SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk
Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh
JUNAEDI
NIM: 106011000109
Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam saya sanjungkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya
sampai akhir zaman.
Tidaklah terlepas ucapan terima kasih syukur bahagia yang tiada terhingga
sampai kapan pun untuk kedua orang tua keluargaku tercinta Ayahanda H. Nendi
Ibunda Hj. Ecih yang selalu mendo’akanku, mendidikku dengan penuh
keikhlasan, keridhoan dan kesabaran serta kasih sayangnya hingga saat ini,
kepada kakak-kakakku Nina, Suryati, Sumiyati yang selalu memberikan
semangat arti penuh makna dalam menuju hidup yang kaya amanah akan
keberkahan dan semoga Allah SWT senantiasa menuntun dan menjaga mereka
dalam menuju kerihoan-Nya.
Selain itu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan serta
dorongan dari berbagai pihak yang secara tulus ikhlas memberikan bantuannya
baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bahrisalim, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Dra. Hj. Eri Rosatria, M.Ag., Dosen penasehat akademik dan para dosen yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga
selesainya skripsi ini.
4. Drs. Nurrochim, M.M., Dosen pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas
telah memberikan bimbingan, bantuan serta motivasinya untuk menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Ocim Wijaya, S.Pd. M.M., Kepala SMK N 1 Depok, yang telah sudi
kiranya menerima penulis dengan baik dan terbuka dalam melakukan
penelitian di Sekolahnya, sehingga penulis dapat dengan mudah memperoleh
data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini.
v
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pemimpin
dan Staf Perpustakaan UNJ, yang telah membantu penulis dalam
mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam peneyelesaian skripsi ini.
7. Muhammad Irfan Arofah (Bang. Irfan) Insan Nursuryansyah (icank), Deden
Fatih (Dewan), Hamdillah (Thile), Fahrurrozi (Booy), Jurahman Namar
(Ncunk) Rifki (Rifki), Ali Mudasir (Dasir), Ghozali (Ali), Andika (Dika),
(Kawan-kawan yang memberikan keceriaan dalam kehidupan dengan tawa
dan canda), para mahasiswa PAI khususnya PAI C Angkatan 2006, segenap
kawan-kawan yang secara langsung maupun tidak langsung telah ikut serta
membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kawan-kawan IKMD (Ikatan Keluarga Mahasiswa Depok) Abdul Rohim,
Ahmad Fadilah, Deden Supriadi, Andi Basyuni, Alfian Haikal, Mubin
Nurdiansyah dan semua anggota IKMD yang selalu memberikan dukungan
penuh kepada penulis.
Dengan menengadah tangan dan mengucap syukur Alhamdulillah, karena
hanya kepada Allah SWT, jualah penulis mohonkan semoga amal baik yang telah
diberikan menjadi amal sholeh dan diterima disisi-Nya. Akhirnya tiada kata lain
yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Junaedi
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
vii
2. Mutu Pendidikan dan Faktor yang Mempengaruhinya ............. 13
3. Mutu Pendidikan berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional ... 17
4. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Indonesia .. 18
5. Kotribusi Peran Komite Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu
Layanan Pendidikan ................................................................ 20
viii
BAB IV : HASIL PENELITIAN ....................................................................... 40
A. Kesimpulan .................................................................................... 57
B. Saran ............................................................................................... 58
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
2.1 Konsepsi Mutu Pendidikan ........................................................................... 12
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Hal tersebut banyak terjadi akhir-akhir ini di lembaga pendidikan atau satuan
pendidikan (sekolah). Karena tidak jarang yang sampai saat ini sekolah belum
bisa mengartikan secara keseluruhan dari kebijakan yang telah pemerintah pusat
keluarkan. Hal ini pula yang dialami di satuan pendidikan (sekolah) yang ada di
Depok, khususnya SMK N 1 Depok.
Ada beberapa poin paradigma untuk mendasari mutu pendidikan Indonesia
yaitu, Pembahasan kurikulum, pembaruan dalam proses pembelajaran,
pembenahan manajemen pendidikan nasional, pembenahan pengelolaan guru dan
mencari serta mengembangkan berbagai sumber alternatif pembiayaan
pendidikan.
1
Forum Wartawan Peduli Pendidikan, Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006. h.
2
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2001
3
Guna peningkatan mutu pendidikan maka sekolah harus dinamis dan kreatif
dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu
pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai
keragamannya, diberikan kepercayaan untuk mengatur dab mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan partisipasi masyarakat
sangat diperlukan. Partisipasi masyarakat yang selama ini umumnya lebih banyak
bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian
keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan
akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan
hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa,
sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, maka dibentuklah suatu wadah yang diberi nama
Komite Sekolah. Komite sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi
peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, penertaan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra satuan
pendidikan, jalur pendidikan satuan pendidikan maupun jalur pendidikan luar
satuan pendidikan. Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non
profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh
para stakeholder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi
dan berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses
dari hasil pendidikan.3
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002, tanggal
2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dikatakan bahwa
Komite Sekolah merupakan dampak wujud dari otonomi pendidikan, melalui
demokratisasi pendidikan. Wujud dari kebijaksanaan ini adalah kesempatan
masyarakat untuk berperan aktif dalam menumbuhkembangkan pendidikan. Hal
3
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2006), h. 37
4
ini, sejalan dengan apa yang disebut dengan community based education, dan
secara tidak langsung imbas dari school based management.
Dibetuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar suatu organisasi masyarakat di
satuan pendidikan mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas satuan pendidikan. Adapun tujuan dibentuknya KOmite
Sekolah sebagai organisasi masyarakat di satuan pendidikan sebagai berikut:
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggungjawab peranserta aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu
di satuan pendidikan.4
4
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah: Model Pengelolaan Sekolah di
Era Otonomi Daerah, (Jakarta: CV Sagung Seto, 2007), Cet. I, h. 62.
5
5
Suparlan, “Komite Sekolah: Kondisi, Masalah dan Tantangan di Masa Depan”, dari
http://www.suparlan.com/pages/posts/komite-sekolah-kondisi-masalah-dan-tantangan-di-masa-
depan237.php tanggal 20 Nopember 2010.
6
Forum Wartawan Peduli Pendidikan, Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006. h. 109-110.
6
memerankan peran dan fungsinya, karena program kerja komite sekolah masih
ikut dalam program kerja sekolah hal ini akan menyebabkan tidak berdayanya
peran komite sekolah sebagai organisasi yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan.
Komitmen UU yang telah diamatkan terhadap pemerintah tersebut tentunya
perlu didukung. Hanya perlu diingat, untuk memajukan mutu pendidikan tidak
cukup diandalkan dengan alokasi dana yang besar saja. Kalau tidak dibarengi
dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang benar, serta dikelola
orang-orang yang benar, maka jelas akan tidak efektif dan efisien.
Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah bersama-sama dengan masyarakat
bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan karena,
sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional
Pendidikan yang berkenaan dengan; “pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala
sekolah satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite
sekolah/madrasah”.7 Hal itu dimaksudkan agar kualitas mutu pendidikan di
Indonesia terus mengalami peningkatan dan tujuan pendidikan nasional dapat
tercapai sesuai dengan harapan.
Di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan control dalam
pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang
pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa
menjadi semacam kekuatan control bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di
sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Kemendiknas mulai menerapkan konsep
manajemen berbasis sekolah (school-based management). Karena itulah gagasan
tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam
lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat
(semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak
terhindarkan. Dengan adanya Komite Sekolah, kepala sekolah dan para
penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan
bertanggungjawab kepada komite tersebut.
7
Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h. 43.
7
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi
beberapa permasalahan, antara lain:
8
C. Pembatasan Masalah
Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum pada identifikasi masalah,
penulis melihat perlu melakukan pembatasan masalah. Hal itu dilakukan agar
permasalahan tidak menimbulkan kerancuan, maka masalah penelitian menjadi
sebagai berikut:
1. Komite sekolah sering dianggap tidak memberikan kontribusi yang besar
terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan.
2. Kurangnya perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu
pendidikan di sekolah.
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah pada poin sebelumnya dapat dirumuskan menjadi
pertanyaan berikut:
1. Bagaimana gambaran kontribusi peran Komite Sekolah terhadap
peningkatan mutu layanan pendidikan?
2. Bagaimana perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan
pendidikan di sekolah?
9
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi peran Komite Sekolah terhadap
peningkatan mutu layanan pendidikan, dan
2. Untuk mengetahui sejauh mana perhatian Komite Sekolah terhadap
peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
Mengenai manfaat dalam penulisan skripsi ini penulis akan memaparkan
beberapa manfaat, diantaranya adalah:
1. Bagi Sekolah : sebagai informasi mengenai upaya yang telah dilakukan
Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan,
2. Bagi Komite Sekolah : sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan upaya
meningkatkan mutu pendidikan.
3. Bagi Praktisi Pendidikan : Menjadi tambahan dalam khazanah ilmu
pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
4. Bagi Masyarakat : sebagai media informasi atas keberadaan komite sekolah
di sebuah lembaga pendidikan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Mutu Pendidikan
1. Pengertian Mutu Pendidikan
Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional yang
sedang dihadapi dan dapat perhatian sungguh-sungguh dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia dewasa ini. Sebelum mutu pendidikan ada
baiknya mengetahui apa itu mutu dan apa itu pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “mutu adalah ukuran baik buruk
suatu benda; kadar; taraf; atau derajat (kepandaian, kecerdasan dsb); kualitas”.1
Secara substantif, istilah mutu itu sendiri mengandung dua hal yaitu: “pertama
sifat dan kedua taraf. Sifat adalah sesuatu yang menerangkan keadaan benda
sedangkan taraf menunjukan kedudukan dalam suatu benda”.2
Menurut Aan Komariah dalam pengertian mutu dapat dilihat dari dua segi,
yaitu mutlak/absolut dan relatif. “Dalam pengerian mutlak Mutu adalah suatu
jasa yang memiliki nilai tertinggi, bersifat unik dan sangat berkaitan dengan
ungkapan kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebenaran (truth), dan
1
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.
