Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PARASITOLOGI II

“PARASITOLOGI : KELAS INSECTA”

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH :
TINGKAT 2A DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIC
DITHA OLIVIA LIANA ASHRI ROHMAWATI
DWI ARUM MELATI RAHMAT MARIO ROLAND
GALUH SEKAR INTAN S RENTI LESTARI
LEGIAR SAPRATAMA RIZKI EL MUBAROKAH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nyah sehingga penyusun tugas ini dapat di selesaikan  

Tugas ini disusun untuk di ajukan sebagai tugas Parasitologi Yang


Berjudul “KELAS INSECTA” Jurusan Analis Kesehatan Prodi D3 Teknologi
Laboratorium Medik.

Terima kasih disampaikan kepada Dosen mata Kuliah Parasitologi yang telah


membimbing dan memberikan kuliah demi kelancaran tugas ini .

Demikian tugas ini disusun semoga bermanfaat,agar dapat memenuhi tugas mata
kuliah Parasitologi.

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................ 3

BAB I:PENDAHALUAN..................................................... 4
1.1 Latar Belakang........................................................ 4
1.2 Permasalahan.......................................................... 10
1.3 Tujuan..................................................................... 10
BAB II: PEMBAHASAN...................................................... 12
A. Buffalo Gnat................................................................. 12
B. Xenopsylla Cheopis...................................................... 17
2.1 Pinjal (Siphonapetra).............................................. 17
2.2 Morfologi Kingdom................................................ 18
2.3 Siklus Hidup........................................................... 19
2.4 Patofisiologi............................................................ 20
2.5 Pengendalian........................................................... 21
1.6 Ekologi Pinjal......................................................... 22

C. Nosopsylus Fasciatus (pinjal tikus Eropah).................. 24


D. Pulex iritans (pijal manusia)......................................... 26

BAB III :PENUTUP.............................................................. 30


3.1 Kesimpulan...................................................................... 30
3.2 Saran................................................................................ 30
3.3 Daftar Pustaka................................................................. 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

A. Ciri-ciri Insecta

Insecta (latin: insecti = serangga) termasuk salah satu anggota dari filum


Arthropoda. Anggota Insecta sangat beragam dan mempunyai ciri khusus
yaitu kakinya berjumlah enam buah. Oleh sebab itu Insecta disebut
juga Hexapoda (hexa=enam, podos=kaki). Anggota dari kelompok hewan ini
banyak kita temukan di sekitar kita, misalnya : jangkrik, belalang, semut,
lebah, nyamuk, lalat, dan kupu-kupu.

Insecta hidup di berbagai habitat, yaitu di air tawar, laut dan darat
(terestrial), serta serangga terbang mengisi udara. Insekta merupakan satu-
satunya Invertebrata yang dapat terbang, dengan ukuran tubuh yang beragam.
Serangga dipelajari khusus dalam kajian Entomologi.

Makanan Insecta ada yang berupa sisa organisme lain, madu dari bunga,
dan ada yang hidup sebagai parasit dalam tubuh (tumbuhan, hewan, bahkan
manusia), serta bersimbiosis dengan organisme lain.

B. Struktur Tubuh Insecta

Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (kaput), dada (toraks), dan
perut (abdomen). Pada bagian dada terdiri dari tiga segmen, pada bagian perut
terdiri kurang lebih 11 segmen, dimana segmen terakhir berubah menjadi alat
genital. Pada kepala terdapat sepasang antena yang mengandung alat
penciuman yang mengandung kemoreseptor, tiga pasang mulut yang terdiri
dari sepasang mandibula, tiga pasang maksila, bibir atas (labrum), bibir

4
bawah (labium) yang berbeda-beda tergantung dari bentuk mulutnya, serta
organ perasa (palpus), sepasang mata facet, dan mata oselus. 

Tiga pasang kaki pada bagian dada, sehingga jumlah kakinya 6 dan
berfungsi untuk berjalan. Sayap biasanya dua pasang terdapat pada dada
bagian metatoraks dan mesotoraks. Alat pencernaan lengkap dan memiliki
kelenjar ludah.

Alat pernapasan dengan sistem trakea, dimana pada setiap segmen


tubuhnya terdapat lubang trakea yang disebut spirakel. Alat ekskresi
berupa pembuluh malphigi. Peredaran darah terbuka, dan sudah memiliki
jantung pembuluh dan anterior aorta. Jantung pembuluh terdiri dari 5 ruas
dilengkapi dengan lubang (ostia). Darah tidak mengandung hemoglobin tetapi
mempunyai hemosianin sehingga berwarna kuning kebiruan. Sistem saraf
tangga tali, pada kepala terdapat otak dan di setiap ruas tubuh terdapat
ganglion.

Alat reproduksi terpisah antara jantan dan betina dengan fertilisasi secara
internal. Tubuh insecta ditutupi oleh kutikula yang mengandung zat tanduk
dan berfungsi sebagai eksoskeleton. Insecta mengalami pelepasan
eksoskeleton disebut ekdisis (molting).

C. Perkembangbiakan Insecta

Insecta selama pertumbuhannya dari telur sampai dewasa mengalami


metamorfosis, hanya sebagian kecil saja yang tidak mengalami metamorfosis
(ametabola): yaitu telur menetas dan langsung dalam stadium dewasa contoh
kutu buku (Lepisma saccharina). Metamorfosis adalah proses perubahan
bentuk secara bertahap menuju ke arah dewasa. Metamorfosis pada insecta
dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola)

5
Yaitu telur menetas menjadi nimfa (miniatur dewasa) dan dewasa
(imago).

Contoh : jangkrik, belalang, dan rayap.

b. Metamorfosis sempurna (holometabola)

Yaitu telur yang menetas menjadi larva kemudian berkembang


menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa (imago).

Contoh: kupu-kupu, lalat, nyamuk, dan lebah.

Metamorfosis pada Insecta

D. Klasifikasi Insecta

Berdasarkan ada tidaknya sayap, Insecta dibedakan menjadi dua


subkelas, yaitu:

6
Apterygota (kelompok insecta yang tidak mempunyai sayap,
sedikit atau tidak mengalami metamorfosis), contohnya kutu buku (Lepisma),
dibedakan tiga ordo yaitu:

Pterygota (kelompok insecta yang mempunyai sayap, dan


mengalami metamorfosis), contohnya anai-anai. Pterygota dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu:

Exopterygota, ada beberapa ordo antara lain:


 Ordo Orthoptera, mempunyai sepasang sayap lurus dengan sayap
besar tebal disebut perkamen dan sayap belakang tipis transparan serta
tipe mulutnya menggigit. Contoh: jangkrik, gangsir, kecoa, dan
belalang.
 Ordo Ephemeroptera.
 Ordo Odonata, contoh: capung kuning (Pantala sp.)
 Ordo Isoptera, tipe mulut menggigit dan mempunyai sepasang sayap
tipis seperti jaringan. Contoh rayap yang memiliki sifat polimorfisme
artinya dalam satu kelompok jenis hewan terdapat beberapa bentuk
tubuh yang berbeda.
 Ordo Plecoptera (Taeniopteryx sp.).
 Ordo Hemiptera memiliki mulut menusuk dan menghisap serta dua
pasang sayap yang bagian depan dan belakangnya tidak sama, contoh

7
walang sangit dan kutu daun. Hewan ini umumnya merugikan
manusia.
 Ordo Thysanura (Lepisma saccharina).

Endopterygota, ada beberapa ordo antara lain :


 Ordo megaloptera (Sialis sp.)
 Ordo hymenoptera, serangga bersayap selaput dengan tipe mulut
menggigit. Contoh: lebah madu.
 Ordo siphonoptera, tidak memiliki sayap dan hanya satu mata
(bermata tunggal). Segmentasi tubuhnya tidak jelas dan mulut bertipe
menghisap. Contoh: kutu tikus dan kutu kucing.
 Ordo lepidoptera, serangga yang memiliki dua pasang sayap dengan
sisik halus dan tipe mulut menghisap. Contoh: kupu-kupu.
 Ordo coleoptera, memiliki sepasang sayap depan tebal (elitra) dan tipe
mulut menggigit. Contoh: kumbang kelapa dan kepik.
 Ordo diptera, memiliki sepasang sayap dan sayap belakang berubah
menjadi alat keseimbangan disebut halter. Tipe mulut menjilat tapi
beberapa spesies ada yang menggigit. Contoh: lalat rumah dan
nyamuk.
 Ordo raphidioptera (Turcoraphidia acerba).

8
 Ordo neuroptera, bersayap jala dengan mulut menggigit, contoh:
undur-undur.
 Ordo mecoptera, contoh: lalat kalajengking (Panorpa communis).

E. Peranan Insecta dalam Kehidupan

Peranan insecta dalam kehidupan manusia yang menguntungkan antara


lain:

 Membantu penyerbukan, yang dilakukan oleh kupu-kupu dan


kumbang
 Produksi serat sutera oleh ulat sutera (Bombyx mori).
 Penghasil madu oleh lebah madu (Apis mellifera).
 Untuk dimakan, misalnya laron, gangsir, dan larva lebah madu.
 Untuk obat tradisional.
 Dalam ekologi, insecta merupakan bagian dari rantai makanan penting
dari berbagai konsumen.
 Berbagai insecta tanah berperan sebagai penggemburan tanah.

Peranan yang merugikan antara lain:

 Merupakan vektor penyakit pada manusia, misalnya


nyamuk Anopheles stephensi sebagai vektor penyakit malaria dan

9
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah.
 Parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan, misalnya caplak.
 Merusak tanaman budidaya, misalnya wereng dan ketam kenari.

1.2 PERMASALAHAN

Apa itu dan bagaimana cara mengisolasi dan identifikasi memahami dan
menjelaskan tentang kelas Insecta :

a. Buffalo Gnat

b. Xenopsylla Cheopis

c. Nosopsylus Fasciatus (pinjal tikus Eropah)

d. Pulex iritans (pijal manusia)

1.3 TUJUAN

Memahami dan menjelaskan tentang kelas insecta :

a. Buffalo Gnat

b. Xenopsylla Cheopis

c. Nosopsylus Fasciatus (pinjal tikus Eropah)

d. Pulex iritans (pijal manusia)

1.4

10
BAB II
PEMBAHASAN
A. Buffalo Gnat

Lalat hitam atau lalat hitam  (kadang-kadang disebut agas kerbau ,


agas kalkun , atau kaus kaki putih ) adalah anggota
famili Simuliidae dari infraorder Culicomorpha . Mereka berkerabat
dengan Ceratopogonidae , Chironomidae , dan Thaumaleidae . Lebih dari 2.200
spesies lalat hitam telah diberi nama resmi, 15 di antaranya telah
punah. [2] Mereka dibagi menjadi dua subfamili: Parasimulinae hanya berisi satu
genus dan empat spesies; Simuliinaeberisi semua sisanya. Lebih dari 1.800
spesies termasuk dalam genus Simulium . 

