Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada BAB ini kami akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi
selama melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. R dengan kasus Stroke
Hemoragic di ruang ICU RSIJ Cempaka Putih. Dalam bab ini enulis membandingkan antara
teori yag ada pada literatur dengan kasus yang diteukan pada klien.
A. Pengkajian Keperawatan
Stroke merupakan kerusakan mendadak didalam peredaran darah otak dalam satu
pembuluh darah atau lebih yang diakibatkan oleh adanya hemoragi serebral (pecahnya
pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar
otak) sehingga menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Kowalak, 2011). Hal ini sesuai dengan
teori bahwa stroke haemoragic terjadi karena pecahnya pembuluh darah diotak. Dari hasil
CT Scan klien diadapatkan bahwa klien mengalami perdarahan intracerebral. Banyak
faktor yang memengaruhi terjadinya stroke yaitu hipertensi dan penggunaan obat-obat
antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang lebih sejak satu tahun yang
lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh
darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal tersebut menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak
adekuat mengakibatkan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika
masuk dengan kesadaran soporocoma dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu mata
tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti,
motorik hanya gerakan primitive.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang ditemukan pada klien yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary
assesment dan terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar
bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan napas harus menjadi prioritas
karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda yang lain akan
menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan akan kekurangan
oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu soporocoma sehingga tidak
mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan sekret yang ada di jalan napas.
Sehingga tindakan yang dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi
sekret di ET dan mulut, kemudian lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction
perlu dilakukan untuk mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan
napas dapat paten dan oksigen bisa sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat
dipakai oleh jaringan. Selain itu positioning  klien miring kanan dan kiri selain
untuk mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret. Hal
ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan kombinasi
obat Combivent 2,5 ml.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d depresi pusat pernafasan
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal,
RR 30x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan
mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P SIMV
digunakan karena klien masih mempunyai usaha napas sehingga ventilator di
setting dengan sinkronize antara napas klien dengan ventilator. Klien dengan
stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke otak juga terganggu. Hal ini
lama-lama akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai bagian
di otak termasuk salah satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan
pusat pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi
pula depresi pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi
paru. Karena ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka klien terpasang
ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain posisikan klien elevasi head
of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain
itu observasi status pernapasan juga penting karena hal ini mempengaruhi setting
ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha napas klien. Monitor usaha napas
klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue dengan nampak
retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan
setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan Perfusi jaringan cerebral b.d
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan
menunjukkan adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses
perfusi jaringan ke serebral. Oksigen yang dibawa ke otak menjadi berkurang,
sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini menyebabkan klien terjadi penurunan
kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi oleh otak. Tindakan yang
bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan posisi kepala klien 30-45⁰ dengan
tujuan mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dari kepala
dan memperbaiki sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor
setiap jam untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi
jaringan serebral. Sehingga oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya
kebutuhan oksigenasi serebral tercukupi.

C. Intervensi Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan
kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke
Hemoragik yaitu memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian
langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-
masing diagnosa, menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam
waktu yang lebih spesifik.

Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat  kesenjangan antara teori dan
kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu
dan pencapaian tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan
kondisi klien, kemampuan perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama
dengan klien, keluarga dan perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.

D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa. Dalam
melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai kondisi
dan kebutuhan klien, karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis
bekerjasama dengan perawat ruangan dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan
pendokumentasian semua tindakan keperawatan  yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan
yang  dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam   diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat,
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas
normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.

Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan
depresi pusat pernapasan, Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x
24 jam diharapkan pola napas klien dapat efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat
spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta berkurang.

Pada diagnosa keperawatan ketigat, gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan adanya perdarahan intraserebral, tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral klien dapat
adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran membaik, Reflek pupil +/+, Pupil isokor.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit
sekarang, pemeriksaan fisik head to toe dengan hasil dapat diketahui klien
mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa
diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret dijalan napas, Pola napas tidak
efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang
otak etcause intracerebral haemoragie), Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan
intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara
napas pada kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa
depresi pusat pernapasan dengan intervensi napasnya cepat dan dangkal, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, Intervensi yang dilakukan pada diagnosa
gangguan pertukaran gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi
napas yaitu RR 38 x/menit. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan
perfusi jaringan serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral
sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang dilakukan prosedur
invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri
mikroorganisme, di ET, NGT dan Kateter.
B. Saran
1. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan
kesadaran masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan dan keselamatan
pasien. Keluarga Pada keluarga sebaiknya senantiasa mendampingi dan
memberikan support kepada pasien meskipun dalam kondisi koma sekalipun.
2. Mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan
efektif dan efisien untuk melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga
diharapkan secara aktif  untuk membaca dan meningkatkan keterampilan serta
menguasai kasus  yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan
yang komprehensif.
3. Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang
pembelajaran dan referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai