Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

Berbicara tentang angka kesakitan maka tidak kita pungkiri bahwa penyakit infeksi masih merupakan
ancaman yang dapat mempengaruhi produktivitas masyarakat. Di Indonesia, penyakit yang merupakan
salah satu penyakit infeksi endemis adalah Demam Tifoid dengan angka kejadian termasuk yang
tertinggi, yaitu antara 358- 810/100.000 penduduk/tahun. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi
yaitu bakteri enterik gram negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia, dan bersifat
patogen pada manusia (Nurtjahjani, 2007). Penyakit ini mudah berpindah dari satu orang ke orang lain
yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini
terdapat pada feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan secara
tidak langsung melalui makanan atau minuman (Djauzi, 2005; Easmon, 2005, Vollard 2007). Penyakit ini
disebarkan melalui jalur fecal-oral dan hanya menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella
typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah
menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya.
Individu yang mengekskresi bakteri ini dalam tinjanya untuk jangka waktu yang bervariasi disebut
sebagai karier konvalesen, biasanya dalam bulan ketiga penderita tidak lagi mengekskresi
mikroorganisme tersebut. Individu yang mengekskresi Salmonella typhi selama setahun atau lebih
disebut karier kronis. Antara 1 – 5% dari pasien yang mengalami infeksi akut akan menjadi karier yang
kronis. Hal ini tergantung pada umur, jenis kelamin dan perawatannya. Karier kronis pada umumnya
terjadi pada wanita dan penderita dengan usia di atas 50 tahun (Spicer, 2000; Mansjoer, 2001; WHO,
2003; Medicine Team, 2005). Brusch (2006) mengatakan beberapa penelitian di seluruh dunia
menemukan bahwa laki-laki lebih sering terkena demam tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja dan
makan di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan tubuh,
wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat atau mendapat komplikasi dari demam
tifoid. Salah satu teori yang menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke dalam
sel-sel hati, maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat karena menangani dua hal
sekaligus. Demam tifoid adalah salah Demam tifoid adalah salah satu penyakit yang sangat penting di
beberapa negara berkembang. Penyakit ini terjadi dan penyebarannya tidak bergantung pada iklim.
Menurut data WHO (2003), di Indonesia rata-rata terjadi kasus demam tifoid 900.000 per tahun dengan
angka kematian lebih dari 20.000 dan lebih dari 91 % menyerang anak dengan usia 3 – 19 tahun

Sifat fisiologis S. typhi .S. typhi adalah bakteri yang berdasarkan kebutuhan oksigen bersifat fakultatif
anaerob, membutuhkan suhu optimal 37'C untuk pertumbuhannya, memfermentasikan D-glukosa
menghasilkan asam tetapi tidak membentuk gas, oksidase negatip, katalase positip, tidak memproduksi
indol karena tidak menghasilkan enzim tryptophanase yang dapat memecah tryptophan menjadi indol,
methyl red (NIIR.) positip menunjukkan bahwa fermentasi glukosa menghasilkan sejumlah asam yang
terakumulasi di dalam medium sehingga menyebabkan pH medium menjadi asam (pH=4,2), dengan
penambahan indikator metyl red maka warna medium menjadi merah. Voges-Proskauer(VP) negatip,
citrat negatip, menghasilkan H2S yang dapat ditunjukkan pada media TSIA (Triple Sugar lron Agar).
Bakteri menghasilkan H2S yang merupakan produk hasil reduksi dari asam amino yang mengandung
sulfur, H2S yang dihasilkan akan bereaksi dengan garam Fe dalam media yang kemudian
menjadisenyawa FeS berwarna hitam yang mengendap dalam media. Urease negatip, nitrat direduksi
menjadi nitrit, lysin dan ornithin dekarboksilase positip, laktosa, sukrosa, salisin dan inositol tidak
difermentasi, Uji ONPG negatip karena tidak menghasikan enzim betha galaktosidase sehingga bakteri
tidak dapat memfermentasikan laktosa, oleh karena itu strain bakteri S.typhi termasuk anggota familia
enterobacteriaceae yang bersifat tidak memfermentasikan laktosa (non lactosa fermenter ), IiPase dan
deoksiribonuklease tidak diproduksi ( Brenner, et al.1984; Koneman, et al. 1992; Talaro et a|.,2002).

Patogenitas S. typhi

Demam typoid adalah penYakit demam akut yang disebabkan oleh bakteri S. typhi. Penyakit ini khusus
menyerang manusia, bakteri ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh
kotoran atau tinja dari seseorang pengidap atau penderita demam typoid. Bakteri S.typhi masuk melalui
mulut dan hanyut ke saluran pencernaan. Apabila bakteri masuk ke dalam tubuh manusia, tubuh akan
berusaha untuk mengeliminasinya. Tetapi bila bakteri dapat bertahan dan jumlah yang masuk cukup
banyak, maka bakteri akan berhasil mencapai usus halus dan berusaha masuk ke dalam tubuh yang
akhirnya dapat merangsang sel darah putih untuk menghasilkan interleukin dan merangsang terjadinya
gejala demam, perasaan lemah, sakit kepala, nafsu makan berkurang, sakit perut, gangguan buang air
besar serta gejala lainnya. Gejala klinik penyakit ini adalah demam tinggi pada minggu ke 2 dan ke 3,
biasanya dalam 4 minggu gejala tersebut telah hilang, meskipun kadang-kadang bertambah lebih lama.
Gejala yang lain yang sering ditemukan adalah anoreksia, malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk,
bradikardia (slow heart rate) dan konstipasi. Selain itu dapat dijumpai adanya pembesaran hati dan
limpa, bintik rose sekitar umbilicus yang kemudian diikuti terjadinya ulserasi pada Peyer patches pada
daerah ilium, yang kemudian diikuti terjadinya perdarahan kerena terjadi perforasi. Masa inkubasi
demam tipoid umumnya l-3 minggu, tetapi bisa lebih singkat yaitu 3 hari atau lebih lama sampai dengan
3 bulan, waktu inkubasi sangat tergantung pada kuantitas bakteri dan host factor serta karakteristik
strain bakteri yang menginfeksi. (Maier, et al., 2000; Anonimous, 2001). Dosis infektif rata-rata bagi
manusia cukup 106 organisme untuk menimbulkan infeksi klinik atau sub klinik. Pada manusia S. typhi
dapat menimbulkan demam enterik, bakterimia dengan lesi lokal dan enterokolitis. Untuk diagnosis
laboratorium antua lain dengan cara bakteriologik, serologi dan molekuler. Menurut Hatta et al.(2007)
polymerase chain reaction (PCR) menggunakan satu pasang primer gen flagelin dapat digunakan untuk
identifikasi keberadaan S.typhi di dalam darah, urin dan feses, adapun sampel untuk identifikasi bakteri
dapat berupa darah, urin, feses, sumsum tulang belakang. Menurut Talaro et al.(2002\ bahwa untuk
identifikasi strain bakteri anggota familia Enterobacteriaceae dapat dilakukan serangkaian uji biokimia
IMViC (indol, metyl red, Voges Proskauer, citrat).

GAMBARAN KLINIK Masa Inkubasi Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10- 12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :  anoreksia 
rasa malas  sakit kepala bagian depan  nyeri otot  lidah kotor  gangguan perut (perut kembung dan
sakit) Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas) Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis
kerja pun bisa langsung ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut. -
Minggu Pertama (awal terinfeksi) Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu
setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis
kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir
minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan
ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan
tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan
menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.
Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan
tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna.
Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4
mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan
memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi
teraba dan abdomen mengalami distensi. -Minggu Kedua Jika pada minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat
pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam
keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala
toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan
tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap
akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan
kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain. - Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa
komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala- gejala akan berkurang dan temperatur
mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung
untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana
toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot
bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps.
Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini
menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan
kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu
ketiga. -Minggu keempat Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan
dengan : -Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan
keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella. Gambaran darah juga dapat
membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang
relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi
lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.
Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan
terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak
khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit
kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak
sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat
kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman
hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh
manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.
-Kultur Gal Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari specimen yang
berasal dari darah penderita. Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama
timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang
belum mendapat terapi antibiotic. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and
minggu ke-4 hanya 10-15%. -Tes Widal Penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H
dalam darah (antigen O muncul pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul pada hari ke 10-12.
Pemeriksaan Widal memberikan hasil negatif sampai 30% dari sampel biakan positif penyakit tifus,
sehingga hasil tes Widal negatif bukan berarti dapat dipastikan tidak terjadi infeksi. Pemeriksaan tunggal
penyakit tifus dengan tes Widal kurang baik karena akan memberikan hasil positif bila terjadi : *Infeksi
berulang karena bakteri Salmonella lainnya *Imunisasi penyakit tifus sebelumnya *Infeksi lainnya seperti
malaria dan lainlain Pemeriksaan Kultur Gal sensitivitasnya rendah, dan hasilnya memerlukan waktu
berhari-hari, sedangkan pemeriksaan Widal tunggal memberikan hasil yang kurang bermakna untuk
mendeteksi penyakit tifus. -Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TubexRTF sebagai
solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, praktis untuk mendeteksi penyebab demam akibat infeksi
bakteri Salmonella typhi. Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TubexRTF dilakukan
untuk mendeteksi antibody terhadap antigen lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik terhadap bakteri
Salmonella typhi. Tes Ig M Anti Salmonella memiliki beberapa kelebihan: *Deteksi infeksi akut lebih dini
dan sensitive, karena antibodi IgM muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam
(sensitivitas > 95%). *Lebih spesifik mendeteksi bakteri Salmonella typhi dibandingkan dengan
pemeriksaan Widal, sehingga mampu membedakan secara tepat berbagai infeksi dengan gejala klinis
demam (spesifisitas > 93%). *Memberikan gambaran diagnosis yang lebih pasti karena tidak hanya
sekedar hasil positif dan negatif saja, tetapi juga dapat menentukan tingkat fase akut infeksi. *Diagnosis
lebih cepat, sehingga keputusan pengobatan dapat segera diberikan. *Hanya memerlukan pemeriksaan
tunggal dengan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan Widal serta sudah diuji di beberapa daerah
endemic penyakit tifus.

Anda mungkin juga menyukai