TUGAS AKHIR
Diajukan oleh:
AFRIZAL WAHIDDIN
NIT. 30318028
PROGRAM STUDI D3 LALU LINTAS UDARA
POLITEKNIK PENERBANGAN
SURABAYA
2021
PERLUNYA ATS ROUTE ANTARA PKN VOR DAN POIN SUMDI
DALAM RANGKA OPTIMALISASI PEMBERIAN PELAYANAN LALU
LINTAS PENERBANGAN DI PANGKALAN BUN CONTROL ZONE
(CTR) DAN TERMINAL CONTROL AREA (TMA)
TUGAS AKHIR
Diajukan oleh:
AFRIZAL WAHIDDIN
NIT. 30318028
Diajukan oleh:
AFRIZAL WAHIDDIN
NIT.30318028
Panitia Penguji:
i
ABSTRAK
Oleh :
ATS route adalah sebuah rute khusus yang dirancang untuk memfasilitasi
arus lalu lintas penerbangan sebagaimana yang diperlukan dalam pemberian
pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan. Dengan adanya ATS route
keberadaan jalur penerbangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk diatur.
Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan tentang perlunya
ATS route Pangkalan Bun menuju semarang dan Surabaya dalam rangka
optimalisasi pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan di Pangkalan Bun
Control Zone (CTR) dan Terminal Control Area (TMA).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ATS route antara Pangkalan Bun,
Surabaya dan Semarang sering terjadi konflik maka ATS route tersebut diperlukan
untuk memudahkan pemandu lalu lintas penerbangan dalam memberikan
pelayanan sehingga pelayanan lalu lintas penerbangan di Pangkalan Bun CTR dan
TMA bisa lebih optimal.
ii
Kata kunci: ATS Route,PangkalanBun,Semarang,Surabaya,optimalisasi
iii
ABSTRACT
THE NEED OF ATS ROUTE BETWEEN PKN VOR AND SUMDI POIN
IN ORDER TO OPTIMALIZE THE AIR TRAFFIC SEVICE ON
PANGKALAN BUN CONTROL ZONE (CTR) AND TERMINAL CONTROL
AREA (TMA)
Written by:
AFRIZAL WAHIDDIN S TENGKU IDRIS
ATS route is a specified route designed for channelling the flow of traffic as
necessary for the provision of air traffic services. With ATS route the flight path
will be more organized and easier to manage.
This paper aims to examine the need for ATS routes between PKN VOR and
SUMDI point in order to optimize the delivery of air traffic services in Pangkalan
Bun Control Zone (CTR) and Terminal Control Area (TMA).
The analysis method used in this study is descriptive qualitative where the
value of variables si studied in order to answer the question using existing data.
The result of the research indicates that ATS route between PKN VOR and
SUMDI points is needed to facilitate air traffic controller in giving service so that
air traffic service at Pangkalan Bun CTR and TMA can become more optimal.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul
“PERLUNYA ATS ROUTE ANTARA PKN VOR DAN POIN SUMDI
DALAM RANGKA OPTIMALISASI PEMBERIAN PELAYANAN LALU
LINTAS PENERBANGAN DI PANGKALAN BUN CONTROL ZONE
(CTR) DAN TERMINAL CONTROL AREA (TMA)” dengan baik dan tepat
waktu. Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan Program Studi Diploma III Lalu Lintas Udara di Politeknik
Penerbangan Surabaya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir
ini, terutama kepada:
1. Orang Tua penulis yang senantiasa memberikan doa dan dukungan kepada
penulis.
2. Bapak M.Andra Aditiyawarman, S.T.,M.T. selaku Direktur Politeknik
Penerbangan Surabaya.
3. Meita Maharani, M.Pd selaku Ketua Program Studi Keselamatan
Penerbangan Politeknik Penerbangan Surabaya.
4. Bapak Imam Sonhaji, S.ST, MM selaku pembimbing materi.
5. Bapak Dhani Chandra selaku pembimbing TA
6. Bapak Abdul Mu’ti Sazali S.Pd, MBA selaku pembimbing penulisan.
7. Seluruh Dosen dan Instruktur Program Studi Lalu Lintas Udara Angkatan
XI Alpha dan Bravo.
8. Seluruh staf dan ATC Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun.
9. Teman-teman dari Diploma III Lalu Lintas Udara Angkatan VII Alpha dan
Bravo yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat
v
membangun agar dalam penulisan selanjutnya dapat menjadi lebih baik lagi. Atas
saran dan kritiknya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta
dunia penerbangan di Indonesia.
Surabaya, 2021
Penulis
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
navigasi penerbangan sebagai combine unit antara Aerodrome Control Tower
(ADC) dan Approach Procedural Service (APP) yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan dengan melaksanakan kegiatan pengendalian dan
pengawasan keselamatan penerbangan di wilayah udara Iskandar Aerodrome
Traffic Zone, Pangkalan Bun Control Center (CTR), dan Pangkalan Bun
Terminal Control Area (TMA) sesuai dengan AIP Indonesia Vol III
Amandemen 33 tahun 2012 (Royhan, 2020).
Airspace atau ruang udara Pangkalan Bun telah memiliki beberapa jalur
penerbangan tetap. Jalur penerbangan yang dimaksud ialah sebuah jalur garis
imajiner di udara berdasarkan frekuensi radio navigasi yang memiliki sudut
tertentu yang telah ditetapkan dari pusat peralatan navigasi. Jalur penerbangan
berfungsi untuk menjadi panduan jalur yang akan diikuti pesawat di udara
sehingga pesawat dapat sampai pada tujuannya. Dalam dunia penerbangan jalur
penerbangan lebih dikenal sebagai Air Traffic Service (ATS) route.(kode ICAO:
WAGI) (Royhan, 2020 Standard Operating Procedures).
International Civil Aviation Organization (ICAO) Doc. 4444 Air
Traffic Management Chapter 1 menyebutkan bahwa ATS route adalah sebuah
rute khusus yang dirancang untuk memfasilitasi arus lalu lintas penerbangan
2
sebagaimana yang diperlukan dalam pemberian pelayanan pemanduan lalu
lintas penerbangan.(ICAO)(Doc. 4444 Air Traffic Management Chapter 1).
Ruang udara Pangkalan Bun TMA telah memiliki ATS route yang
terhubung dengan PKN VOR yang masing-masing memiliki Standard
Instrumen Departure(SID) dan Standard Instrumen Arrival (STAR) untuk
dapat mengakomodasi penerbangan yang ada yang berjumlah 26 penerbangan
terjadwal setiap harinya dan 30 penerbangan terjadwal pada hari Rabu, Jumat,
dan Sabtu. Akan tetapi masih terdapat jalur penerbangan yang menggunakan
instruksi direct, salah satunya adalah jalur penerbangan terjadwal menuju
Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang menggunakan instruksi direct
poin SUMDI, padahal jumlah penerbangan terjadwal dari dan menuju
Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang melalui poin SUMDI merupakan
jalur udara paling padat dengan jumlah 10 penerbangan terjadwal per hari
3
dari total 30 penerbangan terjadwal yang ada di Bandar Udara Iskandar.
(kode ICAO: WAGI) (LPPNPI KCP Pangkalan Bun, 2020. Standard
Operating Procedures)
Tabel 1.1 Ringkasan rute penerbangan terjadwal di Bandar Udara Iskandar
Rute dari/ Frekuensi ATS
SID/STAR
menuju per hari route
Jakarta 4 TAVIP 1A,1B/ 1C,1D W15N
Semarang 10 - -
Sampit 2 PALANGKARAYA 1A,1B/ 1C,1D W15N
Palangkaraya 2 PALANGKARAYA 1A,1B/ 1C,1D W15N
Surabaya 4 - -
Gambar 1.3 Rute penerbangan terjadwal yang terdapat di Bandar Udara Iskandar
Sumber: SOP Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun, 2020
Keterangan:
ATS route
Rute penerbangan yang telah memiliki ATS route
4
Rute penerbangan yang belum memiliki ATS route (direct)
5
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis melakukan penelitian
untuk tugas akhir dengan judul : “PERLUNYA ATS ROUTE ANTARA
PKN VOR DAN POIN SUMDI DALAM RANGKA OPTIMALISASI
PEMBERIAN PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN DI
PANGKALAN BUN CONTROL ZONE (CTR) DAN TERMINAL
CONTROL AREA (TMA)”
6
yang bertugas di perum LPPNPI KCP PangkalanBun pada saat bertugas,
Penelitian mengambil referensi data ini dilakukan pada bulan desmber 2020
1. Manfaat Teoritis
7
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai Perlunya ATS route antara PKN VOR dan Poin Sumdi dalam
rangka optimalisasi pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan di
Pangkalan Bun Control Zone (CTR) dan Terminal Control Area (TMA, serta
juga diharapkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara
teoritis dipelajari di bangku perkuliahan.
2. Manfaat Praktis
8
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Teori
Bab ini menerangkan tentang kerangka pemikiran permasalahan
yang ada dan disesuaikan dengan kajian teori yang mendukung
sesuai dengan aturan dan dokumen penerbangan.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai metode yang dipakai oleh penulis
yaitu metode penelitian deskriptif kualitatif dengan beberapa
metodenya adalah pengumpulan data, observasi, wawancara,
studi kepustakaan, menentukan objek penelitian, flow chart,
metode analisa data, serta lokasi dan waktu penelitian.
Bab IV : Analisa dan Pemecahan Masalah
Pada bab ini penulis memaparkan analisa permasalahan dan
memberikan alternatif pemecahan masalah berdasarkan hasil
pengumpulan data dan penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini penulis memaparkan kesimpulan dari hasil analisa
yang penulis lakukan disertai saran dari penulis.
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
10
ATS route adalah rute yang ditunjuk untuk menyalurkan arus lalu
lintas yang diperlukan untuk penyediaan layanan lalu lintas udara. Ini
termasuk rute jet, rute navigasi area (RNAV), dan rute kedatangan dan
keberangkatan. Rute dapat ditentukan dengan penunjuk; jalur ke dan dari
titik-titik penting, jarak antara titik-titik penting; persyaratan
pelaporan; dan ketinggian aman terendah .(Kresna, 2019).
2.1.2 ICAO Annex 11 Air Traffic Services 13th Edition Chapter 2 Point 2.2
dan DGCA CASR Part 170 Point 170.002
Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa tugas dari pelayanan
lalu lintas penerbangan adalah:
1. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara di udara ;
2. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara atau pesawat
udara dengan halangan (obstruction) di manoeuvring area;
3. Memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas
penerbangan;
4. Memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk
keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan
5. Memberikan notifikasi (informasi) kepada organisasi terkait
untuk bantuan pencarian dan pertolongan (search and rescue) dan
membantu organisasi tersebut bila diperlukan.
11
2.1.3 ICAO Annex 11 Air Traffic Services 13th Edition Chapter 2 Point
2.3 dan DGCA CASR Part 170 Point 170.003
Approach control service: pelayanan pengendalian lalu lintas
penerbangan untuk penerbangan yang terkait dengan kedatangan atau
keberangkatan,
a) Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara di udara dan
b) Memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas
penerbangan.
12
dibangun berdekatan dengan DME. Versi terbaru dari VOR adalah
DVOR yang memberikan sinyal lebih berkualitas disbanding dengan
versi terdahulunya. (Ade Patra Mangko. 2013)
13
1. Pangkalan Bun Terminal Control Area ( TMA )
Pangkalan Bun TMA merupakan ruang udara Kelas B
dengan vertical limitAlt 040 s/d FL 245. Ruang udara Kelas B
adalah ruang udara dimana penerbangan yang diizinkan adalah
IFR flight dan VFR flight. Semua flight diberikan pelayanan
ATC services dan harus ada separasi diantaranya:
Controlling Unit : Pangkalan Bun Approach Control Unit
(APP)(Combined with Tower)
Callsign : Iskandar Tower
Frequency : 122,2 Mhz
Operating Hours : 23.00-10.00 UTC
Airspace Limitation
Lateral Limit : 00 41 28 S 112 07 59 E 03 00 S110 22 59
E 04 57 21.69 S 110 23 E 04 57 21.69 S 112
47 37.7 E 03 58 S 113 08 30 E 02 20 57 S
113 27 22 E 00 55 39 S 113 27 21 E
Vertical Limit : 4000 ft/ FL 245
Airspace Class :B
2. Pangkalan Bun Control Zone ( CTR )
Ruang udara kelas C adalah ruang udara dimana
penerbangan yang diizinkan VFR dan IFR, antara pesawat
terbang harus diberikan separasi /pemisahan, kecuali antara
VFR dan VFR hanya diberikan informasi.
Controlling Unit : Pangkalan Bun Approach Control Unit
(APP) (Combined with Tower)
Callsign : Iskandar Tower
Frequency : 122,2 Mhz
Operating Hours : 23.00-10.00 UTC
Airspace Limitation
14
Lateral Limit : A circle with radius of 30 NM centerered at
PKN VOR/
DME(00°50’27.24”N127°22’28.10”E)
Vertical Limit : SFC/ 4.000 ft
Airspace Class :C
3. Aerodrome Traffic Zone ( ATZ )
Lateral Limit : A circle with radius of 10 NM centered at
“PKN” VOR/ DME.
Vertical Limit : SFC / 4.000 FT
Airspace Class :C
(AIP Indonesia Vol III amandemen 33 tahun 2012)
2.1.8 Separasi
1. ICAO Doc. 9689 Airspace Planning Methodology for the
Determination of Separation Minima 1st Edition Chapter 1 Point
1.1
Separasi adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan tindakan dalam pelayanan lalu lintas penerbangan
(ATS) untuk menjaga agar pesawat udara yang beroperasi pada area
yang sama berada pada jarak yang jauh antara satu sama lain sehingga
risiko kemungkinan terjadinya tabrakan dapat berada pada tingkat yang
rendah. Separasi dapat diterapkan baik secara horizontal dan vertikal.
Pemisahan pada bidang horizontal dapat dicapai secara longitudinal
(dengan menjauhkan pesawat yang berada dibelakang pesawat yang
lain pada jarak tertentu, yang dapat dilaksanakan dengan penyesuaian
waktu terbang) atau secara lateral (dengan mensejajarkan pesawat
terbang berdampingan pada jarak yang ditentukan antara satu sama lain,
atau dengan menentukan lebar wilayah udara yang terlindungi di kedua
sisi garis tengah sebuah ATS route). Separasi vertikal dicapai dengan
meminta pesawat terbang menggunakan prosedur pengaturan altimeter
yang ditentukan untuk beroperasi pada ketinggian yang berbeda.
15
2. ICAO Annex 11 Air Traffic Services 13th Edition Chapter 3
Point 3.3.5 dan DGCA CASR Part 170 Point 170.033
Separasi oleh unit pengendali lalu lintas penerbangan harus
dilakukan dengan melakukan setidaknya salah satu dari separasi
berikut:
a) separasi vertikal, diperoleh dengan menetapkan ketinggian yang
berbeda berdasarkan:
1) Ketinggian pada saat jelajah (cruising), seperti yang
terdapat pada Annex 2 appendix 3, CASR 91;
2) Ketinggian yang dimodifikasi, seperti yang dijelaskan pada
Annex 2 Appendix 3 untuk ketinggian diatas FL 410, jika
tidak ada hubungan antara ketinggian dan track sebaiknya
tidak diberlakukan, terkecuali yang telah dijelaskan dalam
AIP atau dalam ATC clearance;
b) separasi horizontal, diperoleh dengan memberikan:
1) separasi longitudinal, dengan mempertahankan selang
waktu antara pesawat yang beroperasi sepanjang jalur yang
sama, konvergen atau timbal balik, dinyatakan dalam waktu
atau jarak; atau
2) pemisahan lateral, dengan membuat pesawat terbang pada
rute yang berbeda atau di wilayah geografis yang berbeda;
c) separasi komposit, yang terdiri dari kombinasi separasi vertikal
dan salah satu bentuk separasi lainnya yang terkandung dalam
poin b) di atas, menggunakan batasan minim. Pemisahan
komposit hanya dilakukan berdasarkan perjanjian navigasi udara
regional.
3. ICAO Doc. 9689 Airspace Planning Methodology for the
Determination of Separation Minima 1st Edition Chapter 1
Point1.5
Dalam memberikan separasi, ATC memiliki dua bentuk: secara
prosedural dan radar. Pengendalian secara prosedural adalah
16
pengaplikasian separasi hanya berdasarkan pada informasi posisi yang
diterima dari pesawat melalu komunikasi air-ground.
17
Sistem ATC dapat dianggap sebagai sistem manajemen
informasi di mana hampir semua informasi dapat berubah dengan cepat
dalam periode waktu yang singkat. Berkoordinasi satu sama lain,
controller harus mengarahkan dan memberikan pelayanan lalu lintas
penerbangan kepada pilot dan airport vehicle. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan pesan suara melalui radio (R / T). Terlepas dari kemajuan
teknis dalam kualitas peralatan radio, prosedur R / T telah berubah
dalam lima puluh tahun terakhir. Berikut adalah beberapa variabel
kinerja manusia yang secara umum yang dapat mengganggu proses
komunikasi, sehingga dapat membuat hilangnya separasi antar pesawat.
a) Bahasa. Banyak masalah yang berkaitan dengan kendala bahasa.
Pemahaman yang tidak memadai tentang bahasa yang digunakan
dalam pengendalian lalu lintas udara dapat diperparah oleh
kecepatan berbicara dan pengucapan yang buruk pada saat-saat
sibuk, R / T yang buruk, dan penggunaan ungkapan nonstandar.
b) Readback / masalah pendengaran. Informasi yang tidak
tersampaikan dengan baik sering kali disebabkan oleh readback
yang tidak akurat. Kebutuhan readback bervariasi pada tiap
Negara yang menyebabkan dapat frustrasi bagi kedua pihak, baik
bagi pengendali, dan oleh pilot yang terbiasa atau tidak terbiasa
memberikan readback. Meskipun kesalahan readback dapat
dikaitkan dengan penerimaan radio yang buruk, faktor beban
kerja, gangguan kebisingan eksternal, pengalihan, dll. Kesalahan
yang paling sering terjadi adalah karena ekspektasi di mana pilot
dan controller hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar.
c) Frekuensi macet. Meningkatnya lalu lintas penerbangan dalam
sistem ATC dengan kapasitas yang relatif terbatas dapat
menyebabkan frekuensi macet. Pada saat seperti itu, kecepatan
berbicara meningkat, penyampaian pesan dapat tertunda,
kebingungan akan callsign dapat terjadi, readback dilakukan
tanpa memperdulikan ketepatan informasi yang diterima, dan
18
kesulitan bahasa dapat memperburuk pemahaman yang
mengakibatkan pengulangan pesan, dll.
d)
19
b) untuk menghubungkan ATS route dengan struktur vertikal
tertentu dari wilayah udara, sebagaimana yang berlaku;
c) untuk menunjukkan tingkat akurasi ketepatan navigasi yang
dibutuhkan, saat beroperasi di sepanjang ATS route atau dalam
area tertentu; dan
d) untuk menunjukkan bahwa rute digunakan untuk jenis pesawat
tertentu.
2. ICAO Doc. 9426 ATS Planning Manual 1st Edition Part 1 Chapter
4 “ATS Route”
Jumlah lalu lintas udara yang banyak pada umumnya hanya
dapat diatur jika telah memiliki pola yang telah ditentukan yang
dirancang bukan hanya untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya
konflik dari awal, tetapi juga untuk menyediakan penyelesaian terhadap
konflik yang ada. Pada saat yang bersamaan, pola yang telah ditentukan
juga harus memiliki rute langsung yang paling efisien untuk sebagian
besar lalu lintas penerbangan, asalkan hal tersebut tidak bertentangan
dengan kebutuhan dari segi ekonomis dan efisiensi dari operasi
penerbangan.
2.1.12 ATS Provider
1. DGCA CASR Part 172 Point 022 “Issue of Manual of Standards
(MOS)”
(1) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara wajib menerbitkan
Manual of Standards Bagian ini Untuk memberikan pelayanan
lalu lintas udara untuk hal-hal sebagai berikut:
(a) Standar prosedur, sistem dan dokumen yang digunakan
menyediakan layanan lalu lintas udara;
(b) Standar fasilitas dan perlengkapan yang digunakan untuk
memberikan pelayanan lalu lintas udara;
(c) Standar pelatihan dan pemeriksaan personel penyelenggara
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan;
(d) Tata cara evaluasi efektifitas pelayanan lalu lintas udara
20
(2) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara harus mensosialisasikan
Pedoman Standar Bagian ini kepada Penyedia Pelayanan Lalu
Lintas udara.
(Ditjen CASR Bagian 172 Butir 022 “Isu Manual of Standards
(MOS) ”Poin 060 “Operations Manual”)
21
dan harus menjamin keakurasian dan keintegritasan data/informasi
aeronautika.(AC 175-01, Poin 212)
22
penerapan dan kepatuhan terhadap prosedur operasi standar (SOP)
baru-baru ini diakui sebagai kontribusi besar oleh manajemen terhadap
keselamatan. Kegagalan untuk mematuhi SOP yang baik memang telah
dikaitkan dengan banyak kecelakaan dan insiden. Ada pertimbangan
Human Factors terkait SOP yang menyangkut filosofi yang mendasari
dan perancangan prosedur tersebut. Prosedur adalah spesifikasi untuk
melakukan tindakan yang telah ditentukan; mereka menentukan
langkah-langkah tindakan untuk membantu personel operasional dalam
mencapai tugas mereka dengan cara yang logis, efisien dan, yang paling
penting, tahan kesalahan. Prosedur tidak diproduksi dalam ruang hampa
dan juga tidak melekat pada peralatan; mereka didasarkan pada konsep
operasi yang luas. Ada hubungan antara prosedur Filosofi Ana, yang
oleh Wiener dan Degani disebut "Empat P operasi": Filosofi,
Kebijakan, Prosedur dan Praktik. (ICAO Circular 247-AN/148 Human
Factors Digest No. 10 Bab 3 Butir 3.11 " Prosedur Operasi Standar”)
23
3) Specific terminology should be used to differentiate between
mandatory, recommended and optional application of the
relevant provisions. Other terminology and abbreviations should
conform to those used in other operating manuals and relevant
documents.
4) In the preparation of unit operating instructions, relevant
instructions contained in other readily accessible documents
should only be referred to but not repeated in order to avoid the
need for amendment of the operating instructions every time the
quoted instructions are changed.
5) Amendments to unit operating instructions should be recorded in
the document and brought to the attention of all controllers
concerned in the most appropriate manner. In addition, as part of
the conditions of taking over a specific operating position,
controllers should be required to indicate, in an appropriate
manner, that an amendment has been noted.(ICAO Doc 9426-
AN/924 ATS Planning Manual Part IV Section 1 Point 1.9 “Unit
Operating Instructions”)
24
pemandu lalu lintas penerbangan dalam memberikan pelayanan
sehingga pelayanan lalu lintas penerbangan di Pangkalan Bun CTR dan
TMA bisa lebih optimal. .( Ikaya Dian Fitia,2017).
penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif. Dalam
penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer yang diperoleh
dari sejumlah jawaban responden melalui daftar kuisioner. masing-
masing jawaban menggunakan skala likert yakni sangat baik, baik,
cukup baik, tidak baik, sangat tidak baik. Analisis data dalam TA ini
menggunakan pendekatan deskriptif.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap tidak adanya ATS route antara PKN VOR,
Surabaya dan poin SUMDI.
Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
penelitian terdahulu menggunakan pendekatan deskriptif dan analisis
datanya menggunakan analisis korelasi dengan pengujiannya
menggunakan uji t. Sedangkan pembahasannya sama-sama membahas
tentang Perlunya ATS route.
25
menggunakan uji t. Sedangkan predikatnya sama-sama meneliti tentang
Perlunya ATS route.
26
4. Aeronautical Information Publication(AIP)adalah sebuah publikasi yang
dikeluarkan oleh pihak berwenang dari suatu negara dan berisi informasi
aeronautika terkini yang berguna bagi navigasi penerbangan.
5. Air traffic adalah seluruh pesawat yang sedang terbang atau beroperasi di
manoeuvering area sebuah aerodrome.
6. Air traffic control clearance (ATC Clearance) adalah persetujuan
personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pesawat udara untuk
suatu pergerakan pesawat yang dibutuhkan.
7. Air traffic control serviceadalah sebuah pelayanan yang diberikan dengan
tujuan untuk:
1. Mencegah tabrakan:
a. Antar pesawat, dan
b. Pada manoeuvring area antar pesawat dan halangan yang ada;
dan
2. Mempercepat dan menjaga kelancaran arus lalu lintas penerbangan.
8. Air traffic control unit adalah sebuah istilah umum yang memiliki arti
luas, diantaranya Area Control Center (ACC), Approach Control Unit
(APP) dan Aerodrome Control Tower (ADC)
9. Air traffic service (ATS)adalah sebuah istilah umum yang berarti
pelayanan lalu lintas penerbangan yang terdiri dari flight information
service, alerting service, air traffic advisory service, air traffic control
service (ACC, APP, dan ADC).
10. Air traffic services unit adalah sebuah istilah umum yang berarti unit
penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yang terdiri dari unit
pemanduan lalu lintas penerbangan (ATC unit), flight information centre
atau air traffic services reporting office.
11. Altitude adalah jarak vertikal dari ketinggian sebuah objek diukur dari
permukaan laut.
12. Approach control serviceadalah pelayanan pemanduan lalu lintas
penerbangan untuk kedatangan atau keberangkatan pada penerbangan
yang dikendalikan.
27
13. Area control centre (ACC) adalah unit yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk penerbangan yang
berada di dalam kontrol area yang menjadi tanggungjawabnya.
14. ATS route.adalah sebuah rute khusus yang dirancang untuk memfasilitasi
arus lalu lintas penerbangan sebagaimana yang diperlukan dalam
pemberian pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan.
15. Clearance limitadalah poin di mana pesawat mendapat jaminan dari ATC
clearance.
16. Control area adalah sebuah ruang udara yang dikendalikan sampai pada
ketinggian tertentu dari permukaan tanah.
17. Controlled flight adalah setiap subjek daripada air traffic control
clearance.
18. Control zoneadalah ruang udara yang dikendalikan sampai pada
ketinggian tertentu dari permukaan.
19. Cruising adalah kondisi di mana pesawat terbang pada ketinggian yang
diinginkannya dan akan tetap pada ketinggian itu sampai dengan pesawat
tersebut siap untuk descend dan melakukan approach.
20. Flight information service adalah sebuah pelayanan yang disediakan
dengan tujuan untuk memberikan saran dan informasi yang berguna bagi
keselamatan dan efisiensi penerbangan.
21. Flight leveladalah permukaan tekanan atmosfir konstan yang berhubungan
dengan datum tekanan spesifik, 1 013,2 hecto-pascal (hPa), dan
dipisahkan dari permukaan lainnya dengan interval tekanan tertentu.
22. Hearbackadalah proses mendengarkan kembali ketika informasi maupun
instruksi yang disampaikan dibaca ulang untuk memastikan bahwa
informasi maupun instruksi yang disampaikan telah diterima dengan baik.
23. Human performanceadalah kemampuan dan batasan yang dimiliki
manusia yang berdampak pada keselamatan dan efisiensi operasi
penerbangan.
24. Level adalah sebuah istilah umum yang berhubungan dengan posisi
vertikal sebuah pesawat dan memiliki arti yang luas yaitu ketinggian,
28
altitude, maupun flight level.
25. Non-radar separationadalah separasi yang digunakan ketika posisi
daripada pesawat diperoleh dari sumber informasi lain selain radar.
26. Procedural separation adalah separasi yang digunakan saat memberikan
kontrol prosedural.
27. Radar Controladalah sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bahwa informasi yang diperoleh dari radar adalah yang digunakan dalam
pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan.
28. Radar separationadalah separasi yang digunakan ketika posisi dari
pesawat diketahui melalui radar.
29. Readbackadalah pembacaan ulang informasi atau instruksi kepada
pemberi informasi atau instruksi untuk memastikan bahwa informasi
ataupun instruksi telah diterima dengan baik.
30. Significant poin adalah lokasi geografis tertentu yang digunakan dalam
menentukan ATS route atau jalur penerbangan pesawat udara dan untuk
tujuan navigasi dan ATS lainnya.
31. Standard instrument arrival (STAR)adalah rute kedatangan penerbangan
instrumen (IFR) yang menghubungkan signifikan poin, biasanya pada
ATS route, dengan sebuah poin dimana prosedur untuk approach dapat
dimulai.
32. Standard instrument departure (SID)adalah rute keberangkatan
penerbangan instrumen (IFR) yang menghubungkan aerodrome atau
landasan pacu yang ditentukan dari bandar udara dengan signifikan poin
yang ditentukan, biasanya pada ATS route yang ditunjuk, di mana fase
perjalanan penerbangan dimulai.
33. Terminal control area (TMA)adalah area kontrol yang terbentuk pada
pertemuan ATS route di sekitar satu atau lebih aerodrome utama.
34. Traffic informationadalah Informasi yang dikeluarkan oleh unit
pelayanan lalu lintas penerbangan untuk mengingatkan pilot terhadap
penerbangan lain yang diketahui atau teramati yang mungkin berada di
29
dekat posisi atau rute penerbangan yang direncanakan dan untuk
membantu pilot menghindari tabrakan.
35. Transfer of control poin adalah titik yang ditentukan terletak di sepanjang
jalur penerbangan pesawat udara, di mana tanggung jawab untuk
menyediakan layanan pengendalian lalu lintas udara ke pesawat akan
dipindahkan dari satu unit kontrol atau posisi kontrol ke posisi selanjutnya.
36. Transferring unit/controller adalah unit pengendali lalu lintas udara
dalam proses pengalihan tanggung jawab untuk menyediakan layanan
pengendali lalu lintas penerbangan ke pesawat terbang ke unit pengendali
lalu lintas penerbangan di sepanjang rute penerbangan.
Sumber : (ICAO, doc 4444 chapter 1)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
30
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan berbagai metode untuk
mempermudah dalam memperoleh data yang valid untuk selanjutnya dapat
dianalisa guna menemukan pemecahan masalah mengenai perlunya ATS route
antara PKN VOR dan poin SUMDI dalam rangka optimalisasi pemberian
pelayanan lalu lintas penerbangan di Pangkalan Bun Control Zone (CTR) dan
Terminal Control Area (TMA).Metode yang dipakai yaitu metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan beberapa metodenya adalah pengumpulan data,
observasi, wawancara, dokumentasi, studi kepustakaan, variabel penelitian,
menentukan objek penelitian, flow chart, metode analisa data, serta lokasi dan
waktu penelitian.
Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan adalah Penelitian
Kualitatif Deskriptif. Dalam literatur metodelogi penelitian, istilah kualitatif tidak
hanya lazim dimaknai sebagai jenis data, tetapi juga berhubungan dengan analisis
data dan interpretasi atas objek kajian. Secara historis, implementasi penelitian
kualitatif bermula dari pengamatan (Upe dan Dasmid, 2010:107).
Sementara itu, Denzin dan Lincoln (1990: 40) menjelaskan, “The word
qualitative implies and emphasis on processes and meanings that are non
rigorously examined or measured.” Jadi, secara tersirat, kata kualitatif ditekankan
pada makna dan proses, bukan pada pengukuran dan pengujian secara kaku (rigid)
sebagaimana yang terjadi pada metode kuantitatif (Upe dan Dasmid, 2010:107-
108).
Pengertian metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1988: 63) berpendapat
bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang.
31
sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan
responden. Menurut, Suharsimi Arikunto (2003:310), metode penelitian
deskriptif dilakukan untuk tujuan mendeskripsikan apa adanya suatu variabel,
gejala, atau keadaan, bukan untuk menguji hipotesis.
Mulai
Perancangan Penelitian
Observasi Lapangan
Perumusan Masalah
Selesai
32
a. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sifat dari adanya realitas yang bisa
berupa benda atau orang sehingga dalam koredornya sendiri
menjadi pusat perhatian dan sasaran untuk rancangan penelitian.
Oleh karena itulah pembahasaan ini merujuk pada orang-orang
yang terlibat dalam survei, untuk menjawab pertanyaan tidak lebih
dari yang diajukan. (Hayati,2021)
Objek penelitian adalah pengauh tehadap tidak adanya ATS
route antara PKN VOR dan poin SUMDI terhadap personil ATC di
perum LPPNPI cabang Pangkalan Bun dan pengaruh terhadap arus
lalu lintas penerbangan di Pangkalan Bun Control Zone (CTR) dan
Terminal Control Area (TMA)
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah istilah yang seringkali
dipergunakan dalam studi eksperimental, dimana orang-orang yang
terlibat merupakan ‘pion‘ dalam topik penelitian tertentu sehingga
subjek ini menjadi sasaran atas upaya untuk mengumpulan data.
(Hayati,2021)
Subjek penelitian ini adalah personil ATC perum LPPNPI
cabang PangkalanBun yang merupakan informan utama.
c. Narasumber
Narasumber ialah peranan dari seorang narasumber atau
seorang informan dalam mengambil data yang akan digali dari
orang-orang tertentu yang memiliki nilai dalam menguasai
persoalan yang ingin diteliti dan mempunyai keahlian dalam
berwawasan cukup. (suyatno,2012)
Narasumber penelitian ini adalah 2 pewakilan personil
ATC di unit combine ADC dan APP di AirNav Cabang Pangkalan
33
Bun yaitu senior Stefanus Deni selaku ojt instructor yang telah
menjadi ATC selama 11 tahun dan senior Royhan selaku
penanggung jawab atas Standart Operasional Prosedur (SOP) di
peum LPPNPI cabang Pangkalan Bun yang memiliki wawasan luas
mengenai permasalahan yang terjadi terkait Route Direct antara
PKN VOR dan poin SUMDI, sehingga memperkuat data penulis.
Alasan peneliti memilih narasumber ini karena selain memiliki
posisi penting di AirNav cabang Pangkalan Bun narasumber ini
sudah menjadi ATC selama 10 tahun lebih seta memiliki wawasan
luas mengenai permasalahan yang terjadi terkait Route Direct
antara PKN VOR dan poin SUMDI dan mengalami langsung
kejadian sehingga memperkuat data penulis.
3.3.1. Observasi
Observasi adalah pengamatan atau peninjauan secara cermat. Tujuan
dari observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-
aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan
makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian
yang diamati tersebut. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun
nonpartisipatif. Dalam observasi partisipatif pengamat terlibat dalam
kegiatan yang sedang berlangsung, sedangkan dalam observasi
34
nonpartisipatif pengamat tidak terlibat dalam kegiatan melainkan hanya
berperan mengamati jalannya kegiatan.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia,2020)
Observasi partisipatif telah dilakukan penulis ketika melaksanakan on
the job training pada tanggal 8 desember-16 maret 2021 pada unit combine
unit ADC dan APP di Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun. Observasi
nonpartisipatif diharapkan dapat dilakasanakan penulis untuk dapat
menambah referensi data serta informasi mengenai kondisi terkini dari
Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun sampai pada bulan ...... 2021.
3.3.3. Wawancara
Pengertian wawancara di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
proses tanya jawab dengan seseorang atau narasumber dalam hal ini subjek
penelitian yang perlu di minta keterangan atau pendapatnya mengenai suatu
hal yang perlu untuk diketahui. Dalam hal ini pewawancara menggunakan
percakapan yang bisa membuat orang yang diwawancarai bersedia terbuka
mengeluarkan pendapatnya. Teknik wawancara adalah suatu kepandaian atau
kecakapan seseorang dalam melakukan tanya jawab guna memperoleh suatu
keterangan, informasi dan sejenisnya yang dibutuhkan dengan tujuan
mendapatkan suatu data. Wawancara berdasarkan cara pelaksanaannya dibagi
menjadi dua, yaitu :
35
a. Wawancara berstruktur adalah wawancara secara terencana dan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang tidak berpedoman
pada daftar pertanyaan.
Penulis menggunakan jenis wawancara berstruktur yaitu
wawancara yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah siap membawa
daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara ini
dilakukan oleh penulis kepada 2 pewakilan personil ATC di unit combine
ADC dan APP di AirNav Cabang Pangkalan Bun yaitu senior stefanus deni
selaku ojt instructor dan senior Royhan selaku penanggung jawab atas
Standart Operasional Prosedur (SOP). yang memiliki wawasan luas
mengenai permasalahan yang terjadi terkait Route Direct antara PKN VOR
dan poin SUMDI, sehingga memperkuat data penulis. Alasan peneliti
memilih narasumber ini karena selain memiliki posisi penting di AirNav
cabang Pangkalan Bun narasumber ini memiliki wawasan luas mengenai
permasalahan yang terjadi terkait Route Direct antara PKN VOR dan poin
SUMDI dan mengalami langsung kejadian sehingga memperkuat data
penulis.
36
tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang
lain. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang berusaha menjawab
pertanyaan. (Sugiyono, 2006)
Skala Likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala
atau fenomena pendidikan. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah
ditentukan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai
variabel penelitian.(Djaali, 2008:28)
Dengan penggunaan metode analisa data menggunakan pendekatan
kualitatif penulis berusaha untuk menggambarkan kondisi masalah yang
diangkat mengenai perlunya ATS route antara PKN VOR dan poin SUMDI
dalam rangka optimalisasi pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan di
Pangkalan Bun CTR dan TMA.
37
Dalam penelitian ini, Teknik validitas yang digunakan adalah:
3.4.2 Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan
demikian, terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,
dan triangulasi waktu. (Sugiono 2015).
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber. triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. (Sugiono 2015).
Penerapan metode ini dapat dicapai dengan cara membandingkan data
hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan dokumentasi. Maksudnya
membandingkan apa yang dilakukan (responden), dengan keterangan
wawancara yang diberikannya dalam wawancara tetap konsisten dan di
tunjang dengan data dokumentasi berupa foto serta data lainnya seperti
penelitian terdahulu dan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
1) Lokasi penelitian berlangsung di combine unit ADC dan APP Perum
LPPNPI KCP Pangkalan Bun Bandar Udara Iskandar
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun adalah salah satu unit pelaksana
teknis penyedia pelayanan navigasi udara yang berada di Kalimantan Tengah,
tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Barat. Perum LPPNPI KCP Pangkalan
Bun bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan lalu lintas udara
dengan melaksanakan kegiatan pengendalian dan pengawasan keselamatan
penerbangan di wilayah udara Bandar Udara Iskandar Aerodrome Traffic
Zone (ATZ), Pangkalan Bun Control Zone (CTR), dan Pangkalan Bun
Terminal Control Area (TMA).
Sebagai salah satu penyedia pelayanan navigasi penerbangan Perum
LPPNPI KCP Pangkalan Bun didukung oleh kemampuan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang kompeten dan sarana serta prasarana yang dapat
menunjang kegiatan operasional. Akan tetapi selain keberadaan SDM dan
sarana prasarana pendukung juga diperlukan peraturan dan prosedur yang
dapat membantu memudahkan pemberian pelayanan navigasi penerbangan.
Ruang udara Pangkalan Bun TMA sudah memiliki ATS rute yang
masing-masing telah memiliki Standard Instrumen Departure(SID) dan
Standard Instrumen Arrival (STAR) untuk dapat mengakomodasi
penerbangan yang ada. Akan tetapi masih terdapat jalur penerbangan yang
belum memiliki ATS rute sendiri, salah satunya adalah jalur penerbangan
terjadwal menuju ANY VOR Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang
menggunakan rute direct via poin SUMDI, padahal jumlah penerbangan
terjadwal dari dan menuju ANY VOR Bandar Udara Ahmad Yani Semarang
yang melalui poin SUMDI merupakan jalur udara terpadat dengan 10
penerbangan terjadwal dari total 30 penerbangan terjadwal yang ada di Perum
LPPNPI KCP Pangkalan Bun Bandar Udara Iskandar.
Tidak adanya ATS route dari PKN menuju poin SUMDI dapat
menambah beban bagi ATC dan mengurangi efisiensi pemberian pelayanan
39
pemanduan lalu lintas penerbangan dikarenakan Banyaknya jumlah
penerbangan terjadwal dari dan menuju poin SUMDI dengan rute direct.
Dalam satu hari setidaknya terdapat 8 penerbangan terjadwal Perum
LPPNPI KCP Pangkalan Bun Bandar Udara Iskandar dari dan ke ANY VOR
Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang melalui poin SUMDI. Jumlah
tersebut dapat bertambah menjadi 10 penerbangan terjadwal pada hari Rabu,
Jumat, dan Minggu. Jumlah tersebut belum termasuk penerbangan dari
Bandar Udara Haji Hasan yang memiliki penerbangan terjadwal dari dan ke
Semarang yang juga melalui poin SUMDI yang berada di bawah tanggung
jawab Pangkalan Bun Control Zone (CTR) Dan Pangkalan Bun Terminal
Control Area (TMA)
40
asumsi posisi radial dari salah satu pesawat yang konflik telah
diketahui secara pasti sehingga untuk dapat memberikan separasi
dengan pesawat lainnya bisa dilakukan dengan lebih mudah.
4. 1. 2 Peranan ATS route antara PKN VOR dan poin SUMDI untuk
membantu memudahkan ATC dalam pemberian separasi
Jika adanya ATS route antara PKN VOR dan poin SUMDI
ATC dapat mengetahui posisi pesawat dengan jelas dan pasti tanpa
harus bertanya tanya kepada pilot saat sedang ramai sehingga tidak
terjadinya load of communication dan ATC dapat memberikan
separasi dengan cepat sehingga arus lalu lintas penerbangan
menjadi lebih optimal
41
Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun adalah salah satu unit pelaksana
Zone (ATZ), Pangkalan Bun Control Zone (CTR), dan Pangkalan Bun
Manusia (SDM) yang kompeten dan sarana serta prasarana yang dapat
Ruang udara Pangkalan Bun TMA sudah memiliki ATS rute yang
penerbangan yang ada. Akan tetapi masih terdapat jalur penerbangan yang
belum memiliki ATS rute sendiri, salah satunya adalah jalur penerbangan
terjadwal menuju ANY VOR Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang
terjadwal dari dan menuju ANY VOR Bandar Udara Ahmad Yani Semarang
42
penerbangan terjadwal dari total 30 penerbangan terjadwal yang ada di Perum
Tidak adanya ATS route dari PKN menuju poin SUMDI dapat
penerbangan terjadwal dari dan menuju poin SUMDI dengan rute direct.
LPPNPI KCP Pangkalan Bun Bandar Udara Iskandar dari dan ke ANY VOR
Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang melalui poin SUMDI. Jumlah
Bandar Udara Haji Hasan yang memiliki penerbangan terjadwal dari dan ke
Semarang yang juga melalui poin SUMDI yang berada di bawah tanggung
jawab Pangkalan Bun Control Zone (CTR) Dan Pangkalan Bun Terminal
KCP Pangkalan Bun Bandar Udara Iskandar dari dan ke ANY VOR Bandar
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif dengan teknik observasi dan
wawancara yang dilaksanakan di PERUM LPPNPI cabang Pangkalan Bun
tentang Perlunya ATS route antara PKN VOR dan poin SUMDI dalam
rangka optimalisasi pelayanan lalu lintas penerbangan di Pangkalan Bun
Control Zone Area (CTR) dan Terminal Control Area (TMA) dapat diambil
beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut dipaparkan sebagai berikut:
1) Penulis mengambil kesimpulan bahwa ATS route yang menghubungkan
PKN dengan poin SUMDI diperlukan demi kelancaran dan efisiensi
dalam pemberian pelayanan lalu lintas udara di Pangkalan Bun CTR dan
TMA.
2) Jika adanya ATS route antara PKN VOR dan poin SUMDI dapat
membantu ATC dalam memberikan separasi karena adanya ATS route
antara PKN VOR dan poin sumdi ATC dapat mengetahui keberadaan
pesawat dengan jelas.
3) Tidak adanya ATS route menuju poin SUMDI menyebabkan pemberian
pelayanan lalu lintas penerbangan pada Pangkalan Bun Control Zone
(CTR) dan Terminal Control Area (TMA) kurang optimal karena
banyaknya penerbangan yang ada sehingga diperlukan komunikasi secara
terus menerus antara pemandu lalu lintas udara dan penerbang untuk
dapat memantau posisi radial dari pesawat. Hal tersebut tentunya dapat
menyulitkan ATC apabila terdapat traffic yang konflik.
1.2 Saran
Untuk mencapai optimalnya pelayanan lalu lintas penerbangan di
Pangkalan Bun CTR dan TMA maka penulis menyarankan agar:
44
1) Mengusulkan dibuatkannya ATS route antara PKN VOR dan poin
SUMDI kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam rangka
optimalisasi pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan di Pangkalan
Bun CTZ dan TMA dengan menyertakan pertimbangan-pertimbangan
yang ada serta dokumen yang sesuai. Salah satu pertimbangan
pembuatan jalur baru menurut PM 65 Tahun 2017 adalah:
a) Pada saat pembentukan jalur penerbangan harus disediakan proteksi
ruang udara disepanjang jalur penerbangan tersebut serta jarak aman
dengan jalur penerbangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b) Karena alasan kepadatan, kompleksitas atau sifat pergerakan lalu
lintas penerbangan termasuk pengoperasian helikopter dari dan
menuju helideck dilepas pantai, dapat dibentuk jalur penerbangan
khusus untuk traffic dengan ketinggian rendah.
c) Ketika menetapkan jarak lateral antar jalur penerbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf b maka harus diperhitungkan alat
navigasi yang tersedia dan peralatan navigasi yang terdapatpada
pesawat udara yang beroperasi.
d) Jalur penerbangan diidentifikasikan dengan desikator.
2) Apabila telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
maka ATS route baru antara PKN VOR dan poin SUMDI akan
ditambahkan dalam AIP Indonesia, maka ATS route antara PKN VOR
dan poin SUMDI juga harus disertakan ke dalam SOP (Standard
Operating Procedure) Bandar Udara Iskandar beserta dengan prosedur
operasional yang baru agar keberadaannya dapat membuat pelayanan lalu
lintas penerbangan di Pangkalan Bun CTR dan TMA lebih optimal.
63
DAFTAR PUSTAKA
(Royhan,2020).
(Susanto,2013).
Djaali. (2008). Skala Likert. Jakarta: Pustaka Utama.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (1984). Doc 9426-AN/924 Air
Traffic Services Planning Manual 1st (Provisional) Edition. Montreal.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (1993). Circular 247-AN/148
Human Factors Digest No. 10 Human Factors, Management, and
Organization. Montreal.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (1998). Doc 9689-AN/953
Manual on Airspace Planning Methodology for the Determination of
Separation Minima 1st Edition. Montreal.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (2001). Annex 11 Air Traffic
Services 13th Edition.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (2006). Doc 9859-AN/460
Safety Management Manual 1st Edition. Montreal.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (2016). Doc 4444 Procedures
for Air Navigation Service Air Traffic Management 16th Edition.
Montreal.
International Civil Aviation Organization (ICAO). (t.thn.). Doc 9806 Human
Factor Manual.
Ministry of Transportation Republic of Indonesia. (2009). Lampiran Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2009 Tanggal 12 Februari
2009 Civil Aviation Safety Regulation (C.A.S.R) Part 172 Air Traffic
Service Providers.
Ministry of Transportation Republic of Indonesia. (2009). Lampiran Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2009 Tanggal 16 Februari
2009 Civil Aviation Safety Regulation (C.A.S.R) Part 170 Air Traffic
Rules.
46
Ministry of Transportation Republic of Indonesia. (2014). Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 233 Tahun 2014 Tentang
Petunjuk Tata Cara Bagian 175-01 (Advisory Circular Part 175-01)
Mengenai Penyelenggaraan Pelayanan Informasi Aeronautika
(Aeronautical Information Service).
Ministry of Transportation Republic of Indonesia. (2017). Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 65 Tahun 2017 Tentang
Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 170 (Civil Aviation
Safety Regulation Part 170) Tentang Peraturan Lalu Lintas Penerbangan
(Air Traffic Rules). Jakarta.
Perum LPPNPI KCP Pangkalan Bun. (2016). Standard Operating Procedures
(SOP).
Sugiono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiono. (2015)
Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Supranto, J. (2003). Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
65
RIWAYAT HIDUP
66
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA
67
VOR
Peneliti :Apakah Direct dapat diartikan sebagai keleluasaan pesawat
untuk bermanuver pada saat menuju poin tertentu, sehingga
tidak ada jalur radial yang pasti pesawat itu akan menetap ?
Stefanus deni :iya saya sangat setuju dengan hal ini, sehingga hal inidapat
diartikan sebagai keleluasaan pesawat untuk bermanuver
pada saat menuju poin tertentu, sehingga tidak ada jalur
radial yang pasti pesawat itu akan menetap.
67
pemanduan lalu lintas penerbangan.?
Stefanus deni :iya betul
Peneliti :ApakahTidak adanya ATS route yang menghubungkan
PKN VOR dan poin SUMDI dapat mempengaruhi
optimalisasi pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan di
Pangkalan Bun Control Zone (CTR) dan Terminal Control
Area (TMA) dikarenakan tidak terdapat acuan jalur dan
radial yang pasti untuk dapat memberikan separasi sehingga
dibutuhkan banyak komunikasi untuk dapat memastikan
posisi dari pesawat.?
Stefanus deni :iya saya sangat setuju dengan hal ini
Peneliti :ApakahATS route antara PKN dan Poin SUMDI
diperlukan untuk memudahkan petugas ATC dalam
memberikan Approach Procedural Service terhadap lalu
lintas penerbangan di Bandar Udara Iskandar, Pangkalan
Bun.?
Stefanus deni :iya,saya mendukung akan hal ini, jika adanya ATS route
antara PKN VOR dan Poin Sumdi itu akan memudahkan
saya dan teman – teman lainnya dalam hal pemberian
Approach Procedural Service terhadap lalu lintas
penerbangan di Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun
67
Peneliti : Apakahsemua penerbangan yang menuju Bandar Udara
Ahmad Yani Semarang akan menerima ATC clearance untuk
direct poin SUMDI ?
Royhan :sangat benar
Peneliti : Apakah semua penerbangan dari Bandar Udara Ahmad Yani
menuju Bandar Udara Iskandar yang memasuki airspace
Pangkalan Bun TMA dari poin SUMDI akan menerima
clearance untuk direct PKN VOR ?
Royhan :iya benar sekali
Peneliti : Apakah Direct dapat diartikan sebagai keleluasaan pesawat
untuk bermanuver pada saat menuju poin tertentu, sehingga
tidak ada jalur radial yang pasti pesawat itu akan menetap ?
Royhan :iya benar, pesawat jadi bebas untuk bermanuver menuju poin
tertentu jika diberikan instruksi direct.
Peneliti : Apakahgaris direct antara PKN VOR dan poin SUMDI
memotong ATS route W15 ?
Royhan :sangat benar
Peneliti : Pada ruang udara Bandar Udara Iskandar Pangkalan Bun,
Apakah penerbangan dari dan menuju Bandar Udara Ahmad
Yani Semarang sering konflik karena jadwal penerbangan
yang waktu dan estimasinya berdekatan ?
Royhan :benar sekali, hal ini atau konflik hampir setiap hari terjadi ketika ada
pesawat dari dan menuju ke Bandar Udara Ahmad Yani Semarang
yang melalui Poin SUMDI
Peneliti : Antara penerbangan dari dan menuju Bandar Udara Ahmad
Yani Semarang yang menerima instruksi untuk direct poin
SUMDI sering terjadi konflik dengan penerbangan yang
terdapat pada ATS route W15 pada saat peak hour.
Royhan :untuk masalah ini hanya beberapa kali saja terjadi pada saat
67
waktunya, tapi menurut saya tetap saja itu adalah sebuah masalah
yang menggangu lalu lintas penerbangan khususnya di route W15.
Peneliti : ApakahATS route adalah sebuah rute khusus yang
dirancang untuk memfasilitasi arus lalu lintas penerbangan
sebagaimana yang diperlukan dalam pemberian pelayanan
pemanduan lalu lintas penerbangan.
Royhan :iya benar sekali
Peneliti : ApakahTidak adanya ATS route yang menghubungkan
PKN VOR dan poin SUMDI dapat mempengaruhi
optimalisasi pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan di
Pangkalan Bun Control Zone (CTR) dan Terminal Control
Area (TMA) dikarenakan tidak terdapat acuan jalur dan
radial yang pasti untuk dapat memberikan separasi sehingga
dibutuhkan banyak komunikasi untuk dapat memastikan
posisi dari pesawat.
Royhan :menurut saya itu mempengaruhi, karena sering terjadi konflik.
Peneliti :ApakahATS route antara PKN dan Poin SUMDI
diperlukan untuk memudahkan petugas ATC dalam
memberikan Approach Procedural Service terhadap lalu
lintas penerbangan di Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun.
Royhan :jika ATS route yang menghubungkan antara PKN VOR dan
poin SUMDI itu di buat itu akan sangat membantu dan
memudahkan kita untuk memberikan separasi tanpa bertanya
tanya lagi
67
67