Oleh :
1. Kurniawati (19101021073)
2. Kholifah
3. Sandy Dewa S. (19102021027)
4. Moh Ikbal
KELAS B
JURUSAN EKONOMI
FAKULTAS AKUNTANSI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Dalam konteks ini berbicara mengenai birokrasi, tidak lain lazim nya
birokrasi disebut sebagai perilaku dari pemerintah, atau birokrasi adalah sebuah
organisasi pemerintahan yang mempunyai sub-sub struktur, mempunyai hubungan
antara satu dengan yang lain, dan juga mempunyai tugas dan wewenang dalam
mencapai tujuan dan program yang telah direncanakan.
Sebagai orang yang berpendidikan, segala bentuk hal yang kita tentunya harus
ada ahli dalam bidang yang ingin kita pelajari untuk di jadikan refensi, dan juga
sebagai pedoman guna untuk membuktikan bahwa informasi yang kita
publikasikan memiliki sumber yang jelas, tidak dilakukan dengan analisa dan
logika kita sendiri tanpa adanya perbandingan dan pengembangan. Jika bisa dalam
melakukan evaluasi antara pendapat dan logika kita jangan hanya pada satu
referensi saja, namun memiliki banyak sumber untuk kita teliti, pahami, dan
evaluasi sampai menemukan puncak akhir bahwa hasil dari informasi yang kita
filter sudah benar.
Oleh karenanya, perlu melakukan pengkajian untuk membahas tentang
konsep birokrasi ini menurut orang yang dianggap pantas untuk kita jadikan
pedoman. Sehingga setelah mendapatkan perbedaan dan pengkajian kita lebih
leluasa serta lebih mapan dalam mengemukakan pendapat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Ibu Marx Weber adalah seorang Calvinis yang taat, wanita yang berupaya
menjalani kehidupan prihatin (asetic) tanpa kesenangan seperti yang sangat
menjadi dambaan suaminya. Perhatiannya kebanyakan tertuju pada aspek
kehidupan akhirat; ia terganggu oleh ketidaksempurnaan yang dianggapnya
menjadi pertanda bahwa ia terganggu oleh ketidaksempurnaan yang dianggapnya
menjadi pertanda bahwa ia tak ditakdirkan akan mendapat keselamatan di akhirat.
Perbedaan mendalam antara kedua pasangan ini menyebabkan ketegangan
perkawinan mereka dan ketegangan ini berdampak besar terhadap Weber.
Karena tak mungkin menyamakan diri terhadap pembawaan orang tuanya yang
bertolak belakang itu, Weber kecil lalu berhadapan dengan suatu pilihan jelas
(Marianne Weber, 1975:62). Mula-mula ia memilih orientasi hidup ayahnya, tetapi
kemudian tertarik makin mendekati orientasi hidup ibunya. Apapun pilihannya,
ketegangan yang dihasilkan oleh kebutuhan memilih antara pola yang berlawanan
itu berpengaruh negatif terhadap kejiwaan Weber. Ketika berumur 18 tahun Weber
minggat dari rumah, belajar di Universitas Heildelberg. Weber telah menunjukkan
kematangan intelektual, tetapi ketika masuk universitas ia masih tergolong
terbelakang dan pemalu dalam bergaul.
Sifat ini cepat berubah ketika ia condong pada gaya hidup ayahnya dan
bergabung dengan kelompok mahasiswa saingan kelompok mahasiswa ayahnya
dulu. Secara sosial ia mulai berkembang, sebagian karena terbiasa minum bir
dengan teman-temannya. Lagipula ia dengan bangga memamerkan parutan akibat
perkelahian yang menjadi cap kelompok persaudaraan mahasiswa seperti itu.
Dalam hal ini Weber tak hanya menunjukkan jati dirinya sama dengan pandangan
hidup ayahnya tetapi juga pada waktu itu memilih karir bidang hukum seperti
ayahnya.
Meski terus diganggu oleh masalah psikologis, setelah 1904 Weber mampu
memproduksi beberapa karya yang sangat penting. Ia menerbitkan hasil studinya
tentang agama dunia dalam perspektif sejarah dunia (misalnya Cina, India, dan
agama Yahudi kuno). Menjelang kematiannya (14 Juni 1920) ia menulis karya
yang sangat penting, Economy and Society. Meski buku ini diterbitkan, dan telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, namun sesungguhnya karya ini belum
selesai. Selain menulis berjilid-jilid buku dalam periode ini, Weber pun melakukan
sejumlah kegiatan lain. Ia membantu mendirikan German Sociological Society di
tahun 1910.
Rumah nya dijadikan pusat pertemuan pakar berbagai cabang ilmu termasuk
sosiologi seperti Georg Simmel, Alfred, maupun filsuf dan kritikus sastra Georg
Lukacs (Scaff, 1989:186:222). Weberpun aktif dalam aktivitas politik dimasa itu.
Ada ketegangan dalam kehidupan Weber dan, yang lebih penting, dalam karyanya,
antara pemikiran birokratis seperti yang dicerminkan oleh ayahnya dan rasa
keagamaan ibunya. Ketegangan yang tak terselesaikan ini meresapi karya Weber
maupun kehidupan pribadinya.
Pengertian Birokrasi
Arti birokrasi menurut bapak birokasi, Max Weber
Teori birokrasi max weber merupakan salah satu teori yang masih terus
dianut sampai dengan saat ini di era moderen. Namun sebelum kita membahas
bersama-sama apa itu teori birokrasi Max Weber berdasarkan sudut pandang Max
Weber. Kita akan lebih baik jika memahami terlebih dahulu definisi organisasi dan
apa beda organisasi dengan kelompok.
Berbicara tentang teori klasik secara tidak langsung akan membawa kita
pada pepatah klasik, yaitu tak kenal maka tak tau dan tak tau maka tak akan
paham. Berdasarkan informasi yangtertulis di dalam buku Teori Komunikasi
Morissan, Max weber adalah seorang pemikir yang memberikan perhatian sangat
besar pada bagaimana manusia bertindak secara rasional untukmencapaitujuannya.
Weber berusaha menjelaskan tentang proses sosial di mana menurutnya terdapat
satu hubungan antara motivasi individu dengan hasil-hasil sosial.Karya Weber
menunjukkan atau mencerminkan pemikiran sosiopsikologi karena gagasannya
menekankan pada individu sebagai pencetus atau pendorong munculnya tindakan
atau perbuatan. Ia juga menunjukkan ketertarikannya pada penyebab munculnya
tindakan dan memberikan penjelasan mengapa suatu tindakan dilakukan.
Konsep Birokrasi
Sebelum masuk pada pandangan Weber soal Birokrasi ada baiknya ditinjau
etimologi (asal-usul) konsep ini yang berasal dari kata bureau. Kata bureau berasal
dari Perancis yang kemudian diasimilasi oleh Jerman. Artinya adalah meja atau
kadang diperluas jadi kantor. Sebab itu, terminologi birokrasi adalah aturan yang
dikendalikan lewat meja atau kantor. Di masa kontemporer, birokrasi adalah
"mesin" yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang ada di organisasi baik
pemerintah maupun swasta. Pada pucuk kekuasaan organisasi terdapat sekumpulan
orang yang menjalankan kekuasaan secara kurang birokratis, dan dalam konteks
negara, mereka misalnya parlemen atau lembaga kepresidenan.
Hal yang perlu disampaikan, Max Weber sendiri tidak pernah secara
definitif menyebutkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini
lalu menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala
birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-
Patrimonial ini berlangsung di waktu hidup Weber, yaitu birokrasi yang
dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia.
Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi
sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu:
1. para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya
menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka;
2. terdapat hirarki jabatan yang jelas;
3. fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
4. para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak;
5. para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan
pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian;
6. para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun.
Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat
selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga
dapat diberhentikan;
7. pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat;
8. suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan
keahlian (merit) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior);
9. pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan
sumber-sumber yang tersedia di pos terbut, dan;
10.pejabat tunduk pada sisstem disiplin dan kontrol yang seragam.
Talcott Parsons. Parsons fokus pada kenyataan bahwa staf administrasi yang
dimaksud Weber, telah didefinisikan sebagai yang memiliki keahlian profesional
dan juga hak untuk memerintah. Atribut-atribut seperti itu, kilah Parsons, dapat
memunculkan konflik di dalam birokrasi, karena tidak mungkin untuk memastikan
bahwa posisi dalam hirarki otoritas akan diiringi oleh keterampilan profesional
yang sepadan. Akibatnya, timbul persoalan bagi angggota organisasi: Siapa yang
harus dipatuhi? Orang yang memiliki hak untuk memerintah atau orang yang
memiliki keahlian yang hebat?
R.G. Francis dan R.C. Stone. Francis dan Stone melanjutkan kritik Gouldner
dalam buku mereka Service and Procedure in Bureaucracy. Francis dan Stone
menunjukkan bahwa walaupun literatur resmi tentang organisasi dapat melarang
impersonalitas dan kesetiaan yang kuat pada prosedur yang sudah ditentukan,
tetapi dalam prakteknya para staf birokrasi dapat menyesuaikan tindakan mereka
dengan keadaan-keadaan yang cocok dnegan kebutuhan-kebutuhan individu.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sebuah Negara, dengan banyak nya aspirasi dan tuntutan dari
masyarakat tentunya tidak akan sanggup mengatasi yang namanya masalah public
yaitu masalah-masalah yang timbul berdasarkan tuntutan masyarakat yang tidak
terkomodir dengan baik. Oleh karena nya, dengan adanya birokrasi merupakan
instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya tak mungkin
terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi logis dari tugas utama
negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social
welfare). Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang
diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung
maupun tidak. Bahkan dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang
terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara mernbangun sistem administrasi yang
bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah
birokrasi.
Daftar Pustaka