Anda di halaman 1dari 54

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, BUDAYA ORGANISASI,

DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Kasus di PT Telkom Indonesia Cabang Jakarta Selatan)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitiann

Dosen Pengampu: Dian Marlina Verawati, S. E., M. M.

Axel Giovanni, S. E., M. M.

Oleh:

Hawa Eriani (1710103003)

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI TIDAR

2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I...................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................... 1

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................................... 8

1.3 RUMUSAN MASALAH............................................................................................... 9

1.4 TUJUAN PENELITIAN................................................................................................ 9

1.5 MANFAAT PENELITIAN............................................................................................ 9

BAB II................................................................................................................................... 11

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................ 11

2.1 Teori dan Konsep......................................................................................................... 11

2.1.1 Kinerja Karyawan...........................................................................................11

2.1.2 Kecerdasan Emosional....................................................................................18

2.1.3 Budaya Organisasi...........................................................................................20

2.1.4 Kepuasan Kerja...............................................................................................33

2.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................................... 43

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis....................................................................................... 44

2.3.1 Kinerja Karyawan(Y)......................................................................................44

2.3.2 Kecerdasan Emosional(X1).............................................................................44

2.3.3 Budaya organisasi (X2)...................................................................................45

2.3.4 Kepuasan Kerja (X3).......................................................................................45

ii
2.4 Kerangka Pikir............................................................................................................. 45

2.5 Hipotesis Penelitian..................................................................................................... 46

BAB III.................................................................................................................................. 47

METODE PENELITIAN....................................................................................................... 47

3.1. Desain Penelitian........................................................................................................ 47

3.2 Populasi dan Sampel................................................................................................... 47

3.3 Variabel Penelitian (Definisi operasional)....................................................................47

3.3.1 Kinerja Karyawan(Y)......................................................................................47

3.3.2 Kecerdasan Emosional (X1)............................................................................48

3.3.3 Budaya Organisasi (X2)..................................................................................48

3.3.4 Kepuasan Kerja (X3).......................................................................................48

3.4 Teknik Pengumpulan Data........................................................................................... 48

3.4.1 Studi Pustaka..................................................................................................48

3.4.2 Kuesioner........................................................................................................49

3.5 Teknik Analisis Data................................................................................................... 49

3.5.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif.........................................................................49

3.5.2 Analisis Regresi...............................................................................................49

3.5.3 Uji Hipotesis...................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 51

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dewasa ini perkembangan bisnis yang semakin pesat dan tingkat
persaingan yang semakin tajam membuat perusahaan harus meningkatkan dan
mengembangkan kinerjanya di semua bidang. Setiap perusahaan memiliki
cara agar perusahaannya dapat bertahan ditengah-tengah persaingan yang
ketat, salah satunya bidang yang harus ditingkatkan ialah sumber daya
manusia. Ini dilakukan agar perusahaan tetap bertahan dalam persaingan
global. Karyawan merupakan aset perusahaan yang diharapkan dapat bekerja
secara optimal guna menunjang kesuksesan perusahaan.

Suatu organisasi atau lembaga harus mampu mengelola sumber daya yang
dimilikinya, termasuk sumber daya manusia. Karena sumber daya manusia
merupakan aset utama yang besar pengaruhnya terhadap kemajuan organisasi.
Seperti yang diketahui selama ini, organisasi lebih banyak menghadapi
masalah masalah yang berhubungan dengan sumber daya manusia apabila
apabila dibandingkan dengan sumber daya ekonomi lainnya, karena dalam
mengelola sumber daya manusia tidak bisa disamakan dengan mesin, material,
dan dana yang sifatnya hanya masalah teknis saja. Hal ini menjadi suatu
masalah yang cukup rumit, sehingga organisasi mengalami kesulitan dalam
menetapkan kebijakan terutama yang berhubungan dengan sumber daya
manusia.

Perusahaan mengharapkan kinerja individu yang semaksimal mungkin


untuk dapat mencapai keunggulan perusahaan, karena pada dasarnya kinerja
individual atau kelompok kerja adalah yang akhirnya mempengaruhi
kemajuan perusahaan secara keseluruhan. Kriteria kinerja yang baik menuntut
karyawan untuk berperilaku sesuai harapan organisasi. Perilaku ini tidak
hanya mencakup standar deskripsi pekerjaan saja namun juga memberikan
perusahaan lebih dari pada yang diharapkan. Menurut Sloat (1999) dalam

1
Novliadi (2006:42), perilaku ini cenderung melihat karyawan sebagai mahluk
sosial yang memiliki kemampuan untuk berempati kepada orang lain dan
lingkungannya serta menyelaraskan nilai nilai yang dimiliki dengan nilai nilai
lingkungan sekitarnya.

Secara umum suatu organisasi atau perusahaan selalu menginginkan setiap


karyawannya untuk memiliki kinerja yang baik. Akan tetapi dalam mencapai
tujuan ini, ada beberapa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja.
Menurut Simamora (1995) yang dikutip oleh Mangkunegara (2010:14),
kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor , yaitu faktor individual, psikologis, dan
organisasi. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar
belakang dan demografi. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude,
personality, pembelajaran, motivasi. Faktor organisasi yang terdiri dari
sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, desain pekerjaan. Faktor-
faktor tersebut berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan tugas
tugas yang diberikan kepadanya, sehingga hasil akhirnya adalah kinerja
karyawan itu sendiri, apakah akan semakin baik atau semakin buruk.

Sumber daya manusia yang profesional juga sangat diperlukan dalam


suatu perusahaan. Karena SDM yang pegang kendali, Visi Misi suatu
perusahaan akan dapat tercapai secara efektif, efisien dan produktif.
Perusahaan tidak cukup hanya dengan mempunyai modal besar untuk
mencapai tujuannya tetapi harus dibantu oleh karyawannya. Oleh karena itu,
antara perusahaan dengan karyawan harus mempunyai kerjasama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan yang terwujud dalam produktivitas
perusahaan dan perusahaan harus mampu untuk menjaga, memelihara dan
meningkatkan kualitas sumber daya yang dimiliki.

Perusahaan yang mampu bersaing dan mampu meningkatkan kinerjanya


ditentukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kualitas kinerja yang
profesional, mempunyai pengetahuan, kemampuan(skill), kecerdasan
emosional dan loyalitas kerja yang tinggi dengan memiliki sumber daya yang

2
profesional, berkualitas dan unggul akan lebih mudah perusahaan untuk
bersaing. Kualitas sumber daya yang profesional erat hubungannya dengan
kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan. Kinerja disini berarti
implementasi atau penerapan kemampuan seorang dalam bidang kerja yang
dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu di era globalisasi ini perusahaan
harus memiliki tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang baik sehingga
kinerja dalam perusahaan pun akan meningkat.

Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang


sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta
kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2000,
p.22). Kemampuan tersebut oleh Daniel Goleman disebut dengan kecerdasan
emosional. Orang mulai sadar bahwa saat ini bahwa tidak hanya keunggulan
intelektual saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi
diperlukan sejenis ketrampilan lain untuk menjadi yang terdepan.

Goleman (2001, p.39) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah


kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain
serta menggunakan perasaan perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan
tindakan, sehingga kecerdasan emosi sangat diperlukan untuk sukses dalam
bekerja dan menghasilkan kinerja yang menonjol dalam pekerjaan. Hal ini
senada dengan yang dikemukakan oleh Patton (1998, p.2) bahwa orang yang
memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi tantangan dan
menjadikan seorang manusia yang penuh tanggungjawab, produktif, dan
optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dimana hal hal
tersebut sangat dibutuhkan didalam lingkungan kerja.

Kecerdasan emosi saat ini merupakan hal yang banyak dibicarakan dan
diperdebatkan. Banyak penelitian yang membahas dan menjawab persoalan
mengenai kecerdasan emosi tersebut didalam lingkungan organisasi. Chermiss
(1998, p.1) pernah menulis dalam artikelnya berdasarkan beberapa penelitian
sebelumnya bahwa ada kemungkinan untuk dapat memperbaiki kemampuan

3
emosional dan sosial seorang karyawan. Selain itu dalam penelitian tersebut
juga ditemukan beberapa prinsip dalam mengaplikasikan EQ pada organisasi
secara luas.

Dari hasil analisis Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual


Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi di
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Nusa Tenggara
Barat)memperlihatkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara kecerdasan
emosional terhadap kinerja. Artinya, berapapun nilai kecerdasan emosional
tidak akan berpengaruh pada tinggi rendahnya kinerja. Hasil penelitian ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang
dilakukan oleh Sy, et al. (2006), Tischler, et al. (2002), Goleman (1996),
Wong and Law (2002), Behbahani (2011) dan Shah and Ellahi (2012).
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja.

Melihat penjelasan Aghasi, et al. (2011) yang menyatakan bahwa tidak


signifikannya pengaruh kecerdasan emosional dengan variabel lainnya salah
satunya disebabkan oleh struktur organisasi yang diteliti merupakan organisasi
publik, dimana pada organisasi publik pengambilan keputusan biasanya top-
down (dari atas ke bawah). Jika dikaitkan dengan indikator kinerja karyawan
yang salah satunya adalah prakarsa dan kepemimpinan, dimana kinerja yang
baik itu terlihat dari kemampuan mengambil keputusan bisa menjadi penyebab
tidak berpengaruhnya kecerdasan emosional terhadap kinerja.

Terdapat penelitian, menurut Ari Soeti Yani dan Ayu Istiqomah dalam
penelitian yang berjudul pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional terhadap kinerja karyawan dengan profesionalisme sebagai variabel
intervening menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh

4
Goleman (1996), Wong and Law (2002), Behbahani (2011) dan Shah and
Ellahi (2012). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut menunjukkan
bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja.

Selain kecerdasan emosional, pada dasarnya tinggi atau rendahnya tingkat


kinerja karyawan juga dipengaruhi oleh budaya organisasi. Budaya organisasi
juga memiliki peran yang cukup penting dalam meningkatkan kinerja
karyawan. Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen
organisasi, menentukan identitas, suntikan energi, motivator, dan dapat
dijadikan pedoman bagi anggota organisasi. Budaya organisasi merupakan alat
perekat yang mampu membuat kelompok organisasi menjadi lebih dekat, yang
dapat menjadi sebuah energi positif yang mampu membawa organisasi ke arah
yang lebih baik. Kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki hubungan
yang sangat erat, karena setiap pimpinan memiliki gaya kepemimpinan yang
berbeda-beda yang pada akhirnya dari situlah akan terbentuk budaya
organisasi.

Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values),


keyakinan-keyakinan (believes) atau norma-norma yang telah lama berlaku,
disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman
perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi. (Sutrisno, 2010).
Budaya organisasi merupakan cara hidup dan gaya hidup dari suatu organisasi
yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama
ini dianut oleh anggota organisasi. (Ermawan, 2011). Budaya organisasi
adalah Pola asumsi dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok
tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalah-masalah eksternal dan
integrasi internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan
karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk
menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut. (Fred
Luthans, 2006).

5
Unsur-unsur ini menjadi dasar untuk mengawasi perilaku pegawai, cara
mereka berfikir, kerja sama dan berinteraksi dengan lingkungannya. Jika
budaya organisasi baik, maka akan dapat meningkatkan kinerja pegawai dan
akan dapat menyumbangkan keberhasilan kepada perusahaan. Masalah-
masalah yang berkaitan dengan budaya organisasi perusahaan diantaranya
kurang teladan dari pimpinan dalam hal datang dan pulang kerja tepat pada
waktunya sehingga hal tersebut membudaya atau menjadi tradisi di kalangan
pegawai sehingga banyak pegawai yang datang dan pulang juga tidak tepat
waktunya.

Terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian Maabuat (2016) yang


menyatakan variabel budaya organisasi berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai. Penelitian Lina (2014) juga menyatakan
yang menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai arah negatif,
berpengaruh secara tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Sementara yang
tidak sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian Wahyuningsih (2015)
yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Penelitian Sumual (2015), menyatakan budaya
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian
Hakim dan Hadipopo (2015) menyatakan budaya organisasi berpengaruh
terhadap kinerja SDM pada SD Negeri di Wawotobi. Dan penelitian Musriha
(2013), juga menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara parsial
terhadap kinerja pegawai.

Selain faktor faktor tersebut, ada jug faktor kepuasan kerja. Dalam hal
kepuasan kerja, Gilmer (1966) dalam As’ad (2003) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan
kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi
kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas. Sementara itu,
menurut Ranupandojo dan Husnan (2002) mengemukakan beberapa faktor
mengenai kebutuhan dan keingianan karyawan, yakni gaji yang baik,
pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap
6
ekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil
dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau
tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat. Kepuasan kerja atau
ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang
diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada
yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan,
rekan kerja, tunjangan, perilaku yang adil, keamanan kerja, peluang
menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan kinerja, dan kesempatan
bertumbuh.

Menurut Robbins kepuasan kerja merupakan sikap secara umum yang


lebih diwarnai oleh perasaan terhadap situasi dan lingkungan kerja serta
merupakan pencerminan dari kepuasan seorang karyawan terhadap kondisi
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Handoko (1996) berpendapat
bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan umur. Ia menyebutkan
bahwa semakin tua umur karyawan, mereka cenderung lebih terpuaskan
dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Pengharapan-pengharapan yang lebih
rendah dan penyesuaian yang lebih baik terhadap situasi kerja karena mereka
lebih berpengalaman, menjadi alasan yang melatarbelakangi kepuasan kerja
mereka.

Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan dapat dilihat


dari banyaknya jumlah absensi dan jumlah karyawan yang keluar dan masuk
yang terjadi di perusahaan tersebut. Semakin tinggi jumlah karyawan yang
keluar diperusahaan, maka tingkat kepuasan karyawan dalam bekerja rendah,
karena karyawan merasa tidak cocok bekerja di perusahaan. Tingginya jumlah
karyawan yang keluar yang diperusahaan juga dapat disebabkan oleh
kebijakan perusahaan untuk mengurangi jumlah karyawan sehingga dapat
terjadi efisiensi dalam proses produksi.

7
Kinerja dipengaruhi oleh kepuasan kerja yang terdiri faktor pekerjaan itu
sendiri, karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan
dengan kepuasan. Menurut penelitian Erline Kristine, menyatakan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai
di PT. Mitra Karya Jaya Sentosa. Sedangkan menurut penelitian I Wayan
Juniantara, dkk menyatakan bahwa kepuasan kerja yang diukur melalui empat
indikator yaitu kepuasan intrinsik, kepuasan ekstrinsik, pengakuan dan
otoritas/utilitas sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Hal
ini mengandung arti bahwa semakin meningkat kepusan kerja seorang
karyawan maka semakin meningkat pula kinerja seorang karyawan. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya diantaranya : Martin dan Proenca (2012), Almigo (2004),
Engko(2006) Anthony et al. (2006), Grant (2001) dalam Martin (2012) Bull
(2005), Tadisina et al. ( 2001), Tang et al. (2014), Pushpakumari (2008) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikant
terhadap kinerja karyawan.

Hal inilah yang mendorong pihak manajemen PT Telkom untuk


memperhatikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kinerja para
karyawan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diambil judul "Pengaruh
antara Kecerdasan Emosional, Budaya Organisasi, dan Kepuasan Kerja
terhadap Kinerja Karyawan pada PT Telkom Indonesia Cabang Jakarta
Selatan"

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat diketahui identifikasi
masalah sebagai berikut:

1. Karena perbedaan karakter/kepribadian yang berbeda beda dari setiap


karyawan, maka cara mengendalikan/menahan diri dari setiap karyawan
pun berbeda.

8
2. Beberapa karyawan tidak dapat mengikuti budaya organisasi yang
diterapkan pada perusahaan tersebut.
3. Beberapa karyawan tidak puas dalam pekerjannya karena keberadaan
senioritas.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan pada
kinerja karyawan?

2. Apakah budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja


karyawan?

3. Apakah kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja


karyawan?

1.4 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional pada kinerja karyawan

2. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi pada kinerja karyawan

3. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja pada kinerja karyawan

1.5 MANFAAT PENELITIAN


1. Bagi perusahaan

Dapat menjadi bahan informasi atau referensi mengenai kinerja


karyawan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, budaya
organisasi, dan kepuasan kerja pada kinerja karyawan demi perbaikan dan
perkembangan perusahaan yang diteliti.

2. Bagi karyawan

Dapat menjadi masukan untuk meningkatkan kinerja karyawan


melalui kecerdasan emosional, budaya organisasi, kepuasan kerja. Dan
diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta wawasan yang lebih

9
banyak kepada karyawan dalam bekerja diperusahaan agar kinerja
karyawan semakin baik.

3. Bagi akademisi

Dapat menjadi bahan referensi dan pengaplikasian ilmu


pengetahuan di bidang manajemen, khsusunya yang berhubungan dengan
manajemen sumber daya manusia.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori dan Konsep

2.1.1 Kinerja Karyawan


Kinerja apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda, maka
pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara ilegal,
tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika (Rivai &
Basri, 2004). Dilihat dari sudut pandang ahli yang lain, kinerja adalah banyaknya
upaya yang dikeluarkan individu pada pekerjaannya(Robbins, 2001).

Kinerja karyawan sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui
seberapa jauh kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya. Untuk itu duperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta
ditetapkan secara bersama sama yang dijadikan sebagai acuan. Menurut
Simamora (1995), kinerja karyawan adalah tingkat terhadap mana para karyawan
mencapai persyaratan persyaratan pekerjaan. Jadi, kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan kegiatan atau
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang
diharapkan. Menurut As'ad (1998) kinerja adalah hasil yang dicapai oleh
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Menurut withmore (1997) dalam Mahesa (2010) mengemukakan kinerja
merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya
dengan menetapkan standar tertentu. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total
dari kerja yang ada pada diri pekerja. Menurut Harsuko (2011), kinerja adalah
sejauh mana seseorang telah memainkan baginya dalam melaksanakan strategi
organisasi, baik dalam mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran
perorangan dan atau dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan
bagi organisasi. Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup

11
tiga aspek yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability), dan prestasi
(accomplishment)

Berdasarkan uraian tersebut diatas dengan pencatatan hasil kerja (proses)


yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat
dievaluasi tingkat kinerja karyawannya, maka kinerja karyawan harus dapat
ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai
organisasi. Mutu kerja karyawan secara langsung mempengaruhi kinerja
perusahaan. Guna mendapatkan kontribusi karyawan yang optimal, manajemen
harus memahami secara mendalam strategi untuk mengelola, mengukur dan
meningkatkan kinerja, yang dimulai terlebih dahulu dengan menentukan tolak
ukur kinerja. Ada beberapa syarat tolak ukur kinerja yang baik, yaitu:

1. Mampu diukur dengan cara yang dapat dipercaya

2. Mampu membedakan inidvidu-individu sesuai dengan kinerja mereka

3. Sensitif terhadap masukan dan tindakan tindakan dari pemegang jabatan

4. Dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya sedang dinilai

Kriteria-kriteria Kinerja

Kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja seseorang


pemegang jabatan, suatu tim, suatu unit kerja. Secara bersama sama dimensi itu
merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan tim guna
mencapai strategi organisasi. Menurut Schuler dan Jackson (2004) dalam Harsuko
(2011) bahwa ada 3 jenis dasar kriteria kinerja yaitu:

1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi


seseorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi,
dan keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai
selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada
bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau tidak dicapai seseorang
dalam pekerjaanya.
12
2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bgaimana pekerjaan
dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang
membutuhkan hubungan antar personal. Sebagai contoh apakah SDM-nya
ramah atau menyenangkan.

3. Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini semakin populer dengan makin


ditekanya produktivitas dan daya saing internasional. Kreteria ini berfokus
pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu
dicapai atau dihasilkan.

Menurut Bernandin & Russell (2001 dalam Riani 2011) kriteria yang
digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Quantity of Work (kuantitas kerja), jumlah kerja yang dilakukan dalam


suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of Work (kualitas kerja), kualitas kerja yang dicapai berdasarkan


syarat-syarat kesesuaian dan ditentukan.

3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan), luasnya pengetahuan mengenai


pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness (kreativitas), keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan


dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
timbul.

5. Cooperation (kerja sama), kesedian untuk bekerjasama dengan orang lain


atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability (ketergantungan), kesadaran untuk mendapatkan


kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative (inisiatif), semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan


dalam memperbesar tanggung jawabnya.

13
8. Personal Qualities (kualitas personal), menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.

Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Kinerja

Menurut Steers (dalam Suharto & Cahyono 2005) faktor-faktor yang


mempengaruhi kinerja adalah:

1. Kemampuan, kepribadian dan minat kerja.

2. Kejelasan dan penerimaan atau kejelasan peran seseorang pekerja yang


merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseprang atas tugas yang
diberikan kepadanya.

3. Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energi yang mendorong, mengarahkan


dan mempertahankan perilaku.

Menurut McCormick dan Tiffin (dalam Suharto & Chyono, 2005) menjelakan
bahwa terdapat dua variabel yang mempengaruhi kinerja yaitu:

1. Variabel individu

Variabel inidividu terdiri dari pengalaman, pendidikan, jenisb kelamin, umur,


motivasi, keadaan fisik, kepribadian.

2. Variabel situasional

Variabel situasional menyangkut dua faktor yaitu:

1) Faktor sosial dan organisasi, meliputi: kebijakan, jenis latihan dan


pengalaman, sistem upah serta lingkungan sosial.

2) Faktor fisik dan pekerjaan, meliputi: metode kerja, pengaturan dan


kondisi, perlengkapan kerja, pengaturan ruang kerja, kebisingan,
penyinaran dan temperatur.

Penilaian Kinerja

14
Pada prinsipnya penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap
organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan
tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian kinerja intinya adalah
untuk mengetauhi seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa
berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga
karyawan, organisasi dan masyarakat memperoleh manfaat.

Tujuan dan pentingnya penilaian kinerja berdasarkan sebuah studi yang


dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasikan dua puluh macam tujuan informasi
kinerja yang berbeda-beda, yang dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:(1)
Evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang,(2) Pengembangan yang
menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya
waktu,(3) Pemeliharan sistem, dan(4) Dokumentasi keputusan-keputusan sumber
daya manusia.

Menurut George dan Jones (2002 dalam Harsuko 2011) bahwa kinerja
dapat dinilai dari kuantitas, kuantitas kerja yang dihasilkan dari sumber daya
manusia dan level dari pelayanan pelanggan. Kuantitas kerja yang dimaksud
adalah jumlah pekerjaan yang terselesaikan, sedangkan kualitas kerja yang
dimaksud adalah mutu dari pekerjaan. Robbins (1994 dalam Harsuko 2011)
menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu
yaitu:(1) Tugas individu, (2) Perilaku individu, dan (3) Ciri individu.

Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja menurut Riani (2013) terdapat pendekatan ganda


terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:

1. Tujuan Evaluasi

Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi reguler
terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
15
a) Telaah Gaji

Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan merit-pay,


bonus dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama
penilaian prestasi kerja.

b) Kesempatan Promosi

Keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing) yang berkenaan


dengan promosi, demosi, transfer dan pemberhentian karyawan
merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.

2. Tujuan Pengembangan

a) Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat


digunakan untuk mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi

b) Mengukuhkan dan Menopang Prestasi Kerja

Umpan balik prestasi kerja (performance feedback) merupakan kebutuhan


pengembangan yang utama karena hampir semua karyawan ingin
mengetahui hasil penilaian yang dilakukan.

c) Meningkatkan Prestasi Kerja.

Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk memberikan pedoman kepada


karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di masa yang akan datang.

d) Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir.

Penilaian prestasi kerja juga akan memberikan informasi kepada


karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar pembahasan tujuan dan
rencana karir jangka panjang.

e) Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan.

Penilaian prestasi kerja individu dapat memaparkan kumpulan data untuk


digunakan sebagai sumber analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.
16
Teori Kinerja

Toeri tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori
psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan
sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. As’ad (2005 dalam Harsuko
2011) mengatakan bahwa perbedaan kinerja antara orang yang satu denga lainnya
dalam situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu.
Disamping itu, orang yang sama dapat menghasilkan kinerja yang berbeda di
dalam situasi yang berbeda pula. Semuanya ini menerangkan bahwa kinerja itu
pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-faktor individu dan
faktor-faktor situasi. Namun pendapat ini masih belum menerangkan tentang
prosesnya. Khusus yang menyangkut proses ada dua teori yaitu:

1. Path Goal Theory

Teori ini dikemukakan oleh Locke dari dasar teori Lewin’s. Ott (2003
dalam Harsuko 2011) berpendapat bahwa tingkah laku manusia banyak
didasarkan untuk mencapai suatu tujuan. Teori yang lain dikemukakan oleh
Georgepoulos yang disebut Path Goal Theory yang menyebutkan bahwa kinerja
adalah fungsi dari facilitating Process dan Inhibiting process. Prinsip dasarnya
adalah kalau seseorang melihat bahwa kinerja yang tinggi itu merupakan jalur
(Path) untuk memuaskan needs (Goal) tertentu, maka ia akan berbuat mengikuti
jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang bersangkutan (facilitating
process)

2. Teori Attribusi atau Expectancy

TheoryAs’ad (2000) mengatakan bahwa teori ini pertama kali


dikemukakan oleh Heider. Pendekatan teori atribusi mengenai kinerja dirumuskan
P = MXA, dimana P = performance, M = motivation, A = ability menjadi konsep
sangat populer oleh ahli lainya seperti Maiter, Lawler, Porter dan Vroom.
Berpedoman pada formula diatas, menurut teori ini kinerja adalah hasil interaksi
anatra motivasi dengan ability (kemampuan dasar).Dengan demikian, orang yang

17
tinggi motivasinya tetapi memilki ability yang yang rendah akan menghasilkan
kinerja yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang mempunyai ability
tinggi tetapi rendah motivasinya.

2.1.2 Kecerdasan Emosional


Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan dan


mengambil keputusan yang terbaik dalam suatu permasalahan dengan melihat dari
kondisi ideal suatu kebenaran atas dasar pembelajaran pengalaman dan
penyesuaian lingkungan.Menurut Gardner dalam Rose (2002:58) mengemukakan
bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau
menciptakan suatu produk yang memiliki nilai dalam satu latar belakang budaya
atau lebih. Sedangkan Super dan Cites dalam Dalyono (2009:183) mengemukakan
definisi kecerdasan sebagai kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan
disekitar atau belajar dari sebuah pengalaman.Hal ini menunjukkan bahwa
manusia hidup dan berinteraksi di dalam lingkungannya yang komplek.

Pengertian Emosi

Emosi yaitu suatu perasaan yang mendorong individu untuk merespon atas
rangsangan yang muncul dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, sehingga
individu dapat merasakan suatu perubahan sistem terhadap fisologis dan
psikologisnya dalam waktu yang cepat. Crow dalam Hartati (2004:90)
menyebutkan bahwa emosi merupakan keadaan pada diri individu yang
bergejolak dimana berfungsi sebagai inner adjustment terhadap suatu lingkungan
untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.

Menurut Ibda dalam Yusuf (2009:114), emosi merupakan suatu perasaan


dengan pikiran-pikiran khasnya, keadaan biologis dan psikologis, serta
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi berperan dalam pengambilan
sebuah keputusan yang menentukan kesejahteraan dan keselamatan individu atau
sekelompok orang.

18
Hakikat Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dan dua keterampilan


utama, yaitu keterampilan kesadaran diri dan keterampilan manajemen diri yang
termasuk dalam kompetensi personal dan yang kedua adalah keterampilan
kesadaran sosial dan keterampilan manajemen hubungan sosial yang termasuk
dalam kompetensi sosial. Kompetensi personal lebih terfokus pada diri sendiri
sebagai seorang individu, sedangkan kompetensi sosial lebih terfokus pada suatu
hubungan kepada orang lain (Bradberry dan Greaver, 2007:63).

Menurut Patton (2001:3), kecerdasan emosional memiliki arti yang


sederhana yaitu keterampilan menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai
sebuah tujuan dan mampu membangun hubungan yang baik serta mampu meraih
kesuksesan ditempat kerja. Sedangkan menurut Agustian (2006:42), kecerdasan
emosional adalah kemampuan untuk merasakan kejujuran dalam hati yang
menjadi pusat prinsip untuk mampu memberikan rasa aman, pedoman, kekuatan
serta kebijaksanaan.

Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2005:45) ciri-ciri kecerdasan emosional meliputi


kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan ketika menghadapi
sebuah masalah yang membuat frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan perasaan ketika sedang bergembira, mengatur suasana hati dan
menjaga agar beban pikiran ketika menumpuk tidak melumpuhkan kemampuan
dalam berpikir, berempati, dan berdoa.

Komponen-Komponen Dasar Kecerdasan Emosional

Goleman (2005:513) membagi kecerdasan emosional ke dalam lima dasar


kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan
ketrampilan sosial.

1. Kesadaran diri

19
Kesadaran diri yaitu kemampuan individu dalam mengenali perasaan diri
sendiri dan perasaan orang lain, serta mampu mengenali kekuatan dan
kelemahan diri sendiri.

2. Pengaturan diri

Pengaturan diri adalah suatu kemampuan untuk mengelola emosi pada diri
sendiri. Semakin baik pengaturan diri dalam emosi maka semakin
terkontrol pula tindakan yang akan dilakukan, sehingga tetap memiliki
hubungan yang baik dengan orang lain.

3. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan karyawan agar


mampu mencapai tujuan yaitu kinerja yang maksimal.

4. Empati

Empati adalah sebuah kemampuan untuk mengetahui dan memahami


perasaan orang lain yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan baik
kepada banyak orang.

5. Keterampilan sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan menciptakan hubungan yang


harmonis antar individu, yaitu dengan memberikan respon baik terhadap
lawan bicara dan menjaga perilaku serta ucapan ketika berhadapan dengan
orang.

2.1.3 Budaya Organisasi


Pengertian Budaya Organisasi

Konsep budaya organisasi masih tergolong baru. Konsep ini diadopsi oleh
pada teoritis dari disiplin antropologi, oleh karena itu keragaman pengertian
budaya pada disiplin antropologi juga akan berpengaruh terhadap keragaman
pengertian budaya pada disiplin organisasi. Konsep budaya organisasi mendapat
20
perhatian luar biasa pada tahun 1980-1990 ketika para sarjana mengeksplorasi
bagaimana dan mengapa perusahaan Amerika gagal bersaing dengan perusahaan
Jepang. Robbins dalam bukunya Perilaku Organisasi (1996, h.289)
mendefinisikan budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang
dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-
organisasi lainnya. Definisi lain menurut Kreitner dan Kinicki (2005, h.79)budaya
organisasi adalah suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit
oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan,
dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.

Schein mendefinisikan budaya organisasi adalah (2010, h.18) “the culture


of a group can now be defined as a pattern of shared basic assumptions learned
by a group as it solved its problems of external adaptation and internal
integration, which has worked well enough to be considered valid and therefore,
to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in
relation to those problem” Budaya organisasi adalah pola asumsi bersama sebagai
pembelajaran untuk mengatasi masalah eksternal dan integrasi internal, diajarkan
kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan
merasa masalah tersebut.

Creemers dan Reynolds (dalam Soetopo, 2010, h.122) menyatakan bahwa


“organizational culture is a pattern of beliefs and expectation shared by the
organization’s members” (budaya organisasi adalah pola keyakinan dan harapan
bersama oleh anggota organisasi). Sedangkan Greenberg dan Baron (dalam
Soetopo, 2010, h.122) menekankan budaya organisasi sebagai kerangka kognitif
yang berisi sikap, nilai, norma perilaku, dan ekspektasi yang dimiliki oleh anggota
organisasi.

Definisi lain oleh Peterson (dalam Soetopo, 2010, h.122) menyatakan


bahwa budaya organisasi mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos.
Budaya organisasi menurut Brown (dalam Willcoxson & Millett, 2000, h.93)
adalah seperangkat norma, keyakinan, prinsip, dan cara berperilaku yang

21
bersama-sama memberikan karakteristik yang khas pada masing-masing
organisasi.

Gibson, Ivanichevich, dan Donelly (dalam Soetopo, 2010, h.123)


menyatakan bahwa budaya organisasi adalah kepribadian organisasi yang
mempengaruhi cara bertindak individu dalam organisasi. Pengertian lain menurut
Kast dan Rosenzweig (dalam Hakim, 2011, h.151) mendefinisikan budaya
organisasi sebagai suatu sistem nilai dan kepercayaan yang dianut bersama yang
berinteraksi dengan orang-orang suatu perusahaan, struktur organisasi dan sistem
pengawasan untuk menghasilkan norma-norma perilaku.

Ogbonna dan Harris (dalam Sobirin, 2007, h.132) mengartikan budaya


organisasi adalah keyakinan, tata nilai, makna, dan asumsi-asumsi yang secara
kolektif di-shared oleh sebuah kelompok sosial guna membantu mempertegas cara
mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka dalam merespon lingkungan.
Lain halnya dengan Ogbonna dan Harris, menurut Tosi, Rizzo, Carroll (dalam
Munandar: 2008, h.263) budaya organisasi adalah cara berfikir, berperasaan, dan
bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada
pada bagian-bagian organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya


organisasi adalah suatu pola/sistem yang berupa sikap, nilai, norma perilaku,
bahasa, keyakinan, ritual yang dibentuk, dikembangkan dan diwariskan kepada
anggota organisasi sebagai kepribadian organisasi tersebut yang membedakan
dengan organisasi lain serta menentukan bagaimana kelompok dalam merasakan,
berfikir dan bereaksi terhadap lingkungan yang beragam serta berfungsi untuk
mengatasi masalah adaptasi internal dan eksternal.

Dasar Budaya Organisasi

Nilai-nilai dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya organisasi.


keduanya memainkan peran penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai
nilai oleh Kreitner (2005) disebutkan memiliki lima komponen kunci yaitu:

22
a. Nilai adalah konsep kepercayaan

b. Mengenai perilaku yang dikehendaki

c. Keadaan yang amat penting

d. Pedoman menyeleksi atau mengevaluasi kejadian dan perilaku

e. Urut dari yang relatif penting

Nilai pendukung (espoused values) menunjukkan nilai-nilai yang


dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi. Umumnya dibentuk oleh
pendiri perusahaan baru atau kecil oleh tim top management dalam sebuah
perusahaan yang lebih besar. Nilai-nilai yang diperantarakan (anacted values)
merupakan nilai dan norma yang sebenarnya ditunjukkan atau dimasukkan ke
dalam perilaku karyawan. Espoused values dan anacted values bersifat penting
karena dapat mempengaruhi sikap karyawan dan budaya organisasi.

Ciri-ciri Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang dapat diamati ialah pola-pola perilaku yang


merupakan manifestasi atau ungkapan-ungkapan dari asumsi-asumsi dasar dan
nilai-nilai.O‟Reilly, Chatman, dan Caldwell menemukan ciri-ciri budaya
organisasi sebagai berikut (dalam Munandar, 2008, h.267-268):

a. Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking): Mencari peluang
baru, mengambil resiko, bereksperimen, dan tidak merasa terhambat oleh
kebijakan dan praktik-praktik formal.

b. Stabilitas dan keamanan (stability and security): Menghargai hal-hal yang dapat
diduga sebelumnya (predictability), keamanan, dan penggunaan dari aturan-aturan
yang mengarahkan perilaku

c. Penghargaan kepada orang (respect for people): Memperlihatkan toleransi,


keadilan, dan penghargaan terhadap orang lain.

23
d. Orientasi hasil (outcome orientation): Memiliki perhatian dan harapan tinggi
terhadap hasil, capaian, dan tindakan.

e. Orientasi tim dan kolaborasi (team orientation and collaboration): bekerja


bersama secara terkoordinasi dan berkolaborasi.

f. Keagresifan dan persaingan (aggressiveness and competition): mengambil


tindakan-tindakan tegas di pasar-pasar dalam menghadapi persaingan.

Hodgetts dan Luthans (dalam Ojo, 2010, h.3) menyebutkan karakteristik penting
yang terkait dengan budaya organisasi, yaitu:

a. Keteraturan perilaku yang bisa diamati yang ditandai oleh bahasa, terminologi,
dan ritual.

b. Norma yang tercermin dalam hal jumlah pekerjaan yang harus dilakukan dan
tingkat kerja sama antara manajemen dan karyawan

.c. Nilai-nilai dominan pendukung organisasi dan mengharapkan untuk saling


berbagi, untuk menghasilkan produk yang tinggi atau kualitas layanan, tingkat
absensi yang rendah, dan efisiensi yang tinggi.

d. Filsafat yang ditetapkan dalam perusahaan, keyakinan tentang bagaimana


karyawan dan bagiamana pelanggan harus diperlakukan.

e. Aturan yang mendikte tidak boleh dilakukan pada perilaku karyawan yang
berkaitan dengan bidang-bidang seperti produktivitas, hubungan pelanggan, dan
kerjasama antargolongan.

f. Iklim organisasi tercermin dari cara karyawan berinteraksi satu sama lain,
melayani pelanggan, dan apa yang mereka rasakan tentang atasan.

Schein (1992) menunjukkan bahwa budaya organisasi lebih penting pada


saat ini daripada waktu lalu. Meningkatnya kompetisi, globalisasi, mergers,
akuisis, takeovers, buyouts, aliansi, dan berbagai perkembangan tenaga kerja telah
menciptakan kebutuhan besar dalam hal sebagai berikut (dalam Ojo, 2010, h.3):
24
a. Koordinasi dan integrasi seluruh unit organisasi dalam rangka meningkatkan
efisiensi, kualitas, dan kecepatan desain, manufaktur, dan memberikan produk
serta layanan.

b. Produk, strategi, inovasi proses dan kemampuan untuk berhasil


memperkenalkan teknologi baru seperti teknologi informasi.

c. Manajemen yang efektif dari unit kerja dan meningkatkan keragaman di tempat
kerja.

d. Manajemen lintas budaya perusahaan global dan/atau kemitraan multinasional.

e. Pembangunan budaya yang menggabungkan aspek budaya dari organisasi yang


berbeda.

f. Pengelolaan keragaman di tempat kerja.

g. Fasilitasi dan dukungan dari tim kerja.

Robbins (1996, h.289) menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian yang


mutakhir menemukan bahwa ada tujuh ciri-ciri utama yang secara keseluruan
mencakup esensi budaya organisasi, ketujuh ciri tersebut adalah:

a. Inovasi dan pengambilan resiko: Sejauh mana karyawan didukung untuk


menjadi inovatif dan berani mengambil resiko.

b. Perhatian terhadap detail: Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan


kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap detail/rincian.

c. Orientasi hasil: Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil-hasil dan
keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai keluaran tersebut.

d. Orientasi ke orang: Sejauh mana keputusan-keputusan yang diambil


manajemen ikut memperhitungkan dampak dari keluarannya terhadap para
karyawannya.

25
e. Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar
kelompok-kelompok daripada seputar perorangan

f. Keagresifan: sejauh mana orang-orang lebih agresif dan kompetitif daripada


santai.

g. Kemantapan: sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan


status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

Kinicki (2005, h.79) menyebutkan tiga karakteristik budaya organisasi


yang penting yaitu:

a. Budaya organisasi diberikan kepada karyawan baru melalui proses sosialisasi.

b. Budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja.

c. Budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda (pandangan ke luar
dan kemampuan bertahan terhadap perubahan).

Luthans dalam bukunya Perilaku Organisasi (2006, h.125) menyebutkan


beberapa karakteristik penting budaya organisasi yaitu:

a. Aturan perilaku yang diamati: ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama
lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan
dengan rasa hormat dan cara berperilaku.

b. Norma: ada standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak


pekerjaan yang dilakukan.

c. Nilai dominan: organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-


nilai utama.

d. Filosofi: terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai


bagaimana karyawan dan atau pelanggan diperlakukan.

26
e. Aturan: terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.
Pendatang baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima
sebagai anggota kelompok yang berkembang.

f. Iklim organisasi: merupakan keseluruhan perasaan yang disampaikan dengan


pengaturan yang bersifat fisik, cara berinteraksi, dan cara anggota organisasi
berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.

Jenis-jenis Budaya Organisasi

Jenis-jenis budaya organisasi dapat ditentukan berdasarkan proses informasi dan


tujuannya (Tika, 2010, h.7).

a. Berdasarkan Proses Informasi

Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath membagi budaya organisasi


berdasarkan proses informasi sebagai berikut.

1. Budaya rasional, proses informasi individual (klarifikasi sasaran


pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana
bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas, dan
keuntungan atau dampak).

2. Budaya ideologis, dalam budaya ini pemrosesan informasi intuitif (dari


pengetahuan yang dalam, pendapat, dan inovasi) diasumsikan sebagai
sarana bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya
dan pertumbuhan).

3. Budaya konsensus, dalam budaya ini pemrosesan informasi kolektif


(diskusi, partisipasi, dan konsesus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi
tujuan kohesi (iklim, moral, dan kerja sama kelompok).

4. Budaya hierarkis, dalam budaya ini pemrosesan informasi formal


(dokumentasi, komputasi, dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol, dan koordinasi).

27
b. Berdasarkan Tujuannya

Ndraha (1997) membagi budaya organisasi berdasarkan tujuannya yaitu


budaya organisasi perusahaan, budaya organisasi publik, dan budaya organisasi
sosial.

Tipe Budaya Organisasi

Manajemen harus menyadari tipe umum budaya organisasi kalau


perusahaan berkeinginan mengubah budayanya agar lebih sempurna, dan
menyadari kenyataan bahwa budaya tertentu terbukti lebih superior dari tipe
budaya lain. Sebagian besar ahli perilaku mengadvokasikan budaya organisasi
yang terbuka dan partisipatif adalah yang terbaik untuk semua situasi. Berikut ini
karakteristik tipe budaya terbuka (Muchlas, 2008, h.547-548):

a. Kepercayaan kepada para bawahan

b. Komunikasi terbuka

c. Kepemimpinan yang penuh pertimbangan dan suportif

d. Pemecahan masalah secara kelompok

e. Otonomi pekerja

f. Tukar menukar informasi

g. Tujuan-tujuan dengan keluaran yang berkualitas

Budaya yang terbuka dan partisipatif sering kali digunakan untuk


memperbaiki moral dan kepuasan karyawan. Keuntungan-keuntungan khususnya
adalah sebagai berikut (Muchlas, 2008, h.549):

a. Meningkatkan penerimaan ide-ide manajemen

b. Meningkatkan kerja sama antara manajemen dan staf

c. Menurunkan angka pindah kerja dan angka absen kerja

28
d. Menurunkan keluhan-keluhan dan kekesalan

e. Lebih besar penerimaan untuk perubahan-perubahan

f. Memperbaiki sikap terhadap pekerjaan dan organisasi

Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan
otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran
yang berkualitas tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan
diterapkan pada organisasi oleh pemimpin otokritik dan suka mengancam. Makin
besar rigiditas dalam organisasi ini, makin ketat pula keterikatan pada sebuah
rantai komando formal, makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras
tanggung jawab individualnya.

Kreitner dan Kinicki (2005, h.88-89) menunjukkan bahwa terdapat tiga


tipe umum budaya organisasi yaitu:

a. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong


untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyek.

b. Budaya pasif-depensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan


bahwa karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang
tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri.

c. Budaya agresif-depensif mendorong karyawannya untuk mengerjakan


tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status
mereka.

Dari uraian di atas terdapat dua tipe budaya organisasi, yaitu budaya
terbuka (partisipatif) dan budaya tertutup (otokratik). Budaya partisipatif sering
kali untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan, sedangan budaya
otokratik lebih ketat keterikatan karyawan pada komando formal, makin sempit
ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya sehingga
karyawan kurang leluasa dalam bekerja dan lebih fokus pada kerja individu
daripada kerja tim.
29
Dimensi Budaya Organisasi

Beberapa dimensi budaya organisasi menurut Reynolds (dalam Sobirin,


2007, h.190) yaitu sebagai berikut:

a. Beorientasi eksternal vs. berorientasi internal

b. Berorientasi pada tugas vs. berorientasi pada aspek sosial

c. Menekankan pada pentingnya safety vs. berani menanggung resiko

d. Menekankan pada pentingnya conformity vs. individuality

e. Pemberian reward berdasarkan kinerja individu vs. kinerja kelompok

f. Pengambilan keputusan secara individual vs. keputusan kelompok

g. Pengambilan keputusan secara terpusat (centralized) vs. decentralized

h. Menekankan pada pentingnya perencanaan vs. ad hoc

i. Menekankan pada pentingnya stabilitas organisasi vs. inovasi organisasi

j. Mengarahkan karyawan untuk berkooperatif vs. berkompetisi

k. Menekankan pada pentingnya organisasi yang sederhana vs. organisasi


yang kompleks

l. Prosedur organisasi bersifat formal vs. informal

m. Menuntut karyawan sangat loyal kepada organisasi vs. tidak


mementingkan loyalitas karyawan.

n. Ignorance (ketidaktahuan) vs. knowledge (pengetahuan)

Denison (dalam Sobirin, 2007, h.195) mengelompokkan budaya organisasi


ke dalam 4 dimensi, yaitu sebagai berikut:

a. Involvement: dimensi budaya yang menunjukkan tingkat pastisipasi


karyawan dalam proses pengambilan keputusan.
30
b. Consistency: menunjukkan tingkat kesepakatan anggota organisasi
terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi.

c. Adaptability: kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-


perubahan lingkungan eksternal dan melakukan perubahan internal
organaisasi.

d. Mission: dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang


menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang
dianggap penting oleh organisasi.

Fungsi Budaya Organisasi

Ada beberapa pendapat mengenai fungsi budaya organisasi, menurut


Robbins (1996, h.294) membagi lima fungsi budaya organisasi sebagai berikut:

a. Berperan menetapkan batasan.

b. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi.

c. Memudahkan timbulnya komitmen yang lebih luas daripada


kepentingan individual seseorang.

d. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial


yang membantu mempersatukan organisasi.

e. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan


membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Menurut Schein (dalam Tika, 2010, h.13) membagi fungsi budaya


organsiasi berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu sebagai berikut ini:

a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi: pada tahap


ini fungsi budaya organisasi terletak pada pembeda baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kelompok atau organsiasi lain.

31
b. Fase pertengahan hidup organisasi: pada fase ini budaya berfungsi
sebagai integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai
penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan
perubahan budaya organisasi.

c. Fase dewasa: pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai penghambat
dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan
menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005, h.83-84) membagi empat fungsi


budaya organsiasi sebagai berikut ini:

a. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.

b. Memudahkan komitmen kolektif.

c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.

d. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan


keberadaannya.

Parsons dan Marton (dalam Tika, 2010, h.13) mengemukakan bahwa


fungsi budaya organisasi adalah memecahkan masalah-masalah pokok dalam
proses survival suatu kelompok dan adaptasinya terhadap lingkungan eksternal
serta proses integrasi internal.Susanto (dalam Tika, 2010, h.14) menyatakan
bahwa fungsi budaya organisasi sebagai berikut:

a. Berperan dalam pelaksanaan tugas bidang sumber daya manusia.

b. Merupakan acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan meliputi


pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning perusahaan yang akan
dikuasai.

Fungsi budaya organisasi menurut Ndraha (1997, h.45) menyebutkan sebagai


berikut ini:

a. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat/kelompok


32
b. Sebagai pengikat suatu masyarakat/kelompok

c. Sebagai sumber inspirasi, kebanggaan

d. Sebagai kekuatan penggerak, melalui belajar maka budaya akan dinamis

e. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah

f. Sebagai pola perilaku

g. Sebagai warisan

h. Sebagai subtitusi/pengganti formalisasi

i. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan

j. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan Negara


sehingga terbentuk nation-state

Ouchi (dalam Tika, 2010, h.13) menyatakan bahwa fungsi budaya


organisasi (perusahaan) adalah mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan
yang terdiri dari sekumpulan individu dengan latar belakang kebudayaan yang
khas (berbeda). Sedangkan Pascale dan Athos (dalam Tika, 2010, h.13)
menyatakan bahwa budaya perusahaan berfungsi untuk mengajarkan kepada
anggotanya bagaimana mereka harus berkomunikasi dan berhubungan dalam
menyelesaikan masalah.

Dari beberapa fungsi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan


budaya organisasi memiliki fungsi yang positif untuk pengelolaan
organisasiterhadap masalah eksternal dan masalah internal suatu organisasi.
Budaya organisasi juga berfungsi sebagai identitas, menetapkan batasan dalam
berperilaku, serta memunculkan komitmen karyawan.

2.1.4 Kepuasan Kerja


Pengertian Kepuasan Kerja

33
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari
tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-
beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001;271) kepuasan kerja adalah “suatu


efektifitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan”. Davis dan
Newstrom (1985;105) mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah seperangkat
perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka”.
Menurut Robbins (2003;78) kepuasan kerja adalah “sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan
yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima”.

Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap


berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan
merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek
pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Kepuasan Kerja
merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul
berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan
terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai
dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang
puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.

Perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan


kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-
pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan
untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting
dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.

Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam


melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang
34
dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan
harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga
kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.

Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah


dari kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat
pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Seorang individu akan merasa puas
atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi,
yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau
pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang
didapatnya).

Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang


positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya
melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai
salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.

Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat


sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya.
Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan
kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :

1) Two Factor Theory

Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan


bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene
factors. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan
(seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan
hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri.
Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau
maintainance factors.Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait
35
dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat
pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan
untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators.

2) Value Theory

Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima
hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini
adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan
seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut


Kreitner dan Kinicki (2001; 225) yaitu sebagai berikut :

1) Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)

Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan


kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2) Perbedaan (Discrepancies)

Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan


mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang
diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa
yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila
menerima manfaat diatas harapan.

3) Pencapaian nilai (Value attainment)Kepuasan merupakan hasil dari


persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang
penting.

4) Keadilan (Equity)
36
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja.

5) Komponen genetik (Genetic components)

Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.

Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja.
Diantaranya adalah sebagi berikut :

1) Pekerjaan itu sendiri (work it self) Setiap pekerjaan memerlukan suatu


keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar
tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.

2) Hubungan dengan atasan (supervision)

Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah


tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan
sejauhmana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai
pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan
didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar
dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan
hidup yang sama. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan
adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri
pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat
motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.

3) Teman sekerja (workers)

37
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama
maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.

4) Promosi (promotion)

Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya


kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.

5) Gaji atau upah (pay)

Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap


layak atau tidak.

Korelasi Kepuasan Kerja

Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif
atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah dampai kuat.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001;226) Hubungan yang kuat menunjukkan
bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan
meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut :

1) Motivasi

Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan
signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga
mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer
disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka
mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat
meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk
meningkatkan kepuasan kerja.

2) Pelibatan Kerja

Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan


dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan
38
dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong
memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meningkatkan
keterlibatan kerja pekerja.

3) Organizational citizenship behavior

Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.

4) Organizational commitment

Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan


organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara
komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang siknifikan
dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat
meningkatkan produktivitas kerja.

5) Ketidakhadiran (Absenteisme)

Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat.


Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.

6) Perputaran (Turnover)

Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana


perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga
diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan
mengurangi perputaran.

7) Perasaan stres

Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan


negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi
dampak negatif stres.

8) Prestasi kerja/kinerja

39
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja.
Dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga
pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja
disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang
lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.

Pengaruh Kepuasan Kerja

1) Terhadap Produktivitas

Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan


meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat
dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan
bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka
terima (gaji/upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan
performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja
menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan
dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang
diharapkan.

2) Ketidakhadiran (Absenteisme)

Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan


kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara
kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam
perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk
hadir.Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) “antara kepuasan dan
ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif”. Sebagai
contoh perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas
tanpa sanksi atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.

3) Keluarnya Pekerja (Turnover)

40
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat
ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan
ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada
pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan
meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik
perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan
mereka dan lainnya.

4) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins (2003) ada


empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidak puasan yaitu:

a) Keluar (Exit)

yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.

b) Menyuarakan (Voice)

yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah


dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.

c) Mengabaikan (Neglect)

yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk


seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.

d) Kesetiaan (loyality)

yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih baik


termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

Meningkatkan Kepuasan Kerja

Menurut Riggio (2005), peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan


dengan cara sebagai berikut:

1) Melakukan perubahan struktur kerja, misalnya dengan melakukan


perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan

41
pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang
disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan
adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan
sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktik untuk
para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam
usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari
sekedar anggota dari organisasi.

2) Melakukan perubahan struktur pembayaran, perubahan sistem


pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada keahliannya (skill-
based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan
pengetahuan dan keterampilannya daripada posisinya di perusahaan.
Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya (merit pay), sistem
pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performancenya,
pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh
individu itu sendiri. Pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau
pembayaran berdasarkan pada keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi
kepada seluruh anggota kelompok).

3) Pemberian jadwal kerja yang fleksibel, dengan memberikan kontrol


pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari mereka, yang sangat
penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja tidak
bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung
jawab pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang
dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi sedang
jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja dapat
memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari Senin hingga
Jum’at, sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan.
Cara yang kedua adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang
pekerja menjalankan sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi
tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya.

42
4) Mengadakan program yang mendukung, perusahaan mengadakan
program-program yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan kerja para
karyawan, seperti; health center, profit sharing, dan employee sponsored
child care.

2.2 Penelitian Terdahulu


1. Chermiss (1998, p.1) pernah menulis dalam artikelnya berdasarkan
beberapa penelitian sebelumnya bahwa ada kemungkinan untuk dapat
memperbaiki kemampuan emosional dan sosial seorang karyawan. Selain
itu dalam penelitian tersebut juga ditemukan beberapa prinsip dalam
mengaplikasikan EQ pada organisasi secara luas.

2. menurut Ari Soeti Yani dan Ayu Istiqomah dalam penelitian yang
berjudul pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional
terhadap kinerja karyawan dengan profesionalisme sebagai variabel
intervening menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang
dilakukan oleh Goleman (1996), Wong and Law (2002), Behbahani (2011)
dan Shah and Ellahi (2012). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli
tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja.

3. Terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian Maabuat (2016)


yang menyatakan variabel budaya organisasi berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Penelitian Lina (2014) juga
menyatakan yang menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai arah
negatif, berpengaruh secara tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.
Sementara yang tidak sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian
Wahyuningsih (2015) yang menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian
Sumual (2015), menyatakan budaya organisasi berpengaruh signifikan

43
terhadap kinerja karyawan. Penelitian Hakim dan Hadipopo (2015)
menyatakan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja SDM pada
SD Negeri di Wawotobi. Dan penelitian Musriha (2013), juga menyatakan
bahwa budaya organisasi berpengaruh secara parsial terhadap kinerja
pegawai.

4. Menurut penelitian Erline Kristine, menyatakan bahwa kepuasan kerja


berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai di PT. Mitra
Karya Jaya Sentosa. Sedangkan menurut penelitian I Wayan Juniantara,
dkk menyatakan bahwa kepuasan kerja yang diukur melalui empat
indikator yaitu kepuasan intrinsik, kepuasan ekstrinsik, pengakuan dan
otoritas/utilitas sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Hal ini mengandung arti bahwa semakin meningkat kepusan kerja seorang
karyawan maka semakin meningkat pula kinerja seorang karyawan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya diantaranya : Martin dan Proenca (2012), Almigo
(2004), Engko(2006) Anthony et al. (2006), Grant (2001) dalam Martin
(2012) Bull (2005), Tadisina et al. ( 2001), Tang et al. (2014),
Pushpakumari (2008) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis


Berdasarkan uraian diatas, mengenai pengertian yang dugunakan dalam
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

2.3.1 Kinerja Karyawan(Y)


Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan kegiatan atau menyempurnakannya sesuai dengan tanggung
jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

44
2.3.2 Kecerdasan Emosional(X1)
Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dan dua
keterampilan utama, yaitu keterampilan kesadaran diri dan keterampilan
manajemen diri yang termasuk dalam kompetensi personal dan yang
kedua adalah keterampilan kesadaran sosial dan keterampilan manajemen
hubungan sosial yang termasuk dalam kompetensi sosial.

2.3.3 Budaya organisasi (X2)


Definisi oleh Peterson (dalam Soetopo, 2010, h.122) menyatakan
bahwa budaya organisasi mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual,
dan mitos. Budaya organisasi menurut Brown (dalam Willcoxson &
Millett, 2000, h.93) adalah seperangkat norma, keyakinan, prinsip, dan
cara berperilaku yang bersama-sama memberikan karakteristik yang khas
pada masing-masing organisasi.

2.3.4 Kepuasan Kerja (X3)


Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :

1) Two Factor Theory

Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan


merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu
motivators dan hygiene factors.

2) Value Theory

Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana


hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan.

45
2.4 Kerangka Pikir

Kecerdasan Emosional

Kinerja
Budaya Organisasi
Karyawan

Kepuasan Kerja

2.5 Hipotesis Penelitian


H1: Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja
karyawan

H2: Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja


karyawan

H3: Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja


karyawan

46
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk
melaksanakan riset. Desain penelitian merupakan dasar dalam melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini digunakan penelitian eksploratif dan
deskriptif. Menurut Malhotra (2007), penelitian eksploratif bertujuan untuk
menyelidiki suatu masalah untuk mendapatkan pemahaman dan pengetahuan
yang baik. Sementara itu penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan sesuatu. Penelitian deskriptif memiliki pernyataan yang jelas
mengenai permasalahan yang dihadapi, hipotesis yang spesifik, dan informasi
detail yang dibutuhkan.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi
dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Telkom Indonesia Cabang Jakarta
Selatan yang berjumlah 53 orang. Sampel jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono,
2012:68). Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Telkom Indonesia
Cabang Jakarta Selatan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan seluruh anggota populasi yang berjumlah 53 orang.

3.3 Variabel Penelitian (Definisi operasional)

3.3.1 Kinerja Karyawan(Y)


Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan kegiatan atau menyempurnakannya sesuai dengan tanggung
jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

47
3.3.2 Kecerdasan Emosional (X1)
Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dan dua keterampilan
utama, yaitu keterampilan kesadaran diri dan keterampilan manajemen diri
yang termasuk dalam kompetensi personal dan yang kedua adalah
keterampilan kesadaran sosial dan keterampilan manajemen hubungan sosial
yang termasuk dalam kompetensi sosial.

3.3.3 Budaya Organisasi (X2)


Budaya organisasi adalah suatu pola/sistem yang berupa sikap, nilai,
norma perilaku, bahasa, keyakinan, ritual yang dibentuk, dikembangkan dan
diwariskan kepada anggota organisasi sebagai kepribadian organisasi tersebut
yang membedakan dengan organisasi lain serta menentukan bagaimana
kelompok dalam merasakan, berfikir dan bereaksi terhadap lingkungan yang
beragam serta berfungsi untuk mengatasi masalah adaptasi internal dan
eksternal.

3.3.4 Kepuasan Kerja (X3)


Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap
berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan
merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu
aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.4.1 Studi Pustaka


Studi Pustaka yaitu metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
membaca buku-buku, literatur, jurnal, referensi yang berkaitan dengan
penelitian ini. Dalam penelitian ini studi kepustakaan yang diperoleh
digunakan sebagai teori dasar serta pembelajaran mengenai analisis
hubungan antara kecerdasan emosional, partisipasi karyawan, loyalitas
karyawan terhadap kinerja karyawan.
48
3.4.2 Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dikirim kepada responden baik
secara Iangsung maupun tidak Iangsung. Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden. Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang
harus dijawab oleh responden yang telah dipilih oleh peneliti.Jenis angket
yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup (close endeed).
Angket tertutup ini merupakan jenis angket yang memiliki ciri responden
diberi sejumlah pernyataan dengan menggambarkan hal-hal yang ingin
diungkap dari kedua variabel disertai alternatif jawabannya dan responden
tidak diberi hak untuk menjawab diluar alternatif jawaban yang telah
ditetapkan. Responden diminta untuk merespon setiap pernyataan sesuai
dengan apa yang diketahui serta dirasakan oleh dirinya dengan cara
membubuhkan tanda chek pada alternatif jawaban yang tersedia.

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif


Analisis untuk mendisripsikan data dan menggambarkan data yang
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
untuk mengeneralisasi. Dalam penelitian ini yang di deskripsikan adalah 3
(tiga) variabel yang terdiri dari variabel bebas yaitu Budaya kerja (X1) dan
Komitmen aparatur (X2), serta variabel terikat yaitu Kinerja aparatur (Y).
Agar setiap jawaban dapat dihitung maka jawaban tersebut harus diberi
skor. Alat ukur yang digunakan untuk menilai jawaban responden adalah
menggunakan Rating Scale.
Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara
pencatatan dan penganalisaan data hasil penelitian secara eksak dengan
menggunakan perhitungan statistik.

3.5.2 Analisis Regresi


1. Uji Validitas
49
Sebelum data diproses terlebih dahulu dilakukan uji validitas untuk
menguji alat ukur atau kuesioner. Validitas menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur itu mengukur apakah sesuai dengan standar yang
ditetapkan atau mengukur apakah sesuai dengan yang diukur. Untuk
mengukur validitas kuesioner dilakukan dengan metode korelasi
pearson product moment, yaitu hasil dari seluruh kuesioner yang berupa
skor dikorelasikan (Nazir, 2005). Valid tidaknya alat ukur tersebut
dapat diuji dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Apabila korelasi
antara skor total masing-masing pertanyaan signifikan, maka dapat
dikatakan bahwa alat pengukur tersebut valid.

2. Uji Reliabilitas
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup.
Keterandalan suatu alat ukur berarti kemampuan alat ukur tersebut
untuk mengukur gejala secara konsisten. Alat pengukur data tetap
menunjukkan hasil ukuran yang sama, walaupun digunakan oleh orang
yang sama di tempat yang berbeda, atau orang yang lain pada tempat
yang sama.

3.5.3 Uji Hipotesis


1. Uji-F
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi dari pengaruh
secara simultan dua atau lebihvariabel independen terhadap variabel
dependen.
2. Uji-t
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi dari pengaruh
secara individual variabel independen terhadap variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA

50
Rahmasari, Lisda. (2016). Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi,
dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan. Majalah Ilmiah
Informatika, 3(1).

Fitriastuti, Triana. (2013). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Komitmen


Organisasional, dan Oeganizational Citizenship Behavior Terhadap
Kinerja Karyawan. Jurnal Dinamika Manajemen, 4(2), 103-114.

Saputra, TA. dkk. (2016). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Loyalitas Karyawan
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Jurusan Manajemen, Vol. 4.

Trang, Dewi Sandy. (2013). Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi


Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal EMBA. Vol. 1(3), 208-
216.

Arianty, Nel. (2014). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai.


Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol. 14(2).

Maabuat, Edward S. (2016). Pengaruh Kepemimpinan, Orientasi Kerja, dan


Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi. Vol. 16(1).

Kristine, Erline. (2017). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi


Terhadap Kinerja Melalui Motivasi Kerja Pegawai Alih Daya. Jurnal
Eksekutif. Vol. 14(2).

51

Anda mungkin juga menyukai