Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhna dan perkembangan tanaman
budidaya adalah keberadaan gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada
tempat yang tidak dikehendaki oleh petani, karena akan merugikan petani baik langsung
maupun tidak langsung. Dalam sistem pertanian, gulma tidak dikehendaki karena dapat
menimbulkan banyak kerugian antara lain yaitu menurunkan hasil, menurunkan mutu,
sebagai tanaman inang hama dan penyakit, menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok
seperti allelopati.

Keberadaan gulma dengan jumlah populasi cukup tinggi mengakibatkan kerugian


besar bagi petani sehingga perlu dikendalikan. Pengendalian gulma dapat dilakukan
secara preventif, manual, kultur teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia dengan
menggunakan herbisida. Pengendalian gulma dengan cara menggunakan herbisida
banyak diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut
dikarenakan herbisida lebih efektif membunuh dan mengendalikan gulma tanaman
tahunan dan semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok
dibandingkan dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida
pada tanaman budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon
morpologi dan biokimia terhadap herbisida.

1.2. Tujuan
Mengetahui efikasi herbisida kontak dan sistemik

1.3. Metodologi
Praktikum dilaksanakan di Lahan Jambu Kristal yang terletak di Wergonayan, Mirit,
Kebumen, pada 04 Juni 20222
- Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah herbisida Kontak (Santaquat), herbisida
sistemik(top) dan air. Alat-alat yang digunakan yaitu knapsack sprayer, gelas ukur, gelas
beker, stop watch/jam, pipet, ember, pasak bamboo, tali rafia dan alat tulis.
- Cara Kerja
1. Knapsack sprayer dikalibrasi terlebih dahulu dan digunakan volume
semprot 500 liter per hektar.

1
2. Knapsack sprayer diisi dengan air keran lalu dipompa dan disemprotkan
ke dalam gelas ukur dengan mengatur tinggi nozzle dan tekanan dalam
tangka dipertahankan tetap sampai waktu yang ditentukan.
3. Waktu yang diperlukan untuk penyemprotan dicatat dan debit dari nozzle
dihitung adri volume setelah disemprot selama t detik/ t detik = aml per
detik.
4. Tetntukan lebar efektif sprayer dengan pengaturan tinggi nozzle.
5. Tentukan luas lahan yang akan disemprot. Luas lahan (A) yang akan
disemprot dibagi dengan lebar efektif yang merupakan panjang lintasan
(s). parameter, l, A dan s digunakan untuk menentukan kecepatan jalan (v).
6. Herbisida sesuai ditakar dengan dosis dianjuran. Dosis yang digunakan
adalah parakuat 3 l/ha dan glifosat 6 l/ha.
7. Larutan herbisida dibuat dengan volume semprot 500liter per hektar.
8. Larutan herbisida dituamgkan ke dalam tangka secukupnya, kemudian
disemprotkan dengan ketentuan tinggii nozzle dan kecepatan jalan sesuai
dengan hasil kalibrasi sprayer.
9. Tingkat keracunan herbisida diamati dan ambil foto lahan yang disemprot
herbisida setiap hari selama 10 hari.
10. Memberikan skor gejala keracunan gulma berdasarkan pengamatandan
foto yang fiambil dengan pedoman EWRS.

2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada
gulma atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi
karena herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat
mematikan jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup
atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel
terganggu gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak
akan mampu menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hara (Riadi, 2011)
Jelaskan mengenai herbisida yang saudara gunakan dalampraktikum uji efikasi herbisida

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada
gulma atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi
karena herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat
mematikan jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup
atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel
terganggu gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak
akan mampu menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hari (Riadi, 2011).
Pada percobaan yang dilakukan kali ini digunkan herbisida yaitu Santaquat dan SeeTop.

2.1. Bahan aktif yang terkandung di dalam herbisida kontak


 SANTAQUAT 276 SL adalah herbisida kontak non selektif yang bekerja
cepat untuk mengendalikan berbagai jenis gulma pada tanaman
perkebunan, pertanian dan sayuran. SANTAQUAT bekerja sangat cepat
menghentikan kompetisi gulma, tidak terpengaruh oleh hujan dan dengan
pengendalian gulma yang sangat luas.

2.2. Keunggulan produk : 


 Efektif dalam berbagai kondisi iklim dan kondisi lahan. Diserap dengan
cepat oleh gulma sehingga tetap efektif meskipun turun hujan 15 menit
setelah penyemprotan. Hemat biaya, waktu dan tenaga kerja. Tidak
menyebabkan erosi terhadap tanah.

3
2.3. Kandungan Herbisida Paraquat Diklorida
Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan
bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Angka kematian akibat
toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan
belum adanya pengobatan yang efektif (Indika & Buckley, 2011).
Gambar 2. Paraquat diklorida (Sumber: Indika & Buckley, 2011)

Paraquat memiliki kemampuan menyerap sinar radiasi ultraviolet pada panjang


gelombang maksimum I=260 nm, yaitu sebagai akibat transisi elektronik p pada ikatan
rangkap terkonjugasi dalam gugus bipiridil. Paraquat tereduksi berwarna biru dan
menyerap sinar pada panjang gelombang I=600 nm (Lestari, 2005).

4
Gambar 3. Tabel Sifat Fisik Dan Kimia Paraquat

Bahan aktif herbisida Santaquat adalah paraquat. Paraquat (1,1−dimethyl,


4,4−bipyridylium) merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Herbisida yang
termasuk dalam golongan ini umumnya merupakan herbisida pasca tumbuh, tidak aktif
apabila diaplikasikan lewat tanah dan bersifat tidak selektif. Herbisida paraquat diklorida
memiliki efek toksisitas terhadap organisme eukariotik (Suntres, 2002).

Karakteristik dari paraquat adalah tidak dapat diserap oleh bagian tanaman yang tidak
hijau seperti batang dan akar serta tidak aktif di tanah. Ketidakaktifan tersebut
disebabkan adanya reaksi antara dua muatan ion positif pada paraquat dan ion negatif
mineral tanah sehingga molekul positif paraquat terabsorbsi kuat dengan lapisan tanah

5
dan tidak aktif lagi. Penetrasi paraquat terjadi melalui daun. Aplikasi paraquat akan lebih
efektif apabila ada sinar matahari karena reaksi keduanya akan menghasilkan hidrogen
peroksida yang merusak membran sel. Cara kerja paraquat yaitu menghambat proses
dalam fotosistem I, yaitu mengikat elektron bebas hasil fotosistem dan mengubahnya
menjadi elektron radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akan diikat oleh oksigen
membentuk superoksida yang bersifat sangat aktif. Superoksida tersebut mudah bereaksi
dengan komponen asam lemak tak jenuh dari membran sel, sehingga akan menyebabkan
rusaknya membran sel dan jaringan tanaman (Pusat Informasi Paraquat, 2006).

Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan


bipyridylium. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan
toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan yang efektif (Indika and
Buckley, 2011). Paraquat memiliki rumus molekul [C12H14N2]2+ dengan struktur sebagai
berikut:

Gambar 4. Struktur kimia 1,1−dimethyl 4,4 bipyridylium dichlorid (Sumber: Lestari,


2005).

Paraquat atau kation 1,1–dimetil–4,4–bipiridilium juga tersedia sebagai garam


dibromida ataupun diklorida dengan rumus [C12H14N2]Br2 atau [C12H14N2]Cl2, senyawa
ini berwujud padatan berwarna putih bersih dan sangat larut dalam air (Lestari, 2005).

6
2.4. Dosis anjuran
Petunjuk Penggunaan :

No. Merek Dagang ( Kategori)  Cara Pemakaian


Bahan Aktif 
Deskripsi Singkat
1 SANTAQUAT 276 SL* (umum) Jagung: gulma berdaun lebar Ageratum
parakuat diklorida (setara dengan ion conyzoides Borreria alata gulma berdaun sempit
parakuat: 200 g/l) : 276 g/l Digitaria adscendens (Penyemprotan volume
Herbisida kontak purna tumbuh tinggi: 1 - 2 l/ha)
berbentuk larutan dalam air Kelapa sawit (TBM): gulma berdaun sempit
Ottochloa nodosa (Penyemprotan volume tinggi:
1,5 - 2 l/ha)
Padi sawah pasang surut (TOT) gulma berdaun
lebar Ludwigia octovalvis teki Eleocharis dulcis
(Penyemprotan volume tinggi: 1,5 - 3 l/ha)

Dosis Santaquat yang digunakan saat praktikum adalah 2,4 ml untuk luas lahan 8 m 2
dan setara dengan 3 l/ha. Dosis yang digunakan saat praktikum sudah sesuai dengan
dosis anjuran yang tertera pada label herbisida Santaquat tersebut.

2.5. Bahan aktif yang terkandung dalam herbisida sistemik


 SEETOP 525 SL adalah herbisida sistemik purna tumbuh berbahan aktif
Iso Propil Amine Glifosat: 525 g/l (setara dengan glifosat: 389 g/l).
Dengan kadarnya yang tinggi SEETOP 525 SL merupakan rajanya IPA
Glifosat. SEETOP 525 SL berbentuk larutan dalam air (Solouble
concentrate/SL berwarna kuning yang efektif untuk mengendalikan
gulma berdaun lebar dan sempit pada pertanaman karet, kelapa sawit,
teh, persiapan lahan budidaya padi sawah (TOT) dan persiapan lahan
perkebunan hingga 3-4 bulan.

Herbisida SEETOP 525 SL (IPA glifosat) juga disebut sebagai


herbisida non selektif berspektrum luas, ditemukan pada tahun 1971 dan
tergolong dalam organofosfor yang merupakan turunan dari asam amino
glisin, diformulasikan dalam garam isopropilamin yang banyak
digunakan untuk pengendalian gulma semusim ataupun tahunan.
Herbisida ini ditranslokasikan secara cepat melalui simplas, translokasi

7
ke seluruh jaringan tanaman tidak terkecuali yang berakar dalam dan
rizoma, yang membuat herbisida ini terkenal dengan pengendalian gulma
berspektrum luas (broad-spectrum weed control).

Glifosat yang diaplikasikan pada gulma akan terjadi penghambatan


dalam biosintesa asam amino aromatik yaitu menghambat enzim EPSPS
(5-enolpyruvilshikimate-3-phosphate syntase). Pengaruhnya akan
terlihat setelah 2-4 hari pada gulma semusim dan 7-10 hari pada gulma
menahun. Pada spesies gulma tertentu terutama yang menahun,
translokasinya sangat lambat dan gejala belum akan tampak dalam 10
hari setelah aplikasi. Gejala awal gulma yang disemprot dengan
herbisida SEETOP 525 SL terlihat menguning dan akhirnya mengering
dan mati. Herbisida ini tidak menimbulkan fitotoksik pada tanaman jika
digunakan sesuai petunjuk. SEETOP 525 SL mudah larut dalam air dan
tidak mengganggu peralatan semperot. Perhatian: untuk melarutkan
gunakan air lapang biasa yang tidak mengandung lumpur dan kotoran
lainnya. Bila perlu siapkan air satu malam sebelum penyemperotan agar
lumpur dan kotoran lainnya mengendap. IPA glifosat akan bereaksi
netral bila berikatan dengan air yang mengandung lumpur, sehingga akan
mengurangi daya kefektifan produk ini.

Kelas bahaya (WHO) termasuk dalam kelas III (cukup berbahaya)


dengan keterangan pernyataan bahaya yaitu “PERHATIAN” dan warna
pita piktogram pada label berwarna biru tua.

2.6. Keunggulan Produk


1. Rajanya IPA Glifosat
2. Berbentuk larutan dalam air (Solouble Concentrate/SL).
3. Herbisida nonselektif berspektrum luas.
4. Efektif mengendalikan gulma berdaun lebar dan sempit pada pertanaman karet,
kelapa sawit, teh, persiapan lahan budidaya padi sawah (TOT) dan persiapan
lahan perkebunan.
5. Dapat mengendalikan gulma hingga 3-4 bulan.
6. Mudah larut dalam air dan tidak menyumbat alat semprot.

8
2.7. Kandungan Herbisida Iso Propil Anime Glifosat
Isopropilamina glifosat merupakan herbisida pasca tumbuh yang diformulasi dalam
bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun
sempit, berdaun lebar, dan teki-tekian serta mempunyai spektrum yang luas. Formula
herbisida komersial terdiri dari 48% IPA glifosat, 15% surfaktan POEA dan pelarut
berupa air.

Surfaktan polioksietilenamin (POEA) dalam herbisida komersial memberikan


pengaruh tidak biodegradable, sangat korosif dan memiliki toksisitas tinggi untuk
organisme air dan hewan. Untuk itu, tim peneliti Surfactant and Bioenergy Research
Center (SBRC) IPB mengembangkan surfaktan dietanolamida dari olein kelapa sawit
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Surfaktan bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan dan memperkecil sudut kontak sehingga herbisida
tersebar lebih merata.

Kelemahan dalam produk herbisida yang dihasilkan tersebut adalah kenampakan


visual yang keruh dan kurang maksimal dalam mematikan gulma di lapang. Salah satu
alternatif untuk memperbaiki kelemahan tersebut adalah dengan memanfaatkan proses
sonikasi yang bertujuan untuk memperkecil ukuran droplet sehingga produk yang
dihasilkan lebih transparan. Selain itu, semakin kecil ukuran droplet maka surfaktan
DEA dapat lebih baik dalam melapisi droplet bahan aktif sehingga larutan herbisida
dapat dengan mudah melakukan penetrasi ke bagian permukaan gulma.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula herbisida berbahan aktif IPA
glifosat, meningkatkan kinerja produk herbisida berbahan aktif IPA glifosat melalui
proses sonikasi dan menganalisis efektivitas produk herbisida hasil formulasi di rumah
kaca terhadap gulma ilalang. Dalam penelitian formulasi herbisida IPA glifosat
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktornya adalah konsentrasi
surfaktan DEA (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%).

Pada penelitian menggunakan proses sonikasi dari formula terbaik pada tahapan
penelitian sebelumnya menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
faktor 1 adalah lama proses sonikasi (0, 30, 60, 90 menit) dan faktor 2 adalah
amplitudo gelombang ultrasonik (20, 30, 40%). Dalam menguji efektivitas herbisida
pada gulma, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

9
Faktorial dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah jenis herbisida (herbisida sebelum sonikasi,
herbisida setelah sonikasi, herbisida komersial) dan faktor 2 adalah dosis (2, 4, 6 l/ha).

Berdasarkan hasil pengamatan formula terbaik yang dihasilkan dalam formulasi


adalah pemberian surfaktan DEA 5% dalam formula karena memiliki nilai tegangan
permukaan dan sudut kontak paling kecil yakni 30,73 dyne/cm dan 11,48o. Hasil
formula terbaik setelah sonikasi pada perlakuan 40% amplitudo gelombang ultrasonik
dengan lama proses sonikasi 90 menit menghasilkan nilai tegangan permukaan 23,42
dyne/cm, sudut kontak 0o, ukuran droplet 0,49 μm, kekeruhan produk 98 NTU dan
kelarutan dalam air 88,40%. Produk herbisida setelah sonikasi merupakan produk
terbaik yang dipilih karena menghasilkan persentse daya berantas paling besar dan
menghasilkan nilai bobot kering gulma paling rendah antara 2,13-2,90 gram.

Bahan Aktif Iso Propil Amine Glifosat: 525 g/l.


(Setara dengan Glifosat: 389 g/l).

Jenis Pestisida Herbisida.

Cara Kerja Herbisida sistemik purna tumbuh.

Formulasi Solouble Concentrate (SL).

Warna Kuning.

Ukuran Kemasan 250 ml, 400 ml, 1 liter, 5 liter dan 20 liter.

Jenis Kemasan Plastik HDPE

No. Pendaftaran RI. 01030120042321

Kelas bahaya WHO Kelas III (cukup berbahaya)

10
2.8. Dosis Anjuran

2.8. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menaplikasikan sesuatu
pestisida antara lain:
1. Dosis herbisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan sasaran tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam
satu aplikasi atau lebih (Djojosumarto, 2008). Herbisida yang digunakan harus dihitung
dosisnya disesuaikan dengan jumlah gulmanya. Apabila dosis yang digunkan tidak
sesuai anjuran, maka dapat menimbulkan dampak negative terhadap tanaman yang
dibudidayakan. Dosis herbisida yang disemprotkan dalam satu liter air (atau bahan
pengencer lainnya) untuk mengendalikan sasaran tertentu harus dihitung sebelum
diaplikasikan.

2. Debit Nossel
Debit nossel juga harus dihitung dengan tujuan agar kita tahu berapa jumlah herbisida
yang harus digunakan digunakan untuk menyemprot sasaran tertentu per satuan luas atau
per satuan individu tanaman dan supaya herbisida juga dapat tersebar merata.

11
3. Kecepatan Jalan
Pada saat melakukan penyemprotan kecepatan jalan harus konstan. Kecepatan jalan
operator sangat mempengaruhi aplikasi herbisida karena dalam pelaksanaan di lapangan
sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi areal, penghalang seperti parit dan batang
melintang. Kecepatan jalan harus dihitung agar saat melakukan penyemprotan herbisida
dapat mengenai gulma yang ada secara merata.

2.9. Bahas data percobaan

Skoring Herbisida

Herbisida sistemik (SeeTop)


10 Herbisida Kontak (Santaquat)
9
8 8
7 7.3 7
6 6
Skoring

5.5
5 5 5 5
4.5
4 4
3
2
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hari pengamatan ke-

Gambar 6. Grafik Skoring Herbisida Santaquat dan SeeTop

Berdasarkan gambar skoring herbisida diperoleh hasil herbisida Santaquat dan


SeeTop pada hari pengamatan hari ke -1 hingga ke -10 mengalami penurunan nilai skoring.
Hal ini menunjukkan tingkat keracunan yang semakin tinggi, pada awal pengamatan setelah
aplikasi herbisida diperoleh skor 8 yang artinya kerusakan/ keracunan 10-29,9%. Pada
skoring ini perlakuan herbisida sistemik memiliki reaksi yang lebih lambat namun tingkat
kerusakan yang diakibatkan lebih besar. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida yang
dialirkan atau ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke
bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme
tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat diaplikasikan melalui daun /pasca
tumbuh atupun melalui tanah/pratumbuh. Glifosat bersifat sistemik non-selektif. Mekanisme
kerja glifosat menghambat biosintesis asam amino aromatik (Varshney dan Shondia, 2004
cit. Ismawati et al., 2017). Mesotrion bersifat sistemik dan selektif. Mekanisme kerja
mesotrion menghambat pembentukan dioksigenase 4-hydroxyphenylpyruvate (HPPD)
(Mitchell et al., 2001 cit. Ismawati et al., 2017).

12
Herbisida Santaquat merupakan herbisida berbahan aktif paraquat yang memiliki sifat
kontak sehingga dari grafik dapat dilihat reaksi kerusakan dapat dilihat dengan cepat.
Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang
terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan
atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida
akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut. Oleh sebab itu, herbisida kontak umumnya
diaplikasikan dengan volume semprot tinggi sehingga seluruh permukaan gulma dapat
terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang baik bila diaplikasikan pada gulma yang
memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah. Menurut Muktamar (2004) cit. Murti et al.,
(2016), parakuat merupakan herbisida kontak dan bila molekul herbisida ini terkena sinar
matahari setelah berpenetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau maka molekul ini
akan bereaksi menghasilkan molekul hidrogen peroksida. Parakuat diklorida bekerja dalam
sistem membran fotosintesis yang disebut Fotosistem I, yang menghasilkan elektron bebas
untuk menjalankan proses fotosintesis (Sarbino dan Syahputra, 2012). Herbisida parakuat
diklorida mampu memperbaiki sifat kimia tanah, meningkatkan persentase pengendalian
gulma, menurunkan bobot kering gulma dan meningkatkan komponen hasil tanaman ubi
kayu (Adnan et al., 2012).

2.10. pengaruh jenis herbisida kontak dan sistemik terhadap hasil percobaan
terkait
Berdasarkan hasil dari percobaan perlakuan herbisida sistemik yaitu herbisida
Glifosat bersifat sistemik non-selektif, mengakibatkan kerusakan pada gulma lebih parah
dari pada herbisida kontak yaitu paraquat. Namun, untuk herbisida siteik sendiri
pengaruh yang diakibatkan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat dilihat
hasilnya dibandingkan denagn hebisida kontak. Hebisida sitemik ini membutuhkan
waktu yang lama untuk terlihat hasilny karena cara kerja yang harus ditranslokasikan
dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan
menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif
berlangsung. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan translokasi tersebut hingga
merata ke bagian-bagian gulma tetu saja memerlukan waktu yang lama. Berbeda dengan
cara kerja herbisida kontak yang langsung memberikan efek setelah aplikasi. Herbisida
kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang
terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak

13
ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma
yang terkena herbisida akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut.

Penggunaan herbisida merupakan salah satu metode pengendalian gulma yang saat ini
banyak dilakukan sebagai akibat berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian.
Beberapa alasan yang mendasari penggunaan herbisida antara lain hemat tenaga kerja,
waktu pengendalian relatif singkat, dapat mencegah kerusakan akar, mengurangi resiko
erosi lapisan tanah dibandingkan dengan penyiangan manual (Singh et al., 2005). Namun
demikian, penggunaan herbisida harus memenuhi konsep tepat, baik tepat jenis, tepat
dosis, tepat waktu, dan tepat sasaran. Untuk mendapatkan hasil pengendalian gulma
yang efektif harus dilakukan pemilihan jenis ataupun formulasi herbisida yang tepat
sesuai dengan komposisi gulma di lapangan. Pengujian lapangan terhadap formulasi
herbisida baru, sangat diperlukan untuk mengetahui efektivitasnya dalam mengendalikan
gulma di lapangan. Untuk itu, penelitian-penelitian diarahkan untuk menemukan
herbisida formulasi baru yang efektif, efisien dan aman bagi lingkungan. Pemilihan
herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma merupakan suatu halyang sangat
penting. Pemilihan dilakukan dengan memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap
gulma dan ada tidaknya titotoksisitas pada tanaman.

2.11. hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis herbisida di dalam
aplikasi di lapangan
Menurut Tri (2013), hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan
herbisida adalah jenis, takaran dan waktu aplikasi harus tepat agar tidak merugikan
tanaman yang diusahakan karena herbisida mempunyal spesifikasi daya kerja yang
berbeda. Penyemprotan herbisida berbahan aktif Imazethapyr dan Sulfentrazone satu kali
dengan cara yang benar dapat mencegah kehilangan hasil 0,15-0,52 t/ha. Namun
pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum dapat menyamai cara rekomendasi
penyiangan dua kali. Penyemprotan herbisida paraquat sebelum tanam dapat menekan
gulma cukup efektif tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum menyamai
cara penyiangan manual dua kali.

Salah satu hal yang harus dicermati dalam pencampuran herbisida adalah apakah
campuran tersebut bersifat antagonis atau tidak. Jika campuran herbisida tersebut
bersifat antagonis, maka pengendalian gulma dengan herbisida campuran tersebut tidak
akan efektif. Sifat aktivitas suatu campuran herbisida ditentukan oleh jenis formulasi,

14
cara kerja dan jenis-jenis gulma yang dikendalikan. Pencampuran beberapa jenis
herbisida dapat mempengaruhi toksisitas masing-masing komponen bahan aktif
herbisida. Interaksi herbisida campuran dapat berupa interaksi sinergis dan interaksi
antagonis. Interaksi sinergis terjadi apabila beberapa campuran herbisida akan
menimbulkan efek normal atau bahkan meningkatkan pengaruh herbisida, sedangkan
interaksi antagonis terjadi apabila campuran beberapa bahan aktif dalam herbisida akan
menurunkan pengaruh terhadap gulma sasaran. Interaksi antagonis dapat menimbulkan
mekanisme yang berbeda pada gulma sasaran.

2.12. Sifat antagonisme dan sinergisme herbisida


Rao (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat jenis mekanisme antagonisme yang
dapat terjadi pada pencampuran beberapa bahan aktif herbisida. Antagonisme biokimia
terjadi apabila bahan aktif satu herbisida menghambat penetrasi bahan aktif herbisida
lain pada gulma sasaran tertentu (berlawanan dengan sifat sinergis). Antagonisme
kompetitif terjadi ketika campuran dua bahan aktif bekerja saling meniadakan satu sama
lain, sedangkan pada antagonisme fisiologis antar bahan aktif menimbulkan reaksi
berkebalikan bila dicampur dengan bahan yang lain. Antagonisme kimia menimbulkan
reaksi kimia saat kedua bahan aktif dicampur, sehingga campuran herbisida kehilangan
pengaruh pada gulma sasaran.

Pengujian sifat campuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu ADM
(Additive Dose Model) dan MSM (Multiplicative Survival Model). Metode ADM
digunakan apabila komponen formulasi campuran herbisida memiliki mode of action
(cara kerja) atau golongan yang sama, sedangkan metode MSM digunakan bila
komponen formulasi memiliki mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati,
2003). Metode tersebut selanjutnya menjadi dasar model ADM dan digunakan bila dua
herbisida dari kelompok bahan kimia dan mode of action sama dicampurkan.

15
Gambar 7. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan

Sumbu x dan y menunjukkan dosis herbisida A dan B (Gambar 1). K adalah LD 50


herbisida A, sedangkan L adalah LD50 herbisida B. Garis yang menghubungkan titik K
dan L pada kedua sumbu merupakan titik kedudukan berbagai campuran herbisida yang
menyebabkan kematian 50%. Garis (l) menggambarkan perbandingan herbisida A dan B
dalam formulasi herbisida campuran. Perpotongan kedua garis ini merupakan nilai LD 50-
harapan herbisida campuran. Bila nilai LD50 herbisida campuran lebih kecil dari LD50-
harapan, maka campuran herbisida bersifat sinergis. Bila nilai LD50 sama dengan nilai
LD50harapan, maka campuran herbisida bersifat aditif, dan bila lebih besar maka
herbisida campuran bersifat antagonis. Metode MSM digunakan bila komponen
formulasi memiliki mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati, 2003).

2.13. Tujuan pengujian efikasi herbisida


Analisis dinyatakan dalam persamaan regresi linier probit (Y = aX + b) dari gabungan
herbisida. Nilai persen kerusakan gulma dinyatakan dalam bentuk transformasi nilai
probit (sebagai Y), sedangkan dosis herbisida dinyatakan dalam bentuk logaritmik dari
dosis (sebagai X). Persamaan linier yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai
LD50, yaitu dosis yang menyebabkan kemungkinan kematian 50% populasi gulma yang
diharapkan akibat aplikasi herbisida. Nilai LD 50 ini selanjutnya akan digunakan untuk
melakukan analisis. Formulasi matematika yang digunakan untuk menentukan nilai
harapan campuran, dinyatakan sebagai: P(A+B) = P(A) + P(B) – P(A)(B) dimana
P(A+B) adalah nilai persen kematian gulma dari herbisida campuran (Purwanti, 2003).

Dalam formulasi ini, P(A) adalah persen kematian gulma oleh herbisida A, P(B)
adalah persen kematian gulma akibat herbisida B, sedangkan P(A)(B) adalah hasil kali

16
persen kematian P(A) dengan P(B). Nilai LD50-harapan dapat diperoleh dari persamaan
P(A+B) = 50, dimana P(A) dan P(B) diperoleh dari persamaan garis probit Y = a + bX.
Kriteria sifat campuran dinilai dari perbandingan LD 50-percobaan campuran dan nilai
LD50-harapan campuran. Campuran bersifat sinergis apabila LD50-percobaan campuran
lebih kecil dari LD50-harapan campuran, jika sebaliknya maka campuran tersebut bersifat
antagonis. Sifat aditif terjadi apabila nilai LD 50-percobaan campuran sama dengan LD50-
harapan campuran.

Metode pencampuran herbisida tidak selalu menimbulkan reaksi yang positif. Setiap
bahan aktif yang terkandung dalam herbisida memiliki jenis formulasi, cara kerja, dan
spesifikasi jenis gulma yang berbeda. Reaksi campuran dapat bereaksi positif (efek
sinergis), yang berarti pencampuran herbisida dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
herbisida dalam mengendalikan gulma saasaran. Gejala negatif ditunjukkan dengan
reaksi antagonis pada gulma sasaran yakni berkurangnya daya mematikan gulma. Oleh
karena itu suatu campuran beberapa bahan aktif herbisida perlu diuji sifat aktivitasnya,
untuk mengetahui adanya aktivitas antagonisme herbisida.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan


yaitu:
1. jenis gulma dominan
2. tumbuhan budidaya utama
3. alternatif pengendalian yang tersedia
4. dampak ekonomi dan ekologi bagi inang predator dan parasitoid
5. Pengendalian gulma terpadu dapat dilakukan dengan cara:
6. Pelestarian tumbuhan liar berguna
7. eksplorasi musuh alami
8. aplikasi herbisida secara spesifik dan selektif

Secara langsung, gulma melakukan aktivitas kompetisi dengan tanaman pokok dalam
hal memperoleh air, cahaya matahari, dan utamanya unsur hara, sehingga tanaman pokok
akan kehilangan potensi hasil akibat kalah bersaing dengan gulma yang pertumbuhan dan
perakarannya relatif lebih baik. Tanggap atau respon beberapa jenis gulma terhadap herbisida
amat tergantung pada jenis herbisida yang digunakan itulah yang digolongkan kedalam
herbisida selektif atau non selektif (Jamilah, 2013). Herbisida berbahan aktif Pirazosulfuron
etil 10 % merupakan jenis herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh serta selektif untuk

17
pertanaman padi, bersifat sistemik artinya dapat bergerak dari daun dan bersama proses
metabolisme ikut kedalam jaringan tanaman sasaran. Herbisida jenis ini mampu
mengendalikan gulma berdaun lebar maupun teki-tekian (cyperaceae), serta beberapa gulma
berdaun sempit meski kadang cenderung kurang efektif (IUPAC, 2014).

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perlakuan herbisida sistemik memiliki reaksi yang lebih lambat namun tingkat
kerusakan yang diakibatkan lebih besar. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida
yang dialirkan atau ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan
herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian
tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung, sedangkan herbisida kontak
dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang terkena/kontak
langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak
dialirkan dalam tubuh gulma.

3.2. Saran
Saran yang dapat di berikan yaitu sebaiknya dalam proses praktikum ini yaitu sangat
perlu diperhatikan jenis gulma ada setiap media tanah yang digunakan agar lebih mudah
mengenali dan mengantisipasi pada saat pertumbuhan tanaman berlangsung.

1) Pengendalian gulma secara mekanis dan pemilihan pola tanam tumpangsari


sangat dianjurkan untuk usaha tani di lahan tersebut.
2) Perlu penelitian lanjutan terkait dengan jenis-jenis gulma yang dimungkinkan
masih mengalami dormansi, dan waktu tumbuh yang diperlukan dalam proses
perkecambahan propagul.
3) Penyemprotan gulma sebaiknya dilakukan lebih dari 7 hari sebelum tanam
tujuannya agar saat penanaman gulma telah terdekomposisi dengan lebih
sempurna.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.petrosida-gresik.com/id/produk/herbisida/seetop-525-sl> diakses pada 25


Juni 2022, Pukul 16.23 Wib.
Pusat Informasi Paraquat. 2006. The paraquat information center on behalf of syngenta
crop protection ag. <http://www.paraquat.com>. Diakses tanggal 25 Juni 2022. Pukul
16.35 Wib.
https://mplk.politanikoe.ac.id/index.php/> program-studi/38-manajemen-pertanian-
lahan-kering/topik-kuliah-praktek/perlindungan-tanaman/222-kalibrasi-alat-semprot-
dan-herbisida-bagian-2> diakses pada 26 Juni 2022, Pukul 16.38 wib
https://repositori.usu.ac.id/> bitstream/handle/123456789/27692/131000678.pdf?
sequence=1&isAllowed=y>> diakses tanggal 26 Juni 2022, Pukul 16.45 wib.
https://www.purotani.com/> 2019/08/see-top-525-sl-herbisida-sistemik.html>>diakses
tanggal 24 Juni 2022, pukul 17.00 wib
https://1001caramenanam.com/> tips-cara-menghitung-dosis-pestisida/>>diakses pada
tanggal 24 Juni 2022, pukul 17.23 wib.
https://youngnester.blogspot.com/> 2017/08/cara-menyemprot-rumput-yang-baik-
dan.html>>diakses pada 27 Juni 2022, pukul 16.42 wib
https://www.eonchemicals.com/> artikel/herbisida-sistemik-keunggulan-dan-cara-
penggunaannya-agar-lebih-efektif/>>diakses tanggal 27 Juni 2022, pukul 16.43 wib.
https://www.corteva.id/berita/> Pengelompokan-Herbisida-untuk-Mengendalikan-
Gulma.html>diakses tanggal 27 Juni 2022, Pukul 16.44 wib.

LAMPIRAN

20
21

Anda mungkin juga menyukai