Anda di halaman 1dari 7

Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 18 September 2019

Kelompok Praktikum : Pagi/5/RP.FIFARM)


Dosen Pembimbing : Dr. drh. Hera Maheshwari, M.
Sc, AIF
Asisten : Ak. Zharief A.D

SISTEM SARAF PUSAT II


(Aksi Integratif Dari Susunan Saraf )
Oleh
1. Handri Dwi Agung (B04180145) ______________
2. Albarido Muhammad (B04180146) ____________
3. Attin Qurrotu A’yun (B04180147) _____________
4. Rifa Nadila (B04180148) ____________________

Departeman Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi


Fakultas Kedokteran Hewan
IPB University
2019
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Sel memiliki kemampuan untuk menanggapi rangsangan yang diterimanya. Sifat ini
disebut iritabilitas. Pada sel otot dan sel saraf sifat ini masih bisa dilihat jelas dan cukup
menonjol. Sel otot akan menunjukkan respon bila diberikan rangsangan lewat saraf atau
langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot,
sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses pembentukan
potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya
dapat diamati pada efektornya (Halwatiah 2009). Sifat iritabilitas membuat sel-sel syaraf
memiliki kemampuan menerima dan mengubah rangsangan menjadi impuls berupa energi
listrik untuk selanjutnya disalurkan ke susunan syaraf pusat.

Secara umum, proses koordinasi dan integrasi fungsi alat-alat tubuh dilaksanakan oleh
sistem syaraf dan sistem endokrin. Susunan syaraf sendiri dapat dibagi tiga, yaitu susunan
syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang), susunan syaraf tepi yang terdiri (saraf
kranial dan saraf spinal), serta susunan syaraf otonom (syaraf simpatis dan parasimpatis)
(Choirunnisa 2017). Sistem ini saling berkaitan dengan kompleks satu sama lainnya dalam
menerima, menghantarkan, hingga memberikan respon terhadap rangsangan. Inilah mengapa
apabila suatu bagian tubuh dirangsang, maka bagian-bagian tubuh lain juga bisa ikut
bereaksi.

Kondisi ini dapat terjadi bila reseptor pada bagian tubuh tersebut menerima rangsangan
yang cukup kuat. Rangsangan tersebut akan diteruskan melalui saraf aferen. Di pusat,
rangsangan selanjutnya diteruskan lagi ke beberapa saraf asesori menuju ke saraf eferen dan
memengaruhi lebih dari satu efektor. Akibatnya, efektor akan terlihat bereaksi serempak atau
bersamaan (Hartley 1995).
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan mempelajari reaksi-reaksi integratif beberapa bagian tubuh
sebagai respon terhadap perangsangan pada suatu bagian tubuh tertentu.
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain katak/kodok sawah
(Fejervarya cancrivora), larutan H2SO4 0,2%, dan larutan H2SO4 0,4%. Alat-alat yang
digunakan adalah papan gabus, sonde, gunting, tali, dan statif.
Prosedur Kerja
1. Katak Normal
Lakukan pengamatan terhadap reaksi-reaksi pada katak normal dan tulis hasilnya
pada format isian yang telah disediakan. Amati reaksi keseimbangan dengan
meletakkan pada punggungnya. Pengamatan reaksi terhadap pengangkatan tiba-tiba
dilakukan dengan meletakan katak pada papan dan mengangkat papan beserta
kataknya dengan gerakan tiba-tiba dan katak terletak di atasnya. Amati pula reaksi
terhadap pemutaran papan dengan kataknya, sikap badan dengan posisi tubuh normal,
gerakan-gerakan spontan, frekuensi napas, serta cara mengambang dan berenang di
air.

2. Hambatan terhadap Reflek-Reflek pada Katak Normal.


Kedua kaki depan katak yang di pakai pada percobaan sebelumnya (katak normal)
masing-masing diikat erat-erat dengan tali, lalu ulangi prosedur pada percobaan
pertama. Catat dan terangkan hasil-hasil pengamatan. Selanjutnya, lepaskan tali-tali
pengikat. Biarkan katak kembali ke keadaan normal, lalu ulangi lagi prosedur pada
percobaan pertama. Amati, apakah fungsi-fungsi yang menghilang pada percobaan B
kembali atau tidak. Catat dan terangkan hasil pengamatan.

3. Katak Spinal
Rusak otak katak yang telah dipakai pada percobaan kedua. Amati dan catat reaksi-
reaksi katak seperti prosedur percobaan pertama.

4. Reflek-Reflek Sederhana
Katak yang dipakai pada percobaan ketiga digantungkan pada rahang bawahnya.
Lalu, berikan cubitan sedang pada salah satu jari kakinya dengan penjepit. Amati dan
catatlah reaksi katak. Jika sudah kembali tenang, ulangi dengan cubitan lebih kuat.
Catatlah lagi hasilnya. Jika reaksinya terjadi pada sebelah badan yang sama, disebut
homolateral, jika sebelah yang berlawanan disebut heterolateral atau kontralateral.
Selanjutnya, lukai kaki katak dan celupkan kaki yang telah dilukai ke dalam larutan
H2SO4 0,2%. Catat reaksinya, amati berapa lama katak merespon, kemudian cuci
dengan air. Celupkan kaki tersebut ke dalam larutan H2SO4 0,4%, amati lagi berapa
lama waktu katak merespon.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 2 3 4 5 6 7
Frekuen-
Bagian
Keseim- si ber- Mengam-
ekspe- Mengang- Memutar Sikap Gerak
bangan napas bang dan
rimen kat papan papan badan spontan
papan (per 15 berenang
detik)
Tubuh
Berenang
berputar &
dengan
Kepala
I. Katak Katak normal,
+++ bergerak 45o +++ 104
normal menunduk kepala
berlawa-
terangkat ke
nan arah
atas
putar
Sedikit
II. Mengam-
memiring-
Inhibisi Posisi bang,
kan kepala
dengan ++ tubuh 30o ++ 88 kepala
berlawa-
ikatan tetap 30o terangkat ke
nan arah
tali-tali atas.
putar
Tubuh &
Kepala Berenang,
Tanpa Posisi
bergerak kepala
ikatan +++ tubuh 30o ++ 100
berlawa- terangkat ke
tali-tali tetap datar
nan arah atas
putar
III. Sejajar
Tidak
Katak - Permukaa 20o - 16 Tenggelam
bergerak
spinal n

- Cubitan sedang : terdapat respon sangat sedikit, sekitar 1 detik

- Cubitan kuat : terdapat reaksi homolateral sekitar 1-2 detik

- H2SO4 0,2%. : terdapat reaksi homolateral (kaki menekuk) selama sekitar 4-5
detik

- H2SO4 0,4%. : Respon lebih jelas dari pada sebelumnya, sekitar 2-3 detik

Hasil pengamatan pada katak normal menjadi tolak ukur (kontrol) terhadap
perlakuan-perlakuan selanjutnya. Katak normal memiliki keseimbangan yang masih sangat
baik, dapat diketahui melalui respon katak yang langsung kembali ke posisi awal setelah
diletakkan pada punggungnya. Kemampuan ini akan berkurang pada katak yang diikat
kakinya dengan tali, di mana katak memerlukan waktu lebih lama untuk kembali seperti
semula. Setelah ikatan dilepas, respon katak kembali normal. Sedangkan pada katak spinal,
kemampuan ini hilang sama sekali. Katak tidak bisa kembali ke posisi semula (kehilangan
keseimbangan).
Katak normal yang ditaruh pada papan yang digerakkan naik-turun memiliki gerakan
kepala yang searah dengan pola gerakan. Artinya, kepala katak ikut turun saat papan
diturunkan dan terangkat pula saat papan di angkat. Kemampuan ini masih sama pada dua
perlakuan selanjutnya (diikat tali lalu dilepas), namun hilang sama sekali pada katak spinal.
Katak spinal tidak memberikan respon lagi saat papan digerakkan demikian.
Sikap badan diamati melalui postur tubuh atau sudut yang dibentuk antara kepala
katak dengan lantai. Sudut yang dibentuk katak normal adalah 45°. Nilai ini berkurang pada
perlakuan 1 dan 2 (diikat tali lalu dilepas) menjadi 30°, dan berkurang lagi pada katak spinal
(20°).
Katak normal yang ditaruh papan dan diputar akan memiliki respon berupa gerakan
kepala dan badan yang berpindah dan bergerak berlawanan arah putaran. Katak yang kakinya
diikat erat dengan tali hanya bisa merespon dengan gerakan kepala saja, tidak mampu lagi
menggerakkan kaki-kakinya. Hal ini dapat terjadj akibat peredaran darah kaki katak yang
terganggu akibat diikat dengan erat. Namun, respon ini kembali normal setelah ikatan
dilepaskan. Sama seperti sebelumnya, respon ini hilang pada katak spinal.
Gerakan spontan diukur dengan mengamati spontanitas katak begitu diketakkan di
atas meja. Katak normal meloncat begitu diketakkan. Katak yang kakinya diikat tali hanya
mampu menggerakkan sedikit kaki belakang. Setelah tali dilepas, kondisi kembali seperti
semula, namun respon tidak sebaik yang pertama. Respon ini juga hilang pada katak spinal.
Frekuensi nafas katak normal yang terukur adalah sekitar 104/menit. Nilai ini
berkurang pada katak yang diikat tali, yaitu sekitar 88/menit, dan meningkat lagi setelah tali
dilepas (100/menit). Pada katak spinal, frekuensi nafas hanya 16/menit.
Katak normal dapat melakukan gerakan mengambang dan berenang dengan sangat
baik. Katak yang diikat tali hanya bisa mengambang, dan kembali seperti semula setelah
talinya dilepas. Katak spinal tidak bisa berenang dan mengambang lagi.
Selanjutnya, dilakukan pengamatn reflek sederhana terhadap katak spinal. Katak
digantung di statif pada bagian rahang bawah. Saat diberi cubitan sedang, terlihat sedikit
tremor pada kaki yang dicubit. Saat diberi cubitan keras, respon lebih terlihat dengan bagian
tubuh yang merespon masih sama dengan bagian sisi tubuh yang dicubit (homolateral). Kaki
katak lalu dilukai dan dicelupkan ke dalam alkohol 0,2%. Bagian kaki yang dicelupkan
merespon dengan sedikit menekuk. Saat dicelupkan dalam alkohol 0,4%, respon lebih jelas
(sedikit menendang), dengan sifat yang masih homolateral.
Terdapat perbedaan respon terhadap perlakuan katak, bergantung pada fungsi saraf. Pada
katak yang diikat kaki depannya terjadi perlambatan respon hal ini dikarenakan terjadi
hambatan pada sel saraf. Sel saraf berfungsi melakukan proses rangsangan yang diberikan
oleh tubuh, rangsangan yang diberikan berupa sinyal listrik. Beberapa masalah yang terjadi
ketika sel saraf menghantarkan sinyal listrik antara lain potensial tidak mengalami perubahan
kritis, hambatan yang terlalu besar sehingga akan merusak akson, hambatan yang terlalu kecil
sehingga mengganggu perambatan arus, dan lain sebagainya (Sunindri et al. 2015).
Katak spinal masih memberikan respon saat luka dicelupkan dengan H2SO4 baik
dengan konsentrasi 0,2% atau 0,4%. Hal ini menunjukan bahwa katak mengalami gerak
refleks yang berpusat di sumsum tulang belakang, sehingga walaupun otak katak dirusak,
tetapi katak tersebut masih dapat melakukan gerak reflek. Pada gerak refleks, impuls melalui
jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian
diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi)
tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke
efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks (Maryadi 2018).

SIMPULAN

Reaksi-reaksi integratif beberapa bagian tubuh ketika medulla spinalisnya dirusak


masih dapat memberikan respon refleks sederhana dikarenakan gerakan refleks terdapat pada
medulla spinalis. Ketika bagian tubuh tertentu diberi rangsangan yang kuat, tidak hanya
bagian tubuh tersebut yang repon, tetapi bagian tubuh yang lain juga bereaksi. Reaksi
tersebut dapat berupa homolateral maupun heterolateral. Kerusakan pada salah satu bagian
sistem saraf akan berdampak pada bagian tubuh yang lain, katak menjadi kehilangan
beberapa fungsi akibat kehilangan beberapa organ dari sistem saraf pusat.

DAFTAR PUSTAKA
Choirunnisa A. 2017. Profil penggunaan obat pada pasien Guillain Barre Syndrome (GBS)
[skripsi]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang
Halwatiah. 2009. Fisiologi. Makassar (ID): Alauddin Press
Hartley RI. 1995. Multilinear relationships between coordinates of corresponding image
points and lines. Proceedings of the Sophus Lie Symposium , Nordfjordeid, Norway.
Maryadi D. 2018. 7HE Nervous System : Structure and Control of
Movement&quot. Indonesian Education, Management and Sports Anthology, 1(1).
Sunindri, Kusumastuti N, Kiftiah M. 2015. Pemodelan aliran listrik pada sel saraf manusia.
Jurnal Bimaster. 04(2): 95 – 100.

Anda mungkin juga menyukai