Source: http://newsgroups.derkeiler.com/Archive/Soc/soc.culture.indonesia/2006−02/msg00282.html
Gede Nurjaya : Pertama kali ke tempat seperti ini (AK Center), tapi
merasakan rasa damai. Menceritakan pengalaman hidup. Lahir di Bon
Dalem,
Tejakula, Buleleng. Setamat SMP, melanjutkan pendidikan ke kota
Mataram,
sampai mendapatkan jodoh dan punya anak dua orang disana. Pindah ke
Bali,
sekarang punya anak tiga dan cucu satu orang. Sering pindah tugas, si
kantor gubernur, ke Bangli, Denpasar dan pernah menjadi Camat di Kuta.
Pengalaman menjadi camat di daerah yang paling heterogen telah
menjadikan
dirinya orang yang tidak fanatik dengan salah satu agama. Sering di
undang
ke acara peringatan hari−hari besar agama, seperti Natal, Idul Fitri,
Imlek, dan lain−lain. Sekarang setelah jadi Kadiparda Bali, tidak
berani
fanatik dan egois dengan menganggap pariwisata sebagai satu−satunya
sumber
pendapatan daerah terbesar di Bali. Sebab tanpa bantuan dari PU yang
membangun prasarana jalan dan jembatan, tanpa bantuan POLRI yang
mengatur
keamanan dan bantuan pihak−pihak lain, maka pariwisata
tidak akan bisa jalan sendiri. Dalam hal ini, kebersamaan adalah hal
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 1
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia
yang
paling mendasar. Memasuki yang katanya jaman Kaliyuga ini, mulai timbul
bisa ditahan. Berciuman di muka umum yang sering dilakukan turis, bisa
ditangkap. Bolehlah diberlakukan (RUU P & P ini) kalau tujuannya memang
baik, tapi kalau hanya dipaksakan, maka hasilnya tidak akan baik. Hasil
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 2
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia
bertingkah
laku menurut norma yang berlaku di masyarakat kita.
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 3
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia
pokok−pokok ajaran agama harus dilaksanakan. Tetapi bila tidak
dilaksanakan
kita tidak bisa menindaknya. Nilai−nilai ini tidak bisa bersifat hitam
putih. Ajaran agama menuntun kita ke arah hidup yang benar. Makanya
sangat
sulit menyamakan semua ajaran agama. Kaidah−kaidah agama dan budaya
jelas
berbeda. Agama tidak bisa dihukum, budaya bisa dihukum ( benar−salah,
hitam−putuh). Kesepakatan−kesepakatan sosial adalah hukum (norma−norma
sosial yang disepakati). Nilai−nilai budaya adalah kesepakatan yang
saling
menyesuaikan. Kita umumnya munafik., pura−pura tidak mau tapi mau.
Anak−anak harus dididik sedini mungkin tentang fungsi−fungsi organ
seksualnya. Semua harus kembali ke nilai−nilai budaya. Kita tidak bisa
berciuman di jalan, tidak seperti di Belanda, disana nilainya
memang berbeda. Di Indonesia hal tersebut tidak bisa dilakukan.
Karena
kita ada patokan−patokan. Kita masih punya budaya nasional. Akar budaya
di
Indonesia sama, tidak jauh berbeda. Tapi masih ada yang mempertanyakan,
apakah budaya nasional itu? Yang kita kenal hanya budaya daerah. Kalau
terus begitu kita bisa pecah. Budaya harus bergerak maju. Budaya lokal
harus kita pegang. Di Bali ada desa pekraman (lokal). Desa dinas adalah
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 4
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia
dengan keyakinan. Budaya sama dengan rasa. Hukum sama dengan
hitam−putih.
Kita diberi kesempatan, tapi bagaimana cara menyampaikan secara lebih
baik.
Kalau sungguh diberlakukan Kuta bisa sepi. Tolong beri masukan tentang
hal
ini. Bagaimana dengan orang Papua? Kalau diberlakukan tentu akan
merugikan
kita semua, termasuk seni−seni yang menonjolkan lekuk−lekuk tubuh
perempuan. Contoh Madame Syuga. Apakah ini termasuk seni atau porno.
Tuangkan secara tertulis dan sampaikan kepada yang berwenang, apa
kesimpulan dari hasil diskusi ini. Ramai−ramai beri masukan, bila tidak
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 5
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia
Kita harus berani mengatakan tidak setuju dengan RUU P & P ini karena
kita
masih punya tata nilai yang tidak bisa dinilai hitam−putih.
Gde Nurjaya : RUU ini dari awal sampai akhir tidak jelas, kita
masih
banyak perasaan bingung karena RUU ini tidak jelas. Kita setuju untuk
tidak
usah diteruskan. Akan mengurangi ruang gerak turis. Ingat dengan Sapta
Pesona. Keamanan, Ketertiban peraturan. Kebersihan, cintai lingkungan.
Kesejukan dalam arti luas. Keramahan, dan terakhir Kenangan. Di Bali
sudah
dilarang telanjang dimuka umum, bahkan di Legian sudah dilarang sejak
tahun
70−an. Era global kita harus menghadapinya dengan moral dan mental yang
yang kita pakai dari luar negeri. Kita harus bisa memberdaya diri
sendiri.
Beras masih impor, susu dari luar, hampir semua mobil dan motor masih
memakai merk asing. Kita bersama pemerintah harus memberdayakan
seluruh
rakyat Indonesia. Di jaman postmodern (setelah modern) kita harus
menggali
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 6
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia
kearifan−kearifan lokal, jangan sampai tergantung. Sedikit−sedikit kita
dinina bobokan dan sangat tergantung pada luar negeri. Kita harus
berjuang
mensejahterakan rakyat Indonesia. Semangat postmodern harus diangkat
dan
kita harus memberdayakan seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai ada
gepeng. Kita harus siap menghadapi bumi yang membulat /
mengglobal. ONE EARTH, ONE SKY, ONE HUMANKIND.
RUU Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Pariwisata, Budaya, dan Hak Asasi Manusia 7