PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Mengetahui efikasi herbisida kontak dan sistemik
1.3. Metodologi
Praktikum dilaksanakan di Lahan Jambu Kristal yang terletak di Wergonayan, Mirit,
Kebumen, pada 04 Juni 20222
- Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah herbisida Kontak (Santaquat), herbisida
sistemik(top) dan air. Alat-alat yang digunakan yaitu knapsack sprayer, gelas ukur, gelas
beker, stop watch/jam, pipet, ember, pasak bamboo, tali rafia dan alat tulis.
- Cara Kerja
1. Knapsack sprayer dikalibrasi terlebih dahulu dan digunakan volume
semprot 500 liter per hektar.
1
2. Knapsack sprayer diisi dengan air keran lalu dipompa dan disemprotkan
ke dalam gelas ukur dengan mengatur tinggi nozzle dan tekanan dalam
tangka dipertahankan tetap sampai waktu yang ditentukan.
3. Waktu yang diperlukan untuk penyemprotan dicatat dan debit dari nozzle
dihitung adri volume setelah disemprot selama t detik/ t detik = aml per
detik.
4. Tetntukan lebar efektif sprayer dengan pengaturan tinggi nozzle.
5. Tentukan luas lahan yang akan disemprot. Luas lahan (A) yang akan
disemprot dibagi dengan lebar efektif yang merupakan panjang lintasan
(s). parameter, l, A dan s digunakan untuk menentukan kecepatan jalan (v).
6. Herbisida sesuai ditakar dengan dosis dianjuran. Dosis yang digunakan
adalah parakuat 3 l/ha dan glifosat 6 l/ha.
7. Larutan herbisida dibuat dengan volume semprot 500liter per hektar.
8. Larutan herbisida dituamgkan ke dalam tangka secukupnya, kemudian
disemprotkan dengan ketentuan tinggii nozzle dan kecepatan jalan sesuai
dengan hasil kalibrasi sprayer.
9. Tingkat keracunan herbisida diamati dan ambil foto lahan yang disemprot
herbisida setiap hari selama 10 hari.
10. Memberikan skor gejala keracunan gulma berdasarkan pengamatandan
foto yang fiambil dengan pedoman EWRS.
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada
gulma atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi
karena herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat
mematikan jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup
atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel
terganggu gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak
akan mampu menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hara (Riadi, 2011)
Jelaskan mengenai herbisida yang saudara gunakan dalampraktikum uji efikasi herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada
gulma atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi
karena herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat
mematikan jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup
atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel
terganggu gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak
akan mampu menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hari (Riadi, 2011).
Pada percobaan yang dilakukan kali ini digunkan herbisida yaitu Santaquat dan SeeTop.
3
2.3. Kandungan Herbisida Paraquat Diklorida
Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan
bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Angka kematian akibat
toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan
belum adanya pengobatan yang efektif (Indika & Buckley, 2011).
Gambar 2. Paraquat diklorida (Sumber: Indika & Buckley, 2011)
4
Gambar 3. Tabel Sifat Fisik Dan Kimia Paraquat
Karakteristik dari paraquat adalah tidak dapat diserap oleh bagian tanaman yang tidak
hijau seperti batang dan akar serta tidak aktif di tanah. Ketidakaktifan tersebut
disebabkan adanya reaksi antara dua muatan ion positif pada paraquat dan ion negatif
mineral tanah sehingga molekul positif paraquat terabsorbsi kuat dengan lapisan tanah
5
dan tidak aktif lagi. Penetrasi paraquat terjadi melalui daun. Aplikasi paraquat akan lebih
efektif apabila ada sinar matahari karena reaksi keduanya akan menghasilkan hidrogen
peroksida yang merusak membran sel. Cara kerja paraquat yaitu menghambat proses
dalam fotosistem I, yaitu mengikat elektron bebas hasil fotosistem dan mengubahnya
menjadi elektron radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akan diikat oleh oksigen
membentuk superoksida yang bersifat sangat aktif. Superoksida tersebut mudah bereaksi
dengan komponen asam lemak tak jenuh dari membran sel, sehingga akan menyebabkan
rusaknya membran sel dan jaringan tanaman (Pusat Informasi Paraquat, 2006).
