Kasus tuberkulosis (TB) dapat digolongkan berdasarkan tempat infeksi, beratnya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Tempat infeksi
Disebut TB paru adalah bila penyakit mengenai parenkim paru. TB ekstra paru adalah TB tanpa
kelainan radiologis di parenkim paru. Termasuk dalam kelompok ini TB kelenjar getah bening
(mediastinum dan/atau hilus) atau TB dengan efusi pleura. Pasien dengan TB paru dan ekstra paru
dicatat sebagai kasus TB paru. TB ekstra paru di beberapa tempat dikategorikan berdasarkan
kelainan pada lokasi yang paling berat.
Beratnya penyakit
Banyaknya bakteri, luasnya lesi dan lokasi anatomis menentukan beratnya penyakit dan pendekatan
pengobatan. Dianggap kasus berat bila penyakit tersebut mengancam jiwa (misalnya TB
perikarditis) atau adanya risiko gejala sisa yang serius (misalnya: TB medula spinalis) atau
keduanya.
Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, TB ekstra paru dibagi menjadi TB ekstra paru berat
dan TB ekstra paru ringan.
TB ekstra paru berat: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang
belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.TB ekstra paru ringan: TB kelenjar getah
bening, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Bakteriologi
Sputum BTA positif, bila:Dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil BTA positif, atau satu kali
pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil pemeriksaan radiologis sesuai dengan TB paru,
atau satu kali sputum BTA positif dan hasil kultur positif. Sputum BTA negatif, bila: Dua kali
pemeriksaan dengan jarak 2 minggu dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaan radiologis sesuai
dengan TB paru dan gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik spektrum luas selama
satu minggu dan dokter memutuskan untuk mengobati dengan pengobatan regimen anti TB secara
penuh.
Riwayat pengobatan sebelumnya
Penting diketahui apakah sebelum ini pasien sudah mendapat pengobatan anti TB atau belum,
dengan alasan:
- Identifikasi pasien dengan risiko resistensi dan pemilihan obat yang tepat.
- Epidemiologi.
* Kasus baru: Pasien yang belum pernah mendapat anti TB atau mendapat anti TB selama kurang
dari 4 minggu. Relaps: Pasien yang sudah dinyatakan sembuh setelah menyelesaikan regimen
pengobatan, tapi BTA sputum kembali positif.
* Kasus gagal: Pasien yang tetap BTA positif atau menjadi positif lagi setelah pengobatan selama 5
bulan. Dalam kategori ini termasuk juga pasien dengan BTA negatif pada awal pengobatan, tapi
menjadi positif setelah bulan kedua pengobatan.
* Pengobatan terputus: Pasien yang terputus berobat selama 2 bulan atau lebih dan kembali dengan
keadaan BTA positif (kadang-kadang BTA negatif tapi pemeriksaan radiologi memberikan kesan TB
aktif).
* Kasus kronik: Pasien dengan BTA tetap positif atau menjadi positif lagi setelah menjalani
pengobatan ulang di bawah pengawasan.
Prinsip pengobatan
Regimen pengobatan terdiri dari fase awal (intensif) selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4-6
bulan.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, diharapkan terjadi pengurangan jumlah
kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang berpotensi menularkan infeksi menjadi noninfeksi
dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif
dalam waktu 2 bulan.
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Efek
sterilisasi obat pada fase ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah
kekambuhan.
Pada pasien dengan sputum BTA positif ada risiko terjadinya resistensi selektif. Penggunaan 4 obat
selama fase intensif dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi risiko resistensi selektif.
Pada pasien dengan sputum BTA negatif atau TB ekstra paru tidak terdapat risiko resistensi selektif
karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit. Pengobatan fase intensif dengan 3 obat dan fase
lanjutan dengan 2 obat biasanya sudah memadai.
Pada pasien yang pernah diobati ada risiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri
dari 5 obat untuk fase intensif dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase intensif sekurang-
kurangnya 2 diantara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.
Bila tersedia fasilitas kultur, maka kultur sputum harus dilakukan pada awal pengobatan, di akhir
bulan kedua dan pada akhir pengobatan.