Anda di halaman 1dari 23

uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).

Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daun tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour). Merr) dan

daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) adalah dua contoh bahan alam yang

sudah diteliti memiliki khasiat sebagai zat antiobesitas, sehingga sampai saat ini

sedang diteliti formulasi dan pembuatan sediaan campuran daun sambung nyawa

dan daun jati cina sebagai alternatif antiobesitas. Penggunaan ekstrak sambung

nyawa sebagai antiobesitas harus diteliti lebih lanjut karena akan digunakan

dalam jangka panjang. Selain itu, ekstrak daun sambung nyawa juga harus lolos

uji toksisitas akut, subkronis dan kronis karena belum diketahui secara pasti ada

atau tidaknya senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun sambung nyawa

yang dapat menimbulkan efek samping ataupun perubahan fungsi organ.

Senyawa yang terkandung dalam daun sambung nyawa yang telah dilaporkan

antara lain flavonoid, glikosida kuersetin, tanin, saponin, steroid, triterpenoid,

asam klorogenat, asam kafeat, asam para kumarin, asam parahidroksi benzoat

(Suganda et al., 1988). Fraksi air ekstrak etanolik daun sambung nyawa memiliki

kemampuan sebagai agen antihiperlipidemia melalui mekanisme penghambatan

aktivitas enzim lipase yang berperan dalam absorbsi lipid pada tikus yang

diinduksi diet lemak tinggi (Setiawan, 2012; Sari et al., 2013).

1
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 2

Daun jati cina telah lama digunakan dalam pengobatan sebagai antigungi

dan antibakteri, konstipasi, demam, edema, dan penyakit kulit. Senyawa golongan

antrakinon pada kandungan daun jati cina seperti sennosida, aloe-emodin, rhein

dan krisofanol dilaporkan memiliki aktivitas laksatif. Sennosida merupakan

glikosida golongan antrakinon yang memiliki aktivitas paling aktif sebagai

laksatif, dimana di dalam tubuh mengalami reaksi hidrolisis enzimatis dan reduksi

oleh bakteri flora usus menjadi rheinantron (Sudarsono et al., 2002). Fraksi

antrakinon dan musilago dari ekstrak air daun jati cina dosis 2100 mg/kg BB

sudah memperlihatkan efek laksatif pada mencit putih jantan galur Balb/C

Mardiyaningsih, 2011). Daun jati cina digunakan sebagai antiobesitas dengan

bekerja sebagai laksansia dan harus diteliti lebih lanjut penggunaannya untuk

alternatif antiobesitas dan efek samping yang dapat ditimbulkan bila

mengkonsumsi dalam waktu lama. Daun jati cina juga diketahui dapat berfungsi

sebagai laksatif stimulan yang dapat meningkatkan aktivitas saluran pencernaan

dan dapat menyebabkan pergerakan usus (Anonim, 2011).

GamaSlim merupakan produk dari CV. Gama Herbal yang ditujukan

sebagai zat antiobesitas, berisi kombinasi ekstrak daun sambung nyawa dan

ekstrak daun jati cina. GamaSlim mengandung kombinasi ekstrak daun sambung

nyawa dan ekstrak daun jati cina dengan perbandingan 1:1 pada awal

formulasinya, sehingga uji toksisitas akut kombinasi kedua ekstrak tersebut

dilakukan dengan perbandingan ekstrak 1:1 dan dimulai pada dosis 2000 mg/kg.

Pada penelitian ini akan dilakukan uji toksisitas akut yaitu uji ketoksikan tidak

khas yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau efek toksik suatu
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 3

senyawa pada hewan uji (Donatus, 2001), sehingga dapat terlihat efek toksik

kombinasi ekstrak daun Sambung nyawa dan ekstrak daun jati cina sebagai

antiobesitas. Uji toksisitas akut pada kombinasi kedua ekstrak ini dilakukan

karena meskipun kedua ekstrak ini telah memiliki nilai LD50 masing-masing,

namun kedua ekstrak ini belum memiliki nilai LD50 secara kombinasi, dan

terdapat kemungkinan kombinasi kedua ekstrak tersebut dapat menyebabkan

adanya metabolit yang dapat menimbulkan efek toksik.

Uji toksisitas dilakukan sesuai dengan prosedur OECD 423 pada tikus

betina galur Wistar, sehingga akan didapat nilai LD50 dari senyawa yang diujikan

yaitu dosis yang dapat mematikan separuh atau lebih hewan uji, dan dapat

diambil organ untuk dilakukan uji histopatologi sehingga dapat diketahui aman

atau tidaknya campuran ekstrak daun sambung nyawa dan daun jati cina sebagai

alternatif zat antiobesitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Berapa besar potensi toksisitas akut oral (LD50 cut off) dari sediaan ekstrak

daun sambung nyawa dan ekstrak daun jati cina pada tikus betina Wistar?

2. Apa saja gejala toksisitas akut yang timbul setelah pemberian per oral ekstrak

daun jati cina dan ekstrak daun sambung nyawa?

3. Bagaimana spektrum efek toksik dari senyawa uji pada organ-organ vital

hewan uji dari hasil histopatologi?


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 4

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui potensi toksisitas akut oral (LD50 cut off) ekstrak daun jati cina

dan ekstrak daun sambung nyawa pada tikus putih betina galur Wistar.

2. Mengetahui gejala toksisitas akut yang timbul yang dapat menyebabkan

kematian hewan uji pada pemejanan ekstrak daun jati cina dan ekstrak daun

sambung nyawa.

3. Mengetahui bagaimana spektrum efek toksik dari senyawa uji pada organ-

organ vital hewan uji dari hasil histopatologi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat

Masyarakat mendapatkan solusi yang praktis dan efisien antiobesitas yang

dapat digunakan secara aman dalam jangka waktu yang lama.

2. Bagi akademisi

Mengetahui potensi ketoksikan dari kombinasi ekstrak daun jati cina dan

ekstrak daun sambung nyawa sehingga dapat memperkirakan potensi

ketoksikan jika senyawa ini digunakan bagi manusia sehingga dapat

diketahui dosis terapi untuk senyawa ini. Hasil penelitian diharapkan

memberi perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang membahas masalah

yang sama.
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 5

E. Tinjauan Pustaka

1. Jati Cina

Jati cina atau Cassia angustifolia Vahl merupakan tanaman yang tumbuh

subur di daerah tropis. Daun jati cina digunakan dalam pengobatan sejak dulu

sebagai pencahar dan mengandung bahan turunan antrakuinon dan glukosida.

Dalam dunia kedokteran, daun jati cina memiliki efek katarsis sehingga sangat

berguna untuk digunakan pada pengobatan konstipasi (Tripathy, 1999).

Cassia angustifolia Vahl memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus : Cassia

Spesies : Cassia angustifolia Vahl.

(Anonim, 2012)

Daun jati cina merupakan tanaman asli Afrika berupa semak dengan tinggi

1,5 m. Daun berwarna hijau sampai hijau kekuningan, berbentuk lonjong, bagian

pangkal dan ujung meruncing, tangkai agak membesar. Bunga kelopak 5 dengan

mahkota berwarna kuning. Buah segar berbentuk elips, panjang 4-7 cm, lebar 2
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 6

cm dan mengandung 6-10 biji (Mun’in & Hanani, 2011). Daun jati cina memiliki

kandungan utama senosida A dan senosida B. Selain itu, daun jati cina juga

mengandung antrakuinon antara lain aloe-emodin dan rein krisofanol. Belum

lama ini, dua naftalena glikosida juga telah diisolasi dari daun dan polong (Gupta,

2008). Flavonoid yang sudah diketahui dari tanaman ini adalah kaemferol,

kaempterin dan isorhamnetin. Jati cina juga mengandung beta sitosterol (0,33%)

(Singh et al, 1997). Daun jati cina sering dikenal sebagai zat pencahar. Jati cina

memiliki asam katartika, emodin, dan asam krisofanat (Cophra, 1933).

Daun jati cina juga mengandung diglikosida diantron dan

monoantrakuinon. Senosida A di dalam tubuh akan mengalami suatu reaksi

hidrolisis enzimatik dan reduksi oleh bakteri flora usus (Entamoeba coli) menjadi

rein antron. Rein antron merupakan suatu senyawa yang menginduksi sekresi air

dan mencegah reabsorbsi air dalam saluran pencernaan, sehingga dapat

digunakan dalam upaya penyembuhan konstipasi akut (Mun’in & Hanani, 2011).

Rein–9–antron yang terkandung dalam daun senna adalah metabolit yang

diproduksi oleh bakteri di usus besar, sehingga membuat daun jati cina memiliki

khasiat sebagai laksatif stimulan (Werner & Merz, 2007).

Uji toksisitas terhadap ekstrak daun jati cina pada tikus dan kelinci tidak

menunjukkan adanya efek toksisitas seperti kematian embrio, teratogenik,

maupun fetotoksik (Mengs et al, 1986). Penelitian lain terhadap ekstrak daun jati

cina dilakukan oleh Hietala et al (1987) dengan menggunakan fraksi berbeda dari

senna pada mencit, dan menunjukkan bahwa sennosida sebagai kandungan utama

dari jati cina memiliki nilai LD50 5000 mg/kg pada tikus dan mencit.
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 7

2. Sambung Nyawa

Sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr) adalah tanaman yang

banyak terdapat di Indonesia yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan

pengobatan misalnya untuk hipertensi, antiinflamasi, antiherpes virus simplex,

pencegahan reumatik, penyembuhan demam tinggi, kerusakan fungsi ginjal,

kanker kolon, hemorhoid, dan diabetes (Perry, 1980 cit. Hassan et al., 2010).

Sambung nyawa memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Asterales (Campanulatae)

Suku : Asteraceae (Compositae)

Marga : Gynura

Jenis : Gynura procumbens (Lour.) Merr.

(Backer & Van den Brink, 1965).

Tanaman sambung nyawa berbentuk perdu tegak bila masih muda dan

dapat merambat setelah cukup tua. Bila daunnya diremas akan mengeluarkan bau

aromatis. Batangnya segi empat beruas-ruas, panjang ruas dari pangkal sampai ke

ujung akan semakin pendek, ruas berwarna hijau dengan bercak ungu. Daun

sambung nyawa berupa daun tunggal bentuk elips memanjang atau bulat telur

terbalik tersebar, tepi daun bertoreh dan berambut halus. Tangkai daun panjang

½-3½ cm, helaian daun panjang 3 ½-12 ½ cm dan lebar 1-5 ½ cm. Helaian daun

bagian atas berwarna hijau dan bagian bawah berwarna hijau muda dan
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 8

mengkilat. Kedua permukaan daun berambut pendek. Tulang daun sambung

nyawa menyirip dan menonjol pada permukaan daun bagian bawah. Pada tiap

pangkal ruas terdapat tunas kecil berwarna hijau kekuningan. Tumbuhan ini

mempunyai bunga bongkol yang di dalamnya terdapat bunga tabung berwarna

kuning oranye coklat kemerahan dengan panjang 1-1 ½ cm dan berbau tidak

enak. Tiap tangkai daun dan helai daunnya mempunyai banyak sel kelenjar

minyak (Perry, 1980; Van Steenis, 1975; Backer & Van den Brink, 1965).

Daun tanaman sambung nyawa mengandung senyawa flavonoid, sterol tak

jenuh, triterpen, polifenol dan minyak atsiri (Pramono & Sudarto, 1985). Hasil

penelitian lain melaporkan bahwa daun sambung nyawa mengandung

senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid, triterpenoid, asam klorogenat, asam

kafeat, asam vanilat, asam para kumarat, dan asam p-hidroksi

benzoat (Suganda et al., 1988). Sedangkan hasil analisis kualitatif dengan metode

kromatografi lapis tipis yang dilakukan Sudarsono et al. (2002) mendeteksi

adanya sterol, triterpen, senyawa fenolik, polifenol, dan minyak atsiri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dalam fraksi polar etanol daun tanaman

sambung nyawa terdapat tiga flavonoid golongan flavon dan flavonol

(Sugiyanto et al., 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Idrus (2003)

menyebutkan bahwa sambung nyawa mengandung sterol, glikosida sterol,

kuersetin, kaempferol–3–O–neohesperidosida, kaempferol–3–glikosida,

kuersetin–3–O–ramnosil (1,6) galaktosida, kuersetin–3–O–ramnosil (1,6)

glukosida. Dari ekstrak etanol 95% diisolasi golongan senyawa flavonoid yang

diduga sebagai 3’, 4’, 7’-trihidroksiflavon dan kuersetin yang tersubstitusi pada
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 9

gugus hidroksil posisi 4’; serta asam fenolat yang diduga sebagai asam

klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam p-kumarat dan asam p-hidroksi

benzoat baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk glikosida dan ester

(Sugihartina et al, 1978 Cit Widyaningsih, 2010).

Daun sambung nyawa oleh sebagian masyarakat Indonesia digunakan

sebagai obat kanker kandungan, payudara dan kanker darah dengan memakan 3

lembar daun segar sehari selama 7 hari. Pengobatan tersebut dapat diperpanjang

selama 1-3 bulan tergantung dari keadaan penyakit (Meiyanto, 1996). Tumbuhan

ini dilaporkan dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit ginjal (Heyne,

1987). Daun sambung nyawa juga dapat dimanfaatkan sebagai antikoagulan,

mencairkan pembekuan darah, stimulasi sirkulasi, menghentikan pendarahan,

menghilangkan panas, membersihkan racun, khusus bagian daunnya dapat

digunakan untuk mengobati pembengkakan payudara, infeksi kerongkongan,

tidak datang haid, luka terpukul, dan melancarkan sirkulasi darah

(Wijayakusuma, 1992). Manfaat lain dari bagian daun tanaman ini dilaporkan

oleh Dalimartha (1999) dapat untuk mengatasi batu ginjal, radang mata, sakit

gigi, rematik sendi, perdarahan kandungan, kencing manis (diabetes mellitus),

darah tinggi (hipertensi), ganglion, kista, tumor, memar.

Penelitian uji toksisitas akut ekstrak metanolik daun sambung nyawa telah

dilakukan oleh Rosidah et al. (2009) pada tikus jantan dan betina, dan dari hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat efek toksik dan kematian yang

timbul dari pemejanan ekstrak metanolik daun sambung nyawa hingga dosis 5000
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 10

mg/kg. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa toksisitas akut ekstrak

metanolik daun sambung nyawa memiliki nilai LD50 lebih dari 5000 mg/kg.

3. Toksisitas dan Toksikologi

Toksisitas merupakan serangkaian kejadian yang dimulai dari pemejanan

zat toksik, dilanjutkan dengan distribusi, metabolisme, hingga terjadi interaksi

antara zat toksik tersebut dengan makromolekul seluler (biasanya berupa DNA

atau protein) dan berakhir dengan kemunculan tanda-tanda efek toksik.

Toksikologi diartikan sebagai studi tentang xenobiotika, ilmu tentang racun, dan

interaksi antara agen eksogen dengan sistem biologis. Pada perkembangannya,

toksikologi diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan racun atau sesuatu yang

menimbulkan efek berbahaya jika dipaparkan kepada makhluk hidup baik secara

disengaja maupun tidak disengaja (Hodgson, 2004).

Uji toksisitas merupakan salah satu bagian dari uji praklinik yang

dilakukan pada hewan uji. Hewan uji yang biasa digunakan adalah galur tertentu

dari mencit, tikus, kelinci, marmut, hamster atau anjing (Sukandar, 2004).

Penelitian toksisitas suatu senyawa yang dilakukan pada hewan uji merupakan

sumber data utama bagi evaluasi toksisitas. Hal ini dikarenakan penelitian

toksisitas menjelaskan berbagai efek akibat pemejanan zat toksik pada peringkat

dosis dengan waktu pemberian bervariasi, serta menunjukkan organ sasaran,

sistem yang berpengaruh atau toksisitas yang muncul (Lu, 1995).

Uji toksisitas terbagi menjadi dua yaitu akut dan kronis berdasarkan jenis

pemejanannya. Keduanya dibedakan berdasarkan lama dan kekerapan pemejanan


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 11

sebagai batas kurun waktu pemejanan terhadap makhluk hidup. Akut berarti

dilakukan pemejanan dengan dosis tertentu yang cukup tinggi dalam waktu

singkat, sedangkan kronis berarti pemejanan berulang dosis kecil dalam waktu

tertentu yang cukup lama (Donatus, 2001). Ketoksikan yang muncul dapat

berbeda pada uji toksisitas akut dan kronis dikarenakan terdapat perbedaan lama

pemejanan, dosis dan zat yang dipejankan tersebut dapat memberikan efek

berbeda pada subjek uji.

Mekanisme efek toksik sendiri dapat dibagi menjadi tiga. Mekanisme efek

toksik yaitu mekanisme aksi berdasar sifat dan tempat kejadian, berdasar

antaraksi antara racun dan tempat aksinya, dan berdasarkan penumpukan racun

dalam gudang penyimpanan tubuh (Donatus, 2001).

a. Mekanisme aksi berdasarkan sifat dan tempat kejadian dapat dibagi menjadi

2, yaitu mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Mekanisme luka intrasel

adalah luka sel yang diawali oleh aksi racun pada tempat aksinya di dalam

sel, sering disebut mekanisme langsung atau primer. Mekanisme luka

ekstrasel terjadi secara tidak langsung. Racun beraksi di luar lingkungan sel.

Mekanisme ini sering disebut mekanisme tak langsung atau sekunder.

b. Mekanisme aksi berdasarkan antaraksi racun dan tempat aksinya. Tempat

sasaran molekuler yang terlibat dalam induksi efek toksik antara lain yaitu

sisi aktif enzim atau reseptor pada molekul. Mekanisme aksi ini dibagi

menjadi 2, yaitu reversible dan irreversible.

c. Mekanisme aksi berdasarkan penumpukan racun dalam gudang penyimpanan

tubuh. Senyawa yang sangat lipofil di dalam tubuh akan disimpan dalam
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 12

gudang penyimpanan lemak dan dalam penyimpanan yang bersifat tak aktif,

namun senyawa tersebut akhirnya terlepas ke sirkulasi sistemik dan

meningkat kadarnya. Bila kadar tersebut melebihi KTM nya, maka akan

timbul efek toksik (Donatus, 2001).

Wujud efek toksik yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia,

fungsional, dan struktural. Namun tidak berarti bahwa wujud efek toksik bisa

sepenuhnya terpisah ke dalam tiga wujud tersebut. Sedangkan untuk sifat efek

toksik menurut Loomis (1978), secara umum terdapat dua jenis sifat efek toksik

yaitu reversible dan irreverseble.

Ciri khas sifat efek toksik yang reversible antara lain:

a. Jika kadar berupa zat beracun pada tempat aksi atau reseptornya telah habis,

maka reseptor atau tempat aksi tersebut akan kembali ke keadaan semula,

b. Efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal,

c. Toksisitas racun bergantung pada dosis serta kecepatan absorbsi, distribusi,

dan eliminasi zat beracun.

Sedangkan ciri khas efek toksik yang irreversible antara lain:

a. Kerusakan permanen.

b. Pemejanan berikutnya akan menimbulkan kerusakan yang sama sehingga

memungkinkan terjadinya akumulasi efek toksik.

c. Pemejanan dosis kecil dalam jangka panjang akan menimbulakn efek yang

sama efektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan dosis besar dalam

jangka waktu pendek.


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 13

Lu (1995) mengelompokkan berbagai jenis efek toksik menurut organ

sasaran, mekanisme kerja, atau ciri-cirinya sebagai berikut:

a. Efek lokal dan sistemik

Efek lokal menggambarkan kerusakan umum ketika toksikan bersentuhan

dengan bagian tubuh tertentu. Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan

terserap dan tersebar ke bagian lain tubuh.

b. Efek berpulih dan nirpulih

Efek toksik disebut berpulih (reversible) ketika efek itu dapat hilang dengan

sendirinya. Sebaliknya, efek-efek nirpulih (irreversible) akan menetap atau

justru bertambah parah setelah pemejanan toksikan dihentikan. Efek nirpulih

diantaranya karsinoma, mutasi, kerusakan syaraf, dan sirosis hati.

c. Efek segera dan tertunda

Efek segera adalah efek yang timbul segera setelah satu kali pemejanan. Efek

tertunda timbul beberapa waktu setelah pemejanan.

d. Efek morfologis, fungsional, dan biokimia

Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk luar dan mikroskopis

pada morfologi jaringan. Berbagai efek jenis ini, misalnya nekrosis dan

neoplasia, bersifat nirpulih dan berbahaya. Efek fungsional biasanya berupa

perubahan berpulih pada fungsi organ sasaran, misalnya organ hati dan

ginjal. Efek biokimiawi pada toksisitas rutin, diartikan sebagai efek toksik

yang tidak menyebabkan perubahan morfologi. Misalnya penghambatan

enzim tertentu akibat pemejanan suatu senyawa.


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 14

Menurut Donatus (2001), uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu

uji ketoksikan khas dan uji ketoksikan tak khas. Uji toksisitas khas adalah uji

toksisitas yang bertujuan untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas dari

suatu zat beracun pada berbagai macam hewan uji. Beberapa hal yang termasuk

dalam uji toksisitas khas antara lain uji potensiasi, uji karsinogenesis, uji

mutagenesis, uji teratogenik, reproduksi, kulit dan mata, serta perilaku.

Uji ketoksikan tak khas adalah uji yang dimaksudkan untuk mengevaluasi

secara keseluruhan atau spektrum efek toksik sesuatu senyawa pada aneka ragam

jenis hewan uji. Yang termasuk uji ketoksikan tak khas antara lain:

a. Uji toksisitas akut, yaitu uji ketoksikan yang dirancang untuk mengetahui

nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi oleh senyawa uji,

yang hasilnya akan diekstrapolasi pada manusia. Pengamatan dilakukan

selama 24, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari.

b. Uji ketoksikan subkronis atau subakut, yaitu uji ketoksikan suatu senyawa

yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu. Umumnya

dilakukan dengan menggunakan 3 dosis, selama 1-3 bulan dan menggunakan

dua spesies yang berbeda.

c. Uji ketoksikan kronis

pada dasarnya serupa dengan uji ketoksikan subkronis, digunakan hewan

rodent dan nirrodent selama 6 bulan atau lebih. Perbedaannya hanya terletak

pada lamanya pemberian atau pemejanan takaran dosis senyawa uji, masa

pengamatan dan pemeriksaan, serta tujuannya. Uji ini diperlukan jika obat

nantinya akan digunakan dalam waktu yang cukup panjang (Priyanto, 2009).
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 15

Uji toksisitas akut dilakukan dengan cara memberikan dosis tunggal

senyawa uji pada hewan uji (sekurang–kurangnya dua jenis hewan uji rodent dan

nirrodent, baik jantan maupun betina). Senyawa uji diberikan melalui jalur yang

akan digunakan oleh manusia atau jalur yang memungkinkan manusia terpejani

dengan senyawa itu. Biasanya pengamatan dilakukan selama 24 jam, lalu

diteruskan hingga 7–14 hari. Pengamatan meliputi gejala–gejala klinis, jumlah

hewan yang mati, dan histopatologi organ (Loomis, 1978).

Hodgson dan Levy (2000) menyatakan bahwa dalam uji toksisitas akut,

senyawa yang diberikan dapat diabsorbsi dengan cepat sehingga menghasilkan

efek toksik segera tetapi dapat juga menghasilkan efek toksik tertunda. Data

kuantitatif yang diperoleh dari uji toksisitas akut adalah LD50 atau dosis senyawa

uji yang dapat menimbulkan kematian setengah atau lebih dari jumlah hewan uji,

sedangkan data kualitatifnya berupa penampakan klinis dan morfologi efek toksik

senyawa uji.

Terdapat tiga metode konvensional yang umum digunakan untuk

menentukan LD50 yaitu dengan metode grafik Lithfield dan Wilcoxon, metode

kertas grafik probit logaritma Tainter-Miller, dan metode rata-rata bergerak

Thompson-Weil yang berdasarkan pada hubungan antara peringkat dosis dan

persen respon. Ketiga metode tersebut menekankan pada adanya kematian hewan

uji sebagai end point dalam menentukan LD50 (Barile, 2008). Selain metode

konvensional, terdapat metode uji ketoksikan akut OECD guideline for testing of

chemicals. Terdapat tiga metode uji ketoksikan akut OECD guideline for testing

of chemicals, yaitu OECD 420, OECD 423, dan OECD 425. Masing-masing
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 16

metode mempunyai karakteristik tersendiri dalam menentukan dosis letal median

LD50.

a. OECD guideline 420: acute oral toxicity-fixed dose method

Fixed dose method menggunakan fase pencarian kisaran terlebih dahulu

dengan menggunakan satu ekor hewan sebelum pemejanan lima ekor hewan

yang dipejani dengan dosis 5, 50, 300, atau 2000 mg/kg BB (dengan dosis

5000 mg/kg BB juga sebagai opsi) serta menggunakan bukti toksisitas

sebagai end point bukan hanya mortalitas.

b. OECD guideline 423: acute oral toxicity-acute toxic class method

Acute toxic class method menggunakan dosis yang berurutan pada tiga ekor

hewan dengan jenis kelamin yang sama pada dosis 5, 50, 300, atau 2000

mg/kg BB (dengan 5000 mg/kg BB juga sebagai opsi). Dosis awal dipilih

agar dapat menghasilkan mortalitas pada kelompok dosis yang terdiri dari

tiga ekor binatang dan ditetapkan menggunakan informasi yang relevan

tentang senyawa kimia tersebut atau senyawa kimia yang serupa.

Berdasarkan hasil dari kelompok dosis pertama, kelompok tambahan dipejani

pada dosis yang lebih tinggi atau rendah hingga tercapai tujuan studi.

c. OECD guideline 425: acute oral toxicity-up and down procedure

Prosedur up-and-down dimulai dengan pemberian dosis pada seekor hewan

uji dengan tingkat dosis yang diperkirakan tepat dibawah dosis yang

mematikan. Pemejanan dosis pada hewan uji berikutnya dilakukan 48 jam

kemudian dengan dosis yang ditingkatkan atau diturunkan sekian kali dosis

sebelumnya berdasar perhitungan logaritma dan slope (OECD, 2001).


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 17

Metode yang digunakan untuk uji toksisitas akut oral yaitu OECD 423.

Metode atau prosedur uji toksisitas akut pada OECD adalah prosedur yang

dilakukan secara bertahap dengan menggunakan tiga hewan uji pada setiap step.

Bergantung pada tingkat kematian dan kesakitan dari hewan uji, dua sampai

empat step mungkin diperlukan dalam menentukan toksisitas akut suatu senyawa.

Metode ini akan dapat mengklasifikasikan dan menentukan LD50 cut off, yaitu

rentang dosis senyawa uji yang dapat memberikan kematian pada setengah atau

lebih dari jumlah hewan uji (OECD, 2001).

Prinsip dasar dari uji ini adalah prosedur bertahap dengan menggunakan

jumlah hewan uji minimal pada stepnya. Senyawa uji akan dipejankan secara oral

pada dosis tertentu pada satu kelompok hewan uji. Ada atau tidaknya kematian

pada hewan uji pada satu dosis atau satu step tertentu akan menentukan langkah

selanjutnya. Metode ini pada prinsipnya tidak memberikan hasil yang benar–

benar presisi mengenai LD50 suatu senyawa, tetapi dapat mendeterminasikan

rentang dosis atau exposure dimana dapat menimbulkan kematian hewan uji

dalam jumlah banyak. Metode ini akan memberikan determinasi LD50 apabila ada

setidaknya dua harga dosis yang menghasilkan kematian lebih dari 0% dan

kurang dari 100% (OECD, 2001).


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 18

Potensi ketoksikan suatu senyawa uji dapat diperkirakan berdasarkan nilai

LD50. Pada pedoman pengujian senyawa kimia OECD 423, menetapkan nilai

LD50 mengikuti kategori GHS (Globally Harmonized System) yang tertera pada

tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Kategori GHS (Globally Harmonized System) untuk toksisitas akut (OECD, 2001)
Jumlah Dosis Jumlah Kriteria GHS (mg/kg BB) LD50 cut-off (mg/kg BB)
hewan uji (mg/kg Hewan
tiap langkah BB)
3 5 2-3* Kategori I (>0-5) 5
3 50 2-3* Kategori II (>25-50) 25-50
3 300 2-3* Kategori III (>50-300) 200-300
3 2000 2-3* Kategori IV 500 (jika 3*)
(>300-2000) 1.000 (Jika 2*)
2.000
3 2000 0-1* Kategori V 2.500 (jika 1*)
(>2.000-5.000) 5.000 (jika 0*)
(tidak terklasifikasikan)
3 5000 0* Kategori V 5.000 (jika 0*)
(tidak terklasifikasikan) (tidak terklasifikasikan)

Sedangkan pada penggolongan kriteria ketoksikan akut menurut Loomis

(1978) terdapat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Kategori toksik menurut T.A. Loomis

Kategori LD50
Luar biasa toksik 1 mg/kg atau kurang
Sangat toksik 1 – 50 mg/kg
Cukup toksik 50 – 500 mg/kg
Sedikit toksik 0,5 - 5 g/kg
Praktis tidak toksik 5 – 15 g/kg
Relatif kurang berbahaya >15 g/kg

4. Histopatologi organ

Pemeriksaan histopatologi yaitu usaha untuk menemukan dan

mendiagnosis penyakit berdasar hasil pemeriksaan jaringan yang meliputi

pemeriksaan makroskopik jaringan disertai seleksi sampel jaringan untuk

pengamatan smikroskopik. Jaringan berasal dari biopsi atau eksisi bedah yang
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 19

dimasukkan dalam larutan fiksasi (sebagian besar formaldehid) dan dikirim ke

laboratorium histopatologi (Underwood, 2000). Pemeriksaan histopatologi

memberikan informasi tentang organ sasaran senyawa kimia yang mengalami

kerusakan. Organ yang biasa diamati dalam pemeriksaan histopatologi pada

hewan uji setelah pemberian sediaan uji antara lain hati, ginjal, pankreas, jantung,

lambung, usus, dan paru-paru (Lu, 1995).

Senyawa kimia dan obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya adaptasi,

luka sel, dan kematian sel. Macam-macam luka sel atau perubahan yang dapat

terjadi pada organ akibat terpapar senyawa kimia antara lain:

a. Degenerasi hidropik (degenerasi vakuoler)

Degenerasi merupakan perubahan morfologi akibat luka yang non fatal

(tidak fatal). Perubahan jenis ini masih dapat pulih (reversible). Meskipun

sebab yang menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan

lama dan derajatnya berlebih, akhirnya mengakibatkan kematian sel

(nekrosis). Luka pada sel dan kematian sel merupakan kerusakan yang

berbeda dalam derajat kerusakannya (Anonim, 1978).

Salah satu bentuk degenerasi adalah degenerasi hidropik, yang

diakibatkan adanya gangguan metabolisme seperti hipoksia atau keracunan

bahan makanan. Perubahan yang terjadi berupa pembengkakan sel dengan

penimbunan lebih banyak air dan metabolit dalam vakuol yang terbentuk di

dalam sitoplasma (Atmojo, 1990; Underwood, 2000).


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 20

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang bersifat sistemik, kemudian

mengenai sel yang sehat sehingga mengakibatkan penumpukan metabolit

dalam jumlah berlebih. Infiltrasi intrasel pada umumnya berupa penumpukan

air, lemak, dan aneka ragam jenis inklusi. Penumpukan bahan padat di

intrasel dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan yang merupakan

respon morfologi dan bersifat timbal balik, namun memungkinkan untuk

menjadi tahap awal proses menuju kematian sel (nekrosis). Perbedaan antara

infiltrasi dan degenerasi yakni degenerasi timbul karena adanya luka,

selanjutnya mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan

lemak dalam sel, sedangkan infiltrasi muncul diawali dengan gangguan yang

menyebabkan luka pada sel, sehingga mengakibatkan penumpukan metabolit

(Anonim, 1978; Donatus, 2001).

c. Radang

Radang adalah proses reaksi tubuh lokal (di tempat pengaruh zat

bereaksi) berupa perubahan biokimiawi dan morfologi jaringan berpembuluh

darah. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan aktif tubuh dengan

membatasi kerusakan yang terjadi akibat suatu zat, netralisasi dan isolasi

pengaruh zat tersebut baik yang eksogen maupun endogen (Atmodjo, 1990).

Inflamasi yang terjadi dapat disebabkan karena kondisi stress, infeksi bakteri,

virus, parasit, dan bisa sebagai akibat langsung dari efek suatu xenobiotik

atau radiasi ion (Greaves et al., 2000).


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 21

d. Edema

Edema merupakan timbunan cairan secara berlebihan dalam jaringan

dan rongga-rongga tubuh yang dapat disebabkan oleh suatu agen penginfeksi

(Greaves et al., 2000). Pada gambaran makroskopiknya terlihat organ

membengkak, lunak, warna pucat, dan pada bidang sayatan keluar cairan.

Jika ditekan oleh jari maka akan berpindah ke jaringan sekitar. Gambaran

mikroskopis cairan edema akan hilang saat pembuatan preparat, serta akan

terlihat sisa protein yang tampak sebagai masa homogen eosinophilik, dan

terlihat sedikit eritrosit, leukosit, atau fibrin di sekitar masa tersebut (Smith &

Jones, 1961).

e. Hemorrhagi atau pendarahan

Hemorrhagi ditandai dengan keluarnya cairan dari pembuluh yang

pecah, baik ke luar tubuh maupun ke dalam jaringan tubuh. Pada gambaran

mikroskopik akan terlihat adanya eritrosit di luar pembuluh darah dan

sebagai titik merah pada permukaan organ. Keadaan ini juga mungkin terjadi

pada hewan yang dibunuh secara fisik misalnya dengan dislokasi leher

(Smith & Jones, 1961; Glaister, 1986).

f. Kongesti

Kongesti merupakan kenaikan jumlah pembuluh darah di dalam

pembuluh darah dengan gambaran makroskopik organ membengkak, warna

merah tua, dan bidang sayatan berdarah. Gambaran mikroskopik dari

kongesti berupa kapiler darah tampak melebar penuh terisi eritrosit (Smith &

Jones, 1961).
uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 22

Preparasi spesimen dapat dilakukan dengan dua metode yaitu fiksasi

kimiawi dan fiksasi potongan beku. Metode kimiawi dilakukan dengan merendam

jaringan pada larutan etanol untuk mengeluarkan cairan dari jaringan, kemudian

direndam dengan toluene lalu direndam dengan parafin. Blok parafin kemudian

diiris tipis dengan pisau mikrotom kemudian hasil irisan diletakkan dalam gelas

obyek untuk diwarnai. Metode fiksasi potongan beku dilakukan dengan

memotong jaringan yang sebelumnya dibuat dengan menggunakan alat pendingin

khusus cryostat dengan pisau mikrotom. Hasil irisan diletakkan pada gelas obyek

untuk diwarnai (Abbad, 2011).

Pewarnaan umumnya menggunakan pewarna kombinasi hematoksilin dan

eosin. Hematoksilin berfungsi untuk memberikan warna biru pada bagian nukleus

sel dan eosin berfungsi untuk memberikan warna merah muda pada bagian

sitoplasma serta bagian jaringan penghubung ekstraseluler (Abbad, 2011).

F. Landasan Teori

Penentuan nilai LD50 bertujuan untuk mendapatkan besarnya dosis tunggal

yang menghasilkan 50% kematian dari sekelompok hewan uji. Pada penelitian

sebelumnya, uji toksisitas akut ekstrak metanol daun sambung nyawa tidak

menimbulkan efek dan gejala toksik hingga dosis 5000 mg/kg. Selain itu, uji

toksisitas akut ekstrak etanolik daun jati cina memiliki toksisitas yang sangat

rendah dengan nilai LD50 5000 mg/kg.


uji toksisitas akut kombinasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour).
Merr
dan daun jati cina (Cassia angustifolia Vahl) pada tikus betina galur Wistar
MEGA NOVITA R
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 23

Uji toksisitas akut kombinasi ekstrak daun jati cina dan ekstrak daun

sambung nyawa perlu dilakukan untuk mendapatkan data LD50 sehingga

menunjukkan potensi ketoksikan yang terdapat dalam kombinasi kedua ekstrak

tersebut. Selain itu, akan dilakukan pengamatan terhadap gejala toksik dan

perubahan patologi organ hewan uji sehingga membuktikan bahwa kedua ekstrak

tersebut dapat dikonsumsi secara kombinasi sebagai antiobesitas dan tidak

menimbulkan efek toksik.

G. Hipotesis

Pemberian kombinasi ekstrak daun jati cina dan ekstrak daun sambung

nyawa diduga tidak menimbulkan kematian dan efek toksik yang berarti pada

tikus betina galur Wistar hingga dosis 5000 mg/kg, sehingga ketoksikan akut

kombinasi tersebut diduga masuk dalam kategori V yaitu >5000 mg/kgBB.

Anda mungkin juga menyukai