KERANGKA ACUAN
PROGRAM SURVELAN DAN DBD
Jamaluddin, SKM.MM
NIP. 19690725 199103 1 006
TAHUN 2021
DINAS KESEHATAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
2021
A. Pendahuluan
Penyakit DBD mulai dikenal di indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, dan
setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya daerah
endemis DBD. Penyakit ini tidak sering menimbulkan KLB tetapi juga menimbulkan dampak
buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan
kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan
penduduk.
Pada tiga tahun terakhir (2008-2010) jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak 150.822
kasus dengan rata-rata kematian 1.321 kematian. Situasi kasus DBD tahun 2011 sampai juni
2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian sebanyak 142 orang (CFR=0,85%).
Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita DBD pada perempuan sebesar 50,33% dan
laki-laki sebesar 49,67%. Disisi lain angka kematian akibat DBD pada perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki.
Untuk menanggulangi penyakit DBD maka pemerintah melalui Kemenkes menerbitkan
acuan pelaksanaan teknis maka diterbitkan permenkes 150/Meteri/per/x/2010 tentang jenis
penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Pembaharuan Kepmenkes
No.86/menteri/per/x/2014 tentang penanggulangan penyakit menular.
Ruang lingkup kegiatan penanggulangan DBD adalah sbb :
A. Surveilans Epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif
maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans terhadap
faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan
kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change).
B. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.
C. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan
rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan
upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi
3) Secara biologis dengan pemberian ikan
4) Cara lainnya (menggunakan repellant, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat
kasa dll)
Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :
1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor oleh
petugas Puskesmas.
2) Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan.
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas.
4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah
pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka
Bebas Jentik (ABJ).
D. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi
kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi
(kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah). Berbagai upaya secara polotis telah
dilaksanakan seperti instruksi Gubernur/Bupati/Walikota, Surat edaran Mendagri,
Mendiknas, serta terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen bersama pimpinan
daerah Gubernur dan Bupati/Walikota untuk pengendalian DBD.
E. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD KLB ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan
apabilatelah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Upaya
dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan
penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan
untuk PSN serta larvasidasi.
Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat menampung pasien DBD, baik
penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang
siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan pasien tidak mampu.
F. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet dan poster
tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan
kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLA dsb.
G. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja,
tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan telah
terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama
Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi
dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.
B. Latar Belakang
M (Mandiri) : memiliki sikap jujur benar bermanfaat, bertanggung jawab yang berasal dari
diri sendiri
A (Aktif) : Selalu aktif dalam bekerja memberikan pelayanan kepada masyarakat
Tujuan Umum
Mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan surveilan dan DBD dilingkungan Puskesmas
Merbau Mataram
Tujuan Khusus
Teridentifikasinya masalah kegiatan penyelidikan epidemiologi dan Pemantauan
Jentik, Berkala (PJB)
F. Sasaran
Sasaran kegiatan Penyelidikan epidemiologi dan PJB adalah masyarakat (KK) di wilayah
Puskesmas Merbau Mataram
G. Jadwal
1. Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan setaip ada kasus
2. Kegiatan PJB dilakukan 1 minggu 1 kali
H. Evaluasi
1. Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh pemegang program di bantu oleh lintas
program dan lintas sektor
2. Pelapporan evaluasi setelah kegiatan selesai dilakukan dan dilaporkan kepada
kepala puskesmas
Mengetahui
Kepala UPT Puskesmas Merbau
Mataram
Jamaluddin, SKM.MM
NIP. 19690725 199103 1 006