DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
ARISA (1903068)
Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Kejadian Bencana Sosial Indonesia
Bagian Tengah” dengan baik sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas kuliah Pengelolaan Mitigasi dan Adaptasi Bencana, kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas
membuat makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Kelompok II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror. Bencana sosial sendiri dapat berupa kerusuhan sosial
dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi.
Tak dapat dipungkiri, kemajemukan bangsa yang memiliki ragam etnis, bahasa, budaya
dan agama menjadi kerawanan apabila perbedaan sudut pandang dan perbedaan pendapat
tidak ditemukan jalan tengah. Bila tak dapat diredam dan dikelola dengan semangat
kebhinekaan, maka bencana sosial berwujud konflik pun tak dapat dielak. Perbedaan
kepercayaan, perbedaan tingkat kesejahteraan, bahkan hingga perbedaan warna kulit dan ras
yang mencolok pun akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak provokator sebagai api ganas
konflik dan kerusuhan.
Konflik yang pernah terjadi di Indonesia dan Timor Timur pada tahun 1999 akibat
muncul konflik antara pendukung kemerdekaan Timor Leste dan Pemerintah
Indonesia. Pada tanggal 30 Agustus 1999 Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan
karena kekacauan yang terjadi sehingga diadakan jajak pendapat.
B. Rumusan Masalah
3. Apa mitigasi bencana social yang akan / telah dilaksanakan dalam menghadapi konflik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kronologi Konflik
Setelah jatuhnya korban dari kedua belah pihak, aksi saling serang kemudian
dihentikan. Namun demikian, warga masih berjaga-jaga di perbatasan masing-masing.
Eskalasi konflik semakin meningkat setelah terjadi insiden penggiringan 19 ekor sapi
milik warga Indonesia yang diduga digiring oleh warga Timor Leste masuk ke wilayah
mereka. Selanjutnya, 10 warga Indonesia didampingi enam anggota TNI Satgas-Pamtas
masuk ke wilayah Timor Leste untuk mencari 19 ekor sapi tersebut. Sementara itu,
ratusan warga lainnya dari empat desa di Kecamatan Naibenu berjaga-jaga di perbatasan
dan siap perang melawan warga Leolbatan, Desa Kosta, Kecamatan Kota, Distrik
Oekussi, Timor Leste. Berita terakhir yang terkumpul dari media massa, warga masih
berjaga-jaga di perbatasan (Tempo, 18 Oktober 2013).
Konflik tersebut bukan pertama kali terjadi di perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Satu tahun sebelumnya, konflik juga terjadi di perbatasan Timur Tengah Utara-Oecussi.
Pada 31 Juli 2012, warga desa Haumeni Ana, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten
Timor Tengah Utara, NTT, terlibat bentrok dengan warga Pasabbe, Distrik Oecussi,
Timor Leste. Bentrokan ini dipicu oleh pembangunan Kantor Pelayanan Bea Cukai,
Imigrasi, dan Karantina (CIQ) Timor Leste di zona netral yang masih disengketakan,
bahkan dituduh telah melewati batas dan masuk ke wilayah Indonesia sejauh 20 m.
Tanaman dan pepohonan di tanah tersebut dibabat habis oleh pihak Timor Leste. Setelah
terlibat aksi saling ejek, warga dari kedua negara kemudian saling lempar batu dan benda
tajam sebelum akhirnya dilerai oleh aparat TNI perbatasan dan tentara Timor Leste.
1. Konflik sosial
Konflik sosial atau kerusuhan sosial (huru-hara) adalah suatu gerakan massal yang
bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada. Konflik sosial dipicu oleh
kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai
pertentangan antara Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
2. Aksi teror
Aksi teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Aksi teror menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat masal. Aksi teror dilakukan dengan cara merampas kemerdekaan sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda. Juga mengakibatkan kerusakan
atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau
fasilitas publik internasional.
3. Sabotase
Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi,
penghambatan, pengacauan dan atau penghancuran. Dalam perang, istilah sabotase
digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak
berhubungan dengan militer tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan
terhadap beberapa struktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi dan lain-
lain.
Namun dalam kasus 2013, keterlibatan aparat keamanan dari kedua negara, baik
Cipol-nya Timor Leste maupun TNI-nya Indonesia, justru membuat konflik ini semakin
besar. Dengan kekuatan senjata api yang mereka pegang, keterlibatan aparat keamanan
justru semakin meningkatkan eskalasi konflik dan dapat menimbulkan korban yang lebih
besar. Padahal, aparat keamanan ini seharusnya bisa menjadi functional actor yang bisa
menenangkan warga dari negara masing-masing untuk tidak melakukan aksi kekerasan,
seperti yang terjadi pada kasus tahun 2012.
Dalam upaya diplomasi untuk menyelesaikan sisa segmen yang belum disepakati,
hambatan yang perlu diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang
digunakan oleh masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli
perbatasan dari United Nations Temporary Executive Administration (UNTEAD)
menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya mengacu kepada traktat antara
Belanda-Portugis tahun 1904 dan sama sekali tidak memperhitungkan dinamika adat-
istiadat yang berkembang di wilayah tersebut. Sementara itu, pihak Indonesia
mengusulkan agar pendapat masyarakat adat ikut dipertimbangkan (Harmen Batubara,
2013). Perbedaan pola pendekatan ini perlu disamakan terlebih dahulu sebelum
pembahasan tentang tiga segmen batas dilanjutkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan