Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN PERBURUHAN

Sumber Hukum Perburuhan Dan Perlindungan Hukum Bagi Buruh (Cuti, Jam
Istirahat dan Jam Kerja) Menurut UU Nomor 13/2003 dan UU Nomor 11/2020 Suatu
Perbandingan.

Dosen Pengampu :

Dr. Zulfadli Barus S.H., M.H., M.M

Kelas F

Disusun Oleh :

Rizky Nurul Aini 3018210088

Fadly Octa Yuliono 3018210104

Bunga D. Cahyani Sukardi 3019210208

Raden Irva Qadri 3019210305

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASILA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum yang melindungi seluruh masyarakat yang


berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam Undang-Undang Dasar
1945 menjelaskan didalam Pasal 27 ayat 2 yang dimana bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap masyarakat berhak atas penghidupan yang layak
dan mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan bagi
dirinya sendiri maupun untuk keluarganya yang didalamnya berupa makanan dan
minuman, sandang, pendidikan, kesehatan, dan jaminan hari tua. Prof. Imam Soepomo,
SH berpendapat bahwa Hukum ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan baik tertulis
maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain
dengan menerima upah.1 Pengertian ketenagakerjan berdasarkan ketentuan UU Nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut 2:

1. Pasal 1 (1) Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
2. Pasal 1 (2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.

Dalam memahami sumber hukum terlebih dahulu kita harus memahami definisi atau
pengertian dari sumber hukum itu sendiri. Sumber hukum dapat pula dikatakan sebagai
“asal mulanya hukum” merupakan segala hal yang menimbukan seperangkat aturan
sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat. 3
Zevenbergen membagi sumber
hukum menjadi 2 yaitu sumber hukum materiil dan formil, dimana sumber hukum materil
merupakan sumber dari materi hukum tersebut diambil, sedangkan hukum formil
merupakan sumber yang membantu pembentukan dari hukum itu sendiri memperoleh
kekuatan hukum mengikat. 4
Mengenai sifat hukum Perburuhan pada pengertian

1
Imam soepomo. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. Djambatan. Jakarta. Hal. 13-25
2
Soedarjadi. 2008. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Penerbit : Pustaka yustisia, Yogyakarta. Hal. 3
3
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016, hlm. 39
4
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2010, hlm.108
“perlindungan” mencerminkan makna tugas dari Negara. Karena itu Pemerintah
berkewajiban untuk memberi dan menyediakan sarana bagi kepentingan umum. Di dalam
pelayanan Pemerintah tercakup pula perlindungan kepada para warga negaranya termasuk
kepada buruh.

Pada mulanya peraturan perlindungan buruh hanya ditujukan pada pembatasan waktu
kerja bagi anak-anak, menyusul kemudian bagi kaum remaja dan wanita. Undang-undang
perlindungan, menandakan berawalnya hukum perburuhan dengan memuat aturan-aturan
yang disebut sebagai arbeidsbeschermingsrecht. Aturan-aturan tersebut sejak semula
bertujuan melindungi buruh terhadap waktu kerja yang terlalu panjang dan keadaan
perburuhan yang tidak aman, pengaturan ini beraspek immaterial yang adalah waktu
kerja, yang mempengaruhi serta mengancam keamanan, kesehatan kerja dan
kesejahteraan buruh dalam menjalankan pekerjaannya. Yang dimaksudkan disini adalah
mengenai pengaturan lamanya jam kerja, waktu mengaso dan waktu istirahat serta tempat
kerja yang aman dan layak bagi harkat martabat manusia di perusahaan. Perlindungan
bagi buruh terhadap waktu kerja dan istirahat itu di dasarkan pada beberapa alasan
sebagai berikut:

a. untuk mencegah terjadinya penurunan fisik,


b. untuk mencegah terjadinya kemunduran rohani dan kesusilaan,
c. untuk kemajuan kehidupan keluarga,
d. agar buruh mendapat kesempatan menjadi manusia yang seutuhnya dan karena
itu perlu di beri kesempatan pula untuk ikut berperan dan berperanan di dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbudaya.5

