Oleh:
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I...................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................... 1
BAB II................................................................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................ 11
ii
2.4 Kerangka Pikir............................................................................................................. 45
BAB III.................................................................................................................................. 47
METODE PENELITIAN....................................................................................................... 47
3.4.2 Kuesioner........................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 51
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu organisasi atau lembaga harus mampu mengelola sumber daya yang
dimilikinya, termasuk sumber daya manusia. Karena sumber daya manusia
merupakan aset utama yang besar pengaruhnya terhadap kemajuan organisasi.
Seperti yang diketahui selama ini, organisasi lebih banyak menghadapi
masalah masalah yang berhubungan dengan sumber daya manusia apabila
apabila dibandingkan dengan sumber daya ekonomi lainnya, karena dalam
mengelola sumber daya manusia tidak bisa disamakan dengan mesin, material,
dan dana yang sifatnya hanya masalah teknis saja. Hal ini menjadi suatu
masalah yang cukup rumit, sehingga organisasi mengalami kesulitan dalam
menetapkan kebijakan terutama yang berhubungan dengan sumber daya
manusia.
1
Novliadi (2006:42), perilaku ini cenderung melihat karyawan sebagai mahluk
sosial yang memiliki kemampuan untuk berempati kepada orang lain dan
lingkungannya serta menyelaraskan nilai nilai yang dimiliki dengan nilai nilai
lingkungan sekitarnya.
2
profesional, berkualitas dan unggul akan lebih mudah perusahaan untuk
bersaing. Kualitas sumber daya yang profesional erat hubungannya dengan
kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan. Kinerja disini berarti
implementasi atau penerapan kemampuan seorang dalam bidang kerja yang
dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu di era globalisasi ini perusahaan
harus memiliki tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang baik sehingga
kinerja dalam perusahaan pun akan meningkat.
Kecerdasan emosi saat ini merupakan hal yang banyak dibicarakan dan
diperdebatkan. Banyak penelitian yang membahas dan menjawab persoalan
mengenai kecerdasan emosi tersebut didalam lingkungan organisasi. Chermiss
(1998, p.1) pernah menulis dalam artikelnya berdasarkan beberapa penelitian
sebelumnya bahwa ada kemungkinan untuk dapat memperbaiki kemampuan
3
emosional dan sosial seorang karyawan. Selain itu dalam penelitian tersebut
juga ditemukan beberapa prinsip dalam mengaplikasikan EQ pada organisasi
secara luas.
Terdapat penelitian, menurut Ari Soeti Yani dan Ayu Istiqomah dalam
penelitian yang berjudul pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional terhadap kinerja karyawan dengan profesionalisme sebagai variabel
intervening menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh
4
Goleman (1996), Wong and Law (2002), Behbahani (2011) dan Shah and
Ellahi (2012). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut menunjukkan
bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja.
5
Unsur-unsur ini menjadi dasar untuk mengawasi perilaku pegawai, cara
mereka berfikir, kerja sama dan berinteraksi dengan lingkungannya. Jika
budaya organisasi baik, maka akan dapat meningkatkan kinerja pegawai dan
akan dapat menyumbangkan keberhasilan kepada perusahaan. Masalah-
masalah yang berkaitan dengan budaya organisasi perusahaan diantaranya
kurang teladan dari pimpinan dalam hal datang dan pulang kerja tepat pada
waktunya sehingga hal tersebut membudaya atau menjadi tradisi di kalangan
pegawai sehingga banyak pegawai yang datang dan pulang juga tidak tepat
waktunya.
Selain faktor faktor tersebut, ada jug faktor kepuasan kerja. Dalam hal
kepuasan kerja, Gilmer (1966) dalam As’ad (2003) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan
kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi
kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas. Sementara itu,
menurut Ranupandojo dan Husnan (2002) mengemukakan beberapa faktor
mengenai kebutuhan dan keingianan karyawan, yakni gaji yang baik,
pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap
6
ekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil
dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau
tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat. Kepuasan kerja atau
ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang
diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada
yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan,
rekan kerja, tunjangan, perilaku yang adil, keamanan kerja, peluang
menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan kinerja, dan kesempatan
bertumbuh.
7
Kinerja dipengaruhi oleh kepuasan kerja yang terdiri faktor pekerjaan itu
sendiri, karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan
dengan kepuasan. Menurut penelitian Erline Kristine, menyatakan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai
di PT. Mitra Karya Jaya Sentosa. Sedangkan menurut penelitian I Wayan
Juniantara, dkk menyatakan bahwa kepuasan kerja yang diukur melalui empat
indikator yaitu kepuasan intrinsik, kepuasan ekstrinsik, pengakuan dan
otoritas/utilitas sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Hal
ini mengandung arti bahwa semakin meningkat kepusan kerja seorang
karyawan maka semakin meningkat pula kinerja seorang karyawan. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya diantaranya : Martin dan Proenca (2012), Almigo (2004),
Engko(2006) Anthony et al. (2006), Grant (2001) dalam Martin (2012) Bull
(2005), Tadisina et al. ( 2001), Tang et al. (2014), Pushpakumari (2008) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikant
terhadap kinerja karyawan.
8
2. Beberapa karyawan tidak dapat mengikuti budaya organisasi yang
diterapkan pada perusahaan tersebut.
3. Beberapa karyawan tidak puas dalam pekerjannya karena keberadaan
senioritas.
2. Bagi karyawan
9
banyak kepada karyawan dalam bekerja diperusahaan agar kinerja
karyawan semakin baik.
3. Bagi akademisi
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kinerja karyawan sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui
seberapa jauh kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya. Untuk itu duperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta
ditetapkan secara bersama sama yang dijadikan sebagai acuan. Menurut
Simamora (1995), kinerja karyawan adalah tingkat terhadap mana para karyawan
mencapai persyaratan persyaratan pekerjaan. Jadi, kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan kegiatan atau
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang
diharapkan. Menurut As'ad (1998) kinerja adalah hasil yang dicapai oleh
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Menurut withmore (1997) dalam Mahesa (2010) mengemukakan kinerja
merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya
dengan menetapkan standar tertentu. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total
dari kerja yang ada pada diri pekerja. Menurut Harsuko (2011), kinerja adalah
sejauh mana seseorang telah memainkan baginya dalam melaksanakan strategi
organisasi, baik dalam mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran
perorangan dan atau dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan
bagi organisasi. Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup
11
tiga aspek yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability), dan prestasi
(accomplishment)
Kriteria-kriteria Kinerja
Menurut Bernandin & Russell (2001 dalam Riani 2011) kriteria yang
digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
13
8. Personal Qualities (kualitas personal), menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.
Menurut McCormick dan Tiffin (dalam Suharto & Chyono, 2005) menjelakan
bahwa terdapat dua variabel yang mempengaruhi kinerja yaitu:
1. Variabel individu
2. Variabel situasional
Penilaian Kinerja
14
Pada prinsipnya penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap
organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan
tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian kinerja intinya adalah
untuk mengetauhi seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa
berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga
karyawan, organisasi dan masyarakat memperoleh manfaat.
Menurut George dan Jones (2002 dalam Harsuko 2011) bahwa kinerja
dapat dinilai dari kuantitas, kuantitas kerja yang dihasilkan dari sumber daya
manusia dan level dari pelayanan pelanggan. Kuantitas kerja yang dimaksud
adalah jumlah pekerjaan yang terselesaikan, sedangkan kualitas kerja yang
dimaksud adalah mutu dari pekerjaan. Robbins (1994 dalam Harsuko 2011)
menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu
yaitu:(1) Tugas individu, (2) Perilaku individu, dan (3) Ciri individu.
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi reguler
terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
15
a) Telaah Gaji
b) Kesempatan Promosi
2. Tujuan Pengembangan
Toeri tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori
psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan
sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. As’ad (2005 dalam Harsuko
2011) mengatakan bahwa perbedaan kinerja antara orang yang satu denga lainnya
dalam situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu.
Disamping itu, orang yang sama dapat menghasilkan kinerja yang berbeda di
dalam situasi yang berbeda pula. Semuanya ini menerangkan bahwa kinerja itu
pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-faktor individu dan
faktor-faktor situasi. Namun pendapat ini masih belum menerangkan tentang
prosesnya. Khusus yang menyangkut proses ada dua teori yaitu:
Teori ini dikemukakan oleh Locke dari dasar teori Lewin’s. Ott (2003
dalam Harsuko 2011) berpendapat bahwa tingkah laku manusia banyak
didasarkan untuk mencapai suatu tujuan. Teori yang lain dikemukakan oleh
Georgepoulos yang disebut Path Goal Theory yang menyebutkan bahwa kinerja
adalah fungsi dari facilitating Process dan Inhibiting process. Prinsip dasarnya
adalah kalau seseorang melihat bahwa kinerja yang tinggi itu merupakan jalur
(Path) untuk memuaskan needs (Goal) tertentu, maka ia akan berbuat mengikuti
jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang bersangkutan (facilitating
process)
17
tinggi motivasinya tetapi memilki ability yang yang rendah akan menghasilkan
kinerja yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang mempunyai ability
tinggi tetapi rendah motivasinya.
Pengertian Emosi
Emosi yaitu suatu perasaan yang mendorong individu untuk merespon atas
rangsangan yang muncul dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, sehingga
individu dapat merasakan suatu perubahan sistem terhadap fisologis dan
psikologisnya dalam waktu yang cepat. Crow dalam Hartati (2004:90)
menyebutkan bahwa emosi merupakan keadaan pada diri individu yang
bergejolak dimana berfungsi sebagai inner adjustment terhadap suatu lingkungan
untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
18
Hakikat Kecerdasan Emosional
1. Kesadaran diri
19
Kesadaran diri yaitu kemampuan individu dalam mengenali perasaan diri
sendiri dan perasaan orang lain, serta mampu mengenali kekuatan dan
kelemahan diri sendiri.
2. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah suatu kemampuan untuk mengelola emosi pada diri
sendiri. Semakin baik pengaturan diri dalam emosi maka semakin
terkontrol pula tindakan yang akan dilakukan, sehingga tetap memiliki
hubungan yang baik dengan orang lain.
3. Motivasi
4. Empati
5. Keterampilan sosial
Konsep budaya organisasi masih tergolong baru. Konsep ini diadopsi oleh
pada teoritis dari disiplin antropologi, oleh karena itu keragaman pengertian
budaya pada disiplin antropologi juga akan berpengaruh terhadap keragaman
pengertian budaya pada disiplin organisasi. Konsep budaya organisasi mendapat
20
perhatian luar biasa pada tahun 1980-1990 ketika para sarjana mengeksplorasi
bagaimana dan mengapa perusahaan Amerika gagal bersaing dengan perusahaan
Jepang. Robbins dalam bukunya Perilaku Organisasi (1996, h.289)
mendefinisikan budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang
dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-
organisasi lainnya. Definisi lain menurut Kreitner dan Kinicki (2005, h.79)budaya
organisasi adalah suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit
oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan,
dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
21
bersama-sama memberikan karakteristik yang khas pada masing-masing
organisasi.
22
a. Nilai adalah konsep kepercayaan
a. Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking): Mencari peluang
baru, mengambil resiko, bereksperimen, dan tidak merasa terhambat oleh
kebijakan dan praktik-praktik formal.
b. Stabilitas dan keamanan (stability and security): Menghargai hal-hal yang dapat
diduga sebelumnya (predictability), keamanan, dan penggunaan dari aturan-aturan
yang mengarahkan perilaku
23
d. Orientasi hasil (outcome orientation): Memiliki perhatian dan harapan tinggi
terhadap hasil, capaian, dan tindakan.
Hodgetts dan Luthans (dalam Ojo, 2010, h.3) menyebutkan karakteristik penting
yang terkait dengan budaya organisasi, yaitu:
a. Keteraturan perilaku yang bisa diamati yang ditandai oleh bahasa, terminologi,
dan ritual.
b. Norma yang tercermin dalam hal jumlah pekerjaan yang harus dilakukan dan
tingkat kerja sama antara manajemen dan karyawan
e. Aturan yang mendikte tidak boleh dilakukan pada perilaku karyawan yang
berkaitan dengan bidang-bidang seperti produktivitas, hubungan pelanggan, dan
kerjasama antargolongan.
f. Iklim organisasi tercermin dari cara karyawan berinteraksi satu sama lain,
melayani pelanggan, dan apa yang mereka rasakan tentang atasan.
c. Manajemen yang efektif dari unit kerja dan meningkatkan keragaman di tempat
kerja.
c. Orientasi hasil: Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil-hasil dan
keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai keluaran tersebut.
25
e. Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar
kelompok-kelompok daripada seputar perorangan
c. Budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda (pandangan ke luar
dan kemampuan bertahan terhadap perubahan).
a. Aturan perilaku yang diamati: ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama
lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan
dengan rasa hormat dan cara berperilaku.
26
e. Aturan: terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.
Pendatang baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima
sebagai anggota kelompok yang berkembang.
27
b. Berdasarkan Tujuannya
b. Komunikasi terbuka
e. Otonomi pekerja
28
d. Menurunkan keluhan-keluhan dan kekesalan
Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan
otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran
yang berkualitas tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan
diterapkan pada organisasi oleh pemimpin otokritik dan suka mengancam. Makin
besar rigiditas dalam organisasi ini, makin ketat pula keterikatan pada sebuah
rantai komando formal, makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras
tanggung jawab individualnya.
Dari uraian di atas terdapat dua tipe budaya organisasi, yaitu budaya
terbuka (partisipatif) dan budaya tertutup (otokratik). Budaya partisipatif sering
kali untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan, sedangan budaya
otokratik lebih ketat keterikatan karyawan pada komando formal, makin sempit
ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya sehingga
karyawan kurang leluasa dalam bekerja dan lebih fokus pada kerja individu
daripada kerja tim.
29
Dimensi Budaya Organisasi
31
b. Fase pertengahan hidup organisasi: pada fase ini budaya berfungsi
sebagai integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai
penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan
perubahan budaya organisasi.
c. Fase dewasa: pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai penghambat
dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan
menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.
g. Sebagai warisan
33
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari
tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-
beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.
2) Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima
hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini
adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan
seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
2) Perbedaan (Discrepancies)
4) Keadilan (Equity)
36
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja.
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja.
Diantaranya adalah sebagi berikut :
37
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama
maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4) Promosi (promotion)
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif
atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah dampai kuat.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001;226) Hubungan yang kuat menunjukkan
bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan
meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan
signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga
mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer
disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka
mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat
meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk
meningkatkan kepuasan kerja.
2) Pelibatan Kerja
4) Organizational commitment
5) Ketidakhadiran (Absenteisme)
6) Perputaran (Turnover)
7) Perasaan stres
8) Prestasi kerja/kinerja
39
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja.
Dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga
pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja
disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang
lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.
1) Terhadap Produktivitas
2) Ketidakhadiran (Absenteisme)
40
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat
ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan
ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada
pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan
meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik
perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan
mereka dan lainnya.
a) Keluar (Exit)
b) Menyuarakan (Voice)
c) Mengabaikan (Neglect)
d) Kesetiaan (loyality)
41
pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang
disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan
adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan
sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktik untuk
para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam
usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari
sekedar anggota dari organisasi.
42
4) Mengadakan program yang mendukung, perusahaan mengadakan
program-program yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan kerja para
karyawan, seperti; health center, profit sharing, dan employee sponsored
child care.
2. menurut Ari Soeti Yani dan Ayu Istiqomah dalam penelitian yang
berjudul pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional
terhadap kinerja karyawan dengan profesionalisme sebagai variabel
intervening menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang
dilakukan oleh Goleman (1996), Wong and Law (2002), Behbahani (2011)
dan Shah and Ellahi (2012). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli
tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja.
43
terhadap kinerja karyawan. Penelitian Hakim dan Hadipopo (2015)
menyatakan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja SDM pada
SD Negeri di Wawotobi. Dan penelitian Musriha (2013), juga menyatakan
bahwa budaya organisasi berpengaruh secara parsial terhadap kinerja
pegawai.
44
2.3.2 Kecerdasan Emosional(X1)
Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dan dua
keterampilan utama, yaitu keterampilan kesadaran diri dan keterampilan
manajemen diri yang termasuk dalam kompetensi personal dan yang
kedua adalah keterampilan kesadaran sosial dan keterampilan manajemen
hubungan sosial yang termasuk dalam kompetensi sosial.
2) Value Theory
45
2.4 Kerangka Pikir
Kecerdasan Emosional
Kinerja
Budaya Organisasi
Karyawan
Kepuasan Kerja
46
BAB III
METODE PENELITIAN
47
3.3.2 Kecerdasan Emosional (X1)
Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dan dua keterampilan
utama, yaitu keterampilan kesadaran diri dan keterampilan manajemen diri
yang termasuk dalam kompetensi personal dan yang kedua adalah
keterampilan kesadaran sosial dan keterampilan manajemen hubungan sosial
yang termasuk dalam kompetensi sosial.
2. Uji Reliabilitas
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup.
Keterandalan suatu alat ukur berarti kemampuan alat ukur tersebut
untuk mengukur gejala secara konsisten. Alat pengukur data tetap
menunjukkan hasil ukuran yang sama, walaupun digunakan oleh orang
yang sama di tempat yang berbeda, atau orang yang lain pada tempat
yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
50
Rahmasari, Lisda. (2016). Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi,
dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan. Majalah Ilmiah
Informatika, 3(1).
Saputra, TA. dkk. (2016). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Loyalitas Karyawan
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Jurusan Manajemen, Vol. 4.
51