Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan,  2011).
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan
tindakan segera guna menyelamatkan jiwa atau nyawa (Campbell S, Lee C,
2000).
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa
yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan
yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, &
Phillip Steer, 1999).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28
hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis
dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu (Sharieff, Brousseau, 2006).
Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan
sebuat tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada
membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus
kegawatdaruratan.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana penilaian awal atau dasar kegawatdaruratan maternal dan
neonatal ?
b. Bagaimana cara penanganan atau pemeriksaan awal yang dilakukan
dalam penilaian dasar ?
c. Apakah yang dimaksud dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui penilaian awal atau dasar kegawatdaruratan maternal dan
neonatal.
b. Mengetahui cara penanganan atau pemeriksaan awal yang dilakukan
dalam penilaian dasar.
c. Mengetahui Bantuan Hidup Dasar (BHD)

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Awal atau Dasar Kegawatdaruratan


Penilaian awal adalah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat
kasus obstetric yang diurigai dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan
pertolongan segera dengan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang
dihadapi. Dalam penilaian awal ini, anamnesis lengkap belum dilakukan.
Anamnesis awal dilakukan bersama-sama periksa pandang, periksa raba, dan
penilaian tanda vital dan hanya untuk mendapatkan informasi yang sangat
penting berkaitan dengan kasus. Misalnya, apakah kasus mengalami
perdarahan, demam, tidak sadar, kejang, sudah mengejan atau bersalin berapa
lama, dan sebagainya.
Dalam menentukan kondisi  kasus obstetric yang dihadapi apakah dalam
keadaan gawat darurat atau tidak, secara prinsip harus dilakukan pemeriksaan
secara sisstematis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan
pemeriksaan obstetric. Dalam praktik, oleh karena pemeriksaan sistematis
yang lengkap membutuhkan waktu agak lama, padahal penilaian harus
dilakukan secara cepat maka dilakukan penilaian awal.
Fokus utama persalinan adalah apakah pasien mengalami syok
hipovolemik, syok septic, syok jenis lain (syok kardiogenik, syok neurologic
dan sebagainya) koma, kejang-kejang, dan hal itu terjadi dalam kehamilan,
persalinan, pascasalin, atau masa nifas. Syok kardiogenik, syok neurologic
dan syok analfilaktik jarang terjadi pada kasus obstetric. Syok kardiogenik
dapat terjadi pada kasus penyakit jantung dalam kehamilan/persalinan. Angka
kematian sangat tinggi. Syok neurologic dapat terjadi pada kasus inversion
uteri sebagai akibat rasa nyeri yang hebat disebabkan oleh tarikan kuat pada
peritoneum, kedua ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum
rotundum. Syok analfilaktik dapat terjadi pada kasus emboli air ketuban.
Jika seorang ibu usia subur mengeluhkan masalahnya, kaji secara cepat
kondisinya untuk menetapkan derajat kesakitannya.

3
Tabel.1
Kaji Tanda bahaya Pertimbangan
Ja   jalan napas dan P perhatikan adanya :          Anemia berat
P  pernapasan          Sianosis (kebiruan)          Gagal jantung
         Distress (pernapasan)          Pneumonia
P periksa :          Asma
         Kulit : pucat
         Paru-paru : ronchi dan
wheezing
Si  sirkulasi (tanda syok) P periksa : S             Syok
         kulit: dingin dan lembab
         denyut nadi : cepat(110 atau
lebih) dan lemah
         tekanan darah : rendah (sistolik
kurang dari 90mmHg)
P  perdarahan pervaginam T tanyakan apakah :          aborsi
(pada awal atau akhir          hamil; usia kehamilan          kehamilan ektopik
kehamilan)          baru saja melahirkan          kehamilan mola
         plasenta dilahirkan          absurpsio plasenta
 P Periksa :          ruptur uterus
         vulva: banyaknya perdarahan,          plasenta previa
retensi plasenta, robekan yang nyata          atonia uterus
         uterus : atonia          robekan serviks dan
         kandung kemih ; penuh vagina
P pada tahap ini jangan lakukan          retensio plasenta
periksa dalam          inversi uterus
Ti  tidak sadar atau T tanyakan apakah :          eklamsi
konvulsi          hamil; usia kehamilan          malaria
P periksa :          epilepsi
         tekanan darah; tinggi(diastolik          tetanus
90 mmHg atau lebih)
         suhu; 38ºC atau lebih
D  demam yang T tanyakan apakah :          infeksi saluran berkemih
membahayakan          lemah;letargi          malaria
         berkemih sering dan nyeri          metritis
P  periksa :          abses pelvik
         suhu; 38ºC atau lebih          peritonitis
         tidak sadar          infeksi payudara
         leher;kaku          komplikasi aborsi
         paru-paru; pernapasan dangkal          pneumonia
konsolidasi
         abdomen : nyeri tekan hebat
         vulva : rabas purulen
         payudara ; nyeri tekan
N  nyeri abdomen T tanyakan apakah :          kista ovarium
         hamil: usia kehamilan          apendistis
P  periksa :          kehamilan ektopik
         tekanan darah rendah (sistolik          kemungkinan persalinan
90 mmHg) term atau preterm
         denyut nadi : cepat (110 atau          amnionitis
lebih)          absurpsio plasenta
         suhu; 38ºC atau lebih          ruptur uterus
         uterus; status kehamilan

4
Selain kegawatdaruratan obstetric, pelayanan kesehatan neonatal juga
harus diperhatikan harus dimulai sebelum bayi di lahirkan , melalui pelayanan
kesehatan yang di berikan kepada ibu hamil. Disamping itu perlu di lakukan
pula pembinaan kesehatan pranatal yang memadai dan penanggulangan
faktor-faktor yang menyebabkan kematian pernatal yang meliputi,
pendarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran peterm/bblr, asfiksia, dan
hipotermia.
Untuk semua BBL,lakukan penilaian awal :
1. Sebelum bayi lahir
 Apakah kehamilan cukup bulan ?
 Apakah air ketuban jernih,tidak bercampur mekonium?
2. Segera setelah lahir
 Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
 Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Tujuan dari penilaian klinik adalah mengetahui derajat vitalis dan
mengukur reaksi bayi terhadap tindakan resusitasi. Derajat vitalis bayi adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk
berlangsungnya kelangsungan hidup bayi seperti pernapasan,denyut
jantung,sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti menghisap dan
mancari puting susu.

Pada saat kelahiran, apabila bayi gagal menunjukkan reaksi vital, maka
akan terjadi penurunan denyut jantung secara cepat, tubuh menjadi biru atau
pucat dan refleks-refleks melemah sampai menghilang. Bila tidak di tangani
secara benar,keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan mungkin
meninggal.

Bayi baru lahir dikatakan sakit apabila :

 Sesak napas
 Frekuensi pernapasan 60x/menit
 Gerak retraksi dada
 Malas minum
 Panas atau suhu badan bayi rendah

5
 Kurang aktif
 Berat lahir rendah ( 1500-2500 ) dengan kesulitan minum
Tanda-tanda bayi sakit berat :

 Sulit minum
 Sianosis sentral ( lidah biru )
 Perut kembung
 Periode apneu
 Kejang/periode kejang-kejang kecil
 Merintih
 Perdarahan
 Sangat kuning
 Berat badan lahir < 1500 gram

2.2 Cara Penanganan atau Pemeriksaan Awal yang dilakukan dalam


Penilaian Dasar
Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak jarang anda
memasuki keadaan yang berbahaya atau resiko infeksi tinggi. Berikut
merupakan hal-hal yang harus dilakukan dalam penatalaksanakan
kegawatdaruratan :
 Tetap tenang, berpikir secara logis dan fokuskan pada kebutuhan ibu
 Jangan meninggalkan ibu sendirian
 Laksanakan tanggung jawab hindari kebingungan dengan menunjuk
orang lain untuk bertanggung jawab.
 Berteriak minta bantuan. Minta satu orang untuk mencari bantuan dan
satu orang lainnya untuk mendapatkan peralatan dan kesediaan
barang kegawatdaruratan (misal:tabung oksigen, dan alat
kegawatdaruratan lainnya)
 Jika ibu tidak sadar. Kaji jalan napas, pernapasan dan sirkulasinya.
 Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai terapi walaupun tidak ada
tanda syok, tetap kirkan tentang syok saat mengevaluasi ibu lebih
lanjut karna statusnya dapat memburuk dengan cepat.

6
 Atur posisi ibu berbaring miring kiri dengan meninggikan kakinya.
Longgarkan pakaian yang ketat.
 Bicara pada ibu dan bantu agar tetap tenang. Tanyakan tentang apa
yang terjadi dan gejala yang dialami.
 Lakukan pemeriksaan dengan cepat yang meliputi pemeriksaan TTV
dan warna kulit.

