Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat
lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain tersebut
mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan (Ganiswara,
2000).

Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka mungkin
terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau memperlemah,
memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat harus lebih diperhatikan,
karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan tingkat
kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat keparahan kasus
terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).

Kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi diperkirakan berkisar antara 2,2% sampai
30% dalam penelitian pasien rawat inap di rumah sakit, dan berkisar antara 9,2% sampai 70,3%
pada pasien di masyarakat. Kemungkinan tersebut sampai 11,1% pasien yang benar-benar
mengalami gejala yang diakibatkan oleh interaksi obat (Fradgley, 2003). Penyakit Diabetes
Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun dengan komplikasi yang baru terlihat lima belas
atau dua puluh tahun kemudian. Penyakit gula sering pula berlangsung ta npa keluhan atau gejala
sampai kemudian menampakkan diri dalam bentuk kerusakan pada organ-organ tubuh (misal,
jantung, pembuluh darah, ginjal, saraf, otak, mata, kulit) (Hartono, 1995).

Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang akibat peningkatan


kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Prevalensi DM tipe 2 pada
bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas
untuk membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan
diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar
6% (Suyono, 2005a).

Menurut Lestari (2006), kasus interaksi antara obat anti DM dengan obat anti DM lain
yang paling sering terjadi adalah interaksi antara golongan biguanid dengan golongan
sulfonilurea yaitu sebesar 6,67%, dan kasus interaksi antara obat anti DM dengan obat lain yang
paling sering terjadi adalah interaksi antara kelompok obat anti DM dengan furosemid sebesar
28,33 % serta interaksi antara golongan sulfonilurea dengan ranitidin sebesar 28,33 %.
Mengingat risiko terjadinya interaksi obat pada pasien DM dari penelitian yang sudah ada, maka
tinjauan interaksi obat terhadap pasien DM sangat penting untuk mengurangi terjadinya DRP
(Drug Related Problem), sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya efek yang tidak
dikehendaki.

Berpijak pada gambaran di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang interaksi obat pada pasien DM di Rumah Sakit Daerah Sunan Kalijaga Demak
disebabkan masih adanya kasus DM setiap bulan pada tahun 2006, tetapi jumlah kasus DM di
Instalasi Rawat Inap pada RSD Sunan Kalijaga Demak lebih sedikit dibandingkan jumlah kasus
penyakit demam tifoid yang menduduki peringkat pertama pada tahun 2006. Hal tersebut dapat
ditunjukkan oleh data jumlah pasien DM dengan rata-rata pada setiap bulannya dalam tahun
2006 adalah 5 pasien DM.

PEMBAHASAN

Farmakokinetik

Farmakokinetik adalah pengkajian kuantitatif mengenai proses penyerapan, distribusi,


metabolisme, dan eksresi obat dan metabolitnya. Secara singkat farmakokinetik menjelaskan apa
yang dilakukan tubuh terhadap suatu obat. Farmakodinamik adalah pengkajian kuantitatif
mengenai respon tubuh terhadap suatu obat. Atau dengan kata lain farmakodinamik menjelaskan
apa yang obat lakukan terhadap tubuh. (Cyntia Ratnadi dr Ida Bagus Gde Sujana, 2017)

Farmakokinetik menentukan konsentrasi obat dalam plasma dan konsentrasiobat pada


tempat kerjanya. Variabilitas farmakokinetik merupakan salah satu penyebabperbedaan respon
obat antar pasien.Hal tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan metabolisme secara genetik,
interaksi dengan obat lain, atau adanya penyakit pada hati, ginjal, dan organ metabolisme
lainnya.

Prinsip dasar farmakokinetik adalah penyerapan, metabolisme, distribusi, dan eliminasi.


Proses ini adalah proses dasaruntuk semua obat. Proses ini bisa dijelaskan secara fisiologis atau
secara matematika, dimana semuanya memiliki tujuan tertentu. Penjelasan secara fisiologis dapat
memperkirakan bagaimana perubahan pada fungsi organ akan mempengaruhi disposisi obat.
Sedangkan penjelasan secara matematika dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi obat
dalam darah atau jaringan.

Distribusi

Setelah masuk ke dalam tubuh, obat akan bercampur dengan jaringan tubuh dan langsung
mengalami dilusi dari konsentrasi saat injeksi menjadi konsentrasi yang lebih cairsaat di dalam
plasma dan jaringan. Distribusi awal ini (dalam 1 menit) setelah injeksi bolus diperkirakan
terjadi di dalam kompartemen sentral(Gambar 2-6). Kompartemen sentralsecara fisik terdiri dari
bagian tubuh yang mendilusikan obat dalam menit pertama setelah injeksi: volume darahvena
lengan, volume pembuluh darah besar, jantung, paru, aorta bagian atas, dan bagian tubuh lain
yang menyerap obat padafirst passagehingga ke paru. Sebagian besar dari volume ini berada
dalam jumlah tetap, tetapi obat yang larut dalam lemak akan banyak diserap pada first passage
hingga paru. Hal ini akan mengurangi konsentrasinya dalam arteri dan meningkatkan ukuran
kompartemen sentral. Sebagai contoh, first-pass pulmonary uptake dari dosis awal lidocaine,
propanolol, meperidine, fentanyl, sufentanil, dan alfentanil melebihi 65% dari dosis.