Sehubungan dengan jam, kerja, dan jam, istirahat, ketentuannya diatur oleh UU
Ketenagakerjaan dan didalam UU Cipta Kerja. Untuk perusahaan yang telah
mengatur mengenai jam kerja, waktu istirahat, dan cuti harus dibuat atas persetujuan
kedua belah pihak yaitu perusahaan dan pekerja yang mana bentuk nya berupa suatu
perjanjian kerja atau peraturan diperusahaan yang sesuai dengan kaidah otonom
didalam hukum perburuhan. Dan juga yang menjadi permasalahan disaat ini ialah
beberapa perusahaan tidak memberlakukan waktu kerja sesuai dengan yang sudah
diatur didalam Undang-Undang, yang memaksakan tenaga kerja harus mengikuti
ketentuan berdasarkan kesepakatan dari perusahaan dan pekerja untuk bekerja
5
Helena Poerwanto, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, cet. Ke 1, (Jakarta:
FHUI,2005)
melebihi waktu kerja dan berkurangnya waktu istirahat mereka, yaitu disebabkan
sebuah tuntutan pemenuhan target mereka. Dan juga karena semua warga negara
berhak untuk bekerja dan menjalani kehidupan yang layak, maka perusahaan juga
harus menjamin perlindungan keselamatan bagi kesejahteraan pekerja di tempat kerja,
khususnya pekerja perempuan. Situasi pekerja perempuan saat ini sangat
memprihatinkan, karena banyak perusahaan kini mempekerjakan perempuan tanpa
memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini adalah kurangnya
kesadaran dan perhatian perusahaan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja oleh
karena itu pekerja wanita banyak yang belum mendapatkan hak kesempatan dan
perlakuan yang sama oleh perusahaan yang mempekerjakan. Ada beberapa
perusahaan yang mempekerjakan wanita dengan keadaan sedang sakit, haid ataupun
hamil. Hal ini sangat membahayakan bagi pekerja wanita apabila peran yang
dilakukan tidak setara dengan kesehatan fisik dalam bekerja, hal ini juga dapat
menimbulkan penyakit akibat dari hubungan kerja. Dengan adanya permasalahan
tersebut, maka perlindungan hukum dalam bentuk cuti ini sangat dibutuhkan bagi para
pekerja wanita yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Cipta Kerja yang sebelumnya ada diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003, dengan demikian timbul permasalahan bagaimana pemenuhan hak cuti bagi
pekerja perempuan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sumber hukum perburuhan di Indonesia?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi buruh mengenai waktu kerja, waktu
istirahat, dan cuti didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui sumber hukum perburuhan yang ada di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi buruh
mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti didalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

D. Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah metode kepustakaan dan
penelitian empiris yang mempergunakan jenis data sekunder. Alat pengumpulan data
yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi dokumen yang dilakukan melalui data
tertulis berupa hasil olahan pihak lain. Dari data yang didapat tersebut untuk selanjutnya
dianalisis dan kemudian dipresentasikan secara kualitatif. Penelitian ini tidak hanya
menganalisis peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga menganalisis beberapa
masalah yang berhubungan dengan persoalan sumber hukum perburhan , jam kerja,
waktu istirahat dan cuti. Data sekunder yang di pergunakan dalam penelitian ini
mencakup:

a. Bahan Buku Primer: yaitu bahan buku yang mempunyai kekuatan mengikat
berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan.
b. Bahan Hukum Sekunder: yaitu bahan hukum yang berupa buku, penelusuran
internet, jurnal, surat kabar, makalah, skripsi, tesis maupun disertasi.
c. Bahan Hukum Tersier: yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus
dan ensiklopedia.6

6
Soerjono Soekanto, Pengantar Metode Penelitan Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 6. Sri Mamudji, et al.,
”Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah” Presentasi Bahan Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum
(MPPH) Universitas Indonesia, 2006, hlm. 13. Soekanto, Op.cit., hlm. 7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerangka Teori
I. Sumber hukum Perburuhan

Sumber hukum pada dasarnya adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang
apabila dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. 7 Sumber hukum
berarti tempat-tempat dari mana kita dapat mengetahui hukum yang berlaku, tempat-
tempat dimana kita harus mengambil peraturan-peraturan hukum yang harus
diterapkan.8 Sumber hukum perburuhan memiliki posisi penting karena merupakan
acuan para pihak dalam menghadapi suatu permasalahan atau perselisihan. Oleh
karena itu, sumber hukum perburuhan bernilai sangat strategis dalam hubungan kerja.
Jika dilihat dari jenis nya ada dua macam sumber hukum dalam perburuhan yaitu
kaidah otonom dan kaidah heteronom.9

1. Kaidah Otonom
Kaidah ini dapat didefinisikan sebagai ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh
para pihak yang terikat dalam suatu hubungan kerja berdasarkan pada
kehendak bebas yang dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.
Pembatasan oleh peraturan perundang-undangan berupa standar minimum
yaitu sepanjang mengatur hak buruh dan standar maksimum yaitu sepanjang
mengatur kewajiban buruh. Bentuk kaidah otonom pada dasarnya ialah
perjanjian yang tunduk pada syarat-syarat sahnya perjanjian. Kaidah hukum
otonom disini terdiri dari perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
kerja sama, dan kebiasaan hukum.
2. Kaidah Heteronom
Kaidah ini dapat didefinisikan sebagai ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh
pihak ketiga diluar pihak yang terkait dalam hubungan kerja. Pihak ketiga
yang paling dominan membuat ketentuan-ketentuan yang dimaksud adalah

7
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar, Liberty, Jogjakarta, 1999
8
R. Subekti dan Tjitroisoedibio. 2008. Kamus Hukum.Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 103-104
9
Uwiyono, Aloysius.Hosein, Siti. Suryandono, Widodo, Kiswandari, Melani, Asas-Asas Hukum Perburuhan,PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014
pemerintah/negara oleh karena itu, bentuk dari kaidah tersebut adalah semua
peraturan perundang-undangan dibidang perburuhan. Seperti contoh UU No.
13 Tahun 2003 tentang Hukum Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No. 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja dan sebagainya. Pada dasarnya peraturan perundang-
undangan disini memberikan bermacam-macam perlindungan kepada
buruh/pekerja yaitu:
a. Perlindungan sosial yang bertujuan untuk buruh/pekerja dapat menikmati
dan mengembangkan perikehidupan sebagai manusia pada umumnya dan
juga agar buruh tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi saja
melainkan juga harus dihargai harkat dan martabatnya sebagai manusia
pada umumnya. Seperti halnya terdapat ketentuan yang mengatur
mengenai perlindungan jam kerja seorang anak, jenis-jenis pekerjaan yang
diperbolehkan untuk dikerjakan seorang anak, aneka macam cuti,
perlindungan terhadap buruh perempuan.
b. Perlindungan ekonomis adalah suatu perlindungan yang bertujuan untuk
buruh/pekerja dapat menikmati penghasilan yang layak yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik bagi dirinya sendiri maupun
bagi anggota keluarga lainnya secara layak. Peraturan perundangan yang
memberikan pelindungan mencakup ketentuan-ketentuan tentang upah dan
jaminan sosial.
c. Perlindungan teknis adalah perlindungan yang bertujuan agar
buruh/pekerja terhindar dari risiko-risiko kecekakaan kerja ditempat kerja,
baik disebabkan oleh alat-alat kerja atau bahan-bahan yang dikerjakan oleh
buruh/pekerja.
II. Perlindungan hukum bagi buruh mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti
A. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut Philipus, selalu berkaitan dengan kekuasaan,


ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian yakni kekuasaan pemerintah dan
kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah,
permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah), terhadap
pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi,
permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi silemah (ekonomi)
terhadap sikuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap
pengusaha.10 Dalam hal ini hukum selalu melindungi para pekerja terhadap
perusahaan yang dimana seorang buruh/pekerja adalah sebagai orang yang bekerja
kepada orang lain yang menjelaskan bahwa kedudukan pekerja itu lebih lemah
dibandingkan dengan majikan atau perusahaan oleh karena itu perlunya
perlindungan hukum bagi para buruh/pekerja. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja/buruh
merupakan bagian dari tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja, di
bawah perintah pemberi kerja (bisa perseorangan, pengusaha, badan hukum atau
badan lainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja disebut sebagai pekerja/buruh bila
melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja dan di bawah perintah orang lain
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja yang
bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah. 11 Perusahaan sebagai
aturan umum diwajibkan untuk melaksanakan penetapan jam kerja, cuti, dan jam
istirahat sesuai dengan UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, jika terdapat
perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan sesuai Undang-Undang maka
akan mendapatkan sanksi.

Ketentuan mengenai jam kerja, jam istirahat, dan cuti diatur didalam Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan didalam Pasal 77 ayat 1
yang menjelaskan bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu
kerja. Dan didalam ayat 2 nya menjelaskan bahwa waktu kerja yang dimaksud
dalam ayat 1 meliputi :

1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu,
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Selanjutnya, mengenai waktu kerja dalam hal kerja lembur pada pasal 78 ayat
(1),memberi kesempatan kepada pengusaha untuk mempekerjakan

10
Asri Wijayanti , “Perlindungan Hukum Bagi Buruh Indonesia”, Jakarta: PT. Bina Aksara 2003, hlm 132.
11
Koko Kosidin, Aspek-aspek Hukum dalam Pemutusan Hubungan Kerja di Lingkungan Perusahaan Perseroan
(Persero)Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1996
buruh/pekerja melebihi waktu kerja. Sesuai dengan Pasal 77 ayat 2 dalam
memperkerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan maka
harus memenuhi syarat yaitu :

a. Adanya persetujuan dengan pekerja/buruh yang bersangkutan.


b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam
satu hari dan 14 jam dalam 1 minggu.

Dan juga perusahaan harus membayar upah kerja lembur para


buruh/pekerja yang kerja lebih dari waktu yang ditentukan. Selanjutnya
didalam pengaturan waktu istirahat diatur didalam Pasal 79 ayat 1 UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu bahwa pengusaha wajib memberi
waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh, dan di ayat (2) selanjutnya
dijelaskan bahwa waktu istirahat dan cuti sebagaimana ayat 1 jelaskan
meliputi :

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah


bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istriahat tersebut
tidak termasuk jam kerja.
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
c. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
buruh/pekerja bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus.
d. Istirahat panjang sekurang kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
buruh/pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus
menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan buruh/pekerja
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan kerja 6 (enam)
tahun.

Dalam pelaksanaan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf


c diatur didalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
sama. Dan juga terdapat hak cuti kepada seorang Wanita dibidang reproduksi
yang diatur didalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada
Pasal 81 menjelaskan bahwa pekerja perempuan dalam masa haid merasakan
sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid, namun pelaksanaan ini merupakan izin
haid diatur didalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau didalam
perjanjian kerja bersama. Di dalam Pasal 82 ayat 1 menjelaskan bahwa
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah)
bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan
dan selajutnya dalam ayat 2 menjelaskan bahwa Pekerja/buruh perempuan
yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu
setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan. Dan juga didalam Pasal 83 memberikan kesempatan kepada
buruh/pekerja perempuan untuk menyusui bayinya jika hal itu harus dilakukan
selama waktu kerja dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai
dengan kondisi dan kemampuan perusahaan yang diatur dalam peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Setelah berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


menjelaskan mengenai pengaturan jam kerja terdapat didalam Pasal 81 yang
merupakan perubahan dari Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan
bahwa Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dan
mengenai pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu
kerja, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam
dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu sesuai
dengan Pasal 81 No. 22 (perubahan Pasal 78 UU Ketenagakerjaan). Terhadap
jam istirahat yang diatur didalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
menjelaskan bahwa istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu sebagaimana diatur didalam Pasal 81 No. 23 (perubahan Pasal 79 UU
Ketenagakerjaan). Selain itu pelaksanaan waktu cuti dan waktu istirahat para
buruh/pekerja diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

III. Analisis
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan,
kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil
dan diskriminatif atas dasar jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil
kesewenangan dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran atas kebebasan
dasar dan hak-hak dasar dari manusia yang disebut sebagai hak-hak asasi manusia
yang melekat pada diri manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia tidak dapat dilepaskan dari manusia pribadi karena tanpa hak asasi manusia
dan kebebasan dasar manusia, yang bersangkutan akan kehilangan harkat dan
martabat kemanusiaannya. Negara Indonesia, termasuk pemerintah berkewajiban,
baik secara hukum maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral, untuk
melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya
hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia itu.

Pada dasarnya setiap pengusaha harus melaksanakan ketentuan mengenai waktu


kerja, waktu istirahat, dan cuti sesuai dengan UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta
Kerja yang mana dalam hal itu merupakan suatu bentuk perlindungan hukum bagi
buruh/pekerja yang kedudukannya otomatis lebih rendah dibandingkan dengan
pengusaha. Namun terdapat pengusaha atau perusahaan yang tidak mengindahkan
ketentuan yang diatur didalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja mengenai
waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti para buruh/pekerja. Untuk menciptakan
hubungan yang harmonis dan serasi antara pekerja dan pengusaha tidaklah
mudah. Upaya penegakan hak dan kewajiban pekerja, serta hak dan kewajiban
pengusaha baik bersifat normatif maupun non-normatif, diharapkan dapat
menghasilkan suatu kondisi yang kondusif, aman, dan nyaman untuk melakukan
pekerjaan baik bagi pekerjaan maupun pengusaha. Kondisi tersebut juga diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas kerja sebagai salah satu syarat dalam peningkatan
kesejahteraan pekerja.

Jika terdapat pengusaha yang tidak mengikuti aturan/ketentuan yang sudah diatur
dalam Undang-Undang dapat sanksi atas pelanggaran ketentuan waktu istirahat
dan cuti ini adalah sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit RP 10.000.000.- (sepuluh
juta rupiah) (pasal 187 UU No. 13 tahun 2003). Dan dari ketentuan tersebut
memberikan sebuah perlindungan kepada buruh / pekerja mengenai hak cuti nya
yang dapat melindungi dan menciptakan rasa aman, tentram, dan sejahtera
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulam

Bahwasanya sumber hukum perburuhan terdiri atas dua sumber yaitu kaidah otonom
dan kaidah heteronom yang memiliki posisi penting karena merupakan acuan para
pihak dalam menghadapi suatu permasalahan atau perselisihan. Oleh karena itu,
sumber hukum perburuhan bernilai sangat strategis dalam hubungan kerja. Fungsi
dari adanya sumber hukum perburuhan ini juga untuk memberikan bermacam-macam
perlindungan kepada buruh/pekerja yaitu perlindungan ekonomi, perlindungan teknis,
dan perlindungan sosial. Salah satu bentuk perlindungan terhadap buruh/pekerja
mengenai waktu kerja, waktu istirahat dan waktu cuti yaitu termasuk dalam bentuk
perlindungan sosial yang mana buruh/pekerja dapat menikmati dan mengembangkan
perikehidupan sebagai manusia pada umumnya dan juga agar buruh tidak hanya
dipandang sebagai faktor produksi saja melainkan juga harus dihargai harkat dan
martabatnya sebagai manusia pada umumnya. Masih banyak juga pengusaha yang
tidak mengindahkan aturan yang dibuat mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan
cuti, bagi perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur didalam
UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja dapat terkena sanksi sebagaimana diatur
pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
dan/atau denda paling sedikit RP 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) (pasal 187
UU No. 13 tahun 2003). Maka dari itu Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan
cuti kepada pekerja/buruh dalam istirahat antara jam kerja, Cuti tahunan, Cuti haid
bila merasakan sakit pada masa haid, melahirkan, dan menyusui.
II. Saran
Perundang-undangan dan peraturan perburuhan dalam waktu kerja, , waktu
istirahat dan cuti yang baik, tidak akan banyak artinya jika tidak sesuai dengan
fakta/kondisi yang ada pada masyarakat. Peraturan tersebut sepantasnya dapat
dilaksanakan dan dipergunakan untuk memberikan perlindungan kepada
pekerja yang lemah dalam memperjuangkan hak-haknya. Untuk itu pembuat
peraturan perundang-undangan dapat lebih memahami dinamika, maka dari itu
penulis menyarankan agar semua pemerintah untuk melakukan sosialisasi
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan baik kepada pengusaha
maupun pekerja sehingga mewujudkan hubungan yang baik, pemenuhan atas
hak-hak pekerja, dan tidak ada pihak yang dirugikan antara pekerja dan
pengusaha.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku – Buku

Imam soepomo. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. Djambatan. Jakarta.

Soedarjadi. 2008. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Penerbit : Pustaka yustisia,


Yogyakarta.

Said Sugiarto, Pengantar Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2010,

Helena Poerwanto, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, cet. Ke 1,
(Jakarta: FHUI,2005)

Soerjono Soekanto, Pengantar Metode Penelitan Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 6.
Sri Mamudji, et al., ”Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah” Presentasi Bahan Kuliah
Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (MPPH) Universitas Indonesia, 2006

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar, Liberty, Jogjakarta,


1999

R. Subekti dan Tjitroisoedibio. 2008. Kamus Hukum.Pradnya Paramita, Jakarta.

Uwiyono, Aloysius.Hosein, Siti. Suryandono, Widodo, Kiswandari, Melani, Asas-Asas


Hukum Perburuhan,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014

Asri Wijayanti , “Perlindungan Hukum Bagi Buruh Indonesia”, Jakarta: PT. Bina Aksara
2003
Koko Kosidin, Aspek-aspek Hukum dalam Pemutusan Hubungan Kerja di Lingkungan
Perusahaan Perseroan (Persero )Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran,
Bandung, 1996

B. JURNAL

Taufiq Nur Hidayat, Pelaksanaan Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat Bagi Karyawan Sales
Marketing pada PT Eka Jaya Motor Malang, Dinamika, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum,Volume
26, Nomor 8 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai