Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

Dosen : Ns. Rahmah Widyaningrum, M.Kep

Ns. Tri Hardi Miftahul Ulum, S.Kep

Disusun oleh :

Ngaisah Eka Raditya [M19010021]

Nikmaturohmah Hadi [M19010022]

Nita Sulistianti [M19010023]

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI

YOGYAKARTA

2020/2021
SLEMAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Alloh subhanahu Wa Ta’ala karena
berkat rahmat, ridho dan hidayah dari-Nya sehingga pada hari ini penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah dengan baik.Tak lupa sholawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad Sallalahu ‘alaihi wasallam, yang telah membawa kita semua ke zaman yang terang
benderang seperti sekarang. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pebimbing Mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan.

Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini.Ucapan terimakasih penulis ucapkan
kepada dosen pembimbing Mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar menyusun makalah ini. Tidak lupa
penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa
konsep, pemikiran dalam penyusunyan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati,
saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan
pembuatan makalah pada tugas lain dan pada waktu mendatang.

Sleman, 15 oktober 2020

2|Page
Penulis,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................................................5

B. Tujuan.............................................................................................................................6

C. Rumusan Masalah ..........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

A. Perspektif transkultural dalam keperawatan


A.1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan......7
A.2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Budaya...............................8
A.3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya.......................................................12
A.4. Instrumen Pengkajian Budaya......................................................................... 15
A.5. Diagnosa Keperawatan....................................................................................18
A.6. Perencanaan dan Pelaksanaan..........................................................................18
A.7. Evaluasi............................................................................................................19
.................................................................................................................................
A.8. Kompetensi Budaya.........................................................................................19
A.9. Komunikasi Lintas Budaya..............................................................................19
A.10. Penggunaan Budaya.......................................................................................19
B. Aplikasi konsep dan prinsip Trasnkultural dalam Keperawatan Sepanjang Daur
Kehidupan Manusia
B.1. Perawatan Kehamilan Dan kelahiran...............................................................20
B.2. Perawatan dan Pengasuhan Anak....................................................................22

3|Page
B.3. Perawaran Menjelang dan Saat Kematian.......................................................24
B.4. Perawatan Setelah Kematian............................................................................28
B.5. Tahapan Respon Klien Terhadap Kematian....................................................28
C. Asuhan Keperawatan...............................................................................................29

BAB III PEMBAHASAN KASUS

A. Scenario Kasus IV...................................................................................................31


B. Jawaban Kasus.........................................................................................................32
C. Fungsi Eksokrin Pankreas.......................................................................................34
D. Fungsi Endokrin Pankreas.......................................................................................34

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................40

B. Saran........................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................41

4|Page
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang
oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi
lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat
memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan
penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.
Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu
negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan
keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat
adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien.  Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis
dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,  krisis spiritual,
dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga,
seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang
sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat

5|Page
mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi
intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi
ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi
makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual
For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa
orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak
mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

B.     Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan
globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien
menjelang dan saat kematian.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan
berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan
b. Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transcultural
c. Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat
kematian.
d. Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila
dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu
pasien.
e. Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan
standart keperawatan

C.    Rumusan masalah


Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:

6|Page
“ Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat kematian
dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut dilihat dari proses
transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Perspektif Transkultural dalam Keperawatan


A.1 Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan

Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986)

Wujud-wujud kebudayaan antara lain :

1.        Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan

2.        Kompleks aktivitas atau tindakan

3.        Benda-benda hasil karya manusia

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat


dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan.

Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural
yang melekat dalam masyarakat.

7|Page
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai
dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat,
akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada
suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.

Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada
perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku
sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan
menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan
yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.

Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural  dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring,
caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Perilaku caring diberikan  kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia.
Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi
diantara  kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

A.2 Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Konsep dalam transcultural nursing adalah :

a. Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.Budaya adalah
keyakinan dan perilaku  yang diturunkan atau diajarkan manusia kepda generasi
berikutnya (Taylor, 1989).budaya merupakan rencana atau petunjuk untuk menentukan
nilai nilai, keyakinan dan aktifitas (Andrews & Boyle,1995).Menurut pandangan
antropologi tradisional, budaya dibagi menjadi dua, yaitu budaya material dan budaya
non material. Budaya material dapat berupa objek, seperti pakaian, seni, benda-benda
kepercyaan (jimat), atau makanan. Budaya nonmaterial mencakup kepercayaan,
kebiasaan, bahasa, dan institusi sosial.

8|Page
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan kara manusia yang di biasakan
dengan belajar, beserta hasil keseluruhan hasil budi dan karyanya (Kuntjaraningrat, 1928
dalam napitupulu,1988). 
Menurut konsep budaya Leininger (1978; 1984), karakteristik budaya dapat
digambarkan sebagai berikut: (1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal
sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis; (2) budaya bersifat stabil, tetapi
dinamis karena budaya diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami
perubahan; dan budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya  sendiri tanpa
disadari.
 Menurut Taylor (1989),karakteristik budaya mencakup:manusia mempelajari
budaya sepanjang pengalaman hidupnya, orang tua menularkan budaya kepada anak-
anak mereka, interaksi dengan manusia lain dapat mengembangkan budaya, budaya
selalu mengalami adaptasi  setiap saat, elemen-elemen budaya memiliki kecenderungan 
yang bersifat konsisten  setiap saat dan terintegrasi secara sistematis (seperti sistem
kepercayaan dan perilaku yang mempengaruhinya).
b. Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan.
Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan.
d. Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu 
menganggap budayanya adalah yang terbaik.
e. Etnik
Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik
yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah
sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta
menurunkannya kepada generasi berikutnya (Henderson & Primeaux, 1981).Etnik
berbeda dengan Ras(race). Ras merupakan sistem pengklafikasian manusia berdasarkan
karakteristik fisik, pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, buluh pada tubuh, dan

9|Page
bentuk kepala. Ada 3 jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kuakasoid, Negroid, dan
Mongoloid.
  Istilah atau terminologi yang sering digunakan dalam konsep etnik dan budaya
adalah kelompok dominan dan kelompok minoritas. Kelompok dominan adalah
sekelompok komunitas yang memiliki otoritas karena mereka berfungsi sebagai
pengawal (guardian), yaitu mengendalikan sistem nilai dan memberi ganjaran kepada
masyarakat. Kelompok minoritas adalah sekelompok orang yang memiliki fisik atau
karakteristik budaya yang berbeda dengan masyarakat setempat sehingga mengalami
perbedaan perlakuan (Kozier & Erb.1995).Kelompok dominan sering disebut kelompok
masyarakat yang mayoritas, misalnya orang jawa di Indonesia. Kelompok dominan tidak
selalu terbesar, misalnya orang padang yang menguasai perdagangan makanan matang
(rumah makan) di Indonesia.
f. Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal
manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.

g. Etnografi: Ilmu budaya


Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk
mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.
h. Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada
individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan
baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan
manusia.
i. Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan
individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan
untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
j. Culture care
Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan
untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau

10 | P a g e
kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
k. Cultural imposition
Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.

Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang,


keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai  latar
belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :
 Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-
nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan
danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia
memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
 Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat
diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan
yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit
yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).
 Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan
dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya
saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan
simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia

11 | P a g e
seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti
rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada
matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial
yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan
individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup,
bahasa dan atribut yang digunakan.
 Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
A.3 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan
yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
 Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
 Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain
yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai

12 | P a g e
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein
hewani yang lain.
 Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).

Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor
agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan,
cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )

13 | P a g e
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di
kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat
belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal
yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya
sehingga tidak terulang kembali.

14 | P a g e
 Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a. Jangan menggunakan asumsi.
b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang
pelit,orang Jawa halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai perbedaan individual.
e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.

A.4 Instrumen Pengkajian Budaya


Sejalan berjalannya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh
beberapa ahli, diantaranya:
a. Sunrise model (Leininger)
Yang terdiri dari komponen:
 Faktor teknbologi (Technological Factors)
- Persepsi sehat-sakit
- Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.
- Alasan mencari bantuan/pertolongan medis.
- Alasan memilih pengobatan alternative.
- Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah
kesehatan.
 Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
- Agama yang dianut
- Status pernikahan
- Cara pandang terhadap penyebab penyakit
- Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan
 Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)
- Nama lengkap & nama panggilan
- Umur & tempat lahir,jenis kelamin
- Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga

15 | P a g e
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)
- Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas
- Bahasa yang digunakan
- Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan
- Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas
sehari-hari

 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)
Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya,meliputi:
- Peraturan dan kebijakan jam berkunjung
- Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
- Cara pembayaran
 Faktor ekonomi (Economical Factors)
- Pekerjaan
- Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
- Sumber biaya pengobatan
- Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
- Patungan antar anggota keluarga
 Faktor Pendidikan (Educational Factors)
- Tingkat pendidikan klien
- Jenis pendidikan
- Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif
- Pengetahuan tentang sehat-sakit

b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar

Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:

1. Komunikasi (Communication)

16 | P a g e
Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas suara,pengucapan
(pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’
2. Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang
ruang gerak dan pergerakan tubuh.
3. Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu
luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4. Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan
menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan
datang.
5. Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan
sehat-sakit.
6. Variasi biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi
enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan
terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola makan dan
karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle
Komponen-komponenya meliputi:
 Identitas budaya
 Ethnohistory
 Nilai-nilai budaya
 Hubungan kekeluargaan
 Kepercayaan agama dan spiritual
 Kode etik dan moral
 Pendidikan
 Politik
 Status ekonomi dan social

17 | P a g e
 Kebiasaan dan gaya hidup
 Faktor/sifat-sifat bawaan
 Kecenderungan individu
 Profesi dan organisasi budaya

Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan
pada klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya
melalui media: verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan dan kesejahteraan klien.

A.5 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar,
1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
 gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
 gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
 ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
A.6 Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu :
1. mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan,
2. mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
dan

18 | P a g e
3. merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3. Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c. Cultual care repartening/reconstruction
1. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3. Gunakan pihak ketiga bila perlu
4. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
5. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

A.7 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang
tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat

19 | P a g e
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
A.8 Kompetensi Budaya.
Kompetensi budaya adalah seperangkat perilaku, sikap, dan kebijaksanaan yang bersifat
saling melengkapi dalam suatu sistem kehidupan sehingga memungkinkan untuk
berinteraksi secara efektif dalam suatu kerangka berhubungan antar budaya di dunia (Cross,
T. Et al,1989).
A.9 Komunikasi Lintas Budaya.
Komunikasi perawat-klien merupakan komunikasi lintas budaya. Komunikasi lintas
budaya dapat dimulai dengan proses diskusi, dan bila perlu, dapat dilakukan melalui
identifikasi cara-cara orang berkomunikasi dari berbagai budaya di indonesia.
A.10 Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan pada komunikasi lintas budaya perlu mendapat perhatian khusus.
 Budaya dan Makanan 
Budaya dan Makanan memiliki hubungan yang sangat erat. Makanan
berfungsi untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengembalikan kesehatan
yang optimal.Pemilihan bahan, pengolahan, penyajian, dan pengonsumsiannya
berkaitan dengan budaya individu, keluarga, dan komunitas setempat. Misalnya,
wanita hamil dari suku sunda yang harus dapat mempertahankan kesehatan
selama hamil  perlu mengonsumsi protein, tetapi adat melarang wanita hamil
memakan makanan yang berbau amis karena khawatir akan kondisi anak yang
dilahirkan nanti.Kondisi tersebut dapat dialami berbagai suku yang dijumpai oleh
perawat saat melakukan asuhan keperawatan keluarga.
 Budaya Kesehatan di Indonesia.
Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya bermukim
di daerah pedesaan dengan tingkat pendidikan penduduk mayoritas sekolah dasar
dan belum memiliki kebudayaan hidup sehat. Hidup sehat adalah hidup bersih,
kebersihan belum menjadi budaya sehari hari. Kita masih melihat setiap hari
mulai dari yang bermobil mewah sampai pejalan kaki, membuang sampah
sembarangan, termasuk dijalan tol. Hidup sehat adalah hidup berdisiplin dan
disiplin belum menjadi budaya sehari- hari bangsa kita.Berdasarkan pengamatan

20 | P a g e
disalah satu wilayah jakarta, jentik nyamuk demam berdarah banyak ditemukan
di tower air rumah-rumah ibadah, yang seharusnya secara berkala bak
penampungannya harus dikuras dan dibersihkan.Kita telah meninggalkan
makanan tradisional kita dan beralih kemakanan yang siap saji dan kaya lemak,
yang ternyata tidak sehat serta miskin kandungan gizi dibanding makanan
tradisional yang kita miliki. Hal ini mengakibatkan berbagai penyakit metabolik,
seperti stroke, darah tinggi, atau kencing manis (diabetes melitus) meningkat.

B. Aplikasi Konsep dan Prinsip Transkultural dalam Keperawatan Sepanjang Daur


Kehidupan Manusia
B.1 Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertertu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh angka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang
memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran
menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang haras dijalani didunia. Salah satu
kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil dilarang
makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan rebung
maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini
menunut keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh
bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam
proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi
ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong
anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut
dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda.

21 | P a g e
serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga.
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering
menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan
kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai
upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni,
procotan, dan brukolian.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran
oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi
penanganan dengan adat dibantu oleh dukun bayi, Menurut Meutia Farida Swasono
dukun buyi umumnya adalah pererpuan, walaupun dari berbagai kebudayaan
tetentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut
balian manak dengan usia di atas 5Otahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh
perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan
mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata
berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat
melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi "kotor" dalam arti
keduniawian, sehingga kcebudayaan mencitapkan bahwa proses mengeluarkan unsur
unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai
keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak
ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari
berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai
penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokulural dalam kajian antropologi, khamilan dan
kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya
mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan

22 | P a g e
bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya
yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan
dalam pengkaian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu
berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial,
agama dan kepercayaan serta pola komunikasi, Semua budaya mempunyai dimensi
lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami
orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan
budaya keluarganya.
B.2 Perawatan Dan Pengasuhan Anak
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan,
yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu diciptakan berbagai unsur yang
terlibat dalam proses perkembangan anak sehingea dapat dioptimalkan secara
sinargis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
Pertama, sistem mikco yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh
dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan
sekitar tetangga.
Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnya
hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya,
Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting
sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak, seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.
Keempal, sistem makro yang merupakan budayua di mana individu hidup, seperti :
ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi
sosio-historik).
Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis

23 | P a g e
dalam pangembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan,
pola pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media massa, dan pola
kebiasaan (budaya) yang kuheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
a) Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas.
Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat
melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap
sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan
yang disebut "two persons system".
b) Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan
baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
c) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam sosialisasinya
anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang
diberikan oleh lingkungannya, Tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan
penghargaan dari lingkungannya.
d) Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya
sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan, tapi
sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.
Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung olah mengenalkan
dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya, Lingkungan dan
keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas
dari pergaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam
memberkan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku
perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan
menggunakan kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai
keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan
anak dalam merencanakan proses perkembangan. Karena preadolesens memiliki
keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat merencanakan

24 | P a g e
aktiftas perkembangan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif
dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalarn
proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik
(misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan. penyesuaian yang
salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adikuat, atau gangguan
belajar), Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan
turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konfik budaya
terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawaran
anak.
B.3 PERAWATAN MENJELANG DAN SAAT KEMATIAN
Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga
dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan
mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian
berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu.
Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:
1. Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan
distres (oncology society and the American Nurses Association,1974)
Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan:
a. Kontrol nyeri
Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien
mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam
memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu makan,mobilitas dan fungsi
psikologis.
b. Ketakutan
Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengurangi
rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri umum yang
selalu datang setiap saat yang dapat membuat sagala aktifitas terganggu.
c. Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit.

25 | P a g e
Pemberian terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak
nyaman seperti rasa nyeri dapat teratasi setelah pemberian
terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi dapat membantu mengurangi
penyebaran penyakit.
d. Higiene personal
Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang harus dipenuhi
agar klien merasa segar dan nyaman.

2. Pemeliharaan Kemandirian
Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih
tempat perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena
sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan
diri.Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut
dirumah sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice.
 pemeliharaan kemandirian di rumah sakit
Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit
diberikan kebebasan sesuai kemampuan.
Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah sakit :
 Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan
 Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol
klien
 Perawat tidak boleh memaksakan bantuan
 Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk
memberikan kebebasan klien membuat keputusan.
 pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)
Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk
membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan
mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses
menjelang ajal.

26 | P a g e
Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen perawatan hospice
sebagai berikut :
 Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat
jalan dibawah administrasi rumah sakit
 Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ).
 Pelayanan yang diarahkan dokter
 Perawtan interdisiplin ilmu
 Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu
 Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
 Tindak lanjut kehilangan karena kematian
 Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
 Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan
perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk
membayar.
 Pencegahan Kesepian dan isolasi
Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat
menintervensi kualitas lingkungan.
Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi:
 Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan
pasien lain) tidak perlu    ruangan tersendiri, kecuali pada
keadaan kritis atau tidak sadar.
 Libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan
klien, agar klien merasa diperhatikan.
 Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar
memberikan stimulus yang bermakna.
 memberikan stimulus berupa gambar, benda yang
menyenangkan, atau surat dari anggota keluarga.
 Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian
 Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk
atau menemani klien.
 Peningkatan ketenangan spiritual

27 | P a g e
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari
sekedar kunjung rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada
klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian
mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisa nilai
dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan
keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong
klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan, perawat dan
keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan
keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan
klien.
 Dukungan untuk keluarga yang berduka
dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa
kedalam situasi duka berkepanjangan.
Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan:
 perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai
sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien
menjelang ajal.
 mengembangkan hubungan suportif.
 menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga
 menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.
B.4 PERAWATAN SETELAH KEMATIAN
perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian
karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan
demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan
sensitivitas.
Peran perawat :
1. perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan   
senyaman mungkin
2. perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien
3. perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien

28 | P a g e
4. perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga 
yang berduka
B.5 Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying” tahapan respon klien
terhadap proses kematian adalah:
a. Penolakan (denial)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
sedang terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar sesuatu
yang tidak diharapkan.
b. Marah (anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa
marah ini terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-
hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan, sering terjadi karena merasa
tidak berdaya.
c. Tawar – Menawar (bargaining)
Secara psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa
masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawar-menawar dengan tuhan dengan
cara diam atau dinyatakan secara terbuka.
d. Kesedihan Mendalam (depression)
Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan
abadi dengan siapapun dan apapun.
e. Menerima (acceptable)
Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan
kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan
panjang.

C. Asuhan Keperawatan
Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat memberikan asuhan psikologis:
a) Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan memberikan
dukungan pada klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi, budaya yang terjadi di
Indonesia pada kondisi terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi.

29 | P a g e
Sehingga yang terjadi bukanlah perawat memberikan dukungan, tetapi keluarga
klien membacakan doa-doa kepada klien.
b) Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon normal. Sekarang ini,
perawat lebih memberikan arahan tersebut kepada keluarga klien agar keluarga
klien pun tidak cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut.
c) Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya. Perawat tidak lagi
sendiri dalam menghadapi klien dalam kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak
pihak keluarga yang datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada
klien. Perawat lebih berfungsi untuk memberikan arahan kepada keluarga klien
apa yang harus dilakukannya ketika klien menghadapi respon respon tersebut.
d) Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang dilakukan perawat
hanyalah mengutarakan empatinya terhadap keluarga klien dan ikut serta
membantu memotivasi keluarga klien.

Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien
tersebut. Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau
dukungan mental dan spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu
banyak. Biasanya apabila keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang besar
terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih untuk berdoa di sekeliling klien agar
arwah klien nanti dapat diterima oleh yang kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut
mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa pulang ketika
keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal.

Gejala-gejala pada saat kondisi terminal:

 Nafsu makan berkurang


 Lesu
 Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke seluruh
tubuh secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah menjadi biru
 Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi bernafas
klien makin lama makin berkurang
 Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya lagi

30 | P a g e
 Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang
diberikan.

Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan


secara medis kepada klien dengan cara mengontrol nyeri dan gejala lain, memelihara
nutrisi klien, mengatur dosis regular, membebaskan jalan nafas, dan menyediakan
obat-obatan esensial. Seperti itulah proses keperawatan pada pasien terminal,
perawat dan pihak keluarga pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan
klien dalam menuju perjalan yang sangat panjang. Proses proses perawatan pun akan
menjadi

fleksibel dan lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh
pihak keluarga klien. Selama tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan
senantiasa mengikuti adat budaya keluarga tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Scenario kasus IV
Tn. A usia 45 tahun dirawat di RSUD kota Jakarta sejak seminggu yang lalu. Tn.
A sudan menderita penyakit DM sejak 6 tahun yang lalu, menurut istrinya suaminya ini
sering terlihat cepat lelah merasa sangat haus dan sering ke kamar mandi untuk buang air
kecil, perutnya tidak enak serasa mual , terkadang muntah dan nyeri. Menurut istrnya
juga dari pemeriksaan alat gula darah kepunyaan tetangganya, hasilnya sring diatas
200mg/dl. Pasien mengatakan badan terasa lemas disertai mual dan kadang-kadang
muntah. Ketika diperiksa torgor kulitnya lebih dari 3 detik,mukosa bibir kering,terdapat
penurunan berat badan dari sebelum sakit, Berdasarkan dari pemeriksaan fisik,tanda-
tanda vital TD:120/80 mmHg,N :60X/menit, S :36,50  C,RR:24X/menit, dari mulut pasien

31 | P a g e
tecium bau buah yang menyengat pasien sering mendengkur dan bibir terlihat mencibir
ketika ekspirasi,kesadaran somnolen GCS 12. Terpasang oksigen binasal 2 lpm,pasien
saat ini dberikan terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump, dan
pemberian insulin 20 U. Hasil pemeiksaan dengan glukometer tak terbaca sehingga di
lakukan pemeriksaan dilabolatorium keton serum positif,analisa gas darah Ph 7,10.
Pasien mendapatkan terapi obat ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg. Istri paien
mengatakan selama ini dia tidak segera membawa suaminya ke rumas sakit karena tidak
mempunyai KTP dan KK tempat tinggal saat ini,karena pasien berasal dai luar kota
Jakarta. Sehingga tidak bias menggunakan program GAKIN, sedangkan istri pasien
mengeluh tentang  biaya perawatan.

Pertanyaan Kasus
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas,
coba diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? Jelaskan dengan
menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis
system organ itu bekerja !
2. Coba identifikasi diagnose keperawatan utama pada klien dalam kasus tersebut !
3. Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas !
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya dilakukan
seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pada klien dan
keluarganya!

B. Jawaban Kasus
System organ yang terkait dengan masalah diatas adalah system endokrin dan organ
yang terganggunya adalah organ kelenjar pancreas.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal 12,5 cm
dan tebal ± 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari perut
dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat
diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.
a) Struktur Pankreas
Pankreas terdiri dari :

32 | P a g e
- Kepala pancreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di
dalam lakukan duodenum dan yang praktis melingkarinya.
- Badan pancreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambuing dan di
depan vertebra lumbalis pertama.
- Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh
limfa.
b) Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam
duodenum :
- Ductus wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian masuk ke dalam
duodenum melalui sphincter oddi
- Ductus sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas
sphincter oddi.
c) Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
- Asini berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam duodenum
- Pulau Langerhans
d) Pulau-pulau Langerhans
- Hormon-hormon yang dihasilkan
 Insulin
Adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan
oleh gambaran disulfide.
 Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim dimembran
sel yang mengalami internalisasi bersama insulin
 Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks
- Efek-efek tersebut biasanya dibagi :
 Efek cepat (detik)
Peningkatan transport glukosa, asam amino dan k+ ke dalam sel peka insulin.

33 | P a g e
 Efek menengah (menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan protein, pengaktifan
glikogen sintesa dan enzim-enzim glikolitik.
 Efek lambat (jam)
- Peningkatan M RNA enzim lipogenik dan enzim lain
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari :
 ekstraksi glukosa
 sintesis glikogen
 glikogenesis
- Glukogen
Molekul glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29 n residu asam
amino dan memiliki 3485 glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang
mempunyai prinsip aktivitas fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah.
- Somatostatin
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukogen dan polipeptida pankreas dan
mungkin bekerja di dalam pulau-pulau pankreas.
- Poliptida pankreas
Poliptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh
sel pulau langerhans.

C. Fungsi eksokrin pankreas:


Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis
makanan utama, protein, karhohidrat dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat
dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam
yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease, tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan
secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan keuda jenis
asam nuklet, asam ribonukleat dan deosinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang mengidrosis
pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk

34 | P a g e
karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas
yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase
yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
 Pancreatic guice
Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 – 8,2) pada pancreatic
jurce sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan
lingkungan yang sesuai dengan enzim-enzim dalam usus halus.
 Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
- Pengaturan saraf
- Pengaturan hormonal

D. Fungsi endokrin pankreas


Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok sel epithelium yang
jelas, terpisah dan nyata.Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan langerhans
yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
 Diagnose keperawatan utama pada kasus di atas adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis
metabolic ditandai dengan:
DS: -
DO :
o RR:24X/menit
o sering mendengkur dan bibir terlihat mencibir ketika ekspirasi
o Terpasang oksigen binasal 2 lpm
b. Kekurangan volume cairan dan elektolit b.d diuresis osmotic ditandai
dengan:
DS : pasien mengeluh sering haus dan sering buang air kencinng
DO :
o torgor kulitnya lebih dari 3 detik
o mukosa bibir kering
o terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump

35 | P a g e
c. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.dpeningkatan asam lemak ditandai
dengan:
DS : pasien mengeluh mual dan disertai muntah
DO :
o penurunan berat badan dari sebelum sakit
o mendapatkan terapi obat ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg
 Tindakan-tindakan yang harus dilakukan perawat untuk mengatasi masalah
keperawatan utama adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis
metabolic
Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea.
Intervensi :
- Kaji pola nafas tiap hari
Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi,
status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat
diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh.
- Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul
Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat
kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan.

- Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton


Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang
berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang
bila ketosis harus terkoreksi.
- Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas,
menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret
yang mungkin terjadi
- Berikan bantuan oksigen

36 | P a g e
Pernafasan kusmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon
penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal
diharapkan dapat mempertahankan level CO2.
- Kaji Kadar AGD setiap hari
Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi
objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.

b. Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit


Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai
laboratorium dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare
Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.
- Pantau tanda vital
Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan
berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun
lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
- Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang
berbau keton berhubungn dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang
bila ketosis harus terkoreksi.
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.
- Ukur BB tiap hari
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti.
- Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.

37 | P a g e
- Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
- Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali
akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan
cairan atau elektrolit.

Kolaborasi
- Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon
pasien individual.
- Berikan Plasma, albumin
Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam
kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha
rehidrasi yang telah dilakukan.
- Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik).
Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi
aldosteron.Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang
melalui urine.

- Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral


Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat
diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
- Berikan Bikarbonat
Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
- Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah.

c. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap

38 | P a g e
Intervensi:
- Timbang BB tiap hari
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan pasien
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan
makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera
jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral
Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
- Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki
Jika makanan yang disuai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan .
- Libatkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan
Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
- Observasi tanda hipoglikemia : penuruann kesasadaran, kulit lembab/dingin, nadi
cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan
sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa
memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan
ditangani melalui protokol yang direncanakan.
Kolaborasi:
- Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan
reduksi urine.
- Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3

39 | P a g e
Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin
terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.
- Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10
IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl
Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dnegan cepat pula membantu
memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan
utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat.
- Lakukan konsultasi dengan ahli diet
Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang
terdekat untuk mengembangkan rencana makanan.

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau
DM tipe II). Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat
menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa,
ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas
yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau
tekanan emosional.

40 | P a g e
B.     Saran
Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum jatuh pada kondisi
tidak stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera mungkin  melakukan penggantian cairan
dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati
dengan pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam kasus ini diberikan
antibiotik), serta mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.Sedangkan untuk melakukan tindakan pencegahan
agar tidak jatuh pada kondisi ketoasidosis yaitu dengan melakukan manajemen nutrisis yang baik
serta menetapkan taraf insulin yang benar atau tepat dosis.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/18687478/ASKEP_TRANSKULTURAL_NURSING

https://www.academia.edu/6376799/KEPERAWATAN_TRANSKULTURAL

41 | P a g e
42 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai