Anda di halaman 1dari 2

Siaran Pers

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Nomor: 428 /sipers/A6/VII/2022

Kemendikbudristek Luruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka

Jakarta, 22 Juli 2022 – Implementasi Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023 menuai berbagai persepsi di
masyarakat. Untuk meluruskan miskonsepsi implementasi kurikulum tersebut, Kepala Badan Standar,
Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (Kepala BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, mengatakan ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam
menjelaskan miskonsepsi tersebut.

Pertama, Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas. Kedua, bahwa ada penerapan
Kurikulum Merdeka yang benar/salah secara absolut, benar/salah tidak absolut tetapi kontekstual. “Kurikulum
diterapkan sekolah A berbeda dengan sekolah B. Kriteria benar/salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah
apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter & kompetensi anak didik. Yang bisa tahu terjadi atau
tidak adalah bapak/ibu guru yang di kelas,” terang Anindito, pada Silahturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk
“Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).

Selanjutnya, hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu
pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka. “Jangan menunggu dari pusat, guru dapat
mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri. Peran Kemendikbudristek adalah
menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,”
terang Anindito.

Keempat adalah miskonsepsi terkait proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan, sekali belajar
dan pelatihan langsung bisa dan tuntas. Penting untuk diperhatikan agar terus melakukan penerapan siklus
belajar dan direfleksikan. Kelima, adanya miskonsepsi bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di
sekolah fasilitas lengkap. “Justru Kurikulum Merdeka fleksibel sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta
diterapkan di manapun, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di
pelosok dengan fasilitas minim,” terang Anindito.

“Prinsip utamanya adalah berorientasi pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh,
mementingkan pengembangan kompetensi dan karakter murid. Kurikulum Merdeka memudahkan dan
mendorong guru untuk berorientasi pada murid, misalnya berfokus pada materi esensial, jadi materi tiap mata
pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak perlu terburu-buru dalam mengajar. Guru bisa menggunakan metode
yang lebih interaktif, lebih mendalam, dan lebih menyenangkan,” tambah Anindito.

Senada dengan Anindito, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan
Utara, Suparmin Setto, mengatakan kata kunci dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah memusatkan
pembelajaran pada siswa dan berdasarkan pada kebutuhan siswa, tidak bisa disamaratakan, dan harus
berbasis pada asesmen diagnosis.

“Untuk implementasi Kurikulum Merdeka pada jenjang sekolah dasar ruhnya sudah dapat dengan berorientasi
pada siswa. Siswa jangan berorientasi pada guru, ataupun kepentingan guru. Guru jangan sampai terbelenggu
kepada tataran administrasi, tetapi orientasi materi esensial. Ada guru yang mengajar mengatakan bahwa materi
sudah habis. Sebetulnya jangan berbicara materi sudah habis, tetapi bagaimana cara guru itu sendiri
mengembangkan target untuk siswa berkembang secara holistik,” terang Suparmin.

Pada kesempatan yang berbeda Anindito mengatakan bahwa tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum
Merdeka. Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor
044/H/KR/2022 yang ditandatangani 12 Juli 2022 adalah untuk menetapkan lebih dari 140 ribu satuan
pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023. “SK tersebut merevisi SK
Siaran Pers
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

sebelumnya karena terdapat perubahan beberapa satuan pendidikan yang melakukan refleksi dan mengubah
level implementasinya, misalnya dari level mandiri belajar ke mandiri berubah atau sebaliknya,” terang Anindito.

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat


Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id

#MerdekaBelajar
#KurikulumMerdeka
#PlatformMerdekaMengajar

Anda mungkin juga menyukai