1 - April 2019
FOTOGRAFI SUREALISME
Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
Soeprapto Soedjono
Jurusan Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam, ISI Yogyakarta
Jalan Parangtritis Km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta
No. Hp.: +081578925950, E-mail: soeprapto.soedjono@yahoo.com
ABSTRAK
Sebagaimana yang terjadi pada ranah seni sastra dan seni rupa, pengaruh surealisme sebagai moda
artistik penciptaan karya seni, ternyata juga memengaruhi perkembangan bentuk dan genre baru
di ranah fotografi. Sebagai bagian dari upaya-upaya penciptaan karya kreatif fotografis, beberapa
fotografer menggunakan berbagai aspek dalam domain fotografi untuk juga bisa menampilkan
karya-karya yang bernuansa surréal dan terkesan bersifat surealistis dengan berbagai teknik-
teknik penciptaan visualnya. Prinsip-prinsip surealisme yang berkaitan dengan upaya memadukan
elemen visual yang nyata dan yang bersifat tidak nyata (virtual, dream-like, fantasy) dalam
karya-karya fotografi merekamenghasilkan sebuah fenomena ‘keraguan’ dalam menyikapi karya
fotografinya. Hal ini terjadi karena yang selama ini karya fotografi diyakini sebagai medium
penghasil karya seni visual yang nyata/realis dan merupakan satu bentuk representasi realitas
yang faktual telah menjadi ‘ragu’ terhadap hasil karya fotografi surrealistic yang diciptakannya.
Visualisasi bentuk-bentuk yang riil tertampilkan bertentangan dengan kelayakan konvensi logika
visual alamiah realisme media fotografi yang ada. Namun, secara artistik tentunya kehadiran
fotografi surealistik ini bisa dijadikan sebagai salah satu upaya alternatif penampilan visual karya
seni fotografi yang ekspresif. Dalam arti bahwa ranah fotografi juga memiliki moda ungkapan
ekspresif estetik yang juga memiliki kemungkinan untuk mengekplorasi aspek-aspek dunia
mimpi bawah sadar, fantasi, yang bernuansa simbolisme visual dalam kancah pengembangan
budaya visual yang bernilai ‘nyata - tidak nyata’.
ABSTRACT
1
Soeprapto Soedjono, Fotografi Surealisme, Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
2
Jurnal Rekam, Vol. 15 No. 1 - April 2019
dinyatakan oleh Breton sebagai “pure psychic Sebagaimana André Breton sebagai
automatism”. Suatu cara dalam penciptaan karya penganjur manifesto surealisme juga
seni yang didasari oleh spontanitas kejiwaan menyatakan tentang adanya keindahan
yang lebih mengutamakan ekspresi bawah sadar yang terdapat di dalam dunia mimpi yang
manusia yang kadang mengurangi nilai logika menciptakan adanya fantasi atau disebutnya
dan nalarnya demi mengutamakan nilai ‘rasa’ sebagai suatu ‘keindahan nyata tetapi tidak nyata
penciptaannya. Jiwa dari moda gaya ini nantinya dalam dunia impian’ – the convulsive beauty of
akan tecermin pada karya-karya seni surealisme dreams. Suatu nilai keindahan yang berasal dari
yang ada baik itu dalam seni teater, seni rupa, bawah sadar manusia yang dicetuskan secara
maupun nantinya pada seni fotografi. Hal ini spontan tanpa ada pertimbangan nalar yang
secara jelas didukung oleh pernyataan Fleming terencana secara pasti dan lebih mengutamakan
bahwa: kehadiran tampilan imajinatif subjek karya
The surrealist manifesto seninya. Dengan demikian, dapat ditengarai
of 1924 proclaimed that the style secara lebih kongkrit bahwa tampilan surealistis
was based on “pure psychic
menawarkan suatu alternatif tampilan baru
automatism by means of which
one sets out to express verbally, bagi dunia seni pada waktu itu yang tidak
in writing or in any other harus identik dengan tampilan lingkungan
manner, the real functioning alam sekitar yang sekian lama diacu dan sudah
of thought without any control
dipraktekkan oleh para seniman secara lebih
by reason or any aesthetic or
moral preoccupation” (Fleming, subjektif lagi. Persepsi sosial karya seni pada
1980:424). masa itu mendapatkan ‘tantangan baru’ untuk
Penjelasan Fleming tersebut lebih menghadirkan sebuah bentuk karya seni yang
jauh mengidentifikasi ciri-ciri moda estetik beriringan dengan perkembangan dan inovasi
surealisme – ‘superrealism’ yang menyiratkan teknologi yang ada.
keluasan kenyataan dari suatu tampilan kasat
mata yang bisa dipersepsi sebagai hal yang
tidak logis yang terdapat di alam bawah sadar
dunia mimpi manusia. Para kaum surealis
meyakini tentang superioritas suatu tampilan
impian dibandingkan dengan keadaan realitas
kesadaran manusia. Sebagaimana surealisme
yang dinyatakannya sebagai:
“…implies a greater
reality underlying the world
of appearances, an illogical,
subconscious dream world
beyond the logical, conscious,
physical one…the superior
reality of the dream to the waking
state, of fantasy to reason, of the
subconscious to the conscious” Gambar 1 “André Breton” by Man Ray (1929)
(Fleming, 1980:424).
3
Soeprapto Soedjono, Fotografi Surealisme, Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
André Breton adalah seorang pemikir, Sebetulnya, sebagai suatu ide penampilan
kritikus sastra, seniman, pengarang, dan tokoh secara visual hal ini pernah ditampilkan oleh
intelektual Perancis yang menyatakan dan beberapa seniman lukis pada beberapa abad
memformulasikan Manifesto Surealisme – sebelumnya. Di antaranya bisa disebutkan karya-
Manifestoes of Surrealism (1924) di Paris, karya yang menampilkan suasana ‘surreal’ yang
Perancis. Adapun teori-teori André Breton berkonotasi dalam kehidupan imajinatif di alam
banyak dipengaruhi oleh penganjur pakar baka, khususnya kehidupan bagi para pendosa
psikologi dan psikoanalisisnya Sigmund Freud di neraka. Sangat dimungkinkan apa yang
tentang masalah-masalah kejiwaan yang tervisualkan tersebut merupakan interpretasi
berkaitan dengan mimpi, fantasi, imajinasi, dan visual dari kitab suci keagamaan yang sengaja
kegiatan bawah sadar (dreams & subconscious diberdayakan bagi upaya penguatan iman dengan
mind) manusia. Dalam perkembangannya, bayangan ketakutan dan kengerian suasana yang
surealisme sebagai suatu moda artistik yang akan dihadapi oleh para pendosa di akhirat
bermula di bidang seni sastra ternyata lebih kelak. Tampilan tersebut terlihat dalam beberapa
banyak berkembang pada ranah senirupa/seni karya Hieronymush Bosch, seorang pelukis dari
visual termasuk seni fotografi. Secara visual Belanda pada awal abad XVI yang dikenal dengan
elemen-elemen yang ditampilkan dalam karya karya-karyanya bernilai ‘fantastic imagery’
seni lukis terlihat dalam penggunaan bentuk- yang bernarasikan nilai-nilai keagamaan.
bentuk imajinatif dan simbolistis disertai tampilan Sebagaimana yang terlihat dalam karyanya yang
realistik yang tidak rasional dan mengganggu berbentuk tryptich (tiga-panel) ‘The Garden of
kesadaran logika visual. Bisa juga dikatakan Earthly Delights (1515). Dalam lukisan tersebut
bahwa hal tersebut merupakan suatu potensi tergambarkan tokoh-tokoh dunia akherat yang
atau kualitas keindahan yang terdapat pada juga dipenuhi oleh figur-figur manusia yang
bentuk-bentuk visual yang tertampilkan sebagai ditampilkan bersama para makhluk binatang dan
citra visual hasil khayalan imajinasi manusia. sosok imajinatif berdasarkan hasil imajinasi dan
Dalam konteks inilah upaya para seniman dalam fantasi pelukisnya. Adapun bentuk tampilnya
mengekspresikan kemampuan teknis dan estetis yang berupa tryptich tiga panel diasumsikan
mereka menemui satu saluran pengejawantahan mengacu pada nilai filosofi Kristiani Trinity yang
baru untuk mencoba memvisualkan ide dan sering dijumpai di dalam gereja.
konsep kreatifnya dalam berbagai medium
4
Jurnal Rekam, Vol. 15 No. 1 - April 2019
5
Soeprapto Soedjono, Fotografi Surealisme, Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
6
Jurnal Rekam, Vol. 15 No. 1 - April 2019
was a naturalistic medium” (Jeffrey, 2008:152). fotografernya dalam berkarya fotografi. Konon
Namun, secara artistik tentunya kehadiran karya moda gaya surealisme Jerry Uelsman ini
fotografi surealistik ini bisa dijadikan sebagai banyak menginspirasi karya-karya fotografi
salah satu upaya alternatif penampilan visual masa kini dengan teknik digital yang secara
karya seni fotografi yang ekspresif. Dalam teknis mempermudah ide-ide kreatif surealisme
arti bahwa ranah fotografi juga memiliki moda dalam pelaksanaan implementasi visualnya.
ungkapan ekspresif estetik yang juga memiliki Apa yang tertampakkan dalam karya-
kemungkinan untuk mengekplorasi aspek- karya Jerry Uelsman ini secara wacana
aspek dunia mimpi bawah sadar, fantasi, yang terbingkai dan bersinggungan dengan teori
bernuansa simbolisme visual dalam kancah Walter Benjamin tentang istilah ‘post-
pengembangan budaya visual yang bernilai auratic’ yang diungkapkannya dalam
‘nyata - tidak nyata’. Dengan kata lain, surreal artikelnya bertajuk “The Work of Art in the
fotografi merupakan karya yang realistik secara Age of Mechanical Reproduction” dalam
visual tertampakkan bertentangan dengan Illuminations (Pimlico, 1999). Istilah tersebut
rasionalitas logika pemirsanya – lebih tegasnya dinyatakannya berkaitan dengan posisi karya
lagi dikatakan sebagai hal yang ‘menghancurkan seni yang sesudah melalui proses reproduksi
rasio atau akal sehat’ seperti apa yang telah mengalami apa yang disebutnya dalam posisi
disebutkan oleh Bowker (2013:6) sebagai ‘post-auratic’ (pascaaura). Sebuah pandangan
‘rational destruction’. masyarakat yang terkait dengan sebuah karya
Layak untuk disimak sebagai referensi seni yang memiliki keunikannya sendiri (aura)
karya fotografi hitam putih yang terlihat telah berubah nilai posisi kehadirannya setelah
dalam karya-karya fotografi Jerry Uelsman direproduksi dengan tujuan yang mungkin
yang bernuansa surealisme berikut ini. Kedua berbeda dari ide, dan konsep semula karya seni
karyanya merupakan karya rekayasa di kamar itu diciptakan pada awal kehadirannya. Setelah
gelap yang memadukan realisme dua objek melalui proses reproduksi nilai tampil dari
fotonya menjadi satu tampilan karya fotografi karya yang ada bisa berkurang karena adanya
hitam putih yang mengesankan tampilan perubahan medium yang digunakan untuk
visual subjek foto yang ‘unrealistic’ meskipun kehadiran barunya tersebut. Hal ini ditengarai
diciptakan dengan media fotografi. Tampilan oleh Walter Benjamin sebagai berkurangnya
visual karya Jerry Uelsman ini menawarkan nilai tampil yang diapresiasi oleh masyarakat:
visualisasi medium fotografi yang berlandaskan “ The situations into which the product of
imajinasi sang fotografer untuk mencoba mechanical reproduction can be brought may
memanipulasi dan memadukan nuansa realism not touch the actual work art, yet the quality of
yang menciptakan tampilan visual yang its presence is always depreciated” (Benjamin,
berlandaskan pada aspek formalism yang tidak 1999:215).
harus sesuai dengan logika nyata dari hasil akhir
karya fotografinya. Dalam konteks lain, karya-
karya tersebut dapat dikategorikan juga sebagai
karya fotografi ekspresif karena merupakan
representasi ide, konsep, dan ekspresi sang
7
Soeprapto Soedjono, Fotografi Surealisme, Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
8
Jurnal Rekam, Vol. 15 No. 1 - April 2019
fotografer lainnya dalam menciptakan karya- yang menerapkan konsep tertentu dalam
karya fotografi yang bernuansa surealistik. proses penciptaannya. Dua jenis orientasi
Singer juga menyatakan bahwa film sikap pandang ideasional secara teortis ini
sebagai karya seni terlibat langsung dengan sangat mungkin saling bertautan dan besar
apa yang dikatakannya sebagai sebuah wacana kemungkinan terimplementasi secara
pertentangan yang disebutnya sebagai Realism konseptual dalam tampilan visualisasi satu
vs Formalism (Singer, 1998:1-11). Hal ini karya fotografi yang bernilai surealistik.
juga bersifat analogous dengan apa yang Kecenderungan ini akan memberikan
terjadi dalam karya fotografi surealistik yang kesempatan bagi sang fotografer untuk
mencoba ‘meninggalkan’ sifat aslinya sebagai mengeksplor beragam kemungkinan secara
media yang hanya menciptakan bentuk-bentuk tehnis sehingga apa yang dilakukannya
dokumentatif realism saja menjadi karya secara terus-menerus membentuk gaya
fotografi yang bernuansa ekspresi formalism. tampil pribadi yang terwakili oleh semua
Keadaan ini memberikan peluang lebih luas karya yang diciptakannya.
bagi ranah fotografi untuk juga bisa berkiprah 2. Secara teknikal, terciptanya tampilan visual
di ranah seni visual ‘fine-arts’ sebagai karya karya fotografi surealistis dapat diupayakan
seni yang bernuansa fotografi ekspresif, yaitu dengan konsep proses pemotretan dengan
karya seni fotografi yang lebih mengutamakan segala teknik dan penggunaan beragam
nilai ‘subjektifitas’ pribadi sang fotografer yang apparatus fotografi yang dibutuhkan
secara mandiri pemilik ide dan konsep pribadi dalam penciptaan kreatifnya. Di samping
dalam setiap penciptaan karya seni fotografinya. itu, pengupayaan dalam proses kreatif
Adapun dari sisi penciptaan kreatifnya, ‘montage’ kamar gelap dan atau kamar
sebuah karya fotografi yang bernuansa terang baik yang dilakukan secara manual
surealistis bisa dikreasi dengan menggunakan maupun digital yang didukung oleh
ide dan konsep ‘dualisme’ yang berorientasi beragam piranti lunak (softwares) yang
pada dua tataran estetika fotografi baik tersedia merupakan proses teknikal yang
ideational maupun technical sebagai berikut. berpotensi dalam proses kreatif karya foto
1. Nilai visual estetis yang ‘embedded’ pada surealistik. Termasuk juga dalam ranah
diri objek fotonya dengan tampilan teknikal ini adalah upaya penampilan akhir
keberadaannya sudah memiliki tampilan dari karya tersebut dihadirkan. Baik itu
yang bernilai dan bernuansa surealistis. meliputi dalam bentuk media terpilih yang
Sang fotografer tinggal merepresentasikan disesuaikan dengan konsep dan tujuan
dan mengembangkannya sesuai karya fotonya dihadirkan kepada khalayak
subjektivitas kepekaan rasa estetisnya maupun bagaimana format pilihan untuk
baik itu yang menyangkut paduan menghadirkan karya tersebut dilaksanakan
komposisinya maupun merekayasa angle karena setiap media tampil yang digunakan
pemotretannya ‘in-situ’ agar representasi tentu memiliki beragam aspek teknikal
karya fotonya sesuai dengan ide dan dalam penampilan akhirnya.
konsep surealistisnya. Subjektivitas sang
fotografer (‘the Man behind the Camera’)
9
Soeprapto Soedjono, Fotografi Surealisme, Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
10
Jurnal Rekam, Vol. 15 No. 1 - April 2019
11
Soeprapto Soedjono, Fotografi Surealisme, Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi
12