Tubuh adalah ruang kompleks, dan pencampuran adalah proses yang terus berlangsung.
Sesuai definisi, kompartemen sentral adalah pencampuran dengan sebagian kecil dari volume
darah dan jaringan paru. Beberapa menit kemudian, obat akan bercampur sepenuhnya dengan
seluruh volume darah. Namun, akan memerlukan waktu beberapa jam hingga hari hingga obat
bercampur sepenuhnya dengan jaringan tubuh karena beberapa jaringan memiliki perfusi yang
sangat rendah.
Gambar 1 Volume sentral adalah volume yang paling awal bercampur dengan obat intravena

yang diinjeksikan.

Dalam proses pencampuran, suatu molekul tertarik ke molekul lain, dengan beberapa
lokasi ikatan spesifik. Obat yang polar akan tertarik oleh air, dimana molekul air yang polar akan
mencapai bentuk rendah energi dengan berasosiasi dengan bagian molekul yang bermuatan. Obat
yang tidak polar memiliki afinitas yang tinggi terhadap lemak, dimana ikatan van der Waals
memberikan beberapa lokasi ikatan yang lemah. Banyak obat anestesi yang larut dalam lemak
dan kurang larut dalam air. Solubilitas yang tinggi dalam lemak berarti molekul akan memiliki
volume distribusi yang besar karena akan cenderung dibawa oleh lemak, dan konsentrasi dalam
plasma akan berkurang. Sebagai contohyakni propofol yang sulit dipisahkan dari lemak.
Kapasitas lemak tubuh untuk mengikat propofol sangat besar dan dalam beberapa studi
disebutkan volume distribusi propofol sebanyak 5.000 L. Namun tentu saja tidak ada yang
memiliki total volume 5.000 L. Penting untuk diketahui bahwa 5.000 L tersebut adalah jumlah
plasma imajiner yang diperlukan untuk melarutkan dosis awal propofol. Karena propofol bersifat
larut lemak, propofol dalam jumlah besar larut dalam jaringan lemak tubuh dan konsentrasi yang
terukur dalam darah akan rendah. Setelah injeksi bolus, obat akan masuk terutama ke dalam
jaringan yang menerima aliran darah arteri dalam jumlah besar: otak, jantung, ginjal, dan hati.
Jaringan ini sering disebut the vessel rich group. Aliran darah yang cepat memastikan
konsentrasi pada jaringan ini meningkat dengan cepat untuk menyeimbangkan dengan darah
arteri. Namun, untuk obat yang larut dalam lemak, kapasitas lemak untuk mengikat obat
melebihi kapasitas jaringan yang memiliki perfusi tinggi. Awalnya, kompartemen lemakhampir
tidak terlihat karena suplai darah ke lemak cukup terbatas. Namun seiring waktu, lemak secara
perlahan menyerap obat, dan akan menyitanya dari jaringan dengan perfusi tinggi. Redistribusi
obat dari jaringan dengan perfusi tinggi ke lemak merupakan bagian substansial yang berperan
dalam efek obat berlebih setelah bolus pada obat anestesia intravena atau opioid yang larut lemak
(e.g., fentanyl). Otot merupakan perantara dalam proses ini, dimana otot memiliki aliran darah
yang menengah, antara jaringan perfusi tinggi dengan lemak.

Ikatan Protein

Sebagian besar obat berikatan dengan protein plasma hingga tingkat tertentu, terutama
albumin, α1-acid glycoprotein, dan lipoprotein. Obat yang bersifat asam utamanya berikatan
dengan albumin, sedangkan obat yang bersifat basa berikatan dengan α1-acid glycoprotein.
Ikatan protein mempengaruhi baik distribusi obat (karena hanya fraksi yang bebas atau tidak
berikatan yang bisa melewati membran sel) dan efek obat, yang kembali lagi karena fraksi
bebaslah yang menentukan konsentrasi obat yang berikatan pada reseptor.

Tingkat ikatan protein sebanding dengan solubilitas obat terhadap lipid. Hal ini karena
obat yang hidrofobik lebih mudah berikatan dengan protein plasma dan lipid lemak. Untuk obat
anestesi intravena, yang cenderung cukup poten, jumlah lokasi ikatan proteindi dalam plasma
jauh melebihi jumlah lokasi yang benar-benar berikatan. Sehingga fraksi yang berikatan tidak
tergantung pada konsentrasi obat anestesi dan hanya bergantung pada konsentrasi protein.

Ikatan obat dengan albumin plasma bersifat non selektif, dan obat dengan karakteristik
psikokemikal yang mirip, dapat berkompetisi satu sama lain dan dengan zat endogen untuk
berikatan dengan protein. Sebagai contoh, sulfonamid bisa menggeser bilirubin yang tidak
terkonjugasi dari ikatannya dengan albumin, sehingga berisiko terjadi bilirubin ensefalopati pada
neonatus. Usia, penyakit hati, gagal ginjal, dan kehamilan menyebabkan penurunan konsentrasi
plasma protein. Perubaan pada ikatan protein penting pada obat yang memiliki ikatan protein
yang tinggi (>90%). Pada obat tersebut, fraksi bebas berubah menjadi proporsi yang terbalik
dengan perubahan pada konsentrasi protein. Jika fraksi bebas pada keadaan normal 2%, maka
pada pasien dengan penurunan protein plasma sebanyak 50%, fraksi bebas akan meningkat
sebanyak 100% menjadi 4%.

Secara teori, peningkatan fraksi bebas obat dapat meningkatkan efek farmakologi obat,
tetapi dalam prakteknya masih diragukan apakah terjadi perubahan efek farmakologi. Alasannya
adalah karena fraksi yang tidak berikatan akan mengalami penyeimbangan di seluruh tubuh,
termasuk pada reseptor. Protein plasma hanya sebagian kecil dari total tempat berikatan obat di
dalam tubuh. Karena konsentrasi obat bebas di plasma dan jaringan menggambarkan bagian dari
seluruh binding sites, tidak hanya binding sites plasma, konsentrasi obat bebas yang
sesungguhnya yang mendorong atau menarik obat dari reseptor berubah hanya sedikit dengan
adanya perubahan pada konsentrasi protein plasma.

Metabolisme
Metabolisme mengubah obat larut lemak yang aktif secara farmakologis menjadi larut air
dan tidak aktif secara farmakologis. Namun hal ini tidak selalu terjadi. Sebagai contoh, diazepam
dan propanolol bisa dimetabolisme menjadi senyawa aktif. Morphine-6-glucoronide, yang
merupakan metabolit morfin, merupakan opioid yang lebih poten dibandingkan morfin itu
sendiri. Dalam beberapa contoh, senyawa induk inaktif (prodrug) dimetabolisme menjadi obat
aktif. Hal ini terjadi pada kodein, yang merupakan opioid lemah. Kodein dimetabolisme menjadi
morfin, yang kemudian berperan dalam efek analgesik dari kodein.

Jalur Metabolisme

Empat jalur dasar metabolisme adalah (a) oksidasi, (b) reduksi, (c) hidrolisis, (d)
konjugasi. Secara tradisional, metabolisme dibagi menjadi reaksi fase I dan fase II. Reaksi fase I
meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang meningkatkan polaritas obat dan menyiapkannya
untuk reaksi fase II. Reaksi fase II adalah konjugasi yang mengikatkan obat atau metabolitnya
secara kovalen dengan molekul polar (karbohidrat atau asam amino), yang menyebabkan
konjugat tersebut lebih laruh air untuk nantinya diekskresi. Enzim hepatik mikrosomal berperan
dalam hampir sebagian besar metabolisme obat. Lokasi metabolisme obat lain adalah plasma
(Hofmann elimination, hidrolisis ester), paru, ginjal, dan saluran gastrointestinal, serta plasenta
(esterase jaringan).

Enzim hepatik mikrosomal, yang berperan dalam sebagian besar metabolisme obat,
terletak di dalam smoothendoplasmic reticulum dari hati. Enzim ini juga terdapat dalam ginjal,
saluran penernaan, dan korteks adrenal. Mikrosom adalah struktur seperti vesikel yang terbentuk
dari potongan endoplasmik retikulum saat sel terhomogenasi. Dan enzim mikrosomal adalah
enzim yang terkonsentrasi pada struktur tersebut.

Farmakodinamik

Farmakodinamik (PD) adalah studi tentang efek biokimia dan fisiologis obat (terutama
obat-obatan farmasi). Efeknya dapat termasuk yang dimanifestasikan dalam hewan (termasuk
manusia), mikroorganisme, atau kombinasi organisme (misalnya, infeksi).

Farmakodinamik dan farmakokinetik adalah cabang utama farmakologi, dengan


sendirinya menjadi topik biologi yang tertarik dalam studi interaksi antara zat kimia endogen dan
eksogen dengan organisme hidup.
Secara khusus, farmakodinamik adalah studi tentang bagaimana suatu obat
mempengaruhi suatu organisme, sedangkan farmakokinetik adalah studi tentang bagaimana
organisme mempengaruhi obat tersebut. Keduanya secara bersama-sama memengaruhi dosis,
manfaat, dan efek samping. Farmakodinamik kadang disingkat sebagai PD dan farmakokinetik
sebagai PK, terutama dalam referensi gabungan (misalnya, ketika berbicara tentang model PK /
PD).

Farmakodinamik memberi penekanan khusus pada hubungan dosis-respons, yaitu


hubungan antara konsentrasi dan efek obat. Salah satu contoh yang dominan adalah interaksi
reseptor obat sebagaimana dimodelkan oleh di mana L, R, dan LR masing-masing mewakili
konsentrasi kompleks ligan (obat), reseptor, dan reseptor ligan. Persamaan ini merupakan model
dinamika reaksi yang disederhanakan yang dapat dipelajari secara matematis melalui alat-alat
seperti peta energi bebas.

Definisi IUPAC

Farmakodinamik: Studi tindakan farmakologis pada sistem kehidupan, termasuk reaksi


dengan dan mengikat konstituen sel, dan konsekuensi biokimia dan fisiologis dari tindakan ini.

Mayoritas obat juga

Meniru atau menghambat proses fisiologis / biokimia normal atau menghambat proses
patologis pada hewan atau menghambat proses vital endo- atau ektoparasit dan organisme
mikrob.

Ada 7 aktivitas obat utama:

· merangsang tindakan melalui agonisme reseptor langsung dan efek hilir


· tindakan menekan melalui agonis reseptor langsung dan efek hilir (mis .: agonis
terbalik)
· tindakan memblokir / antagonis (seperti dengan antagonis diam), obat mengikat
reseptor tetapi tidak mengaktifkannya
· aksi stabilisasi, obat tampaknya tidak bertindak sebagai stimulan atau sebagai
depresan (mis .: beberapa obat memiliki aktivitas reseptor yang memungkinkan
mereka untuk menstabilkan aktivasi reseptor umum, seperti buprenorfin pada
individu yang tergantung opioid atau aripiprazole pada skizofrenia, semua
tergantung pada dosisnya). dan penerima)
· bertukar / mengganti zat atau mengakumulasinya untuk membentuk cadangan
(mis .: penyimpanan glikogen)
· reaksi kimia bermanfaat langsung seperti dalam pembersihan radikal bebas
· reaksi kimia berbahaya langsung yang dapat menyebabkan kerusakan atau
kerusakan sel, melalui kerusakan yang disebabkan oleh racun atau mematikan
(sitotoksisitas atau iritasi)

Aktivitas yang diinginkan

Aktivitas obat yang diinginkan terutama karena keberhasilan penargetan salah satu dari
berikut ini:

· Gangguan membran sel


· Reaksi kimia dengan efek hilir
· Interaksi dengan protein enzim
· Interaksi dengan protein struktural
· Interaksi dengan protein pembawa
· Interaksi dengan saluran ion
· Ikatan ligan dengan reseptor:
· Reseptor hormon
· Reseptor neuromodulator
· Reseptor neurotransmitter

Anestesi umum dulunya dianggap bekerja dengan cara merusak membran saraf, sehingga
mengubah masuknya Na +. Antasida dan agen chelating bergabung secara kimiawi dalam tubuh.
Ikatan enzim-substrat adalah cara untuk mengubah produksi atau metabolisme bahan kimia
endogen utama, misalnya aspirin secara ireversibel menghambat enzim prostaglandin sintetase
(siklooksigenase) sehingga mencegah respons peradangan. Colchicine, obat untuk gout,
mengganggu fungsi tubulin protein struktural, sementara Digitalis, obat yang masih digunakan
pada gagal jantung, menghambat aktivitas molekul pembawa, pompa Na-K-ATPase. Kelas obat
terluas bertindak sebagai ligan yang berikatan dengan reseptor yang menentukan efek seluler.
Setelah pengikatan obat, reseptor dapat memperoleh tindakan normal mereka (agonis), tindakan
diblokir (antagonis), atau bahkan tindakan yang berlawanan dengan normal (agonis terbalik).
Pada prinsipnya, seorang farmakologis akan bertujuan untuk target konsentrasi plasma obat
untuk tingkat respons yang diinginkan.

Pada kenyataannya, ada banyak faktor yang mempengaruhi tujuan ini. Faktor
farmakokinetik menentukan konsentrasi puncak, dan konsentrasi tidak dapat dipertahankan
dengan konsistensi absolut karena kerusakan metabolisme dan pembersihan ekskretoris.

Faktor genetik mungkin ada yang akan mengubah metabolisme atau tindakan obat itu
sendiri, dan status langsung pasien juga dapat mempengaruhi dosis yang ditunjukkan.

Efek yang tidak diinginkan dari suatu obat termasuk:

· Peningkatan kemungkinan mutasi sel (aktivitas karsinogenik)


· Berbagai macam tindakan simultan yang mungkin merusak
· Interaksi (aditif, multiplikatif, atau metabolik)
· Kerusakan fisiologis yang diinduksi, atau kondisi kronis abnormal

Jendela terapi

Jendela terapeutik adalah jumlah obat antara jumlah yang memberikan efek (dosis
efektif) dan jumlah yang memberikan efek samping lebih banyak daripada efek yang diinginkan.
Misalnya, obat-obatan dengan jendela farmasi kecil harus diberikan dengan hati-hati dan
terkontrol, mis. dengan sering mengukur konsentrasi darah obat, karena dengan mudah
kehilangan efek atau memberikan efek samping.

Durasi tindakan

Durasi kerja suatu obat adalah lamanya waktu obat tersebut efektif. [3] Durasi kerja
adalah fungsi dari beberapa parameter termasuk waktu paruh plasma, waktu untuk
menyeimbangkan antara plasma dan kompartemen target, dan tingkat mematikan obat dari target
biologisnya.
Pengikatan dan efek reseptor

Ikatan ligan (obat) pada reseptor diatur oleh hukum aksi massa yang menghubungkan
status skala besar dengan laju berbagai proses molekuler. Tingkat pembentukan dan un-formasi
dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi kesetimbangan reseptor terikat. Konstanta
disosiasi kesetimbangan didefinisikan oleh:

Ungkapan ini adalah salah satu cara untuk mempertimbangkan efek obat, di mana
responsnya terkait dengan fraksi reseptor terikat (lihat: Persamaan Hill). Fraksi reseptor terikat
dikenal sebagai hunian. Hubungan antara hunian dan respons farmakologis biasanya non-linear.
ini menjelaskan apa yang disebut sebagai fenomena cadangan reseptor yaitu konsentrasi yang
menghasilkan 50% hunian biasanya lebih tinggi daripada konsentrasi yang menghasilkan 50%
dari respon maksimum. Lebih tepatnya, cadangan reseptor mengacu pada sebuah fenomena di
mana stimulasi hanya sebagian kecil dari seluruh populasi reseptor ternyata memunculkan efek
maksimal yang dapat dicapai dalam suatu parhis menjelaskan apa yang disebut sebagai
fenomena cadangan reseptor yaitu konsentrasi yang menghasilkan hunian 50% biasanya lebih
tinggi daripada konsentrasi. menghasilkan 50% dari respons maksimum. Lebih tepatnya,
cadangan reseptor mengacu pada sebuah fenomena di mana stimulasi hanya sebagian kecil dari
seluruh populasi reseptor tampaknya memunculkan efek maksimal yang dapat dicapai dalam
jaringan tertentu. Jaringan selular.

Interpretasi paling sederhana dari cadangan reseptor adalah bahwa itu adalah model yang
menyatakan ada reseptor berlebih pada permukaan sel daripada apa yang diperlukan untuk efek
penuh. Dengan mengambil pendekatan yang lebih canggih, cadangan reseptor adalah ukuran
integratif dari kapasitas penginduksi respons dari agonis (dalam beberapa model reseptor disebut
dengan efikasi intrinsik atau aktivitas intrinsik) dan kapasitas penguatan sinyal reseptor yang
sesuai (dan pensinyalan hilirnya jalur). Dengan demikian, keberadaan (dan besarnya) cadangan
reseptor tergantung pada agonis (kemanjuran), jaringan (kemampuan amplifikasi sinyal) dan
efek yang diukur (jalur diaktifkan untuk menyebabkan amplifikasi sinyal). Karena cadangan
reseptor sangat sensitif terhadap kemanjuran intrinsik agonis, maka biasanya hanya ditentukan
untuk agonis penuh (kemanjuran tinggi).

Seringkali respons ditentukan sebagai fungsi log [L] untuk mempertimbangkan banyak
urutan besarnya konsentrasi. Namun, tidak ada teori biologis atau fisik yang menghubungkan
efek dengan log konsentrasi. Ini hanya nyaman untuk keperluan grafik. Penting untuk dicatat
bahwa 50% dari reseptor terikat ketika [L] = Kd. Grafik yang ditampilkan mewakili tanggapan-
respons untuk dua agonis reseptor hipotetis, diplot dengan cara semi-log. Kurva ke arah kiri
menunjukkan potensi yang lebih tinggi (panah potensi tidak menunjukkan arah kenaikan) karena
konsentrasi yang lebih rendah diperlukan untuk respons yang diberikan. Efeknya meningkat
sebagai fungsi konsentrasi.

Farmakodinamik multiseluler

Konsep farmakodinamik telah diperluas untuk mencakup Multiseluler Farmakodinamik


(MCPD). MCPD adalah studi tentang sifat statis dan dinamis dan hubungan antara serangkaian
obat dan organisasi empat dimensi multiseluler yang dinamis dan beragam. Ini adalah studi
tentang cara kerja obat pada sistem multiseluler minimal (mMCS), baik in vivo dan in silico.
Networked Multicellular Farmacodynamics (Net-MCPD) lebih lanjut memperluas konsep
MCPD untuk memodelkan jaringan genomik pengatur bersama-sama dengan jalur transduksi
sinyal, sebagai bagian dari komponen komponen yang saling berinteraksi dalam sel.

Obat Anti Inflamasi

Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun demam), dan anti-inflamasi
(mengobati peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam
dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan
aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah
dunia.

Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang
menggunakan ekstrak tumbuhan dedalu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian
senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang
dikenal saat ini.

Penemuan awal
Senyawa alami dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat ini telah ada sejak awal mula
peradaban manusia. Di mulai pada peradaban Mesir kuno, bangsa tersebut telah menggunakan
suatu senyawa yang berasal dari daun dedalu untuk meredakan nyeri. Pada era yang sama,
bangsa Sumeria juga telah menggunakan senyawa yang serupa untuk mengatasi berbagai jenis
penyakit. Hal ini tercatat dalam ukiran-ukiran pada bebatuan di daerah tersebut. Barulah pada
tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai tanaman obat yang kemudian
segera tersebar luas.

Zaman modern

Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang pertama yang
mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada 1763, ia telah berhasil melakukan
pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan menggunakan senyawa tersebut. Pada 1826,
peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fontana, melakukan uji coba terhadap penggunaan
suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis. Dua tahun berselang, pada 1828, seorang
ahli farmasi Jerman, Buchner, berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin
yang berasal dari bahasa latin willow, yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas antipiretik yang
mampu menyembuhkan demam. Penelitian mengenai senyawa ini berlanjut hingga pada 1830
ketika seorang ilmuwan Prancis bernama Leroux berhasil mengkristalkan salicin. Penelitian ini
kemudian dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada tahun 1833. Sebagai hasil
penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa salicin dalam kondisi yang sangat murni.
Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada 1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus
empiris C7H6O3.

Pengembangan oleh Bayer

Bayer meupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam
asetilsalisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam salisilat dilatarbelakangi oleh banyaknya
efek negatif dari senyawa ini. Pada tahun 1945, Arthur Eichengrun dari perusahaan Bayer
mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk
mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya.[6] Pada tahun 1897,
Felix Hoffmann berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam
asetilsalisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin. Aspirin merupakan akronim
dari:
A : Gugus asetil

spir : nama bunga tersebut dalam bahasa Latin

spiraea : suku kata tambahan yang sering kali digunakan

in : untuk zat pada masa tersebut.

Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan penyebab utama perkembangan industri
farmasi. Bayer mendaftarkan aspirin sebagai merek dagang pada 6 Maret 1899. Felix Hoffmann
bukanlah orang pertama yang berusaha untuk menciptakan senyawa aspirin ini. Sebelumnya
pada tahun 1853, seorang ilmuwan Prancis bernama Frederick Gerhardt telah mencoba untuk
menciptakan suatu senyawa baru dari gabungan asetil klorida dan sodium salisilat.[7] Aspirin
dijual sebagai obat pada tahun 1899 setelah Felix Hoffmann berhasil memodifikasi asam
salisilat, senyawa yang ditemukan dalam kulit kayu dedalu.

Bayer kehilangan hak merek dagang setelah pasukan sekutu merampas dan menjual aset
luar perusahaan tersebut setelah Perang Dunia Pertama. Di Amerika Serikat (AS), hak
penggunaan nama aspirin telah dibeli oleh AS melalui Sterling Drug Inc., pada 1918. Walaupun
masa patennya belum berakhir, Bayer tidak berhasil menghalangi saingannya dari peniruan
rumus kimia dan menggunakan nama aspirin. Akibatnya, Sterling gagal untuk menghalangi
"Aspirin" dari penggunaan sebagai kata generik. Di negara lain seperti Kanada, "Aspirin" masih
dianggap merek dagang yang dilindungi.

Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat
diperdagangkan dalam bentuk serbuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di
Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka
Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").

Farmakologi

Mekanisme aksi

Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang
dikenal sebagai prostaglandin. Siklooksigenase adalah enzim yang terlibat dalam pembentukan
prostaglandin dan tromboksan. Aspirin mengasetil enzim tersebut secara irreversible.
Prostaglandin adalah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek berbagai di
dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan modulasi termostat
hipotalamus. Tromboksan bertanggungjawab pula dalam agregasi platelet. Serangan jantung
disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh itu,
pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar
kecil dianggap baik dari segi pengobatan.

Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa


terjadi. Oleh karena itu, pasien yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah
pendarahan tidak diperbolehkan mengonsumsi aspirin.

Sintesis

Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin yaitu asam
salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrad atau dapat juga direaksikan dengan asam asetat
glacial bila asam asetat anhidrad sulit untuk ditemukan. Asam asetat anhidrad ini dapat
digantikan dengan asam asetat glacial karena asam asetat glacial ini bersifat murni dan tidak
mengandung air selain itu asam asetat anhidrad juga terbuat dari dua asan asetat galsial sehingga
pada pereaksian volumenya semua digandakan. Pada proses pembuatan reaksi esterifikasi ini
dibantu oleh suatu katalis asam untuk mempercepat reaksi. Tetapi pada penambahan katalis ini
tidak terlalu berefek maka dilakukan lah pemanasan untuk mempercepat reaksinya. Pada
pembuatan aspirin juga ditambahkan air untuk melakukan rekristalisasi berlangsung cepat dan
akan terbentuk endapan. Endapan inilah yang merupakan aspirin.

Obat Antimikroba

Penisilin

Penisilin (bahasa Inggris: Penicillin atau PCN) adalah sebuah kelompok antibiotik β-
laktam yang digunakan dalam penyembuhan penyakit infeksi karena bakteri, biasanya berjenis
Gram positif. Penisilin bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri, dengan
menghambat digabungkannya asam N-asetilmuramat non esensial ke dalam struktur
mukopeptida yang biasanya membuat sel menjadi kaku dan kuat. Cara kerja ini juga berarti
bahwa penisilin hanya akan aktif bekerja pada satuan patogen yang sedang tumbuh dengan aktif.
[2] Sebutan "penisilin" juga dapat digunakan untuk menyebut anggota spesifik dari kelompok
penisilin. Semua penisilin memiliki dasar rangka Penam, yang memiliki rumus molekul R-
C9H11N2O4S, di mana R adalah rangka samping yang beragam.

Sejarah

Penemuan penislin selalu dikaitkan dengan ilmuwan Skotlandia, Alexander Fleming pada
1929, walaupun sebenarnya banyak ilmuwan lain yang telah mencatat efek antibakteri sebelum
Fleming.

Fleming, dalam laboratoriumnya di Rumah Sakit Santa Maria (kini merupakan salah satu
rumah sakit pendidikan di London), mencatat adanya lingkaran hambatan (zona bening) pada
pertumbuhan bakteri di piringan kultur Staphylococcus. Fleming menyimpulkan bahwa
hambatan itu dikarenakan sebuah subtansi penghambat pertumbuhan dan menghancurkan
bakteri. Ia kemudian menumbuhkan sebuah kultur murni dan menemukan Penicillium yang
kemudian dikenal sebagai Penicillium chrysogenum. Fleming memberikan istilah "penisilin"
untuk menggambarkan hasil filtrasi dari kultur mikrobiologis Penicillium.

Walaupun di tahapan awal ini, penisilin ditemukan efektif melawan bakteri Gram positif
dan tidak efektif pada Gram negatif dan jamur. Fleming optimis bahwa penisilin akan menjadi
disinfektan yang sangat berguna, berpotensi tinggi dengan tingkat keracunan yang rendah
dibandingkan antiseptik masa itu.

Pada percobaan berikutnya, Fleming menyadari bahwa penisilin tidak akan bertahan lama
di tubuh manusia untuk membunuh bakteri patogen. Ia menghentikan penelitiannya mengenai
penisilin setelah 1931, tetapi mencoba memulainya lagi pada 1934.

Pada 1939, ilmuwan Australia Howard Walter Florey dan sebuah tim peneliti di
Universitas Oxford membuat sebuah kemajuan yang berarti dalam menunjukkan aksi
bakterisidal secara in vivo dari penisilin. Mereka gagal dalam percobaan karena ketidakcukupan
penisilin, tetapi berhasil dibuktikan bahwa penislin tidak berbahaya dan bekerja pada tikus.
Beberapa percobaan penisilin dilakukan di Oxford. Pada 1942, John Bumstead dan Orvan Hess
menjadi ahli yang pertama berhasil menyembuhkan pasiennya dengan penisilin.
Saat Perang Dunia II, penisilin berjasa dalam menekan jumlah kematian akibat infeksi
yang disebabkan luka terbuka yang tak mendapat perawatan, yang dalam situasi serupa dapat
menimbulkan gangren bahkan kematian, menyelamatkan 12-15% nyawa. Ketersediaan penisilin
masih sangat terbatas karena kesulitan untuk memproduksinya secara massal, dan kecepatan
ginjal yang menghasilkan sisa penisilin yang tidak sempat digunakan tubuh. Saat itu,
pengumpulan kembali penisilin dari air seni pasien merupakan prosedur yang biasa. Penisilin
tersebut akan digunakan kembali.

Penggunaan kembali penisilin tersebut bukanlah jalan akhir yang baik. Hal ini membuat
para peneliti mencari jalan lain untuk memperlambat sekresi penisilin. Mereka berharap dapat
menemukan molekul yang dapat menyaingi penisilin untuk transporter asam organik.
Transportter tersebut berfungsi dalam sekresi penisilin, maka diperkirakan transporter akan
membawa molekul penghambat sehingga penisilin akan lebih lama pada tubuh. Sebuah agen
probenesid akhirnya dibuktikan dapat menghambat. Probenesid akan bersaing dan menghambat
sekresi penisilin. Penislin akhirnya dapat bekerja lama di tubuh. Teknik produksi penisilin secara
massal pun akhirnya dapat diatasi.

Struktur kimiawi penisilin diketahui oleh Dorothy Crowfoot Hodgkin pada awal 1940an.
Penemuan ini menjadikan penisilin dapat dibuat secara sintetik. Sebuah tim dari Oxford
menemukan metode produksi massal penisilin. Tim yang dipimpin Howard Walter Florey itu
mendapatkan Hadiah Nobel dalam bidang Kedokteran atau Fisiologi pada 1945. Saat itu,
Penisilin menjadi antibiotik yang banayak digunakan dan masih digunakan untuk beberapa
infeksi bakteri Gram positif.

Perkembangan penisilin

Lingkup aktivitas penisilin yang sempit menjadikan para peniliti mencari turunan
penisilin yang dapat mengobati infeksi yang lebih banyak.

Perkembangan besar yang pertama adalah ampisilin, yang memiliki lingkup aktivitas
yang lebih luas daripada penisilin asli. Perkembangan berikutnya menghasilkan penisilin yang
dapat menahan enzim beta-laktamase termasuk flukloksasilin, dikloksasilin, dan metisilin.
Penemuan ini sangat penting untuk melawan spesies bakteria yang memiliki beta-laktamase,
tetapi tidak dapat melawan strain Staphylococcus aureus yang tahan metisilin.
Penisilin yang antipseudomal seperti Tisarsilin dan Piperasilin berguna untuk melawan
bakteri Gram negatif.

Mekanisme aksi

Antibiotik β-laktam bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan di dinding


sel. Beta -laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan molekul
peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah.
Dengan kata lain, antibiotik ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri
mencoba untuk membelah diri.

Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas,
sedangkam Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan pecah atau
lisis.

Fungsi klinis

Istilah "penisilin" sering digunakan terutama untuk menunjukkan benzilpenisilin.

Benzatin benzilpenisilin

Benzatin benzilpenisilin atau benzatin penisilin adalah penisilin yang lambat diserap pada
sirkulasi, dimasukkan secara intramuskular atau disuntikkan pada otot, dan akan terhidrolisa
menjadi benzilpenisilin in vivo. Obat ini dipilih ketika konsentrasi rendah benzilpenisilin
diperlukan, memperpanjang kerja antibiotik 2-4 minggu setelah dosis tunggal intramuskular.

Indikasi spesifik untuk benzatin penisilin:

· Profilaksis dari demam reumatik


· Sifilis awal atau laten

Benzilpenisilin (penisilin G)

Benzilpenisilin atau penisilin G adalah penisilin standar emas. Penisilin G secara khusus
diberikan tidak melalui mulut karena sifatnya yang tak stabil dengan asam hidroklorat di
lambung. Penisilin G adalah antibiotik pertama yang berfungsi secara klinis, ditemukan oleh
Howard Florey dan koleganya pada tahun 1939

Indikasi spesifik untuk benzilpenisilin:

· Selulit
· Endokarditis bakteri
· Meningitis
· Pneumonia aspirasi, abses paru-paru
· Sifilis
· Septisemia pada anak-anak

Fenoksimetilpenisilin (penisilin V)

Fenoksimetilpenisilin , atau dikenal dengan penisilin V, adalah penisilin yang aktif secara
oral (diberikan melalui mulut). Obat ini kurang aktif dibandingkan benzilpenisilin. Obat ini
hanya sesuai pada kondisi konsentrasi jaringan tinggi tidak diperlukan.

Indikasi spesifik untuk fenoksimetilpenisilin:

· Infeksi karena Streptococcus pyogenes


· Tonsilitis
· Faringitis
· Infeksi kulit
· Profilaksis demam reumatik
· Gingivitis sedang hingga parah (dengan metronidazol)

Prokain benzilpenisilin

Prokain benzilpenisilin, atau penisilin prokain, adalah kombinasi dari benzilpenisilin


dengan prokain agen anestesi lokal. Obat disuntik melalui otot, secara lambat akan diserap ke
sirkulasi dan dihdrolisa menjadi benzilpenisilin.

Kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman karena suntikkan
penisilin yang banyak ke dalam otot. Perlakuakn ini sering digunakan pada kedokteran hewan.

Indikasi spesifik untuk prokain benzilpenisilin:


· Sifilis
· Infeksi saluran pernapasan
· Selulitis

Obat ini juga digunakan pada antraks.

Penisilin semi-sintetetik

Dilakukan modifikasi struktur pada rantai samping dari inti penisilin untuk meningkatkan
kemampuan obat, menstabilkan aktivitas beta-laktamase, dan meningkatkan lingkup kerja.

Penisilin lingkup sempit

Kelompok ini dikembangkan untuk meningkatkan keefektifan melawan beta-laktamase


yang dibuat oleh Staphylococcus aureus, dan dikenal dengan penisilin anti-staphylococcal.

Penisilin lingkup sedang

Kelompok ini dikembangkan untuk meningkatkan llingkup kerja, seperti pada


amoksisilin.

· Amoksisilin
· Ampisilin

Penisilin lingkup luas

Kelompok ini dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi melawan bakteri Gram


negatif.

· Piperasilin
· Tisarsilin
· Azlosillin
· Karbenisilin

Penisilin dengan penghambat β-laktamase


Penisilin dapat digabungkan dengan penghambat beta-laktamase untuk membantu
melawan enzim beta-laktamase.

Efek samping

Reaksi efek samping

Reaksi efek samping yang sering adalah (≥1% pasien) diare, urtikaria, nausea, dan
superinfeksi dri Candidiasis. Efek yang jarang (0.1–1% pasien) adalah demam, muntah,
dermatitis, angiodema atau kolitis pseudomembarnosus.

Alergi

Alergi terhadap antibiotik beta-laktam dapat terjadi pada 10% pasien. 0.01% dapat
menderita anafilaksis.

KESIMPULAN

Farmakodinamik dan farmakokinetik adalah cabang utama farmakologi, dengan


sendirinya menjadi topik biologi yang tertarik dalam studi interaksi antara zat kimia endogen dan
eksogen dengan organisme hidup.

Farmakokinetik menentukan konsentrasi obat dalam plasma dan konsentrasiobat pada


tempat kerjanya. Variabilitas farmakokinetik merupakan salah satu penyebabperbedaan respon obat
antar pasien.Hal tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan metabolisme secara genetik, interaksi
dengan obat lain, atau adanya penyakit pada hati, ginjal, dan organ metabolisme lainnya.

Farmakodinamik memberi penekanan khusus pada hubungan dosis-respons, yaitu hubungan


antara konsentrasi dan efek obat. Salah satu contoh yang dominan adalah interaksi reseptor obat
sebagaimana dimodelkan oleh di mana L, R, dan LR masing-masing mewakili konsentrasi
kompleks ligan (obat), reseptor, dan reseptor ligan. Persamaan ini merupakan model dinamika
reaksi yang disederhanakan yang dapat dipelajari secara matematis melalui alat-alat seperti peta
energi bebas.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/15233/3/bab_1.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Farmakokinetika

https://id.wikipedia.org/wiki/Farmakodinamik

https://id.wikipedia.org/wiki/Penisilin

https://id.wikipedia.org/wiki/Aspirin

Cyntia Ratnadi dr Ida Bagus Gde Sujana, P. (2017). PRINSIP DASAR FARMAKOLOGI Oleh.

Anda mungkin juga menyukai