Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian diantaranya berisiko
ringan atau hampir tidak berarti secara klinis. Namun tidak sedikit pula yang memberikan
konsekuensi medik yang cukup berat. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu
terjadi atau potensi bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil
akhir.
Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban untuk
mengidentifikasi seluruh risiko strategis dan operasional yang penting. Hal ini mencakup
seluruh area baik manajerial maupun fungsional, termasuk area pelayanan, tempat
pelayanan, juga area klinis. Rumah sakit perlu menjamin berjalannya sistem untuk
mengendalikan dan mengurangi risiko.
Manajemen risiko berhubungan erat dengan pelaksanaan keselamatan pasien rumah
sakit dan berdampak kepada pencapaian sasaran mutu rumah sakit. Ketiganya berkaitan
erat dalam suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini meliputi dua hal, yaitu:
1. Identifikasi proaktif dan pengelolaan potensi risiko utama yang dapat mengancam
pencapaian sasaran mutu pelayanan rumah sakit.
2. Reaktif atau responsif terhadap kerugian akibat dari keluhan, klaim, insiden, dan
respon terhadap laporan atau audit internal atau eksternal.
Panduan ini akan menjelaskan mekanisme dan tanggung jawab untuk identifikasi
risiko, analisis risiko, pengendalian risiko, dan evaluasi risiko.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud manajemen risiko di Rumah Sakit Tk.III 04.06.02 Bhakti Wira Tamtama
adalah upaya-upaya yang dilakukan rumah sakit yang dirancang untuk mencegah cedera
pada pasien atau meminimalkan kehilangan finansial. Manajemen risiko dilakukan
dengan mengenali kelemahan dalam sistem dan memperbaiki kelemahan tersebut
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture). Tujuan manajemen risiko di Rumah
Sakit Tk.III 04.06.02 Bhakti Wira Tamtama diantaranya:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Tk.III 04.06.02 Bhakti Wira
Tamtama.
2. Meningkatkan akuntabilitas.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian yang tidak diharapkan.
5. Meminimalkan risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Dengan adanya
antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternatif penyelesaian.
6. Melindungi pasien, pengunjung, dan institusi rumah sakit.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Panduan Manajemen Risiko


Panduan ini mencakup seluruh manajemen risiko di area pelayanan Rumah Sakit
Tk.III Bhakti Wira Tamtama, termasuk seluruh area pekerjaan, unit kerja dan area klinis.
Manajemen risiko merupakan tanggung jawab semua komponen di rumah sakit. Tujuan
manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan operasional
tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di rumah sakit tidak bekerjasama
dan berpartisipasi pada pelaksanaannya. Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri
dari:
1. Penentuan konteks
2. Identifikasi risiko
3. Analisis risiko
4. Evaluasi dan pemberian peringkat risiko
5. Pengelolaan atau pengendalian risiko
6. Pemantauan dan evaluasi
7. Komunikasi dan konsultasi

B. Peran dan Tanggung Jawab Dalam Manajemen Risiko


Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan risiko,
Rumah Sakit Tk.III Bhakti Wira Tamtama mengatur kewenangan dan tanggung jawab
manajemen rumah sakit sebagai berikut:
1. Level rumah sakit oleh komite mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
2. Level unit kerja atau bagian dalam rumah sakit oleh kepala instalasi atau kepala
bagian dari masing-masing unit kerja.

Uraian tanggung jawab dalam manajemen risiko:


1. Tanggung jawab Kepala Rumah Sakit
a. Menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko rumah sakit
b. Menetapkan dan membina tim manajemen risiko rumah sakit
c. Mengawasi dan memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik dan
berkesinambungan
d. Menerima laporan dan rekomendasi pengelolaan atau pengendalian risiko serta
menindaklanjuti sesuai arah kebijakan rumah sakit termasuk pendanaannya.
e. Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian insiden
keselamatan pasien sesuai grading risiko.

2. Tanggung jawab komite mutu dan keselamatan pasien


a. Meninjau daftar risiko rumah sakit dan memberi rekomendasi untuk menurunkan
skor risiko.
b. Meninjau risiko-risiko ekstrim, tindakan, pengendalian, dan menyoroti area-area
utama kepada masing-masing kepala unit kerja terkait.

3. Tanggung jawab tim manajemen risiko


a. Membuat dan meninjau strategi manajemen risiko.
b. Penyediaan pelatihan penilaian risiko.

2
c. Memantau daftar risiko tiap unit kerja untuk setiap perubahan, bagian yang tidak
lengkap, dengan perhatian pada tingkat risiko.
d. Memberi saran kepada penilai risiko dan kepala unit kerja perihal manajemen risiko.
e. Memelihara dan membina daftar penilai risiko yang aktif.
f. Menanggapi permintaan audit internal dan eksternal berkaitan dengan manajemen
risiko.
g. Menanggapi permintaan pihak eksternal untuk informasi berkaitan proses risiko.

4. Tanggung jawab penilai risiko


Penilai risiko harus dipilih oleh Kepala Unit Kerja untuk memastikan bahwa
penilai risiko yang dipilih mempunyai keterampilan kerja, pengetahuan, dan
pengalaman yang memadai untuk memenuhi perannya. Staf yang berminat pada
peran sebagai penilai risiko harus mendiskusikan peran tersebut dan mendapat
persetujuan dari Kepala Unit Kerja. Penilai risiko bertanggung jawab untuk :
a. Menghadiri pelatihan penilai risiko dan pembaharuan yang diselenggarakan oleh tim
manajemen risiko.
b. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan form penilaian risiko,
mengidentifikasi seluruh risiko yang penting terlebih dahulu dan memastikan bahwa
Kepala Unit Kerja mengambil perhatian terhadap risiko tersebut.
c. Memastikan bahwa mereka menyimpan dokumen penilaian risiko yang asli dan
memberikan satu salinan kepada Kepala Unit Kerja untuk disimpan dalam arsip.
d. Menunjukkan bukti penilaian dan rencana tindakan yang lengkap dengan jadwal
waktu penyelesaian.
e. Jika penilai risiko memandang bahwa penilaian risiko mereka tidak memperoleh
perhatian yang memadai, mereka harus menghubungi komite mutu dan
keselamatan pasien.

5. Tanggung jawab Kepala Unit Kerja


a. Mengelola seluruh risiko di tempat kerja mereka. Kepala Unit Kerja boleh
mendelegasikan tugas melakukan penilaian risiko kepada anggota tim yang telah
menghadiri pelatihan penilaian risiko untuk penilai.
b. Kepala Unit Kerja bertanggung jawab untuk :
1) Pelaksanaan strategi dan kebijakan manajemen risiko di area tanggung jawab
mereka.
2) Mengelola daftar risiko unit kerja masing-masing. Hal ini termasuk
mengumpulkan, meninjau, dan memperbaharui data.
3) Menunjuk penilai risiko untuk area mereka, memastikan bahwa mereka diijinkan
untuk menghadiri pelatihan penilai.
4) Memastikan bahwa penilai risiko mempunyai alokasi waktu yang memadai
untuk melakukan penilaian risiko.
5) Melengkapi form penilaian risiko yang mencakup meninjau atau menyetujui
pemeringkatan risiko, menyatakan tindakan apa yang diperlukan untuk
menurunkan risiko sampai pada tingkat terendah yang mungkin dicapai.
6) Jadwal waktu untuk memulai/ meningkatkan langkah pengendalian. (pada
tingkat berapa risiko sisa tertinggal setelah pelaksanaan tindakan/ peningkatan
langkah pengendalian: apakah risiko perlu dimasukkan ke dalam daftar risiko
unit kerja/ rumah sakit).

3
7) Penyediaan informasi yang sesuai dan memadai, pelatihan bagi staf untuk
mendukung penurunan risiko. Hal ini mencakup bahwa seluruh staf menghadiri
pelatihan wajib yang terkait.
8) Memelihara catatan penilaian risiko yang dilaksanakan dan untuk mencatat
perkembangan dan kinerja dibandingkan tindakan perbaikan yang
direncanakan.
9) Kepala unit kerja harus mengingatkan tim manajemen risiko jika penilai risiko
meninggalkan atau tidak lagi memenuhi perannya, sehingga tim manajemen
risiko mempunyai tanggung jawab untuk memperbaharui data penilai risiko.
10) Berkoordinasi dengan unit kerja lain di dalam rumah sakit.
11) Dalam keadaan dimana rencana untuk mengelola risiko berada di luar
kewenangan Kepala Unit Kerja atau dimana ada implikasi sumber daya yang
besar, risiko akan diprioritaskan oleh Kepala Rumah Sakit.

6. Tanggung jawab karyawan


a. Seluruh staf mempunyai tanggung jawab untuk memberi informasi kepada atasan
mereka setiap bahaya yang bermakna di tempat kerja. Merupakan suatu hal yang
mendasar bahwa jika seorang staf menganggap ada hal yang serius yang telah
mereka laporkan kepada atasan langsung mereka, tetapi belum ditindaklanjuti,
mereka harus melaporkan ini kepada tingkat yang lebih tinggi.
b. Dalam rangka untuk memastikan kebijakan ini dilaksanakan dengan efektif, setiap
karyawan harus :
1) Menghadiri pelatihan sebagaimana ditentukan oleh atasan mereka atau oleh
rumah sakit (misal orientasi dan prosedur baru, pelatihan wajib, keselamatan
kebakaran, memindahkan dan mengangkat, keselamatan personal, dan lain-
lain).
2) Dapat bekerja sama secara penuh dalam menerapkan pedoman, protokol, dan
kebijakan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan, dan manajemen
risiko.
3) Melaporkan setiap insiden, kecacatan, atau setiap perubahan yang dapat
mempengaruhi kondisi kerja langsung kepada atasan atau penilai risiko lokal dan
melengkapi form laporan insiden dengan tepat.
4) Mengikuti petunjuk kerja yang tertulis serta pelatihan yang disediakan.
5) Berpartisipasi aktif dalam proses penilaian risiko.
6) Memenuhi dan melaksanakan langkah pengendalian risiko setelah penilaian
dilakukan

4
BAB III
MANAJEMEN RISIKO

A. Definisi
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi bahaya yang
terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir. Risiko yang dicegah berupa
risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis adalah risiko yang dikaitkan langsung
dengan layanan medis maupun layanan lain yang dialami pasien selama di rumah sakit.
Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko
finansial. Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi,
produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko finansial adalah risiko yang dapat
mengganggu kontrol finansial yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya
dapat menyediakan pencatatan akuntansi yang baik.

Risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:


1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat foreseeable but
unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’ (unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi dokter tidak
bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable (untoward results)

Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medis yang dilakukan haruslah aman bagi pasien
maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat dilakukan disebut
dengan manajemen risiko.
Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of Healthcare
Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh rumah sakit
untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau
kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi rumah sakit. Manajemen risiko dapat
digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan
penatalaksanaan risiko dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun
individu.

B. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :
Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi risiko
Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan manajemen  Sumber dan keterbatasan keuangan
 Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan pekerjaan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
 Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes
 Dukungan administratif dan manajerial

5
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan ketrampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan struktur
penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik pasien  Kondisi (Keparahan dan kegawatan)
 Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal

.
C. Upaya Meminimalkan Risiko
Langkah-langkah untuk meminimalkan risiko:
1. Meningkatkan peran rumah sakit dan manajemen dalam mencegah error dengan cara
mengembangkan sistem yang selain bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur dan sistem pelayanan yang
dilakukan aman untuk pasien, petugas dan lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan
dalam bentuk SPO, clinical practice guidelines, clinical pathway, dan lain-lain.
2. Meningkatkan peran staf rumah sakit agar terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk mampu mengenali, mengidentifikasi
dan menganalisis kejadian medical error dan melakukan upaya yang adekuat untuk
mengatasi error yang sudah terjadi.
3. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang bekerja dalam
satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan oleh kinerja manajemen rumah
sakit yang baik, mulai dari dukungan moral, finansial, teknis dan oprasional hingga
terjalinnya komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.

D. Tahapan Manajemen Risiko


1. Risk awareness
Seluruh staf rumah sakit harus menyadari risiko yang mungkin terjadi di unit kerja
masing-masing, baik medis maupun non medis. Metode yang digunakan untuk
mengenali risiko antara lain: Self-assessment, sistem pelaporan kejadian yang
berpotensi menimbulkan risiko (laporan insiden), pengamatan KPC (kondisi potensi
cidera) dan audit klinis.
2. Risk control (and or Risk Prevention)
Merupakan langkah-langkah yang diambil manajemen untuk mengendalikan risiko.
Upaya yang dilakukan:
a. Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)
b. Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya maupun terhadap
derajat keparahannya.
c. Mengurangi dampaknya.

6
3. Risk containment
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan atau kelalaian ataupun
akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang
terpenting adalah mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah
yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya adalah respons
yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien, dengan didasari oleh
komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer
Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka
diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya
menyerahkannya kepada sistem asuransi.

Prinsip dan proses dari manajemen risiko digambarkan pada skema berikut ini:

Gambar 1. Proses manajemen risiko (AS/NZS 4360:2004)

E. Manajemen Risiko Infeksi di Rumah Sakit


Infection control risk assesment (ICRA) yaitu upaya mengidentifikasi risiko terjadinya
infeksi pada seluruh unit kerja atau pada jenis pelayanan di rumah sakit. Setelah risiko
teridentifikasi maka rumah sakit harus membuat program pengelolaan dalam rangka
mencegah terjadinya infeksi. Manajemen risiko infeksi Rumah Sakit Tk.III 04.06.02 Bhakti
Wira Tamtama sesuai dengan ICRA pada penerapan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).

7
BAB IV
PROSES MANAJEMEN RISIKO

A. Menentukan Konteks
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah mendefinisikan hubungan
antara satu aspek dan lingkungan sekitarnya, mengidentifikasi kelebihan, kekurangan,
kesempatan, dan rintangan. Tahap ini melakukan eksplorasi terhadap semua faktor yang
dapat mendukung dan menghambat jalannya kegiatan manajemen risiko serta
menentukan wilayah tanggung jawab setiap unit.

B. Identifikasi Risiko
Dalam hal ini risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan pro
aktif) dan insiden yang sudah terjadi (reaktif). Risiko potensial dapat diidentifikasi dari
berbagai macam sumber, misalnya:
1. Informasi internal (rapat bagian/ koordinasi, audit, laporan insiden, klaim, komplain)
2. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga penelitian)
3. Pemeriksaan atau audit eksternal
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali risiko, yang
kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risiko dilengkapi dengan deskripsi risiko termasuk
menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi dan dampak yang
ditimbulkannya.
Identifikasi risiko, analisis, pemberian peringkat risiko, dan rencana pengelolaan
akan dibuat dalam register risiko. Register risiko adalah dokumen aktif yang berisi daftar
potensi kejadian kejadian risiko beserta dengan penyebabnya, probabilitas dan dampak,
penanggung jawab risiko, nilai risiko inherent, rencana tindakan, serta nilai risiko residual.
Pemilik risiko yang dimaksud dalam register risiko adalah pihak internal yang
bertanggung jawab terhadap potensi kejadian risiko tersebut dan bertanggung jawab
untuk melakukan pemantauan dan pengendalian. Berikut ini adalah form register risiko
yang digunakan di Rumah Sakit Tk.III Bhakti Wira Tamtama.

Tabel 2. Form register risiko

C. Analisis Risiko
Analisis dilakukan dengan menetukan skor risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level yang harus bertanggung jawab untuk
mengelola/ mengendalikan risiko/ insiden tersebut. Risiko atau insiden yang sudah
teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading). Yang harus diperhatikan dalam
menilai risiko antara lain:
1. Dampak (consequence)
Penilaian dampak/ akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ceedera sampai meninggal dunia.

8
2. Probabilitas (likelihood)
Penilaian tingkat probabilitas/ frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi.

Tabel 3. Penilaian dampak


Tingkat Risiko Deskripsi Dampak
 Tidak ada cedera
 Pelayanan tidak terhambat
 Adanya keluhan pasien atau keluarga pasien yang
1 Tidak signifikan
disampaikan secara lisan
 Kerugian keuangan kurang dari 10 juta rupiah
 Rumor dalam masyarakat
 Cedera ringan (contoh: luka lecet)
 Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
 Tidak memerlukan rawat inap
 Pelayanan terhambat kurang dari 30 menit
2 Minor  Adanya keluhan lisan atau tertulis sebanyak lebih dari 5
kasus dalam sebulan
 Kerugian keuangan 10-25 juta rupiah
 Reputasi berdampak kecil terhadap moril karyawan dan
kepercayaan masyarakat
 Cedera sedang (contoh: luka robek)
 Berkurangnya fungsi motorik/ sensorik/ psikologis atau
intelektual (reversibIe), tidak berhubungan dengan
penyakit
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
3 Moderat  Pelayanan terhambat lebih dari 30 menit
 Adanya keluhan tertulis dan tuntutan pasien kurang dari
10 juta
 Kerugian keuangan lebih dari 25-50 juta rupiah
 Reputasi berdampak bermakna terhadap moril karyawan
dan kepercayaan masyarakat
 Cedera luas/ berat (contoh: cacat, lumpuh)
 Kehilangan fungsi motorik/ sensorik, psikologis atau
intelektual (irreversible). Tidak berhubungan dengan
penyakit).
 Sebagian proses berhenti, dan atau pelayanan terhambat
4 Mayor hingga lebih dari 1 hari
 Adanya keluhan tertulis dan tuntutan pasien 10-50 juta
rupiah
 Kerugian keuangan lebih dari 50-100 juta rupiah
 Reputasi berdampak serius terhadap moril karyawan dan
kepercayaan masyarakat
5 Katastropik  Menyebabkan kematian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit.
 Pelayanan berhenti total
 Adanya keluhan tertulis dan tuntutan pasien lebih dari 50
juta rupiah
9
 Kerugian keuangan lebih dari 100 juta rupiah
 Reputasi menjadi masalah berat bagi RS

Tabel 4. Penilaian probabilitas

Tingkat Tingkat Probabilitas/


Deskripsi
Risiko Frekuensi (Likelihood)
 Terjadi pada keadaan khusus.
1 Sangat jarang (rare)  Kecil kemungkinannya untuk terjadi.
 Lebih dari 5 tahun/sekali
 Kemungkinan dapat terjadi sewaktu-waktu,
2 Jarang (unlikely) merupakan suatu kebetulan terjadi.
 Terjadi lebih dari 2-5 tahun/kali
 Mungkin terjadi sewaktu-waktu.
 Biasanya tidak terjadi namun masih ada
3 Mungkin (possible)
kemungkinan untuk dapat terjadi.
 Terjadi 1-2 tahun/kali
 Mungkin terjadi pada banyak keadaan, tapi tidak
Mungkin sekali / menetap.
4
sering (likely)  Bukan sesuatu hal yang aneh untuk terjadi.
 Terjadi beberapa kali/tahun
Hampir pasti/ Sangat  Dapat terjadi pada tiap keadaan/ kesempatan.
mungkin terjadi/  Sangat mungkin akan terjadi.
5
sangat sering (almost  Terjadi tiap minggu/bulan
certain)

D. Evaluasi dan Penetapan Tingkat Risiko


1. Risiko yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai nilai dan grading yang
didapat dalam analisis.
2. Penetapan tingkat risiko memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan
meliputi proses berikut:
a. Menilai secara obyektif dampak/ akibat dan menentukan suatu skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan/ peluang/ frekuensi suatu peristiwa terjadi dan
menentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko:
SKOR RISIKO = DAMPAK x PROBABILITAS
3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemberian peringkat risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang akan
melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk
mengatasi risiko.

E. Pengelolaan Risiko
10
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga
ke titik terendah (risiko sisa) dan meminimalkan dampak atau kerugian yang timbul dari
insiden yang sudah terjadi. Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang
dapat diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan bobot dan
prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan bobotnya ditentukan tindakan yang akan
diberlakukan terhadap masing-masing risiko. Yang perlu dipertimbangkan adalah dampak
dari risiko tersebut bila benar terjadi.
1. Risiko yang dampaknya tinggi harus segera ditindaklanjuti dan mendapat perhatian
dari pimpinan.
2. Risiko yang dampaknya menengah-rendah akan dikelola oleh Komite PMKP bersama
Kepala Unit Kerja dan urusan/ bagian yang terkait dalam risiko untuk membuat
rencana tindak lanjut dan pengawasan.

Tabel 5. Derajat risiko


Skor Kriteria Keterangan

1-4 Sangat Rendah Risiko dapat diterima


Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan
5–9 Rendah kemudian dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak
10 – 12 Menengah diperlukan keterlibatan pihak manajemen
puncak.
Perlu mendapat perhatian dari
14 – 16 Tinggi manajemen puncak dan tindakan
perbaikan segera dilakukan.
Perlu perhatian lebih dari manajemen
20 – 25 Sangat tinggi puncak untuk menghentikan kegiatan
atau menindaklanjuti segera.

Perlakuan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat mengurangi
atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko. Perlakuan yang dapat dipilih
adalah:
1. Pengendalian
Upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan langkah-langkah antisipasi yang
direncanakan dan dilakukan secara rutin untuk mengurangi risiko.
2. Penanganan
Langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika tindakan pengendalian
belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-langkah yang telah direncanakan dan
akan dilakukan apabila risiko benar-benar terjadi.

Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko adalah:


1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan mempertimbangkan
keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentoleransi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ketiga seperti asuransi

11
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko

Tabel 6. Perlakuan risiko


Klasifikasi Jenis Pengendalian
Menghindari risiko  Menghentikan kegiatan
 Tidak melakukan kegiatan
Mengurangi risiko  Membuat Kebijakan/ SPO (pembaruan prosedur,
standar, dan checklist)
 Mengganti atau membeli alat
 Mengembangkan sistem informasi
 Melaksanakan prosedur pengadaan, perbaikan dan
pemeliharaan bangunan dan instrumen yang sesuai
dengan persyaratan, pengadaan bahan habis pakai
sesuai dengan prosedur dan persyaratan
 Pelatihan penyegaran bagi personil, seminar,
pembahasan kasus, poster, stiker
Mentransfer risiko  Asuransi
 Alih dayakan pekerjaan
Mengeksploitasi risiko Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada
dengan mempertimbangkan keuntungan lebih besar
daripada kerugian
Menerima risiko

F. Monitoring dan Review


Dalam hal ini monitoring adalah pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses
manajemen risiko dibandingkan dengan rencana atau harapan yang akan dihasilkan.
Review adalah peninjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan fokus
tertentu. Monitoring dan review manajemen risiko merupakan proses pengawasan dan
tinjauan dari manajeman rumah sakit dengan menggunakan risk register.

G. Komunikasi dan Konsultasi


Penting agar program manajemen risiko klinis diintegrasikan ke dalam proses
komunikasi di dalam organisasi. Organisasi baik besar maupun kecil memiliki sejumlah
besar informasi yang tidak hanya dapat mempengaruhi keselamatan pasien, namun juga
stabilitas keuangan organisasi.
Sangat penting untuk mengembangkan komunikasi dan konsultasi, baik kepada
pihak internal maupun eksternal sejak tahapan awal proses manajemen risiko.
Komunikasi dan konsultasi termasuk di dalamnya dialog dua arah diantara pihak yang
berperan di dalam proses manajemen risiko dengan fokus terhadap perkembangan
kegiatan. Komunikasi internal dan eksternal yang efektif penting untuk meyakinkan pihak
manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan. Maka sangat penting bagaimana
persepsi manajemen tentang risiko sama halnya dengan persepsi keuntungan yang bisa
didapat dengan pelaksanaan manajemen risiko.

H. Pembaharuan Register Risiko

12
Dilakukan paling tidak enam bulan sekali, meliputi:
1. Dokumentasi risiko yang terjadi selama satu tahun lalu
2. Identifikasi risiko baru
3. Identifikasi risiko yang sudah tidak relevan
4. Menganalisis apakah ada perubahan probabilitas dan dampak
5. Mengevaluasi apakah pengelolaan risiko telah dilakukan

BAB V
13
FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA)

A. Definisi
Failure Mode and Effect Analysis yang selanjutnya disingkat menjadi FMEA
merupakan suatu cara sistematik untuk mengidentifikasi dan mencegah permasalahan-
permasalahan dalam suatu proses atau kegiatan sebelum permasalahan tersebut terjadi.
Suatu alat yang bersifat proaktif untuk membantu penyusunan desain proses baru atau
perbaikan proses yang sudah ada. Pelaksanaanya tidak memerlukan suatu kejadian yang
tidak diinginkan sebagai latar belakang.
FMEA mempunyai beberapa konsep-konsep dasar yang harus dipahami, antara lain
sebagai berikut:
1. Failure mode, yaitu suatu cara/ kondisi dimana suatu proses dapat mengalami
kegagalan
2. Akibat yang mungkin timbul (potential effect). Setiap kegagalan mempunyai akibat-
akibat yang potensial timbul, beberapa akibat mempunyai kecenderungan untuk lebih
sering terjadi daripada akibat lain.
3. Risiko kegagalan. Setiap akibat yang mungkin timbul mempunyai risiko relatif yang
berkaitan dengan akibat tersebut.

B. Tahapan FMEA
Dalam melakukan FMEA terdapat delapan langkah yang harus dilalui, yaitu sebagai
berikut:
1. Menentukan proses yang mempunyai risiko tinggi dan membentuk tim (select a high-
risk process and assemble a team)
2. Menyusun diagram proses (diagram the process)
3. Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan (brainstorm
potential failure modes and determine their effects)
4. Menentukan prioritas failure modes (prioritize failure modes)
5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes (identify root causes of failure
modes)
6. Membuat rancangan ulang proses (redesign the process)
7. Analisis dan pengujian proses baru (analyze and test the new process)
8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (implement and monitor the
new process)

1. Menentukan proses berisiko tinggi dan membentuk tim


Dalam hal pemilihan proses yang akan dianalisis dengan FMEA, maka perlu
memperhatikan karakteristik proses yang memiliki risiko tinggi. Pembentukan tim
yang efektif beranggotakan kurang dari 10 orang (tergantung proses yang dianalisis
dan area yang terpengaruh). Komposisi tim FMEA seharusnya mencakup individu-
individu di bawah ini:
a. Individu paling dekat dengan kejadian terkait
b. Individu yang terpengaruh dengan penerapan perubahan
c. Pemimpin dengan pengetahuan dasar luas, dihormati, dan mempunyai kredibilitas
d. Individu yang berwenang mengambil keputusan
e. Individu-individu dengan pengetahuan dasar atau disiplin ilmu yang berbeda-beda

2. Penyusunan diagram alur proses


14
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun diagram alur proses antara lain:
a. Partisipasi dari berbagai disiplin ilmu yang terlibat atau terkait proses
b. Alokasikan waktu yang cukup untuk langkah ini
c. Susun selengkap mungkin
d. Beberapa software dapat digunakan untuk membantu penyusunan diagram

3. Brainstorming potential failure modes dan akibat yang ditimbulkan


Setelah Tim FMEA berhasil menyusun diagram proses, selanjutnya dilakukan
identifikasi failure modes. Tahapan identifikasi ini dilakukan melalui brainstorming
dimana anggota tim dituntut untuk berpikir di luar cakupan praktik dan visi yang biasa
dilakukan setiap hari. Hasil brainstorming tersebut kemudian didokumentasikan pada
lembar kerja.
Akibat dari failure mode adalah hal-hal apa saja yang dapat terjadi bila failure
mode benar-benar terjadi. Setiap failure mode dapat mempunyai satu atau lebih
akibat. Akibat dari failure mode dapat bersifat langsung atau tidak langsung, jangka
panjang atau jangka pendek, serta kemungkinan besar atau kemungkinan kecil
terjadi.

4. Menentukan prioritas failure modes


a. Menentukan nilai keparahan (severity) untuk setiap kegagalan
Tingkat keparahan dari seriap failure mode harus ditetapkan. Pada konteks ini,
keparahan berkaitan dengan tingkat keseriusan dari cedera atau dampak yang
dapat ditimbulkan bila suatu akibat dari failure mode terjadi.
Proses penentuan tingkat keparahan oleh tim FMEA merupakan suatu proses yang
melibatkan pertimbangan profesional dan intuisi.

Tabel 7. Skala nilai keparahan


15
Nilai Tingkat Keparahan Deksripsi
 Kegagalan tidak dirasakan/ tidak diketahui
oleh klien/ pasien dan
1 Tidak ada
 Tidak mempengaruhi/ menimbulkan akibat
pada proses yang dilalui pasien
 Kegagalan mungkin tidak secara nyata
berpengaruh terhadap klien/ pasien tetapi
2 Sangat sedikit dapat sedikit berakibat terhadap proses yang
dilalui pasien
 Tidak ada keluhan dari pasien
 Kegagalan dapat sedikit menyulitkan klien/
3 Sedikit pasien tetapi dapat sedikit berakibat terhadap
proses yang dilalui pasien.
 Kegagalan dapat diatasi dengan modifikasi
proses dan produk pelanggan akan tetapi
4 Sangat rendah
terdapat sedikit pengurangan kinerja
 Tidak ada keluhan dari pasien
Kegagalan menyebabkan berkurangnya kinerja
5 Rendah
sehingga mengakibatkan keluhan klien/ pasien
 Kegagalan menyebabkan tidak berfungsinya
suatu produk pada tingkat subsistem atau
sebagian
6 Sedang
 Dapat berakibat pada individu yang dilayani
dan menimbulkan beberapa akibat pada
proses
 Kegagalan menyebabkan pelanggan sangat
tidak puas
7 Tinggi  Dapat berakibat pada individu yang dilayani
dan menimbulkan akibat yang besar pada
proses
 Kegagalan menyebabkan suatu unit tidak
dapat bekerja atau tidak sesuai
8 Sangat tinggi  Akan berakibat pada individu yang dilayani
dan menimbulkan akibat yang besar pada
proses
 Kegagalan dapat mengakibatkan cedera bagi
pegawai atau klien/pasien.
9 Ekstrim tinggi  Akan berakibat besar pada individu yang
dilayani dan menimbulkan akibat yang besar
pada proses
 Mengakibatkan bencana, kerugian terminal
atau kematian
Tinggi yang
10  Sangat berbahaya, kegagalan dapat
membahayakan
mengakibatkan kematian bagi individu yang
dilayani

b. Menentukan nilai probabilitas kejadian (probability of occurrance)

16
Probabilitas kejadian adalah kecenderungan sesuatu akan terjadi. Jika suatu failure
mode atau akibatnya telah terjadi, maka data yang telah ada dapat digunakan untuk
membatu tim dalam menentukan probabilitas kejadian. Akan tetapi jika data belum
tersedia, maka tim harus menggunakan pertimbangan profesional dalam hal ini.

Tabel 8. Skala nilai probabilitas kejadian kegagalan

Nilai Probabilitas kejadian Deskripsi


 Satu kejadian dalam kurun waktu
lebih dari 5 tahun atau probabilitas
1 Tidak ada kurang dari 2 kali dari 100.000
 Kejadian Kegagalan hampir tidak
mungkin terjadi
Satu kejadian dalam kurun waktu 3-5
2 Sangat sedikit tahun atau probabilitas 2 kali dari
100.000 kejadian
Satu kejadian dalam kurun waktu 1-3
3 Sedikit tahun atau probabilitas 6 kali dari
100.000 kejadian
Satu kejadian per tahun atau
4 Sangat rendah probabilitas 6 kali dari 10.000
kejadian
Satu kejadian per tahun atau
5 Rendah
probabilitas 6 kali dari 1.000 kejadian
Satu kejadian dalam kurun waktu 6
6 Sedang bulan sampai 1 tahun atau
probabilitas 1 kali dari 1.000 kejadian
Satu kejadian dalam kurun waktu 6
bulan sampai 1 tahun atau
7 Tinggi
probabilitas lebih dari 1 kali dari 1.000
kejadian
Satu kali kejadian per bulan atau
8 Sangat tinggi
probabilitas 1 kali dari 100 kejadian
Satu kali kejadian per minggu atau
9 Ekstrim tinggi
probabilitas 5 kali dari 100 kejadian
Tinggi yang Satu kali kejadian tiap 3-4 hari atau
10
mengkhawatirkan probabilitas 3 kali dari 10 kejadian

c. Menentukan tingkat kemungkinan terdeteksi (detectability)


Selain tingkat keparahan dan probabilitas, tim FMEA juga dapat menentukan
tingkat kemungkinan terdeteksi dari setiap failure mode. Tingkat kemungkinan
terdeteksi merupakan derajat yang menunjukkan seberapa kemungkinan suatu
kejadian dapat ditemukan atau diketahui.

17
Tabel 9. Skala nilai deteksi
Nilai Probabilitas deteksi Deskripsi
1 Pasti terdeteksi Selalu terdeteksi dengan segera
2 Sangat tinggi Hampir selalu terdeteksi dengan segera
3 Tinggi Mudah terdeteksi
4 Cukup tinggi Terdeteksi dengan proses SOP
5 Sedang Cenderung terdeteksi
6 Rendah Kemungkinan untuk terdeteksi rendah
7 Sangat rendah Cenderung tidak terdeteksi
8 Langka/ sulit Terdeteksi dengan keahlian khusus
Sangat langka/ sangat Terdeteksi dengan keahlian khusus dan
9
sulit teknologi mutakhir
Hampir pasti tidak Deteksi tidak dimungkinkan pada kondisi
10
terdeteksi apapun

d. Menghitung dan menentukan prioritas risk priority number


Nilai RPN digunakan untuk menentukan ranking prioritas untuk analisis failure mode
lebih lanjut. Risk priority number (RPN) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
RPN = Nilai keparahan x Nilai probabilitas kejadian x Nilai terdeteksi
Failure modes harus diurutkan peringkat untuk menetapkan prioritas tindakan. Tim
yang telah melakukan penghitungan RPN dapat menetapkan nilai batas RPN untuk
menentukan failure mode yang akan ditindaklanjuti pada langkah selanjutnya.

5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes


Pada langkah ini FMEA dilakukan identifikasi akar penyebab masalah untuk
masing-masing dari failure mode yang menjadi prioritas dengan menggunakan metode
Root cause analysis (RCA).
Akar penyebab adalah alasan fundamental terjadinya kegagalan, atau pencapaian
kinerja yang tidak sesuai dengan harapan. Analisis akar penyebab atau root cause
analysis merupakan suatu proses mengenal faktor‐faktor yang mendasari atau menjadi
penyebab terjadinya variasi/ failure mode. RCA terutama berfokus pada sistem dan
proses, dan tidak untuk menyalahkan.
RCA biasanya merupakan kegiatan yang bersifat reaktif, bukan proaktif, sehingga
dilakukan setelah suatu masalah terjadi. Namun demikian RCA dapat pula dilakukan
bersamaan dengan FMEA (yang bersifat proaktif).
Alat bantu yang sering digunakan dalam pelaksanaan RCA adalah flow chart dan
cause effect diagram atau fishbone diagram (diagram tulang ikan). Alat bantu lain
yang bisa digunakan yaitu curah pendapat, diagram pohon kesalahan, diagram
kendali, affinity diagram, histogram, multivoting,diagram pareto, diagram pencar, run
chart. RCA yang baik mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) Berfokus terutama pada kinerja sistem dan proses, bukan kinerja individu
b) Analisis berlangsung mulai dari penyebab spesial kepada penyebab umum yang
ada dalam proses organisasi
c) Analisis menggali dengan berulangkali menjawab pertanyaan “mengapa”
d) Analisis mempu mengenali perubahan yang dapat dilakukan pada sistem dan
proses, meskipun harus mendesain ulang, atau mengembangkan sistem atau
proses yang baru untuk mencegah terulangnya kejadian di masa mendatang

18
e) Analisis dilakukan secara lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan
kredibilitasnya

Kegiatan RCA yang lengkap meliputi:


a. Menetapkan faktor manusia dan faktor–faktor lain yang secara langsung terkait
dengan kejadian sentinel/ failure mode, dan proses atau sistem yang terkait
dengan kejadian tersebut.
b. Analisis terhadap sistem atau proses yang menjadi latar belakang melalui
berulangkali menanyakan “mengapa”.
c. Meneliti semua area yang terkait dengan kejadian yang spesifik.
d. Mengidentifikasi titik-titik risiko, dan kontribusi potensial terhadap kejadian
e. Menetapkan penyempurnaan potensial terhadap proses dan sistem untuk
mencegah terjadi atau terulang kembali kejadian.

Suatu RCA dikatakan kredibel apabila dalam kegiatan tersebut:


a. Adanya peran serta kepemimpinan dalam organisasi, dan petugas yang sangat
terkait dengan proses dan sistem yang sedang diinvestigasi
b. Konsisten secara internal (tidak terjadi kontradiksi dalam analisis, atau
membiarkan pertanyaan tidak terjawab)
c. Memberikan penjelasan untuk semua temuan, termasuk jika ada yang bersifat
tidak berlaku, atau bukan masalah
d. Mengacu pada referensi yang relevan
e. Jelas (informasi dapat dipahami), akurat (data dan informasi valid), tepat (data dan
informasi objektif), relevan (berfokus pada permasalahan yang terkait atau
berpotensi terkait dengan kejadian sentinel)

6. Membuat rancangan ulang proses


Terdapat tiga level desain ulang, yaitu:
a. Level 1
Menghilangkan, bilamana saja memungkinkan, kesempatan untuk timbulnya
kegagalan.
b. Level 2
Meningkatkan kemungkinan terdeteksinya suatu kegagalan sehingga jika kegagalan
tersebut terjadi, seseorang atau sesuatu mengetahuinya, membunyikan alarm
(tanda bahaya), dan menghentikan proses, memberi kesempatan agar kegagalan
dapat diperbaiki tanpa menyebabkan kerugian.
c. Level 3
Mengurangi akibat yang timbul jika kesalahan telah terjadi.

Langkah-langkah yang ditempuh guna menyusun rancangan ulang proses meliputi:


a. Kenali seluruh aspek dari masalah dan penyebabnya
b. Kembangkan beberapa alternatif solusi
c. Lakukan rincian yang dibutuhkan untuk implementasi solusi
d. Lakukan evaluasi terhadap solusi yang diusulkan
e. Lakukan ujicoba secara objektif dan lakukan revisi terhadap solusi yang diusulkan
f. Finalisasi dan susun daftar solusi potensial

19
7. Analisis dan Pengujian Proses baru
Risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat desain ulang antara lain:
a. Ketidaksesuaian antara input dan output
b. Terlalu sederhana
c. Menambah kerumitan
d. Menimbulkan sistem yang tidak dapat dipercaya
e. Menimbulkan keterkaitan yang erat
f. Variasi dari norma atau kebiasaan umum

Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menguji proses antara lain yaitu:
a. Pengujian di atas kertas: dilakukan dengan menerapkan FMEA lagi pada proses
redesain kemudian dilakukan penghitungan RPN
b. Simulasi: diterapkan pada kondisi bebas risiko dan memungkinkan penerapan
proses redesain tanpa membahayakan pasien
c. Pilot testing: mengetahui efektivitas penerapan proses redesain di dunia nyata.
d. Strategi pengumpulan data: tinjau data, survei pre dan post, sistem pelaporan,
observasi.

Dalam rangka membantu tim melaksanakan 2 langkah terakhir FMEA, dapat


digunakan suatu tool peningkatan mutu seperti siklus PDSA (Plan-Do-Study-Act).
Siklus PDSA merupakan suatu pendekatan peningkatan kinerja yang mencakup
identifikasi peluang untuk desain atau desain ulang, menetapkan prioritas peningkatan
mutu, dan implementasi kegiatan peningkatan mutu.
Pada tahap plan (perencanaan), tim membuat rencana operasional untuk menguji
kegiatan perbaikan yang telah ditentukan. Tahap do melibatkan implementasi pilot test
dan pengumpulan data kinerja yang aktual. Selanjutnya selama tahap study, data yang
dikumpulkan dari pilot test dianalisis dan ditentukan apakah kegiatan perbaikan telah
mencapai outcome yang diharapkan. Tahap berikutnya adalah tahap act, yang
melibatkan pengambilan tindakan. Jika pilot test tidak berhasil, maka siklus diulang dari
awal.

8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses


Pada tahap ini dilakuan evaluasi desain baru dengan cara mengukur efektifitas
hasil desain ulang dengan parameter sesuai hasil pengukuran risiko tahap
sebelumnya. Pada tahap ini juga akan dilakukan penerapan dan desain baru.
Selanjutnya dilakukan skoring untuk melihat nilai RPN (risk priority number) yaitu
apakah ada penurunan nilai skor dari severity, occurance dan detectable dari proses
pelayanan.

20
BAB VI
PENUTUP

Manajemen risiko merupakan suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta


membentuk strategi untuk mengelolanya. Merupakan suatu cara dalam mengorganisir risiko
yang akan dihadapi baik itu sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Panduan ini
dibuat sebagai salah satu upaya untuk memenuhi tujuan dari manajemen risiko Rumah
Sakit Tk.III 04.06.02 Bhakti Wira Tamtama, yaitu terciptanya budaya keselamatan pasien,
menurunnya kejadian tidak diharapkan, terlaksananya program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian yang tidak diharapkan, meminimalkan risiko yang mungkin
terjadi dimasa mendatang. Dengan upaya-upaya yang akan dan telah dijalankan,
diharapkan pasien, pengunjung, dan institusi rumah sakit dapat terlindungi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Komite keselamatan pasien rumah sakit. 2015. Pedoman pelaporan insiden keselamatan
pasien. Jakarta

Dynamic consulting group Indonesian healtchare quality network. 2017. Modul pelatihan
manajemen resiko dan keselamatan pasien di rumah sakit.

Joint Australian New Zealand international standar. 2009. Risk management principles and
guidelines.

Sabarguna, Boy S. 2008. Manajemen risiko klinis untuk rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto.

Indonesia risk & business advisory. Diakses di http://irba.co.id/update-your-risk-register/

22

Anda mungkin juga menyukai