677
2
Sanusi Uwes, Manajemen Pengebangan Mutu Dosen, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
Cet. I hal. 27
10
11
3
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2005), Cet. I hal. 9
4
UU Sisdiknas dan peraturan pelaksanaannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), Cet. II, hal. 2
5
Amier Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
Cet. I hal. 27
6
H.M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet.I,
hal.8
12
Tabel 2.1
Konsepsi Mutu Pendidikan
Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu
pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau
jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
diharapkan atau yang tersirat.
Dengan kata lain mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan
sekolah dalam dua dimensi yaitu “kemampuan teknis dan pengelolaan”.8
Mutu pendidikan tidak terlepas dari seperangkat pelaksana pendidikan,
karena perangkat pelaksana pendidikan memiliki lingkup kegiatan langsung
berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
7
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam; Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Jslam, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 206
8
Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan; Isu, Teori dan Aplikasi,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. I. hal. 299
13
9
Maslikhah, Quo Vadis, Pendidikan Multikultur; Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis
Kebangsaan, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2007), Cet. Ke-1 hal. 88-89
10
Isjoni, Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006),
h. 22-23
11
Haryono Suyono, Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan, Yayasan Damandiri, h.1.
www.Damandiri.co.id , 10 Mei 2011
15
12
Djauzak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, (Jakarta: Rhinaka Cipta,
1995), h. 9
13
Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 74-75
14
Isjoni, Pendidikan sebagai Investasi,... h. 25
17
baik, kalau sarana pembelajaran dalam kelas tidak tersedia. Ini jelas akan
menjadi kebijakan pemerintah, karena itu tugas pemerintahlah untuk
menyediakan sarana pembelajaran di kelas yang diperlukan guru. Seperangkat
pembelajaran tersebut sangat menentukan dalam mewujudkan mutu
pendidikan.
15
Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pengembangan, (Jakarta: PT. Tiara Wacana, 1994),
Cet. I, h. 34
18
16
UU Sisdiknas, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), Cet IV, h. 4
17
M. Sukardjo, Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 82
19
berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan, dan
memberikan sanksi kepada pemerintahan daerah yang tidak berhasil mencapai
SPM dengan baik.
Berdasarkan mekanisme pemenuhan SPM pendidikan seperti tersebut di
atas, pemerintah daerah Propinsi dan Kabupeten/Kota menyusun SPM
pendidikan sesuai dengan kapasitas daerahnya masing-masing. Acuan utama
yang digunakan untuk menyusun SPM pendidikan adalah Peraturan
Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Berkenaan dengan standar pendidikan, pemerintah menetapkan 8 (delapan)
standar pendidikan, yaitu: a). standar isi; b). standar proses; c). standar
kompetensi lulusan; d). standar pendidik dan tenaga kependidikan; e). standar
sarana dan prasarana; f). standar pengelolaan; g). standar pembiayaan; dan h).
standar penilaian pendidikan.
18
UU RI Sisdiknas, ….h. 111
21
Dari empat peran Komite Sekolah ini berarti lembaga ini mempunyai
tanggung jawab yang sama besarnya dengan komponen-komponen yang ada di
satuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu Komite Sekolah dituntut dapat
berjalan bersama dengan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan
sebagaimana fungsi dan tujuan Komite Sekolah.
Peran komite sekolah sebagai mediator sekolah dengan masyarakat sangat
memungkinkan untuk mencari dan merangkul dunia industri atau dunia usaha,
bahkan tidak menuntup kemungkinan perseorangan atau individu sebagai
mitra. Pihak yang disebutkan tadi adalah sebagai mata rantai dalam
keberlangsung kehidupan sekolah, baik kini maupun yang akan datang.
Sekolah masa depan, sekolah berwawasan keunggulan, sekolah berwawasan
teknologi, merupakan cita-cita yang akan dicapai oleh suatu sekolah. Untuk
mencapai tersebut, tidak mungkin dilakukan oleh semata-mata aparat sekolah
yang ada, karena kemampuan personil sangat terbatas. Oleh sebab itu, perlu
kerja sama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain, sehingga pengembangan
sekolah ke depan dapat dipikirkan secara bersama-sama. Sebab, pembangunan
pendidikan adalah tanggung jawab banyak pihak.
Program link and match merupakan salah satu tali pengikat dunia
pendidikan dengan dunia usaha. Melalui program ini terjalin kemitraan, dunia
pendidikan sebagai penghasil tenaga kerja dan dunia industri sebagai penerima
tenaga kerja, dan tentunya melalui proses pendidikan. Tentunya tenaga kerja
yang dihasilkan melalui dunia pendidikan sejalan san sesuai dengan kebutuhan
dunia usaha.
