Anda di halaman 1dari 4

Masalah yang terdapat pada sisi manajemen RS sangat kompleks.

Meyakinkan pihak manajemen sebagai pengambil keputusan membutuhkan usaha yang cukup
besar. Manajemen tidak selalu ‘satu kata’ dalam setiap keputusan. Tidak semua

manajemen juga mau mendelegasikan pekerjaan, seperti terkait dengan pemilihan

administrator dan operator yang akan melakukan aktivitas rutin di SIRS. Masalah

semakin rumit ketika personel RS tidak siap menerima delegasi. Selain itu, di beberapa

RS, manajemen tidak melakukan proses sosialisasi SIRS dan mobilisasi personel untuk

mendukung penggunaan SIRS secara memadai. Tidak adanya kebijakan penghargaan

(reward and punishment) membuat para personel RS menganggap ‘enteng’

penggunaan SIRS

Masalah yang dihadapi oleh RS pemerintah secara

umum lebih kompleks dibandingkan dengan RS swasta. Selama proses implementasi,

RS pemerintah cenderung lebih banyak meminta penyesuaian proses bisnis. Salah

satunya terkait dengan format laporan, yang dikarenakan RS pemerintah harus patuh

dengan format laporan pemerintah yang lebih kaku. Selain itu, RS pemerintah memiliki

tingkat kerumitan data dasar, khususnya tarif layanan kesehatan. Data masih banyak

yang tersedia dalam bentuk kertas. Format data tarif yang tersedia pun sulit

dierjemahkan dalam proses migrasi data dasar RS tersebut. Dukungan manajemen RS pemerintah
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan

RS swasta. Manajemen RS swasta cenderung lebih kuat dan tegas, dan aktif dalam

melakukan sosialisasi serta pembuatan peraturan pendukung. Personel di RS swasta

juga mempunyai kapabilitas yang lebih baik dalam menggunakan teknologi informasi. Temuan ini
menguatkan, bahwa dibandingkan dengan konteks swasta, konteks

pemerintah cenderung lebih kompleks, sensitif dengan perubahan (terutama terkait

dengan kebijakan pemerintah), dan karenanya menjadikannya tidak selalu fleksibel,

dan dalam tingkat tertentu menjadi tidak stabil

2.
Sejak mengelola rumah sakit dianggap sebagai mengelola sebuah lembaga usaha yang harus dapat
memenuhi kebutuhan pengguna, upaya untuk meningkatkan daya saing juga semakin inovatif. Ini
sesuai dengan prinsip bahwa rumah sakit seperti mahluk hidup yang secara alamiah akan berusaha
untuk bertahan hidup dan berkembang. Berbagai hal dilakukan mulai dari meningkatkan kapasitas
SDM, memperbaiki proses layanan, berusaha memperoleh pengakuan melalui akreditasi hingga
memperbaiki kemasan layanan. Semuanya berujung pada dihasilkannya pengembalian finansial
untuk kemampuan hidup dan berkembang dalam jangka panjang organisasi rumah sakit.

Namun dalam konteks RS publik yang tidak mengutamakan keuntungan, bagaimana pengembangan
layanan unggulan ini sebaiknya diterapkan? Apakah layanan unggulan adalah sesuatu yang harus
menghasilkan kinerja keuangan? Jika suatu layanan sangat dibutuhkan oleh masyarakat (angka
kesakitan tinggi dan trend menunjukkan akan angka ini akan terus meningkat), padahal kelompok
masyarakat yang membutuhkan layanan tersebut sebagian besar berasal dari kalangan tidak mampu
(yang artinya membutuhkan subsidi), mungkinkah layanan tersebut dikembangkan menjadi
unggulan RS? Tulisan ini mencoba untuk memaparkan bagaimana konsep layanan unggulan di RS
pada umumnya, dan bagaimana hal ini dapat diterapkan di RS publik.

Layanan unggulan (atau dalam istilah internasional dikenal sebagai center of excellent) merupakan
suatu layanan yang penuh dengan inovasi, didukung oleh teknologi terbaik dibidangnya, biasanya
komprehensif pada layanan klinik yang fokus pada suatu penyakit tertentu, serta tidak dimiliki oleh
pesaing. Untuk mendukung terjadinya suatu layanan unggulan, biasanya layanan ini didukung oleh
fasilitas fisik, dimana suatu layanan unggulan merupakan satu unit tersendiri yang seolah-olah
terpisah dari layanan lain di RS. Dengan pemisahan fisik ini, masyarakat maupun petugas kesehatan
di RS lebih mudah membedakan layanan unggulan ini dibandingkan dengan yang tidak unggulan.

Ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan saat akan mengembangkan layanan unggulan.
Menurut Zuckerman & Markham (2006), setidaknya ada empat aspek paling penting yang harus
dipikirkan, yaitu:

Produk: seberapa luas dan dalam produk tersebut akan dikembangkan. Aspek layanan mana yang
akan menjadi pembeda (keunikan) dengan layanan sejenis yang sudah ada atau yang dikembangkan
oleh pesaing?

Pasar: bagaimana caranya memperluas cakupan target pasar dan masuk ke pangsa pasar yang
baru? Bagaimana mempertahankan pangsa pasar yang sudah ada?

Posisi: bagaimana RS ini bisa mengambil posisi (dalam arena persaingan) pada layanan yang akan
menjadi unggulan tersebut dan mendatangkan efek halo pada keseluruhan RS? (catatan: efek halo
adalah suatu bias kognitif yang terjadi akibat kesan terhadap sesuatu dan kemudian
digeneralisasikan. Jadi dalam hal ini diharapkan kesan positif yang ditimbulkan dari layanan unggulan
tersebut membuat pengguna memandang keseluruhan RS secara positif juga).
Kemampuan unik: bagaimana RS ini bisa menyediakan teknologi, staf (medis dan staf klinis yang
lain), fasilitas, keuangan, penelitian, pendidikan, dan kapabilitas lain yang sifatnya spesifik ke layanan
unggulan ini untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan layanan tersebut?

Dari uraian di atas, terlihat bahwa tidak mudah dalam mengembangkan suatu layanan menjadi
unggulan. Tidak cukup hanya dengan suatu alat canggih tertentu, atau seorang dokter spesialis
tertentu, lalu RS mengklaim sudah memiliki atau bisa segera memiliki layanan unggulan. Diperlukan
teamwork (multi-disiplin), leadership, komitmen dan dukungan finansial (modal) yang tidak sedikit
untuk menghasilkan suatu layanan unggulan. Oleh karenanya, biasanya layanan unggulan ini
diharapkan bisa menjadi salah satu revenue center RS, agar sepadan dengan upaya yang telah
dikeluarkan.

Layanan unggulan di RS publik sangat memungkinkan untuk dikembangkan, meskipun tampaknya


layanan tersebut tidak dapat atau sulit untuk mendatangkan revenue bagi RS. Yang terpenting
adalah adanya keseimbangan antara cost dan revenue, dimana cost adalah dampak dari mutu dan
range teknologi yang digunakan, dan revenue adalah dampak dari kuantitas pelayanan yang berasal
dari masyarakat (pasien) maupun sumber lain (subsidi) yang memadai untuk terjadinya pelayanan
yang bermutu tersebut. Yang perlu diingat bahwa layanan unggulan harus berbeda dengan layanan
biaya, dari aspek jangkauan produk, pasar, posisi dan kemampuan unik yang dimiliki oleh produk
tersebut.

3.

PLAN

Saya berencana untuk memaksimalkan pemenuhan SDM di rumah sakit tempat saya bekerja.
Tingginya tuntutan dari masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dalam hal pelayanan membuat
rumah sakit harus menyesuaikan kualitas SDM yang ada dan disesuai dengan job desk yang akan
diterima tanpa ada kolusi ataupun nepotisme didalam penerimaan SDM kedepannya. Hal ini
merupakan tantangan bagi seluruh managemen rumah sakit dan harus segeera bisa dipecahkan.

DO

Saya mengamati bahda banyak SDM dirumah sakit bekerja tidak sesuai dengan jurusan mereka,
sebagai contoh ada bidan yang mendapatkan tempat di pendaftaran, ada bidan yang dapat tempat
di bagian rawat inap, ada lulusan lulusan yang menjadi SDM kita tapi tidak bekerja ditempat
sebagaimana keahlian mereka.
Yang mana hal ini tidak hanya berdampak terhadap pelayanan dirumah sakit tapi juga menyebabkan
SDM tidak bisa melakukan pengembangan diri dengan baik serta pekerjanggan sesuai bidang dengan
maksimal.

STUDY

Saya dan managemen kedepannya akan melakukan pemenuhan SDM di RS dengan standar yang
lebih baik

Standar penerimaan kredensial dan uji kelayakan SDM baru

ACT

Managemen selaku pengambil keputusan tertnggi harus menerapkan hal diatas agar proses
pemenuhan SDM bisa maksimal dirumah sakit.

Meminimalisisr lake of skill

Job desk yang salah

Anda mungkin juga menyukai