Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

FRYING

KELOMPOK D4
Tarcisius Risang Pratanaa1), Tan,Setya Laras W.b1), Lily Gunawanc1),Vetrin Simviannyd1)
1)
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang
Diterima: 15 April 2019

ABSTRAK
Penggorengan adalah proses yang terjadi secara kompleks dimana terjadi pertukaran panas, uap
air dan minyak secara simultan pada bahan pangan, serta terbentuknya crust pada akhir
penggorengan. Penggorengan juga merupakan salah satu metode yang bertujuan sebagai
pengawetan bahan pangan karena mikroba dan enzim di destruksi oleh panas yang digunakan
selama penggorengan serta berkurangnya uap air dalam bahan pangan. Penggorengan dapat
dilakukan melalui tiga metode, yaitu shallow/pan frying, deep fat frying, dan vacuum frying.
Shallow frying merupakan metode penggorengan dengan menggunakan minyak dalam jumlah
sedikit sehingga bahan tidak terendam seluruhnya di dalam minyak. Deep fat frying merupakan
metode penggorengan dengan menggunakan minyak dalam jumlah banyak sehingga bahan
terendam seluruhnya di dalam minyak. Vacuum frying adalah metode penggorengan yang
dilakukan dengan tekanan vacuum dan biasanya diaplikasikan pada penggorengan sayur dan
buah-buahan. Faktor yang mempengaruhi waktu penggorengan antara lain suhu minyak goreng,
metode frying, ketebalan makanan, dan jenis makanan yang digoreng. Keunggulan vacuum frying
dibandingkan dengan metode frying lainnya dimana metode vacuum frying ini lebih dapat menjaga
kandungan gizi dan nutrisi pada bahan pangan.

Kata kunci: penggorengan (frying), shallow frying, deep fat frying, vacuum frying

PENDAHULUAN akibat adanya interaksi antara makanan dan


Penggorengan adalah metode proses minyak. Penggorengan adalah proses yang
pengolahan pangan yang paling tua karena terjadi secara kompleks dimana terjadi
mudah dan menghasilkan makanan yang pertukaran panas, uap air dan minyak secara
memiliki karakteristik sensori yang disukai simultan pada bahan pangan, serta
terbentuknya crust pada akhir penggorengan.
a
17.I1.0069
b
17.I1.0094
c
17.I1.0095
d
17.I1.0139
1
Penggorengan juga merupakan salah satu menjadi kering serta terbentuk lapisan kulit.
pengawetan bahan pangan karena mikroba Namun, jika penggorengan tetap dilakukan
dan enzim di destruksi oleh panas yang maka lama kelamaan panas akan mencapai
digunakan selama penggorengan serta bagian dalam bahan pangan dan
berkurangnya uap air dalam bahan pangan menyebabkan air teruapkan seluruhnya.
(Oke, Idowu, et al., 2017). Namun, semakin tinggi suhu dan semakin
Penggorengan dapat dilakukan melalui tiga lama waktu penggorengan, lapisan kulit bisa
metode, yaitu shallow/pan frying, deep fat menjadi semakin tebal, dan bisa menjadi
frying, dan vacuum frying. Shallow frying penghambat keluarnya air dari dalam bahan
merupakan metode penggorengan dengan pangan (Fellows, 2000).
menggunakan minyak dalam jumlah sedikit
Secara umum, faktor yang mempengaruhi
sehingga bahan tidak terendam seluruhnya di
waktu penggorengan antara lain :
dalam minyak. Biasanya, metode ini cocok
a. Suhu minyak goreng
untuk menggoreng bahan pangan yang
Apabila suhu minyak goreng yang digunakan
memiliki area permukaan atau rasio volume
untuk menggoreng sudah tinggi atau panas,
yang besar. seperti telur atau menumis. Pada
maka waktu penggorengannya juga harus
metode shallow frying, panas ditransfer ke
semakin singkat
bahan pangan secara konduksi dari
b. Metode Frying
permukaan wajan melalui lapisan minyak.
Ada berbagai macam metode penggorengan,
Deep fat frying merupakan metode
contohnya adalah deep fat frying, shallow
penggorengan dengan menggunakan minyak
frying, dan vacuum frying.
dalam jumlah banyak sehingga bahan
c. Ketebalan Makanan
terendam seluruhnya di dalam minyak,
Semakin tipis dan besar luas permukaan
metode ini cocok untuk menggoreng bahan
makanan yang kontak dengan minyak
pangan seperti kerupuk, kentang goreng, dan
goreng, maka proses penggorengan akan
lain-lain. Pada metode ini, perpindahan
semakin cepat.
panas terjadi secara konveksi di dalam
d. Jenis makanan yang digoreng
minyak goreng dan secara konduksi di dalam
Jenis makanan yang tidak tahan panas atau
bahan pangan sendiri. Sementara vacuum
yang mudah rusak akibat panas sebaiknya
frying adalah metode penggorengan yang
tidak terlalu lama waktu penggorengannya
dilakukan dengan tekanan vacuum dan
supaya tidak terlalu lama juga terkena panas.
biasanya diaplikasikan pada penggorengan
(Fellows, 2000).
sayur dan buah-buahan (Fellows, 2000).

Ketika bahan pangan terendam dalam


minyak panas, maka permukaan bahan
pangan mengalami peningkatan suhu
sehingga air pada permukaan bahan pangan
MATERI DAN METODE
menguap dan menyebabkan bahan pangan
2
Materi menekan tombol inching. Setelah selesai
Alat digoreng, sampel pepaya dijiplak kembali
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pada kertas milimeter blok dan dihitung %
frying ini adalah pisau, talenan, benang jahit pengembangannya dengan formula Simpson,

(tiap kelompok dalam satu kloter harus yaitu dengan membagi Panjang kerupuk
yang ditaruh di atas kertas millimeter menjadi
berbeda warna), jarum jahit, baskom, shallow
beberaoa bagian sama panjang. Kemudian
fryer, vaccum fryer, deep fat fryer, kertas
luas area yang dibatasi garis tak beraturan
milimeter blok, kertas karbon, texture
antara titik dari satu ujung ke ujung lain
analyzer, chromameter, moisture balance,
dihitung menggunakan rumus pendekatan
lumpang porselin, dan cawan porselin. sebagai berikut :
a
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum
Frying Kloter D ini adalah buah pepaya dan
minyak goreng.

h0 h1 h2 h3 h4 h5
Metode
Pengukuran Luas Pengembangan
Luas A = 1/3 a (h0 + 4h1+ 2h2 + 4h3 + 2h4 + …
Pertama – tama sampel diiris melintang tipis-
+ hn)
tipis (1-2 mm) dengan menggunakan pisau,
Luas B = 1/3 a (h0 + 4h1+ 2h2 + 4h3 + 2h4 + …
usahakan ukuran sampel tiap kelompok
+ hn)
relative seragam, kemudian sampel masing –
masing kelompok ditandai dengan benang
Luas A = luas daerah kurva di bagian atas
jahit. Penampang melintang sampel buah
Luas B = luas daerah kurva di bagian bawah
papaya dijiplak pada kertas milimeter blok
a = panjang bagian yang sama antara
dan dihitung luasnya dengan formula
garis h0 dan h1 dan seterusnya
Simpson. Sementara itu, minyak goreng
Luas sampel = Luas A – Luas B
dimasukkan ke dalam vacuum fryer, deep fat
%Pengembangan=
fryer dan shallow fryer dan dipanaskan
(luas setelah digoreng−luas sebelum digoreng)
hingga mencapai suhu 82o C. Setelah suhu luas sebelum digoreng
minyak mencapai yang diinginkan, irisan x100%
sampel dimasukkan ke dalam vacuum fryer, (Fellows, 1990)
deep fat fryer dan shallow fryer. Shallow dan
deep fat frying penggorengan dilakukan Analisa Warna
selama 15 menit, sedangkan untuk vacuum Pertama – tama sampel yang sudah
frying dilakukan selama 32 menit, dimana digoreng dimasukkan ke dalam plastik bening
setiap 5 menit irisan sampel dibalik dengan dan diusahakan jangan sampai kusut.

3
Sementara itu, kromameter dikalibrasi dahulu HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan ditembakkan ke plat putih. Sampel Penggorengan adalah metode proses
papaya dianalisa dengan cara ditembak pengolahan pangan yang paling tua karena
cahaya oleh kromameter. Kromameter akan mudah dan menghasilkan makanan yang
mengeluarkan data-data yang terdiri dari memiliki karakteristik sensori yang disukai
L*,a*, b*. Jika L* bernilai positif maka sampel akibat adanya interaksi antara makanan dan
memiliki warna terang dan sebaliknya. Jika a* minyak. Penggorengan adalah proses yang
bernilai positif, maka sampel cenderung terjadi secara kompleks dimana terjadi
berwarna merah (reddish), apabila sampel pertukaran panas, uap air dan minyak secara
bernilai negatif maka sampel cenderung simultan pada bahan pangan, serta
berwarna hijau (greenish). Sedangkan untuk terbentuknya crust pada akhir penggorengan.
b*, jika b* positif maka sampel cenderung Penggorengan juga merupakan salah satu
berwarna kuning (yeloowish), apabila sampel pengawetan bahan pangan karena mikroba
benilai negatif maka sampel cenderung dan enzim di destruksi oleh panas yang
memiliki warna biru (bluish). digunakan selama penggorengan serta
berkurangnya uap air dalam bahan pangan
Pengujian Sensori (Oke, Idowu, et al., 2017). Perubahan
Pada uji sensori ini, dilakukan penilaian fisikokimia yang terjadi selama proses
terhadap variabel warna, kerenyahan, penggorengan adalah terjadinya gelatinisasi
kenampakan dari sampel yang telah pati yang disebabkan membengkaknya
digoreng. granula pati, denaturasi protein, pencoklatan
dan terbentuknya crust, sehingga produk
Analisa Kerenyahan akhir menjadi kering pada permukaannya,
Untuk Analisa kerenyahan secara kuantitatif menghasilkan flavor khas bahan yang
digunakan texture analyzer. Hasil texture digoreng; selain itu dapat juga terjadi
analyzer yang dilihat adalah nilai breaking penyusutan dan pengembangan bahan yang
strength kemudian dicatat. digoreng (Oke, Idowu, et al., 2017).

Pengukuran Kadar Air Berdasarkan metodenya, frying dibagi


Sampel ditumbuk pada lumpang porselin menjadi 3 yaitu shallow frying, deep fat
hingga halus. Keripik buah yang telah halus frying, vacuum frying. Shallow frying adalah
dimasukkan ke dalam alat moisture balance, metode penggorengan dimana hanya
kemudian ditunggu 15 menit untuk menggunakan sedikit minyak. Prinsip
mengetahui nilai kadar air dari sampel kerjanya adalah adanya pertukaran panas
tersebut dicatat. dari penggorengan menuju permukaan
bawah makanan secara konduksi melalui
minyak. Permukaan makanan yang panas
melepaskan uap air dan menyebabkan
4
pencoklatan pada makanan yang tidak serta tekstur yang renyah, produk akhir yang
merata (Oke, Idowu, et al., 2017). Aplikasi dihasilkan lebih konsisten karena panas yang
metode penggorengan ini adalah pada diterima bahan merata pada seluruh bagian
makanan yang mempunyai rasio permukaan (Oke, Idowu, et al., 2017).
terhadap volume yang besar, contohnya Vacuum frying adalah metode penggorengan
telur, sliced bacon, patty burger(Oke, Idowu, menggunakan tekanan lebih rendah dari
et al., 2017). atmosfer (dalam keadaan vacuum) sehingga
titik didih minyak goreng lebih rendah. Prinsip
Deep fat frying adalah metode penggorengan kerjanya adalah dengan menghisap kadar air
yang menggunakan minyak yang banyak dalam makanan dengan kecepatan tinggi
sehingga semua makanan terendam dalam sehingga pori-pori makanan tidak cepat
minyak. Metode penggorengan ini menutup dan kadar air dapat terhisap
menggunakan peralatan yang terdiri dari sempurna. Selain itu keseimbangan suhu
wadah tempat minyak dan bahan pangan dan tekanan vakum diatur. Uap air yang
diletakkan, serta ukuran bahan yang akan terjadi selama penggorengan disedot pompa
digoreng dapat berbeda-beda sesuai dan mengembun setelah melewati
kebutuhan (Oke, Idowu, et al., 2017). Prinsip kondensor. Kondensat yang terjadi dapat
kerjanya adalah adanya perpindahan panas dikeluarkan dan sirkulasi air pendingin
dan massa secara simultan dari makanan dinyalakan sewaktu proses penggorengan
yang kontak dengan minyak dimana minyak (Sunaryo, 2014). Aplikasi penggorengan ini
merupakan media penghantar panas dan biasanya pada makanan yang tidak tahan
berkontribusi terhadap rasa dan tekstur suhu tinggi dan memiliki kadar air tinggi
makanan (Ratnaningsih, et al., 2007). misalnya buah dan sayur (Sunaryo, 2014).
Transfer panas terjadi melalui konveksi dari Penggorengan buah biasanya bisa dilakukan
minyak ke permukaan makanan dan panas juga menggunakan metode deep fat frying
masuk ke inti atau bagian dalam makanan namun buah seperti nanas, papaya memiliki
melalui konduksi. Air dalam makanan akan kandungan air tinggi sehingga lebih tepat jika
keluar dan minyak terserap ke makanan digoreng menggunakan vacuum frying
sehingga permukaan makanan kehilangan (Sunaryo, 2014).
kelembaban, kondisi ini menyebabkan
terbentuknya crust (Oke, Idowu, et al., 2017).
Seperti yang sudah dikatakan tadi, untuk itu
Aplikasi penggorengan ini cocok untuk
dalam praktikum ini, digunakan tiga metode
semua jenis makanan, contohnya kentang,
yang berbeda untuk menggoreng buah
tahu (Ratnaningsih, et al., 2007). Keuntungan
papaya, yaitu shallow frying untuk kelompok
menggunakan metode ini adalah masak
D1 & D2, deep fat frying untuk kelompok D3
menjadi cepat, murah dan penggunaan
& D4, vacuum frying untuk kelompok D5 &
energi lebih efisien, mempertahankan
D6. Metode yang dilakukan adalah pertama-
micronutrient, memberikan warna dan flavor
tama, buah pepaya diiris secara melintang
5
tipis-tipis (1 – 2 mm), dengan menggunakan menghisap kadar air dalam bahan pangan
pisau, usahakan ukuran buah pepaya setiap dengan kecepatan tinggi sehingga
kelompok relatif seragam, kemudian masing- kandungan air banyak yang hilang dan bahan
masing buah papaya ditandai dengan pangan mengalami penyusutan atau
benang jahit. Tujuan pemotongan adalah mengalami penurunan nilai luas permukaan
untuk memperbesar luas permukaan dan dalam jumlah yang besar. Sementara metode
memperkecil ukuran buah papaya sehingga deep fat frying menghasilkan nilai %
kontak antara bahan pangan dengan medium pengembangan yang berkisar di antara -36
pemanas menjadi lebih baik. Setelah itu, sampai -42%, hal ini terjadi karena bahan
penampang melintang buah pepaya dijiplak pangan yang terendam seluruhnya di dalam
pada kertas milimeter blok dan dihitung minyak sehingga penguapan air dari dalam
luasnya dengan formula simpson. Kemudian, bahan pangan semakin besar dan bahan
minyak goreng dimasukan ke dalam vaccum pangan mengalami penyusutan. Pada
fryer, deep fat fryer, dan shallow fryer lalu metode shallow frying, nilai %
dpanaskan hingga mencapai suhu 82˚C. pengembangan yang didapatkan oleh
Setelah suhu minyak mencapai yang kelompok D5 dan D6 memiliki perbedaan
diinginkan, irisan buah papaya dimasukkan yang cukup signifikan, di mana pada D5 nilai
ke dalam vaccum fryer, deep fat fryer, dan % pengembangannya adalah -37,29%
shallow fryer. Penggorengan dilakukan sementara pada D6 nilai %
selama 35 menit, di mana setiap 5 menit pengembangannya adalah -23,11%.
irisan buah papaya dibalik dengan menekan Seharusnya, nilai % pengembangan bahan
tombol inching. Setelah selesai digoreng, pangan dengan metode shallow frying
sampel dijiplak kembali pada kertas milimeter memiliki nilai yang paling kecil karena pada
blok dan dihitung % pengembangannya metode ini, bahan pangan tidak
dengan formula Simpson, yaitu dengan mendapatkan panas yang rata karena
membagi Panjang buah papaya yang ditaruh ketersediaan minyak yang terbatas sehingga
di atas kertas milimeter menjadi beberapa penguapan air yang terjadi juga tidak banyak
bagian yang sama panjangnya. dan penyusutan pun tidak terlalu signifikan
(Wijayanti et al., 2011). Berdasarkan teori
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat
mrnurut Sumnu & Sahin (2009), suhu yang
bahwa penggorengan buah papaya dengan
paling cocok dalam proses penggorengan
seluruh metode menghasilkan nilai %
bahan pangan dengan metode deep fat
pengembangan yang negatif, di mana semua
frying dan shallow contact frying adalah 1600-
buah papaya mangalami penurunan nilai luas
1800C, sehingga hal ini menyebabkan %
permukaan atau mengalami penyusutan.
pengembangan yang didapatkan bernilai
Metode vacuum frying menghasilkan %
negative, seperti yang didapat oleh kelompok
pengembangan dengan nilai yang paling
– kelompok pada kloter ini.
besar. Hal ini dapat terjadi karena pada
metode vacuum frying¸prinsipnya adalah
6
Selain nilai % pengembangan, produk juga bahwa pada metode shallow frying, minyak
diukur kadar airnya menggunakan moisture yang digunakan dalam jumlah sedikit
balance. Kadar air tertinggi hingga terendah sehingga bahan tidak terendam seluruhnya
didapatkan pada buah papaya yang digoreng ke dalam minyak. Oleh sebab itu, warna yang
dengan metode deep fat frying, diikuti dihasilkan juga tidak merata pada seluruh
dengan metode shallow frying dan vacuum bagian sisinya dan menghasilkan warna
frying. Hal ini dapat terjadi karena metode produk yang kuning kecokelatan. Sementara
deep fat frying umumnya dilakukan dalam penggorengan dengan metode deep fat
suhu yang tinggi dan waktu yang lama frying menggunakan minyak dalam jumlah
sehingga semakin tinggi suhu dan semakin banyak sehingga bahan terendam
lama waktu penggorengan, lapisan kulit yang seluruhnya dan penggorengan dilakukan
terbentuk semakin tebal dan menghalangi dengan suhu tinggi serta waktu yang lama
jalannya uap air yang akan keluar. Akibatnya, sehingga menghasilkan warna yang merata
laju penurunan kadar air semakin berkurang pada seluruh bagian sisinya, yaitu
dan kandungan air dalam bahan pangan kecokelatan. Metode vacuum frying juga
masih tinggi (Fellows, 2000). Sementara diketahui dapat mempertahankan sifat fisik
pada metode shallow frying, waktu produk, salah satunya adalah warna karena
penggorengan yang digunakan cenderung suhu yang digunakan cenderung rendah
lebih cepat dibandingkan pada metode deep dibandingkan kedua metode lainnya
fat frying sehingga lapisan kulit yang sehingga warna yang dihasilkan cenderung
terbentuk tidak terlalu tebal dan uap air lebih lebih baik dibandingkan produk yang
mudah keluar dan mengakibatkan kadar digoreng dengan metode lainnya.
airnya menjadi rendah. Pada metode
Sementara pada aspek kerenyahan, produk
vacuum frying, buah papaya memiliki kadar
yang paling renyah didapatkan dari metode
air yang paling rendah karena kadar air pada
vacuum frying karena dapat dilihat bahwa
buah papaya dihisap dengan cepat dengan
kadar air pada buah papaya yang digoreng
kombinasi antara suhu dan tekanan vakum
dengan metode vacuum frying memiliki nilai
yang telah diatur sehingga produk memiliki
yang paling rendah sehingga semakin rendah
kadar air yang rendah.
kadar air suatu bahan pangan, maka
Analisa sensori yang dilakukan pada kerenyahannya akan meningkat. Produk
praktikum ini meliputi warna, kerenyahan, yang digoreng dengan metode deep fat
dan kenampakan. Berdasarkan hasil frying lebih renyah dibandingkan produk yang
pengamatan, metode shallow frying digoreng dengan metode shallow frying
menghasilkan warna kuning kecokelatan, karena menurut Suprana (2012), semakin
metode deep fat frying menghasilkan warna lama waktu penggorengan dan semakin
kecokelatan, sementara metode vacuum tinggi suhu yang digunakan maka kadar air
frying menghasilkan warna kuning. Hal ini dalam produk akan berkurang dan produk
sesuai dengan pendapat Fellows (2000) memiliki tekstur yang lebih renyah. Sehingga,
7
produk hasil penggorengan dengan metode berarti sampel memiliki warna gelap. Nilai a*
deep fat frying memiliki tekstur lebih renyah yang positif menandakan sampel cenderung
karena umumnya metode ini membutuhkan berwarna merah, sementara nilai a* yang
waktu penggorengan yang lama serta suhu negatif menandakan sampel cenderung
yang tinggi. berwarna hijau. Nilai b* yang positif
menandakan sampel cenderung berwarna
Metode vacuum frying menghasilkan produk
kuning, sementara nilai b* yang negatif
dengan kenampakan sangat menarik,
menandakan sampel cenderung berwarna
sementara pada metode shallow frying
biru. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat
kenampakannya kurang menarik, dan pada
dilihat bahwa semua nilai L*, a*, dan b*
metode deep fat frying kenampakannya
bernilai positif yang menandakan bahwa
sangat tidak menarik. Menurut Annisa (2012),
buah pepaya setelah digoreng memiliki
warna produk yang sangat tidak menarik
warna yang cenderung terang, kemerahan,
pada metode deep fat frying disebabkan
serta kekuningan. Nilai L* terbesar
karena warnanya yang kecokelatan akibat
didapatkan dari metode deep fat frying diikuti
berbagai reaksi enzimatik, Annisa (2012)
dengan metode shallow frying dan vacuum
juga menyatakan bahwa semakin rendah
frying. Hasil analisa fisik ini tidak sesuai
kadar air bahan pangan maka warnanya
dengan hasil analisa sensori yang dilakukan.
akan semakin gelap dan tidak menarik.
Pada analisa sensori, buah pepaya yang
Sedangkan pada metode vacuum frying
digoreng dengan metode deep fat frying
kenampakan produk sangat menarik karena
memiliki warna yang paling gelap
umumnya, penggorengan dengan tekanan
dibandingkan metode lainnya karena produk
yang rendah menghasilkan produk dengan
terendam seluruhnya dalam minyak. Namun,
tekstur yang renyah serta warna lebih
ketika dianalisa menggunakan chromameter,
menarik.
buah pepaya dengan metode deep fat frying
Analisa fisik yang dilakukan dalam praktikum memiliki nilai L* paling besar di mana berarti
ini adalah analisa warna menggunakan alat tingkat kecerahannya paling tinggi. Pada
chromameter dan analisa kerenyahan analisa sensori, buah pepaya dengan metode
menggunakan alat texture analyzer. Dalam vacuum frying memiliki warna kuning, yang
analisa warna menggunakan chromameter, berarti seharusnya pada hasil analisa fisik
buah pepaya dimasukkan ke dalam plastik buah pepaya dengan metode vacuum frying
bening dan diusahakan jangan sampai kusut. memiliki nilai L* yang paling besar. Nilai a*
Lalu, chromameter dikalibrasi pada plat putih terbesar didapatkan dari penggorengan buah
dan kemudian ditembakkan kepada sampel. pepaya dengan metode vacuum frying. Hal
Nilai yang muncul berupa L* (lightness), a*, ini sudah sesuai dengan teori yang ada di
dan b*. Nilai L* yang bernilai positif mana proses penggorengan pada kondisi
menandakan bahwa sampel memiliki warna vakum dilakukan dengan tekanan rendah, di
terang, sementara apabila nilainya negatif mana titik didih minyak goreng menjadi lebih
8
rendah. Sehingga proses penggorengan probe. Semakin besar angka pada texture
pada suhu rendah ini dapat mempertahankan analyzer, maka gaya yang diberikan juga
warna, aroma, serta rasa dan nutrisi pada semakin besar dan berarti makanan tersebut
produk .Selain itu, hasil analisa fisik juga semakin rendah tingkat kerenyahannya.
sesuai dengan hasil analisa sensori yang Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat
menyatakan bahwa warna buah pepaya yang bahwa buah pepaya yang dilakukan
digoreng dengan metode vacuum frying pengukuran nilai breaking strength hanya
adalah kuning, sehingga nilai a* akan pada buah pepaya dengan metode vacuum
cenderung lebih besar. Nilai b* terbesar frying karena pada metode deep fat frying
didapatkan dari penggorengan buah pepaya dan shallow frying, produk memiliki
dengan metode deep fat frying diikuti dengan kerenyahan yang rendah dilihat dari hasil
metode shallow frying dan vacuum frying. Hal analisa sensori di mana kadar air tertinggi
ini tidak sesuai dengan teori yang ada karena hingga terendah didapatkan pada buah
metode deep fat frying menghasilkan warna papaya yang digoreng dengan metode deep
kecoklatan yang merata pada seluruh bagian. fat frying, diikuti dengan metode shallow
Pada hasil analisa sensori, metode yang frying dan vacuum frying. Ketika dicoba
menghasilkan buah pepaya berwarna kuning dengan texture analyzer, produk hasil
adalah metode vacuum frying sehingga metode deep fat frying dan shallow frying
seharusnya buah pepaya dengan metode tidak patah atau hancur seperti buah pepaya
vacuum frying memiliki nilai b* yang paling dengan metode vacuum frying. Sehingga
tinggi. Kesalahan ini dapat terjadi karena karena kadar air yang relatif tinggi pada buah
berbagai faktor seperti ketika menganalisa pepaya yang digoreng dengan metode deep
sensori produk dilakukan pada ruangan fat frying dan shallow frying, maka tidak
terbuka sehingga produk bereaksi dengan dapat dilakukan pengukuran nilai breaking
udara di sekitarnya dan menimbulkan reaksi- strength menggunakan texture analyzer.
reaksi yang tidak diinginkan seperti reaksi Sesuai dengan pernyataan Sunnaryo (2014),
oksidasi sehingga menyebabkan perubahan metode vacuum frying bertujuan untuk
warna ketika dianalisa secara fisik menghasilkan produk yang renyah dan
menggunakan chromameter. Selain itu, bisa penampakan warna, aroma, serta rasa yang
juga karena pengaruh plastik yang digunakan baik. Dilihat dari prinsip kerjanya, vacuum
dalam keadaan kusut sehingga hasil yang frying menghisap kadar air dalam bahan
didapatkan tidak akurat. pangan menggunakan kecepatan tinggi dan
mengatur keseimbangan suhu dan tekanan
Analisa fisik selanjutnya ialah analisa
vakum sehingga produk yang dihasilkan juga
kerenyahan menggunakan alat texture
memiliki kadar air yang rendah dengan
analyzer. Nilai yang dilihat adalah nilai
tingkat kerenyahan yang tinggi (Fellows,
breaking strength. Kerenyahan didefinisikan
2000). Nilai breaking strength yang dihasilkan
sebagai seberapa mudah makanan retak dan
oleh kelompok D1 lebih besar dibandingkan
hancur oleh tekanan yang diberikan melalui
9
kelompok D2 meskipun metode yang segi penampakan warna, aroma, rasa, serta
digunakan sama-sama vacuum frying. Hal ini nutrisi (Siregar et al., 2004).
disebabkan karena kadar air pada kedua
Secara umum, faktor yang mempengaruhi
bahan tersebut berbeda, di mana kadar air
waktu penggorengan antara lain :
buah pepaya pada kelompok D1 memiliki
e. Suhu minyak goreng
nilai yang lebih besar sehingga dibutuhkan
Apabila suhu minyak goreng yang digunakan
tenaga yang lebih besar juga untuk membuat
untuk menggoreng sudah tinggi atau panas,
produk tersebut hancur.
maka waktu penggorengannya juga harus
Berdasarkan ketiga metode penggorengan semakin singkat. Semakin tinggi suhu minyak
yang digunakan, dapat disimpulkan bahwa goreng, maka semakin singkat pula waktu
produk yang paling baik didapatkan dari penggorengannya. Namun, suhu
metode vacuum frying karena kadar airnya penggorengan yang terlalu tinggi juga tidak
paling rendah sehingga tingkat baik karena dapat menyebabkan case
kerenyahannya paling tinggi. Selain itu, hardening, hidrolisis, dan oksidasi
produk memiliki kenampakan yang menarik, f. Metode Frying
serta warnanya kuning (cerah), dan sangat Ada berbagai macam metode penggorengan,
renyah. Sementara pada deep fat frying, contohnya adalah deep fat frying, shallow
produk yang dihasilkan memiliki kadar air frying, dan vacuum frying. Apabila
yang paling tinggi sehingga produk kurang menggunakan metode deep fat frying,
renyah dan tidak dapat dilakukan analisa fisik minyak goreng yang digunakan lebih banyak
tingkat kerenyahan menggunakan texture dan akan lebih cepat panas, sehingga waktu
analyzer. Warna yang dihasilkan pun coklat yang dibutuhkan untuk menggoreng bahan
dan kenampakannya tidak menarik karena juga akan lebih singkat dibanding metode
dalam metode penggorengan ini, produk shallow frying dan vacuum frying.
terendam seluruhnya dalam minyak sehingga g. Ketebalan Makanan
semua bagian sisi mempunyai warna yang Semakin tipis dan besar luas permukaan
merata dan kenampakannya kurang menarik. makanan yang kontak dengan minyak
Sementara produk dengan metode shallow goreng, maka proses penggorengan akan
frying warna yang dihasilkan adalah kuning semakin cepat. Demikian pula bila luas
kecoklatan sehingga kenampakannya kurang permukaan makanan semakin kecil dan
menarik. Selain itu, teksturnya tidak renyah semakin tebal potongannya, maka proses
sehingga tidak dapat dilakukan analisa fisik penggorengan yang dibutuhkan akan
tingkat kerenyahan menggunakan texture semakin lama. Hal ini disebabkan karena air
analyzer. Metode penggorengan yang terevaporasi akan semakin banyak dan
menggunakan vacuum frying sangat cepat bila luas permukaan makanannya
disarankan karena mampu meminimalisir besar, sehingga proses penggorengan akan
kerusakan produk akibat panas sehingga semakin cepat.
produk yang dihasilkan jauh lebih baik dari h. Jenis makanan yang digoreng
10
Jenis makanan yang tidak tahan panas atau KESIMPULAN
yang mudah rusak akibat panas sebaiknya  Penggorengan adalah proses yang
tidak terlalu lama waktu penggorengannya terjadi secara kompleks dimana terjadi
supaya tidak terlalu lama juga terkena panas. pertukaran panas, uap air dan minyak
(Fellows, 2000). secara simultan pada bahan pangan,
Menurut Winarno et al. (2007) mengatakan serta terbentuknya crust pada akhir
bahwa adanya proses penguapan air pada penggorengan.
permukaan bahan pangan selama proses  Prinsip metode shallow frying adalah
penggorengan itu ada faktor penyebabkanya
adanya pertukaran panas dari
juga yaitu karena adanya panas yang
penggorengan menuju permukaan
dihantarkan lewat minyak, sehingga terjadi
bawah makanan secara konduksi
proses pengkerutan pada bahan pangan
melalui minya.
yang mengakibatkan luas pengembangannya
 Prinsip kerja deep fat frying adalah
berkurang. Selain hal – hal tersebut, terdapat
adanya perpindahan panas dan massa
keunggulan vacuum frying dibandingkan
secara simultan dari makanan yang
dengan metode frying lainnya dimana
kontak dengan minyak dimana minyak
metode vacuum frying ini dapat menjaga
merupakan media penghantar panas
kandungan gizi dan nutrisi pada bahan
dan berkontribusi terhadap rasa dan
pangan seperti protein, vitamin, lemak,
tekstur makanan.
mempertahankan warna, produk lebih renyah
 Prinsip kerja metode vacuum frying
dan tahan lama. Hal itu disebabkan pada
adalah dengan menghisap kadar air
metode frying lainnya ada kontak langsung
dalam makanan dengan kecepatan
antara minyak dan makanan yang
tinggi sehingga pori-pori makanan tidak
menyebabkan minyak goreng mudah rusak.
cepat menutup dan kadar air dapat
Selain itu pada metode frying lainnya
terhisap sempurna.
menggunakan suhu tinggi yang
 Faktor yang mempengaruhi waktu
menyebabkan terjadinya oksidasi dan
penggorengan antara lain suhu minyak
polimerisasi sehingga menyebabkan nutrisi
goreng, metode frying, ketebalan
berkurang dan mempengaruhi teksur, warna,
makanan, dan jenis makanan yang
perubahan rasa (Herminingsih, 2017). Selain
digoreng.
itu penggorengan vakum juga dapat
memperpanjang umur simpan karena  Metode vacuum frying dibandingkan

prinsipnya mengurangi kadar air makanan dengan metode frying lainnya lebih

dan suhu penggorengan relatif rendah dapat menjaga kandungan gizi dan

sehingga terjadi destruksi thermal nutrisi pada bahan pangan, karena

mikroorganisme dan inaktivasi enzim metode lain lebih ada kontak langsung

(Sunaryo, 2014). antara minyak dengan makanan yang


menyebabkan minya rusak,

11
dibandingkan dengan metode vacuum e m i n a r Nasional Pengembangan
Pulau-Pulau Kecil. 2(7): 67-7
ini.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz.


DAFTAR PUSTAKA (2007). Pengantar Teknologi Pangan.
PT Gramedia. Jakarta.
Annisa, Risdianika. (2012). Pengaruh Kadar
Air Terhadap Tekstur Keripik Pisang
Kepok (Musa paradisiaca formatypica).
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Fellows, P. (2000). Food Processing
Technology Principles and Practice,
Second Edition. England: Woodhead
Publishing Limited.
Herminingsih, H. (2017). Penerapan Inovasi
Teknologi Mesin Penggorengan Vakum
dan Pelatihan Olahan Kripik Buah di
Kelompok Usaha Bersama ( Kub ) Ayu
di Kelurahan Kranjingan Kecamatan
Sumbersari Kabupaten Jember
Application of Innovation of Vacuum
Frying Machine Technology and Fru,
17(2), 102–108.
Oke, E. K., Idowu, M. A., Sobukola, O. P.,
Adeyeye, S. A. O., & Akinsola, A. O.
(2017). Frying of Food : A Critical
Review. Journal of Culinary Science &
Technology, 1–21.
Ratnaningsih, Budi Rahardjo, S. (2007).
KAJIAN PENGUAPAN AIR DAN
PENYERAPAN MINYAK PADA
PENGGORENGAN UBI JALAR
DENGAN METODE DEEP FAT
FRYING, 27(1), 27–32.
Sumnu, S.G. & S. Sahin. (2009). Advances
In Deep-Fat Frying Of Foods. CRC
Press. Boca Raton.
Sunaryo. (2014). Rancang bangun mesin
penggorengan vakum & pelatihan
diversifikasi olahan salak pondoh di
desa pekandangan kabupaten
banjarnegara, 190–196.
Suprana, Yayang Ade. (2012). Pembuatan
Keripik Pepaya Menggunakan Metode
Penggorengan Vacuum dengan
Variabel Suhu dan Waktu. Jurnal
Informatek Vol. 5 no. 4.
Wijayanti I, Tapotabun EJ, Salim ANuer’aenaj
N, Litaay C, Putri RMS, Kaya AOW,
Suwandi R. 2011. Pengaruh
temperatur terhadap kondisi anastesi
pada bawal tawar (Colossoma
macropomum) dan Lobstermtawar
(Cherax quadricarinatus). Prosiding S

12
13

Anda mungkin juga menyukai