Anda di halaman 1dari 16

85

PRESPEKTIF PANCASILA TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM BIDANG


POLITIK
Oleh
Rr. Dewi Kencana Qur’ani D, Tifani Azzahra Nisa, Lokania, dan Nahdiya Ummah dan Lisa
Nurmaningsih, Universitas Tidar
e-mail: Penulis1dkencana139@gmail.com, Penulis2tifanyazzahra6@gmail.com,
Penulis3lokaniamansama25@gmail.com, Penulis4unahdiya@gmail.com. dan
Penulis5lisanurmaningsih27670@gmail.com
Abstrak

Gerakan perempuan di Indonesia tidak dapat dipungkiri, karena pengaruh dari gerakan
perempuan Internasional. Puncak dari gerakan emansipasi ini adalah dengan diratifikanya Convention
of the Elimination of All Forms of Discrimination Againt Women (CDAW) atau Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan menjadi Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984. Perjuangan untuk memperbaiki nasib perempuan sudah muncul sejak jaman penjajahan
Belanda yang dipelopori oleh R.A Kartini yang gerakannya dikenal dengan sebutan ”emansipasi”.
Gerakan ini pada prinsipnya juga merupakan gerakan untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan
Indonesia yang pada saat itu eksistensinya sangat terpasung oleh budaya patriarki sehingga perempuan
tidak memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Hak-hak politik juga merupakan
bagian dari perjuangan perempuan Indonesia. Figur kepemimpinan wanita di Indonesia merupakan hal
yang patut diapresiai. Wanita sebagai pengelola tidak hanya mampu berkarya di ranah dosmetik, tetapi
juga lingkup masyarakat dan negara.Kesetaraan gender diartikan persamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia. Sebagaimana yang
tercantum dalam sila kelima pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa
hak-hak perempuan itu sebetulnya setara dengan laki-laki. Namun pada kenyataanya, dibidang politik
keterwakilan perempuan secara Nasional maupun lokal (Kabupaten/Kota) sangat rendah. Dalam hal
ini, partisipasi politik perempuan telah diberi kuota tersendiri baik dalam kepengurusan partai politik
maupun pencalonan legislatif yaitu sebesar 30%. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana
upaya perwujudan kesetaraan gender di tengah-tengah masyarakat. Ada pandangan dalam masyarakat
bahwa apabila dalam masyarakat dibutuhkan perbaikan situasi dan kondisi, maka yang menjadi
sasaran perubahannya adalah aspek hukumnya. Dan hukum tersebut merupakan alat untuk mengubah
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk upaya meningkatkan peran perempuan di bidang politik
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Mengubah citra politik melalui pendidikan politik yang benar dan
sehat.Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang
mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in book)
atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia
yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembuatan peraturan yang berkaitan dengan perempuan, haruslah terlebih dahulu diketahui hubungan
relasi antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di masyarakat dan perkembangannya, karena
memang emansipasi belum tentu peka gender. Pendidikan politik yang memadai juga mutlak
diperlukan dalam rangka terwujudnya cita-cita emansipasi bagi perempuan. Dalam hal ini partai
politik dengan fungsi sosialisasi politik menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan politik
terutama kepada perempuan,
Kata Kunci: Prespektif Pancasila, Ketetaraan Gender, Politik
86

Abstract

The women's movement in Indonesia is undeniable, because of the influence of the


international women's movement. The culmination of this emancipation movement was the ratification
of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againt Women (CDAW) or the
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women into Law Number 7 of
1984. The struggle to improve women's destiny has emerged since the Dutch colonial era which was
pioneered by RA Kartini whose movement was known as "emancipation". This movement in principle
is also a movement to fight for the fate of Indonesian women who at that time were very attached to
patriarchal culture so that women did not get access to education, employment and others. Political
rights are also part of the struggle of Indonesian women. The female leadership figure in Indonesia is
something that should be appreciated. Women as managers are not only able to work in the cosmetics
domain, but also in the scope of society and the state. Gender equality means the equality of
conditions for men and women to obtain opportunities and their rights as human beings. As stated in
the fifth principle of Pancasila, namely social justice for all Indonesian people. That women's rights
are actually equal to men. But in fact, in the field of politics women's representation both nationally
and locally (district / city) is very low. In this case, women's political participation has been given a
separate quota both in the management of political parties and in the legislative nomination of 30%.
The problem in this study, namely how the effort to realize gender equality in the midst of society.
There is a view in the community that if the community needs to improve the situation and conditions,
the target of the change is the legal aspect. And the law is a tool to change society. This research aims
to increase the role of women in politics in accordance with the values of Pancasila. Change political
image through right and healthy political education.
The research method used is a normative juridical method, namely research that conceptualizes the
law as what is written in laws in book or law conceptualized as a rule or norm which is a standard of
human behavior that is deemed appropriate with the legislative approach. The results of the study
show that making regulations relating to women must first know the relationship between men and
women that occurs in the community and its development, because emancipation is not necessarily
gender sensitive. Adequate political education is also absolutely necessary in order to realize the
ideals of emancipation for women. In this case political parties with the function of political
socialization are the frontline in providing political education, especially to women.

Keyword: Perspective of Pancasila, Gender Equality, Politics.

A. PENDAHULUAN Pancasila, secara eksplisit mengintegrasikan


prespektif kesetaraan gender ke dalam uraian
Pancasila merupakan sebuah ideologi tentang Pancasila. Pada saat memberikan
bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan kuliah umum tentang Pancasila pada tanggal
berbangsa dan bernegara, seluruh masyarakat 22 Juli 1958 di Istana Negara, Soekarno
berpedoman kepada Pancasila sebagai cita-cita menjelaskan bahwa isu perempuan dan laki-
bangsa. Salah satu tujuan yang terkandung di laki dapat digali disila ke-2 peri kemanusiaan
dalam yakni terwujud keadilan bagi seluruh yang adil dan beradab dari Pancasila. Meski
warga masyarakat, sama-sama mendapatkan demikian, setiap saat Soekarno mengingatkan
keadilan dan hak-haknya sebagai manusia. bahwa sila-sila dalam Pancasila saling
Salah satu tantangan untuk membuktikan menjiwai, sehingga isu perempuan ada di
kesaktian Pancasila di tengah kondisi setiap sila. Dalam sistem politik demokrasi
masyarakat Indonesia saat ini, adalah ideologi perwakilan (sila ke-4) atau kehidupan
yang responsif terhadap tuntutan atas berketuhanan maupun beragama (sila ke-1), isu
kesetaraan gender. Soekarno, sang penggagas
87

kesetaraan gender menjiwai kedua sila Persoalan ketidaksetaraan gender


tersebut. bukanlah persoalan sederhana dan berdimensi
Penjelasan Soekarno tentang kedudukan lokal, namun persoalan ini ditemui diseluruh
perempuan dimulai dari lambang negara belahan Dunia, serta berkaitan erat dengan
Garuda Pancasila. Sila Kemanusiaan yang Adil segala sendi kehidupan manusia. Komitmen
dan Beradab disimbolkan oleh gambar rantai, pemerintah melalui Kementerian Negara
terdiri dari gelang persegi (lambang laki-laki) Pemberdayaan Perempuan untuk mewujudkan
yang berhubungan dengan gelang bundar kesetaraan gender juga sangat tinggi. Namun,
(lambang perempuan). Hubungan kedua jenis dalam kenyataannya ketimpangan gender
rantai tersebut selain menyiratkan kesetaraan dalam segala aspek kehidupan tetap terjadi,
laki-laki dan perempuan, juga mengingatkan sehingga sangat perlu dilakukan identifikasi
bahwa keberlangsungan Bangsa tergantung terhadap berbagai faktor yang menjadi
pada kerjasama warga masyarakat laki-laki dan penyebabnya agar diperoleh solusi yang tepat
perempuan. Simbol laki-laki dan perempuan sesuai dengan persoalannya. Ketertinggalan
sesunggungnya juga dicerminkan oleh warna perempuan mencerminkan masih adanya
bendera merah putih kita. Menurut Soekarno, ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki-
merah – berani, dan putih – suci yakni bulan laki dan perempuan, hal ini terlihat dari kondisi
sebagai cerminan kesadaran masyarakat perempuan di Indonesia, dimanakedudukan
agragris terhadap kekuatan alam/gaib, tetapi nya dalam politik masih rendah.
warna merah dan putih pada bendera kita yakni Perbedaan gender dilihat dari peran,
lambang untuk perempuan dan laki-laki. fungsi, tugas dan tanggungjawab serta
Soekarno menjelaskan, warna bendera merah kedudukannya baik secara langsung maupun
putih sebenarnya melambangkan terjadinya tidak langsung dan dampak suatu peraturan
manusia. Beliau menyebutkan bahwa perundang-undangan maupun kebijakan yang
perempuan adalah pusat dari perkembangan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan
bangsa-bangsa. Perempuan dikatakan sebagai karena telah berakar dalam adat, norma
penemu ilmu (terutama pertanian dan pakaian) maupun struktur masyarakat. Kondisi Budaya
tetapi juga dikatakan sebagai pencipta hukum Indonesia yang patriakal, menyebabkan
(matriarchal) yang bermula dari ketentuan partisipasi perempuan dalam berpolitik tidak
garis keturunan yang kemudian berkembang sebanyak laki laki. Kesempatan perempuan
hingga kedimensi ekonomi. untuk menjadi politisi relative terbatasi karena
Soekarno menjelaskan kemanusiaan persepsi masyarakat mengenai pembagian
adalah alam manusia (de mensheid). Peri peran antara laki laki dan perempuan, yang
kemanusiaan adalah jiwa merasakan, bahwa cenderung bias kearah membatasi peran
antara manusia dengan manusia lain ada
perempuan pada urusan rumah tangga, namun
hubungnnya. Jiwa yang hendak mengangkat
sekaligus membedakan jiwa manusia itu lebih demikian, pada masa perjuangan kemerdekaan
tinggi dari binatang (menselijkheid). Indonesia, peran wanita bermunculan sebagai
Singkatnya, peri kemanusiaan adalah evolusi pergerakan wanita membela kemerdekaan
kalbu, batin maupun rasa yang akan indonesia setelah dianggap sebagai konco
menghalangi kita untuk berbuat rendah dan wingking istilah bahasa jawa yang berarti
mencelakakan manusia lain. Sehingga teman dapur. Terwujudnya kesetaraan dan
diskriminasi dengan berasis apapun misalnya,
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
adalah tindakan melukai prinsip kesetaraan
manusia yang dijunjung oleh sila peri diskriminasi antara perempuan dan laki-laki
kemanusiaan dalam Pancasila. Makna peri sehingga dengan demikian antara perempuan
kemanusiaan oleh Soekarno tidak sebatas dan laki-laki memiliki akses, kesempatan
menguras hubungan manusia, tetapi juga berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan,
digunakan sebagai prinsip untuk mengatur serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
relasi kita sebagai bangsa dengan bangsa lain. dari pembangunan. Memiliki akses berarti
88

memiliki peluang atau kesempatan untuk dengan kesenjangan gender yang pada
menggunakan sumber daya dan memiliki gilirannya menimbulkan berbagaipermasalahan
wewenang untuk mengambil keputusan gender. Kesenjangan gender di berbagai
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber bidang pembangunan dapat diperlihatkan oleh
daya tersebut. Memiliki kontrol berarti masih rendahnya peluang yang dimiliki
memiliki kewenangan penuh untuk mengambil perempuan untuk bekerja dan berusaha serta
keputusan atas penggunaan dan hasil sumber rendahnya akses mereka terhadap sumber daya
daya. ekonomi, impormasi, teknologi, pasar kredit
Dalam relasi sosial yang setara, laki- dan modal kerja terlebih-lebih dalam
laki dan perempuan merupakan faktor yang pengambilan keputusan kebijakan publik yang
sama pentingnya dalam menentukan berbagai ditetapkan dilembaga-lembaga legislatif,
hal yang menyangkut kehidupan, baik di eksekutif, dan yudikatif termasuk TNI dan
lingkungan keluarga, rmasyarakat, maupun Polri. Hal itu ditandai oleh sedikitnya wakil
bangsa dan negara .1 Sebagai upaya konkrit perempuan dalam lembaga legislatif.
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan Kondisi itu yang mendorong perlunya
gender dalam kehidupan keluarga, pengkajian lebih lanjut hal itu dilakukan untuk
masyarakat, bangsa dan hakikat negara. dapat mencari upaya peningkatan posisi
Peningkatan peranan perempuan dalam perempuan di bidang politik maupun dalam
pembangunan ini selaras dengan dasawarsa kebijakan terutama dalam pengambilan
PBB untuk perempuan dan pembangunan keputusan. Sebelum membahas tentang faktor-
(1975-1985) dengan tujuan intregrasi faktor yang menyebabkan rendahnya
perempuan ke dalam pembangunan sebagai partisipasi perempuan di bidang politik terlebih
mitra sejajar laki-laki. Konsep intregrasi dahulu diungkap pengertian politik dan
perempuan dalam pembangunan ini dengan bagaimana pandangan UUD 1945 tentang
asumsi bahwa ada kelompok tertentu yaitu kedudukan perempuan di dalam bidang politik.
kelompok perempuan yang belum tercakup Jaminan bagi hak berpartisifasi dalam jaringan
dalam pembangunan sehingga hal tersebut pemerintah dan politik di Negara Republik
akan diintegrasikan ke dalam pembangunan. Indonesia, pertama-tama ditetapkan pada pasal
Data menunjukkan bahwa ada hal-hal sebagai 1 ayat 2. Pasal itu menyatakan bahwa
berikut: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
(a) Wanita dirugikan oleh pembangunan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Selanjutnya
(b) Dua pertiga pekerjaan dilakukan oleh dalam pasal 2 ayat 1 ditentukan :“MPR terdiri
perempuan, tetapi perempuan hanya atas angota-anggota DPR ditambah dengan
memperoleh 10% pendapatan dunia. utusan-utusan dari daerah-daerah dan
(c) Hanya 1% faktor produksi yang dimiliki golongan, menurut aturan yang ditetapkan
oleh perempuan. dengan undang-undang.” Salah satu tugas yang
Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dipercayakan oleh rakyat sesuai dengan pasal 3
disimpulkan bahwa perlu mengintegrasi UUD adalah “Menetapkan UUD dan GBHN.”
perempuan dalam pembangunan selama ini Undang-Undang Dasar adalah ketentuan-
pendekatan pembangunan lebih menekankan ketentuan fundamental tentang organisasi dan
pada pembangunan ekonomi dan belum secara kebijaksanaan Pemerintah, sedangkan GBHN
khusus mempertimbangkan manfaat merupakan Garis Besar Kebijaksanaan
pembangunan secara adil bagi perempuan dan Pemerintah dan Pembangunan dalam
laki-laki, sehingga hal tersebut telah menjalankan ketatalaksanaan pemerintah
menimbulkan konsekwensi ketidak setaraan pembangunan untuk mencapai tujuan tersebut
dan ketidak adilan gender yang dikenal pula dalam UUD. Jaminan lainnya tercantum dalam
pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang menetapkan :
1
Departemen Kehutanan,(2005),hal 12. Segala warga negara bersamaan kedudukannya
89

di dalam wilayah hukum dan pemerintahan itu berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Gagasan ini
dengan tidak ada kecualinya. dapat dilihat sebagai bagian dari rangkaian
Perempuan sebagai warga negara tentu gagasan yang diperkenalkan oleh Simone de
mempunyai hak seperti diatur dalam pasal- Beauvoir di tahun 1949 dalam bukunya Le
pasal diatas. Ketentuan yang tercantum dalam Deuxieme Sexe. Beauvoir mengemukakan
UUD 1945 tersebut merupakan asas umum bahwa dalam masyarakat (pada waktu itu)
yang dipergunakan sebagai dasar pelaksanaan perempuan sama dengan warga negara kelas
peraturan perundang-undangan yang ada di dua dalam masyarakat, seperti seorang Yahudi
Indonesia dalam menjabarkan asas persamaan atau Negro. Dibanding laki-laki, maka
kedudukan laki-laki dan perempuan dalam pere/pmpuan adalah warga kelas dua yang
bidang kehidupan. Khusus terkait dengan sayangnya lebih sering tidak nampak (not
bidang kehidupan politik, gambarannya dapat exist).2
dilihat dalam GBHN seperti diuraikan di muka Perbedaan biologis merupakan
dan lebih kongkrit dalam Undang-undang perbedaan jenis kelamin (sex) adalah kodrat
bidang politik, terakhir Undang-Undang No. 2 Tuhan yang secara permanen berbeda dengan
Tahun 1999 tentang partai Politik, Undang- pengertian gender. Gender merupakan
Undang No.3 Tahun 1999 tentang susunan behavioral differences (perbedaan perilaku)
dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD, dimana antara laki-laki dan perempuan yang
Undang-undang ini memberikan kesempatan dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan
yang sama kepada semua warga negara untuk yang bukan ketentuan Tuhan melainkan
memilih dan dipilih. Hal ini berarti bahwa dari diciptakan oleh manusia (bukan kodrat)
perspektif konstitusi dan hukum secara melalui proses sosial dan kultural yang
universal peran perempuan mendapatkan panjang. Jadi, perbedaan perilaku antara laki-
tempat yang proporsional. Namun, jika diukur laki dan perempuan bukanlah sekedar biologis,
kualitas maupun kwantitasnya, peran dan namun melalui proses kultural dan sosial.
kemitra sejajaran itu belum memuaskan bukan Dengan demikian, gender dapat berubah-ubah
hanya di Indonesia, tetapi di seluruh negara dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu,
dunia. bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis
1. Rumusan Masalah kelamin biologis akan tetap tidak berubah.
Bagaimana upaya meningkatkan Menurut Instruksi Presiden RI No. 9 tahun
peranan perempuan di bidang politik sesuai 2000, gender adalah konsep yang mengacu
dengan nilai-nilai Pancasila pada peran dan tanggung jawab laki-laki dan
2. Tujuan Penelitian perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat
Menganalisis faktor-faktor yang berubah oleh keadaan sosial dan budaya
menjadi penghambat perempuan dalam keikut masyarakat.
sertaan peranan di bidang politik sesuai dengan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan
Pancasila. Dan mengetahui upaya yang Perempuan Republik Indonesia, mengartikan
dilakukan guna mewu-judkan kesetaraan gender adalah peran-peran sosial yang
gender. dikonstruksikan oleh masyarakat, serta
3. Tinjauan Pustaka tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan
GENDER perempuan yang diharapkan masyarakat agar
a. Pengertian Gender peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan
Istilah gender dengan pemaknaan oleh keduanya (laki-laki dan perempuan).
seperti yang digunakan pada saat ini pertama Disimpulkan bahwa gender adalah
kali diperkenalkan oleh Robert Stoller untuk suatu konstruksi atau bentuk sosial yang
memisahkan pencirian manusia yang
didasarkan pada pendefinisian yang bersifat 2
Riant Nugroho,Gender dan Administrasi Publik ,
sosial budaya dengan pendefinisian yang Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, halaman 31
90

sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat undang ini memberikan kesempatan yang sama
dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, kepada semua warga negara untuk memilih
waktu atau zaman, suku, ras, atau bangsa, dan dipilih. Hal ini berarti bahwa dari
budaya, status sosial, pemahaman agama, perspektif konstitusi dan hukum secara
ideologi negara, politik, hukum, dan universal peran perempuan mendapatkan
ekonomi. Oleh karenanya, gender bukanlah tempat yang proporsional. Namun, jika diukur
kodrat Tuhan melainkan buatan manusia kualitas maupun kwantitasnya, peran dan
yang dapat dipertukarkan dan memiliki kemitra sejajaran itu belum memuaskan bukan
sifat relatif. hanya di Indonesia, tetapi di seluruh negara
b. Konsep Pancasila dunia. Dilihat dari partai politik, Manurut
Dalam UUD 1945 Pasal 27 dinyatakan pengertian dalam pasal 1 angka 1 Undang-
bahwa adanya jaminan kesamaan hak bagi Undang Nomor 2 tahun 2011, Partai
seluruh warga negara, baik laki-laki maupun Politik adalah organisasi yang bersifat
perempuan termasuk anak-anak di depan
nasional dan dibentuk oleh sekelompok
hukum.3 sedangkan Pasal 28 menjamin
warga negara Indonesia secara sukarela atas
“Kebebasan berkumpul dan berserikat, dan
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
kebebasan menyatakan pendapat baik secara
memperjuangkan dan membela kepentingan
lisan maupun tertulis.” Sekalipun demikian,
politik anggota, masyarakat, bangsa dan
dalam kondisi yang patriakhal perempuan
negara, serta memelihara keutuhan Negara
menghadapi beberapa kendala untuk
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
mensejajarkan diri dengan laki-laki dalam
Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
berbagai bidang. Upaya peningkatan peranan
Republik Indonesia Tahun 1945. 4
perempuan dalam pembangunan telah tersirat
Secara umum dapat dikatakan bahwa
dalam lima falsafah dasar bangsa Indonesia
partai politik adalah suatu kelompok
yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
terorganisir yang anggota-anggotanya
dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
mempunayi orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita
Pancasila sebagai cara dan falsafah hidup
yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
bangsa Indonesia, tidak membuat perbedaan
memperoleh kekuasaan politik dan merebut
antara laki-laki dan perempuan, yang
kedudukan politik (biasanya) dengan cara
dinyatakan bahwa setiap warga negara
konstitusional untuk melaksanakan
mempunyai status, hak, dan kewajiban, serta
programnya. Prof. Carl J. Friedrich dalam
kesempatan yang sama di dalam keluarga dan
bukunya Constitutional Goverments and
masyarakat. Dalam sistem politik demokrasi
Democracy merumuskan bahwa “partai politik
perwakilan (sila ke-4) atau kehidupan
adalah sekelompok manusia yang terorganisir
berketuhanan maupun beragama (sila ke-1), isu
secara mapan dengan tujuan untuk menjamin
kesetaraan gender menjiwai kedua sila
dan mempertahankan pemimpin-pemimpinnya,
tersebut.
tetap mengendalikan pemerintahan dan lebih
c. Konsep Politik jauh lagi memberikan keuntungan-keuntungan
Khusus terkait dengan bidang kehidupan
terhadap anggota partai baik materiil maupun
politik, gambarannya dapat dilihat dalam
spiritual.5
GBHN seperti diuraikan di muka dan lebih
d. Pemilihan Umum (Pemilu)
kongkrit dalam Undang-undang bidang politik,
Menurut ketentuan pasal 1 angka 1
terakhir Undang-Undang No. 2 Tahun 1999
Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 tentang
tentang partai Politik, UndangUndang No.3
Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan
4
MPR, DPR dan DPRD, dimana Undang- Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011
tentang Partai Politik.
5
Sukarna, Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981,
3
Pasal 27 dan 28 UUD 1945. halaman 89
91

Pemilihan Umum Anggora Dewan Perwakilan Dalam sistem ini untuk mencalonkan agar
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan dipilih untuk sebuah daerah pemilihan seorang
Dewan Perwakilan rakyat Daerah, Pemilihan calon harus memenangkan jumlah tertinggi
Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah dari suara sah atau dalam beberapa varian
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mayoritas suara sah di daerah pemilihan.
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, Sistem ini menunjukkan daerah-daerah
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan pemilihan daerah-daerah pemilihan dari mana
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan seorang wakil terpilih (Distrik wakil tunggal).
Undang-Undang Dasar Negara Republik (b) Sistem Representasi (Sistem Perwakilan
Indonesia Tahun 1945.6 Berimbang)
Jika sorotan diarahkan pada bidang Terdapat variasi sistem yang sangat luas, dasar
politik dan pemerintahan maka sebuah semua sistem adalah bahwa menggunakan
perbandingan kwantitatif akan memperlihatkan daerah pemilihan wakil majemuk, jumlah
Ketidak seimbangan proporsi antara pria dan wakil-wakil terpilih untuk sebuah daerah
wanita dalam arti jumlah wanita yang terlihat pemilihan ditentukan sesuai dengan masing-
dalam bidang politik jauh lebih kecil dari pada masing partai peserta yang memiliki
jumlah kaum pria. Naisbitt menyebutkan kwalifikasi atau bagian suara sah milik calon
bahwa jumlah wanita yang dapat menjadi yang diperoleh di daerah itu. Sistem ini
anggota parlemen di Indonesia hanya 10% dan meliputi sistem Representasi Proporsional
Menteri UPW menginginkan agar jumlah Daftar (bisa tertutup, bisa terbuka), Sistem
anggota Legislatif setelah Pemilu 1997 dapat Proporsional Wakil Campuran, Sistem Single
ditambah menjadi 18%.7 Transferable Vote).
Boklet yang dikeluarkan oleh Yayasan (c) Sistem Semi Proporsional
Internasional untuk sistem Pemilu Tahun 2001 Sistem ini membolehkan beberapa perwakilan
mengemukakan bahwa adas tiga faktor utama potensial untuk partai atau calon yang bukan
yang memiliki pengaruh pemenang suara terbanyak dalam suatu daerah
paling signifikan pada tingkat keterwakilan pemilihan, tetapi tidak secara sengaja
perempuan dalam lembaga-lembaga yang memberikan perwakilan bagian untuk suara
anggotanya dipilih melalui sah yang diperoleh oleh masing-masing partai
(1) Sistem Pemilu ; atau calon.
(2) Peran dan Organisasi politik Berdasarkan data yang dikutif oleh Pippa
(3)Penerimaan kultural termasuk aksi Norris dalam catatannya
mendukung yang bersifat wajib atau sukarela. “Keterwakilan Perempuan dan Sistem Pemilu
Sistem Pemilu dalam Ensiklopedia Pemilu (ed.Ridharrose),
Sistem Pemilu merupakan faktor yang secara menunjkkan tingkat rata-rata keterwakilan
langsung paling berpengaruh dalam hal perempuan dalam Majelis Rendah Perempuan
keterwakilan perempuan. Sistem pemilu adalah dalam Parlemen pada tahun 1999 :
perangkat yang mengkonversi suara atau Pluralitas/Mayoritas : 10,8%
aspirasi rakyat menjadi perwakilan rakyat yang Campuran dan Semi proporsional : 15,1%
duduk dalam badan pembuat keputusan- Representasi Proporsional : 19,8%Sistem
keputusan. pluralis/mayoritas menjadikan keterwakilan
Sistem Pemilu ada tiga macam ; yaitu sebagai perempuan agak sulit sedangkan sistem
berikut representasi proporsional menyebabkan tingkat
(a) Sistem Pluralis/mayoritas keterwakilan perempuan lebih tinggi. Ilmuan
politik saat ini berpendapat bahwa model
Representasi Proporsional Daftar memberikan
6
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 kesempatan terbaik bagi perempuan agar
tentang Pemilihan Umum
7
Moh. Mahfud,MD,ED. Dr. Hj. Bainar, (1998), hal 73. terwakili dalam badan legislatif.
92

e. Badan Legislatif pemilihan umum. Anggota DPR berjumlah


Legislatif lima ratus lima puluh orang, keanggotaan DPR
Legislatif adalah badan deliberatif diresmikan dengan keputusan Presiden. Masa
pemerintah dengan kuasa membuat hukum. jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan
Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu berakhir bersamaan pada saat anggota DPR
parlemen, kongres, dan asembli nasional. yang baru mengucap sumpah/ janji.9
Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan B. METODE PENELITIAN
tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem 1. Metode Pendekatan
Presidentil, legislatif adalah cabang Metode penelitian yang digunakan
pemerintahan yang sama, dan bebas, dari dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum
hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
untuk menaikkan pajak dan menerapkan perundang-undangan (laws in book) atau
budget dan pengeluaran uang lainnya. hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma
Berdasarkan UUD 1945 hasil perubahan, yang merupakan patokan berperilaku manusia
kekuasaan legislatif ada di DPR, (pasal 20 ayat yang dianggap pantas dengan pendekatan
(1)) bukan MPR atau DPD. Kekuasaan pada perundang-undangan. Pendekatan perundang-
DPR diperbesar dengan diantaranya : undangan digunakan karena yang diteliti
DPR diberikan kekuasaan memberikan adalah berbagai aturan hukum yang menjadi
pertimbangan kepada presiden dalam fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.
mengangkat Duta Besar dan menerima 2. Pendekatan Masalah
penempatan Duta Besar lain (pasal 13 ayat (2) Pendekatan yang digunakan dalam
dan (3)); memberikan amnesti dan abolisi penelitian yuridis normatif ini ada 3
(pasal 14 ayat (2)), DPR juga diberikan pendekatan, yaitu:
kekuasaan dalam bentuk pemberian a. PendekatanUndang-Undang
persetujuan apabila Presiden hendak membuat (Statute Aproach) Pendekatan
perjanjian dengan negara lain, menyangkut Undang-Undang adalah pendekatan yang
bidang perekonomian, perjanjian damai, dilakukan dengan menelaah semua undang-
menyatakan perang serta perjanjian undang yang bersangkut paut dengan
internasional lainnya yang berpengaruh permasalahan hukum yang diteliti.10
terhadap integritas wilayah (pasal 11 ayat (2) b. Pendekatan Konsepsional
dan (3)). DPR juga diberi hak budget (pasal 23 (Conceptual approach) Pendekatan
ayat (3)), memilih anggota BPK, dengan konsepsional adalah pendekatan yang
memperhatikan saran DPD (pasal 23F ayat menggunakan pandangan dan doktrin dari ilmu
(1)), memberikan hak persetujuan dalam hal hukum dalam mengkonsepsikan
presiden mengangkat atau memberhentikan permasalahan hukum yang tidak diatur dalam
anggota Komisi Yudisial (pasal 24B ayat (3)), peraturan hukum yang ada.
menominasikan tiga orang hakim mahkamah
konstitusi pasal 24C ayat (3)).8 c. Pendekatan Historis (HistoricalApproach)
Di dalam Undang-Undang nomor 22 tahun Hukum pada masa kini dan pada masa
2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, lampau merupakan suatu kesatuan yang
DPR, DPD, dan DPRD, ditegaskan bahwa berhubungan erat, sambung menyambung dan
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta tidak putus sehingga dikatakan bahwa kita
pemilihan umum yang dipilih berdasar hasil dapat memahami hukum pada masa kini

9
UUD No 23 tahun 2003 Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD
8 10
Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif,
Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, halaman 108 Kencana, Jakarta, 2010, halaman 93
93

dengan mempelajari sejarah. Mengingat tata yang diteliti kemudian diidentifikasi dan
hukum yang berlaku sekarang mengandung dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.
anasir-anasir dari tata hukum yang silam dan C. HASIL PENELITIAN DAN
membentuk tunas-tunas tentang tata hukum PEMBAHASAN
pada masa yang akan datang. 1. Hasil Penelitian KonvensiPenghapusan
3. Spesifikasi Penelitian Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif, Perempuan
yaitu penelitian yang selain melukiskan Dalam upaya melindungi hak perempuan,
keadaan, obyek, atau peristiwa juga keyakinan secara historis, perjuangan penegakan hak
tertentu akan diambil kesimpulan-kesimpulan perempuan baik secara internasional maupun
dari obyek persoalan yang dikaitkan dengan lokal Indonesia, mengalami perjalanan panjang
teori-teori hukum dan praktek hukum positif hingga melahirkan Konvensi Perempuan.
yang menyangkut permasalahannya. Sebelumnya, Indonesia pun telah meratifikasi
4. Sumber Bahan Hukum Perjanjian mengenai Hak Politik Perempuan
a. Bahan Hukum Primer (Convention of the Political Right of Women).
Yaitu bahan-bahan hukum yang Kemudian pada tahun 1993, Indonesia telah
mengikat : menerima Deklarasi Wina yang sangat
1. Peraturan Dasar, yaitu UUD 1945; mendukung kedudukan perempuan. Deklarasi
2. Peraturan perundang-undangan. Wina sangat mendukung pemberdayaan
b. Bahan Hukum Sekunder perempuan. Pasal 1, menyatakan bahwa “Hak
Yang memberikan penjelasan asasi perempuan serta anak adalah bagian dari
mengenai bahan hukum primer, seperti hak asasi yang tidak dapat dicabut
misalnya, rancangan undang-undang, hasil- (inalienable), integral dan tidak dapat
hasil penelitian, hasil karya dari kalangan dipisahkan (indivisible)”. Kemudian untuk
hukum, dan seterusnya.11 mamantapkan perjuangan hak-hak perempuan,
c. Bahan Hukum Tersier Indonesia kemudian meratifikasi Convention of
Yakni bahan yang memberikan the Elimination of All Forms of Discrimination
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan Againts Women (CEDAW) atau Konvensi
hukum primer dan sekunder; contohnya adalah Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
kamus, enslikopedia, indeks kumulatif, dan terhadap Perempuan menjadi Undang-Undang
seterusnya. Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi
5. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Konvensi Penghapusan diskriminasi terhadap
Bahan hukum yang diperoleh dengan perempuan. Pasal 1 undang-undang ini
cara melakukan inventarisasi peraturan memberikan jaminan bagi perempuan agar
undang-undang yakni, Dalam penelitian ini perempuan tidak memperoleh diskriminasi
peneliti hanya menggunakan data sekunder atau dengan kata lain pasal ini menghendaki
belaka, dan metode yang digunakan untuk penghapusan diskriminasi terhadap perempuan
proses pengumpulan data ialah dengan studi “Untuk tujuan Konvensi ini, istilah:
kepustakaan, internet browsing, telaah artikel “diskriminasi terhadap perempuan” berarti
ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana dan studi segala pembedaan, pengucilan atau
dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis pembatasan yang dibuat atas dasar jenis
ilmiah maupun jurnal surat kabar dan dokumen kelamin yang mempunyai dampak atau tujuan
resmi lainya yang relevan dengan masalah untuk mengurangi atau meniadakan
pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak
11
Soeryono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
Jakarta, 1986, halaman 15
sipil atau bidang lainnya oleh perempuan,
94

terlepas dari status perkawinan mereka, atas standar-standar


dasar kesetaraan antara laki-laki dan yang tidak setara atau terpisah ini seterusnya;
perempuan”. Dan undang-undang ini juga tindakan-tindakan ini harus dihentikan
menghendaki adanya tindakan khusus dalam bilamana tujuan kesetaraan dalam kesempatan
rangka perjuangan hak perempuan seperti dan perlakuan telah dicapai”. Serta pasal Pasal
dijelaskan dalam pasal 4 ayat (1) “Penerapan 5 ”Negara-negara Peserta wajib melakukan
tindakan-tindakan khusus sementara oleh langkah-langkah-tindak yang tepat: (a) Untuk
Negara-negara Peserta yang ditujukan untuk mengubah pola tingkah-laku sosial dan budaya
mempercepat kesetaraan de facto antara laki-laki dan perempuan, dengan maksuduntuk
lakilaki dan perempuan tidak dianggap sebagai mencapai penghapusan prasangka dan
diskriminasi sebagaimana didefinisikan dalam kebiasaan dan segala praktek lainnya yang
Konvensi ini, tetapi tidak boleh mengakibatkan didasarkan atas inferioritas atau superioritas
dipertahankannya standar-standar yang tidak salah satu jenis kelamin atau peran-peran
setara atau terpisah ini seterusnya; tindakan- stereotip laki-laki dan perempuan”.
tindakan ini harus dihentikan bilamana tujuan 2. Penentuan Kuota Perempuan dalam
kesetaraan dalam kesempatan dan perlakuan Kepengurusan Partai Politik dan
telah dicapai” Ketentuan pasal ini telah sesuai Pencalonan Legislatif
dengan ketentuan dalam UUD 1945, jadi Hak konstitusional warga negara
meskipun konvensi ini merupakan konvensi Indonesia yang juga merupakan hak asasi
internasional yang kaedah-kaedahnya berasal manusia telah diakomodir secara jelas dalam
dari luar, isi substansi yang berkaitan dengan UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi yang
perjuangan hak perempuan dapat diterima di berlaku di Indonesia. Sebagai dasar hukum
Indonesia. Berarti ketentuan konvensi dapat tertinggi tentu saja aturan ini memayungi
“dieksekusi” di Indonesia. segala perundangan di bawahnya. Dalam
Pemerintah Indonesia juga telah ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 sering
bersepakat untuk memperjuangkan kesetaraan kali didengan frasa “setiap orang”, “segala
bagi perempuan dan untuk melakukan warga negara”, ataupun “setiap warga negara”.
tindakan khusus dalam rangka perjuangan hak Hal ini menunjukan bahwa ketentuan dalam
hak perempuan Indonesia, karena hal tersebut UUD 1945 ditujukan kepada seluruh
juga merupakan muatan dari CEDAW dalam masyarakat Indonesia tanpa membedakan
Pasal 3 “Negara-negara Peserta wajib apapun, atau dengan kata lain, ketentuan ini
melakukan segala langkah-tindak yang berlaku baik untuk laki-laki maupun untuk
diperlukan, khususnya dalam bidang politik, perempuan. Hak-hak tersebut diakui dan
sosial, ekonomi dan budaya, termasuk dijamin untuk setiap warga negara baik laki-
membuat peraturan perundang-undangan, laki maupun perempuan.
untuk memastikan perkembangan dan Dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945
pemajuan perempuan sepenuhnya, dengan dinyatakan bahwa “Segala warga negara
tujuan untuk menjamin bagi mereka penerapan bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
dan penikmatan hak-hak asasi dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
kebebasan fundamental atas dasar kesetaraan dan pemerintahan itu dengan tidak ada
dengan laki-laki”. Juga tercantum dalam pasal kecualinya”. Pemerintah disini dapat diartikan
Pasal 4 ayat (1) ” Penerapan tindakan-tindakan sebagai pemerintah dalam arti luas yang
khusus sementara oleh Negara-negara Peserta meliputi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
yang ditujukan untuk mempercepat kesetaraan Dari situ nampak bahwa pasal tersebut telah
de facto antara laki-laki dan perempuan tidak ber sifat emansipatif bagi semua warga negara.
dianggap sebagai diskriminasi sebagaimana Hanya saja, emansipastif belum tentu peka
didefinisikan dalam Konvensi ini, tetapi tidak gender. Apabila hanya berhenti pada pasal itu,
boleh mengakibatkan dipertahankannya maka hak perempuan dalam berpolitik tentu
95

belum dapat diperjuangkan dikarenakan khusus untuk memperoleh kesempatan dan


permasalahan utama bukan terletak pada manfaat yang sama guna mencapai persamaan
terbukanya kesempatan melainkan pada dan keadilan”. Kebijakan ini adalah kebijakan
dorongan baik dari masyarakat maupun dari yang sering disebut dengan affirmatif. Dalam
institusi bagi perjuangan hak politik kebijakan ini, salah satu kelompok masyarakat
perempuan. Karena yang menjadi soal adalah yang memerlukan tindakan khusus dalam
pandangan sosial masyarakat terhadap rangka melindungi dan mewujudkan hak
perempuan dalam ranah politik, masyarakat konstitusionalnya adalah perempuan.
beranggapan bahwa politik bukan merupakan Posisi perempuan dalam masyarakat
wilayah yang pantas untuk dimasuki seringkali diletakan dibawah laki-laki. Namun
perempuan. Hal ini perlu disadari bahwa meskipun hakhaknya telah diakomodir dalam
pemenuhan hak konstitusional warga perundang-undangan, seringkali hak tersebut
negara berangkat dari kondisi masyarakat yang sulit untuk diakses. Hal ini diakibatkan karena
sungguh beragam, karena memang bangsa pandangan yang bias gender terhadap
Indonesia sendiri adalah bangsa yang perempuan yang mengakibatkan terjadinya
majemuk. Meskipun secara de yure segala diskriminasi gender secara de facto meskipun
kesempatan telah terbuka bagi semua hal ini telah dihilangkan secara de yure.
elemen masyarakat, namus secara de facto Stereotipe terhadap perempuan masih kuat
beberapa elemen masyarakat kesulitan untuk berkembang di masyarakat meskipun hak-hak
mengakses beberapa hak yang sebenarnya perempuan telah emansipatif. Dalam lingkup
telah terbuka dan emansipatif. Seperti telah hukum, di Indonesia telah lahir beberapa
dibahas sebelumnya bahwa struktur sosialah undangundang yang responsif gender,
yang menjadi faktor yang meminggirkan contohnya adalah Undang-Undang Nomor
golongan masyarakat tertentu dalam 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan
mengakses hak-haknya. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
menyatakan “Setiap orang berhak bebas dari dan DPRD. Dalam undang-undang ini secara
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar jelas nyata mengharuskan partai politik
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan menyertakan paling sedikit 30% perempuan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif dalam kepengurusannya, serta mencalonkan
itu”. Pasal ini memberikan angin segar dan paling sedikit 30% perempuan dari
memperkokoh ketentuan dalam pasal 28H keseluruhan calon anggota legislatif yang
UUD 1945. Namun, dalam perlindungan dan diikutsertakan dalam proses pemilihan umum.
pemenuhan hak konstitutif yang tidak
mempertimbangkan adanya perbedaan dalam
masyarakat justru akan semakin memperjauh
atau bahkan mempertahankan perbedaan yang
sudah ada dalam masyarakat. Dalam
pemenuhan hak konstitusional, seringkali
diperlukan suatu tindakan khusus terhadap
kelompok tertentu. Tindakan ini dila kukan
dengan tujuan agar setiap warga negara
memperoleh perlindungan dan kemampuan
yang sama dalam rangka perlindungan dan
pemenuhan hak konstitusionalnya. Oleh karena
itu UUD 1945 mengakomodir kebutuhan itu
dalam pasal 28H ayat (2) “Setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
96

3. Keterwakilan Perempuan dalam ruang publik dengan ketentuan-ketentuan


Legislatif hukum yang mereka buat dan menguntungkan
dirinya.
Tabel 1 Data diatas menunjukan bahwa
Jumlah Perempuan di DPR ternyata jumlah perempuan yang menduduki
kursi legislatif masih kurang jika dibandingkan
Jumlah dengan jumlah perempuan di Indonesia.
Total Padahal telah ada affirmatif bagi terwujudnya
Anggot
Anggot Persenta keterwakilan perempuan di legislatif.
Pemilu a
a se Meskipun rata-rata, dari periode ke periode
Peremp jumlah perempuan dilegislatif mengalami
DPR
uan kenaikan, tetapi jumlah ini masih juga belum
1955 272 17 6,25 mewakili perempuan. Dibawah ini adalah tabel
1971 460 36 7,83 sejarah kepartaian Indonesia untuk lebih
1977 460 29 6,30 memahami sejarah kepartaian yang
1982 460 39 8,48 berpengaruh terhadap jumlah perempuan di
1987 500 65 13,00 legislatif.
1992 500 62 12,50 4. Kendala Keterwakilan Perempuan
Masyarakat Indonesia yang merupakan
1997 500 54 10,80 masyarakat dengan adat timur seringkali
1999 500 45 9,00 menganggap bahwa dunia politik adalah ranah
2004 550 61 11,09 laki-laki, sehingga tidak selayaknya
2009 560 101 17,86 perempuan masuk ke dunia politik. Pemikiran
semacam ini sebenarnya merupakan suatu
Ketimpangan besar dalam keterwakilan pemikiran yang bias gender atau mencampur
perempuan di DPR, dan lebih buruk lagi adukkan antara gender dan jenis kelamin.
kondisi di DPRD, jelas menyalahi konsep Padahal diantara keduanya berbeda.
mikrokosmos lembaga perwakilan. Dalam Permasalahan ini seringkali menjadi masalah
konsep ini diandaikan bahwa lembaga pula bagi Partai Politik dalam merekrut kader-
perwakilan terdiri atas berbagai karakter kader perempuan yang berkualitas. Ini
kelompok signifikan berdasarkan seks, ras, dan menunjukan bahwa pendidikan politik
kelas. Keadaan itu juga menyalahi model masyarakat khususnya kaum perempuan
perwakilan fungsional karena perempuan tidak masihlah kurang atau terlalu minim. Karena
memiliki juru bicara yang cukup dalam pangangan yang bias gender bahwa dunia
pengambilan keputusan di lembaga politik adalah milik laki-laki akan menghambat
perwakilan. Itu artinya, jika perempuan affirmatif itu sendiri, meskipun telah dibuat
Indonesia hanya diwakili oleh beberapa suatu regulasi yang berpihak kepada
orang saja, sebanyak 101 juta lebih perempuan perempuan. Namun kondisi ini menunjukan
Indonesia terdiskriminasi oleh kebijakan DPR. bahwa sesungguhnya Partai Politik sendiri
Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali telah gagal dalam menjalankan fungsinya.
pemaknaan demokrasi perwakilan, dengan Fungsi yang dimaksud yaitu fungsi pendidikan
menekankan pentingnya politik kehadiran politik sebagaimana diatur dalam pasal 31
(the political of presence), yaitu kesetaraan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008
perwakilan antara laki-laki dan perempuan, tentang partai Politik, “(1) Partai Politik
keseimbangan perwakilan di antara kelompok- melakukan pendidikan politik bagi masyarakat
kelompok yang berbeda, dan melibatkan sesuai dengan ruang lingkup tanggung
kelompok-kelompok termarjinalkan ke dalam jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan
lembaga perwakilan. Ketidakseimbangan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain :
komposisi anggota legislatif Indonesia menjadi a. Peningkatkan kesadaran hak dan kewajiban
representasi masyarakat patriarkhi, di mana masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,
laki-laki mengatur kehidupan sesuai dengan berbangsa, dan bernegara;
kepentingan politik kelaki-lakiannya. Dalam b. Meningkatkan partisipasi politik dan
masyarakat patriarkhi, laki-laki mencegah inisiatif masyarakat dalam kehidupan
perempuan memasuki ruang publik, sementara bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
mereka bolak-balik memasuki ruang privat dan c. Meningkatkan kemandirian, kedewasaan,
97

dan membangun karakterbangsa dalam rangka dan Beradab disimbolkan oleh gambar rantai,
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. terdiri dari gelang persegi (lambang laki-laki)
(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud yang berhubungan dengan gelang bundar
pada ayat (1) dilaksanakan untuk membangun
(lambang perempuan). Hubungan kedua jenis
etika dan budaya politik sesuai dengan
Pancasila.” rantai tersebut selain menyiratkan kesetaraan
Jelas dan nyata bahwa Partai Politik memiliki laki-laki dan perempuan, juga mengingatkan
fungsi untuk memberikan pendidikan politik bahwa keberlangsungan Bangsa tergantung
kepada masyarakat agar dapat meningkatkan pada kerjasama warga masyarakat laki-laki dan
partisipasi politik dalam kehidupan perempuan. Simbol laki-laki dan perempuan
perpolitikan Indonesia dengan keadilan gender sesunggungnya juga dicerminkan oleh warna
sesuai dengan pancasila. Karena apabila fungsi
bendera merah putih kita. Menurut Soekarno,
pendidikan politik telah terlaksana dengan
baik, seharusnya Partai Politik tidak merah – berani, dan putih – suci yakni bulan
mengalami kesulitan dalam merekrut kader- sebagai cerminan kesadaran masyarakat
kader perempuan yang berkualitas. agragris terhadap kekuatan alam/gaib, tetapi
warna merah dan putih pada bendera kita yakni
2. PEMBAHASAN lambang untuk perempuan dan laki-laki.
Pancasila merupakan sebuah ideologi Soekarno menjelaskan, warna bendera merah
bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan putih sebenarnya melambangkan terjadinya
berbangsa dan bernegara, seluruh masyarakat manusia. Beliau menyebutkan bahwa
berpedoman kepada Pancasila sebagai cita-cita perempuan adalah pusat dari perkembangan
bangsa. Salah satu tujuan yang terkandung di bangsa-bangsa. Perempuan dikatakan sebagai
dalam yakni terwujud keadilan bagi seluruh penemu ilmu (terutama pertanian dan pakaian)
warga masyarakat, sama-sama mendapatkan tetapi juga dikatakan sebagai pencipta hukum
keadilan dan hak-haknya sebagai manusia. (matriarchal) yang bermula dari ketentuan
Salah satu tantangan untuk membuktikan garis keturunan yang kemudian berkembang
kesaktian Pancasila di tengah kondisi hingga kedimensi ekonomi.
masyarakat Indonesia saat ini, adalah ideologi Soekarno menjelaskan kemanusiaan
yang responsif terhadap tuntutan atas adalah alam manusia (de mensheid). Peri
kesetaraan gender. Soekarno, sang penggagas kemanusiaan adalah jiwa merasakan, bahwa
Pancasila, secara eksplisit mengintegrasikan antara manusia dengan manusia lain ada
prespektif kesetaraan gender ke dalam uraian hubungnnya. Jiwa yang hendak mengangkat
tentang Pancasila. Pada saat memberikan sekaligus membedakan jiwa manusia itu lebih
tinggi dari binatang (menselijkheid).
kuliah umum tentang Pancasila pada tanggal
Singkatnya, peri kemanusiaan adalah evolusi
22 Juli 1958 di Istana Negara, Soekarno kalbu, batin maupun rasa yang akan
menjelaskan bahwa isu perempuan dan laki- menghalangi kita untuk berbuat rendah dan
laki dapat digali disila ke-2 peri kemanusiaan mencelakakan manusia lain. Sehingga
yang adil dan beradab dari Pancasila. Meski diskriminasi dengan berasis apapun misalnya,
demikian, setiap saat Soekarno mengingatkan adalah tindakan melukai prinsip kesetaraan
bahwa sila-sila dalam Pancasila saling manusia yang dijunjung oleh sila peri
kemanusiaan dalam Pancasila. Makna peri
menjiwai, sehingga isu perempuan ada di
kemanusiaan oleh Soekarno tidak sebatas
setiap sila. Dalam sistem politik demokrasi menguras hubungan manusia, tetapi juga
perwakilan (sila ke-4) atau kehidupan digunakan sebagai prinsip untuk mengatur
berketuhanan maupun beragama (sila ke-1), isu relasi kita sebagai bangsa dengan bangsa lain.
kesetaraan gender menjiwai kedua sila Persoalan ketidaksetaraan gender
tersebut. bukanlah persoalan sederhana dan berdimensi
Penjelasan Soekarno tentang kedudukan lokal, namun persoalan ini ditemui diseluruh
perempuan dimulai dari lambang negara belahan Dunia, serta berkaitan erat dengan
Garuda Pancasila. Sila Kemanusiaan yang Adil segala sendi kehidupan manusia. Komitmen
98

pemerintah melalui Kementerian Negara memiliki kewenangan penuh untuk mengambil


Pemberdayaan Perempuan untuk mewujudkan keputusan atas penggunaan dan hasil sumber
kesetaraan gender juga sangat tinggi. Namun, daya.
dalam kenyataannya ketimpangan gender Di bidang politik, kesenjangan gender
dalam segala aspek kehidupan tetap terjadi, masih nampak dengan jelas. Hal ini dapat
sehingga sangat perlu dilakukan identifikasi dilihat dariketerlibatan perempuan dan laki-
laki baik di bidang eksekutif, legislatif maupun
terhadap berbagai faktor yang menjadi
yudikatif. Di ketiga bidang ini partisipasi
penyebabnya agar diperoleh solusi yang tepat perempuan persentasenya jauh lebih kecil
sesuai dengan persoalannya. Ketertinggalan dibandingkan laki-laki. Di eksekutif misalnya,
perempuan mencerminkan masih adanya jumlah perempuan yang menduduki jabatan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki- struktural di Pemda Bali tahun 2006 hanya
laki dan perempuan, hal ini terlihat dari kondisi 25,5%, selebihnya adalah lakilaki. Demikian
perempuan di Indonesia, dimana kedudukan juga pemimpin wilayah seperti kepala desa,
lurah, camat dan bupati umumnya di dominasi
nya dalam politik masih rendah.
oleh laki-laki. Sementara itu kesenjangan
Perbedaan gender dilihat dari peran, gender di legislatif nampak dari perbandingan
fungsi, tugas dan tanggungjawab serta jumlah perempuan dan laki-laki anggota
kedudukannya baik secara langsung maupun DPRD Bali yang hanya 4 : 55 orang. Di bidang
tidak langsung dan dampak suatu peraturan yudikatif, contohnya adalah kecilnya
perundang-undangan maupun kebijakan yang keterlibatan perempuan di kepolisian, hakim
telah menimbulkan berbagai ketidakadilan dan jaksa12. Kondisi yang demikian ini tidak
saja terjadi di Bali, tetapi juga terjadi di
karena telah berakar dalam adat, norma
Indonesia dan di beberapa belahan dunia.
maupun struktur masyarakat. Kondisi Budaya Realitas ini mendorong dunia internasional
Indonesia yang patriakal, menyebabkan melalui Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB)
partisipasi perempuan dalam berpolitik tidak pada tahun 2000 kembali melaksanakan
sebanyak laki laki. Kesempatan perempuan konfrensi tingkat tinggi untuk mewujudkan
untuk menjadi politisi relative terbatasi karena komitmen terkait dengan Millenium
Development Goals (MDGs). Deklarasi MDGs
persepsi masyarakat mengenai pembagian
ini telah menelorkan delapan komitmen yakni:
peran antara laki laki dan perempuan, yang 1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan;
cenderung bias kearah membatasi peran 2. Memenuhi pendidikan dasar untuk semua;
perempuan pada urusan rumah tangga, namun 3.Mendorong kesetaraan gender dan
demikian, pada masa perjuangan kemerdekaan pemberdayaan perempuan;
Indonesia, peran wanita bermunculan sebagai 4. Menurunkan angka kematian Balita;
pergerakan wanita membela kemerdekaan 5.Meningkatkan kualitas kesehatan itu
melahirkan;
indonesia setelah dianggap sebagai konco
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan
wingking istilah bahasa jawa yang berarti penyakit menular lain;
teman dapur. Terwujudnya kesetaraan dan 7. Menjamin kelestarian fungsi lingkungan
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya hidup; dan
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki 8, Mengembangkan kemitraan global untuk
sehingga dengan demikian antara perempuan pembangunan.13
dan laki-laki memiliki akses, kesempatan Dari 8 komitmen MDGs ini jelas terlihat
bahwa secara global masalah kesetaraan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan,
gender merupakan masalah prioritas untuk
serta memperoleh manfaat yang setara dan adil ditangani. Deklarasi MDGs ini mengharapkan
dari pembangunan. Memiliki akses berarti kepada setiap negara agar pada tahun
memiliki peluang atau kesempatan untuk 2015 semua komitmen yang sudah disepakati
menggunakan sumber daya dan memiliki
12
wewenang untuk mengambil keputusan Arjani,Dkk.2007. Profil Gender Bidang
Pendidikan Provinsi Bali, Denpasar, PSW UNUD.
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber 13
Witoelar, Erna,(2007). Bahan Pelatihan Evaluasi
daya tersebut. Memiliki kontrol berarti Millenium Development Goals. Jakarta
99

dalam konfrensi dapat terwujud. Oleh karena pelosok tanah air mengenai kesetaraan dan
itu, Deklarasi MDGs ini merupakan tantangan keadilan gender, memperluas cuti melahirkan
bagi Indonesia untuk bisa mewujudkan untuk bapak (laki-laki), keterlibatannya dalam
kesetaraan dan keadilan gender pada tahun program kesehatan reproduksi. Selain itu perlu
2015. Menindaklanjuti komitmen MDGs ini, juga pemikiran oleh para peneliti/pemerhati
pemerintah Indonesia telah mengambil satu masalah gender mengenai redefinisi konsep
kebijakan dan strategi untuk mempercepat bekerja.
terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender 2. SARAN
(KKG) yakni melalui strategi Dari hasil penelitian dan pembahasan
Pengarusutamaan Gender (PUG) atau Gender di atas, penulis menyarankan agar dalam
Mainstreaming (GM). Strategi ini dilaksanakan pembuatan kebijakan yang menyangkut
dengan landasan hukum berupa Instruksi perempuan, hendaklah pemerintah lebih
Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang peka gender dan lebih memahami kondisi
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
perempuan Indonesia. Peka gender disini
Pembangunan Nasional. Melalui strategi
berarti dalam pembuatan peraturan yang
ini diharapkan semua kebijakan, program dan
berkaitan dengan perempuan, haruslah terlebih
kegiatan pembangunan diIndonesia
dahulu diketahui hubungan relasi antara laki-
berpersfektif gender sehingga hasil
laki dan perempuan yang terjadi di masyarakat
pembangunan dapat memberikan manfaat bagi
dan perkembangannya, karena memang
laki-laki maupun perempuan.
emansipasi belum tentu peka gender.
Pendidikan politik yang memadai juga mutlak
D. SIMPULAN DAN SARAN
diperlukan dalam rangka terwujudnya cita-cita
1. KESIMPULAN emansipasi bagi perempuan. Dalam hal ini
Kesetaraan dan keadilan gender yang
partai politik dengan fungsi sosialisasi politik
telah diperjuangkan berpuluh-puluh tahun
menjadi garda terdepan dalam memberikan
belumlah memperoleh hasil seperti yang
pendidikan politik terutama kepada
diharapkan, meskipun berbagai instrumen
perempuan, dimana pendidikan politik ini akan
yuridis telah dilakukan oleh pemerintah untuk
ditindak lanjuti dalam proses rekrutmen
mencapainya. Banyak faktor yang memberi
sendiri. Walaupun memang perlu diinsyafi
kontribusi terhadap masih tingginya
bahwa stereotipe yang disandang perempuan
ketimpangan gender di masyarakat.
Indonesia justru menjadikan kesadaran
Ketimpangan gender ini masih ditemui di
perempuan menjadi minim terhadap dunia
bidang pendidikan, ketenagakerjaan, sosial,
politik, namun hal ini bukan berarti tanpa
politik, maupun dalam jabatan di birokrasi
penyelesaian. Institusi keluarga yang menjadi
publik. Ketidaksetaraan gender ini dapat
akar dari masyarakat perlu mengalami
dikatakan direproduksi oleh keluarga,
perubahan dalam pandangannya mengenai
masyarakat, maupun negara. Jika dilihat
kedudukan anggota keluarga. Adalah sudah
perkembangan studi perempuan di Indoensia
tidak relevan lagi terjadi ketergantungan
khususnya maupun di dunia secara umum telah
seorang istri kepada suaminya karena hal ini
melewati 4 paradigma/pendekatan, dimana
adalah akar dari permasalahan perempuan.
kelahiran paradigma ini tidak terlepas dari
Perempuan seringkali disubordinasikan dalam
pelaksanaan konferensi perempuan sedunia
keluarga yang lagi-lagi menjadikan perempuan
yang telah dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu
semakin tidak berminat dalam dunia politik.
pada tahun 1975, 1980, 1985, dan 1995.
Oleh karena itu perempuan juga harus sadar
Konferensi berikutnya rencananya akan
mengenai hak-haknya terutama hak-hak
dilaksanakan pada tahun 2010. Keempat
politiknya. Bahkan dalam pancasila kesetaraan
paradigma dalam studi perempuan/gender
antara perempuan dan laki-laki itu setara.
meliputi konsep WID, GAD, pemberdayaan
perempuan, dan pengarusutamaan gender
(PUG). Untuk studi gender ke depan perlu
diperhatikan beberapa cara pandang atau
perspektif seperti berkaitan dengan
heterogenitas perempuan di Indonesia,
pelibatan responden laki-laki dalam studi
gender, diseminasi informasi ke seluruh
100

DAFTAR PUSTAKA

A.A I.N Marhaeni, (2016), Perkembangan


Studi Perempuan, Kritik, dan
Gagasan Sebuah Prespektif Untuk
Studi Gender Ke Depan
Arjani,Dkk.2007. Profil Gender Bidang
Pendidikan Provinsi Bali, Denpasar,
PSW UNUD.
Ayu Putu Nantri,SH, (2013), Perempuan
dan Politik.
Departemen Kehutanan,(2005),hal 12.
Khofifah Indar Parawansa, (2017), Studi
Kasus: Hambatan terhadap
Partisipasi PolitikPerempuan di
Indonesia.
Moh. Mahfud,MD,ED. Dr. Hj. Bainar, (1998),
Ni Luh Arjani,( 2016), Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG) dan
Tantangan Global, Jawa Barat.
Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam
Masa Transisi Demokrasi, UII Press,
Yogyakarta,
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Ta
hun 2012 tentang Pemilihan Umum
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2
tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pasal 27 dan 28 UUD 1945.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum
Normatif, Kencana, Jakarta, 2010-
2007.
Riant Nugroho, Gender dan Administrasi
Publik , Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2008
Rustono Farady, Margaretha Chaterine,Harun
dan Ian Hendrawan,(2018),
Meretas Integritas Komunikasi
Melkalui Dunia Maya: Studi
Retorika Digital Menteri LHK
Periode 2014-2019,Universitas
Bunda Mulia: Jakarta.
Soeryono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1986.
Sukarna, Sistem Politik, Alumni, Bandung,
1981
UUD No 23 tahun 2003 Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan
DPRD
Witoelar, Erna,(2007). Bahan Pelatihan
Evaluasi Millenium Development
Goals. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai