DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
TINGKAT 2A DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIC
DITHA OLIVIA LIANA ASHRI ROHMAWATI
DWI ARUM MELATI RAHMAT MARIO ROLAND
GALUH SEKAR INTAN S RENTI LESTARI
LEGIAR SAPRATAMA RIZKI EL MUBAROKAH
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nyah sehingga penyusun tugas ini dapat di selesaikan
Demikian tugas ini disusun semoga bermanfaat,agar dapat memenuhi tugas mata
kuliah Parasitologi.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................ 3
BAB I:PENDAHALUAN..................................................... 4
1.1 Latar Belakang........................................................ 4
1.2 Permasalahan.......................................................... 10
1.3 Tujuan..................................................................... 10
BAB II: PEMBAHASAN...................................................... 12
A. Buffalo Gnat................................................................. 12
B. Xenopsylla Cheopis...................................................... 17
2.1 Pinjal (Siphonapetra).............................................. 17
2.2 Morfologi Kingdom................................................ 18
2.3 Siklus Hidup........................................................... 19
2.4 Patofisiologi............................................................ 20
2.5 Pengendalian........................................................... 21
1.6 Ekologi Pinjal......................................................... 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ciri-ciri Insecta
Insecta hidup di berbagai habitat, yaitu di air tawar, laut dan darat
(terestrial), serta serangga terbang mengisi udara. Insekta merupakan satu-
satunya Invertebrata yang dapat terbang, dengan ukuran tubuh yang beragam.
Serangga dipelajari khusus dalam kajian Entomologi.
Makanan Insecta ada yang berupa sisa organisme lain, madu dari bunga,
dan ada yang hidup sebagai parasit dalam tubuh (tumbuhan, hewan, bahkan
manusia), serta bersimbiosis dengan organisme lain.
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (kaput), dada (toraks), dan
perut (abdomen). Pada bagian dada terdiri dari tiga segmen, pada bagian perut
terdiri kurang lebih 11 segmen, dimana segmen terakhir berubah menjadi alat
genital. Pada kepala terdapat sepasang antena yang mengandung alat
penciuman yang mengandung kemoreseptor, tiga pasang mulut yang terdiri
dari sepasang mandibula, tiga pasang maksila, bibir atas (labrum), bibir
4
bawah (labium) yang berbeda-beda tergantung dari bentuk mulutnya, serta
organ perasa (palpus), sepasang mata facet, dan mata oselus.
Tiga pasang kaki pada bagian dada, sehingga jumlah kakinya 6 dan
berfungsi untuk berjalan. Sayap biasanya dua pasang terdapat pada dada
bagian metatoraks dan mesotoraks. Alat pencernaan lengkap dan memiliki
kelenjar ludah.
Alat reproduksi terpisah antara jantan dan betina dengan fertilisasi secara
internal. Tubuh insecta ditutupi oleh kutikula yang mengandung zat tanduk
dan berfungsi sebagai eksoskeleton. Insecta mengalami pelepasan
eksoskeleton disebut ekdisis (molting).
C. Perkembangbiakan Insecta
5
Yaitu telur menetas menjadi nimfa (miniatur dewasa) dan dewasa
(imago).
D. Klasifikasi Insecta
6
Apterygota (kelompok insecta yang tidak mempunyai sayap,
sedikit atau tidak mengalami metamorfosis), contohnya kutu buku (Lepisma),
dibedakan tiga ordo yaitu:
7
walang sangit dan kutu daun. Hewan ini umumnya merugikan
manusia.
Ordo Thysanura (Lepisma saccharina).
8
Ordo neuroptera, bersayap jala dengan mulut menggigit, contoh:
undur-undur.
Ordo mecoptera, contoh: lalat kalajengking (Panorpa communis).
9
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah.
Parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan, misalnya caplak.
Merusak tanaman budidaya, misalnya wereng dan ketam kenari.
1.2 PERMASALAHAN
Apa itu dan bagaimana cara mengisolasi dan identifikasi memahami dan
menjelaskan tentang kelas Insecta :
a. Buffalo Gnat
b. Xenopsylla Cheopis
1.3 TUJUAN
a. Buffalo Gnat
b. Xenopsylla Cheopis
1.4
10
BAB II
PEMBAHASAN
A. Buffalo Gnat
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: binatang
Divisi: Arthropoda
Kelas: serangga
Memesan: Diptera
11
Keluarga: Simuliidae
Newman , 1834
Subfamili
12
Ekologi
13
Seekor lalat hitam betina
Spesies yang berbeda lebih memilih sumber inang yang berbeda untuk
makanan darah mereka, yang kadang-kadang tercermin dalam nama umum untuk
spesies tersebut. Mereka makan di siang hari, lebih disukai saat kecepatan angin
rendah.
14
Regional effects of black fly populations
15
yang telah dianggap punah secara lokal. [9]
Lalat hitam menyerang ekspedisi kano pada Juli 2015 di Arktik Kanada, Sungai
Dubawnt , Nunavut .
Kesehatan masyarakat
16
Gigitannya dangkal dan dicapai dengan terlebih dahulu meregangkan kulit
menggunakan gigi pada labrum dan kemudian mengikisnya dengan rahang atas
dan rahang bawah , memotong kulit dan memecahkan kapiler halusnya. Makan
difasilitasi oleh antikoagulan kuat dalam air liur lalat , yang juga membuat
sebagian tempat gigitan mati rasa, mengurangi kesadaran inang akan digigit dan
dengan demikian memperpanjang waktu makan lalat. Lalat penggigit hanya
makan di siang hari dan cenderung membidik area kulit yang lebih tipis, seperti
tengkuk atau telinga dan pergelangan kaki.
Gatal dan pembengkakan serta peradangan yang terlokalisir terkadang
diakibatkan oleh gigitan. Pembengkakan bisa sangat jelas tergantung pada spesies
dan respon imun individu, dan iritasi dapat bertahan selama berminggu-
minggu. Pemberian makan yang intens dapat menyebabkan "demam lalat hitam",
dengan sakit kepala, mual, demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan
nyeri sendi; gejala-gejala ini kemungkinan merupakan reaksi terhadap senyawa
dari kelenjar ludah lalat . Reaksi alergi parah yang kurang umum mungkin
memerlukan rawat inap.
B. Xenopsylla Cheopis
17
(Xenopsylla cheopis) Pinjal merupakan artropoda yang telah lama dikenal
sebagai vektor penyakit mematikan yaitu pes. Terdapat lebih dari 30 spesies
pinjal yang mampu menularkan Yersinia pestis, namun diantara semuanya,
X.cheopis (pinjal tikus oriental) merupakan spesies paling banyak ditemukan
sebagai vektor di dunia termasuk Indonesia. Selain pes, X.cheopis dilaporkan
sebagai vektor utama murine typhus (endemic thypus), epidemic thypus serta
bartonelosis. Murine thypus ditularkan dari kotoran pinjal yang mengandung
bakteri R.thypi melalui pernapasan maupun masuk melalui luka bekas gigitan.
Xenopsylla cheopis dewasa merupakan parasit pada mamalia, terutama pada
tikus sebagai inang utamanya (principal host). Hubungan pinjal dan tikus sudah
terjalin sejak lama dan telah mengalami evolusi bersama. Rattus norvegicus
dan Rattus rattus merupakan spesies paling dominan sebagai inang X.cheopis
(Dieme, 2015). Xenopsylla cheopi, pinjal tikus daerah tropis, tersebar luas di
banyak negara dan merupakan spesies terpenting yang menularkan penyakit
pes bubo pada manusia terutama melalui gegitannya. Spesies yang terpenting
dari Xenopsylla adalah X. brasiliensis (Afrika) dan X.astia (Afrika Timur,
Srilanka, Birma) yang juga terlibat dalam penularan penyakit pes (Tomio,
1992).
18
maxillary palp. b. Thorax Terdiri atas segmen pronotum , mesonotum dan
metathorax.terdapat 3 pasang kaki. Pada pronotum terdapat comb disebut
pronotal comb. Kaki terdiri atas segmen-segmen yang kuat, gunanya untuk
meloncat. Bagian-bagiannya adalah coxa, trochanter, femur, tibia, tarsus, kuku.
Pada kaki ditemukan juga rambut dan duri. Kaki melekat pada prosternum,
mesoternum, metasternum. c. Abdomen Terdiri atas 8 buah segmen, bagian
dorso lateral disebut tergit dan bagian ventro lateral disebut sternit. Pada
segmen terakhir terdapat pygidium (sensilium dengan rambut perba. Hewan
betina mempunyai spermateka, bentuknya dapat membantu spesies, hewan
jantan mempunyai spring of penis, clesper. d. Telur Telur pinjal berbentuk
oval, berwarnaputih kekuningan dan berukuran sangat kecil. Larvanya tidak
memiliki kaki dan terdiri atas 13 ruas. Pupanya berada dalam suatu jalinan
benang yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan membentuk kokon. Perbedaan
pinjal jantan dan betina terutama terlihat dari bentuk alat reproduksinya yang
hanya dapat diamati pada sedian pinjal di bawah mikroskop. Pinjal jantan
memiliki alat genital berbentuk setengah lingkapan seperti siput yang tampak
tembus pandang pada pertengahan abdomen. Sedangkan pinjal betina memiliki
kantong sperma (spemateka) yang berbentuk koma. Spermateka berfungsi
menampung sperma disaat perkawinan (Purwanto, 2006).
19
sarang, lantai, karpet, rumput, dan lain-lain. Telur-telur ini menetas dalam
waktu 2-12 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban habitat telur. Suhu dan
kelembapan yang menguntungkan ialah suhu antara 18⁰-27⁰C dan kelembapan
sekitar 75- 80%. 2. Tahap Larva Telur-telur pinjal menjadi larva-larva kecil
setelah 9-12 hari, berwarna muda dan seperti cacing. Larva-larva ini terdapat
dilantai, retakretak pada dinding, permadani, sarang tikus, kandang ayam,
kandang anjing, sarang burung, dan sebagainya. Larva-larva hidup dari segala
macam parasit kecil dan sisa-sisa organic, yaitu dari kotoran pinjal atau darah
kering, kulit-kulit mati. Larva-larva mengalami 2x tukar kulit selama 1 minggu
sampai beberapa bulan. 3. Tahap Pupa Larva berubah menjadi pupa yang
dibungkus dengan kokon yang dikotori oleh pasir dan sisa-sisa kotoran lain.
Stadium pupa berlangsung selama 1 minggu sampai 6 bulan, Tergantung dari
kondisi cuaca. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus
tidak aktif sampai satu tahun. 4. Tahap Dewasa Dari pupa akhimya pinjal
dewasa. Pinjal dewasa keluar dari kepompongnya waktu mereka merasa
hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya,
dalam waktu 24 jam pinjal ini sudah bisa mulai menggigit dan mengisap
darah.. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai
siklus baru. Daur hidup pinjal secara normal berkisar 2-3 minggu, jika suhu
dan kelembapannya tidak mendukung daur hidup pinjal akan membutuhkan
waktu lebih lama dan seluruh tahap dapat mencapai 1 tahun atau lebih.
1.4 Patofisiologi
20
oleh pinjal betina karena membutuhkan darah untuk pengembangan telur.
Penularan terjadi jika proventicular pinjal tersumbat bakteri, misalnya yersinia
pestis yang membelah diri (propagative development), jika pinjal mengigit
hospes akan muntah (regursitasi) sehingga bakteri masuk ke hospes melalui
luka gigitan pinjal. Manusia sebagai inang sementara dapat menjadi sasaran
gigitan pinjal dari beberapa kejadian, gigitan pinjal kemanusia terjadi akibat
manusia menempati rumahyang telah lama kosong, tidak terawat, dan menjadi
sasaran tikus/kucing/anjing beranak. Umumnya terjadi kegatalan terutama
dikaki beberapa saat setelah memasuki ruang yang lama kosong, hal ini perlu
dicurigai adanya pinjal didalam rumah tersebut (Santosa,2008). Kelainan
karena gigitan pinjal dapat menyebabkan gangguan langsung seperti gangguan
tidur dan dematitis yang disertai rasa gatal. Pinjal juga berperan sebagai vektor
penting dari penyakit pes dan penyakit tifus murin atau tifus endemik. Pada
infeksi tifus murin penularan pada manusia terjadi terutama karena
menggosokan pinjal yang mengandung riketsia pada kulit ditempat luka gigitan
atau ditempat luka lecet karena garukan mungkin juga melalui inhalasi tinja
pinjal yang kering. Pinjal tikus termasuk Xenopsylla cheopis berperan sebagai
vektor dari penyakitnya. Pinjal juga merupakan hospes perentara dari beberapa
cestoda, Dipylidium canium, Hymenolepis diminuta dan H. nana (Tomio,
1992). Selain sebagai vektor beberapa penyakit, pinjal juga berperan sebagai
inang cacing pita anjing/kucing Dypilydyum caninum. Umumnya telur cacing
pita masuk pada pinjal pada fase larva yang mencari makan berupa bahan
organik disekitar inang. Telur akan menetas dalam tubuh larva dan menetap
sampai pinjal dewasa yang siap hinggap pada tubuh inang (anjing, kucing dll)
(Santosa,2008).
1.5 Pengendalian
21
pada tingkat populasi saat kegiatan tersebut tidak dilakukan. Usaha pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular mempunyai banyak cara, terlebih dalam
penanganan penyakit pes. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai,
cara pengendalian vektor penyakit dapat dilakukan dengan pengendalian vektor
terpadu. Pengendalian vektor dilakukan mengingat keberadaan vektor
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis, dan sosial budaya (Ratovanjulo,
2014). Secara umum, untuk mengatasi adanya pinjal, formulasi insectisida
serbuk (Dust) dapat diaplikasikan dalam lantai rumah, jalan tikus/lubang tikus.
Selain dalam bentuk serbuk, dapat juga berupa fogs/aerosol (biasanya
malathion) untuk fumigasi ruangan. Penggunaan insectisida mempunyai
efektifitas yang bervariasi dan perlu diperhatikan resistensi pinjal terhadap
berbagai jenis insectisida. Selain cara kimia, cara mekanik dapat juga
digunakan dalam pengendalian pinjal, misalnya dengan membersihkan karpet,
daerah dalam rumah yang biasanya disinggahi tikus serta tentunya sanitasi
lingkungan harus terjaga. Selain kedua cara diatas sekarang telah
dikembangkan cara biologi terutama untuk memutuskan siklus pinjal misalnya
dengan bahan pengatur perkembangan serangga (insect growth regulator/IGR)
yang efeknya berupa penghambat kitin dan hormon juvenil (jouvenile hormone
and chitin inhibitor). IGR berfokus pada pengendalian pinjal pradewasa, baik
pada inang maupun lingkungan. Bentuk-bentuk IGR berupa spray, shampoo,
collar bahkan dalam bentuk tablet yang diminumkan pada hewan peliharaan.
Selain penggunaan IGR juga dikembangkan pembuatan vaksin dengan
menggunakan antigen yang berasal dari membran usus pinjal, seperti
keberhasilan penelitian vaksin yang memberikan kekebalan sapi terhadap
serangan caplak (Harsoyo, 2009).
22
lebih tendah selama musim panas daripada suhu luar. Suhu didalm dan diluar
sarang memperlihtkan bahwa suhu didalam sarang cenderung berbalik dengan
suhu luar. 2. Cahaya Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis
negatif). Pinjal jenis ini bisaanya tidak mempunyai mata. Pada sarang tikus
yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena sinar
matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang tikus
yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai jalan yang berkelok, sinar
matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang. Sehingga pada sarang
tikus ini banyak ditemukan pinjal. 3. Parasit Bakteri Yersinia pestis di dalam
tubuh pinjal merupakan parasit pinjal yang mempengaruhi umur pinjal. Pinjal
yang mengandung bakteri pes pada suhu 10-150C hanya bertahan hidup
selama 50 hari, sedangkan pada suhu 270C betahan hidup selama 23 hari.
Pada kondisi normal, bakteri pes akan berkembang cepat, kemudian akan
menyumbat alat mulut pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap darah dan
akhirnya mati. 4. Predator Predator pinjal alami merupakan faktor penting
dalam menekan populasi pinjal di sarang tikus. Beberapa predator seperti
semut dan kumbang kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan
pinjal dewasa.
23
C. Nosopsylus Fasciatus (Pinjal Tikus Eropah)
Pinjal merupakan artropoda yang telah lama dikenal sebagai vektor penyakit
mematikan yaitu pes. Terdapat lebih dari 30 spesies pinjal yang mampu
menularkan Yersinia pestis, namun diantara semuanya, X.cheopis (pinjal tikus
oriental) merupakan spesies paling banyak ditemukan sebagai vektor di dunia
termasuk Indonesia, selain pes, X.cheopis dilaporkan sebagai vektor utama
murine typhus (endemic typhus), epidemic typhus, serta bartonelosis.8 Murine
typhus ditularkan dari kotoran pinjal yang mengandung bakteri R.typhi melalui
pernapasan maupun masuk melalui luka bekas gigitan.1,9 Xenopsylla cheopis
dewasa merupakan parasit pada mamalia, terutama pada tikus sebagai inang
utamanya (principal host). Hubungan antara pinjal dan tikus sudah terjalin sejak
lama dan telah mengalami evolusi bersama.10 Rattus norvegicus dan Rattus rattus
24
merupakan spesies paling dominan sebagai inang X. cheopis.3,11–13 Indonesia
merupakan negara endemis untuk beberapa rickettsiosis seperti murine typhus,
cat-flea borne typhus, dan scrub typhus.
25
terabaikan, sangat jarang terdiagnosis sehingga kasus tidak terlaporkan. Hal ini
karena gejala klinis yang timbul tidak spesifik, menyerupai gejala penyakit infeksi
lainnya. Disamping itu uji laboratorium sebagai gold standar (uji IFA)
memerlukan laboratorium khusus dan tenaga ahli terlatih. Alternatif yang dapat
dilakukan untuk diagnosis adalah dengan metode PCR. Beberapa gen yang sering
digunakan untuk deteksi Rickettsia seperti 16s, outer membrane protein (omp),
dan sitrat sintase (gltA).
Pinjal
Siphonaptera
26
melalui Scanning electron
microscope (SEM)
Taksonomi
Kerajaan Animalia
Filum Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo Siphonaptera
Latreille, 1825
Tata nama
Sinonim Aphaniptera
takson
Upaordo
Ceratophyllomorpha
Hystrichopsyllomorpha
Pulicomorpha
Pygiopsyllomorpha
27
manusia (Pulex irritans), dan pinjal melekat erat (Echidnophaga gallinacea).[4]
Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 2.000 spesies pinjal di seluruh dunia.[5]
[5]
Ciri-ciri fisik
Pinjal tidak memiliki sayap, namun memiliki kaki belakang yang kuat sehingga
mampu melompat dan berlari melewati rambut atau bulu pada permukaan tubuh
inangnya.[5] Pinjal dewasa dapat tumbuh hingga panjang 1 sampai
3 milimeter dengan tubuh berbentuk pipih vertikal dan
berwarna cokelat kemerahan atau cokelat kehitaman.[4][5]
28
Penyakit yang ditularkan
Seperti yang diketahui, pinjal hidup dari menghisap darah dari inang yang
ditumpanginya.[4] Saat pinjal menggigit kulit inangnya, air ludah pinjal akan ikut
masuk ke dalam jaringan kulit dan menyebabkan radang serta alergi.[4] Terkadang
pinjal juga membawa agen penyakit bersamanya, seperti bibit cacing pita dan
bakteri Yersinia pestis yang menyebabkan penyakit pes.[4][6] Selain itu, kotoran
pinjal juga mampu menyebabkan penyakit Rickettsia jika masuk ke dalam luka
gigitannya.[6]
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
30
3.3 DAFTAR PUSTAKA
1. https://eprints.umm.ac.id/25073/2/jiptummpp-gdl-indairdjan-37717-2-
babi.pdf
2. https://www.slideshare.net/rrjanuari/makalah-insekta
3. https://www.scribd.com/doc/313631737/PARASITOLOGI-Makalah-
Insecta
4. http://repository.radenfatah.ac.id/7321/1/lengkap
%20ENSIKLOPEDIA.pdf
5. https://www.academia.edu/40349826/INSECTA_and_ARACHNIDA
31