Anda di halaman 1dari 2

Bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) memiliki ciri khusus (khas) tersendiri.

Ciri tersebut sebagai


pembeda antara penganut Aswaja dari lainnya.
1. Teologis meyakini bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu, ada tanpa tempat dan arah, Mahasuci
dari bentuk dan ukuran, dan tidak dapat dibayangkan.
2. Menyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul yang terakhir.
3. Mengagungkan para sahabat Nabi secara keseluruhan, lebih-lebih khulafaur Rasyidin.
4. Menyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah.
5. Selalu menjadi kelompok mayoritas di setiap masa.

Wasathiyyah
Wasathiyyah yang sering diterjemahkan dengan moderasi memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Keadilan di antara dua kezhaliman (‫ )عدل بين ظلمين‬atau kebenaran di antara dua kebatilan (‫)حق بين باطلين‬,
contoh pertama : wasathiyah antara atheisme dan poletheisme. yakni paham yang memercayai Tuhan
Yang Esa. Kedua : wasathiyyah antara boros dan kikir yang menunjuk pada pengertian tidak boros dan
tidak kikir. Artinya, Islam mengajarkan agar seseorang di dalam memberi nafkah tidak kikir dan tidak
pula boros, melainkan ada di antara keduanya, yaitu al-karam dan al-jud.

‫َواذَّل ِ َين َذا َأنْ َف ُقوا لَ ْم يُرْس ِ فُوا َولَ ْم ي َ ْقرُت ُ وا َواَك َن بَنْي َ َذكِل َ قَ َوا ًما‬
‫ِإ‬
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67)

2. Pemaduan antara dua hal yang berbeda/berlawanan. Misalnya, (a). wasathiyyah antara rohani dan
jasmani yang berarti bahwa Islam bukan hanya memerhatikan aspek rohani saja atau jasmani saja,
melainkan memerhatikan keduanya. Wasathiyyah antara nushûs dan maqâshid. Itu berarti Islam tak
hanya fokus pada nushûs saja atau maqâshid saja, melainkan memadukan antara keduanya.
(b). Islam pun merupakan agama yang menyeimbangkan antara `aql dan naql. Bagi Islam, akal dan
wahyu merupakan dua hal yang sama-sama memiliki peranan penting yang sifatnya komplementer
(saling mendukung antara satu sama lain). Kalau diibaratkan dengan pengadilan, akal berfungsi sebagai
syahid (saksi) sementara wahyu sebagai hakim, atau sebaliknya, yakni akal sebagai hakim sementara
wahyu sebagai syahid.
(c). Islam menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat, antara ilmu
dan amal, antara ushul dan furu’, antara sarana (wasilah) dan tujuan (ghayah), antara optimis dan
pesimis, dan seterusnya.
3. Realistis (wâqi’iyyah). Islam adalah agama yang realistis, tidak selalu idealistis. Islam memunyai cita-
cita tinggi dan semangat yang menggelora untuk mengaplikasikan ketentuan-ketentuan dan aturan-
aturan hukumnya, tapi Islam tidak menutup mata dari realitas kehidupan yang–justru–lebih banyak
diwarnai hal-hal yang sangat tidak ideal. Ini tidak berarti bahwa Islam menyerah pada pada realitas yang
terjadi, melainkan justru memerhatikan realitas sambil tetap berusaha untuk tercapainya idealitas.
Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini adalah pemberlakuan hukum ‘azîmah dalam kondisi
normal dan hukum rukhshah dalam kondisi dharurat atau hajat.

Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek
ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj. Dalam jam’iyyah Nahdlatul
Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain
terjadi dalam hal-hal sebagai berikut: Melandaskan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan As-sunnah
sebagai sumber pokok dan juga kepada sumber-sumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur’an dan
As-sunnah seperti ijma’ dan qiyas.
Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi yang tidak memenuhi syarat-
syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab dengan mengikuti salah satu dari mazhab-
mazhab yang diyakini penisbatannya kepada ashabul madzahib. Namun, Nahdlatul Ulama membuka
ruang untuk bermazhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak mungkin dipecahkan
dengan bermazhab secara qauli.
Pola bermazhab dalam NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah, syariah/fiqh, dan
akhlaq/tasawwuf, seperti dalam rincian berikut: (a). Di bidang syariah/fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti
salah satu dari mazhab empat, yaitu mazhab Imam Abu Hanifah, mazhab Imam Malik ibn Anas, mazhab
Imam Muhammad bin Idris as-Syafii dan mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. (b). Di bidang aqidah
mengikuti mazhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan mazhab Imam Abu Manshur al-Maturidi. (c). Di
bidang akhlaq/tasawuf mengikuti mazhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan mazhab Imam Abu Hamid
al-Ghazali.
Berpegang teguh pada petunjuk Al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi
mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah, dan mujadalah bil husna. Sebagai
salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah (realistis), Nahdlatul Ulama
menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan Pancasila sebagai dasarnya sebagai
sebuah negara yang sah menurut pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan
perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa.

Anda mungkin juga menyukai