Anda di halaman 1dari 148

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN


INTI KELAPA SAWIT PT. PERMATA HIJAU PASAMAN I
PROPINSI SUMATERA BARAT

SKRIPSI

OLEH:

SALWATI SYARIFAH
(109092000041)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN
INTI KELAPA SAWIT PT. PERMATA HIJAU PASAMAN I
PROPINSI SUMATERA BARAT

Oleh:
SALWATI SYARIFAH
(109092000041)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANA PUN.

Jakarta, September 2013

Salwati Syarifah

NIM. 109092000041
Untuk papa yang selalu ku cinta…
Ku persembahkan karya ini untuk mu sebagai tanda bahwa aku bisa membanggakan mu dengan cinta
kasih yang kau berikan…

Untuk mama yang selalu ku sayang…


Ku persembahkan karya ini untuk mu sebagai tanda bahwa aku bisa membahagiakan mu dengan
dorongan kasih sayang mu…

Perjuangan ini tak akan berakhir sampai darah berhenti mengalir…


Walau tertatih menuju sukses, kesulitan harus selalu ditempuh dengan kekuatan dan keyakinan…
Sabar, ikhlas, berdoa, dan terus berusaha…
Semua ada jalannya…
Fighting!!!
CURRICULUM VITAE
SALWATI SYARIFAH

Data Diri

Nama : Salwati Syarifah


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal lahir : Jakarta, 21 Maret 1991
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Berat Badan : 47,5 kg
Tinggi Tinggi : 151 cm
Alamat : Binong Permai blok F18 no.3-4, Curug-Tangerang
Hand Phone : 085692829127 / 081296644563
No. Telp : (021) 5980023
E-mail : salwatisyarifah@yahoo.com
IPK : 3,71

Pendidikan Formal

2009 - 2013 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sosial


Ekonomi Pertanian / Agribisnis
2006 - 2009 : SMA Negeri 2 Tangerang
2003 - 2006 : SMP Negeri 9 Tangerang
1997 - 2003 : SD Islamic Village Tangerang
1995 - 1997 : TK Islamic Village Tangerang

Pendidikan Non-Formal

2005-2006 : English Course Lembaga Pendidikan Tangerang Jaya


2006-2010 : LBPP LIA
Pengalaman Kegiatan dan Organisasi

2006 : Anggota Senar Drum Marching Band SMA Negeri 2


Tangerang
2009 : Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Agribisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2009-2013 : Anggota Saman Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2011 : Training Hypno Teaching
2011 : Industrial Visit; Youth in ASEAN Countries with
Access to University
2011 : Participant at Batik Design Competition “Jamu as
Indonesian Inheritance for the World”
2013 : Fashion All Over “The Style Hunter” Workshop /
Fashion Design – Pattern Drafting – Image & Styling

Pengalaman Kerja

2010 : Pengajar Bahasa Inggris Bimbingan Belajar Primagama


2012 : Pendataan Masalah Peternakan, Dinas Peternakan
Tangerang Selatan
2012 : Praktek Kerja Lapang di PT. Istana Alam Dewi Tara
2013 : Customer Relation Officer (CRO) Event Grand
Launching Asuransi Jiwa Syariah Amanah Githa
2013 : Pengawas SBMPTN
RINGKASAN

SALWATI SYARIFAH, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi


Tandan Buah Segar (TBS) Di Perkebunan Inti Kelapa Sawit PT. Permata Hijau
Pasaman I Propinsi Sumatera Barat (Di Bawah Bimbingan Dr. Ir. Edmon Daris,
MS dan Ir. Junaidi, M.Si)

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama


Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO/
Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (KPO/ Kernel Palm Oil) ini memiliki
nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar
dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Minyak kelapa sawit (MKS)
merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan
baku utama pembuatan minyak makan.
PT. Permata Hijau Pasaman I adalah salah satu perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang berlokasi di kecamatan Sasak, kabupaten Pasaman Barat,
Sumatera Barat. Perusahaan ini memproduksi tandan buah segar (TBS). Pada
produksi tandan buah segar (TBS) di perkebunan inti kelapa sawit PT. Permata
Hijau Pasaman I, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, temasuk
faktor produksi. Setiap tahun dalam produksinya, PT. Permata Hijau Pasaman I
membuat target produksi tandan buah segar (TBS) yang harus dicapai. Namun,
selama tiga tahun terakhir (2010 – 2012) pada produksi tandan buah segar (TBS)
pada PT. Permata Hijau Pasaman I, terdapat dua tahun di mana target produksi
tidak tercapai. Hasil yang tidak sesuai target tersebut akan berdampak pada
keberlanjutan usaha produksi tandan buah segar (TBS) pada PT. Permata Hijau
Pasaman I.
Tujuan penelitian ini, yaitu: 1) Untuk menganalisis peranan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS) di perkebunan inti PT.
Permata Hijau Pasaman I propinsi Sumatera Barat. 2) Untuk menganalisis respon
produksi tandan buah segar (TBS) terhadap faktor-faktor produksi di perkebunan
inti PT. Permata Hijau Pasaman I propinsi Sumatera Barat.
Penelitian ini dilakukan di PT. Permata Hijau Pasaman I jorong Pisang
Hutan, kenagarian Sasak, Kecamatan Ranah Pasisie, kabupaten Pasaman Barat,
Sumatera Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu menggunakan data runtun waktu (time series) dari tahun 2010 sampai tahun
2012. Data tersebut adalah data-data terkait dengan faktor-faktor produksi tandan
buah segar (TBS) selama tiga tahun terkahir yang dapat dicatat oleh PT. Permata
Hijau Pasaman I. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis
regresi linear berganda bentuk logaritma natural menggunakan software SPSS 20
dan elastisitas produksi Cobb Douglas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS) yang
dianalisis pada penelitian ini, yaitu curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida,
dan trend. Hasil analisis data LnY = -11.928 + 0.057 LnX1 + 3.190 LnX2 + -
0.343 LnX3 + 0.048 LnX4 + 0.333 LnX5 menjadi Y = e-11.928 X10.057.X23.190.X3-
0.343
.X40.048.X50.333. Uji F menunjukkan bahwa curah hujan, tenaga kerja, pupuk,
pestisida, dan trend memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi TBS pada
tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan Uji t menunjukkan bahwa yang berpengaruh
nyata terhadap produksi TBS pada tingkat kepercayaan 95%, yaitu tenaga kerja,
pupuk, dan trend. Sisanya, curah hujan dan pestisida tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi TBS pada tingkat kepercayaan 95%. Elastisitas produksi tenaga
kerja bersifat elastis dengan nilai elastisitas sebesar 3.190, yang berarti produksi
TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I respon terhadap tenaga
kerja. Sedangkan elastisitas produksi curah hujan, pupuk, pestisida, dan trend
bersifat inelastis dengan nilai elastisitas masing-masing sebesar 0.057, -0.343,
0.048, 0.333 sehingga produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau
Pasaman I tidak respon terhadap curah hujan, pupuk, pestisida, dan trend.
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun

dan menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Tandan Buah Segar (TBS) di Perkebunan Inti Kelapa

Sawit PT. Permata Hijau Pasaman I Popinsi Sumatera Barat”. Penelitian ini

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Dalam penulisan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik

berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-

besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat,

motivasi, saran, dukungan, dan dorongan moril maupun materil. Semoga

adinda dapat membalas semua perjuangan papa H. Syarifuddin dan mama

Yeti Fauzia.

2. Kakak dan adik tersayang (Yassirni Syarifah dan Zulhilmi Syarif) yang telah

memberikan motivasi, dukungan, doa, dan keceriaan.

3. Bapak Dr. Agus Salim M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Acep Muhib MM, selaku ketua program studi Sosial Ekonomi

Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


i
5. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, SP, MMA, selaku sekretaris prodi Sosial Ekonomi

Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS, selaku dosen pembimbing I yang telah

membimbing untuk memberikan arahan dan pemikiran, memberikan saran

dan nasihat, memberikan tenaga dan waktu, memberikan doa, serta dukungan

kepada penulis.

7. Bapak Ir. Junaidi, M.Si, selaku pembimbing II yang telah membimbing untuk

memberikan arahan dan pemikiran, memberikan saran dan nasihat,

memberikan tenaga dan waktu, memberikan doa, serta dukungan kepada

penulis.

8. Bapak Dr. Ir. Iskandar Andi Nuhung, MS selaku dosen penguji I.

9. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MM selaku dosen penguji II.

10. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat

disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran

dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.

11. Bapak Jontua E.S, SP, selaku pimpinan PT. Permata Hijau Pasaman I,

Sumatera Barat yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan

penelitian di perkebunan inti kelapa sawit PT. Permata Hijau Pasaman I,

Sumatera Barat.

12. Bapak Nofriardi, selaku kepala bagian Bina Mitra yang telah membantu

penulis dalam hal administrasi untuk melakukan penelitian di PT. Permata

Hijau Pasaman I, Sumatera Barat serta motivasi, doa, dan dukungannya

ii
13. Seluruh kepala bagian dan staff PT. Permata Hijau Pasaman I, Sumatera

Barat, khususnya Bapak Harmadi P, Bapak Afij Hendri, Ibu Erma Suryani,

Ibu Suherna Yulita, Bapak Ade, Bapak Hadi, Bapak Asbun yang telah

membantu penulis dalam pengumpulan data penelitian.

14. Nenek Linda yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis saat

melakukan penelitian.

15. Keluarga besar di kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Nenek, Ibu,

Bapak, Uni Ici, Uda Rozi, Ilma, Fero, Ghina, Pak Ade, Ante Reta, Teta Neli,

Amai, Uda Buyung, Abang Yandi, Pak Jon, Pak Duan, Tante Nur, Ante Yanti

dan Mak Uwo) yang telah membantu dan memberikan motivasi, nasihat,

saran, doa, dan dukungan.

16. Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf sebagai teman jiwa yang selalu menemani,

mendampingi, dan mendengarkan keluh kesah penulis. Terima kasih atas

kasih sayang yang telah diberikan, dukungan dan doanya.

17. Lisan Suryana Putera, SP yang telah memberikan pelajaran dan pemahaman

dalam penulisan skripsi ini.

18. Teman-teman Agribisnis 2009 (khususnya Benita, Novi, Hana, Jazil, dan Ade)

atas kebesamaan dan keceriaan yang telah dihadirkan, serta arti persahabatan

dan arti kehidupan yang telah diajarkan.

19. Samaners Agribisnis UIN Jakarta 2009 – 2012, hidup Sagribisnis!

20. Kakak-kakak Agribisnis mulai dari angkatan 2002 - 2008 (khususnya Bang

Ano „02, Kak Ica „03, Kak Ulfa „06, Kak Tata „07) dan adik-adik Agribisnis

iii
dari angkatan 2010-2012 (khususnya Yuni ‟11, Imas ‟10, Bella ‟12, dan

Dwina „12) atas doa dan dukungannya.

21. Putri Nilam Sari S.Hum sebagai teman satu kamar di kost-an yang berperan

seperti seorang kakak yang menuntun seorang adik.

22. Evi Trie Hardiani SE atas cerita, canda, dan tawa.

23. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan tanpa mengurangi

rasa hormat. Terima kasih banyak.

Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan

keterbatasan, penulis menyadari bahwa penelitian ini mungkin masih banyak

kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk menyempurnakan penelitian ini.

Akhir kata penyusun mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua

pihak dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.

Jakarta, September 2013

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix

LAMPIRAN ........................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis ........................................................................................... 6

2.2 Kelapa Sawit ...................................................................................... 8

2.2.1 Sejarah Kelapa Sawit............................................................... 9


2.2.2 Manfaat Kelapa Sawit ............................................................. 12
2.2.3 Prospek Budidaya Kelapa Sawit ............................................. 13
2.2.4 Pola Perkebunan Kelapa Sawit ................................................ 15
2.2.5 Varietas Kelapa Sawit ............................................................. 17
2.2.6 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit .................................................. 21
2.2.7 Budidaya Kelapa Sawit ........................................................... 22
2.2.8 Hama dan Penyakit Kelapa Sawit ........................................... 25

2.3 Usahatani dan Perkebunan ................................................................. 27

v
2.4 Curah Hujan ....................................................................................... 28

2.5 Pupuk dan Pemupukan ....................................................................... 29

2.6 Pengendalian Gulma, Hama, dan Penyakit ........................................ 30

2.7 Pestisida ............................................................................................. 31

2.8 Tenaga Kerja (Karyawan) .................................................................. 31

2.9 Trend .................................................................................................. 32

2.10 Teori Produksi .................................................................................. 33

2.10.1 Mekanisme Sistem Produksi ................................................. 33


2.10.2 Fungsi Produksi ..................................................................... 34
2.10.3 Faktor Produksi ..................................................................... 38

2.11 Elastisitas Produksi .......................................................................... 39

2.12 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 44

2.13 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 47

2.14 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 48

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 49

3.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 49

3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 49

3.4 Metode Analisis Data ......................................................................... 51

3.4.1 Analisis Regresi Linier Berganda ............................................ 52


3.4.2 Elastisitas Produksi Cobb Douglas.......................................... 60

3.5 Definisi Operasional .......................................................................... 62

vi
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Perusahaan ............................................................................... 64

4.2 Lokasi Perusahaan ............................................................................. 67

4.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 67

4.4 Sarana dan Prasarana ......................................................................... 68

4.5 Aktivitas Produksi Tandan Buah Segar (TBS) .................................. 69

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peranan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tandan

Buah Segar (TBS) di PT. Permata Hijau Pasaman I ......................... 79

5.2 Respon Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tandan

Buah Segar (TBS) di PT. Permata Hijau Pasaman I ........................ 98

5.3 Pembahasan ...................................................................................... 99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 110

6.2 Saran .................................................................................................. 111

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 112

LAMPIRAN ........................................................................................................ 114

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Ha), 2006 - 2012** ...... 2

Tabel 2. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (ton), 2006 - 2012** 3

Tabel 3. Produksi TBS PT. Permata Hijau Pasaman I (2010 – 2012) ............ 4

Tabel 4. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan

Daging Buah ..................................................................................... 18

Tabel 5. Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah .......................................... 19

Tabel 6. Ciri Perbedaan antara Usahatani dengan Perkebunan ...................... 28

Tabel 7. Return to Scale .................................................................................. 41

Tabel 8. Production Function Q=2KL ............................................................ 42

Tabel 9. Analisis Variansi ............................................................................... 56

Tabel 10. Sarana dan Prasarana yang Digunakan Oleh PT. Permata Hijau

Pasaman I .......................................................................................... 68

Tabel 11. Persamaan Regresi Linier Berganda ................................................. 80

Tabel 12. VIF dan Nilai Toleransi .................................................................... 85

Tabel 13. Koefisien Korelasi Antar Variabel Bebas ......................................... 87

Tabel 14. Autokorelasi ...................................................................................... 89

Tabel 15. Hasil Analisis Uji F Hitung .................................................................. 90

Tabel 16. Hasil Analisis Uji t ............................................................................ 92

Tabel 17. Koefisien Korelasi Parsial (r)............................................................ 94

Tabel 18. Koefisien Korelasi Keseluruhan (R) dan Koefisien Determinasi (R2) 96

Tabel 19. Elastisitas Produksi ........................................................................... 98


viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Agrbisnis .............................................................................. 7

Gambar 2. Hubungan Input – Output ............................................................... 33

Gambar 3. Proses Produksi ............................................................................... 35

Gambar 4. Fungsi Produksi............................................................................... 40

Gambar 5. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 47

Gambar 6. Berbagai Kondisi Koefisien Korelasi.............................................. 59

Gambar 7. Kantor PT. Permata Hijau Pasaman I ............................................. 64

Gambar 8. Perkebunan Inti PT. Permata Hijau Pasaman I ............................... 66

Gambar 9. Brondolan TBS................................................................................ 76

Gambar 10. Panen TBS ....................................................................................... 77

Gambar 11. Pengangkutan TBS di TPH ............................................................. 77

Gambar 12. Uji Normalitas ................................................................................. 84

Gambar 13. Scatterplot ....................................................................................... 88

ix
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pertanyaan Interview ...................................................................... 115

Lampiran 2. Denah Lokasi PT. Permata Hijau Pasaman I.................................. 116

Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Permata Hijau Pasaman I......................... 117

Lampiran 4. Data Penelitian................................................................................ 118

Lampiran 5. Data Penelitian Dalam Bentuk Logaritma Natural ......................... 123

Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ......................................... 124

Lampiran 7.Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 129

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang berarti sebagian besar

penduduknya hidup dalam sektor pertanian. Tanaman pertanian di

Indonesia dibagi menjadi beberapa bagian, seperti tanaman perkebunan,

tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan lain-lain. Ada beberapa

tanaman yang menjadi unggulan dan peluang untuk berkembang di dunia

industri, seperti tanaman perkebunan. Salah satu contoh tanaman

perkebunan tersebut adalah kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan

utama Indonesia karena perkebunan kelapa sawit adalah salah satu

perkebunan terbesar di Indonesia sehingga mampu menciptakan lapangan

kerja dan mempunyai prospek yang bagus sebagai sumber pendapatan

devisa maupun pajak (Adi, tanpa tahun: 14). Tanaman yang produk

utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO/ Crude Palm Oil) dan minyak

inti sawit (KPO/ Kernel Palm Oil) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan

menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar dibandingkan

dengan komoditas perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah

diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit

hingga menjadi minyak dan produk turunannya (Fauzi, dkk, 2012: 3).

1
Minyak kelapa sawit (MKS) merupakan komoditas yang

mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama

pembuatan minyak makan. Sementara, minyak makan merupakan salah

satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak

makan di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya

peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (Pahan,

2012: 17).

Kelapa sawit telah dibudidayakan di beberapa daerah Indonesia,

seperti di pulau Sumatera, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi, dan lain-

lain. Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tiap tahun pun

mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Ha), 2006 - 2012**


Tahun Luas
2006 6,284,960
2007 6,853,916
2008 7,333,707
2009 7,949,389
2010 8,548,828
2011* 8,774,694
2012** 8,943,433
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luas

lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2006 - 2012 secara

nyata. Selain itu, produksi perkebunan kelapa sawit di Indonesia pun juga

mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

2
Tabel 2. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit, Indonesia (ton), 2006 -
2012**
Hasil Produksi
Tahun
CPO Inti Sawit
2006 16,569,927 3,428,700
2007 17,796,374 4,017,477
2008 19,400,794 4,379,963
2009 21,390,326 4,829,123
2010 22,496,857 5,077,818
2011* 22,899,108 5,169,555
2012** 23,471,238 5,298,136
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013

Tabel 2 menjelaskan bahwa hasil produksi perkebunan kelapa

sawit adalah Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit. Hasil produksi tersebut

mengalami peningkatan dari tahun 2006 - 2012.

Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit merupakan hasil produksi

dari olahan tandan buah segar (TBS). Tandan buah segar (TBS) adalah

produk awal perkebunan kelapa sawit yang dapat diolah agar memiliki

nilai tambah. Salah satu daerah Indonesia di pulau Sumatera yang

menghasilkan tandan buah segar (TBS) adalah propinsi Sumatera Barat.

PT. Permata Hijau Pasaman I adalah salah satu perusahaan

perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di propinsi Sumatera Barat.

Perusahaan ini memproduksi tandan buah segar (TBS) yang selanjutnya

dikirim ke pabrik pengolahan tandan buah segar (TBS).

Pada produksi tandan buah segar (TBS) di perkebunan inti kelapa

sawit PT. Permata Hijau Pasaman I, terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi, termasuk faktor produksi. Faktor produksi

memberikan kontribusi terhadap produksi yang sedang dijalankan. Faktor


3
produksi juga terkait dengan input produksi yang akan mempengaruhi

output yang dihasilkan. Sukrino (2008 : 195) menjelaskan bahwa dengan

membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk

menghasilkan sejumlah barang tertentu dapatlah ditentukan gabungan

faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah

barang tersebut.

Setiap tahun dalam produksinya, PT. Permata Hijau Pasaman I

membuat target produksi tandan buah segar (TBS) yang harus dicapai.

Namun, selama tiga tahun terakhir (2010 – 2012) pada produksi tandan

buah segar (TBS) di PT. Permata Hijau Pasaman I, terdapat dua tahun di

mana target produksi tidak tercapai. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi TBS PT. Permata Hijau Pasaman I (2010 – 2012)


Tahun Produksi TBS Target Produksi TBS
2010 38.391,897 ton 43.000,00 ton
2011 32.510,092 ton 32.000,00 ton
2012 31.177.287 ton 32.700,00 ton
Sumber : PT. Permata Hijau Pasaman I, 2013

Hasil yang tidak sesuai target tersebut akan berdampak pada

keberlanjutan usaha produksi tandan buah segar (TBS) pada PT. Permata

Hijau Pasaman I. Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan

suatu penelitian untuk membantu perusahaan dalam menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS) di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I dengan judul “Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Tandan Buah Segar (TBS)

di Perkebunan Inti PT. Permata Hijau Pasaman I Propinsi Sumatera

Barat”.
4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tandan

buah segar (TBS) di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

propinsi Sumatera Barat?

2. Bagaimana respon produksi tandan buah segar (TBS) terhadap faktor-

faktor produksi di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

propinsi Sumatera Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis peranan faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi tandan buah segar (TBS) di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I propinsi Sumatera Barat.

2. Untuk menganalisis respon produksi tandan buah segar (TBS) terhadap

faktor-faktor produksi di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

propinsi Sumatera Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan referensi dan penelitian lebih lanjut bagi penyusun lain

yang mengambil masalah yang sama.

2. Sebagai informasi bagi pemilik perusahaan untuk dapat mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS) di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I propinsi Sumatera Barat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis

Downey dan Erickson (tanpa tahun: 5-6) menyatakan bahwa

agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sector yang saling tergantung secara

ekonomis, yaitu sector masukan (input), produksi (farm), dan sector

keluaran (output). Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para

pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak.

Termasuk ke dalam masukan ini adalah bibit, makanan ternak, pupuk,

bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan

lainnya. Sektor usaha tani memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak

yang diproses dan disebarkan kepada konsumen akhir oleh sektor

keluaran. Agribisnis dalam arti sempit atau tradisional hanya merujuk pada

produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian. Beberapa

badan usaha yang dicakup di sini antara lain penyalur bahan kimia, pupuk

buatan, mesin-mesin pertanian pembuatan benih dan makanan ternak, serta

kredit dan lembaga keuangan lain yang melayani sektor produksi.

Pasaribu (2012: 19-20) menjelaskan bahwa agribisnis adalah bisnis

yang berbasis pertanian yang dilaksanakan secara terpadu mulai dari hulu

sampai ke hilir sesuai dengan sistem-sistem input produksi dan keluaran

(output).

6
Subsistem Subsistem Subsistem Subsistem
Input Produksi Pasca panen Pemasaran

Subsistem Jasa
dan Penunjang

Gambar 1. Bagan Agrbisnis

a. Subsistem Input
- Alat/ Mesin Pertanian (Alsintan)
- Otomotif Peralatan Industri Pertanian
- Benih bermutu untuk tanaman
- Bibit unggul untuk tanaman/ hewan
- Pupuk kimia
- Pupuk organik
- Pestisida
- Pupuk Pelengkap Cair (PPC)
- Industri agrokimia

b. Subsistem Produksi (Farming)


- Produksi tanaman pangan/ hortikultura
- Usaha produksi tanaman perkebunan
- Usaha peternakan
- Usaha produksi budidaya air laut/ air payau, dan air tawar.
- Usaha produksi budidaya perikanan tangkap plagic kecil/besar.
- Usaha produksi alam kayu.

c. Subsistem Pasca Panen (Agroindustri)


- Usaha penggilingan beras
- Usaha pengolah jagung
7
- Usaha produksi makanan/ minuman
- Usaha pengolah ikan/daging
- Usaha industri pupuk organik
- Usaha industri kerajinan mebel/ rotan
- Usaha pengolah produk perkebunan, dan lain-lain.

d. Subsistem Pemasaran (Marketing)


- Distribusi
- Promosi
- Informasi pasar
- Inteligent pasar
- Sumber pasar (Domestik/ ekspor)
- Kebijakan perdagangan domestik/ luar negeri

e. Subsistem Jasa dan Penunjang


- Perkreditan dan asuransi
- Penelitian dan pengembangan
- Pendidikan dan penyuluhan
- Transportasi/ pergudangan
- Regulasi (mikro-makro ekonomi, RTRW)

2.2 Kelapa Sawit

Pahan (2012: 68) menyatakan bahwa kelapa sawit (E. guineensis)

diusahakan secara kmoersial di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara,

Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain dengan skala yang lebih kecil.

Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya

Brazilia. Di Brazilia, tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar atau

setengah liar di sepanjang tepi sungai. Kelapa sawit yang termasuk dalam

8
subfamily Cocoideae merupakan tanaman asli Amerika Selatan. Walaupun

demikian, salah satu subfamily Cocoideae adalah tanaman asli Afrika.

Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi

pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan

kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga

sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu

produsen utama minyak sawit, bahkan saat ini telah menempati posisi

kedua di dunia. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit

terbesar di dunia, yaotu sebesar 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia.

Pencapaian produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004-2008

tercatat 75.54 juta ton tandan buah segar (TBS) atau 40.26% dari total

produksi kelapa sawit dunia (Fauzi, dkk, 2012: 6).

2.2.1 Sejarah Kelapa Sawit

Fauzi, dkk (2012: 6-7) menyatakan bahwa kelapa sawit pertama

kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada

tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa

dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor.

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara

komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di

Indonesia adalah Adrien Haller, seorang berkebangsaan Belgia yang telah

belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang

9
dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan

kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di

Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi

di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat

itu sebesar 5,123 Ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada

tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923

mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit di

Indonesia maju pesat. Waktu itu, Indonesia bahkan bisa menggeser

dominasi ekspor yang biasanya dikuasai negara-negara Afrika. Hal ini

berbanding terbalik dengan kondisi perkebunan kelapa sawit saat

pendudukan Jepang. Perkembangan produksi kelapa sawit saat

pendudukan Jepang justru mengalami kemerosotan. Lahan perkebunan

mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan lahan yang ada.

Akibatnya, produksi minyak sawit di Indonesia pada tahun 1948/1949

hanya mencapai 56,000 ton. Padahal, pada tahun 1940 Indonesia bisa

mengekspor 250,000 ton minyak sawit (Adi, tanpa tahun: 2-3).

Adi (tanpa tahun: 3) juga menyatakan bahwa setelah Belanda dan

Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintrah mengambil alih perkebunan.

Pemerintah menempatkan perwira militer di setiap jenjang manajemen

perkebunan untuk mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga

membentuk Buruh Militer (Bumil). Bumil merupakan wadah kerja sama

antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam

10
perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang

tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun. Saat itu,

Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh

Malaysia.

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan

diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sector penghasil devisa Negara.

Pemerintah trerus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.

Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294,560 Ha dengan

produksi CPO sebesar 721,172 ton. Sejak saat itu, lahan perkebunan

kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal

ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program

perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya,

perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan

rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan

semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan,

yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil

menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas

perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1.6 juta ha yang tersebar di

berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan (Fauzi, dkk,

2012: 8).

11
2.2.2 Manfaat Kelapa Sawit

Adi (tanpa tahun: 10-11) menyatakan bahwa banyak orang yang

mengetahui bahwa minyak goreng yang biasa digunakan memasak sehari-

hari adalah berasal dari tanaman kelapa sawit. Namun, banyak juga yang

belum tahu bahwa manfaat kelapa sawit tidak hanya untuk minyak goreng

saja. Banyak sekali manfaat yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit.

Tentu buah adalah bagian utama dari kelapa sawit yang dicari untuk

diolah dan diambil kemanfaatannya. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri

bahwa tidak hanya buah saja yang dapat dimanfaatkan dari tanaman

kelapa sawit. Bagian lainnya pun dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan

hidup manusia. Adapun beberapa manfaat kelapa sawit, yaitu:

- Daging buah kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak kelapa sawit

mentah dan menjadi bahan baku pembuatan minyak goreng.

- Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku margarin.

- Minyak sawit dapat diolah menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun,

lilin, dan industri kosmetika.

- Sisa pengolahan buah sawit juga dapat difermentasikan menjadi

kompos.

- Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit,

bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik.

- Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar dan

pembuatan arang aktif.

- Sebagai bahan pembuat particle board (batang dan pelepah).

12
- Sebagai obat karena kandungan minyak nabati berprospek tinggi.

2.2.3 Prospek Budidaya Kelapa Sawit

Adi (tanpa tahun: 4) menyatakan bahwa peluang usaha

membudidayakan kelapa sawit di Indonesia sangatlah besar. Budidaya

kelapa sawit bukanlah budidaya yang musiman, melainkan tahunan.

Kelapa sawit mampu berproduksi hingga lebih dari 25 tahun. Tentu hal ini

akan sangat menguntungkan bagi para pelaku usaha budidaya kelapa sawit

dalam jangka waktu yang panjang.

Prospek pengembangan kelapa sawit di Indonesia sangat bagus.

Diperkirakan permintaan terhadap produk kelapa sawit akan tetap tinggi di

masa-masa mendatang. Dibandingkan produk minyak substitusinya seperti

minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak bunga matahari, permintaan

terhadap minyak kelapa sawit diperkirakan masih relatif tinggi. Tingginya

permintaan terhadap minyak kelapa sawit disebabkan minyak sawit

memiliki banyak keunggulan disbanding produk subtitusinya. Keunggulan

tersebut antara lain adalah relatif lebih tahan lama disimpan, tahan

terhadap tekanan dan suhu tinggi, tidak cepat bau, memiliki kandungan

gizi yang relatif tinggi, serta bermanfaat sebagai bahan baku berbagai jenis

industri. Keunggulan lain adalah dari sisi produktivitas dan biaya

produksi. Minyak sawit memiliki produktivitas relatif lebih tinggi dan

biaya produksi yang relatif lebih rendah dibanding minyak nabati lain

seperti minyak kedelai dan biji matahari. Minyak sawit bisa mencapai

13
produksi hingga lebih dari 3.5 ton per hektar, sedang biji kedelai hanya

mencapai 0.4 ton per hektar, sedang biji matahari mencapai 0.5 ton per

hektar (Adi, tanpa tahun: 8).

Prospek budidaya kelapa sawit ini juga dinyatakan oleh Pahan

(2012: 15) bahwa pengolahan bahan setengah jadi seperti TBS menjadi

produk MKS (Minyak Kelapa Sawit) dan IKS (Inti Kelapa Sawit) serta

pengolahan lebih lanjut MKS dan IKS menjadi produk akhir (edible dan

non edible) akan memberikan nilai tambah secara finansial. Kontribusi

produk agribisnis kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia secara

makro sebagai berikut:

- 11 juta ton MKS x USD 350/ton = USD 3.85 milyar/tahun.

- 2,4 juta ton IKS x USD 175/ton = USD 0.42 milyar/tahun.

Pengembangan agribisnis kelapa sawit berarti memecahkan

masalah kemiskinan karena memberikan kesempatan kerja dan mampu

meningkatkan daya beli masyarakat pedesaan. Contohnya, standar

kebutuhan tenaga kerja 0.2 orang/Ha yang langsung bekerja di perkebunan

dan 0.2 orang Ha lagi yang secara tidak langsung mendapat pekerjaan di

industri hilir dan logistik, maka pengembangan lima juta Ha kelapa sawit

akan memberikan kesempatan kerja kepada dua juta orang (0.4 orang/ha x

5 juta ha) (Pahan, 2012: 15).

Agribisnis kelapa sawit merupakan industri yang kompetitif bagi

Indonesia untuk bersaing secara global. Industri ini juga merupakan

14
industri yang baik untuk negara, baik untuk masyarakat dan juga baik

untuk pelaku yang mengembangkannya (Pahan, 2012: 16).

2.2.4 Pola Perkebunan Kelapa Sawit

Fauzi, dkk (2012: 16-23) menjelaskan tiga pola perkebunan kelapa

sawit, yaitu:

1. Perkebunan Inti Rakyat (PIR)

Pola Perusahaan Inti Rakyat atau disingkat PIR adalah pola

pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan menggunakan

perkebunan besar sebagai inti yang membantu dan membimbing

perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem

kerja sama yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan.

Pola PIR mulai dirancang pada tahun 1974/1975 dan diperkenalkan

dalam bentuk proyek NES/PIR-BUN di daerah perkebunan pada

1977/1978. Dalam konsep PIR, perusahaan perkebunan, baik

pemerintah maupun swasta, berperan sebagai inti, sedangkan

perkebunan rakyat sebagai plasma atau peserta. Tujuan utama PIR

adalah mengangkat harkat hidup petani dan keluarganya dengan cara

meningktakan produksi dan pendapatan usaha taninya.

2. PIR-Trans Untuk Kelapa Sawit

PIR-Trans merupakan pengembanganpola perkebunan inti rakyat.

PIR-Trans dimaksudkan untuk menyelaraskan antara program

15
pengembangan perkebunan dengan program transmigrasi yag

dikembangkan pemerintah. Pola PIR-Trans ditandai dengan

dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor

1 Tahun 1986, tentang pengembangan perkebunan dengan pola PIR

yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Ada empat pertimbangan

yang melatarbelakangi diterapkannya pola PIR-Trans, yaitu untuk

meningkatkan produksi komoditas nonmigas, meningkatkan

pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah, dan menunjang

keberhasilan program transmigrasi.

3. Pola Kemitraan Inti Plasma

Perusahaan inti adalah perusahaan yang berskala menengah/besar

milik swasta, BUMN/BUMD dan atau koperasi yang melakukan

kegiatan usaha di bidang perkebunan. Kebun plasma adalah areal

kebun yang dibangun di lahan milik petani peserta dengan tanaman

perkebunan oleh perusahaan inti dengan menggunakan pendanaan dari

KKPA. Wilayah plasma adalah wilayah yang merupakan suatu

kesatuan usaha yang layak secara ekonomi untuk dikembangkan oleh

petani peserta. Dalam mewujudkan pola kemitraan dalam perkebunan

kelapa sawit ini diperlukan peran dari perusahaan inti, KUD, bank, dan

petani plasma.

16
2.2.5 Varietas Kelapa Sawit

Yan Fauzi, dkk (2012: 29 - 32) menyatakan bahwa banyak varietas

kelapa sawit yang dikenal di Indonesia. Varietas-vrietas tersebut dapat

dibedakan berdasarkan morfologinya. Di antara varietas tersebut terdapat

varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan

dengan varietas lainnya. Keistimewaannya antara lain tahan terhadap

hama dan penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang

dihasilkan tinggi.

Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh

para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah

Beberapa varietas kelapa sawit yang dapat dibedakan berdasarkan

ketebalan tempurung dan daging buahnya, antara lain Dura, Pisifera,

Tenera, dan Macro Carya. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa

sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang

dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas

Tenera, yaitu mencapai 22-24%, sedangkan pada varietas Dura hanya

16-18%. Deskripsi untuk masing-masing varietas dapat dilihat pada

Tabel 4.

17
Tabel 4. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung
dan Daging Buah
Varietas Deskripsi
Dura  Temperung tebal (2-8 mm)
 Tidak terdapat lingkaran
serabut pada bagian luar
tempurung
 Daging buah relative tipis,
yaitu 35-50% terhadap buah.
 Kernel (daging biji) besar
dengan kandungan minyak
rendah.
 Dalam persilangan, dipakai
sebagai pohon induk betina.
Pisifera  Ketebalan tempurung sangat
tipis, bahkan hamper tidak
ada.
 Daging buah tebal, lebih
tebal dari daging buah Dura.
 Daging biji sangat tipis.
 Tidak dapat diperbanyak
tanpa menyilangkan dengan
jenis lain.
Tenera  Hasil dari persilangan Dura
dengan Pisifera.
 Tempurung tipis (0,5-4
mm).
 Terdapat lingkaran serabut
di sekeliling tempurung.
 Daging buah sangat tebal
(60-96% dari buah).
 Tandan buah lebih banyak,
tetapi ukurannya relative
lebih kecil.
Macro Carya  Tempurung tebal (sekitar 5
mm).
 Daging buah sangat tipis.

2. Varietas berdasarkan warna kulit buah

Berdasarkan warna kulit buahnya, varietas kelapa sawit dapat

dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain Nigrescens, Virescens, dan

18
Albescens. Deskripsi untuk masing-masing varietas dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah


Varietas Warna Buah Muda Warna Buah Masak
Nigrescens Ungu kehitaman. Jingga kehitam-
hitaman.
Virescens Hijau. Jingga kemerahan,
tetapi ujung buah
tetap hijau.
Absescens Keputih-putihan. Kekuning-kuningan
dan ujungnya ungu
kehitaman.

3. Varietas unggul

Varietas ungguk kelapa sawit dihasilkan melalui reproduksi

sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara

tanaman indukan yang diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan

hasil pengujian progeny dengan mengikuti prosedur seleksi Reciprocal

Recurrent Selection (RSS). Bahan tanaman yang umum digunakan di

perkebunan kelapa sawit komersial adalah Tenera, yang merupakan

hasil persilangan antara Dura dan Pisifera. Varietas Dura sebagai induk

betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut

telah terbukti memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik

dibandingkan dengan varietas lain. Beberapa varietas Dura Deli yang

dipakai sebagai induk betina sebagai berikut:

 Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C; 425B x 435B; 34C

x 43C).

19
 Dura Deli D. Sinumbah, Pabatu, Bah Jambi, Tinjowan, D. Ilir

(keturunan 533 x 533; 544 x 571; 1 x 44).

 Dura Dumpy Pabatu (keturunan 206 Malaysia).

 Dura Deli G. Bayu dan G. Melayu (berasal dari Kebun Seleksi

G. Bayu dan G. Melayu).

 Dura Deli IRHO dan Socfin (berasal dari reintroduksi Pantai

Gading dengan nomor D8D, D1 15P, D1 18D, D300D, D661D,

L270D, L409D, L421D, dan L414D).

Varietas Pisifera yang digunakan sebagai pokok induk jantan atara

lain sebagai berikut:

 Pisifera D. Sinumbah dan Bah Jambi (berasal dari Yangambi,

masuk tahun 1914 dengan nomor EX5, H5, H11, ZZ14, DD7,

H18, FF11, F17, dan keturunannya).

 Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun, masuk tahun 1930

dengan nomor 424 dan 968).

 Pisifera SP 540 T (berasal dari Kongo dan ditanam di Sei

Pancur tahun 1921-1922. Persilangan terbaik dengan nomor

943, 1019, 1024, 1276, dan 1298).

 Pisifera La Me (masuk tahun 1973, beberapa yang balk dengan

kode L2T, L7T, L9T, dan L14T).

20
 Pisifera Yangabi (dimasukkan tahun 1973 dari Pantai Gading

dengan nomor yang dimiliki L238T, L239T, L718T, dan

1,432T).

 Pisifera Nifor (masuk tahun 1977 dengan nomor yang dimiliki

30-881, 30-4744, 25-1398, 46-1026, dan 31-246T).

2.2.6 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Pahan (2012: 80) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit

membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk

melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre-nursery. Pada

kondisi langit cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas cahaya matahari

bervariasi 1,410 – 1,540 J/cm2/hari.

Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1,500 – 4,000

mm per tahun. Namun, curah hujan optimal yang paling cocok untuk

kelapa sawit adalah 2,000 – 3,000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan

tidak lebih dari 180 hari oer tahun. Kelembapan optimum yang ideal untuk

tanaman kelapa sawit sekitar 80 – 90 % dan kecepatan angina 5 – 6

km/jam untuk membantu proses penyerbukan (Adi, tanpa tahun: 32 – 33).

Tanaman kelapa sawit di perkebunan komersial dapat tumbuh

dengan baik pada kisaran suhu 24 – 280C. Produksi TBS yang tertinggi

didapatkan dari daerah yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 25 – 270C

(Pahan, 2012: 81).

21
2.2.7 Budidaya Kelapa Sawit

Fauzi, dkk (2012: 81) menyatakan bahwa untuk menghasilkan

buah kelapa sawit dengan jumlah dan mutu yang baik, perlu

memperhatikan teknik budidaya yang meliputi pembukaan lahan,

penanaman, dan perawatan tanaman yang benar.

A. Persiapan Areal Perkebunan

Sebelum membuka areal perkebunan kelapa sawit yang baru,

perlu dilakukan survei pendahuluan yang kemudian dilanjutkan

dengan studi kelayakan untuk mendapatkan hasil pembangunan proyek

perkebunan yang baik dan akurat. Pelaksanaan pembibitan dan

persiapan areal perkebunan dilakukan secara terpisah, namun harus

terjadi sinkronisasi. Artinya, bila pembibitan memerlukan waktu satu

tahun maka persiapan areal perkebunan juga harus selesai dalam satu

tahun. Persiapan areal perkebunan meliputi pengolahan lahan yang

sudah ada, pembukaan areal, pembuatan teras, pemancangan tanaman,

dan penanaman tanaman penutup tanah (Fauzi, dkk, 2012: 81-82).

B. Penanaman

Setelah lahan siap maka dapat dilanjutkan dengan kegiatan

penanaman bibit tanaman. Kegiatan tersebut meliputi pembuatan

lubang tanam, pembuatan piringan dan pemberian pupuk dasar,

22
persiapan bibit, pengangkutan bibit, serta penanaman bibit (Fauzi, dkk,

2012: 99).

C. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu tindakan yang

sangat penting dan menetukan masa produktif tanaman. Pemeliharaan

bukan hanya ditujukan terhdadap tanaman, tetapi juga pada media

tumbuh (tanah). Meskipun tanaman dirawat dengan baik, namun jika

perawatan tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat.

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM)

dan yang sudah menghasilkan (TM) relatif memiliki perbedaan dalam

beberapa hal, yaitu:

1. Pemeliharaan TBM kelapa sawit

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan

(TBM) meliputi perawatan tanaman penutup tanah, perawatan piringan

tanaman, pembukaan dan perawatan pasar kontrol dan pasar pikul,

pemupukan tanaman, penyisipan tanaman, serta kastrasi dan

pengadaan serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS) (Fauzi, dkk,

2012: 104-105).

2. Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) kelapa sawit

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan

meliputi kegiatan penyerbukan buatan, perawatan gawangan,

perawatan piringan tanaman, perawatan pasar pikul, pengambilan

23
contoh daun, pemupukan tanaman, pemberantasan gulma, penunasan,

dan penjarangan tanaman (Fauzi, dkk, 2012: 120).

D. Panen

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah

setelah umur dua sampai tiga tahun. Buah akan menjadi masak pada

lima sampai enam bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah

kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah

akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah

masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika

terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai

tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut brondolan (Fauzi, dkk,

2012: 163-164).

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi

pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan

mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta

ke pabrik. Dalam pelaksanaan pemanenan perlu memperhatikan

beberapa kriteria tertentu karena tujuan panen kelapa sawit adalah

untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas

minyak yang baik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan antara lain

matang panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem panen, serta

mutu panen (Fauzi, dkk, 2012: 164).

24
2.2.8 Hama dan Penyakit Kelapa Sawit

Pahan (2012: 185-190) menyatakan bahwa hama dan penyakit

yang sering menyerang tanaman kelapa sawit di antaranya:

1. Ulat api dan ulat kantong

Serangan hama ulat api dan ulat kantong (ulat pemakan daun

ke;apa sawit) telah banyak menimbulkan masalah yang berkepanjangan

dengan terjadinya eksplosi dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan

kehilangan daun (defoliasi) tanaman yang berdampak langsung terhadap

oenurunan produksi.

2. Tikus

Pada TBM, tikus menyerang umbut/titik tumbuh. Gejala

serangannya berupa bekas gerekan, lubang-lubang pada pangkal pelepah,

bahkan sering ditemui pelepah yang putus/ terkulai. Kadang-kadang,

serangan hama ini dijumpai sampai ke titik tumbuh, terutama pada

tanaman umur sekitar satu tahun sehingga menyebabkan kematian pada

tanaman. Pada TM, selain menyerang bunga betina dan bunga jantan, tikus

juga memakan mesocarp buah (daging buah), baik pada tandan muda

maupun yang sudah matang.

3. Rayap

Selain menyerang bibit di pembibitan, rayap juga menyerang

tanaman kelapa sawit TBM maupun TM. Rayap pekerja menggerek dan

memakan pangkal pelepah, jaringan batang, akar dan pangkal akar, daun,

25
serta titik tumbuh tanaman kelapa sawit. Serangan berat dapat

menyebabkan kematian bibit maupun tanaman di lapangan.

4. Adoretus dan Apogonia

Bagian tanaman yang terserang hama ini yaitu tanaman muda, baik

di pembibitan maupun di lapangan. Kumbang Adoretus sp. dewasa

menyerang daun dan memakan sebagian kecil dari daun bagian tengah.

Sementara kumbang Apogonia sp. dewasa mulai menyerang bagian

pinggir dan membuat robekan besar pada pinggir helaian daun.

5. Babi Hutan

Babi hutan menyerang tanaman sawit yang baru ditanam dengan

membongkar dan memakan umbutnya (titik tumbuh) sehingga tanama

sawit mati. Serangan terjadi di kebun-kebun bukaan baru, terutama pada

blok-blok yang berbatasan langsung dengan hutan.

6. Penyakit-Penyakit Daun di Pembibitan

Penyakit yang biasa menyerang pembibitan di antaranya penyakit

antracnose (early leaf diseas), penyakit curvularia (leaf spot disease), dan

penyakit Pestalotiopsis palmarum. Jamur penyebab penyakit daun di

pembibitan kelapa sawit termasuk lemah. Penyakit yag ditimbulkan

biasanya bersifat sekunder. Intensitas serangan penyakit daun sangat

tergantung pada kondisi bibit.

7. Penyakit Busuk Pangkal Batang

Penyebab penyakit ini adalah jamur Ganoderma boninense.

Patogen ini mempunyai kisaran inang yang luas, terutama dari kelompok

26
Palmae/Cocoidae. Pada tanaman tua, infeksi terjadi melalui kontak akar

maupun melalui spora, sedangkan pada tanaman muda infeksi hanya

melalui kontak akar.

8. Penyakit Busuk Tandan Buah (Marasmius)

Penyebab penyakit busuk tandan buah adalah cendawan

Marasmius palmivorus, yaitu cendawan saprofit yang umum hidup pada

bermacam-macam bahan mati/ sisa-sisa makanan. Perkembangan

cendawan saprofit menjadi parasite tergantung dari keadaan, seperti cuaca

(kelembapan) dan tersedianya sumber makanan di perkebunan.

9. Penyakit Busuk Pusuk (Spear Rot)

Penyakit ini ditemui baik di pembibitan maupun di lapangan.

Tanaman yang terserang berat umumnya akan mengalami kematian karena

titik tumbuhnya mengalami pembusukan. Salah satu penyebab serangan

tersebut yaitu defisiensi boron.

2.3 Usahatani dan Perkebunan

Rivai (1980) dalam Hernanto (1995: 7) mendefinisikan usahatani

sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada

produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri

sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang,

segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial

sebagai pengelolanya. Istilah usahatani dituliskan dalam satu kata bukan

dalam dua kata Usaha Tani. Kata usahatani dipakai dan diusulkan untuk

27
pengganti (bukan lawan dari) kata “farm” (Inggris) atau bandbouw bedrijf

(Belanda).

Hernanto (1995: 8-9) juga menjelaskan bahwa di Indonesia telah

dikenal istilah perkebunan yang sebenarnya juga merupakan usahatani

yang dilaksanakan secara komersial. Tujuannya untuk mendapat

keuntungan secara terus menerus. Kegiatan usaha itu digunakan istilah

perkebunan, dan dibedakan dengan usahatani (pertanian rakyat).

Perbedaan pokok usahatani dan perkebunan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Ciri Perbedaan antara Usahatani dengan Perkebunan


Ciri Usahatani Perkebunan
1. Lahan Sempit Luas
2. Status lahan Milik, sewa, sekap - Hak guna usaha
3. Pengelolaan - Oleh petani sendiri - Milik swasta
- Sederhana - Seluruhnya tenaga
upah
- Rumit
4. Jenis tanaman Campuran atau - Tanaman
monokultur pangan. perdagangan
monokultur
5. Teknologi Sederhana - Modern
6. Cara budidaya Tradisional - Selalu mengikuti
perkembangan
teknologi
7. Cara Padat karya Padat modal.
permodalan

2.4 Curah Hujan

Curah hujan rata-rata tahunan sangat bervariasi menurut tempat. Di

gurun penerimaan hujan tahunan berkisar dari 70 mm per tahun, sementara

di beberapa wilayah tropika basah curah hujan dapat melebihi 4,000 mm

per tahun. Penerimaan hujan tertinggi terdapat sekitar equator pada sabuk

28
150 LU – 100 LS. Daerah ini merupakan daerah pertemuan dua massa

udara tropis (daerah konvergensi). Curah hujan agak rendah didapatkan

pada sabuk 200 – 350 lintang (utara/selatan) dengan curah hujan kurang

dari 900 mm. Daerah ini merupakan daerah antisiklon subtropics dengan

sistem divergensi angin yang berasosiasi dengan turunnya udara. Curah

hujan meningkat lagi pada sabuk 400 – 550 LU/LS dengan curah hujan

rata-rata setahun sebesar 1,000 – 2,000 mm. Sabuk ini merupakan daerah

konvergensi lintang menengah (daerah front oleh karena adanya

pertemuan massa udara tropis (angina baratan) dan massa udara (timuran

kutub)) (Handoko, 1995: 118-119) .

2.5 Pupuk dan Pemupukan

Hardjowigeno (2010: 97) menyatakan bahwa dalam pengertian

sehari-hari pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki

kesuburan tanah, sedang pemupukan adalah penambahan bahan tersebut

ke tanah agar tanah menjadi lebih subur. Oleh karena itu, pemupukan pada

umumnya diartikan sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah.

Dalam arti luas pemupukan sebenarnya juga termasuk penambahan bahan-

bahan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, misalnya pemberian

pasir pada tanah liat, penambahan tanah mineral pada tanah organik,

pengapuran, dan sebagainya yang disebut ameliorasi.

Pupuk adalah unsur-unsur esensial baik makro maupun mikro, baik

dalam bentuk komponen anorganik maupun organic yang dibutuhkan oleh

29
tanaman untuk kelangsungan hidupnya. (Yulipriyanto, 2010: 222).

Pemupukan merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk

memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman.

Dengan adanya pemupukan, tanaman dapat tumbuh optimal dan

berproduksi maksimal. Pemupukan memang tidak selamanya memberikan

jaminan kesuburan bagi tanaman. Pasalnya, pemupukan yang keliru justru

membawa petaka bagi tanaman. Oleh karena itu, sebelum melakukan

pemupukan, pemahaman tentang pupuk dan pemupukan sangat penting

untuk diketahui, baik itu jenis, dosis, aplikasi, hingga waktu pemupukan

yang tepat. Prinsipnya, pemupukan harus dilakukan secara tepat agar dapat

memberikan produktivitas dan pertumbuhan yang maksimal (AgroMedia,

2010 : 4-5).

2.6 Pengendalian Gulma, Hama, dan Penyakit

Pahan (2012: 177) menyatakan bahwa pengendalian gulma pada

prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman

pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok

harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu

mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu

bersamaan dengan tanaman pokok.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada hakikatnya

merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan. Oleh karena itu,

konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan dan pemahaman

30
terhadap silus hidup hama/ penyakit itu sendiri. Pengetahuan terhadap

bagian paling lemah dari seluruh siklus hidup mata rantai sangat berguna

di dalam pengendalian hama dan penyakit yang efektif (Pahan, 20112:

185).

2.7 Pestisida

Pestisida adalah bahan-bahan yang dapat membunuh organisme

pengganggu tanaman (hama, penyakit, gulma). Bahan-bahan ini dapat

berupa zat kimia, mikroorganisme, maupun bahan tanaman lainnya.

Pestisida bersifat menguntungkan bagi pertanian, tetapi bisa juga

menimbulkan bahaya bila pengelolaannya tidak benar dan tidak hati-hati

(Pahan, 2012: 190).

2.8 Tenaga Kerja (Karyawan)

Hasibuan (2005: 10) menyatakan bahwa manusia selalu berperan

aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia

menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.

Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat-

alat yang dimiliki perusahaan sangat canggih. Alat-alat canggih yang

dimiliki perusahaan tidak ada manfaatnya bagi perusahaan, jika peran aktif

karyawan tidak diikutsertakan. Mengatur karyawan adalah sulit dan

kompleks, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan,

dan latar belakang yang heterogen yang di bawa ke dalam organisasi.

31
Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasasi sepenuhnya seperti mengatur

mesin, modal, atau gedung.

2.9 Trend

Handoko (2000: 266-268) menjelaskan bahwa model-model

peramalan runtut waktu mencoba untuk meramalkan kejadian-kejadian di

waktu yang akan datang atas dasar serangkaian data masa lalu. Secara

lebih khusus, analisis runtut waktu berkenaan dengan serangkaian

observasi historikal suatu variabel. Analis berkepentingan atas pola-pola

masa lalu dalam data ini untuk produksi di waktu yang akan datang.

Beberapa pendekatan untuk menganalisa waktu telah tersedia, yang

semuanya bermaksud memerinci runtut waktu menjadi komponen-

komponen yang terpisah. Komponen-komponen runtut waktu pada

umumnya diklasifikasikan sebagai trend, musiman atau seasional, siklikal

atau cyclical, dan residu atau erractic. Komponen trend menunjukkan pola

gerakan penurunan atau pertumbuhan (kenaikan) jangka panjang

serangkaian data historik

Fahmi (2012: 165-166) pergerakan trend dapat dilihat dalam

bentuk grafik, dan itu ada berbagai bentuk yang memungkinkan bisa

terjadi. Garis trend (trend lines) merupakan garis yang menggambarkan

arah kecenderungan pergerakan, seperti naik dan turun. Trend lines

merupakan analisis teknikal dasar yang sangat membantu apabila

dilektakkan secara benar.

32
2.10 Teori Produksi

2.10.1 Mekanisme Sistem Produksi

Tasman dan Aima (2013: 65) menyatakan bahwa mekanisme

sistem produksi dapat dilihat pada Gambar 2.

INPUT

- Biologis (bibit, lahan,


pupuk, obatan, SDM,
alat, Manajemen, OUTPUT
keahlian, dan lain-lain) PROSES
- Sosial-ekonomi (satu atau
(pendidikan, usia, lebih)
pelatihan, teknologi,
lingkungan, sarana,
pengalaman, dan lain-
lain)

TEORI PRODUKSI

EFEKTIVITAS PRODUKTIVITAS
PENGGUNAAN INPUT
- Efisiensi Teknis
- Efisiensi Biaya
- Efisiensi Ekonomis

Gambar 2. Hubungan Input – Output

Pada dasarnya efisiensi teknik mengacu pada tingkat output

maksimum yang secara teknik produksi dapat dicapai dari penggunaan

kombinasi input tertentu dalam proses produksi itu. Sedangkan, Efisiensi

33
ekonomis mengacu pada kombinasi penggunaan input yang secara

ekonomis mampu menghasilkan output tertentu dengan biaya yang

seminimum mungkin pada tingkat harga input yang berlaku itu (Gaspers,

1996: 190).

2.10.2 Fungsi Produksi

Konsep dasar di dalam kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah

fungsi produksi itu sendiri. Karena melalui fungsi produksi itu dapat

dilihat secara nyata bentuk hubungan perbedaan jumlah dari faktor

produksi yang digunakan untuk memperoleh sejumlah produksi, dan

sekaligus menunjukkan produktivitas dari hasil itu sendiri. Pengertian lain

dari fungsi produksi adalah menunjukkan berapa output yang dapat

diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda

(Hernanto, 1995: 170).

Teori fungsi produksi juga dinyatakan oleh Trenggonowati (2011:

103) bahwa fungsi produksi dari setiap komoditi menunjukan hubungan

antara faktor produksi yang digunakan (input) dalam proses produksi

dengan hasil produksi (output). Pada proses produksi perusahaan

menggunakan input (faktor produksi) berupa tanah, tenaga kerja, capital,

sumber daya alam, manajerial. Kemudian faktor produksi ini diproses dan

menghasilkan barang dan jasa. Hasil produksi ini akan bervariasi sesuai

dengan variabel dari faktor produksi yang digunakan di dalam proses

produksi, seperti yang terlihat dalam Gambar 3.

34
Input (tanah,

tenaga kerja, Proses Produksi Output

capital, dan lain-lain)

Gambar 3. Proses Produksi

Dalam kasus ini fungsi produksi lebih disederhanakan yaitu hanya

dua faktor produksi yang digunakan. Faktor produksi yang satu dianggap

tetap yaitu faktor tanah garapan (fixed) sedangkan faktor produksi yang

satunya dianggap dapat berubah-ubah, missal tenaga kerja. Atau

kombinasi antara faktor capital dan tenaga kerja dan akan menghasilkan

produk (output) yang diformulasikan dengan huruf Q. Dalam matematika,

hubungan antara K, L, dan Q diformulasikan seperti persamaan ini:

Q = f (K, L)

Keterangan:

f : kepanjangan dari fungsi yang artinya tergantng pada

K : capital

L : labor / tenaga kerja

Jadi, persamaan Q = f (K, L) artinya bahwa untuk memproduksi output

(Q) tergantung pada besar kecilnya capital dan tenaga kerja yang

digunakan (Trenggonowati 2011: 104).

35
Rasul, dkk (2012: 123) menyatakan bahwa fungsi produksi Cobb-

Douglass menjelaskan produksi dalam konteks jangka panjang. Oleh

sebab itu, fungsi produksi Cobb-Douglass menganggap faktor penentu

produksi adalah penggunaan tenaga kerja dan modal. Cobb-Douglas

merumuskan fugsi produksi sebagai berikut:

P = ALαKβ

P = Produksi

A = Konstanta yang menunjukkan besaran produksi ketika persentase

perubahan tenaga kerja dan perubahan modal konstan

L = Tenaga kerja

K = Modal (aktiva produktif)

α = Koefisien elastisitas tenaga kerja, atau koefisien yang menunjukkan

persentase perubahan produksi sebagai akibat dari persentase

perubahan tenaga kerja

β = Koefisien elastisitas modal, atau koefisien yang menunjukkan

persentase perubahan produksi sebagai akibat dari persentase

perubahan aktiva produktif.

Pernyataan lain tentang fungsi produksi dinyatakan oleh Tasman

dan Aima (2013: 66) bahwa setiap proses produksi mempunyai landasan

teknis, yang dalam teori ekonomi disebut fungsi produksi. Fungsi produksi

adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara

tingkat output dan tingkat (atau kombinasi) penggunaan input-input.

36
Setiap produsen dalam teori dianggap mempunyai suatu fungsi produksi

untuk „perusahaannya‟:

Q = f (X1, X2, X3, ..., Xn)

Di mana Q = tingkat poduksi (output)

X1, X2, X3, ..., Xn = berbagai input yang digunakan.

Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai

sifat dari fungsi produksi, yaitu fungsi produksi dari semua produksi dari

semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut The Law

of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam

input ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka

tambahan maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan

satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik, tapi kemudian

seterusnya menurun bila input tersebut terus ditambah (Tasman dan Aima,

2013: 67).

Kebanyakan teori produksi berfokus pada efisiensi, yaitu (1)

memproduksi output semaksimum mungkin dengan tingkat penggunaan

input yang tetap, atau (2) memproduksi output pada tingkat tertentu

dengan biaya produksi yang seminimum mungkin. Sistem produksi

modern lebih memfokuskan perhatian pada pendekatan kedua, yaitu

memproduksi pada tingkat tertentu sesuai dengan permintaan pasar,

dengan biaya produksi seminimum mungkin. Sebaliknya, sistem produksi

konvensional lebih memfokuskan perhatian pada pendekatan pertama,

37
yaitu memproduksi output semaksimum mungkin dengan tingkat input

yang tetap (Tasman dan Aima, 2013: 67).

Secara konseptual, produksi diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu

produksi jangka pendek (short-run production) di mana terdapat satu atau

lebih input tetap (fixed inputs) dan produksi jangka panjang (long-run

production) di mana semua input dalam produksi merupakan input

variabel (variable input) (Tasman dan Aima, 2013: 67).

2.10.3 Faktor Produksi

Rahardja dan Manurung (2010: 107) menyatakan bahwa dalam

aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah berbagai faktor

produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan

tingkat produksi, faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap

(fixed input) dan faktor produksi variabel (variable input).

Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah

penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidak

adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia

(Rahardja dan Manurung, 2010: 107).

Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada

tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor

produksi variabel yang digunakan. Begitu juga sebaliknya (Rahardja dan

Manurung, 2010: 108).

38
2.11 Elastisitas Produksi

Tasman dan Aima (2013: 68) menyatakan bahwa elastisitas

produksi input (EI) yang mengukur persentase perubahan output (%DQ)

sebagai akibat persentase perubahan penggunaan kuantitas input (%DI).

Elastisitas produksi input diukur:

EI = (%∆Q) / (%∆I)

EI = (∆Q / Q) / (∆I / I)

Atau (Q / I) = MPI / API

Keterangan:

EI = Elastisitas produksi input

∆Q = Perubahan jumlah output yang diproduksi

Q = Jumlah output yang diproduksi

∆I = Perubahan input yang digunakan

I = Input yang digunakan

MPI = Marginal Product

API = Average Product

Fungsi produksi dapat digambarkan untuk dapat dijelaskan secara

rinci dan menganalisa peranan masing – masing faktor produksi. Maka

dari sejumlah faktor– faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita

anggap variabel (berubah– ubah) sedangkan faktor–faktor produksi

lainnya dianggap konstan (Mubyarto, 1989: 69).

39
Gambar 4. Fungsi Produksi

Sugiarto, dkk (2000: 213) menyatakan bahwa kaitan antara

rasionalitas daerah produksi dengan elastisitas produksi adalah sebagai

berikut:

 Daerah dengan elastisitas produksi > 1 sampai elastisitas produksi = 1

adalah daerah irrational region.

 Daerah dengan elastisitas produksi = 1 sampai elastisitas produksi = 0

adalah daerah rational region.

 Daerah dengan elastisitas produksi = 0 sampai elastisitas produksi < 0

adalah irrational region.

Jadi, pada daerah I elastisitas produksi lebih besar dari satu

(elastis); artinya jika input dinaikan satu persen maka output akan naik

lebih besar dari satu persen. Pada daerah II nilai elastisitas produksi antara

nol sampai satu. Untuk daerah III nilai elastisitas produksinya kurang dari

nol (Sugiarto, dkk, 2000:213).

40
Trenggonowati (2011: 104-107) menyatakan bahwa elastisitas

output (eQ) adalah persentasi perubahan output yang disebabkan oleh

perubahan semua input sebesar satu persen. Dalam matematika digunakan

persamaan:

eQ = persentasi perubahan output (Q)

persentasi perubahan semua input (X)

eQ = ∆Q X

∆X Q

Jika X merupakan semua input yang digunakan, yang terdiri dari modal +

tenaga kerja + energi dan lain-lainnya maka dapat dilihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Return to Scale


Jika maka Return to
scale
% perubahan output (Q) > % perubahan semua input (X) eQ > 1 Increasing
% perubahan output (Q) = % perubahan semua input (X) eQ = 1 Constant
% perubahan output (Q) < % perubahan semua input (X) eQ < 1 Decreasing

Bila dihubungkan dengan return to scale maka persamaan dari Cobb-

Douglas tersebut menjadi:

Q = mKα, Lβ 0 < α, β < 1

α + β jumlahnya antara 0 – 1 dan m positif

0 < α, β < 1, menunjukkan bahwa produk marjinal untuk setiap input

menurun dengan kenaikan pemakaian jumlah input.

Persamaan ini mempunyai sifat:

41
1. Constant return to scale, jika α + β = 1 artinya bahwa jika input K dan

L masing-masing ditambah menjadi dua kalinya maka jumlah output


½ ½
yang dihasilkan juga akan bertambah dua kali. Misal Q = K L

maka 1/2 + 1/2 = 1. Output akan bertambah secara proporsional

dengan pertambahan input (faktor produksi). Sebagai contoh:

Tabel 8. Production Function Q=2KL


Labor – person – hours/wk
Capital equipment-hours/wk
1 2 3 4 5
1 2 4 6 8 10
2 4 8 12 16 20
3 6 12 18 24 30
4 8 16 24 32 40
5 10 20 30 40 50
Q = 2 K.L. ……. Q = 2. 4. 3 = 24

Jika dalam proses produksi (dengan menggunakan persamaan Q = 2

K.L) kombinasi capital dan tenaga kerja digunakan 4 kapital dan 3

tenaga kerja maka akan menghasilkan output sebesar 24 (lihat angka-

angka yang ditulis tebal).

2. Increasing return to scale, jika α + β > 1 artinya jika K dan L ditambah

masing-masing menjadi dua kalinya maka outputnya akan naik lebih

dari dua kalinya, output bertambah lebih dari proporsi pertambahan

input. Dan increasing return to scale ini berimplikasi pada economic to

scale, kondisi yang ekonomis karena biaya rata-rata akan turun sejalan

dengan kenaikan jumlah output. Dalam kondisi seperti ini maka

perusahaan yang tidak mampu perusahaan itu cenderung akan keluar

dari pasar.

42
3. Decreasing to scale, jika α + β < 1. Artinya bahwa jika K dan L

ditambah masing-masing dua kali maka outputnya bertambah menjadi

kurang dari dua kalinya. Output bertambah kurang dari proporsi

pertambahan input. Decreasing to scale ini berimplikasi pada

diseconomic to scale yaitu biaya rata-rata akan naik sejalan dengan

kenaikan jumlah outputnya. Perusahaan dalam kondisi kurang efisien.

Rahardja dan Manurung (2010: 120-122) menyatakan bahwa

perubahan output karena perubahan skala penggunaan faktor produksi

(return to scale) adalah konsep yang ingin menjelaskan seberapa besar

output berubah bila jumlah faktor produksi dilipatgandakan (doubling).

Hal ini terdiri dari tiga macam, yaitu:

1. Skala Hasil Menaik (Increasing Return to Scale)

Jika penambahan faktor produksi sebanyak 1 unit menyebabkan

output meningkat lebih dari satu unit, fungsi produksi memiliki

karakter Skala Hasil Menaik (Increasing Return to Scale).

2. Skala Hasil Konstan (Constant Return to Scale)

Jika pelipatgandaan faktor produksi menambah output sebanyak

dua kali lipat juga, fungsi produksi memiliki karakter Skala Hasil

Konstan (Constant Return to Scale).

43
3. Skala Hasil Menurun (Decreasing Return to Scale)

Jika penambahan 1 unit faktor produksi menyebabkan output

bertambah kurang dari 1 unit, fungsi produksi memiliki karakter Skala

Hasil Menurun (Decreasing Return to Scale).

2.12 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Putra (2012) dengan judul Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Pakan Ternak di PT. Japfa

Comfeed Indonesia, Tbk Tangerang. Tujuan penelitian tersebut yaitu: (1)

Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi efisiensi proses produksi pakan ternak pada PT. Japfa

Comfeed Indonesia, Tbk Tangerang. (2) Mengetahui elastisitas produksi

pakan ternak pada PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk Tangerang. PT.

Japfa Comfeed Indonesia, Tbk memiliki rata-rata produksi pakan ternak

bentuk pellet yaitu 516.4 ton dalam satu hari pada bulan Mei sampai

Oktober yang merupakan waktu penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut memiliki skala usaha yang besar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi pakan ternak yang dianalisis dalam penelitian ini

adalah mesin, tenaga kerja, dan downtime. Hasil perhitungan regresi

didapatkan nilai intersep yaitu 130.065. Faktor produksi yang paling

berpengaruh terhadap tingkat produksi yaitu mesin dengan nilai koefisien

yaitu 0.536. Dua variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap

44
produksi pakan ternak bentuk pellet. Bahkan faktor produksi downtime

dengan nilai koefisien -0.264 bersifat berbanding terbalik dengan tingkat

produksi pakan ternak. Hasil perhitungan elastisitas produksi pakan ternak

didapat nilai elastisitas produksi variabel mesin bersifat elastis (1.000265

> 1). Sedangkan elastisitas produksi dua variabel lain yakni tenaga kerja

dan downtime bersifat inelastis dengan masing-masing bernilai 0.176171

dan -0.21895.

Penelitian lain yang sejenis juga telah dilakukan oleh Niftia (2005)

dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Produksi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Tanah

Sareal, Kotamadya Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitian tersebut, yaitu

(1) Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dari usahatani ubi

kayu (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi

kayu. Hasil dari penelitian tersebut terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi, yaitu faktor-faktor yang diduga berpengaruh

terhadap produksi ubi kayu adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk

kandang, pupuk urea, pengalaman, dan tingkat pendidikan. Nilai F-hitung

sebesar 59.08 signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang determinasi (R2) sebesar

94.9 persen dan nilai koefisien determinasi terkoreksi adalah sebesar 93.3

persen. Melalui uji-t terlihat bahwa tidak semua variabel penduga

signifikan. Variabel luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 99

persen dan pupuk kandang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

45
Variabel tenaga kerja dan pupuk urea signifikan pada tingkat kepercayaan

90 persen. Sedangkan pada variabel lainnya seperti bibit, pengalaman, dan

tingkat pendidikan tidak signifikan terhadap produksi. Pada model fungsi

produksi Cobb-Douglas, koefisien pangkat dari masing-masing variabel

menunjukkan besarnya elastisitas produksi. Nilai elastisitas luas lahan

dalam fungsi produksi ubi kayu adalah sebesar 1.1307. Nilai elastisitas

bibit dalam fungsi produksi sebesar 0.3479. Nilai elastisitas tenaga kerja

dalam fungsi produksi sebesar 0.3963. Nilai elastisitas pupuk kandang

dalam fungsi produksi ubi kayu sebesar 1.0227. Sedangkan nilai elastisitas

pupuk urea dalam fungsi produksi ubi kayusebesar -0.6700. Nilai

elastisitas pengalaman dalam fungsi produksi ubi kayu sebesar 0.0940.

Nilai elastisitas tigkat pendidikan dalam fungsi produksi ubi kayu sebesar

0.0888.

46
2.13 Kerangka Pemikiran

PT. Permata Hijau Pasaman I

Perkebunan Kelapa Sawit

Produksi Tidak Sesuai Target yang Ditentukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi


Tandan Buah Segar (TBS)
1. Curah hujan
2. Tenaga kerja
3. Pupuk
4. Pestisida
5. Trend (kecenderungan)

Analisis Regresi Linear Berganda


- Uji Asumsi Klasik - Koefisien Korelasi Parsial (r)
- Uji FHitung - Koefisien Korelasi Total (R)
- Uji t - Koefisien Determinasi (R2)

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Elastisitas Produksi Cobb-Douglas

Hasil Respon Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi TBS

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

47
2.14 Hipotesis

Dugaan sementara yang dapat diambil dari penelitian ini secara

statistik dengan tingkat kepercayaan 95%, yaitu:

1. H0 = Tidak ada pengaruh antara faktor-faktor produksi terhadap

produksi tandan buah segar (TBS) di perkebunan inti

kelapa sawit PT. Permata Hijau Pasaman I propinsi

Sumatera Barat.

2. H1 = Ada pengaruh antara faktor-faktor produksi terhadap

produksi tandan buah segar (TBS) di perkebunan inti

kelapa sawit PT. Permata Hijau Pasaman I propinsi

Sumatera Barat.

3. H0 = Tidak ada respon antara produksi tandan buah segar (TBS)

terhadap faktor-faktor produksi di perkebunan inti kelapa

sawit PT. Permata Hijau Pasaman I propinsi Sumatera

Barat.

4. H1 = Ada respon antara produksi tandan buah segar (TBS)

terhadap faktor-faktor produksi di perkebunan inti kelapa

sawit PT. Permata Hijau Pasaman I propinsi Sumatera

Barat.

48
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Permata Hijau Pasaman I jorong

Pisang Hutan, kenagarian Sasak, Kecamatan Ranah Pasisie, kabupaten

Pasaman Barat, Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22

April 2013 hingga 18 Mei 2013.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu menggunakan data runtun waktu (time series) dari tahun 2010

sampai tahun 2012. Data tersebut adalah data-data terkait dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS) selama tiga

tahun terkahir yang dapat dicatat oleh PT. Permata Hijau Pasaman I,

seperti curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan trend. Selain itu,

digunakan juga dokumen-dokumen perusahaan seperti profil perusahaan,

struktur organisasi, dan denah lokasi perusahaan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu:

49
1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek

dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat

dilakukan sesaat ataupun mungkin dapat diulang (Sukandarrumidi,

2002: 69). Metode ini dilakukan dengan mengamati langsung faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS) di lokasi

penelitian.

2. Studi Dokumentasi

Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku

harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan khusus, rekaman kaset,

rekaman video, foto dan lain sebagainya (Sukandarrumidi, 2002: 101).

Metode studi dokumentasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu

dengan mengumpulkan data dari rekaman kaset, rekaman video, foto,

catatan pribadi, dan literatur.

3. Interview

Interview dikenal pula dengan istilah wawancara adalah suatu

proses tanya jawab lisan, di mana dua orang atau lebih berhadapan

secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar

dengan telinga sendiri suaranya (Sukandarrumidi, 2002: 88). Interview

pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih jelas tentang PT.

Permata Hijau Pasaman I dan yang berkaitan dengan faktor-faktor

50
yang mempengaruhi produksi TBS di PT. Permata Hijau Pasaman I.

Pertanyaan interview dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4 Metode Analisis Data

Berdasarkan atas data yang dikumpulkan, penelitian ini termasuk

dalam penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

menggunakan angka dalam penyajian data dan analisis yang menggunakan

uji statistika. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dipandu

oleh hipotesis tertentu, yang salah satu tujuan dari penelitian yang

dilakukan adalah menguji hipotesis yang ditentukan sebelumnya (Saebani,

2008: 128).

Penelitian kuantitatif dalam melihat hubungan variabel terhadap

objek yang diteliti lebih bersifat sebab akibat (kausalitas), sehingga dalam

penelitiannya, ada variabel independen dan dependen. Dari variabel

tersebut, selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen (Saebani, 2008: 128).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Analisis regresi linier berganda melibatkan beberapa variabel bebas

terhadap variabel terikat.

51
3.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk memprediksi

faktor-faktor variable bebas (iklim, tenaga kerja, pupuk, pestisida, trend

(kecenderungan)) yang mempengaruhi variable terikat (produksi tandan

buah segar (TBS)). Untuk memperoleh hasil yang lebih terarah

menggunakan bantuan software SPSS.

Y= bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e

Keterangan:

Y = Produksi tandan buah segar (TBS)

bo = Konstanta

b1 = Koefisien curah hujan

b2 = Koefisien regresi tenaga kerja

b3 = Koefisien regresi pupuk

b4 = Koefisien regresi pestisida

b5 = Koefisien regresi trend (kecenderungan)

X1 = Variabel curah hujan (mm/ triwulan)

X2 = Variabel tenaga kerja (orang/ triwulan)

X3 = Variabel pupuk (kg/ triwulan)

X4 = Variabel pestisida (L/ triwulan)

X5 = Variabel trend (per triwulan)

e = Error

52
1. Uji Asumsi Klasik

A. Normalitas

Analisis normalitas suatu data ini akan menguji data variabel

bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang

dihasilkan, berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal.

Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas

dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal atau normal

sama sekali (Sunyoto, 2012: 119).

B. Multikolinieritas

Uji asumsi klasik jenis ini diterapkan untuk analisis regresi

berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel bebas/ independent

variabel (X1, X2, X3, X4,…., Xn), di mana akan diukur tingkat

asosiasi (keeratan) hubungan/ prngaruh antar variabel bebas tersebut

melalui besaran koefisien korelasi (r). Dikatakan terjadi

multikolienaritas, jika koefisien korelasi antar variabel bebas (X1 dan

X2, X2 dan X3, X3 dan X4, dan seterusnya) lebih besar dari 0,60

(pendapat lain : 0,50 dan 0,90). Dikatakan tidak terjadi

multikolienaritas jika koefisien antar variabel bebas lebih kecil atau

sama dengan 0,60 (r ≤ 0,60). Atau dalam menentukan ada tidaknya

multikolinieritas dapat digunakan cara lain, yaitu dengan:

 Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang

dibenarkan secara statsistik (α).

53
 Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi

penyimpangan baku kuadrat.

Nilai tolerance (α) dan variance inflation factor (VIF) dapat dicari

dengan menggabungkan kedua nilai tersebut sebagai berikut:

 Besar nilai tolerance (α) : α = 1

VIF

 Besar nilai variance inflation factor (VIF) : VIF = 1

Variabel bebas mengalami multikolinieritas jika : α hitung < α dan VIF

hitung > VIF.

Variabel bebas tidak mengalami multikolinieritas jika : α hitung > α

dan VIF hitung < VIF.

(Sunyoto, 2012: 131-132).

C. Heteroskedastisitas

Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai

sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang satu dengan

observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varians yang smaa

disebut terjadi Homoskedastisitas dan jika variansnya tidak sama/

berbeda disebut Heteroskedastisitas (Sunyoto, 2012: 135).

Analisis uji asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS

melalui grafik scatterplot antara Z prediction (ZPRED) yang

merupakan variabel bebas (sumbu X = Y hasil prediksi) dan nilai

54
residualnya (SRESID) merupakan variabel terikat (sumbu Y = Y

prediksi ─ Y riil) (Sunyoto, 2012: 135).

Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil

pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar di bawah

maupun di atas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak

mempunyai pola yang teratur. Heteroskedastisitas terjadi jika pada

scatterplot titik-titiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit,

melebar maupun bergelombang-gelombang (Sunyoto, 2012: 135).

D. Autokorelasi

Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki

masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan

tersebut menjadi tidak baik dipakai prediksi. Masalah autokorelasi

timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu

periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1

(sebelumnya). Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya

masalah autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW) dengan

ketentuan sebagai berikut (Sunyoto, 2012: 138-139):

1) Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 atau DW

< -2

2) Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2

dan +2 atau -2 ≤ DW ≤ +2

55
3) Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW >

+2

2. Uji F Hitung (Uji Serentak)

Koefisien regresi diuji secara serentak dengan menggunakan

ANOVA, untuk mengetahui apakah keserempakan tersebut

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model. Hipotesis dari

pengujian ini, yaitu:

H0: β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0

H1: minimal terdapat satu βj ≠ 0, j = 1, 2, 3, 4, 5

Dalam matriks dekomposisi, jumlah kuadrat total dari residual dapat

dinyatakan dengan Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Variansi


Sumber Derajat Jumlah Rata-Rata Kuadrat
Variansi Bebas Kuadrat (RK)
Regresi p (b′X′ y – n Ῡ2) / k
2
b′ X′ y – n Ῡ

Residual n-(p+1) y′ y − b′ X′ y (y′ y − b′ X′ y) / n –


(k + 1)
Total n-1 y′ y – n ӯ2
Statistik uji yang digunakan, yaitu:

FHitung = RKRegresi

RKResidual

Nilai FHitung yang didapat akan dibandingkan dengan Fα(v1,v2) dengan

derajat bebas v1 = p dan v2 = n-p-1, dengan tingkat signifikansi α.

Apabila FHitung > Fα(v1,v2), maka H0 akan ditolak. Artinya, paling sedikit

56
ada satu βp yang tidak sama dengan nol atau paling sedikit ada satu

dari variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel respons (Setiawan dan Kusrini, 2010: 63-64).

3. Uji t (Pengujian Individu)

Pengujian individu digunakan untuk menguji apakah nilai

koefisien regresi mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis dari

pengujian secara individu, yaitu:

H0 = βi = 0

H1 = βi ≠ 0, i = 1,2,3,4,5

Statistik pengujian yang digunakan, yaitu:

ˆ
tHitung = βi

ˆ
√stdev(βi)

ˆ
Dengan stdev(βi) = √ ( xT x)-1 σ2

Selanjutnya, nilai tHitung dibandingkan dengan nilai t(α/2,n-p), dengan

keputusan:

a. Apabila nilai tHitung > t(α/2,n-k), maka H0 akan ditolak. Artinya,

variabel independen ke-i memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap variabel respons.

57
b. Apabila nilai tHitung < t(α/2,n-k), maka H0 akan diterima. Artinya,

variabel independen ke-i tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap variabel respons.

(Setiawan dan Kusrini, 2010:64)

4. Koefisien Korelasi Parsial (r) dan Koefisien Korelasi Total (R)

Analisis korelasi bertujuan untuk melihat tingkat keeratan

hubungan linear antara dua buah variabel. Tingkat keeratan hubungan

tersebut ditunjukkan dengan suatu besaran yang disebut koefisien

korelasi, yang dilambangkan dengan ρ = (Rho) untuk parameter dan r

untuk statistic. Besarnya koefisien korelasi antara variabel X dengan Y

dapat dihitung dengan persamaan berikut:

n
∑ ( xi – x ) ( yi – ӯ )
i=1
rxy = ; -1 ≤ rxy ≤ 1
n n
∑ ( xi – x )2 ∑ ( yi – ӯ )2
√ i=1 √ i=1

n
∑ xi yi – nxy
i=1
rxy =
n n
2 2
∑ xi – nx ∑ yi2 – nӯ2
√ i=1 √ i=1

58
-1 ≤ r ≤ 1

-1 0 +1

semakin kuat (-) semakin kuat (+)

semakin lemah semakin lemah

Gambar 6. Berbagai Kondisi Koefisien Korelasi

Hubungan antara X dengan Y positif jika X ↑→ Y ↑ dan X ↓ → Y ↓

Hubungan antara X dengan Y negatif jika X ↑→ Y ↓ dan X ↓ → Y ↑

(Setiawan dan Kusrini, 2010: 60-61)

5. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui

sampai sejauh mana ketepatan atau kecocokan garis regresi yang

terbentuk dalam mewakili kelompok data hasil observasi. Koefisien

determinasi menggambarkan bagian dari variasi total yang dapat

diterangkan oleh model. Semakin besar nilai R2 (mendekati 1), maka

ketepatannya dikatakan semakin baik. Sifat yang dimiliki koefisien

determinasi, yaitu:

59
1. Nilai R2 selalu positif karena merupakan nisbah dari jumlah

kuadrat:

Nilai R2 = JK regresi

JK total terkoreksi

2. Nilai 0 ≤ R2 ≤ 1

R2 = 0, berarti tidak ada hubungan antara X dan Y, atau model

regresi yang terbentuk tidak tepat untuk meramalkan Y.

R2 = 1, garis regresi yang terbentuk dapat meramalkan Y secara

sempurna.

(Setiawan dan Kusrini, 2010: 64-65)

3.4.2 Elastisitas Produksi Cobb Douglas

Konsep Cobb Douglas dengan elastisitas bervariasi yang

dikembangkan Ulveling dan Fletcher (1970) melalui alur sebagai berikut:

Fungsi Cobb Douglas berbentuk:

Y = AX1BI. X2B2. X3B3.. X4B4. X5B5 (1)

Kemudian menyatakan elastisitas B dalam persamaan (1) di atas

dalam bentuk:

B1 = B1 (I)

B2 = B2 (I)

B3 = B3 (I)

B4 = B4 (I)

B5 = B5 (I)

60
Variabel I dihipotesakan mempengaruhi secara signifikan

elastisitas produksi partial B, dan dengan sendirinya skala usaha, karena

skala usaha didefinisikan = ∑ Bi. Pengaruh variabel I dapat diuji jika

dimasukkan dalam model persamaan (I) menjadi:

Y = AX1B1(I). X2B2(I). X3B3(I). X4B4(I). X5B5(I) (2)

Gambar skala pada persamaan (2) tidak lagi unik seperti dalam (1)

karena ada variabel (I) yang mempengaruhi. Namun, keduanya tetap

melalui titik asal (o). Dengan demikian fleksibilitas yang nyata telah

diintroduksikan dengan konsepsi elastisitas partial yang variabel. Hal ini

memberikan tambahan informasi yang berguna.

Pemilihan atau pembentukan variabel (I) dapat mewakili

perbedaan iklim, tenaga kerja, pupuk, pestisida, trend, yang penting

terukur. Biasanya, dengan introduksi variabel I tersebut fungsi produksi

sudah tidak lagi bersifat homogeneous.

Untuk estimasi persamaan (2) dapat ditulis kembali dalam bentuk

persamaan linier logaritma natural sebagai berikut:

LnY = LnA + B1(I)LnX1 + B2(I)LnX2 + B3(I)LnX3 +

B4(I)LnX4 + B5(I)LnX5 (3)

Dengan asumsi B berfungsi linier dalam parameternya dan dengan

demikian, dapat dipakai alat estimasi Ordinary Least Square (OLS). Setiap

nilai variabel I akan mempresentasikan satu deret elastisitas partial dari

masing-masing variabel bebas dan skala usaha tertentu dan permukaan

produksi yang unik.

61
Kriteria Elastisitas Produksi (Soekartawi, 2003: 25):

 Inelastis Sempurna jika Ep = 0

 Inelastis jika Ep < 1

 Elastisitas Uniter jika Ep = 1

 Elastis jika Ep > 1

 Elastis Sempurna jika Ep = ~

3.5 Definisi Operasional

1. Produksi adalah kegiatan menambah atau menciptakan kegunaan

suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Kelapa sawit adalah tumbuhan industry penting penghasil minyak

masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

3. Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam

tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak

mengalir.

4. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.

5. Pupuk adalah material tertentu yang ditambahkan ke media tanam

atau tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur

hara yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat berproduksi dengan

baik.

6. Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,

menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu.

62
7. Trend adalah suatu kecenderungan tanaman untuk menghasilkan

produk.

8. Elastisitas produksi diartikan sebagai proporsi perubahan output

sebagai akibat proporsi perubahan input variabel yang digunakan.

63
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Perusahaan

Gambar 7. Kantor PT. Permata Hijau Pasaman I

PT. Permata Hijau Pasaman I merupakan salah satu perusahaan

swasta yang bergerak dalam perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat.

Produk yang dihasilkan oleh PT. Permata Hijau Pasaman I berupa tandan

buah segar (TBS). Perusahaan ini didirikan oleh Wilmar Group pada tahun

1992 dengan status penanaman modal asing (PMA). Wilmar Group adalah

perusahaan milik asing yang berada di Indonesia dan bergerak dalam

bidang perkebunan kelapa sawit dan CPO (Crude Palm Oil).

Visi dari Wilmar Group sebagai pendiri dari PT. Permata Hijau

Pasaman I adalah menjadi perusahaan terbaik, dikagumi, diakui, dan

bertaraf Internasional dalam bidang perkebunan kelapa sawit. Misi dari

64
Wilmar Group sebagai pendiri dari PT. Permata Hijau Pasaman I, yaitu

mengelola usaha perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan minyak

sawit lestari dengan mengutamakan mutu dan kelestarian lingkungan

melalui doktrin “Good Corporate Governance” demi menjamin

kepentingan seluruh “Stakeholders” perusahaan. Selain itu, PT. Permata

Hijau Pasaman I juga mempunyai etos kerja, yaitu disiplin, bekerja keras,

jujur, kreatif, berpikir positif, bertindak cepat dan tepat.

PT. Permata Hijau Pasaman I mempunyai pola perkebunan

kemitraan inti plasma. Luas areal perkebunan inti dan plasma pun berbeda.

Luas lahan kebun PT. Permata Hijau Pasaman 1, yaitu:

- Luas kebun : 2.314,55 Ha

- Luas kebun inti : 1.168,97 Ha

- Luas kebun plasma : 1.145,58 Ha

Pada perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I terdapat 18 blok, yaitu

blok 1 – blok 17 dan blok 21. Sedangkan perkebunan plasma PT. Permata

Hijau Pasaman I terdapat tiga blok, yaitu, blok 18 – blok 20. Lahan kebun

PT. Permata Hijau Pasaman I dibagi menjadi dua bagian, yaitu Phase I dan

Phase II untuk memudahkan pembagian kerja kepada tenaga kerja. Phase I

berada di tanah ulayat Sasak dan Phase II berada di tanah ulayat Kapar.

Jenis tanah pada perkebunan kelapa sawit pada PT. Permata Hijau

Pasaman I ini adalah tanah gambut.

65
Gambar 8. Perkebunan Inti PT. Permata Hijau Pasaman I

Perkebunan plasma di PT. Permata Hijau Pasaman I dibangun agar

adanya kesinambungan antara perusahaan dan penduduk lokal sehingga

penduduk lokal dapat diberdayakan. PT. Permata Hijau Pasaman I ini juga

berdiri dengan melihat dan memikirkan masyarakat sekitar. Maka dari itu,

PT. Permata Hijau Pasaman I mempunyai program Corporate Social

Responsibility (CSR). Program CSR tersebut berupa adat, kesenian,

olahraga, tempat ibadah, dan lain-lain.

PT. Permata Hijau Pasaman I dalam perkembangannya juga telah

memiliki sertifikat Reasonable Sustanable Palm Oil (RSPO) dan

Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dengan adanya RSPO, semua

lingkungan perkebunan harus diperhatikan, mulai dari pengelolaan

lingkungan dengan baik, pengendalian tanah gambut agar tidak terjadi

penurunan produksi yang drastis, dan lain-lain. RSPO juga melarang

penggunaan bahan kimia secara berlebihan. Oleh karena itu, PT. Permata

Hijau Pasaman I dalam mengendalikan hama dibantu dengan pengendalian

secara alami agar tidak menggunakan bahan kimia secara berlebihan.

66
4.2 Lokasi Perusahaan

Lokasi PT. Permata Hijau Pasaman I terletak di jorong Pisang

Hutan, kenagarian Sasak, kecamatan Sasak Ranah Pasisie, kabupaten

Pasaman Barat, Sumatera Barat. Lokasi ini dapat ditempuh dengan

menggunakan transportasi darat ± 20 km dari Simpang Empat (ibu kota

kabupaten Pasaman Barat) dengan waktu tempuh ± 30 menit. Secara

geografis, PT. Permata Hijau Pasaman 1 terletak pada koordinat 000’0” –

003’0” LS dan 99042’0” – 99046’30” BT. Denah lokasi PT. Permata Hijau

Pasaman 1 dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu bagian yang penting dalam setiap

perusahaan. Struktur organisasi sangat diperlukan sebuah perusahaan

karena dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut dua orang atau lebih

harus bekerja sama. PT. Permata Hijau Pasaman I mempunyai struktur

organisasi yang dipimpin oleh seorang General Estate Manager (GEM).

Dalam menjalankan tugasnya, GEM dibantu oleh Manager Unit

Perkebunan. Selanjutnya, tugas Manager Unit Perkebunan dibantu oleh

kepala bagian yang membawahi staff. Struktur organisasi PT. Permata

Hijau Pasaman I dapat dilihat pada Lampiran 3.

67
4.4 Sarana dan Prasarana

Aktivitas produksi TBS yang dilakukan oleh PT. Permata Hijau

Pasaman I akan berjalan dengan lancar apabila tersedianya input yang

mencukupi dan pembudidayaan yang baik. Untuk menunjang aktivitas

produksi TBS tersebut dibutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Sarana

dan prasarana yang digunakan oleh PT. Permata Hijau Pasaman I dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sarana dan Prasarana yang Digunakan Oleh PT. Permata Hijau
Pasaman I
No. Sarana dan Prasarana Uraian
1. Perkebunan kelapa sawit Sebagai lahan atau areal tanam
kelapa sawit.
2. Kantor Bangunan yang digunakan untuk
pusat administrasi dan keuangan.
3. Perlengkapan dan peralatan Sebagai penunjang kegiatan kantor
kantor (administrasi dan keuangan).
4. Alat dan mesin pertanian Segala sesuatu yang digunakan
dalam proses produksi dan
menunjang aktivitas produksi.
5. Gudang Sebagai tempat untuk menyimpan
peralatan atau perlengkapan yang
menunjang kegiatan produksi dan
tempat persediaan saprotan
6. Tempat pengumpulan hasil Sebagai tempat untuk
mengunpulkan hasil TBS yang telah
dipanen.
7. Timbangan Untuk menimbang berat hasil panen,
yaitu TBS.
8. Areal parkir Sebagai tempat parkir mobil dan
motor
9. Post Security Saran penjagaan lingkungan PT.
Permata Hijau Pasaman I serta
tempat pemeriksaan barang pasokan
maupun tamu yang datang.

68
4.5 Aktivitas Produksi Tandan Buah Segar (TBS)

PT. Permata Hijau Pasaman I memproduksi TBS dalam usaha

bisnisnya. Varietas kelapa sawit ini adalah Dura yang berasal dari Medan.

PT. Permata Hijau Pasaman I menggunakan bibit unggul, yaitu Marihat.

Bibit unggul Marihat memiliki potensi produksi TBS sebesar 31

ton/ha/tahun. Produksi TBS rata-rata sebesar 24 – 25 ton/ha/tahun. Potensi

hasil (CPO) sebesar 7.9 ton/ha/tahun. Produksi CPO rata-rata sebesar 6.0 –

6.3 ton/ha/tahun. Rendemin minyak sebesar 23 – 25%. Produksi minyak

inti sebesar 0.54 ton/ha/tahun. (Adi, tanpa tahun : 29).

Awalnya, bibit Marihat dikirim dari Medan dalam bentuk

kecambah. Lalu, PT. Permata Hijau Pasaman I merawat kecambah

tersebut sehingga dapat dilakukan pre-nursery (polybag kecil) setelah

berumur tiga bulan dari kecambah. Setelah itu, dilakukan main nursery

(polybag besar), dan mulai ditanam di kebun setelah berumur tiga tahun.

Penanaman awal kelapa sawit di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I adalah pada tahun 1996. Sebelum melakukan penanaman,

PT. Permata Hijau Pasaman I melakukan survey lahan, pemetaan, land

clearing (penebangan tanpa membakar hutan), dan nursery. Kelapa sawit

ini ditanam di tanah gambut di mana lahan gambut mempunyai beberapa

kendala seperti permukaannya yang mudah turun. Oleh karena itu, dalam

pengendalian permukaan tanah gambut agar tidak terjadi penurunan pada

parit dibuat bound off. Bound off ini fungsinya untuk menahan penurunan

69
tanah. Pada bound off tersebut terdapat alat record untuk mengukur

apakah terjadi penurunan tanah atau tidak.

Setelah dilakukan penanaman, PT. Permata Hijau Pasaman I

melakukan perawatan, seperti pemupukan, pengendalian hama, gulma, dan

penyakit, dan lain-lain. Pengendalian hama, gulma, dan penyakit

dilakukan secara biologis, mekanis, dan kimiawi.

Pengendalian hama, gulma, dan penyakit secara biologis dilakukan

dengan membuat virus dari ulat api. Ulat api yang sudah mati dikutib dari

pohon dan bukan dari tanah karena ulat api yang dikutib dari tanah telah

terkontaminasi oleh bakteri. Selanjutnya, ulat api tersebut dihancurkan

menggunakan blender dengan campuran air. Campuran ulat api yang telah

hancur dan air tersebut dinamakan virus. Lalu, virus tersebut disemprotkan

pada tanaman kelapa sawit dengan menggunakan mist blower. Sedangkan

pengendalian hama, gulma, dan penyakit secara mekanis dilakukan hanya

dengan menggunakan alat-alat seperti sabit, parang, dan lain-lain.

Pengendalian hama, gulma, dan penyakit lainnya dapat dilakukan secara

kimiawi, yaitu dengan pemberian pestisida yang merupakan obat-obatan

yang dapat mengendalikan hama, gulma, dan penyakit.

Pupuk dan pestisida merupakan faktor yang mempengaruhi

produksi TBS. Selain itu, curah hujan, tenaga kerja, dan trend juga

termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi produksi TBS. Faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi TBS di PT. Permata Hijau Pasaman 1

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

70
1. Curah hujan

Produksi TBS tergantung dari curah hujan. Apabila curah hujan

tinggi, maka kebun kelapa sawit akan banjir. Namun sebaliknya,

apabila curah hujan rendah, maka tingkat produktivitas tanaman kelapa

sawit menurun. Oleh karena itu, perkebunan kelapa sawit memerlukan

curah hujan yang cukup merata.

Curah hujan optimum rata-rata yang diperlukan tanaman kelapa

sawit adalah 2,000 ─ 2,500 mm/tahun dengan distribusi merata

sepanjang tahun tanpa bulan kering (defisit air) yang berkepanjangan.

Yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air di atas 250 mm (Fauzi,

dkk, 2012:45).

Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1,500 ─ 4,000

mm per tahun. Namun, curah hujan optimal yang paling cocok untuk

kelapa sawit adalah 2,000 ─ 3,000 mm per tahun dengan jumlah hari

hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun (Adi, tanpa tahun:32).

Curah hujan di areal perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

diukur sendiri dengan alat pengukur curah hujan. Rata-rata curah hujan

dari tahun 2010 sampai tahun 2012 adalah 2,717 mm/tahun. Hal ini

dapat dilihat pada Lampiran 4.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi

karena tanpa adanya tenaga kerja yang menjalankan produksi, maka

71
produksi tidak akan berjalan. PT. Permata Hijau Pasaman I

mempekerjakan tenaga kerja lokal. Tenaga kerja di perkebunan inti

PT. Permata Hijau Pasaman I digunakan untuk melakukan kegiatan

perkebunan, yaitu:

1. Perawatan gawangan

Perawatan gawangan dilakukan sekali per triwulan. Perawatan

gawangan ini dilakukan secara manual dan kimiawi (pestisida).

2. Perawatan piringan tanaman

Perawatan piringan tanaman dilakukan sekali per triwulan.

Perawatan piringan tanaman dilakukan secara manual dan kimiawi

(pestisida).

3. Perawatan pasar pikul

Perawatan pasar pikul dilakukan sekali per triwulan. Perawatan

pasar pikul dilakukan secara manual dan kimiawi (pestisida).

4. Penunasan

Penunasan dilakukan sekali per semester. Penunasan dilakukan

pada pelepah tanaman kelapa sawit yang kosong. Pelepah tersebut

dibuang agar tidak ada pelepah yang patah tujuannya agar tidak

mempengaruhi produksi di tahun berikutnya. Jika pelepah tersebut

dibiarkan, maka pelepah tersebut akan menjadi pelepah yang

disebut sebagai pelepah hantu atau tidak ada buahnya.

72
5. Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada pagi hari agar pupuk dapat terserap

oleh tanaman kelapa sawit dan tidak terbawa angin. Pupuk yang

diberikan berbeda jenis dan dosisnya.

6. Pengendalian hama dan gulma

Pengendalian gulma dilakukan dengan penyemprotan pestisida.

Penyemprotan pestisida tersebut dilakukan pada pagi hari karena

jika dilakukan siang hari pestisida banyak terbawa angina dan tidak

terserap oleh tanaman. Pengendalian hama juga dilakukan dengan

menggunakan virus buatan yang kemudian disemprotkan pada

tanaman kelapa sawit pada malam hari.

7. Penjarangan tanaman

Penjarangan tanaman dilakukan karena terjadi serangan penyakit

seperti, jamur Ganoderma atau pokok-pokok yang rebah. Pokok-

pokok yang rebah tersebut jika masih bisa dirawat akan tetap

dirawat, tetapi pokok tersebut akan ditebang jika sudah tidak bisa

dirawat. Tujuan pokok tersebut ditebang agar tidak menyebar

dengan yang lain. Selain itu, pengendalian untuk penyakit tanaman

kelapa sawit tersebut juga dibuat parit isolasi dengan lebar 50 cm

dengan kedalaman 1 m agar tidak ada kontak akar dengan yang

lain.

73
8. Panen

Panen dilakukan setiap tiga kali sebulan. Panen pertama kali

dilakukan pada tahun 1999.

Pada PT. Permata Hijau Pasaman I, tenaga kerja setiap tahun

semakin berkurang karena beberapa faktor, seperti mengundurkan diri,

pensiun, PHK, meninggal dunia, dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat

pada Lampiran 4.

3. Pupuk

Pemupukan adalah salah satu tindakan perawatan tanaman yang

berpengaruh terhadap produksi tanaman. Pemupukan dapat

meningkatkan kesuburan tanah dan memenuhi ketersediaan unsur hara

dalam tanah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemupukan, yaitu cara pemberian pupuk, waktu pemberian pupuk,

jenis pupuk, dan dosis pupuk. Pemupukan dilakukan pada jarak satu

meter dari pokok dengan cara disebar mengelilingi pokok. Dosis

pupuk yang digunakan PT. Permata Hijau Pasaman I berbeda-beda per

triwulan dari. Hal ini dapat dilihat Lampiran 4.

4. Pestisida

Pestisida digunakan untuk pengendalian hama, gulma, dan

penyakit di PT. Permata Hijau Pasaman I. Penggunaan pestisida ini

74
merupakan pengendalian hama secara kimiawi dengan cara

menyemprotkan pestisida pada tanaman kelapa sawit. Penyemprotan

pestisida ini dilakukan dengan dosis yang telah ditentukan. Dosis

pestisida yang diberikan PT. Permata Hijau Pasaman I untuk

perkebunan inti kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 4.

5. Trend

Trend adalah kecenderungan tanaman kelapa sawit untuk

memproduksi TBS. Maksudnya, apakah semakin tua kecenderungan

tanaman kelapa sawit untuk memproduksi TBS meningkat atau

menurun. Pada usia produktif, kecenderungan tanaman kelapa sawit

untuk memproduksi TBS meningkat. Sebaliknya, setelah melewati

usia produktif, tanaman kelapa sawit untuk memproduksi TBS

menurun. Usia produktif kelapa sawit adalah 17 tahun. Saat ini, umur

tanaman kelapa sawit di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

adalah 17 tahun. Dengan kata lain, trend dapat digunakan untuk

melihat faktor yang berpengaruh dalam produksi TBS secara teknis

yang tidak dapat dihitung, seperti teknologi yang semakin canggih

yang tidak bisa diukur kecanggihannya, dan lain-lain. Trend ini harus

berbeda atau bervariasi waktunya. Trend tersebut dapat dilihat pada

Lampiran 4.

75
Selanjutnya, pada produksi TBS di PT. Permata Hijau Pasaman I,

tanaman kelapa sawit berbuah setelah berumur tiga tahun dan siap untuk

dipanen. Panen dilakukan setiap tiga kali/bulan. Kematangan buah dapat

dilihat dari warnanya. Warna buah yang dipanen adalah buah yang

berwarna merah jingga. Biasanya, jika terlalu matang, buah akan jatuh dari

tangkai tandan yang biasa disebut sebagai brondolan.

Gambar 9. Brondolan TBS

Cara panen tanaman kelapa sawit di PT. Permata Hijau Pasaman I,

yaitu dengan menggunakan egrek (alat arit bergagang panjang) untuk

menurunkan tandan dari pokok. Sebelum tandan dijatuhkan, pelepah daun

yang menyangga buah dipotong terlebih dauhulu, kemudian tandan

diturunkan. Ujung tangkai tandan yang sudah diturunkan tersebut dipotong

membentuk huruf “V” untuk mengurangi kandungan air yang ada. Proses

penurunan TBS dapat dilihat pada Gambar 9.

76
Gambar 10. Panen TBS

Setelah itu, TBS yang telah dipanen dikumpulkan di tempat

pengumpulan hasil (TPH) dengan menggiringnya melewati pasar pikul

(jalan penggiringan TBS dari pokok ke TPH). Lalu, TBS yang berada di

TPH diangkut dengan truck untuk ditimbang dan diberi label yang

selanjutnya dikirim ke pabrik pengolahan TBS menjadi produk yang

mempunyai nilai tambahan.

Gambar 11. Pengangkutan TBS di TPH

TBS yang diproduksi PT. Permata Hijau Pasaman I jumlahnya

berbeda-beda tiap tahun. PT. Permata Hijau Pasaman I dalam proses

produksinya selalu membuat target produksi untuk mengetahui

peningkatan atau penurunan setiap produksi yang dilakukan. Target


77
produksi dan hasil produksi TBS di PT. Permata Hijau Pasaman I dapat

dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan Lampiran 4, dapat diketahui bahwa selama tiga tahun

produksi TBS, ada dua tahun di mana produksi TBS tidak mencapai target

yang telah ditentukan. Produksi TBS yang tidak mencapai target terjadi

pada tahun 2010 dengan produksi 38,385.897 ton dan target 43,000 ton

serta tahun 2012 dengan produksi 31,177.287 ton dan target 32,700 ton.

Produksi yang mencapai target pada 3 tahun terakhir ini terjadi pada tahun

2011 dengan produksi 32,510.092 ton dan target 32,000 ton.

78
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peranan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tandan

Buah Segar (TBS) di PT. Permata Hijau Pasaman I

Pada produksi TBS di PT. Permata Hijau Pasaman I, terdapat

beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Jumlah produksi

TBS dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tersebut merupakan

variabel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan untuk

mengetahui peranan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi TBS di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I adalah analisis regresi linier

berganda. Analisis regresi linier berganda melibatkan beberapa variabel

bebas terhadap variabel terikat (Sunyoto, 2012:86). Berdasarkan hasil

analisis regresi linier berganda dapat diketahui variabel-variabel bebas apa

saja yang dapat mempengaruhi variabel terikat karena tidak semua

variabel bebas dapat mempengaruhi variabel terikat secara nyata pada

tingkat kepercayaan tertentu. Selain itu, hasil analisis regresi linier

berganda juga dapat menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat tersebut.

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat (Y) adalah

jumlah produksi TBS dengan satuan ton/ triwulan selama tiga tahun

terakhir. Sedangkan yang menjadi variabel bebas (X) adalah faktor-faktor

produksi, yaitu iklim (curah hujan) (X1) dengan satuan mm/ triwulan,
79
tenaga kerja (X2) dengan satuan jiwa/ triwulan, pupuk (X3) dengan satuan

kg/ triwulan, pestisida (X4) dengan satuan L/ triwulan, dan trend (X5) per

triwulan. Data variabel-variabel tersebut dianalisis dengan terlebih dahulu

diubah menjadi bentuk Logaritma Natural (Ln) untuk memudahkan dalam

menganalisnya.

Berdasarkan hasil dari analisis regresi linier berganda dengan

menggunakan alat bantu SPSS 20, didapatkan model persamaan regresi

linier berganda seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Persamaan Regresi Linier Berganda


Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -11.928 3.731 -3.197 .019
LnX1 .057 .037 .184 1.523 .178
LnX2 3.190 .530 2.323 6.017 .001
1
LnX3 -.343 .056 -.838 -6.097 .001
LnX4 .048 .066 .097 .731 .492
LnX5 .333 .073 1.802 4.540 .004
a. Dependent Variable: LnY

LnY = -11.928 + 0.057 LnX1 + 3.190 LnX2 + -0.343 LnX3 + 0.048 LnX4

+ 0.333 LnX5

Persamaan tersebut kemudian dikembalikan ke bentuk asli sehingga

bentuknya menjadi:

Y = e-11.928 X10.057.X23.190.X3-0.343.X40.048.X50.333

Y = 6.602 x 10-6 X10.057.X23.190.X3-0.343.X40.048.X50.333

80
Keterangan :

Y : Produksi TBS (ton/ triwulan)

X1 : Curah hujan (mm/ triwulan)

X2 : Tenaga kerja (orang/ triwulan)

X3 : Pupuk (kg/ triwulan)

X4 : Pestisida (L/ triwulan)

X5 : Trend (per triwulan)

Dari persamaan di atas dapat diintrepetasikan sebagai berikut:

1. Nilai konstanta (constant) sebesar -11.928 dengan signifikansi

0.019 atau 1.9% < 5% berarti signifikan untuk memprediksi jumlah

produksi TBS di perkebunan PT. Permata Hijau Pasaman I.

2. Nilai koefisien regresi curah hujan (X1) sebesar 0.057 dengan

signifikansi 0.178 atau 17.8% > 5% berarti tidak signifikan untuk

memprediksi jumlah produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I.

3. Nilai koefisien regresi tenaga kerja (X2) sebesar 3.190 dengan

signifikansi 0.001 atau 0.1% < 5% berarti signifikan untuk

memprediksi jumlah produksi TBS di perkebunan PT. Permata

Hijau Pasaman I.

4. Nilai koefisien regresi pupuk (X3) sebesar -0.343 dengan

signifikansi 0.001 atau 0.1% < 5% berarti signifikan untuk

81
memprediksi jumlah produksi TBS di perkebunan PT. Permata

Hijau Pasaman I.

5. Nilai koefisien regresi pestisida (X4) sebesar 0.048 dengan

signifikansi 0.492 atau 49.2% > 5% berarti tidak signifikan untuk

memprediksi jumlah produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I.

6. Nilai koefisien regresi trend (X5) sebesar 0.333 dengan

signifikansi 0.004 atau 0.4% > 5% berarti signifikan untuk

memprediksi jumlah produksi TBS di perkebunan PT. Permata

Hijau Pasaman I.

Berdasarkan interpretasi di atas, nilai konstanta (constant) sebesar

negatif 11.928 menunjukan bahwa jumlah produksi TBS di perkebunan

inti PT. Permata Hijau Pasaman I akan bernilai -11.928 jika faktor-faktor

produksi, seperti curah hujan (X1), tenaga kerja (X2), pupuk (X3),

pestisida (X4), dan trend (X5) bernilai sama dengan 0 atau dengan kata

lain tidak ada aktivitas curah hujan (X1), tenaga kerja (X2), pupuk (X3),

pestisida (X4), dan trend (X5). Selain itu, dapat diketahui juga kontribusi

variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat dilihat dari koefisien

masing-masing variabel, yaitu:

a. Koefisien regresi curah hujan (X1) sebesar 0.057 bernilai positif

yang berarti adanya pengaruh yang searah atau berbanding lurus

antara curah hujan dengan jumlah produksi TBS di perkebunan inti

82
PT. Permata Hijau Pasaman I. Jumlah produksi TBS akan

mengalami peningkatan sebesar 0.057 ton jika ada peningkatan

curah hujan sebesar 1 mm dengan asumsi variabel yang lainnya

dianggap konstan.

b. Koefisien regresi tenaga kerja (X2) sebesar 3.190 bernilai positif

yang berarti adanya pengaruh yang searah atau berbanding lurus

antara tenaga kerja dengan jumlah produksi TBS di perkebunan

inti PT. Permata Hijau Pasaman I. Jumlah produksi TBS akan

mengalami peningkatan sebesar 3.190 ton jika ada penambahan

tenaga kerja sebanyak 1 orang dengan asumsi variabel yang

lainnya dianggap konstan.

c. Koefisien regresi pupuk (X3) sebesar -0.343 bernilai negatif yang

berarti adanya pengaruh yang berlawanan atau berbanding terbalik

antara pupuk dengan jumlah produksi TBS di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I. Jumlah produksi TBS akan mengalami

penurunan sebesar -0.343 ton jika ada penambahan pupuk sebesar

1 kg dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

d. Koefisien regresi pestisida (X4) sebesar 0.048 bernilai positif yang

berarti adanya pengaruh yang searah atau berbanding lurus antara

pestisida dengan jumlah produksi TBS di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I. Jumlah produksi TBS akan mengalami

peningkatan sebesar 0.048 ton jika ada penambahan pestisida

83
sebesar 1 L dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap

konstan.

e. Koefisien regresi trend (X5) sebesar 0.333 bernilai positif yang

berarti adanya pengaruh yang searah atau berbanding lurus antara

trend dengan jumlah produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I. Jumlah produksi TBS akan mengalami

peningkatan sebesar 0.333 ton jika ada penambahan trend sebesar 1

dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja (X2), pupuk (X2), dan

trend (X3) berpengaruh positif terhadap jumlah produksi TBS di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I. Dengan kata lain, apabila

tenaga kerja (X2), pupuk (X2), dan trend (X3) meningkat, maka akan

diikuti peningkatan jumlah produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I.

1. Uji Asumsi Klasik

A. Normalitas

Gambar 12. Uji Normalitas

84
Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa titik-titik data

mengikuti garis diagonal lurus. Hal ini menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal. Jadi, model regresi linier berganda dalam

bentuk logaritma natural memenuhi asumsi normalitas.

B. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui keeratan

hubungan antar variabel bebas (X). Pada penelitian ini,

multikolinearitas dapat diketahui dengan dua cara, yang pertama

dengan melihat variance inflation factor (VIF) dan nilai toleransi

(α), yang kedua dengan melihat koefisien korelasi antar variabel

bebas. Cara mengetahui multikolinearitas dengan melihat nilai VIF

dan nilai toleransi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. VIF dan Nilai Toleransi


Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
LnX1 .927 1.078
LnX2 .090 11.051
1
LnX3 .714 1.400
LnX4 .770 1.299
LnX5 .086 11.675
a. Dependent Variable: LnY

Berdasarkan Tabel 12, hasil pengujian dari masing-masing

variabel bebas sebagai berikut:


85
1. Tolerance untuk curah hujan (X1) adalah 0.927

2. Tolerance untuk tenaga kerja (X2) adalah 0.090

3. Tolerance untuk pupuk (X3) adalah 0.714

4. Tolerance untuk pestisida (X4) adalah 0.770

5. Tolerance untuk trend (X5) adalah 0.086

6. VIF untuk curah hujan (X1) adalah 1.078

7. VIF untuk tenaga kerja (X2) adalah 11.051

8. VIF untuk pupuk (X3) adalah 1.400

9. VIF untuk pestisida (X4) adalah 1.299

10. VIF untuk trend (X5) adalah 11.675

Pada pengujian ini digunakan alpha sebesar 10% atau 0.10, maka:

VIF = 1 = 1 = 10.

α 0.10

Cara pengujian dengan nilai tolerance adalah jika tolerance

> 0.10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Sedangkan cara

pengujian dengan nilai VIF adalah jika nilai VIF > 10 maka terjadi

multikolinearitas. Nilai tolerance iklim (curah hujan) (X1), pupuk

(X3), pestisida (X4) > 0.10 yang berarti variabel-variabel tersebut

tidak terjadi multikolinearitas. Namun, tenaga kerja (X2) dan trend

(X5) memiliki nilai tolerance < 0.10 yang berarti variabel-variabel

tersebut terjadi multikolinearitas. Jika dilihat dari nilai VIF,

hasilnya pun sama dengan yang dilihat dari nilai tolerance, yaitu

86
curah hujan (X1), pupuk (X3), pestisida (X4) memiliki nilai VIF <

10 yang berarti variabel-variabel tersebut tidak terjadi

multikolinearitas. Sedangkan tenaga kerja (X2) dan trend (X5)

memliki nilai VIF > 10 yang berarti variabel-variabel tersebut

terjadi multikolinearitas.

Selain dengan melihat nilai VIF dan nilai toleransi, untuk

mengetahui multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat

koefisien korelasi antar variabel. Jika koefisien korelasi antar

variabel bebas ≤ 0.60 maka tidak terjadi multikolinearitas. Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Koefisien Korelasi Antar Variabel Bebas


Coefficient Correlationsa
Model LnX5 LnX3 LnX1 LnX4 LnX2
LnX5 1.000 -.484 .103 .376 .945
LnX3 -.484 1.000 .108 -.212 -.512
Correlations LnX1 .103 .108 1.000 .053 .032
LnX4 .376 -.212 .053 1.000 .262
LnX2 .945 -.512 .032 .262 1.000
1
LnX5 .005 -.002 .000 .002 .037
LnX3 -.002 .003 .000 -.001 -.015
Covariances LnX1 .000 .000 .001 .000 .001
LnX4 .002 -.001 .000 .004 .009
LnX2 .037 -.015 .001 .009 .281
a. Dependent Variable: LnY

Dari Tabel 13, dapat dilihat bahwa koefisien korelasi antar

variabel curah hujan (X1), pupuk (X3), pestisida (X4) < 0.60

sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut tidak

terjadi multikolinearitas. Namun, koefisien korelasi antar variabel

87
tenaga kerja (X2) dan trend (X5) > 0.60 sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut terjadi

multikolinearitas.

C. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji sama atau

tidaknya varians dari residual dari observasi yang satu dengan yang

lain. Cara pengujian heteroskedastisitas ini dengan melihat diagram

scatterplot seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Scatterplot

Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa pada

scatterplot titik-titiknya menyebar secara acak, tidak membentuk

pola yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka

88
0 pada sumbu Y. Maka, dapat disimpulkan bahwa pada model

regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

D. Autokorelasi

Autokorelasi digunakan untuk melihat baik atau tidaknya

suatu persamaan regresi. Autokorelasi dapat diuji dengan uji

Durbin-Watson (DW). Jika DW < -2 terjadi autokorelasi positif,

DW berada di antara -2 dan +2 tidak terjadi autokorelasi, DW > +2

terjadi autokorelasi negatif. Hasil uji autokorelasi pada penelitian

ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Autokorelasi


Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson
Square Estimate

1 .959a .919 .852 .05388 2.237


a. Predictors: (Constant), LnX5, LnX3, LnX1, LnX4, LnX2
b. Dependent Variable: LnY

Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa nilai Durbin-

watson sebesar 2.237 yang berarti terjadi autokorelasi negatif.

Dengan demikian, ada persamaan yang mengalami serial korelasi,

di mana serial korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan dan

tidak menimbulkan bias koefisien regresi (Pindyck and Rubinfield,

1991).

89
2. Uji F Hitung (Uji Serentak)

Uji F Hitung digunakan untuk mengetahui apakah semua

variabel bebas (curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan

trend) pada penelitian ini secara bersama-sama mempunyai

pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat (produksi TBS) di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman 1. Uji ini

membandingkan antara nilai F Hitung dengan F Tabel, yaitu:

- H0 ditolak jika F Hitung > F Tabel


- H0 diterima jika F Hitung < F Tabel

Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan tingkat


kepercayaan 95%, yaitu:
- Tolak H0 jika nilai probabilitas yakni Sig. < 0.05
- Terima H0 jika nilai probabilitas yakni Sig. > 0.05
Hasil analisis uji F Hitung dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Analisis Uji F Hitung


ANOVAa
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Regression .198 5 .040
13.623 .003b
1 Residual .017 6 .003
Total .215 11
a. Dependent Variable: LnY
b. Predictors: (Constant), LnX5, LnX3, LnX1, LnX4, LnX2

Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa nilai

signifikansi sebesar 0.003. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05

(0.003 < 0.05) yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Nilai F

Hitung sebesar 13.623 lebih besar daripada F Tabel sebesar 4.39 yang

90
artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan kata lain, variabel-

variabel bebas, seperti curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida,

dan trend mempunyai pengaruh secara nyata secara bersama-sama

terhadap produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau

Pasaman 1.

3. Uji t (Pengujian Individu)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas


(curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan trend) secara
individu terhadap variabel terikat (produksi TBS) di perkebunan
inti PT. Permata Hijau Pasaman 1. Uji t ini membandingkan thitung
dengan ttabel sebagai berikut:
- thitung > ttabel atau -thitung < -ttabel maka hasilnya signifikan
dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
- thitung < ttabel atau -thitung > -ttabel maka hasilnya tidak
signifikan dan berarti H0 diterima dan H1 ditolak.
Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan tingkat
kepercayaan 95% adalah sebagai berikut:
• Tolak H0 jika nilai probabilitas yakni Sig < 0.05
• Terima H0 jika nilai probabilitas yakni Sig. > 0.05

Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 16.

91
Tabel 16. Hasil Analisis Uji t
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -11.928 3.731 -3.197 .019
LnX1 .057 .037 .184 1.523 .178
LnX2 3.190 .530 2.323 6.017 .001
1
LnX3 -.343 .056 -.838 -6.097 .001
LnX4 .048 .066 .097 .731 .492
LnX5 .333 .073 1.802 4.540 .004
a. Dependent Variable: LnY

Berdasarkan Tabel 16, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Nilai signifikansi curah hujan (X1) sebesar 0.178 dimana 0.178

> 0.05 dan nilai thitung sebesar 1.523 lebih kecil daripada ttabel

sebesar 1.796. Maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini

menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh signifikan curah hujan

terhadap produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau

Pasaman I pada tingkat kepercayaan 95%.

b. Nilai signifikansi tenaga kerja (X2) sebesar 0.001 dimana 0.001

< 0.05 dan nilai thitung sebesar 6.017 lebih besar daripada ttabel

sebesar 1.796. Maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini

menjelaskan bahwa ada pengaruh signifikan tenaga kerja

terhadap produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau

Pasaman I pada tingkat kepercayaan 95%.

c. Nilai signifikansi pupuk (X3) sebesar 0.001 dimana 0.001 <

0.05 dan nilai thitung sebesar -6.097 lebih kecil daripada ttabel

sebesar 1.796. Maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini

menjelaskan bahwa ada pengaruh signifikan pupuk terhadap


92
produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

pada tingkat kepercayaan 95%.

d. Nilai signifikansi pestisida (X4) sebesar 0.492 dimana 0.492 >

0.05 dan nilai thitung sebesar 0.731 lebih kecil daripada ttabel

sebesar 1.796. Maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini

menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh signifikan pestisida

terhadap produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau

Pasaman I pada tingkat kepercayaan 95%.

e. Nilai signifikansi trend (X5) sebesar 0.004 dimana 0.004 < 0.05

dan nilai thitung sebesar 4.540 lebih besar daripada ttabel sebesar

1.796. Maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menjelaskan

bahwa ada pengaruh signifikan trend terhadap produksi TBS di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I pada tingkat

kepercayaan 95%.

4. Koefisien Korelasi Parsial (r) dan Koefisien Korelasi Total (R)

Koefisien korelasi digunakan untuk menunjukkan besarnya

hubungan antara variabel bebas (curah hujan, tenaga kerja, pupuk,

pestisida, dan trend) dengan variabel terikat (produksi TBS) di

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I. Koefisien korelasi

dinyatakan dengan bilangan, bergerak antara 0 sampai +1 atau 0

sampai -1. Apabila korelasi mendekati +1 atau -1 mendekati 0

bernilai kuat, sebaliknya korelasi yang mendekati 0 bernilai lemah.

93
Apabila korelasi sama dengan nol, antara kedua variable tidak

terdapat hubungan sama sekali. Korelasi antar masing-masing

variabel terhadap produksi TBS disebut dengan korelasi parsial.

Hasil analisis koefisien korelasi parsial dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Koefisien Korelasi Parsial (r)


Coefficientsa
Model 95.0% Confidence Correlations Collinearity
Interval for B Statistics
Lower Upper Zero- Partial Part Tolerance VIF
Bound Bound order
(Constant) -21.058 -2.799
LnX1 -.035 .149 .316 .528 .177 .927 1.078
11.05
LnX2 1.893 4.488 .550 .926 .699 .090
1
1
LnX3 -.480 -.205 -.445 -.928 -.708 .714 1.400
LnX4 -.113 .210 .037 .286 .085 .770 1.299
11.67
LnX5 .154 .513 -.440 .880 .527 .086
5
a. Dependent Variable: LnY

Berdasarkan Tabel 17, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Nilai koefisien korelasi parsial (r) curah hujan (X1) terhadap

produksi TBS (rX1.Y) adalah 0.528. Hal ini menunjukkan

bahwa curah hujan memiliki korelasi yang kuat. Hubungan

antara curah hujan terhadap produksi TBS positif dan searah

karena nilai korelasi parsial (r) positif. Dengan kata lain,

semakin tinggi curah hujan, maka semakin meningkat pula

produksi TBS. Sebaliknya, semakin turun curah hujan, maka

semakin menurun pula produksi TBS.

94
2. Nilai koefisien korelasi parsial (r) tenaga kerja (X2) terhadap

produksi TBS (rX2.Y) adalah 0.926. Hal ini menunjukkan

bahwa tenaga kerja memiliki korelasi yang kuat. Hubungan

antara tenaga kerja terhadap produksi TBS positif dan searah

karena nilai korelasi parsial (r) positif. Dengan kata lain,

semakin banyak tenaga kerja, maka semakin meningkat pula

produksi TBS. Sebaliknya, semakin sedikit tenaga kerja, maka

semakin menurun pula produksi TBS.

3. Nilai koefisien korelasi parsial (r) pupuk (X3) terhadap

produksi TBS (rX3.Y) adalah -0.928. Hal ini menunjukkan

bahwa pupuk memiliki korelasi yang kuat. Hubungan antara

pupuk terhadap produksi TBS negatif dan terbalik (tidak

searah) karena nilai korelasi parsial (r) negatif. Dengan kata

lain, semakin tinggi pupuk, maka produksi TBS semakin

menurun. Sebaliknya, semakin rendah pupuk, maka produksi

TBS semakin meningkat.

4. Nilai koefisien korelasi parsial (r) pestisida (X4) terhadap

produksi TBS (rX4.Y) adalah 0.286. Hal ini menunjukkan

bahwa pestisida memiliki korelasi yang lemah. Hubungan

antara pestisida terhadap produksi TBS positif dan searah

karena nilai korelasi parsial (r) positif. Dengan kata lain,

semakin tinggi pestisida, maka semakin meningkat pula

95
produksi TBS. Sebaliknya, semakin turun pestisida, maka

semakin menurun pula produksi TBS.

5. Nilai koefisien korelasi parsial (r) trend (X1) terhadap produksi

TBS (rX5.Y) adalah 0.880. Hal ini menunjukkan bahwa trend

memiliki korelasi yang kuat. Hubungan antara trend terhadap

produksi TBS positif dan searah karena nilai korelasi parsial (r)

positif. Dengan kata lain, semakin tinggi trend, maka semakin

meningkat pula produksi TBS. Sebaliknya, semakin turun

trend, maka semakin menurun pula produksi TBS.

Korelasi variabel bebas dan variabel terikat dapat juga

dilihat secara total. Koefisien korelasi total (R) tersebut dapat

dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Koefisien Korelasi Total (R) dan Koefisien Determinasi


(R2)
Model Summaryb
Model R R Adjusted R Std. Error of Durbin-
Square Square the Estimate Watson
1 .959a .919 .852 .05388 2.237
a. Predictors: (Constant), LnX5, LnX3, LnX1, LnX4, LnX2
b. Dependent Variable: LnY

Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa nilai

koefisien korelasi (R) adalah sebesar 0.959. Nilai korelasi ini

menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas (curah hujan,

tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan trend) dengan variabel terikat

(produksi TBS) termasuk kategori kuat karena mendekati +1.

96
Hubungan antara variabel bebas (curah hujan, tenaga kerja, pupuk,

pestisida, dan trend) dengan variabel terikat (produksi TBS)

bersifat positif, artinya jika variabel bebas semakin ditingkatkan

maka produksi TBS juga akan mengalami peningkatan.

5. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat perubahan

variabel bebas ada menjelaskan variasi perubahan variabel tidak

bebas (curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan trend)

terhadap variabel terikat (produksi TBS) di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I. Bila R2 = 0, berarti tidak ada hubungan

antara X dan Y. Sedangkan bila R2 = 1, garis regresi yang

terbentuk dapat meramalkan Y secara sempurna. Hasil analisis R2

dapat dilihat pada Tabel 14.

Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa nilai

koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0.919. Hal ini berarti

91.9% variasi atau perubahan dalam produksi TBS di perkebunan

inti PT. Permata Hijau Pasaman I dapat dijelaskan oleh variasi

perubahan variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini,

seperti curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan trend.

Sedangkan sisanya sebesar 8.1% dijelaskan oleh faktor lain yang

belum dimasukkan dalam model.

97
5.2 Respon Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Terhadap Faktor –

Faktor Produksi di PT. Permata Hijau Pasaman I

Respon produksi tandan buah segar (TBS) terhadap faktor – faktor

yang mempengaruhi produksi di PT. Permata Hijau Pasaman I dapat

diukur dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi mengukur

perbandingan perubahan relatif antara jumlah TBS yang diproduksi

dengan perubahan relative jumlah faktor produksi yang digunakan. Nilai

elastisitas dari masing-masing variabel yang diduga mempengaruhi

produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I dapat

diketahui dari nilai masing-masing koefisien regresi variabel penduganya

karena salah satu ciri dari bentuk logaritma natural, yaitu nilai

elastistisitasnya adalah nilai koefisien regresinya. Elastisitas produksi TBS

di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I dapat diihat pada Tabel

19.

Tabel 19. Elastisitas Produksi


Variabel Elastisitas Interpretasi
Curah Hujan 0.057 Inelastis
Tenaga Kerja 3.190 Elastis
Pupuk -0.343 Inelastis
Pestisida 0.048 Inelastis
Trend 0.333 Inelastis

Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa variabel yang

bersifat elastis hanya ada satu variabel, yaitu variabel tenaga kerja dengan

nilai 3.190 > 1. Sedangkan variabel lainnya, yaitu curah hujan, pupuk,

pestisida, dan trend bersifat inelastis dengan nilai elastisitas iklim sebesar
98
0.057 < 1, nilai elastisitas pupuk sebesar -0.343 < 1, nilai elastisitas

pestisida sebesar 0.048 < 1, dan nilai elastisitas trend sebesar 0.333 < 1.

Dilihat dari nilai elastisitasnya, fungsi produksi tenaga kerja memiliki

karakter skala hasil menaik (increasing return to scale). Sedangkan fungsi

produksi curah hujan, pupuk, pestisida, dan trend memiliki karakter skala

hasil menurun (decreasing return to scale).

5.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil keseluruhan pengujian statistik, dapat diketahui

bahwa koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini adalah sebesar 0.919

yang berarti 91.9% produksi TBS dapat dijelaskan oleh seluruh faktor

dalam penelitian ini. Selanjutnya, dari hasil uji F Hitung, dapat diketahui

bahwa variabel bebas (curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan

trend) mempunyai pengaruh yang signifikan secara serempak atau

bersama-sama terhadap variabel terikat (produksi TBS) di perkebunan inti

PT. Permata Hijau Pasaman I. Dari hasil uji t, hanya ada 3 faktor yang

berpengaruh nyata terhadap produksi TBS pada tingkat kepercayaan 95%.

Faktor-faktor tersebut adalah tenaga kerja, pupuk, dan trend. Sedangkan 2

faktor lainnya, yaitu curah hujan dan pestisida berpengaruh nyata pada

tingkat kepercayaan yang lebih kecil dari 95%. Selain itu, secara bersama-

sama variabel bebas (curah hujan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan

trend) dan variabel terikat (produksi TBS) juga mempunyai hubungan

99
yang kuat dengan nilai koefisien korelasi total (R) adalah sebesar 0.959.

Hasil analisis masing-masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Curah Hujan

Faktor pertama yang diduga berpengaruh terhadap produksi

TBS adalah curah hujan. Curah hujan tersebut dihitung per bulan,

namun dalam pengolahan data dikelompokkan menjadi per triwulan.

Hasil perhitungan pada regresi linier berganda menyatakan bahwa

faktor curah hujan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS

pada tingkat kepercayaan 95%, artinya curah hujan berpengaruh nyata

pada tingkat kepercayaan yang lebih kecil dari 95%. Pada tingkat

kepercayaan 80%, curah hujan memiliki pengaruh yang nyata karena

nilai signifikansi curah hujan sebesar 0.178 < 0.2 sehingga H0 ditolak

dan H1 diterima. Curah hujan memiliki nilai koefisien regresi sebesar

0.057. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan dengan produksi TBS

searah. Jadi, apabila ada peningkatan curah hujan, maka produksi TBS

pun akan meningkat.

Korelasi parsial iklim bernilai 0.528, yang berarti hubungan

antara curah hujan dan produksi TBS bersifat positif, kuat, dan searah.

Dengan kata lain, semakin tinggi curah hujan, maka semakin

meningkatkan produksi TBS atau semakin rendah curah hujan, maka

semakin menurunkan produksi TBS.

Curah hujan yang cukup pada tanaman kelapa sawit akan

mendorong kelapa sawit untuk terus berbunga dan berbuah secara

100
terus menerus sehingga produksi TBS akan meningkat. Curah hujan

yang merata juga dapat menurunkan penguapan dari tanah dan

tanaman kelapa sawit itu sendiri. Namun, jika curah hujan terlalu

tinggi, perkebunan kelapa sawit akan terendam banjir, tindakan

perawatan dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit pun akan

terhambat, dan terjadi erosi sehingga dapat menurunkan produksi TBS.

Sebaliknya, jika curah hujan hujan terlalu rendah, maka tanah akan

mengalami kekeringan yang mengakibatkan tanaman kelapa sawit sulit

menyerap air dan mineral dari dalam tanah sehingga keadaan seperti

ini juga dapat menurunkan produksi TBS. Selain itu, musim kemarau

juga dapat menyebabkan kerusakan dan kematian pada tanaman kelapa

sawit.

Curah hujan mempunyai nilai elastisitas kurang dari satu, yaitu

0.057 yang berarti iklim bersifat inelastis. Hal ini menujukkan bahwa

produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I tidak

respon terhadap peningkatan curah hujan. Berdasarkan nilai elastisitas

tersebut, dapat diketahui juga daerah produksinya, yaitu daerah II

(rasional) di mana peningkatan curah hujan 1% akan menyebabkan

peningkatan produksi TBS paling tinggi 1% dan paling rendah 0%.

Pada daerah ini dapat dicapai pendapatan maksimum. Selain itu, curah

hujan memiliki karakter skala hasil menurun (decreasing return to

scale), yang artinya penambahan 1 mm curah hujan menyebabkan

produksi TBS bertambah kurang dari 1 ton.

101
2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah faktor kedua yang diduga berpengaruh

terhadap produksi TBS. Berdasarkan perhitungan pada regresi linier

berganda, faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh yang nyata pada

tingkat kepercayaan 95% dan nilai koefisien regresi sebesar 3.190. Hal

ini membuktikan bahwa tenaga kerja adalah asset perusahaan yang

sangat dibutuhkan dalam proses produksi TBS karena produksi TBS

akan tetap berjalan hanya jika ada tenaga kerja yang melakukannya.

Dengan demikian, jika ada penambahan tenaga kerja akan berdampak

pada peningkatan jumlah produksi TBS.

Korelasi parsial tenaga kerja bernilai 0.926. Hal ini

menunjukkan hubungan positif, kuat, dan searah antara tenaga kerja

dan produksi TBS. Dengan kata lain, semakin banyak tenaga kerja

yang digunakan, maka semakin banyak produksi TBS yang dihasilkan

atau semakin sedikit tenaga kerja yang digunakan, maka semakin

sedikit pula produksi TBS yang dihasilkan.

Tenaga kerja yang kurang akan berdampak pada penurunan

produksi TBS. Salah satu contoh, kurangnya tenaga kerja untuk

kegiatan panen mengakibatkan buah akan busuk di pokok karena

terlalu lama dipanen dengan tenaga kerja yang minim sehingga

produksi TBS menurun. Selain itu, kurangnya tenaga kerja juga

berdampak pada kegiatan perawatan dan pemeliharaan tanaman karena

dengan tenaga kerja yang terbatas maka tanaman kelapa sawit tidak

102
mendapatkan perawatan dan pemeliharaan secara optimal sehingga

dapat menurunkan produktivitas.

Nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 3.190 > 1, yang artinya

tenaga kerja bersifat elastis. Hal ini menujukkan bahwa produksi TBS

di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I respon terhadap

penambahan tenaga kerja. Daerah produksi dengan nilai elastisitas

sebesar 3.190 adalah daerah I (irasional) di mana penambahan tenaga

kerja sebesar 1% menyebabkan penambahan produksi TBS selalu lebih

besar daripada 1%. Pada daerah ini, keuntungan maksimum belum

tercapai karena produksi TBS masih dapat ditingkatkan dengan

menggunakan tenaga kerja lebih banyak. Selain itu, tenaga kerja

memiliki karakter skala hasil menaik (increasing return to scale), yang

artinya penambahan tenaga kerja sebanyak 1 orang menyebabkan

produksi TBS meningkat lebih dari 1 ton.

3. Pupuk

Pupuk merupakan faktor ketiga yang diduga berpengaruh

terhadap produksi TBS. Pada perhitungan regresi linier berganda,

faktor pupuk mempunyai pengaruh yang nyata pada tingkat

kepercayaan 95% dan nilai koefisien regresi sebesar -0.343. Hal ini

menunjukan bahwa faktor pupuk berbanding terbalik dengan produksi

TBS. Jadi, apabila ada peningkatan pupuk, maka produksi akan

103
mengalami penurunan atau jika ada pengurangan pupuk, maka

produksi akan mengalami peningkatan.

Korelasi parsial pupuk bernilai -0.928, artinya pupuk dan

produksi TBS memiliki hubungan negatif, kuat, dan terbalik. Dengan

kata lain, semakin tinggi pupuk, maka produksi TBS semakin menurun

atau semakin rendah pupuk, maka produksi TBS semakin meningkat.

Jenis pupuk yang digunakan pada PT. Permata Hijau Pasaman I

adalah NPK Super, Urea, MOP, RP, Borate, Dolomite, dan Kieserete.

Penggunaan pupuk paling banyak dari semua jenis pupuk yang

digunakan adalah pupuk NPK, yaitu sebesar 58.55%. Pupuk yang

digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanah. Jenis tanah

perkebunan inti kelapa sawit adalah tanah gambut. Tanah gambut

bertekstur pasir di mana butir-butir tanahnya berukuran lebih besar,

maka setiap satuan berat mempunyai luas permuakaan yang lebih kecil

sehingga sulit menyerap air dan unsur hara. Tanah gambut juga

mempunyai pH tanah yang masam, yaitu kurang dari 4. pH tanah dapat

menentukan mudah atau tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh

tanaman. Pada tanah gambut yang tergolong tanah masam ini, unsur P

tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al. Padahal,

unsur P berfungsi sebagai pembentukan bunga, buah dan biji, serta

mempercepat kematangan. Oleh sebab itu, kelebihan unsur N dan K

menyebabkan produksi buah berkurang dan merangsang gejala

kekurangan B sehingga rasio minyak terhadap tandan menurun.

104
Pada penelitian ini pupuk mempunyai nilai elasitisitas sebesar

negatif 0.343 < 1, berarti faktor pupuk bersifat inelastis. Hal ini

menunjukkan bahwa produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata

Hijau Pasaman I tidak respon terhadap penambahan pupuk. Nilai

elastisitas 0.343 berada pada daerah III (irasional) dalam daerah

produksinya. Dengan demikian, penambahan pupuk akan

menyebabkan pengurangan (penambahan negatif) produksi TBS atau

mengurangi pendapatan. Pupuk juga memiliki karakter skala hasil

menurun (decreasing return to scale), yang artinya penambahan 1 kg

pupuk menyebabkan produksi TBS bertambah kurang dari 1 ton.

4. Pestisida

Faktor keempat yang diduga berpengaruh terhadap produksi

TBS adalah pestisida. Hasil perhitungan pada regresi linier berganda

menyatakan bahwa faktor pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi TBS pada tingkat kepercayaan 95%. Pestisida berpengaruh

nyata pada tingkat kepercayaan di bawah 95%, yaitu pada tingkat

kepercayaan 50% karena nilai signifikansi pestisida sebesar 0.492 <

0.5 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dilihat dari nilai koefisien

regresinya, pestisida memiliki nilai sebesar 0.048. Hal ini

menunjukkan bahwa pestisida dengan produksi TBS searah. Jadi,

apabila ada penambahan pestisida, maka produksi TBS pun akan

meningkat.

105
Jika dilihat dari hasil korelasi parsial, pestisida bernilai 0.286,

yang menunjukkan hubungan positif, lemah, dan searah antara

pestisida dan produksi TBS. Dengan kata lain, semakin tinggi

pestisida, maka semakin meningkatkan produksi TBS atau semakin

rendah pestisida, maka semakin menurunkan produksi TBS.

Fleksibilitas tanaman terhadap lingkungan semakin kurang jika

telah dibudidaya karena telah ada perlakuan khusus terhadap tanaman

tersebut dan terjadi persaingan dengan oganisme lain, berbeda dengan

tanaman liar yang tidak ada perlakuan khusus sehingga tanaman liar

lebih tahan terhadap gangguan lingkungan. Tanaman kelapa sawit

adalah tanaman budidaya. Gangguan lingkungan yang dimaksud

adalah hama, gulma, dan penyakit. Dengan kata lain, hama, gulma, dan

penyakit adalah organisme pengganggu tanaman yang perlu untuk

dikendalikan agar tidak menimbulkan kerusakan secara ekonomis atau

mengalami kerugian. Adanya organisme pengganggu tanaman tersebut

di sekitar tanaman kelapa sawit akan menimbulkan kerugian besar

karena terjadi persaingan antara tanaman kelapa sawit dan organisme

pengganggu tanaman. Faktor persaingan tersebut dapat menyebabkan

perkembangan dan pertumbuhan tanaman kelapa sawit menjadi

terhambat dan dapat mengurangi produksi TBS. Oleh karena itu,

pengendalian organisme pengganggu tanaman perlu dilakukan.

Hama yang menyerang perkebunan inti PT. Permata Hijau

Pasaman I adalah ulat api, ulat kantung, tikus, kumbang tanduk, dan

106
lain-lain. Gulma pada perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

adalah kentosan, keladi, dan lain-lain. Penyakit yang menyerang

perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I adalah busuk pangkal

batang yang diakibatkan oleh jamur Ganoderma. Hama, gulma, dan

penyakit ini dikendalikan secara biologis, mekanis, dan kimiawi.

Pestisida (pengendalian secara kimiawi) yang digunakan oleh PT.

Permata Hijau Pasaman I, yaitu Garlon, Glisat, Inteam, Lindomin,

Starmin, dan Gromoxone.

Pada perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

penggunaan pestisida belum optimal sehingga jika dilakukan

penambahan pestisida akan dapat meningkatkan produksi TBS karena

pemberian pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah,

seperti resistensi (ketahanan), resurjensi (pupulasi hama > populasi

awal), dan outbreak (ledakan). Selain itu, perubahan toleransi manusia

juga berpengaruh terhadap produksi TBS. Maksudnya, jika manusia

toleran terhadap organisme pengganggu tanaman tinggi, maka

kepadatan organisme pengganggu tanaman pun tinggi. Namun

sebaliknya, jika toleransi rendah, maka populasi organisme

pengganggu tanaman pun rendah karena keberadaannya bisa ditekan

dengan pengendalian organisme pengganggu tanaman, seperti

penyemprotan pestisida (kimiawi), pengendalian secara biologis, atau

mekanis.

107
Pestisida mempunyai nilai elastisitas kurang dari 1, yaitu

sebesar 0.048, artinya pestisida bersifat inelastis. Hal ini menujukkan

bahwa produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

tidak respon terhadap penambahan pestisida. Nilai elastisitas tersebut

juga menunjukkan daerah produksinya, yaitu daerah II (rasional) di

mana penambahan pestisida 1% akan menyebabkan peningkatan

produksi TBS paling tinggi 1% dan paling rendah 0%. Selain itu, pada

daerah ini juga dapat dicapai pendapatan maksimum. Pestisida juga

memiliki karakter skala hasil menurun (decreasing return to scale),

yang artinya penambahan 1 L pestisida menyebabkan produksi TBS

bertambah kurang dari 1 ton.

5. Trend

Faktor terakhir yang diduga berpengaruh terhadap produksi

TBS adalah trend. Perhitungan pada regresi linier berganda

menyatakan bahwa faktor trend berpengaruh nyata terhadap produksi

TBS pada tingkat kepercayaan 95% dan nilai koefisien regresi sebesar

0.333. Hal ini menunjukkan bahwa trend dengan produksi TBS searah.

Jadi, apabila ada penambahan trend, maka akan terjadi peningkatan

produksi TBS.

Hasil dari korelasi parsial menunjukkan trend bernilai 0.880,

yang berarti hubungan antara trend dan produksi TBS bersifat positif,

kuat, dan searah. Dengan kata lain, semakin tinggi trend, maka

108
semakin meningkatkan produksi TBS atau semakin rendah trend, maka

semakin menurunkan produksi TBS.

Salah satu contoh yang termasuk dalam trend di sini adalah

teknologi, di mana teknologi yang bertambahnya waktu semakin

canggih tidak dapat diukur seberapa kecanggihan tersebut meningkat.

Jika seiring bertambahnya waktu teknologi juga semakin berkembang,

maka perkembangan teknologi tersebut dapat meningkatkan produksi

TBS. Dengan kata lain, teknologi yang maju dapat menghemat waktu

dan tenaga sehingga berdampak pada peningkatan produksi TBS.

Nilai elastisitas trend adalah 0.333 < 1, berarti trend bersifat

inelastis. Dengan kata lain, produksi TBS di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I tidak respon terhadap penambahan pestisida.

Berdasarkan nilai elastisitas tersebut, daerah produksinya adalah

daerah II (rasional) di mana penambahan trend 1% akan menyebabkan

penambahan produksi TBS paling tinggi 1% dan paling rendah 0%.

Pada daerah ini dapat dicapai pendapatan maksimum. Selain itu, trend

juga memiliki karakter skala hasil menurun (decreasing return to

scale), yang artinya penambahan 1 trend menyebabkan produksi TBS

bertambah kurang dari 1 ton.

109
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi TBS di perkebunan inti

PT. Permata Hijau Pasaman I adalah curah hujan, tenaga kerja, pupuk,

pestisida, dan trend. Secara serentak, curah hujan, tenaga kerja, pupuk,

pestisida, dan trend memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi

TBS pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan uji secara individu,

yang berpengaruh nyata terhadap produksi TBS pada tingkat

kepercayaan 95%, yaitu tenaga kerja, pupuk, dan trend. Sisanya, curah

hujan dan pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS

pada tingkat kepercayaan 95%.

2. Elastisitas produksi tenaga kerja bersifat elastis dengan nilai elastisitas

sebesar 3.190, yang berarti produksi TBS di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I respon terhadap tenaga kerja. Dengan nilai

elastisitas tersebut, tenaga kerja menempati daerah produksi I di mana

keuntungan maksimum belum tercapai. Selain itu, tenaga kerja

memiliki karkater skala hasil menaik (increasing return scale).

Sedangkan elastisitas produksi curah hujan, pupuk, pestisida, dan trend


110
bersifat inelastis dengan nilai elastisitas masing-masing sebesar 0.057,

-0.343, 0.048, 0.333. Dengan demikian, produksi TBS di perkebunan

inti PT. Permata Hijau Pasaman I tidak respon terhadap curah hujan,

pupuk, pestisida, dan trend serta memiliki karakter skala hasil menurun

(decreasing retun to scale).

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan

sebagai bentuk implementasi dari hasil penelitian ini, yaitu:

1. Produksi TBS di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

mempunyai respon terhadap tenaga kerja, maka disarankan untuk

menambah tenaga kerja lebih banyak untuk mencapai keuntungan

maksimum.

2. Pemberian pupuk di perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I

telah berlebihan, maka disarankan untuk melakukan penelitian tentang

pemberian dosis pupuk yang tepat.

111
DAFTAR PUSTAKA

Adi P. Tanpa Tahun. Kaya dengan Bertani Kelapa Sawit. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.

AgroMedia R. 2010. Petunjuk Pemupukan. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

BPS. 2013. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Ha), 2006 - 2012**.

BPS. 2013. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (ton), 2006 - 2012**.

Downey W. D. dan Erickson S. P. Tanpa Tahun. Manajemen Agribisnis Edisi Kedua.

Fahmi I. 2012. Manajemen Produksi dan Operasi. Alfabeta. Bandung.

Fauzi Y., Satyawibawa Y. E. W. I., Paeru R. H. 2012. Kelapa Sawit: Budidaya,


Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar
Swadaya. Depok.

Gaspers V. 1996. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. PT.Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.

Handoko T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE-


Yogyakarta. Yogyakarta.

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. CV Akademika Pressindo. Jakarta.

Hasibuan. M. S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. PT Bumi


Aksara. Jakarta.

Hernanto F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mubyarto. 1995. Pengantar ekonomi pertanian. LP3ES. Jakarta.

Niftia. 2005. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu dan Faktor-Faktor Yang
Memepengaruhi Produksi Di Desa Mekarwangi, Kecamatan Tanah Sareal,
Kotamadya Bogor, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pahan I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pasaribu Ali Musa. 2012. Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis ─ Konsep
dan Aplikasi. Lily Publisher. Yogyakarta.

112
Pindyck, R. S and D. L. Rubinfield. 1991. Econometric Models, and Economic
Forecast. erd. ed. McGraw-Hill International Editions. Singapore.

Putra L. S. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pakan


Ternak Di PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk Tangerang. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Rahardja P. dan Manurung M. 2010. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Rasul A. A., Wijiharjono N., Tupi S. 2012. Ekonomi Mikro Dilengkapi Sistim
Informasi Permintaan. Mitra Wacana Media. Jakarta.

Saebani B. A. 2008. Metode Penelitian. Pustaka Setia. Bandung.

Setiawan dan Kusrini D. E. 2010. Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis


Fungsi Cob-Douglas. PT. Raja Grafindo Persada . Jakarta.

Sugiarto, Herlambang T., Brastoro, Sudjana R., Kelana S. 2000. Ekonomi Mikro:
Sebuah Kajian Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti


Pemula. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sukirno S. 2008. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Sunyoto D. 2012. Analisis Validitas & Asumsi Klasik.Penerbit Gava Media.


Yogyakarta.

Tasman A. dan Aima H. 2013. Ekonomi Manajeria Edisi Revisil. Rajawali Pers.
Jakarta.

Trenggonowati. 2011. Teori Ekonomi Mikro Edisi Dua. BPFE. Yogyakarta.

Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu.


Yogyakarta.

113
LAMPIRAN

114
Lampiran 1. Pertanyaan Interview

PERTANYAAN INTERVIEW

1. Berapa luas lahan perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I?

2. Apakah ada penambahan atau pengurangan luas lahan pada perkebunan inti

PT. Permata Hijau Pasaman I?

3. Berasal dari mana bibit kelapa sawit yang digunakan PT. Permata Hijau

Pasaman I?

4. Tahun berapa pertama kali melakukan penanaman kelapa sawit di perkebunan

inti PT. Permata Hijau Pasaman I?

5. Berapa kali penanaman kelapa sawit yang telah dilakukan oleh PT. Permata

Hijau Pasaman I?

6. Berapa umur tanaman kelapa sawit di perkebunan inti PT. Permata Hijau

Pasaman I?

7. Apa jenis tanah perkebunan inti PT. Permata Hijau Pasaman I?

8. Perawatan apa saja yang dilakukan tenaga kerja di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I?

9. Bagaimana pengendalian hama, gulma, dan penyakit di perkebunan inti PT.

Permata Hijau Pasaman I?

10. Berapa kali panen setiap bulan dilakukan di PT. Permata Hijau Pasaman I?

115
Lampiran 2. Denah Lokasi PT. Permata Hijau Pasaman I

116
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Permata Hijau Pasaman I

117
Lampiran 4. Data Penelitian

A. Data Tiap Bulan (2010 – 2012)

Curah Hujan PT. Permata Hijau Pasaman 1


Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari 181 mm 71 mm 14 mm
Februari 294 mm 129 mm 117 mm
Maret 351 mm 154 mm 145 mm
April 486 mm 270 mm 231 mm
Mei 289 mm 59 mm 134 mm
Juni 148 mm 80 mm 121 mm
Juli 267 mm 108 mm 108 mm
Agustus 140 mm 273 mm 303 mm
September 336 mm 380 mm 191 mm
Oktober 257 mm 500 mm 151 mm
November 116 mm 516 mm 451 mm
Desember 169 mm 205 mm 406 mm
Total 3,034 mm 2,745 mm 2,372 mm

Tenaga Kerja PT. Permata Hijau Pasaman 1


Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari 355 orang 343 orang 277 orang
Februari 354 orang 291 orang 277 orang
Maret 347 orang 294 orang 275 orang
April 345 orang 292 orang 282 orang
Mei 340 orang 290 orang 274 orang
Juni 340 orang 283 orang 276 orang
Juli 337 orang 288 orang 271 orang
Agustus 343 orang 288 orang 266 orang
September 333 orang 283 orang 276 orang
Oktober 338 orang 284 orang 276 orang
November 341 orang 279 orang 271 orang
Desember 342 orang 279 orang 269 orang
Total 4,115 orang 3,494 orang 3,290 orang

118
Dosis Pupuk (Dalam Lahan Seluas 1.168,97 Ha)
Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari 72.100 kg 228.400 kg 114.800 kg
Februari 150.250 kg 96.150 kg 146.800 kg
Maret 144.900 kg 158.450 kg 182.650 kg
April 93.200 kg 66.750 kg 115.200 kg
Mei 65.350 kg 64.295 kg 74.280 kg
Juni 107.700 kg 56.300 kg 167.900 kg
Juli 142.250 kg 106.150 kg 120.450 kg
Agustus 94.750 kg 84.550 kg 48.500 kg
September 64.750 kg 45.650 kg 123.050 kg
Oktober 208.050 kg 101.850 kg 154.250 kg
November 327.150 kg 137.650 kg 32.800 kg
Desember 118.200 kg 207.500 kg 154.100 kg
Total 1,588.100 kg 1,353.695 kg 1,434.780 kg

Dosis Pestisida (Dalam Lahan Seluas 1.168,97 Ha)


Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari 46 L 275 L 236 L
Februari 940 L 265 L 340 L
Maret 410 L 231 L 377 L
April 87 L 367 L 548.5 L
Mei 281 L 273 L 704 L
Juni 633 L 252 L 360 L
Juli 182 L 422 L 20 L
Agustus 521 L 282 L 214 L
September 237.5 L 346 L 371 L
Oktober 482 L 365.2 L 287 L
November 180 L 285 L 11 L
Desember 337.25 L 407 L 341 L
Total 4,336.75 L 3,770.2 L 3,809.5 L

119
Trend
Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari 1 13 25
Februari 2 14 26
Maret 3 15 27
April 4 16 28
Mei 5 17 29
Juni 6 18 30
Juli 7 19 31
Agustus 8 20 32
September 9 21 33
Oktober 10 22 34
November 11 23 35
Desember 12 24 36

Target dan Hasil Produksi TBS (ton) di Perkebunan Inti PT. Permata Hijau
Pasaman I (Dalam Lahan Seluas 1.168,97 Ha)
Tahun 2010 2011 2012
Bulan Target Produksi Target Produksi Target Produksi
Januari 2,900 3,073.498 2,200 2,349.314 2,200 2,077.610
Februari 2,900 2,247.084 2,200 2,126.885 2,300 2,511.733
Maret 3,100 2,763.913 2,300 2,725.728 2,400 2,284.232
April 3,200 2,421.109 2,400 2,575.226 2,500 2,417.742
Mei 4,100 3,733.170 3,000 3,104.519 3,200 2,414.062
Juni 4,400 4,151.157 3,200 3,224.161 3,300 3,161.288
Juli 4,400 4,521.217 3,300 3,617.147 3,200 3,539.640
Agustus 3,900 3,666.877 3,000 2,793.410 2,700 2,061.630
September 3,500 2,578.934 2,600 2,618.391 2,900 3,059.720
Oktober 3,700 3,350.644 2,700 2,838.684 2,800 2,629.030
November 3,600 2,909.127 2,700 2,117.101 2,700 2,400.130
Desember 3,300 2,969.167 2,400 2,419.526 2,500 2,620.470
Total 43,000 38,385.897 32,000 32,510.092 32,700 31,177.287

B. Data Triwulan (2010 – 2012)

Curah Hujan PT. Permata Hijau Pasaman 1


Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari – Maret 826 mm 354 mm 276 mm
April – Juni 923 mm 409 mm 486 mm
Juli – September 743 mm 761 mm 602 mm
Oktober − Desember 542 mm 1,221 mm 1,008 mm
Total 3,034 mm 2,745 mm 2,372 mm

120
Tenaga Kerja PT. Permata Hijau Pasaman 1
Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari – Maret 1,056 orang 928 orang 829 orang
April – Juni 1,025 orang 865 orang 832 orang
Juli – September 1,013 orang 859 orang 813 orang
Oktober − Desember 1,021 orang 842 orang 816 orang
Total 4,115 orang 3,494 orang 3,290 orang

Dosis Pupuk (Dalam Lahan Seluas 1.168,97 Ha)


Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari – Maret 367.250 kg 483 kg 444.250 kg
April – Juni 266.250 kg 187.345 kg 357.380 kg
Juli – September 301.200 kg 236.350 kg 292 kg
Oktober − Desember 653.400 kg 447 kg 341.150 kg
Total 1,588.100 kg 1,353.695 kg 1,434.780 kg

Dosis Pestisida (Dalam Lahan Seluas 1.168,97 Ha)


Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari – Maret 1,396 L 771 L 953 L
April – Juni 1,001 L 892 L 1,612.500 L
Juli – September 940.5 L 1,050 L 605 L
Oktober − Desember 999,250 L 1,057.200 L 639 L
Total 4,336.750 L 3,770.200 L 3,809.500 L

Trend
Tahun
2010 2011 2012
Bulan
Januari – Maret 1 5 9
April – Juni 2 6 10
Juli – September 3 7 11
Oktober − Desember 4 8 12

121
Target dan Hasil Produksi TBS (ton) di Perkebunan Inti PT. Permata Hijau
Pasaman I (Dalam Lahan Seluas 1.168,97 Ha)
Tahun 2010 2011 2012

Bulan Target Produksi Target Produksi Target Produksi

Januari - 8,900 8,084.495 6,700 7,201.927 6,900 6,873.575

Maret

April - 11,700 10,305.436 8,600 8,903.906 9,000 7,993.092

Juni

Juli - 11,800 10,767.028 8,900 9,028.948 8,800 8,660.990

September

Oktober - 10,600 9,228.938 7,800 7,375.311 8,000 7,649.630

Desember

Total 43,000 38,385.897 32,000 32,510.092 32,700 31,177.287

122
Lampiran 5. Data Penelitian Dalam Bentuk Logaritma Natural

Curah Tenaga Pupuk Pestisida Trend Jumlah LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnY
Hujan Kerja (X3) (X4) (X5) Produksi
(X1) (X2) TBS (Y)
826 1056 367.25 1396 1 8084.495 6.72 6.96 5.91 7.24 0 9
923 1025 266.25 1001 2 10305.436 6.83 6.93 5.58 6.91 0.69 9.24
743 1013 301.2 940.5 3 10767.028 6.61 6.92 5.71 6.85 1.1 9.28
542 1021 653.4 999.25 4 9228.938 6.3 6.93 6.48 6.91 1.39 9.13
354 928 483 771 5 7201.927 5.87 6.83 6.18 6.65 1.61 8.88
409 865 187.345 892 6 8903.906 6.01 6.76 5.23 6.79 1.79 9.09
761 859 236.35 1050 7 9028.948 6.63 6.76 5.47 6.96 1.95 9.11
1221 842 447 1057.2 8 7375.311 7.11 6.74 6.1 6.96 2.08 8.91
276 829 444.25 953 9 6873.575 5.62 6.72 6.1 6.86 2.2 8.84
486 832 357.38 1612.5 10 7993.092 6.19 6.72 5.88 7.39 2.3 8.99
602 813 292 605 11 8660.99 6.4 6.7 5.68 6.41 2.4 9.07
1008 816 341.15 639 12 7649.63 6.92 6.7 5.83 6.46 2.48 8.94

123
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS CI(95) BCOV R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LnY
/METHOD=ENTER LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5
/SCATTERPLOT=(*SDRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).
Regression
[DataSet3]
Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

LnY 9.0395 .13987 12


LnX1 6.4332 .45036 12
LnX2 6.8067 .10186 12
LnX3 5.8455 .34200 12
LnX4 6.8646 .28003 12
LnX5 1.6656 .75584 12

Correlations

LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5

LnY 1.000 .316 .550 -.445 .037 -.440

LnX1 .316 1.000 .173 -.145 .034 -.219

LnX2 .550 .173 1.000 .183 .320 -.934


Pearson Correlation
LnX3 -.445 -.145 .183 1.000 .096 -.008

LnX4 .037 .034 .320 .096 1.000 -.404

LnX5 -.440 -.219 -.934 -.008 -.404 1.000


LnY . .158 .032 .074 .454 .076
LnX1 .158 . .295 .326 .458 .247
LnX2 .032 .295 . .285 .156 .000
Sig. (1-tailed)
LnX3 .074 .326 .285 . .383 .490
LnX4 .454 .458 .156 .383 . .096
LnX5 .076 .247 .000 .490 .096 .
LnY 12 12 12 12 12 12

LnX1 12 12 12 12 12 12

LnX2 12 12 12 12 12 12
N
LnX3 12 12 12 12 12 12

LnX4 12 12 12 12 12 12

LnX5 12 12 12 12 12 12

124
a
Variables Entered/Removed

Model Variables Variables Method


Entered Removed

LnX5, LnX3,
1 LnX1, LnX4, . Enter
b
LnX2

a. Dependent Variable: LnY


b. All requested variables entered.

b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate
a
1 .959 .919 .852 .05388 2.237

a. Predictors: (Constant), LnX5, LnX3, LnX1, LnX4, LnX2


b. Dependent Variable: LnY

a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
Regression .198 5 .040 13.623 .003

1 Residual .017 6 .003

Total .215 11

a. Dependent Variable: LnY


b. Predictors: (Constant), LnX5, LnX3, LnX1, LnX4, LnX2

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -11.928 3.731 -3.197 .019

LnX1 .057 .037 .184 1.523 .178

LnX2 3.190 .530 2.323 6.017 .001


1
LnX3 -.343 .056 -.838 -6.097 .001

LnX4 .048 .066 .097 .731 .492

LnX5 .333 .073 1.802 4.540 .004

125
a
Coefficients

Model 95.0% Confidence Correlations Collinearity Statistics


Interval for B

Lower Upper Zero- Partial Part Tolerance VIF


Bound Bound order

(Constant) -21.058 -2.799

LnX1 -.035 .149 .316 .528 .177 .927 1.078

LnX2 1.893 4.488 .550 .926 .699 .090 11.051


1
LnX3 -.480 -.205 -.445 -.928 -.708 .714 1.400

LnX4 -.113 .210 .037 .286 .085 .770 1.299

LnX5 .154 .513 -.440 .880 .527 .086 11.675

a. Dependent Variable: LnY

a
Coefficient Correlations

Model LnX5 LnX3 LnX1 LnX4 LnX2

LnX5 1.000 -.484 .103 .376 .945

LnX3 -.484 1.000 .108 -.212 -.512

Correlations LnX1 .103 .108 1.000 .053 .032

LnX4 .376 -.212 .053 1.000 .262

LnX2 .945 -.512 .032 .262 1.000


1
LnX5 .005 -.002 .000 .002 .037

LnX3 -.002 .003 .000 -.001 -.015

Covariances LnX1 .000 .000 .001 .000 .001

LnX4 .002 -.001 .000 .004 .009

LnX2 .037 -.015 .001 .009 .281

a. Dependent Variable: LnY

126
a
Residuals Statistics

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 8.8082 9.2705 9.0395 .13409 12


Std. Predicted Value -1.725 1.723 .000 1.000 12
Standard Error of Predicted
.028 .049 .038 .006 12
Value
Adjusted Predicted Value 8.7793 9.2621 9.0375 .13866 12
Residual -.06534 .08730 .00000 .03980 12
Std. Residual -1.213 1.620 .000 .739 12
Stud. Residual -1.563 2.048 .010 .972 12
Deleted Residual -.10854 .13950 .00198 .06978 12
Stud. Deleted Residual -1.853 3.408 .078 1.318 12
Mahal. Distance 2.046 8.114 4.583 1.816 12
Cook's Distance .000 .418 .112 .140 12
Centered Leverage Value .186 .738 .417 .165 12

a. Dependent Variable: LnY

127
128

Anda mungkin juga menyukai