Anda di halaman 1dari 29

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 96% DAUN SUNGKAI (

Peronema Canescens Jack) MENGGUNAKAN METODE DPPH

Skripsi

Untuk memenuhi persyaratan dalam rangka menyelesaikan

Program Studi Sarjana Farmasi

Oleh

Misliani

SF17071

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI

BANJARBARU

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antioksidan dapat terikat dalam penangkap radikal bebas yang masuk kedalam

tubuh dengan memperlambat proses oksidasi. Antioksidan dapat menghentikan oksigen

reaktif atau nitrogen reaktif.. Antioksidan alami dalam tubuh terbagi menjadi antioksidan

enzimatik dan antioksidan non enzimatik. Antioksidan enzimatik contohnya seperti

superoxide dismutase yang bekerja dalam mengembalikan sel yang sudah mengalami

kerusakan akibat superoksida, sedangkan antioksidan non enzimatik adalah jenis

antioksidan yang berawal dari luar tubuh seperti vitamin A, C, dan E. Menurut

Kattatppagari ( 2015 ), antioksidan yang berawal dari luar tubuh dapat dihasilkan dalam

bentuk sintetik ataupun yang berawal dari bahan alam, antioksidan sintetik yang sudah

banyak digunakan yaitu seperti buthylated hydroxytoluene ( BHT ), buthylated

hidroksianisol ( BHA ), dan ters-buthyl hydroquinone ( TBHQ ) secara efektif dapat

dipercaya dapat menghentikan oksidasi. Namun, pemakaian antioksidan sintetik dibatasi

oleh aturan pemerintah karena pemakaian yang melebihi batas dapat menyebabkan

keracunan dalam tubuh dan bersifat karsinogenik sehingga diperlukan pengobatan

antioksidan lain yang aman untuk dipakai, salah satu potensial antioksidan alami adalah

tumbuhan. Senyawa yang terdapat dalam antioksidan adalah senyawa flavaniod,

polifenolat dan alkaloid, senyawa flavonoid dan polifenolat bersifat antioksidan,

antidiabetes, antikanker, antiseptik dan antiinflamasi sedangkan senyawa alkaloid bersifat

antineoplastic yang ampuh untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kanker ( Syaifuddin,

2015 ).
Kandungan metabolit sekunder pada tanaman daun sungkai ( Peronema

Canescens Jack) yang terbukti memiliki potensi yang digunakan sebagai bahan obat

berbagai macam penyakit. Metabolit sekunder dalam suatu tanaman daun sungkai (

Peronema Canescens Jack ) memiliki berbagai mekanisme yang dapat mengobati

berbagai macam penyakit pada manusia, kandungan senyawa kimia didalam metabolit

sekunder adalah senyawa-senyawa flavonoid, alkaloid, terpanoid dan steroid. Senyawa

flavonoid mirip dengan antioksidan yang berfungsi sebagai mengembalikan sel yang

rusak akibat radikal bebas, senyawa alkaloid yang berfungsi sebagai penahan tumbuhan

dan pengatur kerja hormon. Hasil uji fitokimia pada daun sungkai ( Peronema Canescens

Jack ) memperlihatkan adanya kandungan dari senyawa flavonoid, saponin, tanin,

steroid, terpenoid, alkaloid dan fenol, sedangkan hasil uji fitokimia ekstrak etanol 96%

daun sungkai ( Peronema Canescens Jack ) mengandung senyawa flavonoid, alkaloid,

tanin, saponin dan fenolik ( Dhea Prasiwi, dkk, 2018 ).

Belum banyak peneliti yang melakukan uji terhadap daun sungkai ( Peronema

Canescens Jack ), karena penelitian daun sungkai ini digunakan sebagai bahan obat di

sekitar masyarakat masih kurang, maka perlu dilakukan pengujian umum untuk

menentukan uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol 96% dari daun sungkai ( Peronema

Canescens Jack ). Salah satu cara untuk menguji aktivitas antioksidan ekstrak etanol 96%

yaitu dapat dilakukan secara in vitro dengan metode DPPH. DPPH ( 2,2 difenil- 1-

pikrihidrazil ) yaitu suatu senyawa radikal yang mempunyai sifat stabil, DPPH dilakukan

untuk mengetahui aktivitas antioksidan melalui kemampuannya dalam menangkap

radikal bebas dengan panjang gelombang 517 nm. Selain menggunakan metode DPPH,

penguji antioksidan juga dapat digunakan dengan metode ABTS ( 2,2 azinobis 3-ethyl
benzothiazoline 6-sulfonic acid ) yaitu senyawa radikal yang memiliki atom nitrogen,

prinsip pengujian yaitu penyetabilan radikal bebas melalui donor proton yang dilakukan

dengan mengukur menggunakan spektrofotometri visible dengan panjang gelombang 734

nm ( Yu, 2008 ).

Metode DPPH maupun metode ABTS mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Metode DPPH memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan absorbansi

spesifik pada panjang gelombang visible dalam waktu reaksi yang lebih cepat, sedangkan

ABTS memiliki kelebihan yaitu dapat dilarutkan dengan pelarut organik ataupun air

sehingga bisa menngetahui senyawa yang bersifat lipofilik ataupun hidrofilik namun

penguji yang menggunakan metode ABTS ini tidak dapat menggambarkan sistem

pertahanan tubuh terhadap radikal bebas sehingga metode ABTS ini hanya dapat

dilakukan sebagai metode pembanding karena tidak dapat mewakili sistem biologis tubuh

( Karadag, 2009 ). Oleh karena itu, lebih banyak peneliti menggunakan metode DPPH

sebagai metode utama dalam menganalisis aktivitas antioksidan kerena dapat

menggambarkan sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Sehingga senyawa

dalam daun sungkai ( Peronema Canescens Jack ) dapat larut dalam pelarut organik dan

sedikit larut dalam air sehingga metode DPPH dipilih sebagai penguji aktivitas

antioksidan ( Anisa, 2018 ). Pengujian menggunakan metode DPPH akan mendapatkan

informasi mengenai aktivitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas yang dilihat

berdasarkan nilai IC50. IC50 yaitu besarnya konsentrasi inhibisi larutan uji terhadap

kemampuannya menurunkan aktivitas radikal bebas sebesar 50 % ( Anisa, 2018 ).


1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat ditarik rumusan masalah yaitu :

1. Apa saja kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak etanol 96% daun

sungkai yang berpotensi sebagai antioksidan ?

2. Berapakah nilai IC50 yang dihasilkan ekstrak etanol 96% daun sungkai ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada kandungan senyawa yang terdapat pada

ekstrak etanol 96% daun sungkai ?

2. Untuk mengetahui hasil yang didapat IC50 ekstrak etanol 96% daun sungkai ?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Peneliti

Untuk mengaplikasikan ilmu dan dan memperdalam informasi mengenai

ekstrak etanol 96% daun sungkai sebagai antioksudan

b. Bagi Institusi

Untuk menambah kajian literature mengenai manfaat aktivitas antioksidan

daun sungkai.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai pemanfaatan daun sungkai yang berpotensi

untuk pengobatan masyarakat.


BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Tumbuhan Sungkai ( Peronema Canescens Jack )

2. 1. 1. Klasifikasi Sungkai ( Peronema Canescens Jack )

Menurut hasil determinasi di Laboratorium dasar Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lambung Mangkurat (ULM),

Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) adalah sebagai berikut ( 2020 ) :

Kingdom : Plantae

Phylum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Order : Lamiales

Keluarga : Verbeaceae

Genus : Peronema

Spesies : Peronema Canescens Jack

2.1.2. Morfologi Sungkai (Peronema Canescenss Jack )

Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) merupakan tanaman yang sering

disebut sebagai jati sebrang, ki sabrang, kurus sungkai, atau seka, termasuk

kedalam tanaman family Verbenaceae. Jenis ini merupakan tumbuhan asli

Indonesia yang banyak di temui di Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, Lampung, Jawa Barat dan seluruh Kalimantan. Kayunya mirip kayu jati

dan memiliki alur yang artistic, warnanya cerah bergaris- garis coklat tua. Pohon

sungkai dapat tumbuh mencapai ketinggian antara 20 m hingga 30 m dengan

cabang mencapai 10 m. diameter batang sungkai sekitar 60 cm dengan batang


lurus dan berlekuk dangkal, tidak berbanir, serta ranting dipenuhi bulu-bulu

halus, sungkai berbuah sanjang tahun. Kulit luar tumbuhan sungkai berwarna

kelabu atau sawo muda, beralur dangkal dan mengelupas kecil dan tipis, pohon

sungkai menghasilkan kayu teras yang berwarna kuning muda atau krem. Kayu

sungkai memiliki ciri-ciri bertekstur kasar, kesat, tidak merata dengan arah serat

lurus dan terkadang bergelombang ( Harmida dan Yuni, 2011 ).

(a) (b) (c)

Gambar 1. Pohon, Daun, dan Buah Sungkai ( Peronema Canescens Jack )


(a, b, dan c: Dokumentasi Pribadi )

2.1.3. Kandungan Senyawa

Uji identifikasi kimia pada Daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack )

menunjukkan hasil positif terhadap flavonoid, alkaloid, terpanoid dan steroid,

sedangkan pada ekstrak etanol 96% daun sungkai ( Peronema Canescens Jack )

mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, saponin dan fenolik ( Dhea

Prasiwi, dkk, 2018 ).

2. 2. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan senyawa dari matriks atau

simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan ekstraksi adalah menarik atau

memisahkan senyawa dari campurannya atau simplisia. Metode ekstraksi yang digunakan
dalam bidang farmasi melibatkan pemisahan bagian aktif dari komponen yang tidak aktif

atau inert menggunakan pelarut yang dipilih secara selektif. Selama ekstraksi, pelarut

akan berdifusi ke dalam bahan tanaman dan melarutkan senyawa yang memiliki

kepolaran yang sama ( Pandey & Tripathi, 2014 ). Maserasi adalah proses penyarian

simplisia menggunakan pelarut dengan perendaman dan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan ( kamar ). Cairan penyari akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena

adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka larutan

terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,

etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana yang mudah diusahakan. Metode maserasi dapat menghindari

rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil ( Depkes RI, 2014 ).

2. 3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode yang paling

banyak digunakan dan paling mudah untuk memurnikan sejumlah kecil komponen.

Metode ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan

penyerap (misalnya silika gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah bahan

yang akan dioptimalkan untuk mendeteksi bahan alam yang dicari ( Heinrich et al.,

2009 ). Pemisahan yang terjadi pada KLT berdasarkan pada adsorpsi, partisi atau

kombinasi kedua efek, tergantung pada jenis lempeng, fase diam dan gerak yang
digunakan. Fase diam yang umum dipakai adalah silika gel yang ditambah dengan

kalsium sulfat guna menambah daya lekat fase diam. Pemilihan fase gerak berdasarkan

pada jenis dan polaritas senyawa-senyawa yang akan dipisahkan. Zat-zat berwarna dapat

terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan pereaksi penyemprot untuk melihat warna

bercak yang timbul. Kromatogram pada KLT merupakan bercak-bercak yang terpisah

setelah visualisasi dengan atau tanpa pereaksi deteksi ( penyemprot ) pada sinar tampak

atau ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm ( Hanani, 2015 ).

2.4. Uji Aktivitas Antioksidan

2.4.1. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk identifikasi dan

penentuan kuantitatif suatu senyawa. Pada identifikasi perlu dilakukan

perbandingan spektrum serapan, panjang gelombang maksimum, dan daya serap.

Pelarut yang dipilih tidak memberikan absorpsi sinar pada daerah panjang

gelombang yang memberikan serapan maksimum senyawa yang akan

diidentifikasi. Beberapa golongan senyawa memiliki spektrum senyawa yang

spesifik seperti antosianin, flavonoid, maupun antrakuinon. Identifikasi senyawa

uji dapat diketahui dengan membandingkan data pustaka. Beberapa senyawa

berwarna memberikan absorpsi pada sinar tampak, contohnya klorofil,

karotenoid, dan sitokrom ( Hanani, 2015 ).

2.4.2. Radikal Bebas

Sumber radikal bebas ada yang bersifat internal yaitu dari dalam tubuh dan

ada yang bersifat eksternal dari luar tubuh. Radikal bebas internal dapat berasal

dari oksigen yang kita hirup, oksigen ini merupakan penopang utama kehidupan
karena menghasilkan banyak energi namun hasil samping dari reaksi

pembentukan energi itu akan menghasilkan reactive oxygen species ( ROS ).

Sedangkan radikal bebas eksternal dapat berasal dari rokok, polusi udara, alkohol,

radiasi sinar ultra violet, obat-obatan tertentu seperti anastesi, pestisida, sinar X

dan kemoterapi ( Khaira, 2010 ).

Radikal bebas merupakan pemicu kerusakan saraf dan otak. Selain itu

radikal bebas juga terlibat dalam peradangan, pengapuran tulang, gangguan

pencernaan, gangguan fungsi hati, meningkatkan kadar low density lipoprotein

( LDL ) yang kemudian menjadi penyebab penimbunan kolestrol pada dinding

pembuluh darah sehingga timbul atherosclerosis atau yang disebut dengan

penyakit jantung koroner ( Khaira, 2010 ).

Tahapan pembentukan radikal bebas secara umum terbagi menjadi tiga,

yaitu ( Sayuti & Yenrina, 2015 ) :

1. Tahap inisiasi, merupakan awal pembentukan radikal bebas.

Pada tahap ini radikal bebas mulai terbentuk.

2. Tahap Propagasi, merupakan awal pemanjangan rantai radikal

atau reaksi, dimana radikal-radikal bebas akan diubah menjadi

radikal yang lain.

3. Tahap terminasi, yaitu senyawa radikal yang bereaksi dengan

radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi

propagasinya rendah.
2.4.3. Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang memperlambat atau menghambat stress

oksidatif pada molekul target. Antioksidan melindungi molekul target antara lain

dengan cara menangkap radikal bebas dengan menggunakan protein atau enzim

(sebagai katalis) atau bereaksi langsung, melindungi komponen sel utama yang

menjadi sasaran radikal bebas, memperbaiki target organ dari radikal bebas yang

telah rusak, dan mengurangi pembentukan radikal bebas dengan merubahnya

menjadi radikal bebas yang kurang aktif atau merubahnya menjadi senyawa non

radikal ( Priyanto, 2010 ).

Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya kepada

senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa

dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena

berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi seperti ini terutama

untuk menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel, dan asam

nukleat, serta mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun

( Winarsi, 2007 ).

2.4.4. Metode DPPH

DPPH merupakan senyawa radikal organik nitrogen yang stabil, yang

memberikan efek warna ungu. Senyawa radikal sintetik ini merupakan metode

sederhana yang digunakan sebagai pertunjuk awal bahwa suatu komponen atau

ekstrak memiliki aktivitas antioksidan. Pengujian didasarkan pada pengukuran

kemampuan pereduksian terhadap radikal DPPH. Pengukuran dapat dilakukan

dengan elektron spin resonance ( EPR ) atau dengan pengukuran penurunan


absorbansi. Larutan DPPH dalam etanol atau metanol memberikan efek warna

ungu yang merupakan kumpulan radikal-radikal bebas yang diikat oleh ion H dari

se nyawa antioksidan. Terikatnya radikal bebas DPPH setelah masa inkubasi

beberapa menit menyebabkan intensitas warna ungu berkurang yang dapat diukur

pada panjang gelombang 515-517 nm. Pengujian dilakukan dengan

mencampurkan larutan DPPH dengan komponen antioksidan pada berbagai

konsentrasi, dan diinkubasi hingga waktu tertentu ( Rauf, 2015 ). Tujuan metode

ini adalah untuk mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan

50% efek aktivitas antioksidan ( IC50 ) yaitu dengan cara menginterpretasikan data

eksperimental dari metode DPPH tersebut ( Dehpour et al., 2009 ).

Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron tunggal seperti aktivitas

transfer H dan untuk mengukur aktifitas penghambatan radikal bebas. Parameter

yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari uji ini adalah dengan nilai

IC50 yaitu konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Kategori

nilai IC50 ditunjukakan pada tabel 1 ( Bahriul et al., 2014 ) :

Tabel 1. Kategori nilai IC50

Nilai IC50 Kategori


<50 ppm Sangat kuat
50 – 100 ppm Kuat
100 – 150 ppm Sedang
150-200 ppm Lemah
200-250 ppm Sangat lemah
Prinsip dari metode ini adalah adanya donasi atom hidrogen ( H+ ) dari

substansi yang diujikan kepada radikal DPPH menjadi senyawa non radikal

diphenyl picrylhydrazil yang ditunjukkan oleh perubahan warna seperti tersebut.

Perubahan warna yang terjadi adalah perubahan warna dari ungu menjadi kuning

atau warna ungunya memudar, dimana intensitas perubahan warna DPPH

berbanding lurus dengan aktivitas antioksidan untuk meredam radikal bebas

tersebut ( Rahmawati et al., 2016 ). Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh

besarnya hambatan serapan radikal DPPH melalui perhitungan persentase ( % )

inhibisi serapan DPPH dengan menggunakan rumus ( Rahmawati et al., 2016 ) :

( Absorban blanko− Absorban sampel)


% Inhibisi = x 100%
Absorbam blanko

Keterangan:

Absorban blanko : Serapan radikal DPPH 0,4 mM pada

panjang gelombang maksimal

Absorban sampel : Serapan sampel dalam radikal DPPH 0,4

mM pada panjang gelombang maksimal

Nilai IC50 sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan

regresi linier. Konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu

y dari persamaan y = a + bx. Untuk penentuan nilai IC50 dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

(50−a)
IC50 =
b
Keterangan:

y : % inhibisi (50)

a : Intercept (perpotongan garis di sumbu y)

b : Slope (kemiringan)

x : Konsentrasi

Reaksi DPPH dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2. Reaksi DPPH dan Antioksidan (Yamaguchi et al, 1998)

2.5. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan dapat ditarik hipotesis

dalam penelitian ini adalah Ekstrak Etanol 96% Daun Sungkai memiliki aktivitas

antioksidan dengan metode DPPH.


BAB III
METODE PENELITIAN

3. 1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik yang

bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol 96% Daun Sungkai (

Peronema Canescens Jack .) dengan metode DPPH.

3. 2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2020 dan

tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah:

a. Laboratorium Bahan Alam Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Borneo Lestari

Banjarbaru untuk melakukan proses ekstraksi Daun Sungkai (Peronema Canescens

Jack )

b. Laboratorium Kimia Analisis Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Borneo

Lestari Banjarbaru untuk menimbang bahan, membuat larutan, dan melakukan

pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol Daun Sungkai (Peronema Canescens

Jack ) dengan Spektrofotometri UV-Vis.

3. 3. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Pohon Tanaman Sungkai

( Peronema Canescens Jack ), sedangkan sampel yang digunakan yaitu daun tanaman

Sungkai ( Peronema Canescens Jack ).


3. 4. Alat dan Bahan Penelitian

1.4.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat gelas, rotary

evaporator, chamber, cawan penguap, pipet tetes, micropipette, vial, tabung

reaksi, spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik, labu ukur, spatula, kuvet,

lampu UV, bejana KLT, pipa kapiler, pisau, dan stopwatch.

1.4.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Daun Sungkai

( Peronema Canescens Jack ), aquadest, etanol 96%, methanol p.a, DPPH (2,2-

diphenyl-1-picylhydrazyl), kuersetin, plat KLT silica gel GF254, HCl pekat, FeCl3,

kloroform, asam asetat anhidrat, serbuk magnesium, H2SO4, NaCl, raksa (II)

klorida, gelatin 1%, n-heksan, etil asetat, kalium iodide, bismuth nitrat 40%, dan

asam nitrat.

3. 5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel

Daun tumbuhan Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) yang di ambil dari

Desa Sungkai, Kecamatan Sambung Makmur, Kabupaten Banjar, Kota

Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

3.5.2. Determinasi Sampel

Determinasi sampel dilakukan dengan cara mengambil bagian daun,

batang dan akar dari tumbuhan Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) di daerah

Sungkai untuk dibuat herbarium yang kemudian dideterminasi di Laboratorium


Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

Lambung Mangkurat (ULM) Banjarbaru.

3.5.3. Pembuatan Simplisia Daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack )

Daun tanaman Sungkai yang sudah dikumpulkan dan dideterminasi

kemudian dibuat simplisia hingga menjadi serbuk. Daun disortasi basah dengan

cara memisahkannya dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan lainnya seperti

kerikil, tanah, dan rumput. Cuci menggunakan air bersih yang mengalir. Merajang

atau memotong kecil-kecil dengan menggunakan gunting atau pisau. Keringkan

dibawah sinar matahari sehingga benar-benar kering menggunakan penutup kain

hitam diatasnya sampai daun benar-benar rapuh. Simplisia yang sudah kering

disortasi kering dengan memisahkannya dari benda-benda asing lain. Haluskan

hingga menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Ayak menggunakan

pengayak 40 mesh dan dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup rapat

( Rachman, 2018 ).

3.5.4. Pembuatan Ekstrak Etanol 96% Daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack )

Ekstrak daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) dibuat dengan

menggunakan metode maserasi. Simplisia sungkai ditimbang sebanyak 200 g,

kemudian dimasukkan ke dalam bejana maserasi dan ditambahkan pelarut etanol

96% 1 L hingga serbuk simplisia terendam sempurna oleh pelarut. Rendam

selama 6 jam sambil dilakukan pengadukan tiap 1 jam, kemudian diamkan selama

18 jam. Lakukan remaserasi sebanyak satu kali dengan prosedur dan

perbandingan jumlah pelarut yang sama. Ekstrak kemudian disaring sehingga

menghasilkan filtrat, filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan


rotary evaporator pada suhu 40o C hingga didapat ekstrak kental yang kemudian

diuapkan diatas waterbath hingga didapati bobot tetap karena sisa pelarut telah

menguap ( Saputri et al,. 2019 ). Dihitung randemen ekstrak dengan rumus :

Bobot Ekstrak
% Rendemen= X 100%
Bobot Simplisia

3.5.5. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk melihat kandungan golongan senyawa

yang terdapat di dalam ekstrak daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack ).

1) Identifikasi Alkaloid

Sebanyak 0,5 g ekstrak kental dilarutkan dalam 5 mL HCl. Larutan

yang didapat dibagi menjadi 3 tabung, masing-masing 3 tetes. Tabung

pertama ditambahkan pereaksi Dragendorf sebanyak 3 tetes dan tabung

kedua ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga

ditambah pereaksi Wagner. Terbentuknya endapan jingga pada tabung

pertama, endapan putih hingga kekuningan pada tabung kedua dan

endapan coklat pada tabung ketiga, menunjukkan adanya alkaloid

( Simaremare, 2014 ).

2) Identifikasi Flavonoid

Menambahkan 0,5 gram ekstrak dengan 10 mL aquadest

kemudian menambahkan serbuk Mg dan HCl pekat sebanyak 1 mL dan 1

mL amilalkohol kemudian menggojog kuat. Positif flavonoid ditandai

dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan

amilakohol ( Nugrahani et al., 2016 ).


3) Identifikasi Triterpenoid dan Steoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak kental ditambahkan 0,5 mL kloroform, 1

mL asam asetat anhidrat dan 0,5 mL H2SO4 pekat. Larutan ekstrak dikocok

perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Hasil positif steroid jika

memberikan warna biru atau hijau terdapat cincin, sedangkan hasil positif

triterpenoid memberikan warna merah atau ungu (Astuti et al., 2013).

4) Identifikasi Fenol

Sebanyak 0,5 g ekstrak kental ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3.

Hasil positif terbentuknya warna hitam atau hijau kebiruan ( Tiwari et al.,

2011 ).

5) Identifikasi Saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak kental ditambahkan 2 mL aquadest,

kemudian dikocok selama 10 detik. Hasil positif terbentuknya buih yang

stabil selama tidak kurang dari 10 menit setelah penambahan HCL 2N

( Tiwari et al., 2011 ).

3.5.6. Uji Aktivitas Antioksidan Daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) Secara

Kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat KLT yang digunakan yaitu plat silika gel GF 254 dengan ukuran 1,5

cm x 7,5 cm yang diberi tanda batas dengan jarak 1 cm pada bagian bawah dan

0,5 cm dari tepi atas plat. Plat dipanaskan dahulu dalam oven selama 30 menit

dengan suhu 105oC. Kromatografi dilakukan di dalam bejana yang telah

dijenuhkan dengan fase gerak. Pelarut organik yang terpilih dari hasil optimasi

yang digunakan sebagai fase gerak yaitu n-heksan : Etil Asetat (6:4) ( Rachman,
2018 ). Penjenuhan eluen dapat dilakukan dengan menempatkan kertas saring ke

dalam chamber. Ekstrak daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) ditimbang

50 mg, dam dilarutkan secukupnya dengan pelarut asalnya. Sampel diambil

menggunakan pipa kapiler, dan ditotolkan pada plat KLT. Plat KLT dimasukkan

ke dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan. Eluen dibiarkan

terelusi hingga mencapai batas plat yang telah ditandai sebelumnya. Laju

pergerakan eluen terhadap fase diam dihitung sebagai retardation factor (RF).

Jarak titik pusat bercak dari titik awal


r f=
Jarak garis batas dari titik awal

Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif adalah Rf. Oleh karena itu,

diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk

memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai

perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai

perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu

komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.

Nilai Rf berbanding terbalik dengan polaritas komponen. Semakin nonpolar suatu

komponen, maka semakin besar nilai Rf nya begitupun sebaliknya. Fase diam

yang digunakan adalah plat silika gel yang bersifat polar. Sehingga, jika eluen

yang digunakan bersifat non polar dan akan menghasilkan nilai Rf yang besar,

maka itu berarti senyawa yang diuji memiliki sifat kepolaran yang tinggi. Setelah

selesai, plat KLT silika gel 60 GF254 dikeluarkan dari chamber, kemudian

dikeringkan dan disemprot dengan larutan DPPH. Bercak pada KLT yang

memiliki aktivitas antioksidan akan berubah warna menjadi warna kuning dengan

latar belakang ungu ( Ghosal & Mandal, 2012 ).


3.5.7. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 96% Daun Sungkai ( Peronema

Canescens Jack ) dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

a. Pembuatan Larutan DPPH 0,4 mM

DPPH ditimbang lebih kurang 7,89 mg. Lalu, dilarutkan dengan

metanol p.a hingga 50 mL, kemudian ditempatkan ke dalam botol gelap.

Cukupkan pelarutnya hingga tanda batas, kemudian kocok hingga homogen (

Saputri et al., 2019 ).

b. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH

Dipipet 2 mL larutan DPPH ( 0,4 mM ) ke dalam vial Lalu ditambahkan

methanol p.a sebanyak 2 mL, dihomogenkan. Kemudian diinkubasi dalam

ruangan gelap selama 30 menit ( Muthia et al., 2019 ). Larutan DPPH

ditentukan panjang gelombang serapan maksimumnya menggunakan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang (λ) 450-650 nm. Panjang

gelombang maksimum DPPH yang digunakan berada pada panjang

gelombang 515 nm ( Saputri et al., 2019 ).

c. Pembuatan Larutan Pembanding Kuersetin

Kuersetin ditimbang sebanyak 5 mg dan dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 mL, kemudian dilarutkan dengan metanol p.a sampai tanda batas labu

ukur 50 mL. Sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm. Dari larutan induk

tersebut, dibuat beberapa variasi konsentrasi, yaitu 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4

ppm, dan 5 ppm sebanyak 10 mL.


d. Penentuan Operating Time

Penentuan Operating Time dilakukan dengan cara larutan kuersetin 4

ppm dipipet sebanyak 2 ml dan ditambahkan larutan DPPH O,4 mM

sebanyak 2 ml, kemudian diamati absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum DPPH setiap 5 menit hingga 60 menit.

e. Pengujian Larutan Blanko DPPH

Dipipet 2 mL larutan DPPH (0,4 mM) ke dalam vial. Lalu

ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL dan dihomogenkan. Kemudian

diinkubasikan kedalam ruangan gelap selama 30 menit . Serapan larutan

blanko diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum yang telah ditentukan sebelumnya ( Muthia et al, 2019 ).

f. Pengujian Aktivitas Antioksidan Larutan Pembanding Kuersetin

Masing-masing seri larutan kuersetin diukur sebanyak 2 mL dan

dimasukkan kedalam vial. Kemudian masing-masing vial ditambahkan 2 mL

larutan metanol p.a dan 2 mL larutan DPPH. Lalu dihomogenkan dan

diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit. Lalu, ukur serapannya

dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang

telah ditentukan sebelumnya ( Muthia et al, 2019 ).

g. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Daun Sungkai ( Peronema Canescens

Jack )

Ekstrak etanol daun Sungkai ( Peronema Canescens Jack ) ditimbang

sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dengan metanol p.a larutan dimasukkan

kedalam labu ukur 50 mL. Volume dicukupkan dengan metanol p.a sampai
tanda batas (1000 ppm) dari larutan induk dibuat seri konsentrasi 10 ppm, 20

ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm sebanyak 10 mL ( Saputri et al, 2019 ).

h. Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Sungkai ( Peronema

Canescens Jack )

Masing-masing konsentrasi larutan uji sebanyak 2 mL dimasukkan ke

dalam vial. Ditambahkan larutan DPPH 0,4 mM sebanyak 2 mL,

dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasikan dalam ruangan gelap selama 30

menit ( Molyneux, 2004 ). Lalu diukur absorbansinya pada panjang

gelombang yang telah ditentukan sebelumnya ( Muthia et al., 2019 ).

3. 6. Analisis Data

3.6.1. Penentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration) Peredaman Radikal Bebas

DPPH

Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari uji

aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah dengan nilai IC50 yaitu

konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Pengukuran

dengan spektrofotometer UV-Vis diperoleh data absorbansi kontrol ( Abskontrol )

dan absorbansi sampel ( Abssampel ). Berdasarkan data tersebut dapat dihitung

persentase inhibisi serapan DPPH dengan rumus berikut ( Puspitasari & Ningsih,

2016 ) :

|Kontrol|−|Sampel|
% Inhibisi = |Kontrol|
× 100%

Nilai IC50 dihitung dari masing-masing dengan menggunakan persamaan

regresi linier. Konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y dari persamaan y = a + bx. Untuk penentuan nilai IC 50 dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

(50−a)
IC50 =
b

Keterangan:

y : % inhibisi (50)

a : Intercept (perpotongan garis di sumbu y)

b : Slope (kemiringan)

x : Konsentrasi

Setelah didapatkan persentase inhibisi, kemudian ditentukan persamaan

regresi linear ( y = bx + a ) dimana x adalah konsentrasi dan y adalah persentase

inhibisi. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibition Concentration ( IC50

). Nilai IC50 didapatkan dari nilai x setelah mengganti y = 50. Jika nilai IC50

berada dibawah 50 ppm maka aktivitas antioksidannya kategori sangat kuat, jika

berada antara 50-100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori kuat, nilai IC50

berada diantara 100-150 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori sedang,

nilai IC50 berada diantara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori

lemah, nilai IC50 berada diantara 200-250 ppm berarti aktivitas antioksidannya

kategori sangat lemah ( Bahriul et al, 2014 ).


DAFTAR PUSTAKA
Anissa Nur Wulandari. 2018. Alternatif Cantigi Ungu ( Vaccinium Varingiaefolium ) Sebagai

Antioksidan Alami. Farmaka Suplemen Vol. 16, No. 2.

Astuti, K. W., P. E. U. D Artini., N. K. Warditiani. 2013. Uji Fitokimia Etil Asetat Rimpang

Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana.

Bahriul, P., N. Rahman., A. W. M. Diah. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Dengan Menggunanakan

(1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil). Jurnal Akademi Kimia. 3 (3): 143-

149.

Dehpour, A. A., M. A. Ebrahimzadeh, N. S. Fazel, N. S. Mohammad.2009.

Antioxidant Activity of The Methanol Extrac of Ferula

assafoetida and ItsEssential Oil Composition. Grasas Y Aceites. 60

(4) : 405-412.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 5. Jakarta: Depkes RI.

Dhea Prasiwi, Agus Sundaryono, Dewi Handayani. 2018.Aktivitas Fraksi Etanol Dari Ekstrak

Daun ( Peronema Cenascens Jack ) Terhadap Tingkat Pertumbuhan Plasmodium

Berghei. Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Kimia. Vol. 2, No. 1.


Ghosal, M. & P. Mandal. 2012. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Two

Selected “Bihi” Fruits Used As Vegetabies in Darjeeling Himalaya. International

Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science. 4(2): 567-574.

Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta : EGC.

Harmida, S., dan Yuni, V.F. 2011. Studi Etnofitomedika Di Desa Lawang Agung Lahat

Sumatera

Selatan. Jurnal Penelitian Sains. Vol. 14, No. 1.

Karadag, A., B, Ozcelik., S, Saner. 2009. Review Of Methods To Determine Antioxidant

Capasities. Food Analytical Mathods. Vol 2 ( 1 0. 41-60.

Kattappagari, KK., CS, Teja., RK, Kommalapati., C., Poosaria., SR., Gontu., BVR, Rendyy.

2015. Role Of Antioxidant In Facilitating The Body Functions. Journal Of

Orofacil Sciences. Vol 7 ( 2 ). 71-75.

Khaira, K., 2010. Menangkal Radikal Bebas Dengan Antioksidan. Jurnal saintek.

2 (2), pp. 183-4.

Muthia, R., R. Saputri., S. A. Verawati. 2019. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Etanol Kulit Buah Mundar (Garcinia forbesii King.) Menggunakan

Metode DPPH (2,2-Diphenyl-1- Picrylhydrazil). Jurnal

Pharmascience. 6 (1): 74-82.

Nugrahani, R., Y. Andayani, A. Hakim. 2016. Skrining Fitokimia Dari Ekstrak

Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L) dalam Sediaan Serbuk. Jurnal

Penelitian Pendidikan IPA. 2 (1): 96-103.


Pandey, A. & S. Tripathi. 2014. Concept of Standardization, Extraction and

Pre Phytochemical Screening Strategies for Herbal Drug.

Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 2 (5): 115-119.

Priyanto. 2010. Toksikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian

Risiko.Leskonfi: Depok.

Rachman, G.M. 2018. Studi Farmakognostik Simplisia Daun dan Kulit Batang Tandui

(Mangirefa Rufocostata Kosterm.) Asal Barabai Kalimantan Selatan. Skripsi.

STIKES Borneo Lestari: Banjarbaru.

Rahmawati, A. Muflihunna, L. M. Sarif. 2016. Analisis Aktivitas Antioksidan

Produk Sirup Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dengan

Metode DPPH. Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 2 (2): 97-101.

Rauf, R. 2015. Kimia Pangan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Saputri, R., T. M. R. Melati., Fitriyanti. 2019. Uji aktivitas Antioksidan Ekstrak

Etanol 70% Daun Tandui (Mangifera rufocostata Kosterm.)

Dengan Menggunakan Metode DPPH. Borneo Journal of

Pharmacy. 2 (2):114-118.

Sayuti, K & R. Yenrina. 2015. Antioksidan Alami Dan Sintetik. Padang: Andalas University

Press.

Simaremere., S. E. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea decumana

Roxb.). Pharmacy. 11 (1). : 98-107.


Syaifuddin. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Bayam Merah ( Alternanthera Amoena Voss ) Segar

Dan Rebus Dengan Metode DPPH ( 1,1- Diphenyl-2- Picylhydrazyl. Semarang:

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo.

Tiwari, P., B. Kumar., M. Kaur., G. Kaur., H. Kaur. 2011. Phytochemical Screening and

Extraction : A Review. International Pharmaceutica Sciencia. 1 (1) : 98-106.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasinya Dalam

Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.

Yamaguchi, T., H. Takamura, T. Matoba. 1998. HPL Method for Evaluation of free

Radicalscavenging Activity of Foods by Using 1,1-Diphenyl-2-pirilhydrazyl,

Biosci. Biotechnol. Biochem.m. 62 (6): 1201-1204.

Yu, L. 2008. Wheat Antioxidant. USA: Wiley And Sons.

Anda mungkin juga menyukai