Sedangkan menurut Dede Rosyada dalam bukunya menjelaskan beberapa
tugas Komite Sekolah antara lain:
a. Mengembangkan akses sekolah pada dana, sehingga sekolah mampu
membangkitkan berbagai sumber dana potensial untuk mendukung
proses pembelajaran siswa.
b. Mengembangkan budgeting sekolah dalam konteks pengembangan
kemampuan pembiayaan untuk mendanai berbagai program sekolah.
c. Memutuskan struktur anggaran sekolah.
d. berpartisipasi dalam pemilihan kepala sekolah, dan wakil kepala sekolah.
e. Ikut serta dalam curah pendapat tentang kurikulum dalam konteks
peningkatan kualitas hasil pembelajaran, dan memberi masukan-masukan
22
Sekolah yang memiliki visi dan misi serta strategi tentunya punya
perencanaan menjalin kemitraan dengan dunia usaha yang ada. Apalagi dengan
keberadaan komite sekolah sebagai mitra sekolah sudah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan. Keberadaan komite sekolah sebagai lembaga yang memiliki
legalitas dan bersama-sama dengan sekolah mencari peluang, bagaimana dapat
membesarkan dan menjadikan sekolah sebagai sesuatu kebutuhan mendasar
bagi stakeholder.
Adapun dalam kaitan itu maka komponen-komponen fokus kegiatan
pendidikan yang mengitari dan membantu terwujudnya kualitas pendidikan
menurut Sixtus Tanje sangat tergantung bagaimana para aktor pendidikan bisa
mengelola delapan kunci keberhasilan pendidikan, diantaranya:
a. Kesiswaan
b. Kurikulum
c. Human Resources (SDM)
d. Public Relation (kehumasan)
e. Finance (keuangan)
f. Manajemen
g. Sarana & Prasarana
h. Supervisi & Evaluasi.20
Apabila sekolah dapat mengelola dengan baik delapan kunci keberhasilan
ini, maka kualitas/mutu sekolah dengan sendirinya akan mengalami
peningkatan yang signifikan.
Hal ini tidak terlepas dari kerjasama antar komponen-komponen yang ada
di satuan pendidikan itu sendiri, salah satunya adalah peranserta masyarakat
yang tergabung dalam satu wadah yakni Komite Sekolah.
19
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat
Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. I. hal. 276-277
20
Sixtus Tanje, “Membangun Budaya Mutu Sekolah: Mengelola 8 Faktor Kunci
Keberhasilan”, dalam Educare, No. 12 Tahun III, Maret 2007, h. 44
23
B. Komite Sekolah
1. Pengertian Komite Sekolah
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003, disebutkan
bahwa komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra
sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.21
Nanang Fatah memberikan pengertian tentang komite sekolah dalam
bukunya, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah, “Komite
sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis,
dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokrasi oleh para stakeholder
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai
unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil
pendidikan”.22
Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan perluasan badan kemitraan
dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Sampai tahun 1994 mitra
sekolah hanya terbatas dengan orang tua peserta didik dalam wadah yang
disebut dengan POMG (Persatuan Orang Tua dan Guru), “Peran Komite
Sekolah secara legal mulai digulirkan sejak 2 April 2002 meski sesungguhnya
peran sejenis sudah berjalan dalam bentuk kemitraan antara guru dan orangtua
murid yakni melalui lembaga Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan
(BP3)”.23
Jadi dapat disimpulkan bahwa komite sekolah adalah badan atau lembaga
yang terdiri dari beberapa orang anggota yang dipilih secara musyawarah untuk
mewadahi peran serta masyarakat pada satu satuan pendidikan, dan
mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan.
21
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Thn 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: CV. Mini
Jaya Abadi, 2003), Cet. I, h. 156
22
Nanang Fatah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Pendidikan, (Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 118
23
Forum Wartawan Peduli Pendidikan, Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006. h. 107
24
24
H.M. Dachnel Kamars, Sistem Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi Suatu Studi
Perbandingan Antar Beberapa Negara, (Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1989),
hal. 135
25
25
UU RI Sisdiknas, … h. 156
26
2) Sifat
Komite Sekolah merupakan badan yang besifat mandiri, tidak
mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga
pemerintahan lainnya. Komite Sekolah dan sekolah memiliki
kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling
bekerja sama sejalan dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS)
c. Tujuan
Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya strata organisasi
masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta
kepedulian terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang
dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar budaya, demokratis,
ekologis nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi
masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus
merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif.
Artinya Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada
pengguna (client model) berbagai kewenangan (power sharing and
advocacy model) dan kemitraan (partnership model) yang berfokuskan pada
peningkatan mutu pelayanan pendidikan di daerah.
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi
masyarakat sekolah adalah sebagai berikut:
1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan si satuan
pendidikan.
2) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan da satuan pendidikan.
3) Meningkatkan suasana dan kondisi transparan akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di
satuan pendidikan.27
d. Fungsi
26
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah; Model Pengelolaan Sekolah Di
Era Otonomi Daerah, (Jakarta: CV. Sagung Seto, 2007), Cet. I, h. 62
27
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, … h. 62
27
28
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, ….h. 63
28
29
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah,…, h. 63-64
30
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, ….h. 65
29
31
H.QA.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), h.
58.
30
C. Kerangka Berpikir
Partisipasi yang belaku pada masyarakat kita masih belum diartikan secara
universal. Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai
dukungan terhadap rencana atau proyek pembangunan yang direncanakan dan
ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukir oleh berapa
besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk menanggung biaya
pemerintah, baik berupa uang maupun barang yang diberikan kepada pemerintah.
Partisipasi yang berlaku secara universal adalah kerjasama yang erat antara
perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan
mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berarti pula
memberdayakan masyarakat itu sendiri di dalam keikutsertaan dalam menentukan
arah dan isi pendidikannya. Di dalam kaitannya, gerakan desentralisasi pendidikan
yang sesuai dengan UU No. 25 tahun 2002, berarti mengikutsertakan masyarakat
di dalam menentukan akuntabilitas pendidikannya.
Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu
dibentuk suatu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang diberi nama
komite sekolah. Komite Sekolah merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan
musyawarah oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Berdirinya sebuah lembaga pendidikan tergantung dari dinamisasi masyarakat
dan sebaliknya, perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh kian
berkembangnya ilmu pengetahuan yang sebagiannya disampaikan melalui
pendidikan untuk menjaga kestabilannya, dibutuhkan kerja sama yang baik antara
sekolah dan masyarakat yang dapat mengawasi dan membantu segala sesuatu
yang berkaitan dengan kegiatan kependidikan.
Untuk mengingkatkan mutu layanan pendidikan melalui program komite
sekolah, dibutuhkan kerja sama antara sekolah dan masyarakat. Semua ini
dilakukan dalam upaya peningkatn mutu lembaga pendidikan dan mutu layanan
pendidikan dapat tercapai dengan baik. Sehingga dari dugaan tersebut dapat di
31
simpulkan bahwa: apabila semakin besar kontribusi peran komite sekolah maka
akan semakin besar peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah tersebut.
Namun sebaliknya apabila semakin rendah kontribusi peran komite sekolah maka
akan semakin rendah peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan
itu sendiri.
D. Hipotesis
METODOLOGI PENELITIAN
Adapun waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terhitung dari
awal bulan Maret sampai dengan April 2011.
B. Variabel Penelitian
”Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian”.1 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dijadikan sebagai
acuan dalam pengamatan, guna memperoleh data dan kesimpulan empiris
mengenai peran Komite Sekolah terhadap mutu layanan pendidikan. Variabelnya
antara lain yaitu:
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006), Cet. 13, h. 118.
32
33
Sampel adalah contoh, monster, represtan atau wakil dari suatu populasi yang
cukup besar jumlahnya atau satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan
resresentatif sifatnya. Berdasarkan pertimbangan jumlah populasi yang terbatas
(kurang dari 100 orang), maka populasi yang ada seluruhnya dijadikan sampel.
D. Instrumen penelitian
Instrumen Penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data
penelitian. Berdasarkan fokus penelitian, maka instrumen penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 117.
3
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), Cet. XII, h. 112.
34
Tabel 3.1
Kisi-kisi Materi Kuesioner Peran Komite Sekolah
Jumlah 20
2. Mutu Pendidikan
a) Definisi Konseptual
Mutu Pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam mengolah secara
operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan
dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah. Seperti guru,
siswa, kepala sekolah dan yang lainnya.
b) Definisi Operasional
Yang dimaksud mutu pendidikan dalam penelitian ini adalah skor yang
diperolah dari kuesioner mengenai apa saja yang menjadi faktor dalam
36
3. Observasi
Observasi ini digunakan untuk melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap fakta-fakta yang berkaitan dengan peran Komite Sekolah terhadap
mutu layanan pendidikan di SMK N 1 Depok.
4. Dokumentasi
b. Tabulating
d. Concluding
Langkah selanjutnya adalah memberikan kesimpulan dari hasil analisa
dan interpretasi data yang sudah ada.
Keterangan :
rxy : Angka Indeks Korelasi
N : Number of Cases
Σxy : Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y
Σx : Jumlah skor x
Σy : Jumlah skor y
a. Uji Signifikansi
Setelah memperoleh nilai “r” kemudian untuk mengetahui
signifikansi korelasi yang telah ditetapkan, maka dilakukan pengujian
signifikansi dengan menggunakan rumus “df”.
df = N – nr
b. Koefisien determinasi
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel X terhadap variabel Y
dilakukan dengan cara menentukan koefisien determinasi dengan rumus :
KD = r2 x 100%
Keterangan:
KD = Kontribusi Variabel X terhadap Variabel Y
R2 = Koefisien Korelasi antara variabel X terhadap Variabel Y
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab IV ini akan dijelaskan tentang gambaran objek penelitian, deskripsi
dan analisis data, uji hipotesis dan interpretasi data.
40
41
Tabel 4.1
Struktur Organisasi Sekolah SMKN 1 Depok
KA. Program RPL KA. Program AP KA. Program TKR KA. Program AK
Nanang. S, S.T Dra. TITIK Sri. M Syaikhi, S.Pd Lusi. T,S.Pd, M.Pd
Wali Kelas
Dewan Guru
Siswa
Tabel 4.2
Gambaran tenaga kependidikan SMKN 1 Depok
Status Pendidikan Terakhir
Jenis
PNS GTT KR SMU Diploma S1/S2 Jml
Guru 44 30 - - 6 68 74
Karyawan - 9 10 - 9 10 19
5. Keadaan Siswa/siswi
Tabel 4.4
Gambaran Siswa SMKN 1 Depok
Kelas
No. Program Keahlian Jumlah
10 11 12
Teknik Kendaraan
1. 120 113 102 335
Ringan
Akomodasi
2. 74 66 78 218
Perhotelan
Rekayasa
3. 80 81 80 241
Perangkat Lunak
4. Akuntansi Terapan 81 79 79 239
Jumlah 355 339 339 1033
6. Komite Sekolah
Komite Sekolah SMKN 1 Depok adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh
seluruh stakeholder pendidikan secara musyawarah pada tingkatan sekolah
yang beranggotakan tokoh masyarakat, perwakilan orangtua siswa, guru dan
pemerhati pendidikan.
Komite Sekolah SMKN 1 Depok berkedudukan sebagai mitra sekolah yang
setiap 1 tahun sekali melakukan pergantian kepengurusan tergantung dengan
persetujuan semua anggota Komite. Adapun kepengurusan Komite yang ada
pada saat ini sudah menjabat selama 2 periode, karena dianggap baik selama
masa jabatannya. Hal ini sesuai dengan surat keputusan yang ditanda tangani
oleh kepala sekolah untuk kepengurusan 2009/2010 tertanggal 20 Juli 2009 dan
menetapkan nama-nama yang terlampir sebagai pengurus Komite Sekolah di
SMKN 1 Depok.
45
Ketua Komite
H. Asmat
Anggota
Minun. K, A.Md
Orang Tua/
Masyarakat
B. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan
Instrumen tes Peran Komite Sekolah dan Mutu Pendidikan. Angket disebarkan
kepada semua populasi yang ada di SMKN 1 Depok yaitu 44 orang guru, yang
beralamat di Jl. Raya Tapos Gg. Bhakti Suci No.100 Cimpaeun Tapos Kota
Depok.
Data variabel X dan data variabel Y diperoleh melalui angket yang telah
disebarkan kepada 44 orang guru. Dan untuk masing-masing variable dihitung
berdasarkan skor aslinya, untuk variabel X diperoleh skor sebesar 2379 sedangkan
untuk variabel Y diperoleh skor 2267.
Sebelum menghitung angka korelasinya terlebih dahulu harus mencari nilai
Mean, Median dan Modus dari hasil angket yang telah diperoleh.
47
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa nilai rata-rata hitung atau mean dari
penelitian ini untuk variabel X = 54, 06.
b) Median
Median adalah suatu nilai atau suatu angka yang membagi suatu distribusi
data ke dalam dua bagian yang sama besar. Adapun untuk mendapatkan nilai
median Penulis menggunakan rumus aebagai berikut:
c) Modus
Modus adalah suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling
banyak; dengan kata lain, skor atau nilai yang memiliki frekuensi maksimal
dalam distribusi data.
Dari data di atas diketahui modus untuk variabel X 59 dengan jumlah
frekuensi 6.
Dari hasil penelitian, diperoleh skor data Peran Komite Sekolah dengan
jumlah sampel 44 guru diperoleh nilai dengan rentang antara 28-70, nilai rata-
rata sebesar 54,06, nilai median sebesar 22, nilai modus sebesar 59 dan. Tes
tersebut meliputi: Peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan, badan
pendukung, badan pengontrol, dan badan penghubung.
Selanjutnya untuk mengetahui kecenderungann Peran Komite Sekolah,
digunakan nilai rata-rata skor. Untuk mendapatkan nilai tersebut digunakan
cara sebagai berikut:
Rentang Kelas:
R = 1+ nilai terbesar . nilai terkecil
=1+70 -28
= 71-28
= 43
Kelas Interval:
K = 1+ 3,3 log n
= 1+3,3. 1,64
= 6.41
=6
Panjang Kelas:
P= R = 43 = 7
K 6
49
Kategori Penilaian:
Batas Kelompok bawah sedang: Mean-SD = 54 - 8,26 = 45,74
Batas Kelompok sedang atas : Mean + SD = 54 + 8,26 = 62,26
Batas Terrendah adalah nilai yang kurang dari kelompok bawah < 45,74
Tabel 4.6
Kategori Penilaian
Peran Komite Sekolah
Presentase
Skor Kategori Jumlah
>62,26 Baik 3 6,82%
45,74-62.26 Sedang 38 86,36%
<45,74 Kurang 3 6,82%
2. Mutu Pendidikan
a) Mean
Mean adalah nilai rata-rata hitung atau dapat diartikan pula sebagai jumlah
dari keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi dengan banyaknya angka
(bilangan) tersebut. Untuk mendapatkan nilai mean dalam penelitian ini
penulis menggunakan rumus sebagai berikut:
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa nilai rata-rata hitung atau mean dari
penelitian ini adalah untuk variabel Y = 51,52
b) Median
Median adalah suatu nilai atau suatu angka yang membagi suatu distribusi
data ke dalam dua bagian yang sama besar. Adapun untuk mendapatkan nilai
median Penulis menggunakan rumus aebagai berikut:
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa nilai median dari penelitian ini
adalah: untuk variabel Y = 26
c) Modus
Modus adalah suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling
banyak; dengan kata lain, skor atau nilai yang memiliki frekuensi maksimal
dalam distribusi data.
Dari data di atas diketahui modus untuk modus variabel Y 54 dengan
jumlah frekuensi 7.
51
Dari hasil penelitian, diperoleh skor data Mutu Pendidikan dengan jumlah
sampel 44 guru diperoleh nilai dengan rentang antara 20-60, nilai rata-rata
sebesar 51,52, nilai median sebesar 26, nilai modus sebesar 54 dan. Tes
tersebut meliputi: Siswa, mutu guru,mutu kurikulum, mutu sarana dan
prasarana, mutu pengelolaan, dan mutu belajar siswa.
Selanjutnya untuk mengetahui kecenderungann Mutu Pendidikan,
digunakan nilai rata-rata skor. Untuk mendapatkan nilai tersebut digunakan
cara sebagai berikut:
Rentang Kelas:
R = 1+ nilai terbesar . nilai terkecil
=1+60-20
= 61-20
= 41
Kelas Interval:
K = 1+ 3,3 log n
= 1+3,3. 1,64
= 6.41
=6
Panjang Kelas:
P= R = 41 = 6,84
K 6
7 = pembulatan
Kategori Penilaian:
Batas Kelompok bawah sedang: Mean-SD = 52 – 6,29 = 45,71
Batas Kelompok sedang atas : Mean + SD = 52 + 6,29 = 56,29
Batas Terrendah adalah nilai yang kurang dari kelompok bawah < 45,71
52
Tabel 4.7
Kategori Penilaian
Mutu Pendidikan
Presentase
Skor Kategori Jumlah
>56,29 Baik 6 13,63%
45,71-56,29 Sedang 34 77,27%
<45,71 Kurang 4 9,1%
C. Uji Hipotesis
Seperti yang telah penulis ungkapkan, bahwa penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi variabel X (Peran Komite Sekolah)
terhadap variabel Y (Mutu Layanan Pendidikan), sebelum mengetahui
kontribusinya maka untuk mengetahui apakah antara variabel X dan variabel Y
terdapat hubungan yang positif ?. Untuk ini digunakan rumus korelasional product
moment.
Adapun untuk mencari indeks korelasi “r” product moment tersebut, maka
langkah yang ditempuh adalah:
1. Data variabel X dan data variabel Y diperoleh melalui angket yang telah
disebarkan kepada 44 orang guru. Dan untuk masing-masing variable
dihitung berdasarkan skor aslinya, untuk variabel X diperoleh skor sebesar
2379 sedangkan untuk variabel Y diperoleh skor 2267.
53
Tabel 4.8
Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan
N X Y X² Y² XY
1 63 59 3969 3481 3717
2 60 54 3600 2916 3240
3 46 57 2116 3249 2622
4 47 58 2209 3364 2726
5 63 49 3969 2401 3087
6 58 56 3364 3136 3248
7 59 46 3481 2116 2714
8 59 50 3481 2500 2950
9 61 46 3721 2116 2806
10 52 53 2704 2809 2756
11 54 54 2916 2916 2916
12 55 56 3025 3136 3080
13 51 57 2601 3249 2907
14 54 52 2916 2704 2808
15 49 55 2401 3025 2695
16 49 52 2401 2704 2548
17 56 53 3136 2809 2968
18 59 50 3481 2500 2950
19 62 51 3844 2601 3162
20 52 54 2704 2916 2808
21 54 52 2916 2704 2808
22 56 48 3136 2304 2688
23 46 45 2116 2025 2070
24 55 56 3025 3136 3080
25 59 57 3481 3249 3363
26 40 20 1600 400 800
27 28 60 784 3600 1680
28 56 42 3136 1764 2352
29 55 56 3025 3136 3080
30 49 55 2401 3025 2695
31 55 48 3025 2304 2640
32 59 54 3481 2916 3186
33 57 54 3249 2916 3078
54
Tabel 4.9
Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment
Besarnya “r”
product
Interpretasi
moment
(rxy)
0,00-0,20 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi tetapi korelasi itu
sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu
diabaikan atau dianggap tidak ada korelasi antara variabel X
dan variabel Y
0,20-0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang lemah
atau rendah
0,40-0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang
sedang atau cukup
0,70-0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat
atau tinggi
0,90-1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang
sangat kuat atau tinggi
Dari hasil penelitian di atas, didapatkan nilai koefisien korelasi 0,536 jika
dikonsultasikan angka indeks korelasi “r” 0,536 yang berada antara 0,40-0,70
termasuk dalam kategori adanya korelasi yang sedang atau cukup. Dengan
demikian, secara sederhana dapat diberikan interpretasi terhadap rxy tersebut,
yaitu bahwa terdapat korelasi positif antara variabel X dan variabel Y (hubungan
di antara kedua variabel itu sedang dan cukup). Dari data tersebut dapat diambil
kesimpulan semakin besar peran komite sekolah akan semakin besar pula
pengaruhnya terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah hubungan itu signifikan/tidak, maka “r”
hasil perhitungan dibandingkan dengan “r tabel”. Dan sebelum
membandingkannya terlebih dahulu dicari derajat bebasnya atau df (degrees of
freedom) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
df = N – nr
df (db) = 44 – 2
= 42
56
Dengan memeriksa tabel nilai “r” product moment ternyata dengan df sebesar
42, pada taraf signifikansi 5% diperoleh “r” tabel = 0,304 sedangkan pada taraf
signifikansi 1% diperoleh nilai “r” tabel = 0,393. Dengan demikian, pada taraf
signifikansi 5% dan 1% nilai “r” table lebih kecil daripada “r” hitung (0,536),
maka hipotesa alternative (Ha) diterima sedangkan hipotesa nihil (Ho) ditolak,
yang berarti ada korelasi positif yang signifikan antara Peran Komite Sekolah
dengan Mutu Layanan Pendidikan di SMKN 1 Depok.
Setelah diketahui adanya korelasi , maka akan dihitung seberapa besar
kontribusi peran komite sekolah terhadap mutu layanan pendidikan dengan
menggunakan rumus Koefisien Determinan (KD) sebagai berikut:
KD = r². 100%
KD = (0,536)² x 100%
= 0,287296 x 100%
= 28,73%
D. Interpretasi Data
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diinterpretasikan bahwa antara Peran
Komite Sekolah dan Mutu Pendidikan terdapat hubungan positif yang signifikan,
dan korelasi tersebut adalah korelasi yang sedang atau cukup.
Kontribusi Peran Komite Sekolah Terhadap Mutu Layanan Pendidikan di
SMKN 1 Depok sebesar 28,73%. Faktor keterkaitan yang diberikan dalam
kategori sedang dan masih terdapat 71,27% faktor-faktor lain yang memiliki
keterkaitan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok. Diantara faktor-faktor
lain tersebut antara lain ialah manajemen sekolah, kepemimpinan kepala sekolah,
kelengkapan sarana dan prasarana, dan sebagainya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memperhatikan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat korelasi yang positif antara Peran Komite Sekolah dengan Mutu
Layanan Pendidikan yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan dari koefisien
korelasi (r) yaitu 0,536. Dengan kata lain semakin besar peran komite
sekolah maka semakin besar pula hubungan atau pengaruhnya terhadap
peningkatan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok.
2. Keberartian hubungan didapat dari uji signifikansi dengan nilai “r” product
moment ternyata dengan df sebesar 42, pada taraf signifikansi 5% diperoleh
“r” tabel = 0,304 sedangkan pada taraf signifikansi 1% diperoleh nilai “r”
tabel = 0,393. Dengan demikian, pada taraf signifikansi 5% dan 1% nilai “r”
tabel lebih rendah dari pada “r” hitung (0,536), maka hipotesa alternative
(Ha) diterima sedangkan hipotesa nihil (Ho) ditolak, yang berarti ada
korelasi positif yang signifikan antara Peran Komite Sekolah terhadap Mutu
Layanan Pendidikan di SMK N 1 Depok.
3. Kontribusi Peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan
seperti ditunjukkan oleh hasil dari perhitungan koefisien determinan, dengan
perolehan nilai sebesar 28,73%, ini berarti cukup besar kontribusi peran
komite sekolah terhadap mutu layanan pendidikan dan sebagian besarnya
71,27% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
57
58
B. Saran
1. Untuk meningkatkan kontribusi peran komite sekolah, hendaknya lembaga
atau sekolah meningkatkan kerja sama dengan komite sekolah khususnya
pada proses peningkatan mutu layanan pendidikan agar tujuan program
yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik.
2. Menumbuh kembangkan peran komite sekolah dalam setiap program
pendidikan harus menjadi perhatian khusus dari seluruh warga sekolah atau
satuan pendidikan, karena telah diakui perannya dapat memberikan
kontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan tugas dan
fungsinya dalam pendidikan.
Alisuf Sabri, H.M, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005
Dachnel Kamars, H.M. Sistem Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi Suatu
Studi Perbandingan Antar Beberapa Negara, Jakarta: Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, 1989
Komariah, Aan dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005
59
60
Suryadi, Ace Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan; Isu, Teori dan
Aplikasi, Jakarta: Balai Pustaka, 1999