Kebanyakan lalat hitam mendapatkan makanan dengan memakan darah mamalia,


termasuk manusia, meskipun jantan memakan terutama nektar . Mereka biasanya
kecil, hitam atau abu-abu, dengan kaki pendek , dan antena . Mereka adalah
gangguan umum bagi manusia, dan banyak negara bagian AS memiliki program
untuk menekan populasi lalat hitam. Mereka menyebarkan beberapa penyakit,
termasuk kebutaan sungai di Afrika ( Simulium damnosum dan S. neavei ) dan
Amerika ( S. callidum dan S. metallicum di Amerika Tengah, S. ochraceum di
Amerika Tengah dan Selatan).

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: binatang

Divisi: Arthropoda

Kelas: serangga

Memesan: Diptera

Keluarga super: Chironomoidea

11
Keluarga: Simuliidae
Newman , 1834

Subfamili

Parasimulinae Ektemnia Paraustrosimulium


Simuliinae gigantodax Pedrowygomyia
umum Greniera prosimulium
Araucnephia Gydarina Simuliites
Araucnephioides Gymnopai Simulimima
archnephia Kovalevimiya simulasi
Austrosimulium Levitinia Stegopterna
Baisomiia Lutzsimulium Sulsiknefia
Cnephia Mayacnephia Titanopteryx
Cnesia Metaknefia Tlalocomyia
Cnesiamima paraknefia
Kroasia Parasimulium

12
Ekologi

Telur diletakkan di air mengalir, dan larva menempel pada


batu. Keberhasilan pemuliaan sangat sensitif terhadap pencemaran air. [3] Larva
menggunakan kait kecil di ujung perutnya untuk berpegangan pada substrat,
menggunakan penahan sutra dan benang untuk memindahkan atau menahan
tempatnya. Mereka memiliki kipas lipat yang mengelilingi mulut mereka. Kipas
mengembang saat memberi makan, menangkap puing-puing yang lewat (partikel
organik kecil, ganggang, dan bakteri). Larva menggores tangkapan kipas ke dalam
mulutnya setiap beberapa detik. Lalat hitam bergantung pada habitat lotik untuk
membawa makanan bagi mereka. Mereka akan menjadi kepompong di bawah air
dan kemudian muncul dalam gelembung udara sebagai lalat dewasa. Mereka
sering dimangsa oleh ikan trout saat muncul. Larva dari beberapa spesies Afrika
Selatan diketahui sebagaiphoretic pada nimfa lalat capung.

13
Seekor lalat hitam betina

Jantan dewasa memakan nektar, sementara betina


menunjukkan anautogeny dan memakan darah sebelum bertelur. Beberapa spesies
di Afrika dapat menempuh jarak sejauh 40 mil (64 km) dari tempat
perkembangbiakan air untuk mencari makanan darah mereka, sementara spesies
lain memiliki jangkauan yang lebih terbatas.

Spesies yang berbeda lebih memilih sumber inang yang berbeda untuk
makanan darah mereka, yang kadang-kadang tercermin dalam nama umum untuk
spesies tersebut. Mereka makan di siang hari, lebih disukai saat kecepatan angin
rendah.

Lalat hitam dapat berupa univoltine atau multivoltine , tergantung pada


spesiesnya. Jumlah generasi yang dimiliki spesies hama tertentu setiap tahun
cenderung berkorelasi dengan intensitas upaya manusia untuk mengendalikan
hama tersebut.
Work conducted at Portsmouth University in 1986–1987[citation
needed] indicates Simulium spp. create highly acidic conditions within their
midguts. This acidic environment provides conditions ideally suited to bacteria
that metabolise cellulose. Insects cannot metabolise cellulose independently, but
the presence of these bacteria allows cellulose to be metabolised into basic sugars.
This provides nutrition to the black fly larvae, as well as the bacteria. This
symbiotic relationship indicates a specific adaptation, as fresh-flowing streams
could not provide sufficient nutrition to the growing larva in any other way.
citation needed]
[

14
Regional effects of black fly populations

Di bagian yang lebih basah dari garis lintang utara Amerika Utara ,


termasuk bagian dari Kanada , New England , Minnesota , dan Upper Peninsula of
Michigan , populasi lalat hitam membengkak dari akhir April hingga Juli, menjadi
gangguan bagi manusia yang terlibat dalam kegiatan umum di luar ruangan,
seperti berkebun , berperahu , berkemah , dan backpacking . Mereka juga bisa
menjadi gangguan yang signifikan di daerah pegunungan.
Lalat hitam adalah momok bagi ternak di Kanada, menyebabkan penurunan
berat badan pada ternak dan terkadang kematian. [4]
Pennsylvania mengoperasikan program pengendalian lalat hitam tunggal
terbesar di Amerika Utara. Program ini dipandang bermanfaat bagi kualitas hidup
penduduk dan industri pariwisata negara. [5]
Lalat Blandford ( Simulium posticatum ) di Inggris pernah menjadi masalah
kesehatan masyarakat di daerah sekitar Blandford Forum , Dorset, karena
jumlahnya yang banyak dan luka yang menyakitkan akibat gigitannya. Itu
akhirnya dikendalikan oleh aplikasi Bacillus thuringiensis israelensis yang
ditargetkan dengan hati-hati . [6] Pada tahun 2010, gelombang gigitan serangga
musim panas yang disebabkan oleh lalat Blandford mengharuskan banyak orang
yang telah digigit untuk dirawat di rumah sakit. [7]
"Lalat pasir " Selandia Baru sebenarnya adalah lalat hitam dari
spesies Austrosimulium australense dan A. ungulatum . [8]
Di beberapa bagian Skotlandia, berbagai spesies lalat hitam mengganggu
dan menggigit manusia, terutama antara Mei dan September. Mereka ditemukan
terutama di hutan birch dan juniper campuran, dan pada tingkat yang lebih rendah
di hutan pinus, moorlands, dan padang rumput. Gigitan paling sering ditemukan di
kepala, leher, dan punggung. Mereka juga sering mendarat dengan kaki dan
tangan.

Di Semenanjung Malaysia, 35 spesies lalat hitam preimajinal ditemukan


dalam sebuah penelitian pada tahun 2016, termasuk Simulium digrammicum ,

15
yang telah dianggap punah secara lokal. [9]

Lalat hitam menyerang ekspedisi kano pada Juli 2015 di Arktik Kanada, Sungai
Dubawnt , Nunavut .

Kesehatan masyarakat

Hanya empat genera dalam famili


Simuliidae, Simulium , Prosimulium , Austrosimulium , dan Cnephia , yang
mengandung spesies yang memakan manusia, meskipun spesies lain lebih suka
memakan mamalia lain atau burung . Simulium , jenis genus yang paling luas
penyebarannya dan merupakan vektor beberapa penyakit, termasuk rabun jauh .
Orang dewasa dewasa dapat menyebar puluhan atau ratusan mil dari tempat
berkembang biak mereka di air yang mengalir segar, di bawah kekuatan mereka
sendiri dan dibantu oleh angin yang bertiup, menyulitkan upaya
pengendalian. Perilaku berkerumun dapat membuat kegiatan di luar ruangan tidak
menyenangkan atau tidak dapat ditoleransi, dan dapat mempengaruhi produksi
ternak. Selama abad ke-18, "lalat Golubatz" ( Simulium colombaschense ) adalah
hama terkenal di Eropa tengah. [10] Bahkan awan lalat hitam yang tidak
menggigit, baik terdiri dari jantan atau spesies yang tidak memakan manusia atau
tidak memerlukan makan darah sebelum bertelur, dapat menimbulkan gangguan
dengan mengerumuni lubang.

16
Gigitannya dangkal dan dicapai dengan terlebih dahulu meregangkan kulit
menggunakan gigi pada labrum dan kemudian mengikisnya dengan rahang atas
dan rahang bawah , memotong kulit dan memecahkan kapiler halusnya. Makan
difasilitasi oleh antikoagulan kuat dalam air liur lalat , yang juga membuat
sebagian tempat gigitan mati rasa, mengurangi kesadaran inang akan digigit dan
dengan demikian memperpanjang waktu makan lalat. Lalat penggigit hanya
makan di siang hari dan cenderung membidik area kulit yang lebih tipis, seperti
tengkuk atau telinga dan pergelangan kaki.
Gatal dan pembengkakan serta peradangan yang terlokalisir terkadang
diakibatkan oleh gigitan. Pembengkakan bisa sangat jelas tergantung pada spesies
dan respon imun individu, dan iritasi dapat bertahan selama berminggu-
minggu. Pemberian makan yang intens dapat menyebabkan "demam lalat hitam",
dengan sakit kepala, mual, demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan
nyeri sendi; gejala-gejala ini kemungkinan merupakan reaksi terhadap senyawa
dari kelenjar ludah lalat . Reaksi alergi parah yang kurang umum mungkin
memerlukan rawat inap. 

B. Xenopsylla Cheopis

1.1 Pinjal (Siphonaptera)

Lebih dari 1900 spesies pinjal telah terdaftar di dunia kira-kira 80


spesies terdapat di Jepang. Semuanya di kelompokan dalam 6 famili atau lebih,
dan diantaranya Pulicidae, Ceratophylidae, Leptopsyllidae dan Tungidae.
Mempunyai kepentingan medis yang khusus. Spesifitas pada hospesnya tidak
seperti pada tuma penghisap, pinjal-pinjal anjing, kucing dan tikus yang juga
menghisap darah manusia. Jantan dan betina keduanya menghisap darah.
Spesies yang umum panjangnya berkisar dari 1,5-4,0 mm (Tomio, 1992).
Pinjal-pinjal yang seringkali menggigit manusia adalah : Pulex irritans, pinjal
manusia; Ctenocephalides felis dan Ctenocephalides canis, pinjal kucing dan
anjing; Monopsyllus anisus dan Nosopsyllus fasciatus segnis; Xenopsylla
cheopis, pinjal tikus daerah tropik (Tomio, 1992). 1.1.2 Pinjal Tikus

17
(Xenopsylla cheopis) Pinjal merupakan artropoda yang telah lama dikenal
sebagai vektor penyakit mematikan yaitu pes. Terdapat lebih dari 30 spesies
pinjal yang mampu menularkan Yersinia pestis, namun diantara semuanya,
X.cheopis (pinjal tikus oriental) merupakan spesies paling banyak ditemukan
sebagai vektor di dunia termasuk Indonesia. Selain pes, X.cheopis dilaporkan
sebagai vektor utama murine typhus (endemic thypus), epidemic thypus serta
bartonelosis. Murine thypus ditularkan dari kotoran pinjal yang mengandung
bakteri R.thypi melalui pernapasan maupun masuk melalui luka bekas gigitan.
Xenopsylla cheopis dewasa merupakan parasit pada mamalia, terutama pada
tikus sebagai inang utamanya (principal host). Hubungan pinjal dan tikus sudah
terjalin sejak lama dan telah mengalami evolusi bersama. Rattus norvegicus
dan Rattus rattus merupakan spesies paling dominan sebagai inang X.cheopis
(Dieme, 2015). Xenopsylla cheopi, pinjal tikus daerah tropis, tersebar luas di
banyak negara dan merupakan spesies terpenting yang menularkan penyakit
pes bubo pada manusia terutama melalui gegitannya. Spesies yang terpenting
dari Xenopsylla adalah X. brasiliensis (Afrika) dan X.astia (Afrika Timur,
Srilanka, Birma) yang juga terlibat dalam penularan penyakit pes (Tomio,
1992).

1.2 Morfologi Kingdom

: Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Siphonaptera


Family : Pulicidae Genus : Xenopsylla Species : X.cheopis Menurut
(Djaenudin,2009) Xenopsylla cheopis termasuk ordo Siphonaptera yang
memiliki badan pipih laterolateral seperti wayang kulit dan berukuran kecil
1.5-4 mm. Bagian tubuh dari X.cheopis terbagi : a. Kepala Ada yang
mempunyai sepasang mata, ada yang tidak bertitik mata. Ujunng antena
berbentuk pemukul, terdapat dalam lekukan. Letak ocular bristle membantu
menentukan spesies, mata. Ctenidium (comb) ada yang terdapat dimulut
disebut genal comb, di belakang kepala disebut pronotal comb, di abdomen
disebut abdomenal comb. Terdapat alat mulut terdiri atas maxillary plate, stylet
(maxillary laciea) merupakan saluran kelenjar ludah, epifaring, labial palp dan

18
maxillary palp. b. Thorax Terdiri atas segmen pronotum , mesonotum dan
metathorax.terdapat 3 pasang kaki. Pada pronotum terdapat comb disebut
pronotal comb. Kaki terdiri atas segmen-segmen yang kuat, gunanya untuk
meloncat. Bagian-bagiannya adalah coxa, trochanter, femur, tibia, tarsus, kuku.
Pada kaki ditemukan juga rambut dan duri. Kaki melekat pada prosternum,
mesoternum, metasternum. c. Abdomen Terdiri atas 8 buah segmen, bagian
dorso lateral disebut tergit dan bagian ventro lateral disebut sternit. Pada
segmen terakhir terdapat pygidium (sensilium dengan rambut perba. Hewan
betina mempunyai spermateka, bentuknya dapat membantu spesies, hewan
jantan mempunyai spring of penis, clesper. d. Telur Telur pinjal berbentuk
oval, berwarnaputih kekuningan dan berukuran sangat kecil. Larvanya tidak
memiliki kaki dan terdiri atas 13 ruas. Pupanya berada dalam suatu jalinan
benang yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan membentuk kokon. Perbedaan
pinjal jantan dan betina terutama terlihat dari bentuk alat reproduksinya yang
hanya dapat diamati pada sedian pinjal di bawah mikroskop. Pinjal jantan
memiliki alat genital berbentuk setengah lingkapan seperti siput yang tampak
tembus pandang pada pertengahan abdomen. Sedangkan pinjal betina memiliki
kantong sperma (spemateka) yang berbentuk koma. Spermateka berfungsi
menampung sperma disaat perkawinan (Purwanto, 2006).

1.3 Siklus Hidup

Menurut (Djaenudin,2009) metamorfosis yang dialami ialah metamorfosis


sempurna. Telur yang diletakkan diatas tanah, setelah 2-12 hari menetas
menjadi larva yang bentuknya seperti ulat bulu, larva ini setelah 1-2 minggu
tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur
sampai menjadi dewasa memerlukan waktu secepat-cepatnya 18 hari. Sikulus
hidup yang terjadi pada pinjal tikus : 1. Tahap Telur Pinjal betina meletakkan
telurnya diantara bulu-bulu inang/hewan tempat hidupnya. Pinjal betina
bertelur 20-28 buah/hari. Berukuran 0,4-0,5 mm, berbentuk oval, berwarna
putih, saat akan menetas berwarna kuning kecoklatan. Karena telur tersebut
kering, maka akan jatuh dari inangnya saat inang melakukan aktivitas, seperti

19
sarang, lantai, karpet, rumput, dan lain-lain. Telur-telur ini menetas dalam
waktu 2-12 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban habitat telur. Suhu dan
kelembapan yang menguntungkan ialah suhu antara 18⁰-27⁰C dan kelembapan
sekitar 75- 80%. 2. Tahap Larva Telur-telur pinjal menjadi larva-larva kecil
setelah 9-12 hari, berwarna muda dan seperti cacing. Larva-larva ini terdapat
dilantai, retakretak pada dinding, permadani, sarang tikus, kandang ayam,
kandang anjing, sarang burung, dan sebagainya. Larva-larva hidup dari segala
macam parasit kecil dan sisa-sisa organic, yaitu dari kotoran pinjal atau darah
kering, kulit-kulit mati. Larva-larva mengalami 2x tukar kulit selama 1 minggu
sampai beberapa bulan. 3. Tahap Pupa Larva berubah menjadi pupa yang
dibungkus dengan kokon yang dikotori oleh pasir dan sisa-sisa kotoran lain.
Stadium pupa berlangsung selama 1 minggu sampai 6 bulan, Tergantung dari
kondisi cuaca. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus
tidak aktif sampai satu tahun. 4. Tahap Dewasa Dari pupa akhimya pinjal
dewasa. Pinjal dewasa keluar dari kepompongnya waktu mereka merasa
hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya,
dalam waktu 24 jam pinjal ini sudah bisa mulai menggigit dan mengisap
darah.. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai
siklus baru. Daur hidup pinjal secara normal berkisar 2-3 minggu, jika suhu
dan kelembapannya tidak mendukung daur hidup pinjal akan membutuhkan
waktu lebih lama dan seluruh tahap dapat mencapai 1 tahun atau lebih.

1.4 Patofisiologi

Pinjal mempunyai peranan penting dalam penularan penyakit, karena


sebagai vektor berbagai penyakit pada hewan (zoonosic) maupunmanusia.
Sebagai ektoparasit, pinjal sering memberikan gangguan karena gigitannya
dapat menyebabkan iritasi kulit. Beberapa spesies penting ialah Pulex iritans
(pinjal manusia), Xenopsylla cheopis (pinjal tikus asia), Ctenophalides canis
(pinjal anjing) dan Ctenophalides felis (pinjal tikus) (Santosa,2008). Penyakit
yang dapat ditularkan pinjal adalah pes (pes plague), murine thypus, tularemia
dan listeriosis. Cara penularan penyakit tersebut melalui gigitan ginjal terutama

20
oleh pinjal betina karena membutuhkan darah untuk pengembangan telur.
Penularan terjadi jika proventicular pinjal tersumbat bakteri, misalnya yersinia
pestis yang membelah diri (propagative development), jika pinjal mengigit
hospes akan muntah (regursitasi) sehingga bakteri masuk ke hospes melalui
luka gigitan pinjal. Manusia sebagai inang sementara dapat menjadi sasaran
gigitan pinjal dari beberapa kejadian, gigitan pinjal kemanusia terjadi akibat
manusia menempati rumahyang telah lama kosong, tidak terawat, dan menjadi
sasaran tikus/kucing/anjing beranak. Umumnya terjadi kegatalan terutama
dikaki beberapa saat setelah memasuki ruang yang lama kosong, hal ini perlu
dicurigai adanya pinjal didalam rumah tersebut (Santosa,2008). Kelainan
karena gigitan pinjal dapat menyebabkan gangguan langsung seperti gangguan
tidur dan dematitis yang disertai rasa gatal. Pinjal juga berperan sebagai vektor
penting dari penyakit pes dan penyakit tifus murin atau tifus endemik. Pada
infeksi tifus murin penularan pada manusia terjadi terutama karena
menggosokan pinjal yang mengandung riketsia pada kulit ditempat luka gigitan
atau ditempat luka lecet karena garukan mungkin juga melalui inhalasi tinja
pinjal yang kering. Pinjal tikus termasuk Xenopsylla cheopis berperan sebagai
vektor dari penyakitnya. Pinjal juga merupakan hospes perentara dari beberapa
cestoda, Dipylidium canium, Hymenolepis diminuta dan H. nana (Tomio,
1992). Selain sebagai vektor beberapa penyakit, pinjal juga berperan sebagai
inang cacing pita anjing/kucing Dypilydyum caninum. Umumnya telur cacing
pita masuk pada pinjal pada fase larva yang mencari makan berupa bahan
organik disekitar inang. Telur akan menetas dalam tubuh larva dan menetap
sampai pinjal dewasa yang siap hinggap pada tubuh inang (anjing, kucing dll)
(Santosa,2008).

1.5 Pengendalian

Pengendalian vektor merupakan suatu tindakan atau kegiatan dengan


penggunaan cara yang baru diaplikasikan/diperkenalkan ataupun yang sudah
ada disuatu lingkuangan, dikelola sedemikian rupa sehingga mampu
mempertahankan kepadatan populasi pinjalpada tingkat yang lebih rendah dari

21
pada tingkat populasi saat kegiatan tersebut tidak dilakukan. Usaha pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular mempunyai banyak cara, terlebih dalam
penanganan penyakit pes. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai,
cara pengendalian vektor penyakit dapat dilakukan dengan pengendalian vektor
terpadu. Pengendalian vektor dilakukan mengingat keberadaan vektor
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis, dan sosial budaya (Ratovanjulo,
2014). Secara umum, untuk mengatasi adanya pinjal, formulasi insectisida
serbuk (Dust) dapat diaplikasikan dalam lantai rumah, jalan tikus/lubang tikus.
Selain dalam bentuk serbuk, dapat juga berupa fogs/aerosol (biasanya
malathion) untuk fumigasi ruangan. Penggunaan insectisida mempunyai
efektifitas yang bervariasi dan perlu diperhatikan resistensi pinjal terhadap
berbagai jenis insectisida. Selain cara kimia, cara mekanik dapat juga
digunakan dalam pengendalian pinjal, misalnya dengan membersihkan karpet,
daerah dalam rumah yang biasanya disinggahi tikus serta tentunya sanitasi
lingkungan harus terjaga. Selain kedua cara diatas sekarang telah
dikembangkan cara biologi terutama untuk memutuskan siklus pinjal misalnya
dengan bahan pengatur perkembangan serangga (insect growth regulator/IGR)
yang efeknya berupa penghambat kitin dan hormon juvenil (jouvenile hormone
and chitin inhibitor). IGR berfokus pada pengendalian pinjal pradewasa, baik
pada inang maupun lingkungan. Bentuk-bentuk IGR berupa spray, shampoo,
collar bahkan dalam bentuk tablet yang diminumkan pada hewan peliharaan.
Selain penggunaan IGR juga dikembangkan pembuatan vaksin dengan
menggunakan antigen yang berasal dari membran usus pinjal, seperti
keberhasilan penelitian vaksin yang memberikan kekebalan sapi terhadap
serangan caplak (Harsoyo, 2009).

1.6 Ekologi Pinjal


Menurut (Kesuma, 2007) kehidupan pinjal dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah : 1. Suhu dan kelembaban Perkembangan setiap
jenis pinjal mempunyai variasi musiman yang berbeda-beda. Udara yang
kering mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kelangsungan
hidup pinjal. Suhu dalam sarang tikus lebuh tinggi selama musim dingin dan

22
lebih tendah selama musim panas daripada suhu luar. Suhu didalm dan diluar
sarang memperlihtkan bahwa suhu didalam sarang cenderung berbalik dengan
suhu luar. 2. Cahaya Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis
negatif). Pinjal jenis ini bisaanya tidak mempunyai mata. Pada sarang tikus
yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena sinar
matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang tikus
yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai jalan yang berkelok, sinar
matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang. Sehingga pada sarang
tikus ini banyak ditemukan pinjal. 3. Parasit Bakteri Yersinia pestis di dalam
tubuh pinjal merupakan parasit pinjal yang mempengaruhi umur pinjal. Pinjal
yang mengandung bakteri pes pada suhu 10-150C hanya bertahan hidup
selama 50 hari, sedangkan pada suhu 270C betahan hidup selama 23 hari.
Pada kondisi normal, bakteri pes akan berkembang cepat, kemudian akan
menyumbat alat mulut pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap darah dan
akhirnya mati. 4. Predator Predator pinjal alami merupakan faktor penting
dalam menekan populasi pinjal di sarang tikus. Beberapa predator seperti
semut dan kumbang kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan
pinjal dewasa.

23
C. Nosopsylus Fasciatus (Pinjal Tikus Eropah)

Pinjal merupakan artropoda yang telah lama dikenal sebagai vektor penyakit
mematikan yaitu pes. Terdapat lebih dari 30 spesies pinjal yang mampu
menularkan Yersinia pestis, namun diantara semuanya, X.cheopis (pinjal tikus
oriental) merupakan spesies paling banyak ditemukan sebagai vektor di dunia
termasuk Indonesia, selain pes, X.cheopis dilaporkan sebagai vektor utama
murine typhus (endemic typhus), epidemic typhus, serta bartonelosis.8 Murine
typhus ditularkan dari kotoran pinjal yang mengandung bakteri R.typhi melalui
pernapasan maupun masuk melalui luka bekas gigitan.1,9 Xenopsylla cheopis
dewasa merupakan parasit pada mamalia, terutama pada tikus sebagai inang
utamanya (principal host). Hubungan antara pinjal dan tikus sudah terjalin sejak
lama dan telah mengalami evolusi bersama.10 Rattus norvegicus dan Rattus rattus

24
merupakan spesies paling dominan sebagai inang X. cheopis.3,11–13 Indonesia
merupakan negara endemis untuk beberapa rickettsiosis seperti murine typhus,
cat-flea borne typhus, dan scrub typhus.

Diantara semuanya, murine typhus dilaporkan memiliki prevalensi paling


tinggi di Indonesia. Penelitian mengenai rickettsiosis di Indonesia sudah
dilakukan sebagian besar secara serologis. Hasil penelitian serologis menunjukkan
bahwa antibodi terhadap R.typhi pada penduduk di Malang memiliki prevalensi
42%,14 di Jakarta 6,5-17%,15 di beberapa tempat di Jawa Timur 28-42%, di
Sumatera 10-20%,16 Bali 7,4%,16 dan Sulawesi 0,6%. Seroprevalensi terhadap
R.typhi juga dilaporkan pada tikus tertangkap di daerah pelabuhan Jayapura
sebesar 11%17 dan di Pulau Jawa sebesar 14,7%.18 Deteksi Rickettsia secara
molekuler pernah dilakukan beberapa kali antara lain di Jawa Barat, Kalimantan
Timur, dan Manado dimana ditemukan 10,28% R.typhi dan 2,8% R.felis.19
Deteksi PCR pada X.cheopis tikus juga telah dilakukan di Kabupaten Malang,
Jawa Timur tahun 1995 dan berhasil mendeteksi R.typhi dan R.felis. 20 Meskipun
Indonesia adalah negara endemis beberapa rickettsiosis, namun informasi tentang
penyakit ini masih sangat terbatas. Rickettsiosis masih menjadi penyakit

25
terabaikan, sangat jarang terdiagnosis sehingga kasus tidak terlaporkan. Hal ini
karena gejala klinis yang timbul tidak spesifik, menyerupai gejala penyakit infeksi
lainnya. Disamping itu uji laboratorium sebagai gold standar (uji IFA)
memerlukan laboratorium khusus dan tenaga ahli terlatih. Alternatif yang dapat
dilakukan untuk diagnosis adalah dengan metode PCR. Beberapa gen yang sering
digunakan untuk deteksi Rickettsia seperti 16s, outer membrane protein (omp),
dan sitrat sintase (gltA).

D. Pulex Iritans (Pijal Manusia)

Pinjal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Siphonaptera 

Gambar kutu, dilihat

26
melalui Scanning electron
microscope (SEM)

Taksonomi

Kerajaan Animalia

Filum Arthropoda

Kelas Insecta

Ordo Siphonaptera 
Latreille, 1825

Tata nama

Sinonim Aphaniptera
takson

Upaordo

Ceratophyllomorpha

Hystrichopsyllomorpha
Pulicomorpha

Pygiopsyllomorpha

Pinjal adalah serangga yang termasuk ordo Siphonaptera.[2] Pinjal merupakan


serangga parasit yang umumnya ditemukan pada hewan, tetapi terkadang juga
pada manusia.[3][4] Pinjal menghisap darah dari inang yang ditumpanginya.[3]

Beberapa spesies pinjal yang telah ditemukan antara lain pinjal


kucing (Ctenocephalides felis), pinjal anjing (Ctenocephalides canis), pinjal

27
manusia (Pulex irritans), dan pinjal melekat erat (Echidnophaga gallinacea).[4]
 Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 2.000 spesies pinjal di seluruh dunia.[5]
[5]

Ciri-ciri fisik

Pinjal kucing di bawah mikroskop x35

Pinjal tidak memiliki sayap, namun memiliki kaki belakang yang kuat sehingga
mampu melompat dan berlari melewati rambut atau bulu pada permukaan tubuh
inangnya.[5] Pinjal dewasa dapat tumbuh hingga panjang 1 sampai
3 milimeter dengan tubuh berbentuk pipih vertikal dan
berwarna cokelat kemerahan atau cokelat kehitaman.[4][5]

28
Penyakit yang ditularkan

Seperti yang diketahui, pinjal hidup dari menghisap darah dari inang yang
ditumpanginya.[4] Saat pinjal menggigit kulit inangnya, air ludah pinjal akan ikut
masuk ke dalam jaringan kulit dan menyebabkan radang serta alergi.[4] Terkadang
pinjal juga membawa agen penyakit bersamanya, seperti bibit cacing pita dan
bakteri Yersinia pestis yang menyebabkan penyakit pes.[4][6] Selain itu, kotoran
pinjal juga mampu menyebabkan penyakit Rickettsia jika masuk ke dalam luka
gigitannya.[6]

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :


a. Berdasarkan metamorfosisnya, serangga dibedakan atas dua kelompok,
yaitu: Hemimetabola dan Holometabola. Kelompok Hemimetabola meliputi
beberapa ordo, antara
lain: Archyptera atau Isoptera, Orthoptera, Odonata, Hemiptera, Homoptera.
b.  Ciri-ciri umum pada insekta dapat dibedakan berdasarkan atas segmen kepala
(cephalo), dada (toraks) dan perut (abdomen).
c.  Sistem organ pada insekta terdiri dari : sistem pencernaan makanan, sistem
pernafasan, sistem saraf, sistem ekskresi, sistem peredaran darah dan sistem
reproduksi.
d.  Peranan insekta dalam kehidupan sehari-hari ada yang menguntungkan dan ada
pula yang merugikan.
3.2 Saran
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran
klasifikasi serangga dan menambah wawasan keilmuan bagi peneliti selanjutnya
atau menjadi acuan penelitian yang lebih mendalam lagi.

30
3.3 DAFTAR PUSTAKA
1. https://eprints.umm.ac.id/25073/2/jiptummpp-gdl-indairdjan-37717-2-
babi.pdf
2. https://www.slideshare.net/rrjanuari/makalah-insekta
3. https://www.scribd.com/doc/313631737/PARASITOLOGI-Makalah-
Insecta
4. http://repository.radenfatah.ac.id/7321/1/lengkap
%20ENSIKLOPEDIA.pdf
5. https://www.academia.edu/40349826/INSECTA_and_ARACHNIDA

31

Anda mungkin juga menyukai