6
2.4. Dosis anjuran
Petunjuk Penggunaan :
Dosis Santaquat yang digunakan saat praktikum adalah 2,4 ml untuk luas lahan 8 m 2
dan setara dengan 3 l/ha. Dosis yang digunakan saat praktikum sudah sesuai dengan
dosis anjuran yang tertera pada label herbisida Santaquat tersebut.
7
ke seluruh jaringan tanaman tidak terkecuali yang berakar dalam dan
rizoma, yang membuat herbisida ini terkenal dengan pengendalian gulma
berspektrum luas (broad-spectrum weed control).
8
2.7. Kandungan Herbisida Iso Propil Anime Glifosat
Isopropilamina glifosat merupakan herbisida pasca tumbuh yang diformulasi dalam
bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun
sempit, berdaun lebar, dan teki-tekian serta mempunyai spektrum yang luas. Formula
herbisida komersial terdiri dari 48% IPA glifosat, 15% surfaktan POEA dan pelarut
berupa air.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula herbisida berbahan aktif IPA
glifosat, meningkatkan kinerja produk herbisida berbahan aktif IPA glifosat melalui
proses sonikasi dan menganalisis efektivitas produk herbisida hasil formulasi di rumah
kaca terhadap gulma ilalang. Dalam penelitian formulasi herbisida IPA glifosat
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktornya adalah konsentrasi
surfaktan DEA (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%).
Pada penelitian menggunakan proses sonikasi dari formula terbaik pada tahapan
penelitian sebelumnya menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
faktor 1 adalah lama proses sonikasi (0, 30, 60, 90 menit) dan faktor 2 adalah
amplitudo gelombang ultrasonik (20, 30, 40%). Dalam menguji efektivitas herbisida
pada gulma, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
9
Faktorial dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah jenis herbisida (herbisida sebelum sonikasi,
herbisida setelah sonikasi, herbisida komersial) dan faktor 2 adalah dosis (2, 4, 6 l/ha).
Warna Kuning.
Ukuran Kemasan 250 ml, 400 ml, 1 liter, 5 liter dan 20 liter.
10
2.8. Dosis Anjuran
2.8. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menaplikasikan sesuatu
pestisida antara lain:
1. Dosis herbisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan sasaran tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam
satu aplikasi atau lebih (Djojosumarto, 2008). Herbisida yang digunakan harus dihitung
dosisnya disesuaikan dengan jumlah gulmanya. Apabila dosis yang digunkan tidak
sesuai anjuran, maka dapat menimbulkan dampak negative terhadap tanaman yang
dibudidayakan. Dosis herbisida yang disemprotkan dalam satu liter air (atau bahan
pengencer lainnya) untuk mengendalikan sasaran tertentu harus dihitung sebelum
diaplikasikan.
2. Debit Nossel
Debit nossel juga harus dihitung dengan tujuan agar kita tahu berapa jumlah herbisida
yang harus digunakan digunakan untuk menyemprot sasaran tertentu per satuan luas atau
per satuan individu tanaman dan supaya herbisida juga dapat tersebar merata.
11
3. Kecepatan Jalan
Pada saat melakukan penyemprotan kecepatan jalan harus konstan. Kecepatan jalan
operator sangat mempengaruhi aplikasi herbisida karena dalam pelaksanaan di lapangan
sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi areal, penghalang seperti parit dan batang
melintang. Kecepatan jalan harus dihitung agar saat melakukan penyemprotan herbisida
dapat mengenai gulma yang ada secara merata.
Skoring Herbisida
5.5
5 5 5 5
4.5
4 4
3
2
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hari pengamatan ke-
12
Herbisida Santaquat merupakan herbisida berbahan aktif paraquat yang memiliki sifat
kontak sehingga dari grafik dapat dilihat reaksi kerusakan dapat dilihat dengan cepat.
Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang
terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan
atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida
akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut. Oleh sebab itu, herbisida kontak umumnya
diaplikasikan dengan volume semprot tinggi sehingga seluruh permukaan gulma dapat
terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang baik bila diaplikasikan pada gulma yang
memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah. Menurut Muktamar (2004) cit. Murti et al.,
(2016), parakuat merupakan herbisida kontak dan bila molekul herbisida ini terkena sinar
matahari setelah berpenetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau maka molekul ini
akan bereaksi menghasilkan molekul hidrogen peroksida. Parakuat diklorida bekerja dalam
sistem membran fotosintesis yang disebut Fotosistem I, yang menghasilkan elektron bebas
untuk menjalankan proses fotosintesis (Sarbino dan Syahputra, 2012). Herbisida parakuat
diklorida mampu memperbaiki sifat kimia tanah, meningkatkan persentase pengendalian
gulma, menurunkan bobot kering gulma dan meningkatkan komponen hasil tanaman ubi
kayu (Adnan et al., 2012).
2.10. pengaruh jenis herbisida kontak dan sistemik terhadap hasil percobaan
terkait
Berdasarkan hasil dari percobaan perlakuan herbisida sistemik yaitu herbisida
Glifosat bersifat sistemik non-selektif, mengakibatkan kerusakan pada gulma lebih parah
dari pada herbisida kontak yaitu paraquat. Namun, untuk herbisida siteik sendiri
pengaruh yang diakibatkan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat dilihat
hasilnya dibandingkan denagn hebisida kontak. Hebisida sitemik ini membutuhkan
waktu yang lama untuk terlihat hasilny karena cara kerja yang harus ditranslokasikan
dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan
menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif
berlangsung. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan translokasi tersebut hingga
merata ke bagian-bagian gulma tetu saja memerlukan waktu yang lama. Berbeda dengan
cara kerja herbisida kontak yang langsung memberikan efek setelah aplikasi. Herbisida
kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang
terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak
13
ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma
yang terkena herbisida akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut.
Penggunaan herbisida merupakan salah satu metode pengendalian gulma yang saat ini
banyak dilakukan sebagai akibat berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian.
Beberapa alasan yang mendasari penggunaan herbisida antara lain hemat tenaga kerja,
waktu pengendalian relatif singkat, dapat mencegah kerusakan akar, mengurangi resiko
erosi lapisan tanah dibandingkan dengan penyiangan manual (Singh et al., 2005). Namun
demikian, penggunaan herbisida harus memenuhi konsep tepat, baik tepat jenis, tepat
dosis, tepat waktu, dan tepat sasaran. Untuk mendapatkan hasil pengendalian gulma
yang efektif harus dilakukan pemilihan jenis ataupun formulasi herbisida yang tepat
sesuai dengan komposisi gulma di lapangan. Pengujian lapangan terhadap formulasi
herbisida baru, sangat diperlukan untuk mengetahui efektivitasnya dalam mengendalikan
gulma di lapangan. Untuk itu, penelitian-penelitian diarahkan untuk menemukan
herbisida formulasi baru yang efektif, efisien dan aman bagi lingkungan. Pemilihan
herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma merupakan suatu halyang sangat
penting. Pemilihan dilakukan dengan memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap
gulma dan ada tidaknya titotoksisitas pada tanaman.
2.11. hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis herbisida di dalam
aplikasi di lapangan
Menurut Tri (2013), hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan
herbisida adalah jenis, takaran dan waktu aplikasi harus tepat agar tidak merugikan
tanaman yang diusahakan karena herbisida mempunyal spesifikasi daya kerja yang
berbeda. Penyemprotan herbisida berbahan aktif Imazethapyr dan Sulfentrazone satu kali
dengan cara yang benar dapat mencegah kehilangan hasil 0,15-0,52 t/ha. Namun
pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum dapat menyamai cara rekomendasi
penyiangan dua kali. Penyemprotan herbisida paraquat sebelum tanam dapat menekan
gulma cukup efektif tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum menyamai
cara penyiangan manual dua kali.
Salah satu hal yang harus dicermati dalam pencampuran herbisida adalah apakah
campuran tersebut bersifat antagonis atau tidak. Jika campuran herbisida tersebut
bersifat antagonis, maka pengendalian gulma dengan herbisida campuran tersebut tidak
akan efektif. Sifat aktivitas suatu campuran herbisida ditentukan oleh jenis formulasi,
14
cara kerja dan jenis-jenis gulma yang dikendalikan. Pencampuran beberapa jenis
herbisida dapat mempengaruhi toksisitas masing-masing komponen bahan aktif
herbisida. Interaksi herbisida campuran dapat berupa interaksi sinergis dan interaksi
antagonis. Interaksi sinergis terjadi apabila beberapa campuran herbisida akan
menimbulkan efek normal atau bahkan meningkatkan pengaruh herbisida, sedangkan
interaksi antagonis terjadi apabila campuran beberapa bahan aktif dalam herbisida akan
menurunkan pengaruh terhadap gulma sasaran. Interaksi antagonis dapat menimbulkan
mekanisme yang berbeda pada gulma sasaran.
Pengujian sifat campuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu ADM
(Additive Dose Model) dan MSM (Multiplicative Survival Model). Metode ADM
digunakan apabila komponen formulasi campuran herbisida memiliki mode of action
(cara kerja) atau golongan yang sama, sedangkan metode MSM digunakan bila
komponen formulasi memiliki mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati,
2003). Metode tersebut selanjutnya menjadi dasar model ADM dan digunakan bila dua
herbisida dari kelompok bahan kimia dan mode of action sama dicampurkan.
15
Gambar 7. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan
Dalam formulasi ini, P(A) adalah persen kematian gulma oleh herbisida A, P(B)
adalah persen kematian gulma akibat herbisida B, sedangkan P(A)(B) adalah hasil kali
16
persen kematian P(A) dengan P(B). Nilai LD50-harapan dapat diperoleh dari persamaan
P(A+B) = 50, dimana P(A) dan P(B) diperoleh dari persamaan garis probit Y = a + bX.
Kriteria sifat campuran dinilai dari perbandingan LD 50-percobaan campuran dan nilai
LD50-harapan campuran. Campuran bersifat sinergis apabila LD50-percobaan campuran
lebih kecil dari LD50-harapan campuran, jika sebaliknya maka campuran tersebut bersifat
antagonis. Sifat aditif terjadi apabila nilai LD 50-percobaan campuran sama dengan LD50-
harapan campuran.
Metode pencampuran herbisida tidak selalu menimbulkan reaksi yang positif. Setiap
bahan aktif yang terkandung dalam herbisida memiliki jenis formulasi, cara kerja, dan
spesifikasi jenis gulma yang berbeda. Reaksi campuran dapat bereaksi positif (efek
sinergis), yang berarti pencampuran herbisida dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
herbisida dalam mengendalikan gulma saasaran. Gejala negatif ditunjukkan dengan
reaksi antagonis pada gulma sasaran yakni berkurangnya daya mematikan gulma. Oleh
karena itu suatu campuran beberapa bahan aktif herbisida perlu diuji sifat aktivitasnya,
untuk mengetahui adanya aktivitas antagonisme herbisida.
Secara langsung, gulma melakukan aktivitas kompetisi dengan tanaman pokok dalam
hal memperoleh air, cahaya matahari, dan utamanya unsur hara, sehingga tanaman pokok
akan kehilangan potensi hasil akibat kalah bersaing dengan gulma yang pertumbuhan dan
perakarannya relatif lebih baik. Tanggap atau respon beberapa jenis gulma terhadap herbisida
amat tergantung pada jenis herbisida yang digunakan itulah yang digolongkan kedalam
herbisida selektif atau non selektif (Jamilah, 2013). Herbisida berbahan aktif Pirazosulfuron
etil 10 % merupakan jenis herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh serta selektif untuk
17
pertanaman padi, bersifat sistemik artinya dapat bergerak dari daun dan bersama proses
metabolisme ikut kedalam jaringan tanaman sasaran. Herbisida jenis ini mampu
mengendalikan gulma berdaun lebar maupun teki-tekian (cyperaceae), serta beberapa gulma
berdaun sempit meski kadang cenderung kurang efektif (IUPAC, 2014).
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perlakuan herbisida sistemik memiliki reaksi yang lebih lambat namun tingkat
kerusakan yang diakibatkan lebih besar. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida
yang dialirkan atau ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan
herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian
tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung, sedangkan herbisida kontak
dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang terkena/kontak
langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak
dialirkan dalam tubuh gulma.
3.2. Saran
Saran yang dapat di berikan yaitu sebaiknya dalam proses praktikum ini yaitu sangat
perlu diperhatikan jenis gulma ada setiap media tanah yang digunakan agar lebih mudah
mengenali dan mengantisipasi pada saat pertumbuhan tanaman berlangsung.
19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
20
21