A. Pemeriksaan atau Penilaian Awal


1. Penilaian dengan periksa pandang
a. Menilai kesadaran penderita : pingsan/koma, kejang-kejang,
gelisah tampak kesakitan
b. Menilai wajah penderita : pucat, kemerahan, banyak keringat
c. Menilai pernapasan : cepat, sesak napas
d. Menilai perdarahan dari kemaluan
2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi) :
a. Kulit : dingin, demam
b. Nadi : lemah/kuat, cepat/normal
c. Kaki/tungkai bawah : bengkak
3. Penilaian tanda vital (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan).
Hasil penilaian awal ini, berfokus pada apakah pasien
mengalami syok hipovolemik, syok septic, syok jenis lain, koma,
kejang-kejang atau koma disertai kejang-kejang, menjadi dasar
pemikiran apakah kasus mengalami perdarahan, infeksi,
hipertensi/preeklamsia/eklamsia atau penyulit lain. Dasar
pemikiran ini harus dilengkapi dan diperkuat dengan melakukan
pemeriksaan klinik lengkap, tertapi sebelum pemeriksaan klinik
lengkap selesai dilakukan, langkah-langkah untuk melakukan
pertolongan pertama sudah dikerjakan sesuai hasil penilaian awal,
misalnya ditemukan kondisi syok, pertolongan pertama untuk
melakukan syok sudah harus dilakukan.

B. Penilaian Klinik Lengkap


Penilaian klini lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
dan pemeriksaan obstetric termasuk pemeriksaan panggul secara sistematis
meliputi sebagai berikut.
1. Anamnesis

7
Diajukan pertanyaan kepada pasien atau keluarganya beberapa hal
berikut dan jawabannya dicatat dalam catatan medik.
a. Masalah/keluhan utama yang menjadi alasan pasien dating ke
klinik.
b. Riwayat penyakit/masalah tersebut termasuk obat-obatan yang
sudah didapat
c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan riwayat haid
d. Riwayat kehamilan sekarang
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu termasuk
kondisi anaknya
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat penyakit
dalam keluarga Riwayat pembedahan
g. Riwayat alergi terhadap obat

2. Pemeriksaan Fisik Umum


a. Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita
b. Penilaian tanda vital (Tekanan darah, nadi, suhu dan
pernapasan)
c. Pemeriksaan kepala dan leher
d. Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru)
e. Pemeriksaan perut (kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas,
tanda abdomen akut, cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pemeriksaan anggota gerak (antara lain edema tungkai dan
kaki)
3. Pemeriksaan Obstetri :
a. Pemeriksaan vulva dan perineum
b. Pemeriksaan vagina
c. Pemeriksaan serviks
d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor dan
sebagainya)
e. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan relaksasi, simetri,
dan dominasi fundus)
f. Pemeriksaan janin:
 Didalam atau diluar Rahim
 jumlah janin
 presentasi janin dan turunnya presentasi seberapa jauh
 posisi janin, moulase, dan kaput suksedaneum
 Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali
pusat, dan lain-lain)
 Taksiran berat janin
 Janin mati atu hidup, gawat janin atau tidak
C. Pemeriksaan Laboratorium

8
. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dan menentukan
baik dalam penanganan kasus perdarahan, infeksi dan sepsis, hipertensi
dan preeklamsia/eklamsia, maupun kasus kegawatdaruratan yang lain
D. Pemeriksaan Darah
Darah diambil untuk pemeriksaan berikut  (disesuaikan dengan
indikasi klinik) :
1. Golongan darah dan cross match
2. Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit.
Kadar hemoglobin dan hematokrit penting dalam kasus
perdarahan. dalam perdarahan akut kadar Hb dapat lebih tinggi,
tetapi dalam kenyataannya jauh lebih rendah. Dalam kasus sepsis
kadar Hb penting dalam kapasitasnya untuk mengangkut oksigen
guna mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, sehingga
harus diupayakan kadar Hb > 10 gr% dan Ht >30%.
Jumlah dan hitung jenis leukosit berguna untuk
memprediksi infeksi, walaupun kenaikan jumlah leukosit tidak
spesifik untuk infeksi. Pada kasus demam tanpa tanda-tanda, lokasi
infeksi, bila jumlah leukosit >15.000/mm3 berkaitan dengan
infeksi bakteri sebesar 50%. Selain itu, jumlah leukosit juga
menjadi suatu komponen criteria dalam SIRS (Systemik
Inflammatory Response Syndrome) suatu istilah untuk
menggambarkan kondisi klinik tertentu yaitu pengaktifan
inflammatory cascade dan dianggap ada apabila terdapat 2 kelainan
dari 4 yaitu : 1) suhu tubuh, 2) Frekuensi jantung, 3) frekuensi
napas, 4) jumlah leukosit. Jumlah trombosit meningkat pada
peradangan dan menurun pada DIC (disseminated intravascular
coagulation).
3. Pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal dan
dehidrasi berat
4. Pemeriksaan glukosa darah
5. Pemeriksaan pH darah dan elektrolit (HCO3, Na, K, dan Cl)
6. Pemeriksaan koagulasi
7. Pemeriksaan fungsi hati, bilirubin, dalam evaluasi gagal organ
ganda
8. Kultur darah untuk mengetahui jenis kuman
E. Pemeriksaan Air Kemih
Dilakukan pemeriksaan air kemih lengkap dan kultur. Dalam kondisi
syok biasa produksi air kemih sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Berat
jenis air kemih meningkat lebih dari 1.020.
Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan
sebuat tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada
membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus

9
kegawatdaruratan. Prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan,
diantaranya :
 Pastikan jalan napas bebas
 Pemberian oksigen
 Pemberian cairan intravena
 Pemberian tranfusi darah
 Pasang kateter kandung kemih
 Pemberian antibiotika
 Obat pengurang rasa nyeri
 Penanganan masalah utama
 Rujukan    

2.3 Bantuan Hidup Dasar (BHD)


Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk
mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalamai
kegawatdaruratan. (siti rohmah.2012). Bantuan hidup dasar adalah usaha
untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa(rido.2008).
Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00).
Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan
di mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup
dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.  
Tujuan dari Bantuan Hidup Dasar sebagai berikut:
 Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
 Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban    yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP).
 Menyelematkan nyawa korban.
 Mencegah cacat.

10
 Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
Waktu sangat penting dalam melakukan Bantuan Hidup Dasar. Otak dan
jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 8-10 menit akan mengalami
kematian, sehingga korban tersebut dapat mati. Dalam istilah kedokteran
dikenal 2 istilah untuk mati yaitu mati klinis dan mati biologis.
Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan pemeriksaan
korban, penolong tidak menemukan adanya pernafasan dan denyut nadi yang
berarti sistem pernafasan dan sistem peredaran darah berhenti. Pada beberapa
keadaan, penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistem
tersebut fungsi kembali. Tidak ditemukan adanya pernafasan dan denyut
nadi,bersifat reversibel, korban punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk
dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
Mati Biologis (kematian semua organ) merupakan proses nekrotisasi
semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik, biasanya
terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian
sel otak, bersifat irreversibel (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin).
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat
membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara
sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan
nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu
mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga
pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
A. INDIKASI
1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran
udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus
yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas
dapat terjadi pada keadaan :
 Tenggelam
 Stroke
 Obstruksi jalan napas
 Epiglotitis

11
 Overdosis obat-obatan
 Tersengat listrik
 Infark miokard
 Tersambar petir
 Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah
untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah
ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan
bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup
dan mencegah henti jantung.
2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan
organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu
(tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat
darurat medik yang bertujuan :
 Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
 Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi
dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas
melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :
 Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh
setiap orang.
 Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan
merupakan lanjutan dari survei primer.
B. SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan
sirkulasi serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah
tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
A     airway (jalan napas)

12
B     breathing  (bantuan napas)
C     circulation  (bantuan sirkulasi)
D     defibrilation  (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu
dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak,
penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran
korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan
bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau “Pak !!!
/ Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!”
3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara
berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis
yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban / pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien
harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata
dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap,
ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat ! penolong harus
membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan
bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang,
korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakan lutut.

13
6. A (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan tindakan :
 Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan
jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
 Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah
satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh
lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu
(Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula.
Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu,
namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan
manuver lainnya.
7. B ( BREATHING ) Bantuan napas
Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada,
mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas
korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga
di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap

14
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini
dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

b. Memberikan bantuan napas.


Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas
dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau
mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan
cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,
waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2
detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml
(10 ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat
mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16–17%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban /
pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :

 Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini
merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan
udara ke paru–paru korban / pasien.
Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke
mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih
dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup
seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi
kebocoran saat  menghembuskan napas dan     juga
penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien
dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara
keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan
pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10
ml/kg).

15
Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang
terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki
lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
 Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha
ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan,
misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban
mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui
mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban
/ pasien.
 Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai
lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung
ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan
maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
8. C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat
ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban /
pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea,
kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira
1–2 cm, raba dengan lembut selama 5–10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali
memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban /
pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
b. Melakukan bantuan sirkulasi

16
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya
dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan
kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri
tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang
dada (sternum).
 Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang
lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan
tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam
memberikan bantuan sirkulasi.
 Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara
menumpuk satu telapak tangan diatas telapak tangan yang
lainnya, hindari jari–jari tangan menyentuh dinding dada
korban / pasien, jari–jari tangan dapat diluruskan atau
menyilang.
 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan
dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya
secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman
penekanan berkisar antara 1,5–2  inci (3,8–5 cm).
 Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan
dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula
setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang
dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama
dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
 Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau
merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2
dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien
tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali
permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian
dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.

17
 Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai
tekanan sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat
rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya
25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai
dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada)
tidak boleh melebihi 30 detik.
9. D (DEFRIBILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
istilah defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik.
Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah
kelainan irama jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel.
Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator)
yang dapat digunakan oleh orang awam yang
disebut Automatic  External Defibrilation, dimana alat tersebut dapat
mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau
tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan
tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan
bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

C. MELAKUKAN BHD 1 DAN 2 PENOLONG


Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong.
Teknik BHD yang dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan
koordinasi. BHD 1 penolong pada orang awam lebih efektif
mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi
konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah.
BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
 Penilaian korban.
Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban
dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka
2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi.
3. Jalan napas (AIRWAY)

18
 Posisikan korban / pasien
 Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala – topang dagu.
4. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat
atau tidak pernapasan korban / pasien.
 Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan,
serta tidak adanya trauma leher (trauma tulang belakang)
posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position),
dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka.
 Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas,
lakukan bantuan napas. Di Amerika Serikat dan dinegara
lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali,
sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali.
Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba
dengan membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau
ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
a) Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi
dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali
membuka jalan napas untuk menghembuskan napas,
sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas,
jika terlihat usahakan dikeluarkan.
b) Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan
manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing.
c) Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan
bantuan pernapasan.
d) Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai
kembali tanda – tanda adanya sirkulasi dengan meraba
arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas
lanjutkan kembali bantuan napas.
5. Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tanda–tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali
bantuan pernapasan dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan

19
spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih
hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.
 Jika ada tanda–tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan
kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau
tidak ada pernapasan)
 Jika tidak ada tanda–tanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan
kompresi dada :
a) Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar.
b) Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan
100 kali per menit.
c) Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
d) Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan
mulai kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per
menit.
6. Penilaian Ulang
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian
korban dievaluasi kembali,
 Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas
dengan rasion 30 : 2.
 Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi
mantap.
 Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas
sebanyak 8-10 kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
 Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi
teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban /
pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S,
Lee C, 2000). Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan
dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya
(Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan
kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu
(Sharieff, Brousseau, 2006).
3.2 Saran
Kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal bukanlah merupakan
tanggung jawab petugas kesehatan untuk mengananinya. Namun, dibutuhkan
peran serta berbagai pihak dalam mewujudkan kondisi yang mendukung demi
tercapainya keselamatan ibu dan bayi yang mengalami kegawatan melalui
sistem pertolongan yang sinergi, bekerja efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian
yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan
kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa,
sudah seyogyanya memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-
sunggu kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan
dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang berada dalam koridor
wewenang bidan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi
4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international


edition. 21 st edition. Page 619-663.

Murray, Sharon Smith & Emily Slone McKinney. (2007). Foundations of


Maternal-Newborn Nursing 4th Edition. Singapore: Saunders.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Maternal dan     Neonatal.


PT.Bina Pustaka : Jakarta.

Sulfianti, Evy.,dkk. 2015. Buku Ajar Pelatihan Pengelolaan Pasien Gawat Darurat


Obstetri Neonatal (PPGD ON) untuk Bidan Profesional. Jakarta : INTC. 

Wiknjosastro Hanifa, Ilmu Kebidanan. 2009. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardo.

22

Anda mungkin juga menyukai