oleh adanya kebutuhan baik internal maupun ekternal bagi suatu

perusahaan untuk mampu bersaing dan memiliki kinerja yang baik. Metode

penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara untuk

memperoleh gambaran nilai-nilai apa saja yang dapat dikembangkan dalam

budaya organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Perbedaan dengan

penelitian yang akan dilakukan sekarang adalah dilatar belakangi oleh

keinginan yang kuat untuk membangun budaya organisasi lewat perilaku

inovatif.

5. Tania Rahmenda, 2014 dengan judul tesis “Budaya Organisasi PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk” dengan menggunakan metode kualitatif.

Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi nilai-nilai yang terkandung dalam

rumusan budaya organisasi dari kepemimpinan sebelumnya yang masih

melekat serta nilai-nilai yang masih relevan dengan kondisi lingkungan

perusahaan saat ini. Analisis data yang digunakan adalah model analisis teknik

konvensional dimana hasilnya adalah terdapat beberapa nilai yang tidak

berubah yakni kekeluargaan yang tinggi dan budaya inovasi. Perbedaan

10
penelitian yang dilakukan oleh Tania Rahmenda dengan penelitian yang akan

dilakukan terletak pada tujuan penelitian. Tania Rahmenda mengkaji budaya

organisasi dengan tujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai yang terkandung

dalam rumusan budaya organisasi dari kepemimpinan sebelumnya sedangkan

penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor internal yang mendukung

budaya organisasi dan faktor eskternal yang mempengaruhi budaya organisasi

dengan pendekatan perilaku kerja inovatif menurut Etikariena & Muluk.

(2014).

Berdasarkan penelitian – penelitian terdahulu yang dijelaskan diatas,

menunjukkan bahwa budaya organisasi memang penting bagi organisasi dan

akan selalu menarik untuk diteliti sebagai upaya pengembangan serta

penguatan nilai-nilai budaya dalam mencapai tujuan organisasi.

B. Konsep Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi pada saat ini semakin berkembang sejalan dengan

meningkatnya dinamika iklim dalam organisasi. Oleh sebab itu konsep budaya

organisasi dikembangkan dengan berbagai macam versi mengingat budaya

merupakan bagian dari disiplin ilmu tropology dan sosiologi sesuai dengan makna

budaya yang mengandung konotasi kebangsaan ditambahkan lagi implikasinya

begitu luas sehingga dapat dilihat dari beragam sudut pandang.

Wibowo (2010:15), mengatakan bahwa budaya terdiri dari mental program

secara bersama yang mensyaratkan respon individual pada lingkungannya. Schein

(dalam Wibowo, 2010:16) menjelaskan juga bahwa budaya organisasi menjadi

11
suatu filosofi yang mendasari kebijakan organisasi antara lain aturan main untuk

bergaul dan perasaan atau iklim yang dibawa oleh persiapan fisik organisasi.

Budaya organisasi merupakan suatu kajian yang pada saat ini dirasakan

semakin penting keberadaannya yang perlu untuk ditelaah serta dikembangkan

terhadap semua jenis organisasi. Budaya organisasi pada hakikatnya merupakan

nilai-nilai organisasi yang berperan sebagai landasan untuk bersikap, berperilaku

dan bertindak bagi semua anggota dalam organisasi (Tan, 2002:36). Nilai

organisasi merupakan jembatan atau intermediary antara asumsi dasar dengan

artefak (Sobirin, 2009:165). Menurut Moelyono (2004:41) organisasi merupakan

sistem nilai yang diyakini oleh seluruh anggota organisasi yang di pelajari,

diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan yang berfungsi sebagai

perekat dan dijadikan acuan dalam berperilaku.

Memahami budaya suatu organisasi tidaklah mudah, sebab nilai - nilai yang

dianut dalam organisasi tidak langsung dapat diamati. Seperti yang dikemukakan

oleh Greenberg dan Baron, (2003 : 115) budaya organisasi sebagai kerangka kerja

kognitif yang terdiri dari sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan harapan yang

diterima bersama oleh anggota organisasi. Pendapat senada disampaikan oleh Tan

(2002:67) bahwa budaya organisasi adalah cara orang berperilaku dalam

organisasi dan ini merupakan satu set norma yang terdiri dari keyakinan, sikap,

nilai-nilai inti, dan pola perilaku bersama dalam organisasi. Organisasi sebagai

organisme pada dasarnya memiliki kepribadian yang oleh Robbins (1999:12),

disebut sebagai budaya organisasi. Dalam melakukan seluruh aktivitas yang

dituangkan dalam program, seperti yang dikemukakan oleh Ndraha (2005:18)

bahwa setiap program memerlukan budaya organisasi. Lebih lanjut dikatakan

12
bahwa akar setiap budaya organisasi adalah serangkaian karakteristik inti yang

dihargai secara kolektif oleh anggota organisasi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan budaya

organisasi. Gibson memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan

oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan-tujuan organisasional dan

individual (dalam Sutrisno (2010:28). Pendapat lain yang secara rinci

mengemukakan tentang upaya menyebarkan budaya organisasi dikemukakan oleh

Greenberg dan Baron (2003:523) tentang cara-cara yang dapat ditempuh dalam

menyebarkan atau mensosialisasikan budaya organisasi yaitu :

1. Simbol, yaitu suatu objek yang dapat mengatakan lebih banyak daripada

apa yang terlihat oleh mata. Merupakan objek material yang memberikan

arti lebih luas melebihi kandungan intrinsiknya.

2. Slogan, merupakan ungkapan yang menagkap budaya organisasi. Slogan

juga mengkomunikasikan aspek penting dari budaya baik kepada

masyarakat umum maupun pekerja dalam organisasi sendiri.

3. Cerita, disampaikan secara formal maupun informal dan menggambarkan

aspek kunci budaya organisasi dan dengan memberitahu mereka dapat

memperkenalkan secara efektif atau menegaskan kembali tentang nilai-

nilai kepada pekerja

4. Jargon, bahasa khusus yang mendefinisikan budaya. Bahkan tanpa

memberikan cerita, bahasa sehari-hari yang dipergunakan dalam

perusahaan membantu melanjutkan budaya

13
5. Upacara, kejadian khusus yang memperingati nilai-nilai korporasi.

Upacara dapat dilihat sebagai perayaan nilai-nilai dasar dan asumsi

organisasi.

Melakukan sosialisasi budaya tidak terlepas dari komunikasi, baik

komunikasi formal maupun komunikasi informal, keduanya dipakai dalam

organisasi secara bergantian seperti yang dikemukakan oleh, Purwanto, (2011:51-

53) bahwa, “Komunikasi formal biasanya didasarkan pada bagan organisasi

formal yang menggambarkan bagaimana informasi disampaikan dari satu bagian

kepada bagian yang lainnya, meskipun sangat penting, namun terkadang bisa

menjengkelkan dan membuat „frustasi‟ sehingga dalam praktek garis-garis dan

kotak-kotak yang tergambar pada struktur organisasi tidak mampu mencegah

orang-orang dalam suatu organisasi untuk saling berkomunikasi, saling

menyampaikan informasi atau bertukar informasi, yang disebut sebagai jaringan

komunikasi yang informal. Dalam komunikasi informal orang-orang dalam

organisasi tanpa mempedulikan jenjang hierarki, pangkat, kedudukan, dan jabatan

dapat berkomunikasi secara luas.

Pendapat senada dikemukakan oleh Sutrisno, (2010:41), tempat kerja

merupakan suatu komunitas sosial yang memfokuskan pada peran dari

komunikasi, sehingga selanjutnya aktivitas kerja dapat dioptimalkan. Artinya

bahwa dalam melakukan berbagai kegiatan di tempat kerja, peran komunikasi

sangat penting. Schein (1992:17-31), berpendapat agar dapat mengenal budaya

suatu organisasi dapat dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji lapisan

budaya. Lapisan budaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut,

14
1. Artefak sebagai lapisan pertama merupakan dimensi yang paling terlihat

dalam budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial

organisasi. Orang yang memasuki organisasi tersebut dapat melihat

dengan jelas bentuk bangunan, teknologi, bahasa yang digunakan sehari-

hari, bahasa tulis, produk seni dan perilaku anggota organisasi. Anggota

organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya organisai

mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan jelas.

Artefak dapat diobservasi secara mudah namun sulit memahami apa yang

dimaksud dengan artefak dan bagaimana artefak tersebut berhubungan

dengan pola paling dalam dari budaya organisasi. Orang luar yang ingin

mengkaji atau meneliti budaya organisasi dan ingin memahaminya maka

dapat dilakukan dengan menganalisis nilai sentral yang ada dalam

organisasi tersebut.Bentuk pengejawantahan nilai-nilai organisasi akan

tampak pada artefaknya. Seperti yang dikemukakan oleh Lehman,

Himstreet dan Baty (dalam Purwanto, 2011:69), bahwa komponen budaya

terbangun oleh beberapa komponen utamanya, yaitu nilai-nilai (baik-

buruk, diterima atau ditolak), norma-norma (tertulis dan tidak tertulis),

simbol-simbol, (warna logo suatu perusahaan atau organisasi, bahasa dan

pengetahuan).

2. Nilai lapisan kedua merupakan pembelajaran organisasi dengan

mereflesikkan nilai-nilai anggota organisasi. Perasaan mereka mengenai

apa yang seharusnya ada dengan kenyataannya. Jika anggota organisasi

mengahadapi masalah atau tugas baru maka solusinya adalah nilai-nilai

yang ada. Values atau nilai-nilai budaya organisasi sebagai lapisan atau

15
unsur budaya organisasi bahkan disebut sebagai filosofis, sebagai nilai-

nilai mendasar dan menjadi penjelas perilaku individu dan mewarnai

praktek keorganisasian.

3. Asumsi dasar yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota

organisasi dan dianggap benar berdasarkan pengalaman bahwa solusi yang

diberikan pimpinan telah berkali-kali ternyata benar. Budaya, menetapkan

cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Asumsi dasar ini merupakan

bagian budaya yang paling utama. Asumsi dasar menjadi jaminan (taken

for granted) bahwa seseorang menemukan variasi kecil dalam unit budaya.

Dalam asumsi dasar terdapat petunjuk-petunjuk yang harus dipatuhi

anggota organisasi menyangkut perilaku nyata, termasuk menjelaskan

kepada anggota kelompok bagaimana merasakan, memikirkan segala

sesuatu. Dalam hal ini yang masuk asumsi dasar adalah hubungan dengan

lingkungan, hakikat mengenai kenyataan, waktu dan ruang, hakikat

mengenai sifat manusia, hakikat aktivitas manusia dan hakikat hubungan

manusia.

Budaya organisasi menurut Robbins (1999:77) merupakan suatu persepsi

umum yang dipegang oleh anggota organisasi, suatu sistem tentang keberartian

bersama. Menurut Mangkunegara (2009:214) menyatakan bahwa budaya

organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma

yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi

anggota-anggota untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal.

Dari beberapa definisi tentang budaya organisasi yang telah dijelaskan

diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa organisasi adalah suatu wadah yang

16
disusun dengan pedoman-pedoman yang dibuat bersama untuk dapat mengatur

tingkah, sikap dan perilaku anggota yang berada di dalam organisasi.

2. Elemen Budaya Organisasi

Menurut Denison dalam Mangkunegara (2009:115) elemen budaya

organisasi, antara lain: nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan

praktek-praktek manajemen serta perilaku. Serta Schein dalam Mangkunegara

(2009:15) yaitu: pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir

dan merasakan, dan artefak. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak

elemen budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi

terdiri dari dua elemen pokok, yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen

yang bersifat perilaku:

a. Elemen Idealistik

Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil

melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai -

nilai individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi pedoman

untuk menentukan arah tujuan menjalankan kehidupan sehari - hari

organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal dalam

bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar

ideologi organisasi tetap lestari. Sedangkan menurut Schein dalam

Mangkungara (2009), elemen idealistik tidak hanya terdiri dari nilai - nilai

organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni asumsi

dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran,

asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya.

b. Elemen Behavioural

17
Elemen behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan

dalam bentuk perilaku sehari - sehari para anggotanya, logo atau jargon,

cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa

dipahami oleh orang luar organisasi dan bentuk - bentuk lain seperti desain

dan arsitektur instansi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering

dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen

ini mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya

kadang - kadang tidak sama dengan interpretasi orang - orang yang terlibat

langsung dalam organisasi.

3. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Priansadan Garnida (2013:77) berpendapat bahwa budaya

organisasi merupakan sistem nilai yang dikembangkan dan berlaku dalam suatu

organisasi, yang menjadikan ciri khas sebagai sebuah organisasi. Sebagai sarana

untuk mempersatukan kegiatan para anggota organisasi, budaya organisasi

memiliki karakteristik sebagai berikut inisiatif individual, toleransi terhadap

tindakan resiko, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas,

sistem imbalan, toleransi, dan pola komunikasi (Tika, 2006:10). Karakteristik

budaya organisasi ini menjadikan organisasi berfokus kepada hasil bukan hanya

pada proses, lalu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil

pada individu di dalam organisasi itu. Budaya organisasi ini juga mengenai sejauh

mana karyawan mencermati pekerjaan lebih presisi dan memfokuskan pada hal -

hal yang rinci. Dikutip dalam jurnal Enno Aldea Amanda, Satrijo Budiwibowo,

dan Nik Amah (2017). Menurut Robbins dan Judge (2012:512) memberikan tujuh

karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

18
1) Inovasi dan Keberanian Mengambil Resiko (Innovation and Risk Taking),

yaitu sejauh mana para anggota organisasi didorong untuk bersikap

inovatif dan berani mengambil resiko.

2) Perhatian Terhadap Detail (Attention To Detail), yaitu sejauh mana

anggota organisasi diharapkan untuk memperlihatkan kecermatan, analisis

dan perhatian terhadap detail.

3) Berorientasi Pada Hasil (Outcome Orientation), yaitu sejauh mana

manajemen berfokus kepada hasil dibandingkan dengan perhatian terhadap

proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.

4) Berorientasi Kepada Manusia (People Orientation), yaitu sejauh mana

keputusan yang dibuat oleh manajemen memperhitungkan efek terhadap

anggota - anggota organisasi.

5) Berorientasi Kepada Kelompok (Team Orientation), yaitu sejauh mana

pekerjaan secara kelompok lebih ditekankan dibandingkan dengan

pekerjaan secara individu.

6) Agresivitas (Aggressiveness), yaitu sejauh mana anggota - anggota

organisasi berperilaku secara agresif dan kompetitif dibandingkan dengan

berperilaku secara tenang.

7) Stabilitas (Stability), yaitu sejauh mana organisasi menekankan status

sebagai kontras dari pertumbuhan.

4. Tingkatan Budaya Organisasi


Menurut Schein dalam Panbundu (2012:22) membagi budaya organisasi

kedalam beberapa level atau tingkatan, yaitu :

a. Artifak (Artifact)

19
Tingkat pertama budaya organisasi yang tampak (visible) atau permukaan

(Surface). Tingkatan atau level ini merupakan dimensi yang dapat dilihat,

didengar, dirasakan ketika seseorang memasuki suatu organisasi dengan

budaya yang kurang dikenal (Unfamiliar) seperti produk, sejarah

organisasi, arsitektur, bahasa, teknologi, mitos, cerita, ritual, dan cara

berpakaian.

b. Nilai - Nilai (Espoused Values)

Tingkat kedua budaya organisasi yang tidak tampak (Invisible) yaitu nilai

nilai yang diekspresikan oleh atasan dan rekan-rekan kerja seperti. Tingkat

atau level budaya ini dapat terlihat setiap penentuan tujuan organisasi, dan

cara-cara penyelesaian sehubung dengan permasalahan internal dan

eksternal dalam organisasi.

c. Asumsi Dasar (Basic Underlying Assumptions)

Tingkat yang paling mendalam yang mendasari nilai - nilai, yaitu

keyakinan (Beliefs), yang terdiri dari berbagai asumsi dasar. Asumsi dasar

mencakup hubungan dengan lingkungan, hakikat mengenai sifat manusia,

hakikat mengenai aktivitas manusia dan hakikat mengenai hubungan

manusia. Sedangkan menurut Sopiah (2008) asumsi dasar menunjukan apa

yang diyakini oleh anggota sebagai suatu kenyataan dan mempengaruhi

apa yang mereka alami, apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka

rasakan.

5. Fungsi Budaya Organisasi


Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul “Organizational Behavior”

(2011:512), fungsi utama dari budaya organisasi adalah:

20
a. Budaya organisasi berfungsi sebagai pembeda yang jelas terhadap satu

organisasi dengan organisasi yang lain.

b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi.

c. Budaya organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang

lebih luas daripada kepentingan individual seseorang.

d. Budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu

mempersatukan organisasi dengan membentuk sikap serta perilaku

karyawan.

e. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan

kendali yang membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Sedangkan menurut Panbundu (2012:14) budaya organisasi sebuah

perusahaan memiliki beberapa fungsi, yaitu :

a. Budaya organisasi sebagai pembeda suatu organisasi terhadap lingkungan

kerja organisasi maupun kelompok lainnya. Budaya organisasi

menciptakan suatu identitas atau ciri yang membedakan satu perusahaan

dengan perusahaan lainnya.

b. Sebagai perekat karyawan dimana budaya organisasi akan membentuk

Sense Of Belonging dan rasa kesetiaan atau loyalitas terhadap sesama

karyawan. Pemahaman yang baik akan kebudayaan organisasi akan

membuat karyawan lebih dekat karena persamaan visi, misi, dan tujuan

bersama yang akan dicapai.

21
c. Budaya organisasi berfungsi sebagai alat untuk mempromosikan sistem

sosial didalam lingkungan kerja yang positif dan kondusif, dari konflik

serta perubahan dilakukan dengan efektif.

d. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme kontrol. Budaya

organisasi mengendalikan dan mengarahkan karyawan ke arah yang sama

untuk mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan. Seluruh kegiatan di

perusahaan akan berjalan apabila perusahaan mampu mengendalikan dan

mengatur karyawan atau pekerjanya dengan efektif dan efesien.

e. Sebagai integrator atau alat pemersatu sub-budaya dalam organisasi dan

perbedaan latar belakang budaya karyawan.

f. Budaya organisasi membentuk perilaku karyawan. Tujuan dari fungsi ini,

agar karyawan memahami cara untuk mencapai tujuan organisasi sehingga

karyawan akan bekerja lebih terarah.

g. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai sarana atau cara untuk

memecahkan masalah perusahaan seperti adaptasi lingkungan.

h. Budaya organisasi berfungsi sebagai acuan dalam menyusun perencanaan

seperti perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, dan penentuan

positioning.

i. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota

perusahaan atau organisasi, misalnya antara karyawan dengan pimpinan

dan sesama anggota perusahaan.

j. Penghambat inovasi, budaya organisasi tidak selalu memberikan unsur

positif bagi perusahaan.

22
Menurut Panbundu (2012:16) mengatakan bahwa budaya organisasi dapat

berfungsi sebagai penghambat inovasi apabila perusahaan tidak mampu mengatasi

masalah yang berkaitan dengan lingkungan eksternal dan integrasi internal,

perubahan - perubahan yang terjadi di lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi

oleh pimpinan organisasi, dan pemimpin yang masih berorientasi pada masa lalu.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli penulis menarik kesimpulan

bahwa budaya organisasi berfungsi untuk memberikan batas-batas untuk

menjelaskan tentang peran yang dapat menunjukkan perbedaan secara jelas antar

organisasi serta dapat memberikan identitas pada perorangan dengan

menunjukkan sistem sosial yang stabil serta mampu membentuk cara pikir serta

cara berperilaku masing–masing anggota dalam organisasi.

6. Aspek – Aspek Budaya Organisasi

Aspek – aspek budaya organisasi menurut Tan (2000:20) terdiri dari:

a. Inisiatif individu, yang menunjukkan tingkat tanggungjawab, kebebasan

dan ketidak tergantungan yang dimiliki individu.

b. Toleransi terhadap risiko yaitu suatu keadaan dimana anggota organisasi

didorong untuk mengambil risiko serta menjadi agresif dan inovatif.

c. Arah, dimana kemampuan organisasi menciptakan sasaran yang jelas dan

menetapkan harapan kerja.

d. Integrasi, merupakan suatu tingkatan dimana organisasi di dorong untuk

bekerja dengan cara terkoordinasi.

e. Dukungan manajemen, yaitu pimpinan organisasi menyediakan

komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan kepada anggotanya.

23
f. Pengawasan, yang menyangkut aturan dan ketentuan serta pengawasan

langsung yang dipakai untuk melihat dan mengawasi perilaku anggota.

g. Identitas, merupakan tingkatan dimana anggota mengidentifikasi dengan

organisasi secara keseluruhan dari pada dengan kelompok kerja tertentu

atau bidang keahlian professional tertentu

Budaya organisasi tidak terlepas dari suatu perilaku kerja inovatif dan

motivasi kerja sebagai bentuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan dijadikan

sebagai kepuasan kerja. Inovasi perilaku merupakan suatu gambaran kemampuan

secara individu yang melakukan perubahan cara kerja dengan mengadopsi suatu

prosedur, praktek serta teknik kerja yang baru sebagai suatu inovasi dalam

menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Gaynor (2002:57) menjelaskan bahwa

perilaku inovatif merupakan suatu tindakan dalam menciptakan dan mengadopsi

pemikiran atau ide-ide baru yang bertujuan untuk menyeesaikan pekerjaan.

Organisasi juga harus menyadari bahwa iklim yang mendukung aktifitas individu

dapat mendorong untuk berinovasi. Ada 3 (tiga) fase dalam melakukan proses

inovasi yaitu: 1. Generating ideas, keterlibatan individu dan tim dalam

menghasilkan ide untuk memperbaiki produk, proses dan layanan yang ada dan

menciptakan sesuatu yang baru. 2. Harvesting ideas, melibatkan sekumpulan

orang untuk mengumpulkan ide-ide yang telah ada dan melakukan evaluasi

terhadap ide-ide tersebut. 3. Developing and implementing idea, mengembangkan

ide-ide yang telah terkumpul dan selanjutnya mengimplementasikan ide-ide

tersebut.

24
7. Komitmen Budaya Organisasi

Hasil pekerjaan merupakan bagian dari komitmen organisasi untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal tersebut merupakan bagian dari

perilaku dan motivasi kerja. Individu yang memiliki motivasi kerja tentunya akan

selalu memiliki inovasi-inovasi yang dapat membantu dalam menyelesaikan

pekerjaan. Perilaku inovatif dan motivasi kerja menurut Etikariena dan Muluk

(2014) terdiri dari faktor internal dan eksternal, yaitu:

a. Faktor Internal

1. Tipe Kepribadian. Menurut Janssen, Van den Ven dan West, orang

yang memiliki tipe kepribadian adalah orang yang mampu dan berani

mengambil resiko terhadap perilaku inovatif yang dibuat.

2. Gaya individu dalam memecahkan masalah, pegawai yang memiliki

gaya pemecahan masalah yang intuitif dapat menghasilkan ide-ide

sehingga menghasilkan solusi yang baru.

b. Faktor Eksternal

1. Kepemimpinan, banyak bawahan yang kurang menjaga hubungannya

dengan pemimpinnya, hal tersebut dapat membuat perilaku inovatif

seseorang tidak terlihat, namun karyawan yang memiliki hubungan

yang baik dengan pemimpinnya cenderung memunculkan perilaku

inovatif. Harapan yang tinggi dari pimpinan agar karyawannya

menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku

inovatif pada karyawan. (Scott & Bruce, dalam Ratnasari Deasi, 2013).

2. Dukungan untuk berinovasi, dukungan dari orang-orang disekitar

individu sangat membantu bagi pegawai tersebut dalam menciptakan

25
suatu perilaku inovatif, bukan hanya itu dukungan dari orang dalam

organisasi tersebut juga bisa memunculkan perilaku inovatif bagi

pegawai tersebut . (Scott & Bruce, dalam Ratnasari Deasi, 2013).

3. Tuntutan dalam pekerjaan, tuntutan ini cenderung meningkatkan

semangat para pegawainnya untuk berperilaku inovatif. Salah satu hal

yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi

adalah perilaku inovatif. Etikariena & Muluk,(2014).

4. Iklim psikologis, iklim psikologis menunjukkan bagaimana lingkungan

organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh pegawai.

Etikariena & Muluk,( 2014).

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Creswell (2016) mengatakan

bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang mengeksplorasi dan

memahami makna di sejumlah individu atau kelompok orang yang berasal dari

suatu masalah sosial. Secara umum penelitian kualitatif digunakan untuk

penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, konsep, tingkah laku atau

fenomena, masalah sosial dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif yang bertujuan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi

dibalik fenomena yang kadangkala menjadi suatu hal yang sulit untuk dipahami.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Daerah Provinsi Sulawesi Utara dengan jangka waktu penelitian dilaksanakan

selama 3 bulan yang diawali dengan observasi yang dimulai dari bulan Mei 2021

sampai dengan Juli 2021.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada indikator - indikator budaya kerja dilihat dari

faktor internal dan eksternal menurut Etikariena dan Muluk (2014) terdiri dari :

1. Faktor Internal Yang Mendukung Budaya Organisasi

a. Tipe Kepribadian, orang yang mampu dan berani dalam mengambil

risiko terhadap tindakan yang dibuat.

27
b. Gaya individu yaitu perilaku dalam menyelesaikan permasalahan

dengan gaya intuitif yang menghasilkan ide sehingga memiliki solusi

yang baru.

2. Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

a. Kepemimpinan, banyak bawahan yang kurang dapat menjaga

hubungannya dengan pemimpinnya sehingga hal tersebut dapat

membuat perilaku inovatif sesorang tidak terlihat, namun pegawai

yang memiliki hubungan yang baik dengan pemimpinnya, cenderung

memunculkan perilaku inovatif. Harapan yang tinggi dari pemimpin

agar pegawainnya menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi

munculnya perilaku inovatif pada pegawai.

b. Dukungan untuk berinovasi, dukungan dari orang-orang disekitar

individu sangat membantu dalam menciptakan suatu perilaku inovatif,

bukan hanya itu dukungan dari orang dalam organisasi tersebut juga

bisa memunculkan perilaku inovatif bagi pegawai tersebut .

c. Tuntutan dalam pekerjaan, tuntutan pekerjaan cenderung

meningkatkan semangat pegawai untuk berperilaku inovatif. Salah

satu hal yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang

tinggi tersebut adalah perilaku inovatif.

D. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, informan penelitian diperoleh dengan menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu peneliti memilih informan berdasarkan subyek

yang dapat memberikan informasi yang ingin diperoleh oleh peneliti dimana

28
subyek bersedia untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Informan

penelitian ini terdiri dari 10 pegawai perempuan, yaitu:

1. Kepala Dinas (1 orang)

2. Kepala Bidang (1 orang)

3. Kepala Seksi (2 orang)

4. Pegawai Fungsional Tertentu (3 orang)

5. Pegawai Fungsional Umum (3 orang)

E. Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data-data yang bersumber dari:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari informan

yang berupa transkrip hasil wwancara, pengaruh sistem penyimpanan arsip

dan hasil temuan yang diperoleh pada saat proses pelaksanaan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data

sebagai penunjang data primer yang berasal dari buku, jurnal, artikel, laporan

serta literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 3 langkah untuk menggali informasi yang

dibutuhkan, yang terdiri dari:

1. Observasi

Sugiyono (2014) menjelaskan observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan yang diklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartispasi,

29
observasi secara terang-terangan dan tersamar serta observasi yang tak

berstruktur.

Observasi dalam penelitian ini yaitu peneliti melakukan pengamatan yang

dilakukan terhadap suatu proses atau obyek yang bertujuan untuk merasakan dan

selanjutnya memahami pengetahuan dari suatu fenomena berdasarkan

pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui serta untuk memperoleh informasi

yang dibutuhkan untuk menlanjutkan penelitian.

2. Wawancara

Menurut Sugiyono (2014) wawancara merupakan pertemuan dua orang yang

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab yang dapat dibangun makna dalam

suatu topic tertentu. Sementara itu Sugiyono menjelaskan bahwa wawancara

terdiri dari tiga macam yakni wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur

dan wawancara tidak berstruktur.

Penelitian ini, peneliti mewawancarai infoman yang berada di lingkungan

kerja Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara. Wawancara akan dilakukan dengan

cara terstruktur menggunakan pedoman wawancara.

3. Dokumentasi

Pada penelitian ini, teknik dokumentasi dapat membantu melengkapi data

dengan pengecekan kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti untuk

melihat seberapa besar dominasi budaya organisasi pada kalangan perempuan di

Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara.

G. Analisis Data

Dalam melakukan analisis data deskriptif kualitatif, data-data yang diperoleh

dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang selanjutnya diuraikan dan

30
ditarik kesimpulan. Indriantoro (2002) mengatakan bahwa teknik analisis data

adalah bagian dari proses pengujian data yang hasilnya digunakan sebagai butki

yang memadai utnuk menarik kesimpulan penelitian.

Analisis data dilakukan untuk memperoleh data-data yang selanjutnya diolah

dan dianalisis. Menurut Miles dan Huberman (1992) terdapat 3 alur kegiatan

dalam analisis data kualitatif, yaitu:

1. Reduksi Data

Merujuk pada proses pemilihan, fokus dan penyederhanaan, abstraksi dan

pentransformasian data mentah yang terjadi dalam catatan laporan tertulis.

Reduksi data berlangsung secra terus menerus selama proyek yang berorientasi

penelitian kualitatif tetap berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung,

terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur

tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi

data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan, sampai laporan

akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi

data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara

sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan

diverifikasi.

2. Penyajian Data

Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih

baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang

31
meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang

guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan

mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang

sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah

terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh

penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.

3. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian

kegiatan dari satu konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat

pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia

menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin

menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali

serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan

intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu

temuan dalam seperangkat data yang lain.

32
DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. 2006. Research Design: Quantitative, Qualitative and Mixed


Methode.
Etikariena, A. dan Muluk, H. 2014. Hubungan antara Memori Organisasi dan
Perilaku Inovatif Karyawan, Majalah Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, 16 (April) 23-25.
Greenberg, J. dan Baron, R.A. 2003. Behavior in Organization. Prentice Hall.
New Jersey
Garnida, D. J. P. 2013. Manajemen Perkantoran Efektif, Efisien dan Profesional.
Bandung: Alfabeta.
Irawati, I. 2009. Pengaruh Internalisasi Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Juru Penilik Jalan (Baanschouer) di PT. Kereta Api Daerah Operasi II
Bandung. Tesis.
Mangkunegara, A. A. P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, Perusahaan
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mariana, D. 2007. Pengaruh Budaya Orgnisasi Terhadap Perilaku Pejabat
Publik: Studi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Journal of Social
Sciences and Humanities. Vol. 10. Nomor 3. Tahun 2008. ISSN:
14110911; e-ISSN: 24432660.
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UIP
Moelyono. 2004. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Ndraha, T. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta, Jakarta.
Panbundu, M. T. 2012. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Jakarta; Bumi Aksara.
Permana, J. 2009. Transformasi Budaya Kerja Pegawai Pemerintah (Studi
Interpretatif mengenai Strategi Komunikasi Organisasi Untuk
meningkatkan Budaya kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Pendidikan di
kota Cimahi).
Pratiknjo, M.H. 2012. Wanita Minahasa; Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
Marin CRC- Lab Jur Antropologi Unsrat.
Purwanto. 2011. Budaya Organisasi dan Kompetensi. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar. Rahmenda, T. 2014. Budaya Organisasi PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk.

33
Robbins, S. 1999. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi ke 5. Jakarta:
Erlangga.
Robbins. 2011. Organizationl Behavior. Fouteenth Edition. Pearson education.
New Jersey 07458.77-89.
Schein. 1992. Organizational Culture and Leadership. Jossey-Bass. San
Fransisco.
Sobirin, A. 2009. Budaya Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan
Sekolah Tinggi Ilmu Percetakan YKPN.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D.
Bandung. Alfabeta.
Sutrisno, E. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Kencana.
Tan, V. S. L.. 2002. Changing Your Corporate Culture. Singapore: Times Books.
Tika, P. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta:
bumi Aksara.
Utami, R. P. 2013. Budaya Organisasi Rumah Sakit Universitas Airlangga. Tesis
Wibowo. 2010. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan
Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Rajawli Pers.

34
PEDOMAN WAWANCARA
BUDAYA ORGANISASI PADA KALANGAN PEGAWAI PEREMPUAN
DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA

 Faktor Internal

A. Indikator Kepribadian yang mendulkung Budaya Organisasi pada

Perempuan

1. Bagaimana menurut anda tentang budaya kerja perempuan yang

berada di Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara saat ini?

2. Seberapa besar kontribusi perempuan dalam pengambilan keputusan

yang selama ini dijalankan?

3. Bagaimana tanggapan anda dengan siatem kerja yang harus dipegang

teguh oleh perempuan di Lingkungan Kerja dalam berbagai situasi?

4. Apa yang menjadi motivasi dalam menyelesaikan pekerjaan yang

diberikan dari sudut pandang perempuan dalam budaya organisasi?

B. Indikator Gaya Individu yang mendulkung Budaya Organisasi pada

Perempuan

1. Bagaimana cara anda dalam menyelesaikan permasalah yang muncul

pada saat bekerja?

2. Permasalahan apa yang paling besar selama ini yang anda hadapi dan

bagaimana solusinya?

 Indikator Kepribadian dari Budaya Organisasi

A. Kepemimpinan Yang Mendukung Budaya Organisasi pada Perempuan

1. Bagaimana situasi kerjasama antar pimpinan dan bawahan yang

terrjadi di Disnakertrans?

35
2. Inovasi apa yang dilakukan oleh pimpinan Disnakertrans?

3. Bagaimana tanggapan bawahan tentang inovasi yang dilakukan oleh

pimpinan?

4. Bagaimana harapan pimpinan dan bawahan dalam menyelesaikan

inovasi yang muncul?

B. Dukungan Yang Mendukung Budaya Organisasi pada Perempuan

1. Adakah dukungan dari orang sekitar pada saat anda dapat menciptakan

suatu inovasi dalam lingkup pekerjaan anda?

2. Apa saja bentuk dukungan yang diberikan pada anda?

C. Tuntutan Yang Mendukung Budaya Organisasi pada Perempuan

1. Hal apa yang paling besar yang menjadi tuntutan dalam anda

menyelesaikan pekerjaan?

2. Hal yang yang membuat anda berperilaku inovatif?

36

Anda mungkin juga menyukai