Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR

ACARA IV

REAKSI REDOKS

DISUSUN OLEH:

NAMA : NUR INTAN OKTAVIANI

NIM : G1AO19057

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2019
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Menentukan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
2. Waktu Praktikum
Jum’at, 18 Oktober 2019
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Elektrokimia adalah cabang kimia yang berkaitan dengan interkonversi energi
listrik dan energi kimia. Proses elektrokimia adalah reaksi redoks (reduksi oksidasi)
dimana dalam reaksi ini energi yang dilepaskan oleh reaksi spontan diubah menjadi
energi listrik atau dimana energi listrik digunakan untuk menyebabkan reaksi non
spontan terjadi. Dalam reaksi redoks, elektron ditransfer dari satu substansi ke substansi
lain. Hilangnya elektron oleh suatu elemen selama oksidasi ditandai dengan peningkatan
jumlah oksidasi elemen tersebut. Dalam reduksi, ada penurunan bilangan oksidasi yang
dihasilkan dari penguatan elektron oleh suatu unsur (Chang, 2011: 662 ).
Lintasan katabolik mencakup sejumlah reaksi oksidasi-reduksi, yaitu reaksi
dimana elektron dipindahkan dari suatu senyawa ke senyawa lainnya. Senyawa yang
kehilangan elektron dikatakan teroksidasi, dan senyawa yang mendapatkan elektron
dikatakan tereduksi. Elektron dapat dipindahkan sendirian (sebagai e-), sebagai bagain
dari atom hidrogen (H+ + e-), atau sebagai bagian dari ion hibrida, H- (H+ + 2e-).
Perpindahan elektron dalam bentuk salah satu tersebut dinamakansebagai ekuivalen
pereduksi (Poedjiadi, 1994 : 70).
Pada perkembangan konsep reaksi redoks, terdapat tiga konsep yaitu reaksi
redoks berdasarkan pengikatan pelepasan oksigen, berdasarkan pengikatan pelepasan
elektron, dan berdasarkan pada perubahan biloks. Konsep pengikatan pelepasan oksigen
masih memiliki kelemahan yaitu tidak bias menjelaskan reaksi redoks yang tidak
melibatkan oksigen, sehingga disempurnakan oleh konsep pengikatan dan pelepasan
elektron. Namun ternyata konsep pengikatan pelepasan elektron juga masih memiliki
kelemahan karena tidak bias menjelaskan reaksi redoks yang melibatkan senyawa
berikatan kovalen, sehingga munculah konsep yang universal dapat digunakan untuk
menjelaskan reaksi redoks yaitu menggunakan konsep perubahan biloks (Pratiwi, dkk.,
2014).
Oksidasi - reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu
senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan
oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami reaksi disproporsionansi atau
autoredoksi. Reaksi redoks berasal dari transfer langsung elektron dari donor ke akseptor.
Berbagai macam redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetric asalkan
kesetimbangan yang dicapai tiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Dan
diperlukan indicator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stoikiometri dengan
akurasi yang tinggi (Khopkar, 2010).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat Praktikum
a. Penjepit kayu
b. Pipet tetes
c. Pipet ukur
d. Rak tabung reaksi
e. Rubber bulb
f. Tabung reaksi
g. Waterbath
2. Bahan-Bahan Praktikum
a. Larutan CuSO4 (Tembaga (II) Sulfat) 0,5M
b. Larutan FeCl3 (Besi (III) Klorida) 0,1M
c. Larutan H2O2 (Hidrogen Peroksida) 0,1M
d. Larutan H2SO4 (Asamsulfat) 1M
e. Larutan kanji (Amilum) 1%
f. Larutan KI (KaliumIodida)
g. Larutan ZnSO4 (Seng (II) Sulfat) 0,5M
h. Padatan Cu (Tembaga)
i. Padatan Zn (Seng)

D. PROSEDUR KERJA
1. Reaksi antara larutan CuSO4 dengan logam Zn. Dimasukkan 2mL larutan CuSO4 ke
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan logam Zn ke dalam larutan
CuSO4,dicatat perubahan yang terjadi.
2. Reaksi antara ZnSO4 0,5M dengan larutan Cu. Dimasukkan 2 ml larutan ZnSO4 0,5M
ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan logam Cu ke dalam larutan tersebut,
kemudian diamati dan dicata tperubahan yang tejadi.
3. Reaksi disproporsionasi larutan H2O2 0,1M dengan padatan MnO2. Dimasukkan 10
tetes larutan H2O2 0,1M ke dalam tabung reaksi ditambahkan padatan MnO2 sebanyak
satu sendok batang pengaduk bubuk MnO2 kemudian diamati dan dicatat perubahan
yang terjadi.
4. Reaksi antara larutan H2O2, H2SO4, KI, dan amilum. Dimasukkan 5tetes larutan
H2O2 0,1 M ke dalam tabung reaksi, ditambahkan larutan H 2SO4 1M sebanyak 5 tetes,
10 tetes larutan KI 0,1M dan satu tetes amilum 1%, kemudian diamati dan dicatat
perubahan yang terjadi.
5. Reaksi antara larutanan FeCl3, H2SO4 ,KI, dan larutan kanji. Dimasukkan 5 tetes FeCl3
0,1 M kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 tetes H2SO4, dan ditambahkan 10 tetes
larutan KI 0,1M kemudian dipanaskan dan ditambahkan 1 tetes amilum 1%, diamati
dan dicatat perubahan yang terjadi.

E. HASIL PENGAMATAN

No Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan


1 Reaksi antara larutan CuSO4 dengan logam Zn
Dimasukkan 2 mL larutan CuSO 4 0,5 M ke  Warna awal CuSO4 adalah biru
dalam tabung reaksi muda.
+ logam Zn  Warna awal logam Zn adalah
silver.
 Warna campurannya adalah
biru muda. Terjadinya
perubahan warna pada Zn yaitu
menjadi warna hitam.
2 Reaksi antara larutan ZnSO4 dengan logam Cu
Dimasukkan 2 mL larutan ZnSO4 0,5 M ke  Warna awal ZnSO4 adalah
dalam tabung reaksi bening.
+ logam Cu  Warna awal logam Cu adalah
bening.
 Tidak ada perubahan warna
yang terjadi.
3 Reaksi antara H2O2 dengan MnO2
Dimasukkan 10 tetes H2O2 1 M ke dalam  Warna awal H2O2 adalah
tabung reaksi bening.
+bubuk MnO2 seujung batang pengaduk  Warna awal bubuk MnO2
adalah hitam.
 Warna campurannya adalah
hitam keabuan dan terdapat
endapan berwarna hitam.
4 Reaksi antara larutan H2O2, H2SO4, dan KI
Dimasukkan 5 tetes H2O2 1 M ke dalam  Warna awal H2O2 adalah
tabung reaksi bening.
+ 5 tetes H2SO4 1 M  Warna awal H2SO4 adalah
+ 10 tets KI 0,1 M bening
+ 1 tetes larutan amilum 1%  Warna awal KI adalah kuning.
 Warna awal larutan amilum
adalah putih keruh.
 Warna campurannya adalah
hitam dan tidak ada
pengendapan.
5 Reaksi antara FeCl3, H2SO4, dan KI
Dimasukkan 5 tetes FeCl3 0,1 M ke dalam  Warna awal FeCl3 adalah
tabung reaksi kuning.
+ 10 tetes H2SO4 1 M  Warna campuran FeCl3, H2SO4,
+ 10 tetes KI 0,1 M dan KI adalah oranye/kuning
Dipanaskan kecoklatan.
+ 1 tetes larutan amilum 1%  Warna setelah dipanaskan
menjadi kuning pekat.
 Setelah ditambah amilum
warnanya menjadi hitam.

F. ANALISIS DATA
1. Reaksi antara larutan CuSO4 dengan logam Zn
CuSO4(aq) + Zn(s) ZnSO (aq) + Cu(s)
+2 +6 -4 0 +2 +6 -2 0
Oksidasi (+2)

Reduksi (-2)

2. Reaksi antara larutan ZnSO4 dengan logam Cu


ZnSO4(aq) + Cu(s)

3. Reaksi disproporsionansi antara H2O2 dengan MnO2


MnO2
2H2O2(aq) O2(g) + 2H2O(ι)
+2 -1 0 +1 -2

Oksidasi (+1)

Reduksi (-1)

4. Reaksi antara larutan H2O2, H2SO4, dan KI


H2so4(aq)
2H2O2(aq) + 2KI(aq) 2K+(aq) + I2(s) + 2H2O(ι)
+2 -1 +1-1 +1 0 +1 -2

Reduksi (-1)

Oksidasi (+1)

5. Reaksi antara larutan FeCl3, KI, dan H2SO4


H2SO4(aq)
2FeCl3(aq) + 6KI(aq) 2Fe2+(aq) + 3I2(g) + 6KCl(aq)
+3 -1 -
+1 1 +2 0 +1 -1
Reduksi (-1)
Oksidasi (+1)

G. PEMBAHASAN
Reaksi redoks adalah reaksi kimia yang menyebabkan adanya perubahan
bilangan oksidasi pada suatu unsur, maupun molekul. Selain ditandai dengan perubahan
bilangan oksidasi, Reaksi ini juga ditandai dengan penambahan atau pengurangan
oksigen dalam suatu molekul. Reaksi redoks terjadi akibat adanya reaksi reduksi dan
oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi yang terjadi penurunan bilangan oksidasi melalui
penangkapan elektron atau pelepasan oksigen pada suatu molekul, atom, maupun ion.
Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi peningkatan bilangan oksidasi
melalui pelepasan elektron atau penambahan oksigen pada suatu molekul, atom, maupun
ion. Dalam reaksi redoks dikenal juga reaksi autoredoks atau bisa disebut pula reaksi
disproporsionasi, yaitu reaksi dimana suatu zat dapat mengalami reaksi reduksi dan
oksidasi atau memiliki oksidator dan reduktor berupa zat yang sama.
Deret elektrokimia atau deret Volta adalah urutan logam-logam (ditambah
hidrogen) berdasarkan kenaikan potensial elektrode standarnya. Deret volta sebagai
berikut.
Li – K – Ba – Sr – Ca – Na – Mg – Al – Mn – (H 2O) – Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni – Sn
– Pb – H – Sb – Bi – Cu – Hg – Ag – Pt – Au.
Pada Deret Volta, unsur logam dengan potensial elektrode lebih negatif ditempatkan di
bagian kiri, sedangkan unsur dengan potensial elektrode yang lebih positif ditempatkan di
bagian kanan. Semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret tersebut, maka
semakin reaktif (semakin mudah melepas elektron) dan memiliki reduktor yang semakin
kuat (semakin mudah mengalami oksidasi). Selain itu, logam sebelah kiri dapat
mendesak atau mereduksi logam sebelah kanan sehingga reaksi dapat berlangsung
(spontan). Sebaliknya, semakin ke kanan kedudukan suatu logam dalam deret tersebut,
maka logam tersebut semakin kurang reaktif (semakin sulit melepas electron dan
memiliki oksidator yang semakin kuat (semakin mudah mengalami reduksi). Selain itu,
logam sebelah kanan tidak dapat mendesak atau mengoksidasi logam sebelah kiri
sehingga reaksi tidak dapat berlangsung (tidak spontan).
Pada percobaan pertama, yaitu antara larutan CuSO 4 dengan logam Zn dapat
bereaksi sehingga mengubah warna larutan yang semula berwarna biru muda menjadi
biru tua dengan endapan berwarna hitam di bagian tengahnya. Saat logam Zn bereaksi
dengan larutan CuSO4, logam Zn akan teroksidasi menjadi logam Cu dan logam Cu
dalam larutan CuSO4 tereduksi menjadi ZnSO4. Dalam deret volta, logam Zn berada di
sebelah kiri logam Cu sehingga reaksi dapat terjadi dan menyebabkan perubahan warna,
tabung reaksi terasa hangat serta adanya sedikit gelembung pada tabung reaksi. Logam
Zn memiliki sifat yang lebih reaktif jika dibandingkan dengan Cu, sehingga mudah
melepas elektron dan mengalami reaksi oksidasi. Sedangkan logam Cu mengalami reaksi
reduksi dan sulit melepaskan electron. Pada saat reaksi terjadi dihasilkan juga
gelembung-gelembung disekitaran lempeng tersebut dan endapan berwarna hitam.
Endapan hitam terbentuk karena percobaan dilakukan dalam waktu yang cukup lama,
lempengan mencair dan menjadi endapan dalam tabung reaksi.
Percobaan kedua yaitu reaksi antara logam Cu dicampur dengan larutan
ZnSO4, dimana hasil yang didapatkan bahwa warna awal sama dengan warna akhirnya,
sesuai dengan persamaan reaksi berikut.
ZnSO4(aq) + Cu(s) (tidak bereaksi)
Reaksi antara larutan ZnSO4 dan logam Cu tidak menunjukkan adanya perubahan
apapun, baik pada lempeng tembaga maupun pada larutan ZnSO4. Hal ini menunjukkan
bahwa reaksi yang terjadi pada larutan ZnSO4 merupakan reaksi inert. Pada reaksi in
diperlukan energi dari luar supaya dapat terjadi reaksi. Berdasarkan deret volta, logam Cu
berada di sebelah kanan logam Zn sehingga tidak terjadi reaksi. Semakin ke kanan
kedudukan suatu logam dalam deret tersebut, maka logam tersebut semakin kurang
reaktif (semakin sulit melepas electron dan memiliki oksidator yang semakin kuat
(semakin mudah mengalami reduksi). Selain itu, logam sebelah kanan tidak dapat
mendesak atau mengoksidasi logam sebelah kiri sehingga reaksi tidak dapat berlangsung
(tidak spontan).
Percobaan ketiga yaitu antara larutan H2O2 dengan bubuk MnO2. Pada
percobaan ini terjadi reaksi disproporsionansi. Reaksi disproporsionansi merupakan
reaksi dimana zat mengalami reaksi reduksi dan oksidasi sekaligus. Dalam reaksi ini
larutan H2O2 mengalami reaksi diproporsionansi, dengan nilai oksidasi +1 dan nilai
reduksi -1. Larutan H2O2 awalnya berwarna bening, sedangkan bubuk MnO2 warna
awalnya adalah hitam. Pada reaksi ini bubuk MnO 2 bertindak sebagai katalis ( yang
mempercepat suatu raksi). Sehingga saat kedua bahan dicampurkan makan reaksi
langsung terjadi dengan menghasilkan gelembung-gelembung di dalam tabung reaksi.
Untuk percobaan ke empat, direaksikan H2O2 dengan KI. Sedangkan H2SO4
bertindak sebagai katalis yang akan mempercepar suatu reaksi tanpa ikut bereaksi.
Larutan kanji bertindak sebagai indikator ketika larutan H 2O2 dicampurkan dengan
larutan H2SO4 warna larutan tersebut tidak berubah. Penambahan H 2SO4 berfungsi untuk
memberikan muatan asam supaya tidak terjadi reaksi antara H 2O2 dengan KI menjadi I2.
Kemudian larutan tersebut ditambahkan amilum, larutan berubah menjadi warna hitam
yang menunjukkan bahwa adanya iodium (I) dalam produk.
Pada percobaan kelima yaitu larutan FeCl3, KI, dan H2SO4 serta larutan
kanji sebagai indikator. Ketika FeCl3 dicampurkan dengan H2SO4 tidak terjadi perubahan
warna karena H2SO4 hanya bertindak sebagai katalis, kemudian larutan tersebut
ditambahkan larutan KI dan berubah menjadi orange atau kuning kecoklatan karena KI
teroksidasi menjadi I2. Setelah itu, larutan dipanaskan sebentar untuk mempercepat reaksi
karena kenaikan suhu dapat mempercepat tumbukan pertikel sehingga dapat
mempercepat pemakaian energi aktivasi. Setelah itu, ditambahkan amilum dan terjadi
perubahan warna menjadi hitam. Hal ini menunjukkan adanya I dalam reaksi berfungsi
sebagai indikator adanya amilum. Reaksi oksidasi di alam oleh iodium karena bilangan
oksidasinya bertambah dai -1 menjadi 0. Sedangkan reaksi reduki di alam dari I 2 karena
biloksnya berkurang dari +3 menjadi +2.

H. KESIMPULAN
Dari rangkaian percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
reaksi redoks adalah reaksi yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi. Pada
reaksi redoks terdapat dua reaksi, yaitu reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi oksidasi dapat
terjadi apabila bilangn-bilangan oksidasinya bertambah. Bilangan oksidasi merupakan
muatan yang dimiliki suatu atom jika seandainya elektron diberikan kepada atom yang
lain yang keelektronegatifannya lebih kecil dan negatif. Sedangkan atom yang
kelektronegatifannya lebih besar memiliki bilangan oksidasi positif.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, R, 2010, Kimia Dasar, Jakarta, Erlangga.

Khopkar, S, M., 2010, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta, Erlangga.

Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, Universita Indonesia, Jakarta.

Pratiwi, Y, Tri, R., Mohammad, M., 2014, Pelaksanaan Model Pembelajaran problem
Based Learning (PBL) pada Materi Redoks, Vol. 3, No. 3, Hal. 40-49.

Anda mungkin juga menyukai