Anda di halaman 1dari 487

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

PERANAN TEKNOLOGI PERTANIAN


DALAM MENCIPTAKAN INOVASI TEKNOLOGI
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING
PRODUK PERTANIAN PADA ERA
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Hotel Novita Jambi


31 Oktober 2016

Editor:
Dr. Ir. Sahrial, M.Si.
Dr. Mursalin, S.TP., M.Si.
Dr. Ir. Hj. Dharia Renate, M.Sc.
Dr. Ir. Hj. Lavlinesia, M.Si.
Dr. Addion Nizori, S.TP., M.App.Sc.

Diterbitkan oleh:
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi
Jl. Tri Brata, KM 11, Desa Pondok Meja, Jambi 36364
e-Mail: fateta@unja.ac.id
PROSIDING SEMINAR NASIONAL

PERANAN TEKNOLOGI PERTANIAN


DALAM MENCIPTAKAN INOVASI TEKNOLOGI
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK
PERTANIAN PADA ERA MASYARAKAT EKONOMI
ASEAN
Editor:
Dr. Ir. Sahrial, M.Si.
Dr. Mursalin, S.TP., M.Si.
Dr. Ir. Hj. Dharia Renate, M.Sc.
Dr. Ir. Hj. Lavlinesia, M.Si.
Dr. Addion Nizori, S.TP., M.App.Sc.

ISBN: 9786027467019

Penyunting:
Annida Rani Chairunisah
Desain kaver:
Rudi Nata, S.Si.

Penerbit:
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi

Alamat Penerbit:
Kampus Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi
Jl. Tri Brata, KM 11, Desa Pondok Meja
Jambi 36364
e-Mail: fateta@unja.ac.id

Cetakan I
Oktober 2016

Hak cipta dilindungi undang-undang


All rights reserved
.

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS JAMBI

Visi 2025
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi menjadi Fakultas yang
Bermutu dengan Unggulan di Bidang Teknologi Produksi, Proses, dan Produk
Berbasis Sumberdaya Hayati

Misi
1. Mengembangkan sumberdaya manusia di bidang teknologi pertanian yang cerdas,
kreatif, dan berakhlak mulia;
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu dan teknologi pertanian melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
3. Mengembangkan dan menyediakan layanan profesional di bidang teknologi pertanian;
4. Mengembangkan tatakelola pendidikan tinggi yang sehat; dan
5. Menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran yang memenuhi standar mutu.

Tujuan
1. Menghasilkan lulusan yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia;
2. Menghasilkan ilmu pengetahuan di bidang teknologi produksi, proses, dan produk
berbasis sumberdaya hayati;
3. Mendiseminasikan hasil-hasil penelitian di bidang teknologi produksi, proses, dan
produk berbasis sumberdaya hayati;
4. Memberikan layanan profesional di bidang teknologi produksi, proses, dan produk
berbasis sumberdaya hayati;
5. Mewujudkan tatakelola pendidikan tinggi yang sehat; dan
6. Memenuhi standar mutu di bidang sarana dan prasarana pembelajaran.
ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PERTANIAN 2 015 iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah dipanjatkan ke hadirat Allah Subhana wa Ta’ala yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga Seminar Nasional dengan tema Peranan Teknologi
Pertanian dalam Menciptakan Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Produk
Pertanian pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan oleh Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Jambi pada tanggal 3 Oktober 2016 yang lalu berhasil
merumuskan pemikiran para pakar dan pemerhati di bidang Teknologi Pertanian dalam
bentuk Prosiding Seminar Nasional Peranan Teknologi Pertanian dalam Menciptakan
Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian pada Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
Prosiding Seminar Nasional Peranan Teknologi Pertanian dalam Menciptakan
Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian pada Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN ini memuat makalah hasil penelitian dan pemikiran para pakar dan
pemerhati di bidang Teknologi Pertanian. Makalah-makalah tersebut dikelompokkan
dalam empat kategori, yaitu: (1) Teknologi Pengolahan Pangan, (2) Sistem Manajemen
Agroindustri, (3) Biokimia, Gizi, dan Pangan Fungsional, dan (4) Mutu, Keamanan
Pangan, dan Kajian Lainnya. Semoga makalah-makalah yang dimuat di dalam keempat
kategori keilmuaan di dalam Prosiding Seminar Nasional Peranan Teknologi Pertanian
dalam Menciptakan Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian
pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN ini dapat menjadi rujukan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang teknologi pertanian, khususnya dalam rangka
menciptakan inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing produk pertanian.
Akhirnya, mewakili seluruh Panitia Pelaksana Seminar Nasional Peranan Teknologi
Pertanian dalam Menciptakan Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Produk
Pertanian pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN, Tim Editor menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih pada seluruh peserta seminar dan pihak-pihak yang membantu
terlaksananya Seminar Nasional Peranan Teknologi Pertanian dalam Menciptakan Inovasi
Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian pada Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN.

Jambi, Oktober 2016


Editor

iii
iv
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PERTANIAN 2 015 v

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
I Bagian Pertama
Teknologi Pengolahan Pangan
Optimasi Pembuatan Sohun Ubi Jalar Menggunakan Ekstruder Pemasak-Pencetak
(Tjahja Muhandri, Budi Nurtama, Sutrisno Koswara, Subarna, Dewi Fatmala)…............... 1
Karakteristik Kerang Pokea (Batissa violaceaCelebensis Martens 1897) Asap
Khas Sulawesi Tenggara (Kobajashi Togo Isamu, Ahmad Mustafa, dan Fajriah) ..................... 11
Formulasi dan Karakterisasi Cookies Ubijalar Non Pragelatinisasi dan Pragelatinisasi
(Sritina N. P. Paiki, Mathelda K. Roreng, Murtiningrum, Musa K. Koibur) ............................. 17
Kajian Karakteristik Pure Kering Ubi Jalar dengan Perlakuan Suhu dan Lama Annealing
Sebagai Persiapan Pangan Darurat (Marleen Sunyoto, Robi Andoyo, Rista Nurmalinda) . 23
Pengaruh Penambahan Gula terhadap Karakteristik Sensori Sirup Jeruk Kasturi (Khairun
Nisa) ............................................................................................................................................ 31
Kajian Penggunaan Ekstrak Wortel (Daucus carota L.) dalam Pembuatan Marshmallow
(Sahrial Hafids, Yernisai, dan T.S. Ambarwati) ......................................................................... 35
Studi Proses Pengolahan Koktail dari Buah Nipah (Nypa fruticans Wurmb) (Kajian Kadar
Gula Sirup dan Tingkat Kematangan Buah) (Susinggih Wijana, Widelia Ika Putri, dan Lia
Rystiana) ..................................................................................................................................... 43
Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Kayu Manis terhadap Mutu Sari Buah Bligo (Sahrial
Hafids, Ulyarti, dan Dodi Deswandi).......................................................................................... 51
Pengaruh Konsentrasi Gula terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Fruit Leather
Pedada (Sonneratia caseolaris) (R. Mahmudah, S. L. Rahmi, dan D. Fortuna)......................... 57
Karakteristik Mi Instan Berbasis MOSAS (Modified Sago Starch) dan Ikan Patin
(Yusmarini, U. Pato, V.S. Johan, dan R. Fressetya) ................................................................... 63
Pengaruh Tingkat kematangan Sangrai terhadap Mutu Kopi Libtukom yang Dihasilkan
(Ruwanto, Mursalin, dan D. Fortuna) ......................................................................................... 71
Kajian Proses Pengolahan Permen Jelly Kopi Teripang Jahe (Kurnia Harlina Dewi,
Helmiyetti, Nusril, Devi Silsia, dan Wanti Palina ...................................................................... 79
Aplikasi Penambahan Minyak Kayu Manis (Cinnamonum burmanii) sebagai Bahan
Pengawet Dodol Formulasi (J.C.Ginting, Lavlinesia, dan Ulyarti ............................................. 87

v
II Bagian Kedua
Teknologi Pengolahan Pangan .................................................................................................... 95
Kajian Waktu Fermentasi dan Warna Kulit Buah Kopi terhadap Karakteristik Fisik Biji
Kopi Hasil Fermentasi pada Buah Kopi Jenis Robusta (Studi Kasus di Desa Bandung
Jaya Kabupaten Kepahiang)
(Yessy Rosalina, Laili Susanti, dan Benediktus Yudho Damanik)............................................. 97
Ekstraksi Saponin Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) Menggunakan Metode
Sokletasi dengan Variasi Jumlah Sirkulasi
(Nur Lailatul Rahmah, Azis Saputra, dan Susinggih Wijana) .................................................. 101
Aplikasi KMnO4 sebagai Penyerap Etilen pada Pisang Ambon Kuning (Musa paradisiaca)
Sri Maryati ............................................................................................................................... 107
Kajian Pengolahan Kopi Arabika di Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh
Devi Agustia ............................................................................................................................. 115
Perubahan Komponen Minor, Karakteristik Kimia, dan Komposisi Asam Lemak Selama
Permunian Minyak Sawit Merah
Dewi Fortuna Ayu ..................................................................................................................... 119
Karakterisasi Sifat Kimia dan Sifat Fisik Pati Hasil Ekstraksi Jagung Putih Varietas
Anoman dan Pulut Uri 1
Rijanti Rahaju Maulani, Rahmawati, Joni Munarso, Dede Saputra ......................................... 127
Kajian Mutu Pektin dari Kulit Durian Selat dan Aplikasi pada Pengolahan Jeli Nenas
Tangkit
Surhaini, Indriyani, dan Mursalin ............................................................................................. 133
Formulation and Sensory Profile of Angkak Ginger Milk Candy
Ridawati dan Alsuhendra .......................................................................................................... 143
Profil Gelatinisasi Pati Sagu (Metroxylon Sp) yang Dimodifikasi dengan Teknik Heat
Moisture Treatment (HMT)
Dian Wulansari, Feri Kusnandar, Sugiyono, Ridwan Thahir ................................................... 147
Pembuatan Enkapsulan dari Tapioka Pregel dengan Metode Hidrolisis Asam untuk
Mikroenkapsulasi Asap Cair
Rudi Prihantoro, Purnama Darmadji, dan Yudi Pranoto .......................................................... 155
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Sifat Mikrobiologi, Kimia Dan Organoleptik
Pikel Dari Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
Rahmayuni,Usman Pato, dan Rika Saskia ................................................................................ 163

vi
III Bagian Ketiga
Sistem Manajemen Agroindustri .............................................................................................. 173
Analisis Implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH) di Usaha Waralaba Pangan (Studi
Kasus di Waralaba Bakso)
Sucipto Sucipto, Retno Astuti, Siwi Wurnaningsih .................................................................. 175
Penerapan Metode Six Sigma dalam Pengendalian Kualitas Telur Ayam pada Proses
Penetasan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Hatchery, Wonorejo, Pasuruan
Dhita Morita Ikasari, Icha Sriagusdina, Panji Deoranto............................................................ 183
Penerapan Hazard Analysis And Critical Control Point (Haccp) Pada Proses Produksi
Bakso Ikan
Ardaneswari Dyah Pitaloka Citraresmi dan Prillanda Irenne Putri .......................................... 191
Perancangan Sistem Informasi Perawatan Berbasis Metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE) dan Overall Input Efficiency (OIE)
Mas’ud Effendi, Endra Cahyono, Usman Effendi .................................................................... 205
Analisis Tingkat Produktivitas Mie Kering Dengan Metode APC (American Productivity
Center) (Studi Kasus di Pabrik Mie “Sami Rasa”, Karanganyar)
Riska Septifani, Okfriyanto Isfatthoni A., Mas’ud Effendi, dan Panji Deoranto ..................... 215
Analisis Produktivitas Menggunakan Metode Objective Matrix (OMAX) pada Bagian
Produksi Otak-Otak Bandeng Bu Muzanah Store Gresik
Misbah Abdul Hayat, Panji Deoranto, Usman Effendi ............................................................. 223
Orientasi Pembelajaran, Orientasi Kewirausahaan, dan Inovasi pada UKM Berbasis
Pangan di Kabupaten Gresik
Endah Rahayu Lestari dan Imroatul Chanifah ........................................................................ 231
Model Struktur Kebutuhan dan Kendala dalam Kelembagaan Rantai Pasok Keripik Apel
dengan Pendekatan Interpretive Structural Modelling (Studi Kasus di UKM Excellent
Fruits II, Kota Batu, Jawa Timur)
Siti Asmaul Mustaniroh, Dhanis Ulan Nala Setya, Mas’ud Effendi ........................................ 237
Optimasi Pengeringan Gula Semut Menggunakan Pengering Tipe Kabinet
Siswantoro, Wiludjeng Trisasiwi, Agus Andrianto .................................................................. 243

vii
IV Bagian Keempat
Biokimia, Gizi, dan Pangan Fungsional ............................................................................... 247
Pengaruh Formulasi Bahan Terhadap Daya Cerna Pati (Secara In Vitro) Mi Kering Sagu
Hilka Yuliani, Slamet Budijanto, Nancy Dewi Yuliana …. .................................................. 249
Kajian Peningkatan Kualitas Beras Merah ( Oryza Nivara) Instan
Sumartini dan Hervelly ......................................................................................................... 257
Pengaruh Penambahan Rempah dan Proses Pengolahan Terhadap Daya Cerna Pati
(Secara In Vitro) Beras Analog
Maya Indra Rasyid, Slamet Budijanto, dan Nancy Dewi Yuliana ....................................... 269
Positive Deviance Gizi dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Miskin di Desa Baru,
Kabupaten Sarolangun, Jambi
Merita dan Hesty ................................................................................................................... 277
Pengaruh Penambahan Gula Aren Terhadap Sifat Kimia dan Sifat Organoleptik Minuman
Fungsional Daun Sirsak(Annona muricata Linn.)
M. Ardianto, D. Renate, A. Yulia ......................................................................................... 285
Pengaruh Pengenceran Ekstrak Daun Sambung Nyawa (Gynarum Procumbens )
Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Minuman Fungsional Sumber Antioksidan
Indriyani dan Yernisa ............................................................................................................ 291
Kandungan Gizi Tepung Tempe yang Terbuat dari Varietas Kedelai Lokal dan Impor
Mursyid, Made Astawan, Deddy Muchtadi, Maryani Suwarno ........................................... 297
Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Bahan Alternatif Minuman Instan Berkalsium
Tinggi
Misril Fuadi dan Wiri Arianingrum ...................................................................................... 303
Penambahan Sodium Tripolipospat Menurunkan Respon Glikemik Nasi
Samsu Udayana Nurdin, Ria Amurwani, Asep Sukohar, dan Siti Nurdjanah ....................... 311
Pembuatan dan Karakterisasi Beras Warna dengan Penambahan Pigmen Alami dari Umbi
Bit (Beta vulgaris L.)
Alsuhendra dan Ridawati ...................................................................................................... 303
Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Bahan Alternatif Minuman Instan Berkalsium
Tinggi
Misril Fuadi dan Wiri Arianingrum ...................................................................................... 319
Pengaruh Waktu Fermentasi Asam Terhadap Stabilitas Vitamin C Pada Vinegar Pepaya
(Carica Papaya L)
Nur Hidayat, Sakunda Anggarini, dan Khusnul Lailatul Latifah ......................................... 325
Penggunaan Response Surface Methode untuk Optimasi Kandungan Fenol dan Aktivitas
Antioksidan pada Proses Pencampuran Stevia-Teh Hijau
Tarsisius Dwi Wibawa Budianta dan Adrianus Rulianto Utomo ......................................... 329
Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Viabilitas dan Vigor
Benih Pepaya (Carica papaya. L)
Jasmi, Chairuddin, dan Rozi Amrullah ..................................................................................... 335

viii
V Bagian Kelima
Mutu, Keamanan Pangan, dan Kajian Lainnya ......................................................................... 343
Evaluasi Sensoris Kopi Bubuk Robusta Dari Berbagai Teknik Petik
Laili Susanti dan Yessy Rosalina .............................................................................................. 345
Uji Kesukaan Konsumen Terhadap Saus “Lemea”
Devi Silsia, Kurnia Harlina Dewi, dan Sefti Aulianda ............................................................ 349
Uji EfektivitasAntimikrobia Asap Cair Cangkang Sawityang Dihasilkan pada Pirolisis
Udara Terkedali terhadap Mikrobia Pembusuk Ikan
Desi Ardilla., Tamrin, Basuki Wirjosentono, Edyanto ............................................................. 355
Efektivitas Senyawa Antimikroba Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) untuk
Memperpanjang Umur Simpan (Shelf Life) Produk Dodol Formulasi
D. Gustiyandra, Lavlinesia, S. L. Rahmi .................................................................................. 361
Strategi Alternatif Meningkatkan Proteksi Petani Bawang Merah
Moh. Wahyudin ........................................................................................................................ 369
Prediksi Dampak Perubahan Iklim terhadap Debit Andalan di DAS Krueng Aceh
T. Ferijal, Dewi Sri Jayanti, Mustafril ...................................................................................... 375

Kandungan Nutrisi Sosis Ayam dengan Substitusi Tepung Koro Pedang (Canavalia
ensiformis L.) Termodifikasi
A. Nafi1, S. Agustina, N. Kuswardhani ................................................................................... 381

Pemanfaatan Albedo Semangka dan Rosela dalam Pembuatan Permen Jelly


Vonny Setiaries Johan1, Usman Pato1, Meiri Adelila Saragih ................................................. 388

Peningkatan Kualitas Produk Berdasarkan Hubungan Faktor Penyebab Cacat Pada


Industri Pengolahan Kayu
Retno Astuti, Imam Santosa, Anas Abdillah .......................................................................... 394

ix
VI Bagian Keenam

Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Kajian Lainnya ....................................................... 404

Sintesis Monoasilgliserol dan Diasilgliserol dari Refined Bleached and Deodorized Palm
Stearin Minyak Sawit: Pengaruh suhu reaksi
C. Hidayat, N. Maharani, R.U. Putri, B. Nusantoro, dan Supriyanto ...................................... 406

Sifat Fisiko-Kimia MDAG Minyak Inti Sawit Hasil Pemurnian Menggunakan Creaming
Demulsification Technique
Mursalin, Lavlinesia, dan Yernisa ......................................................................................... 412

Formulasi Buah Kering dan Tepung Jagung Putih Terfementasi pada Pembuatan Snack
Bar
Rahmawati1 & Nisa Annisa ................................................................................................... 416

Mutu Udang Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik Biodegradable dengan Matriks
Damar Daging dan Pati Tapioka
Iman Basriman1, Dahni Betto Harso2, dan Noryawati Mulyono ............................................ 423

Perubahan Kandungan Total Senyawa Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Daun Katuk
(Sauropus androgynous) setelah Proses Pengolahan Skala Rumah Tangga
Ardiansyah1, Lativa Chairani1, Dody Handoko2, Rizki Maryam Astuti ................................ 431

Pendugaan Umur Simpan dan Permeabilitas Edible Packaging Pati Sorgum (Shorgum
bicolor L.) Pada Produkbumbu Mie Instan
Hasnelly1, Wisnu Cahyadi2, Astrya Andriyanti Suhartono ..................................................... 437

Pemanfaatan Udang Krosok pada Pembuatan Makanan Ringan Ekstrudat Menggunakan


Metode Mixture Design
Diny A Sandrasari, Hari Eko Irianto, Fateha .......................................................................... 446

Pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) Melalui Introduksi Pemanfaatan Limbah


Daun Nanas Sebagai Bahan Baku Industri Kerajinan Batik Tenun
Wendra G Rohmah, Susinggih Wijana, Ika Atsari Dewi ....................................................... 454

Pengemas Edible Filmdari Pati Biji Alpukat (Perseaamericana Mill)


Raswen Efendi1, Ahmad Ibrahim1dan Ana Yudiandani .......................................................... 460

Model Sistem Usaha Perkebunan Berbasis Hutan Sagu Alam di Kabupaten Sorong Selatan
H.T. Tuririday, A.S.M. Muzendi, S.N.P. Paiki, F.D. Paiki .................................................... 467

Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Chitosan
Terhadap Tertumbuhan Bibit Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Tety Suciaty ............................................................................................................................ 472

x
Teknologi Pengolahan Pangan

Kajian Waktu Fermentasi dan Warna Kulit Buah Kopi terhadap Karakteristik Fisik Biji Kopi Hasil
Fermentasi pada Buah Kopi Jenis Robusta (Studi Kasus di Desa Bandung Jaya Kabupaten
Kepahiang)
(Yessy Rosalina, Laili Susanti, dan Benediktus Yudho Damanik)
Ekstraksi Saponin Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) Menggunakan Metode Sokletasi dengan
Variasi Jumlah Sirkulasi
(Nur Lailatul Rahmah, Azis Saputra, dan Susinggih Wijana)
Aplikasi KMnO4 sebagai Penyerap Etilen pada Pisang Ambon Kuning (Musa paradisiaca)
Sri Maryati
Kajian Pengolahan Kopi Arabika di Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh
Devi Agustia
Perubahan Komponen Minor, Karakteristik Kimia, dan Komposisi Asam Lemak Selama Permunian
Minyak Sawit Merah
Dewi Fortuna Ayu
Karakterisasi Sifat Kimia dan Sifat Fisik Pati Hasil Ekstraksi Jagung Putih Varietas Anoman dan
Pulut Uri 1
Rijanti Rahaju Maulani, Rahmawati, Joni Munarso, Dede Saputra
Kajian Mutu Pektin dari Kulit Durian Selat dan Aplikasi pada Pengolahan Jeli Nenas Tangkit
Surhaini, Indriyani, dan Mursalin
Formulation and Sensory Profile of Angkak Ginger Milk Candy
Ridawati dan Alsuhendra
Profil Gelatinisasi Pati Sagu (Metroxylon Sp) yang Dimodifikasi dengan Teknik Heat Moisture
Treatment (HMT)
Dian Wulansari, Feri Kusnandar, Sugiyono, Ridwan Thahir
Pembuatan Enkapsulan dari Tapioka Pregel dengan Metode Hidrolisis Asam untuk
Mikroenkapsulasi Asap Cair
Rudi Prihantoro, Purnama Darmadji, dan Yudi Pranoto
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Sifat Mikrobiologi, Kimia Dan Organoleptik Pikel Dari
Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
Rahmayuni,Usman Pato, dan Rika Saskia
Optimasi Pembuatan Sohun Ubi Jalar Menggunakan Ekstruder
Pemasak - Pencetak
[Optimization of Sweet Potato Sohun Using Cooking - Forming Extruder]
Tjahja Muhandri1)2), Budi Nurtama1)2), Sutrisno Koswara1)2), Subarna1)2), Dewi Fatmala1)
1)
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
2)
Seafast Center, LPPM, Institut Pertanian Bogor
cahyomuhandri@yahoo.com

Abstract - The objective of the resarch is to optimize the combination of starch, water, extruder temperature,
and screw speed to produce sweet potato glass noodle with cooking-shaping extruder. Optimization uses
Response Surface Methodology (RSM) with DX7 software based on noodles cooking loss and elongation. The
result shows the optimum combination is 65.2% starch, 34.8% water, extruder temperature 89°C, and screw
speed 107 rpm with 0.749 desirability value. The verification showed the sweet potato glass noodle has
20.85% cooking loss and 164.98% elongation in the optimum combination.

Keywords:cooking-forming-extruder, optimization,RSM,sohun, sweet-potato

I . PENDAHULUAN yang murah serta ketersediaannya di masyarakat


(Chang1983).Menurut Chen et al. (2002), sohun
Sohun merupakan salah satu jenis mi dari pati ubi jalar varietas tertentu memiliki
nonterigu berbahan dasar pati. Sohun berbentuk kualitas yang cukup baik jika dibandingkan
untaian tipis berwarna putih agak bening dan dengan sohun kacang hijau. Selain itu, Thao dan
bertekstur kenyal setelah dimasak (Chansri et al. Noomhorm (2011) telahmelakukan penelitian
2005). Menurut Vasanthan dan Li (2003), sohun mengenai kombinasi antara pati kacang hijau dan
kering yang bagus memiliki karakteristik pati ubi jalar dalam pembuatan sohun. Kualitas
permukaan halus, seragam, transparan, dan tidak sohun yang dihasilkan dari kombinasi 80% pati
ada gelembung udara. Kriteria kualitas utama kacang hijau dan 20% pati ubi jalar dinyatakan
pada pembuatan sohun adalah berat setelah tidak berbeda secara signifikan terhadap kualitas
pemasakan, kehilangan padatan akibat sohun dari pati kacang hijau. Modifikasi pati ubi
pemasakan, dan tekstur (Kim dan jalar dengan Heat Moisture Treatment (HMT)
Wiesenborn1995). Pati kacang hijau merupakan diketahui dapat menurunkan nilai swelling power
bahan baku pembuat sohun dengan kualitas dan kelarutan serta meningkatkan kekuatan gel,
terbaik, namun harganya relatif mahal. Harga sehingga dapat menghasilkan sohun dengan
yang relatif mahalmendorong potensi kualitas yang lebih baik (Tsakama et al. 2011;
pengembangan bahan baku lain pensubstitusi pati Pranoto et al. 2011).
kacang hijau(Chansri et al. 2005). Ariefianto (2015) telah melakukan penelitian
Pati ubi jalar merupakan bahan baku yang karakterisasi pati ubi jalar varietas AC.
potensial untuk membuat sohun karena harganya

1
Rendemen pati sebesar 10.52% dengan kadar menggunakan ekstruder pemasak dan pencetak
amilosa pati ubi jalar adalah 8.77±0.33 %bk dan telah dilakukan Sirirat et al. (2005) dengan bahan
kadar amilopektin 78.14±0.90 %bk. Swelling baku pati beras. Hasil dari penelitian tersebut
power pati sebesar 16.50±1.07 (g/g) dan menunjukkan penerimaan konsumen
kelarutannya 6.90±0.27 %. Suhu gelatinisasi pati terhadapbihun dari ekstruder pemasak dan
ubi jalar yaitu 79.30 °C±0.00, viskositas puncak pencetak tidak berbeda secara signifikan dengan
5234.67±23.16 cP, breakdown viscosity (BV) bihun komersial. Penelitian pembuatan sohun ubi
2605.67±15.04 cP, dan setback viscosity jalar menggunakan ekstruder pemasak dan
1328.00±14.73 cP. Pati dari varietas AC pencetak belum pernah dilakukan sebelumnya.
memiliki karakteristik yang sangat baik karena Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
tahan terhadap proses pemasakan dan memiliki kombinasi yang optimum antara formulasi dan
kecenderungan retrogradasi yang tinggi kondisi proses dalam pembuatan sohun ubi jalar
(Ariefianto 2015). menggunakan ekstruder pemasak dan pencetak
Menurut Chansri et al. (2005) serta Wahyudi ulir tunggal dengan Response Surface
dan Kusningsih(2008), pembuatan sohun secara Methodology (RSM). RSM merupakan teknik
tradisional dapat dilakukan dengan cara statistik dan matematik yang digunakan untuk
mencampurkan pati kering dengan pati pengembangan, perbaikan, dan optimasi proses
tergelatinisasi. Adonan pati kemudian diekstrusi dalam respon utama yang diakibatkan oleh
danditampung kedalam air mendidih untuk beberapa variabel dan tujuannya adalah optimasi
pemasakan, proses pendinginan dengan air, respon tersebut (Bas dan Boyaci 2007).
pembekuan pada freezer, proses thawing,dan Parameter respon yang digunakan untuk
terakhir proses pengeringan. menentukan optimasi adalah kehilangan padatan
Chen (2003) melakukan penelitian mengenai akibat pemasakan (KPAP) dan elongasi.
pembuatan sohun dari beberapa varietas ubi jalar. Tingginya KPAPmengindikasikan tingginya
Pati ubi jalar sebanyak 5% digelatinisasi dengan kelarutan pati dan rendahnya toleransi selama
air (1:9 b/v), lalu dicampur dengan 95% pati pemasakan, menghasilkan air yang tidak jernih,
kering. Pencampuran dilakukan pada suhu 40 °C dan rasa lengket (Vasanthan dan Li 2003).
dengan kadar air 55% lalu dimasukkan ke dalam
ekstruder untuk membentuk untaian sohun II. METODE PENELITIAN
berdiameter 1.5 mm. Sohun ditampung dalam air
panas (95-98°C) selama 50-70 detik kemudian A. Bahan dan Alat
dipindahkan ke dalam air dingin. Pendinginan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan pada suhu 40 °C selama 6 jam, lalu adalah ubi jalar varietas AC dari KWT Melati
dibekukan pada suhu -5°C selama 8 jam, setelah Bogor, natrium bisulfit, air, dan garam.Alat-alat
itu dikeringkan. Proses pendinginan dan yang digunakan dalam pembuatan pati ubi jalar
pembekuan dapat mempercepat proses adalah pisau,pemarut, pulper, wadah baskom,
retrogradasi sehingga dapat memperbaiki struktur kain saring, loyang, oven tipe kabinet, blender,
sohun (Tan et al. 2009). ayakan 100 mesh, dan timbangan.Alat-alat untuk
Pembuatan mi nonterigu telah dilakukan pembuatan sohun dan analisis respon antara lain
masyarakat, namun prosesnya memakan waktu hand mixer, ekstruder pengolah mi(forming-
lama, menghasilkan limbah cair, dan tidak efisien cooking extruder modelScientific Laboratory
(Charutigon et al. 2007).Penggunaan ekstruder Single Screw Extruder type LE 25-30/C dari
pemasak dan pencetak dalam pembuatan sohun Labtech Engineering Co. Ltd., Thailand), texture
ubi jalar dapat meningkatkan produksi sohun, analyzer Stable Micro-System TA-XT2i,
alatnya mudah digunakan, dan juga mudah pengering rak (cabinet dryer), cawan
dibersihkan (Sirirat et al.2005). Ekstruder alumunium,penyaring, gelas piala, wadah plastik,
pemasak dan pencetak memiliki proses yang danpenangas.Spesifikasi ekstruder pemasak dan
kontinyu dengan kapasitas produksi yang tinggi, pencetak yang digunakan dalam penelitian ini
mudah digunakan, serta membutuhkan sedikit dapat dilihat pada Tabel 1.
biaya yang sedikit untuk produksi (Colonna
1984). Penelitian pembuatan sohun

2 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL I Kadar Air Pati Ubi Jalar Metode Oven (SNI 01-
SPESIFIKASI EKSTRUDER DALAM PENELITIAN 2891-1992)
(MUHANDRI ET AL.2011) Cawan kosong dikeringkan dalam oven
bersuhu 105°C selama 15 menit dan didinginkan
Bagian alat Spesifikasi
dalam desikator kemudian ditimbang (W2).
Screw Single screw, increasing root
diameter, constant pitch, ratio screw Contoh sebanyak 1-2 g (W) dimasukkan ke
L/D 30, speed 0-300 rpm dalam cawan, kemudian cawan beserta isi
Barrel Diameter dalam barrel konstan 2.52 diletakkan pada oven bersuhu 105°C selama 3
cm, permukaan dalam barrel halus jam atau sampai beratnya konstan. Cawan berisi
Die Terdiri dari 20 lubang berbentuk
lingkaran dengan diameter 0.6 mm
contoh didinginkan dalam desikator kemudian
Breaker plate Memiliki 49 lubang dengan diameter ditimbang (W1). Kadar air dapat dihitung
masing-masing 2.50 mm menggunakan perhitungan berikut:
Heater system Empat buah heater
( )
( ⁄ )

B. Waktu dan Tempat


( )
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret ( ⁄ ke )
hingga September 2016. Lokasi yang digunakan
untuk penelitian adalah Laboratorium Pilot Plant Penelitian Pendahuluan
Seafast IPB, Laboratorium Analisis Kimia Tahapan ini dilakukan untuk menetapkan
Departemen ITP IPB, dan Laboratorium kisaran faktor dengan metode trial and error
Pengolahan Pangan Departemen ITP IPB. untuk menetapkan batas bawah dan batas atas
yang akan dimasukkan ke dalam program DX7.
C. Prosedur Penelitian Penelitian pendahuluan adalah kombinasi nilai
Pembuatan Pati Ubi Jalar (modifikasi metode minimum dan maksimum dari keempat faktor.
Mesiana 2013) Kondisi minimum dan maksimum yang
Ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari penelitian pendahuluan yang telah
adalah ubi jalar varietas AC yang diperoleh dari dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.
KWT Melati Bogor. Ubi jalar dicuci untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada TABEL II
kulit. Kulit ubi dikupas menggunakan pisau. Ubi BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH
diparut lalu direndam dengan larutan sulfit PENELITIANPENDAHULUAN
dengan konsentrasi 0.1% selama 15 menit.
Percobaan
Perbandingan antara larutan sulfit yang Faktor
Minimum Maksimum
digunakan dengan hasil parutan ubi adalah 4:1.
Air (%) 31.0 37.5
Tujuan penambahan larutan tersebut adalah Pati (%) 62.5 69.0
untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan Suhu ekstruder (°C) 80 90
yang dapat merusak warna ubi (Padmaningrum Kecepatan ulir
dan Utomo 2007). 80 120
ekstruder (rpm)
Parutan ubi diperasdan disaring untuk
memisahkan suspensi pati dan Rancangan Formulasi, Proses, dan Respon
ampasnya.Suspensi pati kemudian diendapkan Menggunakan Response Surface Methodology
hingga diperoleh endapan pati di dasar wadah, Salah satu software yang digunakan untuk
lalu filtratnya dibuang. Pati yang telah menjalankan RSM adalah Design Expert 7
mengendap dicuci menggunakan air dan (DX7). Program ini menawarkan empat alternatif
diendapkan kembali hingga filtrat yang desain percobaan, antara lain Factorial Design,
dihasilkan jernih. Pati dikeringkan dalam cabinet Combined Design, Mixture Design, dan
dryer hingga kering dan dihancurkan Response Surface Design.Combined Design
menggunakan dengan. Pati diayak(100 mesh) digunakan untuk menggabungkan variabel-
untuk mendapat pati ubi jalar sebagai bahan baku variabel proses dan campuran komponen-
sohun. komponen penyusun suatu produk dalam satu

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 3


proses (Arifin 2015). Optimasi yang dilakukan Diagram alir proses pembuatan sohun dapat
merupakan kombinasi antara formulasi dan dilihat pada Gambar 2.
kondisi proses, sehingga desain percobaan yang
digunakan adalah combined design dengan TABEL III
modeluser-defined. KOMBINASI FORMULA DAN KONDISI PROSES YANG
Penentuan variabel tetap dan variabel bebas DIHASILKAN PROGRAM DX7
dilakukan. Variabel tetap adalah variabel yang
D:
nilainya dibuat sama dalam tiap perlakuan. A: Pati B: Air C: Suhu
Std Run Block Kecepatan
Sedangkan variabel bebas atau yang lebih (%) (%) (°C)
ulir (rpm)
dikenal dengannama faktor adalah variabel yang 1 20 Block 1 62.5 37.5 80 80
nilainya dibuat berbeda danakan memengaruhi 2 14 Block 1 69.0 31.0 80 80
respon yang dihasilkan.Variabel tetap pada 3 2 Block 1 69.0 31.0 80 120
penelitian ini adalah jumlah penggunaan garam 4 19 Block 1 62.5 37.5 90 120
yaitu sebanyak 2% dari jumlah pati yang 5 6 Block 1 62.5 37.5 90 80
digunakan. Variabel bebasnya adalah jumlah air, 6 8 Block 1 65.8 34.2 90 80
jumlah pati ubi jalar, suhu ekstruder, dan 7 16 Block 1 65.8 34.2 90 120
kecepatan ulir ekstruder. Setelah itudilakukan 8 11 Block 1 65.8 34.2 85 100
penentuan respon yang dianalisis pada 9 5 Block 1 69.0 31.0 85 100
penelitianini. Terdapat dua respon yang dianalisis 10 18 Block 1 62.5 37.5 80 100
yaitu Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan 11 17 Block 1 69.0 31.0 90 100
(KPAP) dan elongasi. 12 4 Block 1 64.1 35.9 90 100
13 3 Block 1 64.1 35.9 85 120
Angka yang diperoleh dari penentuan batas
14 7 Block 1 67.4 32.6 85 80
atas dan batas bawah pada penelitian
15 13 Block 1 69.0 31.0 85 120
pendahuluan dimasukkan ke dalam program 16 15 Block 1 64.1 35.9 83 90
DX7 untuk diolah menjadi rekomendasi 17 10 Block 1 69.0 31.0 80 120
kombinasi perlakuan yang akan dianalisis 18 12 Block 1 62.5 37.5 90 80
responnya.Rekomendasi kombinasi perlakuan 19 9 Block 1 62.5 37.5 83 90
yang diberikan oleh program yaitu sebanyak 20 20 1 Block 1 69.0 31.0 80 120
kombinasi perlakuan. Tabel 3 merupakan hasil
simulasi dari kombinasi empat faktor yang Respon Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan
digunakan. (KPAP)
KPAP pada penelitian ini ditentukan
Pembuatan Sohun Ubi Jalar (modifikasi metode berdasarkan penelitian Muhandri et al. (2011)
Muhandri dan Subarna 2009) yaitu dengan cara merebus 5 gram sohun di
Metode pembuatan sohun diadaptasi dari dalam 200mL air selama 4 menit lalu ditiriskan.
metode pembuatan mi jagung oleh Muhandri dan Rahim et al. (2009) menyatakan bahwa waktu
Subarna (2009). Proses pembuatan sohun diawali pemasakan optimal untuk sohun sagu adalah 4
dengan melarutkan garam dalam air, lalu menit. Sohun kemudian dikeringkan pada oven
dicampur dengan pati ubi jalar menggunakan bersuhu 100°C sampai beratnya konstan lalu
hand mixer selama 3 menit. Wu et al. (2006) ditimbang kembali.Dibutuhkan analisis kadar air
menyatakan bahwa penggunaan NaCl sebaiknya sohun menggunakan metode oven (SNI 01-2891-
tidak lebih dari 2% karena dapat merusak reologi 1992) untuk mengetahui berat kering sohun.
mi. Konsentrasi garam yang dicampurkan KPAP dapat dinyatakan sebagai berikut:
berdasarkan pada berat bahan baku yang e e e e e e e e e
e e e e e
digunakan yaitu pati ubi jalar. Setelah bahan
tercampur menjadi adonan, adonan dimasukkan
ke dalam dalam ekstruder ulir tunggal model LE Prosedur Analisis Data
25-30/C. Hasil ekstrusi berupa sohun ubi jalar Respon Elongasi
basah yang kemudian dikeringkan menggunakan Analisis elongasi sampel sohun dilakukan
oven pengering bersuhu50 °C selama 2 jam menggunakan instrumen Texture Analyzer Stable
sehingga menjadi sohun ubi jalar kering. Micro-System TA-XT2i. Sohun direbus dalam air

4 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


200 mL bersuhu 92 °C-100 °C selama 4 menit Verifikasi Hasil
lalu direndam dalam air bersuhu ruang selama 1 Tahap ini dilakukan untuk memverifikasi
menit untuk kemudian dianalisis. Tujuan kombinasiterbaik yang dihasilkan oleh program
perendaman adalah memudahkan dalam melalui uji laboratorium.Kombinasi optimum yang
pemisahan untaian sohun. Analisis dilakukan diberikan oleh program dianalisis responnya. Hasil
dengan melilitkan untaian sohun pada probe analisis respon kemudian dibandingkan dengan
dengan jarak antar probe 2cm dan kecepatan respon prediksi. Verifikasi dinyatakan baik jika
probe 0.3cm/s. Elongasi dapat dihitung dengan terdapat kesesuaian antara respon aktual dengan
cara berikut: respon prediksi dan dapat diterima dalam interval
( ) tertentu yang ditetapkan program.
( )

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pati ubi jalar 100 mesh
Kadar Air Pati Ubi Jalar
Kadar air pati ubi jalar yang dianalisis
adalah 9.43%bb, sesuai dengan kadar air pati ubi
Pencampuran dengan hand mixer 3 menit
Pelarutan garam
(2%) dalam air
jalar pada penelitian yang telah dilakukan yaitu
9.47±0.38 %bb (Ariefianto 2015).Kadar air pati
ubi jalar memenuhi SNI (01-3729-1995)
Pemasakan dan pencetakan dengan ekstruder pemasak-
pencetak model LE 25-30/C mengenai syarat mutu pati sagu yaitu kadar air
maksimum 13 %bb.

Sohun ubi jalar Analisis Respon Sohun Ubi Jalar


Respon yang dianalisis untuk menentukan
optimasi sohun ubi jalar adalah Kehilangan
Pengeringan 50°C selama 2 jam
Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) dan
elongasi.Analisis kadar air sohun ubi jalar
Sohun ubi jalar
kering
dibutuhkan untuk menghitung KPAP. Semakin
rendah nilai KPAP mi matang menunjukkan
bahwa mi memiliki tekstur yang baik dan
Gambar 1. Diagram alir pembuatan sohun ubi homogen. Mi dengan persen elongasi tinggi
jalar (Muhandri dan Subarna 2009 menunjukkan karakteristik mi yang tidak mudah
denganmodifikasi) putus (Muhandri dan Subarna 2009). Sifat ini
Optimasi Formula dan Kondisi Proses penting karena konsumen tidak menginginkan mi
Seluruh rekomendasi yang diberikan yang hancur saat dimakan.Hasil analisis respon
program dilakukan dan dianalisis responnya sohun ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.
melalui uji laboratorium. Program DX7 akan Kadar air maksimum yang tercantum dalam
melakukan optimasi sesuai data variabel dan data SNI (01-3723-1995) untuk mutu sohun adalah
pengukuran respon yang dimasukkan. Model 14.5 %bb. Data menunjukkan bahwa kadar air
yang memberikan signifikansi pada ANOVA dan seluruh kombinasi memenuhi persyaratan mutu
nonsignifikansi pada lack of fit dipilih untuk sohun menurut SNI (01-3723-1995).Hasil
menganalisis variabel. Setelah diperoleh hasil analisis respon yaitu KPAP dan elongasi
ANOVA dari setiap respon, dilanjutkan dengan menentukan hasil RSM untuk optimasi sohun ubi
penentuan formula dan kondisi proses optimum. jalar.
Kombinasi optimum merupakan kombinasi yang
memiliki respon yang sesuai atau mendekati Penentuan Model Prediktor
target optimasi. Keluaran dari tahap optimasi Model prediktor merupakan model yang
adalah rekomendasi beberapa formula dan digunakan untuk mendapatkan formula optimum
kondisi proses baru yang optimal menurut yang sesuai dengan target yang telah ditentukan.
program. Kombinasi yang paling optimal adalah Ada beberapa model prediktor yang ditawarkan
kombinasi dengan nilai desirability maksimum. oleh RSM, antara lain mean (ordo 0), linear (ordo

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 5


1), quadratic (ordo 2), cubic (ordo 3), dan TABEL V
special cubic, yang masing-masing memiliki KRITERIA MODEL PREDIKTOR RSM
bentuk persamaan polinomial berbeda. SOHUN UBI JALAR
Penentuan model setiap respon dicantumkan
Respon
pada hasil ANOVA dengan beberapa kriteria Kriteria Rujukan
KPAP Elongasi
yang harus dipenuhi. Kriteria yang harus
prob>F model < 0.05 0.0037 0.0058
dipenuhi adalah nilai dari prob>F, lack of fit,
Lack of fit >0.05 0.1402 0.5297
Pred R-Squared, dan Adeq Precision (Arifin
2015). Pred R-Squared Bernilai positif 0.2827 0.2376

TABEL IV Adeq Precision > 4.00 5.886 5.366


DATA HASIL ANALISIS KOMBINASI
SOHUN UBI JALAR Model prediktor KPAP sohun ubi jalar
Kadar Air Elongasi adalah quadratic untuk formulasi dan mean
Std KPAP (%)
%bb %bk (%) untuk kondisi proses. Sedangkan model prediktor
1 8.65 ± 0.05 9.46 ± 0.06 23.01 107.08
2 8.42 ± 0.05 9.19 ± 0.06 26.33 76.88 elongasi sohun ubi jalar adalah mean untuk
3 11.90 ± 0.12 13.50 ± 0.15 31.55 81.34 formulasi dan linier untuk kondisi proses.
4 12.23 ±0.17 13.93 ± 0.22 20.97 189.73
5 12.34 ± 0.04 14.08 ± 0.05 25.41 162.32 Analisis ANOVA menunjukkan nilai prob>F
6 12.03 ± 0.21 13.67 ± 0.27 15.07 153.08 sebesar 0.0037 untuk KPAP dan 0.0058 untuk
7 10.31 ± 0.17 11.49 ± 0.21 24.50 117.80
8 11.56 ± 0.14 13.07 ± 0.18 13.06 115.33 elongasi, lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat
9 11.44 ± 0.04 12.92 ± 0.05 36.45 87.64 dinyatakan bahwa faktor berpengaruh secara
10 11.34 ± 0.03 12.78 ± 0.03 32.71 33.53
11 9.25 ± 0.15 10.19 ± 0.18 33.99 108.36 signifikan dari kombinasi yang diukur. Nilai lack
12 10.01 ± 0.09 11.12 ± 0.11 19.72 163.88 of fit 0.1402 untuk KPAP dan 0.5297 untuk
13 10.56 ± 0.05 11.81 ± 0.06 14.76 193.37
14 11.95 ± 0.11 13.57 ± 0.11 32.74 114.77 elongasi, keduanya lebih besar dari 0.05error
15 10.98 ± 0.16 12.33 ± 0.20 29.51 103.78 dinyatakan tidak signifikan sehingga terdapat
16 12.52 ± 0.07 14.31 ± 0.09 29.72 163.37
17 8.25 ± 0.13 8.99 ± 0.15 32.01 38.81 kesesuaian antara model dan respon. Nilai Pred
18 8.23 ± 0.12 8.97 ± 0.15 24.20 89.60 R-Squared positif yaitu 0.2827 untuk KPAP dan
19 7.63 ± 0.26 8.26 ± 0.30 33.30 137.89
20 7.75 ± 0.21 8.40 ± 0.25 28.25 67.43 0.2367 untuk elongasi.Adeq precision 5.886
untuk KPAPdan 5.366 untuk elongasi, lebih
Berdasarkan Anderson dan Whitcomb besar dari 4.00 yang menyatakan bahwa model
(2000), nilai prob>F merupakan probabilitas yg memiliki presisi yang tinggi. Model
diteliti dari nilai F jika hipotesis nol benar dan prediktoruntuk kedua respon dinyatakan dapat
jika nilai probabilitas kecil maka hipotesis nol digunakan karena telah memenuhi keempat
akan ditolak. Nilai prob>F harus < 0.05, yang aspek tersebut.
artinya terdapat perbedaan dari setiap kombinasi
respon yang diukur. Lack of fit merupakan suatu Respon Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan
uji untuk melihat seberapa baik kesesuaian model (KPAP) Sohun Ubi Jalar
dengan respon. Nilai Lack of fit harus > 0.05, Kehilangan padatan akibat pemasakan atau
yang artinya terdapat kesesuaian antara model cooking loss merupakan banyaknya padatan mi
dan respon. Pred R-Squared merupakan suatu basah yang keluar atau terlarut ke dalam air
pengukuran dengan kemampuan untuk selama proses pemasakan. Nilai KPAP
memprediksi model. Nilai Pred R-Squared tidak dinyatakan sebagai perbandingan berat padatan
boleh negatif, yang artinya hasil negatif yang terlepas per berat kering sampel dan
menunjukkan model sangat buruk dan tidak dinyatakan dalam satuan persen (%). Semakin
dapat digunakan untuk menentukan formula rendah nilai KPAP menunjukkan bahwa mi
optimum. Adeq Precision merupakan suatu tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen
pengukuran untuk membandingkan antara nilai (Muhandri dan Subarna 2009).
poin desain yang diprediksi dengan nilai rata-rata Model prediktor untuk respon KPAP sohun
error yang diprediksi. Nilai Adeq Precision harus ubi jalar adalah model quadratic dan mean.
lebih besar dari 4.0000, artinya model memiliki Model ini memiliki nilai R squared 0.4828.
presisi yang tinggi (Kumari et al.2008). Model matematik untuk respon KPAP sohun ubi
jalar adalah sebagai berikut:

6 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


strukturnya yang linier sehingga memudahkan
Keterangan:A= Pati ubi jalar; B=Air pembentukan jaringan tiga dimensi. Semakin
Jumlah pati, jumlah air, serta interaksi antara rendah kandungan amilosa, menyebabkan
pati dan air dinyatakan berpengaruh secara struktur gel yang terbentuk lemah. Lemahnya
signifikan terhadap nilai KPAP sohun ubi jalar struktur gel pati menyebabkan padatan terlarut
(= 0.05). Suhu dan kecepatan ulir ekstruder lebih besar sehingga susut masaknya semakin
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besar (Rahim et al. 2009). Selain itu, tingkat
nilai KPAP sohun ubi jalar (= 0.05). Grafik KPAP tergantung pada derajat gelatinisasi.
RSM untuk respon KPAP menunjukkan bahwa Semakin tinggi derajat gelatinisasi, maka
nilai KPAP terendah terdapat pada jumlah pati KPAPnya akan semakin baik. Pada mi berbasis
65.8% dan jumlah air 34.2%. Interaksi antara pati pati, KPAP disebabkan oleh kelarutan pati
dan air harus diperhatikan untuk menghasilkan tergelatinisasi yang ikatannya lemah di
sohun dengan KPAP yang rendah. permukaan mi (Charutigon et al. 2007). KPAP
Penggunaan air yang terlalu sedikit atau yang tinggi tidak diinginkan karena
terlalu banyak dapat menyebabkan nilai KPAP menghasilkan air rebusan yang keruh dan mi
menjadi tinggi.Peningkatan kadar air dapat yang dihasilkan lengket (Bhattacharya et al.
menyebabkan peningkatan derajat gelatinisasi 1999).
pati. Peningkatan derajat gelatinisasi berarti
bahwa semakin banyak amilosa yang lepas dari Respon Elongasi Sohun Ubi Jalar
granula pati, semakin banyak amilosa yang dapat Elongasi adalah pertambahan panjang mi
berfungsi sebagai pengikat dan mencegah akibat gaya tarikan (Muhandri dan Subarna
komponen-komponen mi terlepas saat dimasak 2009).Model prediktor untuk respon elongasi
(Muhandri dan Subarna 2009).Gelatinisasi pati sohun ubi jalar adalah model quadratic dan
tidak akan terjadi jika air yang tersedia sangat mean. Model ini memiliki nilai R squared0.4545.
sedikit.Terlalu banyak air juga tidak baik karena Persamaan RSM menunjukkan bahwa variabel
dapat mengakibatkan adonan yang terbentuk bebas jumlah pati ubi jalar, jumlah air, dan
lengket sehingga adonan sulit ditangani dan interaksi keduanya berpengaruh secara signifikan
dicetak (Fu 2007). terhadap elongasi sohun ubi jalar (=0.05).
Model matematik untuk respon elongasi sohun
ubi jalar adalah sebagai berikut:

Keterangan: A= Pati ubi jalar; B= Air


Grafik RSM untuk respon elongasi yang
disajikan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa
jumlah pati dan jumlah air harus berada dalam
kombinasi yang tepat. Jumlah air yang semakin
meningkat pada kombinasi dapat meningkatkan
nilai elongasi. Hal tersebut sesuai dengan
Gambar 2. Grafik RSM pada respon KPAP Muhandri dan Subarna (2009) yang meneliti
sohun ubi jalar bahwa kenaikan kadar air meningkatkan elongasi
karena meningkatnya derajat gelatinisasi.Elliason
KPAP untuk semua jenis mi yang dapat dan Gudmunsson (1996) dalam Muhandri dan
diterima oleh ChineseAgricultural Standards dan Subarna (2009) menyatakan bahwa tingginya
Thai Standards adalah kurang dari 10% (Tan et amilosa terlarut dan tingginya kemampuan
al. 2009). Sohun ubi jalar pada penelitian ini pengembangan granula mampu meningkatkan
masih memiliki KPAP yang tinggi yaitu 13.06- elastisitas mi. Sebaliknya, tingginya amilopektin
36.45%. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya terlarut dapat mengganggu pembentukan gel dan
amilosa pada ubi jalar varietas AC yaitu menurunkan elastisitas. Hal ini menunjukkan
8.77±0.33 %bk (Ariefianto 2015). KPAP kecukupan gelatinisasi sangat menentukan sifat
dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. elongasi mi.Kecukupan gelatinisasi pati sangat
Amilosa mudah membentuk gel karena dipengaruhi oleh jumlah air yang digunakan.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 7


tidak optimal, maka proses gelatinisasi yang
terjadi tidak memungkinkan terbentuknya
struktur mikro yang baik(Muhandri 2012).

Kombinasi Optimum dan Verifikasi


Kombinasi optimum ditentukan dari target
respon yang diinginkan. Target untuk KPAP
adalah nilai yang terendah, sedangkan untuk
elongasi ditargetkan memiliki nilai 190%.Nilai
tersebut mengacu pada nilai elongasi sohun
Gambar 3. Grafik RSM pada respon elongasi komersial. Kesesuaian antara respon dan target
sohun ubi jalar diolah untuk menghasilkan kombinasi yang
optimum. Nilai desirability merupakan nilai
Suhu ekstruder dan kecepatan ulir fungsi tujuan optimasi yang menunjukkan
ekstruder yang digunakan tidak berpengaruh kemampuan program untuk memenuhi keinginan
secara signifikan (=0.05) terhadap elongasi berdasarkan kriteria yang ditetapkan pada produk
sohun. Hal tersebut tidak sesuai dengan akhir. Kisaran nilainya dari 0 sampai 1.0. Nilai
penelitian yang telah dilakukan Muhandri et al. desirability yang semakin mendekati nilai 1.0
(2011) bahwa peningkatan suhu ekstruder dan menunjukkan kemampuan program untuk
kecepatan ulir ekstruder dapat meningkatkan menghasilkan produk yang dikehendaki semakin
elongasi mi.Menurut Muhandri (2012), suhu sempurna. Tujuan optimasi bukan untuk
semakin tinggi menyebabkan gelatinisasi memperoleh nilai desirability 1.0, namun untuk
semakin tinggi. Gelatinisasi yang tinggi pada mencari kondisi terbaik yang mempertemukan
adonan selama proses ekstrusi menyebabkan semua fungsi tujuan (Raissi dan Farzani 2009).
kekuatan struktur gel semakin tinggi sehingga mi
semakin tinggi elongasinya. Suhu ekstruder yang TABEL VI
digunakan pada penelitian dianggap sudah HASIL OPTIMASI SOHUN UBI JALAR
menyentuh derajat gelatinisasi optimal sehingga Kec.
Pati Air Suhu
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap (%) (%) (°C)
Ulir KPAP Elongasi
(rpm)
elongasi sohun. Target In range In range In range In Range Minimize Target
Menurut Muhandri (2012), elongasi sohun Lower 62.5 31.0 80 80 13.06 190
meningkat dengan meningkatnya kecepatan ulir Upper 69.0 37.5 90 120 36.45 200
ekstruder. Efek tekanan dan shear stress Importance +++ +++ +++ +++ +++ +++
menyebabkan adonan mengalami pelumatan dan
homogenisasi, sehingga amilosa dapat menyebar Solution desirability
ke seluruh bagian adonan dan membentuk 1 (selected) 65.2 34.8 89 107 19.79 156.96 0.749
struktur matriks yang kokoh melalui ikatan
hidrogen ketika retrogradasi. Kecepatan ulir Nilai desirability sangat dipengaruhi
ekstruder pada penelitian ini tidak berpengaruh kompleksitas komponen, kisaran yang digunakan
secara signifikan terhadap elongasi sohun. dalam komponen, jumlah komponen dan respon,
Amilosa dianggap telah tersebar secara merata serta target yang ingin dicapai dalam
pada adonan sohun selama berada di dalam memperoleh formula optimum. Jumlah masing-
ekstruder dengan berbagai variasi kecepatan ulir. masing bahan baku yang ditentukan dalam selang
Lii dan Chang (1981) mengatakan bahwa yangberbeda-beda akan berpengaruh terhadap
tipe pati ideal dalam pembuatan sohun adalah nilai desirability. Semakin lebar selang
pati yang memiliki kandungan amilosa tinggi, makapenentuan formula optimum dengan
kemampuan pengembangan yang terbatas, serta desirability yang tinggi akan semakin sulit.
memiliki kurva Brabender tipe C. Penentuan Jumlah komponendan respon juga turut
kondisi proses harus tepat dalam pembuatan berpengaruh terhadap nilai desirability formula
sohun menggunakan ekstruder pemasak dan optimum, yaitu semakin banyakjumlah
pencetak. Jika kondisi proses yang diterapkan

8 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


komponen dan respon maka akan semakin sulit ubi jalar yang dihasilkan dari kombinasi
untuk mencapai keadaan optimum sehingga optimum memiliki KPAP 20.85% dan elongasi
nilaidesirability yang akan tercapai kemungkinan 164.98%.
akan rendah. Nilai importance yang
besarmenunjukkkan adanya keinginan untuk Saran
mencapai produk optimum yang ideal. Semakin Perlu diteliti lebih lanjut penggunaan bahan
besar nilaiimportance yang ditetapkan akan baku dengan kadar amilosa yang lebih tinggi
semakin sulit untuk mendapatkan hasil dengan untuk pembuatan sohun ubi jalar agar sohun
nilai desirability yang tinggi (Wahyudi 2012). yang dihasilkan memiliki nilai KPAP yang
Solusi yang ditawarkan program DX7 rendah. Kondisi proses yaitu suhu ekstruder dan
sebanyak 30 kombinasi dengan prediksi hasilnya. kecepatan ulir ekstruder harus diteliti lebih lanjut
Kombinasi optimum untuk membuat sohun ubi pengaruhnya terhadap karakteristik sohun yang
jalar yang dihasilkan program adalah jumlah pati dihasilkan.
65.2%, jumlah air 34.8%, suhu ekstruder 89°C,
dan kecepatan ulir ekstruder 107 rpm. Nilai DAFTAR PUSTAKA
desirability untuk kombinasi tersebut adalah Anderson M, Whitcomb P. 2000. Simple
0.749. Verifikasi hasil dilakukan terhadap hasil Comparative Experiments One-Way ANOVA.
prediksi optimasi untuk menyesuaikan hasil Stat-Ease, Inc.
prediksi yang diberikan olehperangkat lunak DX-
Ariefianto D I. 2015. Karakterisasi sifat
7 dengan hasil aktual yang dilakukan.Nilai aktual
KPAP dan elongasi masih sesuai dengan prediksi fisikokimia pati beberapa varietas ubi jalar
yang dibuat oleh program DX7. Hal tersebut (Ipomoea batatas (L.) Lam.) [skripsi].
ditunjukkan dengan nilai kedua respon memenuhi Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
95% confident interval yang disajikan program. Arifin RP. 2015. Optimasi Formula Flakes
Tempe Dengan Response Surface Method
TABEL VII (RSM) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
VERIFIKASI HASIL Pertanian Bogor.
Aktual
Bas D, Boyaci IH. 2007. Modelling and
SE 95% CI 95% CI
Respon Prediksi
Mean Low High U1 U2
Rata- optimization I : usability of response surface
rata
KPAP (%) 19.79 2.29 14.95 24.63 19.93 21.77 20.85 methodology. J. Food eng. 78:836-845.
Elongasi (%) 156.9 15.46 124.2 189.5 162.75 167.2 164.9
6 8 2 1 8 Bhattacharya M, Zee SY, Corke H. 1999.
Physicochemical properties related to quality
IV. SIMPULAN DAN SARAN of rice noodles. Cereal Chemistry. 76(6): 861-
867.
Simpulan
Chang SM. 1983. The fine structure of the
Sohun ubi jalar memiliki nilai KPAP yang amyloses from some tuber starches and their
cukup tinggi dibandingkan dengan standar yang noodle quality. Prosiding 6th Inter Congress
ada.Jumlah pati, jumlah air, serta interaksi antara of Food Science and Technology. Taiwan:
pati dan air berpengaruh secara signifikan Academia Sinica. hlm 111-112.
(=0.05) terhadap KPAP sohun ubi jalar.Suhu
Chansri R, Puttanlek C, Rungsadthong V,
ekstruder dan kecepatan ulir ekstruder
Uttapap D. 2005. Characteristics of clear
berpengaruh secara signifikan (=0.05) terhadap
noodles prepared from edible canna starches.
respon elongasi sohun ubi jalar. Nilai elongasi
J of Food Science. 70(5):337-342.
meningkat jika suhu ekstruder dan kecepatan ulir
ekstruder ditingkatkan, begitu pula sebaliknya. Charutigon C, Jintana J, Pimjai N, Vilai R. 2007.
Kombinasi optimum yang dihasilkan untuk Effects of processing conditions and the use of
membuat sohun ubi jalar menggunakan ekstruder modified starch and monoglyseride on some
ulir tunggal adalah jumlah pati 65.2%, jumlah air properties of extruded rice vermicelli. Swiss
34.8%, suhu ekstruder 89°C dan kecepatan ulir Society of F Sci Tech. 41:642-651.
ekstruder 107 rpm. Kombinasi optimum tersebut Chen Z, Sagis L, Legger JPH, Linssen, Schols
memiliki nilai desirability sebesar 0.749. Sohun HA, Voragen AGJ. 2002. Evaluation of starch

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 9


noodles made from three typical chinese sweet Pranoto Y, Rahmayuni, Haryadi, Rakshit SK.
potato starches. J of Food Science. Physicochemical properties of heat moisture
67(9):3342-3347. treated sweet potato starches of selected
Chen Z. 2003. Physicochemical properties of Indonesian varieties. International Food
sweet potato starches and their application in Research Journal. 21(5):2031-2038.
noodle products [disertasi]. Wagenigen(NL): Rahim A, Mappiratu, Noviyanty A. 2009. Sifat
Wagenigen University. fisikokimia dan sensoris sohun instan dari pati
Colonna P. 1984. Extrusion cooking and drum sagu. J. Agroland. 16(2):124-129.
drying of wheat starch, physical and Raissi S, Farzani RE. 2009. Statistical process
macromolecul modifications. Cereal Chem. optimization through multi-response surface
61(5):38-43. methodology. World Academy of Science,
Elliason AC, Gudmundsson M. 1996. Starch: Engineering and Technology.
physicochemical functional aspects. Di dalam: Sirirat S, Charutigon C, Rungsadthong V. 2005.
Elliason AC (Ed.) Carbohydrates in Food. Preparation of rice vermicelli by direct
New York(US): Marcell Dekker Inc. extrusion. The Journal of KMITNB. 15(1):39-
Fu BX. 2007. Asian noodles: history, 45.
classification, raw materials, and processing. Tan HZ, Li ZG, Tan B. 2009. Starch noodles:
Food Research International. 41:888-902. history, classification, materials, processing,
Kim YS, Wiesenborn DP. 1995. Starch noodle structure, nutrition, quality evaluating and
quality as related to potato genotypes. J of improving. JFoodres. 40:551-556.
Food Science. 61:248-252. Thao HM, Noomhorm A. 2011. Physiochemical
Kumari KS, Babu IS, Rao GH. 2008. Process properties of sweet potato and mungbean
optimization for citric acid production starch and their blends for noodle production.
J Food Process Technol. 2(1):1-9.
from raw glycerol using response surface
methodology. IJBT. 7:496-501. Tsakama M, Mwangwela AM, Manani TA,
Mahungu NM. 2011. Effect of heat moisture
Lii CY, Chang SM. 1981. Characterization of red
treatment on physicochemical and pasting
bean (Phaseolus radiatus var. aurea) starch
properties of starch extracted from eleven
and its noodle quality. J Food Sci. 46:78-81.
sweet potato varieties. International Research
Mesiana C. 2013. Pemanfaatan tepung asia ubi Journal of Agricultural Science and Soil
jalar sebagai bahan pengisi dalam pembuatan Science. 1(7):254-260.
saus cabai. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Vasanthan T, Li JH. 2003. Hypochlorite
Pertanian Bogor.
oxidation of field pea starch and its suitability
Muhandri T dan Subarna. 2009. Pengaruh kadar for noodle making using an extrusion cooker.
air, NaCl, dan jumlah passing terhadap Food Research International. 36:381-386.
karakterisrik reologi mie jagung. J.Teknol dan
Wahyudi M, Kusningsih. 2008. Teknik
Industri Pangan.22(1):71-77.
pengeringan mi sagu dengan menggunakan
Muhandri T, Ahza AB, Syarief R, Sutrisno. 2011. pengering rak. Buletin Teknik
Optimasi proses ekstrusi mi jagung dengan Pertanian.13(2):62-64.
metode permukaan respon. J. Teknol.dan
Wahyudi. 2012. Optimasi formula produk
Industri Pangan.22(2):97-104.
ekstrusi snack makaroni dari tepung sukun
Muhandri T. 2012. Mekanisme proses (Artocarpus altilis) dengan metode desain
pembuatan mi berbahan baku jagung. Buletin campuran (Mixture Design). [skripsi]. Bogor
Teknol. Pascapanen Pertanian. 8(2): 71-79. (ID): Institut Pertanian Bogor.
Padmaningrum RT, Utomo MP. 2007. Perubahan
warna dan kadar β-karoten dalam tepung ubi
jalar (Ipomea batatas, L.) akibat pemutihan. J.
Penelitian Saintek. 12(2):153-170.

10 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Karakteristik Kerang Pokea (Batissa violacea Celebensis Martens 1897) Asap
Khas Sulawesi Tenggara
Kobajashi Togo Isamu1), Ahmad Mustafa2) dan Fajriah3)
1)
Jurusan/Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian,
Universitas Halu Oleo, Jln. H.E.A. Mokodompit, Kendari 93232
E-mail: kobajashi.tisamu@yahoo.com
2)
Jurusan/Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Halu Oleo, Jln. H.E.A. Mokodompit, Kendari 93232
E-mail: astafa_611@yahoo.com
3)
Prodi. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Muhammadiyah Kendari, Jln. K.H. Ahmad Dahlan, Kendari 93232
E-mail: rhia.fajriah@yahoo.com

Abstrak— Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi komponen gizi kerang pokea (Batissa
violacea Celebensis Martens 1897) asap yang dijual di pasar-pasar tradisional utama di Kabupaten Konawe
Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara. Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan cara mengambil sampel
pokea secara acak sederhana (Simple Random Sampling) yang banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional
utama di Kabupaten Konawe Utara, sebagai Kabupaten produsen terbesar kerang pokea asap di Sulawesi
Tenggara. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dalam selang waktu 1 (satu) minggu.
Sampel yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis kandungan gizinya berupa kadar air, protein, lemak, abu
dan serat kasar pada masing-masing sampel. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perbedaan
komponen gizi pada masing-masing sampel yang diambil dari produsen yang berbeda. Kesimpulan yang
didapatkan yaitu perbedaan produsen dan metode pengasapan yang digunakan, berpengaruh pada
kandungan gizi kerang pokea asap.
Kata Kunci— Batissa violacea Celebensis, Komposisi gizi, Sulawesi Tenggara

senyawa nitrogen, macrolides, prostaglandin dan


I.PENDAHULUAN turunan asam lemak, senyawa-senyawa lain dan
Beberapa jenis moluska merupakan komoditi alkaloid; semuanya memiliki jenis aktivitas
perikanan yang potensial untuk dikembangkan dan tertentu (Balcázar et al. 2006; Blunt et al. 2006).
sangat menjanjikan sebagai kandidat sumber Kerang pokea (Batissa violacea celebensis
senyawa bioaktif baru untuk berbagai aplikasi Marten 1897) merupakan jenis bivalvia dari
bioteknologi. Bivalvia dan gastropoda adalah Famili Corbiculidae yang ditemukan di Sungai
salah satu jenis moluska yang keberadaannya Pohara Kabupaten Konawe, Sulawesi. Di
cukup melimpah di wilayah perairan tropis dan habitatnya, kerang pokea mendiami dasar perairan
merupakan sumber protein hewani yang baik dengan tekstur substrat berpasir. Kerang ini juga
dengan harga relatif murah. Senyawa bioaktif menyukai perairan dengan arus kuat dan hidup
yang ditemukan dalam moluska antara lain berkelompok sebagai bentuk adaptasinya (Bahtiar
diidentifikasi esensial sebagai peptida, depsipeptid, 2005). Penelitian mengenai karakteristik kimia
seskuiterpen, skualen, terpen, polypropionat, moluska, khususnya bivalvia dan gastropoda yang
berpotensi sebagai nutraceutical maupun diharapkan dapat memberikan informasi baru
pharmaceutical telah banyak dilakukan. Beberapa tentang kerang pokea asap.
diantaranya adalah lintah laut (Discodoris sp.)
(Ibrahim 2001; Nurjanah et al. 2009); keong METODE PENELITIAN
II.
ipong-ipong (Fasciolaria salmo) (Nurjanah et al. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten
2011a); kerang darah (Anadara granosa) Konawe Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara.
(Nurjanah et al. 1999; Nurjanah et al. 2005);
kerang pisau (Solen spp) (Nurjanah et al. 2011b); A. Bahan dan Peralatan
kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) (Nurjanah et Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
al. 2010), kijing taiwan (Anodonta woodiana Lea.) yaitu, kerang pokea asap, H2SO4, aquades, HCl,
(Salamah et al. 2008); kerang mas ngur H3BO3, selenium mix, n-hexana, phenolphthalein,
(Atactodea striata) (Waranmaselembun 2007; kertas saring, NaOH. Sedangkan alat yang
Mutaqin 2009); Cerastoderma edule (Cardiidae), digunakan yaitu, Hot plate (merk Thermoline),
Ruditapes philippinarum (Veneridae), Ostrea Buret (merk Duran), Heating mantle (merk
edulis (Ostreidae), Crepidula fornicata Thermoline), Oven (merk Memmert), Tanur (merk
(Calyptraeidae), Buccinum undatum (Buccinidae) Barnstead Thermoline suhu 1200oC), Destilator
(Defer et al. 2009); Cyclina sinensis (Jiang et al. (gelas volume 500 mL), Soxhlet (gelas volume
2011); dan abalon (Haliotis discus hannai Ino) 500 mL), desikator, crushible tang).
(Zhou et al. 2011).
B. Prosedur Penelitian
Secara umum, pemanfaatan kerang pokea
oleh masyarakat setempat salah satunya adalah Tahap penelitian ini dimulai dari survei produk
dengan cara diasap. Proses pengolahan tersebut, pokea asap yang dijual di pasar-pasar tradisional
diduga dapat berpengaruh terhadap karakteristik utama di Kabupaten Konawe Utara Sulawesi
kimia kerang pokea, yaitu kadar air, kadar protein, Tenggara, selanjutnya dilakukan pengambilan
kadar lemak dan kadar karbohidrat. sampel pokea asap sebanyak ± 1 kg dari tiap
Pengasapan bahan pangan khususnya ikan dan pedagang menggunakan metode sampling acak
produk perikanan lainnya (salah satunya kerang), sederhana (Simple Random Sampling)
merupakan salah satu dari banyaknya teknologi berdasarkan data survei awal. Sampling dilakukan
pengolahan tertua yang dilakukan selama sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 1 (satu)
bertahun-tahun secara tradisional. Pengasapan minggu. Setiap tahapan sampling diikuti dengan
dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak,
senyawa volatil pada produk yang dihasilkan dari kadar abu dan serat kasar di laboratorium.
pembakaran kayu ataupun bahan sejenis, dimana Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
tercatat dapat menghasilkan produk dengan rasa analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak
dan aroma spesifik, umur simpan yang lama dan serat kasar) berdasarkan AOAC (2005). Data
karena aktifitas anti bakteri, menghambat aktifitas pengamatan analisis kandungan gizi dianalisis
enzimatis pada produk sehingga dapat menggunakan analisis deskriptif untuk
mempengaruhi kualitas produk asapan. memberikan gambaran umum tentang data yang
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk telah diperoleh dengan replikasi sebanyak 3 kali
mengamati proses pengasapan terhadap kualitas (n=3). Hasil yang disajikan merupakan nilai rata-
ikan asap pada jenis ikan yang berbeda rata±standar deviasi (SD).
(Swastawati, 2004; Sinclair et al., 1998; Basak et
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
al. 2010; Koral et al. 2010; Kumolu-Johnson et al.
2010; Varlet et al. 2007; Olabemiwo et al. 2011; A. Kadar Air
Visciano et al. 2009; Wretling et al. 2010; Kadar air kerang pokea asap pada berbagai
Sigurgisladottir et al. 2000; Silva et al. 2011; produsen menunjukkan kisaran 14,72%. Hasil
Ahmed et al. 2010; Stephen et al., 2010; Palm et analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat
al. 2011). Namun informasi mengenai kandungan perbedaan nyata (P<0.05) antara produsen
gizi kerang pokea asap yang dipasarkan di pasar- terhadap kadar air produk kerang pokea asap yang
pasar tradisional utama di Kabupaten Konawe dihasilkan. Rerata kadar air kerang pokea asap
Utara belum tersedia, sehingga penelitian ini

12 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


pada berbagai produsen di Kabupaten Konawe jenis kayu Acacia seyal dan jenis Citrus lemon,
Utara ditunjukkan pada Tabel I. rerata kadar proteinnya sebesar 23,15% dan
22,55% secara berurutan.
TABEL I
RERATA KADAR AIR (%) KERANG POKEA ASAP C. Kadar Lemak
Produsen Rerata Kadar Air (%) BNT 5%
Kadar lemak kerang pokea asap pada berbagai
1, 2 dan 3 14,72±0,75a 1,042 produsen berkisar pada 12.02%. Hasil analisis
Keterangan: nilai dengan superskrip yang sama pada satu kolom, tidak
berbeda nyata (P>0,05) ragam menunjukkan terdapat perbedaan nyata
(P<0.05) antara produsen terhadap kadar lemak
Kumolu-Johnson et al. (2010) menyatakan produk kerang pokea asap yang dihasilkan. Rerata
bahwa kehilangan kadar air ikan asap dapat kadar lemak kerang pokea asap pada berbagai
diakibatkan oleh proses pengasapan panas (hot produsen di Kabupaten Konawe Utara ditunjukkan
smoking), dimana dilaporkan bahwa kadar air ikan pada Tabel III.
jenis lele (Clarias gariepinus) yang diasap selama
4 jam pada suhu 100oC di Nigeria, memiliki rerata TABEL III
kadar air antara 10,86% sampai 26,50%. RERATA KADAR LEMAK (%) KERANG POKEA ASAP
Sedangkan Swastawati (2004) melaporkan bahwa Produsen Rerata Kadar Lemak (%) BNT 5%
rerata kadar air ikan bandeng (Chanos chanos F) a
1, 2 dan 3 12.02±0,35 0,854
yang diasap selama 3 jam pada suhu 40oC sampai
Keterangan: nilai dengan superskrip yang sama pada satu
80oC yaitu sebesar 68,11%. kolom, tidak berbeda nyata (P>0,05)
B. Kadar Protein
Kadar protein kerang pokea asap pada berbagai Perbedaan rerata kadar lemak kerang pokea
produsen berkisar pada 47.07%. Hasil analisis asap antara produsen dapat disebabkan oleh
ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perbedaan kadar air, dimana berkurangnya kadar
nyata (P<0,05) antara produsen terhadap kadar air akan menyebabkan meningkatnya kadar lemak.
protein produk kerang pokea asap yang dihasilkan. Kemungkinan lain juga dapat disebabkan oleh
perlakuan selama proses pengasapan. Ahmed et al.
TABEL II (2010) melaporkan bahwa antara produk ikan asap,
RERATA KADAR PROTEIN (%) KERANG POKEA kadar protein dan kadar lemak yang meningkat,
ASAP dikarenakan berkurangnya kadar air selama proses
Produsen Rerata Kadar Protein (%) BNT 5% pengasapan.
c
1, 2, dan 3 47.07±2.35 1,023
Keterangan: nilai dengan superskrip yang sama pada satu D. Kadar Abu
kolom, tidak berbeda nyata (P>0,05) Kadar abu kerang pokea asap pada berbagai
produsen berkisar pada 6.14%. Hasil analisis
Kadar protein sering dihubungkan dengan ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kadar air, dimana bila kadar air produk ikan asap nyata (P<0.05) antara produsen terhadap kadar abu
relatif tinggi, maka kadar protein akan menurun, produk kerang pokea asap yang dihasilkan. Rerata
disebabkan banyaknya protein yang masih terikat kadar abu kerang pokea asap pada berbagai
dengan air, begitupun sebaliknya dengan kadar air produsen di Kabupaten Konawe Utara ditunjukkan
yang rendah akan meningkatkan kadar protein. pada Tabel IV.
Ahmed et al. (2010) menyatakan bahwa kaitan
antara produk ikan asap, kadar protein, dan kadar TABEL IV
lemak yang meningkat, dikarenakan berkurangnya RERATA KADAR ABU (%) KERANG POKEA ASAP
kadar air selama proses pengasapan, selanjutnya Produsen Rerata Kadar Abu (%) BNT 5%
dilaporkan bahwa rerata kadar protein ikan jenis 1, 2 dan 3 6.14±0,38b 0,157
Nila (Oreochromis niloticus) yang diasap Keterangan: nilai dengan superskrip yang sama pada satu
menggunakan kayu jenis Acacia seyal dan jenis kolom, tidak berbeda nyata (P>0,05)
Citrus lemon, nilainya sebesar 22,15% dan
21,15% secara berurutan. Sementara ikan jenis Perbedaan rerata kadar abu tersebut
Clarias lazera yang juga diasap menggunakan dikarenakan jumlah bahan bakar serta lamanya

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 13


waktu yang digunakan dalam proses pengasapan masyarakat, Kementerian Riset, Teknologi dan
antara produsen tidak sama, sehingga dapat Pendidikan Tinggi, yang telah menyetujui
mempengaruhi berbedanya kadar air yang penugasan penelitian ini, serta Lembaga Penelitian
dihasilkan, hal dapat diasumsikan bahwa dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas
rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh Halu Oleo (LPPM-UHO) yang telah memfasilitasi
meningkatnya kadar air, begitupun sebaliknya. terselanggaranya penelitian ini dengan tuntas.
Ahmed et al. (2010) melaporkan bahwa kaitan
antara produk ikan asap, kadar protein, kadar DAFTAR PUSTAKA
lemak dan kadar abu yang meningkat, dikarenakan Ahmed, E.O., Ali M.E., Kalid R.A., Taha H.M.
berkurangnya kadar air selama proses pengasapan, and Mahammed A.A. 2010. Investigating the
khusus kadar abu umumnya lebih disebabkan quality changes of raw and hot smoked
meningkatnya kadar garam selama proses Oreochromis niloticus and Clarias lazera,
pengasapan. Pakistan J. of Nutrition, 9 (5): 481-484.
E. Serat Kasar AOAC (Association of Official Analytical
Kadar serat kasar kerang pokea asap pada Chemists). 2005. Official Methods of Analysis
berbagai produsen berkisar pada 3.50%. Hasil (18th ed.), Washington, DC.
analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat Bahtiar. 2005. Kajian populasi pokea (Batissa
perbedaan nyata (P<0.05) antara produsen violacea celebensis Martens, 1897) di Sungai
terhadap kadar serat kasar produk kerang pokea Pohara Kendari Sulawesi Tenggara [tesis].
asap yang dihasilkan. Rerata kadar abu kerang Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
pokea asap pada berbagai produsen di Kabupaten Bogor.
Konawe Utara ditunjukkan pada Tabel V. Balcázar JL, Blas I, Ruiz-Zarzuela I, Cunningham
D, Vendrell D, Múzquiz JL. 2006. The role of
TABEL V probiotics in aquaculture. Vet. Microbiol.
RERATA KADAR SERAT KASAR (%) KERANG POKEA 114:173-186.
ASAP
Rerata Kadar Serat BNT 5% Basak, S., G.F. Sengor and F.T. Karakoc. 2010.
Produsen The detection of potential carcinogenic PAH
Kasar (%)
1, 2 dan 3 3.50±0,09b 0,157 using procedure in two different smoked, case
Keterangan: nilai dengan superskrip yang sama pada satu study: Istanbul/Turkey, Turkish J. of Fisheries
kolom, tidak berbeda nyata (P>0,05) and Aquatic Sci., 10: 351-355.
Blunt JW, Copp BR, Munro MHG, Northcote PT,
Data dalam Tabel V terlihat bahwa Rerata
Prinsep MR. 2006. Marine natural products.
kadar serat kasar Kerang pokea asap relative sama,
Nat. Prod. Rep. 23:26–78.
hal tersebut dikarenakan Kerang dan ikan secara
umum, termasuk bahan yang mengandung rendah Defer D, Bourgougnon N, Fleury Y. 2009.
serat kasar, dibandingkan bahan yang bersumber Screening for antibacterial and antiviral
dari tumbuhan. Menurut Murniyati dan Sunarman activities in three bivalve and two gastropod
(2000), kandungan karbohidrat (termasuk serat marine molluscs. Aquaculture 293:1-7.
kasar) ikan, berkisar antara 1 – 2%. Ibrahim M. 2001. Isolasi dan uji aktivitas biologi
senyawa steroid dari lintah laut (Discodoris sp.)
IV. KESIMPULAN [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu perbedaan Pertanian Bogor.
produsen dan metode pengasapan yang digunakan, Koral, S., S. Kose and B. Tufan. 2010. The effect
berpengaruh nyata terhadap kandungan gizi yaitu of storage on the chemical and sensorial quality
kadar air, protein, lemak, abu serta serat kasar of hot smoked Atlantic bonito (Sarda sarda,
kerang pokea asap. Bloch, 1838) packed in aluminium foil, Turkish
J. of Fisheries Sci., 10: 439-443.
UCAPAN TERIMA KASIH Kumolu-Johnson, C.A., N.F. Aladetohun and P.E.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ndimele. 2010. The effect of smoking on the
Direktorat Jenderal Riset dan Pengabdian kepada nutritional qualities and shelf-life of Clarias

14 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


gariepinus (Burchell 1822), African J. of Palm, L.M.N., Deric C., Philip O.Y., Winston J.Q.,
Biotechnology, 9 (1): 073-076. Mordecai A.G. and Albert D. 2011.
Murniyati A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Characterization of polycyclic aromatic
Pembekuan dan Pengawetan Ikan. PT. Kanisius. hydrocarbons (PAHs) present in smoked fish
Jakarta. from Ghana, Advanced J. of Food Sci. and
Tech., 3 (5): 332-338.
Mutaqin AM. 2009. Pengujian toksisitas kerang
mas ngur (Atactodea striata) [tesis]. Bogor: Sigurgisladottir, S., M.S. Sigurdardottir, O.
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Torrissen, J.L. Vallet and H. Hafsteinsson.
2000. Effect of different salting and smoking
Nurjanah, Abdullah A, Apriandi A. 2011a.
processes on the microstructure, the texture and
Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif
yield of Atlantic salmon (Salmo salar) fillets,
keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). Jurnal
Food research international, 33: 847-855.
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
5(1):22-291. Silva, B.O., O.T. Adetunde, T.O. Oluseyi, K.O.
Olayinka and B.I. Alo. 2011. Effect of method
Nurjanah, Abdullah A, Izzati L. 2011b. Aktivitas
of smoking on the levels of polycyclic aromatic
antioksidan dan komponen bioaktif kerang
hydrocarbons (PAHs) in some localy consumed
pisau (Solen spp). Jurnal Kelautan, in press.
fished in Nigeria, African J. of Food Sci., 5 (7):
Nurjanah, Hardjito L, Monintja D, Bintang M, 384-391.
Agungpriyono DR. 2009a. Antikolesterolemia
Sinclair, A.J., Oon K.S., Lim L., Li D. and Mann
lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan pulau
N.J. 1998. The ω-3 fatty acid content of canned,
Buton pada kelinci New zealand white. Jurnal
smoked and fresh in Australia, Aust. J. Nutr.
Kelautan dan Perikanan 2:31-41.
Diet. 55: 116-120.
Nurjanah, Hardjito L, Monintja D, Bintang M,
Stephen, M.L., Jeya Shakila R., Jeyasekaran G.
Agungpriyono DR. 2009b. Aktivitas
and Sukumar D. 2010. Effect of different types
antioksidan lintah laut (Discodoris sp.) dari
of heat processing on chemical changes in tuna,
perairan Pulau Buton Sulawesi Tenggara.
J. Food Sci. Tech., 47 (2): 174-181.
Prosiding Seminar Nasional Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Swastawati, F. 2004. The effect of smoking
Perikanan. Hal: 49-58. duration on the quality and DHA composition
of milkfish Chanos chanos F, J. of Coastal
Nurjanah, Hartanti, Nitibaskara RR. 1999.
Develop., 3: 137-142.
Analisa kandungan logam berat Hg, Cd, Pb, As
dan Cu dalam tubuh kerang konsumsi. Buletin Varlet, V., T. Serot, C. Knockaert, J. Comet, M.
Teknologi Hasil Perikanan 6(1):5-8. Cardinal, F. Monteau, B. Le Bizec and C. Prost.
2007. Organoleptic characterization and PAH
Nurjanah, Purwatiningsih, Salamah, Abdullah A.
content of salmon (Salmo salar) fillets smoked
2010. Karakteristik Protein dan Asam Amino
according to four industrial smoking techniques,
Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ
J. of the Sci. of Food and Agric., 87 (5): 847-
Gede, Bogor. Prosiding, Seminar Nasional
854.
Perikanan Indonesia 2010, Melindungi Nelayan
dan Sumberdaya ikan. Visciano, P., Monia P., Maurizio M. and Michele
A. 2009. Selected polycyclic aromatic
Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005.
hydrocarbons in smoked tuna, swordfish and
Kandungan mineral dan proksimat kerang
Atlantic salmon fillets, International J. of Food
darah (Anadara granosa) yang diambil dari
Sci. & Tech. 44: 2028-2032.
Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin
Teknologi Hasil Perairan 2(7):15-24. Wretling, S., A. Eriksson, G.A. Eskhult and B.
Larsson. 2010. Polycyclic aromatic
Olabemiwo, O.M., A.O. Alade, A.C. Tella and
hydrocarbons (PAHs) in Swedish smoked meat
G.O. Adediran. 2011. Assesment of polycyclic
and fish, J. of Food Composition and Analysis,
aromatic hydrocarbons content in smoked C.
23: 264-272.
gariepinus and T. guineensis fish species
available in Western Nigeria, International J. of Zhou DY, Zhu BW, Qiao L, Wu HT, Li DM,
Basic & App. Sci., 11 (2): 135-150. Yang JF, Murata Y. 2011. In vitro antioxidant

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 15


activity of enzymatic hydrolysates prepared viscera. Food. Bioprod. Process, in press.
from abalone (Haliotis discus hannai Ino)

16 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Formulasi Dan Karakterisasi Cookies Ubijalar Non Pragelatinisasi Dan
Pragelatinisasi
[Formulation And Characterization Of Sweetpotato Cookies Non Pre-Gelatinization
And Pre-Gelatinization]
Sritina N. P. Paiki1,2), Mathelda K. Roreng1), Murtiningrum1), Musa K. Koibur2)
1)
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UNIPA
2)
PDD-AK Kabupaten Sorong Selatan UNIPA
Jl. Gunung Salju, Amban, Manokwari 98314
Email: tinnapaiki.tp@gmail.com

Abstract --- Sweet potato is considered as a local food commodity that has huge potential to be
cultivated in Papua. However, the prospect of utilization is still not developed well in terms of upsizing
its potency as a basic raw material. Therefore, expanded efforts are ultimately needed in order to scale
up sweet potato-based food diversification. One of the derived potential products to be developed is
cookies. The quality of cookies highly depends on its flour characteristic being used. The alternative
use of pre-gelatinization sweet potato flour is expected to increase the quality of the cookies. The
objectives of this research are to determine the formulation of sweet potato cookies and to discern both
its physicochemical and organoleptic properties. Observations were carried out towards the
composition of sweet potato flour proximate, chemical composition of sweet potato cookies and its
organoleptic properties. The result pointed out that the best formula was by emanating 50% of pre-
gelatinization sweet potato flour combined with 50% of wheat flour. A such combined cookie product
had hardness level of 1313.76 gf, brightness level of 61.84 (L value), water content of 3.16%, ash
content of 2.52%, protein content of 14.43%, fat composition of 27.69 %, carbohydrate content of
52.21%, total carotenoid of 3.96 ppm, and crude fiber of 11.43% respectively. Meanwhile, the average
likeness to color parameter was 4.68 (like), smelled parameter was 5.28 (like), tasted parameter was
5.32 (like), and textured parameter was 5.32 (like).
Keywords: sweet potato, cookies, pre-gelatinization

I. PENDAHULUAN masyarakat di Provinsi Papua Barat tercukupi


oleh produksi lokal dan masih mengalami
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan surplus. Kelebihan produksi tersebut menjadi
salah satu komoditas tanaman pangan yang suatu tantangan untuk memanfaatkan ubijalar
dapat tumbuh dan berkembang di seluruh menjadi aneka produk olahan yang memiliki
Indonesia. Di kawasan timur Indonesia, daya saing tinggi.
khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat, Ubijalar merupakan sumber karbohidrat
ubijalar dijadikan makanan pokok. Produksi non beras tertinggi keempat setelah padi,
ubijalar di Provinsi Papua Barat mencapai jagung, dan ubikayu serta mampu
20.440 ton pada tahun 2011, sementara meningkatkan ketersediaan pangan dan
konsumsi total dan konsumsi per kapitanya diversifikasi pangan pada masyarakat. Sebagai
tidak seluruhnya (BPS, 2012). Hal ini sumber pangan, tanaman ini mengandung
menunjukkan bahwa kebutuhan ubijalar
energi, β-karoten, vitamin C, niacin, powder, susu skim, dan bahan analisis
riboflavin, thiamin, dan mineral.Ubijalar proksimat tepung dan cookies.
tergolong dalam jenis tanaman umbi-umbian Peralatan yang digunakan adalah pisau,
yang memiliki masa simpan yang relatiflama blender, nampan stainless steel, oven, mixer,
dan bernilai ekonomis tinggi. Namun, wadah stainless steel, sealer,texture analyzer
pemanfaatannya sebagai bahan baku produk XT-21, Minolta chomatometer, dan peralatan
olahan masih sangat minim. analisis proksimat.
Upaya pengembangan ubijalar sebagai
bahan baku produk telah banyak dilakukan. B. Prosedur Penelitian
Penelitian terdahulu telah berhasil melakukan Penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu
substitusi terigu dan tepung ubijalar dengan pembuatan tepung ubijalar, formulasi dan
berbagai persentase, yaitu pada pembuatan roti pembuatan cookies ubijalar, serta pengujian
tawar sebesar 20% (Hardoko,et al., 2010), mi sifat fisikokimia dan organoleptik
kering 60% (Kurniawati dan Susanto, 2015), cookiesubijalar.Pembuatan tepung ubijalar non
minuman berantosianin 20% (Ticoalu,et al., pragelatinisasi dilakukan dengan cara ubijalar
2016),cookies40% (Singh, et al., 2008). diiris tipis (±2 mm) lalu direndam dalam
Cookiesadalah jenis biskuit yang dibuat dari larutan garam 15%, kemudian dikeringkan,
adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif selanjutnya dihaluskan dan diayak (80
renyah dan apabila dipatahkan penampang mesh).Untuk tepung ubijalar pragelatinisasi
potongannya bertekstur padat (BSN, 1992). dibuat dengan cara ubijalar diiris tipis, lalu
Cookies merupakan salah satu produk olahan direndam dalam larutan garam 15%, kemudian
yang disukai oleh semua golongan umur, dikukus, lalu dikeringkan, dan selanjutnya
karena teksturnya yang renyah. Tekstur produk dihaluskan dan diayak (80 mesh).
pangan merupakan parameter mutu yang Formulasi cookies ubijalar yang dibuat
penting bagi konsumen. Teksturcookies yang disajikan pada Tabel 1. Tahapan pembuatan
diinginkan adalah tekstur yang renyah tetapi cookies adalah telur, gula, butter, dan susu
tidak rapuh (padat). Sifat tersebut sangat dikocok hingga mengembang, lalu masukan
dipengaruhi oleh sifat bahan baku yang bahan-bahan lainnya sambil terus dikocok
digunakan terutama bahan tepungnya. hingga adonan tercampur rata. Selanjutnya
Mutu tepung ubijalar sebagai bahan baku adonan dicetak dan dipanggang pada suhu
dalam pembuatan cookies dapat ditingkatkan 150 °C hingga matang (10 menit).
dengan proses pragelatinisasi. Pragelatinisasi
Tabel 1. Formulasi Cookies Ubijalar
merupakan modifikasi fisik terhadap pati
Bahan (gr) F1 F2 F3 F4 F5
dengan melibatkan panas dan air untuk
Tepung ubijalar 250 - - 125 -
memecahkan semua atau sebagian granula pragelatinisasi
pati, kemudian dikeringkan dan digiling sesuai Tepung ubijalar non - 250 125 - -
dengan ukuran serbuk yang diinginkan (Rowe, pragelatinisasi
et al., 2006). Tepung terigu - - 125 125 250
Tujuan penelitian ini adalah untuk Butter 170 170 170 170 170
Gula 155 155 155 155 155
menentukan formulasi cookies ubijalar, Kuning telur 70 70 70 70 70
mengetahui sifat fisikokimia dan organoleptik Susu 90 90 90 90 90
cookies yang dihasilkan. Soda kue 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Garam 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Keterangan:F1: 100 % tepung ubijalar pragelatinisasi; F2: 100 %
II. METODE PENELITIAN tepung ubijalar non pragelatinisasi; F3: 50% tepung
ubijalar non pragelatinisasi; F4 : 50% tepung ubijalar
A. Bahan dan Peralatan pragelatinisasi; F5 : 100 % tepung terigu

Bahan yang digunakanterdiri dari tepung Pengujian dilakukan terhadap sifat fisiko-
ubijalar pragelatinisasi, tepung ubijalar non kimia dan uji organoleptik dari cookies yang
pragelatinisasi,butter, telur, gula halus, baking
18 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
dihasilkan. Sifat fisikokimia yang diamati Cookies yang dihasilkan dengan berbagai
meliputi uji kekerasan (Giantine, 2007), formulasi menunjukkan tingkat kekerasan
kecerahan (Hunter Hutching, 1999), kadar air, yang cukup bervariasi. Hasil pengukuran
kadar karbohidrat, kadar protein, kadar abu, menunjukkan bahwa penggunaan tepung
dan kadar lemak (AOAC, 2005), serat kasar, campuran yaitu tepung terigu dan tepung
dan total karoten. ubijalar pragelatinisasi maupun non
Pengujian organoleptik yang dilakukan pragelatinisasiakan meningkatkan kekerasan
adalah ujihedonik/kesukaan dan uji cookies. Sebaliknya pada penggunaan 100%
penjejangan (Soekarto, 1990).Pengujian tepung ubijalar pragelatinisasimaupun non
hedonik meliputi warna, aroma, rasa, pragelatinisasi akan menurunkan kekerasan
dantekstur dengan skala hedonik yang cookies yang dihasilkan.Memiliki tingkat
digunakan adalah 1 sampai 7 (1: sangat tidak kekerasan terendah (369,98 gf) menyebabkan
suka, 2: tidak suka, 3: agak tidak suka, 4: cookies dengan perlakuan 100% tepung
netral, 5: agak suka, 6: suka, 7: sangat ubijalar pragelatinisasi lebih mudah
suka).Sedangkan uji penjenjangan dilakukan rapuh/hancur.
terhadap sifat kerenyahan dengan skala 1 Warna atau tingkat kecerahan produk
sampai 7 (1: sangat tidak renyah, 2: tidak cookies yang dihasilkan menunjukkan bahwa
renyah, 3: agak tidak renyah, 4: netral, 5: agak cookies dengan bahan dasar tepung terigu akan
renyah, 6: renyah, 7: sangat renyah).Pengujian memberikan tingkat kecerahan yang lebih
organoleptik menggunakan 30 panelis. tinggi. Penggunaan tepung ubijalar akan
menurunkan tingkat kecerahan produk
III. HASIL DAN PEMBAHASAN cookies, diduga karenaterjadi proses
pencoklatan akibat reaksi maillard pada
A. Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Cookies pembuatan tepung serta adanyawarna alami
Produk Cookies yang dihasilkan memiliki ubijalar (kuning muda). Tingkat kecerahan
sifat fisik dan komposisi kimia yang berbeda- cookies terendah pada penggunaan 100%
beda, tergantung pada formulasi perlakuan tepung ubijalar pragelatinisasi.Hal ini
tepung dan komposisi tepung ubijalar dan disebabkan karena adanya tahapan pengukusan
tepung terigu yang digunakan. Hasil pengujian pada pembuatan tepung ubijalar pragelatini-
terhadap sifat fisik dan komposisi kimia sasi, sehingga dapat mempertahankan warna
Cookies ubijalar disajikan pada Tabel 2. alami ubijalar. Chip/irisan ubijalar non
pragelatinisasi dan gelatinisasi disajikan pada
Tabel 2. Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Gambar 1.
Komposisi Kimia Cookies Ubijalar
Parameter
Kekerasan
F1 F2 F3 F4
369,98 1127,40 1374,54 1313,76 1228,24
F5
a b
(gf)
Kecerahan 61,49 62,40 63,54 61,83 70,92
(nilai L)
Kadar air 5,20 3,87 5,01 3,16 5,13
(%bk)
Kadar Abu 2,90 2,98 2,71 2,66 1,96
(%bk)
Protein 11,04 11,89 14,86 15,21 18,60
(%bk)
Lemak 28,92 28,91 29,41 29,18 28,39
(%bk) Gambar 1. Chip/Irisan Ubijalar (a: segar; b:
Karbohidrat 57,08 57,55 53,14 55,03 51,05 pragelatinisasi)
(%bk)
Serat Kasar 10,80 11,67 12,77 11,43 9,74
(%) Hasil analisis terhadap kandungan kimia
Total 4,05 4,07 3,97 3,96 4,08 cookies menunjukkan data yang cukup
Karoten
(ppm) bervariasi pada berbagai jenis formulasi (Tabel
Keterangan:F1: 100 % tepung ubijalar pragelatinisasi; F2: 100 % 2). Kandungan air tertinggi terdapat pada
tepung ubijalar non pragelatinisasi; F3: 50% tepung
ubijalar non pragelatinisasi; F4 : 50% tepung ubijalar produk cookies yang dibuat dengan bahan
pragelatinisasi; F5 : 100 % tepung terigu dasar 100% tepung ubijalar pragelatinisasi.
Hal ini disebabkan karena adanya proses
pemasakan atau pengukusan sehingga uap air
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 19
dari proses tersebut akan meningkatkan kadar menjadi vitamin A. Selain itu, karoten juga
air tepung ubijalar yang dihasilkan. memiliki aktivitas antioksidan yang
Kadar abu tertinggi diperoleh pada cookies bermanfaat bagi kesehatan. Total karoten
dengan bahan dasar 100% tepung ubijalar baik pada cookies yang dihasilkan menunjukkan
yang diberikan perlakuan pragelatinisasi hasil yang tidak berbeda jauh yaitu berkisar
maupun non pragelatinisasi. Dan menurun 3,96-4,08 ppm dimana kandungan karoten
dengan penambahan tepung terigu, diduga tertinggi adalah pada cookies dengan bahan
karena rendahnya kadar abu pada tepung tepung terigu sedangkan kandungan terendah
terigu. Hal ini terlihat pada paling rendahnya terdapat pada cookies dengan bahan dasar
kadar abu cookies berbahan 100% tepung tepung ubijalar 50% non pragelatinisasi.
terigu.
Kadar protein tertinggi adalah pada cookies
B. Sifat Organoleptik Cookies
yang menggunakan 100% tepung terigu dan
semakin menurun dengan penambahan tepung Penerimaan terhadap produk cookies yang
ubijalar.Hal ini disebabkan karena kandungan dihasilkan diuji secara organoleptik yaitu
protein tepung terigu lebih besar dibandingkan penilaian dengan menggunakan indra, dalam
dengan kandungan protein pada tepung hal ini mencakup indra penglihatan, perasa dan
ubijalar. pembau. Hasil uji organoleptik Cookies
Kandungan lemak tertinggi adalah pada ubijalar dapat dilihat pada Tabel 3.
cookies berbahankan tepung campuran, yaitu
29,41% untuk cookies dengan tepung ubijalar Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Cookies
50% non pragelatinisasi dan 29,18% pada Ubijalar
cookies dengan tepung ubijalar 50% Parameter F1 F2 F3 F4 F5
pragelatinisasi. Sedangkan kandungan lemak Warna 5.20ns 4.60ns 5.00ns 4.68ns 5.56ns
Aroma 5.28ab 4.48b 4.76b 5.28ab 5.76a
cookies dengan bahan tepung ubijalar Rasa 5.08b 4.68b 5.00b 5.32b 6.12a
pragelatinisasi, non pragelatinisasi dan tepung Tekstur 5.36b 5.08b 4.56b 5.32b 6.24a
terigu masing-masing sebesar 28,92%, 28,91% Kerenyahan 5.12bc 5.68ab 4.60c 5.44ab 6.04a
dan 28,39%. Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05), F1: 100 % tepung
Kandungan karbohidrat tertinggi adalah ubijalar pragelatinisasi; F2: 100 % tepung ubijalar non
pada cookies dengan bahan tepung ubijalar pragelatinisasi; F3: 50% tepung ubijalar non
pragelatinisasi; F4 : 50% tepung ubijalar pragelatinisasi;
non pragelatinisasi sedangkan kandungan F5 : 100 % tepung terigu
karbohidrat terendah adalah pada cookies
dengan bahan tepung terigu. Kandungan Warna merupakan parameter utama yang
karbohidrat tepung ubijalar lebih tinggi biasanya dinilai pada suatu produk.Hasil uji
dibandingkan dengan kandungan karbohidrat lanjut Duncan terhadap warna menunjukkan
tepung terigu sehingga dengan adanya bahwa baik formulasi jenis tepung maupun
penambahan tepung terigu akan menyebabkan pengaruh perlakuan pragelatinisasi/non
penurunan kandungan karbohidrat cookies. pragelatinisasi tidak memberikan perbedaan
Kandungan serat kasar tertinggi terdapat yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
pada cookies yang berbahankan tepung penggunaan tepung ubijalar dalam
ubijalar 50% non pragelatinisasi sedangkan mensubsitusi tepung terigu pada pembuatan
kandungan terendah terdapat pada cookies cookies dapat dilakukan hingga 100% tepung
dengan bahan dasar tepung ubijalar ubijalar.Cookies yang dihasilkan disajikan
pragelatinisasi. pada Gambar 2.
Senyawa karoten merupakan salah satu Cookies ubijalar memiliki aroma khas yang
kandungan senyawa bioaktif yang bermanfaat dapat mempengaruhi tingkat penerimaan
bagi kesehatan, antara lain sebagai provitamin panelis dari segi aroma. Tabel 3 menunjukkan
A yang di dalam tubuh akan dikonversi adanya perlakuan pragelatinisasi akan

20 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


meningkatkan skor penerimaan panelis penerimaan panelis terhadap rasa dan aroma
terhadap aroma cookies. Hal ini diduga karena akan saling berhubungan.
adanya proses pembuatan tepung ubijalar Rata-rata skor tertinggi untuk tekstur
pragelatinisasi terdapat tahapan pemasakan cookies adalah pada cookies dengan bahan
chip ubijalar yang dapat meningkatkan aroma tepung terigu.Skor tersebut berbeda nyata
khas ubijalar. Hasil uji lanjut Duncan terhadap dengan 4 formulasi cookies lainnya. Secara
aroma cookies menunjukkan bahwa aroma umum tekstur cookies yang diinginkan
cookies berbahan tepung terigu tidak berbeda konsumen adalah tekstur yang renyah dan bila
nyata dengan cookies ubijalar yang dipatahkan akan diperoleh tekstur yang tidak
mendapatkan perlakuan pragelatinisasi. terlalu padat.
Sebaliknya terdapat perbedaan yang nyata Analisis sensori terhadap kerenyahan
dengan cookies ubijalar non pragelatinisasi. menunjukkan bahwa cookies dengan bahan
Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan tepung terigu juga memberikan skor
aroma cookies yang dihasilkan, tepung ubijalar kerenyahan tertinggi namun hasil tersebut
pragelatinisasi dapat mensubsitusi 100% tidak berbeda nyata dengan cookies yang
tepung terigu dalam pembuatan cookies. mendapatkan perlakuan non pragelatinisasi
pada tepung ubijalarnya. Sebaliknya terdapat
F1 F2 perbedaan nyata bila dibandingkan dengan
cookies yang mendapatkan perlakuan
pragelatinisasi pada tepung ubijalarnya. Hal ini
disebabkan karena tepung ubijalar dengan
perlakuan pragelatinisasiakan menyerap uap
air dan meningkatkan kadar air cookies. Kadar
air cookies merupakan karakteristik kritis yang
F3 F4 mempengaruhi penerimaan konsumen
terhadap cookies karena menentukan tingkat
kerenyahannya.
Tingginya kadar air akan mempengaruhi
tingkat kerenyahan produk yang dihasilkan.
Hal ini sejalan dengan hasil pengujian
kekerasan yang menunjukkan bahwa cookies
F5 yang mendapatkan perlakuan pragelatinisasi
pada tepung ubijalarnya memiliki tingkat
kekerasan terendah (Tabel 2).

IV. KESIMPULAN
Formulasi terbaik adalah cookies dengan
Gambar 2. Cookies Ubijalar
perlakuan campuran 50% tepung ubijalar
Tingkat penerimaan panelis yang tertinggi pragelatinisasi (F4), dengan tingkat kekerasan
terhadap rasa cookies adalah pada cookies 1313.76 gf, kecerahan 61.83 (nilai L), kadar
dengan bahan tepung terigu. Hasil tersebut air 3.16% (bk), kadar abu 2.66% (bk), kadar
berbeda nyata dengan skor sensori pada protein 15.21% (bk), kadar lemak 29.18% (bk),
formulasi lainnya dimana skor terendah untuk kadar karbohidrat 55.03% (bk), serat kasar
rasa adalah pada cookies tepung ubijalar non 11.43% dan total karoten 3.96 ppm. Hasil uji
pragelatinisasi. Skor terendah cookies tersebut organoleptik formulasi 4 (F3) mempunyai
sejalan dengan hasil pada uji sensori aroma tingkat kesukaan panelis terhadap warna
yang juga mendapatkan skor terendah.Hasil adalah 4.68 (netral), aroma 5.28 (agak suka),
penilaian terhadap rasa sangat ditentukan oleh rasa 5.32 (agak suka), tekstur 5.32 (agak suka),
aroma. Secara umum makanan yang masuk ke dan kerenyahan 5.44 (agak renyah).
dalam rongga mulut akan merangsang saraf-
saraf penerima bau. Dengan demikian

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 21


UCAPAN TERIMA KASIH Hutching J. B., 1999. Food Color and
Appearance.Second edition.An Aspen Publ.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada
Inc., Gaithersburg, Maryland.
Pemerintah Daerah Kabupaten Fak-Fak,
Provinsi Papua Barat atas bantuan dana Kurniawati, P., Susanto W. H. 2015.
penelitian. Pembuatan Mi Kering Ubi Jalar Varietas
Ase Kuning. Jurnal Pangan dan
DAFTAR PUSTAKA Agroindustri, Vol 3 (2): 431-442.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of Rowe, R.C., Sheskey P. J., Owen S. C. 2006.
the Associaion Analytical Chemist. Inc. Handbook of Pharmaceutical excipients.
Washington D.C. Pharmaceutical Press. USA.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Papua Singh, S., Riar C. S., Saxena D. C. 2008.
Barat Dalam Angka. Katalog BPS: Effect of incorporating sweetpotato flour to
1102001.91. wheat flour on the quality characteristics of
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1992. cookies. African Journal of Food Science,
Mutu dan cara uji biskuit. SNI 0129731992. Vol 2:65-72.
Giantine N.M., 2007. Pemanfaatan Pati Ubi Sorkarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik.
Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) dan Pati Bharatara Karya Aksana . Jakarta.
Garut (Maranta arundinacea L.) Ticoalu, G. D., Yunianta, Maligan J. M. 2016.
Termodifikasi untuk Produk Bubur gel Pemanfaatan Ubi Ungu (Ipomoea batatas)
Instan dan Roti Manis. Skripsi. Fakultas sebagai Minuman Berantosianin dengan
Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Proses Hidrolisis Enzimatis. Jurnal Pangan
Hardoko, Hendarto L., Siregar T. M. (2010). dan Agroindustri, Vol. (1): 46-55.
Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu (Ipomoeae
batatas L. Poir) Sebagai Pengganti
Sebagian Tepung Terigu dan Sumber
Antioksidan pada Roti Tawar. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXI
(1): 25-32.

22 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kajian Karakteristik Pure Kering Ubi Jalar Dengan Perlakuan Suhu
Dan Lama Annealing Sebagai Persiapan Pangan Darurat
[STUDY ON THE CHARACTERISTICS OF DRIED SWEET POTATO PUREE USING
TEMPERATURE TREATMENT AND ANNEALING DURATION, TO BE PREPARED
AS AN EMERGENCY FOOD]
Marleen Sunyoto, Robi Andoyo, Rista Nurmalinda
Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran,
Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinangor 40600
E-mail: marleenherudiyanto@gmail.com

Abstract— Sweet potato breeding conducted at the Padjadjaran University’s farmland has produced a new
champion sweet potato clone, introduced as Awachy 5. It has a higher starch content and better pests
resistance compared with other local sweet potatoes. This clone requires further processing into dried sweet
potatoes puree for being prepared as an emergency food. In the making of dried sweet potatoes puree, heating
caused the damage on starch granules, producing less desirable sticky texture, so that it requires further
treatment to protect the starch granules during heating. One of the treatment is the annealing modification.
The aim of this study was to determine the temperature treatment and the duration of annealing that
produce the best characteristic of dried sweet potatoes puree. Research method used was Randomized Block
Design, consisted of 5 treatments with 3 repetitions, e.i. annealing 40oC for 4 hours as a control, 40oC, 8
hours; 50oC, 4 hours; and 50oC, 8 hours. Results showed that the best characteristic was 4.88% moisture
content, 54.30oC initial gelatinitation temperature, 850.5 cP peak viscosity, 29.37 cP breakdown viscosity, 395
cP setback viscosity, 108.54 gF hardness, -69.774 gF adhessiveness, 3.216 ml/g rehydration power, 23.11%
rendement, 1.76% protein content, 1.89% fat, 0.76%, ash and 90.88% carbohydrate content. Amylograph
characteristic and peak viscosity of dried sweet potatoes puree indicate that dried puree can be applied into
wet and semi wet product such as pie filling, soup, sponge cake and noodle.
Keywords— Awachy 5, Dried sweet potatoes puree, Annealing

I. PENDAHULUAN digunakan sebagai bahan pencampur berbagai


Pure merupakan bahan makanan yang produk pangan lainnya seperti es krim, roti serta
dilembutkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, berbagai kue (Santoso, 2010). Namun demikian
1996). Mashed adalah salah satu jenis produk pure pembuatan pure dinilai kurang praktis. Disisi lain,
yang dibuat dengan memberi perlakuan panas pada kadar air pure yang tinggi menyebabkan umur
bahan dan menumbuk bahan dalam keadaan panas simpan produk yang relatif sebentar .
hingga menjadi halus (Nahari, 2016). Produk Produk dengan kadar air yang tinggi dapat
hancuran ubi jalar seperti pure ubi jalar merupakan dilakukan proses pengolahan untuk meningkatkan
salah satu olahan ubi jalar yang banyak berkembang umur simpan produk, salah satunya dengan proses
di negara maju. Pengolahan ubi jalar menjadi pure pengeringan. Pure dikeringkan dapat menghasilkan
berpotensi untuk dikembangkan mengingat produk instan, yaitu produk yang dapat dikonsumsi
pemanfaatannya yang cukup luas seperti dapat langsung dengan menambahkan air panas atau
dengan pengukusan sebentar dan mempunyai umur pati yang lebih stabil terhadap panas, sehingga
simpan yang lama (Santoso, 2010). Produk pangan karakteristik fisik dan kimia pati dalam tepung ubi
instan yang memiliki umur simpan yang panjang jalar menjadi lebih optimal dan dapat digunakan
berpotensi untuk dikembangkan menjadi emergency sebagai bahan baku untuk bermacam-macam
food product. produk olahan pangan (Oktavianti dan Putri, 2015).
Karakteristik yang menjadi prioritas dalam Modifikasi hidrothermal seperti annealing
pengembangan produk pangan darurat menurut dipengaruhi oleh suhu dan waktu proses
Zoumas, dkk., (2002), yaitu aman, memiliki perendamannya karena dapat mempengaruhi
palabilitas yang baik, mudah didistribusikan, kemampuan penetrasi serta gugus amorf pada pati
mudah dikonsumsi, dan memiliki kalori yang tinggi. (Gomes, dkk., 2004 dikutip Salim dan Putri, 2015).
Menurut Zoumas, dkk., (2002), range sumbangan Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu
kalori dalam pangan darurat yang berasal dari diketahui pengaruh penggunaan suhu dan lama
protein sebesar 10 – 15%, dari lemak 35 – 45%, dan perendaman annealing terhadap karakteristik pure
dari karbohidrat 40 – 50%. Selain kandungan nutrisi, kering ubi jalar yang dihasilkan.
karakteristik penting dalam pembuatan EFP yaitu
mudah dikonsumsi dan didistribusikan yang dapat II.METODE PENELITIAN
dilakukan dengan proses pengeringan pure. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016 di
Proses pengeringan produk pure atau mashed ubi Laboratorium Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
jalar dapat dilakukan dengan menggunakan suhu
tinggi. Namun, proses pengolahan produk mashed A. Bahan dan Peralatan
dengan suhu tinggi dapat menyebabkan tekstur Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
produk setelah rehidrasi yang lengket dan kurang ubi jalar klon Unpad varietas Awachy 5 dengan
disukai (Histifarina, 2002). Tekstur lengket umur panen 4 – 4,5 bulan yang diperoleh dari
diakibatkan oleh granula pati yang rusak selama Kecamatan Teluk Jambe-Karawang Barat dan
pengeringan karena sifat alami pati yang tidak tahan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis
panas. Sifat alami pati ini dapat menghambat dalam adalah HCl 3%,NaOH 30%, NaOH 1 N,
pengolahan pangan, salah satunya yaitu pada CH3COOH 3%, Larutan Luff Schoorl, KI 2%, KI
produk pure atau mashed ubi jalar. 20%, H2SO4 25%, Na2S2O3 0,1 N,indikator amilum,
Sifat alami pati dapat dimodifikasi dengan iodin, etanol 95%, aquades, larutan iod 2%, larutan
berbagai metode, diantaranya modifikasi fisik, amilosa murni, Pb asetat 5%, (NH4)2HPO4 10%,
kimia, dan enzimatis. Modifikasi pati dapat HgO, K2SO4, H2SO4 36 N dan H3BO.
memperbaiki sifat alami pati serta dapat Alat yang akan digunakan pada penelitian ini
menghasilkan pati dengan sifat yang dikehendaki yaitu pisau stainless steel, peeler, slicer, wadah
(Koswara, 2009). Modifikasi fisik merupakan salah stainless steel, oven, timbangan, gelas ukur, food
satu metode yang dirasa aman karena tidak processor, panci pengukus, grinder, ayakan 80
meninggalkan residu bahan kimia. Modifikasi fisik mesh, alumunium foil, kompor gas, termometer.
adalah pemberian perlakuan terhadap pati tanpa Alat untuk analisis yaitu pipet tetes, kertas saring,
merusak granula pati itu sendiri, salah satunya cawan, tabung sentrifuse, corong, gelas ukur,
adalah hydrothermal annealing (Elliason dan Erlenmeyer 500 ml, labu ukur 500 ml, labu ukur
Magnus 2006 dikutip Oktavianti dan Putri, 2015). 100 ml, pipet volumetrik 10 ml, pipet volumetrik 25
Modifikasi hydrotermal annealing merupakan ml, buret, statif, neraca analitik, pemanas listrik,
perlakuan fisik terhadap granula pati dengan air refluks, desikator, Rapid Visco Analyzer (RVA),
berlebih pada suhu dibawah suhu gelatinisasi pada Texture analyzer, oven, cawan porselen, tanur, labu
waktu yang telah ditentukan (Hoover dan kjeldahl, labu didih, alat destilas dan soxhlet
Vasanthan 1994 dikutip Oktavianti dan Putri, 2015).
Perlakuan annealing yang dilakukan pada bahan B. Prosedur Penelitian
dalam bentuk chips dianggap lebih sederhana dan Penelitian ini menggunakan metode eksperi-
mudah diaplikasikan pada industri pangan. mental dengan Rancangan Acak Kelompok.
Keunggulan dari tepung atau pati termodifikasi Percobaan terdiri dari 5 perlakuan yang terdiri dari
annealing yang dihasilkan yaitu mampu kombinasi variasi 2 suhu annealing serta 2 lama
meningkatkan suhu gelatinisasi dan menghasilkan annealing yang dilakukan pada kadar air berlebih

24 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


(> 65%). Masing-masing perlakuan dilakukan perlakuan annealing diakibatkan karena adanya
pengulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 penguapan air yang lebih tinggi selama pengeringan.
satuan percobaan. Adapun perlakuan yang dicoba Menurut Putri dan Zubaidah (2015), pengaruh suhu
adalah sebagai berikut: tinggi selama annealing menyebabkan granula pati
A = Tanpa perlakuan (Kontrol) terbuka lebih besar dan memungkinkan adanya
B = Suhu annealing 40oC selama 4 jam penguapan air yang lebih tinggi selama pengeringan.
C = Suhu annealing 40oC selama 8 jam Pati yang dimasukan kedalam air dapat menyerap
D = Suhu annealing 50oC selama 4 jam air dan mengembang (membengkak) namun jumlah
E = Suhu annealing 50oC selama 8 jam air yang terserap terbatas (Winarno, 2004).
Uji pada taraf 5% digunakan untuk mengetahui ada Pengembangan pati inilah yang menyebabkan
tidaknya keragaman antar perlakuan. Selanjutnya penguapan air selama pengeringan semakin besar,
dilakukan pengujian lanjutan berupa Uji Beda Jarak seperti menurut Haryadi (1994) dikutip Putri dan
Berganda Duncan pada taraf 5% (LSR Test) untuk Zubaidah (2015) yang berpendapat bahwa
mengetahui beda pengaruh antar perlakuan. membengkaknya granula pati menyebabkan rongga
Penelitian ini dilaksanakan dengan memberi yang lebih besar sehingga penguapan air selama
perlakuan pada chips ubi jalar sebagai bahan baku pengeringan semakin besar.
pembuatan pure kering ubi jalan kemudian
dilakukan proses pembuatan pure kering ubi jalar. Sifat Amilografi
Sifat amilografi pure kering ubi jalar yang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN diamati pada penelitian ini meliputi suhu awal
Kadar Air gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan breakdown, dan viskositas setback. Parameter
bahwa perlakuan annealing berpengaruh nyata dianalisis dengan menggunakan alat Rapid Visco
terhadap kadar air pure kering ubi jalar tanpa Analyzer (RVA). Kurva sifat amilografi pati ubi
perlakuan annealing. Sedangkan perlakuan suhu jalar dapat dilihat pada Gambar 1.
dan waktu annealing tidak menunjukan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air. Hasil analisis kadar
air pure kering ubi jalar pada Tabel 1.
TABEL 1
PENGARUH ANNEALING TERHADAP KADAR AIR PURE
KERING UBI JALAR
Rata – Rata Perlakuan
Perlakuan Annealing
(%)
A Kontrol 5,728 % a
B 40oC, 4 jam 4,896 % b
o
C 40 C, 8 jam 4,711 % b
o
D 50 C, 4 jam 4,880 % b
E 50oC, 8 jam 4,784 % b
Gambar 1. Kurva Sifat Amilografi Pure Kering Ubi jalar
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf
dengan Perlakuan Annealing
kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
Uji Duncan Hasil analisis RVA menunjukan bahwa pure
kering ubi jalar kontrol dan dengan perlakuan
Kadar air pure kering ubi jalar menunjukan annealing menghasilkan kurva sifat amilografi yang
pengaruh yang berbeda nyata antara pure kering ubi berbeda. Data sifat amilografi pure kering ubi jalar
jalar kontrol dan pure kering ubi jalar dengan dapat dilihat pada Tabel 2.
perlakuan annealing, namun tidak memberikan
pengaruh yang nyata antar perlakuan suhu dan lama Suhu Awal Gelatinisasi
annealing. Perlakuan annealing menyebabkan Hasil uji statistik menunjukan bahwa pure kering
adanya penurunan nilai kadar air dibandingkan ubi jalar kontrol memiliki pengaruh yang tidak
dengan tanpa perlakuan annealing. Penurunan berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali
kadar air pada pure kering ubi jalar dengan dengan perlakuan annealing pada suhu 50oC selama

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 25


8 jam. Peningkatan suhu awal gelatinisasi diakibat- BU (setara dengan < 1050 cP) sesuai untuk produk
kan karena pati pada pure kering ubi jalar yang basah, Hal tersebut menunjukan bahwa pure kering
telah termodifikasi annealing memiliki resistensi ubi jalar selain dapat dikonsumsi langsung, juga
yang lebih tinggi terhadap suhu tinggi. Suhu tinggi dapat diaplikasikan pada produk pangan basah.
yang digunakan selama proses modifikasi dapat Namun, uji fungsional yang dilakukan oleh
meningkatkan kristalinitas pati akibat perubahan Widowati, dkk (2000) dikutip Djuwardi (2009)
struktur granula pati (Sun, dkk., 2013). menyatakan bahwa tepung singkong dengan nilai
Diberikannya suhu tinggi (40oC dan 50oC) namun viskositas puncak 440 BU (< 500 BU) atau setara
tidak mencukupi untuk terjadinya gelatinisasi dengan 924 cP juga sesuai untuk diaplikasikan pada
menyebabkan terjadinya pembentukan daerah produk semi basah seperti kue, bolu, dan mie. Hal
kristalin baru atau terjadi reorientasi. Perubahan tersebut menunjukan bahwa pure kering ubi jalar
molekul tersebut dapat berpengaruh terhadap sifat dengan viskositas puncak < 1050 juga dapat
pati, salah satunya yaitu adanya perubahan suhu berpotensi untuk diaplikasikan sebagai bahan baku
gelatinisasi (Collado and Corke, 1999). pembuatan produk semi basah.
TABEL 2
PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT AMILOGRAFI Viskositas Breakdown
PURE KERING UBI JALAR Hasil analisis statistik menunjukan bahwa
viskositas breakdown pure kering ubi jalar kontrol
Sifat Amilografi
Perlakuan berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali
Suhu Awal Viskositas Viskositas Viskositas
Annealing Gelatinisasi Puncak Breakdown Setback dengan perlakuan 40oC selama 4 jam dan pada suhu
(oC) (cP) (cP) (cP) 50oC selama 8 jam. Hasil pengujian viskositas
A Kontrol 50,28 a 148,000 a 2,17 a 71,50 a
breakdown menunjukan bahwa adanya
o
B 40 C, 4 jam 50,25 a 492,333 a 3,50 a 111,50 a kecenderungan penurunan nilai viskositas
C 40oC, 8 jam 50,37 a 770,000 a 44,50 b 268,00 b breakdown seiring dengan meningkatnya suhu
D 50oC, 4 jam
54,30 a 850,500 a 29,67 bc 395,00 c annealing yang digunakan kecuali pada kontrol dan
E 50oC, 8 jam
64,66 b 637,833 a 12,00 ac 283,00 bc dengan perlakuan annealing 40oC selama 4 jam
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf karena bahan sudah lebih tergelatinisasi.
kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Kecenderungan penurunan viskositas breakdown
Uji Duncan
diakibatkan adanya peningkatan stabilitas pasta
pati terhadap pemanasan yang disebabkan adanya
Viskositas Puncak peningkatan stabilitas granula pati (Lestari, 2009
Hasil perhitungan statistik menunjukan bahwa dikutip Pertiwi, 2015).
rata-rata perlakuan viskositas puncak tidak Nilai viskositas breakdown yang rendah pada
menunjukan pengaruh yang berbeda nyata pada pure kering ubi jalar dikarenakan tepung sudah
setiap perlakuan. Rendahnya nilai viskositas puncak mengalami gelatinisasi sebelum pengeringan seperti
ini diakibatkan karena granula pati sudah yang terdapat pada penelitian Honestin (2007)
tergelatinisasi selama proses pengolahan. Penelitian dimana tepung dengan pemasakan awal memiliki
Honestin (2007) juga menunjukan bahwa viskositas viskositas breakdown yang lebih rendah
puncak tepung yang telah tergelatinisasi memiliki dibandingkan dengan tepung tanpa pemasakan
nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan awal. Tepung dengan viskositas breakdown yang
tepung yang belum tergelatinisasi. Hal ini rendah menunjukan kestabilan yang tinggi terhadap
disebabkan karena granula pati yang belum pemanasan dan pengadukan sehingga tepung ini
tergelatinisasi memiliki ikatan yang masih kuat baik digunakan pada pengolahan produk yang
sehingga pada tepung tanpa pemasakan awal masih melalui proses pemanasan dan pengadukan seperti
memiliki kemampuan untuk terus membengkak pie filling, dan sup (Honestin, 2007).
hingga pembengkakan yang maksimum, sedangkan
pada tepung yang sudah tergelatinisasi sebagian Viskositas Setback
granula pati sudah mengalami kerusakan sehingga Hasil analisis statistik menunjukan bahwa
tidak banyak ikatan yang dapat menahan terjadinya pure kering ubi jalar kontrol berbeda nyata dengan
pembengkakan granula pati. Menurut Djuwardi semua perlakuan annealing kecuali dengan
(2009), bahan baku dengan viskositas puncak < 500 perlakuan 40oC selama 4 jam. Nilai viskositas

26 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


setback pure kering ubi jalar menunjukan hasil yang dengan amilosa yang tinggi akan lebih stabil
cenderung mengalami peningkatan seiring dengan terhadap pemanasan dan dapat membentuk gel
adanya perlakuan suhu dan lama annealing. dengan baik. Kadar amilosa yang tinggi dapat
Peningkatan nilai viskositas setback ini dapat menyebabkan kemampuan teretrogadasi menjadi
dikarenakan modifikasi annealing dapat lebih tinggi (Salim dan Putri, 2015). Perlakuan
mengakibatkan pati memiliki ketahanan terhadap annealing dapat menyebabkan terbentuknya
hidrolisis sehingga pati semakin sulit untuk struktur kristalin baru yang membuat pati pada ubi
dirombak menjadi bentuk yang lebih sederhana jalar lebih kokoh sehingga pati dapat dipertahankan
(Putri dan Zubaidah, 2015). Viskositas setback termasuk ketika proses pemasakan (Haryadi, 2006),
menunjukkan kemampuan pati membentuk gel selain itu, seperti telah dijelaskan sebelumnya
kembali setelah gelatinisasi dan menunjukkan bahwa annealing dapat mengakibatkan pati
kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi memiliki ketahanan terhadap hidrolisis sehingga
(Pranoto, dkk., 2014). Semakin tinggi viskositas pati semakin sulit untuk dirombak menjadi bentuk
setback, maka semakin tinggi pula kecepatan yang lebih sederhana (Salim dan Putri, 2015).
suspensi pati untuk retrogradasi sehingga terjadi Sedangkan pada perlakuan annealing hingga 8 jam
peningkatan kekerasan gel (Klein, dkk., 2013). memungkinkan terjadinya hidrolisis asam karena
mikroorganisme yang secara alami terdapat pada
Solid Properties bahan baku selama proses annealing, dan akibat
Karakteristik solid properties pure kering ubi jalar adanya fermentasi spontan ini terjadi aktivitas
yang diamati meliputi kekerasan dan kelengketan mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam
yang diuji dengan menggunakan Texture Analyzer. organik (Oktavianti dan Putri, 2015). Menurut
Data karakteristik solid properties dapat dilihat Apriyadi (2009), hidrolisis pati dengan asam dapat
pada Tabel 3. meningkatkan fraksi amilosa rantai pendek.
TABEL 3
PENGARUH ANNEALING TERHADAP SOLID PROPERTIES Kelengketan (Adhesiveness)
PURE KERING UBI JALAR Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pure
Solid Properties dengan Texture Analyzer kering ubi jalar kontrol dan berbagai perlakuan
Perlakuan Annealing Kekerasan
Kelengketan annealing menunjukan pengaruh yang berbeda
(Adhesiveness)
(Hardness) (g)
(gsec) nyata, namun antar perlakuan annealing tidak
A Kontrol 72,66 a -72,524 a memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
B 40oC, 4 jam 79,58 b -69,739 b Semakin negatif nilai kelengketan, maka
C 40oC, 8 jam 88,45 c -68,432 b menunjukan bahwa sampel yang diuji memiliki
D 50oC, 4 jam 108,54 d -69,774 b sifat yang lebih lengket. Parameter kelengketan ini
E 50oC, 8 jam 87,44 c -68,585 b juga berhubungan dengan suhu awal gelatinisasi
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf pure kering ubi jalar. Tekstur lengket diakibatkan
kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
Uji Duncan oleh banyaknya granula pati yang rusak selama
pengeringan. Pada proses pengeringan, granula pati
Kekerasan (Hardness) akan mengalami kerusakan karena sifat alami pati
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa yang tidak tahan panas. Pemanasan pati dengan
kekerasan pure kering ubi jalar setelah rehidrasi suhu tinggi secara terus menerus dapat memutus
menunjukan pengaruh yang berbeda nyata pada ikatan amilosa dengan amilopektin. Amilopektin
semua perlakuan. Hasil analisis menunjukan adanya yang mudah menyerap air membentuk tekstur
kecenderungan peningkatan nilai kekerasan. lengket pada saat direhidrasi (Histifarina, 2002).
Besarnya nilai kekerasan berhubungan dengan Pure kering ubi jalar yang telah mengalami proses
besarnya nilai setback yang menunjukkan annealing memiliki pati dengan kristalisitas yang
kemampuan pati untuk beretrogradasi dan sineresis lebih tinggi akibat perlakuan suhu yang diberikan
(Sandhu dan Singh, 2007). Semakin tinggi nilai (Sun, dkk., 2013). Hal inilah yang menyebabkan
viskositas setback, maka kekerasan pure kering ubi pati pada pure kering ubi jalar memiliki resistensi
jalar setelah rehidrasi menjadi lebih tinggi. Nilai yang lebih tinggi terhadap perlakuan suhu sehingga
kekerasan pure ubi jalar juga berhubungan dengan semakin sedikit pati yang rusak ketika proses
kadar amilosa. Menurut Eliasson (2004), gel pengolahan pure kering ubi jalar.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 27


Karakteristik Organoleptik Warna Hasil analisis statistik menunjukan bahwa daya
Karakteristik organoleptik warna diamati secara rehidrasi pure kering ubi jalar kontrol tidak
hedonik pada pure kering ubi jaar yang telah di berpengaruh terhadap daya rehidrasi semua perla-
rehidrasi dengan air hangat. Data hasil uji kuan annealing kecuali pada perlakuan annealing
organoleptik warna dapat dilihat pada Tabel 4. dengan suhu 50oC selama 8 jam. Putri dan
TABEL 4 Zubaidah (2015) dalam penelitiannya menunjukan
PENGARUH ANNEALING TERHADAP UJI HEDONIK bahwa lama perendaman selama annealing dapat
WARNA PURE KERING UBI JALAR mengakibatkan struktur pati merenggang dan
menyebabkan adanya interaksi air dan panas. Panas
Perlakuan Annealing Rata – Rata Perlakuan
yang diberikan selama annealing dapat menyebab-
A Kontrol 2,556 a
B o
40 C, 4 jam 3,578 b
kan struktur pati lebih menyerap air dan mengalami
C o
40 C, 8 jam 3,556 b pembengkakan. Proses inilah yang mengakibatkan
D 50oC, 4 jam 3,311 bc struktur kristalin pati semakin kuat. Penurunan daya
E 50oC, 8 jam 3,045 c rehidrasi juga disebabkan oleh perubahan sifat
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf
kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
kristalinitas pati sehingga mengurangi hidrasi air
Uji Duncan pada granula pati dan formasi kompleks amilolipid
(Waduge, dkk, 2006).
Hasil analisis satatistik menunjukan bahwa pure
ubi jalar kontrol memiliki pengaruh yang berbeda Rendemen
nyata pada semua perlakuan annealing. Perlakuan Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan
annealing dapat meningkatkan kesukaan panelis annealing tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap parameter warna. Kesukaan panelis terhadap rendemen pure kering ubi jalar. Hasil
terhadap warna dapat dipengaruhi oleh kecerahan analisis rendemen dapat dilihat pada Tabel 6.
pure kering ubi jalar setelah rehidrasi. Adanya TABEL 6
pengaruh nyata akibat perlakuan annealing ini PENGARUH ANNEALING TERHADAP RENDEMEN PURE
sejalan dengan penelitian Salim dan Putri (2015) KERING UBI JALAR
yang menunjukan adanya kenaikan nilai kecerahan
akibat perlakuan suhu dan lama annealing chips. Perlakuan Annealing Rata – Rata Perlakuan
Hal ini dikarenakan selama annealing terjadi A Kontrol 24,02 a
B 40oC, 4 jam 21,79 a
penurunan fenol sehingga mampu menghambat C 40oC, 8 jam 21,88 a
reaksi pencoklatan. secara enzimatis. Menurut D 50oC, 4 jam 23,11 a
Kasuma, (2012) Fenol dapat larut dalam air dan E 50oC, 8 jam 18,95 a
rentan terhadap cahaya. Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf
kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
Uji Duncan
Daya Rehidrasi
Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh
annealing memberikan pengaruh nyata terhadap annealing tidak berpengaruh nyata terhadap
daya rehidrasi pure kering ubi jalar. Hasil analisis rendemen produk yang dihasilkan. Penggunaan
daya rehidrasi dapat dilihat pada Tabel 5. bahan baku dengan karakteristik yang seragam serta
TABEL 5 proses pengeringan yang sama menyebabkan
PENGARUH ANNEALING TERHADAP DAYA REHIDRASI rendemen pure kering ubi jalar kontrol dan dengan
PURE KERING UBI JALAR perlakuan annealing tidak berbeda nyata. Menurut
Perlakuan Annealing Rata – Rata Perlakuan Chayati dkk (2008), rendemen tepung dipengaruhi
A Kontrol 4,237 a oleh serat yang dalam bahan, semakin tinggi serat
B 40oC, 4 jam 3,329 a kasar dalam bahan yang sukar dihaluskan, maka
C 40oC, 8 jam 3,549 a semakin banyak yang tidak dapat lolos pada proses
D 50oC, 4 jam 3,216 a
E 50oC, 8 jam 3,030 b pengayakan dan mempengaruhi rendemen yang
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf dihasilkan. Rendemen tepung ubi jalar dengan
kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut berbagai perlakuan pengeringan yang dilakukan
Uji Duncan pada penelitian Apriliyanti (2010) menyatakan

28 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


bahwa rendemen tepung ubi jalar berkisar antara 15,8%. Pure kering ubi jalar sebagai sediaan
26,58% – 30,42%. Nilai rendemen pure kering ubi emergency food product masih memerlukan
jalar dengan perlakuan annealing pada umumnya penambahan sumber protein lain.
lebih rendah dari nilai rendemen pada penelitian Hasil uji kadar lemak pure kering ubi jalar
Apriliyanti (2010). Hal ini dikarenakan pada proses dengan perlakuan annealing memiliki nilai 1,86%.
annealing terjadinya kehilangan sebagian fraksi pati Nilai kadar lemak ini belum memenuhi standar
larut air yaitu amilosa (Winarno, 2004) kandungan nutrisi dari emergency food product
yang ditetapkan IOM (1995) yaitu sebesar 9-12
Pengamatan Kadar Abu, Kadar Protein, Kadar g/50 g atau setara dengan 18-24%. Penambahan
Lemak, dan Kadar Karbohidrat pada Pure Kering sumber lemak yang dikombinasikan pada pure
Ubi Jalar dengan Perlakuan Annealing 50oC kering ubi jalar dapat meningkatkan kadar lemak
selama 4 jam produk sehingga dapat memenuhi standar yang
Penentuan perlakuan terbaik menunjukan ditetapkan.
perlakuan kombinasi annealing suhu perendaman Kadar karbohidrat yang dihitung dengan by
suhu 50°C selama 4 jam menghasilkan pure kering different menunjukan nilai 90,88%. Nilai ini lebih
ubi jalar dengan karakteristik terbaik. Hasil analisis tinggi dari standar kandungan nutrisi dari
kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar emergency food product yang ditetapkan IOM
karbohidrat pure kering ubi jalar dengan perlakuan (1995) yaitu sebesar 23 – 35 g/50 g atau setara
terbaik dapat dilihat pada Tabel 7. dengan 46-70%. Penambahan sumber energi dalam
bentuk protein ataupun lemak akan mempengaruhi
TABEL 7
DATA HASIL PROKSIMAT PURE KERING UBI JALAR komposisi produk sehingga dapat dihasilkan kadar
DENGAN PERLAKUAN SUHU DAN LAMA ANNEALING karbohidrat yang sesuai dengan standar tersebut.
TERBAIK
IV. KESIMPULAN
Pengamatan Rata – Rata Perlakuan (%) Pure kering ubi jalar dengan berbagai perlakuan
Kadar Abu 0,76 suhu dan lama annealing memberikan pengaruh
Kadar Protein 1,76 yang nyata terhadap kadar air, suhu awal gelatini-
Kadar Lemak 1,89 sasi, viskositas puncak, viskositas breakdown,
Kadar Karbohidrat 90,88 viskositas setback, kekerasan, kelengketan, kesu-
kaan terhadap tekstur dan warna, serta nilai daya
Hasil uji kadar abu pure kering ubi jalar rehidrasi, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata
menunjukan bahwa pure kering ubi jalar perlakuan terhadap rendemen dan sifat organoleptik yang
50oC selama 4 jam memiliki kadar abu 0,76%. meliputi aroma dan rasa.
Menurut Koswara, (2013), ubi jalar mengandung Perlakuan annealing pada suhu 50oC selama 4
berbagai jenis mineral seperti Kalsium (Ca), Fosfor jam menghasilkan karakteristik terbaik dengan
(P), Natrium (Na), Kalium (K), Sulfur (S), Besi kadar air 4,880%, rendemen 23,107%, daya
o
(Fe), dan Seng (Zn). pure kering ubi jalar sebagai rehidrasi 3,216%, suhu awal gelatinisai 54,3 C,
sediaan pangan darurat memerlukan mineral viskositas puncak 850,50 cP, viskositas breakdown
diantaranya Natrium, Kalium, Klor, Kalsium, 25,17 cP, viskositas setback 395 cP, nilai
Fosfor, Magnesium, Kromium, Tembaga, Iodin, kekerasan (hardness) 108,535 g, nilai kelengketan
Besi, Mangan, Selenium, dan Seng. Hal tersebut (adhesiveness) -69,773 gsec, nilai kesukaan
menunjukan bahwa diperlukan fortifikasi beberapa terhadap warna 3,331 (biasa) serta memiliki
mineral pada pure kering ubi jalar sebagai pangan kandungan protein 1,76%, lemak 1,89%, abu 0,76%,
darurat sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan karbohidrat 90,88%.
mineral yang sesuai standar yang ditetapkan oleh
IOM. Kadar protein pure kering ubi jalar dengan DAFTAR PUSTAKA
o
perlakuan annealing pada suhu 50 C selama 4 jam Apriliyanti, T. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan
yaitu 1,76%. Nilai kadar protein pure kering ubi Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
jalar ini masih dibawah standar kandungan nutrisi batatas blackie) dengan Variasi Proses
dari emergency food product yang ditetapkan IOM Pengeringan. Skripsi. Fakultas Pertanian,
(1995) yaitu sebesar 7,9 g/50 g atau setara dengan Universitas Surakarta. Surakarta.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 29


Apriyadi, M. S. 2009. Modifikasi Pati Garut Pertiwi A. 2015. Sifat Fungsional dan Amilografi
(Marantha arundinacea L.) dengan Perlakuan Pati Millet Putih (Pennisetum glaucum)
Hidrolisis Asam dan Siklus Pemanasan Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment
Pendinginan untuk Menghasilkan Pati Resisten dan Annealing. Skripsi. Fakultas Teknologi
Tipe 3. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.
Institut Pertanian Bogor. Bogor Sumedang.
Chayati I, Handayani THW, Nugraheni M, dan Pranoto, Y., Rahmayuni, Haryadi and Rakshit, S. K.
Ratnaningsih N. 2008. Teknologi Pengolahan 2014. Physicochemical properties of heat
Pati Garut dan Diversifikasi Produk Olahannya moisture treated sweet potato starches of
Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Pangan. selected Indonesian varieties. International Food
Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana. Research Journal 21(5): 2031-2038
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Putri, W.D.R. dan Zubaidah, E. 2015. Karakteristik
Yogyakarta. fungsional tepung sukun hasil modifikasi
Collado, L. S. and H. Corke. 1999. Heat moisture annealing. Journal Prosiding Seminar
treatment effect on sweet potato starches Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI.
differing in amylosa content. Food Chem. 65 (3): ISBN: 978-602-7998-92-6
339-346. Salim, A. R dan Putri, W.D.R. 2015. Pengaruh
Djuwardi, A. 2009. Cassava: Solusi Pemberagaman suhu dan lama annealing terhadap sifat fisik-
Kemandirian Pangan. Jakarta: Grasindo kimiatepung ubi jalar putih varietas manohara.
Eliasson, A. C. 2004. Starch in Food : Structure, Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2
Function, and Application. CRC Press. p.602-609
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. UGM Sandhu, K. S. and Singh, N. 2007. Some properties
Press. Yogyakarta of corn starches II: physicochemical,
gelatinization, retrogradation, pasting and gel
Histifarina, D. 2002. Kajian Pembuatan Kentang
textural properties. Food Chemistry, 101, 1499–
Tumbuk Instan dan Stabilitasnya Selama
1507.
Penyimpanan. Tesis. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso, B. 2010. Karakterisasi sensori, fungsional
dan komposisi gizi ubi jalar lokal unggulan asal
Honestin, T. 2007. Karakterisasi Tepung Ubi Jalar
dataran tinggi Wamena, serta kajian formulasi
(Ipomoea batatas). Skripsi. Departemen Ilmu
mashed sweet potato. Laporan Penelitian Dikti.
dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Jakarta: Universitas Indonesia
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sun, Q., Wang, T., Xiong, L., Zhao, Y. 2013. The
Kasuma, N.Y. 2012. Degradasi Senyawa Fenol
effect of heat moisture treatment on
Pada Limbah Rumah Sakit Secara Fotosintesis
physicochemical properties of early indica rice.
dengan Bantuan Katalis Tio. Pasca Sarjana
Food Chemistry 141, 853–857
Unand. Padang
Waduge, R. N., Hoover, R., R. Vasanthan, T., Gao,
Klein, B., Pinto, V.Z., Vanier, N.L., Zavareze, E.R.,
Colussi, R., Evangelho, J.A., Gutkosko, L.C, and J. dan Li, J. 2006. Effect of annealing on the
structure and physicochemical properties of
Dias, A.R.G. 2013. Effect of single and dual
barley starch of varying amylose content, Food
heat–moisture treatments on properties ofrice,
Res. Int 39:35-77
cassava, and pinhao starches. Carbohydrate
Polymers 98, 1578–1584 Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati.
EbookPangan. tekpan.unimus.ac.id. Zoumas, B.L., L.E. Armstrong, J.R Backstrand, W.
L. Chenoweth, P. Chinachoti, B.P. Klein, H.W.
Oktavianti, V. C. dan Putri, W. D. R. 2015.
Lane, K.S. Marsh and M. Tolvanen. 2002. High-
Pengaruh modifikasi fisik annealing terhadap
Energy, Nutrient-Dense Emergency Relief
karakteristik tepung ubi jalar ungu varietas
Product. Food and Nutrition Board: Institute of
Ayamurasaki. Jurnal Pangan dan Agroindustri
Medicine. National Academy Press, Washington,
Vol. 3 No 2 p.551-559
DC.

30 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Penambahan Gula terhadap Karakteristik Sensori Sirup Jeruk Kasturi
[The Effect of Sugar added on sensory characteristic of Kasturi Orange Syrup]
Khairun Nisa
Jurusan Agribisnis Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar
Alue Peunyareng, Meulaboh, Aceh Barat
E-mail: khr.nisa@gmail.com

Abstract— This research aimed to determine the effect of sugar on the sensory characteristics of kasturi
orange syrup. The materials that use in this research obtained from local market in Meulaboh. The study
consists of four treatment comparisons of orange juice and sugar, namely A1 (50 ml: 50 g), A2 (50 ml: 100 g),
A3 (50 ml: 150 g) and A4 (50 ml: 200 g). The analysis method is to test hedonic sensory analysis with
preference measurement score using a scale of 1 to 7. Score 1 (strongly not preferred) to score 7 (most
preferred). The results of sensory analysis showed that treatment A3 with 50 ml of orange juice and 150 g of
sugar is the most preferred treatment with color score 4.73, 5.60 aroma, taste 5,53and overall 5.80.
Keyword - sugar, kasturi orange, sensory

membutuhkan waktu yang lama untuk


I. PENDAHULUAN menyajikannya (Hadiwijaya, 2014).
Buah jeruk (Citrus sp) merupakan jenis buah Bahan dasar pembuatan sirup jeruk kasturi ini
buahan yang terkenal kaya akan vitamin C dan adalah jeruk kasturi segar, air, dan gula.
umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar. Namun Penambahan gula bertujuan sebagai pemanis
ada beberapa jenis yang kurang disukai karena sekaligus sebagai bahan pengawet. Hal ini
rasanya terlalu asam. Contohnya jeruk kasturi dilakukan karena gula mudah larut di dalam air,
(calamondin) yang digunakan sebagai pengganti dimana kelarutan akan semakin meningkat dengan
lemon dalam pembuatan makanan sejenis selai semakin tingginya suhu. Pemanasan
(marmalade). Di Indonesia, jeruk ini biasa mengakibatkan terbentuknya gula invert yang
digunakan sebagai tanaman hias, dan dipakai berperan dalam memperbaiki cita rasa dan aroma
sebagai bumbu masakan. Seperti jenis jeruk dengan cara membentuk keseimbangan antara rasa
lainnya, tanaman ini juga kaya akan Vitamin C asam, rasa pahit dan rasa asin (Hadiwijaya, 2014)..
yang bermanfaat untuk menahan radikal bebas dan Invert sukrosa terjadi dalam suasana asam, gula
menjaga kesehatan kulit, juga vitamin B1, invert ini tidak dapat berbentuk kristal karena
Kalsium, Protein dan Fosfor serta Zat besi yang kelarutan fruktosa dan glukosa sangat besar
merupakan nutris yang dibutuhkan tubuh. Namun (Winarno, 1997). Penambahan gula dengan
kurang diminati karena rasanya yang sangat asam. konsentrasi tinggi, paling sedikit 40% padatan
Salah satu bentuk diversifikasi dari olahan jeruk terlarut dalam bahan pangan dapat menghambat
kasturi yaitu sirup, kelebihannya adalah mudah pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1987).
larut dalam air, praktis dalam penyajian dan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
memiliki daya simpan yang relative lama, pengaruh penambahan gula terhadap karakteristik
memepermudah mengkonsumsinya dan tidak sensori sirup jeruk kasturi (Citrus microcarpa B).

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 1


METODE PENELITIAN
II. yang dihasilkan dari empat perlakuan yaitu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas menggunakan empat atribut mutu sensori yaitu
Pertanian Universitas Teuku Umar, pada bulan warna, aroma, rasa, dan overall. Uji ini
Januari sampai dengan Agustus 2016. menggunakan panelis sebanyak 30 orang yang
terdiri dari mahasiswa dan staff Fakultas Pertanian
A. Bahan dan Peralatan Universitas Teuku Umar.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jeruk kasturi, gula pasir yang diperoleh dari III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pasar Bina Usaha Meulaboh, air. Peralatan yang A. Karakteristik Sensori
digunakan adalah timbangan, kain saring/ blacu,
panci, baskom, thermometer, pisau, pengaduk, Warna
kompor gas dan gas, botol dan tutup botol, sarung Penambahan gula akan mempengaruhi
tangan plastik, dan gelas piala. penilaian uji mutu hedonik terhadap parameter
warna sirup yang dihasilkan. Berdasarkan analisis
B. Prosedur Penelitian hedonik diperoleh bahwa sirup jeruk kasturi
1. Tahap Pembuatan Sirup Jeruk Kasturi memiliki skor tertinggi 4.73 (netral-agak suka)
Berdasarkan Formula yaitu formula A3. Sirup jeruk kasturi dengan
penambahan gula dengan perbandingan 1 : 1 atau
Formula dan proses pembuatan sirup jeruk 1 : 2 menghasilkan tingkat kesukaan yang lebih
kasturi dapat dilihat pada Tabel I dan Gambar 1. rendah bila dibandingkan dengan sirup kasturi
yang ditambahkan gula dengan perbandingan yang
TABEL I.
lebih banyak yaitu 1 : 3 dan 1 : 4. Warna sirup
FORMULA PEMBUATAN SIRUP JERUK
jeruk kasturi dengan penambahan gula yang
Perlakuan Sari Jeruk (ml) Gula (g) sedikit akan mempunyai warna yang lebih bening
A1 50 50 dibandingkan dengan penambahan gula dalam
A2 50 100 jumlah yang lebih banyak. Warna sirup yang
A3 50 150 terbentuk merupakan hasil dari reaksi pencoklatan
A4 50 200 non enzimatis. Sukrosa yang berasal dari gula
mengalami pencoklatan yang lebih cepat karena
Jeruk adanya asam. Karena asam akan menghidrolisis
sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa sehingga
Dibelah dua mempercepat pencoklatan (Parker, 2002). Selain
itu, penambahan gula memiliki kemampuan untuk
Diperas dan Disaring berikatan dengan air sehingga menyebabkan
dua kekentalan pada sirup jeruk kasturi (Buckle et al.
Ditampung dalam gelas piala (50ml) 1987). Dalam larutan sirup sifat mengentalkan
dapat mempertajam warna sehingga lebih disukai.
Dicampur dengan gula (50, 100, 150, 200 gram) Aroma
Berdasarkan analisis hedonik diperoleh bahwa
Diaduk sampai menjadi sirup pada suhu 70oC sirup jeruk kasturi memiliki skor tertinggi 4.73
(netral-agak suka) yaitu formula A3. Panelis tidak
Sirup menyukai aroma sirup jeruk kasturi dengan
Gambar1. Tahapan proses pengolahan sirup jeruk penambahan gula yang rendah yaitu dengan
kasturi perbandingan 1:1. Hal ini dikarenakan aroma pada
sirup jeruk kasturi memiliki aroma yang khas yang
2. Tahap Analisi Sensori tajam yaitu beraroma asam. Aroma tersebut
Analisis sensori dilakukan menurut Meilgaard ditimbulkan oleh kandungan minyak atsiri yang
et al (1999) dengan uji hedonik dengan skor ada di dalam buah jeruk kasturi. Menurut Jamal et
kesukaan menggunakan skala 1 sampai 7, yaitu al. (2000) komponen utama minyak atsiri dalam
dari skor 1 (sangat tidak suka) sampai skor 7 buah jeruk kasturi terdiri dari C-sitronelol, β-pinen
(sangat suka). Uji dilakukan terhadap sirup jeruk dan D-limonen. Selain itu juga terdapat komponen

32 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


minyak atsiri seperti 4-metil-1-(1-metiletil)-3- yang ditambahkan dapat menetralisir rasa asam
sikloheksen-1-ol, β-linalool, α-terpineol, α- yang ditimbulkan oleh ekstrak tersebut.
farnesena, β-sitral, L-isopulegol dan cis- Dibandingkan dengan penambahan gula dalam
linaliloksida. Penambahan gula dengan jumlah jumlah yang lebih sedikit maka rasa asam akan
yang lebih banyak menghasilkan aroma yang lebih dominan sehingga kurang disukai. Namun,
harum dan disukai panelis. Hal ini diduga karena jika gula yang ditambahkan lebih banyak yaitu
adanya aroma karamel yang dihasilkan dari proses dengan perbandingan 1 : 4 maka mempunyai rasa
pemanasan sirup yang melibatkan asam dari buah yang sangat manis sehingga memerlukan air yang
dan proses pemasakan sirup. lebih banyak untuk mengencerkannya sehingga
kurang disukai. Banyaknya gula yang
TABEL I ditambahkan tergantung pada rasa dari buah yang
HASIL ANALISIS SENSORI SIRUP JERUK digunakan. Dikarenakan buah jeruk kasturi yang
KASTURI digunakan mempunyai rasa yang asam sehingga
Formula Warna Aroma Rasa Overall memerlukan penambahan gula yang banyak untuk
A1 2.83 3.03 2.70 2.53 menghasilkan rasa yang manis (Margono, 2000).
A2 3.63 4.13 4.60 5.33 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
A3 4.73 5.60 5.53 5.80 oleh Cornelia et al. 2004 yang menyatakan bahwa
semakin banyak gula yang ditambahkan akan
A4 3.27 3.90 3.80 4.00
menutupi rasa asam dari sari buah jeruk kasturi.

Parameter uji secara keseluruhan (overall)


Digunakan dalam uji hedonik untuk mengukur
tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan
atribut yang ada pada produk. Hal ini dilakukan
karena hasil pengujian terhadap atribut tertentu
saja menunjukkan nilai yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengujian hedonik dapat
diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap
atribut keseluruhan dari sirup jeruk kasturi dengan
perlakuan A3 adalah suka dengan skor 5.80.
Gambar 2. Grafik Sider web hasil analisis sensori
sirup jeruk kasturi IV. KESIMPULAN
Rasa Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa
Menurut Winarno (1997), rasa dipengaruhi oleh perlakuan A3 dengan perlakuan 50 ml sari jeruk
beberapa faktor yaitu senyawa kimia, konsentrasi,
dan 150 g gula merupakan perlakuan yang paling
interaksi dengan komponen rasa yang lain serta disukai dengan skor warna 4.73, aroma 5.60, rasa
suhu. Pengujian rasa dilakukan pada sirup jeruk 5.53 dan overall 5.80. Penambahan gula
kasturi yang telah diencerkan. Rasa yang terdapat mempengaruhi daya terima panelis terhadap sirup
pada jeruk kasturi dipengaruhi oleh senyawa kimia jeruk kasturi.
diantaranya tanin dan glukosida (Quisumbing,
1951; Jamal, et al. 2000). Sedangkan rasa manis DAFTAR PUSTAKA
pada sirup jeruk kasturi ditimbulkan dari gula dan
rasa asam pada sirup tersebut ditimbulkan dari Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet and M.
kandungan asam yang terdapat pada ekstrak jeruk Wootton. Ilmu Pangan. Penerjamah: H.
kasturi. Hasil penilaian uji mutu hedonik panelis Purnomo dan Adiono. UI-Press-Jakarta.
menyatakan bahwa sirup jeruk kasturi dengan Cornelia M, Monang M, Lie Ta. 2004. Studi
penambahan gula dengan perbandingan 1 : 3 tentang kondisi proses dan formulasi
mempunyai rasa yang paling disukai dengan skor pembuatan sirup jeruk kasturi (Citrus mitis).
tertinggi 4.73 (netral-agak suka) yaitu formula A3. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol 2(1)
Sehingga penambahan gula dapat mempengaruhi April 2004.
tingkat kesukaan terhadap sirup jeruk kasturi. Gula

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 33


Hadiwijaya H. 2014. Pengaruh perbedaan Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan
penambahan gula terhadap karakteristik sirup Bahan Pangan. Bogor: PAU-IPB.
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Quisumbing, E. 1951. Medicinal Plants of the
Fakultas Teknologi Hasil pertanian Universitas Philippines. Burea of Printing, Manila. In Jamal
Andalas. Y, Praptiwi, Andria A. 2000. Komponen Kimia
Jamal Y, Praptiwi, Andria A. 2000. Komponen dan Efek Antibakteri Minyak Atsiri Kulit Buah
Kimia dan Efek Antibakteri Minyak Atsiri dan Daun Jeruk Kasturi. Majalah Farmasi
Kulit Buah dan Daun Jeruk Kasturi. Majalah Indonesia. 11(2): 77-85.
Farmasi Indonesia. 11(2): 77-85. Parker, R. 2002. Introduction to Food Science.
Margono, T. Selai dan Jelly. Jakarta. IKAPI. United State of America-Press, America.
Meilgaard, Civille, Car. 1999. Sensory Evaluation Winarno F.G. 1997. Kimia pangan dan gizi.
Technique. 3rd ed. CRC press. Boca Raton, Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.
USA.

34 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


KAJIAN PENGGUNAAN EKSTRAK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM PEMBUATAN
MARSHMALLOW
(Study of Exertion of Carrot Extract on the Marshmallow)

Sahrial Hafids1), Yernisa1), dan T. S Ambarwati2)


1)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
2)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pondok Meja, Jl. Tri Brata, KM 11, Mestong, Jambi 36364
E-mail: sahrial@unja.ac.id

Abstract -- This research aimed to study the effect of the concentration of carrot extract to the physical and
organoleptic properties of marshmallow and obtain the appropriate level of carrot extract concentration to
produce marshmallow. Result showed that the use of carrot extract very significantly effect the yellowwish,
reddish, water content, the taste and elasticity of marshmallow, but not significant to the value of the
brightness. The best appropiate was the use of 100% carrot concentration in the marshmallow with the result
was slightly desaturated orange, water content 19,558 %, total carotene 3,49 gr/100 gr material, score value
of a panelist 4,10 (some like – like),and texture elasticity 4,45 (rather more chewy – more supple than the raw
sample).
Keywords : carrot-extract, marshmallow, total-carotene.

I. PENDAHULUAN alami. Pembentuk rasa dan warna alami dapat


diperoleh dari sayur dan buah-buahan. Contohnya
Marshmallow merupakan salah satu jenis
adalah wortel yang memiliki warna orange cerah
produk permen lunak yang bertekstur agak kenyal
dari β-karoten. Selain itu, aktivitas vitamin A
dan smoothy atau lembut, sejenis permen kapas
yang dihasilkan dalam senyawa karoten juga baik
yang langsung lunak atau mencair saat berada di
untuk pertumbuhan anak terutama balita
mulut. Produk ini sangat digemari oleh anak-anak
(Setiarini, 1992). Selain memiliki kandungan
karena rasa manis buahnya yang bervariasi, warna
vitamin dan mineral, wortel juga memiliki
yang menarik dan bentuknya yang unik.Namun
kandungan pektin yang bermanfaat untuk
dalam dunia konfeksioneri, flavor dan pewarna
mecegah konstipasi (Rubatzky dan Yamaguchi,
yang digunakan dalam pembuatan permen, baik
1998).
permen keras (hard candy) maupun permen lunak
Dalam penelitian pembuatan marshmallow
(soft candy), umumnya adalah sintetis, yaitu
yang dilakukan, wortel digunakan dalam bentuk
perisa dan pewarna yang terbuat dari bahan kimia
larutan ekstrak wortel yang digunakan bersama
yang menyerupai bahan alaminya. Misalnya
dalam bahan pelarut berupa air yang bertujuan
perisa jeruk yang berwarna oranye cerah, perisa
sebagai pewarna alami. Menurut penelitian Fahmi
stroberi yang berwarna merah, perisa anggur
(2015), ekstrak wortel yang digunakan sebagai
berwarna ungu dan sebagainya (Faridah, 2008).
pewarna alami dalam pembuatan puding, panelis
Untuk menjamin keamanan pangan dan
menyukai produk yang diberi perlakuan 100
kesehatan, pewarna dan pembentuk rasa dalam
ekstrak wortel yang digunakan sebagai cairan
produk makanan sebaiknya menggunakan bahan
dalam pembuatan puding. Dalam penelitian
pembuatan es krim yang menggunakan ekstrak wortel yang didapat kemudian disaring dan
wortel oleh Fitriani (2011), didapat hasil bahwa diencerkan sesuai tingkat konsentrasi dengan
semakin besar penambahan esktrak wortel yang perbandingan ekstrak wortel : air yaitu Ko= 0% (0
digunakan, maka responden semakin menyukai ml : 80 ml), K1= 20% (16 ml : 64 ml), K2= 40%
warna dan aroma es krim. Dalam penelitian (32 ml : 48 ml), K3= 60% (48 ml : 32 ml), K4=
pembuatan roti tawar juga dinyatakan bahwa 80% (64 ml : 16 ml), K5= 100% (80 ml : 0 ml).
penggunaan ekstrak wortel sebanyak 25% dari E. Pembuatan Marshmallow (Aini, 2010)
berat seluruh bahan menghasilkan sifat sensoris Pembuatan Marshmallow diawali dengan
yang disukai oleh responden (Dewi dan Andini, pembuatan dua jenis larutan. Larutan pertama
2013). yaitu campuran gelatin dan ekstrak wortel.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk Larutan dibuat dengan melarutkan 20 gram
mempelajari pengaruh konsentrasi ekstrak wortel gelatin ke dalam 80 ml ekstrak wortel dengan
(Daucus carota L.) terhadap sifat fisik dan perbandingan air yang berbeda sesuai tingkat
organoleptik marshmallow dan mendapatkan perlakuan (Ko, K1, K2, K3, K4, K5), lalu
tingkat konsentrasi ekstrak wortel yang tepat dipanaskan hingga suhu 60oC. Larutan kedua
untuk menghasilkan produk marshmallow yang dibuat dengan melarutkan 80 gram gula tepung
terbaik. serta pati jagung yang telah disangrai 30 gram ke
dalam 40 ml HFS (High Fructose Syrup), lalu
II. METODE PENELITIAN
dipanaskan hingga suhu 80oC.
A. Waktu dan Tempat Kedua larutan diaduk menggunakan mixer
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dengan kecepatan tinggi selama 15 menit. Setelah
Pengolahan dan Analisa Hasil Pertanian, Fakultas pengocokan 15 menit larutan menjadi adonan
Teknologi Pertanian, Universitas Jambi yang krim yang mengembang dan dituang ke dalam
berlangsung dari bulan Februari sampai dengan cetakan ukuran 20x15 cm2 dan ketebalan 2 cm
Maret 2016. yang dialasi dengan aluminium foil ditaburi
B. Bahan dan Alat dengan gula tepung dan pati jagung dengan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini perbandingan 9:1 agar marshmallow tidak
adalah wortel varietas lokal, gelatin, sukrosa, HFS lengket, lalu didiamkan selama 12 jam dalam
(Highr Fructose Syrup), pati jagung dan aquades. suhu ruang.
Bahan yang digunakan untuk analisa yaitu F. Parameter yang Diamati
heksana. Parameter yang diamati meliputi analisa kadar
Alat yang digunakan yaitu juicer, mixer air (Sudarmadji et al., 1997), warna (Color
danpengukus. Alat yang digunakan untuk analisa reader), total karoten (Metode Spektrofotometri)
yaitu oven, desikator, color reader dan dan uji organoleptik (Setyaningsih, 2010).
spektrofotometer.
G. Analisa Data
C. Rancangan Percobaan Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
Penelitian menggunakan Rancangan Acak secara statistik menggunakan metode One-Way
Lengkap dengan 6 taraf perlakuan dan Analysis of Varian (ANOVA). Apabila terdapat
pengulangan sebanyak 4 kali. Perlakuan yang pengaruh nyata antar perlakuan maka dilanjutkan
diberikan berupa penggunaan ekstrak wortel dengan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range
dengan konsentrasi Ko= 0% (blanko), K1= 20%, Test (DMRT) pada taraf signifikan 5 %.
K2= 40%, K3= 60%, K4= 80%, dan K5= 100%.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
D. Pembuatan Ekstrak Wortel (Puspasari, 2009).
Wortel disortasi untuk memperoleh wortel 1. Warna
yang segar, tidak bercabang dan memiliki ukuran Berdasarkan standar CIE-LAB, warna yang
seragam (± 200 gram), kemudian dikupas dan dihasilkan dari masing-masing konsentrasi ekstrak
dicuci. Wortel ditimbang sebanyak 4 kilogram wortel yaitu slightly desaturated orange untuk
lalu diblansing selama 3 menit dalam suhu 100oC. konsentrasi 20, 40, 60 80 dan 100%, sedangkan
Setelah itu diekstrak menggunakan juicer. Ekstrak perlakuan kontrol atau penggunaan konsentrasi

36 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


ekstrak wortel sebanyak 0 % menghasilkan warna warna b (kekuningan) pada grafik menunjukkan
grayish orange seperti disajikan dalam Tabel 1. rata-rata nilai yang rendah pada kontrol, namun
Warna produk marshmallow yang dihasilkan terjadi peningkatan yang signifikan pada
berasal dari ekstrak wortel. Warna pada produk perlakuan konsentrasi ektrak wortel sebanyak 20
yang dihasilkan setelah dilakukan homogenisasi %, selanjutnya semakin tinggi ekstrak wortel,
berbeda dengan warna bahan saat masih berupa presentasi kekuningan semakin menurun.
larutan. Larutan yang diperoleh setelah pemanas- Peningkatan yang signifikan terebut dikarenakan
an bahan berwarna orange cerah dari pigmen sampel kontrol tidak mengalami penambahan
oranye karoten dalam wortel. Warna yang ekstrak wortel.
semakin pudar ini disebabkan karena adanya Komposisi bahan pelarut yang digunakan
pengadukan atau pengocokan secara cepat saat dalam pembuatan marshmallow adalah 100 % air
proses homogenisasi menggunakan mixer sehing- aquades, sehingga warna kekuningan hanya
ga memecah ikatan-ikatan karoten. Semakin berasal dari bahan-bahan dasar seperti gula dan
tinggi kecepatan pengadukan maka warna gelatin menghasilkan presentase kekuningan yang
semakin pudar (Sartika, 2009). Adanya kenaikan rendah dibandingkan dengan marshmallow yang
suhu selama proses pengadukan juga dapat diberi perlakuan ekstrak wortel. Semakin tinggi
mempengaruhi oksidasi senyawa karoten yang perlakuan ekstrak wortel maka presentase nilai
menyebabkan warna oranye menjadi berkurang. kemerahan cenderung meningkat, seperti yang
Penggunaan ekstrak wortel tidak berpengaruh ditunjukkan oleh grafik nilai a pada Gambar 1.
terhadap kecerahan, namun berpengaruh sangat Pada tanaman wortel, kandungan karoten
nyata terhadap warna kekuningan dan kemerahan. menghasilkan kisaran warna kuning hingga
Hubungan konsentrasi ekstrak wortel yang oranye (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997), se-
digunakan dengan parameter warna a dan b yang hingga derajat kemerahan yang dihasilkan pun
dihasilkan pada produk marshmallow tersebut hanya mencapai 17,8 %.
digambarkan dalam grafik pada Gambar 1. Nilai

TABEL I
RATA-RATA NILAI WARNA MARSHMALLOW PADA
BERBAGAI TINGKAT KONSENTRASI EKSTRAK WORTEL

Konsentrasi
Ekstrak Wortel L a** b** Deskripsi Warna Gambar
(%)
0 68,50 6,35a 9,00a Grayish orange
20 67,18 11,25b 30,48c Slightly desaturated orange
40 66,55 13,20b 27,70bc Slightly desaturated orange
27,10b
60 66,33 13,18b c Slightly desaturated orange
80 65,80 16,95c 25,95bc Slightly desaturated orange
100 65,83 17,18c 24,33b Slightly desaturated orange
** = Berbeda sangat nyata (Taraf 1 %)
Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf menunjukkan hasil yang berbeda nyata
pada taraf 1 % berdasarkan uji DNMRT.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 37


35.00

Rata-rata Nilai a dan b


30.00 30.48
27.70 27.10 25.95
25.00 24.33
20.00
15.00 16.95 17.18
13.20 13.18 a
10.00 11.25
9.00 b
5.00 6.35
0.00
0% 20% 40% 60% 80% 100%

Konsentrasi Ekstrak Wortel

Gambar 1. Grafik rata-rata nilai warna a dan b.

69.00
68.50 68.50
68.00
67.50
Rata-rata Nilai L

67.00 67.18
66.50 66.55
66.33
66.00
65.80 65.83 L
65.50
65.00
64.50
64.00
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Konsentrasi Ekstrak Wortel

Gambar 2. Grafik rata-rata nilai L (Kecerahan)

Penggunaan ekstrak wortel pada produk bahwa penggunaan ekstrak wortel tidak
menghasilkan nilai kecerahan yang ber- memberikan pengaruh yang nyata.
banding terbalik dengan tingkat konsen-
trasi ekstrak wortel yang digunakan, 2. Kadar Air
disebabkan karena semakin banyaknya Menurut Standar Nasional Indonesia
pigmen karoten yang berwarna oranye yang diatur dalam SNI 01-3547-1994,
kemerahan sehingga warna semakin gelap kadar air untuk kembang gula lunak jelly
(Febrihantana, 2011), hal tersebut sejalan memiliki batas maksimal 20%. Ber-
dengan presentase kemerahan yang dasarkan hasil analisa sidik ragam,
berbanding lurus dengan tingkat kon- penggunaan ekstrak wortel berpengaruh
sentrasi ektrak wortel. sangat nyata terhadap produk marsh-
Pada Gambar 2, grafik rata-rata nilai L mallow yang dihasilkan. Hasil analisa
(kecerahan) menunjukkan bahwa sema- rata-rata nilai kadar air dalam produk
kin tinggi konsentrasi ekstrak wortel yang marshmallow dapat dilihat dalam Tabel 2.
digunakan maka nilai kecerahan semakin Nilai tertinggi didapat pada sampel
menurun, pada konsentrasi 80% (65,80) kontrol atau tanpa perlakuan ekstrak
mengalami kenaikan sebanyak 0,3 wortel dan nilai terendah yaitu pada
sehingga rata-rata nilai kecerahan pada sampel dengan penggunaan kosentrasi
konsentrasi ekstrak wortel menjadi 65,83. ekstrak wortel sebanyak 100%.
Dari hasil analisa ragam nilai L diketahui

38 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI


Tahun 2016
TABEL II terkandung dalam marshmallow sebesar
RATA-RATA NILAI KADAR 3,49 mg/100 gr bahan.
AIRMARSHMALLOW PADA BERBAGAI Karotenoid yang dapat diekstrak dari
TINGKAT KONSENTRASI EKSTRAK WORTEL wortel berkisar 37-46% (Hutchings, 1994).
Dari hasil analisa yang dilakukan dapat
Konsentrasi Ekstrak Kadar Air**
dilihat bahwa jumlah total karoten yang
Wortel (%) (%)
terkandung dalam 100 gram sampel
0 22,105a
marshmallow yang diberi perlakuan
20 21,663ab
ekstrak wortel 100% sebesar 3,49 mg/100
40 21,125abc
gram bahan.
60 20,583bcd
80 20,255cd 4. Organoleptik
100 19,558d
** = Sangat berbeda nyata (Taraf 1 %) Uji Hedonik
Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf menunjukkan Penilaian kesukaan terhadap mutu
hasil yang berbeda nyata pada taraf 1 %
berdasarkan uji DNMRT. produk marshmallow oleh panelis
disajikan dalam Tabel 3. Dari hasil rata-
Jumlah air yang terkandung dalam rata nilai yang diberikan oleh panelis,
ekstrak wortel cukup tinggi yaitu 88,20 diketahui bahwa semakin tinggi
gram per 100 gram bahan (Direktorat Gizi konsentrasi ekstrak wortel yang digunakan
Departemen Kesehatan RI, 1979) dan maka produk semakin disukai.
sisanya adalah padatan seperti karbohidrat Skor terendah yaitu pada sampel
(gula dan serat) dan vitamin. Penggunaan kontrol atau tanpa perlakuan ekstrak
ekstrak wortel dalam produk sebagai wortel dengan nilai 3,25, dalam skala
konsentrasi larutan dalam bahan air, hedonik yang menunjukkan nilai netral
sehingga semakin besar konsentrasi hingga agak suka. Adapun skor tertinggi
ekstrak wortel yang digunakan, maka adalah sampel marshmallow yang diberi
semakin besar pula padatan dalam bahan perlakuan ekstrak wortel sebanyak 100%
dan mengurangi jumlah air yang akan dengan nilai 4,10 yang berarti panelis
diikat oleh gel-gel gelatin. memberikan penilaian dalam range agak
Jumlah kadar air dalam produk suka hingga suka terhadap produk
marshmallow ini juga berkaitan dengan marshmallow.
tekstur kekenyalan yang terbentuk.
Semakin tinggi kadar air maka tingkat TABEL III
kekenyalan semakin rendah. Berdasarkan RATA-RATA NILAI UJI KESUKAAN
nilai kadar air yang ditetapkan SNI, (HEDONIK) MARSHMALLOW PADA BERBAGAI
sampel yang memenuhi standar adalah TINGKAT KONSENTRASI EKSTRAK WORTEL
sampel marshmallow yang diberi Konsentrasi
perlakuan konsentrasi ektrak wortel Nilai Rata-rata Kesukaan
Ekstrak Wortel (%) Keseluruhan
sebanyak 100% dengan jumlah kadar air
sebesar 19,557 %. 0 3,25
20 3,45
40 3,55
3. Total Karoten 60 3,75
Pengukuran kadar karoten dilakukan 80 3,85
pada marshmallow yang terbaik, yaitu 100 4,10
dengan pada perlakuan penggunaan Keterangan : 1 = Tidak suka, 2 = Agak tidak suka, 3 = Netral, 4
= Agak suka, 5 = Suka
ekstrak wortel 100%. Hasil absorbansi dan
konsentrasi (ppm) karoten baku pada Uji Perbandingan Jamak
panjang gelombang 460 nm (Tabel 3) Uji perbandingan jamak dilakukan
menghasilkan persamaan Y = 0,2616X + terhadap tekstur marshmallow yaitu nilai
0,047 dan nilai total karoten yang kekenyalan, dengan cara membandingkan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 39


dengan produk marshmallow komersil. pengaruh terhadap nilai kecerahan dan
Hasil penilaian panelis terhadap keke- kesukaan terhadap produk marsh-
nyalan produk disajikan dalam Tabel 4. mallow. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak wortel yang digunakan dalam
TABEL IV
pembuatan produk marshmallow
TEKSTUR KEKENYALAN MARSHMALLOW
menghasilkan presentase kecerahan dan
Konsentrasi Nilai Rata-rata Kekenyalan kenuningan yang semakin menurun,
Ekstrak Wortel (%) **
0 2,95a presentase warna kemerahan semakin
20 3,4a meningkat, kadar air semakin menurun,
40 3,6ab dan kekenyalan semakin meningkat.
60 4,15bc 2. Perlakuan terbaik yaitu penggunaan
80 4,15bc konsentrasi ekstrak wortel 100%,
100 4,45c dengan warna yang dihasilkan adalah
Keterangan : 1 = Tidak lebih kenyal dari R, 2 = Agak tidak lebih slightly desaturated orange, nilai kadar
kenyal dari R, 3 = Sama dengan R, 4 = Agak lebih kenyal dari
R, 5 = Lebih kenyal dari R. air sebesar 19,55 %, total karoten 3,49
** = Berbeda sangat nyata (Taraf 1 %) g/100g bahan, nilai kesukaan panelis
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf menunjukkan
hasil yang berbeda nyata pada taraf 5 % sebesar 4,10 yang berarti agak suka
berdasarkan uji DNMRT. hingga suka terhadap produk, dan nilai
kekenyalan sebesar 4,45 yang berarti
Penggunaan ekstrak wortel memberikan sampel agak lebih kenyal hingga lebih
pengaruh sangat nyata terhadap nilai kenyal dari produk komersil.
kekenyalan produk yang dihasilkan.
Semakin rendah konsentrasi ekstrak wortel DAFTAR PUSTAKA
yang digunakan dalam pembuatan
marshmallow maka skor nilai kekenyalan Aini, N. dan Purwiyatno, H. 2010. Sifat
produk juga semakin menurun. Tingkat Sensori Marshmallow Cream Yang
kekenyalan produk berada dalam kisaran Menggunakan Pati Jagung Putih
nilai 2,95 hingga 4,45, yaitu agak tidak Termodifikasi Sebagai Pengganti
lebih kenyal hingga lebih kenyal dari Gelatin. Prosiding Seminar Nasional.
sampel baku. Direktorat gizi. 1979. Kandungan Gizi
Kekenyalan dibentuk oleh sifat gel Tanaman Pangan. Departemen
gelatin. Selain itu pembentuk tekstur Kesehatan RI.
dalam permen jelly juga di tentukan oleh Dewi, L. dan Andini, S. 2013. Penentuan
fruktosa bersama sukrosa yang berfungsi Konsentrasi Sari Wortel (Daucus
membentuk tekstur yang liat atau kenyal carota L.) Untuk Diterapkan ke Dalam
dan menurunkan kekerasan permen jelly Adonan Roti Tawar Berdasarkan
yang terbentuk (Koswara, 2009). Kan- Evaluasi Sensoris. Prosiding Semiar
dungan gula (glukosa dan fruktosa) dalam Nasional Sains dan Pendidikan Sains
wortel sendiri mencapai 5 gram per 100 UKSW. Fakultas Sains dan
gram bahan (Pantastico, 1989), sehingga Matematika, Universitas Kristen Setia
hal tersebut mampu mempengaruhi sifat Wacana. Salatiga.
pembentukan tekstur yang liat pada Fahmi, F.I. 2015. Analisis Kualitas Puding
pembuatan produk marshmallow. Dengan Penggunaan Ekstrak Wortel
Sebagai pewarna Alami. Program Studi
IV. KESIMPULAN Pendidikan Keejahteraan Keluarga,
Fakultas teknik, Universitas Negeri
1. Penggunaan ekstrak wortel memberikan Padang. Padang.
pengaruh sangat nyata terhadap nilai Faridah, A., Pada, K. S., Yulastri, A.,
kekuningan dan kemerahan warna, Yusuf, S. 2008. Patiseri Jilid 3.
kadar air, dan tekstur marshmallow Departemen Pendidikan Nasional.
yang dihasilkan, tetapi tidak memberi

40 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI


Tahun 2016
Febrihantana, W. L. E., Radiati dan Sartika D. 2009. Pengembangan Produk
Tohari, L. 2011. Pengaruh Marshmallow Dari Gelatin Ikan Kakap
Penambahaan Sari Wortel Sebagai Merah (Lutjanus sp.). Fakultas
Fortifikasi Produk Yoghurt ditinjau Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Dari Nilai pH, Total Asam Tertitrasi, Pertanian Bogor, Bogor.
Total Bakteri Asam Laktat, Viskositas Setiarini, Asih. 1992. Mempelajari
dan Total Karoten. Jurnal Teknologi Penggunaan Wortel Bubuk Dalam
Pertanian 2(1):3-18. Fakultas Bahan Makanan Campuran Beras
Peternakan Universitas Brawijaya. Tempe Untuk Anak Balita. Jurusan Gizi
Malang. Masyarakat dan Sumber Daya
Fitriani, T.K. 2011. Kajian Penambahan Keluarga, Fakultas Pertanian,
Ekstrak dan Tepung Wortel Terhadap Universitas Bogor. Bogor.
Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Setyaningsih, D. Apriyantono, A. dan Sari,
Es Krim. Teknologi Hasil Pertanian, M, P. 2010. Analisis Sensori untuk
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Industri Pangan dan Agro. IPB Press.
Maret. Surakarta. Bogor.
Hutchings, J.B. 1994. Food Color and Sherrington, K. B dan Gaman, P. M. 1994.
Appearance. Blackie Academic and Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan,
Profesiobal. London. Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pembuatan Gadjah Mada University Press.
Permen. Ebook Pangan. Yogyakarta.
Pantastico, B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1994.
Penanganan dan Pemanfaatan Buah – Mutu dan Cara Uji Kembang Gula 01-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan 3547-1994. Jakarta: Badan Standarisasi
Subtropika. Terjemahan oleh : Nasional.
Kamariyani. Universitas Gadjah Mada. Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi.
Yogyakarta. 1997. Prosedur Analisa untuk bahan
Puspasari, DPW. 2009. Pengaruh Makanan dan Pertanian. Liberty,
Penutupan Dan Suhu Pada Proses Yogyakarta.
Perebusan Terhadap Karakteristik Sirup Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
Wortel (Daucus Carota L.). Jurnal Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Agrotekno. 15(1): 25-29.
Rubatzky, E. V. Dan Yamaguchi, M.
1998. Prinsip, Produksi dan Gizi.
Penerbit ITB. Bandung.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 41


42 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI
Tahun 2016
STUDI PROSES PENGOLAHAN KOKTAIL DARI BUAH NIPAH
(Nypa fruticans Wurmb) (KAJIAN KADAR GULA SIRUP
DAN TINGKAT KEMATANGAN BUAH)
Processing Study of Cocktails from Nipah (Nypa fruticans Wurmb) Fruit
(Assessment of Syrup Sugar Content and Fruit Maturity)

Susinggih Wijana,Widelia Ika Putri, dan Lia Rystiana


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran No. 1-4 Malang
E-mail: susinggihwijana@gmail.com

Abstract --- The aim of this study was to know the effect of the maturity level of fruit and sucrose
concentration of syrup on the cocktail organoleptic quality and chemical composition. Factorial
experiment was done, first factor (level of maturity) with two level and second factor the sucrose
syrup concentration with four level. Data organoleptics analysis using Hedonic Scale Scoring
parameter evaluated consist of taste, colour, aroma and texture. Organoleptics data evaluated by
Friedman Test, to find out the best treatment was done by Effectivity Index Method. Furthermore
best treatment continued to evaluation of product chemical content. The result shows that the taste
of cocktail produced was not significant different, on the other hand aroma, color and texture was
significantly different from each treatment. The best treatment was achieved by rather old fruit
maturity and using sucrose syrup concentration of 20o Brix, with chemical composition of total
soluble solid (20.7o Brix), sugar total (10.8 %), crude fiber (0.25 %), carbohydrate total (13,98 %),
water content (84.56 %) and ash content (0.86 %).
Keywords : Nypa fructican, cocktail, maturity level, quality

Selama ini nilai ekonomi nipah sebagian besar


I. PENDAHULUAN dari pemanfaatan daun untuk atap dan nira untuk
Nipah merupakan tanaman palma yang banyak produk gula. Komposisi nira nipah segar
tumbuh di daratan berair di pantai dan rawa-rawa. mengandung sukrosa 13-15%, bahan padat
o
di Indonesia cukup besar. Luas tanaman nipah di terlarut ( brix) 15-17 (Bandini, 1996). Selama ini
seluruh Indonesia diperkira kan mencapai 700,000 nira nipah digunakan sebagai bahan baku
ha atau 10% dari luas lahan pasang surut yang pembuatan gula karena selain mengandung
mencapai 7 juta ha, dengan rerata populasi pohon sukrosa yang cukup tinggi (13-15%) juga
8,000/ha diperkirakan total populasi nipah di dikarenakan potensi nipah.
Indonesia mencapai 5,600 juta pohon (Baharudin Hasil penelitian Wijana et al. (2012)
dan Taskirawati, 2009). Di wilayah Jawa Timur menunjukkan bahwa tangkai yang menghasilkan
khususnya P. Bawean Kab. Gresik diperkirakan nira terbanyak justru pada tangkai yang telah
tanaman mencapai 300 ha (Wijana et al., 2011). memiliki buah nipah, olek karena itu dalam
penyadapan awal akan dihasilkan tandan buah (Winarno, 2008), kadar air (AOAC, 1995) dan
nipah. kadar abu (AOAC, 1995) untuk mengetahui posisi
Salah satu alternative pengolahan produk yang kualitas produk yang dihasilkan dari percobaan
dapat dihasilkan dari buah nipah adalah koktail. dibandingkan dengan pustaka atau SNI
Koktail merupakan produk olahan buah-buahan
C. Pelaksanaan penelitian
yang diberi larutan gula dan biasanya dikemas
Tahapan pertama yaitu proses persiapan buah
dalam kemasan kaleng atau gelas. Menurut data
nipah, mengupas buah nipah dan hasil samping
BPS Jawa Timur (2012), telah terjadi peningkatan
berupa kulit buah, disortasi sesuai tingkat
rata-rata pengeluaran bahan minuman per kapita
kematangannya dan dicuci dengan menggunakan
sebulan, yaitu pada tahun 2010 hanya sebesar Rp.
air hingga bersih, direndam dengan larutan CaCl2
10,923 dan meningkat menjadi Rp. 11,035 pada
konsentrasi 1% (b/v) selama 3 jam, dicuci kembali
tahun 2011.
dengan air dan direbus dengan suhu 100ºC selama
Oleh karena itu dalam penelitian ini telah dikaji
± 5 menit, ditiriskan hingga airnya berkurang dan
tentang konsentrasi gula sirup dan tingkat
dipotong-potong membujur.
kematangan buah nipah yang digunakan terhadap
Tahapan kedua yaitu proses pembuatan gula
kualitas koktil buah nipah yang dihasilkan.
sirup nipah (sirup koktail), menyaring nira nipah
II.METODE PENELITIAN hingga diperoleh filtrat yang terbebas dari kotoran,
Asam Sitrat 0.15% (b/v), Na-Benzoat 0.01% (b/v),
A. Bahan dan Metode dan kayu manis 0.015% (b/v) yang telah
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dibungkus kain saring dimasukkan ke dalam nira
koktail nipah adalah nira nipah yang diperoleh dari nipah tersebut dan direbus hingga diperoleh
Desa Sungairujing, Desa Sungai Teluk dan Desa 20ºBrix, 35ºBrix, 50ºBrix dan 65ºBrix, kemudian
Lebak Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik, disaring dengan menggunakan kain saring dan
buah nipah yang diperoleh dari Desa Daun, Desa didinginkan.
Lebak, dan Desa Dekat Agung Kecamatan Tahapan ketiga yaitu proses pembuatan koktail
Sangkapura Kabupaten Gresik, CaCl2, asam sitrat nipah dimulai dengan menimbang potongan buah
dan natrium benzoat yang diperoleh dari toko nipah sebanyak 30 gram, gula sirup nipah diukur
“Makmur Sejati”, dan kayu manis dari toko sebanyak 50 ml bersama dengan potongan buah
“Avia” nipah tersebut dikemas dalam Cup plastik, di
B. Metode Percobaan sealer dan ditutup, pasteurisasi dengan
Penelitian menggunakan percobaan factorial, menggunakan suhu 70-75ºC selama 15 menit,
dengan faktor ke I merupakan tingkat kematangan pendinginan dan diperoleh koktail nipah.
buah (terdiri dari 2 level, yaitu buah muda dan
buah setengah tua), sedangkan faktor kedua adalah III. HASIL DAN PEMBAHASAN
kadar gula sirup yang terdiri dari 4 level (20; 35;
A. Karakteristik Bahan Baku
50 dan 65o Brix).
Karakteristik dari nira nipah yaitu berupa cairan,
Data yang dieksplorasi dalam penelitian dititik
tidak berwarna atau bening dan rasanya manis
beratkan pada data kualitas sensoris (rasa, aroma,
agak asin sehingga mempunyai cita rasa khas
warna, tekstur dan keseluruhan) yang diperoleh
tersendiri. Nira nipah yang dihasilkan memiliki
dari uji organoleptik dengan metode hedonic scale
kadar gula mencapai 14o Brix. Karakteristik buah
scoring (Rahayu, 2001) menggunakan 30 panelis
nipah yaitu berbentuk agak lonjong, bergerombol
dan diolah menggunakan uji friedman, selanjutnya
dalam satu tandan yang berisi antara 20 hingga 50
data tersebut digunakan untuk memutuskan
buah, mempunyai rasa yang khas dan bagian
perlakuan terbaik dengan metode indeks
dalam buah berwarna bening agak putih
efektivitas (De Garmo et al., 1999). Produk
tergantung kemasakan buah. Buah nipah yang
terbaik yang dihasilkan dari perlakuan terpilih
muda teksturnya lembek, berwarna bening sedikit
dilakukan uji kualitas khemis total padatan terlarut
keruh pada bagian dalamnya dan berwarna putih
dengan refraktometer, total gula dengan metode
seperti kelapa jika sudah tua.
Anthrone (Apriyantono, dkk., 1989), serat kasar
Berdasarkan pengamatan di lapang ciri-ciri
(Sudarmadji, dkk., 1997), total karbohidrat
buah nipah di lihat dari penampakan luarnya, yaitu

44 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


buah dengan tingkat kematangan muda kulit sebesar satu bagian per dua ratus bagian air. Pada
buahnya berwarna coklat muda, diameter buahnya ambang batas dicapai tingkat kesan tertinggi yang
sedang dan duri di setiap ujung buah nipah berarti di atas ambang batas tersebut intensitas
runcing. Sedangkan buah dengan tingkat kesan tetap sama nilainya meskipun
kematangan agak tua kulit buahnya berwarna konsentrasinya berbeda (Soekarto, 1985).
coklat, diameter buahnya besar bahkan seringkali Sedangkan rata-rata skor rasa koktail nipah pada
tandan buahnya melengkung ke bawah atau ke kadar gula yang sama tetapi tingkat kematangan
tanah dan duri di setiap ujung buah nipah tumpul. buah berbeda cenderung naik kemudian turun. Hal
Dan buah yang tingkat kematangannya tua, cirri- ini dikarenakan buah nipah tidak memilki rasa
cirinya hampir sama dengan buah agak tua tetapi yang dapat dibedakan lidah manusia.
kulit buahnya berwarna coklat kehitaman. Gambar
buah nipah dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah Nipah Muda, Agak Tua dan Tua

Buah nipah agak tua memiliki kadar air cukup


tinggi yaitu sebesar 89,05%, sehingga berpotensi Gambar 2. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Rasa Koktail
untuk dijadikan bahan baku minuman atau olahan Nipah
buah dalam kaleng. Kandungan karbohidratnya
tidak terlalu besar yakni 9,42%. Selain itu buah Biji buah nipah berisi putik lembaga yang
nipah agak tua juga memiliki kandungan mineral rasanya gabas dan tidak berlemak (Rachman,
yang ditunjukkan oleh adanya kadar abu sebesar 1992). Secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa
0,57%. Hasil analisis menunjukkan bahwa buah panelis tidak bisa membedakan rasa manis dari
nipah agak tua mengandung serat kasar 1,83% dan gula sirup, hal ini kemungkinan dikarenakan rasa
rendemen 19%. Kandungan air yang tinggi dan manis gula sirup telah mencapai ambang batas
adanya kandungan serat serta kandungan maksimal. Selain itu juga dikarenakan demografi,
karbohidrat yang tidak terlalu besar sesuai pada suatu daerah tertentu maka panelis juga
dikonsumsi oleh orang yang melakukan diet. cenderung menyukai rasa tertentu.
Pemilihan panelis yang berada di daerah Jawa
B. Uji Organoleptik Timur merupakan penyebab tidak berbeda nyata
Rasa rasa koktail nipah, dikarenakan mayoritas panelis
Nilai rerata rasa koktil buah nipah yang tidak menyukai rasa manis atau tidak peka
dihasilkan seperti disajikan pada Gambar 2. Nilai terhadap rasa manis. Faktor-faktor demografi yang
rata-rata skor rasa koktail nipah semakin menurun mempengaruhi tingkat konsumsi adalah jumlah
seiring dengan peningkatan kadar gula sirup. Hal penduduk dan komposisi penduduk. Sedangkan
ini dikarenakan peningkatan kadar gula sirup akan faktor-faktor nonekonomi yang paling
mengakibatkan rasa koktail nipah sangat manis. berpengaruh terhadap tingkat konsumsi adalah
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai faktor social budaya masyarakat seperti pola
peran penting dalam pengolahan makanan dan kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai
banyak terdapat pada tebu, bit dan palma (seperti untuk meniru kelompok masyakat lain (Rahardja
aren, siwalan dan nipah) (Winarno, 2008). dan Manurung, 2008). Selain itu, faktor demografi
Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang juga berpengaruh terhadap penerimaan sensori
terkecil yang dapat menghasilkan kesan atau oleh konsumen, antara lain status sosial,
tanggapan. Ambang mutlak untuk pencicipan pengalaman, pengetahuan, jenis kelamin, usia dan
dengan rangsangan gula yang berkesan manis keadaan psikologis (Bergier, 1987).

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 45


Aroma bila dipanaskan yang disebut karamel (Winarno,
Rerata nilai aroma seperti disajikan pada 2008).
Gambar 3, terlihat bahwa dengan mening-katnya
kadar gula sirup, kecenderungan rerata skor aroma
koktail nipah yang dinilai oleh panelis menurun.
Diduga hal ini disebabkan semakin meningkatnya
kadar gula sirup maka koktail nipah semakin
beraroma manis dan menghilangkan aroma khas
nipah.

Gambar 4. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis


terhadap Warna Koktail Nipah

Berdasarkan uji lanjut friedman diperoleh hasil


bahwa dengan meningkat-nya kadar gula sirup
pada koktail nipah berpengaruh nyata terhadap
Gambar 3. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Aroma skor hedonik warna.
Koktail Nipah
Tekstur
Aroma, rasa serta tekstur masing-masing gula Perlakuan kadar gula sirup dan tingkat
palma mempunyai ciri khas tersendiri yang kematangan buah berbeda nyata terhadap nilai
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya kesukaan panelis terhadap tekstur koktail nipah.
(Paudi, 2012). Selain itu, pada perlakuan kadar Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan
gula sirup yang sama tetapi tingkat kematangan meningkatnya kadar gula sirup dan pada tingkat
buah berbeda, rerata skor aroma koktail nipah juga kematangan buah yang sama, kecen derungan nilai
menurun. rerata skor tekstur koktail nipah juga meningkat
Hal ini disebabkan buah dengan tingkat kemudian akan turun pada kadar gula sirup
kematangan muda masih beraroma khas nipah dan 65obrix.
buah dengan tingkat kematangan agak tua sudah Kadar gula yang digunakan pada pembuatan
tidak memiliki aroma khas nipah lagi. Menurut koktail selain bersifat memberi rasa manis juga
Monggo (2010), makanan yang baik memberikan mempengaruhi tekstur, penampakan dan flavor
bau yang khas dari bahan pangan tersebut yang yang ideal (Luthony, 1993). Tetapi antara kadar
tentunya akan lebih menarik untuk dikonsumsi. gula sirup yang sama dan tingkat kematangan
buah berbeda, kecenderungan nilai rerata skor
Warna tekstur koktail nipah semakin menurun. Diduga
Nilai rata-rata kesukaan terhadap warna seperti hal ini disebabkan oleh tingkat kematangan buah.
disajikan pada Gambar 4, skor terhadap warna Panelis cenderung menyukai buah muda karena
koktail nipah semakin menurun seiring dengan lunak sehingga mudah dikonsumsi. Sedangkan
meningkatnya kadar gula sirup. Hal ini disebabkan buah agak tua cederung agak keras tetapi crunchy.
koktail nipah dengan kadar gula sirup 20o Brix
berwarna jernih kekuningan tetapi seiring Kesukaan Total
meningkatnya kadar gula sirup semakin berwarna
Kesukaan total merupakan hasil kombinasi
gelap atau kecoklatan. Panelis cenderung
antara pengaruh rasa, aroma, warna dan tekstur.
menyukai warna koktail nipah yang jernih. Pada
Kesukaan total akan mempengaruhi apakah suatu
kadar gula lebih tinggi gula sirup berwarna
produk dapat diterima oleh konsumen atau tidak.
kecoklatan karena memerlu-kan perebusan atau
Hasil uji friedman menunjukkan tidak memberi
pemanasan yang lebih lama. Molekul-molekul
kan pengaruh nyata. Rata-rata skor terhadap
gula bersatu membentuk bahan berwarna coklat
keseluruhan koktail nipah cenderung menurun

46 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


baik pada nilai kadar gula sirup yang sama dan bobot sebesar 0,267, warna memiliki bobot
tingkat kematangan buah berbeda maupun pada sebesar 0,210 dan tekstur memiliki bobot sebesar
nilai kadar gula sirup yang berbeda dan tingkat 0,193. Hal ini dapat diartikan bahwa panelis lebih
kematangan buah yang sama. mementingkan rasa daripada ke tiga parameter
lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan aroma lalu
warna dan yang terakhir tekstur. Parameter utama
yang dilihat dari suatu produk adalah parameter
organoleptik sebelum parameter fisik dan kimia
(Soekarto, 1985).
Hal ini didukung pula oleh De Garmo et al.
(1999), bahwa parameter organoleptik lebih
menentu-kan tingkat penerimaan konsumen
terhadap produk. Hasil dari pembobotan kriteria
digunakan untuk menghitung nilai produk tiap
perlakuan.
Gambar 5. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Tekstur
TABEL I
Koktail Nipah
PEMBOBOTAN KRITERIA KOKTAIL NIPAH
No Atribut Total Tingkat
Bobot
Produk Kepentingan
1 Rasa 99 0,330
2 Aroma 80 0,267
3 Warna 63 0,210
4 Tekstur 58 0,193
Total 300 1

Nilai Produk (NP) didapatkan dari perkalian


pembobotan dengan nilai efektifitas. Semakin
tinggi nilai produk maka produk atau perlakuan
Gambar 6. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Total Koktail tersebut semakin disukai diantara produk atau
Nipah perlakuan yang lain.
Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan indeks
Penilaian Perlakuan Terbaik efektifitas terhadap koktail nipah. Perlakuan K1B2
Pemilihan alternatif terbaik dilakukan untuk (kadar gula sirup 20oBrix dan tingkat kematangan
membantu menentukan produk mana yang paling buah agak tua) memiliki total NP tertinggi yaitu
baik secara kualitas maupun kuantitas apabila 0,71
dikembangkan ke arah industri. Cara yang TABEL II
digunakan adalah memilih nilai produk yang INDEKS EFEKTIFITAS KOKTAIL NIPAH
tinggi melalui perhitungan indeks efektifitas Tingkat Konsen Kom-
Kema- trasi binasi Nilai
dengan pengkombinasian data hasil uji kesukaan tangan gula Perla- Pro- U-rutan
Buah (oBrix) kuan duk
dan data hasil dari pembobotan kriteria. (NP)
(B) (K)
Pembobotan kriteria dilakukan untuk 20 K1B1 0.662 3
mengetahui kriteria yang utama dan sangat Muda
35 K2B1 0.668 2
menentukan bagi konsumen untuk membeli 50 K3B1 0.560 4
65 K4B1 0.301 5
produk koktail nipah yaitu dengan cara 20 K1B2 0.710 1
menentukan nilai tingkat kepentingan dari masing- Agak 35 K2B2 0.213 8
tua 50 K3B2 0.254 7
masing kriteria pada koktail nipah. Semakin besar
65 K4B2 0.258 6
nilai bobot yang didapatkan maka semakin penting
pula tingkat kepentingannya menurut panelis.
Tabel 1 menunjukkan hasil bahwa rasa
memiliki bobot sebesar 0,330, aroma memiliki

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 47


C. Kualitas Khemis Produk asam/alkali encer, yang terdiri dari lignin dan
Berdasarkan penentuan perlakuan terbaik selulosa (Estiasih, 2009).
koktail nipah menggunakan metode indeks Nilai total karbohidrat pada produk koktail
efektivitas didapatkan perlakuan terbaik pada nipah dengan perlakuan terbaik yang dihitung
perlakuan dengan kadar gula sirup 20o Brix dan menggunakan proximate analysis adalah 13.98%.
tingkat kematangan buah agak tua. Kemudian Sedangkan pada literatur total karbohidratnya
sampel perlakuan tersebut dilakukan pengujian sebesar 25%. Literatur yang digunakan adalah
kimia yang meliputi uji total padatan terlarut, total total karbohidrat buah lontar dalam sirup. Hal ini
gula, serat kasar, total karbohidrat, kadar air, dan berarti total karbohidrat koktail nipah hanya
kadar abu. Hasil dari uji kualitas kimia koktail sekitar setengah dari total karbohidrat koktail
nipah tersebut kemudian dibandingkan dengan lontar. Perhitungan proximate analysis adalah
SNI dan literatur, hasilnya dapat dilihat pada penentuan karbohidrat yang dihitung berdasarkan
Lampiran 1. perhitungan akhir pengurangan dari kadar air,
Total padatan terlarut berdasarkan Lampiran 1 kadar abu, kadar lemak kasar dan kadar protein
adalah 20,70o Brix. Pengukuran indek refraksi kasar dan hasilnya ini biasanya dicantumkan
banyak digunakan untuk mengukur konsentrasi dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno,
gula dalam makanan (Bradley, 1998). Mengacu 2008). Koktail nipah merupakan produk baru dan
SNI koktail buah dalam kaleng, maka hasil total dalam analisa kadar karbohidrat digunakan cara
padatan terlarut sebesar 20.7o Brix termasuk dalam proximate analysis sehingga hasilnya bisa
media larutan gula kental dengan syarat minimum dicantumkan dalam daftar komposisi nantinya.
18o Brix. Dari beberapa syarat mutu SNI maka Hasil uji kadar air yang terdapat pada koktail
hanya total padatan terlarut saja yang sudah ada nipah dari perlakuan terbaik sebesar 84,56%. Hasil
acuannya. Sedangkan hasil uji kimia selain TPT tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan
belum ada acuannya dalam SNI sehingga hasilnya kadar air literatur sebesar 85,11%. Hal ini
dibandingkandengan literatur. Selain itu, produk dikarenakan gula sirup menyerap kadar air. Gula
buah kaleng yang ada di pasar biasanya sirup yang digunakan pada koktail nipah memiliki
menggunakan sirup kental atau sangat kental. kandungan sukrosa lebih tinggi sehingga mampu
Total gula pada koktail nipah perlakuan terbaik menyerap air lebih banyak dibanding gula sirup
dari hasil penelitian yaitu 10,8% lebih tinggi jika tebu. Sukrosa mempunyai daya larut yang tinggi,
dibandingkan dengan literatur, yang hanya mempunyai kemampuan mengikat air dan
mempunyai nilai 8,6%. Tingginya total gula menurunkan aktivitas air (Buckle, 1987).
koktail nipah dibandingkan literatur karena pada Nilai kadar abu pada produk koktail nipah
koktail nipah digunakan gula sirup dari nira nipah, dengan perlakuan terbaik adalah 0.86%. Nilai
sedangkan pada literatur menggunakan gula pasir kadar abu dari perlakuan terbaik tersebut akan
dari nira tebu. Semakin tinggi tingkat kemurnian dibandingkan dengan kadar abu literatur sebesar
gula maka akan semakin tinggi pula total gula 1.43%. Hal ini berarti kadar abu koktail nipah 0,6
yang dikandungnya (Hanik, 2002). Hal ini kali kadar abu literatur. Hal ini mungkin
didukung oleh pendapat Bandini (1996), yang disebabkan oleh berbedanya kondisi tanah tempat
menyatakan bahwa nira nipah segar memiliki tumbuhnya. Kandungan abu menjadi penting
kandungan sukrosa 13-15% sedangkan nira tebu karena mengindikasikan adanya unsur-unsur
mengandung sukrosa 9.38-10.38%. Oleh karena mineral dalam bahan makanan tersebut. Unsur
itu total gula nipah lebih tinggi dibanding gula mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau
tebu. kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-
Serat kasar yang terdapat pada koktail nipah bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya
dari perlakuan terbaik sebesar 0.25%. Sampai saat tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 2008).
ini belum ada pembanding kualitas serat kasar. Koktail nipah mempunyai kandungan total
Padahal serat yang terdapat dalam bahan pangan padatan terlarut sesuai dengan SNI dalam kategori
yang tidak tercerna mempunyai fungsi penting media larutan gula kental. Total gula koktail nipah
dalam metabolisme tubuh. Serat kasar merupakan lebih tinggi bila dibandingkan total gula koktail
komponen bahan pangan yang tidak tercerna yang siwalan, walaupun total karbohidrat hanya 0.5 kali
dinyatakan sebagai komponen tidak larut dari koktail aren. Hal ini berarti koktail nipah

48 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


mempunyai potensi daya saing kualitas produk Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G.H. and
dan bisa bersaing dengan koktail sejenis. Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah
Hadi Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta.
IV. KESIMPULAN De Garmo, E.P. Sullivan, Bontadelli, James A.,
Koktail buah nipah dengan kualitas sensoris Elin M. 1999. Engineering Economy.
terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan Prehallindo. Jakarta.
kematangan buah agak tua dan konsentrasi gula Dewi, IA, Wijana, S, Rahmah, NL dan E. Sugiarto,
sirup 20oBrix. 2015. Ketahanan Tarik Kertas Seni dari Serat
Produk koktail nipah yang dihasilkan dengan Pelepah Nipah (Nypa fructican), Kajian
kandungan total padatan terlarut (TPT) sebesar Proporsi Bahan Baku dan Perekat. Prosiding
20.7oBrix, total gula sebesar 10.8%, serat kasar Seminar dan Lokakarya FKPT-TPI, Surabaya
sebesar 0.25%, total karbohidrat sebesar 13.98%, Tahun 2015.
kadar air sebesar 84.56%, dan kadar abu sebesar
Estiasih, T. dan Ahmadi, K. 2009. Teknologi
0.86%.
Pengolahan Pangan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
UCAPAN TERIMA KASIH Hanik, U. 2002. Analisis Kelayakan Agroindustri
Diberikan kepada Badan Penelitian dan Gula Semut dengan Sistem Reprosesing:
Pengembangan Provinsi Jawa Timur yang telah Kajian Asal Daerah Gula Kelapa Cetak dan
membiayai penelitian ini yang merupakan bagian Persentase Penambahan Sukrosa. Skripsi.
dari proyek besar “Inovasi Teknologi Universitas Brawijaya. Malang.
Pengembangan Olahan Gula Nipah menjadi Luthony, T.L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis.
Aneka Pangan dan Kertas Seni” Penebar Swadaya. Jakarta.
Monggo, D. 2010. Penerimaan Konsumen
DAFTAR PUSTAKA terhadap Selai Rumput Laut (Kappaphycus
alvarezii). Jurnal Perikanan dan kelautan
Anonim. 2004. SNI 01-3834-2004: Standar
Vol.VI No.1.
Nasional Indonesia Koktail Buah dalam Kaleng.
Dilihat 21 Februari 2012. Mulyadi, AF dan S. Wijana, 2014. Penggandaan
<http://www.bsn.go.id>. Skala Pada Pembuatan Pulp Dari Pelepah
Nipah (Nypa Fructicans). Prosiding
______. 2008. Canned Fruit. Dilihat 30 April
International Conference on Agro-Industry
2013. <http://www.tcc-chaokoh.com/product_
2014. ISBN : 978-979-18918-4-4.
detial_en.php?p_type=Canned%20Fruits>.
Paudi, F. 2012. Gula Merah Tebu, Gula Merah
AOAC. 1995. Methods of Analysis Association of
Kelapa. Dilihat 6 Februari 2013.
Official Analytical Chemist. Washington D.C.
<http://Penyadapan Nira Aren, Kelapa, dan
Apriyantono, A., Ferdiaz, D., Puspitasari, N.L., Nipah untuk Gula Merah _ Gula Merah Tebu _
Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Gula Merah Kelapa.htm>.
Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan
Putri, I. J., Fauziyah, dan Elfita. 2013. Aktivitas
dan Gizi IPB. Bogor.
Antioksidan Daun dan Biji Buah Nipah (Nypa
Badan Pusat Statistika. 2012. Laporan Eksekutif fruticans) Asal Pesisir Banyuasin Sumatera
Perumahan dan Konsumsi Rumah Tangga di Selatan Dengan Metode DPPH. Maspari
Jawa Timur 2010-2011. Dilihat 26 Februari Journal, 2013, 5 (1), 16-21.
2013. <http://jatim.bps.go.id>.
Rachman, A. 1992. Nipah Sumber Pemanis Baru.
Baharuddin dan Taskirawati, I. 2009. Hasil Hutan Kanisius. Yogyakarta.
Bukan Kayu. Jurnal Perennial, 3(2): 40-43.
Rahardja, P. dan Manurung, M. 2008. Pengantar
Bandini, Y. 1996. Nipah Pemanis Alami Baru. Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &
Penebar Swadaya. Jakarta. Makroekonomi) Edisi Ketiga. Lembaga
Bergier, J. F. 1987. Food Acceptance and Cultural Penerbit FEUI. Jakarta.
Change Some Historical Experiences. Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum
Academic Press Inc. San Diego. Penilaian Organoleptik. IPB Press. Bogor.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 49


Roqi’in, I. 2010. Pembuatan Koktail Buah Siwalan Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk
(Borassus flabellifer L.) (Kajian Konsentrasi Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit
dan Lama Perendaman dalam Larutan CaCl2). Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Wijana, S, Santoso, I, Hidayat, A, dan Effendi, A
Setyawan, HY dan Wijana, S. 2011. Identifikasi dan HY. Setyawan, 2011. Inovasi Teknologi
Potensi Nipah (Nipa fructican) Sebagai Sumber Produksi Produk Gula Palma di Wilayah
Gula Alternatif Di Jawa Timur. Proceeding Kepulauan. Laporan Penelitian Badan
Seminar Nasional APTA, November 2010. Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Timur. Surabaya.
Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi.
Pertanian. Gramedia. Jakarta

50 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Kayu Manis terhadap
Mutu Sari Buah Bligo
[Effect of Addition Cinnamon Extract on Quality of Bligo Juice]
Sahrial1), Ulyarti2), dan Dodi Deswandi2)
1)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
2)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
sahrial@unja.ac.id

Abstract - This research aimed to determine the effect of cinnamon bark extract on the quality of bligo juice,
and to determine the best formulation to produce bligo juice. This research used a completely randomized
design (CRD) with 6 treatments and 3 repetitions, : 0 (control), 10, 20, 30, 40, and 50% cinnamon extract.
The results showed that, the addition of cinnamon bark extract significantly affect total dissolved solids
(TSS), antioxidant activity, color, flavor, taste and overall acceptance, but did not affect the pH of Bligo juice.
Formulation using cinnamon bark extract 20% was the best treatment with pH value 3.11, TSS 13.92 oBrix,
antioxidants 53.69% , colors 2.55 (yellowish), flavor 3.24 (little bit smelly), taste 3.35 ( little bit cinnamon
typical), and the overall acceptance 3.80 (like).
Keywords : bligo, cinnamomun, fruit-juice

I. PENDAHULUAN buah bligo dikarenakan rasa buahnya yang


hambar dan sedikit langu. Salah satu alternatif
Benincasa hispida Thunb Cogn atau yang
olahan buah bligo yang dapat dikembangkan
biasa disebut bligo merupakan salah satu spesies
menjadi produk pangan adalah dengan
dari keluarga curcubitaceae (Grover et al. 2001).
mengolahnya menjadi minuman sari buah bligo.
Bligo merupakan tanaman menjalar, memiliki
Sari buah merupakan cairan yang diambil atau
batang berkayu lunak, berbulu, dan ditutupi oleh
diperas dari bagian yang dapat dimakan (edible
lapisan seperti lilin yang mudah dihilangkan.
portion) dengan cara pengepresan atau cara
Daging buah bligo berwarna putih dengan bagian
mekanis lain, tanpa dilanjutkan dengan peragian
tengah seperti bunga karang berwarna hijau.
atau fermentasi (Pujimulyani dan Dwiyanti,
Daging buah tersebut mengandung air, protein,
2009). Minuman sari buah merupakan cairan
lemak, karbohidrat, asam organik, alkalin,
buah yang diekstrak dari bagian buah yang dapat
cucurbitin, mineral (Ca, K, Mg, Fe, Na dan Zn),
dimakan baik dengan penambahan air atau tidak,
dan vitamin C, B1, B2, thiamin, riboflavin, dan
dan siap untuk diminum (SNI 01-3707-1995)
niacin (Zaini et al. 2011).
(BSN, 1995). Pengolahan buah bligo menjadi
Bligo dikonsumsi dengan cara mengolah
sari buah merupakan salah satu alternatif untuk
buahnya menjadi sayuran, tumisan, sup, dan
meningkatkan daya guna buah bligo.
rebusan, serta sering juga dibuat menjadi
Buah bligo memiliki rasa tawar dan langu,
manisan kering. Masih terbatasnya jenis olahan
sehingga dalam pembutan sari buah bligo harus
diberi bahan tambahan untuk memperbaiki aroma (Cinnamomun burmannii L.) yang diperoleh dari
dan citarasa tersebut. Salah satu alternatif bahan kabupaten Kerinci. Selain itu juga digunakan
tambahan yang dapat digunakan dalam membuat gula pasir, asam sitrat, dan aquades. Bahan-bahan
sari buah bligo adalah ekstrak kulit kayu manis. untuk analisa kimia yang dipergunakan adalah
Kayu manis merupakan jenis rempah-rempah larutan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil),
yang memiliki aroma dan rasa yang khas yang alfa-tokoferol, metanol, buffer standar pH 4 dan
diharapkan dapat memperbaiki mutu dari pH 7.
minuman sari buah bligo. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
Kayu manis (Cinnamomum burmanni L.) adalah timbangan digital, juicer, termometer,
merupakan salah satu komoditi perkebunan yang saringan 80 mesh, water bath, serta pelatan gelas.
memiliki banyak manfaat. Kulit kayu manis Peralatan untuk analisa adalah pH meter,
adalah jenis rempah-rempah yang banyak refraktometer, dan spektrofotometer UV-Vis.
digunakan sebagai bahan pemberi aroma dan cita
rasa dalam makanan dan minuman, serta kayu Rancangan Penelitian
manis memiliki aktivitas antioksidan alami Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
karena di dalam ekstrak kayu manis terdapat Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan
senyawa sinamaldehid, eugenol, trans asam ekstrak kulit kayu manis yang terdiri 6 taraf,
sinamat, senyawa fenol, dan tannin. Senyawa yaitu: penambahan ekstrak kulit kayu manis 0%
fitokimia ini menjadikan kayu manis potensial sebagai kontrol, dan perlakuan penambahan
sebagai antioksidan. ekstrak kulit kayu manis 10, 20, 30, 40, dan 50%,
Hasil penelitian Azima et al (2004)
menunjukkan, bahwa dari hasil uji aktivitas Persiapan Bahan Baku
antioksidan Cassia vera yang diperoleh dari Pembuatan Ekstrak Kulit Kayu Manis
Sumatera Barat yang diekstrak menggunakan
Kulit kayu manis disortasi, dilakukan
etanol mengandung total fenol 62,25%. Senyawa
pengecilan ukuran (2 x 2 cm), dicuci, dan
utama penyusunnya adalah sinnamaldehid, tanin,
ditiriskan. Pembuatan ekstrak kulit kayu manis
flavonoid, triterpenoid dan saponin, serta
dengan perbandingan 2 : 6. Air sebanyak 6 liter
mempunyai daya antioksidan yang jauh lebih
dalam panci dipanaskan hingga mendidih,
besar dibandingkan antioksidan standar (BHT
selanjutnya dimasukkan kulit kayu manis
dan α-tokoferol), dimana pada konsentrasi yang
sebanyak 2 kg ke dalam panci tersebut dan
sama dengan daya protektif ekstrak etanol 200
kemudian dilakukan pemanasan selama 15 menit
ppm (2,10%), sedangkan BHT (1,25%) dan α-
pada suhu 80-900C. Hasil rebusan disaring
tokoferol (1,35%). Hasil penelitian Murdi et al
dengan menggunakan saringan ukuran 80 mesh,
(2014) menunjukkan, bahwa aktivitas
sehingga didapat ekstrak kayu manis.
antioksidan kayu manis yang diperoleh melalui
ekstraksi menggunakan aquades yaitu sebesar Pembuatan Minuman Sari Buah Bligo
45,42%. Penelitian ini bertujuan untuk Pembuatan sari buah bligo diawali dengan
mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kulit sortasi buah dilanjutkan dengan pemisahan
kayu manis terhadap mutu minuman sari buah daging, biji, dan kulit. Daging buah dicuci
bligo dan untuk mengetahui penambahan ekstrak dengan air mengalir, selanjutnya buah dipotong-
kulit kayu manis yang tepat dalam pembuatan potong menjadi kecil (6 cm) kemudian
minuman sari buah bligo. dihancurkan dengan menggunakan juicer sampai
membentuk bubur (slurry). Penghancuran
II. METODOLOGI dilakukan dengan penambahan air, dengan
Bahan dan Alat perbandingan sari buah bligo dan air 1 : 8. Sari
buah, kemudian ditambah gula 15%, asam sitrat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
0,1% dari 450 ml sari buah dan ditambahkan
penelitian ini adalah buah bligo (Benincasa
ekstrak kayu manis sesuai perlakuan kemudian
hispida Thunb Cogn) yang diperoleh dari petani
dihomogenkan. Sari buah kemudian dimasak
di Kelurahan Buluran, Kota Jambi. Kulit manis
dengan api sedang hingga mendidih selama 5
yang digunakan yaitu kulit batang kayu manis

52 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


menit, kemudian dimasukkan ke dalam botol konsentrasi ion hidrogen terlarut di dalam produk
berwarna gelap yang telah disterilkan. Botol yang pangan maka semakin tinggi tingkat
telah terisi sari buah bligo dipasteurisasi selama keasamannya (nilai pH semakin rendah) dan
15 menit pada suhu 700C. sebaliknya (Zain, 2012).

Parameter yang Diamati Total Padatan Terlarut (TPT)


Parameter yang diamati adalah pH Total padatan terlarut menunjukan kandungan
(Apriyantono et al., 1989), Total Padatan Terlarut bahan-bahan yang terlarut dalam larutan (Yusuf,
(Apriyantono et al., 1989), Antioksidan Metode 2002). Hasil analisis ragam menunjukan bahwa
DPPH (Selvi et al., 2003), dan Uji Organoleptik penambahan ekstrak kulit kayu manis
(Setyaningsih, 2010). berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut
minuman sari buah bligo. Nilai rata-rata total
Analisa Data
padatan terlarut minuman sari buah bligo dapat
Data yang diperoleh dianalisis secara
dilihat pada Tabel 1.
statistik menggunakan sidik ragam pada taraf 1
Pada Tabel 1 dapat dilihat, nilai TPT
dan 5%. Jika berbeda nyata dilanjutkan dengan
minuman sari buah bligo dari perlakuan 0 sampai
uji Duncans’s New Multiple Range Test
dengan 50% berkisar antara 10,90 sampai 15,17
(DNMRT) pada taraf 5%. 0
brix. Semakin tinggi ekstrak kulit kayu manis
yang ditambahkan pada sari buah bligo maka
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
nilai total padatan terlarutnya cenderung semakin
Derajat Keasaman (pH) menurun. Komponen total padatan terlarut antara
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa lain asam (asam sitrat, asam malat, asam
penambahan ekstrak kulit kayu manis tidak tartarat), dan gula. Ekstrak kulit kayu manis yang
perpengaruh terhadap pH minuman sari buah digunakan dalam penelitian ini 0 0brix,
bligo. Nilai rata-rata penambahan ekstrak kulit penurunan total padatan terlarut dapat terjadi
kayu manis pada minuman sari buah bligo dapat selama proses pembuatan sari buah bligo.
dilihat pada Tabel 1. Meningkatnya presentase ekstrak kulit kayu
manis sari buah bligo sama seperti pengenceran
TABEL I bahan pangan umumnya, pada prinsipnya akan
NILAI PH, TPT, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN mengakibatkan penurunan kadar total padatan
MINUMAN SARI BUAH BLIGO terlarut pada bahan pangan.. Semakin tinggi
pengenceran maka total padatan terlarut bahan
Aktivitas
Perlakuan (%) Nilai pH TPT (oBrix) akan semakin menurun akibat dari meningkatnya
Antioksidan (%)
0 3,25 15,17 a 40,14 a jumlah pelarut (Rakhmawati. 2015).
10 3,11 13,92 b 53,69 b
20 3,51 12,83 c 54,20 b Aktivitas Antioksidan
30 3,51 12,20 d 54,82 b
Aktivitas antioksidan diuji dengan
40 3,63 11,53 e 55,33 b
50 3,64 10,90 f 56,31 b menggunakan metode uji DPPH (2,2-diphenyl-l-
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada picrylhydrazyl). Uji ini digunakan untuk
kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
mengukur dan memperkirakan efisiensi kerja dari
substansi yang berperan sebagai antioksidan
Tabel 1 menunjukan, bahwa nilai rata-rata pH
(Karismawati et al., 2015). Aktivitas antioksidan
minuman sari buah bligo dengan penambahan
diukur dengan menghitung jumlah pengurangan
ekstrak kulit kayu manis adlah 3,25 sampai 3,64.
intensitas warna ungu DPPH yang sebanding
Nilai pH menunjukan konsentrasi ion H+
dengan pengurangan konsentrasi larutan DPPH
(Hidrogen) yang terlarut dalam suatu larutan,
(Zuhra et al., 2008). Hasil analisis ragam
tingkat keasaman produk pangan ditentukan oleh
menunjukan bahwa penambahan ekstrak kulit
nilai pH. Nilai pH dari suatu produk pangan
kayu manis berpengaruh nyata terhadap aktivitas
merupakan faktor penting untuk menentukan
antioksida minuman sari buah bligo sebagaimana
ketahanan terhadap pertumbuhan mikroba selama
dapat dilihat pada Tabel 1.
pengolahan dan penyimpanan. Semakin besar

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 53


Kulit kayu manis yang ditambahkan ke dalam Semakin banyak penambahan ekstrak kulit
minuman sari buah bligo bisa menambah kayu manis yang ditambahkan dalam minuman
aktivitas antioksidan dari minuman sari buah sari buah bligo maka semakin tinggi pula warna
bligo. Menurut Halliwel (2007) kayu manis minuman sari buah bligo. Warna pada minuman
mempunyai kandungan senyawa kimia berupa sari buah bligo dipengaruhi oleh penambahan
fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan ekstrak kulit kayu manis. Warna tersebut berasal
sumber antioksidan. Pernyataan ini juga dari komponen utama kulit kayu manis berupa
diperkuat dengan hasil penelitian Azima et al sinamaldehid, sinamaldehid selain bersifat
(2004) yang menyatakan bahwa adanya aktivitas antioksidan juga berperan sebagai pemberi warna
antioksidan kulit kayu manis dikarenakan pada minuman sari bligo. Semakin banyak
terdapat beberapa senyawa yang berfungsi penambahan ekstrak kulit kayu manis pada
sebagai antioksidan seperti sinnamaldehid, tanin, minuman sari buah, minuman sari buah yang
flavonoid, triterpenoid dan saponin. dihasilkan semakin gelap karena sinamaldehid
yang larut semakin banyak (Yulianto, 2013).
Warna
Warna merupakan parameter yang penting Aroma
dalam pengujian organoleptik bagi penampakan Aroma merupakan salah satu faktor yang
suatu produk, karena konsumen cenderung penting untuk penentuan kualitas suatu produk.
tertarik pada suatu bahan pangan yang menarik Aroma dapat dirasakan oleh indera penciuman
warnanya. Warna berkaitan erat dengan tergantung dari bahan penyusun suatu bahan
penerimaan produk pangan sebab warna yang ditambahkan ke dalam makanan atau
merupakan atribut kualitas yang paling penting. minuman. Uji aroma sangat penting karena dapat
Walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa mengetahui dengan cepat suka atau tidak
enak dan tekstur baik, namun jika warnanya konsumen terhadap suatu produk. Hasil analisis
kurang menarik maka akan menyebabkan produk ragam menunjukkan, bahwa penambahan ekstrak
tersebut kurang diminati. Selain itu warna kulit kayu manis berpengaruh nyata terhadap
menjadi faktor pertama yang dilihat konsumen minam sari buah bligo. Nilai rata-rata aroma
dalam memilih produk pangan (Winarno, 2002). minuman sari buah bligo dapat dilihat pada Tabel
Dari hasil analisis ragam diketahui, bahwa 2.
penambahan ekstrak kulit kayu manis Semakin banyak penambahan ekstrak kulit
berpengaruh nyata terhadap warna minuman sari kayu manis pada minuman sari buah bligo maka
buah bligo. Nilai rata-rata warna minuman sari aroman semakin tajam. Menurut Rismunandar
buah bligo dengan penambahan ekstrak kulit dan Paimin (2001), kayu manis dapat digunakan
kayu manis dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai peningkat cita rasa pada makanan atau
minuman. Penambahan ekstrak kulit kayu manis
TABEL II ini dapat menghilangkan aroma langu dari buah
WARNA, AROMA, MINUMAN SARI BUAH BLIGO bligo.
Perlakuan
Warna1) Aroma2) Rasa3)
Penerimaan Rasa
(%) Keseluruhan4)
0 1,00 a 1,20 a 1,20 a 2,60 a
Cita rasa dari suatu produk dipengaruhi oleh
10 2,55 b 3,24 b 2,90 b 3,80 c senyawa flavor yang memberikan rangsangan
20 3,60 c 3,95 c 3,55 c 4,20 c pada indera penerimaan pada saat mengecap dan
30 4,00 d 4,10 c 4,00 d 3,30 b kesan yang ditinggalkan pada indera perasa saat
40 4,45 e 4,10 c 4,60 e 2,95 ab menelan produk tersebut. Apabila produk tidak
50 4,46 e 4,30 c 4,65 e 2,85 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada enak maka tidak akan disukai penelis (Winarno,
kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
1)
2002). Dari hasil analisis ragam dapat diketahui,
1. Putih, 2. Putih kekuningan, 3. Kuning oranye, 4. Oranye kecoklatan,
5. Coklat muda bahwa penambahan ekstrak kulit kayu manis
2)
1. Sangat langu, 2. Langu, 3. Agak langu, 4. Tidak langu, 5. Sangat berpengaruh nyata terhadap minuman sari buah
tidak langu
3)
1. Sangat tidak khas kayu manis, 2. Tidak khas kayu manis, 3. Agak bligo. Nilai rata-rata rasa minuman sari buah
khas kayu manis, 4. Khas kayu manis,
4)
5. Sangat khas kayu manis bligo dengan penambahan ekstrak kulit kayu
1. Sangat tidak suka, 2. Tidak suka, 3. Agak suka, 4. Suka, 5. Sangat
suka manis dapat dilihat pada Tabel 2.

54 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa penambahan IV. KESIMPULAN
ekstrak kulit kayu manis berpengaruh nyata 1. Penambahan ekstrak kulit kayu manis
terhadap minuman sari buah bligo yang berpengaruh nyata pada parameter TPT,
dihasilkan. Perlakuan masing-masing aktivitas antioksidan, warna, aroma, rasa dan
penambahan ekstrak kulit kayu manis 0% penerimaan keseluruhan, tetapi tidak berpe-
berbeda nyata dengan penambahan ekstrak kulit ngaruh terhadap pH minuman sari buah bligo.
kayu manis 10, 20, 30, 40 dan 50%, sedangkan 2. Penambahan ekstrak kulit kayu manis terbaik
perlakuan 40 dan 50% tidak berbeda. Rasa terdapat pada perlakuan penambahan ekstrak
minuman sari buah bligo berasal dari ekstrak kulit kayu manis 10% yang memberikan nilai
kulit kayu manis. Kandungan sinamaldehid dan warna 2,55 (kuning oranye), aroma 3,24 (agak
euganol kayu manis selain menimbulkan aroma langu), rasa 2,90 (agak khas kayu manis), dan
wangi, juga menimbulkan rasa yang khas kayu penerimaan keseluruhan 3,80 (suka).
manis (Qin et al., 2010).
Penerimaan Keseluruhan DAFTAR PUSTAKA
Penerimaan keseluruhan merupakan parameter Apriyantono A,. D. Fardiaz, N.L. Puspitasari,
penting karena berkaitan dengan tingkat pene- Sedemawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisa
rimaan produk oleh panelis. Hasil analisis ragam Pangan. Penerbit PAU IPB. Bogor.
menunjukan bahwa penambahan ekstrak kulit Azima F, Muchtadi E, Zakaria, dan Prio-
kayu manis berpengaruh nyata terhadap peneri- soeryanto B. 2004. Kandungan Fitokimia dan
maan keseluruhan minuman sari buah bligo. Ra- Aktivitas Ekstrak Cassia Vera. Stigma
ta-rata nilai penerimaan keseluruhan minuman Volume XII.
sari buah bligo dengan penambahan ekstrak kulit Badan Standarisasi Nasional. 1995. Minuman
kayu manis dapat dilihat pada Tabel 2. Sari Buah. SNI-01 3719-1995. Badan
Tabel 2 memperlihatkan nilai penerimaan Standararisasi Naional. Jakarta.
keseluruhan minuman sari buah bligo dengan
penambahan 0% sampai dengan 50% ekstrak Grover, J. K., Adiga, G., Vats, V., & Rathi, S. S.
kulit kayu manis menghasilkan nilai rata-rata (2001). Extracts of Benincasa hispida prevent
rasa minuman sari buah bligo berkisar antara development of experimental ulcers. Journal
2,60 sampai 4,20. Nilai tertinggi terhadap of Ethnopharmacology 78 : 159-164.
penerimaan keseluruhan minuman sari buah Halliwel, B. 2007. Dietary Polyphenols: Good,
bligo dengan penambahan ekstrak kulit kayu Bad, or Indifferent for your Health
manis terdapat pada perlakuan 20%. Sedangkan Cardiovascular Reseaarch.
nilai terendah terdapat pada penambahan 0% Hooth. M.J, R.C. Sills, L.T. Burka, J.K.
yaitu 2,60. Haseman, K.L. Witt, D.P. Orzech, A.F.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa penambahan Fuciarelli, S.W. Graves, J.D. Johnson, and
ekstrak kulit kayu manis berpengaruh terhadap Bucher. 2004. Toxicology and Carcinogenesis
penerimaan keseluruhan minuam sari buah bligo Studies Of Microencapsulated Trans-
yang dihasilkan. Semakin tinggi ekstrak kulit Cinnamaldehyde In Rats and Mice.
kayu manis yang ditambahkan dalam pembuatan Karismawati. A.S, Nirmal N,Tri, D.W. 2015.
minuman sari buah bligo semakin turun nilai Pengaruh Minuman Fungsional Jelly Drink
penerimaan keseluruhan, hal ini disebabkan Kulit Buah Naga Merah dan Rosella terhadap
karena rasa kayu manis yang sangat khas Stres Oksidatif. 3(2): 407-416.
sehingga kurang disukai oleh panelis,
Murdi et al. 2014. Pengaruh Penambahan Kayu
berdasarkan uji statistik dapat dilihat pada
Manis terhadap Aktivitas Antioksidan dan
perlakuan penambahan 30,40, dan 50% (agak
Kadar Gula Total Minuman Fungsional
suka), sedangkan perlakuan penambahan ekstrak
Secang dan Daun Stevia Sebagai Alternatif
kulit kayu manis 10 dan 20% disukai oleh panelis
Minuman Bagi Penderita Diabetes Melitus
ini disebabkan rasa kulit kayu manis yang
Tipe 2. Jurnal. Universitas Diponegoro.
ditambhakan tidak berlebihan dan disukai oleh
Semarang.
panelis.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 55
Pujimulyani dan Dwiyanti. 2009. Teknologi Yulianto R.A. Formulasi Minuman Herbal
Pengolahan Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan. Berbasis Cincau Hitam, Jahe dan Kayu Manis.
Yogyakarta. Graga Ilmu. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Oktober
Qin B, Panickar KS, Anderson RA. Cinnamon: 2013; 1:65-77
Potential Role In the Prevention Of Insulin Yusuf, R.R. 2002. Formulasi, Karakteristik
Resistance, Metabolic Syndrome, and Type 2 Kimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk
Diabetes. Journal Of Diabetes Science and Minuman Fungsional Tradisional Sari Jahe
Technology. 2010;4(3):685-693 (Zingiber officinale Rosc.) dan Sari Sereh
Rakhmawati, R dan Yunianta. 2015. Pengaruh Dapur (Cymbopogon flexuosus). Skripsi.
Proporsi Buah : Air dan Lama Pemanasan Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
terhadap Aktivitas Antioksidan Sari Buah Zain, R,N,S. 2012. Formulasi, Karakterisasi dan
Kedondong (Spondias dulcis). Jurnal Pangan Difersifikasi Rasa Minuman Fungsional
dan Agroindustri. 3(4): 1682-1693. Berbasis Kunyit Asam serta Kajian Toksisitas
Rismunandar dan Paimin FB. 2001. Kayu dan Stabilitasnya selama Penyimpanan.
Manis Budidaya dan Pengolahan. Penebar Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Swadaya. Jakarta. Bogor.
Selvi A.T, Joseph, G.S, and Jayaprakarsa, G.K., Zaini, Mohd. N.A. Anwar F, Hamid A.A, Saari
2003. Inhibition of growth and aflatoxin N. 2011. Kundur Benincasa hispida Thunb
production in Aspergillus flavus by Garcinia Cogn A Potential Source for Valuable
indica extract and its antioxidant activity. J. Nutrients and Functional Foods. Journal Food
Food Microbiol 20 : 455-460. Research Internasional 44 : 2368-2376.
Setyaningsih, D. Apriyantono, A. Sari, M.P. Zuhra C., F., Tarigan J., Sihotang H. 2008.
2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid
dan Agro. IPB Press. Bogor. dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L)
Merr.). Jurnal Biologi Sumatera 3 (1) : 7-10.
Winarno F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta : Penebar Swadaya.

56 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Konsentrasi Gula terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik
Fruit Leather Pedada (Sonneratia caseolaris)
[The Effect of Sugar Concentration on Physical, Chemical and Organoleptic of
Pedada (Sonneratia Caseolaris) Fruit Leather]
R. Mahmudah1, S. L. Rahmi1 dan D. Fortuna2
1
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
1
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pondok Meja, Jl. Tri Brata, KM, Mestong, Jambi 36364
E-mail: rizkiamahmudah@yahoo.com

Abstract - The research aimed to study the effect of sugar concentration on physical, chemical and
organoleptic of pedada fruit leather and the best concentration of sugar in producing pedada fruit leather.
This study used a completely randomized design (CRD) with treatment of sugar concentration are 40%,
43%, 46%, 49% and 52% of 200 grams of fruit pulp and 4 replications. It was analyzed using ANOVA with
parameters i.e. pH, water content, vitamin C, sugar total, tensile strenght and organoleptic tests including
color, firmness, flavor and overall acceptance.. The best sugar concentration is 46% with pH 3.12, the water
content 15.96%, vitamin C 1.89 mg / 100g of material, the total of sugar 97.9%, tensile strength 2.57 N, color
2.55 (tawny), elasticity 3.60 (a bit chewy), taste 3.20 (sweet and sour) and overall acceptance 3.60 (like).
Keywords: Fruit-Leather, Pedada ,Sugar

I. PENDAHULUAN Alternatif cara untuk meningkatkan nilai tambah


Indonesia merupakan negara kepulauan yang buah dalam mengolah menjadi makanan seperti
memiliki bentangan pantai dengan luas hutan fruit leather. Fruit leather adalah suatu produk
mangrove sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% yang dibuat dengan cara yang sangat mudah
dari seluruh luas hutan yang dimiliki Indonesia yaitu menghancurkan buah menjadi puree dan
(Giri, et al., 2011). Salah satu jenis mangrove dikeringkan, berbentuk lembaran tipis dengan
yang menghasilkan buah adalah pedada ketebalan 2-3 mm dan bertekstur kenyal
(Sonneratia caseolaris). (Maskan, et al., 2002; Raab dan Oehler, 2000;
Buah pedada memiliki kandungan gizi berupa Man dan Sin, 1997; Diamante, et al., 2014;
vitamin C 56,74 mg/100 gr, vitamin A 221,97 Huang dan Hsieh, 2005).
mg/100 gr, vitamin B1 5,04 mg/100 gr dan Salah satu syarat fruit leather adalah memiliki
vitamin B2 7,65 mg/100 gr (Manalu, 2011), serat tekstur yang plastis sehingga dapat digulung dan
tidak larut 2,02% dan serat larut 14,67% tidak mudah patah. Tekstur plastis dipengaruhi
(Bunyapraphatsara, et al., 2002). oleh pembentukan gel. Desrosier (1988)
Buah pedada mempunyai citarasa asam pembentukan gel pada fruit leather dipengaruhi
membuat masyarakat jarang mengkonsumsi buah oleh bahan seperti pektin, asam, gula dan air.
tersebut sehingga buah terbuang dan membusuk.
Gula memberikan rasa manis dan perlakuan konsentrasi gula yang ditambahkan
meningkatkan kandungan padatan, dalam pembuatan fruit leather buah yaitu 40%,
menyempurnakan citarasa, mempertahankan 43%, 46%, 49% dan 52%. Masing-masing
warna, tekstur dan memberikan kekentalan perlakuan diulang sebanyak 4 kali ulangan
(Buckle, et al., 1987). Penambahan gula pada sehingga didapat 20 satuan percobaan.
fruit leather juga untuk membentuk tekstur,
ketika terdapat pektin di dalam sebuah campuran D. Pembuatan fruit leather pedada (Diamante et
air, gula akan mempengaruhi keseimbangan al. 2013) yang telah dimodifikasi
pektin dan air karena gula berfungsi sebagai Buah Pedada yang telah disortasi dibawa ke
dehydrating agen yang mengurangi air di laboratorium, dikupas kulitnya dengan
permukaan pektin (Gardjito dan Sari, 2005). Gula menggunakan pisau stainless steel, lalu dicuci
yang ditambahkan dalam pembuatan fruit leather bersih dan dibelah empat, blanching selama 10
tidak boleh lebih dari 65% agar tidak menit dengan suhu 80o C, kemudian pembuangan
terbentuknya kristal-kristal di permukaan biji. Selanjutnya penghancuran dilakukan
(Guichard et al., 1991). Buah pedada menggunakan blender dengan perbandingan
mengandung gula yang cukup rendah yaitu 12% bahan baku dan air 2 : 1 kecepatan 950 rpm
(Xu., et al., 1997), oleh karena itu perlu selama 3 menit. Penambahan gula dilakukan
dilakukan penambahan gula untuk fruit leather. sesuai dengan perlakuan. Masing-masing
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan menggunakan campuran bubur buah
pengaruh konsentrasi gula terhadap sifat fisik, sebanyak 200 gram. Campuran bubur buah
kimia dan organoleptik fruit leather pedada dan diaduk hingga homogen, dituangkan kedalam
mengetahui konsentrasi gula yang terbaik dalam loyang tipis berukuran 20 x 20 x 0,5 cm yang
pembuatan fruit leather pedada. telah dilapisi plastik polyetylene. Setelah itu
keringkan dalam oven pada suhu 600 C selama 8
II. METODE PENELITIAN jam. Fruit leather dipotong-potong dengan
ukuran 3 x 4 cm dan dikemas dalam plastik
A. Waktu dan Tempat
polyethylene
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Maret 2016 di Laboratorium
E. Parameter yang diamati
Analisis dan Pengolahan Hasil Pertanian (APHP)
Parameter yang diamati adalah Tingkat
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi.
keasaman (pH) (AOAC, 1970 dalam Sudarmadji
et al. 1984), kadar air (AOAC, 1970 dalam
B. Bahan dan Alat
Sudarmadji et al. 1984), vitamin C (Metode
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
Titrasi, Sudarmadji et al., 1984), Total Gula
adalah buah Pedada dan gula pasir. Bahan yang
(Muchtadi, 1989), Tensile Strenght (Gujral and
digunakan untuk analisa adalah aquades, larutan
Khanna, 2002), Uji Organoleptik (Setyaningsih
buffer pH 4, pH 7, kertas saring, amilum 1%,
dkk, 2010).
larutan yodium 0,01 N, fenol 5%, H2SO4,
glukosa.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah pisau stainless steel, blender, stopwatch, A. Tingkat Keasaman (pH)
timbangan analitik, thermometer, loyang dan Berdasarkan hasil analisis ragam
plastik polyetylene. Alat untuk analisa adalah menunjukkan bahwa konsentrasi gula
gelas piala, pH meter, cawan, oven, desikator, berpengaruh sangat nyata terhadap pH fruit
mortal, labu takar 100 ml, kertas saring, leather pedada. Tabel 1 menunjukkan bahwa
erlenmeyer, tabung reaksi, water bath, semakin tinggi konsentrasi gula maka nilai pH
spektrofotometer, pipet tetes. yang dihasilkan semakin besar yaitu tidak asam.
Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian
C. Rancangan Percobaan Hamzah dan Evi (2010) dimana setiap
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan penambahan konsentrasi gula akan meningkatkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan nilai pH produk. Hal ini dikarenakan buah

58 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


pedada mengandung asam dan proses pengolahan semakin tinggi konsentrasi gula maka vitamin C
fruit leather ini menghasilkan ion-ion H+ dari yang dihasilkan semakin rendah.
asam tersebut. Gula dapat mengikat ion-ion H+ Dari data kadar vitamin C dapat diketahui
pada asam sehingga semakin banyak gula yang bahwa dengan perlakuan gula 40% dan bubur
digunakan maka ion-ion H+ yang terikat semakin buah 60% memiliki kadar vitamin C yang tinggi
banyak (Winarno, 1997). yaitu sebesar 2,25 mg/100g bahan, sedangkan
kadar vitamin C terendah pada perlakuan gula
B. Kadar Air 49% dan bubur buah 51% yaitu sebesar 1,61
Berdasarkan hasil analisis ragam mg/100g bahan. Kadar vitamin C buah pedada
menunjukkan bahwa konsentrasi gula Tabel 1. yaitu 56,74 mg/100g bahan. Hal ini dikarenakan
berpengaruh nyata terhadap kadar air fruit adanya perbedan konsentrasi bubur buah dan
leather pedada. Tabel 1 menunjukkan bahwa gula yang berbeda pada pembuatan fruit leather
semakin tinggi konsentrasi gula maka nilai kadar yang digunakan, dimana semakin tinggi
air yang dihasilkan semakin besar. konsentrasi gula maka bubur buah yang
Gula akan mempengaruhi keseimbangan digunakan semakin rendah dan hasil kadar
pektin dan air karena gula berfungsi sebagai vitamin C menurun.
dehydrating agent yaitu mengurangi air yang
menyelimuti pektin. Gugus hidroksil dari D. Total Gula
molekul gula dapat membentuk ikatan hidrogen Berdasarkan hasil analisis ragam
intramolekul dengan molekul air membentuk menunjukkan bahwa konsentrasi gula
hidrat yang stabil dan air terperangkap dalam gel. berpengaruh nyata terhadap total gula fruit
Air yang terperangkap dalam gel sulit keluar leather pedada. Tabel 1 menunjukkan bahwa
selama pengeringan sehingga kadar airnnya semakin tinggi konsentrasi gula maka total gula
semakin tinggi (Gardjito dan Sari, 2005). Hasil yang dihasilkan semakin tinggi.
penelitian sesuai dengan pernyataan Wirayuna Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian
dkk (2014) semakin banyak penambahan gula Wijana, dkk (2014) semakin tinggi konsentrasi
pada pembuatan fruit leather sukun-sirsak kadar sukrosa yang diberikan maka semakin tinggi total
air yang terkandung dalam bahan semakin tinggi. gula yang dihasilkan. Pendapat ini di dukung
oleh pernyataan Anas, dkk (2005) penambahan
C. Vitamin C beberapa konsentrasi gula yang berbeda akan
Berdasarkan hasil analisis ragam menghasilkan fruit leather nanas dengan total
menunjukkan bahwa konsentrasi gula gula yang berbeda pula, dimana semakin banyak
berpengaruh nyata terhadap vitamin C fruit gula yang ditambahkan maka total gula pada fruit
leather pedada. Tabel 1 menunjukkan bahwa leather semakin tinggi.

TABEL I
NILAI RATA-RATA ANALISA PH, KADAR AIR, VITAMIN C, TOTAL GULA
DAN TENSILE STRENGHT FRUIT LEATHER PEDADA

Vitamin C (mg/100g
Konsentrasi Gula (%) pH (%) Kadar Air (%) bahan) Total Gula (%) Tensile Strenght (N)
40 3,11 a 15,31 a 2,25 a 74,18 a 5,87 a
43 3,10 a 15,63 ab 2,24 a 87,78 ab 4,65 ab
46 3,12 ab 15,96 ab 1,89 ab 97,90 ab 2,57 bc
49 3,15 bc 16,80 bc 1,61 b 110,41 bc 2,09 bc
52 3,16 c 17,30 c 1,71 ab 130,21 c 1,58 c
Keterangan :Angka-angka yang di ikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DNMRT

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 59


E. Kuat Tarik (Tensile Strenght) Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian
Berdasarkan hasil analisis ragam Wirayuna dkk (2014) pada fruit leather sukun-
menunjukkan bahwa konsentrasi gula sirsak terjadi pencoklatan disebabkan oleh
berpengaruh nyata terhadap kuat tarik fruit penggunaan gula yang lebih tinggi serta tingkat
leather pedada. Tabel 1. menunjukkan bahwa keasaman yang lebih rendah akibat penambahan
semakin tinggi konsentrasi gula maka kuat tarik bubur buah lebih sedikit. Penggunaan gula yang
yang dihasilkan semakin rendah. cukup banyak memicu timbulnya reaksi maillard
Data yang diperoleh terjadi penurunan kuat yang lebih tinggi sehingga warna produk yang
tarik fruit leather pedada seiring dengan semakin dihasilkan cenderung lebih gelap.
tingginya konsentrasi gula yang digunakan.
Menurut Gardjito dan Sari (2005) penambahan G. Kekenyalan
gula pada manisan kering yang semakin tinggi Berdasarkan hasil analisis ragam
akan terbentuk gel yang semakin kuat dan menunjukkan bahwa konsentrasi gula
kemampuan mengikat airnya semakin tinggi berpengaruh sangat nyata terhadap kekenyalan
sehingga pada saat pengeringan sedikit air yang fruit leather pedada. Tabel 2. menunjukkan
dapat dilepaskan dan menyebabkan teksturnya bahwa semakin tinggi konsentrasi gula maka fruit
semakin lunak. Hal ini sejalan dengan hasil kadar leather pedada yang dihasilkan semakin kenyal.
air dimana semakin tinggi kadar air maka kuat Gula dalam pembuatan fruit leather dapat
tarik fruit leather menurun. Pendapat ini sesuai mempengaruhi tekstur (Rosyida dan Sulandari,
dengan pernyataan Buntaran (2011) kuat tarik 2014).
ada kaitannya dengan jumlah kandungan air, Hal ini dikarenakan konsentrasi gula yang
dimana air yang terikat pada produk semakin tinggi dalam produk akan membuat tekstur
banyak sehingga fruit leather yang dihasilkan sampel menjadi lebih lunak dan lebih basah
teksturnya akan lebih lunak. karena gula mengikat sebagian air yang terdapat
dalam sampel (Achyadi dan Hidayanti, 2004).
F. Warna Fruit leather pedada dengan konsentrasi gula
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tinggi adalah yang disukai oleh panelis.
konsentrasi gula berpengaruh nyata terhadap Semakin tinggi nilai parameter kekenyalan
warna fruit leather pedada. Tabel 2. maka nilai kuat tarik fruit leather pedada
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi menurun. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan
gula maka warna yang dihasilkan semakin coklat. Prasetyowati, dkk (2014) apabila nilai kuat tarik
Warna coklat pada fruit leather pedada menurun maka parameter kekenyalan akan
disebabkan oleh gula yang dipanaskan akan tinggi.
mengalami karamelisasi dan terjadi browning
atau pencoklatan (Kurniawan, 2014).
TABEL II
NILAI RATA-RATA ORGANOLEPTIK FRUIT LEATHER PEDADA PADA BERBAGAI KONSENTRASI GULA

Konsentrasi Gula (%) Warna* Kekenyalan** Rasa*** Penerimaan Keseluruhan****

40 3,00 a 2,95 a 2,50 a 2,80 a


43 2,75 ab 3,35 ab 2,70 ab 3,00 a
46 2,55 b 3,60 bc 3,20 b 3,60 b
49 2,50 b 3,70 bc 3,25 b 3,55 b
52 2,30 b 3,95 c 3,90 c 3,55 b
Keterangan : Angka-angka yang di ikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DNMRT
*Ket. Skor : 5 = Kuning Muda 4 = Kuning 3 = Kuning Kecoklatan 2 = Coklat 1 = Coklat Tua
**Ket. Skor : 5 = Sangat Kenyal 4 = Kenyal 3 = Agak Kenyal 2 = Tidak Kenyal 1 = Sangat Tidak Kenyal
***Ket. Skor : 5 = Sangat Manis 4 = Manis 3 = Asam Manis 2 = Asam 1 = Sangat Asam
**** Ket. Skor : 5 = Sangat Suka,4 = Suka 3 = Agak Suka 2 = Tidak Suka 1 = Sangat Tidak Suka

H. Rasa

60 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Berdasarkan hasil analisis ragam kenyal), rasa 3,20 (asam manis) dan penerimaan
menunjukkan bahwa konsentrasi gula keseluruhan 3,60 (suka).
berpengaruh sangat nyata terhadap rasa fruit
leather pedada. Tabel 2. menunjukkan bahwa B. Saran
semakin tinggi konsentrasi gula maka rasa yang Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dihasilkan semakin manis. mengenai penggunaan pewarna alami sehingga
Rasa merupakan pengalaman sensoris yang dihasilkan warna fruit leather yang menarik
dihasilkan oleh stimulus dari reseptor yang
DAFTAR PUSTAKA
berada di lidah, langit-langit mulut, dan daerah
sekitar mulut lainnya. Rasa ada kaitannya dengan Achyadi, N.S dan A. Hidayanti. 2004. Pengaruh
keasaman atau pH dimana semakin tinggi nilai Konsentrasi Bahan Pengisi dan Konsentrasi
pH maka rasa dari fruit leather pedada semakin Sukrosa terhadap Karakteristik Fruit Leather
manis. Hasil yang diperoleh sesuai dengan Cempedak (Artocarpus champeden Lour).
penelitian Hamzah dan Evi (2010) penambahan Infomatek 6 (3) 127-142.
gula akan berinteraksi dengan komponen lain Anas C., S. Yunita., W. Safitri. 2005. Pengaruh
yaitu asam pada buah, dimana setiap Jumlah Pektin dan Gula Terhadap
penambahan konsentrasi gula akan meningkatkan Karakteristik Fruit Leather Nanas (Ananas
nilai pH produk sehingga rasa asam semakin comosus L). 29(2): 1-7
berkurang. Buckle, K.A, R.A. Edward, G.H Fleet dan M.
I. Penerimaan Keseluruhan Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan H.
Penerimaan keseluruhan fruit leather pedada Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta.
dengan penambahan konsentrasi gula yang Bunyapraphatsara N, V Srisukh, A
berbeda merupakan akumulasi dari uji Jutiviboonsuk, P Sornlek, W Thongbainoi, W
organoleptik yang meliputi warna, kekenyalan Chuakul, H.H.S. Fong, J.M. Fezzuto dan J
dan rasa. Menurut Setyaningsih, dkk (2010) Kosmeder. 2002. Vegetables from the
pengujian indrawi dapat digunakan untuk Mangrove Areas. Thai Journal of
menentukan mutu suatu komoditi. Phytopharmacy 9(1): 1-12.
Pada Tabel 2. Menunjukkan bahwa perlakuan Buntaran W, O.P. Astirin, E. Mahajoeno. 2011.
konsentrasi gula 46% mendapat respon baik dari Pengaruh Konsentrasi Larutan Gula terhadap
konsumen. Perlakuan konsentrasi gula 46% Karakteristik Manisan Kering Tomat
merupakan perlakuan yang paling disukai oleh (Lycopersicum esculentum). Jurnal
konsumen karena rasanya asam manis, warna Bioteknologi 8(1): 1-9.
kuning kecoklatan dan kenyal. Desrosier, W. Norman. 1988. Teknologi
Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Muchi Muljohardjo. Universitas Indonesia.
A. Kesimpulan Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Diamante L.M, X. Bai, and J. Busch. 2014. Fruit
dilaksanakan dapat diambil kesimpulan bahwa Leathers: Method of Preparation and Effect of
konsentrasi gula berpengaruh nyata terhadap nilai Different Conditions on Qualities.
pH, kadar air, vitamin C, total gula, kuat tarik International Journal of Food Science Article
(tensile strenght), dan nilai organoleptik yaitu ID: 139890: 1-12.
warna, kekenyalan, rasa dan penerimaan Gardjito M dan T.F.K. Sari. 2005. Pengaruh
keseluruhan. Penambahan Asam Sitrat dalam Pembuatan
Konsentrasi gula yang memberikan sifat fisik, Manisan Kering Labu Kuning (Cucurbita
kimia dan organoleptik terbaik adalah maxima) Terhadap Sifat-Sifat Produknya.
konsentrasi 46% dengan pH 3,12, kadar air Jurnal Teknologi Pertanian 1 (2) : 81-85.
15,96%, vitamin C 1,89 mg/100g bahan, total
Guichard, E. S, A. Issanchou, Descovieres dan P.
gula 97,9%, kuat tarik 2,57 N, warna 2,55
Etievant. 1991. Pectin Concentration,
(kuning kecoklatan), kekenyalan 3,60 (agak
Molekular Weight and Degree of

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 61


Esterification. Influence on Volatile Prasetyowati, D. A, Esti. W, Asri. N. 2014.
Composition and Sensory Caracteristic of Pengaruh Penambahan Gum Arab Terhadap
Strawberry Jam. Journal Food Science, 56(6): Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Fruit
1621-1627. Leather Nanas (Ananas comosus L. Merr) dan
Giri C, E. Ochieng, L.L. Tieszen, Z. Zhu, A. Wortel (Daucus carota). Jurnal Teknologi
Singh, T. Loveland, J. Masek and N. Duke. Pertanian 15(2):139-148
2011. Status and Distribution of Mangrove Raab, C. dan N. Oehler. 2000. Making Dried
Forest of The Word Using Observation Fruit Leather. Extention foods and nutrition
Satellite Data. Global Ecology and specialist. Origon State University.
Biogeography. 20, 154-159. Rosyida F dan L. Sulandari. 2014. Pengaruh
Gujral. H. S, and Khanna. G. 2002. Effect of Jumlah Gula dan Asam Sitrat Terhadap Sifat
Skim Milk Powder, Soy Protein Concentrate Organoleptik, Kadar Air dan Jumlah Mikroba
and Sucrose on The Dehydration Behaviour, Manisan Kering Siwalan (Borassus
Texture, Color and Acceptability of mango flabellifer). 03(1) : 297-307
Leather. Journal of Food Engineering. 55: Sudarmadji S. B. Haryono dan Suhardi. 1984.
343-348. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Hamzah, F dan S. Evi. 2010. Mutu Manisan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Kering Buah Naga Merah (Hylocereus Setyaningsih D, A. Anton, dan P.S. Maya. 2010.
polyrhizus). SAGU 9(1) : 15-20. Analisa Sensori Untuk Industri Pangan dan
Huang X and F.H. Hsieh. 2005. Physical Agro. IPB Press, Bogor.
Properties, Sensory Attributes and Consumer Wijana S., A. F. Mulyadi., F. N. Wijayanti. 2014.
Preference of Pear Fruit Leather. Journal of Pembuatan Permen Coklat Praline dengan
Food Science 70(3): 177-186. Filler Permen Jelly Nanas (Kajian Konsentrasi
Kurniawan D. 2014. Analisis pengeringan Pada Penambahan Karagenan dan Sukrosa). Jurnal
Proses Pembuatan Lembaran Buah (Fruit Teknologi Pertanian 15(2): 1-11.
Leather) Pepaya. Skripsi Institut Pertanian Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi.
Bogor. Bogor. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Maskan A, S. Kaya and M. Maskan. 2002. Hot Wirayuna A.K., Y. Pratiningsih., S. Yuwanti.
Air and Sun Drying of Grape Leather (Pestil). 2014. Karakteristik Fruit Leather Sukun
Journal of Food Engineering 54: 81-88. (Artocapus communis) – Sisak (Annona
Man, C.Y.B and K.K. Sin. 1997. Processing and muricata Linn). Berkala Ilmiah Pertanian
Consumer Acceptance of Fruit Leather from 1(1): 1-3.
the Unfertilised Floral Parts af Jackfruit. Xu J.S., S. Meguro., S. Kawachi., P. Lin. 1997.
Journal Science Food Agric 75: 102-108. Phytochemical Research on Mangrove Plants
Manalu, R. D. E. 2011. Kadar Beberapa Vitamin 1 Lipids and Carbohydrates in Propagules of
Pada Buah Pedada (Sonneratia Caseolaris) Ten Mangrove Species of China. Xiamen
dan Hasil Olahannya. Skripsi Fakultas University. China
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

62 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


KARAKTERISTIK MI INSTAN BERBASIS MOSAS
(MODIFIED SAGO STARCH) DAN IKAN PATIN

Yusmarini, U. Pato., V.S. Johan, dan R. Fressetya


Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Riau

Abstrak --- Diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip
beragam, bergizi, dan berimbang. Provinsi Riau termasuk daerah yang berpotensi untuk mengembangkan
pangan lokal berbasis sagu. Mi instan pati dari pati sagu alami mempunyai kelemahan yaitu rendahnya
protein dan tingkat keutuhan. Modifikasi pati sagu dengan menggunakan Lactobacillus plantarum 1
menghasilkan mosas (modified sago starch) dengan sifat yang berbeda dengan pati sagu alami. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana penggunaan mosas dan ikan patin dapat memperbaiki
mutu mi instan yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang
terdiri dari enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan meliputi SP0 (pati sagu alami 100%), SP1
(mosas 100%), SP2 (mosas 97,5%, daging ikan patin 2,5%), SP3 (mosas 95%, daging ikan patin 5%), SP4
(mosas 92,5%, daging ikan patin 7,5%) dan SP5 (mosas 90%, daging ikan patin 10%). Data dianalisis secara
statistik menggunakan Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple New Range Test
(DMNRT) pada taraf 5%. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio mosas dan daging ikan patin
berpengaruh nyata terhadap kadar air (proses pengeringan dan penggorengan), kadar protein, bilangan
asam, keutuhan, dan waktu rehidrasi. Formulasi mi instan terbaik adalah SP3 dengan kadar air 4,56%
(proses pengeringan) dan 6,06% (proses penggorengan), kadar protein 6,19%, bilangan asam 0,72 mg/kg,
keutuhan 94,25%, dan waktu rehidrasi 3,01 menit.

Kata Kunci : mi instan, pati sagu termodifikasi (mosas), ikan patin.

I. PENDAHULUAN mi dengan tingkat keutuhan yang rendah.


Kelemahan pati sagu lainnya yaitu membutuhkan
Sagu merupakan tanaman penghasil waktu yang lama saat dimasak, pasta yang
karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia terbentuk keras dan tidak bening (Koswara,
dan Provinsi Riau termasuk salah satu daerah 2009). Kelemahan tersebut menyebabkan
penghasil sagu dengan luas areal perkebunan penggunaan pati sagu dalam industri pangan dan
mencapai 83.256 Ha pada tahun 2013 (Anonim, non pangan menjadi terbatas, oleh sebab itu perlu
2014). Komposisi kimia pati sagu sebagian besar dilakukan kegiatan pendahuluan untuk
terdiri dari karbohidrat, sama halnya dengan memodifikasi serta memperbaiki sifat-sifat pati
tepung terigu, tapioka dan tepung beras, hanya sagu agar setara dengan tepung terigu atau
saja pati sagu tidak mengandung gluten sehingga Modified cassava flour (mocaf). Proses
penggunaannya dalam produksi mi menghasilkan modifikasi diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pati dalam membentuk gel instan terdiri dari food processor, timbangan,
(gelatinisasi) sehingga dapat mengembang secara panci, sendok, dandang pengukus, kompor,
optimal pada saat dipanaskan atau dimasak. ampia, loyang, blender dan oven. Peralatan untuk
Modifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara analisis adalah cawan porselen, timbangan
yaitu secara kimia, fisik dan mikrobiologis. analitik, penjepit, tanur, oven analisis, labu
Modifikasi secara mikrobiologis dapat kjedhal, desikator, gelas ukur, pH meter, labu
dilakukan dengan memanfaatkan bakteri asam destilasi, buret, dan corong. Peralatan lainnya
laktat dalam proses fermentasi. Sinaga (2012) yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet tetes,
telah memodifikasi pati sagu (mosas) dengan rak tabung reaksi, gelas ukur, dan erlenmeyer.
memanfaatkan starter yang biasa digunakan
untuk memodifikasi tepung kasava. Namun Metode penelitian
hasilnya belum begitu sempurna, sebab proses Penelitian dilakukan secara eksperimen
modifikasi memberikan pengaruh tidak nyata menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
terhadap kadar air, kadar abu dan viskositas yang terdiri dari 6 (enam) perlakuan dan 3 kali
mosas. Hal ini kemungkinan disebabkan antara ulangan sehingga diperoleh 18 unit percobaan.
lain karena sifat pati sagu tidak sama dengan Penambahan jumlah ikan patin yang digunakan
tepung kasava sehingga penggunaan BAL yang dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
sama tidak dapat memodifikasi pati sagu secara Anirwan (2013). Rasio penambahan pati sagu
optimal. Yusmarini, dkk. (2015) telah melakukan dan ikan patin berdasarkan total bahan baku
modifikasi pati sagu dengan memanfaatkan utama yaitu : SP0= Mi instan dari pati sagu 100%
Lactobacillus plantarum 1 RN2-53. Hasil (kontrol) ; MP1 = Mi instan dari mosas
penelitian menunjukkan bahwa selama 100% ; MP2= Mi instan dari mosas 97,5%,
fermentasi terjadi peningkatan kelarutan, daging ikan patin 2,5% ; MP3 = Mi instan dari
swelling power dan tingkat keasaman dr pati mosas 95%, daging ikan patin 5% ; MP4 =
sagu alami. Granula pati mengalami pelubangan Mi instan dari mosas 92,5%, daging ikan patin
yang menunjukkan bahwa adanya aktivitas dari 7,5% ; dan MP5= Mi instan dari mosas 90%,
L. plantarum 1 RN2-53. daging ikan patin 10%. Formulasi pembuatan mi
Anirwan (2013) telah melakukan penelitian instan pati sagu dengan penambahan daging ikan
tentang pembuatan mi instan dari pati sagu alami patin dapat dilihat pada Tabel 1.
dengan variasi penambahan daging ikan patin.
Tujuan penambahanan ikan patin adalah untuk TABEL I
meningkatkan kandungan protein dan tingkat FORMULASI PEMBUATAN MI INSTAN MOSAS DAN
keutuhan mi instan. Hasil penelitian IKAN PATIN
menunjukkan bahwa mi instan masih memiliki Perlakuan
Bahan
SP0 MP1 MP2 MP3 MP4 MSP5
tingkat keutuhan yang belum begitu bagus.
Penggunaan mosas dengan penambahan daging Pati sagu alami (g) 200 0 0 0 0 0
Mosas (g) 0 200 195 190 185 180
ikan patin diharapkan dapat menghasilkan mi
Ikan patin (g) 0 0 5 10 15 20
instan dengan tingkat keutuhan lebih baik. Tujua
Air (ml) 40 40 40 40 40 40
penellitian adalah untuk mengetahui sejauh mana
Telur (ml) 40 40 40 40 40 40
penggunaan mosas dan ikan patin dapat
Garam (g) 2 2 2 2 2 2
memperbaiki mutu mi instan yang dihasilkan. CMC (g) 2 2 2 2 2 2
Total 284 284 284 284 284 284
II. METODE PENELITIAN Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah kadar air,
kadar protein, bilangan asam, keutuhan, dan waktu
rehidrasi.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam Pembuatan Mi Instan
pembuatan mi instan yaitu pati sagu Mi instan yang dijadikan sebagai kontrol yaitu
termodifikasi (mosas), ikan patin, air, garam, mi dengan bahan dasar 100% pati sagu alami.
telur, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), minyak Pembuatan mi mengacu pada Sugiyono dkk.
goreng, dan es. Peralatan untuk pembuatan mi (2010). Pembuatan mi instan dimulai
64 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
pencampuran semua bahan seperti pati sagu, Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kadar
daging ikan patin, CMC, garam, telur dan air air mi instan pada proses pengeringan berkisar
(formulasi bahan dalam pembuatan mi instan antara 4,81-6,48%. Perbedaan kadar air
disajikan pada Tabel 1). Campuran diaduk disebabkan oleh perbedaan kadar air bahan
hingga merata sampai terbentuk adonan. Adonan mentah yang digunakan. Kadar air mi instan
yang sudah terbentuk dicetak membentuk meningkat dengan berkurangnya penggunaan
lembaran-lembaran. Lembaran-lembaran dikukus mosas dan meningkatnya penggunaan daging
selama 20 menit, kemudian didinginkan dan ikan patin. Penambahan daging ikan patin
dicetak dengan menggunakan ampia. Mi yang memberikan pengaruh nyata pada kadar air mi
telah dicetak dikeringkan dalan oven selama 1 instan. Komponen terbesar ikan patin segar
jam pada suhu 110°C. Mi yang telah kering adalah air dengan kisaran antara 75,53-79,42%
dilanjutkan proses penggorengan pada suhu (Suryaningrum dkk., 2010). Semakin banyak
±150°C selama ±15 detik dan dihasilkan mi daging ikan patin yang ditambahkan akan
instan pati sagu. menaikkan kandungan protein dalam adonan
sehingga daya ikat air oleh protein daging akan
Parameter meningkat dan pada kondisi tersebut semakin
Prosedur perhitungan kadar air mengacu pada banyak air yang tertahan dan menyebabkan
Sudarmadji, dkk. (1997). Penentuan kadar jumlah air dalam mi instan semakin meningkat.
protein mengacu pada Sudarmadji, dkk. (1997). Selain itu kadar air mi instan yang dihasilkan
Analisis bilangan asam (Anonim, 1998). Analisis juga dipengaruhi oleh penggunaan mosas. Kadar
waktu rehidrasi mengacu pada Purwani dkk. air mosas lebih rendah dari pati sagu alami, akan
(2006). tetapi mi instan yang terbuat dari mosas memiliki
Keutuhan mi instan dihitung dengan cara kadar air lebih tinggi dari mi instan yang terbuat
menimbang berat mi keseluruhan (W gram). dari pati sagu alami. Hal ini disebabkan karena
Kemudian mi yang hancur dipisahkan dan setelah fermentasi kandungan amilosa pada
ditimbang (W1 gram). Analisis keutuhan dapat mosas mengalami peningkatan. Zulaidah (2011)
dihitung dengan menggunakan rumus: menyatakan bahwa apabila kadar amilosa lebih
tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang
Keutuhan = W-W1 x 100% lekat dan cenderung menyerap air lebih banyak
W (higroskopik). Anirwan (2013) telah melakukan
penelitian pembuatan mi instan dari pati sagu
III. HASIL DAN PEMBAHASAN alami dan daging ikan patin, hasilnya kadar air
mi instan yang dihasilkan berkisar antara 10,53-
Kadar Air Mi Instan 12,21%. Kadar air mi instan proses pengeringan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dari penelitian ini sudah memenuhi syarat mutu
penggunaan mosas dan daging ikan patin mi instan berdasarkan SNI 01-3551-2000 yaitu
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air maksimal 14%.
mi instan sagu yang dihasilkan (Tabel 2). Kadar air mi instan menurun pada proses
TABEL II penggorengan, yaitu berkisar antara 3,47-5,04%.
RATA-RATA KADAR AIR MI INSTAN Proses penggorengan dilakukan untuk membuat
Kadar air (%) mi menjadi kering dan padat. Penggorengan yang
Perlakuan Setelah Setelah dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan air
pengeringan penggorengan
SP0 (pati sagu 100%) 4,81a 3,47a
yang terdapat pada mi instan menguap. Muchtadi
MP1 (mosas 100%) 4,95a 4,27b dan Ayustaningwarno (2010) menjelaskan bahwa
MP2 (mosas 97,5% , ikan patin 2,5%) 5,91b 4,53b
MP3 (mosas 95% , ikan patin 5%) 6,06 b
4,56b
pada proses penggorengan terjadi perpindahan
MP4 (mosas 92,5% , ikan patin 7,5%) 6,17b 5,02c panas dan massa dengan minyak yang berdifusi
MP5 (mosas 90% , ikan patin 10%) 6,48b 5,04c
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom
sebagai media penghantar panas. Panas yang
yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf diterima oleh bahan akan digunakan untuk
5%.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 65


menguapkan air dan gelatinisasi pati. Kadar air Kandungan protein mi instan pada setiap
mi instan setelah penggorengan telah memenuhi perlakuan berbeda-beda karena perbedaan
syarat mutu mi instan berdasarkan SNI 01-3551- konsentrasi daging ikan yang ditambahkan.
2000 yaitu maksimal 10%. Semakin sedikit penggunaan mosas dan semakin
banyak penggunaan daging ikan patin maka akan
Kadar Protein Mi Instan semakin tinggi kandungan protein mi instan yang
Kandungan protein dalam bahan pangan dihasilkan. Rata-rata kadar protein yang
bervariasi baik dalam jumlah maupun jenisnya. dihasilkan berkisar antara 4,57-7,39%. Protein mi
Protein merupakan sumber gizi utama yaitu instan semakin meningkat dari perlakuan SP0
sebagai sumber asam amino (Andarwulan dkk., hingga MP5. Hasil penelitian ini sejalan dengan
2011). Ikan patin merupakan salah satu sumber penelitian yang dilakukan oleh Anirwan (2013)
bahan pangan berprotein tinggi. Hasil sidik yang menyatakan bahwa kandungan protein mi
ragam menunjukkan bahwa penggunaan mosas instan sagu yang dihasilkan akan meningkat
dan daging ikan patin memberikan pengaruh dengan semakin banyaknya daging ikan yang
nyata terhadap kadar protein mi instan dan rata- ditambahkan.
rata kadar protein mi instan yang dihasilkan Kandungan protein pada perlakuan MP2
dapat dilihat pada Tabel 3. hingga MP5 mengalami peningkatan dengan
banyaknya ikan patin yang digunakan. Ikan patin
TABEL III selain mengandung air dalam jumlah yang tinggi
RATA-RATA KADAR PROTEIN MI INSTAN juga mengandung protein yang cukup tinggi
Perlakuan Kadar protein (%) yaitu 16,08% (Panagan dkk., 2011) dan menurut
SP0 (pati sagu 100%) 4,57a
MP1 (mosas 100%) 5,96b
Suryaningrum dkk. (2010) protein ikan patin
MP2 (mosas 97,5% , daging ikan patin 2,5%) 6,07b berkisar antara 12,94-17,52% (b/b). Dewita
MP3 (mosas 95% , daging ikan patin 5%) 6,19bc
MP4 (mosas 92,5% , daging ikan patin 7,5%) 6,91cd
(2010) menyatakan bahwa ikan mengandung
MP5 (mosas 90% , daging ikan patin 10%) 7,39d protein tinggi dan tersusun atas asam-asam
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom
yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT (5%).
amino yang dibutuhkan tubuh untuk
pertumbuhan. Protein ikan sangat mudah dicerna
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai dan diabsorpsi oleh tubuh.
protein pada setiap perlakuan berbeda-beda yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa mi
disebabkan karena perbedaan jumlah mosas dan instan yang dihasilkan dari setiap perlakuan telah
daging kan patin yang ditambahkan. Penggunaan memenuhi standar protein mi instan dari bahan
mosas meningkatkan kandungan protein pada mi bukan terigu berdasarkan SNI 01-3551-2000
instan. Perlakuan SP0 (pati sagu 100%) dan MP1 yaitu minimal 4,0%. Perlakuan SP0 dan MP1
(mosas 100%) tanpa penambahan daging ikan memiliki protein rendah dibandingkan dengan
patin menghasilkan mi instan dengan kadar perlakuan lain disebabkan karena pada perlakuan
protein yang berbeda. Perlakuan MP1 memiliki tersebut tidak ditambahkan daging ikan patin
protein lebih tinggi dari SP0. Selama proses sehingga kandungan protein yang terdapat di
fermentasi pati sagu menjadi mosas terjadi dalamnya berasal dari pati sagu alami yang
peningkatan jumlah BAL dan diketahui bahwa jumlahnya relatif rendah yaitu 0,37% (Purwani
komponen utama penyusun sel bakteri adalah dkk., 2006) dan telur yang mengandung protein
protein, sehingga semakin banyak jumlah BAL 12,4% per gram (Mahmud dkk., 2009). Protein
akan berdampak pada tingginya kandungan pada mi instan ini sebagian besar diperoleh dari
protein pada mosas. Tandrianto dkk. (2014) putih telur (albumin). Albumin merupakan
menyatakan bahwa fermentasi dengan protein yang larut dalam air sehingga mudah
menggunakan Lactobacillus plantarum pada terlarut bersama air saat pemanasan (Staley, 1992
pembuatan mocaf menyebabkan protein mocaf dalam Arfendi, 2013).
meningkat. Kadar protein yang didapatkan pada
mocaf hasil fermentasi menggunakan Bilangan Asam Mi Instan
Lactobacillus plantarum selama 36 jam yaitu Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam
2,81%. Sedangkan pada fermentasi selama 72 lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan
jam kadar protein meningkat menjadi 3,39%. dengan miligram basa per satu gram minyak.
66 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Asam lemak yang terkandung dalam makanan enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi
akan mengalami perubahan kimia yang dapat dalam pembuatan mocaf menyebabkan granula
mempengaruhi mutu bahan makanan. Semakin pati pecah, sehingga ketika dikeringkan pati
tinggi kandungan asam lemak bebas, maka bahan bersifat porous (berpori) dan mudah menyerap
akan semakin cepat tengik. Hasil sidik ragam air saat rehidrasi.
menunjukkan bahwa penggunaan mosas dan Proses penggorengan menyebabkan
daging ikan patin memberikan pengaruh nyata bilangan asam cenderung meningkat, hal ini
terhadap bilangan asam mi instan yang disebabkan karena pada saat penggorengan
dihasilkan dan rata-rata bilangan asam mi instan terjadi pertukaran antara minyak dengan air
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. yang terkandung di dalam mi instan. Air yang
TABEL IV berada di dalam mi instan menguap dan
RATA-RATA BILANGAN ASAM MI INSTAN meninggalkan pori-pori yang selanjutnya diisi
dengan minyak goreng. Hal ini juga berkaitan
Perlakuan Bilangan asam (mg
KOH/g)
dengan kadar air mi instan, dimana kadar air
SP0 (pati sagu 100%) 0,45a mi instan meningkat dari perlakuan SP0
MP1 (mosas 100%) 0,55ab
MP2 (mosas 97,5% , daging ikan patin 2,5%) 0,73c hingga MP5.
MP3 (mosas 95% , daging ikan patin 5%) 0,72c Peningkatan kadar air tersebut dipengaruhi
MP4 (mosas 92,5% , daging ikan patin 7,5%) 0,67bc
MP5 (mosas 90% , daging ikan patin 10%) 0,89d oleh banyaknya penggunaan daging ikan patin.
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom Menurut Isnaini (2014) semakin banyak
yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT (5%).
kandungan air dalam mi instan maka air yang
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tergantikan oleh minyak juga semakin banyak.
bilangan asam mi instan meningkat seiring Hal tersebut menyebabkan bilangan asam mi
dengan banyaknya jumlah daging ikan patin dan instan semakin meningkat. Panagan dkk.
berkurangnya jumlah mosas yang digunakan. (2011) menambahkan ikan patin mengandung
Rata-rata bilangan asam yang dihasilkan berkisar asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi
antara 0,45-0,89 mg KOH/g. Bilangan asam mi pada saat pengeringan dan penggorengan yang
instan yang dihasilkan dari penelitian Anirwan menyebabkan peningkatan bilangan asam.
(2013) adalah 1,18-1,50 mg KOH/g lebih tinggi Ketaren (1986) menjelaskan bahwa tingginya
dari bilangan asam yang dihasilkan dari kandungan asam lemak tak jenuh
penelitian ini yaitu berkisar antara 0,45-0,89 mg menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses
KOH/g. Rendahnya bilangan asam yang dihasil- penggorengan, karena selama proses
kan disebabkan karena perbedaan bahan mentah penggorengan minyak akan dipanaskan secara
yang digunakan terutama pati sagu. Pada pene- terus menerus pada suhu tinggi serta terjadi
litian sebelumnya mi instan dibuat dari pati sagu kontak dengan oksigen dari udara luar yang
alami dan pada penelitian ini pati yang digunakan memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada
adalah mosas yang telah difermentasi meng- minyak goreng.
gunakan Lactobacillus plantarum 1 RN2-53. Berdasarkan data hasil penelitian, bilangan
Semakin sedikit penggunaan mosas dan asam yang diperoleh telah memenuhi standar
semakin banyak penggunaan daging ikan patin mutu mi instan (SNI 01-3551-2000) yaitu tidak
menyebabkan bilangan asam mi instan lebih dari 2 mg KOH/g minyak dan bilangan
meningkat. Pati sagu termodifikasi (mosas) yang asam maksimal yang diperoleh pada penelitian
telah difermentasi selama 48 jam mengalami ini yaitu 0,89 mg KOH/g.
perubahan struktur dan proses fermentasi
menyababkan granula pati mengalami Keutuhan Mi instan
pelubangan yang diakibatkan oleh aktivitas Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rasio
Lactobacillus plantarum 1 RN2-53. Menurut mosas dan daging ikan patin berpengaruh nyata
Zubaidah dkk. (2006) dalam Wahdini (2014) terhadap keutuhan mi instan dan rata-rata
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 67
keutuhan mi instan yang dihasilkan dapat dilihat Keutuhan mi instan cenderung meningkat
pada Tabel 5. dengan meningkatnya penggunaan daging ikan
patin dan berkurangnya penggunaan mosas yang
TABEL V
berkontribusi agar adonan mi instan tidak mudah
RATA-RATA KEUTUHAN MI INSTAN
putus pada saat diproses. Ikan patin mengandung
Perlakuan Keutuhan (%)
SP0 (pati sagu 100%) 91,70a
protein dalam jumlah yang cukup tinggi yaitu
MP1 (mosas 100%) 94,06bc 16,08% (Panagan dkk., 2011). Protein pada ikan
MP2 (mosas 97,5% , daging ikan patin 2,5%) 92,54ab
MP3 (mosas 95% , daging ikan patin 5%) 94,25bc
dikenal dengan miosin yang memiliki peran
MP4 (mosas 92,5% , daging ikan patin 7,5%) 95,56c penting dalam penggumpalan dan pembentukan
MP5 (mosas 90% , daging ikan patin 10%) 97,49d
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom
gel bila daging ikan diproses (Koapaha, 2011).
yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf Protein mempengaruhi keutuhan mi instan karena
5%. protein memiliki sifat yang elastis dan dapat
Tabel 5 menunjukkan bahwa keutuhan mi mengikat air, sehingga dapat meningkatkan
instan berkisar antara 91,70-97,49% dan telah kekenyalan dan keutuhan (Hutagalung, 2015).
memenuhi standar mutu mi instan SNI 01-3551- Sumber protein yang dapat meningkatkan
2000 yaitu minimal 90%. Penggunaan mosas dan keutuhan mi instan berasal dari ikan patin dan
ikan patin mempengaruhi keutuhan mi instan. telur. Anirwan (2013) menyatakan bahwa
Mosas memiliki nilai swelling power lebih tinggi keutuhan mi instan sagu cenderung meningkat
dari pati sagu alami. Setelah difermentasi dengan meningkatnya penggunaan daging ikan
kandungan amilosa mosas mengalami patin. Hal ini berkaitan dengan sifat protein dari
peningkatan sehingga kemampuan pati untuk daging ikan patin yang menjadikan adonan
mengembang (swelling power) juga semakin kenyal dan dan tidak mudah putus pada
tinggi. Menurut Murillo dkk. (2008) semakin pembuatan adonan dan produk mi instan.
tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan
volume akan semakin tinggi. Hal ini terjadi Waktu Rehidrasi Mi Instan
karena kadar amilosa yang tinggi akan menyerap Pengukuran waktu rehidrasi bertujuan untuk
air lebih banyak. Isnaini (2014) menambahkan mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan
proses pembentukan keutuhan terjadi saat untuk memasak mi instan hingga dapat
granula pada tepung atau pati mengalami dikonsumsi. Waktu rehidrasi merupakan waktu
gelatinisasi. yang dibutuhkan mi untuk kembali mengabsorpsi
Penggunaan mosas (perlakuan MP1 dan air sehingga teksturnya menjadi kenyal dan
perlakuan MP2 ) dengan penambahan ikan patin elastis seperti sebelum dikeringkan. Hasil sidik
dalam jumlah yang relatif rendah rendah yaitu ragam menunjukkan bahwa perlakuan
2,5% kurang dapat memperbaiki tingkat berpengaruh nyata terhadap waktu rehidrasi mi
keutuhan mi instan. Tidak adanya tambahan instan yang dihasilkan dan rata-rata waktu
daging ikan patin menyebabkan adonan kurang rehidrasi mi instan dapat dilihat pada Tabel 6.
mengembang dan kurang elastis saat dipanaskan TABEL VI
sehingga lebih mudah putus saat diolah. RATA-RATA WAKTU REHIDRASI MI INSTAN
Penggunaan daging ikan patin di atas 5% baru
Waktu rehidrasi
memberikan pengaruh yang signifikan pada Perlakuan
(menit)
perlakuan MP3, MP4 dan MP5. Penggunaan SP0 (pati sagu 100%) 3,76b
mosas dan daging ikan patin menghasilkan MP1 (mosas 100%) 3,37ab
adonan yang lebih elastis dan mengembang, MP2 (mosas 97,5% , daging ikan patin 2,5%) 3,30ab
sehingga mempengaruhi tingkat keutuhan mi MP3 (mosas 95% , daging ikan patin 5%) 3,02a
instan yang dihasilkan. Semakin tinggi MP4 (mosas 92,5% , daging ikan patin 7,5%) 3,10a

kandungan amilosa pada mosas maka MP5 (mosas 90% , daging ikan patin 10%) 2,98a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang
kemampuannya untuk mengembang menjadi
sama pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata
lebih besar ketika dipanaskan, hal ini
menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi dan
tidak mudah putus.
68 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Penggunaan mosas dan daging ikan patin rehidrasi, semakin tinggi daya serap air
terbukti dapat mempersingkat waktu rehidrasi mi semakin cepat waktu rehidrasi begitu juga
instan. Mosas mengandung amilosa lebih tinggi sebaliknya.
dari pati sagu alami. Proses fermentasi Rata-rata waktu rehidrasi mi instan yang
mengakibatkan perubahan struktur pati sehingga dihasilkan berkisar antara 3,76-2,98 menit.
pati dapat menyerap air lebih cepat. Alam dkk. Menurut SNI 01-3551-2000 waktu rehidrasi mi
(2007) dalam Rahim dkk. (2009) menyatakan instan berbahan baku terigu paling lama 4
bahwa semakin tinggi kandungan amilosa, menit dan waktu rehidrasi mi instan yang
kemampuan pati untuk menyerap air dan dihasikan pada penelitian ini telah memenuhi
mengembang menjadi lebih besar karena syarat mutu SNI sebab waktu rehidrasi mi
amilosa mempunyai kemampuan membentuk instan yang dihasilkan lebih rendah dari yang
ikatan hidrogen yang lebih besar dari pada ditetapkan.
amilopektin.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang DAFTAR PUSTAKA
dilakukan oleh Herawati (2009) dan Ramadhan Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. . 2011.
(2009) dalam pembuatan bihun yang Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
disubstitusi dengan pati sagu termodifikasi Anirwan, S. 2013. Studi pembuatan mi instan
secara Heat Moisture Treatment (HMT) sagu dengan variasi penambahan jumlah
sebanyak 50%. Hasil penelitian menunjukkan daging ikan patin. Skripsi. Fakultas Pertanian
bahwa bihun yang dibuat dari 50% pati sagu Universitas Riau. Pekanbaru.
alami dan pati sagu HMT 50% mempunyai
Anonim. 2014. Riau dalam Angka. Badan Pusat
waktu rehidrasi yang lebih singkat, dapat Statistik Provinsi Riau. Pekanbaru.
menurunkan nilai kekerasan, kelengketan dan
Arfendi. 2013. Evaluasi mutu mi instan yang
lebih disukai oleh panelis. Menurunnya waktu
dibuat dari pati sagu lokal Riau. Skripsi.
rehidrasi berhubungan dengan daya serap air.
Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Perlakuan tanpa penambahan mosas
Pekanbaru.
(menggunakan pati sagu alami) memiliki daya
serap air yang kecil dan perlakuan dengan Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar
penambahan mosas dapat meningkatkan Nasional Indonesia 01-3551-2000. Mi Instan.
Jakarta.
kemampuan mi instan untuk menyerap air
sehingga waktu rehidrasi lebih singkat. Dewita, Suparmi dan Syahrul. 2010.
Waktu rehidrasi berhubungan dengan kadar Diversifikasi dan fortifikasi produk olahan
air dari bahan mentah dimana daging ikan patin berbasis ikan patin. Jurnal Teknologi Hasil
mengandung air dalam jumlah yang tinggi. Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau, 1 (1) : 112-120.
Data yang terdapat pada Tabel 12
menunjukkan bahwa semakin banyak Herawati, D. 2009. Modifikasi pati sagu dengan
penambahan daging ikan patin pada adonan teknik Heat Moisture Treatment (HMT) dan
dapat menurunkan waktu rehidrasi mi instan. aplikasinya dalam memperbaiki kualitas
Hal ini disebabkan karena kadar air yang bihun. Tesis. Program Studi Ilmu Pangan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
dihasilkan pada setiap perlakuan semakin
meningkat dengan semakin banyak Hutagalung, E. A. 2015. Potensi pati sagu
penambahan daging ikan patin, selain itu kadar dimodifikasi dengan metode Heat Moisture
protein juga mengalami peningkatan. Treatment (HMT) terhadap mutu mi instan.
Kandungan protein dari daging ikan patin Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Pekanbaru.
berperan aktif terhadap daya ikat air. Menurut
Budiyah (2004) dalam Siagian dkk. (2013) Isnaini, R. F. 2014. Pembuatan mi instan
daya serap air berhubungan dengan kecepatan berbahan tepung jagung lokal Riau dan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 69
tapioka. Skripsi. Fakultas Pertanian Sinaga, P. 2012. Modified sago starch (mosas)
Universitas Riau. Pekanbaru. secara fermentasi menggunakan bakteri asam
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak laktat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Riau. Pekanbaru.
Indonesia. Jakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997.
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
EbookPangan.com. Diakses pada tanggal 22 Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
November 2014. Sugiyono., S. E. Wibowo., S. Koswara., S.
Mahmud, M. K., Hermana., N. A. Zulfianto., R. Herodian., S. Widowati dan B. A. S. Santosa.
R. Apriantono., I. Ngadiarti., B. Hartati., 2010. Pengembangan produk mi instan dari
Berdanus dan Tinexcelly. 2008. Tabel tepung hotong (Setaria italica Beauv.) dan
Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media pendugaan umur simpannya dengan metode
Komputindo. Kompas Gramedia. Jakarta. akselerasi. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, 21 (1) : 45-50.
Muchtadi, T. dan F. Ayustaningwarno. 2010.
Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Suryaningrum, T. D., I. Muljannah dan E.
Penerbit Alfabeta. Bandung. Tahapari. 2010. Profil sensori dan nilai gizi
beberapa jenis ikan patin dan Hibrid nasutus.
Murillo, C., E. Carolina., Y. J. Wang., A. Luis
Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan
and B. Perez. 2008. Morphological,
dan Perikanan, 5 (2) : 153-164.
phymorphological, physicochemical and
structural characteristics of oxidized berley Tandrianto, J., D. K. Mintoko dan S. Gunawan.
and corn starches. Journal of Starch/Starke, 60 2014. Pengaruh fermentasi pada mocaf
(3): 634-645. (modified cassava flour) dengan
menggunakan Lactobacillus plantarum
Panagan, A. T., H. Yohandini dan J. G. Uli.
terhadap kandungan protein. Jurnal Teknik
2011. Analisis kualitatif dan kuantitatif asam
Pomits, 3 (2) : 143-145.
lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan
patin (Pangasius pangasius) dengan metoda Wahdini, A. I., B. Susilo dan R. Yulianingsih.
kromatogtafi gas. Jurnal Penelitian Sains, 14 2014. Uji karakteristik mi instan berbahan
(1) : 38-42. dasar tepung terigu dengan subtitusi mocaf
dan pati jagung. Jurnal Keteknikan Pertanian
Purwani, E. Y., Widaningrung, R. Thahir, H.
Tropis dan Biosistem, 2 (3) : 234-245.
Setiyanto dan E. Savitri. 2006. Teknologi
Pengolahan Mi Sagu. Balai Besar dan Yusmarini., U. Pato dan V. S. Johan. 2014.
Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari
industri pengolahan pati sagu dan
Rahim, A. Mappiratu dan A. Noviyanty. 2009.
pemanfaatan dalam memodifikasi pati sagu
Sifat fisiko kimia dan sensori sohun instan
secara mikrobiologis. Laporan Penelitian
dari pati sagu. Jurnal Agroland, 16 (2) : 124-
Hibah Bersaing Universitas Riau. Pekanbaru.
129.
Siagian, U. W., V. S. Johan dan U. Pato. 2013. Zulaidah, A. 2011. Modifikasi ubi kayu secara
biologi menggunakan starter bimo-cf menjadi
Pemanfaatan tepung kulit singkong dalam
tepung termodifikasi pengganti gandum.
pembuatan mi sagu instan. Jurnal Sagu, 12 (2)
Tesis. Program Pascasarjana Universitas
: 32-39.
Diponegoro. Semarang.

70 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Tingkat kematangan Sangrai terhadap Mutu Kopi Libtukom yang
Dihasilkan
Effect Of Roasting Degree On The Produced Libtukom Coffee Quality
Ruwanto1, Mursalin2, D. Fortuna2
1
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
2
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pondok Meja,Jambi 36364
Email: Ruwantostp@gmail.com

Abstract -- The aimed of this research to know relation between temperature and roasting time, also to know
about the quality characteristic Libtukom coffee on the roasted bean color, moisture content, caffeine
content, and the effect on the organoleptic on roast degree light, medium and dark . The process of Libtukom
coffee roasting was did by using horizontal cylinder rotating roaster with roast temperature 165 oC, 180oC,
195oC and 210oC. The parameters were observed in this research of roasting time, color of roasted coffee
beans (CIE-L*a*b*), moisture content, caffeine content, coffee powder color, aroma, taste, overall acceptance
and comparative tests. The results showed that there is negative relations between temperature (x) and
roasting time (y) by following regression equation power. Light roast equation is ; medium roast
-11,5
and dark roast . Light roast produce dark moderate orange, water content between
2,51-2,59% and caffein content between 1,23-1,32%. Medium roast produce very dark desaturated orange,
water content between 2,02-2,21%and caffein content between 1,19-1,25%. Dark roast produce very dark
grayish red, water content between 1,73-1,87%and caffein content between 1,15-1,19%. Three roasting
degree significantly effected thepowder color but did not effect the aroma, taste and overall acceptance.
Based on comparative tests of dark roast coffee has better flavor than AAA coffee and Kerinci coffee.

Keywords: equation, Libtukom-coffee, roasting.

I. PENDAHULUAN tersebut dijual kepada pedagang besar untuk


diekspor ke Negara Malaysia (Diana, 2014).
Kopi varietas Liberika Tungkal Komposit Upaya untuk pengembangan produk kopi
(Libtukom) merupakan kopi khas Provinsi Jambi Libtukom yaitu melalui konversi biji kopi kering
yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung menjadi kopi bubuk. Tahapan utama dalam
Barat dan telah ditetapkan sebagai varietas bina pembuatan kopi bubuk adalah proses
melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik penyangraian. Proses penyangraian tersebut
Indonesia No. 4968/Kpts/SR.120/12/2013 sangat menentukan citarasa minuman kopi yang
tanggal 6 Desember 2013 (Gusfarina, 2014). dihasilkan. Ruku et al. (2006) menyebutkan
Kopi Libtukom merupakan salah satu jenis kopi bahwa biji kopi sebelum disangrai belum
kelompok kopi Liberoid (Coffea liberica) dengan mempunyai karakter citarasa khas, tetapi hanya
spesies Coffea liberica Bull ex. Hiern (Baon et mengandung senyawa-senyawa calon pembentuk
al., 2012). citarasa, dimana karakter cita rasa kopi akan
Pemasaran kopi Libtukom umumnya masih terbentuk setelah biji kopi disangrai.
dalam bentuk biji kopi kering. Biji kopi kering
Penyangraian merupakan tahapan yang sangat panci, sendok, saringan 60 mesh, baskom,
bergantung pada waktu dan suhu (Clarke, 1987; stopwatch, nampan, kipas angin, desikator labu
Hernandez et al., 2008). Selama proses ukur, corong pemisah dan spektrofotometer
penyangraian terjadi perubahan fisik seperti Uv/Vis.
pengembangan volume biji dan perubahan kimia
biji karena reaksi maillard. Reaksi maillard B. Proses Penyangraian
merupakan kunci dari pembentukan aroma dan Proses penyangraian dilakukan dengan
citarasa, reaksi tersebut menghasilkan senyawa menggunakan penyangrai tipe silinder horizontal
volatile yang berkontribusi terhadap aroma dan dengan putaran silinder dilakukan secara manual
senyawa non volatile yang berkontribusi terhadap dengan putaran 67-70 putaran per menit. Sumber
penampakan dan rasa (taste) (Buffo dan Cardelli- panas berasal dari api kompor gas LPG. Suhu
Feire, 2004). ruang silinder sangrai dipantau dengan
Industri kopi bubuk mengenal tiga tingkat thermometer probe (digiticez DT03) yang bagian
kematangan sangrai, yaitu kematangan ringan sensornya dimasukan kedalam ruang silinder
(light roast), menengah (medium roast) dan gelap sangrai. Thermometer tersebut mampu mengukur
(dark roast) (Buffo dan Cardelli-Feire, 2004; suhu -50oC - 300oC. Alat sangrai terbuat dari
Somporn et al., 2011). Penyangraian dapat stainless stell yang memiliki dimensi PxLxT
dilakukan pada suhu 160-200oC selama 10-12 (50cm x 49cm x 35cm), dengan panjang silinder
menit (Nugroho et al., 2009). Somporn et al. sangrai 25cm dan diameter 20cm. Alat sangrai
(2011) pada penyangraian kopi Arabika, tingkat dapat dipisahkan antara bagian silinder dan
sangrai light roast didapatkan pada suhu 230oC bagian alas untuk mempermudahkan penuangan
selama 12 menit, medium roast pada suhu 240oC biji yang telah matang. Adapun sketsa alat
selama 14 menit, dan dark roast pada suhu 250oC sangrai disajikan pada Gambar 1 .
selama 17 menit. a
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan
karakteristik warna biji sangrai, kadar air, kadar
kafein kopi sangrai Libtukom, mengetahui
hubungan antara suhu dan waktu penyangraian
pada tiga tingkat kematangan sangrai yang
berbeda serta mengetahui pengaruh tiga tingkat
kematangan sangrai terhadap penilaian
organoleptik dan penilaian kopi Libtukom
dengan beberapa produk kopi komersial di kota
Jambi.
b
II. METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah biji kopi kering Libtukom diperoleh
dari Desa Parit Tomo Kelurahan Mekar Jaya,
Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung
Barat, Provinsi Jambi. Serta bahan analisa yaitu c
kafein standar, tetrachloride (CCl4), aquades,
Na2CO3.
Alat yang digunakan adalah penyangrai
silinder horizontal statis, perangkat kompor gas,
Gambar 1. Sketsa alat sangrai (skala 1:10). (a)
mesin pembubuk (disk mill), kamera digital (12
Tampak samping, (b) Tampak depan, (c)
mega pixel), Cie LAB box, timbangan analitik, Tampak bagian dalam
cawan alumunium, oven, gelas ukur,
thermometer probe (Digiticez DT03), gelas piala,

72 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Penyangraian dilakukan pada empat tingkat penerimaan keseluruhan. Minuman kopi
suhu yaitu 165, 180, 195 dan 210oC. Tiap suhu menggunakan uji hedonik terhadap minuman
tersebut dilakukan 3 kali penyangraian untuk kopi yang paling disukai akan diuji bandingkan
menghasilkan tiga kematangan sangrai yaitu dengan minuman kopi dari beberapa merk
light roast, medium roast dan dark roast. komersial di kota Jambi.
Masing-masing tingkat kematangan sangrai,
untuk setiap suhu penyangraian dilakukan C. Analisis Data
pengulangan sebanyak 3 kali sehingga Data pada parameter lama penyangraian,
didapatkan 36 satuan percobaan. warna, kadar air dan kadar kafein dianalisis
Bahan baku sebanyak 500 gr hasil sortasi biji secara deskriptif. Beberapa parameter yang
kopi Libtukom kering, sebelum disangrai diukur dipilih akan dicari model persamaan hubungan
kadar airnya terlebih dahulu. Pada awal proses antar variabel yang terkait. Hasil uji organoleptik
penyangraian api kompor diatur pada tingkat metode skalar maupun hedonik dianalisis statistik
panas maksimum, setelah suhu ruang sangrai menggunakan sidik ragam pada taraf 5% dan di
tercapai nyala api kompor baru diatur sesuai analisis lanjut dengan Duncan’s New Multiple
dengan perlakuan. Suhu penyangraian di ruang Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Hasil
silinder dijaga konstan pada setiap perlakuan analisis uji banding secara organoleptik dianalisis
dengan cara mengatur besar kecilnya api kompor. menggunakan tabel jumlah terkecil untuk
Proses penyangraian akan dihentikan jika warna menyatakan beda terhadap uji pasangan respon
biji sangrai telah sama dengan warna referensi berarah pada taraf 5%.
sesuai dengan tingkat kematangan yang
diinginkan sesuai (Tabel. 1). D. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati yaitu lama
TABEL I penyangraian, warna biji sangrai dengan metode
WARNA REFERENSI STANDAR SANGRAI yang dilakukan (Leon et al., 2006), kadar air
dengan metode yang dilakukan (Sudarmadji et
Kode Tilea Warnab al., 1984), kadar kafein menggunakan metode
#85 yang dilakukan (Tautua et al., 2013) dan Uji
organoleptik metode (Setyaningsih et al,. 2010).
#65
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
#45
A. WaktuSangrai
Sumber: aRoast magazine (2010); b
HunterLab Suhu sangrai yang ditetapkan dicapai setelah
(2014) proses pemanasan berlangsung selama 11 menit
Jika kematangan biji kopi telah tercapai, api untuk suhu 165oC, 14 menit untuk suhu 180oC,
kompor dimatikan dan biji kopi dituang dalam 17 menit untuk suhu 195oC dan 21 menit untuk
nampan untuk dilakukan pendinginan cepat suhu 210oC. Suhu ruang silinder sangrai
dengan cara pengadukan dan penghembusan dipertahankan agar selalu konstan. Setelah suhu
menggunakan kipas angin. Selanjutnya sebagian ruang silinder sangrai tercapai sesuai dengan
dari kopi dikemas untuk dilakukan pengujian perlakuan suhu tersebut dipertahankan selalu
warna dan sebagian lagi biji kopi dibubukkan konstan selama proses penyangraian sampai
menggunakan disk mill sehingga dihasilkan kopi diperoleh biji sangrai sesuai tingkat kematangan
bubuk yang lolos saringan ukuran 60 mesh. yang diinginkan. Suhu ruang silinder sangrai
Terhadap kopi bubuk tersebut akan diukur kadar diukur menggunakan thermometer probe
air, kadar kafein, uji skalar warna bubuk dan (digiticez DT03) yang telah dikalibrasi dengan
sebagian akan diseduh menjadi minuman untuk thermometer air raksa standar. Rata-rata waktu
uji hedonik dengan perbandingan 10gr bubuk untuk menghasilkan tingkat kematangan light
dalam 100ml air. roast, medium roast dan dark roast pada berbagai
Pengujian organoleptik dilakukan terhadap suhu yang ditetapkan disajikan pada Tabel 2.
hedonik rasa, hedonik aroma dan hedonik Mulato (2003) menerangkan bahwa waktu
penyangraian sangat bergantung pada intensitas

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 73


panas yang masuk kedalam biji dan tingkat senilai 11,4 siklus log (menit). Tingkat
kematangan sangrai yang ingin didapatkan. kematangan medium roast, memenuhi persamaan
Proses pirolisis juga dapat mempengaruhi waktu regresi y=6E+27x-11,5 atau yang berarti
sangrai. Apabila penyangraian telah melewati
proses pirolisis, biji kopi yang disangrai akan bahwa dalam rentang suhu 165-210oC setiap
lebih cepat mengalami perubahan fisik maupun kenaikan suhu penyangraian 1oC akan
perubahan kimia yang meliputi perubahan menurunkan logaritmik waktu penyangraian
bentuk, ukuran dan warna biji serta terjadinya senilai 11,5 siklus log (menit). Sedangkan untuk
dekomposisi biji. Menurut Vincent (1987) dan tingkat kematangan dark roast, memenuhi
Mulato (2002) Proses pirolisis saat penyangraian persamaan regresi y=9E+27x-11,4 atau
ditandai dengan munculnya gas CO2 atau yang berarti bahwa dalam rentang suhu 165-
munculnya asap dalam jumlah banyak di dalam 210 C setiap kenaikan suhu penyangraian 1oC
o
silinder sangrai. Hubungan antara suhu dan akan menurunkan logaritmik waktu penyangraian
waktu sangrai dalam mencapai tiga tingkat senilai 11,4 siklus log (menit). Hal tersebut
kematangan sangrai disajikan pada Gambar 2. menunjukan bahwa tingkat kematangan medium
400
light roast sangat peka terhadap perubahan suhu.
y = 9E+27x-11.47
medium
Waktu Sangnrai

300 R² = 0.9977
dark B. Warna Biji Sangrai
y = 6E+27x-11.53
(Menit)

200 R² = 0.9926 Hasil penelitian menunjukan bahwa


kombinasi nilai L*a*b* light roast menghasilkan
y = 1E+27x-11.44
100 R² = 0.9803 warna biji sangrai dark moderate orange,
medium roast menghasilkan warna Very dark
0
150 165 180 195 210
desaturated orange, dan dark roast menghasilkan
Suhu Penyangraian (oC) warna Very Dark Grayish Red. Kurva perubahan
nilai L*a*b* setiap tingkat kematangan sangrai
Gambar 2. Hubungan antara suhu dan waktu sangrai
pada berbagai suhu penyangraian yang diamati
pada tiga tingkat kematangan sangrai.
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 2 menunjukan bahwa antara suhu dan Gambar 3 menerangkan bahwa nilai L* dan b*
waktu penyangraian berkorelasi negatif, bahwa pada setiap suhu penyangraian cenderung terus
naiknya suhu penyangraian akan diikuti menurun seiring dengan penyangraian semakin
penurunan waktu sangrai. Penurunan waktu gelap. Sedangkan nilai a* mengalami
sangrai sebagai akibat dari pengaruh suhu peningkatan ketika sampai pada kematangan
penyangraian pada tiga tingkat kematangan light roast akan tetapi selanjutnya cenderung
sangrai kopi Libtukom cenderung mengikuti turun jika dilanjutkan pada tingkat kematangan
persamaan power, dimana x adalah suhu sangrai medium dan dark. Selain itu perlakuan
penyangraian dalam (oC), dan y adalah lama suhu penyangraian tidak berpengaruh nyata
penyangraian dalam (menit). Tingkat terhadap nilai L*, a* dan b* yang ditunjukan oleh
kematangan light roast, memenuhi persamaan berhimpitnya kurva hubungan antara suhu
penyangraian dengan masing-masing parameter
regresi y=1E+27x-11,4 atau yang berarti nilai warna untuk semua tingkat kematangan
bahwa dalam rentang suhu 165-210oC setiap sangrai.
kenaikan suhu penyangraian 1oC akan
menurunkan logaritmik waktu penyangraian
TABEL II
RATA-RATA WAKTU PENYANGRAIAN KOPI LIBTUKOM BERDASARKAN SUHU PENGAMATAN
DAN TIGA TINGKAT KEMATANGAN SANGRAI
o Waktu Sangrai (menit)
Suhu ( C)
Light Medium Dark
165 47,15 ± 3,63 192,55 ± 1,78 346,76 ± 1,59
180 23,42 ± 2,55 56,16 ± 1,80 126,26 ± 2,13
195 9,21 ± 3,40 27,40 ± 1,95 55,98 ± 1,91
210 2,96 ± 0,80 11,22 ± 2,30 21,02 ± 0,47

74 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


enzimatis terjadi karena polimerisasi antara salah
60 L* Suhu 165 satu substansi yang mengandung nitrogen
55 Suhu 180
Suhu 195 (protein, peptida, asam amino, serotonin dan
50
Suhu 210 trigonellin) dengan gula pereduksi. Somporn et
45
L*

40
al. (2011) menambahkan perubahan warna juga
35 disebabkan karena adanya kerusakan pigmen
30 akibat proses pemanasan.
25
20 C. Kadar Air
green light medium dark Histogram rata-rata kadar air tiga tingkat
Tingkat Kematangan kematangan sangrai kopi Libtukom disajikan
pada Gambar 4.

13 a* Suhu 165 3.0 Suhu 165 Suhu 180 Suhu 195 Suhu 210
Suhu 180
2.5
11 Suhu 195

Kadar Air (%)


Suhu 210 2.0
9
1.5
a*

7 1.0
5 0.5
2.59 2.51 2.54 2.46 2.21 2.15 2.02 2.09 1.85 1.87 1.80 1.73
0.0
3 Light Medium Dark
green light medium dark Tingkat Kematangan Sangrai
Tingkat Kematangan
Gambar 6. Histogram rata-rata kadar air (%) setiap
suhu penyangraian pada tiga tingkat
33 b* Suhu 165 kematangan sangrai
Suhu 180
27 Suhu 195
Suhu 210
Gambar 4 menunjukan bahwa semakin tinggi
21 tingkat kematangan sangrai pada setiap suhu
b*

penyangraian yang sama, kadar air yang


15
dihasilkan semakin menurun. Sedangkan untuk
9 setiap tingkat kematangan sangrai pada perlakuan
3 suhu yang berbeda, ternyata menghasilkan kadar
green light medium dark air yang cenderung fluktuatif, akan tetapi
Tingkat Kematangan nilainya tidak berbeda secara signifikan.
Mulato (2002) dan Somporn et al. (2011)
Gambar 3. Perubahan nilai L*a*b* biji kopikering menerangkan bahwa semakin lama waktu
(green) hingga tingkat kematangan dark penyangraian atau tingkat penyangraian maka air
roast pada setiap suhu penyangraian yang diuapkan akan semakin tinggi sehingga
kadar air akan berkisar antara 2-3%. Menurut
Menurut Nicoli et al. (1997) dan Pitia et al. Somporn et al. (2011) tingkat kematangan
(2007) perubahan nilai L*a*b* disebabkan sangrai tidak akan memberikan pengaruh yang
karena adanya reaksi maillard non enzimatis. signifikan terhadap kadar air yang dihasilkan.
Somporn et al. (2011) dan Nugroho et al. (2009) Panas mengakibatkan terjadinya penurunan
menambahkan bahwa pada awal reaksi maillard massa air dari biji kopi dikarenakan adanya panas
terbentuk pigmen warna coklat sehingga nilai a* laten. Perubahan massa air terjadi ketika
cenderung meningkat pada awal proses kandungan air pada bahan telah sampai pada
penyangraian. Akan tetapi setelah reaksi kondisi jenuh, sehingga menyebabkan air yang
pencoklatan maksimal, akan terjadi sedikit terkandung di dalam bahan berubah dari fase cair
penurunan nilai a* karena warna kecoklatan menjadi uap (Nugroho et al. 2009).
berubah menjadi lebih gelap. Menurut Buffo dan
Cardelli-Feire (2004), Reaksi maillard non
D. Kadar Kafein menambahkan, penurunan kadar kafein yang
Histogram rata-rata kadar kafein tiga tingkat terjadi pada tiga tingkat kematangan disebabkan
kematangan sangrai biji kopi Libtukom disajikan karena adanya proses sublimasi. Membentuk
pada Gambar 5. komponen lain, sehingga semakin lama
penyangraian kafein yang disublimkan akan
Sebelum Disangrai Suhu 165 Suhu 180 Suhu 195 Suhu 210
1.4 semakin tinggi. Menurut Ciptadi dan Nasution
1.2 (1985) sebagian kecil kafein akan menguap dan
Kadar Kafein (%)

1.0 terbentuk komponen lain seperti aseton, fulfural,


0.8 amonium, trimethlamine, asam formiat dan asam
0.6 asetat.
0.4
0.2 1.07 1.24 1.27 1.32 1.23 1.19 1.25 1.23 1.18 1.15 1.15 1.18 1.19 E. Mutu Organoleptik
0.0
1. Uji Skalar Warna Bubuk Kopi
Green 1 2
Light
3
Medium
4
Dark
Tingkat Kematangan Sangrai Berdasarkan Tabel 3, tiga tingkat kematangan
sangrai kopi Libtukom berpengaruh nyata
Gambar 5. Histogram kadar kafein (%) biji kopi terhadap warna bubuk kopi yang dihasilkan.
kering (green) dan setiap suhu Nilai organoleptik terhadap warna tertinggi
penyangraian pada tiga tingkat adalah tingkat kematangan sangrai dark dengan
kematangan sangrai. skor 3,9 (coklat tua kehitaman), selanjutnya
Gambar 5 menunjukan bahwa kadar kafein tingkat kematangan sangrai medium dengan skor
yang dihasilkan pada tiga tingkat kematangan 3,0 (coklat tua) dan terendah pada tingkat
sangrai cenderung mengalami peningkatan kematangan sangrai light dengan skor 2,2 (coklat
dibanding kadar kafein biji kopi kering (green). muda).
Peningkatan tersebut diduga karena hilangnya Semakin tinggi tingkat penyangraian maka
sebagian komponen kimia seperti kandungan air warna biji kopi akan mendekati warna
sehingga persentase kadar kafein akan kehitaman, hal tersebut disebabkan karena
mengalami peningkatan. Selain itu kadar kafein terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis
yang dihasilkan pada suhu penyangraian yang (Nugroho et al., 2009 dan Mulato 2003). Akan
berbeda untuk tingkat kematangan sangrai yang tetapi bubuk kopi akan mengalami sedikit
sama cenderung menghasilkan nilai yang perubahan warna lebih cerah dari warna biji kopi
fluktuatif. Sedangakan jika dibandingkan sangrai. Hal itu disebabkan karena biji kopi
berdasarkan suhu penyangraian yang sama untuk sangrai terjadi pebedaan warna antara lapisan biji
tiga tingkat kematangan sangrai yang berbeda, luar dengan lapisan biji bagian dalam sehingga
maka semakin tinggi tingkat kematangan sangrai akan memunculkan efek pencerahan (polishing)
kadar kafein yang dihasilkan cenderung pada bubuk kopi (Mulato et al., 2007). Hubungan
menurun, kecuali pada suhu penyangraian 210oC antara tingkatan kematangan sangrai dan nilai
terjadi sedikit peningkatan kadar kadar kafein skalar warna bubuk kopi Libtukom disajikan
pada kematangan dark roast yang diduga karena pada Gambar 6.
penggunaan suhu tinggi dengan waktu yang
5
singkat tidak menyebabkan kerusakan kafein. 3.9
Skalar Warna

4
Menurut Eggers dan Pietsch (2001) perubahan 3.0 Keterangan:
3 1= Kuning kecoklatan
Bubuk

kadar kafein pada tiga tingkat kematangan 2.2 2= Coklat muda


2
sangrai tidak akan memberikan pengaruh yang 3= Coklat tua
1 4= Coklat tua kehitaman
signifikan terhadap nilai kadar kafein yang 5= Hitam
0
dihasilkan. Light Medium Dark
Menurut Chan dan Emmanuel (2011) Tingkat Kematangan
peningkatan kadar kafein disebabkan karena Gambar 6. Hubungan tingkat kematangan sangrai dan
adanya pelepasan senyawa kafein didalam nilai skalar warna bubuk kopi Libtukom.
membran sel dan vakuola yang rusak karena
proses pemanasan. Sedangkan Tfouni etal.(2011)

76 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


3. Uji Hedonik Terhadap Aroma penilaian panelis kopi tingkat kematangan dark
Berdasarkan Tabel 3, tiga tingkat kematangan roast memiliki nilai penerimaan tertinggi
sangrai kopi Libtukom tidak berpengaruh nyata selanjutnya tingkat kematangan medium roast
terhadap aroma kopi seduh. Panelis menyukai dan terakhir tingkat kematangan lightroast yang
aroma kopi seduh Libtukom secara berturut-turut berturut-turut memiliki skor 3,80 (suka); 3,67
dari tingkat penyangraian dark selanjutnya light (suka) dan 3,47 (agak suka).
dan terendah medium yang memiliki skor 4,00;
3,87 dan 3,80 dengan penilaian suka. 5. Uji Banding dengan Produk Kopi Komersial
Aroma khas kopi akan terbentuk ketika proses Jumlah terkecil untuk menyatakan beda nyata
penyangraian dan muncul ketika proses terhadap uji pasangan respon berarah adalah 9
penyeduhan (Mulato, 2002 dan Baggenstoss et pada taraf 5%. Berdasarkan Tabel 4, terlihat
al., 2008). Senyawa pembentuk aroma pada kopi bahwa dari ke empat merk kopi komersial yang
berasal dari komponen volatil antara lain, diuji bandingkan hanya kopi Kapal Api yang
komponen sulphur, pyrazines, pyridines, memiliki rasa lebih baik dibandingakan dengan
pyrroles, golongan furran, golongan aldehyd dan kopi Libtukom (dark roast) pada taraf beda nyata
ketones, dan golongan Phenol (Buffo dan 5%. Hal tersebut ditunjukan oleh panelis yang
Cardelli-Freire, 2004). menyatakan kopi Kapal Api lebih baik dari
sampel kopi Libtukom dark roast sebanyak 11
4. Uji Hedonik Terhadap Penerimaan Keseluruhan orang. Kopi Libtukom (dark roast) ternyata
Berdasarkan Tabel 3, tiga tingkat kematangan memiliki citarasa yang lebih baik dibandingkan
sangrai kopi Libtukom light, medium dan dark, dengan kopi AAA dan kopi Kerinci pada taraf
tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan beda nyata 5%.
keseluruhan kopi seduh. Berdasarkan skor
Sama baik dengan sampel 0 1 4 1 Dark 3,9 3,73 4,00 3,80
Lebih baik dari sampel 11* 4 7 4 c
Keterangan: (*) Berbeda nyata pada taraf 5% untuk menyatakan Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama
beda nyata terhadap uji perbedaan respon berarah. berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DNMRT.
a)
(1) kuning kecoklatan, (2) coklat muda, (3) coklat tua,
(4) coklat tua kehitaman, (5) hitam.
TABEL III b)
(5) sangat suka, (4) suka, (3) agak suka, (2) tidak suka,
RATA-RATA NILAI UJI SKALAR DAN UJI HEDONIK (1)sangat tidak suka
PADA TIGA TINGKAT KEMATANGAN SANGRAI

Skor penilaian
Tingkat Skala
Kematang r Ras Arom Penerimaankeseluru
an warn ab ab hanb
aa
Light 2,2 a 3,13 3,87 3,47 Hasil penelitian menunjukan karakteristik warna
Medium 3,0 3,47 3,80 3,67 kopi Libtukom Light roast menghasilkan
b warnadark moderate orange,
aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan pada
kopi seduh. Kopi Libtukom pada tingkat
1. kadar air berkisar 2,51-2,59%, kadar kafein
kematangan darkroast memiliki rasa lebih
berkisar 1,23-1,32%.Medium roast
baik dari kopi AAA dan kopi Kerinci, akan
menghasilkan warna very dark desaturated
tetapi tidak lebih baik dari kopi Kapal Api.
orang,kadar air berkisar 2,02-2,21%, kadar
kafein berkisar 1,19-1,25%.Dark roast yaitu
DAFTAR PUSTAKA
warna very dark grayish red, kadar air
berkisar 1,73-1,87%, kadar kafein berkisar Baggenstoss, J., L. Poisson, R. Kaegi, R. Perren
1,15-1,19%. dan F. Escher.2008. Coffee Roasting and
2. Tiga tingkat kematangan sangraiberpengaruh Aroma Formation: Application of
nyata terhadap warna bubuk, tidak Different Time-Temperature Conditions.
berpengaruh nyata terhadap organoleptik J. Agric. Food Chem, 56: 5836–5846.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 77


Baon, J. B., R. Hulupi, S. Abdoellah, Yusianto From RGB digital Image. Food Research
S., A. Wibawa, dan Suhartono. 2012. International, 39: 1084-1091.
Prospek Budidaya Kopi Liberoid Mondello, L., F. Costa, P.Q. Tranchida, P. Dugo,
Berkelanjutan di Lahan Gambut. Hal. M.L. Presti, S. Festa, A. Fazio dan G.
345-356. Dalam: Prosiding Seminar Dugo. 2005. Reliable Characterization of
Nasional: Pengelolaan Lahan Gambut Coffee Bean Aroma Profiles By
Berkelanjutan. Balai Besar Penelitian dan Automated Headspace Solid Phase
Pengembangan Sumberdaya Lahan Microextraction - Gas Chromatography -
Pertanian, Bogor. Mass Spectrometry With The Support of
Buffo dan C. Cardelli-Feire, 2004. Coffee A Dual - Filter Mass Spectra Library. J.
flavour: An Overview. Flavour and Sep. Sci,28: 1101-1109.
Fragrance Journal,19: 99-104. Mulato, S. 2002. Perancangan dan Pengujian
Chan, S dan E. Garcia. 2011. Comparative Mesin Sangrai Biji Kopi Tipe Silinder.
Physicochemical Analyses of Regular and Pelita Perkebunan, 18(1): 31-45.
Civet Coffee. The Manila Journal of Mulato, S. 2003. Pengembangan Industri Bubuk
Science, 1: 19-23. Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai
Ciptadi, w da Nasution M. Z. 1985. Pengolahan Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Warta
kopi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Clarke, R.J. 1987. Roasting and Grinding. Indonesia, 19(2): 72-82.
Dalam: R.J. Clarke dan R. Macrae (Eds.) Mulato, S., S. Widyotomo, H.K. Purwadaria.
Coffee.Vol. 2: Technology. Elsevier 2007. Kinerja Pembubuk Mekanis Tipe
Applied Science, London. Piringan (Disk Mill)untuk Proses
Diana, E. 2014. Liberika Tungkal Komposit, Pengecilan Ukuran Biji Kopi Robusta
Kopi Khas Gambut. Buletin Alam Pascasangrai. Pelita Perkebunan,23(3):
Sumatra (Edisi juni): 48-39. 231-257.
Eggers, R. Dan Pietsch A. 2001. Technology I: Nicoli, M.C., M. Anese, L. Manzocco dan C.R.
Roasting. Dalam: R.J. Clarke dan O.G. Lerici. 1997. Antioxidant Properties of
Vitzthum (editors). Coffee: Recent Coffee Brews in Relation tothe Roasting
Developments. Blackwell Science Ltd, Degree. Lebensm.-Wiss. u.-Technol, 30:
New Jersey. 292–297.
Farah, A. 2012. Coffee: Emerging Health Effects Nugroho, J.W.K., J. Lumbanbatu dan S.
and Disease Prevention, Vol. 1. Blackwell Rahayoe. 2009. Pengaruh Suhu Dan
Publishing Ltd, New Jersey. Lama Penyangraian Terhadap Sifat Fisik
Gusfarina, D.S. 2014. Mengenal Kopi Liberika Mekanis Biji Kopi Robusta. Seminar
Tungkal Komposit (Libtukom). BPTP Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA
Jambi, Jambi. (8-9 Agustus): 17-25.
Hernandez, J.A., B. Heyd dan G. Trystram. 2008. Pittia, P., M. C. Nicoli dan G. Sacchetti. 2007.
Prediction of Brightness and Surface Area Effect of Moisture and Water Activity on
Kinetics During Coffee Roasting. J. Food Textural Properties of Raw and Roasted
Eng, 89: 156–163. Coffee Beans. Journal of Texture Studies,
HunterLab. 2014. Color Measurement of Roasted 38: 116–134.
Coffee Using HunterLab Roastmagazine. 2010. Saying Coffee: the
Spectrophotometers. Hunter Associates Naming Revolution. Roastmagazine
Laboratory, Inc. Melalui (Edisi November-desember): 37-45.
https://support.hunterlab.com/hc/en- Memlalui
us/article_attachments/201415895/Coffee http://www.roastmagazine.com/resources/
_White_Paper-final_1_14.pdf. Diakses Articles/Roast_NovDec10_SayingCoffee.
Tanggal 29 November 2014. pdf. Diakses Tanggal 25 April 2015.
Leon, K., D. Mery, F. Pedreschi, dan J. Leon.
2006. Color Measurment In L* a* b* Unit

78 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kajian Proses Pengolahan Permen Jelly Kopi Teripang Jahe
Study on Processing of Coffee Jelly Candy Teripang Ginger
Kurnia Harlina Dewi1), Helmiyetti2), Nusril3) dan Devi Silsia1) dan Wanti Palina 4)
1)
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Faperta UNIB
2)
Staf Pengajar Jurusan Biologi FMIPA UNIB
3)
Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Faperta UNIB
4)
Alumni Jurusan Teknologi Pertanian Faperta UNIB
E-mail: nia_unib@yahoo.com

Abstract --- Therefore it need samore innovative in order to get increased value added in the coffee industry
in Bengkulu. One alternative coffee processing asefforts to increase value-added industry in the province of
Bengkulu coffee with ground coffee making products, instant coffee, coffee and coffee herbal tablets. Tora ise
their value-added coffee products then diversify herbal herbal coffee products as well as more practical in
Coffee Jelly Candy Cucumber Ginger. This study aimed to obtain the ratio of gelatin and the main ingredient
in the manufacture of coffee cucumber ginger jelly sweets most appreciated by the public andg et the coating
materials (coatings) are preferred by consumers and in accordance with SNI jelly candy. This research was
conducted in the Laboratory of Industrial Technology Agricultural University of Bengkulu. The data
obtained were statistically tested using analysis of variance (ANOVA). Significantly different results further
test DMRT. For consumer acceptancetest conducted hedonicor acceptancetest. The results showed that all
types of coffee jelly candy cucumber ginger (ginger cucumber coffee jelly candy with sugar coating and coffee
cucumber ginger jelly candy coating of sugarants), seen from the chemical properties (Tertiary acidity /pH
and ash content) and physical properties has met the standards. All types of coffee jelly candy ginger teripang
apreferred by consumers. Product diversifications of coffee cucumber ginger jelly candies have been
developed to cater for businessin coffee agro – industry in the province of Bengkulu.

I. PENDAHULUAN menghilangkan sakit akibat masuk angin,


melancarkan peredaran darah, mengatasi pegal
Bengkulu adalah salah satu provinsi penghasil linu, membersihkan saluran pernapasan dan
buah kopi yang kualitas kopinya tidak kalah menambah stamina tubuh (Anneahira, 2010).
bagus dengan buah kopi dari provinsi lain. Kopi herbal tidak hanya memberikan
Banyaknya hasil kopi yang dihasilkan oleh petani kenikmatan rasa, tapi juga sangat bagus untuk
kopi hanya diolah oleh para industri-industri kesehatan, dapat menyembuhkan penyakit
kecil menjadi kopi bubuk. Oleh karena itu maka tertentu atau menjaga kesehatan tubuh. Hal itu
perlu sebuah inovasi lain agar dapat disebabkan komposisi dari kopi herbal, tidak
meningkatkan nilai tambah di industry kopi di hanya terdiri dari bubuk kopi, tapi juga
Bengkulu. MenurutD ewi dkk (2010), salah satu ditambahkan herbal-herbal/tumbuhan obat (sudah
alternatif pengolahan kopi sebagai upaya diolah) yang kaya manfaat.
peningkatan nilai tambah industri kopi di Penelitian tentang difersivikasi produk olahan
propinsi Bengkulu adalah membuat produk kopi kopi dikembangkan secara berkelanjutan. Dewi
bubuk, kopi instan, kopi tablet dan kopi herbal. dkk (2010), Mengolah kopi menjadi kopi tablet
Kopi herbal merupakan kopi yang bersal dari dimana komposisi pembuatan kopi instan tablet
kopi, kumpulan ramuan rempah-rempah dan terbaik adalah menggunakan kopi, gula,
bahan herbal yang berkhasiat untuk tubuh. krimmer, dektrin 2:10:8:3. Selanjutnya produk
Diantaranya dapat memberi rasa hangat,
ini dikembangkan dengan menambahkan bahan pektin, asam, pengental atau pengenyal, tepung
herbal berkasiat yang dapat meningkatkan gula dan air, akan tetapi penggunaan sari buah
vitalitas dan memberikan rasa hangat yakni dapat dimodifikasi menggunakan bahan lain yang
gingseng, teripang dan jahe. Menurut Rahmat, beraroma tajam.
2012 telah didapatkan perbandingan rasio bahan Berdasarkan latar belakang diatas maka
campuran (kopi : teripang : gula : krimer) yang penulis tertarik untuk memodifikasi ekstrak kopi
disukai masyarakatyaitu (2 : 1 :8 : 6). teripang jahe menjadi permen jelly. Hanya saja
Perubahan pola hidup “BACK TO NATURE” pada proses pembuatan permen jelly kopi jahe
dan penyajian yang praktis serta mudah belum diketahui rasio bahanu tama dan rasio
menggunakannya, memerlukan inovasi baru bahan pengental (gelatin) serta belum diketahui
sehingga untuk mengkomsumsi kopi herbal tidak bahan coating (pelapis) yang tepat yang disukai
perlu menyeduhnya. Maka penelitian tentang masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
kajian pembuatan permen jelly kopi herbal perlu untuk mendapatkan permen jelly kopi herbal
dilakukan. Menurut Dwi (2011), permen yang disukai masyarakat.
merupakan makanan ringan yang disukai oleh Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan
siapa saja, karena memiliki rasa yang manis rasio gelatin dan bahan utama dalam pembuatan
dilidah ketika dihisap dan dikunyah.` permen jelly kopi teripang jahe yang paling
Permen adalah sejenis gula-gula yang dibuat disukai masyarakat dan mendapatkan bahan
dengan mencairkan gula di dalam air. Perbedaan coating (pelapis) yang disukai konsumen serta
tingkat pemanasan menentukan jenis permen sesuai dengan SNI permen jelly
yang dihasilkan. Suhu panas menghasilkan
permen keras, suhu menengah menghasilkan II. BAHAN DAN METODE
permen lunak, dan suhu dingin menghasilkan
permen kenyal. Permen yang beredar di tengah Bahan dan Alat
masyarakat terdiri dari dua jenis, yaitu permen Alat yang digunakan dalam penelitian ini
keras (hard candy) dan permen lunak (soft yaitu timbangan analitik, gelas ukur, pipet tetes,
candy). Permen keras adalah permen yang labu ukur, cawan, gelas piala volume 500ml
teksturnya padat dan dimakan dengan cara dan1000ml, alat pengaduk, alat pemanas
menghisap. Permen jenis ini larut bersama air (kompor/hot plate), thermometer, alat pencetak,
liur. Permen lunak atau disebut juga permen jelly alat ekstrasi. Bahan yang digunakan dalam
ditandai dengan teksturnya yang lunak. penelitian ini adalah gelatin, kopi bubuk,
Menurut Maryani dkk (2010), permen jelly teripang, jahe, gula, krimmer, air, gula pasir dan
merupakan salah satu produk yang berbentuk gula semut secukupnya (untuk coating), minyak
padat, yang teksturnya relative lunak bila kopi aquades.
dikunyah, jernih dan elastis, terbuat dari gula
glukosa, gula jagung atau pemanis lain dengan Rancangan Penelitian
mencampurkan sari buah dan bahan berbentuk Rancangan penelitian yang digunakan adalah
gel yang diolah dengan teknik dan perlakuan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua
tertentu. Bahan yang paling berpengaruh dalam faktorial. Faktor pertama adalah rasio bahan
penbentukan tekstur permen jelly yaitu komposisi pengental yaitu gelatin (G). factor kedua jenis
gelatin dan komposisi gula. Teddy (2006), bahan pelapis permukaan (coating). Faktor
melaporkan bahwa, gelatin merupakan suatu pertama, terdiri atas tiga (3) level, yakni gelatin
jenis protein yang diekstraksi dari jaringan 10%(G1), gelatin 15%(G2) dan Gelatin
kolagen hewan. Bahan dalam pembuatan permen 20%(G3). Faktor kedua, terdiri atas dua jenis
jelly harus memenuhi syarat yaitumengandung bahan pelapis permukaan, yakni gula semut
pektin, gula, asam, pengenyal. Menurut halus(K1) dan gula pasir halus(K2). Berdasarkan
Pujimulyani (2009), pengunaan gula untuk kedua faktor tersebut diperoleh 6 kombinasi
membentuk gel yang baik 60-65%, apabila gula perlakuan dengan masing-masing perlakuan
yang dicampurkan terlalu sedikit maka permen diulang sebanyak 3 kali.
yang dihasilkan akan lunak dan apabila gula yang
Proses Pembuatan Ekstrak Kopi Teripang Jahe
dicampurkan terlalu banyak maka permen yang
dihasilkan akan kokoh dan lengket. Permen jelly (Dewi dan Rahmat, 2011)
memiliki aroma rasa dan aroma khas kembang Bahan ditimbang yakni kopi (2,5gr),
gula, biasanya dibuat dari sari buah, sukrosa, teripang (1,2 gr), gula(10gr), krimmer(7,5gr)

80 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


dan jahe bubuk (1gr) sesuai dengan rasio untuk mengetahui tanggapan masyarakat
pembuatan KoTeJa. Semua bahan dicampurkan terhadap produk yang dihasilkan, dengan cara
sampai homogen. Campuran kopi herbal membagikan kuisioner kepada mahasiswa di
dimasukan ke dalam alat pembuat ekstrak kopi lingkungan UniversitasBengkulu dan konsumen
dan tambahkan air sebanyak 150 cc. Alat yang di luar Universitas di kota Bengkulu. Panelis
telah berisi campuran bahan dan air dipanaskan yang ikut serta dalam pengujian organolaptik
hingga ekstrakkopi herbalnya keluar. Dilakukan berjumlah total 30 orang. Dalam uji organolaptik
ini, panelis diberi kuisioner tentang penilaian
penyaringan sehingga diperoleh ekstrak kopi
responden terhadap produk, dengan
herbal.
menggunakan sekala uji hedonic
Proses Pembuatan Permen Jelly Kopi Teripang Jahe ditransformasikan dalam sekala numeric dengan
(Anonim,2012) angka menaik menurun tingkat kesukaan untuk
Bahan utama (ekstrak kopi herbal) dan tambahkan warna, aroma, rasa dan tingkat kesukaan secara
gula pasir aduk hingga suhu160oC. Selanjutnya, umum produk yang diamati. Selanjutnya data
numeric yang diperoleh dianalisastatistik.
campuran didinginkan hingga suhunya diturunkan
Adapun skor pengujian organolaptik adalah
hingga71oC. Gelatin dicampurkan dan diaduk,
sangat tidak suka (1), tidak suka (2), Netral (3),
selama10 menit dengan pemanasan suhu71oC. Suka (4) dan Sangat Suka (5) (Kartika dkk,
Api dikecilkan dan di aduksampai rata. 1992).
Pencetakan dan Pelapisan (Coating)
Adonan permen jelly kopi teripang jahe yang Analisa Data
sudah berbentuk gel dituangkan ke dalam Data yang diperoleh dari penelitian diuji
cetakan. Diamkan adonan permen jelly kopi dengan statistic dengan menggunakan analisa
teripang jahe selama 15-30 menit di dalam suhu sidik ragam (ANOVA). Hasil yang diperoleh
ruang. Permen jelly yang sudah dicetak nyata dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf
didinginkan pada suhu ruang(25°C-27°C) signifikan 5% (Gomez dan Gomez, 1983).
selama 12 jam. Setelah didinginkan pada
suhu ruang, kemudian dinginkan lagi III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menggunakan lemari es (cooler) dengan
MutuKimia Permen Jelly Kopi Teripang Jahe
suhu 0±4°C selama 12 jam.
Tingkat Derajat Keasaman (pH)
Coating (pelapis) pH adalah derajat yang digunakan untuk
Permen jelly kopi teripang jahe dikeluarkan menyatakan tingkat keasaman. Berdasarkan
dari lemar ies (sudah berbentuk padat dan hasil rerata perhitungan tingkat derajat keasaman
kenyal). Lapiskan permen tersebut dengan (pH). pH permen jelly dapat dilihat pada gambar
menggunakan gula semut halus atau 1. Permen jelly kopi teripang jahe dengan
menggunakan gula pasir (pelapisan dilakukan konsentrasi gelatin 10% coating gula semut
dengan cara menggulingkan di atas gula) hingga memiliki pH tertinggi, yakni 6.26. Sedangkan
merata. Permen jelly yang sudah dilapisi gula, permen jelly kopi teripang jahe yang memiliki
dikemas dengan menggunakan plastik. Sealer plastic pH terendah adalah menggunakan konsentrasi
yang telah berisi permen jelly tersebut supaya tidak gelatin 10% coating gula pasir yakni 5,69.
ada udara yang masuk. Setalah disealer masukan
permen jelly ke dalam toples.

Parameter Pengamatan
Parameter yang diukur pada permen jelly kopi
teripang jahe berdasarkan SNI 3547.2-2008 meliputi
(pH, kadar abu dan kadar air).

Daya Tanggap Konsumen


Permen jelly kopi teripang jahe telah Gambar1. pH permen jelly kopi teripang jahe
dihasilkan dilakukan uji hedonic (organoleptik) pada masing-masing perlakuan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 81


Darihasil penelitian pH permen jelly teripang Ada perbedaan kadar abu pada permen jelly
jahe lebih tinggi yaitu5-6 dibandingkan dengan kopi teripang jahe antar perlakuan konsentrasi
permen jelly yang terbuat dari ekstrak buah- gelatin dan jenis gula yang digunakan sebagai
buahan yakni 3-4. pH permen tinggi disebabkan coating. Penambahan gelatin dan berikan
karena bahan ektraksi yang digunakan adalah Coating pada permen jelly juga dapat
permen jelly kopi teripang jahe yang rasanya menyebabkan tinggi dan rendahnya kadar abu
tidak sama sekali asam. Kopi teripang jahe yang karena masing–masing jenis gula yang
digunakan dalam pembuatan permen jelly kopi digunakan mempunyai kadar abu yang berbeda.
teripang jahe yaitu kopi teripang jahe racikan Kadar abu kopi teripang jahe yang dibuat pada
Rahmad. Menurut Rahmad (2012), pH kopi penelitian Rahmad (2012) yaitu 3,44%.
teripang jahe yang dihasilkan pada penelitiannya
yaitu 6,94. Bahan pengental (gelatin) dalam Mutu Fisik Permen Jelly Kopi Teripang Jahe
pembuatan permen jelly juga tidak memberikan Tingkat Kadar Air
rasa asam, pH gelatin yang digunakan yaitu5,5. Kadar air merupakan banyaknya air yang
Dapat diketahui bahwa pada gambar 1 pH terkandung dalam bahan yang biasanya
permen jelly kopi teripang jahe yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan
menggunakan coating gula semut lebih tinggi pangan sangat mempengaruhi kualitas daya
dibandingkan pH permen jelly kopi teripang jahe simpan dari bahan pangan tersebut. Setiap
yang menggunakan coating gula pasir. makanan tidak lepas dari perhitung kadar air
(Sudarmadji.1997). Daya simpan produk pangan
Kadar Abu sangat tergantung pada tinggi rendahnya
Sebagian besar bahan makanan, yaitu 96% kandungan air pada produk pangan tersebut.
terdiri dari bahan organik dan air. sisanya terdiri Semakin rendah kadar air produk pangan maka
dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga umur simpannya akan lebih lama, dan
dikenals ebagai zat anorganik atau kadar abu. sebaliknya semakin tinggi kadar air produk
Dalam proses pembakaran, bahan- bahan organic pangan umur simpannya relatif pendek
terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itu
(Anonim, 2010).
disebut kadar abu (Sudarmadji dkk, 2003).
Dari hasil perhitungan, permen jelly kopi
teripang jahe dengan mengunakan coating gula
pasir memliki kadar abu lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar abu permen jelly
kopi teripang jahe dengan menggunakan coating
gula semut. Kadar abu tertinggi pada pada
permen jelly kopi teripang jahe dengan gelatin
15% coating gula pasir yaitu7,03% sedangkan
kadar abu terendah permen jelly teripang jahe
gelatin10% dengan coating gula pasir yaitu
0,71%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar3. Kadar air permen jelly kopi teripang
gambar 2. jahe
Berdasarkan gambar 3 permen jelly kopi
teripang jahe dengan menggunakan coating
gula pasir memiliki nilai kadar air yang tinggi
dibandingkan permen jelly kopi teripang jahe
yang menggunakan coating gula semut. Dapat
dilihat pada gambar 3 kadar air tertinggi pada
permen jelly kopi teripang jahe dengan
konsentrasi gelatin 10% coating gula pasir yaitu
21,18%. Kadar air terendah pada permen jelly
Gambar2. Kadar abu permen jelly kopi teripang kopi teripang jahe dengan konsentrasi gelatin
jahe pada masing-masing perlakuan 15% coating gula semut yaitu16,67%.

82 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Perbedaan tinggi rendahnya kadar air pada Permen jelly pada perlakuan dengan bahan
masing- masing permen jelly kopi teripang jahe bahan coating yang berbeda tentunya membeli
yakni dikarenakan komposisi terbesar pada warna yang berbeda. Permen jelly yang
permen yaitu air, belum lagi bahan-bahan mengunakan coating gula semut cenderung tidak
pencampur lainnya juga banyak menggandung terlalu napak bahwa ada lapisan gula yang
kadar air yangcukup tinggi. menyelimuti permen tersebut karena warna
permen jelly dan warna coating gula semut
Uji Organolaptik Permen Jelly warnanya sama-sama coklat. Secara umum
Uji kesukaan (uji hedonik) merupakan warna yang disukai penelis adalah permen jelly
pengujian untuk mengetahui tenteng tanggapan kopi teripang jahe dengan menggunakan gula
secara pribadi panelis tentang kesukaan atau pasir hal ini disebabkan warna permen jelly
ketidaksukaan terhadap suatu produk yang diuji,
sangat kontras dengan warna coatingnya
yang biasa dikemukakan dalam bentuk tingkat-
tingkat kesukaan atau sekala hedonik sehingga penampakan permen jelly lebih terlihat
(Soekartono, 1985). cantik.

Warna Kopi Teripang Jahe Aroma Permen Jelly Kopi Teripang Jahe
Warna merupakan penampakan yang pertama Dalam industri bahan pangan, aroma
kali mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen merupakan salah satu faktor yang ikut
dalam memilih suatu produk sebelum atribut menentukan mutu, pengujian terhadap aroma
lainya. Selainitu, warna juga merupakan salah dapat dipakai sebagai kriteria dapat diterima atau
satu faktor penentu suatu bahan makanan tidaknya suatu produk untuk dipasarkan. Aroma
disamping cita rasa, tekstur dan nilai gizinya dapat juga dipakai sebagai indikator terjadinya
(Winarno,1993). kerusakan pada suatu produk misalnya akibat
Penampakan warna suatu produk biasanya carapen gemasan yangkurang baik atau cacat
lebih menarik perhatian dibandingkan rasanya (off- flavour) suatu produk. (Kartikadkk,1992)
karena warna paling cepat dan mudah dalam
memberikan kesan suatu produk. Warna yang
menarik biasanya lebih cepat direspon oleh
konsumen. Hasil perangkingan perataan panelis
untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada .
gambar 4.
Berdasarkan data yang disajikan pada kolom
warna gambar 4. Uji organolaptik tingkat
kesukaan terhadap warna sampel permen jelly Gambar5. Tingkat kesukaan pada aroma permen jelly
kopi teripang jahe, yang disukai adalah permen kopi teripang jahe
jelly kopi teripang jahe yang konsentrasi Rasa dan aroma yang khas pada permen jelly
gelatinnya 20% dengan coating gula pasir yaitu disebabkan oleh pencampuran antara ekstrak
dengan rerataan sebasar 4,03 dan sekor terendah kopi teripang jahe, air, gelatin, gula dan jenis
adalah permen jelly kopi teripang jahe yang
coating yang digunakan, yang menimbulkan
konsentrasi gelatinnya 10% dengan mengguna-
kan coating gula semut yaitu sebesar 3,23. perubahan fisik dan kimiawi pada permen jelly,
seperti penguapan air, terbentuknya senyawa
polatil (mudah menguap) dan karamelisasi.
Berdasarkan gambar 5 kolom aroma yang
disukai oleh panelis adalah permen jelly kopi
teripang jahe yang konsentrasi gelatinnya 10%
mengunakan coating gula pasir yaitu nilai
rerataannya 4,00 dan rerataan terendah pada
penilaian untuk aroma adalah permen jelly kopi
teripang jahe dengan konsentrasi gelatin 15%
dengan mengunakan coating gula semut dengan
Gambar4. Tingkatkesukaanpadawarna permenjelly
kopi teripang jahe nilai rerataan yaitu 3,57. Hal ini dikarenakan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 83


karena gula semut memiliki aroma yang sedikit penentuan tekstur suatu bahan adalah dengan
menyengat sehingga aroma permen jelly teripang metode preference test (Uji kesukaan) terhadap
jahe tidak terlalu tercium sedangkan gula pasir mounthfeel (tekstur di mulut). Sensasi yang
aromanya tidak terlalu menyengat sehingga didapatkan saat mengkomsumsi permen jelly
aroma pada permen jelly masih tercium. pada dasarnya adalah perpaduan tekstur dan
flavor. Dari tekstur bias dirasakan sensasi kenyal,
Rasa Permen Jelly Kopi Teripang Jahe keras, lembut, empuk, atau a lot danlengket,
Rasa merupakan campuran tanggapan dari halus atau berpasir dan lainnya (Anonim,2011).
cicip, bau dan trigeminal yang diramu oleh Hasil uji organolaptik terhadap tekstur
kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan
dan pendengaran sehingga menimbulkan sugesti panelis pada tiap-tiap perlakuan. Hasil uji
kejiwaan terhadap makanan yang menentukan organolaptik terhadap tekstur dapat dilihat pada
nilai pemuas bagi orang yang memakannya gambar 7.
(Soekartono, 1985). Rasa juga berpengaruh
terhadap alat indra pengecapan tergantung
kesukaan seseorang. Rasa suatu bahan makan
dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu senyawa
kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
komponen yang lain (Winarno, 1993).

Gambar 7. Tingkat kesukaan tekstur pada permen


jelly kopi teripang jahe

Dari hasil uji organolaptik rerataan tertinggi


tekstur yang disukai panelis yaitu permen jelly
kopi teripang herbal yang konsentrasi gelatinya
Gambar 6. Tingkat Kesukaan Pada Rasa Permen Jelly 20% dengan menggunakan coating gula semut
Kopi Teripang Jahe yaitu dengan rerataan 4,33. Sedangkan rerataan
permen jelly kopi teripang jahe terendah adalah
Berdasarkan gambar 6, hasil uji organolaptik permen jelly teripang jahe dengan konsentrasi
terhadap rasa permen jelly kopi teripang herbal gelatin10% dengan coating gula pasir dan gula
menunjukan bahwa perlakuan yang memilki rasa semut yaitu 2,90. Pada perlakuan permen jelly.
dengan tingkat kesukaan tinggi ada dua jenis pada permen jelly dengan konsentrasi gelatin20%
sampel adalah permen jelly kopi teripang jahe dengan menggunakan coating gula semut
yang konsentrsi gelatinnya 20% dengan penerimaan tekstur lebih disukai oleh panelis
mengunakan coating gula semut yaitu3,8 dan dibandingakan perlakuan lainnya karena
permen jelly kopi teripang herbal yang memiliki tekstur yang kenyal.
konsentrasi gelatinnya10% dengan Gelatin merupakan bahan yang sangat
menggunakan coating gula pasir. Permen jelly berpengaruh dalam pembuatan permen jelly kopi
kopi teripang jahe terendah yaitu permen jelly teripang jahe, konsentrasi gelatin yang tinggi
kopi teripang jahe yang konsentrasi akan meningkatkan kemampuan membentuk gel
gelatinnya15% dengan mengunakancoating gula sehingga permen jelly akan semakin kenyal
pasir yaitu 3,6. (Jones, 1977). Proses pemasakan yang lama
berpengaruh pada sejumlah air. Tekstur gel
Tekstur PermenKopi Teripang Jahe sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin yang
Salah satu parameter yang sangat berperan digunakan. Kemampuan gelatin membentuk gel
dalam menampilkan karakteristik adalah tekstur. selain tergantung pada suhu juga tergantung
Hal ini mempunyai hubungan dengan rasa pada konsentrasi dari jumlah air yang tersedia. Jika
waktu mengunyah bahan tersebut. Salah satu cara air tersedia sedikit dan konsentrasi gelatin tinggi

84 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


maka yang terbentuk agak keras dan kurang 2. Semua jenis coating pada permen jelly kopi
elastis(Anonimb,2011). teripang jahe disukai konsumen akan tetapi
jenis coating yang paling disukai konsumen
Uji Organolaptik Secara Keseluruhan dan sesuai dengan SNI adalah permen jelly
Tingkat kesukaan secara umum merupakan dengan konsentrasi gelatin 20% dengan
penelitian dari semua uji organolaptik secara menggunakan coating gula semut.
tidak langsung baik uji pengamatan warna,
aroma, maupun rasa. Bardasarkan gambar 8, uji Saran
organolaptik tingkat kesukaan secara umum 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menunjukan bahwa perlakuan yang dimiliki mengenai umur simpan permen jelly kopi
nilai dengan tingkat kesukaan tertinggi ada dua teripang jahe
sampel permen adalah permen jelly kopi 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
teripang jahe yang konsentrasi gelatinnya15% mengenai perhitungan analisa kelayakan
dengan menggunakan coating gula pasir dan ekonomi kopi teripang jahe.
permen jelly kopi teripang jahe yang konsentrasi 3. Perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap
gelatinnya 20% dengan menggunakan coating bahan pengental untuk pembuatan permen
gula semut dengan nilai rerataan yaitu 3,90. jelly dengan ektrak kopi yang herbal
lainnya.

DAFTARPUSTAKA
Anonim 2007 Decaffein standar.
www.swisswater.ca.decaf (proses green
bean). 23 september 2012
Anonim 2010.http:polisafaris.blogspot.com/
20010-kadar-air-padabahan.html,2012
Anonim. 2012. Permen Jelly.
http://ciricara.com/2012/03/21/ciricara-cara-
Gambar 8. Tingkat kesukaan secara keseluruhan pada membuat-permen-jelly/diakses padatanggal
permenjelly kopi teripang jahe 23 September 2012
Buckle.K.A,R.A.Edwards.G.HFleetandM.Watto
Nilai rerataan terendah adalah permen jelly n.,1987.FoodsciencedalamIlmuPangan.
kopi teripang jahe dengan konsentrasi gelatin Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono.
10% dengan menggunakan coating gula semut.
UIPress. Jakarta
Sehingga pengamatan tingkat kesukaan secara
umum permen jelly kopi teripang jahe dengan DewiK. Hidayat,K.
konsentrasi gelatin 20% dengan mengunakan DanMeizulZ.2010.PendekatanSystem Dalam
coating gula semut yaitu 3,23. PemilihanIndustry
HilirbUnggulanBerbasisKopiDiProvinsiBeng
IV. KESIMPULANDAN SARAN kulu.Prosiding seminardan
rapattahunan.JurusanTeknologiIndustri
Kesimpulan
Pertanian. UniversitasBengkulu
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (tidakdipublikasikan)
dan dianalisa data terhadap hasil penelitian
makadapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Dwi S. Dhalmi. 2011. Pengaruh Penambahan
1. Rasio gelatin dan bahan utama dalam Dadih Terhadap kadar Air, PH,Total Koloni
pembuatan permen jelly kopi herbal yang Bakteri Asam Laktat dan Kadar Gula
paling disukai konsumen adalah permen Permen Jeli. Fakultas perternakan.
jelly kopi teripang jahe yang konsentrasi Universitas Andalas. Sumatera Barat
gelatinnya 15% dan 20% dengan Gomez.K.A danGomez.A.A.1983.
konsentrasi bahan utama gula 60% dan Statistical,ProseduresforAgriculturalResearch
ektrak kopi teripang jahe yang telah 2nd Edition..Jhon wileydanSons, Inc.
dicampur air 150 ml. Diterjemakan olahSjamsuddin. Edan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 85
Baharsjah, J1995. Prosedur Sttatistik untuk Rahmad A. Saputra.2011.KajianBahan
penelitian. UI-Press. Jakarta PenyusunPembuatanKopiHerbalBerbasis
Herman.2003.Potensiperkebunankopi, Gingseng(Panax) danGingseng
http:els.Bappenas.go.id/upload/other/potensi TeripangHolothuria scabra. ProgramStudi
%20 hutan % 20 lindung.html.07 Teknologi Industri Pertanian Bengkulu.
September2012 Universitas Bengkulu. Bengkulu (Tidak
dipublikasikan)
Jones,N.R.1977.UsesofGelatininEdibleProducts.
In:A.G.WardandA.Courts(Ed.), SNI3547.2-2008. Kembang gula lunak. Badan
TheScienceand TechnologyofGelatin. Standarisasi Nasional.
AcademicPress, NewYork, pp. 366-392. Sudarmaji.1997. Prosedur Analisa untuk
Kartika, B, Adi D. K.,Didik P., dan Dyah Bahan Makanan dan
I.,1992. Petunjuk Evluasi Potensi Pertanian.Liberty,Yogyakarta.
HasilPertanian.UGM. Yogyakarta. Sudarmaji,Slamet,H.Bambang,Suhardi.2003.An
Maryanini, TrisurtidanrahmaIbrahim. alisa Komersial Produk Pangan.
2010.AplikasiGelatin TulangIkan Nila Merah Yogyakarta.
(Oreochromes Niloticus)TehadapMutu Teddy Kurniawan. 2006. Aplikasi Gelatin
PermenJelly.Fakutas Perternakan. Universitas Tulang Ikan Kakap Merah (Lujanus SP).
Deponegoro.Semarang InstitutePertanianBogor. Bogor
Pujimulyani. 2009.Permen Jelly Universitas Winarno.1993. Pangan, Gizi,Teknologidan
SumatraUtara. Konsumen.Jakarta.Gramedia

86 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Aplikasi Penambahan Minyak Kayu Manis (Cinnamonum burmanii)
Sebagai Bahan Pengawet Dodol Formulasi
Judul inggris
J.C.Ginting1, Lavlinesia2,Ulyarti2
1
Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, Kampus Pondok Meja
Jambi 36364
2
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Pertanan, Universitas Jambi Kampus Pondok Meja
Jambi 36364
Pos-el : johannescalvin14@gmail.com

Abstract --- The purpose of the study was to determine the shelf life of formulated dodol made by adding
cinnamon oil at concentrations favored by panelists. The study was carried out in two stages. Firts stage was
to obtain the threshold of cinnamon oil addition on formulated dodol accepted by panelists. This study used a
Randomized Complete Design (RCD) with 4 levels of cinnamon oil concentration 0.05, 0.1, 0.15 and 0.2% and
5 replications. The parameters determined was the level of fondness panelists (hedonik). On the second stage
was the determination of shelf life of formulated dodol with the addition of cinnamon oil that still favoured of
panelist at the first stage 0, 0,05 and 0,1%. The parameters determined were total mikrobial and peroxside
numberof formulated dodol during storage. The results showed that the concentration of cinnamon oil in
formulated dodol accepted by the panelists were 0.05% and 0.1%. Formulated dodol with the addition of
cinnamon oil concentrations of 0, 0,05 and 0.1% increased the shelf life of dodol to 0, 5 and 7 days
respectively with a total microbes of 4.7 x 102 cfu/g, 8.4 x 103 cfu/g, 2.9 x 103 cfu/g. However, according to the
rancidity which was measured using total peroxide, the production of rancid flavor in formulated dodol was
inhibited by the addition of cinnamon oil. The peroxide number of formulated dodol without cinnamon oil
was 8,2 meq/kg after 5 weeks, whereas formulated dodol with 0.05% and 0,1% cinnamon oil was 8,2meq/kg
and 5,8 meq/kg respectively after 8 weeks of storage.

Keywords: Cinnamon oil, formulated dodol, threshold, total microbe, total peroxide

I. PENDAHULUAN 20% (SNI 01-2986, 1992).


Kerusakan yang sering terjadi pada dodol
Soekarto (1979) mendefinisikan pangan yaitu kerusakan mikrobiologis dan kerusakan
semi basah (Intermediatemoisture food) sebagai kimiawi.
makanan dengankadar air 10-40% dan aktivitas Proses pembuatan dodol dilakukan pada
air (aw) antara 0,6-0,9. Dodol merupakan pangan suhu tinggi yang mengakibatkan oksidasi lemak
semi basah yang pembuatannya dari campuran sejak awal. Oksidasi lemak berlanjut selama
bahan dasar dengan atau tanpa penambahan penyimpanan, dengan demikian terjadilah
bahan makanan lain yang diizinkan, yang penurunan mutu dodol selama penyimpanan
hasilnya merupakan adonan berbentuk padatan akibat peristiwa ketengikan (rancidity) yang
yang cukup elastis berwarna coklat muda sampai terjadi pada makanan berkadar lemak tinggi
dengan coklat tua, dengan kandungan protein maupun rendah (Tanhindarto, 1997). Berbagai
minimal 3%, lemak minimal 7% dan kadar air bakteri, khamir dan kapang juga mempunyai
kemampuan untuk menghidrolisis dan
mengoksidasi lemak (Fardiaz, 1993) (Inna et al., 2010).
Mikroorganisme yang mengkontaminasi Minyak kayu manis juga memiliki aktivitas
produk dodol yaitu Penicullium, Cladosporium, antioksidan alami. Menurut Wang et al., (2009)
Rhizopus, Trichoderma, Fusarium, Curvularia, komponen mayor minyak atsiri yang terkandung
Helicocephalum, Mucor, Monilia, Circinella, didalam kayu manis adalah trans-sinamaldehid
Nigrospora, Paecilomyces dan Sthapylotrichum, (60,72%), eugenol (17,62%) dan kumarin
Aspergillus, Staphylococcus sp (Ningrum et al,
2010 dalam Iksan, 2014; Sudarsono, 1981). (13,39%), Ekstrak kulit batang kayu manis
(Cinnamomum burmanni
Aspergillus flavus dan Staphylococcus
aureus merupakan dua mikroorganismepatogen Ness ex Blume) dengan kandungan kadar
perusak pangan yang dapat bertahan hidup trans-sinamaldehid yang cukup tinggi (68,65%)
terhadap kondisi substrat dan menghasilkan berpotensi sebagai sumber antioksidan.
toksin (racun).Kapan Aspergillus terutama Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
menghambat terjadinya oksidasi terutama pada
Aspergillus flavus (A. flavus)
seringditemukan sebagai kontaminan pada minyak atau lemak akan tetapi dalam
komiditas kacang-kacangan dan sereal serta hasil penggunaanya antioksidan alami tidak tahan
olahannya. Kontaminan terjadi pada saat terhadap suhu tinggi.
penyiapan bahan baku, pengolahan, Berdasarkan permasalahan diatas maka
penyimpanan, dan pemasaran (Wang dan Liu, perlu diciptakannya suatu formulasi pangan semi
2007). Kapang A. flavus mempunyai kemampuan basah sebagai model yang proses pembuatannya
untuk tumbuh dan hidup dalam rentang tidak menggunakan suhu tinggi dan pengolahan
temperatur yang luas, dapat bersifat mesofilik, yang lama dengan harapan dapat memperpanjang
dan termofilik. Pertumbuhan minimum A. flavus umur simpan pangan semi basah tersebut baik
terjadi pada suhu 10-120 C, aw 0,8 dan pH 2 dari segi mikrobiologis maupun kimiawi dengan
(Makfoed, 1993). penambahan pengawet alami yaitu minyak kayu
Aspergillus menghasilkanmetabolit manis.
sekunder dalam bentuk mikotoksin. Mikotoksin Produk pangan semi basah rakitan
yang sering ditemukan antara lain aflatoksin merupakan produk pangan semi basah yang
yang dihasilkan oleh A. flavus dan A.parasiticus mudah dibuat tanpa harus dimasak dan tahan
(Didwania dan Joshi, 2013). lama saat disimpan. Salah satu contoh pangan
Staphylococcus aureus adalahsalah satu semi basah yang dibuat secara rakitan (formulasi)
mikroba patogen yang paling tahan terhadap adalah dodol formulasi yang dibuat dari tepung
lingkungan kering. Rentang pertumbuhan kedelai, dekstrin tapioka, gula merah dan minyak
aktivitas air (aw) S. aureus yaitu 0,86 akan tetapi goreng (Neoroktiana, 2000).
bakteriini dapat tumbuh pada lingkungan dengan Pembuatan dodol formulasi dari tapioka
nilai aw yang lebih rendah dibandingkan bakteri dan kedelai dimulai dengan pencampuran bahan-
patogen lain (Yasni, 2013) bahan kering terlebih dahulu, seperti tepung
Kayu manis digunakan dalam industri kedelai, dekstrin tapioka dan gula merah. Setelah
makanan, minuman, farmasi, kosmetika, dan tercampur merata baru ditambahkan minyak
rokok (Kardinan, 2005). Sebagian besar goreng dan dicampur hingga homogen,
senyawa yang terkandung dalam kulit batang kemudian ditambahkan air dan di cetak serta
kayu manis adalah minyak atsiri yang dilaporkan dikemas (Soekarto, 1979).
memiliki khasiat antibakteri (Bisset & Wichtl, Penelitian ini bertujuan untuk
2001). Minyak kayu manis dapat dijadikan mengetahui ambang batas penambahan
antimikroba karena bersifat fungisidal konsentrasi minyak kayu manis pada dodol
(pembunuh kapang), fungistatik (penghambat formulasi yang masih disukai panelis dan untuk
pertumbuhan kapang), bakteristatik (penghambat mengetahui total mikroba d a n bilangan
pertumbuhan bakteri), bakterisida (membunuh peroksida dodol formulasi dengan penambahan
bakteri) atau menghambat germinasi spora minyak kayu manis pada konsentrasi yang masih
bakteri (Ikasari, 1987 dalam Kusuma, 2008) disukai panelis selama penyimpanan.
Antimikroba alami yang terdapat pada minyak
kayu manis adalah sinamaldehid dan eugenol

88 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


II. METODOLOGI PENELITIAN Dodol formulasi dibuat menurut prosedur
Noeroktiana, (2000) dengan perbandingan
A. Bahan dan Alat dekstrin tapioka , tepung kedelai, gula merah dan
Bahan baku yang digunakan dalam minyak sayur yaitu 2:2:2:1 dengan penambahan
penelitian ini adalah minyak kayu atsiri manis air 9% yang telah dimodifikasi. Dodol formulasi
yang berasal dari penyulingan minyak kayu dibuat dari perbandingan tepung kedelai: dektrin
manis di Pasar Siulak Kecamatan Siulak tapioka: gula merah yaitu 1 : 1 : 1 dengan berat
Kabupaten Kerinci. Bahan untuk membuat dodol bahan masing-masing 40 gram dengan
formulasi yaitu dekstrin tapioka, tepung kedelai, penambahan minyak goreng sebanyak 20% dari
gula merah dan minyak goreng. Bahan untuk total berat bahan-bahan kering yaitu 24 gram dan
pembuatan media dan analisis mikrobiologi yaitu penambahan air masak sebesar 10% dari total
alkohol 70%, spirtus, media Merck KgaA bobot adonan yaitu seberat 14,4 gr air. Minyak
1.10130.0500 Potato Dextrose kayu manis dihomogenkan terlebih dahulu
Agar(PDA),OXOID CM0001B NutrientBroth dengan minyak goreng kemudian ditambahkan
(NB), OXOID CM0003B Nutrient Agar (NA) pada saat pencampuran bahan-bahan kering
dan aquadest.Bahan untuk analisa asam asetat, dengan konsentrasi minyak kayu manis sesuai
kloroform, larutan KI jenuh, 0,02 N Na2S2O3, perlakuan (0,05, 0,1, 0,15 dan 0,2%). Adonan
larutan pati 1 % dan aquadest. dodol formulasi diulen hingga kalis kemudian
Peralatan yang digunakan adalah cawan dipotong-potong dengan ukuran 1 x 1 cm lalu
petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, dikemas dengan plastik klip setelah itu dilakukan
lampu bunsen, timbangan analitik, gelas piala, uji hedonik. Dasar penggunaan konsentrasi
gelas ukur, kapas, kertas kopi, baskom plastic, minyak kayu manis diambil berdasarkan
mortal, loyang aluminium, hotplate, stirrer, pipet penelitian pendahuluan yaitu sebesar 0,1% yang
makro, pipet mikro,jarum ose, erlemeyer, disukai panelis.
incubator,autoclave, laminar air flow dan oven.
Penelitian Tahap II
B. Rancangan Percobaan Minyak kayu manis diuji terlebih dahulu
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. efektivitas antimikrobanya dengan
menggunakan metode difusi sumur. Mikroba
Tahap I bertujuan untuk mengetahui penambahan
yang digunakan yaituStaphylococcus aureus dan
konsentrasi minyak kayu manis pada dodol
Aspergillus flavus. Jika minyak kayu manis
formulasi yang masih disukai panelis. Penelitian efektifmenghambat pertumbuhanStaphylococcus
tahap I menggunakan Rancangan Acak Lengkap aureus dan Aspergillus flavus maka minyak
(RAL) dengan perlakuan konsentrasi minyak kayu manis dapatditambahkan pada dodol
kayu manis 0,05, 0,1, 0,15 dan 0,2% formulasi pada penelitian tahap kedua.
setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali,
Produk pangan yang digunakan sama
sehingga didapat 20 satuan percobaan dengan
seperti pembuatan dodol formulasi pada
parameter yang diuji yaitu uji organoleptik
penelitian tahap I dan penambahan dua
kesukaan (hedonik). Penelitian tahap II yaitu
konsentrasi minyak kayu manis yang yang
penentuan umur simpan dodol formulasi dengan
terbaik ditambahkan pada dodol formulasi.
penambahan minyak kayu manis yang masih
disukai panelis pada penelitian tahap I yaitu 0, Penelitian utama dilakukan setelah
0,05 dan 0,1% dengan parameter yang diamati mendapatkan konsentrasi minyak kayu manis
yaitu uji total mikroba dan bilangan peroksida pada ambang batas yang dapat diterima oleh
selama penyimpanan. panelis. Perlakuan yang diberikan adalah kontrol
positif (penambahan minyak kayu manis) dan
Pelaksanaan Penelitian kontrol negatif (tanpa penambahan minyak kayu
manis) kemudian di uji aktivitas airnya (aw) lalu
Penelitian Tahap I disimpan pada suhu ruang. Pengamatan
Penelitian tahap I bertujuan untuk dilakukan sampai ambang batas yang ditentukan
menentukan konsentrasi minyak kayu manis berdasarkan SNI cemaran mikroba pada dodol
yang ditambahkan pada dodol formulasi pada dan batas maksimal bilangan peroksida pada
ambang batas yang dapat diterima oleh panelis. bahan pangan dengan parameter yang diamati

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 89


yaitu total mikroba dan bilangan peroksida. Konsentrasi minyak kayu manis terbaik tersebut
yaitu 0,05 dan 0,1%. Penggunaan berbagai
Parameter penelitian konsentrasi minyak kayu manis ini (kontrol atau
Uji Daya Antimikroba Minyak Kayu Manis 0%, 0,05% dan 0,1%) dilakukan untuk
Terhadap Aspergillus flavus dan Staphylococcus mengetahui efektivitas minyak kayu manis
aureus dengan Difusi Sumuran (Modifikasi dari sebagai pengawet dodol formulasi.
Peoloengan, dkk. 2007), Uji Organoleptik
(Soekarto, 1979), Total Mikroba (Fardiaz, 1993) Penelitian Tahap II : Umur
dan Bilangan Peroksida (Sudarmadji et al, 1997 SimpanDodolFormulasi
dalam Sunoto, 2006)
Uji aktivitas antimikroba minyak kayu manis
III. HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap Staphylococcusaureus dan
Aspergillus flavus(diameter zona hambat)
Penelitian Tahap I : KonsentrasiMinyak Kayu Hasil uji aktivitas antimikrobaminyak kayu
Manis Pada DodolFormulasiYang Dapat manis terhadapStaphylococcus aureus dan
Diterima Panelis. Aspergillus flavus disajikan pada Gambar 1.
Analisis ragam dodol formulasi disajikan Gambar 1 menunjukkan kemampuan
pada Lampiran 5 dan hasil uji organoleptik minyak kayu manis untuk menekan pertumbuhan
kesukaan (hedonik) disajikan pada Tabel 1. bakteriS. aureuspada media NA dan kapang A.
flavuspada media PDA dengan terlihatnyazona
TABEL I bening disekitar minyak kayu manis pada media
NILAI RATA-RATA UJI HEDONIK (%)
agar (Peoloengan, dkk. 2007). Hasil pengamatan
setelah diinokulasikan pada hari kedua masing-
masing rata-rata diameter zona hambat bakteri S.
aureus 33,75 mm dan kapang A. flavus 28,25
mm.Rata-rata diameterzona hambat minyak kayu
manis terhadap S. aureusdanA. flavusdapatdilihat
pada Tabel 2.

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil TABEL II


yang sama pada kolom yang sama tidak RATA-RATA DIAMETER ZONA
berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji
HAMBATMINYAK KAYU MANIS TERHADAP
DNMRT. 5) Sangat suka, 4) Suka, 3) Agak
suka, 2) Tidak suka, 1) Sangat tidak suka S.AUREUS DANA. FLAVUS
Mikroba Rata-rata
Dodol formulasi dengan penambahan S. aureus 33,75 mm
penambahan minyak kayu manis berpengaruh A. flavus 28,25 mm
sangat nyata terhadap uji hedonik. Dodol
formulasi yang ditambahkan minyak kayu Menurut Ardiansyah (2005) dalam Puthera
manis dengan 0,05 dan 0,1% mendapatkan skor (2013), bila diameter zonahambat 5 mm atau
suka oleh panelis sedangkan pada penambahan kurang maka aktivitas penghambatannya
minyak kayu manis 0,15 dan 0,2% mendapatkan dikatagorikan lemah, jika zona hambatnya 5-10
skor agak suka dan tidak suka. Hal ini diduga mm dikatagorikan sedang, 10-19 mm
karena penambahan konsentrasi minyak kayu dikatagorikan kuat dan 20 mm atau lebih
manis kedalam dodol formulasi yang berlebihan dikatagorikan sangat kuat. Dari hasil uji aktivitas
akan mempengaruhi rasa dan aroma pada dodol antimikroba minyak kayu manis terhadap bakteri
formulasi sehingga agak disukai atau tidak S. aureus dan kapang A. flavus dapat disimpulkan
disukai oleh panelis. bahwaminyak kayu manis dikatagorikanmemiliki
Berdasarkan hasil penelitian utama akan daya hambat yang sangat kuat terhadap
diambil dua konsentrasi minyak kayu manis pertumbuhan bakteri S. aureus dan kapang A.
terbaik yang disukai oleh panelis kemudian flavus.
diaplikasikan pada penelitian tahap II .
90 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Menurut hasil penelitian WHO (1999) Dodol formulasi dengan penambahan
dalam Dwijayanti (2011) ; Bullerman (1974) minyak kayu manis 0, 0,05 dan 0,1% memiliki
dalam Sulistya (2012) kandungan senyawa rata-rata kadar air 15,12% dan rata-rata aktivitas
minyak atsiri kulit batang kayu manis dapat air (aw) 0,8.
menghambat pertumbuhan beberapa mikroba
tertentu termasukStaphylococcus aureus dan Total Mikroba Dodol FormulasiDengan
Aspergillus flavus. Menurut Senhaji (2007) Penambahan Minyak KayuManis (%)
dalam Nisa (2014) kandungan utama minyak Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata
kayu manis yang berperan sebagai antimikroba total mikroba dodol formulasi dengan
adalah sinamaldehid dan eugenol. penambahan minyak kayu manis 0, 0,05 dan
Mekanisme penghambatan pertumbuhan 0,1% selama penyimpanan dapat dilihat pada
mikroba oleh minyak kayu manis melibatkan Tabel. 4
beberapa cara. Salah satunya yaitu merusak Tabel 4 menunjukkan bahwa pada hari
dinding sel mikroba dimana minyak kayu manis pengamatan (0, 5, 7, 9, 11 dan 13)
bersifat sebagai hidrofobisitas yang dapat
mempengaruhi lapisan dinding sel mikroba TABEL IV
sehingga menjadikannya lebih permeabel dan NILAI RATA-RATA TOTAL MIKROBA (LOG CFU/G)
dapat menyebabkan kebocoran isi sel (Inna et al., DODOL FORMULASI DENGAN PENAMBAHAN
2010). MINYAK KAYU MANIS (%) SELAMA
PENYIMPANAN

Jumlah rata-rata total mikroba menurun


Gambar 1. Aktivitas antimikroba minyak kayu
dengan meningkatnya penambahan konsentrasi
manis terhadap Staphylococcus aureus (A)
minyak kayu manis pada dodol formulasi.
danAspergillus flavus (B) pada hari ke-2 Menurut Standard Nasional Indonesia (2009),
syarat maksimal total mikroba pada dodol adalah
Kadar air dan Aktivitas air (aw) Dodol Formulasi 1 x 104 cfu/g. Penambahan konsentrasi minyak
Dengan Penambahan Minyak Kayu Manis (%) kayu manis 0% pada penelitian ini hanya
Nilai rata-rata kadar air dan aw dodol memenuhi syarat maksimal total mikroba pada
formulasi dengan penambahan minyak kayu hari ke-0 penyimpanan dengan rata-rata total
manis (%) dilihat pada Tabel 3. mikroba 4,7 x 102 cfu/g sedangkan pada
penambahan konsentrasi minyak kayu manis
TABEL III 0,05 dan 0,1% hanya memenuhi syarat maksimal
NILAI RATA-RATA KADAR AIR (%) DAN AKTIVITAS total mikroba 5 dan 7 hari penyimpanan dengan
AIR (AW) PADA DODOL FORMULASI DENGAN
PENAMBAHAN MINYAK KAYU MANIS (%) rata-rata total mikroba 8,4 x 103 cfu/g dan 2,9 x
103 cfu/g.
Total mikroba pada dodol formulasi yang
ditambahkan minyak kayu manis 0,05 dan 0,1%
selama penyimpanan lebih kecil dibandingkan
dengan penambahan minyak kayu manis 0%.
Menurut Bisset & Wichtl (2001) dalam
Dwijayanti (2011) minyak atsiridari kulit batang
kayu manis bersifat sebagai antimikroba dan
fungisidal karena adanya kandungan dari
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 91
senyawa sinamaldehid. Menurut Yasni, penambahan konsentrasi minyak kayu manis
(2013)senyawa antimikroba adalah senyawa 0,05 dan 0,1% hanya memenuhi syarat maksimal
biologis atau kimia yang dapat menghambat bilangan peroksida pada minggu ke 8
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Dalam penyimpanan dengan rata-rata bilangan
hubungannya dengan bahan makanan, senyawa peroksida berturut-turut 8,2 meq/kg dan 5,8
antimikroba bisa digunakan sebagai senyawa meq/kg
aditif makanan untuk mencegah pertumbuhan
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin
mikroba pembusuk atau perusak.
tinggi konsentrasi minyak kayu manis yang
Penghambatan aktivitas mikroba oleh
senyawa cinnamaldehyde pada minyak kayu ditambahkan pada dodol formulasi maka semakin
manis dapat disebabkan oleh beberapa faktor: (1) kecil pula bilangan peroksida yang dihasilkkan.
gangguan pada senyawa penyusun dinding sel; Hal ini diduga karena minyak kayumanis
(2) peningkatan permeabilitas membran sel yang mengandung senyawa yang berperan sebagai
menyebababkan kehilangan senyawa penyusun antioksidan seperti eugenol. Menurut Jadhavet
sel; (3) menginaktifasi enzim metabolik; dan al., (1996)dalam Ratri (2010),
penambahanantioksidan kedalam bahan makanan
(4) destruksi atau kerusakan fungsi material
genetik (Brannen dan Davidson, 1993 dalam yang mengandung lipida dapat meminimalkan
Yasni, 2013), terjadinya proses tersebut karena ketengikan, mencegah pembentukan produk
pelekatan senyawa antimikroba pada permukaan oksidasi yang bersifat tengik, dan
sel mikroba atau senyawa tersebut berdifusi mempertahankan kualitas nutrisi. Dari hasil
kedalam sel. penelitian Delimatha (2002) ; Guzman dan
Siemonsma (1999) dalam Azima (2004).
Bilangan Peroksida Dodol Formulasi Dengan
Penambahan Minyak Kayu Manis (%)
Kerusakan pada dodol adalah aroma dan
rasa yang tengik. Minyak bersifat mudah tengik
akibat oleh reaksi hidrolisis atau oksidasi dan
kerusakan disebabkan oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme yang merusak bahan pangan
berminyak biasanya termasuk tipe Gambar 3. Pengaruh penambahan minyak kayu manis (%)
mikroorganisme non patogen. Umumnya terhadap bilangan peroksida dodol formulasi selama
mikroorganisme merusak minyak/lemak dengan penyimpanan
menghasilkan cita rasa tidak enak (tengik). Oleh
karena itu perlu dilakukan uji angka bilangan Kayu manis (cinnamonum) banyak
peroksida. Pengujian bilangan peroksida dodol mengandung senyawa tanin, flavonoid, eugenol
formuasi dilakukan dari minggu ke 4 sampai dan lain-lain yang diduga dapat berperan sebagai
minggu ke 8 penyimpanan. Tujuan dari antioksidan. Minyak Cinnamon (Cinnamonum
pengujian ini yaitu hanya untuk mengetahui burmannii) mengandung komponen
aktivitas antioksidan minyak kayu manis dalam cinnamaldehyde 9(hydroxylamine hydrochloride
menghambatpeningkatan bilangan peroksida method) sebanyak 51,8-56,0% dan eugenol
dodol formulasi selama penyimpanan. Nilai rata- sebanyak 14,0-18,0% (Guenther 1987 dalam
rata bilangan peroksida pada dodol formulasi Fitriyeni 2011).
dapat dilihat pada Gambar 2. Bunga cengkeh (Syzygiumaromaticum)
Menurut Standard Nasional Indonesia mengandung minyak atsiri,dan juga senyawa
(2013) dalam Putri (2015) batas bilangan kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat,
peroksida minyak goreng bekas adalah 10 asam galotanat, fenilin, karyofilin, resin dan
meq/kg. Pada penelitian ini penambahan gom. Minyak esensial dari cengkehmempunyai
konsentrasi minyak kayu manis 0% hanya fungsi anestetik dan antimikrobial. Dari hasil
penelitian Laitupa, (2010) penambahan minyak
memenuhi syarat maksimal bilangan peroksida
cengkeh 5% dapat mencengah ketengikan pada
pada minggu ke 6 penyimpanan dengan rata-rata
minyak kelapa.
bilangan peroksida 8,2 meq/kg sedangkan pada

92 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


IV. KESIMPULAN Baydar H, O Sagdic, G Ozcan dan T, Karadogan.
2004. Antibacterial Activity and Composition
1. Dodol formulasi yang disukai panelis adalah of Essential Oils From Origanum, Thymbra
dodol formulasi dengan penambahan minyak and Satureja Species With Commercial
kayu manis 0,05 dan 0,1%. Penambahan Importance In Turkay. Food Control, 15: 169-
minyak kayu manis lebih dari 0,1% tidak 172.
disukai oleh panelis. Dwijayanti, K, S. 2011. Daya Antibakteri
2. Dodol formulasi dengan penambahan minyak Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis
kayu manis 0, 0,05 dan 0,1% memiliki daya (Cinnanmomum burmanii BL) Terhadap
simpan berturut-turut Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi.
0, 5 dan 7 hari dengan total mikroba 4,7 x 102 Skripsi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
cfu/g, 8,4 x 103 cfu/g, 2,9 x 103 cfu/g. Dharma Yogyakarta.
3. Dodol formulasi dengan penambahan minyak Fardianz, S. 1993. Analisis MikrobiologiPangan
kayu manis 0, 0,05 dan 0,1% hanya Raja Grafindo Persida.Jakarta.
memenuhi syarat maksimal bilangan
peroksida berturut-turut 8,2 meq/kg , 8,2 Fitriyeni, I. 2011. Kajian PengembanganIndustri
meq/kg dan 5,8 meq/kg pada 6, 8 dan 8 Pengolahan Kulit KayuManis Di Sumatra
minggu penyimpanan Barat. Tesis.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iksan, K. 2014. Efektivitas Bubuk KayuManis
DAFTAR PUSTAKA (Cinnanmomum burmanii) Sebagai Pengawet
Bahan Pengawet Dodol Formulasi. Skripsi
Azima, F. 2004. Aktivitas Antioksidan dan Anti-
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Agregasi Platelet Ekstrak Cassia Vera
Jambi.
(Cinnamonum burmanni Nees ex Blume)
Serta Potensinya Dalam Pencegahan
Aterosklerosis Pada Kelinci. Tesis, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertaiann Bogor. Bogor

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 93


94 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Teknologi Pengolahan Pangan
Kajian Waktu Fermentasi dan Warna Kulit Buah Kopi terhadap Karakteristik
Fisik Biji Kopi Hasil Fermentasi pada Buah Kopi Jenis Robusta
(Studi Kasus di Desa Bandung Jaya Kabupaten Kepahiang)
Yessy Rosalina1), Laili Susanti1) dan Benediktus Yudho Damanik2)
1)
Dosen Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Bengkulu
E-mail : yessyrosalina@unib.ac.id
1)
Dosen Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Bengkulu
E-mail : susanti.laili@ymail.com
2)
Alumni Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Bengkulu
E-mail : benedikutodamanik86@gmail.com

Abstract --- This study aim to get the effect of differences in skin color coffee fruit and fermentation time on
the fermentation process robusta coffee berries based on semi washed process. The experiment was arranged
in a completely randomized design factorial with three replications. The treatments were the color of coffee
beans (yellow and red) and fermentation time (12 hours, 22 hours and 32 hours). Data were analyzed by
Anova and a further test DMRT at 5%. The results showed that the interactions significantly affects the level
of sap and a specific gravity of green coffee beans.

Key words : fermentation, the color pf coffee bean, time of fermentation

I. PENDAHULUAN Jaya menyebabkan proses pengolahan secara


kering relatif sulit dilakukan.
Tanaman kopi merupakan salah satu Oleh karena itu pengolahan buah kopi yang
komoditas unggulan di Propinsi Bengkulu. dilakukan umumnya pengolahan secara basah
Berdasarkan data statistik produksi kopi Robusta dan semi basah.Pengolahan kopi secara basah
di Propinsi Bengkulu tahun 2014 mencapai menghasilkan biji kopi dengan kualitas dan harga
54.779,90 ton. Salah satu kabupaten penghasil jual yang lebih baik (Prayuginingsih, dkk, 2012).
kopi utama di Propinsi Bengkulu adalah Pengolahan kopi secara semi basah atau
Kabupaten Kepahiang. Produksi kopi Robusta fermentasi kering akan menghasilkan kopi
tahun 2014 di Kabupaten Kepahiang mencapai dengan mutu yang lebih baik dari dari
18.330 ton (Anonima, 2015).Desa yang pengolahan secara basah (Anonimb,
menghasilkan kopi Robusta dataran tinggi di 2012).Menurut Clarke dan Macrae (1985) proses
Kabupaten Kepahiang adalah Desa Bandung pengolahan kopi secara basah dan semi basah
Jaya, Kecamatan Kabawetan, yang berada pada diawali dengan penggunaan bahan baku yang
ketinggian ±1083 mdpl. Tanaman kopi jenis baik. Buah yang akan difermentasi haruslah
robusta tumbuh baik pada dataran rendah sampai benar-benar buah matang.Salain bahan baku,
ketinggian sekitar 1000 mdpl dengan suhu ± waktu fermentasi merupakan faktor penentu
20°C. Curah hujan yang tinggi di Desa Bandung mutu kopi (Barlaman, dkk, 2013). Hasil
penelitian Widyotomo dan Yusianto (2013) menggunakan mesin pulper. Selanjutnya
waktu fermentasi kopi Arabika yang dilakukan fermentasi kering atau pegolahan
menghasilkan cita rasa seduhan terbaik adalah 12 secara semi basah dengan menggunakan wadah
jam pada suhu 25°C. Fermentasi kopi Robusta berupa karung goni.
mempunyai waktu yang lebih lama dibandingkan Rancangan penelitian menggunakan
dengan kopi Arabika (Murthy dan Madhava, Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial
2011). Menurut Novita, dkk (2010) kombinasi dengan faktor perlakuan : warna kulit buah
waktu fermentasi dan pemisahan tingkat (Kuning dan Merah) serta waktu fermentasi (12
kematangan buah kopi pada konsep pengolahan jam, 22 jam dan 32 jam). Masing-masing
semi basah dapat mempersingkat waktu perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Variabel
pengolahan dan mempertahankan mutu kopi. pengamatan meliputi :kadar lendir (Widyotomo
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dan Yusianto, 2013), masaa jenis (gram/volume),
untuk mengetahui perbedaan waktu fermentasi pH cairan fermentasi, suhu fermentasi dan berat
pada buah kopi yang berbeda warna kulit. 10 biji kopi beras. Data dianalisa menggunakan
Sehingga dihasilkan metode fermentasi yang ANOVA dan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %.
lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah
menentukan pengaruh waktu fermentasi dan TABEL I
warna kulit buah terhadap mutu fisik biji kopi KOMBINASI PERLAKUAN
Robusta pada pengolahan semi basah di Desa
Waktu Fermentasi (W)
Bandung Jaya Kecamatan Kabawetan Kabupaten Warna kulit
12 jam 22 jam 32 jam
Kepahiang. buah
(W1) (W2) (W3)
II. METODE PENELITIAN Kuning (K) KW1 KW2 KW3
Merah (M) MW1 MW2 MW3
Penelitian dilakukan pada Bulan Mei 2016di
Desa Bandung Jaya Kecamatan Kabawetan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
A. Bahan dan Peralatan
diketahui bahwa warna kulit buah kopi dan
Alat yang digunakan pada penelitian ini
waktu fermentasi berpengaruh nyata terhadap
adalah karung goni, pH meter, RH analog, gelas
kadar lendir dan massa jenis biji kopi beras yang
ukur, thermometer, neraca analitik, dan mesin
dihasilkan (Tabel 2).
pulper.Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah karung goni, pH meter, RH analog, gelas A. Suhu dan pH Fermentasi
ukur, thermometer, neraca analitik, dan mesin Suhu fermentasi dalam wadah fermentasi
pulper. Bahan yang digunakan pada penelitian ini berada pada kisaran 26-29,8 °C.Gambar 1
adalah buah kopi Robusta hasil petik selektif menunjukan hasil pengamatan terhadap
petani di Desa Bandung Jaya Kecamatan perubahan suhu dan pH dalam wadah selama
Kabawetan Kabupaten Kepahiang. Buah hasil proses fermentasi berlangsung. Hasil analisa
panen petik selektif ini kemudian dipisahkan ANOVA menunjukan kedua variabel
secara manual berdasarkan warna kulit dengan pengamatan tersebut tidak berbeda nyata.
kelompok sebagai berikut: 1) Kelompok Kuning: Menurut (Widyotomo dan Yusianto, 2013) suhu
kulit buah berwarna 75% kuning dan 25 % merah fermentasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
(mendekati warna jingga), dan 2) Kelompok Selama penelitian berlangsung suhu tempat
Merah: kulit buah berwarna 95 % merah dan 5 % penelitian berada pada kisaran 18-25 °C.
kuning (merah) Hasil peneltian menunjukan bahwa pH pada
cairan fermentasi berada pada kisaran 4-7.
B. Prosedur Penelitian Menurut Sulistyowati dan Sumartono (2002)
Buah kopi yang dikelompokkan berdasarkan fermentasi yang semakin lama akan berdampak
warna kulit. Selanjutnya dilakukan pengolahan pada peningkatan tingkat keasaman kopi yang
secara semi basah.Proses pengolahan buah kopi dihasilkan. Pemecahan getah akan berlangsung
diawali dengan pengupasan kulit buah dengan cukup cepat pada pH mendekati netral yaitu 5,5-

98 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL II
ANALISA DMRT TERHADAP VARIABEL PENGAMATAN
Rata-rata Suhu Fermentasi Rata-rata pH Rata-rata Kadar Rata-rata Berat 10 biji Rata-rata Massa Jenis
Perlakuan
(°C) Fermentasi Lendir (%) kopi beras (%) (gram/ml)
KW1 26 a 4,0a 1a 3.087a 0.088a
KW2 26.6a 4.7a 17.02e 2.92a 0.092a
KW3 25a 4.7a 10.65d 3.41a 0.097b
MW1 27a 4.3a 4.25b 3.057a 0.096b
MW2 29.8a 4.0a 4.257b 3.08a 0.1b
MW3 27a 5.0a 8.53c 3.367a 0.089a

27 Hasil ini menunjukan bahwa waktu fermentasi


Suhu FErmentasi

26.5 pada buah kuning dan buah merah tidaklah tepat


26
25.5 sama.
(°C)

25
24.5 20

Kadar Lendir (%)


24
Waktu Fermentasi
0
12 jam 22 jam 32 jam
Kuning Merah
Waktu Fermentasi
6
Kuning Merah
4
Gambar 2. Kadar Lendir Selama Fermentasi
pH

2
C. Berat 10 Biji Kopi Beras dan Massa Jenis Biji
0 Kopi Beras
12 jam 22 jam 32 jam
Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi
Waktu
Kuning Fermentasi
Merah peningkatan terhadap berat 10 biji kopi beras
yang dihasilkan pada waktu fermentasi 32 jam
Gambar 1. Suhu dan pH Fermentasi (Gambar 3). Analisa ANOVA menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan.
6. Sedangkan pada pH 4-5 pemecahan getah akan Hasil analisa ANOVA terhadap berat jenis biji
berlangsung 3x lebih cepat. Oleh karena itu kopi beras yang dihasilkan yang berbeda nyata
proses fermentasi pada buah kulit kuning lebih pada semua perlakuan. Massa jenis merupakan
cepat dibandingkan dengan buah berkulit merah. perbandingan antara massa benda dengan
volumenya. Menurut Fuferti, dkk (2013)
B. Kadar Lendir (%) perbedaan pengolahan jenis kopi akan
Menurut Siswoputranto (1992) proses menyebabkan perbedaan pada massa jenis biji
fermentasi bertujuan untuk menghilangkan kopi beras yang dihasilkan. Perubahan berat jenis
lapisan lendir pada biji, yang dapat menjadi kopi beras yang dihasilkan dikarenakan
tempat berkembangbiak microorganisme yang perubahan yang terjadi pada senyawa aktif
akan mempengaruhi pada cita rasa kopi yang selama proses fermentasi dan pengeringan.
dihasilkan.Lendir hasil fermentasi diidentifikasi
dengan rasa licin pada permukaan biji kopi
terfermentasi. Lapisan lendir dapat dihilangkan
melalui proses pencucian (Najiyati dan Danarti,
1997). Semakin tinggi kadar lendir menunjukan
semakin besar lendir yang terbuang selama
proses fermentasi. Hasil peneltian menunjukan
persentase kadar lendir berbeda nyata pada
semua perlakuan. Persentase kadar lendir
tertinggi terjadi pada perlakuan buah kuning
dengan waktu fermentasi 22 jam (Gambar 2).

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 99


3.5
3.4
3.3
Berat 10 biji (gr)

3.2 Barlaman, M. Balya F., Sony Suwasono dan


3.1 Djumiarti. 2013. Karakteristik Fisik dan
3 Organoleptik Biji Kopi Arabika Hasil
2.9 Pengolahan Semi Basah dengan Variasi Jenis
2.8
Wadah dan Lama Fermentasi (Studi Kasus di
2.7
2.6
Desa Pedati dan Sukosawah Kab.
12 jam 22 jam 32 jam Bondowoso). Agrointek.
Waktu Fermentasi Clarke, RJ, dan R, Macrae. 1985. Coffee Volume
Kuning Merah 1: Chemistry. Elsevier Apllied Science
Publisher, London.
0.105 Fuferti, Megah Aysah, Z. Syakhbaniah dan
Massa Jenis (gr/ml)

0.1
Ratnawulun. 2013. Perbandingan
0.095
0.09
Karakteristik Fisis Kopi Luwak (Civet coffee)
0.085 dan Kopi Biasa Jenis Arabika. Pillar of
0.08 Physics. Vol. 2 (oktober). Hal : 68-75.
12 jam 22 jam 32 jam Murthy, Pushp S., dan M. Madhava Naidu. 2011.
Waktu Fermentasi Improement of Robusta Coffee Fermentation
with Microbial Enzymes. European Journal of
Kuning Merah Applied Science, Volume 3 (4). Hal. : 130-
139.
Gambar 3. Berat 10 biji dan Massa Jenis Biji Najiyati dan Danarti. 1997. Budidaya Kopi dan
Beras Pengolahan Pasca PAnen. Penebar Swadaya,
Jakarta.
IV. KESIMPULAN Novita, Elida, Rizal Syarief, Erliza Noor dan Sri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mulato. 2010. Peningkatan Mutu Biji Kopi
Rakyat dengan Pengolahan Semi Basah
interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap
Berbasis Produksi Bersih. Agrotek, Volume 4
kadar lendir dan berat jenis biji kopi beras yang 91). Hal. : 76-90.
dihasilkan. Secara umum warna kulit buah
Prayuginingsih, Henik, Teguh Hari Santoso,
berpengaruh pada proses fermentasi. Buah kopi Muhammad Hazani dan Nanang saiful. 2012.
kuning menunjukkan massa jenis lebih berat, Peningkatan Daya Saing Kopi Rakyat di
kadar lendir lebih banyak pada proses fermentasi Kabupaten Jember. JSEP, Volume 6 (3). Hal.
22 jam. Buah kopi merah mempunyai kadar : 26-40.
lendir dan berat jenis yang lebih tinggi pada Siswoputranto, PS. 1992. Kopi Internasional
fermentasi 32 jam. Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.
Sulistyowati dan Sumatono. 2002. Metode Cita
DAFTAR PUSTAKA Rasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa
Kopi 19-21 februari. Pusat Penelitian Kopi
Anonima. 2015. Bengkulu dalam Angka. Badan dan Kakao Indonesia, Jember.
Pusat Statistik Propinsi Bengkulu, Bengkulu.
Widyotomo, S., dan Yusianto. 2013. Optimasi
Anonimb. 2012. Peraturan Menteri Pertanian No Proses Fermentasi Biji Kopi Arabika dalam
52/Permentan/OT.140/0/2012. Fermentor Terkendali. Pelita Perkebunan,
Volume 29 (1). Hal. : 53-68.

100 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Ekstraksi Saponin Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) Menggunakan
Metode Sokletasi dengan Variasi Jumlah Sirkulasi
Saponin Extraction from Bintaro Seeds (Cerbera odollam Gaertn.) Using Soxhletation
Method with Various Circulation Number

Nur Lailatul Rahmah1*, Azis Saputra1, dan Susinggih Wijana1


1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145, Indonesia
*Email: cahya_leyla@yahoo.com

Abstract— Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) is a potential plant which can be developed in Indonesia.
Productivities of bintaro fruit up to 80 ton/hectare/year, but it has less utilization. Bintaro seed are highly
toxic and lethal because it is contain cerberin from saponin steroid group. In addition, it is contain alkaloid
that causing repellent and antifeedant in pest. This research showed the effect of soxhlet circulation against
yield and saponin content in bintaro seed extract. The extraction method is soxhletation using methanol pro
analysis. This study use a randomized complete block design with one factor, i.e number of circulation using
sixth levels, 7th, 8th, 9th, 10th, 11th and 12th soxhlet circulation. Each treatment was repeated three times.The
result showed an effect between soxhlet circulation against yield and saponin content in bintaro seed extract.
The best treatment in this research was on the 9th soxhlet circulation with 67.31% (w/w) yield and 3.78% (w/w)
saponin content.

Keywords— Bintaro seeds, cerberin, saponin, soxhlet, gravimetric

I. PENDAHULUAN steroid (Oesman et al., 2010), yang berfungsi


sebagai penghambat system syaraf (Warta, 2011;
Tanaman bintaro (Cerbera odollam Gaertn.)
Kartimi, 2015; dan Utami, 2010), mengganggu
termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari
fungsi saluran kalsium, sehingga menyebabkan
daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan
kematian pada serangga (Tomlinson, 1986).
kepulauan sebelah barat samudera pasifik (Utami,
Selain cerberin, biji bintaro juga mengandung
2010). Menurut Asmani (2011), tanaman ini dapat
senyawa toksik seperti alkaloid, steroid, dan
mencapai 400 pohon per hektar dengan hasil 80
triterpenoid (Warta, 2011). Pengambilan senyawa
ton buah/hektar/tahun. Tanaman ini memiliki biji
pada biji bintaro ini dapat menggunakan metode
sebesar 6-8% dari berat buah. Selain itu tanaman
ekstraksi, salah satunya menggunakan metode
ini juga tidak bergantung pada musim, tetapi
sokletasi.
kurang dimanfaatkan. Cambie dan Brewis (2005)
Kelebihan metode ini adalah proses ekstraksi
melaporkan bahwa tanaman ini memiliki biji yang
dan penyaringan jadi satu set, dapat menghasilkan
mengandung senyawa glikosida jantung seperti
rendemen dan mutu ekstrak terbaik (Mokoginta et
cerberin. Cerberin merupakan senyawa saponin
al., 2013 Istiomah, 2013; dan Solana et al., 2014).
Proses identifikasi kadar/bobot saponin Pengujian Kadar Saponin (Mien et al., 2015)
menggunakan metode gravimetri. Metode Ekstrak biji bintaro direfluks dengan 25 ml
gravimetri merupakan metode penimbangan bobot petroleum eter pada suhu 30 oC selama 30 menit.
senyawa dalam bentuk semurni mungkin (Bassett, Campuran petroleum eter dibuang, residunya
1991). Menurut Pramono (2004) dan Mien et al. dicampurkan dengan 25 ml etil asetat. Campuran
(2015), dalam metode gravimetri dilakukan proses etil asetat dibuang dan residunya dicampurkan
pemurnian terlebih dahulu sebelum proses dengan n-butanol. Campuran butanolik
penimbangan bobot senyawa. dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada suhu 40 oC dan 70 rpm. Residu pada labu
pengaruh sirkulasi sokletasi terhadap rendemen ekstrak evaporator dilarutkan dengan 5 ml
dan kadar saponin ekstrak biji bintaro. Penelitian metanol 90%. Campuran tersebut kemudian di
ini diharapkan dapat dikembangkan dalam skala saring dengan kertas saring yang telah diketahui
industri untuk dijadikan produk insektisida nabati bobotnya dan kemudian ditambahkan 25 ml dietil
yang ramah lingkungan. eter. Residu pada kertas saring dioven hingga
bobot tetap. Kadar saponin dapat dihitung
II. METODE PENELITIAN menggunakan rumus:
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Teknologi Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Keterangan:
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian X1: bobot kertas saring (g)
Universitas Brawijaya Malang pada bulan April – X2: bobot saponin + kertas saring (g)
A: bobot ekstrak biji bintaro (g)
Mei 2016.
Uji Kualitatif Alkaloid (Marliana et al., 2005)
A. Bahan dan Peralatan
Sebanyak 3 ml ekstrak ditambahkan 5 ml HCl
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
2M dan didinginkan hingga suhu ruang.
meliputi alat sokletasi, alat refluks, oven, neraca
Campuran ditambahkan 0,5 g NaCl, kemudian
analitik, glassware dan rotary vacuum evaporator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah diaduk dan disaring. Filtrat ditambahkan 3 tetes
biji bintaro methanol p.a., petroleum eter, n- HCl 2M dan dipisahkan menjadi 4 filtrat (A, B, C,
butanol, etil asetat, dan kertas saring. dan D). Filtrat A sebagai blangko, filtrat B
ditambah pereaksi Meyer, filtrat C ditambahkan
B. Prosedur Penelitian pereaksi Wagner, dan filtrat D dilakukan uji
Rancangan Penelitian penegasan. Uji penegasan dilaukan dengan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak menambahkan amonia 25% hingga pH sampel 8-9.
kelompok dengan satu factor yaitu jumlah Kemudian ditambahkan HCl 2M sambil diaduk.
sirkulasi sokletasi yang terbagi dalam enam level, Campuran disaring dan filtratnya dibagi menjadi 3
yaitu 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 kali. Masing-masing bagian (A, B, dan C). Filtrat A sebagai blangko,
perlakuan tersebut diulang sebanyak tiga kali filtrat B ditambahkan pereaksi Meyer, dan filtrate
sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. C ditambahkan pereaksi Dragendorf.

Ekstraksi Bahan Uji Kualitatif Saponin (Marliana et al., 2005)


Biji bintaro dipisahkan dengan daging buah Sebanyak 2 ml sampel dimasukkan ke dalam
dan dikeringkan dengan oven pada suhu 55oC tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml aquades,
selama 48 jam. Biji kering dihancurkan hingga kemudian dikocok selama 30 detik. Apabila
ukuran 20 mesh. Simplisia biji bintaro diekstraksi terdapat busa yang tetap selama 30 detik
menggunakan metode sokletasi dengan pelarut mengindikasikan positif saponin. Sampel yang
metanol p.a. 1:15 (w/v) pada suhu 80oC pada telah berbusa ditetesi 1 tetes HCl 2M, apabila
sirkulasi sokletasi 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 kali. busa tidak hilang, maa sampel memiliki saponin
Campuran pelarut dan ekstrak hasil sokletasi, yang sangat kuat.
dievaporasi menggunakan Rotary vacuum Analisa Data
evaporator dengan suhu 50 oC dan rotasi 70 rpm. Hasil penelitian (rendemen dan kadar saponin)
Ekstrak biji bintaro dilakukan perhitungan dianalisis keragaman ANOVA (Analysis of
rendemen dan kadar saponin.

102 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Varians) dengan taraf signifikansi (α) 0,05 untuk seluruhnya pada sirkulasi ke-9, sehingga pada
mengetahui ada tidaknya pengaruh antara sirkulasi ke-10 hingga sirkulasi ke-12 hasil
sirkulasi sokletasi dengan rendemen dan kadar rendemennya sama. Hal ini juga dikemukakan
saponin. Apabila terdapat pengaruh yang oleh Sengupta dan Yizhak (2002), bahwa dalam
signifikan, dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT proses ekstraksi dengan pelarut adalah
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf mencampurkan bahan dengan pelarut hingga
signifikansi (α) 0,05. Hal ini dilakukan untuk mencapai titik kesetimbangan/hasil rendemen
mengetahui pengaruh setiap perlakuan. ekstrak konstan.
Pada penelitian ini, sirkulasi ke-9 merupakan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN titik puncak kesetimbangan dalam proses
sokletasi. Berdasarkan Tabel I, diketahui bahwa
A. Rendemen Ekstrak Biji Bintaro
apabila proses ekstraksi dilanjutkan, maka akan
Perhitungan rendemen pada penelitian ini
meningkatkan waktu serta menurunkan rasio
dilakukan dengan membandingkan hasil ekstrak
rendemen : waktu ekstraksi. Dean (2009),
yang diperoleh dengan berat bubuk biji bintaro
menyatakan bahwa lama ekstraksi juga
kering. Hasil rata-rata ekstrak biji bintaro
berdampak pada energi dan biaya yang digunakan.
disajikan pada Tabel I dan Gambar 1.
Semakin lama ekstraksi, maka semakin besar
TABEL I energi dan biaya yang dibutuhkan.
RENDEMEN EKSTRAK BIJI BINTARO
B. Kadar Saponin
Rata-rata Waktu Rasio Rendemen :
Sirkulasi Rendemen Sokletasi Waktu Ekstraksi Kadar saponin ekstrak biji bintaro diperoleh
(%) (Jam) (%/Jam) dengan menggunakan metode gravimetri. Hasil
7 33.09a 5 6.62a
8 49.92b 5,5 9.08b kadar saponin dapat dilihat pada Tabel II dan
9 67.31c 6 11.22c Gambar 2. Berdasarkan tabel dan gambar
10 62.85c 6,5 9.67bc
11 63.61c 7 9.09b
tersebut diketahui bahwa kadar saponin ekstrak
12 66.45c 7,5 8.86b biji bintaro pada sokletasi ke-7 hingga ke-9
mengalami peningkatan kadar saponin sebesar
1,25%, tetapi pada sirkulasi ke-9 hingga ke-12
kadar saponin konstan Peningkatan kadar saponin
pada Gambar 2 tersebut yang terjadi pada
sirkulasi ke-7 hingga ke-9, diduga dipengaruhi
oleh semakin banyak jumlah sirkulasi sokletasi,
maka semakin lama proses ekstraksi. Lamanya
Gambar 1. Grafik rendemen ekstrak biji bintaro proses ekstraksi ini menyebabkan semakin lama
bahan (biji bintaro) bersinggungan langsung
Tabel I dan Gambar 1 menunjukkan terjadinya dengan pelarut, sehingga kesempatan saponin
peningkatan rendemen ekstrak dari sirkulasi ke-7 berdifusi dari bahan semakin banyak. Li Ma et al.
hingga sirkulasi ke-9 sebesar 34,21%, tetapi pada (2015), melaporkan bahwa semakin lama
sirkulasi ke-9 hingga sirkulasi ke-12 rendemen ekstraksi akan meningkatkan rendemen saponin
ekstrak biji bintaro konstan. Peningkatan teh.
rendemen dari sirkulasi ke-7 hingga sirkulasi ke-9
diduga karena semakin banyak sirkulasi sokletasi TABEL II
menyebabkan semakin lama bahan kontak dengan KADAR SAPONIN DAN RASIO KADAR SAPONIN
pelarut, sehingga kesempatan komponen bahan : WAKTU EKSTRAKSI BIJI BINTARO
terlarut dalam pelarut dan keluar dari padatan Rata-rata Waktu Rasio Kadar Saponin :
semakin besar. Melwita et al. (2014), juga Sirku-
Kadar Ekstraksi Waktu Ekstraksi
lasi
menyampaikan bahwa semakin banyak sirkulasi Saponin (%) (Jam) (%/jam)
7 2,53a 5 0,51abc
sokletasi menyebabkan semakin banyak 8 3,16ab 5,5 0,57bc
komponen bahan yang berdifusi dari bahan. 9 3,78b 6 0,63c
Rendemen yang konstan pada sirkulasi ke-9 10 3,67b 6,5 0,56bc
11 3,34b 7 0,48ab
hingga ke-12, diduga disebabkan komponen 12 3,26ab 7,5 0,43a
dalam bahan sudah terekstraksi hampir
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 103
kesetimbangan ekstraksi saponin ekstrak biji
bintaro. Setelah sirkulasi ke-9, saponin pada
bahan sudah tidak dapat diektrak lagi atau bahkan
kandungan saponin pada bahan sudah habis.
C. Uji Kualitatif
Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui ada
Gambar 2. Grafik kadar saponin ekstrak biji bintaro tidaknya suatu senyawa aktif. Uji kualitatif yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji
Pada Gambar 2 diketahui bahwa terjadi alkaloid dan uji saponin. Hasil uji alkaloid dan
peningkatan kadar saponin dari sirkulasi ke-7 saponin dapat dilihat pada Tabel III. Identifikasi
hingga sirkulasi ke-9, kemudian konstan hingga senyawa alkaloid menggunakan tiga pereaksi,
sirkulasi ke-12. Hal ini diduga proses ekstraksi yaitu pereaksi meyer, pereaksi wagner, dan
saponin pada sirkulasi ke-9 merupakan titik pereaksi dragendorf. Ketiga pereaksi tersebut
kesetimbangan ekstraksi, dimana saponin pada merupakan pereaksi yang memiliki ion logam K+
bahan telah tinggal sedikit bahkan telah habis. dan mampu membentuk ikatan kovalen koordinat
Pada ekstraksi saponin ini diduga juga dengan nitrogen pada alkaloid. Apabila hal ini
dipengaruhi jumlah sirkulasi sokletasi dan suhu terjadi akan membentuk kompleks kalium-
ekstraksi. Semakin banyak jumlah sirkulasi alkaloid yang mengendap. Hasil uji kualitatif
sokletasi menyebabkan semakin lama ekstrak biji alkaloid yang meliputi perubahan warna dan
bintaro berkontak dengan panas. Panas yang endapan pada uji kualitatif alkaloid dapat dilihat
digunakan selama proses sokletasi sebesar 80 oC. pada Gambar 3.
Suhu tersebut telah mampu menguapkan metanol
dalam proses sokletasi dan mampu meningkatkan TABEL III
kelarutan saponin, tetapi apabila terlalu lama HASIL UJI KUALITATIF ALKALOID DAN SAPONIN
bahan terkena panas dapat menyebabkan No Uji Kualitatif Hasil Keterangan
kerusakan senyawa saponin. Selain itu, apabila
terlalu lama berkontak dengan panas 1. Alkaloid
Meyer + Terdapat endapan putih
senyawa/komponen pengotor juga ikut terekstrak, - Wagner + Terdapat endapan coklat
sehingga mutu saponin berkurang. Penelitian Li - Dragendorf + Terdapat endapan jingga
Ma et al. (2015), yield saponin meningkat pada Terdapat busa tetap
2. Saponin +
setelah ditetesi HCl 2M
suhu 40–80 oC, tetapi ketika suhu dinaikkan
hingga 90 oC yield saponin mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan oleh dekomposisi saponin. Li
Heng (2015), juga melaporkan pada temperatur >
80 oC dimungkinkan terjadi browning. Browning
yang terjadi diduga disebabkan oleh maillard
reaction maupun karamelisasi. Pada suhu > 80 oC,
gugus gula yang terhidrolisis dari karbohidrat dan
a b c d
terdekomposisi dari saponin akan semakin banyak Gambar 3. Perubahan warna dan endapan pada uji
sehingga kadar saponin menjadi berkurang. kualitatif alkaloid: (a) Ekstrak biji bintaro; (b)
Berdasarkan Gambar 1 dan Gambar 2, dapat Endapan putih pada ekstrak setelah ditetesi pereaksi
diketahui bahwa peningkatan rendemen diikuti Meyer; (c) Endapan coklat pada ekstrak setetah
dengan peningkatan kadar saponin ekstrak biji ditetesi pereaksi Wagner; (d) Endapan jingga pada
bintaro. Hal ini diduga bahwa banyaknya sirkulasi ekstrak setelah ditetesi pereaksi Dragendorf
menyebabkan bahan berkontak dengan pelarut
lebih lama, sehingga rendemen ekstrak dan kadar Berdasarkan Gambar 3b dapat diketahui bahwa
saponin meningkat. Peningkatan rendemen ekstrak biji bintaro mengandung senyawa alkaloid
ekstrak disebabkan bertambahnya senyawa karena terdapat endapan putih setelah ditetesi
saponin pada ekstrak. Setelah sirkulasi ke-9 hasil pereaksi Meyer, terdapat endapan coklat setelah
rendemen maupun kadar saponin konstan. Hal ini ditetesi pereaksi Wagner, dan terdapat endapan
diduga pada sirkulasi ke-9 merupakan titik jingga (Gambar 3c) setelah ditetesi pereaksi

104 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Dragendorf. Hal yang serupa juga dikemukakan itu, perbedaan sirkulasi sokletasi juga
oleh Utami (2010), bahwa ekstrak biji bintaro berpengaruh signifikan terhadap kadar saponin
positif mengandung senyawa alkaloid. ekstrak biji bintaro. Kadar saponin terendah
Berdasarkan uji kualitatif saponin, didapatkan sebesar 2,53% pada sirkulasi sokletasi ke-7.
kesimpulan bahwa ekstrak biji bintaro Kadar saponin tertinggi diperoleh pada sirkulasi
mengandung senyawa saponin. Hal ini sokletasi ke-9, yaitu sebesar 3,78%.
ditunjukkan dengan adanya busa yang stabil
selama 10 menit serta tidak hilang setelah DAFTAR PUSTAKA
ditambahkan HCl 2M, dapat dilihat pada Gambar
Amini, M. H. M., R. Hasham, O. Sulaiman, S. F.
4. Timbulnya busa pada sampel uji menunjukkan
Sulaiman, F. Kawamura, R. Wdjab. 2008.
adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
Investigation on Antimicrobial Activity of
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis
Biomass Components of C. Odolam.
menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Marliana
International Confrence on Environmental
et al., 2005).
Research and Technology (ICERT) Penang.
Malaysia.
Asmani, N. 2011. Membangun Perhutanan Sosial
Berbasis Energi Terbarukan Tanaman Bintaro
di Sentra Produksi Pangan. Prosiding Seminar
Nasional AvoER Ke-3. Palembang.
Gambar 4. Busa saponin ekstrak biji bintaro Basset, J.1991. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kualitatif.. Buku Kedokteran ECG. Jakarta
Saponin merupakan senyawa yang memiliki Cambie, R. C. Dan Brewis, A. A. 2005. Anti-
rasa pahit dan tajam serta dapat menyebabkan fertility Plant of the Pacific. CSIRO. Australia.
iritasi lambung apabila dimakan (Widawati dan Dean, J. R. 1998. Extraction Methods for
Heni, 2013). Saponin juga dapat menurunkan Environmental Analysis. John Wiley & Sons.
tegangan permukaan selaput mukosa traktus New York.
digestivus larva menjadi korosif (Sukorini, 2006). Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi
Saponin diketahui mempunyai efek sebagai Maserasi dan Sokletasi terhadap Kadar Piperin
antimikroba, menghambat jamur dan melindungi Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
tanaman dari serangan serangga. Menurut Sa’diah Skripsi Faklutas Kedokteran dan Ilmu
(2013), saponin berfungsi untuk mengikat sterol Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
dalam saluran makanan yang akan menyebabkan Hidayatullah. Jakarta.
penurunan laju sterol hemolimfa pada S. litura F.
Menurut Oesman (2010), senyawa saponin yeng Kartimi. 2015. Pemanfaatan Buah Bintaro sebagai
terdapat pada ekstrak biji bintaro adalah saponin Biopestisida dalam Penanggulangan Hama
steroid. Saponin steroid yang dimaksud adalah pada Tanaman padi di Kawasan Pesisir desa
cerberin. Cerberin merupakan senyawa yang Bandengan Kabupaten Cirebon. Prosiding
sangat beracun dan dapat menghambat ion Seminar Nasional Pendidikan Biologi.
kalsium serta merusak kinerja jantung. Amini et Universitas Muhammadiah Malang. Malang
al. (2008), melaporkan bahwa senyawa cerberin Li Ma, Yongzhong C., Shaofeng P., Xiangnan W.,
mampu mematikan hewan pengerat seperti tikus. Longsheng C., Rul W., Xiaohu Y., and Jian L.
2015. Study on Extraction of Tea Saponin form
Camellia oleifera Cake Using Water as
IV. KESIMPULAN Extraction Solvent. Agricultural Science &
Perbedaan sirkulasi sokletasi berpengaruh Technology 16(5): 1078-1080
signifikan terhadap rendemen ekstrak biji bintaro. Li, Heng. 2005. Flavour Aspects of Pea and Its
Rendemen ekstrak biji bintaro terendah diperoleh Protein Preparations in Relation to Novel
pada sirkulasi ke-7, yaitu sebesar 33,09%. Protein Foods. Ph.D. Thesis. Wageningen
Rendemen ekstrak biji bintaro tertinggi diperoleh University. Netherland.
pada sirkulasi ke-9, yaitu sebesar 67,31%. Selain
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 105
Marliana, S.D., Suryanti, V., Suyono. 2005. Sengupta, A. K. and Yizhak M. 2002. Ion
Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Exchange and Solvent Extraction. Marcel
Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam Dekker, Inc. Switzerland
(Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Solana, R. R., Jose M. S., Jose M. D., and Sandra
Etanol. Biofarmasi 3(1): 26-31. C. D. 2014. Characterization of Fennel
Melwita, E., Fatmawati, dan Santi O. 2014. Extracts and Quantification of estragole:
Ekstraksi Minyak Biji Kapuk dengan Metode Optimization and comparison of Accelerated
Ekstraksi Soxhlet. Jurnal Teknik Kimia 20(1): Solvent Extraaction and Soxhlet Techniques.
20-27 Industrial Crops and Products 52: 528-536
Mien, D. J., Wullur A. C. , dan Poli A. F. 2015. Sukorini, H. 2006. Pengaruh Pestisida Organik
Penetapan Kadar Saponin pada Ekstrak Daun dan Interval Penyemprotan terhadap Hama
Lidah Mertuan (Sansevieria trifasciata Prain Plitellaxylostella Pada Budidaya Tanaman
varietas S. Laurentii) Secara Gravimetri. Kubis Organik. Jurnal Gamma 2(1): 11-16
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan. 2(2): Tomlinson, C.B. 1986. The Botany of Mangroves.
65-69. Cambridge University Press. Cambridge.
Mokoginta, E.P., Max R.J.R., dan Frenly, W. Utami, Sri. 2010. Bioaktivitas Insektisida Nabati
2013. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Bintaro (Cerbera odollam) Sebagai Pengendali
Penangkal Radikal Bebas Ekstrak Metanol Hama Pteroma plagiophleps Hampson dan
Kulit Biji Pinang Yaki (Areca vestiaria Spodoptera litura F. Tesis Institut Pertanian
Giseke). Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Bogor. Bogor.
2(4):111-112 Warta. 2011. Bintaro Sebagai Pestisida Nabati.
Oesman, F., Murniana, Muhammad K., dan Buletin Badan Penelitian dan Pengembangan
Nurdin S. 2010. Antifungal Activity of Alkaloid Pertanian. Bogor.
From Bark of Cerbera odollam. Jurnal Natural Widawati, M. dan Heni P. 2013. Efektifitas
10(2): 18-21 Ekstrak Buah Beta vulgaris L. (Buah Pit)
Pramono, S.2015. Efek Antiinflamasi Beberapa dengan Berbagai Fraksi Pelarut terhadap
Tumbuhan Umbelliferae. Jurnal Hayati 2(1):7- Mortalitas Larva Aedes aegypti. Jurnal
10 Aspirator 5(1): 23-29.
Sa’diah, N. A., Kristanti I. P., dan Lucky W.
2013. Pengaruh Ekstrak Daun Bintaro
(Cerbera odollam) terhadap Perkembangan
Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Jurnal
Institut Teknologi Sepuluh November
2(2):112-113

106 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Aplikasi KMnO4 sebagai Penyerap Etilen pada Pisang Ambon Kuning
(Musa paradisiaca L.)
[Application KMnO4 as Ethylene Absorbent on Ambon Yellow Banana
(Musa paradisiaca L.)]

Sri Maryati1
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar
Jalan Alue Penyareng - Meulaboh
maryahkarim@gmail.com

Abstract— Banana cv. Ambon Kuning as a climacteric fruit has a fast rate ripening due to ethylene, a
natural growth hormone produced by methabolism of banana which able to accelerate fruit respiration and
ripening. Therefore, a proper postharvest handling methods required to inhibit respiration rate and maintain
quality the banana, one of these methods by absorbing ethylene produced by banana. The objective of this
study was to examine application of KMnO4 as an ethylene absorbent for Banana cv. Ambon Kuning.
KMnO4 solution of 0.15% and 0.2% combined with silica gel of 10 g and 15 g were placed in the PE plastic
contain banana which stored in a room temperature (25 – 27ºC) and the relative humidity of 69 – 81%
Parameters were measured are respiration rate, weight loss, fruit color, firmness, and total soluble solids
(TST). The result showed that the shelf life of banana reached in 12 days and the results of quality
measurement between treatment fruit and non-treatment fruit had some differences at the 8.13 ml/kg.hour
for O2’s consumption, 19.31 ml/kg.hour for CO2’s production, 2.85% for weight loss, 4.70 for L value, 1.90
for a value, 3.18 for b value, 0.25 kgf for firmness, and 1.9 0Brix for TST.

Keywords— Ambon Kuning, ethylene, KMnO4, silica gel.

produksi etilen tinggi yang mempengaruhi proses


I. PENDAHULUAN kematangan. Setelah pemanenan tidak semua hasil
Pisang Ambon Kuning (Musa paradisiaca L.) panen pisang Ambon Kuning dapat terjual dengan
merupakan salah satu komoditas unggulan segera sehingga dapat berakibat pada penurunan
Indonesia dikarenakan buah ini memberikan mutu pisang sebelum dikonsumsi yang pada
kontribusi yang cukup besar terhadap produksi akhirnya mengurangi tingkat pembelian oleh
buah-buahan nasional (BPS 2009). Buah pisang konsumen. Adanya proses respirasi buah dan
selain mudah didapat karena musim panennya produksi etilen endogen memicu proses
berlangsung sepanjang tahun, buah pisang juga pematangan pada buah pisang ambon kuning lebih
merupakan salah satu jenis bahan pangan bergizi cepat. Pisang Ambon Kuning sangat sensitif
yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. terhadap kehadiran etilen dan pada saat
Pisang termasuk buah dalam golongan penyimpanan, kehadirannya tidak diharapkan
klimaterik yang memiliki laju respirasi dan dalam jumlah yang banyak. Pembatasan
konsentrasi etilen di dalam tempat pengemasan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
sangat diperlukan (Hofman et al. 1995). Salah satu diantaranya cosmotector untuk mengukur
cara untuk mempertahankan mutu buah pisang komposisi O2 dan Co2, timbangan analitik merk
selama penyimpanan adalah dengan melakukan Mettler tipe PM-4800 digunakan untuk mengukur
penanganan pascapanen yang tepat. Perlakuan susut bobot, rheometer merk Sun tipe CR-300
pascapanen yang baik dalam penyimpanan buah untuk mengukur tingkat kekerasan pisang,
pisang bertujuan untuk menghambat proses refractometer merk Atago tipe PR-210 untuk
enzimatis yang meminimalkan respirasi sehingga mengukur total padatan terlarut, dan chromameter
daya simpan buah lebih lama dan mutu buah akan merk Minolta tipe CR-310 untuk mengukur warna.
terjaga.
Perlakuan pascapanen yang banyak B. Prosedur Penelitian
direkomendasikan adalah penggunaan bahan Persiapan dan Pembuatan Larutan
kimia dalam penyimpanan pisang yaitu berupa Buah pisang disisir kemudian disortasi dan
KMnO4 (kalium permanganat) sebagai penyerap dipilih buah yang cocok untuk perlakuan dengan
gas etilen yang dihasilkan oleh pisang (Deptan ukuran dan tingkat warna yang seragam, mulus
2008). Etilen dikenal sebagai gas yang mempunyai tanpa bercak, tidak terserang penyakit ataupun
fungsi dan kemampuan mengatur banyak tahap cendawan, dan tidak terdapat luka atau cacat.
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman Pembuatan larutan diawali dengan membuat
serta bagian-bagiannya (Ahmad 2013). Selain dua jenis larutan KMnO4 dengan konsentrasi yang
penggunaan bahan penyerap etilen, penggunaan berbeda, yaitu 0.15%, dan 0.2%. Bubuk KMnO4
kemasan juga dapat memperpanjang umur simpan dilarutkan ke dalam 100 ml akuades (0.15 g untuk
buah pisang. Kemasan yang telah banyak 0.15%) lalu diaduk sampai rata. Dalam setiap
digunakan untuk penyimpanan pisang adalah larutan tersebut masing-masing dimasukkan silika
plastik polietilen yang dimodifikasi dengan bahan gel yang sudah ditimbang sebesar 10 g dan 15 g.
penyerap etilen. Oleh karena itu, diperlukan Silika gel direndam di dalam larutan selama 10
penelitian mengenai penyimpanan buah pisang menit kemudian ditiriskan di atas saringan selama
Ambon Kuning dengan menggunakan penyerap 40 menit dan dibungkus menggunakan kain kasa
etilen untuk membatasi jumlah etilen di dalam berukuran 6 x 4 cm2.
kemasan.
1. Laju Respirasi
II. METODE PENELITIAN Sampel pisang Ambon Kuning sebanyak 3
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium buah (> 300 g) dimasukkan ke dalam stoples 3310
Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian ml. Stoples ditutup dengan tutup plastik tebal yang
(TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan
Pertanian Bogor, pada tanggal 10 - 22 Maret 2014. pemasukan udara atau gas. Selanjutnya tutup
stoples dilapisi lilin di sekelilingnya dan pipa
A. Bahan dan Peralatan
plastik ditutup dengan menggunakan penjepit
Bahan yang digunakan adalah Pisang kertas. Hal tersebut dilakukan dengan waktu
Ambon Kuning (Musa paradisiaca L.) sebanyak 3 penutupan stoples hingga pengukuran selama 3
tandan yang diperoleh dari pengepul pisang di jam dan waktu perilisan buah dalam stoples
daerah Bubulak hasil panen dari petani daerah selama 24 jam (Hasbullah 2007).
Sukabumi, Jawa Barat. Pisang Ambon Kuning Wb
(Vs  )
dipanen dengan derajat warna hijau lebih dominan X 2  X1 db
R 
t 2  t1 Wb
dibanding warna kuning kulit buah atau buah
berumur 1 minggu sebelum masa panen dengan Dimana:
keadaan pisang telah matang fisiologis. Serbuk R = laju respirasi (ml/kg.jam),
Wb = bobot buah (kg),
kalium permanganat (KMnO4) yang diperoleh X2, X1 = konsentrasi O2 atau CO2 (%),
dari toko kimia di daerah Bogor, akuades, kain t2, t1 = waktu penutupan stoples (jam),
Vs = volume stoples (ml),
kasa, plastik polietilen (PE). db = densitas buah (kg/ml).

108 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


2. Susut Bobot (2 faktor dengan 3kali ulangan). Sebagai faktor
Pengukuran susut bobot dilakukan pertama adalah konsentrasi KMnO4 yang terdiri
berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak dari 2 taraf yaitu 0.15% dan 0.2% kemudian faktor
awal penyimpanan sampai pada hari ke-n kedua adalah berat silika gel dengan 2 taraf yaitu
penyimpanan dan dinyatakan dalam persen (Hiba 10 g dan 15 g. Tabel 4 menyajikan kombinasi dari
dan Abu-Bark) dihitug sebagai: tiap perlakuan. Data dianalisis menggunakan uji
Susut bobot (%)  Wa  Wn x100% sidik ragam dan apabila hasilnya berpengaruh
Wa nyata terhadap respon parameter mutu, maka
Dimana:
Wa = bobot bahan pada awal penyimpanan (g), dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf alfa (α)
Wn = bobot bahan pada hari ke–n penyimpanan (g) = 5% (Matjik dan Sumertajya, 2000).

3. Kekerasan III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengukuran kekerasan dilakukan dengan
menyetel alat pada mode 20, beban maksimal 10 kg, A. Laju Respirasi
kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan Hasil pengukuran laju respirasi buah pisang
beban 60 mm/m, dan diameter probe (jarum) 5 mm Ambon Kuning pada suhu ruang (Gambar 1)
(Massolo et al. 2011) bagian ujung, tengah dan menunjukkan tingkat produksi CO2 buah tanpa
pangkal buah. Setiap pengukuran dilakukan perlakuan lebih tinggi dibanding buah dengan
sebanyak 3 kali ulangan tiap perlakuan. Kekerasan perlakuan. Perbedaan tersebut disebabkan karena
buah langsung dapat dibaca pada skala penunjuk laju respirasi buah terhambat akibat produksi etilen
yang terdapat di alat dalam satuan kgf. yang dihambat oleh KMnO4. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pantastico (1990), yang menyatakan bahwa
4. Total Padatan Terlarut etilen bersifat autokatalitik dimana etilen akan
Pengukuran total padatan terlarut (TPT) mempercepat terjadinya proses kematangan buah,
dilakukan dengan memotong daging buah kemudian salah satu cirinya adalah respirasi yang tinggi.
disaring di atas kertas tisu untuk didapatkan Selama terjadi respirasi, sel-sel di dalam jaringan
kandungan airnya. Air tersebut diteteskan di atas buah mengalami perubahan yang memfasilitasi
lensa refractometer untuk dilakukan pembacaan pertukaran gas.
hasil. Lensa dibersihkan menggunakan akuades dan
dikalibrasi setiap kali dilakukan pembacaan. Setiap
pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan tiap
perlakuan. TPT dinyatakan dalam satuan 0Brix.

5. Warna
Sebelum pengukuran, alat dikalibrasi dan
selanjutnya sampel diukur dengan meletakkan ujung
sensor pada permukaan kulit pisang bagian ujung,
tengah, dan pangkal. Sistem notasi warnanya Gambar 1. Perbandingan laju produksi CO2 pisang
dinyatakan dengan menggunakan diagram Hunter. Ambon Kuning selama penyimpanan di suhu ruang
Komponen warna yang diukur adalah L (kecerahan),
a (warna merah/positif, warna hijau/negatif), dan b Pola laju respirasi yang terlihat pada buah pisang
(warna kuning/positif, warna biru/negatif). Buah menunjukkan ciri khas respirasi klimakterik dimana
diletakkan di atas alas berwarna putih, kemudian selama penyimpanan terjadi peningkatan respirasi
ujung sensor chromameter diletakkan sedemikian secara mendadak yang ditunjukkan pada hari ke-5.
rupa sehingga seluruh bagiannya berada di atas Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan
bahan, dengan demikian tidak ada cahaya yang tidak memperlambat laju kematangan buah namun
masuk maupun keluar permukaan sensor dari/ke hanya menghambatnya, terlihat sejak awal
lingkungan. Derajat kekuningan buah pisang dinilai penyimpanan tingkat respirasi buah tanpa perlakuan
dengan angka antara 1 sampai 7 (Turner 1997) menunjukkan nilai yang tertinggi. Selisih tingkat
respirasi yang ditunjukkan buah dengan perlakuan
6. Rancangan Percobaan dan tanpa perlakuan mencapai 19.31 ml/kg.jam
Rancangan percobaan yang digunakan produksi CO2. Di akhir periode penyimpanan terlihat
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial tren laju produksi CO2 cenderung mengalami
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 109
peningkatan kembali. Hal ini terjadi disebabkan pada C. Kekerasan
akhir penyimpanan, terdapat senyawa tambahan Tingkat kekerasan buah pisang Ambon
yang terkandung di dalam buah yaitu alkohol. Kuning terus berkurang seiring dengan lamanya
Seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, terjadi waktu penyimpanan yang menandakan semakin
pula proses fermentasi dimana didapatkan alkohol masaknya buah tersebut (Gambar 3).
sebagai produk akhirnya.
B. Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses
penyimpanan menuju kematangan terjadi perubahan
fisikokimia berupa pelepasan air ke lingkungan.
Menurut Kitinojo et al. (2003), kehilangan air
berpengaruh terhadap kerusakan tekstur (kelunakan
dan kelembekan), kerusakan kandungan gizi, dan
juga kerusakan lain (kelayuan dan pengerutan).
Gambar 2 menunjukkan peningkatan susut bobot Gambar 3. Perbandingan kekerasan buah pisang
untuk buah pisang Ambon Kuning selama Ambon Kuning selama penyimpanan di suhu ruang
penyimpanan pada suhu ruang.
Laju penurunan kekerasan tertinggi terdapat
pada buah tanpa perlakuan dimana kekerasan
mengalami penurunan lebih cepat dibanding sampel
lain mulai hari penyimpanan ke-4. Laju penurunan
kekerasan terendah terdapat pada buah dengan
konsentrasi KMnO4 0.15% dan 0.2% dalam silika
gel 15 g. Hal ini menandakan bahwa luas silika gel
yang semakin besar mampu menyerap etilen yang
diproduksi oleh buah pisang dalam jumlah yang
lebih banyak dibanding silika gel 10 g. Hasil
pengukuran kekerasan antara buah dengan perlakuan
Gambar 2. perbandingan susut bobot pisang Ambon dan tanpa perlakuan memberikan selisih sebesar 0.25
Kuning selama penyimpanan pada suhu ruang kgf.
Mulai hari penyimpanan ke-8 hingga ke-12
Peningkatan susut bobot terendah terdapat penurunan kekerasan buah cenderung menunjukkan
pada buah dengan perlakuan KMnO4 0.2% dalam nilai yang sama, tidak terlalu menunjukkan
silika gel 10 g, yaitu hanya mengalami peningkatan perbedaan seperti pada hari penyimpanan
dari 1.91% menjadi 13.27% dibanding dengan buah sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa pemberian
tanpa KMnO4 yang mengalami peningkatan susut perlakuan KMnO4 dan silika gel mampu
bobot dari 2.59% menjadi 21.21%. Hasil pengukuran mempertahankan kekerasan buah pisang Ambon
susut bobot antara buah dengan perlakuan dan tanpa Kuning hingga hari penyimpanan ke-7.
perlakuan memberikan selisih sebesar 2.85%.
Konsentrasi KMnO4 0.2% memberikan nilai rata- D. Total Padatan Terlarut
rata susut bobot terendah selama penyimpanan. Total padatan terlarut (TPT) merupakan total
Susut bobot buah pisang Ambon Kuning padatan yang banyak terkandung di dalam buah.
disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses Selama proses kematangan terjadi pemecahan
respirasi. Pada proses respirasi, senyawa-senyawa polimer karbohidrat seperti pati menjadi gula.
karbon yang terdapat dalam gula buah pisang akan Semakin tinggi kandungan padatan terlarut maka
mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan buah tersebut semakin manis. Mattoo et al. (1989)
menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang menyatakan bahwa rasa manis pada buah disebabkan
mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air adanya peningkatan jumlah gula-gula sederhana dan
sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Menurut berkurangnya senyawa fenolik serta kenaikan zat-zat
Monolopoullou et al. (2010) batas penerimaan atsiri yang memberi aroma khas pada buah. Sampaio
konsumen terhadap penurunan bobot produk et al.(2007) menyatakan semakin besar pemecahan
hortikultura adalah 5% dari berat awalnya. polisakarida mengakibatkan penurunan keasaman,

110 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


sehingga terjadi peningkatan rasio total padatan suhu ruang cenderung mengalami peningkatan pada
terlarut terhadap asam. awal penyimpanan kemudian menurun pada akhir
penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan seiring
dengan bertambahnya waktu, pada awal
penyimpanan kecerahan kulit terus meningkat
hingga akhirnya kecerahan kulit semakin menurun.
(Gambar 5) menampilkan perubahan kecerahan buah
pisang Ambon Kuning selama penyimpanan.

Gambar 4. Perbandingan total padatan terlarut pisang


Ambon Kuning selama penyimpanan di suhu ruang

Peningkatan TPT selama proses penyimpanan


yang kemudian menurun setelah mencapai puncak
kematangan pada hari ke-6 (Gambar 4). Hal ini
terjadi pada semua sampel perlakuan dan kontrol. Gambar 5. Perbandingan nilai L* pisang Ambon
Kandungan karbohidrat di dalam buah pisang Kuning selama penyimpanan pada suhu ruang
mentah jauh lebih tinggi dibandingkan pada saat
buah matang, karena untuk menghasilkan energi Perubahan nilai L* terendah terdapat pada
guna melanjutkan proses metabolisme, zat pati buah dengan perlakuan KMnO4 0.2% dalam silika
dihidrolisis menjadi gula. gel 10 g, saat awal penyimpanan, nilai L* yang
Terlihat pada awal penyimpanan, buah masih ditunjukkan sebesar 62.46 menjadi 52.96 pada hari
menunjukkan nilai 0Brix yang relatif sama. Terjadi ke-12 dan sempat mencapai puncaknya pada hari ke-
peningkatan signifikan nilai 0Brix pada hari 6 sebesar 69.54. Pada parameter nilai L*, pemberian
penyimpanan ke-4 terutama pada buah tanpa KMnO4 0.2% mampu menghambat proses
perlakuan, yaitu sebesar 17.30Brix. Hal ini kematangan buah dibandingkan dengan konsentrasi
menunjukkan bahwa perlakuan KMnO4 dan silika KMnO4 0.15% dan 0% yang terlihat di hari akhir
gel masih mampu untuk menghambat kematangan penyimpanan, kecerahan kulit buah masih mampu
buah sehingga nilai derajat kemanisan yang dipertahankan pada nilai 52.96. Hasil pengukuran
ditunjukkan belum mencapai titik maksimum yaitu nilai L* antara buah dengan perlakuan dan tanpa
pada saat buah matang. Laju peningkatan TPT perlakuan memberikan selisih sebesar 4.70.
terendah terdapat pada buah dengan perlakuan
KMnO4 0.15% dalam silika gel 15 g sampai dengan 2. Nilai a*
hari penyimpanan ke-6. Pada hari penyimpanan ini, Nilai a* menunjukkan perubahan ke arah
seluruh sampel mencapai titik optimum di kisaran warna hijau yang nilainya bergerak secara negatif (-
nilai 22 0Brix, hal ini berarti buah telah mencapai 60 sampai 0). Dari hasil pengamatan secara
fase kematangannya. Hasil pengukuran TPT antara keseluruhan, didapatkan nilai a* yang bergerak dari
buah dengan perlakuan dan tanpa perlakuan negatif ke arah positif. Hal tersebut menunjukkan
memberikan selisih sebesar 1.90Brix. perubahan warna pisang mulai dari hijau kemudian
E. Perubahan Warna berubah menjadi warna hijau kekuningan dan pada
akhirnya berwarna kehitaman saat pisang membusuk
Perubahan warna merupakan salah satu (Gambar 6).
petunjuk untuk mengetahui tahapan kematangan
pisang. Selama proses kematangan akan terjadi
perubahan warna buah pisang mulai dari hijau ketika
belum matang hingga menjadi kuning pada saat
matang penuh dan pada akhirnya berwarna hitam
saat busuk (Wills, 1981).

1. Nilai L*
Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan
(lightness). Besar nilainya bergerak dari 0 sampai Gambar 6. Perbandingan nilai a* pisang Ambon
100. Nilai L* kulit buah pisang yang disimpan pada Kuning selama penyimpanan pada suhu ruang
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 111
Perubahan nilai a* tertinggi terdapat pada IV. KESIMPULAN
buah dengan perlakuan KMnO4 0.2% dalam silika Bahan penyerap etilen berupa KMnO4 dengan
gel 10 g, yaitu bernilai -14.32 pada hari media silika gel secara nyata berpengaruh lebih baik
penyimpanan ke-0 menjadi 5.74 pada hari dibandingkan dengan kontrol dalam penghambatan
penyimpanan ke-12. Perubahan nilai a* yang cukup perubahan persentase susut bobot, perubahan warna,
tinggi ini menunjukkan bahwa pisang cepat perubahan kekerasan, dan perubahan total padatan
mengalami perubahan warna, yaitu sejak hari terlarut sebelum buah pisang Ambon Kuning
penyimpanan ke-5 terus meningkat hingga hari ke- mencapai fase kematangan pada hari ke-6 setelah
12. Hasil pengukuran nilai a* antara buah dengan pemanenan. Daya simpan buah dihitung mulai dari
perlakuan dan tanpa perlakuan memberikan selisih buah layak dikonsumsi sampai dengan buah
sebesar 1.90. Konsentrasi KMnO4 0.2% memberikan membusuk yaitu selama 12 hari. Hasil pengukuran
nilai rata-rata a tertinggi selama penyimpanan. parameter mutu antara buah dengan perlakuan dan
tanpa perlakuan memberikan selisih sebesar, 19.31
3. Nilai b* ml/kg.jam untuk produksi CO2, 2.85% untuk susut
Nilai b* menunjukkan perubahan ke arah bobot, 4.70 untuk nilai L*, 1.90 untuk nilai a*, 3.18
warna kuning dimana nilainya bergerak secara untuk nilai b*, 0.25 kgf untuk kekerasan, dan
positif (0 sampai 60). Perubahan nilai b* ini 1.90Brix untuk total padatan terlarut.
menunjukkan buah pisang mengalami perubahan
warna dari hijau menjadi kuning cerah kemudian DAFTAR PUSTAKA
kuning tua dan pada akhirnya berwarna hitam
(membusuk) (Gambar 7). Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan
Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta
(ID): Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi hortikultura
Indonesia. [Internet]. [diakses 15 Okt 2016 ].
Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Hasbullah, R. 2008. Teknik Pengukuran Laju
Respirasi Produk Hortikultura pada Kondisi
Atmosfer Terkendali. J Keteknikan Pertanian.
22 : 63-67.
Hiba Elmukhtar Osman and Abu-Bakr Ali Abu
Goukh. 2008. Effect of Polyethylene Film
Gambar 7. Perbandingan nilai b* pisang Ambon Lining and Gibberellic Acid on Quality and
Kuning selama penyimpanan pada suhu ruang Shelf-Life of Banana Fruits. U. of K. J. Agric.
Sci. 16(2), 24 261.
Perubahan nilai b terendah terdapat pada pisang Hofman PJ, McLauchlan RL, Smith LG. 1995.
dengan perlakuan KMnO4 0.2% dalam silika gel 10 Sensitivity of avocado fruit to ethylene.
g, yaitu bernilai 26.90 pada awal penyimpanan dan Proceedings of The World Avocado Congress
meningkat hingga mencapai puncaknya di nilai III 1995. [Internet]. [diunduh 2013 Nov 28].
34.39 pada hari penyimpanan ke-8 kemudian terus Tersedia pada :http://www.avocadosource.com/
menurun hingga mencapai titik terendah di nilai WAC3/WAC3p335.htm. p 58-59.
16.41 pada hari penyimpanan ke-12. Hasil
Kitinojo L, Kader AA. 2003. Prraktik-praktik
pengukuran warna (nilai b*) antara buah dengan
Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual
perlakuan dan tanpa perlakuan memberikan selisih
untuk Produk Hortikultura (Edisi ke-4). Davis
sebesar 3.18.
Warna buah merupakan salah satu indikator yang (US): Postharvest Technology Research dan
perlu diamati untuk menentukan tingkat kualitas dan Information Center-University of California.
umur simpan buah pisang, selain itu warna buah Matjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan
merupakan salah satu faktor yang menentukan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab.
tingkat kepuasan konsumen. Bogor (ID): IPB Pr.

112 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Mattoo AK, Murata T, Pantastico Er B. Chachin K, Pantastico Er B. 1990. Fisiologi Pascapanen,
Ogata, and Phan CT. 1989. Perubahan- Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan
perubahan kimiawi selama kematangan dan Tropika dan Subtropika. Yogyakarta (ID):
penuaan. In: Pantastico Er B (Ed.). Fisiologi UGM Pr.
Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Sampaio SA, Bora PS, Holschuh HJ, Silva SM.
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan 2007. Postharvest Respiratory Activity and
Subtropika. Cetakan kedua. Yogyakarta (ID): Changes in Some Chemical Constituents
UGM Pr. p 58-59. During Maturation of Yellow Mombin
Manolopoulou H, Xanthopoulos G, Douros N, (Spondias mombin) fruit. Cienc Tecnol Aliment.
Lambrinos GR. 2010. Modified atmosphere 27(3):511-515.
packaging storage of green bell pepper:Quality Turner DW. 1997. Banana and plantains. In S.
criteria. J Biosyst Eng. 106 (4): 535-543. Mitra. (Ed) Postharvest Physiology and
Massolo JF, Concellon A, Chaves AR, Vicente Storage of Tropical and Subtropical Fruits. UK:
AR. 2011. 1-Methylcyclopropene (1-MCP) CAB International Walling Ford. p 58-59.
delayssenescence, maintains quality and Wills HH. 1981. Postharvest : An Introduction to
reduces browning of non climateric eggplant The Physiology and Handling of Fruit and
(Solanum melongena L.) fruit. J Postharbio Vegetables. Australia: NSW Ltd.
and Technol. 59: 10-15.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 113


114 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Kajian Pengolahan Kopi Arabika di Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh
[Study of Arabica Coffee Processing in Gayo Highlands, Aceh Province]
Devi Agustia
Sosial Ekonomi Pertanian, Pertanian, Universitas Teuku Umar
Alue Penyareng, Meulaboh, Aceh Barat, 23615
E-mail: agustya.devie@yahoo.com

Abstract— Gayo Arabica coffe as one of Indonesia’s exsport commodities. The aims of this study was
determined of the Arabika coffe of processing in Gayo highlands, Aceh Province. The Analyze used
deskriptif analysis. This study uses secondary data and primary data. The primary data obtained from
interviews with the actors involved in processing are farmers, traders (collector), cooperatives, and exporters.
The results showed that the processing of Gayo Arabica coffee conducted through wet processing methods.
The stages of wet process consists of coffee bean picking, bean sorting, pulping, fermentation, washing, coffee
HS (Hard Skin) drying, dry coffee HS storaging, hulling, drying and sorting. The Bean was produced from
the processing has 11-12% water content and ready to export.

Keywords— Arabica coffe, Gayo, wet process.

0.84 persen, peningkatan luas areal diikuti oleh


I. PENDAHULUAN peningkatan produksi. Pertumbuhan produksi kopi
Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan terdiri dari kopi arabika sebesar 3.99 persen dan
perkebunan yang mempunyai peranan penting kopi robusta sebesar 0.50 persen. Produksi kopi
dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut Indonesia 70 persen di ekspor ke luar negeri dan
terwujud dalam bentuk penyedia lapangan kerja, hanya sekitar 30 persen yang digunakan untuk
sumber pendapatan dan devisa negara. Kopi konsumsi domestik. Ekspor kopi Indonesia hampir
menyumbang devisa negara melalui ekspor sebesar seluruhnya dalam bentuk biji kering.
USD 1.17 miliar yang berada diurutan ketiga Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia Selama
setelah kelapa sawit (USD17.6 miliar), dan karet tahun 2008-2012 yaitu sebesar sebesar 16.58 persen
(USD 6.1 miliar) (Ditjenbun 2014). untuk kopi robusta lebih tinggi dibandingkan kopi
Pada tahun 2014 Indonesia menempati urutan arabika yaitu sebesar 8.76 persen , namun dari sisi
keempat sebagai eksportir kopi terbesar di dunia nilai kopi arabika lebih unggul yaitu sebesar 158.19
setelah Brazil, Vietnam dan Colombia (ICO 2015). persen dibandingkan kopi robusta sebesar 97.56
Pasar tujuan ekspor kopi Indonesia terbesar yaitu persen. Ini menunjukkan harga jual kopi arabika
Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia dan lebih tinggi dibandingkan kopi robusta. Oleh karena
Malaysia. itu, peluang kopi arabika Indonesia di pasar dunia
Produksi kopi Indonesia berupa jenis kopi sangat besar. Kopi arabika memiliki nilai jual yang
robusta dan arabika. Selama tahun 2010-2013 luas tinggi karena diekspor dalam kualitas bagus (Grade
areal kopi di Indonesia mengalami peningkatan 1) (AEKI 2014).
dengan rata-rata pertumbuhan luas areal sebesar Salah satu produsen utama kopi arabika di
Indonesia adalah Provinsi Aceh. Selama tahun 2013
ekspor kopi arabika yang berasal dari Provinsi Aceh pengolahan kopi yaitu petani, pedagang pengumpul
mencapai 28.32 persen dari total ekspor kopi (kolektor), koperasi dan eksportir. Sedangkan data
arabika Indonesia (67 ribu ton) (Kementan 2014). skunder diperoleh dari instansi-instansi terkait dan
Kopi arabika dari Provinsi Aceh dikenal dengan studi kepustakaan.
nama kopi arabika Gayo, nama Gayo merupakan
nama suku di Provinsi Aceh yaitu yang menempati III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dataran Tinggi Gayo (DTG). Kopi arabika Gayo Secara umum, terdapat beberapa faktor yang
memiliki karakteristik yang sangat baik dari segi dapat mempengaruhi produksi dan mutu kopi
aroma dan rasa. Menurut SCAA (Specialty Coffee arabika diantaranya adalah (1) bahan tanam
Association of America) kopi Arabika Gayo (varietas) yang digunakan, (2) faktor alam termasuk
tergolong kopi spesialti. Kopi dengan aroma khas didalamnya ketinggian lahan, kondisi iklim/ curah
dengan perisa (flavor) kompleks dan kekentalan hujan, kemiringan lahan dsb, (3) pengelolaan kebun,
(body) yang kuat, menjadikan kopi Arabika Gayo (4) cara panen dan (5) penanganan pascapanen
sebagai kopi berkualitas tinggi yang sangat diminati (ICRRI 2008).
oleh pasar kopi dunia. Hal inilah yang Terdapat lima varietas kopi Arabika yang
menyebabkan kopi Arabika Gayo mempunyai harga diusahakan oleh petani di Kabupaten Aceh Tengah
jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi dan Kabupaten Bener Meriah yaitu Borbor,
arabika yang berasal dari daerah lain (ICCRI 2008). Bergendal, Ateng Super, Tim-Tim dan Lini-S
Kualitas atau mutu kopi salah satunya tergantung (Wahyuni et al, 2013).
dari cara pengolahan kopi sehingga kopi yang Menurut ketinggian tempat, tanaman kopi
dihasilkan memenuhi standar mutu kopi Indonesia arabika dibedakan antara tanaman di atas
dan standar mutu kopi dunia. ketinggian 1 200 m dpl dan tanaman pada
Secara umum, terdapat tiga cara pengolahan kopi ketinggian antara 600 sampai 1 200 m dpl. Secara
arabika di Indonesia, yaitu cara pengolahan basah, umum kopi yang di tanam di atas ketinggian 1 200
pengolahan semi basah dan pengolahan kering. m dpl memiliki kualitas lebih baik dibandingkan
Dasar pengelompokan cara pengolahan tersebut kopi yang di tanam di bawah 1 200 m dpl ( Fatma
adalah penggunaan air (Putri, 2013). Hal yang 2011). Tanaman kopi di Kabupaten Aceh Tengah di
hampir sama juga di kemukakan oleh Najiyati, tanam pada ketinggian (1 176 m dpl) sedangkan di
1995 menyatakan pengolahan kopi terdiri dari dua Kabupaten Bener Meriah memiliki lahan kopi lebih
cara yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. tinggi (1 500 m dpl) di atas permukaan laut.
Pengolahan kopi basah menghasilkan biji kopi Dilihat dari sistem pengelolaan usahatani,
dengan mutu lebih baik, hanya saja memakan para petani di Kabupaten Aceh Tengah dan
waktu lebih lama dibanding pengolahan kering Kabupaten Bener Meriah membudidayakan kopi
(Asni,2015) dan pengolahan secara basah biasanya secara turun temurun dengan cara yang masih
memerlukan modal besar (Lestari,2016) sederhana. Rata-rata luas lahan kepemilikan petani
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan adalah 1 ha dengan produktivitas 1.4 ton/ha. Umur
mengetahui proses pengolahan kopi arabika di rata-rata tanaman kopi arabika di wilayah penelitian
dataran tinggi gayo. 12 tahun. Perawatan tanaman di daerah penelitian
telah dilakukan dengan cukup baik oleh para petani
II. METODE PENELITIAN seperti penyiangan dan pemupukan organik.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Berdasarkan identifikasi keragaan usahatani di
Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Pemilihan lokasi penelitian diketahui bahwa sebagian besar
lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan petani menerapkan pola tanam dengan sistem
pertimbangan kedua kabupaten tersebut merupakan monokultur. Disamping merupakan pola
sentra produksi kopi di Provinsi Aceh. Penelitian monokultur, tanaman kopi di Kabupaten Aceh
ini dilaksanakan mulai Mei hingga Juli 2015. Tengah dan Kabupaten Bener Meriah ditanam
Penelitian ini mengunakan metode survei dengan secara tumpang sari dengan tanaman lamtoro, jeruk
analisis deskriptif. Data yang digunakan dalam dan alpukat sebagai tanaman peneduh dan pencegah
penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. erosi. Panen raya usahatani kopi arabika Gayo
Data primer diperoleh dari wawancara langsung terjadi dua kali dalam setahun dimana panen raya
dengan pelaku yang terlibat dalam proses pertama berlangsung pada selama tiga bulan
116 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
berturut-turut yaitu bulan Maret, April, dan Mei. pedagang pengumpul, sehingga pedagang
Berikutnya panen raya kedua yang juga pengumpul juga melakukan tahap pengolahan ini.
berlangsung selama tiga bulan yaitu bulan Oktober,
November, dan Desember. Pemanenan dilakukan PEMETIKAN BUAH KOPI (KOPI CERI)
secara manual, bertahap dan selektif. Secara teknis, DILAKUKAN SORTASI
pada 15 hari pertama petani memilih buah kopi
yang telah sempurna berwarna merah dan tidak PERAMBANGAN BUAH (SORTASI)
memetik buah kopi yang belum sempurna
PENGELPASAN KULIT MERAH (PULPING)
merahnya. Pada 15 hari selanjutnya petani kembali
memilih buah kopi yang awalnya masih hijau atau FERMENTASI
belum sempurna berwarna merah untuk di petik.
Pemetikan secara manual dan selektif akan PENCUCIAN (WASHING)
menghasilkan kualitas kopi yang lebih baik.
Selanjutnya proses pengolahan, pengolahan kopi PENJEMURAN KOPI HS (HARD SKIN)
pada prinsipnya adalah memisahkan biji kopi dari
daging buah, kulit tanduk (parchment) dan kulit ari PENYIMPANAN KOPI HS KERING
(silver skin). Secara umum, terdapat tiga cara
pengolahan kopi arabika di Indonesia, yaitu cara PEREBUSAN (HULLING)
pengolahan basah (wet process), pengolahan semi
PENGERINGAN KOPI BERAS (GREEN OFF
basah dan pengolahan kering (dry process). Dasar
GRADE)
pengelompokan cara pengolahan tersebut adalah
penggunaan air. Pengolahan basah dilakukan SORTASI BIJI KOPI BERAS ( GREEN BEAN
dengan tahapan pengupasan buah menggunakan SIAP EKSPOR)
mesin pengupas kulit, fermentasi dan pengeringan.
Pengolahan ini biasanya dilakukan oleh perkebunan Gambar 1. Sistem pengolahan kopi di Dataran
besar, utamanya pada Kopi Jawa. Pengolahan Tinggi Gayo
kering biasanya dilakukan untuk pengolahan buah Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Aceh (2013)
kopi bermutu rendah dengan kualitas cita rasa yang
tidak baik (earthy, mouldy/musty maupun b. Perambangan buah ( Sortasi)
fermented). (Putri, 2013) Proses selanjutnya adalah perambangan buah,
Pada Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah perambangan buah merupakan cara sortasi
sebagian besar pengolahan kopi dilakukan dengan berikutnya yaitu dengan merendam buah kopi yang
cara pengolahan basah. Gambar 1 menunjukkan telah di petik kedalam air, buah yang mengapung
tahapan pengolahan kopi Arabika Gayo melalui diambil dan dipisahkan, sedangkan buah yang
metode pengolahan basah yang dilakukan di terendam (yang bagus) digunakan untuk proses
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. pengolahan selanjutnya. Proses pengolahan tahap
Adapun tahapan proses pengolahan kopi yang ini dilakukan oleh petani maupun pedagang
dilakukan adalah sebagai berikut: pengumpul.
c. Pengelupasan kulit merah (pulping)
a. Pemetikan buah kopi di lakukan sortasi Pulping bertujuan untuk memisahkan biji kopi
Buah yang dipetik adalah buah yang telah dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging).
bewarna merah. Namun, dalam pelaksanaannya Proses pengupasan kulit ini dilakukan petani
sering kali buah yang masih berwarna hijau dan maupun pedagang pengumpul dengan bantuan alat
kuning terikut juga saat dipetik sehingga, perlu yang disebut mesin pulper sehingga diperoleh biji
dilakukan sortasi agar cita rasa kopi dapat terjaga. kopi yang telah terpisah dari kulit buahnya.
Sortasi buah untuk memisahkan antara buah merah,
hijau, kuning dan buah kering, lewat masak d. Fermentasi
sehingga yang tersisa 85% buah merah dan kuning Setelah dikupas, umumnya petani atau pedagang
segar 5%. Kopi merah yang baru dipanen disebut kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah
kopi ceri. Tahapan ini di lakukan oleh petani. Ada melakukan fermentasi kopi selama 12 sampai 36
juga petani yang langsung menjual kopi ceri ke jam. Fermentasi ini bertujuan untuk meluruhkan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 117


lapisan lendir yang terdapat dipermukaan kulit IV. KESIMPULAN
tanduk kopi. Kopi arabika merupakan bahan penyegar
e. Pencucian yang cita rasanya digemari konsumen. Cita rasa
Proses pencucian bertujuan untuk kopi arabika salah satunya dipengaruhi oleh cara
menghilangkan sisa-sisa lendir hasil fermentasi pengolahannya. Hasil penelitian menunjukkan
yang masih menempel pada kulit tanduk. Petani bahwa pengolahan kopi arabika di dataran tinggi
maupun pedagang pengumpul melakukan proses Gayo menggunakan cara pengolahan basah.
pencucian dengan tangan (hand washing) hingga Adapun tahapan pengolahan basah meliputi sortasi
kopi terasa kesat (tidak licin). buah merah, perambangan, dan pulping dilakukan
oleh petani dan pedagang pengumpul. Selanjutnya
f. Penjemuran tahapan pengupasan kulit merah (pulping),
Kopi yang telah dicuci kemudian dijemur diatas fermentasi, penjemuran dilakukan oleh pedagang
para-para, semen, terpal atau tenda yang bersih. pengumpul. Pengupasan kulit tanduk (hulling)
Proses pengeringan kopi HS sampai kadar air 35 dilakukan oleh baik pedagang pengumpul maupun
sampai 40 persen. koperasi, Sedangkan tahapan pengeringan, sortasi
g. Penyimpanan dan penyimpanan dilakukan oleh koperasi dan
Biji kopi yang dihasilkan dari proses di atas eksportir.
masih dilapisi oleh kulit tanduk disebut kopi HS
atau kopi gabah dengan kadar air 40 persen. Kopi DAFTAR PUSTAKA
gabah ini dapat disimpan. Pengolahan tahap ini [AEKI] Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. 2014.
dilakukan baik oleh petani maupun pedagang Karakteristik Kopi Specialty Indonesia. Jakarta
pengumpul. (ID): AEKI.
h. Perebusan Asni N. 2015. Tekhnologi pengolahan kopi cara
Untuk menghilangkan kulit tanduk pada biji kopi basah untuk meningkatkan mutu kopi ditingkat
dilakukan pengupasan kulit tanduk. Pengupasan petani. BPTP Jambi.
kulit tanduk dilakukan dengan menggunakan huller. Agustia D. 2016. Perilaku usaha koperasi pertanian:
Biji kopi yang dihasilkan setelah proses ini disebut kasus koperasi di dataran tinggi Gayo Provinsi
kopi beras. Pengolahan tahap ini dilakukan oleh Aceh. [tesis]. Bogor : Sekolah Program
koperasi. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
i. Pengeringan kopi [Ditjebun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014.
Kopi yang telah dikupas kulit tanduknya disebut Peran Perkebunan dalam Perekonomian
kopi beras (wet bean). Tetapi kopi beras ini masih Nasional. Jakarta (ID): Ditjebun
mengandung kadar air tinggi dan masih perlu Fatwa Z. 2011. Analisis fungsi produksi dan
pengeringan lebih lanjut. Biji kopi dijemur dibawah efisiensi usahatani kopi rakyat di Aceh Tengah.
sinar matahari selama lebih kurang 3 hari hingga [tesis]. Bogor : Sekolah Program Pascasarjana,
menghasilkan kopi dengan kadar air antara 11 Institut Pertanian Bogor.
sampai 12 persen. Proses pengeringan ini dilakukan [ICO] Internasional Coffee Organization. Historical
oleh koperasi. Data On Global Coffee Trade [internet]. [diakses
j. Sortasi biji 1 Maret 2015]. http://www.ico.org/new
Kopi beras yang belum disortir disebut green off historical.asp?section=Statistics.
grade dan kopi beras yang telah di sortir dan [ICCRI] Indonesian Coffee and Cocoa Research
grading disebut green bean selanjutnya kopi beras Institute. 2008. Panduan Budidaya dan
disimpan dalam penggudangan sebelum dilakukan Pengolahan Kopi Arabika Gayo. Pusat
proses pengapalan dan pengiriman ke negara tujuan. Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta
Proses pengolahan ini dilakukan oleh koperasi dan (ID): Azrajens Mayuma.
eksportir. Sebagian besar koperasi di Kabupaten Najiyati S dan Danarti. 1995. Kopi Budidaya dan
Aceh Tengah dan Bener Meriah melakukan sortasi Penanganan Lepas Panen. Jakarta (ID): Penerbit
dan grading pada gudang koperasi yang terdapat di PT. Penebar Swadaya.
Sumatera Utara (Agustia, 2016)

118 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Perubahan Komponen Minor, Karakteristik Kimia, dan Komposisi Asam
Lemak Selama Permunian Minyak Sawit Merah
[Changes of minor compunds, chemical characteristic, and fatty acids composition
during refining of red palm oil]

Dewi Fortuna Ayu


Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km 12.5, Pekanbaru 28293
E-mail : Fortuna_ayu2004@yahoo.com

AbstractRed palm oil (RPO) is a refined palm oil without bleaching process in order to maintain minor
compounds, especially β-carotene. However, the refining process was not only able to maintain the β-
carotene, but also other minor compounds, and influence chemical characteristics and fatty acids
composition in RPO. The objective of this research was to study the changes of minor compounds, chemical
characteristics, and fatty acids composition in RPO which is producedwithout bleaching process inPilot Plant
of Oil and Fat Laboratory, SEAFAST Center, Bogor, Indonesia. The refining process was conducted
following previous research, including degumming, deacidification, deodorisation, and fractionation.The
results showed thatrefining process was able to maintain the content of carotene, tocol and chlorophyll which
were lower than crude palm oil (CPO). RPO contains total carotene 558.61±8.65 mg/kg, chlorophyll
3.81±0.11 mg/kg, and tocol compounds 698.76±3.56 mg/kg which consist of -tocopherol 190.82±10.02 mg/kg,
-tocotrienol 115.09±2.52 mg/kg, -tocotrienol 290.28±5.32 mg/kg, and -tocotrienol 102.01±2.82 mg/kg. The
refining procces also reducedthe damage of hydrolytic and oxidation,and compositions of saturated fatty
acids in RPO which were lower than CPO. RPO has free fatty acid 0.14±0.00%, peroxide 0.84±0.06 mek
O2/kg, p-anisidine 8.74±0.10, Totox 10.35±0.12, and TBARS values 0.03±0.00 mg/kg. Fatty acids composition
of RPO were palmitic 35.82%, stearic 3.90%, oleic 40.33%, linoleic 11%, and linolenic acids 0.30% with
saturated:unsaturated fatty acids ratio of 45:55. Minor compounds, chemical characteristics,and fatty acids
composition have an important role in oxidative stability of RPO.

Keywords : chemical characteristics, minor compounds, composition of fatty acids, red palm oil

dikonversi menjadi dua molekul vitamin A


I. PENDAHULUAN (Fernández-García et al. 2011). Beberapa
penelitian membuktikan bahwa konsumsi minyak
Minyak sawit merah (MSM) merupakan
sawit merah dapat memperbaiki status vitamin A
minyak hasil ekstraksi mesokarp buah kelapa
pada populasi yang beresiko kekurangan vitamin
sawit yang dimurnikan tanpa proses pemucatan
ini (Rice dan Burn 2010). Konsumsi MSM
untuk mempertahankan kandungan karotenoid-
mampu meningkatkan kadar serum retinol pada
nya. Kandungan karoten MSM berkisar 524-542
anak usia 7-12 tahun (Zeba et al. 2006),
mg/kg (Yie et al. 2012; Dauqan et al. 2011),
pasangan ibu dan balita usia 1-3 tahun (Zagrè et
didominasi -karoten yang secara in vivo dapat al. 2003), wanita hamil dan menyusui (Lietz et
al. 2001; 2006), serta bayi (Canfield et al. 2001). MSMberperanan terhadap stabilitas oksidasi
Beberapa penelitian lain membuktikan bahwa MSM. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
konsumsi karoten dapat mencegah gangguan perubahan komponen minor, karakteristik kimia,
penyakit jantung, kanker, katarak (Man dan Tan dan komposisi asam lemak selama proses
2003), meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, pemurnian MSM.
dan menurunkan kejadian kanker (Chew dan
Park 2004). II. METODE PENELITIAN
Mengingat efek fungsional β-karoten bagi
A. Bahan dan Alat
kesehatan, beberapa teknologi proses produksi
Minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO)
MSM skala pilot planttelah dikembangkan.
diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama,
Mayamol et al. (2007) telah mengembangkan
Indonesia. Standar -tokoferoldari Sigma
netralisasi CPO diikuti kristalisasi dengan
Aldrich Chemical Co. (St Louis, MO, USA),
kecepatan pendinginan dan tekanan vakum
terkontrol. Mas’ud (2007), Widarta (2008), dan sedangkan standar-, -, dan -tokotrienol dari
Widarta et al. (2012) telah mengoptimalkan Santa Cruz Biotechnology Inc. (Dallas, TX,
deasidifikasi dengan larutan NaOH 11.1% dan USA). Bahan kimia untuk analisis diperoleh dari
excess 17.5%, serta Riyadi (2009) mengontrol J.T. Baker (Phillipsburg, NJ, Amerika Serikat).
proses deodorisasi sistem batch pada suhu 140 B. Prosedur Penelitian
°C dan tekanan 20 mmHg selama 1 jam dengan Proses Pemurnian Minyak Sawit Merah
laju alir gas N2 20 L/jam. Proses pemurnian ini Proses pemurnian MSM dilakukan di
tidak hanya mampu mempertahankan kandungan SEAFAST Center IPB, meliputi degumming,
-karoten, tetapi juga komponen minor lain deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi CPO.
seperti vitamin E dan klorofil. Kandungan Degumming dan deasidifikasi MSM mengikuti
vitamin E MSMsebesar 953-955 mg/kg dalam metode Mas’ud (2007), Widarta (2008) dan
bentuk α-tokoferol (171-242 mg/kg), α- Widarta et al. (2012). Sebanyak 60 kg CPO
tokotrienol (266-294 mg/kg), -tokotrienol (367 dimasukkan dalam reaktor, dipanaskan hingga 80
mg/kg), dan -tokotrienol (80-126 mg/kg) (Yie et °C dan ditambahkan larutan asam fosfat 85%
al. 2012; Dauqan et al. 2011). Vitamin E minyak sebanyak 0.15% berat CPO sambil diaduk
sawit berpotensi sebagai antioksidan biologis, perlahan (56 rpm) selama 15 menit. Setelah
melindungi terhadap stress oksidatif, proses degumming, proses deasidifikasi dilakukan
penyempitan pembuluh darah (Mukherjee dan menggunakan larutan NaOH (110 g NaOH dalam
Mitra 2009), dan melawan perkembangan 1 L air destilasi). Kondisi suhu dan waktu
penyakit aterosklerosis (Idris et al. 2014). deasidifikasi 61±2 °C dan 26 menit dengan
Menurut Sambanthamurthi et al. (2000), kan- konsentrasi NaOH dan excess 17.5%. Larutan
dungan klorofil CPO 0.897-4.000 mg/kg,minyak NaOH ditambahkan secepatnya sambil diagitasi.
sawit murni hasil proses pemucatan masih Sabun yang terbentuk selanjutnya dipisahkan
mengandung klorofil 0.579-0.583 mg/kg, dengan sentrifugasi spinner kecepatan tinggi,
tertinggi diikuti minyak biji kapas, rami, dicuci dengan air panas (rasio berat air dan
safflower atau bunga matahari, jagung, dan minyak adalah 7:1) dan disentrifugasi kembali.
kedelai (Usuki et al. 1984). Klorofil merupakan Suhu air yang digunakan 5-8 °C lebih hangat
sensitizer pemicu foto-oksidasi, pada kisaran daripada suhu minyak.
0.070-1.200 mg/kg dalam minyak nabati dapat Proses selanjutnya adalah deodorisasi sistem
menginisiasi dan mempercepat reaksi foto- batch menggunakan deodorizer skala 100 L
oksidasi (Belitz et al. 2009; Choe dan Min 2006). berdasarkan hasil penelitian Riyadi (2009).
Di samping berpengaruh terhadap keberadaan Neutralized degummed red palm oil (NDRPO)
komponen minor, proses pemurnian MSM juga dihomogenkan dalam tangki deodorizer selama
menyebabkan perubahan karakteristik kimia dan 10 menit pada suhu 46±2 °C dengan cara
komposisi asam lemak MSM yang ketiganya mensirkulasi bahan baku melalui pompa produk.
saling berkaitan. Keberadaan komponen minor Setelah homogen, RPO dipanaskan pada kondisi
(-karoten, vitamin E, dan klorofil), karakteristik vakum (0.5-4 cmHg) sampai suhu deodorisasi
kimia, dan komposisi asam lemak dalam

120 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


140 °C tercapai. Laju gas N2 20 L/jam dan ( ) …......(2)
tekanan 2 cmHg dijaga konstan selama 1 jam. dimana A = absorbansi pada masing-masing panjang gelombang dan L =
ketebalan sel (mm).
Selanjutnya fraksinasi kering menggunakan
fraksinator dilakukan mengikuti prosedur Karakteristik kimia MSM yang meliputi
Mursalin et al. (2013). Sebanyak 100 kg kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida,
deodorized neutralized degummed red palm oil bilangan p-anisidin, dan bilangan TBARS
(DNDRPO) dipanaskan hingga 70 °C selama 10 dianalisis mengikuti metode AOCS Ca 5a-40, Cd
menit, didinginkan perlahan hingga mencapai 8-53, Cd 18-90, dan Cd 18-90 (AOCS 2003).
suhu 20 °C. Red palm oil (RPO) fraksi olein Bilangan Totox dihitung menggunakan
dipisahkan menggunakan filter press (PT. Fadhel persamaan Totox=2PV+AV. Kadar Fe dan Cu
Teknik Bogor, Indonesia). dianalisis dengan metode AOCS Ca 18-79
(AOCS 2003).
Analisis Minyak Sawit Merah
Analisis komposisi asam lemak mengikuti
Kandungan karoten MSM diukur metode AOCS Ce 1-62 (AOCS 2003) dengan
menggunakan metode PORIM (PORIM 2005). mentrans-esterifikasi trigliserida (TAG) menjadi
Sebanyak 0,1 g MSM dilarutkan heksan dalam fatty acid methyl ester (FAME) terlebih dahulu.
labu takar 25 mL sampai tanda tera, lalu dikocok Sebanyak 25 mg MSM ditambahkan 1 mg
hingga homogen. Absorbansi diukur pada larutan standar asam margarat dalam 10 mL
panjang gelombang 446 nm menggunakan heksan dan 2 mL NaOH dalam metanol 0.5N,
heksan sebagai blanko. Perhitungan total karoten selanjutnya gas N2dihembuskan,dan sampel
menggunakan persamaan berikut. dipanaskan selama 15 menit pada suhu 80°C.
( ) ...............(1)
Setelah dingin 22 mL BF3-metanol 14%
Kandungan komponen tokol MSM diukur ditambahkan, gas N2dihembuskan dansampel
menggunakan metode Wong et al.. (1988), dipanaskan kembali selama 15 menit pada suhu
sedangkan komposisi tokol menggunakan HPLC 50°C. Selanjutnya sampel ditambahkan 1 mL
(AOAC 2005). Sebanyak 0.04 gram minyak heksan, dihembuskan gas N2dan divorteks.
dilarutkan dalam 1 ml metanol, divorteks dan Setelah dingin sampel ditambahkan 3 mL NaCl
disaring menggunakan syringe filter nilon jenuh, divorteks, dan lapisan atas (FAME)
Sartorius (0.45 m) dan diinjeksikan sebanyak dikumpulkan. Fatty acid methyl estersiap
20 L ke dalam HPLC. HPLC dilengkapi disuntikkan pada kromatografigas yang
dengan pompa Shimadzu LC-20 AD, detektor dilengkapi dengan detektor flame ionization dan
UV-Vis Shimadzu SPD-20A, dan kolom kolom DB-23 (30 m0.25 mm, ketebalan 0.25
Develosil Combi RP-5 (504.6 mm, id 5 m, m). Suhu injektor diatur pada225°C, suhu
Nomura Chemical, Tokyo). Fase gerak yang detektor 225°C, dan suhu kolom 100°C dengan
digunakan metanol:air (95% b/b) dengan laju alir tekanan gas helium 1 kg/cm2. Detektor
1.0 mL/menit. Absorbansi diukur pada panjang dinyalakan dengan tekanan udara dan tekanan
gelombang 292 nm (AOAC 2005). Fraksi hidrogen masing-masing 0.5 kg/cm2. Suhu
tokoferol dan tokotrienol diidentifikasi diprogram 120°C selama 6 menit kemudian
berdasarkan waktu retensi standar, sedangkan dinaikkan secara gradien linier dengan kecepatan
perhitungan dilakukan berdasarkan kurva standar 3°C/menit hingga mencapai 230°C dan ditahan
-tokoferol (2.5-200 ppm), -tokotrienol (25- selama 20 menit. Sebanyak 1 µL sampel
1000 ppm), -tokotrienol (4-1000 ppm), dan - disuntikkan dengan teknik split pada rasio 1:30.
tokotrienol (2-250 ppm). Puncak setiap FAME diidentifikasi dengan
Kandungan klorofil MSM diukur membandingkan waktu retensi dengan standar
menggunakan metode AOCS Cc 13i-96 (AOCS FAME Mix C8-C22.
2003). MSM dimasukkan ke dalam kuvet, Analisis Statistik
kemudian absorbansinya diukur pada panjang Program SPSS versi 16.0 (SPSS Inc, Chicago,
gelombang 670, 630 dan 710 nm menggunakan IL, USA) digunakan untuk menganalisis data
metilen klorida sebagai blanko. Perhitungan total secara statistik. Data komponen minor,
klorofil menggunakan persamaan berikut. karakteristik kimia, dan komposisi asam lemak

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 121


dianalisis menggunakan Analysis of Variance matahari, zaitum murni, dan campuran minyak
(ANOVA) dan dilanjutkan dengan Duncan’s zaitun dan perilla.
Multiple Range Tests pada taraf beda nyata 5%. Berbeda dengan karoten dan tokoferol,
kandungan klorofil MSM lebih tinggi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dibandingkan minyak kelapa murni (Rukmini
dan Raharjo 2010), tetapi lebih rendah
Perubahan Komponen Minor dan Karakteristik dibandingkan minyak zaitun murni (VOO)
Kimia (Psomiadou dan Tsimidou 2002; Rahmani dan
Proses pemurnian yang dilakukan Scallany 1998) dan campuran minyak zaitun dan
menghasilkan MSM dengan nilai rendeman periila (Kim dan Choe 2013). Namun demikian,
87.26% dan recovery 88.91%. Proses klorofil MSM memperlihatkan laju foto
pemurnian ini mampu mempertahankan degradasi paling lambat diantara minyak-minyak
kandungan karoten, komponen tokol, dan klorofil nabati tersebut, berkaitan dengan antivitas
MSM seperti diperlihatkan Tabel 1. Data Tabel antioksidan karoten dan tokol dalam MSM (Ayu
1 menunjukkan bahwa kandungan karoten et al. 2016a; 2016b; Choe dan Min 2006; 2009)
mengalami penurunan tidak nyata (p>0.05)
selama pemurnian MSM. Kandungan karoten TABEL I
MSM pada penelitian ini lebih tinggi KOMPONEN MINOR DAN KARAKTERISTIK KIMIA
dibandingkan hasil penelitian Mas’ud (2007) dan MINYAK SAWIT MENTAH DAN MERAH
Riyadi (2009) masing-masing 390 dan 375.33 Karakteristik Minyak sawit
mg/kg, tetapi hampir sama dengan hasil Minyak sawit meraha
mentaha
penelitian Widarta (2008) sebesar 564.07 mg/kg. Karoten (mg/kg) 578.90± 8.04 558.61 ± 8.65
Tokoferol (mg/kg)* 1174.2± 29.58 698.76 ± 3.56
Proses pemurnian yang dilakukan merupakan 0
kombinasi terbaik dari hasil penelitian Mas’ud -tokoferol 245.75± 6.25 190.82 ± 10.02
(2007), Riyadi (2009), dan Widarta (2008; 2012). -tokotrienol 365.05± 7.22 115.09 ± 2.52
-tokotrienol 415.65± 4.27 290.28 ± 5.32
Jika dibandingkan dengan minyak nabati murni
-tokotrienol 147.75 ± 1.95 102.01 ± 2.82
lainnya, MSM memiliki kandungan karoten Klorofil (mg/kg)* 10.01 ± 0.05 3.81 ± 0.11
tertinggi diantara minyak kelapa murni (Rukmini Kadar Fe (mg/L) 3.23 ± 0.02 2.93 ± 0.17
Kadar Cu (mg/L) 0.51 ± 0.01 0.25 ± 001
dan Rahardjo 2010), zaitun murni (Psomiadou Kadar asam lemak 3.61 ± 0.07 0.14 ± 0.00
dan Tsimidou 2002; Rahmani dan Csallany bebas*
Bilangan peroksida 1.21 ± 0.12 0.84 ± 0.06
1998), dan campuran minyak zaitun dan perilla (mek O2/kg)*
(Kim dan Choe, 2013). Menurut Ayu et al Bilangan p-anisidin 7.46 ± 0.10 8.74 ± 0.10
Bilangan Totox 9.88 ± 0.10 10.35 ± 0.12
(2016a), keberadaan komponen minor terutama Bilangan TBARS (mg 1.02 ± 0.01 0.03 ± 0.00
tokol dan klorofil mempengaruhi laju foto- malonaldehid/kg)*
a
Rata-rata ± SD (n=3)
degradasi karoten MSM yang paling rendah *Berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05).
diantara minyak nabati murni tersebut.
Walaupun proses pemunian mampu Proses pemurnian mampu mengurangi
mempertahankan tokol dan klorofil dalam MSM, kerusakan hidrolisis dan oksidasi pada MSM,
namun kandungan kedua komponen tersebutlebih terlihat pada kadar asam lemak bebas, bilangan
rendah secara nyata (p<0.05) dibandingkan CPO. peroksida, dan TBARS yang lebih rendah
Jika dibandingkan dengan minyak nabati murni (p<0.05) dibandingkan CPO (Tabel 1). Akan
lainnya, MSM memiliki kandungan tokol yang tetapi, proses ini tidak mampu menghambat
lebih tinggi dibandingkan minyak zaitun murni pembentukan senyawa aldehida yang merupakan
(Psomiadon dan Tsimidou 2002) dan campuran produk sekunder hasil dekomposisi peroksida.
minyak zaitun dan perilla (Kim dan Choe 2012; Hal ini terlihat pada bilangan p-anisidin dan
2013), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Totox yang mengalami peningkatan tidak
minyak bunga matahari (Choe 2013). Ayu et al. signifikan (p>0.05). Peningkatan bilangan p-
(2016a) menyatakan bahwa komponen tokol anisidin yang tidak signifikan juga dapat
MSM memperlihatkan laju foto-degradasi lebih disebabkan karena bilangan p-anisidin hanya
rendah dibandingkan dalam minyak bunga mengukur senyawa 2-alkenal dan 2,4-dienal yang
tidak berkorelasi dengan nonanal (AOCS 2003;

122 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Tompkins dan Perkin 1999). Nonanal (Choe 2013). Komposisi asam lemak tidak jenuh
merupakan aldehida utama yang terbentuk dari yang lebih rendah dan kandungan komponen
hasil penguraian asam oleat (Tompkins dan minor terutama karoten dan tokol yang lebih
Perkin 1999). Perubahan bilangan p-anisidin tinggi berkaitan dengan stabilitas foto-oksidasi
tidak signifikan juga dilaporkan pada oksidasi MSM yang lebih tinggi dibandingkan dengan
minyak kedelai dan minyak kedelai kaya asam minyak-minyak nabati tersebut (Ayu et al.
lemak linoleat terkonjugasi (Yettela et al. 2012). 2016a; 2016b).
Komposisi Asam Lemak MSM
IV. KESIMPULAN
Perubahan komposisi asam lemak
utamaselama pemurnian MSM dibandingkan Proses pemurnian tanpa pemucatan yang
CPO diperlihatkan Tabel 2. Data Tabel 2 dilakukan menghasilkan MSM dengan rendeman
menunjukkan bahwa komposisi asam lemak tidak 87.26% dan nilai recovery 88.91%. Proses
jenuh (oleat dan linoleat) MSM mengalami pemurnian ini mampu mempertahankan
perubahan tidak nyata (p>0.05), sedangkan asam kandungan karoten, dan komponen tokol serta
lemak jenuh (palmitat dan stearat) mengalami klorofil yang lebih rendah dibandingkan CPO.
penurunan yang berbeda nyata (p<0.05) Proses pemurnian ini juga mampu mengurangi
dibandingkan CPO. Komposisi asam lemak kerusakan hidrolisis dan oksidasi MSM serta
MSM terdiri dari asam palmitat (35.8%), stearat komposisi asam lemak jenuh (palmitat dan
(3.9%), oleat (40.3%), dan linoleat (11.0%) stearat) yang lebih rendah dibandingkan CPO.
dengan rasio asam lemak jenuh:tak jenuh 45:55. Keberadaan komponen minor, karakteritik kimia,
Komposisi asam lemak CPO juga terdiri dari dan komposisi asam lemak MSM merupakan
asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat faktor penting yang berperan dalam stabilitas
masing-masing sebesar 43.08%, 3.2%, 40.3%, oksidasi MSM.
dan 9.6% dengan rasio asam lemak jenuh:tak
jenuh 48:.52. DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Chemist.
TABEL II
2005. Official Methods of Analysis of AOAC.
KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK SAWIT
18th ed. Washington DC (US): AOAC.
MENTAH DAN MINYAK SAWIT MERAH
[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003.
Asam lemak Minyak sawit mentaha Minyak sawit meraha Official Methods and Recommended Practices
Asam laurat 12:0 0.5±0.001 0.10±0.001
Asam miristat 14:0 1.1±0.11 0.05±0.001 of AOCS. 5th ed. Champaign
Asam palmitat 16:0* 43.0±0.22 35.82±0.12 Ayustaningwarno F. 2010. Kinetika parameter
Asam stearat 18:0* 3.2±0.06 3.90±0.02
Asam oleat 18:1 40.2±0.09 40.33±0.1 stabilitas oksidasi minyak sawit merah [tesis].
Asam linoleat 18:2 10.6±0.05 11.00±0.05 Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lainnya 0.3±0.03 8.85 ±0.01
a
Rata-rata ± SD (n=3) Ayu DF, Andarwulan N, Hariyadi P, Purnomo
*Berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05). EH. 2016a. Kinetika fotodegradasi klorofil,
Proses pemurnain yang diikuti dengan tokoferol, dan karoten dalam minyak sawit
fraksinasi kering pada penelitian ini mampu merah.AGRITECH. 36: 117-127.
mengurangi komposisi asam lemak jenuh Ayu DF, Andarwulan N, Hariyadi P. dan
sekaligus meningkatkan asam lemak tidak jenuh Purnomo EH. 2016b. Effect of tocopherols,
dalam MSM. Namun demikian, rasio asam tocotrienols, β-carotene, and chlorophyll on
lemak tidak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan the photo-oxidative stability of red palm oil.
dengan asam lemak jenuh memungkinkan MSM Food Sci. Biotechnol. 25: 401-407.
dapat mengalami kerusakan oksidasi. Jika Belitz HD, Grosch W, Scieberle P. 2009. Food
dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, Chemistry 4th Revised and Extended Edition.
MSM memiliki stabilitas foto-oksidasi yang lebih Berlin Heidelberg (DE): Springer
tinggi dibandingkan minyak zaitun murni Canfield LM, Kaminsky RG, Taren DL, Shaw E,
(Psomiadou dan Tsimidou 2002; Rahmani dan Sander JK. 2001. Red palm oil in the maternal
Scallany 1998), campuran zaitun dan perilla diet increases provitamin A carotenoids in
(Kim dan Choe 2012; 2013) serta bunga matahari
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 123
breast milk and serum of the mother-infant Lietz G, Mulokozi G, Henry JC, Tomkin
dyad. Eur. J.Nutr.40: 30-38. AM.2006. Xanthophyll and hydrocarbon
Chew BP, Park JS. 2004. Carotenoid action on carotenoid pattern differ in plasma and breast
the immune response. J. Nutr. 134:257S-61S. milk of women and lactation. J.Nutr.
Choe. 2013. Interaction of light and temperature 136:1821-1827.
on tocopherols during oxidation of sunflower Man CYB, Tan CP. 2003. Carotenoids. Di
oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 90: 1851-857. dalam: Gunstone FD, editor. Lipids for
Choe E, Min DB. 2006. Mechanisms and factors Functional Foods and Nutraceuticals.
for edible oil oxidation. Comp. Rev. Food Sci. Bridgwater (US): Oily Press. hlm 25- 52.
Food Saf. 5:169-86. Mas’ud F. 2007. Optimasi proses deasidifikasi
Choe E, Min DB. 2009. Mechanisms of untuk meminimalkan kerusakan karotenoid
antioxidants in the oxidation of foods. Comp. dalam pemurnian minyak sawit (Elaeis
Rev. Food Sci. Food Saf. 8:345–358. quineensis, Jacq) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Dauqan E, Sani HA, Abdullah A, Muhammad H, Pertanian Bogor.
Top AGM. 2011. Vitamin E and -carotene Mayamol PN, Balachandran C, Samuel T,
composition in four different vegetable oils. Sundaresan E, Arumughan, C. 2007. Process
Am. J. Applied Sci. 8:407-412. technology for the production of micronutrient
Fernández-García E, Carvajal-Lérida I, Jarén- rich red palm TAG. J. Am, Oil Chem, Soc.
Galán M, Garrido-Fernández, Pérez-Gálvez 84:587–596.
A, Hornero-Méndez D. 2011. Review: Min DB, Boff J. 2002. Chemistry and reaction of
Carotenoids bioavailability from foods: From singlet oxygen in foods.Comp. Rev. Food Sci
plant pigments to efficient biological .Food Saf. 1:58-72.
activities. Food Research International. Mukherjee S, Mitra A. 2009. Health effects of
46:438-450. palm oil. J. Hum. Ecol. 26:197-203.
Idris CAC, Karupaiah T, Sundram K, Tan YA, Mursalin, Hariyadi P, Purnomo EH, Andarwulan
Balasundram N, Leow SS, Nasruddin NS, N, Fardiaz D. 2013. Fraksinasi kering minyak
Sambanthamurthi R. 2014. Oil palm kelapa menggunakan kristalisator skala 120
phenolics and vitamin E reduce kg untuk menghasilkan fraksi minyak kaya
atherosclerosis in rabbits. J. Funct. Foods. 7: triasilgliserol rantai menengah. Jurnal Littri.
541-550. 19:41-49.
Kim N, Choe E. 2012. Singlet oxygen-related PORIM. 2005. Carotene content : methods of test
photooxidative stability and antioxidant for palm oil and palm oil products. PORIM
changes of diacylglycerol-rich oil derived Methods, Palm Oil Research Institute of
from mixture of olive and perilla oil. J. Food Malaysia.hlm 43-44.
Sci. 77: C1185-C1191. Psomiadou E, Tsimidou M. 2002. Stability of
Kim N, Choe E. 2013. Contribution of minor virgin olive oil. 2. Photooxidation studies. J.
compound to the singlet oxygen-related Agric. Food Chem. 50: 722-727.
photo-oxidation of olive and perilla oil blend. Rahmani M, Scallany AS. 1998. Role of minor
Food Sci. Biotechnol. 22: 315-321. constituents in the photooxidation of virgin
Lee KH, Jung MY, Kim SY. 1997. Quenching olive oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 75: 837-843.
mechanism and kinetics of ascorbil palmitate Rice L, Burns JB. 2010. Review: Moving from
for the reduction of the photosensitized efficacy to effectiveness : Red palm oil’s role
oxidation of oils. J. Am. Oil Chem. in preventing vitamin A deficiency. JACN. 29:
Soc.74:1053-1057. 302S-313S.
Lietz G, Henry CJK, Mulokozi G, Mugyabuso Riyadi AH. 2009. Kendali proses deodorisasi
JKL, Ballart A, Ndosii GD, Lorri W, Tomkins dalam permurnian minyak sawit merah skala
A. 2001. Comparison of the effects of pilot plant [tesis]. Bogor (ID) : Institut
supplemental red palm oil and sunflower oil in Pertanian
maternal vitamin A status.Am. J. Clin. Nut. Rukmini A, Raharjo S. 2010. Pattern of peroxide
74:502-509. value changes in virgin coconut oil (VCO)
due to photo-oxidation sensitized by

124 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


chlorophyll. J. Am. Oil Chem. Soc. 87: 1407- Wong WL, Timms RE, Goh EM. 1988.
1412. Colorimetric determination of total
Sambanthamurthi R, Sundram K, Tan YA. 2000. tocopherols in palm oil, TAG, and stearin. J.
Chemistry and biochemistry of palm oil. Prog. Am. Oil Chem. Soc.65: 258-2
Lipid Res. 39: 507-558. Yettela RR, Castrodale C, Proctor A. 2012.
Tompkins C, Perkin EG. 1999. The evaluation of Oxidative stability ofconjugated linoleic acid
frying oils with the p-anisidine value. J. Am. rich soy oil. J. Am. Oil Chem. Soc.89:685-693.
Oil Chem. Soc.76:945-441. Yi J, Andersen ML, Skibsted LH. 2011.
Usuki R, Usuki T, Endo Y, Kande T. 1984. Interactions between tocopherols, tocotrienol,
Residual amounts of chlorophylls and and carotenoids during autooxidation of
pheophytins in refined edible oils. J. Am. Oil mixed palm TAG and fish oil. Food Chem.
Chem. Soc. S61: 785-788. 127: 1792-1797.
Widarta IWR. 2008. Kendali proses deasidifikasi Zagrѐ NM, Delpeuch F, Traissac P, Delisle H.
dalam permurnian minyak sawit merah skala 2003. Red palm oil as a source of vitamin A
pilot plant [tesis]. Bogor (ID): Institut for mothers and children: impact of a pilot
Pertanian Bogor. project in Burkina Faso. Public Health Nutr.
Widarta IWR, Andarwulan N, Haryati T. 2012. 6:733–42.
Optimasi proses deasidifikasi dalam Zeba AN, Prѐvel YM, Somѐ IT, Delisle HF.
pemurnian minyak sawit merah skala pilot 2006. The positive impact of red palm oil in
plant. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. school meals on vitamin A status: study in
23: 41-46. Burkina Faso. J. Nutr. 5: 17–27.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 125


126 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Karakterisasi Sifat Kimia dan Sifat Fisik Pati Hasil Ekstraksi Jagung Putih
Varietas Anoman dan Pulut Uri 1
[Physicochemical properties of white corn starches from Anoman and Pulut Uri 1 varieties]
Rijanti Rahaju Maulani1, Rahmawati2, Joni Munarso3, Dede Saputra4
1
Program Studi Rekayasa Pertanian Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.
Jl. Ganeca No. 10, Bandung, Indonesia; rijanti@sith.itb.ac.id
2
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Sahid Jakarta.
Jl. Dr. Soepomo, Tebet, Jakarta Barat, Indonesia; rahmafarasara@gmail.com
3
Balai Besar Pasca Panen Pertanian, Jl. Raya Cimanggu, Bogor, Indonesia; joni_munarso@yahoo.co.id
4
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Bina Nusantara, Jakarta;
ddsaputra87@gmail.com

Abstract. Local variety of white corn is one of the national varieties are being developed by the Ministry of
Agriculture. The effort to improve the usability of white corn is made it into white corn starch. Diversity of
modern food industry and variety of food products requires tolerant starch as raw materials in a broad range
of processing techniques from preparation, storage, and distribution. The objectives of the research was to
study of extraction process and physicochemical properties of white corn starches from Anoman and Pulut
Uri 1 varieties. White corn starches are produced by extraction from the tuber with a yield of 24.40%
(Anoman variety) and 22.82% (Pulut Uri 1 variety). The corn starch of Anoman and Pulut Uri 1 varieties
contained minor components (3.34% and 3.55% fat contents, 3.70 and 4.55% protein contents, 0.30 and
0.33% ash contents, and 7.54% and 8.44% fiber contents) and had major components (83.65% and 82.97%
carbohydrate contents, and 31.99% and 11.77% amylose contents), respectively. The granule size ranged
from 5 to 30 μm with polygonal shape, and the degree of whiteness was 81.27% (Anoman variety) and
81.81% (Pulut Uri 1 variety), respectively. The pasting properties of Anoman corn starch classified as type B,
whereas Uri Pulut 1 variety classified as type A.
Keywords. Physicochemical properties, starch extraction, white corn starch

putih lokal yang termasuk tipe gigi kuda-semi gigi


I. PENDAHULUAN
kuda. Jagung varietas Anoman mengandung
Jagung putih lokal varietas Anoman dan Pulut amilosa 29,92 % dan amilopektin 70,08% (Suarni
Uri 1 merupakan varietas unggulan nasional yang 2005). Tanaman Anoman (tipe gigi kuda) rata-rata
sedang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian menghasilkan jagung sebanyak 4,6 ton/hektar
karena memiliki kelebihan seperti mengandung dengan potensi hasil sebesar 5,6 ton/hektar (Balit
polifenol tinggi (Pozo-Insfran et al. 2006), Tanaman Serealia 2007). Varietas Pulut Uri 1
kandungan pati yang tinggi, warna putih menarik, termasuk jagung putih tipe jagung ketan (waxy
serta lebih tahan kekeringan dibandingkan jagung corn). Jagung ini mengandung amilopektin 95,75 %
kuning (Qanytah & Prastuti 2008). Kelemahannya, dan amilosa 4,25 % (Suarni 2005). Tanamannya
butir biji jagung keras sehingga kurang disukai menghasilkan jagung sebanyak 4.0 - 5.0 ton/hektar
masyarakat. Varietas Anoman merupakan jagung (Indonesian Cereal Research Institute 2008).
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari proses proksimat, kadar amilosa dan amilopektin,
ekstraksi pati dan sifat fiskokimia pati yang berasal morfologi granula, derajat putih pati, dan profil
dari dua varietas jagung putih, yaitu Anoman dan amilografinya.
Pulut Uri 1.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
II. METODE PENELITIAN
A. Rendemen Pati Jagung
A. Bahan penelitian Rendemen pati dihitung berdasarkan
Bahan utama penelitian adalah biji jagung putih perbandingan antara bobot pati kering yang
varietas Anoman dan Pulut Uri 1 yang diperoleh dihasilkan dengan bobot biji jagung kering sebelum
dari Balai Penelitian Serealia Maros. Bahan kimia dilakukan ekstraksi. Rendemen pati yang dihasilkan
untuk proses ekstraksi pati adalah NaHSO3 dan pada penelitian ini adalah sebesar 24,40% untuk
NaOH. varietas Anoman dan 22,82% untuk varietas Pulut
Uri 1. Rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi
B. Ekstraksi pati jagung putih ini lebih besar dibandingkan dengan rendemen pati
Ekstraksi atau isolasi pati dilakukan bertujuan jagung dari hasil penelitian yang dilakukan
untuk mendapatkan produk pati jagung putih Maflahah (2010), yaitu sebesar 19,33% dan , tetapi
dengan kualitas yang baik. Ekstraksi dilakukan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil
dengan menggunakan proses hasil modifikasi dari penelitian Suarni et al. (2013), yaitu 41,77% untuk
metode Sandhu et al. (2005), yaitu ekstraksi cara varietas Anoman-1 dan 37,99% untuk varietas Pulut
basah. Gorontalo. Perbedaan hasil rendemen pati dapat
Tahapan ekstraksi adalah sebagai berikut: disebabkan karena beberapa hal, di antaranya
1. Biji jagung direndam di dalam air destilata yang adalah karena perbedaan varietas jagung, umur
mengandung sodium hydrogen sulphite (0.1% panen (masak fisiologis), kadar air jagung asal dan
SO2) dengan perbandingan 1 : 2,5 di dalam pati yang dihasilkan, jumlah sampel, serta metode
water bath pada suhu 50±2°C selama 24 jam. ekstraksi yang digunakan.
2. Setelah 24 jam, air perendam dibuang dan biji Ekstraksi pati dilakukan melalui proses
jagung digiling dengan grinder lab sambil penggilingan dan penyaringan. Banyaknya jumlah
dicampur dengan air destilata. pati yang dapat keluar dari jaringan selama proses
3. Bubur jagung disaring menggunakan ayakan penggilingan akan berpengaruh terhadap jumlah
(100 mesh), dan residu dicuci dengan air pati yang dihasilkan. Selain itu juga proses
destilata sampai bebas pati. penyaringan dan pencucian ampas akan
4. Bubur pati dibiarkan selama 12 jam hingga berpengaruh terhadap jumlah pati yang keluar. Pada
mengendap. saat pati sudah dikeringkan dilakukan penggilingan
5. Supernatan dibuang dengan cara dihisap dan dan pengayakan, pada proses tersebut dapat terjadi
lapisan pati disuspensikan kembali dengan air kehilangan granula pati sehingga akan berpengaruh
destilata yang mengandung NaOH 0,2% dan terhadap rendemen pati yang dihasilkan.
diendapkan kembali.
6. Setelah mengendap, lapisan tidak putih di B. Komposisi Kimia Pati Jagung Putih
sebelah atas diambil. Lapisan putih di bagian
Komposisi kimia yang terkandung di dalam pati
bawah disuspensikan kembali dengan air
jagung disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut
destilata dan diendapkan selama beberapa jam.
7. Pati dikumpulkan dan dikeringkan dalam oven terlihat bahwa pati jagung memiliki kandungan
menggunakan loyang dengan ketebalan lemak, protein dan serat kasar yang masih tergolong
maksimum 0,5 cm pada suhu 50°C selama 24 tinggi.
jam. Kadar air pati jagung yang dihasilkan adalah
8. Setelah kering, cake pati digiling dan diayak 9,01% untuk varietas Anoman dan 8,62% untuk
dengan ukuran 100 mesh, kemudian dikemas varietas Pulut Uri 1. Kadar air tersebut sudah
menggunakan kemasan yang tertutup. memenuhi persyaratan Standar Industri Indonesia
Variabel yang diamati terhadap pati hasil (SII) untuk pati jagung, yaitu maksimum 10%.
ekstraksi meliputi: rendemen pati, analisis

128 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kadar lemak pati jagung hasil ekstraksi pada 1,50%. Kadar serat kasar pada pati jagung hasil
percobaan ini masih tergolong tinggi, yaitu 3,34% ekstraksi adalah 7,54% untuk varietas Anoman dan
untuk varietas Anoman dan 3,55% untuk varietas 8,44% untuk varietas pulut Uri 1. Kadar amilosa
Pulut Uri 1. Tingginya kandungan lemak diduga pati varietas Anoman adalah sebesar 31,99%,
disebabkan karena terjadinya pemisahan lembaga sedangkan untuk varietas Pulut Uri 1 adalah sebesar
yang kurang sempurna. Pada proses ekstrak pati, 11,77%.
seharusnya ada tahap pemisahan lembaga, yang
dapat menurunkan kadar lemak pati karena lemak C. Morfologi granula pati jagung putih
pada biji jagung terkonsentrasi pada bagian Granula pati jagung putih varietas Anoman dan
lembaga. Kandungan lemak dalam pati Pulut Uri 1 disajikan pada Gambar 1. Dari gambar
dipersyaratkan rendah, karena dapat membentuk terlihat bahwa granula pati jagung berbentuk bulat
kompleks dengan amilosa sehingga menghambat cenderung polygonal (bersegi banyak). Ukuran
proses gelatinisasi. granula beragam dari yang kecil sampai besar.
TABEL I Ukuran granula beragam pada kisaran 5 – 30 µm.
KOMPOSISI KIMIA DUA VARIETAS JAGUNG PUTIH Pusat granula (hilum) terletak di bagian tengah
dengan kenampakan seperti retakan. Bentuk dan
Komposisi Anoman Pulut Uri 1 ukuran granula pati jagung untuk kedua varietas
Air (%) 9,01 8.62
yang diuji relatif sama, tetapi untuk varietas Pulut
Uri 1, letak hilum tidak jelas terlihat dibandingkan
Lemak (%) 3,34 3,55
varietas Anoman.
Protein (%) 3,70 4,55
Abu (%) 0,30 0,33
1A 2A
Karbohidrat (by
83,65 82,97
difference) (%)
Serat Kasar (%) 7,54 8,44
Kadar Amilosa (%) 31,99 11,77

Kadar protein pati jagung hasil ekstraksi adalah


3,70% untuk varietas Anoman dan lebih rendah 1B 2B
daripada varietas Pulut Uri 1, yaitu sebesar 4,55%.
Kadar protein pati jagung yang diekstrak
dipengaruhi oleh varietas (Suarni et al. 2013).
Dalam bentuk pati, komponen protein
dipersyaratkan dalam konsentrasi sangat rendah,
karena akan menyebabkan viskositas pati menurun.
Kadar lemak dan kadar protein pada pati tidak Gambar 1. Bentuk granula pati jagung putih 1. Di bawah
dipersyaratkan menurut SII pati jagung, tetapi kadar mikroskop cahaya (perbesaran 400x) dan 2. SEM
lemak yang tinggi memengaruhi kualitas bahan (perbesaran 2000x); A. Varietas Anoman, B. Varietas
selama penyimpanan karena menyebabkan bahan Pulut Uri 1
lebih mudah tengik. Selain itu kadar lemak yang
tinggi dapat mengganggu pengikatan air oleh Dari hasil pengamatan dengan mikroskop cahaya
granula. Jika pengikatan air oleh granula pati terpolarisasi (Gambar 2) terlihat bahwa pati jagung
terhambat dapat mengakibatkan gelatinisasi yang putih hasil ekstraksi masih memiliki sifat
diharapkan tidak tercapai dan tidak merata. Hal ini birefringence, yaitu sifat granula pati yang dapat
dapat menyebabkan tekstur mie yang dihasilkan merefleksikan atau memantulkan cahaya
mudah patah dan kasar karena terbentuk matriks terpolarisasi yang ditandai dengan munculnya
pati yang tidak sempurna saat gelatinisasi. susunan kristal kuning biru di bawah mikroskop
Kadar abu pati jagung hasil ekstraksi adalah (maltese cross effect). Hal ini menandakan bahwa
0,30% untuk varietas Anoman dan 0,33% untuk selama proses ekstraksi tidak terjadi gelatinisasi.
varietas Pulut Uri 1. Kadar abu pati jagung sudah Sifat birefringence pati dapat hilang dengan
memenuhi SII untuk pati jagung yaitu maksimal
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 129
pemanasan di atas suhu gelatinisasi pati yang viskositas puncak dibandingkan dengan viskositas
disebabkan karena pecahnya ikatan molekul, akhir. Viskositas mengalami penurunan yang tidak
sehingga ikatan hidrogen mengikat lebih banyak terlalu tajam selama pemanasan. Hal ini mencirikan
molekul air (Fennema, 1996). bahwa pati jagung varietas Anoman memiliki
kestabilan yang cukup baik selama pengolahan
suhu tinggi.
A B

Gambar 2. Granula pati jagung putih di bawah


mikroskop cahaya terpolarisasi (perbesaran 400x). A.
Varietas Anoman, B. Varietas Pulut Uri 1

D. Derajat putih pati jagung putih


Dari hasil pengukuran dengan alat Kett Gambar 3. Pola amilografi pati jagung putih varietas
Whiteness Tester (kalibrasi standar BaSO4), nilai Anoman dan Pulut Uri-1 menggunakan Rapid Visco
Analyser (RVA)
derajat putih pati jagung putih varietas Anoman
adalah rata-rata 81,27% dan varietas Pulut Uri 1 Berdasarkan data profil amilografi pada Tabel 2,
adalah 81,81%. Nilai derajat putih yang diperoleh proses gelatinisasi pati jagung putih varietas Pulut
lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Suarni et Uri 1 terjadi lebih cepat (5,93 menit) pada suhu
al. (2013) terhadap pati jagung varietas Anoman 72,85oC, dibandingkan varietas Anoman (7,80
(89,91%) dan Pulut Gorontalo (90,57%). Pati menit) pada suhu lebih tinggi (75,30oC). Suhu
jagung putih varietas Pulut memiliki derajat putih gelatinisasi menunjukkan suhu awal meningkat
yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas dengan meningkatnya viskositas pati pada saat
Anoman. dipanaskan atau awal terjadinya gelatinisasi. Suhu
awal gelatinisasi merupakan fenomena dari sifat
E. Profil amilografi jagung putih
fisik pati yang kompleks yang ditentukan oleh
Pola amilografi pati jagung putih diperoleh beberapa faktor, di antaranya adalah komposisi
dengan menggunakan Rapid Visco Analyser (RVA) amilosa dan amilopektin, serta keadaan media
disajikan pada Gambar 3. Pola amilografi pemanasan. Rendahnya kandungan amilosa pada
menunjukkan bagaimana perubahan viskositas pati pati jagung varietas Pulut menyebabkan proses
selama proses pengolahan pada suhu tinggi dan gelatinisasi terjadi lebih cepat dengan suhu lebih
pada saat suhu diturunkan secara terkendali. Pola rendah.
amilografi juga merupakan salah satu cara untuk Ketika suhu semakin ditingkatkan menjadi 95oC,
memprediksi sifat fungsional pati dan viskositas pasta pati jagung Pulut Uri 1 meningkat
pengembangan aplikasinya di dalam produk secara mencapai nilai 4659 cP, sedangkan varietas
optimal (Chen 2003). Data profil amilografinya Anoman meningkat menjadi 2885 cP. Pada saat
disajikan pada Tabel 2. holding (suhu 95oC konstan), viskositas pasta pati
Sifat amilografi pati jagung varietas Anoman jagung varietas Pulut Uri 1 mengalami penurunan
dan Pulut Uri 1 memiliki pola yang berbeda. Pola yang tajam (breakdown) hingga mencapai
amilografi pati jagung varietas Anoman termasuk viskositas 1444 cP (viskositas breakdown 3215 cP),
ke dalam tipe B, sedangkan pati jagung varietas sedangkan pasta pati jagung Anoman menurun
Pulut Uri 1 tergolong tipe A berdasarkan mencapai viskositas 1550 cP (viskositas breakdown
penggolongan tipe gelatinisasi menurut Scoch dan 1335 cP). Nilai viskositas breakdown menunjukkan
Maywald (1968) dikutip oleh Collado et al. (2001). kestabilan pasta pada suhu tinggi. Semakin tinggi
Tipe B memiliki kemampuan pengembangan yang nilai viskositas breakdown semakin tidak stabil
sedang yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya pada pengolahan suhu tinggi. Interaksi protein

130 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


dengan pati menurunkan viskositas (Oluwamukomi besar pada kisaran 5 – 30 µm, struktur permukaan
et al. 2005). Kandungan protein yang tinggi pada granula agak kasar, dan memiliki derajat putih
pati jagung menyebabkan penurunan viskositas sebesar 81,27% untuk varietas Anoman dan 81,81%
secara drastis. untuk varietas Pulut Uri 1. Granula pati jagung
masih memiliki sifat birefringence karena masih
TABEL II memiliki kemampuan memantulkan cahaya
DATA PROFIL AMILOGRAFI PATI DUA VARIETAS terpolarisasi yang ditandai dengan munculnya
JAGUNG PUTIH HASIL PENGUKURAN MENGGUNAKAN susunan kristal kuning biru di bawah mikroskop.
RAPID VISCO ANALYSER (RVA)
Profil amilografi pati jagung varietas Anoman
Nilai tergolong tipe B, sedangkan varietas Pulut Uri 1
Parameter
Anoman Pulut Uri 1 tergolong tipe A.
Waktu gelatinisasi (menit) 7,80 5,93
Suhu gelatinisasi (oC) 75,30 72,85 UCAPAN TERIMA KASIH
Viskositas Puncak (cP) 2885 4659
Viskositas akhir setelah Terima kasih disampaikan kepada Program
1550 1444
holding pada suhu 95oC (cP) Kerjasama Kemitraan Penelitian dan
Viskositas Breakdown (cP) 1335 3215 Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) Badan
Viskositas akhir setelah Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Republik
3254 2002
holding pada suhu 50oC (cP)
Viskositas Setback (cP) 1704 558
Indonesia Tahun 2014, dengan kontrak kerjasama
Nomor: 114/PL.220/I.1/3/2014.k.
Ketika suhu diturunkan menjadi 50oC, viskositas
DAFTAR PUSTAKA
pasta pati jagung varietas Anoman kembali
meningkat secara drastis hingga melebihi viskositas Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2007. Deskripsi
puncaknya (3254 cP). Hal tersebut menyebabkan Varitas Unggul Jagung. Edisi kelima. Badan
viskositas setback-nya menjadi tinggi (1704 cP). Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Pusat
Berbeda dengan pasta pati jagung varietas Pulut Uri Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan-
1, viskositas mencapai 2002 cP dengan nilai Balai Penelitian Tanaman Serealia.
viskositas setback sebesar 558 cP. Nilai viskositas Chen Z. 2003. Physicochemical properties of sweet
breakdown dan viskositas setback menunjukkan potato starches and their application in noodle
kestabilan pasta pati selama proses pengolahan. products. Disertasi. Wageningen University,
Nilai viskositas setback yang tinggi seperti pati Belanda.
jagung varietas Anoman menunjukkan bahwa pati Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H. 2001.
jagung tersebut lebih mudah mengalami Bihon-type of noodles from heat-moisture
retrogradasi dibandingkan dengan varietas Pulut Uri treated sweet potato starch. J Food Sci. 66(4):
1. 604-609.
IV. KESIMPULAN Fennema OR. 1996. Food Chemistry. 3rd Edition.
New York (US): Marcel Dekker Inc.
Ekstrasi pati dua varietas jagung putih (Anoman
dan Pulut Uri 1) dapat dilakukan dengan cara basah Indonesian Cereal Research Institute. 2008.
yang menghasilkan pati dengan rendemen sebanyak Technology Innovation Supporting Maize
24,40% untuk Anoman dan 22,82% untuk Pulut Uri Production. Indonesian Center for Food Crops
1. Pati jagung varietas Anoman dan Pulut Uri 1 Research and Development, Indonesian Cereal
yang dihasilkan berturut-turut mengandung kadar Research Institute.
air 9,01% dan 8,62%, kadar lemak 3,34% dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
3,55%, kadar protein 3,70% dan 4,55%, kadar abu additives (JECFA) 2001. In compendium of food
0.30% dan 0,33%, kadar serat kasar 7,54% dan Maflahah I. 2010. Analisis proses pembuatan pati
8,44%, kadar karbohidrat (by difference) 83,65% jagung (maizena) berbasis neraca massa.
dan 82,97%, serta kadar amilosa 31,99% dan Pozo-Insfran DD, Brenes CH, Saldivar SOS,
11,77%. Pati jagung putih berbentuk bulat Talcott ST. 2006. Polyphenolic and antioxidant
cenderung polygonal (bersegi banyak) dengan content of white and blue corn (Zea mays L.)
ukuran granula beragam dari yang kecil sampai products. Food Res Inter. 39 : 696–703.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 131
Qanytah dan Prastuti TR. 2008. Penerapan Suarni U. 2005. Karakteristik sifat fisikokimia dan
teknologi pascapanen jagung di Desa Kedawung amilograf tepung jagung sebagai bahan pangan.
Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Prosiding Prosiding seminar dan lokakarya nasional
Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008, Makasar 2005. Pusat penelitian dan
Jogjakarta. pengembangan tanaman pangan. Badan
Sandhu KS, Singh N, Malhi NS. 2005. penelitian dan pengembangan pertanian.
Physicochemical and thermal properties of Departemen Pertanian.
starches separated from corn produced from Suarni U, Firmansyah, Aqil M. 2013. Keragaman
crosses of two germ pools. Food Chem. 89: 541– mutu pati beberapa varietas jagung. Penelitian
548. Pertanian Tanaman Pangan Vol. 32 No.1: 50-56.

132 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kajian Mutu Pektin dari Kulit Durian Selat dan Aplikasi pada Pengolahan Jeli
Nenas Tangkit
[Studi of the Quality of Durian Rind Pectin Selat and Application on the Processing of
Tangkit Pineapple]
Surhaini, Indriyani, dan Mursalin
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi
Jalan Tri Brata Km.11 Pondok Meja, Mestong 36364

Abstract - Durian rind is a by-product from durian fruit after the main product was consumed. One of the benefits of it,
it contains pectin which is an additional component used in the food industry, cosmetic and medicines as it could
influence the functional property of food product such as thickness, emulsion and gel. Therefore, the use of pectin as a
raw material in food and non food industry increases. The general aim of this study was to extract the pectin from
Durian rind. Durian is one of the flagship product in Jambi Province in which the Government of Jambi Province is
developing the processing technology of this pot. Some processing product of Durian are marketed such as Lempok
Durian, Dodol Durian, Tempoyak and other durian flavor product. The by-product form durian is durian rind which is
consider as waste or unuse. This study tried to improve the economic value of Durian Selat, a local breed from Selat.
Objectives achieved in this study, ie getting the appropriate extraction temperature and long extraction right at pH 2.6.
in the extraction of pectin durian skin. The design of this experiment was Randomized Block Design in factorial
arrangement with two factors in which the first factors were five levels of temperature including 50, 60, 70, 80 and 90 0C
for factor A1, A2, A3, A4 A and A5 respectively and the second factors were four levels of extraction time including 30, 60,
90 and 120 minutes for B1, B2, B3 and B4 respectively. The data were analysed using ANOVA followed with Duncan
Multiple Range Test. Based on the results of analysis of variance there is interaction between temperature and duration
of extraction of pectin durian skin by using a pH of 2.6 to the equivalent weight, the levels of methoxyl, galkturonat acid,
the degree of esterification and the water content.Treatment combination of temperature and duration of extraction of
getting quality pectin tends to decrease with increased extraction temperature and the extraction time specified. Based
on research data the effect of temperature and duration of extraction of pectin durian skin showed a tendency to
increased levels equivalent weight, methoxyl levels, the degree of esterification and the ash content to the extent 700C
and 800C , and the length of time the extraction of 60 minutes to 90 minutes.
Keywords— pectin, durian-skins, quality-pectin

limbah dari kulit perlu lebih diperhatikan karena


PENDAHULUAN
I.
dapat mencemari lingkungan. Salah satu
Hasil produksi durian di Provinsi Jambi pemanfaatan kulit durian ini adalah digunakan
mengalami peningkatan, Durian yang sebagai sumber pektin.
dibudidayakan di Jambi adalah durian Selat dari Penelitian Hatta (2007) menunjukkan bahwa
Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi dan menjadi kulit durian secara proporsional mengandung
komoditi unggulan. Durian varietas Selat ini unsur selulosa yang tinggi 50-60% dan
telah di resmikan oleh Kementerian Pertanian kandungan lignin 5% serta kandungan pati yang
No: 492/Kpts/SR.120/12/2005. Produksi buah rendah 5% sehingga dapat diindikasikan bahan
yang tinggi perlu disertai dengan penanganan tersebut bisa digunakan sebagai campuran bahan
dan pemanfaatan yang baik, serta pemanfaatan baku pangan olahan serta produk lain. Selain itu,
limbah kulit durian mengandung sel serabut mengandung 7–12 % gugus metoksil (high
dengan dimensi yang panjang serta dinding methoxil pectin) dapat membentuk gel dengan
serabut yang cukup tebal sehingga akan mampu kadar gula yang tinggi dan pektin dengan kadar
berikatan dengan baik apabila diberi bahan metoksil 0-7% (low methoxil pectin) dapat
perekat sintetis atau bahan perekat mineral. membentuk gel dengan kadar gula rendah.
Tingginya produksi buah durian pada saat Pektin dapat diperoleh dari kulit buah
musim panen menyebabkan banyaknya produk dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu
sampingan yang diperoleh berupa kulit durian. proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
Timbunan atau limbah kulit durian sering dengan bantuan pelarut. Ekstraksi padat cair atau
menimbulkan masalah lingkungan sehingga leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
diperlukan upaya pemanfaatannya sehingga dapat dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini
meningkatkan nilai ekonomis. Adanya kajian dan merupakan proses yang bersifat fisik karena
peningkatan mutu pektin dari kulit durian ini komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke
akan meningkatkan nilai ekonomis dari durian dan keadaan semula tanpa mengalami perubahan
untuk memanfaatkan daya guna kulit durian yang kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat
selama ini kurang dimanfaatkan. dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut
Pektin merupakan senyawa polisakarida dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
kompleks dengan komposisi yang bervariasi, berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya
tergantung pada sumber bahan baku, kondisi dan sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga
metode isolasi yang digunakan. Komponen utama digunakan pada padatan yang larut karena
dari senyawa pektin adalah asam D-galakturonat efektivitasnya.
yang gugus karboksilnya teresterifikasi oleh metil Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
alkohol, juga mengandung komponen D- galaktosa, ekstraksi adalah: tipe persiapan sampel, waktu
L-arabinosa dan L-rhamnosa (Nelson et al, 1977). ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe
Sebagai polimer asam galakturonat, substansi pelarut. Untuk memperoleh pektin dengan jumlah
pektat mempunyai banyak sifat fisik yang unik maksimum dan mutu yang baik perlu pengaturan
terutama karena adanya gugusan karboksil.. Jika kondisi ekstrasi. Kondisi ekstraksi pektin
pektin secara sempurna diesterifikasi secara kimia, dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pH larutan,
maka sifat-sifat keasaman, kekentalan dan gelnya suhu dan lama ekstraksi.
jauh berbeda dari yang ditemukan dalam pektin Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan
komersial. Gugusan karboksil mempengaruhi mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin
kekentalan larutan pektin dan tergantung pada menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam,
derajat esterifikasinya. ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin
Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam
mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) galakturonat (Smith dan Bryant, 1968).
menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil
sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat yang teresterifikasi dengan metil menentukan
ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat
membentuk gel seperti yang terjadi pada metilasi semakin tinggi suhu pembentukan gel.
pembuatan jeli. Derajat metilasi atau jumlah Pembuatan jeli diperlukan pektin dengan derajat
gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metilasi 74, artinya 74% dari gugus karboksil
metil menentukan suhu pembentukan gel. mengalami metilasi. Jelly grade, yaitu jumlah
Semakin tinggi derajat metilasi semakin tinggi gula (lb) yang diperlukan untuk pembentukan gel
suhu pembentukan gel. oleh 1 lb pektin. Pektin dengan jelly grade 65
Gugusan karboksil juga berpengaruh terhadap berarti untuk pembentukan gel diperlukan 65 lb
sifat-sifat gel dari pektin. pH diatas 3,5 dimana gula untuk setiap lb pektin.
gugusan karboksil sekitar 40% terionisasi, pektin
sukar untuk membentuk gel dengan gula. Ranganna METODE PENELITIAN
II.
(1977) menyatakan bahwa pektin dari buah- Perlakuan berupa teknik eksraksi dengan
buahan bervariasi dalam kandungan metoksil dan mengkombinasikan suhu dan waktu yaitu
kemampuan membentuk jelli. Pektin buah yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola

134 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


faktorial. Perlakuan dilakukan pada kulit durian nyata terhadap Berat Ekivalen pektin kulit durian
dengan pengaturan pada pH 2.6 Selat yang dihasilkan. Secara umum berat
Faktor pertama suhu terdiri dari 5 taraf : a1 = 50 ekivalen pektin kulit durian Selat dengan
o
C, a2 = 60oC, a3 = 70oC, a4 = 80oC, dan a5 = 90oC pengaruh suhu dan lama ekstraksi pada pH 2,6
Faktor kedua waktu ekstraksi terdiri dari 4 taraf: yang diperoleh cenderung meningkat.
b1 = 30 menit, b2 = 60 menit, b3 = 90 menit,
dan b4 = 120 menit. TABEL I. PENGARUH SUHU DAN LAMA EKSTRAKSI
Kulit buah durian dibersihkan dari kotoran– TERHADAP BERAT EKIVALEN PEKTIN KULIT
kotoran, diambil bagian kulit yang bagian dalam DURIAN SELAT PH 2,6
dan dibersihkan. Perlakuan blanshing pada bagian
kulit durian yang telah dipisahkan untuk mencegah Berat Ekivalen
terjadinya browning. Kemudian dihancurkan Lama ekstraksi (menit)
0
dengan menggunakan menambah akuades Suhu ( C)
30 (b1) 60 (b2) 90 (b3) 120 (b4)
mendidih dengan perbandingan 1 : 1 untuk 0 256,33d 416,52c 477,36d 631,83b
50 C (a1) D C B A
memudahkan proses ekstraksi. Kemudian 0 658,89a 357,63d 520,18c 495,96c
campuran diaduk sampai menjadi bubur 60 C (a2) A D B C
0 521,21b 576,10a 395,90e 510,84c
encer.Bubur durian ini ditambah dengan larutan 70 C (a3) A A B A
540,77b 592,92a 673,51a 676,79a
HCl 1% sampai mencapai pH 2,6. . Bubur asam 0
80 C (a4) D C A A
dipanaskan sampai suhu sesuai dengan variabel 0
90 C (a5)
431,52c 445,10a 580,48ab 380,07d
B B A C
sambil diaduk selama waktu sesuai dengan Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak
perlakuan ( variabel). Bubur asam yang telah nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Huruf kecil dibaca
vertical dan huruf besar dibaca horizontal
dipanaskan, disaring dengan saringan penghisap
untuk memisahkan filtratnya. Filtrat ini Semakin tinggi dan semakin lama ekstraksi
ditambahkan arang aktif agar filtrat berwarna maka berat ekivalen pektin juga semakin tinggi.
jernih .Filtrat pektin dipanaskan pada suhu Selama ekstraksi pektin terjadi perubahan
95–97 C sambil diaduk sampai volumenya senyawa pektin yang disebabkan oleh proses
menjadi setengah volume semula. Filtrat pekat hidrolisis protopektin menjadi pektin dengan
ini didinginkan.Larutan pengendap dengan adanya pemanasan dalam asam. Namun apabila
alkohol 96% diasamkan dengan menambahkan 2 proses hidrolisis diteruskan senyawa pektin akan
ml HCl pekat. Filtrat pekat ditambah dengan berubah jadi asam pektat, asam pektat murni tidak
alkohol asam dan diaduk sampai rata. Setiap 1 liter mengalami esterefikasi sehingga merupakan gugus
filtrat pekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam bebas tanpa gugus metil ester.Senyawa
asam. Filtrat didiamkan selama 10 jam. Endapan pektin yang tinggi gugus asam bebas maka akan
pektin dipisahkan dari filtratnya dengan saringan semakin turun berat nilai ekivalennya.
penghisap. Hasil yang diperoleh ditambah dengan
alkohol 65%, 95% dan aseton, kemudian diaduk.
Kemudian dilakukan penyaringan beberapa kali
sampai pektin tidak bereaksi dengan asam lagi.
Pektin yang tidak beraksi asam adalah pektin
yang tidak berwarna merah bila ditambah dengan
inidikator phenol phtalein . Pektin basah di-
keringkan pada suhu 50 C selama 10 jam.
Pengujian mutu pektin antara lain: berat
ekivalen. kadar metoksil, kadar asam gakturonat,
derajat esterifikasi, kadar air, kadar abu.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 1. Hubungan suhu dan lama ekstraksi
1. Pengujian Berat Ekivalen terhadap berat ekivalen pektin kulit
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa suhu
dan lama ekstraksi serta interaksinya berpengaruh

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 135


Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap menghilangkan semua senyawa non uronat.
kandungan gugus asam galakturonat bebas (tidak Pektin dalam jaringan tanaman terdapat sebagai
teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin protopektin yang tidak larut dalam air (insoluble)
(Ranganna, 1977). Asam pektat murni merupakan karena berada sebagai garam kalsium dan
zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam magnesium. Oleh karena itu, dilakukan hidrolisis
poligalakturonat yang bebas dari gugus metil protopektin dalam air yang diasamkan untuk
Angka yang diikuti huruf yang sama mengubah protopektin menjadi pektin yang
menunjukkan beda tidak nyata pada uji jarak bersifat larut dalam air, dimana ion H+ pada air
berganda Duncan pada .taraf 5%.gambar di atas akan menggantikan ion kalsium dan ion
menunjukkan kecenderungan semakin tinggi magnesium pada molekul protopektin. Kandungan
suhu dan lamanya ekstraksi menghasilkan berat ion hidrogen yang lebih banyak menyebabkan
ekivalen semakin t inggi pada bat as s uhu laju hidrolisis protopektin semakin cepat karena
akan menambah seringnya tabrakan antar
800C dan suhu lebih tinggi lagi terjadi penurunan
molekul- molekul yang berarti kemungkinan
berat ekivalen.
tabrakan yang berhasil sehingga pektin yang
Suhu yang tinggi dan semakin lama ekstaksi
diperoleh akan bertambah.
menyebabkan terjadinya depolimerisasi dan
demetilasi (Kim et al., 1978). Selain itu suhu tinggi 2. Analisa Kadar Metoksil
dapat menyebabkan pula proses deesterifikasi Kadar Metoksil Kadar metoksil didefinisikan
pektin menjadi asam pektat. Proses deesterifikasi sebagai jumlah mol metanol yang terdapat di
akan meningkatkan jumlah gugus asam bebas. dalam 100 mol asam galakturonat. Metoksil
Peningkatan jumlah gugus asam bebas akan pektin memiliki peranan penting dalam
menurunkan b erat ekivalen. menentukan sifat fungsional larutan pektin dan
Berat Ekivalen pektin yang dihasilkan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel
tergantung pada jenis dan bagian tanaman yang pektin (Constenla dan Lozano, 2003).
diekstrak. Sebelum diekstrak, dilakukan persiapan
bahan sehingga mempermudah terjadinya kontak TABEL II. PENGARUH SUHU DAN LAMA EKSTRAKSI
bahan dengan larutan yang akan mempermudah TERHADAP KADAR METOKSIL PEKTIN KULIT
proses ekstraksi. Goycoolea dan Adriana (2003) DURIAN SELAT PH 2,6
menjelaskan bahwa penggunaan HCl dengan Kadar metoksil (%)
Lama ekstraksi (menit)
konsentrasi 0.1 N pada proses ekstraksi pektin 0
Suhu ( C) 30 (b1) 60 (b2) 90 (b3) 120 (b4)
dapat memberikan berat ekivalen pektin yang 0 1,60 b 0,89 d 1,76 a 1,48 a
50 C (a1)
terbaik. Peningkatan suhu lebih dari 100oC dan B
1,21 c
C
1,74 ab
A
1,76 a
B
1,03c
0
waktu lebih dari 80 menit tidak akan memberikan 60 C (a2) B A A C
1,84 a 1,80 a 1,59 b 1,32 b
pengaruh yang signifikan terhadap rendemen 0
70 C (a3) A A B C
pektin yang dihasilkan. 0 1,66 b 1,47 b 1,37 c 1,61 a
80 C (a4) A B B A
Pengaruh berat ekivalen dilakukan untuk 1,09 c 1,65 b 1,56 b 1,59 a
0
mengetahui persentase produk yang dihasilkan 90 C (a5) B A A A
dari penggolongan suatu bahan. Berat ekivalen
pektin dipengaruhi oleh kualitas bahan, jenis Gugus metil pada pektin akan terhidrolisis
tanaman dan metode ekstraksi dan dalam suasana asam yang relatif kuat dan
isolasinya(Constenla dan Lozano, 2006. Menurut hidrolisis tersebut bertambah sempurna dengan
Nelson, et al, (1977) selain asam galakturonat bertambahnya waktu. Hubungan suhu dan lama
pektin juga mengandung senyawa lain seperti ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 2
gula netral, galaktosa, arabiosa, ramnosa. Secara umum kandungan metoksil pada kulit
Senyawa inilah inilah yang mempengaruhi durian Selat dengan pengaruh suhu dan lama
perbedaan komposisi senyawa pectin. Towle dan ekstraksi pada pH 2,6 terlihat bahwa kadar
Cristensen, (1973) beberapa senyawa non uronat metoksil yang diperoleh meningkat dengan
mungkin dapat dihilangkan melalui pelarutan semakin meningkatnya suhu pada batas 700C (a5)
kembali pektin dalam air dan penggumpalan dan waktu ektraksi yang singkat 30 menit (b1)
dengan alkohol, tetapi tidak mungkin terdapat kadar metoksil tertinggi yaitu rata-rata

136 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


1,84%. Semakin tinggi suhu menyebabkan terjadi penurunan asam galakturonat yang
terjadinya deesterifikasi pektin yang telah dihasilkan. Menurut pendapat Kertesz(1951)
terekstraksi menjadi galakturonat yang diikuti bahwa pada kondisi asam dan suhu tinggi akan
penurunan kadar metoksil (Towle and terjadi reaksi dekarboksilasi dan dekomposisi
Christensen 1973). Semakin tinggi suhu ekstraksi hingga menurunkan kandungan senyawa asam
maka akan semakin banyak protopektin yang galakturonat senyawa pektin.
terhidrolisis, disamping itu suhu yang semakin TABEL 3. PENGARUH SUHU DAN LAMA EKSTRAKSI
tinggi akan memperpendek waktu yang TERHADAP KADAR GALAKTURONAT PEKTIN KULIT
dibutuhkan untuk ekstraksi pektin, suhu yang DURIAN SELAT PH 2,6
terlalu tinggi akan menyebabkan degradasi pektin
Kadar asam galakturonat (%)
(Suhardi, 1991).
0 Lama ekstraksi (menit)
Suhu ( C)
30 (b1) 60 (b2) 90 (b3) 120 (b4)
0 77,17a 54,52a 56,20a 52,83a
50 C (a1) A BC B C
0 49,42b 51,13a 50,23b 42,88b
60 C (a2) A A A B
0 45,75b 45,73b 43,99c 39,74bc
70 C (a3) A A A B
0 41,64c 38,66c 37,64d 39,73c
80 C (a4) A A A A
0 35,03d 37,46d 37,67d 36,05d
90 C (a5) A A A A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak
nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Huruf kecil dibaca
Gambar 2. Hubungan suhu dan lama ekstraksi vertikal dan huruf besar dibaca horizontal

terhadap kadar metoksil pada pH 2,6

Pendapat Towle dan Chritensen 1973 bahwa


sejalan dengan proses ekstraksi selalu terjadi
sejumlah proses deesterefikasi , dimana semakin
lama waktu ekstraksi akan diperoleh pektin
dengan kadar metoksil yang lebih rendah.
Menurut Constenla dan Lozano (2003), kadar
metoksil pektin akan semakin tinggi dengan
meningkatnya suhu. Rendahnya kadar metoksil
disebabkan oleh proses demetilisasi dan Gambar 3. Hubungan Suhu dan Lama ekstraksi
deesetrifikasi (hidrolisis gugus ester) pada pektin Terhadap Asam Galakturonat Pektin Kulit durian
sehingga akan menurunkan kadar metoksil yang Selat pada pH 2,6
dihasilkan.
Hasil penelitian d i a t a s kelompok Asam galakturonat pektin berkisar dari 17,12%
esternya, jenis pektin yang dihasilkan dalam (suhu 900C dan lama 120 menit atau perlakuan
penelitian adalah kadar pektin kulit durian Selat a5b4) sampai 74,97% (suhu 500C dan lama 60
bermetoksil rendah karena mempunyai kelompok menit atau perlakuan a1b2).Dari sini terlihat
ester kurang dari 50%.. Jika kadar metoksil kurang bahwa terdapat interaksi antara suhu dan lama
dari 7% maka pektin disebut bermetoksil rendah ekstraksi terhadap asam galakturonat yang
(Goycoolea dan Adriana, 2003. Kadar dihasilkan .Semakin tinggi suhu dan semakin lama
galakturonat dan muatan molekul pektin memiliki waktu ekstraksi maka asam galakturonatnya
peranan penting dalam menentukan sifat fungsional semakin rendah.Hal ini sesuai dengan pendapat
larutan pektin. Kadar galakturonat dapat Merlita (1999) bahwa waktu ekstraksi yang
mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin semakin lama mengakibatkan terjadinya hidrolisis
(Constenla dan Lozano, 2003). pektin menjadi asam galakturonat. Menurut
Dari hasil ini terlihat terdapat interaksi antara Kertesz (1951 dalam Ahmadi, 2003 bahwa pada
suhu dan lama ekstraksi terhadap kadar asam kondisi asam dan suhu tinggi akan terjadi reaksi
galakturonat yang dihasilkan. Dengan dekarboksilasi dan dekomposisi terhadap asam
meningkatnya suhu dan lama waktu yang tetap galakturonat. Diduga lamanya ekstraksi

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 137


menyebabkan banyaknya polimer asam TABEL 4. PENGARUH SUHU DAN LAMA
galakturonat yang mengalami reaksi EKSTRAKSI TERHADAP DERAJAT ESTERIFIKASI
dekarboksilasi dan dekomposisi sehingga PEKTIN KULIT DURIAN SELAT PH 2,6
menurunkan kandungan asam galakturonat Derajat Esterifikasi (%)
senyawa pektin. 0 Lama ekstraksi (menit)
Suhu ( C) 30 (b1) 60 (b2) 90 (b3) 120 (b4)
Berdasarkan hasil percobaan dari penelitian ini 11,49e 9,38d 17,67c 13,82d
0
kadar asam galakturonat akan berkurang seiring 50 C (a1) C D A B
13,63d 19,67c 20,33b 12,51e
dengan bertambahnya suhu dan lama ekstraksi. 0
60 C (a2) B A A C
Pada kondisi asam, suhu yang tinggi dan waktu 0 23,13a 23,85a 20,42b 17,61c
70 C (a3) A A B C
yang terlalu lama diduga terjadi proses
0 21,85b 21,28b 20,08b 23,66b
hidrolisis terhadap senyawa pektin yang 80 C (a4) B B C A
kompunen utama penyusunnya polimer asam 0
90 C (a5)
17,50c 24,17a 24,48a 25,52a
C B B A
galaturonat. Menurut Koetezs (1951) pada Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak
kondisi asam dan suhu yang terlalu tinggi akan nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Huruf kecil dibaca
vertikal dan huruf besar dibaca horizontal
terjadi reaksi dekarboksilasi dan dekomposisi
terhadap asam galakturonat. Semakin lama
Secara umum derajat esterifikasi pektin kulit
proses ekstraksi maka akan semakin banyak
durian pada pH 2,6 semakin meningkat dengan
polimer asam galakturonat yang mengalami
semakin tinggi dan lamanya proses ekstraksi.
reaksi dekarboksilasi dan dekomposisi sehingga
menurunkan kandungan asam galakturonat yang
ada pada pektin.
Tingginya suhu dan lamanya proses
ekstraksi dapat menyebabkan degradasi gugus
metil ester pada pektin menjadi asam karboksil
oleh adanya asam. Asam yang digunakan dalam
ekstraksi pektin akan menghidrolisa ikatan
hidrogen. Ikatan glikosidik gugus metil ester
dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan
asam galakturonat. Jika ekstraksi dilakukan terlalu
lama, pektin akan berubah menjadi asam pektat Gambar 4. Hubungan suhu dan lama ekstraksi
yang asam galakturonatnya bebas dari gugus metil terhadap derajat esterifikasi pektin kulit durian
ester. Jumlah gugus metil ester menunjukkan Selat pada pH 2,6
jumlah gugus karboksil yang tidak teresterifikasi
atau derajat esterifikasi. Ikatan glikosidik gugus metil ester dari
pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam
3. Derajat Esterifikasi galakturonat. Jika ekstraksi dilakukan terlalu lama,
Derajat esterifikasi didefinisikan sebagai pektin akan berubah menjadi asam pektat yang
presentase jumlah residu asam D- galakturonat asam galakturonatnya bebas dari gugus metil ester.
yang gugus karboksilnya teresterifiksai dengan Jumlah gugus metil ester menunjukkan jumlah
etanol terhadap jumlah residu asam D- gugus karboksil yang tidak teresterifikasi atau
galakturonat total (Whistler dan Daniel 1985) derajat esterifikasi.
Derajat Esterifikasi merupakan persentase jumlah Menurunnya derajat esterifikasi dengan
residu asam D-galakturonat yang gugus semakin tingginya suhu ekstraksi dan lamanya
karboksilnya teresterifikasi dengan etanol. Nilai waktu ekstraksi, diakibatkan karena semakin
derajat esterifikasi pektin diperoleh dari nilai tinggi suhu ekstraksi akan meningkat esterifikasi
kadar metoksil dan kadar asam galakturonat. pektin sehingga esterifikasi pektin semakin rendah,
Persentase dari kelompok karboksil teresterifikasi seperti dikemukakan oleh Towle dan Cristensen
oleh methanol dinamakan derajat esterifikasi (1973) bahwa selama proses ekstraksi selalu
(Fennema, 1996). terjadi proses deesterifikasi.

138 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


4. Analisa Kadar Air air yang tinggi disebabkan suhu yang rendah
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak mampu menguapkan air pada pektin,
suhu, lama ekstraksi dan interaksi keduanya sebaliknya semakin tinggi suhu dan semakin lama
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air waktu ekstraksi akan meningkatkan penguapan
pada pH 2,6 Kadar air pektin yang dihasilkan jumlah air selama proses ekstraksi sehingga
berkisar antara 8,5 – 12 %. Kadar air bahan mempermudah proses pengeringan. Berdasarkan
berpengaruh terhadap masa simpan. Kadar air standar Food Chemical Codex (1996), semua
yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap perlakuan masih memenuhi standar dengan kadar
aktivitas mikroba. memberikan pengaruh nyata air pektin maksimum 12%. Kadar air yang
terhadap kadar air. dihasilkan dapat dipengaruhi oleh rendemen
pektin.
TABEL V. PENGARUH SUHU DAN LAMA 5. Analisa Kadar Abu
EKSTRAKSI TERHADAP KADAR AIR PEKTIN KULIT Abu merupakan bahan anorganik yang
DURIAN SELAT PH 2,6 diperoleh dari residu atau sisa pembakaran bahan
Kadar air (%)
Lama ekstraksi (menit)
organik. Kandungan mineral suatu bahan dapat
0
Suhu ( C) 30 (b1) 60 (b2) 90 (b3) 120 (b4) dilihat dari kadar abu yang dimiliki bahan
0 11,99a 12,04b 11,92a 11,96a
50 C (a1) A A A A tersebut. Kadar abu berpengaruh pada tingkat
0
60 C (a2)
12,12a
A
12,11a
A
12,07a
A
12,00a
A
kemurnian pektin. Semakin tinggi kadar abu
0 11,04b 11,04c 11,09b 11,15b dalam pektin, tingkat kemurnian pektin semakin
70 C (a3) A A A A
0 10,70b 10,22d 9,69d 10,29c rendah. Jika kadar abu dalam tepung pektin
80 C (a4) A
10,18c
B
9,56e
C
9,81c
B
11,99a
tinggi, maka persentase kandungan pektin yang
0
90 C (a5) C B BC A terdapat didalamnya semakin rendah dan
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak
nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Huruf kecil dibaca
tingkat kemurnian tepung pektin tersebut juga
vertikal rendah. Kadar abu pektin dipengaruhi oleh residu
bahan anorganik yang terdapat pada bahan baku,
metode ekstraksi dan isolasi pektin (Kalapathy
dan Proctor, 2001).
Berdasarkan analisis ragam bahwa suhu dan
lama ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar
abu yang dihasilkan, tetapi interaksinya
berpengaruh tidak nyata.
TABEL VI PENGARUH SUHU DAN LAMA
EKSTRAKSI TERHADAP KADAR ABU PEKTIN KULIT
DURIAN SELAT PH 2,6
Gambar 5. Hubungan suhu dan lama ekstraksi
SUHU (A) Rata-rata Kadar Abu NOTASI
terhadap kadar air pektin kulit durian Selat pada 50C (a1) 4,45 a
60C (a2) 3,60 b
pH 2,6 70C (a3) 2,62 C
80C (a4) 2,23 D
90C (a5) 1,18 E
Kadar air pektin kulit durian yang dihasilkan Lama Ekstraksi (B)
semakin rendah dengan meningkatnya suhu dan 30 menit (b1) 3,25 A
60 menit (b2) 2,85 C
semakin lamanya waktu ekstraksi. Kadar air yang 90 menit (b3) 2,65 Cd
120 menit (b4) 2,50 D
tinggi disebabkan suhu yang rendah tidak Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak
mampu menguapkan air pada pektin, sebaliknya nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Huruf kecil dibaca
semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu vertikal dan huruf besar dibaca horizontal

ekstraksi akan meningkatkan penguapan jumlah air Secara umum kadar abu pektin kulit durian
selama proses ekstraksi sehingga mempermudah pada pH 2,6 semakin menurun dengan semakin
proses pengeringan. tinggi suhu dan lamanya waktu ekstraksi.Gambar
Kadar air pektin yang dihasilkan semakin 6.. di atas menunjukkan tingginya suhu dan
rendah dengan meningkatnya suhu. Semakin lama lamanya ekstraksi mengakibatkan kadar abu
waktu ekstraksi kadar pektin semakin turun. Kadar pektin semakin tinggi. Hal ini terjadi karena

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 139


adanya reaksi hidrolisis protopektin. Hidrolisis akibatnya terlepasnya pektin dari sel jaringan shg
protopektin menyebabkan bertambahnya pektin yg dihasilkan semakin banyak,Tapi suhu
kandungan kalsium dan magnesium. Kalsium dan ekstraksi yg tinggi menyebabkan terjadinya
magnesium merupakan mineral sebagai pemutusan ikatan glikosida dimana pektin yg
komponen abu. Dengan demikian semakin terbentuk mengalami degradasi..Waktu perlakuan
banyaknya mineral berupa kalsium dan yg lama dengan asam menyebabkan ion-ion akan
magnesium akan semakin banyak kadar abu pektin lepas dari substansi pektin. Ion-ion yg lepas ini
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan pektin akan menjdi residu atau sisa pembakaran bahan
hasil ekstraksi dari pengaruh suhu dan lama organik yg berupa bahan an organik.
ekstraksi memiliki nilai kadar abu yang masih
berada pada kisaran yang diijinkan yaitu maks
10% (Food Chemical Codex, 1996).

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,
maka diambil simpulan sebagai berikut :perlakuan
suhu ekstraksi pektin berpengaruh nyata terhadap
berat ekivalen, metoksil, galakturonat, derajat
esterifikasi, kadar air, dan kadar abu.Perlakuan
lama ekstraksi pektin berpengaruh nyata terhadap
berat ekivalen, metoksil, galakturonat, derajat
esterifikasi, kadar air, dan kadar abu.. Interaksi
suhu dan lama ekstraksi pektin berpengaruh nyata
terhadap berat ekivalen, metoksil, galakturonat,
derajat esterifikasi, kadar air, dan kadar abu. pH
2,6 diperlakukan pada perlakuan suhu, waktu
ekstraksi pektin dan interaksi keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu.. Berat
ekivalaen pektin kulit durian Selat pengaruh suhu
Gambar 6. Hubungan suhu dan lama ekstraksi terhadap dan lama ekstraksi berkisar 256,33 – 673,51 mg/g,
kadar abu pektin kulit durian Selat pada pH 2,6 kadar metoksil berkisar 0,89 %- 1,80%, kadar
Hal ini dapat disebabkan gugus karboksil asam galakturonat berkisar antara 17,12 -
bebas yang teresterifikasi semakin meningkat. 77,17% , derajat esterifikasi berkisar 11,62 –
Kadar air maksimal 12%, kadar abu maksimal 35,35 %, kadar air pektin berkisar 8,55 – 12,55%
10%, derajat esterifikasi pektin bermetoksil tinggi dan kadar abu pektin berkisar 1,18 – 4,46%6.,
min 50%, derajat esterifikasi pektin bermetoksil Berdasarkan data hasil penelitian pengaruh suhu
rendah maksimal 50%, asam galakturonat min dan lama ekstraksi pektin kulit durian menun-
35%, logam berat maksimal 40 mg/kg jukkan kecenderungan peningkatan kadar berat
(Departemen Kesehatan RI, 1979). Spesifikasi ekivalen, kadar metoksil, derajat esterifikasi dan
mutu pektin komersial adalah : kadar air kadar abu sampai batas 70C dan 80C, dan lama-
maksimum 12%, kadar abu maksimum 1%, pektin nya waktu ekstraksi 60 menit sampai 90 menit.
bermetoksil tinggi minimum 7%, pektin
bermetoksil rendah maksimum 7% dan kadar DAFTAR PUSTAKA
galakturonat minimum 65% (Food Chemical AOAC. 1980. Official Method of Analysis.
Codex,1996). Perlakuan asam khlorida pada kulit Association of Official Analysis Chemist.
durian akan menyebabkan terjadinya hidrolisis Washington, D.C., USA.
asam. Reaksi hidrolisis akan semakin cepat Apriantono, Fardiaz, Puspitasari, Sedarmawati
apabila konsentrasi asam semakin tinggi dan Dan Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium
sebaliknya suhu ekstraksi menyebabkan Analisa. Pusat Antar Universitas Pangan Dan
peningkatan energi kinetik larutan shg difusi Gizi IPB Bogor.
pelarut ke dalam sel jaringan semakin meningkat

140 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Departemen kesehatan RI. 1979. Kondeks Book Company, Ltd New Dehli.
Makanan Indonesia Tentang Bahan Makanan Suhardi, K. 1991. Analisis Produk Buah-Buahan
Tambahan. Departemen Kesehatan RI Jakarta. dan Sayuran. PAU Pangan dan Gizi UGM
Dinas Tanaman Pangan Provinsi Jambi 2010. Data Press. Yogyakarta.
Tanaman Pangan Dan Holtokultura Tahun Susanto, Tri dan Budi Saneto. 1994. Teknologi
2010. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pengolahan Hasil Pertanian. PT Bina Ilmu,
Provinsi Jambi. Surabaya
Food Chemical Codex. 1996. Pektins. melalui Winarno, F.G. 1983. Enzim Pangan. PT. Gramedia,
http://arjournals.annual Jakarta .
reviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.bi.20.070 Sudarmadji, 1997. Prosedur Analisis Untuk
151.000435. Goycoolea, F.M. and Adriana Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Cardenas. 2003. Pektins from Opuntia Spp.: Yogyakarta.
A. Short Review. J. PACD 17-29.
Sylviana. 1994. Pengaruh Suhu Dan Lama Ekstraksi
Hatta, S. 1992. Cokelat : Budidaya, Pengolahan Terhadap Sifat Foisiokimia Pektin Jeruk Nipis.
Hasil. dan Aspek Ekonominya.Cetakan Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi
pertama, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.Haryati, Pertanian Universitas palembang.
T dan B.
Suhardi, K. 1991. Analisis Produk Buah-Buahan
Harjosuwiro. 1984. Pemanfaaatan Limbah dan Sayuran. PAU Pangan dan Gizi. UGM Press.
Perkebunan Coklat Sebagai Bahan Dasar
Yogyakarta.
Pembuatan Pektin. Menara Perkebunan Volume
52. Susanto, Tri dan B. Saneto. 1994. Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian. PT
Hawley,G. G 1981. “ The Condensed Chemical
Bina Ilmu, Surabaya
Dictionary “. 10th Edition. Van
Towle. G A. and O Cristensen. 1973. Pektin dalam
Nostrandreinhold Co. Inc. New York.
R L Whistler (ed) Industrian Gum.
Nelson, D.B, C.J.B. Smith and R.L. Wiles. 1997. AcademicPpress, New York.
Commercial Important Pektin Substance. In
Onny,U. 1995. Durian untuk Kebun Komersial
Food Collids (ed: H.D Graham). The AVI
dan Hobi. Penebar swadaya: Jakarta.
Publishhing Company, inc. Westport
Connecticut. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi
PT Gramedia Pustaka Utama
Ranggana. S. 1977. Manual Analisis of Fruit
and Vegetables Product. Tata McGraw Hill

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 141


Formulation And Sensory Profile Of Angkak Ginger Milk Candy
[Formulasi dan Profil Mutu Hedonik Permen Susu Angkak Rasa Jahe]
Ridawati dan Alsuhendra
Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik,Universitas Negeri Jakarta,
Jalan Rawamangun Muka, Kampus A, Gd.H. Lt.2 13220 Telp.021-4715094
Email: ridawati.sesil@gmail.com

Abstract --- This study aims was to obtain the formula of angkak ginger milk candy and to analize the
sensory profiles. This research was conducted at the Laboratory of Engineering and Food Analysis, Faculty
of Engineering, Universitas Negeri Jakarta, on Jan-July 2016. The study was conducted in three steps: 1).
Processing ginger powder, 2). Processing angkak powder, 3). Formulation and analysis of hedonic quality of
angkak ginger milk candy. The sensory test was performed by trained panelists. The hedonic quality profile
of angkak ginger milk candy F3, F4 and F5 formula was analized. Angkak ginger milk candy had a red
color to red to purple colour, less spicy sweet taste and sweet-spicy taste, weak to strong angkak flavour and
less chewy and very chewy texture.

Keywords: milk candy, red ginger, angkak.

fermentasi beras dengan menggunakan kapang


I. PENDAHULUAN merah (Monascus pusrpureus). Fungsi dari
Permen susu adalah permen berbahan dari monascus purpureus selama fermentasi angkak
susu yang mempunyai tekstur yang lunak, dapat adalah untuk menghasilkan warna merah yang
digigit dan tidak lengket di gigi sewaktu dikunyah. terdiri dari monaskorubin dan pigmen kuning
Produk permen susu yang saat ini beredar di monasko-flavin dalam beras yang direndam.
pasaran secara luas berwarna putih saja atau coklat Kemampuan angkak atau ekstraknya dalam
karamel. Modifikasi terhadap produk permen susu meningkatkan cita rasa makanan dimungkinkan
relatif belum banyak dilakukan. Jahe merupakan terkait dengan kandungan oligopeptidanya.
salah satu rempah yang banyak dimanfaatkan Senyawa ini kemungkinan dihasilkan selama proses
sebagai campuran pada pengolahan produk pangan. fermentasi melalui proses hidrolisis sebagian
Rasa pedas jahe yang disebabkan oleh jahe cukup kandungan protein dalam beras oleh enzim-enzim
dominan dan disebabkan oleh senyawa keton protease yang disekresi oleh kapang monascus
zingeron. Kandungan minyak atsiri dan oleoresin (Tisnadjaja, 2006). Produksi dan penelitian
yang cukup tinggi pada rimpang jahe merah optimalisasi pembuatan angkak telah banyak
menyebabkan jahe merah memiliki peranan penting dilaporkan (Ahmad dan Panda 2014, Danuri, 2008,
dalan dunia pengobatan, baik pengobatan Velmurugan, 2011). Keunggulan lain dari
tradisional maupun untuk skala industri dengan penggunaan angkak adalah pigmen yang dihasilkan
memanfaatkan kemajuan teknologi. Angkak atau dapat larut dalam air, warna yang dihasilkan dapat
red fermented rice, juga dikenal di Cina sebagai bercampur dengan pigmen lain serta aman untuk
hung-chu atau hong-qu. Angkak adalah hasil dikonsumsi (Atma, 2015). Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan formula permen susu jahe
dengan menggunakan angkak dan menganalisis
kualitas sensori dari permen susu angkak rasa jahe.

II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Rekayasa dan Analisis Boga, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Jakarta. Pengujian mutu hedonik
dilakukan oleh panelis terlatih di Universitas Negeri
Jakarta (UNJ), Program Studi Tata Boga. Penelitian
formulasi permen susu angkak rasa jahe dilakukan
menggunakan metode eksperimen, pengambilan
data dan uji mutu hedonik sesuai prosedur
Gambar 1. Diagram Alur Pembuatan Permen Susu
(Alsuhendra dan Ridawati, 2006).
Angkak Rasa Jahe
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian
ini terdiri dari bahan untuk pembuatan permen susu
TABEL 3.
angkak rasa jahe, yang terdiri dari jahe bubuk,
RANCANGAN PENILAIAN MUTU HEDONIK
angkak bubuk, mentega putih, susu bubuk, dan susu
PERMEN SUSU ANGKAK RASA JAHE.
kental manis. Formula dasar permen susu dapat Aspek Formula
dilihat pada Tabel 1. penilaian I II III
Warna
Rasa
TABEL I Aroma
FORMULA PERMEN SUSU RASA JAHE Tekstur

Formula F1 F2
(%) (%) III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Susu kental manis 55 55
Susu bubuk 45 45 Permen susu rasa jahe diformulasi menggu-
Total 100 100 nakan jahe bubuk (F1) dan sari jahe (F2). Peng-
Gelatin 10 10
Air panas 10 10 gunaan angkak bubuk menghasilkan permen susu
Mentega putih 8 8 dengan tekstur kenyal, warna kuning kecoklatan,
Jahe bubuk 5 0 rasa manis dan pedas, serta beraroma susu dan jahe
Sari jahe 0 15
(Gambar 2). Permen susu dengan penambahan sari
jahe memiliki tekstur sangat lunak dan tidak
TABEL II
menyerupai permen, warna kuning, muda, rasa
FORMULA PERMEN SUSU ANGKAK
manis sedikit pedas dan aroma susu jahe.
RASA JAHE
Penggunaan sari jahe mengakibatkan tekstur
Formula F3 F4 F5
permen tidak kenyal, sehingga formula yang
dilanjutkan adalah formula F1. Selanjutnya
(%) (%) (%)
Susu kental manis 55 55 55 dilakukan formulasi penambahan bubuk angkak
Susu bubuk 45 45 45 untuk memberikan warna pada permen susu rasa
Total 100 100 100 jahe.
Gelatin 10 10 10
Air panas 10 10 10
Mentega putih 8 8 8
Jahe bubuk 2,5 2,5 2,5
Angkak bubuk 1,0 1,5 2,0

Gambar 2. Permen susu dengan jahe bubuk

144 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Penambahan angkak bubuk memberikan monaskorubin dan pigmen kuning monasko-flavin
warna merah yang bervariasi pada permen susu. (Tisnadjaja, 2006), serta citrinin (Gong et al, 2015).
Permen susu rasa jahe penambahan angkak bubuk
dengan persentase 1%, 1,5% dan 2% memiliki
warna merah keunguan, merah marun, merah,
merah muda, hingga merah pucat (Gambar 3).

Gambar 5. Aspek Rasa Permen Susu Angkak Rasa


Gambar 3. Permen susu angkak dengan
Jahe
penambahan jahe bubuk
Rasa permen susu angkak rasa jahe secara
umum adalah manis pedas, manis agak pedas, agak
manis dan pedas, agak manis sedikit pedas dan
kurang manis dan pedas. Permen formula F3
memiliki rasa agak manis pedas (3 panelis) dan
manis agak pedas (2 panelis). Permen formula F4
memiliki rasa agak manis sedikit pedas (3 panelis)
dan manis agak pedas (2 panelis). Sedangkan
permen formula F5 memiliki rasa agak manis
sedikit pedas (2 panelis), manis agak pedas (2
Gambar 4. Aspek Warna Permen Susu Angkak panelis) dan manis pedas (1 panelis) (Gambar 5).
Rasa Jahe Rasa manis permen susu diperoleh dari kandungan
gula yang terdapat pada susu kental manis dan rasa
Permen susu angkak rasa jahe formula F3 pedas dari bubuk jahe yang digunakan. Rimpang
memiliki warna merah dan merah pucat dinyatakan jahe mengandung vitamin, asam organik, oleoresin
berturut-turut oleh 3 dan 2 panelis terlatih, (gingerin) dan minyak atsiri (zingeron, zingerol,
sedangkan permen susu jahe formula F4 memiliki zingeberol, dan zingibe- rin). Kandungan senyawa
warna merah, merah marun dan merah muda yang volatil pada jahe menyebabkan jahe memiliki rasa
dinyatakan oleh 2, 2 dan 1 panelis. Formula permen pedas yang khas dan menyegarkan, sehingga jahe
susu angkak F3 memiliki warna merah keunguan (2 sering digunakan sebagai bahan pemberi rasa pada
panelis), merah marun (2 panelis) hingga merah (1 produk makanan olahan.
panelis) (Gambar 4). Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma
Angkak memiliki pigmen warna yang permen susu angkak rasa jahe (Gambar 6) adalah
mengubah warna permen susu. Semakin besar aroma angkak kuat pada permen formula F5 (1
konsentrasi angkak yang digunakan maka intensitas panelis), agak kuat pada permen formula F5 dan F4
warna merah permen yang dihasilkan juga akan (masing-masing 1 panelis), kurang kuat dinyatakan
semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh pigmen oleh 2 panelis untuk permen F4, 1 panelis untuk
merah dari angkak yang juga semakin tinggi dengan permen F3 dan F5. Aroma angkak lemah
bertambah konsentrasinya. Seperti diketahui bahwa dinyatakan oleh panelis untuk permen formula F3
angkak adalah hasil fermentasi beras dengan (3 panelis), F4 (2 panelis) dan F5 (2 panelis).
menggunakan kapang merah (Monascus Aroma angkak atau cita rasa angkak timbul
pusrpureus). Fungsi dari monascus purpureus dimungkinkan terkait dengan kandungan
selama fermentasi angkak adalah untuk oligopeptida yang terdapat pada angkak. Senyawa
menghasilkan warna merah yang terdiri dari ini kemungkinan dihasilkan selama proses

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 145


fermentasi melalui proses hidrolisis sebagian IV. KESIMPULAN
kandungan protein dalam beras oleh enzim-enzim Formula permen susu angkak rasa jahe terdiri
protease yang disekresi oleh kapang monascus dari susu kental manis 55%, susu bubuk 45%,
(Tisnadjaja, 2006) gelatin 10% air panas 10%, mentega putih 8%, jahe
bubuk 2,5%, angkak bubuk 1% (F3), 1,5% (F4) dan
2,0% (F5). Permen susu angkak rasa jahe memiliki
warna merah hingga merah keunguan, rasa manis
pedas hingga kurang manis dan pedas, aroma
angkak lemah hingga kuat dan tekstur permen
kurang kenyal hingga sangat kenyal.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M., and Panda, B. P. 2014. Optimization
of red pigment production by Monascus
Gambar 6. Aspek Aroma Permen Susu Angkak purpureus MTCC 369 under solid-state
Rasa Jahe fermentation using response surface
methodology. Songklanakarin J. of Science &
Aspek tekstur dari permen susu angkak rasa Technology, 36(4), 439-444.
jahe adalah dari sangat kenyal hingga kurang Alsuhendra dan Ridawati. 2008. Prinsip Analisis
kenyal. Permen susu dengan formula F4 dan F5 Zat Gizi Dan Penilaian Organoleptik Bahan
umumnya memiliki tekstur lebih kenyal Makanan. Jakarta: UNJ Pers.
dibandingkan F3, terlihat pada Gambar 7. Atma, Yoni. 2015. Studi penggunaan angkak
Kekenyalan tekstur dari permen susu diperoleh dari sebagai pewarna alami dalam pengolahan daging
pemanasan susu kental manis yang mengandung sapi. Jurnal Teknologi Universitas
gula dan penambahan gelatin. Warna yang Muhammadiyah Jakarta, 7(2):76-85.
mengkilap serta tekstur yang tidak lengket Danuri. H. 2008. Optimizing Angkak Pigments and
dihasilkan dari penggunaan mentega putih sebanyak Lovastatin Production By Monascus Purpureus.
8% dari berat bahan utama. J.of Biosciences. 5(2): 61-66.
Gelatin adalah suatu produk yang diperoleh
Effendi, Supli M. 2009. Teknologi Pengolahan dan
dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari
Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta
kulit, jaringan ikat dan tulang hewan. Gelatin
digunakan untuk memberikan tekstur kenyal pada Gong, C., Kan, S., Da, S., Lei, Q., & Zhenqiang, W.
produk. (Koswara, 2009). Gelatin merupakan 2015. The pigment characteristics and
salah satu jenis bahan tambahan pangan yang aman productivity shifting in high cell density culture
untuk digunakan (Effendi, 2009). of Monascus anka mycelia. BMC Biotechnology,
15(1), 1-9.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pembuatan
Permen [Ebookpangan.com].
Tisnadjaja, Djadjat. 2006. Bebas Koleterol dan
Demam Berdarah dengan Angkak. Depok :
Penebar Swadaya.
Velmurugan, P., Hur, H., Balachandar, V., Kamala-
Kannan, S., Lee, K., Lee, S., & Oh, B. 2011.
Monascus pigment production by solid-state
fermentation with corn cob substrate. J. of
Bioscience and Bio engineering, 112(6), 590-594.
Gambar 7. Aspek Tekstur Permen Susu Angkak
Rasa Jahe

146 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Profil Gelatinisasi Pati Sagu (Metroxylon Sp) yang Dimodifikasi dengan
Teknik Heat Moisture Treatment (HMT)
[Gelatinization Profile of Heat Moisture Treatment (HMT) Modified Sago Starch]
Wulansari1, Feri Kusnandar2, Sugiyono2, Ridwan Thahir3
1
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
Pondok Meja, Muaro Jambi, Jambi 36364
Email: dwulansari2010@gmail.com
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Darmaga, Bogor, Jawa Barat
3
Balai Pasca Panen Cimanggu, Bogor, Jawa Barat

Abstract - Sago starch is a potential source of carbohydrate utilization. The use of native sago starch in food
is limited by its physical, chemical and functional characteristic. The use of native starch in food processing is
limited due to its instability in high temperature while heating, its uneven suspension viscosity and gelation
ability, its instability under acidic conditions, cannot stand stirring, its limited solubility in water, as well as
the gel is easily occur syneresis . Better starch characteristics can be obtained through the starch
modification, so that the use of starch in food processing can be expanded to produce a food product with
desired characteristics. One technique to modified starch that can be done is a physical modification with
Heat Moisture Treatment (HMT) method. This research aimed to determine the characteristics of Modified
Sago starch (Metroxylon Sp) with Heat Moisture Treatment (HMT) technique based on gelatinization profile.
The method used was HMT modification process of sago starch at 70, 80 and 90 ° C for 0.5 - 4 hours heating.
Observations of starch gelatinization characteristic changes were done in every half an hour. Analysis using
amilograph parameters were; the initial temperature of gelatinization (SAG), the viscosity peak (VP), the
peak temperature of gelatinization (SPG), the viscosity of hot pasta (VPP), cold paste viscosity (VPD), the
viscosity breakdown (VB) and viscosity setback (VSB ) due to the heat moisture treatment (HMT)
modification. Results showed according to gelatinization profile analysis and statistical analysis obtained
HMT modified sago starch temperature 70, 80 and 90 0C. Heating duration has the gelatinization
characteristic that the longer heating process the longer the initial temperature of gelatinization can be
generated. The higher the initial temperature of starch gelatinization showed the starch that more resistant to
heat, due to recrystallization of granules component during the HMT modification process. Likewise the
gelatinization peak temperature, the higher temperature of the starch the higher temperature required for
gelatinization. The interaction between temperature and heating duration of starch occurs only on the
parameters of peak viscosity, hot paste viscosity, breakdown viscosity and cold paste viscosity, also the
interaction occurs only when the temperatures of starch at 80 and 90 oC.

Keywords: heat-moisture-treatment, sago-starch


I. PENDAHULUAN oven / suhu ruangan yang digunakan, bukan
pada pemanasan suhu pati yang diberikan.
Pemanfaatan sagu (Metroxylon sp) masih
Modifikasi HMT dengan perlakuan
terbatas dan tidak optimal jika dibandingkan
pemanasan pada suhu oven dan lama
dengan tanaman penghasil karbohidrat lain
pemanasan tersebut masih memberikan hasil
seperti ubi kayu, jagung, kentang dan padi.
yang bervariasi sehingga indikator suhu
Penggunaannya masih terbatas sebagai
oven / ruangan berfluktuatif. Oleh karena
pangan tradisional. Pati sagu merupakan
itu, sangat dibutuhkan penelitian untuk
salah satu alternatif untuk bahan pengisi atau
mengetahui perubahan karakteristik sifat
bahan pengikat adonan. Namun, penggunaan
fisik pati akibat modifikasi HMT dengan
pati sagu native dalam bahan pangan diba-
perlakuan pengamatan pada pemanasan suhu
tasi oleh sifat fisik, kimia dan fungsionalnya.
pati dan lama pemanasan.
Adapun yang membatasi penggunaan pati
Penelitian-penelitian perubahan karak-
native dalam proses pengolahan pangan, yai-
teritik gelatinisasi pati dengan metode HMT
tu: pati native tidak tahan pada pemanasan
ini sudah banyak dilakukan sebelumnya.
suhu tinggi, menghasilkan suspensi pati
Herawati (2009) melakukan modifikasi
dengan viskositas dan kemampuan mem-
HMT sagu menggunakan suhu 110oC
bentuk gel yang tidak seragam (konsisten),
selama 4 jam menghasilkan pati yang tahan
tidak tahan pada kondisi asam, tidak tahan
pemanasan, tahan pengadukan dan memiliki
pengadukan, kelarutan yang terbatas di da-
kemampuan membentuk gel yang tinggi.
lam air, serta gel mudah mengalami sinere-
Studi yang dilakukan oleh Adebowale et al
sis (Kusnandar, 2006). Peningkatan karak-
(2005) menunjukkan bahwa modifikasi
teristik pati dapat diperoleh melalui teknik
dengan teknik HMT dapat mengubah
modifikasi pati, sehingga penggunaan pati
karakteristik gelatinisasi pati sorgum merah,
dalam proses pengolahan pangan dapat
yaitu dapat meningkatkan suhu gelatinisasi,
diperluas dengan menghasilkan karakteristik
meningkatkan viskositas pasta pati, dan
produk pangan yang diinginkan. Pati ter-
meningkatkan kecenderungan pati untuk
modifikasi adalah pati yang telah mengalami
mengalami retrogradasi dengan perlakuan
perlakuan fisik atau kimia secara terkendali
HMT suhu 110oC selama 16 jam. Collado et
sehingga mempunyai karakteristik sesuai
al (2001) melakukan modifikasi HMT pada
dengan yang dikehendaki. Salah satu teknik
pati ubi jalar menggunakan suhu 110oC
modifikasi pati yang dapat dilakukan yaitu,
selama 3 jam juga menghasilkan perubahan
melalui modifikasi fisik dengan metode heat
karakteristik pati dengan peningkatan suhu
moisture treatment (HMT). Modifikasi pati
gelatinisasi pati dan viskositas setback,
dengan metode HMT melibatkan perlakuan
penurunan viskositas puncak serta viskositas
panas dan pengaturan kadar air (Collado et
breakdown. Berdasarkan uraian diatas sudah
al. 2001).
terbukti menggunakan metode modifikasi
Metode modifikasi HMT dapat mening-
HMT dapat meningkatkan karakteristik pati
katkan karakteristik pati dengan mening-
dengan meningkatnya suhu awal
katnya suhu awal gelatinisasi, suhu puncak
gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi dan
gelatinisasi dan viskositas setback, menu-
viskositas setback, menurunnya viskositas
runnya viskositas puncak, viskositas set-
puncak, viskositas setback, swelling volume
back, swelling volume dan kelarutan. Akan
dan kelarutan. Penelitian ini bertujuan untuk
tetapi, perlakuan suhu pemanasan yang di-
mengetahui karakteristik pati Sagu
berikan pada teknik HMT selama ini
(Metroxylon Sp) yang dimodifikasi dengan
merupakan perlakuan pada suhu pemanasan
HMT berdasarkan profil gelatiinisasi.

148 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


II. METODOLOGI termodifikasi HMT selanjutnya dianalisis
kadar airnya dan dilakukan pengukuran
Penelitian ini menggunakan pati sagu
profil pasta pati menggunakan brabender
(Metroxylon sp) dari papua. Prosedur teknik
amilograph. Hasil profil pasta pati sagu
HMT mengacu pada Collado et al. (2001)
termodifikasi HMT antar perlakuan
dan Purwani et al. (2006) yang dimodifikasi.
dianalisa untuk mengetahui perubahan
Pati sagu dianalisis kadar airnya terlebih
karakteristik fisik yang terjadi.
dahulu. Setelah diketahui kadar airnya, pati
sagu tersebut diatur kadar airnya sampai III. HASIL DAN PEMBAHASAN
28% dengan cara menyemprotkan aquades
untuk proses HMT. Jumlah aquades Pati Sagu Termodifikasi o HMT pada
Pemanasan Suhu Pati 70 C
ditentukan berdasarkan perhitungan
Berdasarkan analisis profil gelatinisasi
kesetimbangan massa. Pati sagu basah yang
yang diperoleh dari hasil grafik brabender
telah mencapai kadar air 28% disimpan di
amilografi pada suhu pemanasan pati 70oC
dalam refrigerator selama satu malam pada
dengan lama pemanasan 4 jam menunjukkan
suhu dingin (4-5oC) untuk penyeragaman
adanya perbaikan karakteristik dibandingkan
kadar air. Kemudian pati sagu basah
pati native nya. Suhu awal gelatinisasi dan
sebanyak 809.86 gr dimasukkan ke dalam
suhu puncak gelatinisasi untuk setiap
loyang tertutup yang telah dilengkapi
kenaikan lama pemanasan persetegah jam
dengan kabel termokopel (tipe T, jenis CC
tidak memberikan pengaruh yang signifikan
dan AC, diameter 0.8 mm) dengan posisi
terhadap profil gelatinisasi pati sagu
ditengah-tengah loyang. Ukuran loyang
termodifikasi HMT, sedangkan parameter
tertutup yang digunakan 30 cm x 30 cm x 5
viskositas puncak, viskositas pasta panas,
cm. Sebelumnya oven dipanaskan terlebih
viskositas pasta dingin, viskositas
dahulu sampai suhu pemanasan yang
breakdown, viskositas setback berpengaruh
diinginkan. Dalam memastikan termokopel
nyata pada pemanasan suhu pati selama 4
benar-benar mengukur suhu pati maka
jam (Gambar 1).
dilakukan dengan cara, meletakkan
termokopel ditengah-tengah pati atau
dibagian dalam dari pati. Kemudian loyang
yang berisi pati sagu basah dimasukkan ke
dalam oven serta kabel termokopel disisi
lainnya disambungkan ke monitor recorder.
Peningkatan suhu pamanasan setiap waktu
selama proses modifikasi pati dilihat pada
monitor recorder sampai suhu pati yang
diinginkan diperoleh. Setelah mencapai suhu
pati yang diinginkan sampel pati diambil
setiap setengah jam berlangsung selama 4 Gambar 1. Profil gelatinisasi pati sagu native
jam. Setelah didinginkan, pati termodifikasi dan termodifikasi HMT pada suhu
pemanasan pati 70 oC dengan lama
dikeringkan selama 4 jam pada suhu 50 oC.
pemanasan mencapai 4 jam
Pati kering digiling dan diayak mengunakan
ayakan 100 mesh. Adapun perlakuan Parameter pertama yang diamati adalah
pemanasan pada suhu pati 70, 80, dan 90 oC, suhu awal gelatinisasi yang merupakan suhu
serta perlakuan pada waktu setiap pada saat viskositas pasta mulai naik dengan
pengambilan sampel yaitu: 30’, 60’, 90’, tajam. Adapun nilai suhu awal gelatinisasi
120’, 150’, 180’, 210’, 240’ (menit). Pati yang dibutuhkan dengan lama pemanasan 4

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 149


jam sekitar 76.13 sampai 78oC. Suhu puncak termodifikasi HMT masih mengalami
gelatinisasi yang merupakan suhu pada saat sineresis yaitu keluarnya molekul air dari
pasta mengalami viskositas maksimum, matriks gel pati.
suhu pemanasan pati 70oC menunjukkan Viskositas pasta dingin adalah viskositas
peningkatan yang tidak berbeda pada saat pasta didinginkan dari suhu 95oC
dibandingkan pati native nya. Nilai suhu menjadi suhu 50oC. Pati sagu termodifikasi
puncak gelatinisasi yang dibutuhkan HMT suhu pati 70oC mengalami
viskositas maksimumnya yaitu sekitar 88.50 peningkatan viskositas dibandingkan pati
sampai 90 oC. Viskositas puncak merupakan native nya. Nilai viskositas pasta dingin
viskositas tertinggi yang dicapai pati selama yang dihasilkan selama proses HMT yaitu
pemanasan. Pada suhu pemanasan pati 70 oC sekitar 280 sampai 365 BU. Nilai viskositas
menghasilkan viskositas puncak yang setback diperoleh dari perhitungan
semakin meningkat dengan lamanya viskositas akhir dikurangi viskositas pasta
pemanasan. Pada waktu pengamatan dingin. Pati sagu termodifikasi HMT
setengah jam pertama, modifikasi HMT menghasilkan viskositas setback sebesar 70
dapat menurunkan viskositas puncaknya. sampai 95 BU. Tingginya nilai viskositas
Akan tetapi, ketika pemanasan mencapai setback menunjukkan kecenderungan pati
waktu 4 jam viskositas puncaknya mengalami retrogradasi.
meningkat dari 310 sampai 390 BU.
Viskositas pasta panas diperoleh saat Pati Sagu Termodifikasi HMT pada
pemanasan mencapai suhu 95 oC yang Pemanasan Suhu Pati 80 oC
disertai penahan selama 20 menit. Pada Pengamatan pada parameter suhu
grafik profil gelatinisasi terlihat penurunan puncak gelatinisasi dan viskositas setback
viskositas yang sangat tajam. Ini setiap kenaikan waktu persetegah jam tidak
menandakan pati sagu termodifikasi pada memberikan pengaruh yang signifikan
suhu 70 oC tidak tahan pemanasan dan terhadap profil gelatinisasi pati sagu
pengadukan. Nilai viskositas pasta panas termodifikasi HMT, sedangkan parameter
yang diperoleh selama pemanasan 4 jam suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak,
mengalami peningkatan dibandingkan viskositas pasta panas, viskositas pasta
dengan pati native nya yaitu sekitar 205 dingin dan viskositas breakdown
sampai 270 BU. Selisih antara viskositas berpengaruh nyata pada pemanasan suhu
puncak pasta dengan viskositas pasta panas pati mencapai lama pemanasan 4 jam. Profil
adalah nilai viskositas breakdown. gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT
Viskositas breakdown menunjukkan suhu pemanasan pati 80 oC dapat dilihat
kestabilan pasta selama pemanasan dan pada Gambar 2.
pengadukan. Pati sagu termodifikasi HMT Pati sagu termodifikasi HMT pada
suhu pati 70 oC dengan lama pemanasan 4 parameter suhu awal gelatinisasi
jam memiliki nilai viskositas breakdown memberikan hasil semakin lama proses
yang besar yaitu sekitar 80 – 205 BU. HMT semakin meningkat suhu awal
Besarnya nilai viskositas breakdown gelatinisasi yang dibutuhkan pati untuk
menunjukkan pati sagu termodifikasi HMT meningkat dengan tajam. Suhu awal
tidak stabil selama pemanasan dan gelatinisasi yang diperoleh sekitar 79.50
pengadukan. Nilai viskositas breakdown sampai 80.63oC. Suhu puncak gelatinisasi
juga berhubungan dengan nilai sineresis merupakan suhu yang dibutuhkan pada saat
pasta pati. Tingginya nilai viskositas pasta mencapai viskositas maksimum atau
breakdown ini menunjukkan pati sagu granula pati tergelatinisasi sempurna.
Seperti nilai suhu awal gelatinisasi pati sagu,

150 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


suhu puncak gelatinisasi meningkat dengan diperoleh selama proses modifikasi yaitu
lama pemanasan yang dilakukan yaitu dari 100 menjadi 50 BU.
dengan nilai 90.75 - 91.5oC. Meningkatnya Setelah melakukan pemanasan mencapai
o
suhu awal gelatinisasi dan suhu puncak 95 C disertakan penahanan selama 20 menit
gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT ini serta dilakukan proses pendinginan
menunjukkan bahwa dibutuhkan energi yang mencapai suhu 50 oC dengan tujuan untuk
besar untuk memutuskan ikatan hidrogen mengetahui nilai viskositas pasta dingin,
antar dan intermolekuler di dalam granula dimana viskositas pasta dingin merupakan
pati sagu termodifikasi. parameter untuk melihat kestabilan pati sagu
pada saat didinginkan. Nilai viskositas pasta
dingin yang dihasilkan sebesar 125 sampai
190 BU. Viskositas setback diperoleh dari
viskositas akhir yaitu ketika pati sagu
mengalami pendinginan pada suhu 50oC
disertai penahan selama 20 menit dikurangi
dengan nilai viskositas pasta dingin.
Viskositas setback yang diperoleh tidak
terlalu tinggi dengan nilai 15 – 30 BU.
Rendahnya nilai viskositas setback ini
menunjukkan pati tidak mudah mengalami
Gambar 2. Profil gelatinisasi pati sagu native retrogradasi.
dan termodifikasi HMT pada suhu
pemanasan pati 80 oC dengan lama Pati Sagu Termodifikasi
o pada Pemanasan
pemanasan mencapai 4 jam Suhu Pati 90 C
Pada parameter viskositas puncak pati Pati sagu termodifikasi HMT suhu
sagu termodifikasi HMT terlihat mengalami pemanasan pati 90 oC memiliki profil
penurunan dibandingkan pati sagu native gelatinisasi pati yang hampir sama dengan
nya dengan perubahan sudah hampir tidak pati sagu termodifikasi HMT pada
terlihat puncaknya. Nilai viskositas puncak pemanasan suhu pati 80 oC. Pengamatan
pati sagu termodifikasi HMT pada suhu pati pada parameter suhu awal gelatinisasi, suhu
80oC dengan lama pemanasan mencapai 4 puncak gelatinisasi, viskositas breakdown
jam menghasilkan nilai viskositas sebesar dan viskositas setback setiap kenaikan
160 samapi 265 BU. Viskositas puncak waktu persetegah jam tidak memberikan
mengindikasikan kemampuan mengembang- pengaruh yang signifikan terhadap profil
nya (swelling power) pati sagu. Parameter gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT,
viskositas pasta panas pati sagu sedangkan parameter viskositas puncak,
o viskositas pasta panas, viskositas pasta
termodifikasi HMT suhu pati 80 C yang
diperoleh pada pemanasan 95oC disertakan dingin, berpengaruh nyata pada pemanasan
penahan selama 20 menit menghasilkan nilai suhu pati mencapai waktu 4 jam. Profil
viskositas pasta panas yang cenderung gelatinisasi pati sagu native dan
menurun selama pemanasan mencapai 4 jam termodifikasi HMT pada pemanasan suhu
dibandingkan pati native nya dengan nilai pati 90 oC dapat dilihat pada Gambar 3.
110 – 165 BU. Modifikasi HMT suhu pati Pati sagu termodifikasi HMT suhu
80 oC dapat menurunkan nilai viskositas pemanasan pati 90oC suhu awal gelatinisasi
breakdown dibandingkan pati native nya dan suhu puncak gelatinisasi mengalami
dengan semakin meningkatnya waktu proses peningkatan dengan lama pemanasan seperti
modifikasi. Nilai viskositas breakdown yang pada perlakuan pati sagu termodifikasi 70

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 151


dan 80oC. Nilai suhu awal gelatinisasinya Pada viskositas breakdown yang
yaitu 81 - 82.13 oC dan nilai suhu puncak merupakan parameter untuk menunjukkan
gelatinisasinya 93oC. Dalam suatu larutan kestabilan pati selama pemanasan dan
pati, suhu gelatinisasi dan suhu puncak pengadukan menghasilkan nilai viskositas
gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini breakdown yang semakin menurun
disebabkan karena populasi granula yang dibandingkan pati sagu termodifikasi HMT
bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi pada suhu pati 70 dan 8 oC . Nilai viskositas
yang diperlukan untuk mengembang. Suhu breakdown nya yaitu 20 - 60 BU. Dengan
awal gelatinisasi dan suhu puncak masih terlihatnya viskositas breakdown pada
gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pemanasan suhu pati 90oC, menunjukkan
pati, kadar air yang diberikan, suhu dan bahwa masih perlu peningkatan pemanasan
lamanya pemanasan yang diberikan. suhu pati. Viskositas pasta dingin pati sagu
termodifikasi HMT juga mengalami
penurunan dengan semakin lama proses
modifikasi HMT dengan nilai viskositasnya
200 menjadi 135 BU. Nilai viskositas
setback tidak mengalami peningkatan yang
signifikan seperti viskositas setback pada
Ga pemanasan suhu pati 70oC. Viskositas
setback yang diperoleh memiliki profil
seperti pati sagu nativenya dengan nilai 15 –
30 BU. Ini menunjukkan bahwa pati tidak
mudah mengalami retrogradasi.
Gambar 3. Profil gelatinisasi pati sagu native
dan termodifikasi HMT
o pada suhu IV. KESIMPULAN
pemanasan pati 90 C dengan lama
pemanasan mencapai 4 jam Interaksi antara suhu pati dan lama
Pada parameter viskositas puncak pati pemanasan dalam proses modifikasi pati
sagu termodifikasi HMT juga mengalami sagu dengan HMT hanya terjadi antara suhu
penurunan dengan semakin lama pemanasan pati 80 dan 90oC di parameter viskositas
yang diberikan. Nilai viskositas puncak pati puncak, viskositas pasta panas, viskositas
sagu termodifikasi HMT pada suhu pati 90 breakdown dan viskositas pasta dingin. Suhu
o
C yaitu 255 – 160 BU. Stute (1992) awal gelatinisasi semakin meningkat dengan
menyatakan perlakuan hidrotermal seperti meningkatnya suhu pati dan lama
HMT dapat membuat granula pati lebih pemanasan. Sedangkan, suhu puncak
resisten terhadap deformasi sebagai akibat gelatinisasi tidak dipengaruhi oleh lama
dari penguatan gaya ikatan intra granula. pemanasan hanya dipengaruhi dari suhu
Oleh karena itu, pati cenderung mempunyai patinya.
kemampuan penyerapan air yang rendah dan
DAFTAR PUSTAKA
mengalami pengembangan yang terbatas
pada saat mengalami gelatinisasi. Viskositas Adebowale, K.O., B.I. Olu-Owolabi, O.O.
pasta panas semakin menurun dengan lama Olayinka dan O.S. Lawal. 2005. Effect of
pemanasan pada pati sagu termodifikasi Heat Moisture Treatment and Annealing
HMT suhu pati 90 oC. Nilai viskositas pasta on Physicochemical Properties of Red
panas yang dihasilkan yaitu dari 170 Sorgum Starch. African J of Biotech 4 (9)
menjadi 120 BU. : 928-933.

152 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, and Kusnandar F. 2006. Modifikasi Pati dan
Corke H. 2001. Bihon-type of Noodles Aplikasinya pada Industri Pangan. Food
from Heat-Moisture Treated Sweetpotato Review. Vol.1. No.3. April 2006.
Starch. J Food Sci 66(4):604-609. Purwani EY, Widianingrum, Tahir R dan
Herawati D. 2009. Modifikasi Pati Sagu Muslich. 2006. Effect of heat moisture
dengan Teknik Heat Moisture Treatment treatment of sago starch on Its noodle
(HMT) dan Aplikasinya dalam quality. Indonesian Journal of Agric Sci 7
Memperbaiki Kualitas Bihun. Tesis. (1): 8-14.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 153


154 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Pembuatan Enkapsulan dari Tapioka Pregel dengan Metode Hidrolisis Asam untuk
Mikroenkapsulasi Asap Cair
Judul Inggris
Rudi Prihantoro1), Purnama Darmadji2), dan Yudi Pranoto2)
1
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi,
Jl. Tri Brata, KM. 11, Pondok Meja 36364masrudiprihantoro@gmail.com
2
Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta

Abstract --- Tapioka pregel merupakan tapioka yang sudah mengalami modifikasi secara fisika yaitu
pregelatinisasi. Penggunaan tapioka pregel diharapkan dapat mengurangi suhu dan waktu hidrolisis dalam
prosespembuatan enkapsulan. Modifikasi yang dipakai yaitu modifikasi hidrolisis asam. Setelah didapatkan
enkapsulan terbaik akan digunakan dalam mikroenkapsulasi asap cair. Asap cair mempunyai beberapa
komponen penting yang bersifat volatil yaitu asam, fenol, dan karbonil. Hal ini menyebabkan ketiga
komponen tersebut mudah hilang dalam proses penyimpanan, sehingga proses mikroenkapsulasi
diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap komponen-komponen penting tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mencari waktu dan suhu terbaik dalam menghidrolisis tapioka pregel sehingga
sesuai untuk digunakan sebagai enkapsulan dalam proses mikroenkapsulasi asap cair. Berdasarkan hasil
penelitian, proses hidrolisis asam dengan suhu 80°C dan lama waktu 90 menit menghasilkan enkapsulan
dengan karakteristik paling baik yaitu dengan kelarutan 83,41±2,14%, nilai Dextrose Equivalent (DE)
sebesar 18,89±0,20 dan higroskopisitas 18,18±0,17%. Perbandingan enkapsulan dekstrin dan gum arab
30:70% merupakan mikrokapsul yang terbaik dengan efisiensi enkapsulasi 29,65%, kadar air 10,98% dan
kelarutan sebesar 81,11%. Secara visual warna dari mikrokapsul yaitu berwarna putih. Secara pengamatan
SEM bentuk morfologi mikrokapsul yaitu berbentuk bulat dengan permukaan halus.

Kata Kunci : Tapioka Pregel, Pregelatinisasi, Hidrolisis Asam, Enkapsulan, Mikroenkapsulasi, Asap Cair.

I. PENDAHULUAN tapioka pregel diharapkan dapat mengurangi


suhu dan waktu hidrolisis dalam pembuatan
Tapioka pregel merupakan tapioka yang dekstrin dengan hidrolisis asam dibanding
sudah mengalami proses pemanasan dengan dengan tapioka biasa.
menggunakan air diatas suhu gelatinisasi tapioka Hidrolisisasam merupakan salah satu
yaitu diatas suhu 70°C. Prinsip dari modifikasi pati secara kimia yang
pregelatinisasi sendiri adalah pati digelatinisasi memilikibeberapakeunggulan,antaralainpenerapa
kemudian dikeringkan, menghasilkan pati yang nprosesyang terbilang mudah,akses
dapat membentuk gel dalam air dingin. Biasanya bahanbakuyang
digunakan untuk produk pangan yang instan mudahdidapatdanhargabahanbakuterbilang
(Annison dan Topping, 2000). Penggunaan rendahyaitu:pati,HCl,danair.Dalammetode
hidrolisisasam,prosesnya dipengaruhioleh
duafaktor,yaitu suhu dan waktu hidrolisisyang Bahan utama yang digunakan pada
digunakan. Suhu hidrolisis berhubungan dengan penelitian ini yaitu tapiokapregel (PT Mitra
laju reaksi. Semakin tinggi suhu hidrolisis, maka Buana Afastar, Pati, Jawa
hidrolisis akan berlangsung lebih cepat. Hal ini Tengah),HCl(Merck,Germany),
disebabkan konstanta laju reaksi meningkat NaOH(Merck,Germany), asap cair tempurung
dengan meningkatnya suhu hidrolisis dan kelapa grade 1 (PT Tropica Nucifera Industry,
penambahan waktu reaksi akan semakin Depok, Sleman, Yogyakarta), aquadestFenol
memperbesar konversi yang dicapai sampai ke (Merck, Germany), FeCl3 (J.T
titik optimumnya (Mastuti, 2010). Kelemahan Baker,USA),Na2CO3(Merck,Germany),Folincioc
metode hidrolisis asam yaitu menggunakan suhu alteau (Merck,Germany).
tinggi sehingga dibutuhkan energi yang tinggi. Alat penelitian yang digunakan dalam
Dekstrin hasil hidrolisis pati merupakan penelitian ini meliputi timbangan analitik, hot
komponen yang tepat untuk diaplikasikan plate, centrifuge, oven, ultra turrax homogenizer,
sebagai bahan penyalut proses enkapsulasi. waterbath shaker, spray dryer, agitator, alat-alat
Menurut Dziezak (1988), enkapsulasi merupakan gelas (pipet ukur, pipet tetes, propipet, gelas
proses fisik di mana bahan inti (bahan aktif) yang beker, tabung reaksi). Untuk pengujuan hasil pati
rentan terhadap kerusakan akan dikemas dan modifikasi menggunakan spectrofotometer,
dilindungi oleh bahan sekunder (penyalut), vortex, optilab, hand refraktometer, Scanning
berupa lapisan. Kegunaan proses ini adalah untuk Electron Miscroscope, Mikroskop,cawan petri,
melindungi suatu zat agar tetap tersimpan dalam Moisture Analyser. Peralatan lain yang
keadaan baik dan dapat dilepaskan pada kondisi digunakan adalah peralatan gelas dan peralatan
tertentu pada saat dibutuhkan. untuk pengujian.
Asap cair merupakan suatu campuran
larutan dandispersi koloid dari uap asap dalam Pembuatan Dekstrin dengan Hidrolisis Asam
air yang diperolehdari pirolisis kayu(Maga,1987 Tapioka pregel diperlakukan modifikasi
dalam Darmadji, 2002).Asap cair banyak hidrolisis asam, proses ini berawal dengan
diaplikasikan sebagai bahan pengawet pada pencampuran 30g tapiokapregel pada 100ml
daging dan ikan serta produk turunannya, seperti larutan HCl (pH 1). Proses hidrolisis dilakukan
sosis dan bakso. Hal tersebut terkait dengan pada hot plate dengan suhu yang bervariasi yaitu
beberapa senyawa bioaktif yang terkandung di suhu 70, 80 dan 90°C dengan waktu yang
dalamnya. Asap cair mengandung beberapa bervariasi pula yaitu 30, 60 dan 90 menit. Suhu
senyawa bioaktif, seperti asam, fenol, dan selama pemanasan diatur dengan termostat yang
karbonil. Senyawa bioaktif tersebut cukup rentan disambungkan pada hot plate dan waktu diukur
terhadap pengaruh lingkungan sehingga menggunakan stopwatch. Proses hidrolisis
diperlukan suatu rekayasa proses (enkapsulasi) suspensi larutan diaduk menggunakan magnetic
guna melindungi dan mengatur waktu rilisnya. stirrer.Setelah pemanasan selesai, sampel
Penelitian ini bertujuan untuk didinginkan hingga mencapai suhu kamar dan
menentukanberapasuhu dan lamawaktu kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1M
hidrolisisyangpalingoptimum serta pengaruhnya hingga tercapai pH 7-8. Setelah penetralan
terhadap karekteristik dekstrin yang dihasilkan. selesai sampel dipindahkan ke loyang aluminium
Dekstrin terbaik diaplikasikan sebagai yang dilapisi plastik PP (polypropilen) yang
enkapsulan asap cair dengan gum arab sebagai kemudian dimasukkan ke dalam cabinet dryer
co-enkapsulan dengan beberapa perbandingan bersuhu 50-60°C untuk dilakukan proses
untuk mendapatkan karakteristik mikrokapsul pengeringan selama ± 1-2 hari.Selanjutnya,
asap cair yang baik. sampel yang telah kering akan dihancurkan
menggunakan blender dan disortasi
II. METODE PENELITIAN menggunakan ayakan 80 mesh sehingga
didapatkan bubuk dengan ukuran yang seragam
A. Bahan dan Alat
Proses Enkapsulasi Asap Cair

156 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pati modifikasi atau dekstrin yang telah waktu dan suhu hidrolisis, semakin tinggi suhu
diperoleh ditambahkan dengan gum arab untuk dan semakin lama waktu hidrolisis maka akan
diaplikasikan menjadi enkapsulan asap cair. 25g meningkatkan kelarutan deksrin pada air dingin.
enkapsulan dengan perbandingan dekstrin dan
gum arab 30:70, 50:50, 70:30 dicampurkan TABEL I
dengan asap cair 225 ml kemudian diaduk HASIL ANALISIS KELARUTAN, DE (DEXTROSE
dengan kecepatan 100 rpm dan dipanaskan pada EQUIVALENT) DAN HIGROSKOPISITAS DARI
suhu 45°C selama 5 menit. Setelah itu dilakukan MODIFIKASI ASAM TAPIOKA PREGEL

homogenisasi pada 4000 rpm selama 3 menit


Perlakuan Hasil Analisis
sehingga didapatkan partikel asap cair.
DE
Kemudian sampel dikeringkan dengan spray Suhu Wakt Kelarutan
(Dextrose
Higroskopisita
(°C) u (%) s (%)
drying untuk mendapatkan mikrokapsul asap Equivalent)
cair. 58,21±0,84
30 a 3,57±0,43a 16,40±0,72a
62,66±1,00
Metode Analisis 70 60 c 6,91±1,03c 16,65±0,21a
Analisis dekstrin hasil hidrolisis meliputi 67,65±0,23
90 e 7,75±1,86d 17,63±2,39b
Kelarutan (Chen dan Jane, 1994 dengan
modifikasi), Dextrose Equivalent (DE) dan 60,40±1,50
30 b 5,72±0,27b 16,65±1,00a
Higroskopisitas (metode Zheng et al, 2007 68,72±0,24
80 60 8,27±1,54e 17,28±1,96b
dengan modifikasi). Analisis partikel dan f

mikrokapsul asap cair meliputi Total Fenol 83,41±2,14


90 h 18,18±0,20i 18,89±0,17c
(metode Senter et al, 1989, dengan modifikasi), 66,74±0,36
Efisiensi Enkapsulasi, Kadar Air Mikrokapsul, 30 d 8,89±0,13f 17,48±0,38b
Kelarutan (Chen dan Jane, 1994 dengan 90 60
82,21±0,19
g 16,74±1,05g 20,91±0,43d
modifikasi), Warna Mikrokapsul Asap Cair,
90 88,80±1,55i 15,78±0,73h 23,55±1,94e
Pewarnaan Fenol (metode Soloway and Wilen a,b,c*
notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
1952, dengan modifikasi), Spektra FTIRdan beda nyata (p=0,05)
Profil Morfologi bubuk kapsul.
Tabel 1. menunjukkan pada hidrolisis
Rancangan Percobaan
dengan waktu 30 menit pada suhu 70, 80 dan
Rancangan percobaan pada penelitian ini
90°C berpengaruh nyata pada kelarutan tetapi
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
masih dalam persentasi yang rendah dikarenakan
pola Faktorial 3x3 dengan 3 kali ulangan.
pemotongan ikatan glikosidik pada pati belum
Adapun factor perlakuannya yaitu factor suhu
banyak sehingga kelarutan masih terlihat sama.
dan factor waktu. Data hasil pengamatan
Sedangkan pada waktu 60 dan 90 menit
selanjutnya diuji dengan menggunakan analisis
mengalami peningkatan yang signifikan
sidik ragam (ANOVA) pada taraf uji 5%.
dikarenakan lama waktu tersebut ikantan
Apabila terdapat perbedaan nyata (signifikan)
glikosidik sudah terpotong hampir keseluruhan.
maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak
Suhu juga sangat mempengaruhi kelarutan
Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT)
dekstrin yang didapatkan dari hidrolisis asam.
dengan taraf uji 5%.
Semakin tinggi suhu maka akan mempercepat
waktu hidrolisis tetapi jika terlalu tinggi suhu
III. HASIL DAN PEMBAHASAN maka akan merubah warna dekstrin yang
didapatkan. Menurut Yuniwati (2011), pada
Pengaruh Konsentrasi Larutan HCl dan Waktu waktu yang sama, semakin besar suhu reaksi
Hidrolisis terhadapKarakteristik Pati Modifikasi maka gerakan molekul reaktan semakin kuat
Berdasarkan hasil analisis Tabel 1. dapat sehingga kemungkinan bertumbukannya reaktan
dilihat bahwa kelarutan, DE dan higroskopisitas dan pati akan semakin besar dan kecepatan
berbanding lurus. Semakin tinggi kelarutan maka reaksipun semakin besar.
akan semakin tinggi pula nilai DE dan Analisis pada sampel yang dihidrolisis
higroskopisitas. Hal tersebut dipengaruhi oleh dengan suhu 70°C memiliki nilai DE masih

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 157


dibawah 10 sedangkan pada suhu 80 dan 90°C menit digunakan untuk menghidrolisis tapioka
dapat mencapai atau diatas 10 tetapi dengan biasa yang bertujuan untuk membandingkan hasil
waktu yang lebih lama yaitu 60 sampai 90 menit. kelarutan, DE dan higroskopisitas antara kedua
Nilai DE pada sampel yang dihidrolisis dengan jenis tapioka tersebut. Hasil analisis dapat dilihat
suhu 90°C dapat mencapai lebih dari 20 sehingga pada Tabel 2.
akan menghasilkan dekstrin yang higroskopis TABEL II
dan tidak cocok untuk dijadikan enkapsulan. KARAKTERISTIK KELARUTAN, DE DAN
Menurut Fullbrook(1984),nilaiDEyang terlalu HIGROSKOPISITAS DARI HIDROLISIS TAPIOKA BIASA
rendah akanmenyebabkan produkakhir mudah DAN TAPIOKA PREGEL

mengalamiretrogradasi,sedangkanprodukakhir
Hasil Analisis
dengannilaiDEyang
Jenis Tapioka DE
terlalutinggiakanmenghasilkanprodukakhirberup Kelarutan
(Dextrose
Higroskopisita
(%) s (%)
a glukosa dengan higroskopisitas yang tinggi. Equivalent)
Dektrin yang nilai DE pada kisaran 10-20 sesuai Biasa 33,96±0,22 2,56±0,36 11,36±0,29
untuk digunakan dalam proses enkapsulasi Pregel 83,41±2,14 18,18±0,20 18,89±0,17
karena sesuai dengan maltodekstrin.
MenurutKearsley danDziedzic (1995), Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa
maltodekstrinmemilikinilaiDE 3-20,glukosa 20- tapioka pregel memiliki persentase kelarutan dan
75,dan hidrolisatdiatas75. nilai DE yang lebih baik daripada tapioka biasa.
Nilai DE pada dekstrin hasil hidrolisis yang Hal ini disebabkan karena tapioka pregel
menggunakan suhu 90°C dengan waktu 60 dan merupakan tapioka yang sudah mengalami
90 menit lebih rendah daripada dekstrin yang proses pregelatinisasi dan granulanya sudah
menggunakan suhu 80°C. Hal ini dapat amorf, sehingga hanya dengan suhu rendah dan
disebabkan tingginya kadar dextrose sebagai waktu yang tidak lama pati sudah dapat
akibat substrat yang sudah terhidrolisis juga terhidrolisis dengan baik. Sedangkan untuk
mengakibatkan terjadinya reaksi balik dari tapioka biasa yang belum mengalami perlakuan
glukosa menjadi maltose, isomaltosa dan apapun memerlukan suhu tinggi dengan waktu
oligosakarida, sehingga akan membuat yang cukup lama.
penurunan kadar dextrose kembali. Fullbrook
(1984) menyatakan bahwa proses hidrolisis yang Karakteristik Enkapsulasi Asap Cair
terlalu lama dan kandungan glukosa yang tinggi Menurut Syamsir (2013) dan Sukanitingsih
dapat menyebabkan terjadinya reaksi kebalikan (2014) menyatakan bahwa mikrokapsul dengan
dari glukosa menjadi maltose, isomaltosa dan maltodekstrin dan pati terhidrolisis (dekstrin)
oligosakarida. sebagai matriks kapsul dindingnya banyak yang
Berdasarkan Tabel 1. dekstrin yang hancur. Oleh karena itu diperlukan enkapsulan
dihasilkan dari hidrolisis dengan suhu 90°C dan lain untuk melindungi fenol yang terikat oleh
dengan waktu 60 dan 90 menit lebih banyak dekstrin. Sehingga dipilih gum arab untuk
menyerap air dengan persentasi higroskopisitas enkapsulannya karena gum arab memiliki
20,91% dan 23,55%. Pada saat pengujian bubuk kemampuan pembentukan film dan sifat plastis
dekstrin tersebut sudah tampak terjadi gumpalan yang baik sehingga mencegah keretakan matriks
dibandingkan dengan dekstrin yang lain. pelindung.
Berdasarkan kenampakan fisiknya dapat
disimpulkan bahwa dekstrin dari hidrolisis pada TABEL III
suhu 90°C selama 60 sampai 90 menit lebih KARAKTERISTIK EFISIENSI ENKAPSULASI, KADAR
banyak menyerap air dari lingkungan atau AIR DAN KELARUTAN MIKROKAPSUL ASAP CAIR
dikatakan higroskopisitasnya lebih tinggi.
Karakter
Perbandingan Hidrolisis Tapioka Biasa dan Rasio Efisiensi Kadar air Kelarutan
Tapioka Pregel dekstrin : enkapsulasi (%) (%)
Suhu dan waktu terbaik pada hidrolisis gum arab (%)
tapioka pregel yaitu suhu 80°C dan waktu 90

158 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


30:70 29,65 10,98 81,11 tertinggi. Pewarnaan fenol dilakukan dengan
50:50 20,69 11,21 80,68 menambahkan larutan ferri klorida (FeCl3),
70:30 23,42 10,05 80,63 kemudian diamati dengan menggunakan optilab.
Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa Hasil pewarnaan fenol menunjukkan reaksi
efisiensi enkapsulasi dengan enkapsulan dekstrin antara FeCl3 yang berwarna kuning kecoklatan
dan gum arab perbandingan 30:70 lebih baik yang dapat dilihat pada Gambar 1.
yaitu 29,65% dibandingkan dengan enkapsulan
dekstrin dan gum arab perbandingan 50:50 dan
70:30. Hal tersebut menunjukkan perbandingan
enkapsulan dekstrin dengan gum arab 30:70
mampu merangkap lebih baik daripada
perbandingan enkapsulan lain sehingga
meminimalkan jumlah kehilangan senyawa
fenolik pada asap cair. Selain itu gum arab
memiliki berat molekul yang tinggi dan mampu
membentuk lapisan di sekeliling zat aktif,
melindungi dari oksidasi dan mencegah absorbs
udara. Dengan berat molekul yang tinggi, gum
arab memiliki stabilitas yang lebih baik (Zuidam Gambar 1. Pewarnaan fenol partikel rasio
dan Nedovic, 2010). enkapsulan dekstrin dan gum arab 30:70. (A
Kadar air dari mikrokapsul dipengaruhi oleh dan B) partikel asap cair perbesaran 400x;
beberapa faktor antara lain jenis enkapsulan, (C dan D) bubuk kapsul perbesaran 1000x.
suhu inlet spray dryer dan laju spray dryer. Pada
penelitian ini digunakan dekstrin dengan DE Berdasarkan Gambar 1. dapat dilihat bahwa
18,18 (Tabel 1). Menurut Tonon et al., (2011), partikel dan bubuk kapsul berwarna kuning
dekstrin dengan DE tinggi (>20) dapat kecoklatan setelah ditambahkan FeCl3. Warna
menyebabkan peningkatan kadar air yang kuning kecoklatan tersebut menunjukkan
disebabkan oleh sifat hidrofiliknya meningkat senyawa fenolik yang terenkapsulasi atau
seiring meningkatnya gugus OH, sebaliknya terjerap, sedangkan lingkaran berwarna hitam
apabila DE rendah maka sifat hidrofiliknyapun yang melingkupi merupakan bahan penyalut
rendah. yang digunakan.
Berdasarkan analisis pada hasil enkapsulasi
asap cair memiliki kelarutan dalam aquadest Gugus Fungsional
berkisar pada 80%. Nilai kelarutan tersebut Analisis gugus fungsional digunakan untuk
tegantung dari bahan enkapsulan yang dipakai. mengetahui gugus fungsi dari bubuk mikrokapsul
Dalam penelitian ini digunakan dekstrin dari pati asap cair. Analisis gugus fungsional ini
hidrolisis asam dengan kelarutan 83,41% (Tabel dilakukan dengan menggunakan
4.1) dan gum arab, sehingga persentase spektrofotometer FTIR. Hasil spektrum FTIR
kelarutannya akan berkisar antara nilai tersebut. kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
Menurut Ali (2014), nilai kelarutan dalam air mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada
sangat ditentukan oleh kemampuan kelarutan mikrokapsul asap cair. Gambar 2. menunjukkan
bahan penyalut dalam air. Kelarutan bahan spektrum FTIR dari mikrokapsul asap cair.
penyalut dalam air yang tinggi dapat
mempermudah pelepasan flavor atau bahan aktif.

Pewarnaan Senyawa Fenolik


Pewarnaan fenol dilakukan pada hasil
mikrokapsul terbaik yaitu pada perlakuan rasio
enkapsulan dekstrin dan gum arab 30:70 dimana
telah menghasilkan efisiensi enkapsulasi

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 159


Gambar 3. Profil morfologi mikrokapsul asap
Gambar 2. Spektra FTIR bubuk enkapsulasi asap cair a) pengamatan dengan optilab perbesaran
cair dengan perbandingan enkapsulan dekstrin 400x, b) pengamatan dengan SEM (perbesaran
dan gum arab 30:70. 3.000x)
Interaksi antara fenol dan enkapsulan dapat Berdasarkan pengamatan dengan optilab
dilihat dengan adanya ikatan hidrogen pada (Gambar 3.a) menunjukkan bahwa mikrokapsul
bubuk kapsul. Berdasarkan Gambar 2. dapat yang terbentuk memiliki bentuk bulat tetapi tidak
dilihat bahwa keberadaan gugus fenol hasil bulat sempurna. Hal ini diperkuat dengan hasil
ikatan hidrogen pada enkapsulasi asap cair pengamatan morfologi mikrokapsul dengan
dengan perbandingan enkapsulan dekstrin dan menggunakan SEM. Pada Gambar 3.b dapat
gum arab 30:70 mengindikasikan dari proses dilihat bahwa profil morfologi mikrokapsul asap
enkapsulasi. Gugus fenol (O-H) atau gugus asam cair berbentuk bulat dengan terdapat kerutan di
karboksilat pada bubuk kapsul terdapat pada bagian permukaannya.
bilangan gelombang 3402 cm-1 yang Bentuk mikrokapsul asap cair hasil spray
menunjukkan bahwa fenol berhasil dijerap oleh drying dengan bahan pengkapsul dekstrin dan
dekstrin dan gum arab. Selain itu juga terdapat gum arab 30:70 adalah bulat dengan permukaan
pada gugus asam karboksilat (C-O) pada bubuk halus (ditunjukkan pada lingkaran bulat), kerutan
kapsul enkapsulasi asap cair terdapat pada pada dinding mikrokapsul (ditunjukkan tanda
bilangan gelombang 1720 cm-1 yang tidak panah merah) merupakan pengkerutan yang
terdapat pada bubuk dekstrin maupun bubuk gum terjadi karena adanya penggelembungan yang
arab. Hasil ini juga memperkuat hasil yang tidak merata di dalam mikrokapsul, sedangkan
diperoleh pada pewarnaan fenol partikel dan bentuk enkapsulasi yang pecah (ditunjukkan
bubuk enkapsulasi asap cair. tanda panah biru) merupakan hasil enkapsulasi
Keberadaan ikatan O-H ditunjukkan oleh dengan dekstrin yang tidak berikatan dengan
pita pada bilangan gelombang 3200-3500 cm-1, gum arab. Hasil ini serupa dengan yang diperoleh
ikatan C-H ditunjukkan oleh pita pada bilangan oleh Sukatiningsih (2014) pada enkapsulasi
gelombang 2850-2960 cm-1dan ikatan C=C antioksidan dengan pengkapsul tapioka
ditunjukkan oleh pita pada bilangan gelombang modifikasi dan gum arab yang memiliki
1700-1725 cm-1. (Supriyanto dkk, 2006). Dari permukaan halus,sedangkan bentuk kapsul
spektrum infra merah tampak bahwa bubuk antioksidan dengan bahan pengkapsul gum arab
enkapsulasi asap cair dengan perbandingan permukaan kapsul penyok-penyok dengan bentuk
enkapsulan dekstrin dan gum arab 30:70% bulat, sedangkan kapsul dengan bahan
mengandung ikatan O-H, C-H dan C-O. pengkapsul tapioka teroksidasi bentuk kapsul
pecah–pecah.
Profil Morfologi (SEM)
Morfologi mikrokapsul dilakukan untuk IV. KESIMPULAN
melihat permukaan atau topografi sel
mikrokapsul asap cair yang dilakukan dengan Dekstrin hasil hidrolisis asam pati tapioka
menggunakan analisis SEM (Scaning Electron pregel yang terbaik dapat diperoleh dari
Microscope). Hasil pengamatan morfologi hidrolisis pada pH 1 dengan suhu 80°C dan
mikrokapsul asap cair dengan perbandingan waktu 90 menit. Karakteristiknya memiliki
penyalut dekstrin dan gum arab 30:70 dapat kelarutan cukup tinggi yaitu 83,41%,
dilihat pada Gambar 3. higroskopisitas yang tidak terlalu tinggi yaitu
18,89% dan nilai DE yang berada pada kisaran
DE maltodekstrin (10-20) yaitu 18.18. Tapioka
pregel memiliki karakteristik kelarutan dan DE
yang lebih baik dibandingkan dengan tapioka
biasa ketika dihidrolisis pada suhu 80°C dengan
waktu 90 menit. Karakteristik mikrokapsul yang
dihasilkan dari perbandingan enkapsulan dekstrin
dan gum arab 30:70 merupakan mikrokapsul

160 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


yang terbaik dengan efisiensi enkapsulan
29,65%, kadar air 10,98% dan kelarutan sebesar
81,11%. Secara visual warna dari mikrokapsul
yaitu berwarna putih. Secara analisis SEM Senter, S. D., Robertson, J. A., and Meredith, F.
bentuk morfologi mikrokapsul yaitu berbentuk I., 1989. Phenolic Compounds of The
bulat dengan permukaan mengkerut. Mesocarp of Cresthaven peaches during
Storage and Ripening.Journal of Food
Science, 5 (54): 1259–1268.
DAFTAR PUSTAKA Soloway, S., and Wilen, S. H., 1952. Improved
Ferric Chloride Test for Phenols.
Ali, D.Y, Darmadji, P., dan Pranoto,Y. 2014.
Analytical Chemistry, 24 (6): 979–983.
Optimasi Nanoenkapsulasi Asap Cair
Sukatiningsih. 2014. Enkapsulasi Ekstrak
Tempurung Kelapa Dengan Response
Antioksidan Kulit Buah Kopi dengan
Surface Methodology dan Karakterisasi
Menggunakan Kombinasi Gum Arab dan
Nanokapsul. Jurnal Teknologi dan
Tapioka Teroksidasi Sebagai Bahan
Industri Pangan. Volume 25 No 1.
Pengkapsul. Tesis. Universitas Jember.
Annison, G and Topping D. L. 2000. Nutritional
Jember.
Role of Resistant Starch; Chemical
Supriyanto, Haryadi, Rahardjo, B., dan Marseno,
Structure vs Physiology Fuction. J.
D.W. 2006. Pengaruh Penyangraian
Nutr.14. p: 297-320.
Dengan Enerji Gelombang Mikro
Chen, J., & Jane, J. (1994) Preparation of
Terhadap Polifenol Dalam Hancuran
granular cold water soluble starches by
Keping Biji Kakao. Agritech vol 26 no 3.
alcoholic-alkaline treatment,
Syamsir, E. 2013. Flavor Encapsulation by
Carbohydrates, 71(6), 618–622.
Using Modified Starch. Food Review
Darmadji. P. 2002. Optimasi Proses Pembuatan
Indonesia, Februari. Ilmu dan Teknologi
Tepung Asap. Agritech. 22. 4. 172-177.
Pangan. IPB. Bogor.
Dziedzic, SZ and MW Kearsley. 1995. The
Tonon, R., Brabet, C., and Hubinger, M.D. 2011.
Technology of Starch Production. In.
Spray Drying of Acai Juice : Effect of
Kearsley, MW and SZ Dziedzic (eds).
Inlet Temperature and Type of Carrier
1995. Handbook of Starch Hydrolysis
Agent. Journal of Food Processing and
Products and Their Derivatives.Blackie
Preservation (5) : 591-700.
Academic and Professional, London: 11-
Yuniwati, 2011. Kinetika Reaksi Hidrolisis Pati
15.
Pisang Tanduk dengan Katalisator Asam
Dziezak, D. J. 1988. Microencapsulation and
Chlorida. Jurnal Teknologi, Volume 4
Encapsulated Ingredients. Food
Nomor 2, Desember, 107-112.
Tecnology:136-138.
Zheng, M-Q., Jin, Z-Y and Zhang, Z-P. 2007.
Fullbrook, P. D. 1984. The Enzymatic
Effect of cross linking and esterification
Production of Glucose Syrup. Blackie
on hygroscopicity and surface activity of
Academic and Profesional, London.
cassava maltodextrins. Food Chemistry
Maga. Y.A. 1987. Smoke in Food Processing.
103, 1375-1379.
CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. : 1 -
Zuidam, N. J. and Nedović, V. A., 2010.
3 ; 113 - 138.
Encapsulation Technologies for Active
Mastuti, E. dan Dwi A. 2010. Pengaruh Variasi
Food Ingredients and Food Processing.
temperatur dan konsentrasi katalis pada
New York, USA: Springer. 269–302.
kinetika reaksi hidrolisis tepung kulit
ketela pohon. Ekuilibrium. Vol. 9. No. 1.
Halaman : 23-27.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 161


162 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Sifat Mikrobiologi, Kimia Dan
Organoleptik Pikel Dari Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
[Effect of Salt Concentration On Microbiology, Chemical And Organoleptic
Propeerties Of PickleFrom Betung (dendrocalamus asper) Bamboo Shoot]
Rahmayuni,Usman Pato, dan Rika Saskia
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jl. Bina Widya Simpang Baru-Pekanbaru 28293, Telp. (0761) 63271
e-mail :nunie_rachma@yahoo.com

Abstract -- The purpose of the study wasto determine the effect of adding some salt concentration in the
fermentation of pickle bamboo shoots (Dendrocalamus asper) and get a proper salt concentration on the
quality of the resulting pickle. The research was conducted experimentally by using methods completely
randomized design (CRD) with 5 treatments and 3 repetitions. The treatments in this study were the
concentration of salt solution consisting of G1 (salt solution 2%), G2 (salt solution 4%), G3 (salt solution 6%),
G4 (salt solution 8%), G5 (salt solution 10%). Parameters observed were the degree of acidity(pH), t total of
lactic acid bacteria total acidity, ash, crude fiber, and HCN contents, assessment of sensorydescriptive test
and hedonic test the attributes of color, texture and aroma. The results showed that various consentration of
salt significantly affected on parameters observed. The best treatment was G2 treatment with a concentration
of 4% salt solution with a pH value of the result 3.2, total lactic acid bacteria 8.9x10 4 CFU/ml, titrated total
acid 0.247%, ash 1.62 %, crude fiber 0.97%, the levels of HCN 51.53 mg, sensory assessment pickel of
bamboo shoots against a whiteycolor, soft texture, flavorfullacid and overall assessment was like.
Keywords : fermented, pickle, bamboo shoots

I. PENDAHULUAN jenis rebung terdapat di Indonesia, namun hanya


ada beberapa rebung yang dapat dikonsumsi
Bambu merupakan tanaman berumpun,
yaitu rebung betung (Dendrocalamus asper),
termasuk dalam suku Gramineae.Bambu tumbuh
rebung legi (Gigantochloa atter), rebung andong,
tersebar di daerah tropis, sub tropis dan daerah
rebung mayan (Gigantochloa robusta) dan
beriklim sedang.Bambu di dunia terdapat sekitar
rebung tabah (Gigantochloa nigrociliata). Salah
1300 jenis dan sekitar 145 jenisnya merupakan
satu jenis rebung yang banyak dijumpai di
bambu asli Indonesia (Widjaja, 2001).Bambu
Sumatera adalah rebung betung (Dendrocalamus
memiliki peranan penting dalam kehidupan
asper) (Kencana dkk., 2012).
masyarakat sehari-hari.Bagian bambu ada yang
Kandungan yang terdapat di dalam rebung
tidak dapat dimakan dan dapat dimakan. Bagian
segar adalah air, protein, karbohidrat, serat,
bambu yang dapat dimakan yaitu bagian tunas
lemak, vitamin A, thiamin, riboflavin dan
muda yang biasa disebut dengan rebung.Berbagai
vitamin C serta beberapa mineral diantaranya jumlah sel tertinggi 72,00 107 CFU/ml, sehingga
kalsium, fosfor, besi dan kalium. Kandungan diperlukan variasi konsentrasi larutan garam
protein, lemak dan karbohidrat pada rebung tidak untuk mengasilkan fermentasi pikel yang tepat.
jauh berbeda dibandingkan dengan sayuran Penambahan garam dalam pembuatan pikel
lainnya. Kandungan serat pangan pada rebung diharapkan mampu menyeleksi mikroorganisme
cukup tinggi yaitu sekitar 2,56%, 10% lebih yang tumbuh yaitu bakteri asam laktat.
tinggi dibandingkandengan jenis sayuran tropis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
lainnya seperti kecambah kedelai 1,27%, timun adanya pengaruh penambahan beberapa
0,61% dan sawi 1,01% (Andoko, 2003).Rebung konsentrasi garam dalam pembuatan pikel rebung
telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai betung (Dendrocalamus asper) dan memperoleh
bahan pangan khususnya untuk masakan konsentrasi garam yang optimal untuk
tradisional, namun pengembangan rebung menghasilkan pikel yang bermutu baik.
sebagai produk pangan masih terbatas karena
rebung bersifat musiman, mudah rusak, dan
II. METODE PENELITIAN
berumur pendek, sehingga sangat dibutuhkan
penerapan pengolahan yang tepat untuk A. Tempat dan Waktu
memperpanjang daya simpan rebung betung
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
sebagai bahan pangan. Selain itu rebung
Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium
mengandung asam sianida (HCN) yang bersifat
Analisis Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian
racun dan tidak baik dikonsumsi apabila
Universitas Riau, Pekanbaru. Penelitian
penerapan pengolahan pada rebung tidak tepat.
berlangsung selama lima bulan mulai dari bulan
Asam sianida secara alami terdapat di dalam
April sampai Agustus 2016.
rebung dan kadarnya dapat mencapai 76,6 mg
per 100 g bahan (Rawat dkk., 2015). B. Bahan dan Alat
Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan Bahan baku utama yang digunakan adalah
lebih lanjut untuk memperpanjang daya simpan rebung betung dalam bentuk utuh yang dibeli
rebung betung sebagai bahan pangan dan dari Pasar Panam Pekanbaru, garam dapur, gula
menurunkan kadar asam sianida rebung betung, dan air. Bahan-bahan untuk analisis antara lain
salah satu alternatif yang bisa diteliti adalah akuades, NaCl 1%, NaCl steril 0,85%, NaOH 0,1
dengan melalui proses fermentasi yaitu N dan 2,3%, KI 5%, K2SO4 10%, H2SO4, AgNO3
pembuatan pikel. Pikel adalah hasil pengolahan 0,02 N, NH4OH, alkohol 95%, fenolftalein 1%
buah dan sayuran dengan penambahan garam dan serta media MRS Agar.
diawetkan dengan asam dengan atau tanpa Peralatan yang digunakan antara lain
penambahan gula dan rempah-rempah sebagai talenan, pisau, sendok, toples, tabung reaksi,
bumbu. spatula, erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, cawan
Putra dkk. (2013) telah melakukan petri, pipet volume, cawan porselin, hockey stick,
penelitian pembuatan pikel dari rebung tabah termometer, hot plate,magneticstirer, batang
(Gigantocholoa nigrociliata (Buese) Kurz) pengaduk, automatic mixer, rak tabung reaksi,
dengan menggunakan konsentrasi garam 6% dan penjepit, laminar flow, mikropipet, autoklaf,
lama fermentasi selama 0, 1, 4, 7, 10 dan 13 hari. oven analitik, pH meter, desikator, tanur,
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa total penangas air, destilasi, labu kjeldahl, lampu
bakteri asam laktat yaitu 1,66 107_5,78 107 bunsen, timbangan analitik, buret, botol semprot,
CFU/ml dengan penurunan pH dari 5,01-3,32; inkubator, aluminium foil, dan plastik kaca.
total asam tertitrasi cenderung meningkat 0,19-
0,39 g/100 g dan kadar asam sianida cenderung C. Prosedur Penelitian
menurun dengan konsentrasi 37,80-20,52 ppm Penelitian ini menggunakan rancangan acak
hingga hari ke-13. Penggunaan konsentrasi lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali
larutan garam 6% yang digunakan belum ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan.
menunjukkan hasil yang maksimal untuk total Perlakuan dalam penelitian adalah konsentrasi
bakteri dan pH. Bakteri asam laktat mencapai larutan garam yang terdiri dari:
fase eksponensial pada hari keempat dengan

164 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


G1 = Pikel rebung betung dengan larutan garam 2% Garam dan gula yang telah ditimbang
G2 = Pikel rebung betung dengan larutan garam 4% dimasukkan ke dalam botol 500 ml lalu
G3 = Pikel rebung betung dengan larutan garam 6%
G4 = Pikel rebung betung dengan larutan garam 8%
ditambahkan air hangat hingga mencapai 200 ml.
G5 = Pikel rebung betung dengan larutan garam 10% Kemudian didiamkan selama ±10 menit hingga
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan suhunya turun mencapai 35 .Larutan garam siap
akan dianalisis secara statistik dengan untuk digunakan.
menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA).
Jika F hitung lebih besar atau sama dengan F Pembuatan Larutan Pengencer NaCl 0,85%
tabel, analisis dilanjutkan menggunakan uji Larutan pengencer NaCl 0,85% dibuat
Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) dengan cara melarutkan 0,6 g NaCl
pada taraf 5 %. 0,85%dengan70 ml akuades dalam erlenmeyer,
Pengamatan yang dilakukan yaitu diaduk hingga larutan homogen. Larutan tersebut
pengukuran derajat keasaman (pH) mengacu selanjutnya didistribusikan ke dalam tabung
pada Sudarmadji dkk. (1997), penentuan kadar reaksi masing-masing sebanyak 9 ml lalu ditutup
total asam tertitrasi mengacu pada Sudarmadji dengan stup. Selanjutnya disterilkan dalam
dkk. (1997), penentuan jumlah total bakteri asam autoklaf pada suhu 121 tekanan 1 atm selama
laktat (BAL) mengacu pada Fardiaz (1992), 15 menit.
penentuan kadar abu mengacu pada Sudarmaji
dkk. (1997), penentuan kadar serat kasar Pembuatan Media deMan Rogosa Sharp
mengacu pada Sudarmadji dkk. (1997), kadar Agar(MRS-Agar)
HCN mengacu kepada Sudarmadji dkk. (1997) deMan Rogosa Sharp Agar (MRS-agar)
dan penilaian Sensori mengacu pada adalah media yang digunakan untuk melakukan
Setyaningsih dkk. (2010). uji total bakteri asam laktat pada pikel rebung.
Pembuatan media deMan Rogosa Sharp Agar
(MRS-agar) yaitu dengan melarutkan 6,3 g
D. Pelaksanaan Penelitian bubuk MRS-agardengan120 ml akuades di dalam
Sterilisasi Alat erlenmeyer, lalu dipanaskan dan diaduk dengan
Peralatan gelas seperti tabung reaksi, magnetic stirrer hingga homogen. Media MRS-
cawan petri, erlenmeyer, pipet tetes kaca, gelas agar disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu
ukur, topleskaca serta gelas piala terlebih dahulu 121 tekanan 1 atm selama 15 menit.
dicuci sampai bersih dengan detergen lalu Selanjutnya didistribusikan ke dalam cawan petri
dikeringkan, dihindarkan dari kotoran dan debu. yang telah disterilisasi masing-masing 15 ml
Peralatan kaca seperti tabung reaksi, erlenmeyer, didalam laminar flow. Kemudian diinkubasi
pipet tetes, gelas ukur, toples kaca, dan gelas media selama 24 jam, lalu media siap digunakan.
piala dibungkus dengan plastik, sedangkan
cawan petri dibungkus dengan koran terlebih Pembuatan Pikel Rebung
dahulu lalu dibungkus dengan plastik. Setelah itu Proses pembuatan pikel rebung betung
peralatan tersebut disterilkan di dalam autoklaf mengacu pada penelitian Pandey dkk. (2012)
dengan suhu 121 tekanan 1 atm selama 15 dalam Putra (2013).Sebelum dibuat pikel, rebung
menit. Jarum ose disterilkan dengan dikupas dengan pisau stainless steel, selanjutnya
membakarnya di atas lampu bunsen sampai dipotong-potong dengan ukuran ±1x1 cm.
membara. Rebung betung yang sudah dikupas dan
Pembuatan Larutan Garam dipotong-potong dibersihkan. Sebanyak 100 g
Proses pembuatan larutan garam mengacu rebung betung direbus dalam larutan garam 1%
pada Yuliana dan Siti (2009). Larutan garam selama 20 menit, didinginkan lalu rebung
dibuat dengan cara garam ditimbang sebanyak 4 dimasukkan ke dalam botol yang telah
g, 8 g, 12 g, 16 g dan 20 g, lalu dilarutkan disterilkan, yang telah berisi larutan garam yakni
masing-masing dengan air hingga volumenya 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%.Toples yang berisi
menjadi 200 ml. Selanjutnya ditimbang gula sampel ditutup rapat. Setelah itu difermentasi
sebanyak 2 g untuk setiap konsentrasi garam. pada suhu kamar selama 13 hari dengan
pengamatan pada hari ke- 0, 1, 7 dan 13.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 165


III. HASIL DAN PEMBAHASAN terdapat dalam rebung sebagai substrat selama
fermentasi sehingga menghasilkan asam-asam
A. Derajat Keasaman (pH)
organik terutama asam laktat pada proses
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa fermentasi yang menyebabkan turunnya nilai pH.
konsentrasi larutan garam berpengaruh nyata Buckle dkk. (2007) menyatakan bahwa proses
(p<0,05) terhadap nilai pH pikel rebung dari hari fermentasi dengan garam menyebabkan zat gizi
ke-0 hingga hari ke-13. Rata-rata nilai pH pikel yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar
rebung yang dihasilkan dan hasil uji lanjut melalui proses osmosis, sehingga terbentuk
dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada larutan garam yang mengandung nutrien yang
Tabel 1. dijadikan sebagai substrat untuk pertumbuhan
mikroba selama proses fermentasi.
TABEL I
RATA-RATA NILAI PH PIKEL REBUNG BETUNG
B. Total Asam Tertitrasi
Perlakuan pH hari pH hari pH hari pH hari ke -13 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
ke-0 ke-1 ke-7
G1 (larutan garam 2%) 6,44a 5,80a 3,34a 3,31b konsentrasi larutan garam berpengaruh tidak
G2 (larutan garam 4%) 6,63b 5,93b 3,38b 3,22a nyata terhadap total asam tertitrasi pikel rebung
c c c
G3 (larutan garam 6%) 6,68 6,02 3,61 3,48c
G4 (larutan garam 8%) 6,74d 6,16d 3,87d 3,74d pada hari ke-0, tetapi berpengaruh nyata terhadap
G5 (larutan garam 10%) 6,80e 6,21d 3,89d 3,76d total asam tertitrasi pikel rebung pada hari ke-1
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak
nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. hingga hari ke-13

Data pada Tabel 1 menunjukkan semakin TABEL II


tinggi konsentrasi larutan garam yang RATA-RATA TOTAL ASAM TERTITRASI PIKEL
ditambahkan, pH pikel rebung betung yang REBUNG BETUNG(%)
dihasilkan cenderung meningkat. Hal ini
disebabkan pada konsentrasi larutan garam yang Perlakuan
hari ke- hari ke- hari ke- hari ke-
0 1 7 13
tinggi menyebabkan bakteri asam laktat semakin G1 (larutan garam 2%) 0,03 0,03b 0,19b 0,24c
menurun.Choe dkk.(2009) menyatakan G2 (larutan garam 4%) 0,02 0,02ab 0,23c 0,28d
G3 (larutan garam 6%) 0,01 0,02ab 0,20bc 0,24c
pertumbuhan bakteri asam laktat tergantung pada G4 (larutan garam 8%) 0,01 0,01a 0,17b 0,20b
kemampuan bakteri asam laktat beradaptasi pada G5 (larutan garam 10%) 0,01 0,01a 0,13a 0,17a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak
bahan perendam dan melakukan metabolisme. nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Kandungan garam lingkungan (bahan perendam)
yang lebih tinggi akan menyebabkan air dari Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi
dalam sel-sel bahan keluar dan terjadinya larutan garam berpengaruh tidak nyata terhadap
penurunan aktivitas air (Aw) sehingga total asam tertitrasi pikel rebung pada hari ke-0,
menghambat aktivitas bakteri asam laktat selama namun konsentrasi larutan garam
proses fermentasi. Hal ini sejalan dengan berpengaruhnyata terhadap total asam tertitrasi
penelitian Afrianti (2013) yang menyatakan pikel rebung pada hari ke 1 hingga hari ke--
semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang 13.Data Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin
digunakan semakin tinggi pula pH mandai yang tinggi konsentrasi larutan garam yang diberikan
dihasilkan, pH mandai pada perlakuan nilai total asam tertitrasi pikel rebung betung
konsentrasi garam 2% (3,87) lebih rendah semakin menurun. Total asam memiliki korelasi
dibandingkan pada mandai dengan konsentrasi positif dengan perubahan pH dan total bakteri
10% (4,34). asam laktat yang dihasilkan pikel rebung betung.
Nilai pH pikel rebung betung setelah Ray dan Bhunia (2008) menyatakan bahwa
melalui proses fermentasi selama 13 hari kenaikan dan penurunan total asam tertitrasi
mengalami penurunan. Hal ini juga disebabkan berbanding terbalik dengan nilai pH dan jumlah
selama proses fermentasi kandungan karbohidrat bakteri asam laktat. Nilai pH pikel rebung betung
pada rebung terurai menjadi asam-asam organik yang menurun menunjukkan adanya
akibat adanya aktifitas mikroorganisme. pertumbuhan bakteri asam laktat pada awal-awal
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi yang fermentasi. Pradani dkk. (2009) menyatakan

166 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


peningkatan total asam terjadi karena adanya terhambat. Total bakteri asam laktat memiliki
aktivitas bakteri pembentuk asam-asam organik hubungan yang erat dengan perubahan nilai pH
yang mengubah glukosa menjadi asam laktat dan total asam tertitrasi. Kenaikan nilai pH
dalam kondisi anaerob. Widodo (2003) juga menunjukan penurunan jumlah bakteri asam
menambahkan semakin banyak mikrob yang laktat dan penurunan total asam tertitrasi.
aktif dan berkembang biak pada suatu produk Madigan (2011) menyatakan nilai pH memiliki
fermentasi maka kemampuan memecah substrat peranan pada pertumbuhan dan kelangsungan
semakin baik sehingga menghasilkan asam laktat hidup sel-sel mikrob.Menurut Cheo dkk. (2009)
dalam jumlah banyak. menyatakan bahwa jumlah bakteri asam laktat
tergantung pada kemampuan bakteri beradaptasi
pada bahan perendam dan melakukan
C. Total Bakteri Asam Laktat
metabolisme.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa Perlakuan G2 dengan konsentrasi larutan
konsentrasi larutan garam berpengaruh nyata garam 4% menunjukkan bakteri tumbuh secara
(p<0,05) terhadap total bakteri asam laktat. Rata- optimum.Kadar garam yang terlalu rendah
rata kadar total bakteri asam laktat yang (kurang dari 2,5%) mengakibatkan tumbuhnya
dihasilkan dan hasil uji lanjut dengan DNMRT bakteri proteolitik (bakteri yang menguraikan
pada taraf 5% disajikan pada Tabel 3. protein). Sedangkan konsentrasi garam lebih dari
10% akan memungkinkan tumbuhnya bakteri
TABEL III RATA-RATATOTAL BAKTERI ASAM halofilik (bakteri yang menyukai kadar garam
LAKTAT PIKEL REBUNG BETUNG (CFU/ML) tinggi) atau bahkan menghambat berlangsungnya
proses fermentasi (Pradani dkk. 2009).
hari hari Muchtadi dkk. (2013) menyatakan garam
Perlakuan ke-1 ke-7 hari ke-13
b d
dan asam hasil fermentasi akan menghambat
G1 (larutan garam 2%) 4,53 6,04 5,92c
G2 (larutan garam 4%) 4,55b 6,05d 5,94c pertumbuhan mikroba dan menginaktifkan enzim
G3 (larutan garam 6%) 4,20b 5,78c 5,31b yang tidak dikehendaki.Beberapa bakteri asam
G4 (larutan garam 8%) 2,66ab 5,34b 5,24b
G5 (larutan garam 10%) 1,33a 4,40a 4,25a laktat yang terdapat pada asinan sayuran atau
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak pikel antara lainLeuconostoc mesenteroides,
nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus
brevis.
Data Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan garam yang diberikan
D. Kadar Serat Kasar
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah
bakteri asam laktat yang dihasilkan. Hal ini Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
diduga karena konsentrasi garam yang semakin konsentrasi larutan garam berpengaruh tidak
tinggi menyebabkan aktivitas asam laktat nyata terhadap kadar serat kasar pikel rebung hari
menurun.Pradani dkk. (2009) menyatakan garam ke-0 hingga hari ke-13. Rata-rata kadar serat
berfungsi untuk mengatur fermentasi yang terjadi kasar pikel rebung yang dihasilkan dan hasil uji
dan menghambat pertumbuhan mikroba lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan
pembusuk atau proteolitik dan juga pada Tabel 4.
mikroorganisme pembentuk spora serta TABEL IV
perubahan lain yang tidak diinginkan pada RATA-RATA KADAR SERAT KASAR PIKEL
produk. Konsentrasi garam yang tinggi akan REBUNG BETUNG (%)
memungkinkan tumbuhnya bakteri halofilik
bahkan dapat menghambat berlangsungnya Perlakuan hari ke-0 hari ke-1 hari hari
ke-7 ke-13
proses fermentasi. Hal ini terjadi karena semakin G1 (larutan garam 2%) 1,97 1.96 1,95 1,94
tinggi kadar garam yang ditambahkan, G2 (larutan garam 4%) 1,97 1.96 1,95 1.92
G3 (larutan garam 6%) 1,97 1.97 1,97 1.95
menyebabkan semakin banyaknya air yang G4 (larutan garam 8%) 1,97 1.97 1,97 1,95
tertarik dan terionisasi menyebabkan air bebas G5 (larutan garam 10%) 1,97 1.97 1,97 1,96
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak
yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. 5%.
berkurang sehingga pertumbuhan mikrob

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 167


Data Tabel 4 menunjukkan bahwa bahan kering (dry basis) yang diperkaya iodium
konsentrasi larutan garam yang diberikan seperti KIO3 atau KI (Zaelaniat, 2013).
berpengaruh tidak nyata terhapat kadar serat
pikel rebung betung yang dihasilkan. Hal ini
F. Kadar HCN
disebabkan serat yang terkandung dalam rebung
adalah selulosa. Selulosa adalah polimer glukosa Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan konsentrasi larutan garam berpengaruh tidak
dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang nyata terhadap kadar HCN pikel rebung hari ke-
linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan 0, namun konsentrasi larutan garam berpengaruh
tidak mudah larut. Menurut Holtzapple (2003) nyata terhadap kadar HCN pikel rebung hari ke-
selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia 13. Rata-rata kadar serat kasar pikel rebung yang
maupun mekanis, di dalam tumbuhan molekul dihasilkan dan hasil uji lanjut dengan DNMRT
selulosa tersusun dalam bentuk fibril yang terdiri pada taraf 5% disajikan pada Tabel 6.
atas beberapa molekul parallel yang dihubungkan
oleh ikatan glikosidik sehingga sulit untuk
Tabel 6. Rata-rata hasil kadar HCN pikel rebung
diuraikan. Sukumaran dkk (2005), menyatakan
betung (mg/100 g)
bahwa komponen-komponen selulosa dapat Kadar HCN Kadar HCN hari ke-13
Perlakuan
diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme, hari ke-0
G1 (larutan garam 2%) 63,22 53,07b
beberapa mikroorganisme yang mampu G2 (larutan garam 4%) 63,22 51,53ab
menghidrolisis selulosa yaitu bakteri dan fungi. G3 (larutan garam 6%) 63,28 51,03ab
G4 (larutan garam 8%) 63,28 49,99a
G5 (larutan garam 10%) 63,28 49,43a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak
E. Kadar Abu nyata menurut ujiDNMRT pada taraf 5%.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa Tabel 6 menunjukkan konsentrasi larutan


konsentrasi larutan garam berpengaruh tidak garam berpengaruh tidak nyata terhadap kadar
nyata terhadap kadar abu pikel rebung betung HCN rebung betung hari ke-0, namun
hari ke-0, namun konsentrasi larutan
konsentrasi larutan garam berpengaruh nyata
garamberpengaruh nyata terhadap kadar abu
pada pikel rubung hari ke-13. Rata- rata kadar
pikel rebung hari ke-13.
HCN rebung pada pikel rebung betung pada hari
ke-0 dan hari ke-13 berkisar antara 63,22-63,28
TABEL V
dan 49,43-53,07.
RATA-RATAKADAR ABU PIKEL REBUNG BETUNG
Semakin tinggi konsentrasi larutan garam
Perlakuan hari ke-0 hari ke-13
yang digunakan kadar HCN pikel rebung betung
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena
G1 (larutan garam 2%) 0,93 1,62a
G2 (larutan garam 4%) 0,94 1,62a
kadar garam yang tinggi dapat menarik zat gizi
G3 (larutan garam 6%) 0,94 1,70b bahan melalui proses osmosis, yang
G4 (larutan garam 8%) 0,94 1,86c
G5 (larutan garam 10%) 0,94 2,00d
mengakibatkan keluarnya komponen-komponen
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak yang terkandung dalam rebung dari jaringan dan
nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. larut dalam larutan garam, salah satunya zat anti
Data pada Tabel 5. menunjukkan semakin gizi yaitu HCN. Buckle dkk. (2007) menyatakan
tinggi konsentrasi larutan garam yang bahwa proses fermentasi dengan garam
ditambahkan kadar abu pikel rebung betung hari menyebabkan zat gizi yang terdapat dalam
ke-13 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan sayuran tertarik keluar melalui proses osmosis.
garam yang digunakan memiliki kandungan Data Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar
mineral sehingga semakin tinggi konsentrasi HCN rebung cenderung menurun selama
larutan garam yang ditambahkan akan fermentasi. Hal ini disebabkan rusaknya jaringan
mempengaruhi kadar mineral pada pikel rebung rebung yang dinyatakan sebagai asam hidrosinat
betung. Garam yang digunakan sebagai bahan selama proses fermentasi asam laktat. Hal ini
perendam dalam pembuatan pikel rebung betung sesuai dengan penelitian Putra dkk. (2013) yang
adalah garam dapur atau garam konsumsi. menunjukkan bahwa senyawa anti nutrien HCN
Garam dapur dengan kadar NaCl yaitu 97% atas

168 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


pada fermentasi pikel dari(Gigantochloa konsentrasi larutan garam yang digunakan warna
nigrociliata) rebung tabah cenderung menurun pikel rebung betung yang dihasilkan berwarna
selama fermentasi dari kadar HCN tertinggi 37,8 kuning. Labuze dan Baiser (1992) menyatakan
ppm pada hari 0 dan terendah adalah20,52 ppm bahwa perubahan warna (diskolorasi) terjadi
pada hari 13.Sadek (2009) menyatakan bahwa akibat penggunaan garam yang terlalu banyak
dalam fermentasi, mikroba maupun enzim yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri asam
dihasilkan dapat menstimulir flavor yang laktat heterofermentatif dan menyebabkan
spesifik, meningkatkan nilai cerna bahan pangan, fermentasi yang normal tidak dapat
menurunkan kandungan anti giziatau bahan berlangsung.Warna pikel rebung betung seluruh
lainnya yang tidak dikehendaki dan dapat perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
menghasilkan produk atau senyawa yang
bermanfaat bagi tubuh. TABEL VII
Menurunnya kandungan HCN pada RATA-RATA HASIL PENILAIAN SENSORI
rebung betung juga dapat disebabkan oleh proses TERHADAP WARNA PIKEL REBUNG BETUNG
pengolahan awal yang dilakukan seperti
mengupas, mengiris, mencuci dan perebusan Skor penilaian warna hari ke-13
Perlakuan
Deskriptif Hedonik
rebungsebelum proses fermentasi. Penurunan G1 (larutan garam 2%) 2,87b 3,20b
HCN tersebut dapat terlihat pada kadar HCN hari G2 (larutan garam 4%) 2,60a 3,49c
G3 (larutan garam 6%) 3,13c 3,56c
ke-0 yang mengalami penurunan sebesar 63,22- G4 (larutan garam 8%) 3,30c 3,50c
63,28 dari kadar HCN rebung betung segar yaitu G5 (larutan garam 10%) 3,63d 2,88a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda
76,66 mg/100 g. Ugwu dan Oranye (2006) tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
menambahkan glikosida sianogenik dalam Skor deskriptif : 1. Sangat putih; 2. Putih; 3. Putih kekuningan; 4.
Kuning; 5.Sangat Kuning
rebung dikenal sebagai taxiphyllin. Penurunan Skor hedonik : 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3. Agak suka;,
HCN dalam rebung disebabkan karena sifat 4.Suka; 5. Sangat suka.
volatilTaxiphyllin yang mudah terhidrolisis dan
mudah larut dalam air.
G. Penilaian Sensori
Warna
Warna merupakan salah satu atribut
sensori yang dapat digunakan untuk melihat
tingkat respon panelis terhapat suatu produk.
Warna juga memegang peranan penting dalam Gambar 1. Warna Pikel rebung betung H-13
penerimaan makanan, selain itu warna dapat
memberi petunjuk mengenaiperubahankimia Rata-rata penilaian warna pikel rebung
yang terjadi pada makanan (Winarno, 2008) betung juga memberikan pengaruh nyata
Hasil sidik ragam menunjukkan konsentrasi terhadap tingkat kesukaan panelis secara
garam berpengaruh nyata terhadap warna pikel hedonik. Rata-rata penilaian panelis terhadap uji
rebung betung yang dihasilkan Rata-rata hedonik warna pikel rebung betung berkisar
penilaian sensori terhadap uji deskriptif dan uji antara 2,88-3,59 (agak suka sampai suka).
hedonik terhadap warna pikel rebung yang Perbedaan konsentrasi garam yang ditambahkan
dihasilkan dan hasil uji lanjut dengan DNMRT memberikan dampak warna yang berbeda dan
pada taraf 5% disajikan pada Tabel 7. mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna
Tabel 7 menunjukkan bahwa konsentrasi pikel rebung betung yang dihasilkan.
larutan garam yang digunakan berpengaruh nyata
terhadap uji deskriptif warna pikel rebung betung Tekstur
yang dihasilkan. Rata-rata penilaian panelis Rata-rata penilaian sensori uji deskriptif
terhadap uji deskriptif warna pikel rebung betung dan uji hedonik tekstur pikel rebung betung serta
berkisar antara 2,87-3,63 (warna putih hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan
kekuningan hingga kuning). Semakin tinggi pada Tabel 8.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 169


TABEL VIII dihasilkan serta hasil uji lanjut DNMRT pada
RATA-RATA HASIL PENILAIAN SENSORI taraf 5% disajikan pada Tabel 9.
TERHADAP TEKSTUR PIKEL REBUNG BETUNG TABEL IX
Skor penilaian tekstur hari ke-13
RATA-RATA HASIL PENILAIAN SENSORI
Perlakuan
Deskriptif Hedonik TERHADAP AROMA PIKEL REBUNG BETUNG
G1 (larutan garam 2%) 3,37d 3,10a
G2 (larutan garam 4%) 2,33a 3,49b Skor penilaian aroma hari ke-13
G3 (larutan garam 6%) 2,43ab 3,60b Deskriptif Hedonik
G4 (larutan garam 8%) 2,67b 3,61b Perlakuan Aroma Aroma Rebung
G5 (larutan garam 10%) 2,93c 2,96a fermentasi (b)
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda (a)
tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. G1 (larutan garam 2%) 3,93d 2,53a 2,95a
G2 (larutan garam 4%) 4,13d 2,27a 3,22b
c b
G3 (larutan garam 6%) 3,27 2,90 3,34b
Skor deskriptif : 1. Sangat lembut; 2. Lembut; 3. Agak Keras; 4. Keras; 5.
G4 (larutan garam 8%) 2,67b 3,47c 3,29b
Sangat Keras
G5 (larutan garam 10%) 2,10a 4,20d 2,73a
Skor hedonik : 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3. Agak suka;, 4.
Suka; 5. Sangat suka. Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Skor (a) deskriptif : 1. Sangat tidak beraroma asam; 2. Tidak beraroma
Tabel 8 menunjukkan bahwa konsentrasi asam; 3. Agak beraroma asam;4. Beraroma asam; 5.
larutan garam yang digunakan berpengaruh nyata Sangat beraroma asam.
Skor (b) deskriptif : 1. Sangat tidak beraroma rebung; 2. Tidak beraroma
terhadap uji deskriptif dan uji hedonik tekstur rebung; 3.Agak beraroma rebung; 4.Beraroma rebung;
pikel rebung betung yang dihasilkan. Rata-rata 5. Sangat beraroma rebung.
Skor hedonik : 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3. Agak suka;, 4.
penilaian panelis terhadap uji deskriptif tekstur Suka; 5. Sangat suka.
pikel rebung betung berkisar antara 2,33-3,37
(lembut hingga agak keras). Perlakuan G4 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa konsentrasi
G6 menghasilkan tekstur yang lembut, hal ini larutan garam yang digunakan berpengaruh nyata
disebabkan karena pada konsentrasi larutan terhadap uji deskriptif dan uji hedonik aroma
garam 4-6% aktivitas BAL masih mampu pikel rebung betung yang dihasilkan. Rata-rata
mendegradasi serat pada rebung secara optimum. penilaian panelis terhadap uji deskriptif aroma
Sedangkan pada larutan garam 8-10% pikel fermentasi pikel rebung betung berkisar antara
rebung betung yang dihasilkan keras. Hal ini 2,10-4,13 (tidak beraroma asam hingga beraroma
disebabkan karena aktivitas BAL pada asam) dan aroma rebung pikel rebung betung
konsentrasi larutan garam 8-10% menurun dalam berkisar antara 2,27-4,20 (tidak beraroma rebung
mendegradasi serat.Dian (2011) menyatakan hingga beraroma rebung). Aroma fermentasi
bahwa tekstur suatu produk fermentasi berbanding terbalik dengan aroma rebung yang
dipengaruhi oleh organisme yang membantu dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi larutan
dalam pelunakan jaringan sayur asin dan mampu garam yang digunakan aroma pikel rebung yang
memberikan citarasa yang khas pada produk dihasilkan beraroma rebung dan sebaliknya
fermentasi tersebut. semakin rendah konsentrasi larutan garam yang
Rata-rata penilaian panelis secara hedonik digunakan aroma pikel rebung yang digunakan
terhadap tekstur pikel rebung betung berkisar beraroma asam. Hal ini disebabkan pada
antara 2,96-3,61 (agak suka sampai suka). penggunaan konsentrasi larutan garam 2%-6%
Tekstur pikel rebung betung juga dipengaruhi bakteri asam laktat tumbuh dengan baik
oleh konsentrasi larutan garam yang diberikan. menghasilkan asam-asam organik. Asam-asam
Menurut Muchtadi dkk. (2013) garam berfungsi organik inilah yang menyebabkan aroma pikel
untuk mengeluarkan zat-zat nutrisi dari jaringan rebung betung menjadi asam. Lama fermentasi
bahan. Konsentrasi garam yang rendah tidak juga diduga mempengaruhi aroma produk,
akan melayukan jaringan bahan dan karena semakin lama fermentasi akan muncul
akanmenghasilkanflavor yang kurang pada hasil aroma asam. Muchtadi dkk. (2013) menyatakan
akhir. Konsentrasi garam yang tinggi juga akan bahwa konsentrasi garam yang cukup akan
menghambat proses fermentasi. mendorong pertumbuhan dari berbagai jenis
bakteri asam laktat menurut urutannya dan
Aroma menghasilkan sayur asam dengan perbandingan
Rata-rata penilaian sensori uji deskriptif garam dan asam yang seimbang.
dan uji hedonik tekstur pikel rebung betung yang

170 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Rata-rata penilaian panelis secara hedonik secara keseluruhan dapat dikatakan gabungan
terhadap aroma pikel rebung yang dihasilkan dari parameter yang digunakan.
berkisar antara 2,73-3,49 (agak suka). Hasil
penilaian panelis terhadap aroma pikel rebung
IV. KESIMPULAN
betung menunjukkan bahwa penambahan garam
memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan Berdasarkan hasil penelitian dapat
panelis terhadap aroma pikel rebung yang disimpulkan bahwa :Hasil pengamatan
dihasilkan. menunjukkan bahwa perlakuan G4 dengan
konsentrasi larutan garam 8% merupakan
Penilaian Keseluruhan perlakuan terbaik dengan nilai pH (3,74), total
Penilaian keseluruhan merupakan bakteri asam laktat (5,24 log CFU/ml), total asam
penilaian panelis terhadap pikel rebung betung tertitrasi (0,20%), kadar abu (1,86%), kadar serat
yang meliputi seluruh parameter yaitu warna, kasar (1,95%), kadar HCN (49,99 mg/100 g),
tekstur dan aroma. Hasil sidik ragam penilaian sensori pikel rebung betung terhadap
menunjukkan bahwa konsentrasi larutan garam warna yaitu putih agak kekuningan (skor 3,30),
berpengaruh nyata terhadap penilaian tekstur agak keras (skor 2,66), beraroma asam
keseluruhan pikel rebung betung. Rata-rata (skor 2,67) dan penilaian keseluruhan pikel
penilaian keseluruhan pikel rebung betung yang rebung betung panelis menilai suka (skor 3,50).
dihasilkan setelah diuji dengan DNMRT pada
taraf 5% disajikan pada Tabel 10.
DAFTAR PUSTAKA
TABEL X Afrianti, D. 2013. Studi pemanfaatan kulit
RATA-RATA HASIL PENILAIAN KESELURUHAN cempedak dalam pembuatan mandai. Skripsi.
PIKEL REBUNG BETUNG Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.
Perlakuan Skor penilaian keseluruhan hari
ke-13 Andoko, A. 2003.Budi Daya Bambu Rebung.
G1 (larutan garam 2%) 3,21a Yogyakarta : Kanisius.
G2 (larutan garam 4%) 3,55b
G3 (larutan garam 6%) 3,64b Buckle, K.A., G.H. Fleet and M. Wootton.
G4 (larutan garam 8%) 3, 51b Penterjemah Hari Purnomo. 2007. Ilmu
G5 (larutan garam 10%) 3, 05a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda Pangan. Universitas Indonesia. UI-Press.
tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. Jakarta.
Skor : 1. Sangat tidak suka; 2.Tidak Suka; 3.Agak suka; 4.Suka; 5.Sangat
Suka Chao, S.H., R.J. Wu, K. Watanabe, Y.C. Tsai.
2009. Diversity of lactic acid bakteria in
Tabel 10 menunjukkan penilaian suan-tsai and fu-tsai tradisional fermented
keseluruhan pikel rebung betung secara hedonik musthard products of Taiwan. Internasional
(tingkat kesukaan) yang dilakukan oleh panelis. Journal Food Mikrobial, vol. 135(3): 203-210.
Rata-rata penilaian panelis terhadap uji hedonik Dian, H., A. Nuri dan F. Kusnandar. 2011.
pikel rebung betung berkisar antara 3,05-3,21 Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat.Jakarta.
dengan penilaian agak suka hingga suka. Data
menunjukkan penilaian panelis terhadap Fardiaz, S. 1992. Fisiologi Fermentasi. PAU-
perlakuan G1 dan G5 yaitu menyatakan agak Institut Pertanian Bogor. Bogor.
suka dan pada perlakuan G2, G3 dan G4 panelis Kencana, P. K. D, W.Widia dan N. S Antara.
menyatakan suka.Hal ini mengindikasikan bahwa 2012. Praktek baik budidaya bamboo
konsentarasi garam yang digunakan rebung tabah (Gigantochloa nigrocilita
mempengaruhi mutu suatu produk fermentasi. (Buese) Kurz). USAID-TPC Projact.
Triyono (2010) menyatakan bahwa Universitas Udayan. Bali.
perbedaan rasa suka ataupun tidak suka oleh Labuze, T. P dan Baiser. 1992. Shelf Life Dating
panelis adalah tergantung kesukaan panelis of Foods. Food and Nutrions Press. Westport.
terhadap masing-masing perlakuan. Penilaian Connecticut.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 171


Madigan, M. T., J. M. Martinko dan D. A. Stahl. Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M.P. Sari.
2001. Biology of Microorgnisms. 13 th ed. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Benjamin Cummings. San Fransisco Pangan dan Agro.Institut Pertanian Bogor.IPB
Muchtadi, T. R. dan Sugiono. 2013. Prinsip dan Press. Bogor.
Proses Teknologi Pangan. Penerbit Alvabeta. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi.1997.
Bandung. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan
Pradani, M. dan E. M. Hariastuti. 2009. dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Pemanfaatan fraksi cair isolat pati ketela Ugwu, F.M., N.A. Oranye. 2006. Effects of some
pohon sebagai media fermentasi pengganti air processing method on the toxic components
tajin pada pembuatan sayur asin. Laporan of African brcadfruit (Treculia africana).
Penelitian Fakultas Teknik Kimia Universitas African Journal of Biotechnology, vol.
Diponegoro. Semarang. 5:2393-2333.
Putra, N. K., T. D., L. Putu, Dwipayana dan S. Widjaja, E. A. 2001. Identifikasi jenis-jenis
A. Nyoman. 2013. Fermented pickle of bambu di Jawa.(Seri Panduan Lapangan).
tabah (Gigantochloa nigrocilita (Buese)Kurz). Bogor: Pusat Penelitiandan Pengembangan
USAID-TPC Project. Universitas Udayana. Biologi-LIPI, Balai Penelitian dan
Bali. PengembanganBotani, Herbarium Bogoriense.
Ray, B., A. Bhunia.2008. Fundamental Food Widodo, W. 2003.Bioteknologi fermentasi.
Microbiologi.4th edition. Boca Raton:CRC. Puslitbang Bioteknologi. Universitas
England. Muhamadyah. Malang
Rawat, K., C. Nirmala dan M.S. Bisht. 2015. Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi.PT
Processing techniques for reduction of Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
cyanogenic glycosides from bamboo shoots. Yuliana, N dan S. Nurdjanah. 2009. Sensori pikel
Departement of Botani.Panjab University. ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.)yang
India. difermentasi spontan pada berbagai tingkat
Sadek, N. F., M. Wibowo dan E. konsentrasi garam. Jurnal Teknologi
Kusumaningtyas. 2009. Pengaruh konsentrasi Industri dan Hasil Pertanian Universitas
garam dan penambahan sumber karbohidrat Lampung, vol. 14(2).
terhadap mutu organoleptik produk sawi asin.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

172 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Sistem Manajemen Agroindustri

Analisis Implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH) di Usaha Waralaba Pangan (Studi Kasus di
Waralaba Bakso)
Sucipto Sucipto, Retno Astuti, Siwi Wurnaningsih
Penerapan Metode Six Sigma dalam Pengendalian Kualitas Telur Ayam pada Proses Penetasan di
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Hatchery, Wonorejo, Pasuruan
Dhita Morita Ikasari, Icha Sriagusdina, Panji Deoranto
Penerapan Hazard Analysis And Critical Control Point (Haccp) Pada Proses Produksi Bakso Ikan
Ardaneswari Dyah Pitaloka Citraresmi dan Prillanda Irenne Putri
Perancangan Sistem Informasi Perawatan Berbasis Metode Overall Equipment Effectiveness
(OEE) dan Overall Input Efficiency (OIE)
Mas’ud Effendi, Endra Cahyono, Usman Effendi
Analisis Tingkat Produktivitas Mie Kering Dengan Metode APC (American Productivity Center)
(Studi Kasus di Pabrik Mie “Sami Rasa”, Karanganyar)
Riska Septifani, Okfriyanto Isfatthoni A., Mas’ud Effendi, dan Panji Deoranto
Analisis Produktivitas Menggunakan Metode Objective Matrix (OMAX) pada Bagian Produksi
Otak-Otak Bandeng Bu Muzanah Store Gresik
Misbah Abdul Hayat, Panji Deoranto, Usman Effendi
Orientasi Pembelajaran, Orientasi Kewirausahaan, dan Inovasi pada UKM Berbasis Pangan di
Kabupaten Gresik
Endah Rahayu Lestari dan Imroatul Chanifah
Model Struktur Kebutuhan dan Kendala dalam Kelembagaan Rantai Pasok Keripik Apel dengan
Pendekatan Interpretive Structural Modelling (Studi Kasus di UKM Excellent Fruits II, Kota
Batu, Jawa Timur)
Siti Asmaul Mustaniroh, Dhanis Ulan Nala Setya, Mas’ud Effendi
Optimasi Pengeringan Gula Semut Menggunakan Pengering Tipe Kabinet
Siswantoro, Wiludjeng Trisasiwi, Agus Andrianto
Analisis Implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH)
di Usaha Waralaba Pangan (Studi Kasus di Waralaba Bakso)
[Analysis of Halal Assurance System (HAS) Implementation
in The Food Franchise Business (Case Study in Meatball Franchise)]
Sucipto Sucipto1,2, Retno Astuti1,2, Siwi Wurnaningsih 3
1
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya,
Jl. Veteran No 1 Malang 65145
2
Halal-Qualified Industry Development (Hal-Q ID) Research Group Universitas Brawijaya
3
Alumni Program Studi Teknologi Industri Pertanian-Universitas Brawijaya
Penulis korespondensi: ciptotip@ub.ac.id

Abstract— Halal assurance in franchise is more complex than an independent business. One of meatball franchises in
Indonesia that already has more than 100 branches is Bakso X. This research aimed to trace halal assurance system (HAS)
implementation eforts in meatball franchise. The method halal traceacibility use HAS 23102 to restaurant. Samples are
localized at the production place and 3 branchs outlets in Malang. Descriptive analysis use a check list on halal
management team, production employees and outlet employees. This research showed franchise halal policy transformed to
all branch through management training. To assure of halal product in ones of franchise branch city get by production in
one kitchen, then it transported to each outlet. Observation 11 halal aspects appropriated HAS 23102 are known that there
are 5 stages that have not been ideal. There were the halal management team, training and education, materials, products,
procedures written of critical activity (materials selection, materials purchase, menu formulations or new menus
development, storage and handling of materials or menu, transportation, rule of visitors and employees, serving and display)
and management review. HAS implementation in food franchise of Bakso X can be increased by formalizing the structure of
halal management team. This team will repair some critical points to assure product halalness.
Keywords— Traceability, Franchise, Halal Assurance System (HAS), Meatball.

dkk (2007), waralaba (franchise) adalah suatu


PENDAHULUAN
I.
bentuk kerja sama antara pemilik waralaba dengan
Menurut Suharmo (2008), Indonesia memiliki penerima waralaba dalam mengadakan
jumlah usaha bakso terwaralaba sekitar 400 usaha, persetujuan jual beli hak monopoli untuk
namun belum semua tersertifikasi halal. menyelenggarakan usaha. Salah satu waralaba
Kesadaran konsumen terhadap kehalalan usaha bakso yang sudah memiliki gerai lebih dari 100
waralaba pangan termasuk terhadap produk bakso adalah Bakso X.
meningkat. Menurut Apriyantono, dkk (2007) Sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI yang
kehalalan pangan dapat dicapai dengan melakukan menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat
manajemen halal dan sistem halal pada proses Islam. Tujuan pelaksanaan sertifikat halal produk
produksi. Umumnya produk usaha waralaba lebih pangan adalah untuk memberi kepastian kehalalan
mampu memenuhi standar kehalalan produk suatu produk sehingga dapat menentramkan batin
dibanding usaha mandiri. Produk halal menurut konsumen (Wibowo, 1995). Adonan bakso dibuat
MUI adalah produk yang memenuhi syarat dengan cara: daging dipotong kecil–kecil,
kehalalan sesuai syariat Islam. Menurut Suharyadi, kemudian dicincang halus menggunakan blender.
Daging dicampur es batu atau air es (10-15% berat Check list berdasar 11 tahap Halal Assurance
daging) dan garam serta bumbu lain sampai System (HAS) 23102 untuk restoran, yakni:
menjadi adonan kalis dan plastis sehingga mudah 1. Kebijakan Halal
dibentuk sambil ditambah tepung kanji sedikit Pada tahap ini ditelusuri kebijakan halal yang
demi sedikit agar adonan lebih mengikat merupakan pernyataan tertulis pimpinan puncak
(Sunarlim, 1992). berupa komitmen untuk melaksanakan dan
Implementasi SJH harus diterapkan pada semua memelihara SJH. Hasil tahap berupa dokumen
outlet usaha waralaba bakso. Kebijakan halal kebijakan halal yang diterapkan Bakso X Malang.
Bakso X disampaikan ke seluruh manajemen 2. Tim Manajemen Halal
cabang waralaba dengan pelatihan sehingga dapat Tahap ini dilakukan penelusuran mengenai Tim
diterapkan setiap cabang. Menurut Hasan (2014) Manajemen Halal yang bertanggung jawab dalam
SJH merupakan suatu sistem yang mana harus usaha Bakso X. Organisasi manajemen halal yang
diimplementasikan oleh produsen untuk menjamin dibentuk harus sedemikian rupa sehingga
bahwa produk yang mereka produksi adalah halal. koordinator halal dan auditor halal internal
Motto Bakso X adalah “Selalu Segar, Masak Hari memiliki wewenang mengatur dan mengarahkan
Ini, Jual Hari Ini”. Bakso X ingin selalu berbagai bagian perusahaan dalam menghasilkan
menyajikan produk baru pada konsumen. produk yang terjamin kehalalannya.
Banyaknya outlet usaha waralaba menjadi salah 3. Pelatihan dan Edukasi
satu hal kritis yang dihadapi. Setiap gerai harus Pada tahap ini dilakukan penelusuran prosedur
memiliki kualitas sama dan terjamin kehalalannya. tertulis pelaksanaan pelatihan untuk semua
Tujuan penelitian ini adalah menelusuri personel yang terlibat dalam aktivitas kritis di
implementasi SJH waralaba Bakso X. Hasilnya Bakso X, termasuk karyawan baru. Materi
diharapkan mampu menjelaskan cara usaha pelatihan meliputi HAS 23000 (persyaratan
waralaba menjamin kehalalan produknya. sertifikasi halal) disesuaikan sasaran pelatihan.
Edukasi harus dilakukan untuk semua personel
II. METODE PENELITIAN yang terlibat dalam aktivitas kritis yang dapat
mempengaruhi kehalalan menu.
Penelitian dilakukan bulan Agustus sampai
4. Bahan
Desember 2014, dibatasi pada satu tempat
Bahan baku, bahan tambahan dan bahan
produksi 3 gerai bakso di Kota Malang.
penolong ditelusuri kecukupan dokumennya agar
A. Bahan dan Peralatan dapat menjamin kehalalannya. Perusahaan harus
Penelitian diskriptif analitis menggunakan mempunyai dokumen pendukung untuk semua
kuisioner, pengamatan, wawancara, dan bahan yang digunakan dan mempunyai prosedur
kunjungan lapang (audit) sesuai panduan HAS untuk menjamin semua dokumen tersebut selalu
23102. dalam keadaan masih berlaku.
Obyek penelitian merupakan gerai bakso yakni 5. Produk
di Jalan WR. Supratman C1 Kav. 13-14 Malang Semua menu yang disajikan, baik dibuat sendiri
(Outlet 1), Jalan S. Parman Malang (Outlet 2) dan maupun menu dibeli dari pihak lain atau menu
Jalan Borobudur Malang (Outlet 3) serta tempat konsinyasi (titipan), termasuk menu musiman
produksi Bakso X. ditelusuri. Bakso X harus mempunyai resep baku
dalam penyiapan menu di dapur atau outlet dan
B. Prosedur Penelitian seluruh menu yang disajikan harus disertifikasi.
Penelitian deskriptif analitik dengan wawancara, 6. Fasilitas Produksi
pengamatan, dan penilaian (audit) untuk dianalisis Penelusuran mengenai fasilitas produksi yakni
lebih jauh. Data diperoleh dari pengisian check list semua lini produksi dan peralatan pembantu yang
pada pemilik usaha, manajer, kepala produksi, 2 digunakan untuk menghasilkan menu di Bakso X,
karyawan produksi, karyawan penerimaan bahan baik milik perusahaan sendiri atau enyewa dari
baku, koordinator setiap outlet, dan 2 orang pihak lain. Seluruh alamat fasilitas produksi harus
karyawan di setiap outlet. Total yang dilibatkan didaftarkan agar memiliki sertifikasi halal.
13 orang .

176 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis tertulis aktivitas kritis, ketelusuran menu yang
Pada tahap ini dielusuri prosedur tertulis dijual, penanganan produk yang tidak memenuhi
aktivitas kritis, yakni seperangkat tata cara kerja kriteria, pengiriman laporan berkala setelah audit
yang dibakukan untuk mengendalikan aktivitas internal dan kaji ulang manajemen.
kritis. Aktivitas kritis adalah aktivitas pada rantai 11. Kaji Ulang Manajemen
penyiapan dan penyajian menu di Bakso X yang Penelusuran mengenai kaji ulang manajemen
dapat mempengaruhi status kehalalan menu yang oleh manajemen puncak atau wakilnya yang
dimiliki. Kriteria kecukupan prosedur aktivitas berwenang di usaha bertujuan menilai efektifitas
kritis sebagai berikut: penerapan SJH dan merumuskan perbaikan
a. Seleksi Bahan Baru berkelanjutan. Hasil evaluasi dapat berupa
b. Pembelian Bahan keputusan berkaitan jaminan kehalalan produk,
c. Formulasi Produk atau Pengembangan Produk kebutuhan sumber daya, peningkatan efektifitas
Baru SJH, revisi kebijakan halal dan lain-lain.
d. Pengembangan Outlet Baru
e. Pemeriksaan Bahan Datang III. HASIL DAN PEMBAHASAN
f. Produksi A. Gambaran Umum Perusahaan
g. Pencucian Fasilitas Produksi dan Peralatan
Pembantu Bakso X merupakan salah satu usaha waralaba
h. Penyiapan dan Penanganan Bahan Serta Produk nasional yang berpusat di Jalan WR.Supratman
i. Transportasi kav no 3-4 Malang. Di Malang ada 6 gerai.
j. Pemajangan (Display) dan Penyajian Produksi menu dilakukan di dapur produksi pusat
k. Aturan Pengunjung kemudian ditransportasikan ke tiap gerai di
l. Aturan Karyawan Malang. Hal ini juga berlaku di setiap kota
8. Kemampuan Telusur (Traceability) waralaba, sehingga setiap kota hanya memiliki
Tahap ini ditelusuri (traceability) menu yang satu dapur produksi. Sebagai salah satu waralaba
dijual di Bakso X apa sudah berasal dari bahan bakso nasional, mulai tahun 2004 Bakso X
yang memenuhi kriteria bahan halal. Prosedur Malang melakukan sertifikat akad halal terhadap
kemampuan telusur menu dapat berupa prosedur produknya.
dokumentasi pembelian bahan, penerimaan bahan, Bakso X Malang memiliki kebijakan sendiri
dan pencatatan penggunaan bahan dari gudang dalam menjalankan sistem waralaba di usahanya.
bahan baku sampai gudang produk akhir. Berdasar asas fleksibilitas dan keuntungan
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi bersama, maka semua syarat dan prasyarat
Kriteria ditentukan bersifat negotiable. Keperluan semua
Pada tahap ini ditelusuri produk yang tidak bahan baku ditanggung pihak terwaralaba. Bumbu
memenuhi kriteria, yakni menu yang terlanjur kuah harus dibeli langsung ke pewaralaba pusat di
dibuat dari bahan yang tidak disetujui LPPOM Malang, sehingga mitra diwajibkan menyetor
MUI dan/ atau diproduksi di fasilitas yang tidak deposito 60% dari harga kebutuhan bumbu/bulan
bebas dari bahan babi atau turunannya. Menu yang untuk menjaga keteraturan pasokan. Kantor pusat
tidak memenuhi kriteria harus disimpan terpisah akan mengirimkan tenaga ahli di bidang produksi
dan diberi tanda khusus sebelum dimusnahkan. dan manajemen ke setiap cabang waralaba.
10. Audit Internal B. Deskripsi Produk
Pada tahap ini ditelusuri audit internal halal Deskripsi produk memuat informasi tentang
usaha Bakso X pada jangka waktu terencana untuk karakteristik umum (komposisi, volume, struktur,
menentukan apa SJH yang ada telah memenuhi dan lain-lain), struktur fisiokimia (pH dan aktivitas
persyaratan pedoman dan persyaratan SJH yang air) bahan pengemas yang digunakan dan cara
ditetapkan pelaku usaha, diterapkan, dan pengemasan, kondisi penyimpanan (informasi
dipelihara secara efektif. Aktivitas audit meliputi tentang pelabelan dan instruksi untuk
penetapan kebijakan halal dan sosialisasinya, mempertahankan masa simpan produk pangan),
penunjukan tim manajemen halal dan pelaksanaan kondisi distribusi dan kondisi pengguna oleh
tanggungjawabnya, pemenuhan kriteria bahan, konsumen (Codex, 2004). Produk utama Bakso X
fasilitas produksi, produk, penerapan prosedur

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 177


adalah bakso daging terdiri 2 jenis yaitu bakso Tabel 1. Pemenuhan HAS Bakso X di Malang
kasar dan halus. Beberapa menu pendamping yaitu No. Proses HAS
siomay, tahu, udang goreng, mie gulung, gorengan 1. Kebijakan halal √
bakso, ati ampela dan usus goreng 2. Tim manajemen halal -
3. Pelatihan dan edukasi -
C. Tujuan Pengguna Produk 4. Bahan -
Tujuan identifikasi penggunaan produk adalah 5. Produk √
untuk mendaftarkan umur simpan yang diharapkan, 6. Fasilitas produksi √
7. Prosedur tertulis aktifitas kritis
penggunaan produk secara normal, petunjuk a. Seleksii bahan baru -
penggunaan, kelompok konsumen produk tersebut, b. Pembelian bahan -
populasi konsumen sensitif terhadap produk c. Formulasi menu/pengembangan -
(manula, bayi, wanita hamil, orang sakit, dan menu baru
orang dengan daya tahan terbatas) (Pramuditya d. Pengembangan outlet baru √
e. Pemeriksaan bahan dating √
dan Setyo, 2014). Produk bakso aman dikonsumsi f. Produksi √
semua kalangan dari berbagai usia (3-80 tahun). g. Pencucian fasilitas produksi dan √
Produk ini sebenarnya hanya bisa dikonsumsi peralatan pembantu
dalam waktu 24 jam, tetapi bila disimpan di kulkas h. Penyimpanan dan penanganan -
dapat bertahan sekitar 48 jam. Cara penyajian bahan/menu
i. Transportasi -
produk yang tidak dikonsumsi di tempat, tidak j. Pemajangan (Display) dan -
disampaikan oleh pemilik ke konsumen baik penyajian
secara lisan dan tertulis. k. Aturan pengunjung -
l. Aturan karyawan -
D. Diagram Alir Produksi 8. Kemampuan telusur (Traceability) -
Menurut Schey (2009), formasi diagram alir 9. Penanganan produk yang tidak -
memenuhi criteria
dapat berupa masukan (bahan mentah, bahan baku, 10. Audit internal √
produk antara selama proses), karakteristik tiap 11. Kaji ulang manajemen √
tahapan proses (urutan, aliran internal, parameter Sumber : Data Primer Diolah (2015)
waktu dan suhu, kondisi perubahan dari suatu Keterangan:
tahap-tahapan yang lain), kontak produk dengan HAS : Halal assurance system
√ : Memenuhi kriteria kehalalan
lingkungan, kondisi penyimpanan dan distribusi
- : Kurang memenuhi kriteria kehalalan
peralatan dan produk. Diagram alir produksi bakso
dapat dilihat pada Gambar 1. Pelatihan dan edukasi halal dilakukan setiap
Dari Gambar 1 diketahui Halal Control Point satu minggu di seluruh gerai waralaba dalam
(HCP) pembuatan produk bakso terdiri dari bahan bentuk pengajian, namun materi belum spesifik
baku daging. Daging memiliki titik kritis mengarah ke HAS 23000.
kehalalan saat penyembelihan di Rumah Potong Fasilitas produksi di dapur pusat hanya untuk
Hewan (RPH) dan jenis daging hewan yang memproduksi produk yang jelas kehalalannya
digunakan. RPH Kota Malang sebagai pemasok sehingga terhindar dari kontaminasi produk haram.
daging Bakso X sudah memiliki sertifikat halal Fasilitas penggilingan daging milik sendiri
sehingga dapat memberikan jaminan bahwa sehingga tidak tercampur daging lain yang belum
daging tersebut boleh dikonsumsi umat muslim. jelas status halalnya. Pencucian fasilitas produksi
melalui berbagai tahap agar benar-benar bersih.
E. Identifikas Kehalalan Bakso Bahan dan peralatan pencucian menggunakan
Identifikasi kehalalan dilakukan dengan 11 bahan yang aman.
tahap SJH di tempat produksi dan 3 gerai yang Produk yang tidak memenuhi kriteria ditangani
dipilih. Hasil pemenuhan kehalalan di Bakso X secara baik dengan membuang ke tempat
terdapat pada Tabel 1. pembuangan dan dijauhkan dari produk yang
Kebijakan halal sudah ditetapkan dan sesuai kriteria, namun belum ada dokumen tertulis
diterapkan di dapur produksi dan 3 gerai Bakso X mengenai penanganan bahan yang tidak
Malang. Kebijakan halal tersebut berlaku pada memenuhi kriteria. Audit internal sudah berkala
setiap proses dan sumber daya yang terlibat. dan dilakukan evaluasi dalam batas waktu tertentu.

178 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Penerimaan Bahan Baku
HCP - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -
(Daging Sapi)

Pemeriksaan Bahan
(10 menit)

Pencucian
(15 menit)

Penggilingan 1
(10 menit)

Tepung terigu, bawang


putih, garam, penyedap Penggilingan 2
rasa, es batu, Putih telor (8 menit)

Penggilingan 3
(7 menit)

Pembentukan
(30 menit)

Air Perebusan Air


(60 menit, 120°C)

Penirisan
(5 menit)

Minyak Penggorengan Minyak


goreng (10 menit, 150°C) goreng

Penirisan
(5 menit)

Bakso Biasa Halus Bakso Goreng

Gambar 1. Diagran Alir Pembuatan Bakso

Apakah bahan merupakan produk impor?

Ya Tidak

Apakah memiliki sertifikat MUI? Apakah memiliki sertifikat MUI?

Ya Tidak Ya Tidak

Apakah masa sertifikat


Apakah bahan tersebut
masih berlaku?
tetap digunakan?

Ya Tidak
Ya Tidak

Apakah memiliki spesifikasi


teknik pembuatan?

Ya Tidak

Halal Tidak Halal

Daftar bahan yang dapat


Daftar bahan yang tidak dapat dipakai
dipakai

Gambar 2. Prosedur Penetapan HCP pada Pembelian


Tidak semua tahap pada aktivitas kritis di menjamin produk tidak mengalami
tempat produksi dan 3 gerai yang diteliti sudah kontaminasi selama penyimpanan.
ideal, hal ini disebabkan: 7. Proses transportasi mencakup transportasi dari
1. Saat ini, tim manajemen halal belum pemasok ke gudang perusahaan dan antar
terstruktur. Wewenang dan tanggung jawab fasilitas produksi dalam perusahaan serta
manajemen halal dipegang pemilik usaha dan transportasi produk ke distributor (LPPOM
2 orang karyawan kepercayaan. Menurut MUI, 2011). Transportasi dari dapur produksi
LPPOM MUI (2006), tim manajemen halal ke 3 outlet menggunakan mobil bak tertutup
adalah sekelompok orang yang ditunjuk dan bersih untuk mengurangi kontaminasi,
manajemen puncak sebagai penanggung tetapi belum memiliki dokumen tertulis yang
jawab atas perencanaan, penerapan, evaluasi menjamin produk tidak mengalami
dan perbaikan berkelanjutan sistem kontaminasi selama tansportasi berlangsung.
manajemen halal di perusahaan. 8. Menurut LPPOM MUI (2015) prosedur
2. Bahan-bahan produksi belum semua memiliki pemajangan harus menjamin tidak terjadi
status halal. Menurut LPPOM MUI (2013), kontaminasi oleh bahan haram atau najis
khusus untuk produk yang mengandung selama proses pemajangan dan penyajian.
daging dan turunannya, saat pemeriksaan Pemanjangan produk kurang ideal karena di
bahan datang perlu dianalisis cemaran babi salah satu outlet terdapat menu lain dari pihak
secara berkala untuk bahan baku. Hal ini luar yang belum jelas kehalalannya sehingga
karena tidak semua bahan yang digunakan dapat mempengaruhi status kehalalan produk
memiliki dokumen tertulis status kehalalannya. yang dihasilkan.
3. Bahan baru yang digunakan belum semua 9. Aturan pengunjung dan aturan karyawan di 3
memiliki label halal dan terdaftar. Bahan baru gerai untuk tidak membawa produk yang tidak
yang belum ada di dokumen bahan masih tetap jelas kehalalannya dari luar belum ditetapkan
digunakan. Menurut LPPOM MUI (2015), dan dinyatakan tertulis, sehingga
bahan yang dimaksud mencakup bahan baku, memungkinkan kontaminasi ketika
bahan tambahan dan bahan penolong yang pengunjung atau karyawan membawa produk
digunakan pada pembuatan menu. lain. Menurut LPPOM MUI (2015) pada
4. Pembelian bahan belum sesuai prosedur dasarnya prosedur harus menjamin
pembelian, karena ketika ada bahan belum pengunjung dan karyawan tidak
memiliki sertifikat halal, bahan tersebut tetap mengkonsumsi produk dari luar restoran yang
digunakan. Prosedur pembelian bahan dapat tidak memiliki status halal yang jelas.
dilihat pada Gambar 2.
F. Implikasi Perbaikan Proses Kehalalan
5. Semua bahan untuk formulasi produk harus
telah disetujui LPPOM MUI (LPPOM MUI, Hasil pengamatan menunjukkan masih
2015). Formulasi menu sudah didaftarkan ke perlu ada perbaikan dokumen dan pelaksanaan
LPPOM MUI sehingga perusahaan sudah SJH di Bakso X. Penerapan SJH di usaha ini
memiliki resep baku untuk produknya. Untuk dapat ditingkatkan dengan memperbaiki tim
pengembangan menu baru belum ideal, karena manajemen halal saat ini dan menuliskan
menu baru tersebut sudah dijual meski belum dokumen SJH. Tim manajemen halal yang
didaftarkan ke LPPOM MUI. terstruktur akan meningkatkan manajemen setiap
6. Menurut LPPOM MUI (2015), penanganan tahap SJH. Perbaikan tim manajemen halal dapat
bahan atau menu dapat dilakukan dengan diperbaiki dengan memperjelas dan menulis
mengatur aliran bahan atau menu, penggunaan susunan tim, wewenang dan tanggungjawabnya.
peralatan pembantu dan personel sedemikian Anggota tim manajemen halal harus memiliki
rupa sehingga menu yang disertifikasi tidak kompetensi mengenai SJH produk. Bila tim
terkontaminasi bahan haram atau najis. manajemen halal sudah terstruktur, maka
Penyimpanan dan penanganan dilakukan di wewenang dan tanggungjawab untuk menetapkan
tempat bersih dan tertutup untuk kebijakan pada aktivitas kritis dapat terlaksana.
meminimalisasi kontaminasi lingkungan luar,
tetapi belum ada dokumen tertulis yang
IV. KESIMPULAN Girindra, A. 2005.LPPOM MUI Pengukir Sejarah
Implementasi Halal Assurance Sistem (HAS) Sertifikasi Halal. LPPOM MUI, Jakarta.
oleh waralaba Bakso X dilakukan dengan Hasan, S. 2014. Kepastian Hukum Sertifikasi dan
memproduksi di satu tempat untuk beberapa gerai Labelisasi Halal Produk Pangan. Jurnal
di satu kota. Kasus satu tempat produksi dan 3 Dinamika Hukum Volume 14 No 2 (1-6).
oulet waralaba Bakso X di kota Malang LPPOM MUI. 2006. Panduan Penyusunan Sistem
pelaksanaan HAS belum konsisten. Dari 11 aspek Jaminan Halal. LPPOM MUI. Jakarta
kehalalan sesuai HAS terdapat 5 aspek belum LPPOM MUI. 2011. Titik Kritis Kehalalan Menu
ideal yakni Tim Manajemen Halal, pelatihan dan Restoran. http://www.halalmui.org. Diakses
edukasi, bahan, produk, prosedur tertulis aktivitas pada 20 Januari 2016
kritis (seleksi bahan, pembelian bahan, formulasi
menu/pengembangan menu baru, penyimpanan LPPOM MUI. 2013. Pedoman Pemenuhan
dan penangan bahan/menu, tansportasi, aturan Kriteria Sistem Jaminan Halal di Industri
pengunjung dan karyawan, penyajian dan Pengolahan : HAS 23101. LPPOM MUI.
pemajangan) dan kaji ulang manajemen. Jakarta
Peningkatan HAS di Bakso X dapat LPPOM MUI. 2015. Pemenuhan Kriteria Sistem
dilakukan dengan memformalkan struktur tim Jaminan Halal di Restoran : HAS 23102.
manajemen halal saat ini. Selain itu, dapat LPPOM MUI. Jakarta
mengikuti pelatihan dan menerapkan HAS dari Pramuditya G dan Setyo S Y. 2014. Penentuan
LPPOM MUI agar kehalalan produk lebih Atribut Mutu Tekstur Bakso Sebagai Syarat
terjamin. Tambahan dalam SNI dan Pengaruh Lama
Pemanasan Terhadap Tekstur Bakso.Jurnal
UCAPAN TERIMA KASIH Pangan dan Agroindustiri. 2 (4) : 200-209
Ucapan terima kasih disampaikan pada Schey, J. A. 2009. Introduction of Manufacturing
Universitas Brawijaya yang telah berkenan Process. McGraw-Hill. London
mendanai publikasi ini. Suharmo, B. 2008.Panduan Lengkap Memulai dan
Mengelola Bisnis dari Nol. Penebar Swadaya.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta
Apriyantono A, Joko H, dan Nur W. 2007. Suharyadi, Putut M, dan Sugiono S. 2007.
Pedoman Produksi Pangan Halal. Khairul Kewirausahaan : Membangun Usaha Sukses
Bayan Press. Jakarta. Sejak Dini. Salemba Empat. Jakarta
Chaudry M, John DS and Amstrong Z. 1997. Sunarlim, R. 1994. Peranan NaCl Terhadap Mutu
Halal Industrial Production Standards. My Bakso. Disampaikan pada Seminar Nasional
Own Meals, Inc., Illinois. Peran Peternakan dalam Pembangunan Desa
Estuti W, Rizal S, dan Joko W. 2005. Tertinggal. Semarang
Pengembangan Konsep Sistem Jaminan Halal Wibowo, S. 1995. Petunjuk Mendirikan
di Rumah Potong Ayam (Studi Kasus pada Perusahaan Kecil. Niaga Swadaya. Jakarta.
Industri Daging Ayam).Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 16 (3)

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 181


182 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Penerapan Metode Six Sigma dalam Pengendalian Kualitas Telur Ayam pada
Proses Penetasan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Hatchery,
Wonorejo, Pasuruan
[The Implementation of Six Sigma Method for Controlling the Quality of Chicken Eggs in
Hatching Process at PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk., Hatchery’S Unit, Wonorejo,
Pasuruan]
Dhita Morita Ikasari1, Icha Sriagusdina2, Panji Deoranto3
1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Kota Malang 65145
E-mail: thamauree@yahoo.com
2
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Kota Malang 65145
E-mail: ichasriagusdina@gmail.com
3
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Kota Malang 65145
E-mail: panjideoranto@yahoo.com

Abstract— The purpose of this research are to analyze the index capability process and sigma value in
hatching eggs process and identify the factors of defect in the hatching chicken eggs process. The method of
this research is six sigma method thorough define, measure, and analyze phase. The results show the value of
process capability index the hatching process of 1,274 which show the performance of the process or the
ability of a good process, but it still needs strict controls to reduce the number of defect. Sigma level is earned
in 3,823; It is considered good because the sigma level above the industry average Indonesia. FMEA analysis
result show the priority sequence to improvements are contamination eggs by bacteria, the condition of egg
container (ness, egg tray, box HE) and lack of sanitation process.

Keywords— DPMO, FMEA, Quality, Hatching Egg, Six Sigma

peternak. Oleh sebab itu, dibutuhkan inovasi untuk


I.PENDAHULUAN membantu penetasan telur agar memberikan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan keuntungan bagi peternak. Inovasi tersebut berupa
Teknologi (IPTEK) menuntut setiap pelaku usaha proses penetasan menggunakan mesin tetas.
untuk dapat membuat inovasi-inovasi baru sesuai Namun dengan adanya inovasi tersebut tidak serta
dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Salah satu merta membuat proses penetasan berjalan dengan
contoh hasil perkembangan IPTEK yaitu pada sempurna, karena ternyata masih memungkinkan
proses penetasan telur. Menurut Wakhid (2014a), dalam proses penetasan akan menghasilkan
proses penetasan telur merupakan hal yang sangat produk yang cacat.
penting untuk kelangsungan sebuah usaha seorang
PT Japfa Comfeed Tbk Unit Hatchery suatu perusahaan. Tahap ini bertujuan untuk
merupakan unit yang berfokus pada penetasan mendefinisikan proses penetasan telur ayam untuk
telur. Dalam setiap proses penetasan di PT Japfa mengetahui proses mana yang dapat menimbulkan
Comfeed Tbk unit Hatchery ada sekitar 6-8% telur defect. Pada tahap ini juga mendefinisikan Critical
yang tidak menetas dari total keseluruhan telur To Quality (CTQ) berdasarkan defect yang terjadi
yang ditetaskan. Hal ini sangat merugikan dalam proses penetasan telur. Jumlah data defect
perusahaan karena penjualan ayam juga akan digunakan pada diagram pareto dan defect
mengalami penurunan akibat jumlah telur yang dengan jumlah tertinggi akan dianalisis pada tahap
menetas berkurang. Oleh karena itu, dibutuhkan berikutnya.
suatu metode pengendalian pada proses penetasan
telur untuk mengurangi jumlah telur yang tidak Measure
menetas. Salah satu metode yang dapat digunakan Data yang dibutuhkan pada penelitian ini
untuk pengendalian kualitas telur yaitu six sigma. yaitu data jumlah telur yang tidak menetas, jumlah
Six Sigma dipandang sebagai pengendalian telur yang masuk pada proses penetasan, serta
proses produksi yang berfokus pada pelanggan faktor-faktor terjadinya telur tidak menetas. Data
melalui penekanan pada kemampuan proses yang dikumpulkan akan dilakukan uji normalitas,
(process capability) (Susetyo dkk, 2011). Terdapat pembuatan peta p, perhitungan Defect Per Million
beberapa tahap pada metode six sigma yaitu define, Opportunity (DPMO) dengan rumus :
measure, analysis, improve dan control. Selain itu,
dalam tahap analysis juga dapat diketahui
penyebab adanya produk cacat. DPMO yang diperoleh akan dikonversikan
Salah satu metode yang dapat digunakan ke level sigma menggunakan tabel konversi six
untuk menganalisis penyebab produk cacat yaitu sigma. Setelah diketahui nilai sigma maka
Failure Mode Effects Analysis (FMEA). FMEA dihitung nilai kapabilitas prosesnya. Menurut
merupakan alat yang sangat efektif untuk Evans dan Lindsay, (2007), kapabilitas proses
mengelola kegagalan yang umum digunakan di (process capability) adalah kisaran di mana
banyak industry. FMEA akan mampu adanya variasi yang di alami suatu proses akibat
mengidentifikasi potensi kegagalan yang ada penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata
dalam suatu produk atau proses. Lalu dilakukan lain, pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil.
pembobotan untuk mendapatkan prioritas potensi Menurut Gaspersz (2006), hubungan Cp dan level
kegagalan yang signifikan yang perlu segera sigma yaitu:
ditangani (Kholil, 2009). Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis indeks kapabilitas proses dan
nilai sigma pada proses penetasan telur serta Analyze
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Pada tahap ini dilakukan analisis faktor-
telur tidak menetas dalam proses penetasan faktor yang menyebabkan adanya permasalahan
yang menyebabkan telur tidak menetas pada
II. METODE PENELITIAN proses penetasan. Analisis ini menggunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diagram sebab akibat atau tulang ikan untuk
adalah six sigma. Tahapan six sigma yang mengetahui sebab dan akibat yang ditimbulkan
digunakan dimulai dari define, measure, dan oleh faktor-faktor penyebab masalah yang
analyze. Prosedur penelitian yang dilakukan yaitu kemudian akan diberikan penilaian menggunakan
survei pendahuluan, identifikasi masalah, studi FMEA.
literature, perumusan masalah, penentuan tujuan Menurut Lind dkk (2008), diagram ini diberi
penelitian, pengumpulan data, pengolahan data nama diagram tulang ikan atau diagram sebab-
menggunakan metode six sigma, pembahasan serta akibat untuk menekankan hubungan antara suatu
penarikan kesimpulan dan saran. akibat dengan sejumlah penyebab yang mungkin
menghasiikan akibat tersebut. Diagram ini
Define
bermanfaat untuk membantu dalam mengatur
Tahap define digunakan untuk
gagasan-gagasan dan mengidentifikasi hubungan-
mendefinisikan permasalahan yang dihadapi oleh
hubungan. Menurut Sukmoro (2010), seluruh

184 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


aspek kerja dan proses dapat diukur dan dianalisis telur ayam ke Unit Hatchery Wonorejo yaitu
menggunakan pendekatan FMEA. Hal ini dapat Purwosari, Singosari, Grati 2, Purwodadi, dan
menghasilkan pengukuran dan analisis risiko yang Grati 3. Lokasi Grati 2 dan Grati 3 sama-sama
memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk berlokasi di Pasuruan, yang hanya berjarak kira-
mendapatkan produk yang bermutu, mencapai kira 1 km. Penanganan DOC dilakukan dengan
produktivitas, dan biaya paling ekonomis. cara seleksi DOC, pemisahan jantan dan betina,
Komponen-komponen pada FMEA yaitu serta pemberian vaksin yang kemudian akan
(Sugian, 2006): didistribusikan kepada pelanggan.
1. Severity merupakan suatu penilaian mengenai
tingkat keseriusan atas efek Tahap Define
kerusakan/kegagalan potensial. Nilainya antara Pendefinisian permasalahan dilakukan
1 (aman) dan 10 (sangat serius). dengan cara mengidentifikasi proses penetasan.
2. Occurrence merupakan tingkat kemungkinan Proses penetasan dapat dilihat pada Gambar 1.
yang mengakibatkan terjadinya Selain itu, juga dilakukan penentuan CTQ
kerusakan/kegagalan. Nilainya antara 1 (hampir berdasarkan defect.
tidak mungkin gagal) dan 10 (hampir selalu
gagal). Terdapat 3 CTQ berdasarkan defect, yaitu:
3. Detection merupakan penilaian kemampuan a. Explode
pengendalian desain untuk mendeteksi Explode merupakan telur yang terkontaminasi
kelemahan potensial atau mendeteksi kegagalan oleh bakteri. Telur ini dapat meletus atau
setelah sistem dijalankan. Nilainya antara 1 meledak pada mesin tetas karena adanya
(hampir pasti terdeteksi) dan 10 aktivitas bakteri. Hal ini dapat
(kegagalan/kerusakan tidak mungkin mengkontaminasi telur lain dan membuat
terdeteksi). Pengendalian desain yang terencana mesin menjadi kotor. Hasil rekap data pada
dengan baik (adanya aktivitas pencegahan, bulan Februari-Maret 2016 menunjukkan
validasi, dan verifikasi) akan meningkatkan sekitar 0,25% telur tidak menetas dikarenakan
nilai ini menjadi Iebih kecil. explode.
4. Priority (prioritas), sering dituliskan sebagai b. Clear Egg
Risk Priority Number (RPN), merupakan suatu Clear egg merupakan telur yang dihilangkan
ukuran risiko desain (design risk) karena skala pada proses candling. Pada perusahaan ini,
yang dipakai untuk Severity, Occurence, dan telur clear egg dibagi menjadi 3 macam yaitu
Detection, biasanya bernilal antara 1 dan 10, true death, early death, dan middle death.
maka nilai RPN akan berkisar antara 1 dan True death merupakan telur yang tidak
1000. dibuahi oleh jantan atau infertil sehingga telur
Setelah menentukan nilai severity, tersebut biasanya digunakan sebagai telur
occurance, dan detection, nilai RPN didapatkan konsumsi, sedangkan early death merupakan
dengan rumus: telur yang embrionya mati awal sekitar umur
RPN = O ×S ×D 1-7 hari dan middle death merupakan telur
Prioritas dalam perbaikan difokuskan pada yang embrionya mati pada usia middle sekitar
kegagalan yang memiliki nilai RPN tertinggi. umur 8-14 hari. Early death dan middle death
terjadi akibat embrio yang lemah karena
III. HASIL DAN PEMBAHASAN kontaminasi bakteri dan kondisi induk betina
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit seperti usia induk, kesehatan induk serta
Hatchery terletak di Jln. Raya Pasuruan Wonorejo lingkungan kurang baik sehingga embrio mati
KM 20, Ds. Karang Menggah-Wonosari, Kec. pada waktu umur tertentu. Berdasarkan rekap
Wonorejo–Kab. Pasuruan. Perusahaan ini data bulan Februari-Maret 2016 jumlah telur
bergerak di bidang penetasan telur ayam, clear egg sekitar 3,93%.
penanganan Day Old Chick (DOC) dan distribusi c. DIS (Death In Shell)
DOC. Telur ayam yang dipasok berasal dari DIS (Death In Shell) merupakan telur fertil
berbagai farm yang dimiliki PT. Japfa Comfeed yang tidak menetas karena terjadi kematian
Indonesia Tbk. Terdapat lima farm yang memasok embrio sebelum penetasan. Berdasarkan rekap

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 185


data bulan Februari-Maret 2016 jumlah telur Tahap Measure
yang mengalami DIS sekitar 5,78%. Perhitungan DPMO dan level sigma
digunakan untuk mengukur performansi
Telur perusahaan pada stasiun kerja yang menyebabkan
ketidaksesuaian produk. Telur yang berasal dari
Diseleksi Telur tidak sesuai
standar
farm Toyomarto-Singosari memasok telur lebih
Forcent Fumigan &
banyak dibandingkan dari farm lain dan pada
Difumigasi
Formalin
bulan Februari-Maret 2016 mengalami
Disimpan peningkatan jumlah telur yang tidak menetas
cukup tinggi. Sekitar 59,200 telur per hari telur
Diinkubasi Telur explode
dipasok dengan jenis telur pedaging. Usia induk
Clear Egg (Early death
pada farm ini sekitar 30-34 minggu.
Dicandling
& True Death)

Uji Normalitas
Ditetaskan Telur DIS
Berdasarkan hasil Uji Kolmogorov Smirnov
diketahui bahwa data berdistribusi normal. Nilai
DOC
sig yang dihasilkan yaitu 0,700 pada data jumlah
produksi, sig bernilai 0,323 pada explode, sig
Gambar 1. Proses Penetasan Telur Ayam sebesar 0,814 pada clear egg, sig sebesar 0,952
pada DIS serta sig sebesar 0,945 pada jumlah
Macam-macam defect yang terjadi memiliki cacat. Hal ini menunjukkan nilai sig lebih besar
jumlah yang berbeda-beda sehingga untuk dari 5%.
mengetahui jumlah defect tertinggi digunakan Menurut Santoso (2010), pada output SPSS
diagram pareto. Diagram pareto bulan Februari- kata sig merupakan signifikansi atau p-value yang
Maret 2016 dapat dilihat pada Gambar 2. berarti kemungkinan salah menolak Ho. SPSS
selalu menggunakan tolak ukur 5%, yang berarti
risiko kesalahan dalam mengambil keputusan
dibatasi sampai 5% tidak boleh lebih. Jika angka
sig<5% maka Ho ditolak, sebaliknya jika sig>5%
maka Ho diterima, karena risiko salah melebihi
dari nilai standar yaitu 5%.

Peta Kendali
Terdapat 3 data yang out of control atau data
yang berada diatas maupun dibawah batas kendali
yaitu satu data yang berada diatas batas kendali
dengan nilai 0,119 dan dua data yang berada
dibawah batas kendali dengan nilai 0,091 dan
Gambar 2. Digram Pareto bulan Februari-Maret 2016 0,090. Data yang outlier menunjukkan bahwa
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah proses tersebut tidak terkendali sehingga jumlah
defect yang paling tinggi yaitu DIS sekitar telur yang tidak menetas banyak, hal ini
201.689 unit atau sebesar 61%, sehingga hal ini dikarenakan proses sanitasi yang kurang sehingga
menjadi fokus dalam hal perbaikan. Jumlah DIS telur mudah terkontaminasi oleh bakteri yang
tertinggi dikarenakan adanya kondisi telur yang menyebabkan embrio mati pada usia tertentu.
kurang jelas antara clear egg dan tidak sehinga Menurut Harinaldi (2005), jika terdapat nilai
telur tersebut dapat lolos pada proses transfer atau data yang berada di luar batas-batas kendali, maka
candling, handling HE (Hatching Egg) atau telur perlu dilakukan penyelidikan mengenai sebab-
tetas yang kurang bagus, kondisi embrio yang sebab terjadinya nilai tersebut. Penyelidikan harus
lemah sebelum menetas karena dipengaruhi oleh didasarkan pada catatan tertulis pada lembar
usia induk, dan embrio mati saat terkontaminasi pengambilan data mengenai keadaan yang
bakteri. mungkin dapat mempengaruhi terjadinya data

186 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


diluar batas kendali. Apabila dapat mengetahui Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai
sebab-sebab dari penyimpangan tersebut, maka Cp sebesar 1,274 yang menunjukkan bahwa
digram kendali dapat direvisi. Peta kendali dapat kinerja proses atau kapabilitas proses dari PT.
dilihat pada Gambar 3. Japfa Comfeed Indonesia Unit Hatchery,
Wonorejo dikatakan baik tetapi perlu dilakukan
proses pengendalian ketat untuk mengurangi
jumlah telur yang tidak menetas karena nilai Cp
berada di kisaran 1,00 ≤ Cp ≤ 1,33. Menurut
Santoso dkk (2007), jika nilai Cp > 1.33 maka
kapabilitas proses dikatakan sangat baik. Jika nilai
Cp berada pada kisaran nilai 1,00 ≤ Cp ≤ 1,33,
maka kapabilitas proses dikatan baik, tetapi perlu
dilakukan proses pengendalian ketat apabila nilai
Gambar 3. Peta Kendali P Bulan Februari – Maret Cp mendekati 1,00. Jika nilai Cp < 1,00 maka
2016 kapabilitas proses dikatakan rendah sehingga perlu
dilakukan peningkatan kinerja melalui
Perhitungan DPMO dan Level Sigma pengendalian proses.

Tahap Analyze
Jumlah produk yang cacat pada bulan Februari- Berdasarkan rekap data yang ada jumlah defect
Maret 2016 sebanyak 330.706 produk, dan produk tertinggi adalah DIS, sehingga DIS akan dianalisis
yang diperiksa sejumlah 3.115.753 dengan jumlah untuk mengetahui faktor-faktor yang
CTQ yaitu 3. Perhitungan DPMO yang didapatkan menyebabkan banyaknya jumlah DIS. Faktor-
yaitu 35.379.997 sehingga jika dikonversikan pada faktor yang menyebabkan telur tidak menetas
level sigma didapatkan nilai sigma sebesar 3,823. dapat dilihat pada diagram sebab akibat yaitu pada
Jika dibandingkan dengan manfaat pencapaian Gambar 4.
beberapa tingkat six sigma maka nilai sigma 3,823 Faktor-faktor penyebab adanya DIS antara
berada di tingkat pencapaian sigma yaitu lebih dari lain:
3-sigma karena hasil DPMO yang dihasilkan 1. Faktor Material
berada dibawah nilai 66.807. Hal ini dikategorikan Faktor material ini yaitu kondisi telur yang
sudah baik karena nilai DPMO dan level sigma dipasok oleh farm. Telur yang tidak menetas
berada diatas rata-rata industri Indonesia. Manfaat atau DIS berasal dari farm Singosari ini,
pencapaian beberapa tingkat sigma dapat dilihat sebagian besar dikarenakan oleh kontaminasi
pada Tabel 1. bakteri. Hal ini membuat embrio lemah dan
TABEL 1 mati sebelum proses penetasan. Meskipun
MANFAAT PENCAPAIAN BEBERAPA TINGKAT sebelum masuk pada proses penetasan sudah
SIX SIGMA dilakukan fumigasi, tetapi fumigasi tersebut
Tingkat DPMO
hanya dapat meminimalisir bakteri yang ada
Pencapaian
Sigma pada permukaan cangkang telur yang bertujuan
1-Sigma 691.462 (sangat tidak kompetitif) untuk menghindari kontaminasi terhadap telur
2-Sigma 308.538 (rata-rata industri Indonesia) lain.
3-Sigma 66.807 2. Faktor Metode
4-Sigma 6.210 (rata-rata industri AS) Setiap proses memiliki standar prosedur
5-Sigma 233
6-Sigma 3,4 (industri kelas dunia) masing-masing yang harus dipenuhi. Standar
Setiap peningkatan atau pergeseran 1-sigma akan tersebut sudah ditetapkan oleh perusahaan melalui
memberikan peningkatan keuntungan sekitar 10% dari berbagai pertimbangan. Ketika suatu prosedur
penjualan tidak dilakukan dengan baik maka dapat
Sumber : Gaspersz (2007) menimbulkan dampak yang dapat merugikan
Analisa Kapabilitas Proses perusahaan. Sebagian besar DIS yang terjadi
akibat adanya kontaminasi bakteri yang

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 187


MESIN MANUSIA MATERIAL

Suhu &
kelembapan Ventilasi Sanitasi pekerja Kelelahan Terdapat bakteri
mesin di telur
Keadaan
Telur Kelalaian
Mesin
Terkontaminasi
Turning Sanitasi Kurang
pengawasan

DIS (Dead In
Dosis & Suhu dan Shell)
Proses
waktu Kelembapan
sanitasi
fumigasi lingkungan
Kondisi
Kurang Sanitasi
Tempat Telur

Sanitasi lingkugan/
Pelaksanaan SOP
tempat telur

METODE LINGKUNGAN

Gambar 4. Diagram Sebab Akibat DIS pada Proses Penetasan


menandakan bahwa proses sanitasi belum 5. Faktor Mesin
maksimal. Dosis dan waktu fumigasi yang Mesin juga merupakan suatu faktor yang
belum maksimal juga dapat mempengaruhi mempengaruhi jumlah DIS, hal ini dikarenakan
kontaminasi terhadap telur lain. Hal ini proses penetasan dilakukan dengan
menunjukkan pelaksanaan SOP (Standart menggunakan mesin tetas. Suhu dan kelembapan
Operation Procedure) sanitasi belum maksimal. pada mesin harus diatur sesuai dengan kondisi
3. Faktor Manusia yang dibutuhkan embrio untuk tumbuh. Selain
Faktor manusia ini merupakan pekerja yang itu, ventilasi yang cukup digunakan untuk
melakukan pekerjaannya pada bidang masing- pergantian udara. Pada proses turning dalam
masing. Dalam melakukan pekerjaannya mesin harus seimbang derajat kemiringannya
terkadang pekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi dan sanitasi mesin juga harus diperhatikan untuk
lingkungan, kondisi kesehatan pekerja dan meminimalisir adanya mikroba.
perasaan. Pekerja dapat menimbulkan kelalaian Menurut Rahayu dkk (2011), terdapat beberapa
akibat kelelahan sehingga pengawasan menjadi faktor yang mempengaruhi proses penetasan.
kurang. Hal ini menimbulkan pekerja melakukan Faktor-faktor tersebut antara lain:
pekerjaan tidak sesuai dengan SOP yang telah 1. Suhu dan mesin tetas yang tidak stabil
ditentukan. 2. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
4. Faktor Lingkungan 3. Telur terlalu lama disimpan sebelum ditetaskan
Lingkungan kandang yang kondusif akan 4. Kurangnya salah satu zat gizi atau nutrisi
menghasilkan telur yang baik pula. Lingkungan terutama vitamin E pada pakan ayam
mempengaruhi induk ayam dalam menghasilkan 5. Telur yang abnormal, baik dari sisi bentuk
telur. Sifat telur yang mudah terkontaminasi maupun kondisi kulitnya
mengharuskan sanitasi yang baik. Sanitasi 6. Telur kotor yang masuk ke dalam mesin
lingkungan kandang harus sangat diperhatikan menyebabkan telur meledak di dalam mesin tetas
agar tidak terjadi kontaminasi bakteri pada telur dikarenakan terkontaminasi bakteri
sehingga pada proses penetasan telur bisa 7. Proses candling telur yang kasar
menekan jumlah DIS yang disebabkan oleh 8. Umur induk ayam. Telur yang memiliki daya
kontaminasi bakteri. Suhu dan kelembapan yang tetas tinggi dihasilkan oleh induk ayam yang
tidak sesuai menimbulkan pertumbuhan embrio tidak terlalu tua atau berkisaran umur 24-70
kurang baik, sehingga suhu dan kelembapan juga minggu.
harus diperhatikan
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
TABEL II dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
REKAP HASIL PENILAIAN FMEA berikut :
1. Indeks kapabilitas proses pada proses penetasan
Potential Current
Severity Cause/Mechani Occurance Process Detection sebesar 1,274 yang menunjukkan bahwa kinerja
sm Of Failure Control proses dari PT. Japfa Comfeed Indonesia Unit
7.5 Telur 6.5 Visual 3.5 Hatchery dikatakan baik tetapi masih perlu
terkontaminasi
bakteri
dilakukan pengendalian ketat untuk mengurangi
7 Kondisi tempat 4 Visual 5 jumlah telur tidak menetas dan level sigma yang
telur (ness, egg didapatkan sebesar 3,823. Hal ini dikategorikan
tray, box HE)
7.5 Proses sanitasi 2.5 Visual 6
sudah baik karena level sigma berada diatas rata-
kurang rata industri Indonesia.
5.5 Kelalaian 2 Visual 5 2. Faktor-faktor yang menyebabkan telur tidak
manusia/pekerja menetas yang menjadi prioritas secara berurutan
8 Keadaan mesin 1 Control 1
(suhu, Panel dalam perbaikan yaitu telur yang terkontaminasi
kelembapan, oleh bakteri, kondisi tempat telur (ness, egg tray,
turning) box HE) dan kurangnya proses sanitasi.
Berdasarkan hasil penilaian FMEA maka DAFTAR PUSTAKA
prioritas dalam perbaikan yaitu permasalahan yang
Evans, J. R. dan W. M. Lindsay. 2007. Pengantar
mendapat nilai RPN tertinggi. Berdasarkan hasil
Six Sigma. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
RPN yang diperoleh, maka yang menjadi prioritas
Hal. 140
dalam perbaikan yaitu telur terkontaminasi oleh
bakteri. Selanjutnya yaitu kondisi tempat telur (ness, Gaspersz, V. 2006. Continous Cost Reduction
egg tray, box HE) dan proses sanitasi yang kurang. Through Lean-Sigma Approach. PT Gramedia
Cara perbaikan pada kondisi telur terkontaminasi Pustaka Utama. Jakarta. p. 39
oleh bakteri yaitu lingkungan sekeliling telur seperti Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma For
kandang, mesin, dan tempat telur harus Manufacturing and Service Industries. PT
dikendalikan kebersihannya dengan cara melakukan Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. p. 38-39
sanitasi secara rutin menggunakan dosis sanitizer Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk
sesuai standar. Keadaan pekerja yang kontak Teknik dan Sains. Penerbit Erlangga. Jakarta.
langsung dengan telur juga harus melakukan Hal. 262
sanitasi pekerja sebelum melakukan pekerjaan Kholil, M. 2009. Analisa Pengendalian Mutu dalam
karena sifat telur yang rawan terkontaminasi. Proses Meminimalisir Kecacatan Komponen Yoke
sanitasi dilakukan sesuai dengan standart operating dengan Metode FMEA di PT. Mitsubishi Krama
procedure (SOP) yang telah ditentukan oleh Yudha Motors and Manufacturing. Jurnal
perusahaan. Sinergi 13 (2) Tahun 2009.
Menurut Wakhid (2014b), terjadinya telur
Lind, D. A., W. G. Marchal, dan S. A. Wathen.
meletus atau meledak disebabkan oleh beberapa
2008. Teknik-Teknik Statistik dalam Bisnis dan
penyabab antara lain telur terkontaminasi bakteri,
Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global,
telur kotor, pencucian telur kurang baik serta mesin
Edisi 13, Buku 2. Penerbit Salemba Empat.
tetas kotor dan terkontaminasi. Dalam hal ini, harus
Jakarta. Hal. 35
dilkakukan tindakan pencegahan untuk dapat
mengurangi jumlah telur yang meletus. Pencegahan Rahayu, I., T. Sudaryani, dan H. Santosa. 2011.
yang dapat dilakukan yaitu bersihkan telur sebelum Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya.
ditetaskan dan bersihkan mesin tetas serta Hal. 99-104
melakukan proses fumigasi. Santoso, S. 2010. Statistik Nonparametrik Konsep
dan Aplikasi dengan SPSS. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta. Hal. 76

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 189


Sugian, S. 2006. Kamus Manajemen (Mutu). PT. Santoso, S. M., P. Deoranto, dan D. Mahfudiana.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 85. 2007. Penerapan Peta Kendali X dan R Pada
Sukmoro, W. 2010. Turning Loss into Profit, Proses Filling Susu Pasteurisasi di KUD “Dau”
Terobosan Untuk Mendongkrak Produktivitas. Malang. Jurnal Teknologi Pertanian. 8(1):55-60.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 101 Wakhid, A. 2014a. Membuat Sendiri Mesin Tetas
Susetyo, J., Winarni, Catur Hartanto. 2011. Praktis. PT AgroMedia Pustaka. Hal. 5
Aplikasi Six Sigma DMAIC dan KAIZEN Wakhid, A. 2014b. Membuat Sendiri Mesin Tetas
sebagai Metode Pengendalian dan Perbaikan Praktis. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Kualitas Produk. Jurnal Teknologi. 4(1) : 53-61. Hal. 66-67

190 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Penerapan Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Proses
Produksi Bakso Ikan
[Implementation Of Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) In Production
Of Fish Meatballs]
Ardaneswari Dyah Pitaloka Citraresmi (1) Prillanda Irenne Putri (2)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Kota Malang, Kode Pos 65145, Indonesia
Email : ardanezz@gmail.com
____________________________________________________________________________________________

Abstract — The aim of this research is determine the application of Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) to identify and prevent potential hazards in the production of fish meatballs that are made from surimi. The
implementation of quality assurance system must be done to maintain the quality of the product. Implementation of
HACCP system by the team incorporated into the system of Halal Internal Auditor owned by the company, to control
and supervise the implementation of GMP, SSOP and HACCP. This research was conducted using a survey method, by
follow directly the entire of workflow to make fish meatballs, starting from the raw materials to final product. The
method that used to analysis the data is descriptive analysis . The results showed that the CCP was found in the process
of freezing, packaging, and storage of the final product. The precautions taken include the use of Air Blast Freezer
(ABF) at temperature of -30 ° C on the freezing of products, vacuum packaging for the final product, and cold storage
at a temperature of -15 ° C to store the final product. To support the application of HACCP systems in production of
fish meatballs well, it is required HACCP certificate issued by an independent certification institution (BKIPM - Board
of Quarantine Fish and Quality Control).

Keywords — fish meatballs, HACCP, surimi, quality control


__________________________________________________________________________________________

I. PENDAHULUAN perikanan dalam sektor industri memberikan


Indonesia merupakan negara yang memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai penyokong
potensi perikanan mencapai 6,7 juta ton/tahun kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah
dimana 65,4% diantaranya berasal dari perairan satu olahan ikan yang dapat dimanfaatkan adalah
Indonesia dan 34,6% berasal dari Zona Ekonomi bakso ikan.
Eksklusif (ZEE). Budidaya dan pemanfaatan hasil Bakso ikan adalah salah satu produk olahan
perikanan merupakan salah satu peluang bisnis hasil perikanan yang berbahan baku surimi. Surimi
yang dapat dikembangkan oleh masyarakat merupakan produk olahan hasil perikanan setengah
Indonesia, karena komoditas perikanan jadi berupa lumatan daging ikan. Pada proses
mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi dan pengolahan surimi menjadi bakso ikan dibutuhkan
sebagian besar komoditas perikanan merupakan proses pembekuan untuk mempertahankan kondisi
komoditas ekspor Indonesia. Pemanfaatan hasil fisik dan kimia. Seperti komoditas pangan hewani
lainnya, ikan juga mempunyai sifat yang mudah di setiap proses produksi bakso ikan sehingga
busuk (perishable food). Produk ikan rentan perusahaan dapat melakukan tindakan pencegahan
terhadap kontaminasi dan penurunan mutu, agar bahaya tidak terjadi (Renosori dkk, 2012).
sehingga dibutuhkan penanganan dan pengolahan
dengan perhatian ekstra, baik dari segi bahan baku, II. METODOLOGI PENELITIAN
maupun proses pembuatannya untuk menjamin
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitas dari bakso ikan yang dihasilkan. Hal ini
deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di PT.
dilakukan untuk mempertahankan produk agar
Bonecom Servistama Compindo, Jakarta Utara,
dapat bersaing di pasar global, terutama dalam hal
selama tahun 2015.
kemanan pangan produk yang dihasilkan.
Masalah keamanan pangan merupakan A. Alat dan Bahan
masalah global yang perlu diperhatikan oleh Bahan yang digunakan adalah bahan baku
semua produsen makanan, karena sangat berkaitan pembuatan dan pengemasan bakso ikan berupa
dengan kesehatan masyarakat. Bahan pangan yang surimi, bawang merah, bawang putih, lada,
berasal dari hewan merupakan sumber utama telur, es batu, dan plastik pengemas (HDPE),
bakteri penyebab foodborne diseases. Beberapa sedangkan aat yang digunakan adalah
bakteri yang bisa hidup pada produk ikan antara timbangan, penggiling, mixer, moulder, mesin
lain bakteri patogen asli yang terdapat secara alami perebus, freezer / ABF, vacuum sealer, dan
pada ikan (Clostridium botulinum, Vibrio sp., dan cold storage.
Aeromonas sp.) dan bakter patogen tidak asli yang B. Prosedur Penelitian
disebabkan oleh kontaminasi (Salmonella sp., Metode yang digunakan adalah observasi dan
Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus). wawancara, serta melakukan beberapa uji
Bakteri patogen tersebut memiliki dampak yang kandungan E. coli dan Salmonella. Selain itu,
buruk bagi manusia, antara lain mual, muntah, digunakan metode analisis keakutan dan resiko
bahkan diare akut yang bisa berakibat pada bahaya, metode penentuan signifikansi bahaya,
kematian. Oleh karena itu, dalam proses serta diagram pohon keputusan penentuan titik
pengolahan surimi menjadi bakso ikan, diperlukan kendali kritis.
pengetahuan dan teknik pengolahan ikan dengan
benar agar mencegah perkembangan bakteri III. HASIL DAN PEMBAHASAN
patogen yang berbahaya bagi manusia.
Pengawasan terhadap bahan baku dan proses Pengembangan berbagai produk olahan hasil
pengolahan makanan dapat dilakukan dengan perikanan dapat dijadikan alternatif menumbuhkan
penerapan analisis bahaya titik kendali kritis atau kebiasaan mengkonsumsi ikan bagi masyarakat
Hazard Analysis and Critical Control Point Indonesia, sekaligus merupakan upaya untuk
(HACCP). meningkatkan nilai gizi masyarakat. Salah satu
HACCP adalah suatu tindakan preventif bentuk dari produk olahan ikan tersebut adalah
yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. bakso ikan. Bakso ikan yang bermutu tinggi dapat
Sistem ini diterapkan di perusahaan untuk diperoleh dari penanganan bahan baku yang baik,
mengidentifikasi bahaya yang berhubungan hingga ke pemasaran. Kriteria organoleptik bakso
dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, ikan yang baik dapat dilihat dari syarat mutu bakso
pengolahan, atau penyimpanan pangan, menilai sesuai dengan SNI 01-7266.1-2006 yang dapat
resiko-resiko yang terkait, dan menentukan dilihat pada Tabel I
kegiatan dimana prosedur pengendalian akan Mutu suatu produk merupakan salah satu
digunakan. Adanya penerapan HACCP di faktor utama yang membedakan tingkat
perusahaan akan membantu pihak perusahaan penerimaan produk tersebut oleh konsumen. Salah
untuk melakukan proses pengendalian mutu satu cara untuk mengendalikan keamanan pangan
produk dengan cara menganalisis bahaya yang ada
192 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
dan mutu produk, maka dilaksanakan analisis manajemen halal, divisi quality control, divisi
HACCP pada produk bakso ikan. R&D, divisi produksi, divisi gudang, dan divisi
procurement. Penerapan sistem HACCP oleh tim
TABEL I HACCP di perusahaan mengacu pada tim AHI
SYARAT MUTU ORGANOLEPTIK BAKSO IKAN (Auditor Halal Internal) yang mengawasi semua
Karakteristik Syarat
tahapan produksi selama produksi berlangsung, hal
Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih ini disebabkan perusahaan belum memperoleh
dan cemerlang, tidak kusam sertifikat HACCP yang diterbitkan oleh lembaga
Warna putih merata tanpa warna asing lain sertifikasi independen BKIPM (Badan Karantina
Rasa lezat, enak, rasa ikan dominan sesuai Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil
jenis ikan yang digunakan Perikanan). Selain mengontrol pelaksanaan
Aroma bau khas ikan segar rebus dominan
sesuai jenis ikan yang digunakan dan
HACCP, tim AHI juga mengontrol pelaksanaan
bau bumbu cukup tajam GMP dan SSOP perusahaan. Tim yang terbentuk
Tekstur kompak, elastis, tidak liat atau wajib menyusun rencana HACCP perusahaan dan
membal, tidak ada serat daging, tanpa mengawasi penerapan HACCP tersebut.
duri atau tulang, tidak lembek, tidak
basah berair, dan tidak rapuh 2. Deskripsi Produk
Sumber: SNI 01-7266.1-2006 Langkah kedua dalam penyusunan rencana
A. Konsep HACCP Proses Produksi Bakso Ikan HACCP adalah mendeskripsikan produk.
Konsep HACCP yang terdapat dalam Deskripsi produk mencakup keterangan lengkap
perusahaan untuk proses produksi bakso ikan mengenai produk meliputi komposisi, struktur
terdiri dari 12 langkah. Konsep HACCP tersebut kimia atau fisik, proses pengolahan, daya simpan,
digunakan untuk menyusun dan menerapkan pengemasan, kondisi penyimpanan, cara distribusi,
sistem HACCP pada proses produksi bakso ikan. serta keterangan lain yang berkaitan dengan
Penerapan sistem HACCP dimulai dari proses produk. Pada proses penetapan deskripsi produk
penerimaan bahan baku hingga proses perlu diperhatikan dan diidentifikasi semua
penyimpanan produk akhir. Langkah-langkah informasi yang berkaitan dengan program HACCP
penyusunan dan penerapan sistem HACCP proses agar dapat memberikan petunjuk dalam rangka
produksi bakso ikan adalah sebagai berikut. mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi,
serta untuk membantu pengembangan batas-batas
1. Pembentukan Tim HACCP kritis. Deskripsi produk bakso ikan dilakukan oleh
Pembentukan tim HACCP melibatkan semua tim HACCP berdasarkan tingkat pengetahuan
komponen dalam industri untuk menghasilkan mereka tentang produk tersebut. Deskripsi produk
produk pangan yang aman. Tim HACCP yang bakso ikan terdiri dari nama produk, bahan baku,
terbentuk terdiri dari individu-individu yang spesifikasi produk, pengemasan, cara
mempunyai disiplin ilmu yang beragam dan penyimpanan, daya simpan, pelabelan, dan cara
mempunyai keahlian spesifik dari bidang ilmu penggunaan produk. Deskripsi produk bakso ikan
yang bersangkutan agar mampu mengumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2.
dan mengevaluasi data-data teknis, 3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
mengidentifikasi bahaya, dan mengidentifikasi Dalam kegiatan identifikasi pengguna, tim
titik kendali kritis sehingga tepat dalam HACCP harus menuliskan kelompok konsumen
mengambil keputusan yang terkait dengan yang mungkin berpengaruh pada keamanan
keamanan pangan. produk. Tujuan penggunaan produk harus
Tim HACCP di perusahaan terdiri dari 6 didasarkan pada manfaat yang diharapkan dari
orang yang dibentuk oleh departemen quality produk oleh pengguna akhir atau konsumen
control pada tahun 2014 dan disahkan oleh general produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari
manager. Anggota tim HACCP terdiri dari divisi masyarakat umum atau kelompok masyarakat
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 193
khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, untuk menentukan tingkat resiko dari setiap
kelompok remaja, atau kelompok orang tua. produk (Ratih, 2006).
Pengelompokkan konsumen penting dilakukan
TABEL II
DESKRIPSI PRODUK BAKSO IKAN
Nama Produk Akhir (Finished Baso Ikan (Fish Ball)
Product)
Bahan Baku (Raw Material) Ikan, Tapioka termodifikasi, dan Bumbu (fish, modified cassava, and spices)
Spesifikasi Produk (Product  Bentuk (Shape) : Bulat (Round)
Specification)  Ukuran (Size) : 10 – 12 gr / butir (10 – 12 gr / pcs)
 Kemasan (Packing) : 500 gr / bungkus dan 1000 gr / bungkus (500 gr / pack and
1000 gr / pack)
 Isi per kemasan (Qty / pack) : 40 – 41 butir untuk kemasan 500 gr dan 80 – 82 butir
untuk kemasan 1000 gr (40 – 41 pcs for 500 gr and 80 – 82 pcs for 1000 gr)
 Warna (Color) : Putih (White Color)
Tipe Pengemasan (Packaging Master Carton Size / Bagging :
Type)  16 x 22 cm untuk 500 gr (16 x 22 cm for 500 gr)
 20 x 28 cm untuk 1000 gr (20 x 28 cm for 1000 gr)
Penyimpanan (Storage) Penyimpanan di gudang beku dengan temperature -15oC (Cold storage with
temperature of -15oC)
Umur Penyimpanan (Shelf Life) 1 tahun di kondisi beku dengan temperature produk -15oC (One year in frozen condition
with temperature of product -15oC)
Spesifikasi Label (Label Komposisi, berat bersih, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa (Composition, netto,
Specification) batch production, best before)
Penggunaan Produk (The Use of  Masak sebelum digunakan (Cooked before consume)
Product)  Bakso ikan yang telah dimasak dan siap dikonsumsi mampu bertahan dan tetap
dalam kondisi layak konsumsi selama kurang lebih 7 jam pada suhu kamar
Konsumen (Consumer) Nasional
Sumber : PT. Bonecom Servistama Compindo / BOSCO (2015)

Identifikasi ini berguna untuk mengelompok- kelompok konsumen pengguna yang berpengaruh
kan pengguna / konsumen berdasarkan resiko yang terhadap keamanan produk bakso ikan tersebut.
dapat ditimbulkan apabila mengkonsumsi produk Deskripsi pengguna produk bakso ikan adalah
tersebut. Salah satu resiko produk bakso ikan yang produk bakso ikan dapat dikonsumsi dengan cara
mungkin terjadi disebabkan karena adanya dimasak terlebih dahulu oleh konsumen umum
kandungan histamin, karena menggunakan bahan (kecuali bayi) dari semua kalangan masyarakat
dasar ikan. Apabila kandungan histamin Indonesia. Identifikasi pengguna ditujukan untuk
bertambah, maka akan menyebabkan penyakit masyarakat Indonesia, karena pemasaran produk
alergi dan gatal-gatal ketika produk bakso ikan bakso ikan dipusatkan untuk memenuhi
dikonsumsi (Mahendraratta, 2003). Selain itu, permintaan nasional.
resiko produk bakso ikan juga dapat disebabkan
karena adanya proses pengolahan produk oleh 4. Penyusunan Diagram Alir Proses
konsumen yang tidak sesuai sehingga dapat Penyusunan diagram alir proses pembuatan
menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, seperti produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses
E. coli yang dapat menyebabkan gangguan sejak diterimanya bahan baku sampai dengan
kesehatan manusia. Maka dari itu, diperlukan dihasilkannya produk jadi dan proses
identifikasi pengguna yang ditentukan berdasarkan penyimpanannya. Sebelum menyusun diagram
deskripsi produk yang telah dibuat, yaitu dengan alir, tim HACCP melakukan pengamatan di bagian
mencatat penggunaan produk, cara penyajian dan produksi untuk memastikan bahwa diagram alir

194 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


yang disusun nantinya dapat menggambarkan ketepatan diagram alir yang telah disusun dengan
secara detail proses produksi untuk mempermudah proses produksi yang sesungguhnya. Apabila
penentuan CCP. Bagan alir proses produksi bakso dalam penerapan di lapangan diagram alir tidak
ikan dapat dilihat pada Gambar 1. sesuai, maka dilakukan modifikasi atau perbaikan
terhadap diagram alir. Sebaliknya, apabila diagram
alir telah sesuai di lapangan, maka dilakukan
dokumentasi terhadap diagram alir tersebut.
Kesesuaian diagram alir dibuktikan dengan hasil
pengujian secara kimiawi dan organoleptik dari
bakso ikan yang dihasilkan. Jika hasil pengujian
sesuai dengan standar yang telah ditentukan, maka
diagram alir proses pembuatan bakso ikan
dianggap tepat. Standar mutu dan keamanan
pangan bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 3.
TABEL III
STANDAR MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
BAKSO IKAN
Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
a. Organoleptik
 Nilai minimal 7 (Skor 1-9)
b. Cemaran mikroba
 A. Lempeng Koloni/g 5 x 104
Total, maks
 E. coli, maks APM/g <3
 Salmonella Koloni/g Negatif/25 g
 Vibrio cholera Mg/kg Negatif/25 g
c. Kimia
 Air, maks % 80
 Protein, min % 12
d. Cemaran logam
 Arsen (As) Mg/g Maks. 1,0
 Kadmium (Cd) Mg/g Maks. 0,1
 Merkuri (Hg) Mg/g Maks. 0,5
 Timah (Sn) Mg/g Maks. 40,0
 Timbal (Pb) Mg/g Maks. 0,3
e. Cemaran fisik
 Filth 0
f. Fisika
 Suhu pusat 0
C Maks. -18
 Kekuatan gel
g/cm2 Min. 600
Gambar 1. Bagan Alir Penetapan CCP Proses (gelstrength)
Produksi Bakso Ikan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2013)

5. Verifikasi Diagram Alir Proses 6. Analisi Bahaya


Proses verifikasi diagram alir dilakukan oleh Bahaya adalah faktor yang mempengaruhi
tim HACCP dengan cara meninjau proses produksi kepuasan konsumen secara negatif yang meliputi
secara langsung, melakukan koordinasi dengan bahan biologis, kimia, atau fisik yang terdapat di
operator produksi, dan melakukan pengujian dalam bahan atau kondisi dari makanan dengan
sampel produk bakso ikan untuk membuktikan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 195
potensi menyebabkan dampak merugikan bagi Tindakan pencegahan merupakan tindakan
kesehatan. Analisis ini mencakup : (1) gambaran penghambatan bahaya ke dalam produk dan
kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari bahan mengacu pada prosedur operasi dimana pada
baku sampai produk akhir, (2) penentuan setiap tahap pekerja dipekerjakan. Tindakan
signifikansi bahaya pada setiap tahapan proses pencegahan dapat berupa tindakan yang bersifat
produksi, dan (3) mengidentifikasi tindakan kimia, fisik atau lainnya yang dapat
pencegahan sehingga bahaya yang teridentifikasi mengendalikan bahaya keamanan pangan.
dapat dengan segera ditangani. Tindakan pencegahan dalam mengatasi bahaya
Tim HACCP perlu mempertimbangkan dapat lebih dari satu bila dibutuhkan. Tindakan
kemungkinan / peluang untuk setiap bahaya yang pencegahan atau tindakan meminimalisasi bahaya
telah diidentifikasi, berdasarkan pengetahuan tim produk bakso ikan dilakukan melalui penerapan
HACCP, didukung oleh pustaka terkait. prosedur dasar pendukung sistem HACCP yaitu
Sedangkan tingkat keparahan dapat ditetapkan GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP
dengan melihat dampak terhadap kesehatan (Sanitation Standard Operational Prosedure)
konsumen dan reputasi bisnis. Dengan Proses signifikansi bahaya pada tahap proses
menggabungkan peluang dengan tingkat produksi bakso ikan dilakukan sejak diterimanya
keparahan bahaya, maka akan dapat ditentukan bahan baku sampai dengan penyimpanan produk
tingkat resiko / signifikansi bahaya dari suatu akhir. Bahaya yang tidak dapat dikendalikan oleh
produk, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4. GMP dan SSOP akan dilakukan tindakan
Hasil identifikasi kemudian digunakan untuk pencegahan sesuai dengan potensi bahaya tersebut.
menetapkan jenis tindakan pengendalian yang Proses signifikansi bahaya pada titik CCP dapat
harus dilakukan yang dapat dilihat pada Tabel 5. diputuskan oleh tim dengan cara
mempertimbangkan peluang terjadinya
TABEL IV (reasonably likely to occur) dan tingkat keparahan
SIGNIFIKANSI BAHAYA (severity) dari suatu bahaya. Kategori resiko
produk bakso ikan ditentukan oleh tim HACCP
Tingkat
Keparahan
dan dinilai oleh bagian quality control.
(Severity) Karakteristik bahaya suatu produk pangan dapat
dikelompokkan menjadi enam kategori bahaya,
L M H yaitu bahaya A sampai F. Karakteristik masing-
masing bahaya produk bakso ikan mengacu pada
L LL ML HL Tabel 6.
Peluang Terjadinya Pada tahap penentuan resiko atau peluang
(Reasonably likely to M LM MM HM* tentang terjadinya suatu bahaya dapat dilakukan
occur)
penetapan kategori resiko. Penetapan kategori
H LH MH* HH*
resiko dilakukan berdasarkan tingkat resiko bahaya
Keterangan: yang terjadi, yaitu resiko I sampai VI.
L = Low (Rendah) H = High (Tinggi)
M = Medium (Sedang) Penentuan penetapan kategori resiko
* = Dianggap signifikan dan akan dipertimbangkan dalam penetapan disimbolkan dengan tanda plus (+), dimana
CCP
Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB (2007) semakin banyak tanda plus (+) pada karakteristik
bahaya suatu produk, maka tingkat resiko bahaya
Setelah dilakukan analisis bahaya, tim produk tersebut tergolong tinggi, kecuali untuk
HACCP kemudian perlu mengidentifikasi tindakan kategori resiko VI ditandai dengan simbol A+ pada
pencegahan yang dapat digunakan untuk karakteristik bahaya yang berarti produk hanya
mengendalikan setiap bahaya, seperti yang dapat mengandung bahaya A dan merupakan kategori
dilihat pada Tabel 5. resiko tertinggi (Sarwono, 2007). Pengelompokkan

196 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


produk berdasarkan penetapan kategori resiko Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa
dapat dilihat pada Tabel 7. tingkat bahaya pada produk bakso ikan termasuk
Adapun analisis kelompok bahaya dan dalam kategori sedang (III), karena terkait dengan
kategori resiko yang dihasilkan untuk produk 3 kelompok bahaya yaitu B, D, dan E. Kelompok
bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 8. bahaya B merupakan bahaya yang terjadi karena
TABEL V
ANALISA BAHAYA PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SURIMI MENJADI BAKSO IKAN
Signifikansi Bahaya
No Alur Proses Penyebab Bahaya Bahaya Potensial Tindakan Pencegahan
Probability / Severity

Biologi : M/HN  Diperlukan Certificate of Analisys dan


Salmonella sp., (negatif / 25 gr) pengujian organoleptik
Kontaminan bahan baku, pekerja, Escherichia coli < 3 APM / gr  Dengan melakukan pencucian secara
lingkungan, dan alat. higienis dan pemilihan bahan baku
Penerimaa Kimia : yang masih segar.
n Bahan Kadar air maks 80%
1. Baku Kadar protein min 12
Surimi Biologi : M/HN Penyimpanan dilakukan pada suhu < 0 oC
Salmonella sp., (negatif / 25 gr) di freezer
Kenaikan suhu Escherichia coli < 3 APM / gr

Kimia :
Peningkatan kadar histamin
Bawang Biologi : B. cereus L / L  TN  Penyeleksian
merah dan Kontaminan bahan baku dan Kimia : pestisida  Pengupasan
bawang lingkungan. Fisik : tanah dan kerikil  Pencucian
putih

Biologi : aspergilus, B. cereus L / L  TN SOP penyimpanan


Lada Kontaminasi lingkungan
Kimia : aflatoksin dan pestisida.
Fisik : debu dan pasir
Bahan Biologi : B. cereus dan kapang, L / L  TN  SOP penyimpanan
kering mikroba perusak / amilolitik  Jaminan supplier
(Tepung
 Kontaminasi lingkungan,  Pengayakan dan pemilihan BB yang
tapioka, Kimia : logam berat baik
penyimpanan kadar air naik
tepung sagu, Fisik : kerikil, serangga L / L  TN
 terbawa dair supplier
garam)
H / L  TN

 Kontaminasi lingkungan Biologi : Salmonella H/HN Cuci sebelum digunakan menggunakan


Telur
 terbawa dari supplier prinsip GMP
Biologi : koliform / e.coli M/HN  sanitasi air
Kontaminan lingkungan (sumber air  analisis air / tahun
Es Batu Kimia : logam berat M / L  TN
pabrik)
Fisik : serangga, benda asing L/ L  TN
Penimbang Biologi : Kontaminasi mikroorganisme L / L  TN Pengendalian menggunakan prinsip SSOP
an dan Kontaminasi silang dari peralatan timbangan
2.
penggilinga (timbangan kotor) Fisik : benda asing
n
 Kenaikan suhu dan kelembaban Biologi : kutu, bakteri L / M  TN  Pengendalian menggunakan prinsip
tepung berspora/biofilm GMP dan SSOP
 mixer kotor / kontaminasi logam  Perawatan alat
3. Pencampur  pemecahan ceroboh
an / Mixing Kimia : logam berat
L / H  TN

Fisik : pecahan cangkang telur M / M  TN


Biologi : Stafilo coccus L / M  TN Pengendalian menggunakan prinsip GMP
Pencetakan Kontaminasi pekerja, lingkungan,
4. dan SSOP
Molding moulder kotor
Fisik : Kotoran/debu M / M  TN
Kontaminasi air dan pekerja Biologi : E. Coli dan Stafilo coccus L / L  TN Pengendalian menggunakan prinsip GMP
5. Perebusan dan SSOP  direbus pada suhu 100oC
selama 5 menit
Kontaminasi pekerja Biologi : Stafilo coccus L / L  TN Pengendalian menggunakan prinsip GMP
dan SSOP (menggunakan penutup pada
wadah, meletakkan wadah di tempat yang
Pendingina
6. cukup tinggi seperti di atas meja dan
n
cukup berjarak dari lalu lalang orang,
serta penyimpanan menggunakan suhu
ruang 28oC selama 15-20 menit)
Fisik : Rusak H /H  N Penggunaan ABF pada suhu -30oC
7. Pembekuan Penurunan suhu
Biologi : Mikroba

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 197


Pengepaka Biologi : Stafilo coccus L / L  TN Pengendalian menggunakan prinsip GMP
8. Kontaminasi pekerja
n dan SSOP
Pengemasa Kontaminasi pekerja, penutupan tidak Biologi : Stafilo coccus M/HN Pengendalian menggunakan prinsip GMP
9.
n rapat dan SSOP / SOP sealing
Penyimpan Fisik : Rusak H/HN Penggunaan Cold Storage pada suhu -
10. an produk Penurunan suhu Biologi : Salmonella 15oC
akhir
Keterangan : B : bahaya biologis ; K = bahaya kimia ; F = bahaya fisik ; L = rendah ; M = sedang ; H = tinggi ; TN = bahaya tidak nyata ; N = bahaya nyata /
signifikan
adanya kandungan bahan yang sangat sensitif sampai F
terhadap bahaya biologi, kimiwa, dan fisik. A+ (Kategori
Kategori resiko paling tinggi
khusus) dengan
VI (semua produk yang
atau tanpa
TABEL VI mempunyai bahaya A)
bahaya B-F
KARAKTERISTIK BAHAYA Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB (2007)
Kelompok
Bahaya
Karakteristik Bahaya Bahan baku yang digunakan dalam produk
Produk-produk pangan yang tidak steril dan bakso ikan adalah surimi, dimana surimi
Bahaya A dibuat untuk konsumsi kelompok resiko (lansia, merupakan bahan yang sangat sensitif terhadap
bayi)
Produk mengandung ingredient sensitif terhadap suhu dan lingkungan. Jika penanganan surimi
Bahaya B
bahaya biologi, kimia, atau fisik tidak tepat (terjadi peningkatan suhu
Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang penyimpanan), maka rawan terjadi peningkatan
terkendali yang secara efektif membunuh
Bahaya C
mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya
kadar histamin yang dapat meningkatkan resiko
kimia atau fisik bahaya bagi kesehatan. Kelompok bahaya D
Bahaya D
Produk mungkin mengalami rekontaminasi merupakan bahaya yang terjadi karena adanya
setelah pengolahan sebelum pengemasan
Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan
rekontaminasi produk pasca pengolahan dan
Bahaya E selama distribusi atau oleh konsumen yang sebelum dikemas. Pada proses produksi bakso
menyebabkan produk berbahaya ikan, terdapat tahapan pasca pengolahan yang
Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah dianggap rawan terkontaminasi sebelum
pengemasan atau di tangan konsumen atau tidak
ada pemanasan akhir atau tahap pemusnahan dikemas, yaitu proses pembekuan bola – bola
Bahaya F
mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki daging (bakso ikan). Jika suhu pembekuan tidak
pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara tepat, maka dapat meningkatkan kadar histamin
apapun bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan, atau menghancurkan bahaya sehingga meningkatkan resiko bahaya bagi
kimia atau fisik kesehatan. Dan kelompok bahaya E merupakan
Sumber : Panduan penyusunan rencana HACCP bagi industri pangan
(2006)
bahaya yang terjadi karena adanya potensi
kesalahan penanganan selama distribusi atau
TABEL VII oleh konsumen yang menyebabkan produk
PENGELOMPOKKAN PRODUK BERDASARKAN berbahaya. Kemungkinan bahaya yang timbul
PENETAPAN KATEGORI RESIKO selama kegiatan distribusi produk akhir dapat
disebabkan oleh suhu pendingin dalam armada
Karakteristik Kategori transportasi yang tidak sesuai dengan suhu
Jenis Bahaya
Bahaya Resiko produk, yaitu -15oC. Hal ini berdampak pada
Tidak mengandung bahaya
0 0 kesegaran dan umur simpan produk. Jika suhu
A sampai F
Mengandung satu bahaya B yang digunakan tidak tepat, maka dapat
(+) I menyebabkan umur simpan produk menjadi
sampai F
(++) II
Mengandung dua bahaya B berkurang dan tingkat kerusakan produk ketika
sampai F sampai ke tangan konsumen tinggi karena
Mengandung tiga bahaya B
(+++) III produk mengalami penurunan kualitas.
sampai F
Mengandung empat bahaya
(++++) IV TABEL VIII
B sampai F
(+++++) V Mengandung lima bahaya B KATEGORI RESIKO PRODUK BAKSO IKAN

198 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


terdapat bahaya yang tidak dapat dikendalikan
Kelompok Bahaya Kategori oleh GMP dan SSOP maka dilakukan pengujian
Produk secara organoleptik dengan cara meminta
A B C D E F Resiko
certificate of analysis yang diperoleh dari
Bakso
Ikan
0 + 0 + + 0 III pemasok yang berisi kandungan bahan sebagai
Keterangan : standar pengujian. Sedangkan tahapan yang
0 = tidak memiliki bahaya tergolong dalam bahaya CCP antara lain tahap
+ = memiliki bahaya
Sumber : Departemen Quality Control PT. Bonecom Servistama pembekuan, pengemasan, dan penyimpanan.
Compindo (2015) Analisa bahaya pada tahap pembekuan
dilihat dari potensi bahaya yang terjadi, yaitu
7. Penetapan Critical Control Point (CCP) kerusakan fisik dan pertumbuhan
Berdasarkan analisis signifikansi bahaya mikroorganisme. Proses pembekuan bertujuan
yang telah dilakukan, tim HACCP kemudian
perlu menetapkan apakah bahaya tersebut
merupakan suatu titik kendali kritis atau bukan.
Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali
Kritis adalah suatu titik, langkah, atau prosedur
dimana pengendalian dapat diterapkan dan
bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan, atau diturunkan sampai pada batas
yang dapat diterima. Penetapan CCP pada proses
produksi bakso ikan dilakukan berdasarkan
setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam
tahap analisa bahaya sebelumnya (Pedroso,
1999). Masing-masing titik penerapan tindakan
pencegahan yang telah ditetapkan, diuji dengan
menggunakan CCP decision tree untuk
menentukan CCP.
Decision tree berisi urutan pertanyaan
mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam
suatu langkah proses, dan dapat juga
diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitif
terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang fisik, kimia, atau biologi.
Pertanyaan yang terdapat pada decision tree
dibuat oleh tim HACCP yang telah terbentuk.
Pohon keputusan (decision tree) pada produk
bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil identifikasi CCP berdasarkan Gambar 2. Decision tree untuk Penetapan CCP
decision tree proses produksi bakso ikan dapat
dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, untuk mematangkan produk dan mencegah
bahaya yang dapat teridentifikasi dikelompokkan pertumbuhan bakteri. Timbulnya bahaya dapat
menjadi dua, yaitu bahaya yang bukan CCP dan disebabkan karena adanya penurunan suhu
bahaya CCP. Penerimaan bahan baku (surimi, pembekuan diatas - 20oC yang berpengaruh
telur, dan es batu) merupakan bahaya bukan terhadap kematangan produk dan pertumbuhan
CCP, sehingga apabila dalam bahan baku mikroorganisme patogen seperti E. coli,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 199
kerusakan fisik pada produk seperti tekstur lunak produk bakso ikan. Analisa bahaya pada tahap
dan warna bakso memudar, sehingga pengemasan dilihat dari potensi bahaya yang
menyebabkan menurunnya kualitas produk. terjadi, yaitu kerusakan fisik dan kontaminasi
Bahaya tersebut memiliki potensi yang
signifikan terhadap keamanan produk bakso ikan
sehingga perlu ditindak lanjuti dengan cara
mempunyai ABF (Air Blast Freezer) sendiri
dengan suhu -30oC untuk proses pembekuan
TABEL IX
IDENTIFIKASI CCP BAKSO IKAN
P2 P4
P1 P3
Apakah langkah itu Apakah langkah
Apakah ada Dapatkah
Tahap Potensi Bahaya dibuat khusus untuk selanjutnya dapat CCP
tindakan bahaya
mengendalikan mengendalikan
pencegahan? terjadi?
bahaya? bahaya?
Penerimaan Bahan
Baku Surimi Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
Penerimaan Bahan
Baku Telur Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
Penerimaan Bahan
Baku Es Batu Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
Pembekuan / Freezing Rusak fisik,
mikroorganisme Ya Ya - - CCP
Pengemasan Rusak fisik,
mikroorganisme Ya Ya - - CCP
Penyimpanan / Storage Rusak fisik,
mikroorganisme Ya Tidak Ya Tidak CCP

mikroorganisme. Produk makanan yang sudah diproduksi melalui proses dekarboksilasi dari
beku kemudian dikemas menggunakan kemasan asam amino yang terdapat di dalam berbagai
vakum plastik HDPE agar udara tidak masuk. makanan seperti ikan, produk dari ikan, keju, dan
Timbulnya bahaya dapat disebabkan oleh makanan fermentasi. Histamin umumnya
kemasan yang tidak rapat / bocor sehingga terbentuk pada suhu > 5oC. Meningkatnya
terjadi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan jumlah histamin pada produk ikan ditandai
aroma dan rasa tengik pada produk serta adanya dengan kebusukan pada produk (Sumner and
pertumbuhan mikroorganisme pembentuk lendir Ababouch, 2004). Selain itu, kerusakan yang
pada permukaan bakso ikan yang menimbulkan mungkin terjadi adalah kerusakan fisik berupa
bau tidak sedap dan rusaknya kualitas bakso basi dan berlendir. Bahaya tersebut memiliki
selama penyimpanan dan pemasaran. Analisa potensi yang signifikan terhadap keamanan
bahaya pada tahap proses penyimpanan dilihat produk bakso ikan sehingga perlu ditindak
dari potensi bahaya yang terjadi, yaitu kerusakan lanjuti dengan cara penyimpanan ke dalam cold
fisik. Timbulnya bahaya dapat disebabkan storage dengan memperhatikan suhu
karena adanya penurunan suhu penyimpanan penyimpanan yaitu dibawah -15oC agar tetap
cold storage diatas 0oC yang berpengaruh stabil.
terhadap kualitas produk dan meningkatnya
kandungan histamin. Histamin adalah senyawa 8. Penetapan Batas Kritis (Critical Limit / CL)
amina biogenik yang terbentuk dari asam amino Batas kritis merupakan batas toleransi yang
histidin akibat reaksi dengan enzim harus dipenuhi pada setiap penetapan CCP untuk
decarboxylase. Amina biogenik adalah mengendalikan bahaya secara efektif. Batas-
komponen biologi aktif yang secara normal batas kritis pada CCP produk bakso ikan
200 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
ditetapkan berdasarkan referensi dan standar adalah mengecek suhu di agar tetap -30oC
teknis serta observasi unit produksi. Batas ini dengan cara mengukur suhu menggunakan
tidak boleh terlampaui, karena merupakan thermometer yang dilakuk an oleh bagian
toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat Quality Control (QC). Ketika terdapat CCP pada
dikontrol serta menjamin keamanan produk yang proses pengemasan, maka tindakan monitoring
dihasilkan. Batas CCP pada produk bakso ikan yang dilakukan adalah proses pengecekan hasil
dirinci pada setiap tahap yang merupakan CCP packing oleh inspektor pengemasan dan bagian
dan dikontrol dengan menggunakan parameter QC. Proses pengecekan yang dilakukan antara
suhu dan kondisi fisik kemasan serta produk. Hal lain terkait dengan keadaan produk yang bebas
ini dikarenakan suhu dan kondisi fisik kemasan dari kontaminasi, tingkat kerapatan seal kemasan
serta produk merupakan parameter utama yang untuk mencegah udara masuk, kondisi kemasan
mempengaruhi keamanan produk bakso ikan dalam dan luar bersih, plastik dan label yang
untuk dikonsumsi atau tidak oleh konsumen. digunakan sudah benar sesuai dengan standar
Batas kritis menunjukkan perbedaan antara pelabelan, kode pada pengemasan benar dan
produk aman dan tidak aman, sehingga setiap terlihat jelas pada setiap kemasan, dan berat
CCP mudah teridentifikasi dan dijaga oleh kemasan sudah benar atau tidak. Ketika terdapat
operator produksi. Penetapan batas kritis pada CCP pada proses penyimpanan, maka tindakan
produk bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 10. monitoring yang dilakukan adalah mengecek
suhu di cold storage agar tetap -15oC dengan
9. Penetapan Prosedur Pemantauan cara mengukur suhu menggunakan thermometer
(Monitoring) yang dilakukan oleh bagian QC. Proses
Pemantauan adalah tindakan pengujian pemantauan dilakukan secara berkala yaitu
atau observasi yang tercatat oleh unit pengelola setiap 1 jam sekali oleh bagian QC.
pemantauan dari kondisi CCP yang ada.
Pemantauan berfungsi untuk menjamin batas 10. Penetapan Tindakan Koreksi
kritis tidak terlampaui, menetapkan prosedur Tindakan koreksi adalah tindakan yang
tindakan pemantauan CCP, dan orang yang harus diambil jika hasil monitoring pada suatu
bertanggungjawab terhadap pemantauan. titik pengontrolan kritis (CCP) menunjukkan
Pemantauan yang ideal harus memberikan adanya kehilangan kontrol (loss of control).
informasi tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi
untuk melaksanakan tindakan perbaikan penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP
sehingga produk yang mengalami kerusakan tergantung pada tingkat resiko produk pangan.
dapat terkendali dan bila perlu dilakukan Dalam pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan
pemberhentian produksi. koreksi, yaitu tindakan segera dan tindakan
Prosedur monitoring atau pemantauan pencegahan. Pelaksanaan tindakan koreksi
program HACCP produk bakso ikan program HACCP bakso ikan termasuk ke dalam
berlandaskan pada prinsip 4W + 1H (what, level tindakan segera dan dilakukan berdasarkan
where, when, who, dan who). Prosedur pada parameter suhu dan fisik kemasan yang
pemantauan dilakukan berdasarkan CCP yang menjadi batas kritis dalam CCP. Hal ini
ada. CCP pada proses produksi bakso ikan dikarenakan suhu dan keadaan fisik kemasan
terjadi pada tahap pembekuan, pengemasan, dan merupakan parameter utama yang
penyimpanan. Hal tersebut dikarenakan, bahaya mempengaruhi keamanan produk bakso ikan,
yang terjadi pada tahap pembekuan, sehingga jika terjadi penyimpangan suhu dan
pengemasan, dan penyimpanan tidak dapat kerusakan kemasan yang dapat menyebabkan
dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan. resiko bahaya pada produk maka harus dilakukan
Ketika terdapat CCP pada proses pembekuan, tindakan koreksi segera untuk menanggulangi
maka tindakan monitoring yang dilakukan bahaya yang terjadi. Tindakan koreksi dilakukan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 201
setiap satu jam sekali dan setelah selesai satu dokumentasi pada penerapan HACCP untuk
batch produksi oleh bagian quality control. produk bakso ikan dilakukan dengan cara
Pada tahap penetapan batas kritis, telah mendata secara tertulis semua program HACCP
diketahui bahwa suhu yang menjadi batas kritis sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang
dalam CCP adalah suhu -30oC untuk proses dan dipertahankan selama periode waktu yang
pembekuan dan -15oC untuk proses telah ditentukan. Kegiatan dokumentasi produk
penyimpanan, dan keadaan fisik kemasan adalah bakso ikan meliputi semua catatan mengenai
tertutup rapat menggunakan teknik vakum. Jika area yang sangat kritis bagi keamanan produk
terjadi penyimpangan dalam CCP, misalnya dan dibuat pada saat melakukan monitoring.
penurunan suhu atau kebocoran kemasan, maka Catatan yang telah dibuat membuktikan bahwa
tindakan koreksi yang dilakukan adalah batas-batas kritis telah terpenuhi dan tindakan
melaporkan penyimpangan tersebut ke bagian koreksi telah dilakukan dengan benar pada saat
teknisi untuk dilakukan proses penyesuaian agar batas kritis terlampaui. Catatan rekaman data
suhu dapat terkontrol kembali dan perbaikan disimpan perusahaan di tempat yang aman dan
sealer atau pengemasan ulang. Rincian tindakan terlindungi. Rekaman data (dokumentasi) sistem
koreksi program HACCP yang telah dilakukan HACCP perusahaan berlaku selama 6 bulan dan
perusahaan akan dicatat dan didokumentasikan biasanya ditunjukkan kepada inspektur pengawas
untuk membantu mengidentifikasi masalah, makanan jika dilakukan audit eksternal. Selain
sehingga tindakan yang dilakukan untuk itu, dokumen ini juga dapat digunakan oleh
mengatasi masalah dapat efektif. Selain itu, operator untuk memantau penerapan HACCP di
tindakan koreksi juga dapat digunakan untuk lapangan. Penetapan batas kritis, prosedur
membantu menjamin pelaksanaan peraturan dan monitoring, serta tindakan koreksi yang
review dokumen. dilakukan selama proses pengolahan bakso ikan
dapat dilihat pada Tabel 10.
11. Penetapan Verifikasi Program HACCP Dengan telah disusunnya sistem
Verifikasi merupakan tahapan yang sangat dokumentasi, maka selesailah penyusunan
penting dalam penyusunan rencana kerja dan rencana HACCP. Rencana HACCP dapat
pelaksanaan rencana HACCP. Catatan verifikasi berubah jika terjadi perubahan pada bahan baku,
pada rencana HACCP meliputi tinjauan terhadap tata letak pabrik, penggantian peralatan,
rencana HACCP dan rekamannya, tinjauan perubahan program pembersihan/sanitasi,
terhadap penyimpangan dan disposisi produk, penerapan prosedur-prosedur baru, perubahan
kesesuaian dengan titik kendali kritis, inspeksi kelompok konsumen produk dan adanya
visual proses produksi, hasil pengujian atau informasi baru tentang suatu bahaya.
audit, dan penulisan laporan. Proses verifikasi Penerapan Hazard Analysis and Critical
terhadap program HACCP pada proses produksi Control Point (HACCP) pada industri pangan
bakso ikan dilakukan secara berkala setiap satu bertujuan untuk mencegah terjadinya bahaya
tahun atau minimal 6 bulan oleh tim HACCP sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu
untuk mengontrol dan memastikan bahwa semua pangan guna memenuhi tuntutan konsumen.
prosedur yang dilakukan secara keseluruhan Hasil akhir penerapan HACCP di industri
berjalan efektif, dimana CCP dalam tahap pangan olahan ikan adalah diterbitkannya
produksi bakso ikan dapat dikendalikan pada sertifikat HACCP oleh lembaga sertifikasi
batas kritis, sehingga keamanan produk bakso independen BKIPM (Badan Karantina Ikan,
ikan tetap terjaga. Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil
Perikanan) sebagai bukti bahwa penerapan
12. Rekaman Data (Dokumentasi) HACCP di industri pangan telah berjalan efektif
Dokumentasi merupakan bukti tertulis (Djazuli, 2014). Salah satu peran BKIPM adalah
bahwa suatu kegiatan telah terjadi. Langkah sebagai layanan penerbitan sertifikat penerapan
202 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
HACCP untuk unit pengolahan ikan (UPI). Tata
cara penerbitan sertifikat HACCP harus sesuai
dengan peraturan kepala BKIPM
No.Per.03/BKIPM/2011 (Priyono, 2011).

TABEL X
PENGENDALIAN CCP
CCP Bahaya Batas Prosedur Monitoring Tindakan Koreksi Verifikasi Rekaman
Signifik Kritis What Where How When Who
an
Pembekuan Suhu Suhu Pemeriksaan ABF Ukur suhu Setiap 1 QC  Jika suhu turun,  Review Form  Form
diatas – dibawah – suhu secara dengan jam laporkan ke kondisi / laporan
20oC 30oC langsung dan thermometer sekali teknisi agar catatan harian harian
dengan kontinyu dilakukan  Validasi suhu  Memo
waktu penyesuaian suhu internal  Foto
pembekua  Checklist  Kalibrasi suhu
n < 5 jam  Uji
organoleptik
 Uji
Mikrobiologi
 Uji kadar
histamin
Pengemasa Kemasa Kemasan Cek kondisi Dept.  Cek produk Setiap Inspekto Jika terjadi  Review Form  Form
n n tidak tertutup kemasan / pengema bebas selesai r kebocoran kemasan, kondisi / laporan
tertutup rapat, tidak ada atau san kontaminasi dikemas pengem maka tindakan catatan harian harian
rapat rusak, dan tidaknya  Cek tingkat dalam asan dan koreksi yang  Kalibrasi dan  Memo
tidak bocor kebocoran, kerapatan 1x batch bagian dilakukan adalah Validasi suhu  Foto
/ pemeriksaan seal produksi QC melaporkan sealere
menggemb langsung kemasan penyimpangan  Uji
ung secara  Cek tersebut ke bagian organoleptik
kontinyu kebersihan teknisi untuk  Uji
dalam dan dilakukan proses Mikrobiologi
luar kemasan perbaikan sealer atau  Uji kadar
 Cek pengemasan ulang. histamin.
kesesuaian
jenis plastik
dan label
kemasan
 Cek kode
dan berat
kemasan
Penyimpana Suhu Suhu – Pemeriksaan Cold Ukur suhu Setiap 1 QC Jika suhu turun  Review Form  Form
n diatas – 15oC suhu secara storage dengan jam dilaporkan ke teknisi kondisi / laporan
0oC langsung dan termometer sekali agar dilakukan catatan harian harian
kontinyu penyesuaian suhu  Validasi suhu  Memo
internal  Foto
 Kalibrasi suhu
 Uji
organoleptik
 Uji
Mikrobiologi
 Uji kadar
histamin

IV. KESIMPULAN pengolahan hasil perikanan dimana salah satu


produknya adalah bakso ikan yang terbuat dari
PT. Bonecom Servistama Compindo adalah surimi. Dalam menghasilkan suatu produk, mutu
perusahaan yang bergerak dalam bidang merupakan faktor utama yang membedakan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 203
tingkat penerimaan produk tersebut oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2013. SNI
konsumen. Salah satu cara untuk mengendalikan 2694:2013. Persyaratan Mutu dan Keamanan
keamanan pangan dan mutu bakso ikan adalah Surimi. Jakarta.
menggunakan analisis HACCP. Penerapan Djazuli, N. 2014. Badan Karantina Ikan,
sistem HACCP dimulai dari proses penerimaan Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil
bahan baku hingga proses penyimpanan produk Perikanan. Kementerian Kelautan dan
akhir. Penerapan Hazard Analysis and Critical Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.
Control Point (HACCP) untuk proses produksi Mahendraratta, Meta. 2003. The Change of
bakso ikan didasarkan pada GMP dan SSOP Histamine Content in Some Fish-Bashed
perusahaan. Penerapan sistem HACCP oleh tim Foods during Storage. Indonesia Food and
HACCP telah mengacu pada tim AHI (Auditor Nutrition Progress. Vol 10 (1). P: 54-61.
Halal Internal) yang mengawasi semua tahapan
produksi selama produksi berlangsung. Pedroso DMM, Laria ST, Gamba RC,
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Heidtmann S, Lucia V, Rall M. Critical
dalam proses produksi bakso ikan, identifikasi Control Points for Meat Balls and Kibbe
bahaya dalam kategori titik kendali kritis Preparations in a Hospital Kitchen. Journal
(Critical Control Point / CCP), terdapat pada of Revista de Microbiologia [online]. 1999.
proses pembekuan, pengemasan, dan Vol 30 (4).
penyimpanan produk akhir. Tindakan Priyono, A. 2011. Pedoman Teknis Penerapan
pencegahan yang dilakukan antara lain Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
penggunaan Air Blast Freezer (ABF) dengan Perikanan. BKIPM. Jakarta.
suhu –30oC pada proses pembekuan produk Ratih. 2006. Panduan Penyusunan Rencana
untuk mencegah kerusakan fisik dan HACCP Bagi Industri Pangan. PT. Salemba
mikroorganisme, pemanfaatan kemasan vakum Empat. Jakarta.
plastik HDPE untuk produk akhir, serta Renosori, P., Rakhmat, C., dan Rima, U. 2012.
penggunaan cold storage dengan suhu -15 oC Upaya Meningkatkan Pengendalian Kualitas
untuk penyimpanan produk akhir. Untuk Keamanan Pangan UKM Melalui Penerapan
mendukung penerapan sistem HACCP proses Prinsip Hazard Analysis and Critical Control
produksi bakso ikan yang baik, diperlukan Point (HACCP). Prosiding Seminar Nasional
sertifikat HACCP yang diterbitkan lembaga Penelitian dan PKM, Universitas Islam,
BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Bandung, pp. 217-218.
Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan).
Sarwono, E. 2007. Mempelajari Penerapan
HACCP Pada Unit Pengolahan Produk
DAFTAR PUSTAKA
Chicken Nugget PT. Japfa Santori Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006. IPB. Bogor.
Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Sumner, J. R. T., and Ababouch, L. 2004.
Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Application of Risk Assessment in The Fish
Penerapannya. Jakarta. Industry. Food and Agriculture Organization
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006. SNI of The United Nation. Roma.
01-7266.1-2006. Persyaratan Mutu Bakso
Ikan. Jakarta.

204 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Perancangan Sistem Informasi Perawatan Berbasis Metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE) dan Overall Input Efficiency (OIE)
[Maintenance Information System Design Based on Overall Equipment Effectiveness
(OEE)and Overall Input Efficiency (OIE)]
Mas’ud Effendi, Endra Cahyono, Usman Effendi
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl Veteran, Malang, 65145
E-mail: mas.ud@ub.ac.id

Abstract— This study aims to generate maintenace information systems design to measure the effectiveness
and efficiency of equipment-based on Overall Equipment Effectiveness (OEE) and Input Overall Efficiency
(OIE) methods with a case study in PT Kediri Matahari Corn Mills. The information system is expected to
provide information about what percentage of effectiveness, efficiency, and six big losses of equipment
quickly and accurately. In this study, OEE is used to measure the effectiveness of the equipment and also to
determine the percentage of six big losses measured equipment. OIE is used to measure the efficiency of
resource use equipment. Measurement followed by Total Equipment Efficiency (TEE) which is the total
efficiency of input and output equipment. The results showed that the information system design is able to
provide a good measurement results.
Keywords— Maintenance Information System, OEE, OIE, TEE.

input yang berkaitan dengan peralatan untuk dapat


I. PENDAHULUAN diminimalkan, seperti biaya investasi awal untuk
Pada sebuah perusahaan, perbaikan mesin dan peralatan, operator, konsumsi energi,
produktivitas mesin dan peralatan yang digunakan dan biaya pergantian spare part.
penting dilakukan. Produktivitas merupakan suatu PT. Kediri Matahari Corn Mills adalah
pendekatan untuk menentukan tujuan yang efektif pabrik penggilingan jagung dan beras dengan
serta aplikasi penggunaan sumber-sumber secara porsi penggilingan jagung yang lebih besar.
efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang Dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi
tinggi. Permasalahan yang seringkali terjadi tinggi, PT. Kediri Matahari Corn Mills telah
berkaitan dengan efektivitas berupa penurunan menghasilkan produk-produk berkualitas untuk
kemampuan mesin atau peralatan yang digunakan memenuhi kebutuhan industri makanan ringan
untuk proses produksi sehingga mengakibatkan (snack) dan pakan ternak di Indonesia. Produk-
jam berhenti (downtime) pada proses produksi produk unggulan PT. Kediri Matahari Corn Mills
menjadi tinggi dan volume produksinya menjadi adalah Corn Grits Meal, Corn Meal, Corn
rendah. Permasalahan yang berkaitan dengan Hominy Feed, dan Corn Flour.Dengan kapasitas
efisiensi berupa penggunaan sumber daya atau produksi lebih dari 50.000 ton per tahun untuk
kebutuhan industri makanan ringan dan ternak 1. Identifikasi kebutuhan pengguna, mencakup:
dalam negeri, proses penggilingan jagung atau a. Penentuan target pengguna. Penentuan
milling process adalah hal yang sangat penting. target pengguna didasarkan pada siapa saja
Mesin dan peralatan merupakan sesuatu dan pihak mana saja yang membutuhkan
yang sangat penting pada proses pengilingan dan akan memanfaatkan layanan sistem
jagung. Oleh karena itu, produktivitas mesin dan sistem informasi efektivitas dan efisiensi
peralatan harus selalu ditingkatkan. Namun, peralatan berbasis metode OEE dan OIE.
proses pengilingan jagung juga tidak terlepas dari b. Identifikasi masing-masing kebutuhan
masalah yang berkaitan dengan efektivitas pengguna.
peralatan yang diakibatkan six big losses (enam Masing-masing pengguna tersebut di atas
kehilangan besar). Selain itu, perlu juga diketahui diidentifikasi informasi apa saja yang
efisiensi dari mesin atau peralatan yang digunakan mereka butuhkan dalam output pembuatan
untuk proses produksi. Untuk memudahkan rancangan sistem informasi.
memperoleh informasi pengukuran efektivitas dan c. Identifikasi kelompok data yang
efisiensi peralatan, diperlukan sistem informasi dibutuhkan beserta sumbernya.
yang terkomputerisasi dengan baik.Salah satu Mencakup data apa saja yang dibutuhkan
metode pengukuran efektivitas pemakaian serta bagaimana koleksi dan seleksi
peralatan atau mesin adalah Overall Equipment datanya.
Effectiveness (OEE)dan dapat memberikan 2. Merancang desain sistem informasi.
informasi kepada perusahaan dalam menentukan a. Desain konseptual
keefektifan pelaksaan kebijakan perawatan yang Desain konseptual sistem merupakan
dilakukan (Betrianis dan Suhendra, 2006). sarana mempresentasikan secara grafis
Keunggulan dari analisa dengan OEE yaitu model konseptual sistem sebagai
kualitas perawatan mesin akan terfokus dengan gambaran statis yang menunjukkan
penilaian availability, performance dan quality sekumpulan elemen statis sistem.
dari tiap-tiap stasiun (Said dan Susetyo, 2008). Penyusunan desain konseptual sistem
Tujuan dari penelitian ini adalah dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan
menghasilkan rancangan sistem informasi sistem yang telah dibuat serta gambaran
efektivitas dan efisiensi peralatan berbasis metode detail yang diperoleh.
Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan b. Desain arsitektur
Overall Input Efficiency (OIE) yang dapat Desain arsitektur diperlukan untuk
memberikan informasi nilai persentase efektivitas, merancang sistem sehingga memiliki
efisiensi, dan six big losses peralatan secara cepat konstruksi yang baik, proses pengolahan
dan tepat. data yang tepat dan akurat, bernilai,
memiliki aspek user friendly dan memiliki
II. METODE PENELITIAN dasar-dasar untuk pengembangan
Waktu dan Tempat Penelitian selanjutnya
Penelitian dilakukan pada Mei sampai Juli 1) Desain basis data (Database Design).
2015 di PT Kediri Matahari Corn Mills Kediri Desain basis data diperlukan untuk
yang berlokasi di Jalan Raya Kediri – Kertosono merancang struktur data sistem
Km 9,5 Kediri, Jawa Timur dan Laboratorium informasi efektivitas dan efisiensi
Komputasi dan Analisis Sistem, Jurusan peralatan berbasis metode OEE dan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi OIE.
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. 2) Desain proses.
Desain ini menyampaikan
Tahapan Perancangan Sistem Informasi fungsionalitas suatu sistem informasi
Perancangan sistem informasi ini yang melaksanakan pekerjaan di dalam
menggunakan Waterfall Development suatu sistem. Proses-proses yang terjadi
Modelsesuai Munassar and Govardhan (2010) digambarkan dalam Data Flow
dengan penyesuaian. Tahapan perancangan Diagram dalam berbagai level.
system informasi, antara lain: 3) Desain user interface

206 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Difokuskan pada pendesainan interaksi OEE = Availability rate x Perfomance rate x
yang terjadi antara pengguna (user) dan Quality rate
sistem komputer, mencakup metode Persentase Six Big Losses
input-output dan konversi data dan
informasi antara form-form yang dapat
dibaca manusia dan yang dapat dibaca
komputer.
4) Desain Input
Langkah-langkah desain input secara
umum adalah :
a) Menentukan kebutuhan input dari
sistem
b) Menentukan parameter dari input
yang meliputi bentuk input,
dokumen dasar atau bentuk isian di Pengukuran Overall Input Efficiency and Total
alat input, sumber, alat yang Equipment Efficiency
digunakan, volume dan periode.
Untuk mengitung OIE menurut Sheu (2006)
5) Desain Output
Asumsikan bahwa I kategori input dilambangkan
Langkah-langkah desain output
sebagai Ii, untuk efisiensi penggunaan sumber
didasarkan pada :
daya dapat dinyatakan sebagai ei. Kepentingan
a) Kebutuhan output dari sistem
relatif dari input dapat dinyatakan sebagai wi.OIE
b) Parameter output yang meliputi tipe
dari peralatan yang sesuai dapat dihitung sebagai
dari output, format media dan alat
berikut:
yang digunakan, dan periode output.
3. Implementasi program/Pengkodean program.

Desain ini menggunakan bahasa
pemrograman PHP dan basis data MySQL
Dimana:
untuk menangani dan mengimplementasikan
i adalah item input sumber daya yang pertama
proses-proses yang telah dirancang.
untuk suatu peralatan.
4. Pengujian (Testing)
Dalam pengujian rancangan sistem ini

ditinjau dari beberapa segi, yaitu :
a. Verifikasi : menguji apakah sistem Efisiensi input item Ii , ei, dapat didefinisikan
informasi berjalan sesuai yang telah sebagai berikut :
direncanakan. /
b. Validasi : menguji apakah fungsi sistem Dimana:
informasi telah memenuhi tujuan yang Ai adalah tingkat input sumber daya yang
telah ditentukan. sebenarnya untuk item i.
Uji rancangan sistem : menguji apakah sistem Di adalah tingkat input sumber daya yang ideal
informasi yang dibuat merupakan alternatif yang teoritis untuk item i.
lebih baik daripada sistem yang telah ada. Total Equipment Efficiency (TEE) adalah efisiensi
Overall Equipment Effectiveness (OEE) peralatan secara keseluruhan dengan mengalikan
Rumus pengukuran OEE (Betrianis dan Overall Input Efficiency (OIE) dengan Overall
Suhendra, 2006; Alvira dkk, 2015): Equipment Effectiveness (OEE). Rumus
perhitungan Total Equipment Efficiency (TEE) :

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 207


III. HASIL DAN PEMBAHASAN Desain Rancangan Sistem Informasi
Identifikasi Kebutuhan Informasi Pengguna Desain Konseptual
A. Penentuan Target Pengguna Pada tahap desain konseptual, komponen-
Berdasarkan hasil analisis dan wawancara, komponen sistem informasi didesain dengan
studi pustaka dan pengamatan lapang, target tujuan untuk dikomunikasikan kepada user.
pengguna Sistem Informasi Efektivitas dan Diagram Konteks (Context Diagram)
Efisiensi Peralatan berbasis metode OEE dan menunjukkan urut-urutan kegiatan Sistem
OIE diidentifikasikan terdiri dari : Informasi Efektivitas dan Efeisiensi Peralatan
1. Bagian Produksi Berbasis Metode OEE dan OIE yang mengandung
Bagian Produksi adalah karyawan satu proses yang diberi nomor proses 0. Proses ini
pimpinan pada bagian produksi dan mewakili proses dari seluruh sistem. Diagram
penerimaan bahan di PT Kediri Matahari Konteks (Context Diagram) dapat dilihat pada
Corn Mills yang terdiri dari kepala bagian Gambar 1.
produksi tepung jagung, kepala bagian
penerimaan bahan baku, supervisor bagian Desain Arsitektur
produksi tepung jagung, supervisor bagian Desain Basis Data
penerimaan bahan baku. Dalam perancangan basis data dilakukan
2. Bagian Maintenance pemodelan (desain konseptual) menggunakan
Bagian Maintenance adalah karyawan pemodelan ERD (Entity Relationship Diagram).
pimpinan dan petugas maintenance Sebelum pembuatan Entity Relationship
peralatan produksi dan penerimaan bahan Diagram,terlebih dahulu ditentukan apa saja
di PT Kediri Matahari Corn Mills yang entitasnya. Pada sub bab Penentuan Target
terdiri dari kepala bagian maintenance Pengguna ditemukan ada tiga entitas sistem.
peralatan dan petugas maintenance Dalam pembuatan Entity Relationship Diagram
peralatan. diwakili tiga entitas yang paling berperan dalam
Kedua pengguna di atas untuk selanjutnya sistem yaitu OEE dan OIE, ditambah entitas
akan disebut sebagai entitas luar (external Peralatan.
entity)/entitas,sementara yang disebut Setelah terbentuk Entity Relationship Diagram,
sebagai entitas dalam (internal entity) kemudian dilakukan desain logis (Logical Design
adalah administrator yang dipegang oleh Database) untuk mentransformasi model ERD
Operator Sistem Informasi Efektivitas dan menjadi basis data relasional sehingga diperoleh
Efisiensi Peralatan PT Kediri Matahari struktur tabel basis data. Pada Entity Relationship
Corn Mills. Entitas merupakan sumber atau Diagram yang terbentuk dilakukan proses
tujuan aliran data dari atau ke sistem. normalisasi, yaitu proses di mana elemen-elemen
B. Identifikasi Masing-Masing Kebutuhan data dikelompokkan menjadi tabel-tabel, di mana
Pengguna dalam tabel tersebut terdapat entitas-entitas dan
Masing-masing pengguna diidentifikasi relasi antar entitas tersebut. Dalam proses
informasi apa saja yang dibutuhkan dalam normalisasi, field kunci memegang peranan yang
output pembuatan rancangan sistem. Daftar penting dalam pembuatan tabel yang berisi entitas
Kebutuhan Informasi Pengguna Sistem dapat dan relasinya. Model relasi antar tabel dapat
dilihat pada Tabel 1. dilihat pada Gambar 2.
C. Identifikasi Kelompok Data yang Dibutuhkan Desain Proses
Beserta Sumbernya Data dan proses yang melalui sistem
Data-data yang dibutuhkan berdasarkan digambarkan sebagai jaringan kerja antar fungsi
kebutuhan informasi pengguna yang berhubungan satu sama lain dapat dilihat
dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis pada Data Flow Diagram (DFD). Rancangan
informasinya. Daftar kebutuhan informasi DFD level 0 (level atas) dapat dilihat pada
pengguna sistem dari Tabel 1 dikelompokkan Gambar 3.
menjadi identifikasi kelompok data kebutuhan
informasi pengguna yang dapat dilihat pada
Tabel 2.

208 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL I
DAFTAR KEBUTUHAN INFORMASI PENGGUNA SISTEM
Bentuk
No Pengguna Kebutuhan Informasi Manfaat
Informasi
1 Bagian - daftar peralatan detail Membantu pengambilan keputusan mengenai
Produksi - produksi efektivitas pada peralatan dan efisiensi sumber
- downtime daya yang digunakan serta total efisiensi dari
- OEE input dan output peralatan yang digunakan
- sumber daya peralatan dengan melihat nilai persentase OEE, six big
- OIE dan TEE losses, OIE dan TEE
2 Bagian - daftar peralatan detail Membantu pengambilan keputusan mengenai
Maintenance - produksi efektivitas serta enam kegagalan utama pada
- downtime peralatan yang digunakan dengan melihat nilai
- OEE dan Six Big Losses persentase OEE, six big losses
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.

TABEL II
IDENTIFIKASI KELOMPOK DATA KEBUTUHAN INFORMASI PENGGUNA
Kelompok Jenis
No Bentuk Keterangan
Data Informasi
1 Data Daftar detail Id peralatan, nama peralatan, Kapasitas, jenis input, scrap and by
peralatan peralatan product, output dari peralatan
2 Data OEE produksi detail Id peralatan, Tahun, Bulan, Jumlah bahan(Ton), Processed
Amount(Ton), Rework(Ton), Reject(Ton), Defect Amount(Ton) dari
peralatan
downtime detail Id peralatan, Tahun, Bulan, jumlah hari kerja(hari), jam kerja(Jam),
Schedule Shutdown(Jam), Power Cut Off(Jam), Machine Break(Jam),
Cleaning Machine(Jam), Warm Up(Jam) dari peralatan
OEE detail Id peralatan, Tahun, Bulan, Availability Rate(%), Performance
Efficiency(%), Rate of quality product(%), OEE(%), Keterangan,
diperoleh dari perhitungan dengan metode OEE peralatan.
Six Big detail Id peralatan, Tahun, Bulan, Equipment Failure(%), Set Up and
Losses Adjustment(%), Idling and Minor Stoppages(%), Reduced Speed
Losses(%), Rework Losses(%), Reject Losses(%) diperoleh dari
perhitungan persentase Six Big Losses peralatan.
3 Data OIE Sumber detail Id peralatan, Tahun, Bulan, operator aktual(Orang/Peralatan), operator
daya teoritis (Orang/Peralatan), persentase kepentingan operator(Desimal),
peralatan konsumsi energi aktual(KW), konsumsi energi teoritis(KW),
persentase kepentingan Energi(Desimal), biaya ganti spare part
aktual(Rupiah/Bulan), biaya ganti spare part teoritis(Rupiah/Bulan),
persentase kepentingan ganti spare part(desimal) dari peralatan.
OIE dan detail Id peralatan, Tahun, Bulan, Operator Efficiency(%), Power
TEE Consumption Efficiency(%), Spare part Efficiency(%), OIE(%),
TEE(%), diperoleh dari perhitungan dengan metode OIE dan TEE
peralatan.
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
a
Operator

Data OEE
(data produksi Data OIE (data penilaian
dan Data peralatan sumber daya peralatan)
data downtime)

Info. Peralatan Sistem Informasi Info. Peralatan


Efektivitas dan
Efisiensi Peralatan Info. OEE (data produksi,
Info. OEE (data produksi, Berbasis OEE dan OIE data downtime, hasil OEE)
data downtime, hasil OEE)

Info.OIE
(data penilaian
sumber
b daya peralatan, c
Bagian hasil OIE) Info. Six Big Losses Bagian
Produksi Maintenance
Info. TEE

Gambar 1. Diagram Konteks (Context Diagram)

Desain User Interface (Input-Output)


Desain user interface difokuskan pada Pengujian
pendesainan interaksi yang terjadi antara pengguna  Verifikasi
(user) dan sistem komputer, mencakup metode Verifikasi menunjukkan hasil bahwa sistem
input-output dan konversi data dan informasi antara berjalan sesuai dengan rancangan yang telah
form-form yang dapat dibaca manusia dan yang dibuat. Contoh proses verifikasi yang
dapat dibaca komputer. Desain ini terdiri atas dilakukan:
desain input dan desain output. 1. Form
a. Desain input Form dalam sistem informasi ini telah
Daftar masukan yang digunakan dalam Sistem dilengkapi text box untuk menginput dan
InformasiEfektivitas dan Efeisiensi Peralatan mengedit data. Form tersebut telah terhubung
berbasis metode OEE dan OIE di PT Kediri dengan benar pada tabel yang bersangkutan.
Matahari Corn Mills dapat dilihat pada Tabel 3. Misalnya, form input OEE terhubung dengan
b. Desain output tabel OEE.
Daftar keluaran dari Sistem 2. Tombol
InformasiEfektivitas dan Efeisiensi Peralatan a. Update Record
berbasis metode OEE dan OIE di PT Kediri Melakukan penyimpanan data yang telah di-
Matahari Corn Mills yang dihasilkan dapat edit serta melakukan proses perhitungan
dilihat pada Tabel 4. b. Insert Record
Menambah data baru serta melakukan proses
Implementasi Program perhitungan
Hasil rancangan sistem diimplementasikan ke c. Delete
dalam sebuah bentuk program komputer. Beberapa Menghapus semua data dalam satu baris data
tampilan Sistem InformasiEfektivitas dan Efeisiensi record.
Peralatan berbasis metode OEE dan OIE di PT 3. Ketelitian hitung
Kediri Matahari Corn Mills dapat dilihat pada Dalam pengujian ini, semua perhitungan
Gambar 4dan Gambar 5 telah dibandingkan dengan perhitungan
manual dengan menggunakan alat hitung.

210 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Gambar 2. Model Relasi Antar Tabel

Data
Peralatan 1

Data Mengolah
OEE Data Sistem

Data Semua Semua


OIE data OIE Semua data
data OEE
a dan dan Peralatan
Operator hasil OIE, TEE hasil OEE ,
Six Big Losses

Info. Peralatan
2
Info. Produksi
Info. Downtime
Mengolah Laporan /
Info. Hasil OEE Output
Info. Sumber daya peralatan

b c
Bagian Bagian
Produksi Info. Hasil OIE dan TEE Maintenance

Info. Peralatan
Info. Produksi
Info. Downtime

Info. Hasil OEE


Info. Hasil Six Big Losses
.
Gambar 3.Rancangan DVDLevel 0
TABEL III
DAFTAR MASUKAN YANG DIGUNAKAN DALAM SISTEM

No Nama masukan Sumber masukan Periode Media


1 Data peralatan Kepala bagian maintenance Bulanan/ Sesuai Formulir
Kebutuhan
2 Data OEE (data produksi ) Supervisor bagian produksi Bulanan Formulir
dan penerimaan bahan
3 Data OEE (data downtime) Petugas maintenance Bulanan Formulir
4 Data OIE (sumber daya peralatan) Kepala bagian produksi dan Bulanan Formulir
penerimaan bahan
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.

TABEL IV
DAFTAR KELUARAN DARI SISTEM INFORMASI

No Nama keluaran Tipe Format Media Alat Periode


1 Informasi daftar peralatan Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan/ Sesuai
eksternal monitor kebutuhan
2 Informasi data produksi Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan
eksternal monitor
3 Informasi data downtime Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan
eksternal monitor
4 Informasi hasil OEE Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan
eksternal monitor
5 Informasi hasil Six Big Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan
Losses eksternal monitor
6 Informasi data sumber daya Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan
peralatan eksternal monitor
7 Informasi hasil OIE dan Internal, Tabel Kertas, Layar Printer Bulanan
TEE eksternal monitor
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.

Gambar 4.Tampilan Halaman Input OEE

212 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Gambar 5. Tampilan Halaman Output OEE

 Validasi Efeisiensi Peralatan berbasis metode OEE dan OIE


Validasi sistem yang dibuat menunjukkan lebih lanjut dapat menambahkan output hasil OEE
bahwa system telah berjalan sesuai dengan dan OIE dalam bentuk grafik.
fungsinya. Sistem mampu memberikan
informasi tingkat efektivitas peralatan dengan UCAPAN TERIMA KASIH
melihat informasi OEE sebagai informasi untuk Terima kasih atas pembiayaan penelitian melalui
mengetahui persentase enam kegagalan utama skema BOPTN Universitas Brawijaya tahun 2015.
yang menyebabkan nilai OEE rendahdan
memberikan informasi tingkat efisiensi DAFTAR PUSTAKA
penggunaan input sumber daya peralatan Betrianis dan R. Suhendra. 2006. Pengukuran Nilai
melalui OIE, sedangkan informasi hasil TEE Overall Equipment Effectiveness sebagai Dasar
untuk mengetahui persentase efisiensi peralatan Usaha Perbaikan Proses Manufaktur pada Lini
keseluruhan dari hasil OEE dan OIE yang Produksi (Studi Kasus pada Stamping
dihasilkan Production DivisionSebuah Industri Otomotif).
 Uji Rancangan Sistem Jurnal Teknik Industri Vol 7 No. 2 Hal 91-100.
Uji rancangan sistem yang dilakukan
Alvira, D; Y. Helianty dan H. Prassetiyo.2015.
menunjukkan rancangan sistem informasi telah
Usulan PeningkatanOverallEquipment
sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hasil uji
Effectiveness (OEE)pada Mesintapping
rancangan sistem menunjukkan bahwa sistem
ManualdenganMeminimumkanSix Big Losses.
baru memiliki kelebihan dibandingkan sistem
Reka IntegraNo.03 Vol.03. pp 240-251
lama.
Munassar, NMA and A. Govardhan. 2010.
IV. KESIMPULAN AComparison BetweenFive Models of Software
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat Engineering. IJCSI International Journal of
disimpulkan bahwa rancangan sistem informasi Computer Science Issues, Vol. 7, Issue 5, pp 94-
tentang Efektivitas dan Efeisiensi Peralatan berbasis 101
metode OEE dan OIE di PT. Kediri Matahari Corn Said, A. dan J. Susetyo. 2008. Analisis Total
Mills disesuaikan dengan kebutuhan informasi dari Productive Maintenance pada Lini Produksi
pengguna. Rancangan sistem informasi yang Mesin Perkakas Guna Memperbaiki Kinerja
dirancang secara fungsional sudah dapat melakukan Perusahaan. Seminar Nasional Aplikasi Sains
pengukuran Efektivitas dan Efeisiensi Peralatan danTeknologi, IST AKPRIND-Yogyakarta Hal
dengan metode OEE dan OIE dengan baik. Hasil 77- 81.
pengujian rancangan sistem menunjukkan bahwa Sheu, D. 2006. Overall Input Efficiency and Total
sistem telah berjalan dengan baik dan kebutuhan Equipment Efficiency. Journal IEEE
informasi dari pengguna dapat dipenuhi. Untuk Transactions on Semiconductor Manufacturing,
pengembangan Sistem InformasiEfektivitas dan 19 (4). p 496-501

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 213


214 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Analisis Tingkat Produktivitas Mie Kering Dengan Metode APC
(American Productivity Center)
(Studi Kasus di Pabrik Mie “Sami Rasa”, Karanganyar)

Analysis Of The Productivity Level of Dried Noodles with APC


(American Productivity Center) Method
(A Case Study At The “Sami Rasa” Noodles Factory, Karanganyar)
Riska Septifani1, Okfriyanto Isfatthoni A.2, Mas’ud Effendi1, dan Panji Deoranto1
1
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Jalan Veteran Malang 65145
2
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
*Penulis Korespondensi : email riskaseptifani@ub.ac.id

Abstract --- This research was conducted aiming to find out the performance that has been achieved and the
basis of planning for increased productivity in the future. This analysis is done in the factory of noodles
"Sami Rasa" method using APC (American Productivity Center). APC method is a method that originated
in Central America, where the productivity of this method can be applied to a company engaged in
manufacturing rather than a moving company in the field, as in the method of calculation using the APC
data input and output. The research results obtained the highest productivity Index for labor occurs in
December 2014 with value 125.091. While energy and raw materials in September 2014 with respective
values of 100.705 and 119.594. For utilities in October 2014 with value 111.835. Total productivity index the
most high in September of 2014 with a value of 106.799, while the lowest in November with value 2013 99.725.
From research results obtained conclusions that the index of productivity and profitability is always decline
when the arrival of the rainy season (October-March). In addition, because there is a difference in the
number of holidays and days of work each month. If there's a day off, the output is reduced but the factories
have to keep removing the input costs of labor (salary) and energy (electricity) which is almost as large as a
regular months.

Keywords: APC Method, Noodle Factory, Productivity Analysis

I. PENDAHULUAN dunia ini membutuhkan pangan. Banyaknya


industri-industri yang bermunculan tersebut
Saat ini banyak muncul perusahaan- otomatis akan menimbulkan persaingan,
perusahaan yang berbasis industri pangan. Hal terutama untuk masalah produksi. Salah satu
ini disebabkan oleh industri pangan merupakan cara agar perusahaan dapat bersaing adalah
bisnis yang potensial, karena manusia hidup di dengan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Produktivitas adalah salah satu faktor yang Karanganyar pada periode Januari 2013 hingga
penting dalam mempengaruhi proses kemajuan Desember 2014 dan bulan Januari 2013
dan kemunduran suatu perusahaan, artinya dijadikan periode dasar. Pengukuran input dan
meningkatkan produktivitas berarti output dilakukan pada seluruh kegiatan yang
meningkatkan kesejahteraan dan mutu terjadi di pabrik mie Sami Rasa. Output yang
perusahaan. Pada umumnya pengukuran diukur adalah jumlah dan nilai produk yang
mengenai produktivitas bersifat kuantitatif. dihasilkan oleh pabrik mie Sami Rasa. Input
Tujuan dilakukannya pengukuran produktivitas yang digunakan meliputi input tenaga kerja,
yaitu untuk mengetahui kinerja yang telah bahan baku, energi, dan utilitas. Prosedur
dicapai dan menjadi dasar dari perencanaan bagi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini
peningkatan produktivitas di masa yang akan dapat dilihat pada Gambar 1
datang (Kurniawan, 2013).
Pengukuran produktivitas bagi perusahaan
dapat memberikan gambaran mengenai
hubungan antara keluaran (output) suatu proses
(produk) dengan masukan (input) yang
digunakan untuk menghasilkan keluaran
(produk) dari perusahaan tersebut. Produktivitas
meliputi beberapa faktor seperti efisiensi,
kualitas perusahaan serta produknya, tingkat
efektivitas perusahaan, dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi. (Kurdi, 2011).
Metode APC (American Productivity
Center) adalah metode pengukuran produktivitas
yang memperlihatkan hubungan antara
profitabilitas dengan produktivitas dan faktor
perbaikan harga. Metode ini praktis dan
komprehensif untuk mengukur produktivitas
tidak hanya menghitung faktor finansial tetapi
juga menghitung faktor fisik industri.
Perusahaan dapat mengetahui hasil pengukuran
tingkat produktivitas dengan menggunakan
periode dasar dan mengevaluasi kembali hasil
dari pengukuran produktivitas serta faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap turun-naiknya
produktivitas. Secara teoritis, patokan ukuran
laba tidak tepat untuk dijadikan pedoman untuk
mengetahui adanya kenaikan maupun penurunan
produktivitas (Samad, 2008).

II. BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilakukan di pabrik Mie “Sami
Rasa” yang memproduksi mie kering cap Gambar 1. Prosedur Penelitian
“Pesawat Amphibi” dengan alamat di dusun
Gunung Wijil, Kabupaten Karanganyar. Pabrik Masalah yang teridentifikasi adalah
ini berada sekitar 100 meter di sebelah timur bagaimana tingkat produktivitas, profitabilitas,
sungai Bengawan Solo. Waktu penelitian perbaikan harga dan cara/usulan untuk
dilakukan dari bulan bulan Januari 2016. meningkatkan produktivitas di pabrik mie Sami
Batasan masalah dari penelitian ini antara lain Rasa. Secara umum tahapan metode APC
analisis ini dilakukan pada seluruh kegiatan (American Productivity Center) ditunjukkan
yang terjadi pada pabrik mie Sami Rasa, pada Gambar 2.

216 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


profitabilitas, dan perbaikan harga pada tiap
periodenya (bulan). Perubahan-perubahan itu
akan memunculkan untuk mencari sebab
akibatnya yang pada akhirnya bisa dievaluasi
dan diperoleh solusi perbaikannya. Hal ini agar
kinerja pabrik dapat meningkat di kemudian
hari.
Dari Gambar 3. dapat diketahui bahwa
indeks produktivitas total pabrik ini sangat
fluktuatif. Meskipun jika ditarik garis lurus akan
menunjukkan peningkatan, namun nyatanya
bentuk grafiknya bergelombang. Penurunan
yang cenderung tajam terjadi antara bulan
September hingga November pada tiap
tahunnya. Hal ini memang pada bulan tersebut
mulai datang musim penghujan. Datangnya
musim penghujan memang jadi kendala utama
pabrik ini dibuktikan dengan indeks
produktivitasnya yang menurun. Indeks
produktivitasnya menurun karena kegiatan di
pabrik itu menjadi sangat longgar akibat
pengurangan jumlah produksi. Penurunan
produktivitas juga terlihat antara bulan Juni
sampai Agustus 2013 dan April sampai Juni
2014. Hal ini karena adanya waktu libur lebaran
pada bulan Agustus 2013 dan bulan Juli 2014.
Selain itu berkurangnya jumlah hari kerja
selama satu bulan itu pada bulan Juni dan Juli
2013 serta bulan April sampai dengan Mei 2014.

TABEL I
INDEKS PRODUKTIVITAS TOTAL

Indeks
Indeks Produktivitas
Bulan Produktivitas
Total Tahun 2013
Total Tahun 2014
Januari 100,000 100,514
Februari 101,078 101,989
Maret 101,502 102,956
Gambar 2. Tahapan Metode APC April 103,059 103,135
Mei 102,717 102,931
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Juni 103,283 101,934

Prosedur pelaksanaan penelitian dilakukan Juli 102,973 102,476


dengan beberapa tahapan yaitu, mengumpulkan Agustus 102,060 104,269
data-data seperti penjualan, tenaga kerja, bahan September 104,173 106,799
baku, energi, dan utilitas. Data-data tersebut
digunakan untuk menghitung indeks Oktober 102,819 105,117
produktivitas, profitabilitas, dan perbaikan November 99,725 104,613
harga. Dari hasil perhitungan itu akan diketahui Desember 100,033 106,327
perubahan-perubahan indeks produktivitas,

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 217


Mei 100,247 98,014
Juni 101,810 96,987
Juli 100,926 95,991
Agustus 97,742 98,768
September 102,121 100,287
Oktober 100,934 98,754
November 97,983 99,049
Desember 97,531 100,339

Sumber: Pengolahan Data Primer (2016)

Gambar 3. IP Total

Untuk peningkatan indeks produktivitas


yang cenderung besar terjadi antara bulan Juni
hingga September 2014. Peningkatan ini
dampak dari adanya libur hari raya pada
periode sebelumnya. Dampak dari libur hari
raya ini yaitu mengurangi stock produk yang
ada di gudang. Oleh karena itu, pabrik harus
meningkatkan jumlah produksi untuk mengisi
kekurangan stock yang ada. Selain itu juga
sebagai langkah antisipasi pabrik karena setelah
bulan September biasanya datang musim
penghujan. Titik tertinggi dari indeks Gambar 4. IPF Total
produktivitas total ini yaitu pada bulan
September 2014 dengan nilai 106,799 dan yang Dari Gambar 4. dapat diketahui bahwa
terendah pada bulan November 2013 dengan indeks profitabilitas total terendah pada bulan
nilai 99,725. Keduanya dipengaruhi oleh Januari 2014 dengan nilai 95,955 dan yang
banyak sedikitnya jumlah produksi dan tenaga tertinggi pada bulan September 2013 dengan
kerja. Dari perbandingan kedua tahun tersebut nilai 102,121. Hal ini disebabkan pada bulan
terlihat lebih unggul indeks produktivitas pada Januari 2014 awal dari kenaikan UMR dan
tahun 2014 karena pihak pabrik mampu TDL. Untuk bulan September 2013 dipengaruhi
memaksimalkan kinerja pekerja yang ada sebab adanya peningkatan produksi untuk antisipasi
selama tahun 2014 ada pengurangan tenaga datangnya musim hujan pada bulan berikutnya.
kerja berulang kali. Penurunan terbesar dalam 1 periode terjadi pada
bulan Agustus 2013. Penyebabnya yaitu adanya
TABEL II pemberian THR, begitu juga yang terjadi pada
INDEKS PROFITABILITAS TOTAL bulan Juli 2014 meskipun penurunannya tidak
begitu besar dari periode sebelumnya. Bagi
Indeks penurunan pada periode yang lain lebih
Indeks Profitabilitas disebabkan oleh pengurangan jumlah produksi
Bulan Profitabilitas
Total Tahun 2014 karena musim penghujan.
Total Tahun 2013 Secara keseluruhan indeks profitabilitas
Januari 100,000 95,955 total antara kedua tahun Ini sangat fluktuatif.
Februari 101,123 97,469
Terlihat indeks profitabilitas pada tahun 2014
lebih menurun dibandingkan dengan tahun
Maret 101,647 98,528 sebelumnya (2013). Hal ini karena pengaruh
April 100,592 98,175 dari kenaikan UMR dan BBM pada tahun 2014.
Kenaikan 2 faktor tersebut sangat berpengaruh

218 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


pada pabrik ini, terutama mempengaruhi gaji bulan April 2013 dan Januari 2014. Pada bulan
pekerja dan melonjaknya harga bahan baku. April 2013 menurun karena adanya penurunan
Gaji pekerja pada pabrik ini meskipun masih di jumlah produksi. Pada bulan Januari 2014 lebih
bawah UMR, namun setiap tahunnya pasti ada dikarenakan oleh kenaikan UMR. Untuk titik
kenaikan sebesar persenan kenaikan UMR saat tertinggi terjadi pada bulan Maret 2013 dengan
itu. Di sisi lain kebijakan peningkatan harga nilai 1,001 dan yang terendah terjadi pada bulan
output yang telah ditetapkan oleh pabrik belum Juli 2014 dengan nilai 0,937. Pada bulan Maret
mampu mengimbangi peningkatan biaya input 2013 IPH totalnya tertinggi karena terbantu
yang telah dikeluarkan pabrik. oleh banyaknya jumlah produksi yang
Selain itu pengurangan subsidi listrik oleh meningkat dan harganya belum dampak
pemerintah juga berpengaruh pada indeks ini. kenaikan BBM. Di tambah lagi upah tenaga
Walaupun sebagian besar kebutuhan listriknya kerjanya belum meningkat karena UMRnya
sudah dialihkan ke genset namun kenyataannya belum naik. Untuk IPH Juli 2014 terendah lebih
belum memberikan efek yang besar. Disinyalir karena adanya THR dan kenaikan UMR, di sisi
karena di pabrik tidak ada penampungan air lain jumlah produksinya berkurang karena ada
sumur. Jadi penggunaan pompa air menjadi libur lebaran. Dari Tabel 3. diperoleh tampilan
sangat sering padahal itu bisa menyerap daya Gambar 5.
listrik yang banyak. Pompa air membutuhkan
daya listrik yang besar saat pertama kali
dihidupkan.

TABEL III
INDEKS PERBAIKAN HARGA TOTAL
Indeks Indeks
Perbaikan Perbaikan
Bulan Harga Total Harga Total
Tahun 2013 Tahun 2014
Januari 1,000 0,955
Februari 1,000 0,956
Maret 1,001 0,957 Gambar 5. Grafik IPH Total
April 0,976 0,952
Mei 0,976 0,952 Keterkaitan Antara IP, IPF, dan IPH
Juni 0,987 0,951 Indeks Perbaikan Harga (IPH)
Juli 0,980 0,937 merupakan faktor eksternal pabrik yang mana
Agustus 0,958 0,947 kondisinya tidak dapat dikendalikan oleh pabrik
September 0,980 0,939 karena kondisi IPH dipengaruhi oleh perubahan
Oktober 0,982 0,939 harga input dan output pabrik. Apabila IPH ini
November 0,983 0,947 rendah berarti terjadi ketidak seimbangan antara
Desember 0,975 0,944 IPF dengan IP. Di mana IPFnya cenderung lebih
Sumber:Pengolahan Data Primer (2016) rendah dari pada IPnya. Rendahnya IPF ini bisa
karena kenaikanharga output yang dikehendaki
Dari Tabel III dapat diketahui bahwa pihak pabrik terlalu rendah sehingga tidak ada
tingkat perbaikan harga totalnya semakin gunanya apabila produktivitasnya tinggi. Jika
menurun. Penurunan yang sementara kemudian keadaan normal, untuk memperbaiki atau
naik lagi pada periode berikutnya yaitu pada meningkatkan profitabilitas, langkah yang paling
bulan Agustus 2013 dan Juli 2014. Buruknya tepat adalah memperbaiki atau meningkatkan
produktivitas (faktor internal) pabrik.
tingkat perbaikan harga pada bulan itu karena Produktivitas merupakan faktor penentu
dampak pemberian THR bagi pekerja. Padahal profitabilitas yang mana kondisi sepenuhnya
pada bulan itu jumlah produksinya sedang bisa dikendalikan oleh pabrik. Peningkatan rasio
menurun akibat adanya libur lebaran. produktivitas dapat diandalkan untuk mencapai
Penurunan lain yang sangat tampak terjadi pada rasio laba yang sehat.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 219


Identifikasi Sebab Akibat Produktivitas Dari Gambar 7. dapat diketahui beberapa
penyebab yang mengakibatkan indeks
profitabilitas di pabrik mie “Sami Rasa” rendah.
Dari faktor tenaga kerja disebabkan oleh adanya
peningkatan upah dan pemberian THR.
Peningkatan upah terjadi tiap awal tahun dan
pemberian THR setiap hari raya. Dari faktor
bahan baku disebabkan oleh kenaikan harga
bahan bakunya akibat pengaruh inflasi dan
kenaikan harga BBM sebanyak 2 kali selama
tahun 2013 hingga 2014 yaitu pada bulan Juni
2013 dan November 2014. Bahan baku yang
mengalami kenaikan akibat kenaikan harga
BBM yaitu tepung terigu dan air, karena
Gambar 6. Diagram Fishbone pengirimannya menggunakan moda transportasi
yang menggunakan BBM. Untuk harga garam
Dari Gambar 6. dapat diketahui beberapa
dapur dan telur berfluktuatif tiap bulannya
penyebab yang mengakibatkan indeks
tergantung ketersedian serta permintaan
produktivitas di pabrik mie “Sami Rasa”
masyarakat akan bahan tersebut, sedangkan
rendah. Dari faktor tenaga kerja disebabkan
harga tartrazine terus mengalami kenaikan
oleh gaji yang stabil, namun outputnya
sebagai langkah pemerintah untuk mengurangi
menurun. Penurunan output ini disebabkan oleh
penggunaan pewarna kimia pada campuran
adanya hari libur, masih tersedianya stock
makanan.
produk jadi, serta sengaja dikurangi akibat
musim penghujan. Dari faktor bahan baku
disebabkan oleh penggunaan bahan bakunya Usulan Perbaikan
yang boros karena takarannya hanya Berdasarkan analisis di atas usulan bagi
menggunakan perkiraan pekerja saja. Dari pekerja yaitu bisa dengan cara memberikan
faktor energi lebih disebabkan oleh pengunaan peringatan terhadap tenaga kerja yang kurang
listrik yang boros. Pemborosan listrik biasa produktif atau kurang disiplin saat bekeja. Hal
terjadi pada penggunaan pompa air. Air dari ini karena selama ini sering terjadi pekerja
sumur tidak ditampung terlaebih dahulu oleh terlambat datang setelah istirahat siang. Selain
tandon air. Jadi kalau mau cuci tangan, cuci itu juga sering terlihat pekerja acuh terhadap
kaki, dan mengisi bak kamar mandi pompa air kegiatan yang bukan bagiannya, apabila mereka
dalam keadaan hidup. Padahal pompa air telah menyelesaikan tugasnya, mereka tidak
membutuhkan daya listrik yang cukup besar. peduli dengan pekerjaan kawannya yang lain
Sedangkan dari faktor utilitas disebabkan oleh padahal kawannya tersebut butuh bantuan.
ketida mampuan mengontrol penggunaan Peningkatan produktivitas bahan baku
telepon. dengan cara menggunakan timbangan jarum atau
pegas saat melakukan penakaran garam dan
Identifikasi Sebab Akibat Profitabilitas tartrazine agar takarannya bisa tepat. Saat
meningkatnya harga BBM, harga tepung terigu
yang paling besar terkena dampaknya. Hal ini
karena tepung terigu dibeli dari Semarang dan
membutuhkan alat transportasi untuk
mendistribusikannya sampai ke pabrik. Untuk
perbaikannya yaitu bisa mencari tepung terigu
merk lain yang harganya di bawah tepung terigu
merk “Naga Merah” yang dipakai saat ini.
Tepung terigu tersebut bermerk “Yuksel” yang
diimpor dari Turki. Harga tepung terigu ini di
Gambar 7. Diagram Fishbone bawah tepung terigu “Naga Merah” karena

220 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


harganya tidak mengikuti harga yang ditetapkan teleponnya paling sedikit yaitu Rp.
oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu 407.743,-. Indeks produktivitas totalnya
Indonesia (APTINDO). Sempat terjadi polemik yang paling tinggi yaitu pada bulan
keberadaan tepung terigu ini di Indonesia. September 2014 dengan nilai 106,799,
Namun hingga saat ini tepung tersebut masih sedangkan terendah pada bulan November
beredar di Indonesia dengan harga Rp. 119.000,- 2013 dengan nilai 99,725. Semuanya
/sak yang di impor oleh PT. Exindokarsa Agung, dipengaruhi oleh jumlah produksinya.
Jakarta. Tepung ini sangat cocok untuk mie Penurunan indeks produktivitas lebih
karena kadar proteinnya cukup tinggi dikisaran dikarenakan adanya pengurangan kapasitas
11,10%, gluten basah 24%, kadar air 13,90%, produksi pada musim penghujan atau
dan kadar abu 0,60%. berkurangnya hari kerja. Secara
Peningkatan produktivitas energi bisa keseluruhan indeks produktivitas pabrik
dengan cara memiliki tandon air agar lebih mie “Sami Rasa” lumayan baik dengan
efisien dalam penggunaan listriknya. Hal ini adanya pengurangan tenaga kerja dan
karena pompa air membutuhkan daya listrik pengalihan energi listrik ke genset serta
yang besar apabila dalam keadaan hidup. Lebih bisa mempertahankan jumlah produksi.
bagusnya lagi meggunakan tandon dengan
pompa yang menggunakan sistem otomatis. 2. Untuk meningkatkan produktivitas dengan
cara mengurangi waktu menganggur pekerja,
IV. KESIMPULAN perbaikan gaji pekerja, menghemat
penggunaan bahan baku, energi, dan bahan
Dari hasil pengolahan data yang telah bakar, serta telepon digunakan untuk hal
diperoleh dari pabrik mie “Sami Rasa” untuk yang membutuhkan respon cepat saja.
analisis indeks produktivitas dari bulan Januari
2013 (periode dasar) sampai dengan bulan DAFTAR PUSTAKA
Desember 2014 dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut: Ardheanne, C, Setyanto, N. W, Tantrika, C. F.
M. 2012. Analisis Produktivitas Melalui
1. Berdasarkan hasil penelitian dengan Pendekatan The American Productivity
metode American Productivity Center Center Model di PT. Sang Hyang Seri,
(APC) dapat disimpulkan bahwa tingkat Malang. FT Universitas Brawijaya.
pengukuran produktivitas bahan baku, Malang.
energi, energi dan utilitas mengalami Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun.
pergerakan yang fluktuatif. Hal ini terbukti Penebar Swadaya. Jakarta.
dari setiap periode (bulan) selalu Bain, D. 1992. The Productivity Prescription.
mengalami perubahan indeksnya. Terlebih Mc Graw-Hill Book Company. New
lagi saat memasuki musim penghujan di York.
mana indeks produktivitasnya rata-rata Gade, M. 2005. Teori Akuntansi. Almahira.
menurun. Indeks produktivitas tertinggi Jakarta.
untuk tenaga kerja terjadi ada bulan Gaspersz, V. 2003. Total Quality Management.
Desember 2014 dengan nilai 125,091 PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
karena adanya pengurangan tenaga kerja Gaspersz, V. 2007. Organizational Excellent.
hingga menyisakan 15 orang saja. PT. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Sedangkan bahan baku dan energi bulan Handoyo, 2010. Analisis Produktivitas
September 2014 dengan nilai masing- Dengan Pendekatan Metode APC
masing 100,705 dan 119,594. Untuk utilitas (American Productivity Center) di PT.
pada bulan Oktober 2014 dengan nilai Panca Wana Indonesia Krian, Sidoarjo.
111,835. Hal ini disebabkan pada bulan UPN Veteran. Surabaya.
September 2014 kapasitas produksinya 560 Hasibuan, M. G. 2008. Pengukuran dan
sak terbanyak selama 2 tahun, sedangkan Perbaikan Produktivitas Dengan
pada bulan Oktober 2014 tagihan Menggunakan Model APC (American

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 221


Productivity Center) di PT. Pantja Surya. Okafor, B. E. 2013. Analysis of Impact of
USU. Medan. Labour and Input Material on Productivity.
Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi. IJET 3 (3): 245-257
Grasindo. Jakarta. Purnama, R. 2008. Pengaruh Motivasi Kerja
Iswahyudi, G. 2008. Analisis Pengukuran Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
Produktivitas Pada CV. Citra Jepara Pada Bagian Produksi CV. Epsilon
Furniture. JTI 3 (1): 12-13. Bandung. Jurnal Pendidikan Manajemen
Kurdi, A. 2011. Produktivitas : Pengukuran dan Bisnis. 7(14)
Pengendalian. Dilihat 4 Oktober Reksohadiprodjo, S. 2005. Manajemen
2015.<http://akuntansi354.blogspot.co.id/ Produksi dan Operasi. BPFE Yogyakarta.
2011/10/produk-tivitas Yogyakarta.
pengukurandan.html> Samad, D. F. 2008. Metode APC. Dilihat 3
Kurniawan, D. A. 2013. Pengukuran Oktober2015.<https://ml.scribd.com/doc/7
Produktivitas Unit ProduksI Kripik 0 481501/metode-APC.pdf>
Kentang Dengan Menggunakan Metode Simanjuntak, P. 2011. Manajemen dan
American Productivity Center (APC) Di Evaluasi Kinerja (Edisi 3). Fakultas
UD. Nida Food Wonosobo. Tugas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.
Akhir UGM. Yogyakarta. Sinungan, M. 2009. Produktivitas Apa dan
Laily, N. 2013. Pedoman Praktis Membuat Bagaimana, Edisi Ketiga. PT. Bumi
Olahan Mie. PT. Tiga Serangkai. Aksara. Jakarta.
Surakarta. Sumanth, D. J. 1994. Factors Influencing
Lambert, F. 2007. International Journal of Construction Labour Productivity: An
Productivity and Performance Indian Case Study. Construction in
Management. Dilihat 7 Oktober 2015. Developing Countries, 19(1):53– 68
http://www.emeraldinsight.com/journal/ij Susilo, G. 2012. Produktivitas Tenaga Kerja.
ppm Dilihat7Oktober2015.http://www.pengerti
Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan anpakar.com/2014/12/pengertianefisiensi-
Pengendalian Manajemen, Edisi Ketiga. efektivitas-dan.html
Salemba Empat. Jakarta.

222 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Analisis Produktivitas Menggunakan Metode Objective Matrix (OMAX)
Pada Bagian Produksi Otak-Otak Bandeng Bu Muzanah Store Gresik
[Productivity Analysis Using Objective Matrix (OMAX) Method
On The Production Departement Of “Otak-otak Bandeng” Bu Muzanah Store Gresik]
Misbah Abdul Hayat1), Panji Deoranto2), Usman Effendi2)
1)
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya
2)
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya
Email: misbahabdulhayat@gmail.com

Abstract --- The purpose of this research is to determine the level of partial and total productivity on the
production departement of otak-otak bandeng, as well as get proposed improvements of productivity in the
next period. Methods ofprocessing and data analysis is conducted using Objective Matrix (OMAX). The
productivity criterias are raw materials consumption, labor, water consumption, and electricity energy
consumption. Partial and total productivity on the production departement of otak-otak bandeng Bu
Muzanah Store Gresik in Januari- Desember 2015 is fluctuating. The highest total productivity reached in
December with value 6,248. The lowest total productivity reached in January with value 1,153. Proposed
improvements of productivity conducted by saving cost of materials, labor, water consumption, and
electricity energy consumption in next period. Another improvement that can be used is to improve the
relationship beneficial mutually cooperation with suppliers, improve skills and performance of the labor, and
realignment of production sites.
Keyword: Productivity, Otak-otak bandeng, Objective Matrix (OMAX)

I. PENDAHULUAN perusahaan. Peningkatan produktivitas bagian


Produktivitas berpengaruh besar terhadap pengolahan menjadi perhatian utama karena
kesuksesan sebuah perusahaan. Produktivitas berpengaruh terhadap keluaran yang dihasilkan.
didefinisikan sebagai hubungan antara input dan Efektivitas berfokus pada keluaran dan seberapa
output suatu sistem produksi. Hubungan ini sering besar dihasilkan keluaran dari masukan sumber
lebih umum dinyatakan sebagai rasio dari apa daya yang ada atau dapat dikatakan seberapa
yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan efektif sumber daya yang ada digunakan untuk
sumber daya yang digunakan (input) (Nasution, menghasilkan keluaran yang ditentukan (Isnaniah,
2006). 2007).
Produktivitas dibedakan menjadi tiga, tiga Produktivitas berkaitan denganefisien
tipe dasar ini merupakan model pengukuran penggunaan input dalam memproduksi output
produktivitas yang paling sederhana berdasarkan (barang/jasa). Suatu konsep formal yang disebut
pendekatan rasio output/input, yaitu Gaspers sebagai productivity cycle untuk dipergunakan
(2000) Produktivitas Parsial, Produktivitas Total dalam peningkatan produktivitas terus menerus
Faktor, dan Produktivitas Total. (Sumanth, 1984 dalam Ramadhani, 2011).
Pengukuran produktivitas digunakan untuk Pengukuran produktivitas mencakup
menilai efisiensi dan efektifitas kinerja berbagai bidang, termasuk industri pongolahan
bandeng menjadi otak-otak bandeng. Menurut 2. Output yang digunakan adalah hasil penjualan
Saparinto (2007) dalam Triandini (2015) otak- produk otak-otak bandeng (Rp).
otak bandeng merupakan salah satu olahan dari 3. Input yang digunakan adalah jumlah bahan
bahan ikan bandeng, yang sebelumnya daging baku berupa ikan bandeng segar (ekor), tenaga
dipisahkan dari duri dan kulitnya, selanjutnya duri kerja yang berhubungan langsung dengan
ikan dibuang dan kulitnya dijadikan sebagai proses produksi otak-otak bandeng
pembungkus daging ikan yang sudah dibumbui. (Rp),penggunaan air (Rp), dan penggunaan
Salah satu industri rumahan yang mengolah ikan listrik (Rp).
bandeng menjadi otak-otak bandeng adalah Bu
MuzanahStore. Pengumpulan Data
Bu Muzanah Store memulai usahanya sejak Metode pengumpulan data yang dilakukan
1969 di daerah Sindujoyo Kabupaten Gresik Jawa dalam penelitian ini adalah wawancara,
Timur. Setiap harinya di produksi sekitar 350 dokumentasi dan penyebaran kuesioner.
otak-otak bandeng olahan Bu Muzanah Store. Data yang dibutuhkan dalam pengukuran
Sampai saat ini, belum pernah dilakukan produktivitas adalah:
pengukuran produktivitas untuk menilai tingkat 1. Output adalah hasil penjualan produk otak-otak
produktivitas produksi otak-otak bandeng. bandeng (unit/bulan)dan jumlah rupiah yang
Produktivitas yang tidak stabil akan berpengaruh didapat dari banyaknya penjualan produk otak-
langsung terhadap keuntungan yang diperoleh. otak bandeng (Rp/bulan).
Salah satu metode yang dapat digunakan 2. Input, yang terdiri dari jumlah penggunaan
untuk mengukur tingkat produktivitas adalah ikan bandeng segar, biaya tenaga
menggunakan metode OMAX (Objective Matrix). kerja,penggunaan air, yaitu banyaknya biaya
Kebaikan model OMAX dalam pengukuran untuk kebutuhan air pada proses produksi otak-
produktivitas perusahaan antara lain: relatif otak bandeng dan penggunaan listrik yang
sederhana dan mudah dipahami; mudah dikonversi dalam (Rp/bulan)
dilaksanakan dan tidak memerlukan keahlian
khusus; datanya mudah diperoleh; lebih fleksibel, Pengolahan Data
tergantung pada masalah yang dihadapi (Agustina Menurut Nasution (2006) dan Ishariyanto
dan Riana, 2011). (2015), Objective Matrix (OMAX) yaitu: adalah
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui suatu sistem pengukuran produktivitas parsial
produktivitas parsial dan produktivitas total pada yang dikembangkan untuk memantau
bagian produksi otak-otak bandeng Bu Muzanah produktivitas di tiap perusahaan dengan kriteria
Store Gresik periode Januari - Desember 2015 produktivitas di tiap bagian perusahaan dengan
serta memberikan usulan perbaikan produktivitas kriteria produktivitas yang sesuai dengan
pada bagian produksi otak-otak bandeng Bu keberadaan bagian tersebut.
Muzanah Store Gresik.
Penetapan Kriteria
II. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini kriteria yang akan diukur
berjumlah 4 kriteria.
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Kriteria I : Bahan baku bandeng
Penelitian dilaksanakan di industri rumahan
Kriteria II : Tenaga kerja
otak-otak bandeng Bu Muzanah Store di jalan
Kriteria III : Penggunaan air
Sindujoyo 68 Gresik, Jawa Timur. Penelitian
Kriteria IV : Penggunaan listrik
dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2016.
1. Penetuan Performance
B. Batasan Masalah
Performance produktivitas yang dicapai
Batasan masalah yang digunakan dalam
perusahaan diperoleh dengan menghitung rasio
penelitian ini adalah:
output dengan input. Perhitungan performance
1. Produktivitas diukur pada periode Januari –
suatu periode untuk keseluruhan kriteria yang
Desember 2015.
telah ditetapkan sebelumnya.

224 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


2. Penentuan Nilai Produktivitas Rata-Rata (Skor 4. Penentuan Nilai Produktivitas Terendah (Skor
3) 0)
Skor 3 merupakan nilai produktivitas yang Skor 0 merupakan nilai produktivitas terburuk
telah dicapai selama ini. Nilai pada skor 3 yang mungkin terjadi di perusahaan.Nilai pada
diperoleh dengan merata-ratakan nilai rasio skor 0 diperoleh dari BKB (Batas Kendali
tiap kriteria. Rumus untuk menghitung nilai Bawah) yang merupakan batas produktivitas
produktivitas rata-rata adalah: minimal yang mungkin dicapai oleh
= ∑ni perusahaan dari tiap kriteria produktivitas.
n Rumus BKB adalah:BKB = – k .
Keterangan:
= Rata-rata rasio tiap kriteria yang diukur
n = Jumlah data
xi = Rasio tiap kriteria 5. Penentuan Nilai Produktivitas Realistis (Skor
1-2 & 4-9)
3. Penentuan Nilai Produktivitas Tertinggi (Skor Nilai produktivitas realistis merupakan nilai
10) yang mungkin dicapai sebelum sasaran
Sebelum melakukan perhitungan skor 10, akhir.Nilai ini berfungsi untuk mengisi matriks
dilakukan uji normalitas data dengan bantuan yang belum terisi dan merupakan kisaran
software SPSS 17.Uji normalitas dapat pencapaian dari nilai terburuk sampai nilai
dilakukan dengan melihat besaran optimal, sehingga dapat diketahui skor yang
Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian dicapai pada periode pengukuran. Skor 1-2
adalah sebagai berikut: didapat dari interpolasi nilai pada skor 0 dan 3.
a) Angka signifikansi (SIG) > 0,05, maka data Hasil interpolasi tersebut dijadikan interval
berdistribusi normal antara skor 0 sampai skor 3, begitu juga untuk
b) Angka signifikansi (SIG) < 0,05, maka data skor 4-9.
tidak berdistribusi normal
Jika data yang digunakan tidak berditribusi 6. Penentuan Score, Weight, dan Value
normal, maka dilakukan perbaikan dengan Skor (score) merupakan nilai level dimana
mengganti data ekstrim kemudian diuji pengukuran produktivitas berada. Bobot
kembali sampai didapatkan data yang (weight) adalah besarnya bobot kepentingan
berdistribusi normal. Skor 10 merupakan nilai tiap kriteria produktivitas terhadap total
produktivitas yang diharapkan atau sasaran produktivitas. Nilai (value) merupakan hasil
yang ingin dicapai perusahaan. Nilai dari skor perkalian antara skor dan bobot pada tiap
10 diperoleh dari BKA (Batas Kendali Atas) kriteria yang diukur.
yang merupakan batas produktivitas maksimal
yang mungkin dicapai perusahaan dari tiap 7. Penentuan Performance Indicator
kriteria produktivitas.Rumus untuk menghitung Perhitungan performance indicator terdiri dari
nilai produktivitas tertinggi adalah: tiga, yaitu:
BKA = + k . a. Current, adalah hasil pengukuran
dengan produktivitas periode sekarang yang
i didapatkan dari penjumlahan nilai value dari
n setiap kriteria.
(DA) Degree of Accuracy = x 100% b. Previous, adalah hasil pengukuran
produktivitas sebelumnya.
(CL) Confident Level = 100% - DA c. Index, adalah indikasi perubahan
Keterangan: produktivitas yang terjadi pada perusahaan.
BKA = Batas Kendali Atas Nilai Index Productivity (IP) diperoleh
= Rata-rata rasio tiap kriteria
n = Jumlah data dengan rumus:
= Standar Deviasi -
k = Konstanta IP = x 100%
k = 1, bila nilai CL terletak pada 0 % ≤ CL ≤ 68 %
k 2, bila nilai CL terletak pada 68 % < CL ≤ 95 %
k 3, bila nilai CL terletak pada 95 % < CL ≤ 99 %

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 225


III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel tersebut digunakan untuk pembuatan
grafik. Grafik digunakan untuk mengetahui
Gambaran Umum Perusahaan
kenaikan dan penurunan nilai performance atau
Bu Muzanah Store merupakan salah satu
fluktuasi pada setiap kriteria sumber daya. Tinggi
toko penjual sekaligus produsen olahan ikan
rendahnya nilai performance bergantung pada
bandeng yang ada di Gresik. Ikan bandeng diolah
efisiensi penggunaan sumber daya.Menurut Erni
menjadi otak-otak bandeng, bandeng asap, batari
(2009) terjadinya fluktuasi nilai performance
(bandeng tanpa duri) asap, dan batari (bandeng
menunjukkan bahwa tingkat pencapaian
tanpa duri) bakar/goreng. Bu Muzanah
produktivitas masih perlu dilakukan perbaikan.
Storememulai usahanya di daerah Sindujoyo
TABEL I
Kabupaten Gresik, Jawa Timur yang terkenal
TABEL NILAI PERFORMANCE TIAP KRITERIA
sebagai pusat oleh-oleh kota Gresik. Salah satu
oleh-oleh yang paling terkenal adalah otak-otak
bandeng.
Bahan baku yang diolah berupa ikan
bandeng segar yang didapat dari supplier.
Supplier menerima langsung dari petani tambak
setempat di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Kelurahan Lumpur Kabupaten Gresik. Setiap
harinya di produksi sekitar 350 otak-otak bandeng
olahan Bu Muzanah Store. Otak-otak bandeng Bu
Muzanah Storedi pasarkan di wilayah Gresik,
Surabaya, hingga ke Jakarta.
Produk otak-otak bandeng mengalami Sumber: Data sekunder diolah (2016)
kenaikan yang signifikan dari hasil penjualan
pada bulan Mei, Agustus, Oktober, dan Penentuan Nilai Produktivitas Rata-rata
Desember. Pada bulan-bulan tersebut terdapat Nilai produktivitas rata-rata dari proses
peringatan hari besar umat islam sehingga banyak produksi otak-otak bandeng Bu Muzanah Store
pendatang dari luar kota berziarah kubur ke kota tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel nilai
Gresik. Di kota Gresik terdapat dua makam tokoh produktivitas rata-rata menunjukkan pencapaian
penyebar agama islam tersohor di pulau jawa produktivitas produksi otak-otak bandeng Bu
yang berdekatan sehingga menarik untuk Muzanah Store selama tahun 2015.
dikunjungi. TABEL II
Data yang diperoleh selanjutnya adalah data NILAI PRODUKTIVITAS RATA-RATA
harga ikan bandeng segar ukuran 0,3-1kg (Rp/kg)
tahun 2015 dari salah satu supplier di wilayah
Gresik. Data yang didapatkan berupa transaksi
pembelian ikan segar langsung dari petani tambak Sumber: Data sekunder diolah (2016)
dan transaksi penjualan ikan berbagai jenis dan Penentuan Nilai Produktivitas Tertinggi
ukuran dari supplier UD. 459 pemilik Bapak H. Penentuan nilai produktivitas tertinggi
Mushollin. Data yang digunakan yaitu transaksi dilakukan dengan pengujian normalitas data
penjualan ikan bandeng segar besar ukuran 0,3- terlebih dahulu. Hasil uji normalitas dari data nilai
1kg dikarenakan otak-otak bandeng Bu Muzanah performance yang telah dilakukan menunjukkan
Storemenggunakan bahan baku ikan bandeng nilai Asymptotic Significance (Asymp. Sig. (2-
segar ukuran 0,4kg. tailed)) lebih besar dari (>) 0,05. Hal ini
menunjukan data yang digunakan berdistribusi
Hasil Penilaian Produktivitas OMAX normal. Nilai produktivitas tertinggi dari proses
Hasil nilai performance yang diperoleh dari produksi otak-otak bandeng Bu Muzanah Store
data output dan input otak-otak bandeng dapat tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.
dilihat pada Tabel 1.

226 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL III Ratio(CR) yaitu 0,081; 0,023; dan 0,075.Hasil
NILAI PRODUKTIVITAS TERTINGGI tersebut menunjukkan bahwa penilaian masing-
masing kriteria sudah dikatakan konsisten.
Penilaian dapat dikatakan konsisten apabila
diperolehnilai Consitency Ratio yang ≤ 0, .Hasil
dari pembobotan dapat dilihat pada Tabel 6.
Sumber: Data sekunder diolah (2016)
Bobot tertinggi yaitu pada kriteria bahan baku
Tabel nilai produktivitas tertinggi menunjukkan ikan bandeng segar sebesar 40,1% karena
sasaran produktivitas produksi otak-otak bandeng merupakan salah satu komponen utama dalam
Bu Muzanah Store yang diinginkan selama tahun proses produksi. Menurut Erni (2009), bahwa
2015. bahan baku merupakan prioritas terbesar yang
Penentuan Nilai Produktivitas Terendah mempengaruhi produktivitas perusahaan.
Nilai produktivitas terendah dari proses
produksi otak-otak bandeng Bu Muzanah Store TABEL VI
tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel nilai HASIL PEMBOBOTAN (WEIGHT)
produktivitas terendah menunjukkan nilai
produktivitas minimal dari masing-masing kriteria
yang mungkin pernah dialami industri otak-otak
bandeng Bu Muzanah Store selama tahun 2015.

TABEL IV
NILAI PRODUKTIVITAS TERENDAH Evaluasi Tingkat Produktivitas
Hasil pengolahan data dengan OMAX
digunakan untuk mengevaluasi produktivitas
parsial dan total perusahaan selama periode
pengukuran.
Sumber: Data sekunder diolah (2016) Evaluasi ProduktivitasParsial
Penentuan Nilai Produktivitas Realistis Hasil evaluasi yang didapat dari pengukuran
Nilai produktivitas realistis(skor 1-2 dan 4- tiap kriteria digunakan untuk mengetahui
9) dari proses produksi otak-otak bandeng Bu perubahan tiap kriteria dalam mempengaruhi
MuzanahStore tahun 2015 dapat dilihat pada pencapaian produktivitas. Nilai skor pencapaian
Tabel 5.Tabel nilai produktivitas realistis (skor 1- produktivitas dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil
2 dan 4-9) menunjukkan nilai produktivitas pengukuran produktivitas yang dievaluasi pada
kisaran yang dicapai produksi otak-otak bandeng tiap kriteria tersebut adalah:
Bu Muzanah Store selama tahun 2015.
TABEL VII
TABEL V NILAI SKOR PENCAPAIAN PRODUKTIVITAS
NILAI PRODUKTIVITAS REALISTIS

Sumber: Data sekunder diolah (2016)


Sumber: Data sekunder diolah (2016)

Penentuan Score, Weight, dan Value


Penentuan weight diperoleh dari hasil
pengolahan kuesioner. Hasil dari masing-masing
kuesioner mendapatkan nilai Consitency

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 227


1. Kriteria Produktivitas Penggunaan Bahan 4. Kriteria Produktivitas Penggunaan Energi
Baku Bandeng Listrik
Pada kriteria produktivitas penggunaan Proses produksi otak-otak bandeng masih
bahan baku berupa ikan bandeng segar, skor tradisional sehingga penggunaan energi listrik
tertinggi berada pada bulan Maret 2015 dengan yang masih minim. Pada kriteria produktivitas
skor 9. Skor terendah berada pada bulan penggunaan energi listrik, skor tertinggi berada
September dan Oktober dengan skor 0. Pada pada bulan Juli, Oktober, dan Desember 2015
bulan Maret 2015, kriteria bahan baku bandeng dengan skor 7. Skor terendah berada pada bulan
mendapatkan skor tertinggi yaitu 9, namun Januari dan Februari dengan skor 0. Hal tersebut
kriteria yang lain berada di bawah skor rata-rata dikarenakan terjadinya pemborosan dalam
atau skor 3. Hal tersebut dikarenakan jumlah penggunaan energi listrik selama proses
output (unit) yang dihasilkan stabil di tiap bulan pengolahan.
selama tahun 2015, namun terjadi perubahan Evaluasi Produktivitas Total
harga yang cukup signifikan pada bahan baku Nilai rata-rata produktivitas total sebesar
ikan bandeng segar. Skor tinggi pada kriteria 3,216. Produktivitas total berada di atas rata-rata
bahan baku bandeng dikarenakan input bahan pada bulan Maret, Juli, November, dan Desember.
baku bandeng mengalami penurunan harga Nilai produktivitas total tertinggi terjadi pada
pembelian bahan baku ikan bandeng segar yang bulan Desember 2015 dengan nilai 6,248. Hal ini
cukup signifikan (murah). Biaya penggunaan dikarenakan tingkat efisiensi dalam penggunaan
inputtenaga kerja, penggunaan air dan listrik
sumber daya yang digunakan dalam proses
tetap. Pada bulan September dan Oktober skor pengolahan paling tinggi. Nilai produktivitas total
terendah terjadi karena mahalnya bahan baku ikan terendah terjadi pada bulan Januari 2015 dengan
bandeng segar. nilai 1,153. Grafik nilai produktivitas total proses
produksi otak-otak bandeng Bu Muzanah Store
2. Kriteria Produktivitas Tenaga Kerja selama tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 1.
Proses produksi otak-otak bandeng Pada grafik nilai produktivitas total terjadi
membutuhkan tenaga kerja yang terampil fluktuasi yang menyebabkan nilai positif dan
khususnya proses pemisahan daging bandeng negative pada nilai indeks produktivitas. Nilai
dengan kulit bandeng.Pada kriteria produktivitas indeks produktivitas menunjukkan persentase naik
tenaga kerja, skor tertinggi berada pada bulan Juli atau turunnya nilai produktivitas total saat periode
2015 dengan skor 7. Skor terendah berada pada pengukuran dengan periode sebelumnya. Nilai
bulan Januari dan Februari dengan skor 1. Hal positif menunjukkan naiknya nilai produktivitas
tersebut dikarenakan kurangnya kedisiplinan dan
total, dan nilai negative menunjukkan turunnya
pengawasan pada tenaga kerja dalam proses nilai produktivitas total. Grafik nilai indeks
pengolahan.
produktivitas dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai
indeks produktivitas rata-rata adalah 29,63%.
3. Kriteria Produktivitas Penggunaan Air Nilai indeks produktivitas tertinggi dicapai pada
Proses pengolahan ikan bandeng menjadi periode pengukuran bulan Februari dengan nilai
otak-otak bandeng membutuhkan air yang tidak 139,12%. Hal ini dikarenakan level produktivitas
sedikit guna menjaga kehigienisan produksi otak- dari beberapa kriteria dengan bobot yang
otak bandeng. Pada kriteria produktivitas signifikan mencapai level di atas rata-rata
penggunaan air, skor tertinggi berada pada bulan sehingga terjadi efisiensi penggunaan sumber
Oktober dan Desember 2015 dengan skor 7.Skor daya pada proses produksi dibandingkan dengan
terendah berada pada bulan Januari dan Februari periode sebelumnya. Nilai indeks produktivitas
dengan skor 0. Hal tersebut dikarenakan terendah dicapai pada periode pengukuran bulan
terjadinya pemborosan dalam penggunaan air
April dengan nilai -58,39%. Hal ini dikarenakan
selama proses pengolahan. level produktivitas dari semua kriteria mencapai
level di bawah rata-rata dibandingkan dengan
periode sebelumnya.

228 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


meningkatkan hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan dengan para suppliersehingga
proses produksi berjalan continue dan konstan
baik harga, jumlah, maupun ukuran bahan baku
ikan bandeng segar. Hal ini dilakukan setiap
periode/bulan oleh tenaga kerja yang bertugas
membeli bahan baku ikan bandeng segar dengan
Gambar 1. Grafik Nilai Produktivitas Total cara pencatatan dan pengawasan pengadaan bahan
baku yang diperlukan.
Permasalahan produktivitas terjadi karena
kurangnya kedisiplinan tenaga kerja dan
keterampilan saat proses produksi. Rekomendasi
yang diusulkan yaitu meningkatkan keterampilan
dan kinerja tenaga kerja. Hal ini dilakukan setiap
tahun oleh pemilik usaha, dengan cara
Gambar 2.Grafik Nilai Indeks Produktivitas
memberikan fasilitas kerja yang nyaman dan
Usulan Perbaikan Produktivitas sanksi tegas jika terjadi pelanggaran, memberikan
Perbaikan produktivitas secara kuantitatif penilaian kerja secara personal, dan memberikan
dilakukan dengan memberikan usulan berupa bonus di akhir tahun. Selain itu, pemilihan tenaga
jumlah penggunaan input setiap kriteria kerja yang terampil pada saat penerimaan tenaga
pengukuran agar tercapai produktivitas yang kerja dan pelatihan keterampilan proses produksi
optimal. Perbaikan dilakukan berdasarkan pada otak-otak bandeng pada tenaga kerja baru.
rata-rata pencapaian produktivitas otak-otak Permasalahan produktivitasterjadi karena
bandeng. Usulan perbaikan produktivitas dapat ruang produksi yang terlalu kecil dan suhu
dilihat pada Tabel 8. Usulan perbaikan secara lingkungan maupun suhu ruangan produksi terlalu
kualitatif dilakukan untuk menentukan tindakan panas. Rekomendasi yang diusulkan yaitu
nyata yang dapat dilakukan perusahaan agar penataan kembali lokasi produksi. Hal ini
produktivitas meningkat. Perbaikan ini didasarkan dilakukan oleh pemilik usaha dengan cara
pada hasil identifikasi permasalahan dengan pembenahan lokasi produksi dan pemberian
model fishbone diagram. fasilitas kerja yang memadai seperti pelebaran
ruangan produksi, pelebaran fentilasi udara, dan
TABEL VIII pemasangan kipas angin yang memadai.
USULAN PERBAIKAN PRODUKTIVITAS
IV. KESIMPULAN
• Produktivitas parsial dan total pada bagian
produksi otak-otak bandeng Bu Muzanah Gresik
periode Januari 2015 - Desember 2015
berfluktuasi.
• Usulan perbaikan produktivitas bagian produksi
otak-otak bandeng Bu Muzanah dilakukan
dengan penghematan biaya bahan baku, gaji
tenaga kerja, serta penggunaan air dan listrik
Sumber: Data sekunder diolah (2016) periode mendatang.
Permasalahan produktivitas terjadi karena • Perbaikan lain yang dapat dilakukan yaitu
harga bahan baku ikan bandeng segar yang dengan meningkatkan hubungan kerjasama yang
fluktuatif atau berbubah-ubahsetiap harinya, saling menguntungkan dengan para supplier,
ketersediaan bahan baku ikan bandeng segar yang peningkatan keterampilan dan kinerja tenaga
tidak menjamin terpenuhnya target produksi kerja, serta penataan kembali lokasi produksi.
setiap hari, serta ukuran bahan baku yang tidak
seragam. Rekomendasi yang diusulkan yaitu

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 229


DAFTAR PUSTAKA Ishariyanto. 2015. Analisis Produktivitas Dengan
Menggunakan Metode Objective Matrix
Agustina, F. dan N. A. Riana.2011. Analisis
(OMAX) di PT Inti Luhur Fuja Abadi.
Produktivitas dengan Metode Objective Matrix
Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
(OMAX) di PT. X. Jurnal Teknik dan
Universitas Brawijaya Malang.
Manajemen Industri 6(2): 150-158.
Isnaniah.2007. ProduktivitasMaknadan Cara
Erni, N. 2009. Productivity Measurement Using
Pengukuran.JurnalMandiri2(2): 103-106.
OMAX and Fuzzy Logic at PT AMD.
Proceeding, International Seminar on Industrial Nasution, A. H. 2006. Manajemen Industri.Andi
Engineering and Management. December 10th- Offset. Yogyakarta. Hal 421-462.
11th. Bali. ISSN: 1978-774X. Ramadhani, Y. 2011. AnalisisEfisiensi,
Gaspersz, V. 2000.ManajemenProduktivitas SkaladanElastisitasProduksidenganPendekatan
Total.PT GramediaPustakaUtama. Jakarta.Hal Cobb-DouglasdanRegresiBerganda.
24. JurnalTeknologi 4(1): 61-68.
Saparinto, C. 2007. Membuat Aneka Olahan
Bandeng. Penebar Swadaya. Jakarta

230 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Orientasi Pembelajaran, Orientasi Kewirausahaan, dan Inovasi pada UKM
Berbasis Pangan di Kabupaten Gresik
[Learning Orientation, Entrepreneurship orientation, and Innovation on food-based SMEs
in Gresik Regency]
Endah Rahayu Lestari dan Imroatul Chanifah
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP-Universitas Brawijaya
Email: endahlestari24@yahoo.com

Abstract --- SMEs in Gresik still have many limitations, such as lack in creativity and innovation, not knowing what the
market need is. This study is aimed to examine the effect of learning orientation and entrepreneurship orientation
towards innovation and firm performance of food-based SMEs in Gresik Regency. The study used questionnaires filled
out by the owners or managers of SMEs with certain criteria. There are 37 usable questionnaires. A structural equation
model was designed to examine the relationship. The results showed that innovation has a positive effect on firm
performance; learning orientation and entrepreneurship orientation have a positive effect on innovation; innovation
partially mediated the relationship between entrepreneurship orientation and firm performance; furthermore
innovation completely mediated the relationship between learning orientation and firm performance.
Keywords : Learning orientation, entrepreneurship orientation, innovation, firm performance

I. PENDAHULUAN Namun demikian, sebagian besar kajian


empiris tentang inovasi masih difokuskan pada
Inovasi dan pengembangan produk atau
perusahaan besar, sehingga usaha kecil
proses merupakan salah satu prasyarat kunci yang
menghadapi masalah tertentu dalam merumuskan
bersifat stratejik, karena itu perusahaan harus
strategi inovasi mereka, hal ini dikarenakan antara
mampu untuk meningkatkan teknologi,
lain: keterbatasan sumberdaya dan kompetensi
pengetahuan, eksploitasi kapasitas dan meraih
teknologi, umumnya pengambilan keputusan
pasar dari ide-ide tersebut (Swamidass, 1986 dan
hanya dilakukan oleh pemilik, ketergantungan
Ellitan, 2006). Inovasi juga sangat berpengaruh
hanya pada sejumlah pelanggan dan pemasok.
pada tingkat persaingan antar pelaku usaha.
Pembelajaran informal dan tidak terstruktur lebih
Keunikan produk secara temporer akan membawa
dominan, akan tetapi hal ini dapat meningkatkan
persaingan yang lebih besar (McDaniel, 2005),
fleksibilitas dan adaptabilitas. Hasil penelitian
bahkan inovasi yang diciptakan oleh perusahaan
yang dilakukan pada industri kecil menunjukan
menjadi kunci dari keunggulan bersaing yang
bahwa terdapat pengaruh signifikan antara
menentukan kesuksesan ekonomi dari suatu
orientasi pembelajaran terhadap inovasi maupun
organisasi (Urbancova, 2013), sehingga
kinerja usaha (Keskin, 2006 dan Rahab, 2012).
perusahaan dituntut untuk terus-menerus
Inovasi menjadi sangat penting, karena
melakukan inovasi. Dengan memiliki keunggulan
perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan
bersaing, suatu usaha akan mampu bertahan,
pasar dan memenuhi permintaan baru. Inovasi
sehingga kemampuan daya saing dapat diukur dari
juga membantu organisasi untuk merespon
kinerja pemasaran yang sekaligus merupakan
lingkungan dengan lebih baik (Garcia-Morales et
refleksi dari kinerja usaha.
al., 2007). Beberapa hasil penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Rhee et al. (2010); Jimenez- bahwa keunggulan kompetitif perusahaan dapat
Jimenez dan Sanz-Valle (2011); Rosenbusch et al. dibangun dengan orientasi pembelajaran, orientasi
(2011); Jabeen et al. (2013) menyatakan bahwa pasar, dan kemampuan inovasi.
inovasi berpengaruh positif signifikan terhadap Hubungan antara orientasi pembelajaran de-
kinerja perusahaan. Oleh karena itu, inovasi ngan inovasi, Mullen dan Lyles (1993) menge-
merupakan pendorong keberhasilan perusahaan mukakan bahwa orientasi pembelajaran akan me-
dalam jangka panjang, khususnya dalam kondisi ningkatkan efisiensi dan efektivitas inovasi di per-
pasar yang dinamis (Baker and Sinkula, 2005). usahaan. Calantone et al. (2002) mengemukakan
Orientasi kewirausahaan merupakan bahwa terdapat hubungan langsung antara orienta-
fenomena dalam perusahaan yang mengacu pada si pembelajaran dengan kinerja usaha. Selanjutnya
proses, praktek, dan pengambilan keputusan yang Rahab (2012) telah membuktikan terdapat penga-
mengarah pada penciptaan bisnis baru dengan ruh yang signifikan antara orientasi pembelajaran
menggunakan pendekatan utama, yaitu inovasi, dengan kemampuan inovasi di industri kecil.
berani mengambil resiko, dan proaktif. Akhir- Hubungan antara orientasi kewirausahaan de-
akhir ini hubungan antara orientasi kewirausahaan ngan inovasi, Drucker (1985) menyatakan bahwa
dengan kinerja usaha menjadi perdebatan yang inovasi adalah kegiatan utama kewirausahaan, se-
cukup serius dan secara empiris telah dibuktikan hingga ada keterkaitan yang erat antara inovasi
melalui hasil penelitian Lumpkin dan Dess (1996) dan kewirausahaan. Inovasi yang efektif dapat
yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan membantu manajer untuk menciptakan keung-
yang signifikan antara perilaku kewirausahaan gulan kompetitif dengan menciptakan nilai tambah
dengan profitabilitas serta pertumbuhan bagi pelanggan (Mizik dan Jacobson, 2003). Me-
perusahaan. Penelitian yang telah dilakukan oelh nurut Frishammar dan Horte (2007) orientasi ke-
Huang dan Wang (2011) di industri kecil dan juga wirausahaan mencerminkan sejauh mana peru-
Chen et al. (2012) membuktikan bahwa terdapat sahaan cenderung untuk melakukan inovasi, me-
korelasi antara orientasi kewirausahaan dengan ngambil risiko dan proaktif.
kinerja perusahaan. Selanjutnya Djodjobo dan Berpijak dari uraian di atas maka disusun
Tawas (2014) juga memberikan bukti yang sama hipotesis penelitian sebagai berikut:
bahwa orientasi kewirausahaan dan inovasi produk H1 : Orientasi pembelajaran berpengaruh positif
berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap inovasi
keunggulan bersaing. Berpijak dari uraian di atas, H2 : Orientasi kewirusahaan berpengaruh positif
maka tujuan dari penelitian ini adalah menguji terhadap inovasi
secara empiris dan menjelaskan: H3 : Orientasi pembelajaran berpengaruh positif
a. Pengaruh orientasi pembelajaran dan terhadap kinerja usaha
kewirausahaan terhadap inovasi H4 : Orientasi kewirausahaan berpengaruh positif
b. Pengaruh orientasi pembelajaran dan terhadap kinerja usaha
kewirausahaan terhadap kinerja usaha H5 : Inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja
c. Pengaruh inovasi terhadap kinerja usaha usaha
H6 : Orientasi pembelajaran berpengaruh positif
II. METODE PENELITIAN terhadap kinerja usaha melalui inovasi
H7 : Orientasi kewirausahaan berpengaruh positif
Pengembangan Hipotesis dan Model Penelitian
terhadap kinerja usaha melalui inovasi
Inovasi menjadi sangat penting, karena
perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan
Orientasi
pasar dan memenuhi permintaan baru. Inovasi Pembelajaran H
juga membantu organisasi untuk merespon (X1) H 3
6
H
lingkungan dengan lebih baik (Garcia-Morales et 1 Inovasi (Y1) H Kinerja
al., 2007). Inovasi produk yang dikreasi melalui H
5 Usaha
(Y2)
peningkatkan variasi produk, kualitas, teknologi 2
H
manufaktur produk baru berpengaruh positif Orientasi 7 H
Kewirausahaan 4
terhadap profitabilitas perusahaan (Li et al., 2010). (X2)

Selanjutnya Hult et al (2004) menambahkan


Gambar 1. Model konseptual penelitian

232 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Waktu, Lokasi, Sampel Penelitian, dan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Data
Penelitian ini dilaksanakan pada UKM Pengujian Goodness of Fit Model
berbasis pangan yang berada di Kabupaten Gresik Berdasarkan hasil analisis GSCA,
pada awal tahun 2016. Data diperoleh melalui memperlihatkan nilai FIT = 0,518 dan nilai AFIT
hasil pengisian kuisioner kepada pemilik atau yang di dapatkan sebesar 0,484. Nilai GFI yang
pengelola UKM. .Berdasarkan data BPS (2015), dihasilkan dalam penelitian sebesar 0,992, hal ini
jumlah UKM unggulan yang berbasis pangan di menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam
Kabupaten Gresik berjumlah 207 unit. Sampel penelitian sangat sesuai atau sudah baik karena
untuk penelitian menggunakan kriteria UKM yang nilai GFI mendekati 1.
telah beroperasi minimal 2 tahun. Pengumpulan
data menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah Evaluasi Model Pengukuran
sampel dihitung dengan menggunakan rumus TABEL II
Slovin, dimana n = jumlah sampel; N = jumlah OUTER MODEL VARIABEL ORIENTASI
populasi; e = kelonggaran PEMBELAJARAN (X1)
Loding
Indikator Notasi
Estimate CR
sehingga jumlah UKM yang akan digunakan Orientasi AVE = 0.520, Alpha
dalam penelitian sebanyak 37 unit. X1
Pembelajaran =0.859
Model persamaan struktural dirancang untuk Intensitas mengikuti
X111 0.861 17.34*
menguji hubungan dalam model. Teknik analisis pelatihan dan pameran
Hubungan dengan
data menggunakan statistik inferensial dengan X112 0.757 10.19*
pihak luar
software GSCA (Generalized Structured Berbagi pengetahuan X121 0.557 3.18*
Component Analysis) Komunikasi X122 0.672 3.73*
Keterbukaan X123 0.685 4.5*
Variabel dan Indikator Penelitian Aplikasi pengetahuan X131 0.868 14.74*
Adaptasi Teknologi X132 0.876 21.91*
Pengembangan kuesioner meliputi 4 (empat) Bekerja lebih efektif X133 0.310 1.06
variabel, yaitu orientasi pembelajaran, orientasi
kewirausahaan, inovasi, dan kinerja usaha. TABEL III
Konstruk dari masing-masing variabel dapat OUTER MODEL VARIABEL ORIENTASI
dilihat pada Tabel 1. KEWIRAUSAHAAN (X2)
TABEL I Loding
Indikator Notasi
VARIABEL DAN INDIKATOR PENELITIAN Estimate CR
Orientasi Kewirausahaan X2 AVE = 0.551, Alpha =0.744
Variabel Notasi Indikator Kreatif memiliki ide baru X21 0.321 1.71*
Orientasi X11 Akuisisi Pengetahuan Bekerja keras X22 0.619 3.89*
Pembelajaran X12 Distribusi Pengetahuan Berani menghadapi resiko X23 0.805 21.02*
(X1) X13 Implementasi Pengetahuan Percaya diri X24 0.830 18.18*
Orientasi X21 Kreatif memiliki ide baru Memiliki sikap
X25 0.777 6.21*
Kewirausahaan X22 Bekerja keras kepemimpinan
(X2) X23 Berani menghadapi resiko Proaktif X26 0.840 9.16*
X24 Percaya diri Pantang menyerah X27 0.852 12.51*
X25 Memiliki jiwa kepemimpinan
X26 Proaktif Tabel 6 memperlihatkan bahwa orientasi
X27 Pantang menyerah pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap
Inovasi Y11 Inovasi produk inovasi (H1), begitu pula inovasi berpengaruh
(Y1) Y12 Inovasi proses
positif terhadap kinerja usaha (H5). Akan tetapi
Y13 Inovasi pemasaran
Kinerja Usaha Y21 Pertumbuhan penjualan orientasi pembelajaran tidak berpengaruh
(Y2) Y22 Pertumbuhan pelanggan signifikan terhadap kinerja usaha (H3). Hasil ini
Y23 Peningkatan keuntungan mengindikasikan bahwa inovasi memediasi
sempurna hubungan antara orientasi pembelajaran
dengan kinerja usaha (H6). Hasil penelitian ini

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 233


menunjukkan bahwa kinerja usaha merupakan TABEL V
representasi organisasi yang cenderung melakukan OUTER MODEL VARIABEL KINERJA USAHA (Y2)
inovasi dari diperoleh dari proses pembelajaran. Loding
Hasil ini memperkuat penelitian sebelumnya yang Indikator Notasi
Estimate CR
dilakukan oleh Calantone et al. (2002) dan Hult et Kinerja Usaha Y2 AVE =0.682, Alpha =0.715
al.(2004). Perusahaan meningkatkan pembelajaran Peningkatan penjualan
Y21 0.865 18.53*
dalam 2 tahun terakhir
dengan jalan mengakuisisi pengetahuan, Peningkatan pelanggan
mendistribusikan pengetahuan, kemudian dalam 2 tahun tahun Y22 0.871 21.9*
terakhir
mengaplikasikan pengetahuan untuk melakukan Peningkatan keuntungan
inovasi produk, proses maupun pemasaran. Y23 0.734 9.29*
dalam 2 tahun terakhir
Selanjutnya orientasi kewirausahaan berpengaruh
signifikan terhadap inovasi (H2), begitu juga Evaluasi Model Struktural
berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel
(H4). Hasil ini memperkuat penelitian Avlonitis 6 dan 7.
dan Salavou (2007) yang menyimpulkan bahwa TABEL VI
orientasi kewirausahaan berpengaruh positif HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
terhadap inovasi, begitu juga hasil penelitian ini
Hipotesis Estimate CR Keterangan
sejalan dengan penelitian Lipriati (2016) yang H1 1.205 0.78* Signifikan
membuktikan bahwa orientasi kewirausahaan H2 0.714 2.92* Signifikan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha. H3 -0.097 0.72 Tidak Signifikan
Orientasi kewirausahaan merupakan salah satu H4 1.923 4.22* Signifikan
H5 1.276 2.04* Signifikan
pendorong yang sangat penting terhadap inovasi.
Pengaruh mediasi sebagian dari inovasi dapat
dilihat dari hubungan antara orientasi TABEL VII
kewirausahaan dengan inovasi dan hubungan HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS PENGARUH MEDIASI
antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja (TIDAK LANGSUNG)
usaha (H7). Dengan demikian organisasi harus Hipotesis Koefisien Jalur Total Pengaruh
senantiasa memunculkan ide-ide kreatif untuk H6
X1->Y1 X1->Y2 Y1->Y2
1,439
pengembangan produk, bekerja keras, proaktif, 1.205 -0.097 1.276
X2->Y1 X2->Y2 Y1->Y2
pantang menyerah, serta berani mengambil resiko. H7
0.714 1.923 1.276
2.833
Hal ini akan memberikan implikasi bahwa usaha
kecil harus mempertimbangkan keberhasilan Pembelajaran memiliki potensi untuk
mengkomersialisasikan produk yang dihasilkan, menciptakan aset tidak berwujud seperti
proaktif mencermati pelanggan dan pesaing pengetahuan maupun teknologi dengan cara yang
dengan seksama. inovatif. Orientasi pembelajaran dan orientasi
kewirausahaan merupakan landasan dari
TABEL IV kemampuan inovasi. Hasil penelitian ini juga
OUTER MODEL VARIABEL INOVASI (Y1) mengindikasikan bahwa inovasi merupakan
Loding penentu dari kinerja usaha. Mayoritas usaha kecil
Indikator Notasi
Estimate CR
AVE =0.535, Alpha
memiliki kendala keterbatasan sumberdaya. Oleh
Inovasi Y1 karena itu pemilik atau pengelola usaha kecil
=0.889
Peluncuran produk baru Y111 0.641 8.14* harus lebih fokus untuk memperbaiki inovasi,
Kemasan baru Y112 0.682 5.72* dengan menekankan proses pembelajaran secara
Perbanyak varian Y113 0.766 13.1*
Keunggulan kualitas Y114 0.613 5.65*
berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kinerja
Penggunaan teknologi baru Y121 0.661 8.16* usaha.
Modifikasi proses Y122 0.778 11.22*
Penghematan biaya Y123 0.828 13.11* IV. KESIMPULAN
Inovasi promosi penjualan Y131 0.829 14.03*
Inovasi strategi pemasaran Y132 0750 7.77* Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
inovasi berpengaruh terhadap kinerja usaha.
Selanjutnya orientasi pembelajaran berpengaruh

234 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


terhadap inovasi, akan tetapi tidak berpengaruh Technology Analysis & Strategic Management
signifikan terhadap kinerja usaha, sehingga 22(3), 251-266.
inovasi menjadi penentu hubungan antara orientasi Garcia-Morales, VJ., Liorens-Montes, FJ., Verdu-
pembelajaran dengan kinerja usaha. Begitu juga Jover, AJ. 2007. Influence of personal
orientasi kewirausahaan terbukti dapat mastery on organizational performance through
meningkatkan inovasi, dan pada saat yang sama organizational learning and innovation in large
juga berpengaruh terhadap kinerja usaha, sehingga firms and SMEs. Technovation. Vol. 27 (9),
orientasi kewirausahan yang berkelanjutan pada 547- 568.
usaha kecil akan meningkatkan kemampuan Huang, S.K., and Wang, Y. 2011. Entrepreneurial
inovasi dan kinerja usaha yang makin baik. Orientation, Learning Orientation, and
Innovation in Small and Medium
IV. KESIMPULAN Enterprises.Journal Procedia Social and
Avlonitis, GJ and Salavou, HE. 2007. Behavioral Sciences (24), 563–570.
Entrepreneurial orientation of SMEs, product Hult, TGM., Hurley, RF., Knight, GA. 2004.
innovativeness, and performance. Journal of Innovativeness : Its antecedens and impact on
Business Research. Vol 60, 566 – 575. business performance. Industrial Marketing
Baker, WE dan Sinkula, JM. 2005. Environmental Management. Vol. 33 (5), 429 - 438.
Marketing strategy and Firm performance: Jabeen, R., Alekam, JME., Aldaoud, KAM., Mat,
Effect on New Product Performance and NKN., Zureigat, BNI., Nahi, AK., Junaidi,
Market Share. Journal of the Academy on AMF., Hassan. 2013. Antecedents of Firm’s
Marketing Science. Vol. 33 (4), 461 - 475. Performance. Empirical Evidence from Yemeni
Calantone, RJ., Cavusgil, ST., Zhao, Y. 2002. SME’s. American Journal of Economics. Vol. 3
Learning orientation, firm innovation capability (1), 18 – 22.
ang firm performance. Industrial Marketing Jimenez-Jimenez, D dan Sanz-Valle, R. 2011.
Management. Vol. 31 (6), 515 – 524. Innovation, organizational learning, and
Chen, YC., Chien Li-Po., Evans, K.R. 2012. performance. Journal of Business Research. Vo.
Effects of Interaction and Entrepreneurial 64 (4), 408 - 417.
Orientation on Organizational Keskin, H. 2006. Market Orientation, Learning
Performance:Insights into Market Driven and Orientation, and Innovation capabilities in
Market Driving. Journal Industrial Marketing SMEs. European Journal of Innovative
Management . Vol. 41, 1019–1034. Management. Vol. 9 (4), 396 - 417.
Djodjobo, CV. dan Tawas, HN. 2014. Pengaruh Li, Y., Su, Z., Liu, Y. 2010. Can Strategic
Orientasi Kewirausahaan, Inovasi Produk, dan flexibility help firm profit from produk
Keunggulan Bersaing Terhadap Kinerja innovation ? Technovation. Vol. 30 (5/6), 300 –
Pemasaran Usaha Nasi Kuning di Kota Manado. 309
Jurnal EMBA. Vol. 2, No. 3. Lipriati, T. 2016. Pengaruh Orientasi
Drucker, PF. 1985. Innovation and Kewirausahaan dan Inovasi terhadap Kinerja
Entrepreneurship. Harper & Row. New York, pemasaran melalui keunggulan bersaing yang
NY. dimoderasi ketidak pastian lingkungan. Tugas
Ellitan, L. 2006. Strategi Inovasi dan Kinerja Akhir. Program Studi Teknologi Industri
Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian.
Pendekatan Model Simultan dan Model Universitas Brawijaya.
Sekuensial. Jurnal Manajemen. Vol. 6 (1), 1 – Lumpkin, GT. dan Dess, GG. 1996. Clarifying
22. The Entrepreneurial Orientation Construct and
Frishammar, J. and Horte, S. A. 2007. The Role of Linking It To Performance. The Academy of
Market Orientation and Entrepreneurial Management Review. Vol. 21 (1), 135-172.
Orientation for New Product Development McDaniel, BA. 2002. Entrepreneurship and
Performance in Manufacturing Firms. Innovation: An Economic Approach. M.E,
Sharpe, Inc. New York.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 235


Mizik, N and Jacobson, R. 2003. Trading off SMEs in South Korea: Mediation of learning
Between Value Creation and Value orientation. Technovation. Vol. 30 (1), 65 - 75.
Appropriation: The Financial Implication of Rosenbusch, N., Brinckmann, J., Bausch, A. 2011.
Shifts in Strategic Emphasis. Journal of Is innovation always beneficial? A meta-
Marketing: 67, 63-76. analysis of the relationship between innovation
Mullen, TP and Lyles, MA. 1993. Toward and performance in SMEs. Journal of Business
Improving Management Development’s Venturing. Vol. 26 (4), 441 - 457.
contribution to organizational learning. Human Swamidass, PM. 1986. Manufacturing Strategy:
resources Palaning.Vol. 16 (2), 35-49 Its Assessment and Practice. Journal of
Rahab. 2012. Innovativeness Model of Snall and Operations Management. Vol 6 (4), 471- 484.
Medium Enterprises Based on Market Urbancova, H. 2013. Competitive Advanatge
Orientation and Learning Orientation: Testing Achievement Through Innovation and
Moderating Effect of Business Operation Mode. Knowledge. Journal of Competitiveness, Vol. 5
Procedia-Economics and Finance. Vol. 4, 97 – (1).
109.
Rhee, J.. Park, T., Lee, DH. 2010. Drivers of
innovativeness and performance for innovative

236 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Model Struktur Kebutuhan dan Kendala dalam Kelembagaan Rantai Pasok
Keripik Apel dengan Pendekatan Interpretive Structural Modelling
(Studi Kasus di UKM Excellent Fruits II, Kota Batu, Jawa Timur)
[Structural Model in Needs and Constraints in Supply Chain Institution for Apple Chips by
Interpretive Structural Modelling
(Case Study at SMEs Excellent Fruits II, Batu City, East Java)]
Siti Asmaul Mustaniroh1, Dhanis Ulan Nala Setya2, Mas’ud Effendi1
1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145
E-mail: asmaul_m@yahoo.com
2
Alumni dan Tim Peneliti Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas
Brawijaya Jl. Veteran-Malang 65145

Abstract — Salah satu aspek yang penting dalam kelancaran rantai pasokan produk agroindustri adalah
kelembagaan. Permasalahan kelembagaan rantai pasok yang dihadapi UKM Excellent Fruits Unit II sebagai
salah satu produsen keripik apel di Kota Batu antara lain berkurangnya jaminan ketersediaan pasokan
bahan baku dari petani yang disebabkan oleh musim paceklik/kemarau. Mengakibatkan bahan baku sering
kosong dan dampaknya economic of scale. Kondisi ini membutuhkan manajemen kelembagaan rantai pasok
yang baik, sehingga akan membantu meningkatkan kinerja rantai pasok secara efektif dan
efisien.Pembentukan model struktur kelembagaan dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Interpretive Structural Modelling. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan model struktur kelembagaan
UKM olahan keripik apel yang tepat berdasarkan kriteria dan penilaian pakar dengan menggunakan
metode ISM pada elemen kebutuhan dan kendala pada kelembagaan rantai pasok di UKM Excellent Fruits
Unit II. Metode yang digunakan Interpretive Structural Modelling (ISM). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa struktur kelembagaan rantai pasok yang digunakan oleh UKM Excellent Fruits Unit II adalah petani,
tengkulak, manufacturer, distributor dan retailer. Hasil Analisis ISM terlihat bahwa elemen kebutuhan
terdiri dari 3 level dan elemen kuncinya adalah kontinuitas ketersediaan apel ke UKM, peningkatan kualitas
produk, pelatihan terhadap manajemen, dan menjamin ketersedian produk di pasaran. Elemen kendala
terdiri dari 2 level dan elemen kuncinya adalah berkurangnya jaminan ketersediaan apel, lokasi pemasok
material yang tersebar di beberapa daerah, keterlambatan pasokan produk dari UKM, kehabisan
persediaan produk.

Keywords— Kelembagaan, Rantai Pasok, Keripik Apel.

I. PENDAHULUAN kg/pohon. Dengan ketersediaan apel yang


Kota Batu merupakan daerah agroindustri mencukupi, pembuatan diversifikasi produk
salah satu produk pertanian yang dominan adalah olahan apel meningkat. Banyak industri yang
buah apel. Data Dinas Pertanian Kota Batu tahun mengolah apel sub-grade menjadi produk olahan
2010 menunjukkan produktivitas apel 17,05 salah satu hasil olahan apel kualitas sub–grade
adalah keripik apel. Keripik apel adalah makanan Metode deskriptif kualitatif yang digunakan
ringan (snack food) yang tergolong jenis makanan pada analisis ini yaitu Interpretive Structural
crackers, dibuat dari apel yang diiris dan Modelling (ISM). ISM adalah metode yang
kemudian digoreng hingga kering (Sulistyowati, digunakan untuk mengetahui hubungan langsung
2004 dalam Sukardi, 2011). dan tidak langsung antara komponen dalam sistem
Perkembangan agroindustri keripik apel di (Gorvett dan Liu, 2006). Menurut Mahajan, et al.
Kota Batu tahun 2006-2014 sebanyak 11 UKM. (2013), metodologi ISM mengusulkan penggunaan
Salah satu agroindustri yang masih eksis pendapat ahli berdasarkan berbagai teknik
memproduksi keripik apel adalah UKM Excellent manajemen seperti brainstorming dan teknik
Fruits Unit II. Supply Chain Management (SCM) diskusi kelompok nominal dalam mengembangkan
atau rantai pasokan adalah suatu sistem organisasi hubungan kontekstual antara isu-isu yang
yang menyalurkan barang produksi dan jasanya menantang. Metode ini mengintepretasikan apakah
kepada para pelanggan (Chopra, S dan P. Meindel, dan bagaimanakah hubungan keterkaitan antar
2007). Terdapat beberapa pemain memiliki elemen. Menurut Jitesh, et al. (2014), teknik ISM
kepentingan dalam manajemen supply chain, yaitu: memiliki beberapa kelebihan utama, yaitu
suppliers, manufacturers, distribution, retail menangkap kompleksitas kehidupan nyata,
outlets, dan customer. Diharapkan tercipta menetapkan “arah” hubungan antar kriteria, dan
hubungan rantai pasok secara alamiah dan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk
hasilnya bermanfaat bagi pembeli dan penjual. menangkap kompleksitas yang dinamis.
Dengan demikian, aspek-aspek sosial seperti Oleh karena itu, tujuan penelitian ini yaitu
kepercayaan (trust), transfer informasi, dan mengetahui struktur kelembagaan rantai pasok
kemampuan belajar akan mempengaruhi kinerja, yang digunakan UKM Excellent Fruits Unit II.
pengembangan dan keberhasilan rantai nilai Merumuskan model struktur kelembagaan UKM
(Champion dan Fearne, 2004). olahan keripik apel berdasarkan kriteria dan
Permasalahan kelembagaan rantai pasok yang penilaian pakar dengan metode ISM. Menentukan
dihadapi UKM Excellent Fruits Unit II yaitu sub-elemen kunci dari kelembagaan rantai pasok
berkurangnya jaminan ketersediaan pasokan bahan di UKM Excellent Fruits Unit II.
baku dari petani yang disebabkan oleh musim
paceklik/kemarau. Mengakibatkan bahan baku II. METODE PENELITIAN
sering kosong dan dampaknya economic of scale. Secara ringkas langkah-langkah penelitian
Dibutuhkan manajemen kelembagaan rantai pasok yang dilakukan sebagai berikut:
yang baik, sehingga akan membantu 1) Responden yang digunakan berjumlah 4 orang
meningkatkan kinerja rantai pasok secara efektif yang berkompeten dalam bidang kelembagaan
dan efisien. rantai pasok. Keempat pakar tersebut terdiri
Pembentukan pola kelembagaan dapat dari akademisi, praktisi, dan 2 orang
dilakukan dengan menggunakan metode Diskoperindag.
Interpretive Structural Modelling (ISM) 2) Pengumpulan data yang berhubungan dengan
(Maflahah, 2010). ISM digunakan untuk antar sub-elemen pada tiap elemen (kebutuhan
menjelaskan hubungan antar kebutuhan dan dan kendala) yang diperoleh dari hasil
hubungan antar lembaga yang terkait dengan wawancara kepada para pakar dan berdasarkan
kebutuhan rantai pasok olahan buah keripik apel tinjauan pustaka mengenai struktur
(Gorvett dan Liu, 2006). kelembagaan rantai pasok.
Kelembagaan rantai pasok pada UKM 3) Analisis struktur kelembagaan rantai pasok dan
Excellent Fruits Unit II akan dianalisis dengan hubungan antar elemen diolah menggunakan
metode ISM dimana elemen yang dianalisis metode ISM.
diantaranya elemen kebutuhan program dan a. Penguraian elemen: pada tahapan ini elemen
kendala utama. Hasil output ISM berupa pola kelembagaan rantai pasok keripik apel
kelembagaan yang menjelaskan hubungan antar diidentifikasi dan didaftar, melalui diskusi
keempat elemen dengan kebutuhan rantai pasok dengan pakar.
keripik apel yang efektif. b. Penentuan pengaruh hubungan kontekstual
antar sub-elemen pada setiap elemen,
238 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
dengan penilaian matriks perbandingan kebutuhan yang berkaitan dalam kelembagaan
berpasangan menggunakan simbol V, A, X, rantai pasok yaitu: kontinuitas ketersediaan apel
O. ke UKM (a), peningkatan kualitas produk (b),
c. Penyusunan Structural Self Interaction meningkatkan keterampilan tenaga kerja dengan
Matrix (SSIM) pemberian training (c), pelatihan terhadap
d. Pembuatan Reachability Matrix (RM) manajemen (d), menjamin ketersediaan produk di
Transformasi SSIM ke dalam bentuk pasaran (e), pembelian produk secara online (f).
Reachability Matrix (RM) dengan Hasil diagram model structural terlihat pada
mengganti huruf V, A, X, O menjadi Gambar 2 dan matriks DP-D pada elemen
bilangan 1 dan 0. Dilanjutkan dengan kebutuhan program rantai pasok keripik apel
pengujian matriks RM menggunakan aturan terlihat pada Gambar 3.
transitivity. Pengujian ini berguna untuk
membentuk matriks yang tertutup. Petani
e. Pengklasifikasian sub-elemen
Mengklasifikasikan sub-elemen harus Manufacturer Distributor Retailer
mengacu pada hasil olahan dari Reachability
Tengkulak
Matrix yang telah memenuhi aturan
transitivitas. Hasil olahan tersebut
didapatkan nilai Driver-Power (DP) dan Bahan Baku
nilai Dependence (D) untuk menentukan
Produk Jadi
klasifikasi sub-elemen.
Elemen dan sub-elemen yang digunakan dalam Finansial
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Informasi

Gambar 1. Struktural Kelembagaan Rantai Pasok


TABEL I Keripik Apel
ELEMEN DAN SUB-ELEMEN KELEMBAGAAN RANTAI
PASOK KERIPIK APEL
f. Pembelian produk
No Elemen A. Sub-elemen
1. Kebutuhan a. Kontinuitas ketersediaan apel ke UKM Level 1 secara online
program b. Peningkatan kualitas produk
c. Meningkatkan keterampilan tenaga
kerja dengan pemberian training c. Meningkatkan keterampilan
d. Pelatihan terhadap manajemen
e. Menjamin ketersediaan produk di Level 2 tenaga kerja dengan pemberian
pasaran training
f. Pembelian produk secara online
2. Kendala a. Berkurangnya jaminan ketersediaan
utama apel
program b. Lokasi pemasok material yang tersebar a. Kontinuitas b. Peningkatan d. Pelatihan e. Menjamin
di beberapa daerah Level 3 ketersediaan apel kualitas terhadap ketersediaan produk di
c. Kualitas produk yang belum maksimal
d. Tenaga kerja yang kurang terampil ke UKM produk manajemen pasaran
e. Keterlambatan pasokan produk dari
UKM Gambar 2. Diagram Struktural Elemen Kebutuhan
f. Kehabisan persediaan produk

Berdasarkan Gambar 2. elemen kunci adalah


III. HASIL DAN PEMBAHASAN sub-elemen yang memiliki nilai DP tinggi
Rantai pasok adalah aliran produk dan menempati level dasar, yaitu (a), (b), (d), dan (e).
informasi yang diharapkan dapat menjembatani Hal ini menjadikan petunjuk bahwa keempat sub-
permintaan konsumen dan hubungan antara pelaku elemen merupakan kebutuhan vital bagi setiap
di dalam sistem pemasaran (Vorst, 2004). Kondisi lembaga yang harus terpenuhi, agar terciptanya
rantai pasok UKM Excellent Fruits Unit II dapat kelembagaan rantai pasok keripik apel yang
dilihat pada Gambar 1. efektif dan efisien. Menurut Maflahah (2010),
1) Analisis Elemen Kebutuhan Program kelembagaan yang efektif adalah tercapainya
Berdasarkan hasil diskusi dengan pemilik derajat pemenuhan kebutuhan manusia dengan
UKM dan studi literatur didapatkan 6 sub-elemen cara yang lebih baik. Selain itu Mulyadi (2011),

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 239


penerapan sistem logistik yang efektif dan efisien material yang tersebar di beberapa daerah (b),
perlu didukung dengan sumber daya manusia, kualitas produk yang belum maksimal (c), tenaga
manajemen logistik profesional dan teknologi kerja yang kurang terampil (d), keterlambatan
informasi yang maju akan mendorong sektor pasokan produk dari UKM (e), kehabisan
industri untuk memberikan nilai tambah bagi daya persediaan produk (f).
saing nasional. Hasil penilaian pakar terhadap hubungan
kontekstual antar sub-elemen kebutuhan ini
a b
menghasilkan diagram struktural pada Gambar 4
6 d e
dan Matrik DP-D elemen kendala program rantai
INDEPENDENT LINKAGE
5 IV III
pasok keripik apel yang disajikan pada Gambar 5.
DRIVER POWER

4
3
2 c
Level 1 c. Kualitas produk yang d. Tenaga kerja yang
AUTONOMUS DEPENDENT f
1 I II
belum maksimal kurang terampil
DEPENDENCE
0
1 2 3 4 5 6 a. Berkurangnya b. Lokasi pemasok material e. Keterlambatan
f. Kehabisan
jaminan ketersediaan yang tersebar di beberapa pasokan produk dari
Gambar 3. Matrik DP-D Elemen Kebutuhan Level 2
apel daerah UKM
persediaan produk

Berdasarkan Gambar 3. menunjukkan sub- Gambar 4. Diagram Struktural Elemen Kendala


elemen kunci yang masuk dalam matriks DP-D
berada posisi Linkage (sektor ini akan Diagram model struktural elemen kendala
memberikan dampak besar terhadap sub-elemen program terdapat 2 level, menunjukkan bahwa
lainnya, diperlukan kehati-hatian dalam mengkaji). elemen kunci adalah sub-elemen yang memiliki
Sub-elemen kontinuitas ketersediaan apel ke UKM nilai DP tinggi menempati level dasar, yaitu:
(a), peningkatan kualitas produk (b), pelatihan berkurangnya jaminan ketersediaan apel (a), lokasi
terhadap manajemen (d), dan menjamin pemasok material yang tersebar di beberapa
ketersedian produk di pasaran (e). Hal ini daerah (b), keterlambatan pasokan produk dari
dikarenakan sub-elemen tersebut memiliki UKM (e), kehabisan persediaan produk (f). Jika
peranan penting dalam rantai pasok keripik apel jaminan bahan baku berkurang dan lokasi
kupas yang harus terpenuhi agar mampu tengkulak yang tersebar di beberapa daerah maka
memaksimalkan tujuan dan persepsi dan antar akan berimbas pada keterlambatan bahan baku dan
lembaga. kehabisan produk di retailer, sehingga semua
Sub-elemen meningkatkan keterampilan aktivitas pada rantai pasok menjadi terganggu.
tenaga kerja dengan pemberian training (c) dan Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen yang baik
pembelian produk secara online (f) pada sektor II agar mampu meminimalisir kendala yang timbul
Dependent (sektor elemen tidak bebas), karena dalam setiap pelaku rantai pasok. Menurut Siagian
meningkatkan keterampilan tenaga kerja dengan (2005), manajemen logistik mengutamakan
pemberian training dan pembelian produk secara pengelolaan termasuk arus barang dalam
online tidak berpengaruh terhadap elemen kunci perusahaan. Begitu pula dengan supply chain
dari kebutuhan. Melainkan peningkatan kualitas management yang mengutamakan arus barang
produk harus diimbangi dengan keterampilan antar perusahaan, mulai dari awal kegiatan
tenaga kerja yang sesuai. Berdasarkan Yossa sampai produk akhir hingga ketangan konsumen.
(2013) Karyawan atau sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan tinggi atau skill akan sangat 6
menunjang tercapainya visi dan misi suatu industri 5
INDEPENDENT
IV
LINKAGE
III
DRIVER POWER

untuk segera maju dan berkembang pesat. 4


a
e
b
f

2) Analisis Elemen Kendala Program 2 c d


AUTONOMUS DEPENDENT
I II
Sub-elemen kendala yang berkaitan dalam 1
DEPENDENCE
kelembagaan rantai pasok yaitu: berkurangnya 0
1 2 3 4 5 6
jaminan ketersediaan apel (a), lokasi pemasok
Gambar 5. Matrik DP-D Elemen Kendala
240 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Berdasarkan Gambar 5. Menunjukkan Nomor :007/Add/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/
berkurangnya jaminan ketersediaan apel (a), lokasi V/2015, tanggal 12 Mei 2015.
pemasok material yang tersebar di beberapa b. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
daerah (b), keterlambatan pasokan produk dari Masyarakat, Universitas Brawijaya Malang
UKM (e), kehabisan persediaan produk (f) berada yang telah mensupport dan melakukan
pada sektor III (Linkage). Jika kendala tersebut evaluasi untuk keberhasilan penelitian ini.
tidak diminimalisir maka terganggunya sistem c. Pelaku UKM Excellent Fruits II di Kota Batu
manajemen rantai pasok keripik apel. Oleh karena yang telah bekerjasama dalam sharing ilmu
itu, dibutuhkan komunikasi yang baik dan dan wawasan dalam kelembagaan rantai
perencanaan persediaan dalam setiap lembaga. pasok keripik apel
Kinerja manajemen rantai pasok merupakan d. Mahasiswa sebagai Tim Peneliti dalam
aktivitas pemenuhan permintaan konsumen yang Kelembagaan Rantai Pasok untuk Klaster
dinyatakan secara kuantitatif, maka dibutuhkan Olahan Apel di Kota Batu
pengukuran kinerja yang bertujuan untuk
menciptakan proses penyampaian (delivery) secara DAFTAR PUSTAKA
fisik. Champion, S.C. dan A.P.Fearne. 2004. Supply
Sub-elemen (c) dan (d) berada di Autonomus Chain Management: A First Principles
(sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan Consideration of Its Application to Wool
sistem, dan mungkin mempunyai hubungan Marketing. Jurnal Wool Technology of Sheep
sedikit), dimana kualitas keripik apel kurang Breeding 49 (3): 222-236).
maksimal disebabkan kurang terampilnya tenaga Chopra, S dan P. Meindel. 2007. Supply Chain
kerja. Kendala tersebut kurang lebih menghambat Management: Strategy, Planning and
kinerja dari UKM dalam pemenuhan produk Operation. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
secara kuantitas dan kualitas.
Gorvett, R., dan Liu, N. 2006. Interpretive
IV. KESIMPULAN Structural Modelling of Interactive Risks.
Chicago: Enterprise Risk Management
Struktur kelembagaan rantai pasok yang Symposium, Society of Actuaries.
digunakan oleh UKM Excellent Fruits Unit II
adalah petani, tengkulak, manufacturer, distributor Jacobs, F. R. dan Richard B. C. 2015. Manajemen
dan retailer. Operasi dan Rantai Pasok. Jakarta: Salemba
Elemen kunci yang berkaitan dengan Empat. Hal: 12-15.
kelembagaan UKM Excellent Fruits Unit II yaitu Jitesh, T., K. Arun dan S.G. Deshmukh. 2008.
sub-elemen kebutuhan antara lain kontinuitas Interpretive Structural Modeling (ISM) of IT
ketersediaan apel ke UKM, peningkatan kualitas enablers for Indian Manufacturing SMEs”.
produk, pelatihan terhadap manajemen, dan Information Management and Computer
menjamin ketersedian produk di pasaran. Sub- Security. 16(2): 113-136
elemen kendala yaitu berkurangnya jaminan Maflahah, I. 2010. Model Sistem Kelembagaan
ketersediaan apel, lokasi pemasok material yang Pengembangan Industri Talas. Agrointek 4(2):
tersebar di beberapa daerah, keterlambatan 1-2.
pasokan produk dari UKM, kehabisan persediaan Mahajan, V.B., J.R. Jadhav, V.R. Kalamkar, dan
produk. B.E. Narkhede. 2013. Interpretive Structural
Modelling for Challenging Issues in JIT Supply
UCAPAN TERIMA KASIH Chain: Product Variety Perspective.
a. Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada International Journal Supply Chain
Masyarakat Direktorat Jenderal Pembelajaran Management. 2(4): 50-63
dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Mulyadi, D. 2011. Pengembangan Sistem Logistik
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sesuai yang Efisien dan Efektif Dengan Pendekatan
dengan Addendum Surat Perjanjian Supply Chain Management. Jurnal Riset
Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Industri 5(3):1-8
Program Direktorat Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 241
Siagian, Y. M. 2005. Aplikasi Supply Chain Yossa, S. dan Zunaidah. 2013. Analisis Pengaruh
Management dalam Dunia Bisnis. Jakarta: PT. Kemampuan Karyawan, Pembagian Tugas, dan
Gramedia Widiasarana Indonesia. Hal: 8-15. Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.
Sukardi. 2011. Aplikasi Six Sigma Pada Pengujian Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang
Kualitas Produk di UKM Keripik Apel Palembang. Jurnal Manajemen dan Bisnis
Tinjauan Dari Aspek Proses. Jurnal Teknologi Sriwijaya 11 (4): 1-24.
Pertanian 12 (1): 1-7.
Vorst, J.G.A.J. van der, 2004. Supply Chain
Management: Theory and Practice. Hoofdstuk:
Elsevier

242 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Optimasi Pengeringan Gula Semut Menggunakan Pengering Tipe Kabinet
[Optimization in Cristals Palm Sugar Drying Using Cabinet Dryer]
Siswantoro, Wiludjeng Trisasiwi, Agus Andrianto
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman
Jalan Dr. Soeparno Karangwangkal, Purwokerto, 53123
E-mail: siswantoro_07@yahoo.co.id

Abstract— Banyumas is the center of palm sugar in Central Java in Indonesia. In 2013 there were
approximately 26,863 units of the palm sugar producer with a production of 63,102 tons per year. One
innovation of the products of palm sugar is crystals palm sugar. The problems that often exist in making
crystals palm sugar is the drying process that requires more energy compared to other stages of the process,
due to the drying process is not efficient. This study was conducted to find the optimal drying capacity that
produces a good quality of crystal palm sugar and low energy consumption. Dryer used is the dryer cabinet
has 33 pan using LPG fuel. The purpose of the study is (1) Knowing the capacity of palm sugar crystals
optimal and (2) Determine the optimal drying time. Research conducted at the “Sansibar” Small Enterprises,
in Panembangan Village, Cilongok District, Banyumas Regency. The observed variables include: the amount
of energy used for drying, drying efficiency, moisture content of crystals palm sugar before and after drying,
and drying rate. The results showed that the drying process without load the cabinet dryer took 15 minutes to
raise the air temperature from about 30oC to 50oC, optimum capacity is 165 kg of crystals palm sugar, and
drying time is needed to decrease water content from 7-8% to 0.8-2% is 2 to 3 hours. The rate of decrease in
the water content of crystals palm sugar dried of 0.0162%.

Keywords— Cabinet dryer, crystals palm sugar, capacity, drying time, drying rate.

I. PENDAHULUAN TABEL I
SENTRA USAHA GULA KELAPA DI EMPAT
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu
KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS
daerah penghasil gula kelapa yang sangat Jml Produksi
potensial di Jawa Tengah bahkan di Indonesia. Kecamatan Jml Unit Usaha
(kg/hari)
Menurut data dari Dinas Perindustrian dan 1. Cilongok 8.560 29.960
Perdagangan Kabupaten Banyumas (2012), pada 2. Ajibarang 2.104 7.364
tahun 2012 terdapat kurang lebih 28.300 unit
3. Wangon 4.130 14.455
usaha gula kelapa dengan volume produksi
4. Somagede 1.488 5.208
mencapai 23.772 ton per tahun yang tersebar Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Koperasi Kabupaten
dalam 14 kecamatan. Dari 14 kecamatan tersebut, Banyumas (2012).
ada 4 kecamatan yang perkembangan usaha rumah Gula kelapa kristal atau sering juga disebut
tangga gula kelapanya sangat produktif yaitu gula semut merupakan pengembangan dari produk
Ajibarang, Somagede, Cilongok dan Wangon, gula kelapa cetak. Kelebihan gula kelapa kristal
seperti seperti terlihat pada Tabel 1. dibandingkan gula kelapa cetak adalah lebih
mudah larut karena berbentuk kristal, bentuknya pengeringan dilakukan dengan memperhatikan
lebih menarik, harga jualnya lebih mahal, kontak antara alat pengering dengan alat pemanas
pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, serta baik berupa udara panas yang dialirkan maupun
rasa dan flavournya lebih khas. alat pemanas lainnya. Namun demi pertimbangan
Pemanfaatan gula kelapa kristal sama dengan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak
gula kelapa cetak yakni dapat dipakai sebagai lebih dari 85oC.
bumbu masak, dan sebagai pemanis makanan Tujuan penelitian adalah: (1) mengetahui
maupun minuman (Mustaufik dan Haryanti, 2006). kapasitas optimal pengering gula kelapa kristal
Pengurangan kadar air dalam proses (gula semut), dan (2) mengetahui waktu
pembuatan gula kelapa kristal sampai 3% sebagai pengeringan optimal; dalam proses pengeringan
yang disyaratkan oleh SNI (Tabel 2) dapat menggunakan cabinet dryer.
dilakukan dengan pengeringan cara langsung di
bawah sinar matahari atau dengan menggunakan II. METODE PENELITIAN
alat pengering (dryer). Namun, cuaca sering Penelitian ini dilakukan di UD Sansibar, Desa
menjadi kendala dalam proses pengeringan gula Panembangan, Kecamatan Cilongok, Kabupaten
kelapa kristal (Dinas Perindustrian Kabupaten Banyumas. UD Sansibar ini merupakan UKM
Banyumas, 2011), sehingga lebih dipilih binaan Unsoed melalui Program Pengabdian Hi-
pengeringan mekanis dengan cabinet dryer. Link Kemenristek DIKTI tahun 2016.

TABEL II A. Bahan dan Peralatan


PERSYARATAN MUTU GULA KELAPA KRISTAL SESUAI Bahan yang digunakan dalam penelitian
DENGAN SNI (SII 0268-85) adalah gula semut yang kadar air awalnya rata-rata
Komponen Kadar sekitar 8% dan bahan untuk analisis kimia.
Pengering mekanis yang digunakan yaitu cabinet
Gula (jumlah sakarosa dan Minimum 80,0
gula reduksi) (%) dryer dilengkapi dengan blower, sumber energi
Sakarosa (%) Minimum 75,0 gas LPG, terdiri atas 3 ruang dan setiap ruang
Gula reduksi (%) Maksimum 6,0 memiliki 11 nampan/loyang dengan kapasitas
Air (%) Maksimum 3,0 maksimum sekitar 200 kg gula semut setiap kali
Abu (%) Maksimum 2,0 pengeringan. Alat ukur yang digunakan adalah
Bagian-bagian tak larut air Maksimum 1,0
(%) termometer infrared, stopwatch, timbangan digital
Zat warna Yang diijinkan dan timbangan analitik dan seperangkat alat untuk
Logam-logam berbahaya Negatif analisis kimia.
(Cu, Hg, Pb, As)
Pati Negatif B. Prosedur Penelitian
Bentuk Kristal atau serbuk Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Sumber: Dewan Standar Nasional Indonesia (1995). Rancangan Acak Kelompok (RAK) 1 faktor yaitu
Proses pengeringan dipengaruhi oleh massa bahan gula semut awal dengan kadar air
perbedaan tekanan uap, suhu, kelembaban udara rata-rata 7,5% basis basah yang dikeringkan di
lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, dalam cabinet dryer, terdiri dari 3 taraf yaitu
kandungan air yang diinginkan, energi kapasitas 132 kg, 165 kg, dan 198 kg; masing-
pengeringan dan kapasitas pengeringan (Setyoko masing diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat
et al., 2008). Pengeringan yang terlampau cepat 9 unit percobaan.
dapat merusak bahan karena permukaan bahan Variabel yang diamati dalam penelitian adalah:
terlalu cepat kering sehingga kurang dapat 1. Kadar air bahan basis basah (Sudarmadji et al.,
diimbangi oleh kecepatan gerakan air dari bahan 1996).
menuju permukaan. Pengeringan cepat juga Ka(bb) = x 100% ............................ (1)
menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan A = massa air yang terkandung dalam bahan (kg)
sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi B = massa bahan kering (kg)
menguap karena terhambat.
Suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat
merusak bahan. Pengaturan suhu dan waktu

244 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


1. Analisis Laju Pengeringan dengan standar mutu (SNI 01-3743-1995) dalam
waktu 2-3 jam. Dibandingkan jika pengeringan
Pengeringan gula semut dimulai dari kadar
langsung dengan matahari membutuhkan waktu
air bahan awal 7-8% dan di akhiri setelah kadar air
yang cukup lama sekitar 2-3 hari (Mustaufik,
bahan mencapai sekitar 2%. Analisis data
2005), kelebihan cabinet dryer ini cukup
dilakukan dengan mengasumsikan bahwa gula
signifikan. Laju penurunan kadar air selama
semut yang diletakkan dalam nampan merupakan
pengeringan dapat dilihat pada Gambar 1 dan
bahan lapis tipis (thin layer) dan proses
Gambar 2 berikut.
pengeringan sudah memasuki periode laju
pengeringan menurun. Konstanta laju pengeringan
dianalisis menggunakan persamaan kinetika orde 1
sesuai dengan Persamaan 2:
= - k (M-Me) ………………… (2)

Dengan metode pemisahan variabel dan


pengintegralan, menjadi:
Ln = - k t ………………… (3)
Gambar 1. Penurunan kadar air selama 3 jam
Persamaan 3 identik dengan persamaan garis pengeringan pada kapasitas 132 kg gula kelapa kristal.
lurus dimana ln sebagai sumbu y dan t
sebagai sumbu x, sedangkan k merupakan
konstanta laju pengeringan.
Nilai konstanta laju pengeringan selanjutnya
digunakan untuk memprediksi nilai kadar air
bahan selama pengeringan sebagai uji validasi
persamaan yang digunakan. Prediksi kadar air
bahan dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan berikut :
Mt = (Mo - Mt) x e –kt + Me………….. (4) Gambar 2. Penurunan kadar air selama 3 jam
pengeringan pada kapasitas 165 kg gula kelapa kristal.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uraikan hasil dan pembahasan dengan Debit aliran udara berpengaruh terhadap
ringkas dan jelas. Penjelasan dapat menggunakan penurunan kadar air yang diuapkan setiap jam nya,
tabel dan gambar. Penjelaskan diharapkan diurai sama seperti hubungan waktu pengeringan
berdasarkan parameter penelitian yang digunakan. terhadap penurunan kadar air, semakin besar debit
Percobaan diawali dengan pengujian kinerja udara penurunan kadar air semakin rendah
cabinet dryer tanpa beban, dilakukan untuk (Nugroho, 2012).
mengetahui panas yang dihasilkan oleh sistem Dari Tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa
pengering serta waktu yang dibutuhkan untuk semakin tinggi kapasitas gula kelapa kristal yang
mencapai suhu udara dalam ruang pengering 50- dikeringkan maka konsumsi energi bahan bakar
60oC. Hasil yang didapatkan berdasarkan gas LPG juga semakin tinggi. Sedangkan kalau
penelitian untuk mencapai suhu 50oC dibutuhkan dilihat dari kadar air akhir gula kelapa kristal yang
waktu sekitar 15 menit. dicapai, pengeringan 2 jam sudah mencapai kadar
air sekitar 2% sesuai SNI. Sehingga dapat
A. Kapasitas Pengeringan disimpulkan bahwa kapasitas pengeringan optimal
Berdasarkan penelitian dan hasil analisis, adalah 165 kg dan waktu pengeringan optimal
dapat disimpulkan bahwa alat pengering gula adalah 2 jam.
semut di UD. Sansibar mampu menghasilkan gula
semut kering dengan kadar air 2-3 % sesuai

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 245


B. Laju Pengeringan penelitian melalui Program Pengabdian Hi-Link
tahun 2016 (tahun pertama).
Hasil dari perhitungan rata-rata konstanta laju
pengeringan ditampilkan pada Tabel 3, sedangkan DAFTAR PUSTAKA
konsumsi bahan bakar gas LPG selama 3 jam
pengeringan disajikan pada Tabel 4. Dapat dilihat Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Standar
bahwa dari 3 perlakuan kapasitas pengeringan Nasional Gula Palma. Dewan Standar
yaitu 132 kg, 165 kg dan 198 kg tidak Nasional. Jakarta. 15 hal.
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hartati, A., Siswantoro dan T. Yanto. 2016.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengeringan Laporan Kemajuan Program Hi-Link.
dengan kapasitas 165 kg yang optimal ditinjau dari Standarisasi Produk Dan Pengembangan Proses
konsumsi bahan bakar gas LPG, waktu Produksi Gula Kelapa Kristal Organik Untuk
pengeringan dan kadar air bahan akhir yang dapat Ekspor. Universitas Jenderal Soedirman
dicapai. Purwokerto.
Mustaufik. 2005. Pengembangan Teknologi
TABEL III Produksi Gula Semut Berstandar Mutu SNI.
HASIL KONSTANTA LAJU PENGERINGAN LPPM Universitas Jenderal Purwoerto.
Kapasitas Ulangan 132 kg 165 kg 198 kg Purwokerto.
1 0,0156 0,0175 0,0165 Mustaufik dan P. Haryanti. 2006. Evaluasi Mutu
2 0,0156 0,0172 0,0162 Gula Kelapa Kristal yang Dibuat dari Bahan
3 0,0149 0,0167 0,0167 Baku Nira dan Gula Kelapa Cetak. Laporan
Rata-rata 0,0153 0,0171 0,0165 Penelitian. Peneliti Muda Dikti Jakarta.
Jurusan Teknologi Pertanian Unsoed.
TABEL IV Purwokerto
ENERGI YANG DIBUTUHKAN (KJ) PADA 3 KAPASITAS Nugroho, B. 2012. Pengaruh Laju Udara dan Suhu
PENGERINGAN Selama Pengeringan Kelapa Parut Kering
Secara Pneumatic. Jurusan Teknik Pertanian
Kapasitas Ulangan 132 kg 165 kg 198 kg
dan Biosistem. Universitas Gadjah Mada.
1 60850,65 70327,38 73125,67 Prosiding Seminar Nasional PERTETA, 30
2 67422,88 74552,38 75465,10
November – 2 Desember 2012, Malang.
3 68127,04 72439,88 74987,28
Rata-rata 65466,85 72439,88 74526.02
Pemerintah Kabupaten Banyumas. 2012. Laporan
Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan IKM Di
IV. KESIMPULAN Pengrajin Tempurung Somacoco, Desa
Sokawera, Kecamatan Somagede, Kabupaten
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Banyumas. 2012.
dapat disimpulkan: Pemerintah Kabupaten Banyumas. 2011. Laporan
(1) Waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu Kegiatan Seksi Industri Pertanian dan
udara di dalam cabinet dryer kondisi tanpa Kehutanan Bidang Perindustrian. Dinas
beban dari suhu udara lingkungan 30oC sampai Perindustrian Perdagangan Dan Koperasi
50oC adalah 15 menit, Kabupaten Banyumas Tahun 2011.
(2) Kapasitas pengeringan optimal cabinet dryer Setyoko B., Senen, S. Darmanto, 2008.
untuk pengeringan gula kelapa kristal dari Pengeringan ikan teri dengan sistem vakum dan
kadar air awal rata-rata 7,5% sampai kadar air paksa. Majalah Info. Edisi XI, No 1 Pebruari
sekitar 2-3% basis basah adalah 165 kg. 2008.
(3) Waktu pengeringan yang optimal yang dipilih Sudarmadji, S., Suhardi dan B. Haryono. 1996.
ditinjau dari kadar air akhir gula kelapa kristal Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
yang dicapai dan konsumsi bahan bakar gas Yogyakarta : Liberti Yogyakarta
LPG adalah 2 jam.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih disampaikan kepada Kemenristek
DIKTI yang telah memberikan dana untuk

246 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Biokimia, Gizi, dan Pangan Fungsional

Pengaruh Formulasi Bahan Terhadap Daya Cerna Pati (Secara In Vitro) Mi Kering Sagu
Hilka Yuliani, Slamet Budijanto, Nancy Dewi Yuliana
Kajian Peningkatan Kualitas Beras Merah ( Oryza Nivara) Instan
Sumartini dan Hervelly
Pengaruh Penambahan Rempah dan Proses Pengolahan Terhadap Daya Cerna Pati (Secara In Vitro)
Beras Analog
Maya Indra Rasyid, Slamet Budijanto, dan Nancy Dewi Yuliana
Positive Deviance Gizi dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Miskin di Desa Baru,
Kabupaten Sarolangun, Jambi
Merita dan Hesty
Pengaruh Penambahan Gula Aren Terhadap Sifat Kimia dan Sifat Organoleptik Minuman
Fungsional Daun Sirsak(Annona muricata Linn.)
M. Ardianto, D. Renate, A. Yulia
Pengaruh Pengenceran Ekstrak Daun Sambung Nyawa (Gynarum Procumbens ) Terhadap Sifat
Fisikokimia Dan Organoleptik Minuman Fungsional Sumber Antioksidan
Indriyani dan Yernisa
Kandungan Gizi Tepung Tempe yang Terbuat dari Varietas Kedelai Lokal dan Impor
Mursyid, Made Astawan, Deddy Muchtadi, Maryani Suwarno

Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Bahan Alternatif Minuman Instan Berkalsium Tinggi
Misril Fuadi dan Wiri Arianingrum
Penambahan Sodium Tripolipospat Menurunkan Respon Glikemik Nasi
Samsu Udayana Nurdin, Ria Amurwani, Asep Sukohar, dan Siti Nurdjanah
Pembuatan dan Karakterisasi Beras Warna dengan Penambahan Pigmen Alami dari Umbi Bit
(Beta vulgaris L.)
Alsuhendra dan Ridawati
Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Bahan Alternatif Minuman Instan Berkalsium Tinggi
Misril Fuadi dan Wiri Arianingrum
Pengaruh Waktu Fermentasi Asam Terhadap Stabilitas Vitamin C Pada Vinegar Pepaya (Carica
Papaya L)
Nur Hidayat, Sakunda Anggarini, dan Khusnul Lailatul Latifah
Penggunaan Response Surface Methode untuk Optimasi Kandungan Fenol dan Aktivitas
Antioksidan pada Proses Pencampuran Stevia-Teh Hijau
Tarsisius Dwi Wibawa Budianta dan Adrianus Rulianto Utomo
Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih
Pepaya (Carica papaya. L)
Jasmi, Chairuddin, dan Rozi Amrullah
Pengaruh Formulasi Bahan Terhadap Daya Cerna Pati
(Secara In Vitro) Mi Kering Sagu
[The Effect of The Material Formulation on In Vitro Starch
Digestibility of DriedSago Noodles]
Hilka Yuliani1, Slamet Budijanto2, Nancy Dewi Yuliana2
1
Program Studi Agroteknologi, FakultasPertanian, Universitas Teuku Umar,
Alue Peunyareng Meulaboh, Aceh Barat, 23615
E-mail: hilkayuliani86@gmail.com
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Abstract— Noodles was produced from purified starch or combining flour has high starch digestibility. The
dried sago noodles without mung bean flour added has 86.00% starch digestibility value so that the necessary
additional material that can decreased the digestibility of the starch. The aims of this study was determined
the effect of mung bean flour added on starch digestibility value of dried sago noodles. Formula was done
byusingMixtureDesign (DX7)withsagostarch and mung bean flouras variables(80-100%and 0-20%;
respectively). The starch digestibility was performed using in vitro methods was analyzed with
spectroscopically. The results showedthat increasing amount of mung bean flour will decrease the value of
starch digestibility of driedsago noodles was produced. The lowest starch digestibility derived from
formulations of sago starch:mung bean flour is 80: 20% amounting 64.69%.
Keywords—Dry Sago noodles, mung bean flour, starch digestibility

Purwandari et al. (2014) menggunakan tepung


I. PENDAHULUAN labu, tepung konjak; Liu et al. (2012)
Pati sagu sebagai produk utama dari tanaman menggunakan sorgum; dan Padalino et al. (2013)
sagu mempunyai prospek yang baik untuk menggunakan pati jagung.
dikembangkan sebagai produk pangan. Salah satu Mi sagu memiliki beberapa kelemahan d
produk pangan yang potensial dari pati sagu iantaranya tekstur yang keras dan lengket
adalah mi sagu.Mi sagu termasuk dalam golongan sehingga kurang disukai serta memiliki daya
mi pati yaitu mi yang terbuatdari pati dan atau cerna pati yang tinggi. Penambahan tepung
kombinasi dengan tepung dari bahan non terigu kacang hijau yang diharapkan dapat menurunkan
(Tan et al. 2009). daya cerna pati mi kering sagu, karena kacang
Studi mengenai penggunaanpatiyang berbeda hijau memiliki daya cerna pati yang rendah.
untukpembuatan mi telah dilakukan diantaranya Hasil pengukuran kemampuan enzim dalam
olehCollado et al. (2001) dan Lee et al. (2005) mencerna pati umumnya digunakan sebagai
yang menggunakan pati ubi jalar; Thao dan metode untuk mengukur kecepatan indek
Noomhorm (2011) yang menggunakan campuran glikemik secara in vivo. Respon glikemik dan
antara pati kacang hijau dan pati ubi jalar; Yadav kebutuhan insulin berhubungat erat dengan
et al. (2011) menggunakan tepung beras; kemampuan enzim. Kemampuan tersebut
tergantung dari rangkaian struktur dari komponen Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia
pasta dan juga ukuran serta suhu pengeringan Pangan dan Laboratorium Pengolahan Pangan,
(Petitot et al. 2009).Tujuan dari penelitian ini Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut
yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan Pertanian Bogor.
tepung kacang hijau terhadap daya cerna pati mi
A. Bahan dan Peralatan
kering sagu. Daya cerna pati secara in vitro
merupakan salah satu cara untuk memprediksi Bahan-bahan yang digunakan adalah pati sagu
pengaruh fisiologis dari pencernaan makanan. (Metroxylon sago R.) dan GMS(Glycerol
Kacang hijau mengandung kadar amilosa yang Monostearate)diperoleh dari PT. Lautan Luas
tinggi sebesar 40% (Tanet al. 2006). Kandungan Jakarta, kacang hijau dibeli di Pasar Anyar Bogor,
amilosa akan mempengaruhi sifat fisik dan dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk
fungsional mi yang dihasilkan.Kacang hijau analisis antara lain enzim alfa amilase, asam
memiliki daya cerna pati yang rendah dan dinitrosalisilat, maltosa, pati standar, serta bahan
kandungan pati resisten yang tinggi (Shandua & kimia lainnya.
Lim 2008). Kacang hijau yang mengalami Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
beberapa perlakuan pengolahan akan merubah adalah dough mixer, pin disc mill,twin screw
sifat fisik seperti tekstur (kekerasan, kekompakan, extruder (Berto BEX-DS-2256), timbangan
gumminess dan chewiness) dan karakteristik daya analitik, rak pengering, desikator, inkubator,
cerna pati secara in vitro. Proses pengolahan yang penangas air, vortex, dan spektrofotometer UV-
mempengaruhi daya cerna pati diantaranya Vis (Shimadzu, Japan).
perendaman, perkecambahan, pemasakan dan B. Prosedur Penelitian
autoklaf. Tepung yang dibuat dengan pengolahan
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu
yang berbeda akan menghasilkan sifat yang
tahap persiapan dan karakterisasi bahan baku,
berbeda seperti tepung kacang hijau yang dibuat
penetapanformulasi bahan,dan analisis daya cerna
dengan perlakuan perkecambahan akan
pati.
menghasilkan viskositas puncak dan akhir yang
tertinggi sedangkan tepung yang terbuat dari 1. Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku
perlakuan autoklaf menunjukkan nilai viskositas Pada tahap awal yang dilakukan yaitu
puncak dan akhir yang terendah (Kaur et al. 2013). pembuatan tepung kacang hijau. Pembuatan
Berbagai perlakuan pengolahan meningkatkan tepung kacang hijau menggunakan metode
kandungan pati mudah cerna (RDS) kacang hijau, Blessing dan Onwuka I (2010). Proses pembuatan
sedangkan kandungan pati lambat dicerna tepung ini dimulai dari sortasi kacang hijau yang
(SDS)tepung kacang hijau tanpa perlakuan lebih utuh dan tidak cacat, kemudian digiling dengan
tinggi. Tepung kacang hijau tanpa pengolahan menggunakan pindisc mill. Tepung yang
memilikitingkat hidrolisis pati rendah pada semua diperoleh diayak dengan ayakan 80 mesh.
suhu dengan jumlah hidrolisis 29.90% dalam Karakterisasi bahan baku dilakukan dengan
waktu 180 menit (Kaur et al. 2013).Menurut cara analisis kimia yang berupa analisis proksimat,
Metzger et al. (1996) kacang hijau memiliki daya amilosa dan daya cerna pati.
cerna pati secara in vitro sebesar 40% dalam
waktu 30 menit sedangkan pati gandum 2. Formulasi Mi Kering Sagu
mempunyai nilai daya cerna in vitro 62% dalam Proses pembuatan mi sagu meliputi
waktu 30 menit, sehingga kacang hijau baik pencampuran bahan kering (pati sagu, tepung
digunakan untuk mengganti atau menstubtitusi kacang hijau, dan GMS (2% dari total bahan
gandum dalam pembuatan mi sehingga kering)), kemudian dicampurkan air diaduk
menghasilkan mi dengan sifat fungsional yang selama 5 menit. Adonan diekstrusi pada suhu 80-
lebih baik dan dapat dikonsumsi oleh penderita 900C. Untaian mi kemudian dikeringkan
diabetes. menggunakan oven rak pengering pada suhu 500C
selama 120 menit.
METODE PENELITIAN
II. Pada tahap penelitian pendahuluan untuk
Penelitian ini dilaksanakan di Gedung F- menetapkan kisaran persentase tepung kacang
Technopark, Fakultas Teknologi Pertanian, hijau adalah 20, 30 dan 40% melalui hasil trial

250 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


and error, suhu proses dalam ekstruder 80-900 C kemudian ditambahkan dengan 100 ml air
dan kecepatan screw ekstruder 25.1 Hz. aquades. Labu Erlenmeyer ditutup dengan
Kemudian dilakukan penetapan kisaran kadar air aluminium foil dan dipanaskan dalam penangas
tepung yaitu 50, 60, 70 % (basis kering) air selama 30 menit sampai mencapai suhu 90oC,
berdasarkan hasil trial and errorsuhu proses kemudian didinginkan. Diambil sebanyak 2 ml
dalam ekstruder 80-900 C dan kecepatan screw larutan sampel, dimasukkan ke dalam tabung
ekstruder 25.1 Hz. Mi sagu yang keluar dari reaksi, ditambahkan 3 ml aquades dan 5 ml
ekstruder dengan kecepatan ekstruder yang larutan buffer Na-fosfat 0.1 M dengan pH 7.0.
konstan dan dalam bentuk mi yang seragam yang Masing-masing sampel dibuat dua kali, yang salah
dilihat secara visual dapat ditetapkan sebagai satunya digunakan sebagai blanko. Tabung
kondisi steady state.Sampel diambil setelah mi ditutup dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15
yang keluar sepanjang kira-kira 1 meter. menit. Larutan sampel dan blanko diangkat dan
Pada penelitian ini ditetapkan dua variabel ditambahkan 5 mllarutan enzim α-amilase (1
yaitu pati sagu dan tepung kacang hijau. mg/ml dalam larutan buffer fosfat pH 7.0) dan
Formulasi diperoleh dengan menggunakan diinkubasi lagi pada suhu 37oC selama 30 menit
rancangan percobaan D-Optimal Design dengan lalu dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup
program Design Expert(DX7). Faktor yang berisi 2 ml larutan asam dinitrosalisilat.
digunakan sebagai variable adalah pati sagu (80- Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama
100%) dan tepung kacang hijau (0-20%).Kisaran 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air
nilai masing-masing variable ditetapkan mengalir. Sebanyak 10 ml aquades ditambahkan
berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian dalam larutan dan diaduk hingga homogen dengan
pendahuluan.Respon yang dipakai adalah cooking menggunakan vortex. Larutan sampel dan blanko
loss, elongasi, kekerasan dan kelengketan tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan
(Yuliani et al. 2015). Program Mixture spektrofotometer UV-Vis pada panjang
Design(DX7) dengan dua variable akan gelombang 520 nm. Daya cerna pati sampel
menghasilkan 13 formula.Penetapan model untuk dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati
respon yang diukuryaitu daya cerna pati murni sebagai berikut:
menggunakan Mixture Design(DX7). Daya Cerna Pati = x 100 %
3. Analisis Daya Cerna Pati (Muchtadi et al. 1992)
Keterangan:
Daya cerna pati in vitro dianalisis secara a=kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis
spektroskopi yang mencakup tahap pembuatan b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis

kurva standar maltosa dan analisis sampel sebagai


berikut: III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Kurva Standar Larutan Maltosa
1. Karakteristik Kimia Bahan Baku
Sebanyak 1 ml larutan maltosa standar yang
Analisis proksimat terhadap bahan baku
mengandung 0.0; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 mg
dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia
maltose dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang mempengaruhi produk yang dihasilkan
bertutup, kemudian ditambahkan masing-masing
sebelum dilakukan proses pengolahan. Bahan
2 ml larutan asam dinitrosalisilat. Larutan
baku dalam pembuatan mi sagu pada penelitian
dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit,
ini adalah pati sagu dan tepung kacang
kemudian segera didinginkan dengan air mengalir.
hijau.Analisis kimia yang dilakukan diantaranya
Ditambahkan aquades 10 ml ke dalam larutan
yaitu analisis proksimat yang terdiri dari analisis
tersebut kemudian diaduk hingga homogen
kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat
dengan menggunakan vortex. Sampel diukur
serta analisis daya cerna pati. Hasil analisiskimia
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
pati sagu dan tepung kacang hijau ditunjukkan
pada panjang gelombang 520 nm.
pada Tabel I.
Analisis Sampel Pati sagu mengandung amilosa 21.38%,
Sebanyak 1 g sampel mi keringatau pati sedangkan kacang hijau mengandung amilosa
standar dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml, sebesar 40% (Tanet al. 2006). Dalam pembuatan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 251
mi berbahan baku pati, kandungan amilosa pati dengan 0.05). Berikut disajikan hasil rancangan
sangat mempengaruhi mi yang dihasilkan. Hal ini formula beserta analisis respon daya cerna pati
dikarenakan, pati menggantikan peran gluten (Tabel II).
dalam menentukan tekstur mi melalui proses TABEL II
retrogradasi. Menurut Tan et al. (2009) RANCANGAN FORMULA MI KERING HASIL
retrogradasi terjadi pada saat pendinginan dimana PROGRAM MIXTURE DESIGN (DX7) BESERTA
molekul pati berikatan kembali membentuk kristal RESPON DAYA CERNA PATI
yang komplek.Selain itu, amilosa akan Tepung kacang Respon Daya
Formula Pati sagu (X1)
mempengaruhi daya cerna pati suatu produk. hijau(X2) Cerna Pati(%)
1 90.00 10.00 75.58
Menurut Li et al. (2011) beras dengan kandungan 2 92.00 8.00 76.35
amilosa rendah memiliki suhu gelatinisasi lebih 3 82.50 17.50 68.84
4 100.00 0.00 88.35
rendah, nilai enthalpi yang lebih rendah, dan 5 90.00 10.00 74.03
kristalinitas yang rendah dibandingkan dengan 6 85.00 15.00 71.24
7 95.00 5.00 79.37
beras yang tinggi kandungan amilosa, hal ini 8 80.00 20.00 65.39
menunjukkan bahwaberasrendahamilosamemiliki 9 80.00 20.00 64.87
10 100.00 0.00 86.80
granula patiyanglemahdan akibatnyalebih rentan 11 80.00 20.00 63.80
terhadappencernaan oleh α-amilase. Sehingga 12 100.00 0.00 87.91
13 97.50 2.50 83.70
produk yang kandungan amilosanya rendah
diperkirakan memiliki daya cerna pati yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis respon dari 13
formula, Mixture Design (DX7) akan
TABEL I
merekomendasikan persamaan polynomial yang
KARAKTERISASI BAHAN BAKU MI
cocok (linier, kuadratik, dan kubik) untuk hasil
Karakter Pati sagu Tepung kacang analisis respon. Proses pemilihan model yaitu
hijau
Kadar air (%bb) 11.91 ± 0.46 11.17 ± 0.28
dilihat dari persamaan yang menunjukkan bahwa
Kadar abu (%bb) 0.11 ± 0.00 3.55 ± 0.06 model memiliki hasil signifikan (lebih kecil atau
Kadar protein (%bb) 0.71 ± 0.00 22.07 ± 0.4 sama dengan 0.05).
Kadar lemak (%bb) 0.18 ± 0.01 2.45 ± 0.06
Kadar karbohidrat (%bb) 87.09 ± 0.45 60.76 ± 0.21 Respon Daya Cerna Pati Produk
Amilosa (%bb) 21.38 ± 0.03a) 40.00b)
Daya Cerna Pati (%) 81.44 ± 0.73 49.74 Pemilihan model oleh program Mixture Design
Sumber: a) Hudiana (2013), b) Tan et al. (2006) (DX7) didapatkan model kubik. Hasil analisis
ANOVA menunjukkan substitusi tepung kacang
2. Formulasi Mi Kering Sagu hijau secara signifikan berpengaruh terhadap
Rancangan formula yang digunakan adalah penurunan daya cerna pati mi kering sagu (p<0.05)
Mixture DesignD-optimal. Hal ini disebabkan dengan nilai R2= 0.99. Hasil persamaan respon
komposisi tiap bahan baku dipengaruhi oleh nilai daya cerna pati adalah:
komposisi bahan baku lainnya. Apabila persentase Y = 0.88 (Pati Sagu) – 29.62 (Tepung Kacang
satu komponen ditambahkan maka persentase Hijau) + 0.49 (Pati Sagu)(Tepung Kacang Hijau)
komposisi lainnya harus dikurangi. Pada tahap – 2.110E-003 (Pati Sagu) (Tepung Kacang Hijau)
perancangan formula, ditentukan total (Pati Sagu-Tepung Kacang Hijau)
keseluruhan komponen sebesar 100%, sehingga Adanya peningkatan jumlah tepung kacang
rentang nilai komponen bahan baku, yaitu tepung hijau akan menurunkan nilai daya cerna pati mi
sagu (X1), dan tepung kacang hijau (X2) sebesar 0% kering sagu yang dihasilkan. Hal ini diduga
- 100%. Total formula yang dihasilkan sebanyak dipengaruhi oleh komposisi amilosa, protein dan
13 formula. serat yang terdapat didalam tepung kacang hijau.
Berdasarkan hasil analisis respon dari 13 Sifat fisikokimia dan metabolisme produk
formula, Mixture Design (DX7) akan berbahan baku karbohidrat seperti tepung kacang
merekomendasikan persamaan polynomial yang hijau dan sagu dipengaruhioleh berbagai faktor.
cocok (linier, kuadratik, dan kubik) untuk hasil Adapun faktor yang mempengaruhi daya cerna
analisis respon. Proses pemilihan model yaitu pati diantaranya yaitu kandungan amilosa(Freietal.
dilihat dari persamaan yang menunjukkan model 2003; Li et al. 2011), serta sifat patilainnyaseperti
memiliki hasil signifikan (lebih kecil atau sama ukuran granula, arsitektur, polakristal, derajat

252 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


kristalinitas, pori-poripermukaan, tingkat TABEL III
polimerisasi, dan komponen non-pati(Tester HASIL DAYA CERNA PATI
etal.2006;Nodaetal. 2008) serta tipe pati (Jane et Daya cerna
Sampel
al. 1999). Selain itu, daya cerna pati juga pati
dipengaruhi oleh pigmen (tannin dan polifenol) Mi sagu kontrol (%) 86.00
yang dapat menghambat aktivitas enzimatis, Mi kering sagu + kacang hijau (20%)(%) 65.39
Mi kering terigu (%) 78.95
seperti daya cerna pati jagung kuning lebih rendah Beras (%) 82.16
dibandingkan dengan daya cerna pati jagung putih Tepung kacang hijau (%) 49.74
(Adejumo et al. 2013). Mi kering terigu setelah rehidrasi (%) 97.82

Design-Expert® Software Two Component Mix Dari hasil analisis terhadap tepung kacang
Daya Cerna Pati
DesignPoints
89
hijau diperoleh daya cerna pati sebesar 49.74%.
X1 = A: Sagu
X2 = B: Kacang Hijau
Kacang hijau termasuk dalam jenis kacang-
82.5

kacangan yang memiliki daya cerna pati yang


Daya Cerna Pati

76
rendah, hal ini diduga karena tingginya
kandungan amilosa sehingga memiliki berat
69.5 molekul yang relatif besar serta adanya
percabangan yang banyak (Madhusudhan &
63
Tharanathan 1996). Menurut Zhang dan Oates
(1999) hidrolisis pati oleh enzim α-amilase
Actual Sagu 80 85 90 95 100
Actual Kacang Hijau 20 15 10 5 0

dipengaruhi oleh varietas bahan asal pati, salah


satunya yaitu karakteristik struktural pada
Gambar 1. Respon daya cerna pati produk
berbagai tingkatan, seperti rasio fraksi utama,
Amilosa sering digunakan untuk ukuran amilosa, suhu gelatinisasi dan bentuk
memprediksi tingkat kecernaan pati, glukosa granula.
darah dan respon insulin.Adapun jumlah amilosa Menurut Tan et al. (2006) mi pati dari pati
kacang hijau lebih tinggi dibandingkan dengan kacang hijau memiliki daya cerna yang lebih
sagu sehingga daya cerna pati kacang hijau lebih rendah dibandingkan dengan mi pati dari pati ubi
rendah daripada sagu. Dimana kacang hijau jalar dengan 1 M HCl, α-amilase, β-amilase dan
memiliki kandungan amilosa sebesar 40% (Tan et pullunase. Fenomena disebabkan oleh kandungan
al. 2006).Makanan yang tinggi kandungan amilosa kacang hijau yang tinggi (40%) sehingga
amilosanya berhubungan dengan kadar glukosa memiliki berat molekul yang besar.Daya cerna
darah yang lebih rendah dan pengosongan lebih pati berkorelasi negatif dengan diameter granula
lambat dari saluran pencernaan manusia pati dan berat molekul dari amilopektin dan
dibandingkan dengan bahan memiliki kandungan amilosa (Shandua & Lim 2008). Sehingga
amilosa yang rendah (Freietal. 2003). Hal ini semakin besar berat molekul suatu bahan akan
dikarenakan kadar amilosa berkorelasi positif memiliki daya cerna pati yang semakin rendah.
dengan kandungan pati tahan cerna (Li et al. 2011; Hal ini sesuai dengan pernyataan Li et al. (2011)
Mir et al. 2013). bahwa beras dengan kandungan amilosa rendah
memiliki temperature gelatinisasi lebih rendah,
3. Daya Cerna Pati nilai enthalpi yang lebih rendah, dan kristalinitas
Daya cerna pati dari mi kering sagu dengan yang rendah dibandingkan dengan beras yang
penambahan kacang hijau sebesar 20% lebih tinggi kandungan amilosa, hal ini menunjukkan
rendah dibandingkan mi kering sagu tanpa bahwaberasrendahamilosamemiliki granula
penambahan kacang hijau(Kontrol), mi terigu dan patiyanglemahdan akibatnyalebih rentan
beras. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan terhadappencernaan oleh α-amilase.
tepung kacang hijau memberikan pengaruh Pola hidrolisis yang lebih cepat berhubungan
terhadap penurunan daya cerna pati mi kering dengan hidrolisis bagian amorf dari mi pati. Pada
sagu. tahap kedua terjadi degradasi pati kristal secara
perlahan.Tingkat hidrolisis lebih lambat dari
bagian-bagian kristal dari mi pati terjadi karena 2
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 253
sebab yaitu bentuk padat rantai pati kristalin tidak IV. KESIMPULAN
mudah memungkinkan penetrasi HCl dan enzim Penambahan tepung kacang hijau dapat
ke daerah ini dan hidrolisis asam dari ikatan menurunkan daya cerna pati mi kering sagu. Hal
glikosidik memerlukan perubahan dalam ini sesuai dengan hasil bahwa mi kering sagu
konformasi untuk unit glukosa (Tan et al. dengan penambahan tepung kacang hijau sebesar
2006).Menurut Li et al. (2011) molekulamilosadi 20% memiliki nilai daya cerna pati yang paling
daerahamorfawalnya mungkin dihidrolisis oleh rendah dibandingkan dengan mi kering terigu,
amilase tetapi molekul dihidrolisis dapat berikatan beras maupun mi kering sagu tanpa penambahan
dan menjadi resisten terhadap enzim pencernaan. tepung kacang hijau (kontrol).
Selain itu, beras tinggi amilosa pati memiliki
butiran yang terdiri dari butiran individu, sehingga DAFTAR PUSTAKA
mengurangi kapasitas amilase untuk mengikat
Adejumo AL, Aderibigbe FA, Owolabi RU. 2013.
permukaan granula dan membatasi hidrolisis.
Comparative studies of starch susceptibilities
Kacang hijau yang mengalami beberapa
to α-amylase degradation of different cereal
perlakuan pengolahan akan merubah sifat fisik
and root crops of Nigeria. Afr. J.
seperti tekstur (kekerasan, kekompakan,
Biotechnol.12(29):4663-4669. ISSN 1684-
gumminess dan chewiness) dan karakteristik daya
5315. doi: 10.5897/AJB2013.12762.
cerna pati secara in vitro. Proses pengolahan yang
mempengaruhi daya cerna pati diantaranya Blessing IA, Onwuka IG. 2010. Effect of
perendaman, perkecambahan, pemasakan dan processing on the proximate composition of the
autoklaf.Berbagai perlakuan pengolahan dehulled and undehulled mung bean [(Vigna
meningkat kandungan pati mudah cerna radiata l.) Wilczek] flours. Pakistan J Nutr.
(RDS)kacang hijau,sedangkan kandungan pati 9(10):1006-1016. ISSN 1680-5194.
lambat dicerna (SDS)tepung kacang hijau tanpa Chung HJ, Lim HS, Lim ST. 2006. Effect of
perlakuan lebih tinggi. Tepung kacang hijau tanpa partial gelatinization and retrogradation on the
pengolahan memiliki tingkat hidrolisis pati rendah enzymatic digestion of waxy rice starch. J
pada semua suhu dengan jumlah hidrolisis 29.9% Food Chem. 43:353-359.
dalam waktu 180 menit (Kaur et al. 2013). Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H.
Sehingga pada waktu pembuatan tepung kacang 2001. Biho-types noodles from heat moisture
hijau hanya dilakukan penggilingan tanpa diberi treated sweet potato starch. J Food Sci. 66(4):
perlakuan yang lain. Menurut Metzger et al. (1996) 604-609.
kacang hijau memiliki daya cerna pati secara in Frei M, Siddhuraju P, Becker K. 2003. Studies on
vitro sebesar 40% dalam waktu 30 menit the in vitro starch digestibility and the
sedangkan pati gandum mempunyai nilai daya glycemic index of six different indigenous rice
cerna in vitro 62% dalam waktu 30 menit, cultivars from the Philippines. Food Chem.
sehingga kacang hijau baik digunakan untuk 83:395–402.
mengganti atau menstubtitusi gandum dalam
Hudiana VD. 2013. Pengembangan teknologi
pembuatan mi sehingga menghasilkan mi dengan
pembuatan mi sagu (Metroxylon sago R.).
sifat fungsional yang lebih baik dan dapat
[Skripsi]. Bogor (ID):InstitutPertanianBogor.
dikonsumsi oleh penderita diabetes.
Daya cerna pati mi kering terigu setelah Jane J, Chen YY, Lee LF, McPherson AE, Wong
pemasakan mengalami peningkatan dibandingkan KS. 1999. Effects of amylopectin branch chain
yang sebelum dimasak. Hal ini dimungkinkan length and amylose content on the
karena proses pemasakan mempengaruhi daya gelatinization and pasting properties of starch.
cerna pati diantaranya proses gelatinisasi. Cereal Chem. 76:629-637.
Menurut Chung et al. (2006) menyatakan bahwa Kaur M, Kawaljit SS, RavinderPal A, Somesh S.
hidrolisa enzim lebih rendah terhadap pati yang 2013. In vitro starch digestibility, pasting and
tergelatinisasi sebagian karena sifatnya lebih textural properties of mung bean: Effect of
tahan. different processing methods. J food sci and
technol.

254 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Lee SY, Woo KS, Lim JK, Kim HI, Lim ST. 2005. Petitot M., Abecasis J,Micard V. (2009).
Effect of processing variables on texture of Structuring of pasta components during
sweet potato starch noodles prepared in a processing: impact on starch and protein
nonfreezing process. Cereal Chem. 82(4):475– digestibility and allergenicity. Trends in Food
478. Science and Technology, 20, 521e532.
Li JZ, Liu QQ, Wilson JD, Gu MH, Shi YC. 2011. Purwandari U, Khoiri A, Muchlis M, Noriandita
Digestibility and physicochemical properties of B, Zeni NF, Lisdayana N, Fauziah E. 2014.
rice (Oryza sativa L.) flours and starches Textural, cooking quality, and sensory
differing in amylose content. Carbohydrate evaluation of gluten-free noodle made from
Polym. 86:1751–1759. breadfruit, konjac, or pumpkin flour. Int Food
Liu L, Herald TJ, Wang D, Wilson JD, Bean SR, Res J. 21(4):1623-1627.
Aramouni FM. 2012. Characterization of Shandua KS, Lim ST. 2008. Digestibility of
sorghum grain and evaluation of sorghum flour legume starches as influenced by their physical
in a Chinese egg noodle system. J Cereal Sci. and structural properties. Carbohidrat Polym.
55:31-36. 71(2):245-252.
Madhusudhan B, Tharanathan RN. 1996. Tan HZ, Li ZG, Tan B. 2009. Starch noodles:
Structural studies of linear and branched History, classification, materials, processing,
fractions of chick pea and finger millet structure, nutrition, quality evaluating and
starches. Carboydrate Res. 284:101-109. improving. Review. Food Res Intern. 42:551-
Metzger ML, Salwa WR, Jing L, Martine C, 576.
Morvarid K, Francoise B, Francis B, Gerard S. Tan HZ, Tan B, Gao H, Gu WY. 2006.
1996. Effects of long-term low-glycaemic Rheological behaviour of mung bean starch
index starchy food on plasma glucose and lipid dough. Food Sci and Technol Res. 13(2):103-
concentrations and adipose tissue cellularity in 110.
normal and diabetic rats. British J Nutr. Tester RF, Qi X, Karkalas J. 2006. Hydrolysis of
75:123-132. native starches with amylases. Animal Feed Sci
Mir JA, Srikaeo K, García J. 2013Effects of and Technol. 130:39-54.
amylose and resistant starch on starch Thao HM, Noomhorm A. 2011. Physiochemical
digestibility of rice flours and starches. Intern properties of sweet potato and mung bean
Food Res. 20(3):1329-1335. starch and their blends for noodle production. J
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Food Process Technol. 2(1):1-9. ISSN: 2157-
Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam 7110. doi:10.4172/2157-7110.1000105.
Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Yadav BS, Yadav RB, Kumar M. 2011.
Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Suitability of pigeon pea and rice starches and
Noda T, Takigawa S, Matsuura-Endo C, Suzuki T, their blends for noodle making. LWT-Food Sci
Hashimoto N, Kottearachchi, NS, Yamauchi H, Technol. 44:1415-1421.
Zaidul ISM. 2008. Factors affecting the Yuliani H, Nancy DY, Slamet B. 2015. Formulasi
digestibility of raw and gelatinized potato mi kering sagu dengan substitusi tepung
starches. Food Chem. 110:465-470. kacang hijau.AGRITECH. 35(2):387-395.
Padalino L, Mastromatteo M, Lecce L, Cozzolino Zhang T, Oates CG. 1999. Relationship between
F, Nobile M. 2013. Manufacture and a-amylase degradation and physico-chemical
characterization of gluten-free spaghetti properties of sweetpotato starches. JFood
enriched with vegetable flour. J Cereal Sci. Chem. 65:57-163.
57:334-342.doi:10.1016/j.jcs.2012.12.010.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 255


256 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Kajian Peningkatan Kualitas Beras Merah ( Oryza Nivara) Instan
Study Of Improving The Quality Of Red Rice (Oryza Nivara) Instant
Sumartini1 Hervelly2
1) 2)
, Staff dosen,Teknologi Pangan,Fakultas Teknik,Universitas Pasundan
Jalan Dr Setiabudi No 193 Bandung,Indonesia
Email: tinitafsil@yahoo.com

Abstract --- Manfaat dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh derajat sosoh
terhadap kandungan antioksidan pada beras merah yang dijadikan beras merah instan dan memudahkan
para golongan masyarakat yang sibuk dapat menjadikan alternatif dengan hadirnya beras merah instan
yang hanya membutuhkan waktu memasak 5-10 menit saja.. Rancangan percobaan yang digunakan pada
penelitian ini adalah pola faktorial 3x3 dalam rancangan acak kelompok (RAK) yang diulang sebanyak 3
kali, sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Faktor yang diteliti adalah konsentrasi dinatrium hidrogen
fosfat (Na2HPO4) 0,1%, 0,3% dan 0,5% dan derajat sosoh 40%, 60% dan 80%. Rancangan respon yang
digunakan adalah warna, tekstur dan rasa serta volume pengembangan dan cooking time. Pada perlakuan
terpilih dilakukan analisis residu fosfat dan aktivitas antioksidan. Berdasarkan respon-respon yang telah
diuji pada perlakuan utama, sampel yang terpilih d1h3 (derajat sosoh 40% dan 0,5% Na2HPO4 ) dengan
cooking time 10.72 menit dan volume pengembangan rata-rata 1.41 kali dari volume beras mula-mula.
Analisis aktivitas antioksidan memiliki intensitas lemah karena IC50 bernilai >150 μ/mL dan analisis kadar
residu fosfat sebesar 99,7109 mg/kg yang menunjukan bahwa residu fosfat masih dalam batas aman.

Keywords : Derajat Sosoh, Konsentrasi Garam Fosfat, Volume Pengembang, Cooking Time, Antioksidan,
Residu Fosfat dan Nasi Instan Merah

PENDAHULUAN konsumsi 114 Kg/kapita/tahun atau (BPS 2015).


Tingginya angka konsumsi beras nasional
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi karena beras menjadi bagian yang tidak dapat
sebagian besar penduduk Indonesia dan dipisahkan dari budaya pangan nasional
merupakan komponen penting dalam sistem Namun demikian, pemerintah mencoba
ketahanan pangan nasional. Secara umum mutu untuk mengurangi konsumsi beras tersebut
beras dapat dikategorikan dalam 3 kelompok dengan program diversifikasi konsumsi pangan.
yaitu : 1) mutu fisik dan mutu giling, 2) mutu Sebab, masih banyaknya alternatif makanan yang
citarasa dan mutu tanak, dan 3) mutu gizi bisa dikonsumsi (Indrasari, dkk, 2010).
(Damardjati, 1995). Saat ini beras merah kalah pamor
Konsumsi beras di Indonesia sangat luar ketimbang beras putih. Padahal, beras merah
biasa dan tertinggi di dunia dengan tingkat memiliki efek kesehatan yang jauh lebih baik
dari pada beras putih. Perhatian petani Indonesia sosoh maksimal 80% dan minimal 0-40%
terhadap beras merah pun kurang. Petani lebih tergantung permintaan. Bila derajat sosoh
fokus menanam padi yang menghasilkan beras melebihi 80% berarti tidak ada lapisan aleuron
putih. Hal itu pula yang membuat harganya yang menempel pada butir beras merah yang
relatif mahal, sehingga konsumen enggan artinya kandungan nutrisi pada beras merah pun
membelinya. Konsumen akhirnya cenderung akan hilang (Suismono, 2003).
kembali lagi kepada beras putih (Purnama, Warna merah pada beras terbentuk dari
2010). pigmen antosianin yang tidak hanya terdapat
Persentase responden tiap wilayah di pada perikarp dan tegmen, tetapi juga bisa di
Indonesia yang pernah mengonsumsi beras setiap bagian gabah, bahkan pada kelopak daun..
merah bervariasi. Perbedaan ini disebabkan Kandungan antosianin pada beras merah dapat
karena berbagai macam faktor antara lain: berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik,
kebiasaan, keinginan untuk mencoba hepatoprotektif antihipertensi dan
mengonsumsi beras merah, tingkat pengetahuan antihiperglisemik. Pigmen antosianin pada beras
atau kesadaran gizi tentang beras merah dan diidentifikasi sebagai sianidin. Pigmen ini
sebagainya. Persentase responden yang dikendalikan oleh gen yang bersifat tunggal
menyatakan pernah mengonsumsi nasi beras (Suardi, 2005).
merah di provinsi Sumatra Utara 16,22%, Jawa Pengolahan beras yang paling umum
Barat 26%, Jawa Tengah 19%, Jawa Timur 23%, adalah dimasak menjadi nasi atau bubur beras.
Bali 38%, Sulawesi Selatan 34,38% dan Nusa Nasi yang dimasak dari beras biasa memerlukan
Tenggara Barat 31% (Adnyana, 2007) waktu pemasakan 20 – 30 menit sampai tingkat
Beras merah umumnya merupakan beras kematangan yang dapat diterima. Bila ditambah
tumbuk (pecah kulit) yang dipisahkan bagian proses sebelumnya yang meliputi perendaman,
sekamnya saja. Proses ini hanya sedikit merusak pencucian dan pengukusan memerlukan waktu
kandungan gizi beras. Sedangkan beras putih total sekitar 1 jam (Koswara, 2009).
umumnya merupakan beras giling atau poles, Persiapan nasi yang begitu lama untuk
yang bersih dari kulit ari dan lembaga (Muchtadi, golongan masyarakat tertentu, terutama yang
1992). sibuk, menjadi penghambat utama sehingga
Derajat sosoh adalah tingkat pelepasan mereka malas memasak nasi. Karenanya banyak
lapisan aleuron dan lembaga dari butir beras usaha telah dilakukan untuk memproduksi nasi
selama proses penyosohan. Jika derajat sosoh cepat masak atau quick cooking rice atau disebut
80%, berarti masih ada 20% lapisan aleuron yang juga nasi instan, nasi cepat saji atau beras pasca
menempel pada butir beras. Bila derajat sosoh tanak, dengan tujuan untuk mempercepat waktu
mencapai 100% berarti tidak ada lapisan aleuron pemasakan (Koswara, 2009).
yang menempel pada butir beras (Indrasari dkk, Pembuatan beras instan dengan perlakuan
2010). kimia salah satunya dapat dilakukan dengan
Proses penyosohan dan pemasakan perendaman dengan menggunakan senyawa
menyebabkan penurunan kandungan vitamin B1, posfat. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
B2, B3, dan B6 pada galur dan varietas beras butiran beras yang porous, sehingga proses
merah maupun beras putih Ciherang. Kandungan penyerapan air menjadi lebih cepat pada waktu
vitamin B pada sampel beras pecah kulit, beras, penambahan air panas. . Fosfat total dapat diukur
dan nasi pada derajat sosoh 80% serta beras dan langsung dengan cara kalorimeter atau melalui
nasi pada derajat sosoh 100% secara umum proses digestasi lebih dahulu sebelum
menurun pada beras pecah kulit, beras giling pengukuran sampel (Saragih, 2009).
yang disosoh 80% dan 100%, maupun yang Pada pembuatan beras instan terdapat dua
sudah dimasak menjadi nasi. Hal ini disebabkan jenis garam fosfat sebagai bahan perendam
oleh hilangnya lapisan aleuron pada proses diantaranya:
penyosohan, pencucian, dan pemanasan pada
waktu pemasakan (Indrasari dkk, 2010). 1. Dinatrium Hidrogen Fospat (Na2HPO4)
Sebagian besar beras merah yang beredar yang merupakan katalis yang berfungsi
di beberapa wilayah Indonesia memiliki derajat untuk mempercepat reaksi.

258 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


2. Natrium Tripolifosfat (Na5P3O10) untuk
meningkatkan keempukan, kekenyalan, 2. Penelitian Utama
serta menstabilkan warna. Perlakuan yaitu konsentrasi dinatrium
hidrogen fosfat (Na2HPO4).p1= 0,1%, p2= 0,3%
Pemakaian senyawa fosfat harus dan p3= 0,5% dan derajat sosoh v1= 40%,
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan v2=60% dan v3= 80%.
juga jika penggunaannya berlebihan
(konsentrasi >0.5%) menyebabkan ada fosfat a. Prosedur Penelitian Pendahuluan
bebas didalam produk yang akan memberi Prosedur penelitian pendahuluan untuk
citarasa menyimpang (pahit dan bersabun), serta menentukan lama perendaman dengan dinatrium
pengkelatan pada lidah dan rongga mulut (reaksi hidrogen fosfat (Na2HPO4) yaitu 30 menit, 60
dengan protein) (Hendra, 2013). menit dan 90 menit dan menentukan varietas
beras merah yakni inpago 7, inpara 7 dan inpari
II. METODE PENELITIAN 24 dengan derajat sosoh 80% terhadap
karakteristik beras merah instan yang digunakan
A. Bahan dan Alat pada penelitian utama.
Bahan yang digunakan adalah beras merah
dengan varietas inpago 7, inpara 7, inpari 24 Adapun proses pengolahan beras merah
yang diperoleh dari BB Padi Sukamandi Subang instan, yaitu:
dan garam phospat yaitu dinatrium hidrogen 1. Sortasi pada bahan (beras merah).yang
fosfat (Na2HPO4). Bahan yang digunakan dalam dilakukan penyosohan dengan teknik
analisis beras merah instan diantaranya methanol, abrasive dengan derajat sosoh 80%.
reagen DPPH (2,2 Dipenyl-1-Picrylhidrazyl 2. Pembuatan larutan dinatrium hidrogen
0,0004 m, Mr:394,32 g/mol), bubuk fosfat (Na2HPO4) dengan konsentrasi
Phenoftalein, Amonium Molibdat, asam aksorbat 0,3%.
dan hidrazina sulfat dll 3. Perendaman beras dengan larutan
Alat yang digunakan diantaranya neraca dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4)
digital, rice cooker, baskom, sendok dan tunnel dengan waktu 30 menit, 60 menit dan 90
dryer. Alat yang digunakan untuk proses analisis menit ,setelahitu dilakukan penetralan
beras merah instan diantaranya timbangan, labu dengan larutan NaOH 2N hingga 7.0-7.3.
ukur 10 ml, tabung reaksi, Spektrofotometer 4. Pencucian dengan air bersih dan dilakukan
UV/VIS, labu ukur 50 ml, labu takar 500ml, pemasakan ±35 menit dengan
pipet 50ml, pipet 100ml dan gelas kimia 100ml. perbandingan beras dan air 1:3.
5. Pengeringan dengan suhu 600C selama ±6
1. Penelitian Pendahuluan jam hingga stabil kadar airnya.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk 6. Nasi kering ini dilakukan pengujian
menentukan lama perendaman beras merah yakni organoleptik terhadap warna.
30 menit, 60 menit dan 90 menit dan menentukan 7. Nasi kering dilakukan rehidrasi dengan
varietas beras merah yang terbaik yakni inpago penambahan air panas 1000C 1:3 hingga air
7, inpara 7 dan inpari 24 terhadap karakteristik terserap oleh nasi. Dan dilakukan pengujian
beras merah instan. Pada penelitian ini organoleptik terhadap tekstur dan aroma.
perbandingan beras dengan bahan perendam
dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4) 1:3 Kemudian hasil beras merah instan yang
dengan konsentrasi perendam 0,3% dan beras terbaik berdasarkan respon organoleptik yang
merah derajat sosoh 80%. Respon yaitu uji diperoleh akan digunakan untuk penelitian utama
organoleptik beras merah yang telah dikeringkan
terhadap warna dan beras merah yang telah b. Proses Pengolahan Penelitian Utama
diseduh (nasi) dengan air 1000c 1:3 terhadap 1. Penimbangan bahan baku beras merah dan
tekstur dan rasa dengan metode kesukaan dan dilakukan sortasi.
dilakukan analisis proksimat pada varietas beras 2. Dilakukan proses penyosohan dengan tiga
merah yang terpilih. derajat sosoh 40%, 60% dan 80% yang

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 259


dilakukan proses penyosohan dengan TABEL I
teknik abrasive. PENGARUH VARIETAS BERAS MERAH DAN WAKTU
3. Pembuatan larutan dinatrium hidrogen PERENDAMAN TERHADAP TEKSTUR BERAS MERAH
fosfat (Na2HPO4) dengan konsentrasi tiga YANG DIKERINGKAN

konsentrasi yakni 0,1%, 0,3% dan 0,5%.


4. Perendaman dengan waktu yang terpilih
pada penelitian pendahuluan, kemudian
dilakukan penetralan dengan larutan NaOH
2N hingga pH 7.0 7.3.
5. Pencucian dengan air bersih dan dilakukan
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil dibaca
pemasakan ±35 menit dengan arah horizontal dan huruf besar dibaca arah vertikal, huruf yang
perbandingan beras dan air 1:3. berbeda menyatakan perbedaan yang nyata menurut uji Duncan
6. Pengeringan dalam alat pengering dengan pada taraf 5%.
suhu 600C selama ±6 jam hingga stabil
kadar airnya. Tabel 1. Menunjukan pada setiap perlakuan
7. Selanjutnya nasi kering dilakukan rehidrasi terjadi perbedaan yang nyata terhadap tekstur hal
dengan penambahan air panas 1000C 1:3 ini terjadi karena menurut SK Menteri Pertanian:
hingga air terserap oleh nasi. 2887.1/Kpts/SR.120/6/2012 bahwa pada masing-
8. Setelah itu dapat dikonsumsi dan dilakukan masing varietas beras merah memiliki kandungan
dengan tiga kali pengulangan sehingga amilosa yang berbeda. Pada varietas inpago 7
produk yang dihasilkan sebanyak 27 memiliki kadar amilosa 20.3%, inpara 7
produk memiliki kadar amilosa 20%, dan inpari 24
memiliki kadar amilosa 18%. Tekstur varietas
Produk beras merah instan yang terpilih inpari 24 menunjukan lebih disukai oleh panelis
pada penelitian utama kemudian dilakukan karena bertekstur kuat mudah patah serta tidak
analisis respon kimia yaitu kandungan rapuh, agar pada saat diseduh dengan air panas
anthosianin beras (Xia dkk 2003) dan residu tetap berbentuk seperti nasi dengan baik.
phospat dengan metode (Pujatmaka 1994). Selain Kadar amilosa merupakan salah satu
itu analisis respon fisika yaitu menentukan kriteria penting dalam sistem klasifikasi beras.
volume pengembangan dengan metode (Webb Beras dengan amilosa rendah biasanya
dan Stemmer 1972) dan cooking time dengan menghasilkan nasi yang tidak kering dan
metode (Hendra 2013). Serta dilakukan analisis teksturnya pulen, tidak menjadi keras setelah
respon organoleptik yaitu terhadap warna, tekstur dingin, rasanya enak dan nasinya mengkilat.
dan rasa dengan menggunakan metode Uji Beras berkadar amilosa sedang mempunyai sifat
Hedonik. nasi yang pulen, tidak terlalu basah maupun
kering. Sedangkan beras berkadar amilosa tinggi
mempunyai sifat nasi yang keras, kering dan pera
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
(Shafwati, 2012).
Semakin tinggi kandungan amilosa yang
1. Hasil Penelitian Pendahuluan
terkandung dalam beras maka semakin pera dan
1.1 Tekstur
keras nasi yang dihasilkan, sementara semakin
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik
tinggi kandungan amilopektin didalam beras
terhadap tekstur pada beras merah yang telah
semakin pulen dan lengket nasi yang dihasilkan,
dikeringkan, dalam tabel anava dapat diketahui
(Damardjati, 1995).
bahwa terjadi interaksi varietas beras merah dan
waktu perendaman terhadap tekstur beras merah
1.2 Warna dan Aroma
yang dikeringkan dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik
terhadap warna dan aroma pada beras merah
yang telah dikeringkan, dalam tabel anava
diperoleh varietas beras merah berpengaruh nyata

260 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


terhadap warna dan aroma beras merah yang dihasilkan salah satunya aroma nasi yang
dikeringkan dapat dilihat pada tabel 2. berbeda dengan aroma nasi biasa (Hendra, 2013).

TABEL II 1.3 Tekstur


PENGARUH VARIETAS TERHADAP WARNA BERAS Berdasarkan hasil pengujian pada beras
MERAH YANG DIKERINGKAN merah yang telah dikeringkan, terdapat Pengaruh
interaksi varietas beras merah dan waktu
perendaman terhadap tekstur beras merah yang
diseduh (tabel 3.)

TABEL III
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf berbeda PENGARUH VARIETAS BERAS MERAH DAN WAKTU
menunjukan perbedaan yang nyata pada uji jarak
berganda Duncan taraf 5%. PERENDAMAN TERHADAP TEKSTUR BERAS MERAH
YANG DISEDUH

Tabel 2 menunjukan bahwa terdapat


pernedaan yang nyata antara varietas beras.
Warna yang dihasilkan pada inpago 7 paling
disukai oleh panelis karena berwarna merah dan
tidak kusam sedangkan pada inpari 24 dan
inpara 7 kurang disukai karena warna merah
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil
terlihat lebih pudar. dibaca arah horizontal dan huruf besar dibaca arah
Pigmen antosianin sangat bermanfaat bagi vertikal, huruf yang berbeda menyatakan perbedaan
kesehatan manusia yaitu memiliki peran sebagai yang nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
antioksidan. Antosianin tergolong dalam
komponen flavonoid, antosianin juga berperan Tabel 3 menunjukan terdapat interaksi
sebagai antihiperglisemik (Widyawati, 2013). anatara setiap perlakuan terhadap tekstur Hal ini
Tabel 2 juga menunjukan bahwa terdapat berkaitan dengan sifatnya varietas beras merah
perbedaan nyata antara varietas terhadap Aroma ada yang bertekstur beras pulen, sedang dan pera.
yang dihasilkan pada varietas inpara 7 dan Sifat ini secara kimia disebabkan oleh karena
inpago 7 paling disukai oleh panelis karena adanya kandungan amilosa pada setiap varietas
memiliki aroma nasi merah yang khas dan tidak beras meras tersebut yang mempengaruhi
berbau menyimpang sedangkan pada varietas penilaian konsumen terhadap tekstur nasi instan
inpari 24 memiliki aroma berbeda yang tidak merah tersebut. Salah satu sifat yang menjadi
seperti nasi biasa dan berbau fosfat. dasar pengelompokkan beras adalah pembedaan
Aroma nasi mengandung nitrogen atas dasar sifat lekat nasinya, dikenal beras pulen,
sulfid, ammonia, karbon dioksida dan uap sedang dan pera. Sifat rasa pulen dan pera
asetaldehid disamping itu juga didapat merupakan sifat pembawaan (genetika) dari
senyawa– senyawa karbonil menguap seperti tanaman padinya. Sifat ini secara kimia
isobutil aldehid, metil–metil keton. Peningkatan disebabkan oleh karena adanya kandungan
aroma nasi instan dapat terjadi karena senyawa– amilosa (Kartika, 1987).
senyawa volatile penyebab bau dapat tereduksi Peningkatan penambahan dinatrium
selama proses pemasakan, pengeringan dan hidrogen fosfat (Na2HPO4) dan meningkatnya
rehidrasi. Dengan adanya proses tersebut, lama perendaman menyebabkan tekstur nasi yang
sebagian besar senyawa–senyawa volatil akan dihasilkan menjadi lebih lekat. Hal ini
menguap sehingga aroma nasi instan lebih baik disebabkan karena kadar amilosa beras semakin
(Hendra, 2013). berkurang karena larut dalam larutan perendam.
Perubahan aroma nasi instan dikarenakan Oleh karena itu rasio amilosa-amilopektin dalam
terjadinya modifikasi pati yaitu terbentuk pati beras makin rendah sehingga nasi yang
fosfat yang memungkinkan terjadinya perubahan dihasilkan menjadi lebih lekat. Beras dengan
sifat fisik, kimia maupun organoleptik nasi yang kandungan amilosa rendah mempunyai sifat
pulen atau lekat dan beras yang kandungan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 261


amilosanya tinggi mempunyai sifat pera atau dan Na2HPO4 (0,5%) karena menurut
tidak lekat (Hendra, 2013). Erywiyatno 2013 semakin tinggi konsentrasi
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan larutan perendam Na2HPO4 semakin tinggi
diperoleh varietas beras merah yang terbaik volume pengembangan. Hal ini berkaitan dengan
digunakan dalam pembuatan nasi instan merah suasana larutan yang bersifat alkali, yang
adalah inpari 24 sedangkan waktu perendamanan menyebabkan terjadinya modifikasi pati dan
Na2HPO4 yang terpilih adalah 60 menit. memperkuat ikatan hidrogen dengan ikatan kimia
yang bertanggung jawab terhadap integritas
Hasil Pengujian Proksimat Perlakuan Terpilih granula, sehingga penyerapan air akan
Pada Pendahuluan meningkat. Pada konsentrasi yang lebih tinggi,
maka suasana larutan semakin basa sehingga
TABEL IV dinding sel lebih membuka dan struktur ikatan
HASIL PENGUJIAN PROKSIMAT antara pati dan protein menjadi renggang
sehingga air lebih mudah terperangkap ke dalam
granula pati sehingga mudah menyerap air lebih
cepat dan volume pengembangan lebih tinggi.
Beras mengandung amilosa tinggi
Berdasarkan tabel 4, menunjukan bahwa menghasilkan nasi yang pera dan kering,
hasil pengujian proksimat pada sampel terpilih sebaliknya beras yang mengandung amilosa
inpari 24 dengan derajat sosoh 80% yaitu kadar rendah menghasilkan nasi yang lengket dan
abu 0.78%, kadar air 9.23%, konsentrasi protein lunak. Kandungan amilosa berkaitan dengan
11.46% dan konsentrasi lemak 1.28%. jumlah penyerapan air dan pengembangan
Kandungan protein pada beras merah pada volume nasi selama penanakan sedangkan beras
varietas inpari 24 sangat tinggi dibandingkan yang mengandung protein lebih tinggi
lemaknya karena itu beras merah sangat cocok memerlukan lebih banyak air dan lebih lama
untuk kesehatan apalagi untuk untuk waktu penanakan (Shafwati, 2012).
mempertahankan dan menurunkan berat badan
sehingga menimbulkan rasa cepat kenyang. 3.2 Cooking Time
Berdasarkan hasil analisis variansi pada
3. Hasil Penelitian Utama lampiran 14, menunjukan bahwa konsentrasi
3.1 Volume Pengembangan Na2HPO4 berpengaruh nyata terhadap Cooking
Berdasarkan hasil analisis variansi pada Time dapat dilihat pada tabel 6.
lampiran, menunjukan bahwa konsentrasi larutan
perendam berpengaruh nyata terhadap volume TABEL VI
pengembangan dapat dilihat pada tabel 5. PENGARUH KONSENTRASI NA2HPO4
TERHADAP COOKING TIME
TABEL V
PENGARUH KONSENTRASI NA2HPO4 TERHADAP Konsentrasi Rata-rata
VOLUME PENGEMBANGAN Na2HPO4 Cooking Time (Menit)
p3 (0,5%) 10.72 a
p2 (0.3%) 12.76 b
p1 (0.1%) 12.98 b
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa
Cooking Time dengan perlakuan konsentrasi
Berdasarkan tabel 5, menunjukkan bahwa Na2HPO4 (0,5%) berbeda nyata dengan
volume pengembangan dengan perlakuan perlakuan konsentrasi Na2HPO4 (0,3%) dan
konsentrasi Na2HPO4 (0,1%) berbeda nyata konsentrasi Na2HPO4 (0,1%) karena
dengan perlakuan konsentrasi Na2HPO4 (0,3%)

262 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


penggunaan konsentrasi larutan perendam warna merah menjadi semakin putih seiring
Na2HPO4 dengan jumlah 0,5% menghasilkan tingginya derajat sosoh.dan berkaitan dengan
nilai cooking time yang lebih rendah dibanding semakin tinggi derajat sosoh semakin hilang
dengan konsentrasi 0,1% dan 0,3%. Hal ini dapat lapisan aleuron pada beras merah yang
disebabkan semakin tinggi konsentrasi Na2HPO4 mengakibatkan kandungan antosianin didalam
semakin lebih kuat dan dinding sel pati menjadi beras merah juga banyak yang hilang atau
lebih terbuka sehingga membutuhkan suhu terbuang yaitu dalam bentuk bekatul. Hal ini
gelatinisasi yang lebih cepat untuk mencapai menyebabkan hanya kemungkinan kecil warna
bentuk gel nasi dibandingkan dengan konsentrasi merah yang masih melekat pada beras yang telah
Na2HPO4 yang lebih rendah. tersosoh, sehingga mengurangi sifat fungsional
Beras yang mengandung protein lebih dari beras merah tersebut.
tinggi memerlukan lebih banyak air dan lebih Peningkatan nilai kesukaan panelis
lama waktu penanakan. Hal ini berkaitan dengan terhadap warna ini disebabkan oleh penambahan
struktur biji, yaitu granula pati diselubungi oleh konsentrasi larutan dinatrium hidrogen fosfat
lapisan protein sehingga protein menghalangi (Na2HPO4) yang menyebabkan suasananya
penyerapan air oleh granula pati, dan menjadi asam sehingga meningkatkan porositas
mengakibatkan lebih lamanya waktu yang beras sehingga mempercepat gelatinisasi pati
diperlukan untuk penanakan agar gelatinisasi yang menyebabkan menurunnya kadar amilosa
dapat berlangsung sempurna. Selain itu, beras sehingga mampu menghasilkan warna nasi
yang mengandung protein tinggi menghasilkan menjadi lebih cerah dan mengkilap (Hendra,
nasi yang berwarna krem dan beraroma kurang 2013).
enak (Shafwati, 2012). Warna nasi dipengaruhi oleh derajat sosoh,
kandungan amilosa, dan perubahan-perubahan
3.3 Respon Organoleptik Warna selama penyimpanan beras. Derajat sosoh yang
Berdasarkan hasil analisis variansi pada makin tinggi mengakibatkan makin banyak kulit
lampiran 15 menunjukan bahwa % Na2HPO4, ari yang terlepas sehingga warna beras lebih
derajat sosoh beras merah dan interaksinya putih. Nilai warna dan kilap nasi mempunyai
berpengaruh nyata terhadap warna nasi instan korelasi positif dengan kadar amilosa. Beras
merah. Pengaruh derajat sosoh dan konsentrasi dengan kandungan amilosa yang tinggi
Na2HPO4 beras merah terhadap warna nasi cenderung menyerap air lebih banyak bila
instan merah dapat dilihat pada tabel 7. ditanak dan mengembang lebih besar sehingga
warnanya lebih putih (Indrasari dkk., 2010).
TABEL VII Perlakuan derajat sosoh yang semakin
PENGARUH DERAJAT SOSOH BERAS MERAH DAN tinggi, mengakibatkan antosianin dalam kulit ari
KONSENTRASI NA2HPO4 beras banyak yang terbuang, oleh karena itu
TERHADAP WARNA NASI INSTAN MERAH warna yang dihasilkan menjadi lebih putih
(Suismono, 2003).

3.4 Respon Organoleptik Tekstur


Berdasarkan hasil analisis variansi terjadi
interaksinya terhadap tekstur nasi instan merah.
(tabel 8).
TABEL VIII
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil
PENGARUH DERAJAT SOSOH DAN KONSENTRASI
dibaca arah horizontal dan huruf besar dibaca arah
vertikal, huruf yang berbeda menyatakan perbedaan NA2HPO4 BERAS MERAH TERHADAP TEKSTUR NASI
yang nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% INSTAN MERAH

Tabel 7 menunjukan Terjadi interaksi


padasetiap perlakuan ,karena menurut Nana 2013
perlakuan derajat sosoh sangat mempengaruhi
terhadap warna nasi instan merah, yang semula

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 263


Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil sifat yang hampir sama terhadap rasa nasi instan
dibaca arah horizontal dan huruf besar dibaca arah merah tersebut.
vertikal, huruf yang berbeda menyatakan perbedaan
yang nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
3.6 Kandungan Antioksidan Beras
Tabel 8 menunjukan terjadi interaksi antara Berdasarkan hasil pengujian antioksidan
konsentrasi Na2HPO4 dengan derajat sosoh pada sampel terpilih v1p3 (beras merah dengan
beras merah memberikan berbeda nyata terhadap derajat sosoh 40% dan 0,5% Na2HPO4 bahwa
tekstur nasi instan merah.. Hal ini disebabkan aktivitas antioksidan nasi instan merah memiliki
bahwa penyosohan mengakibatkan kadar air intensitas lemah karena IC50 bernilai > 150
beras merah semakin menurun dengan semakin μ/mL. Adapun kurva aktivitas antioksidan nasi
tinggi derajat sosoh nya. Kadar air beras merah instan merah pada gambar 1 sebagai berikut.
yang semakin turun akibat penyosohan
menyebabkan kemampuan pati untuk menyerap
air kembali atau membentuk ikatan hidrogen
menjadi lebih kecil. Ketidakmampuan pati dalam
melakukan penyerapan tersebut, menyebabkan
amilosa menjadi rendah sehingga mutu nasi yang
dihasilkan terasa lebih pulen (Nana, 2013).
Penggunaan konsentrasi larutan perendam
Na2HPO4 dengan 0,5% menghasilkan nilai
organoleptik parameter tekstur yang lebih disukai
dibanding dengan konsentrasi 0,1% dan 0,3%.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya Gambar 1. Kurva Potensi Aktivitas Antioksidan
dispersi protein yang mengakibatkan ikatan Nasi Instan Merah
antara pati dan protein menjadi longgar sehingga
tekstur beras menjadi keropos. Semakin banyak Pada gambar 1, dengan memasukan nilai
air yang masuk ke dalam biji beras menyebabkan hasil perhitungan kedalam persamaan linier
terjadinya gelatinisasi pati, dimana terjadi dengan konsentrasi nasi instan merah (ppm)
pemutusan ikatan hidrogen terutama pada fraksi sebagai absis (X) dan nilai persentase inhibisi
amilosanya, sehingga banyak yang larut dalam sebagai ordinat (Y), nilai IC50 dari perhitungan
larutan perendam menyebabkan nasi instan yang pada saat inhibisi sebesar 50% adalah 651,51
dihasilkan menjadi lebih lunak atau pulen ppm.
(Hendra, 2013). Aktivitas antioksidan senyawa terhadap
Beras mengandung amilosa tinggi perendaman radikal bebas didasarkan pada nilai
menghasilkan nasi yang pera dan kering, IC50 merupakan persen penangkapan radikal
sebaliknya beras yang mengandung amilosa oleh senyawa anti radikal terhadap radikal DPPH
rendah menghasilkan nasi yang lengket dan sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 suatu
lunak. Kandungan amilosa berkaitan dengan ekstrak atau isolate maka semakin besar aktivitas
jumlah penyerapan air dan pengembangan antiradikal ekstrak tersebut. Senyawa dikatakan
volume nasi selama penanakan. Semakin tinggi aktif sebagai antioksidan bila memiliki nilai IC50
kandungan amilosanya, nasi semakin kurang < 200μ/mL (Afrianti dkk., 2010).
lekat dan semakin keras (Shafwati, 2012). DPPH memberikan serapan kuat pada 516-
517 nm Ketika elektronnya menjadi berpasangan
3.5 Respon Organoleptik Rasa oleh keberadaan penangkal radikal bebas, maka
Berdasarkan hasil perhitungan anava pada absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai
tabel lampiran 15 menunjukkan bahwa perlakuan jumlah elektron yang diambil (Dephor et al,
konsentrasi Na2HPO4, derajat sosoh serta 2009).
interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap Tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji
respon organoleptik terhadap rasa nasi instan menggunakan metode DPPH dapat digolongan
merah, karena hasil menurut panelis memiliki menurut nilai IC50. Semakin kecil nilai IC50
berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan.

264 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Adapun tabel tingkat kekutan antioksidan dengan IV. KESIMPULAN DAN SARAN
metode DPPH pade tabel 10 sebagai berikut.
Kesimpulan
TABEL X Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil
TINGKAT KEKUATAN ANTIOKSIDAN DENGAN kesimpulan sebagai berikut :
METODE DPPH 1. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan
diperoleh varietas beras merah yang terpilih
dalam penelitian nasi instan merah adalah
inpari 24 sedangkan waktu perendamanan
Na2HPO4 yang terpilih adalah 60 menit.
2. Konsentrasi Na2HPO4 berpengaruh nyata
terhadap volume pengembangan, cooking
3.7 Residu Fosfat Time dan respon organoleptik pada warna
Berdasarkan hasil pengujian residu fospat serta tekstur.
pada sampel terpilih v1p3 (beras merah dengan 3. Perlakuan derajat sosoh berpengaruh
derajat sosoh 40% dan 0,5% Na2HPO4), terhadap respon organoleptik pada warna
menunjukan kadar fosfat sebesar 99,7109 mg/kg serta tektur.
menunjukan bahwa residu fosfat masih dalam 4. Interaksi perlakuan derajat sosoh dan
batas aman karena fosfat tidak boleh dikonsumsi konsentrasi Na2HPO4 berpengaruh terhadap
lebih dari 2000 mg/kg. respon organoleptik pada warna serta tektur.
Residu fosfat merupakan garam fosfat yang 5. Berdasarkan respon-respon yang dilakukan
masih tersisa pada bahan setelah diaplikan ke pada perlakuan utama yang terpilih v1p3
produk bahan pangan. Penggunaan bahan kimia (derajat sosoh 40% dan 0,5% Na2HPO4 )
fosfat pada bahan pangan umumnya diawasi dan dengan cooking time 10.72 menit dan
ditetapkan batas amanya oleh lembaga volume pengembangan memiliki rata-rata
berwenang diberbagai negara. pengembangan sebesar 1.47 kali dari volume
Menurut Peraturan Kepala Badan asal beras awal.
Pengawas Obat dan Makanan Republik 6. Analisis aktivitas antioksidan memiliki
Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 Tentang intensitas lemah karena IC50 bernilai >150
Batas Maksimum Penggunaan Bahan μ/mL dan analisis kadar residu fosfat sebesar
Tambahan Pangan Dinatrium Fosfat untuk 99,7109 mg/kg yang menunjukan bahwa
produk pasta dan mi pra-masak serta produk residu fosfat masih dalam batas aman karena
sejenisnya, bahwa asupan maksimum harian fosfat tidak boleh dikonsumsi lebih dari
yang dapat ditoleransi atau Maximum 2000 mg/kg.
Tolerable Daily Intake yaitu 2000 mg/kg
dalam jumlah secukupnya yang diperlukan DAFTAR PUSTAKA
untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
Garam phospat mengandung natrium, Afrianti, L. H., Elin Y.S., Slamet I, I Ketut A.
kalium, aluminium, atau kalsium tampaknya 2010. Senyawa Asam 2-Metilester-1-H-
aman bagi kebanyakan orang ketika digunakan Pirol-4-Karboksilat Dalam Ekstrak Etil
sesekali atau jangka pendek. Asupan Fosfat Asetat Buah Salak Varietas Bongkok
(dinyatakan sebagai fosfor) tidak boleh lebih dari Sebagai Antioksidan dan
4 gram per hari untuk orang dewasa yang lebih Antihyperurecemia. Jurnal Teknologi dan
muda dari 70 tahun dan 3 gram per hari untuk Industri Pangan Volume XXI no 1 tahun
orang-orang yang lebih tua. Penggunaan jangka 2010, Bandung.
panjang yang teratur dapat mengganggu Adnyana, Oka, Made. 2007. Preferensi
keseimbangan fosfat dalam tubuh (Anonim, Konsumen Terhadap Beras Merah
2012). sebagai Sumber Pangan Fungsional.
Iptek Tanaman Pangan Vol 2 No 2-2007.
Almadadi, Wali. 2013. Beras Merah Lebih
Pantas Jadi Makanan Pokok.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 265


http://peutrang.blogspot.com/2013/10/html. Kartika, B., Pudji H., Wahyu S. 1987. Pedoman
diakses: 19/08/2014. Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas
Anonim. 2012. Garam Phospat. Gajah Mada. Yogyakarta
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/drugi Koswara, Sutrisno. 2009, Teknologi Pengolahan
nfonatural/735.html&usg=ALkJrhhe6LVS Beras. Produksi: eBookPangan.com.
dnLDuWMRT. diakses: 19/08/2014. Mardiah, Zahara. 2012. Karakterisasi Mutu
Anonymous. 2009. Natrium hidroksida. Gabah, Mutu Fisik, Dan Mutu Giling
http://www.asiamaya.com/NaOH/htm. Beras Galur Harapan Padi Sawah. Balai
diakses: 19/08/2014. Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi
Askanovi, Dewi. 2011. Kajian Resistensi Beras 2012.
Pecah Kulit dan Beras Sosoh Dari Lima Mejaya, Jana, Made. 2013. Deskripsi Varietas
Varietas Padi Unggul Terhadap Unggul Baru Padi. Berdasarkan SK
Serangan Hama Beras. Skripsi Fakultas Menteri Pertanian:
Teknologi Pertanian Institut Pertanian 2887.1/Kpts/SR.120/6/2012.
Bogor. Muchtadi, Tien R. 1992. Ilmu Pengetahuan
Baehaki. 2010. Pembentukan Varietas Padi Bahan Pangan. IPB Press. Bogor Nana.
Fungsional/ Beras Merah Produktivitas 2013. Pengaruh Dari Derajat Sosoh
Tinggi. Laporan Akhir Ristek Balai Besar Terhadap Daya Cerna Pati, Kadar Serat
Penelitian Tanaman Pangan : Sukamandi, Kasar Dan Derajat Cerah Serta Sifat
2010. Organoleptik Beras Merah. Tugas Akhir
Dephor, AA, Ebrahimzadeh, MA, Fazel, NS dan Fakultas Teknologi Pangan Universitas
Mohamad NS. 2009. Antioxidant Activity Muhamadiyah Semarang.
of Methanol Extract of Ferula Purnama, Dede. 2010. Beras Merah Tangkal
Assafoctida and Its Essential Oil Kanker dan Diabetes. http://dede-
Compositition. Grasas Accites. health.blogspot.com/2010/01/beras-merah-
Damardjati, DS. 1995. Karakterisasi sifat dan tangkal-kanker-dan-diabetes.html. diakses:
standardisasi mutu beras sebagai 14/04/2014.
landasan pengembangan agribisnis dan Regina. 2014. Beras Merah Baik Dikonsumsi
agroindustri padi di Indonesia. Orasi Untuk Diet Maupun Diabetes.
Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Balitbio http://www.trikdiet.com/beras-merah.html.
1992. Badan Litbang Pertanian. diakses: 14/04/2014.
Erywiyatno, Nina dan Yohanes, Kristianto. 2003. Saragih, Rumondang. 2009. Penentuan Kadar
Pengaruh Bahan dan Konsentrasi Fosfat Pada Air Umpan Recovery Boiler
Perendam Na2HPO4 dan Na5P3O10 Dengan Metode Spektrofotometri UV-
Terhadap Mutu Fisik Kimiawi dan VIS Karya Ilmiah Program Fakultas Ilmu
Mutu Organoleptik, Jurnal Media Gizi Pengetahuan Universitas Sumatra Utara,
dan Keluarga, Desember 2003 27 (2):86- Medan.
92. Sartikawati, Indah Dewi. 2012. Analisis Ion
Gasperez. 1995. Metode Perancangan Fosfat. http://indah-
Percobaan. Armico. Bandung mozaeq.blogspot.com/2012/04/pospat.html.
Bambang Widjanarko. 2013. Pengaruh diakses: 19/08/2014.
Disodium Fosfat (Na2HPO4) dan Saputra, Dwi Aziz. 2010. Pengendalian Mutu
Kondisi Perendaman Dalam Sifat Fisik Beras Bulog 407 Banjarnegara.
dan Organoleptik Nasi Instan. Jurnal http://scribd.Pengendalian Mutu Beras
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Bulog 407 Banjarnegara.html. diakses:
Brawijaya Malang. 19/08/2014.
Indrasari, Siti, Dewi. Purwani. dan Prihadi, Shafwati, R Afni. 2012. Pengaruh Lama
Wibowo. 2010. Evaluasi Mutu Fisik, Pengukusan Dan Cara Penanakan Beras
Mutu Giling dan Kandungan Antosianin Pratanak Terhadap Mutu Nasi
Kultivar Beras Merah. Jurnal Penelitian Pratanak. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian Tanaman Pangan. Pertanian-Institut Pertanian Bogor.

266 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Suardi D. 2005. Potensi beras merah untuk Wanti, Surtika. 2008. Pengaruh Berbagai Jenis
peningkatan mutu pangan. Jurnal Beras Terhadap Aktivitas Antioksidan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pada Angkak Oleh Monascus purpureus.
(Indonesian Agricultural Research and Tugas Akhir Fakultas Pertanian,
Development Journal 24(3) : 93-100). Universitas Sebelas Maret-Surakarta.
Sunarlim, Roswita. 1992. Karakterisrik mutu Widyawati, Paini Sri. Pricilia, Monica. William,
bakso daging sapi dan pengaruh Saputrajaya. 2013. Aktivitas Antioksidan
penambahan natrium klorida dan Beras Organik Varietas Lokal (Putih
natrium tripolifosfat terhadap Varietas Cianjur, Merah Varietas
perbaikan mutu. Jurnal Penelitian (IPB Saodah, Hitam Varietas Jawa). Fakultas
(Bogor Agricultural University). Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.
Suismono, Agus Setyono. Prihadi Wibowo. Irsal Wikipedia. 2014. Natrium Tripolyphosphat.
Las. 2003, Evaluasi Mutu Beras www.wikipedia.co.id. diakses: 19/08/2014.
Berbagai Varietas Padi di Indonesia. Yisluth. 2010. Pembuatan Beras Instan (The
Balai Penelitian Tanaman Padi. Making of Instant Rice)
Suryana, Ase. Deden, Muhamad. 2005. http://yisluth.wordpress.com/2010/05/04/pe
Perancangan Sistem Pengukuran mbuatan-beras-instan-the-making-of-
Derajat Sosoh Beras Berbasis Fuzzy. instant-rice/
Prosiding Seminar Nasional Kopwil4 Vol 1
Juni 2005.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 267


268 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Pengaruh Penambahan Rempah dan Proses Pengolahan Terhadap Daya Cerna
Pati (Secara In Vitro) Beras Analog
[The Effect of Addition Spices and Processing on In vitro Starch Digestibility
of Rice Analogue]
Maya Indra Rasyid1, Slamet Budijanto2, Nancy Dewi Yuliana2
1
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
Alue Peunyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615
Email: mayaindrarasyid@gmail.com
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Abstract— This study aimed to determine the effect of the addition of spices and processing on in vitro
starch digestibility of rice analogue. This study used a randomized complete design with two factors, namely
the addition of powdered spices (0, 0.25, 0.5, 1, 2 and 3% of the total weight of the flour) and processing
(extrusion, mixing, drying and cooking). The result of in vitro starch digestibility analysis showed that rice
analogue with 1% spices obtained from each step in the process have a starch digestibility were lower when
compared to the control sample (0% spices). The digestibility of starch sample 1% spices significantly
different (p <0.05) the digestibility of starch from the sample 0% spices both in the process of mixing,
extrution, drying and cooking. The produced rice analogue had lower starch digestibility as compared to
milled rice. Thus, it is potential to be used as functional staple food for diabetics.

Keywords— extrution, in vitro starch digestibility, rice analogue, spices.

bergizi tinggi dengan cara penambahan atau


I. PENDAHULUAN pencampuran bahan sehingga dapat juga
Beras analog merupakan beras yang dibuat meningkatkan karakteristik fisikokimia,
dengan menggunakan bahan nonberas serta fungsionalitas dan sensori dari produk yang
memiliki zat gizi dan bentuk mendekati seperti dihasilkan (Hagenimana et al. 2007).
beras (Mishra et al. 2012). Produk beras analog Daya cerna pati merupakan tingkat kemudahan
dibuat dengan menggunakan metode ekstrusi yaitu enzim pemecah pati untuk dapat menghidrolisis
suatu proses yang melibatkan pemasakan, suatu jenis pati menjadi unit-unit yang lebih
pencampuran dan pembentuk makanan secara sederhana. Semakin tinggi daya cerna suatu pati
bersamaan. Proses ekstrusi terjadi pada suhu tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pati
dan waktu singkat, dimana akan menyebabkan pati yang terhidrolisis sehingga semakin banyak glukosa
tergelatinisasi, protein terdenaturasi, dan yang dihasilkan dan menyebabkan kadar gula darah
pembentukan ekstrudat (Smith, 1971; Wang et al. meningkat. Karbohidrat dengan daya cerna pati
2012). Proses pemasakan secara ekstrusi dapat yang lambat menyebabkan peningkatan glukosa
digunakan untuk menghasilkan makanan yang dalam darah menjadi konstan (Simonato et al.
2014). Pangan yang baik tidak hanya dapat A. Bahan dan Peralatan
memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi dalam Bahan baku yang digunakan adalah sorgum jenis
tubuh tetapi juga dapat bersifat fungsional bagi kawali yang diperoleh dari PTPN XII di Jawa
kesehatan. Produk pangan fungsional saat ini telah Timur, pati sagu dan GMS (Glycerol Monostearate)
banyak dikembangkan. Menurut Giacco et al. dari PT Lautan Luas, rempah (daun salam, jahe,
(2013) dibidang teknologi pangan telah banyak bawang putih, bawang merah dan sereh) diperoleh
dilakukan pengembangan produk pangan dari pasar Anyer Bogor, dan air. Bahan kimia yang
fungsional yang bersifat dapat mencegah dan digunakan untuk analisis antara lain enzim alfa
mengobati penyakit degeneratif seperti diabetes. amilase, asam dinitrosalisilat, maltosa, pati standar,
Pengembangan produk pangan fungsional dapat serta bahan kimia lainnya.
dilakukan dengan memodifikasi formula pada Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
proses pengolahan. Modifikasi formula dilakukan terdiri dari pin disc mill, dough mixer, twin screw
dengan menambahkan komponen yang memberikan extruder (Berto Industry BEX-DS-2256), cabinet
efek menguntungkan bagi kesehatan atau oven dryer, neraca analitik, alat sosoh Satake Grain
menghilangkan komponen yang memberikan efek Testing Mill, alat bantu (baskom, sendok pengaduk),
samping. Menurut Marsono (2008) sifat fungsional spectrophotometer UV-Vis (Shimadzu, Japan), dan
dalam pangan fungsional salah satunya disebabkan alat gelas lainnya.
oleh adanya komponen bioaktif yang terdapat
dalam bahan nabati. Komponen bioaktif dipercayai B. Prosedur Penelitian
memiliki aspek fisiologis sehingga menimbulkan Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan sebagai
efek kesehatan. Salah satu bahan nabati yang berikut: (1) tahap persiapan dan karakterisasi bahan
mengandung komponen bioaktif adalah rempah- baku, (2) tahap formulasi beras analog dengan
rempah. Menurut Winarti dan Nanan (2005) penambahan rempah dan penentuan formulasi
rempah banyak mengandung komponen bioaktif terbaik, (3) tahap analisis daya cerna pati terhadap
yang bermanfaat dalam pencegahan maupun formula beras analog terpilih dari setiap tahapan
pengobatan penyakit. Berbagai penelitian telah proses.
membuktikan bahwa rempah-rempah seperti 1. Persiapan Bahan Baku
bawang merah, bawang putih, daun salam, jahe dan
sereh mengandung komponen bioaktif yang Persiapan bahan terdiri dari pembuatan tepung
bermanfaat dalam mencegah dan mengobati sorgum, pembuatan rempah bubuk (bawang merah,
penyakit diabetes. Seperti halnya pada bawang bawang putih, daun salam, jahe dan sereh).
merah dan bawang putih yang mengandung Pembuatan Tepung Sorgum
senyawa S- allil sistein sulfoksida (SACS) yang Pembuatan tepung sorgum diawali dengan
memiliki efek anti diabetes dengan merangsang proses penyosohan sorgum yang dilakukan dengan
produksi insulin dan memperlambat penyerapan menggunakan alat penyosoh Satake Grain Testing
glukosa (Martı´nez et al. 2007; El-Demerdash et al. Mill. Biji sorgum sebanyak 100 g disosoh selama
2005). Selain itu, glikosida flavonoid yang 60 detik, untuk mendapatkan rendemen maksimum
terkandung dalam daun salam bertindak sebagai penyosohan dilakukan sebanyak satu kali (Marissa,
penangkap radikal hidroksil sehingga dapat 2011). Pada proses pembuatan tepung sorgum
mencegah aksi diabetogenik (Studiawan dan dilakukan penepungan terhadap sorgum sosoh yang
Santosa, 2005). dihasilkan dari proses penyosohan dengan waktu
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh yang berbeda. Kemudian dilakukan penggilingan
penambahan rempah dan proses pengolahan dengan menggunakan pin disc mill dengan ayakan
terhadap daya cerna pati secara in vitro pada beras 80 mesh sehingga dihasilkan tepung sorgum dengan
analog berbasis sorgum. ukuran 80 mesh (Budijanto dan Yuliyani, 2012).
II. METODE PENELITIAN Pembuatan Bubuk Rempah
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium F- Bawang merah dikupas dan dibersikan terlebih
Technopark dan Laboratorium di Departemen Ilmu dahulu lalu diiris melintang dengan ketebalan 2-3
dan Teknologi Pangan FATETA di Institut mm. Setelah diiris, bawang merah o
dikeringkan di
Pertanian Bogor. dalam oven dengan suhu 50 C selama 10 jam.
270 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Setelah kering digiling dan diayak dengan ukuran TABEL I
80 mesh. Pembuatan bubuk bawang putih dilakukan FORMULA PENAMBAHAN REMPAH YANG
dengan cara pengupasan dan pembersihan terlebih DIUJICOBAKAN PADA PEMBUATAN BERAS
dahulu lalu diiris melintang dengan ketebalan 1-3 ANALOG
mm. Setelah diiris, bawang putih dikeringkan di Formula Bubuk Rempah (%)a
dalam oven dengan suhu 50 oC selama 8 jam. F1 0
Setelah kering digiling dan diayak dengan ukuran F2 0,25
80 mesh. Pembuatan bubuk daun salam dilakukan F3 0,5
dengan cara daun salam yang telah dipetik, F4 1
dibersihkan dan dicuci kemudian ditiriskan. Daun F5 2
salam yang telah ditiriskan di keringkan dengan F6 3
menggunakan oven dengan suhu 50 oC selama 4 a
Persen dari jumlah total berat tepung (sorgum dan sagu).
jam. Daun salam yang telah kering kemudian
digiling dan diayak dengan ukuran 80 mesh. Rempah ditambahkan pada saat tahapan pencam-
Pembuatan bubuk jahe dilakukan dengan cara puran pada proses pembuatan beras analog. Bahan
rimpang jahe dicuci dengan air mengalir, ditiriskan yang telah ditimbang sesuai dengan formula (sor-
dan dirajang melintang setebal 1-3 mm. Rajangan gum, sagu, bubuk rempah dan GMC) dicampur de-
jahe dikeringkan menggunakan pengering tipe rak ngan mixer selama 10 menit. Jumlah air yang di-
pada suhu pengeringan 50 oC selama 8 jam. Jahe tambahkan juga sesuai dengan formulasi. Air di-
kering digiling dan diayak sehingga diperoleh tambahkan sedikit demi sedikit sampai adonan ter-
bubuk jahe yang lolos ayakan 80 mesh. Pembuatan campur rata, kemudian diaduk selama 10 menit.
bubuk sereh dilakukan dengan cara batang sereh Adonan diekstrusi dengan ekstuder ulir ganda (T1 =
dibersihkan dari daunnya dan kemudian dicuci 80, T2 = 80, T3 = 80, kecepatan ulir 30 Hz, dan ke-
dengan air, ditiriskan dan dirajang setebal 1-3 mm. cepatan pisau 15 Hz). Hasil ekstrusi kemudian dike-
Rajangan sereh dikeringkan menggunakan ringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 4 jam.
pengering tipe rak pada suhu pengeringan 50 oC Beras analog yang dihasilkan berdasarkan
selama 7 jam. Sereh yang sudah kering digiling dan formulasi akan dipilih satu yang terbaik
diayak dengan ukuran 80 mesh sehingga diperoleh berdasarkan parameter atribut terhadap warna,
bubuk sereh. aroma, rasa, tekstur dan overall yang dinilai dengan
2. Formula Beras Analog Dengan Penambahan analisis sensori menggunakan uji rating hedonik.
Rempah dan Penentuan Formulasi Terbaik Hasil terbaik dari formulasi akan digunakan pada
Penentuan formulasi penambahan rempah penelitian tahap ke tiga.
dilakukan berdasarkan penambahan rempah pada 3. Analisis Daya Cerna Pati Terhadap Formula
resep pembuatan nasi berempah yaitu nasi uduk. Beras Analog Terpilih Dari Setiap Tahapan
Dimana pada pembuatan nasi rempah menggunakan Proses
30% bawang merah, 20% bawang putih, 20% jahe, Pada tahap 3 dilakukan analisis daya cerna
20% sereh dan 10% daun salam. Persentase yang pati secara in vitro terhadap beras dari formula yang
digunakan umumnya adalah persentase dari jumlah terpilih berdasarkan analisis sensori. Pada tahapan
beras yang digunakan dan berdasarkan berat basah ini dibuat dua formulasi beras analog. Formula
rempah yang digunakan. Pada penelitan ini jumlah pertama yaitu formula beras analog tanpa
persentase rempah yang ditambahkan sedikit penambahan rempah dan formula ke dua adalah
dimodifikasi karena rempah yang digunakan dalam formula beras analog terbaik dengan penambahan
bentuk bubuk kering (rata-rata kadar air rempah rempah yang diperoleh dari tahap dua. Pengambilan
yang digunakan sekitar 10% dari berat basahnya). bahan sebagai sampel untuk analisis daya cerna pati
Pada penentuan formulasi rempah yang digunakan dilakukan pada setiap tahapan proses. Pada tahapan
dicampur menjadi satu dan terdiri dari 30% bubuk ini juga dilakukan analisis daya cerna pati terhadap
bawang merah, 20% (bubuk bawang putih, bubuk beras sosoh sebagai perbandingan. Analisis daya
jahe dan bubuk sereh) dan 10% bubuk daun salam. cerna pati in vitro dilakukan dengan menggunakan
Formula yang diujicobakan dapat dilihat pada Tabel metode yang dikembangkan oleh Muchtadi et al.
I. (1992).
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 271
III. HASIL DAN PEMBAHASAN sampel F4 tersebut diduga karena adanya
komponen bioaktif polifenol yang terdapat di dalam
A. Daya Cerna Pati Secara In Vitro Terhadap
rempah yang ditambahkan. Menurut Gregorio et al.
Formula Beras Analog Terpilih
(2010) Flavonol dan antosianin merupakan senyawa
Pada penelitian ini daya cerna pati dianalisis flavonoid utama yang terkandung di dalam bawang
secara in vitro. Analisis daya cerna pati dilakukan merah. Dari hasil isolasi bawang merah terdapat
terhadap beras analog dari formula penambahan delapan jenis senyawa flavonol dan delapan jenis
rempah terbaik yang diperoleh dari analisis sensori senyawa antosianin. Terdapat perbedaan yang
serta beras sosoh dan nasi putih sebagai signifikan dari total konsentrasi flavonoid antara
pembanding. Secara overall, dari hasil analisis bawang merah dan bawang putih, dimana diketahui
sensori diketahui bahwa beras analog dengan bahwa total konsentrasi flavonoid dalam bawang
formula F4 (1% rempah) merupakan formula merah jauh lebih tinggi tinggi dari bawang putih.
terbaik (Tabel II). Selain itu, pada daun salam juga mengandung
tannin dan flavonoid dalam bentuk glikosida yang
TABEL II
mempunyai gugus-gugus gula (Studiawan &
HASIL ANALISIS SENSORI TERHADAP NASI
BERAS ANALOG BEREMPAH
Santosa 2005).

Formula Warna Aroma Bentuk Tekstur Overall TABEL III


F1 2.73b 4.03d 3.36bc 3.37b 3.59b DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO SAMPEL
±0.64 ±1.41 ±1.30 ±1.40 ±1.29 F1, F4 DAN BERAS SOSOH
F2 2.36c 4.30cd 3.54ab 3.36b 3.60b
±0.89 ±1.19 ±1.08 ±1.36 ±1.22 Sampel Daya cerna pati (%)*
F3 2.83b 4.36bc 3.54ab 3.81a 3.84b
±1.06 ±1.36 ±1.17 ±1.30 ±1.07 Beras
F1 F4
F4 3.23a 4.79a 3.89a 3.90a 4.27a sosoh
±1.11 ±1.23 ±1.12 ±1.36 ±1.19 Campuran 69.22a±0.05 52.69b±1.51
F5 2.47c 4.67ab 3.16c 3.73ab 3.83b Extrudat 91.19a±0.30 76.07b±1.68
±0.99 ±1.35 ±1.32 ±1.38 ±1.46
Beras 93.83±0.
F6 2.40c 4.46bc 2.80d 3.70ab 3.74b
±1.24 ±1.30 ±42 ±1.62 ±1.38 79.17a±1.64 b
65.02 ±1.01 75
Keterangan: Rataan ± standar deviasi; angka yang diikuti Nasi 98.98±0.
oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan 58.06a±1.19 40.98b±3.05 27
perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang
diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan
Dari hasil analisis daya cerna pati secara in vitro, perbedaan yang tidak nyata (p>0.05)
* Persentase dari kadar maltosa sampel setelah reaksi
diketahui bahwa sampel beras analog dengan enzimatis per kadar maltosa pati standar setelah reaksi
penambahan rempah (F4) yang diperoleh dari setiap enzimatis
tahapan proses pengolahan memiliki daya cerna
pati yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Menurut Davis dan Hoseney (1979) senyawa
sampel kontrol (F1) yang tidak ditambahkan fenolik diketahui berikatan komplek dengan protein
rempah (Tabel III). Hasil uji lanjut daya cerna pati dan karbohidrat dalam makanan sehingga
sampel F4 berbeda nyata (p<0.05) dengan daya membentuk struktur yang memberikan dampak
cerna pati dari sampel F1 baik pada proses terhadap pencernaan. Bentuk ikatan antara
pencampuran, ekstrusi, pengeringan maupun komponen polifenol dengan karbohidrat berupa
pemasakan. Jika dibandingkan dengan beras sosoh ikatan kovalen melalui ikatan O-glikosidik atau
dan nasi (dari beras sosoh) yang memiliki daya ikatan C-glikosidik (Williamson, 2013). Menurut
cerna pati berturut-turut 93.83% dan 98.98%, daya Widowati (2008) bentuk kompleks antara pati
cerna dari beras F4 (65.02%) dan nasi F4 (40.98%) dengan polifenol menyebabkan sisi dari bagian pati
lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa bubuk yang secara normal dihidrolisis oleh enzim
rempah yang ditambahkan dalam pembuatan beras pencernaan menjadi tidak dikenali, sehingga
analog dengan teknologi ekstrusi memberikan semakin banyak bagian pati yang terikat dengan
pengaruh terhadap penurunan daya cerna pati polifenol maka semakin banyak bagian yang tidak
secara in vitro. Penurunan daya cerna pati dari dapat dikenali oleh enzim pencernaan, sehingga

272 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


kemampuan hidrolisis pati menurun dan daya cerna bahwa kelembaban, suhu gelatinisasi dan
pati menjadi rendah. Menurut Le Bourvellec et al. retrogradasi berpengaruh terhadap daya cerna pati.
(2005) senyawa fenolik juga dapat berikatan Sampel F1 dan F4 mengalami peningkatan daya
langsung dengan enzim pencernaan seperti sukrase, cerna pati setelah proses ekstrusi. Hal ini didukung
amilase, tripsin, kimotripsin dan lipase sehingga oleh penelitian yang dilakukan oleh Altan et al.
dapat menurunkan aktivitas dari enzim-enzim (2009) yang menyatakan bahwa proses ekstrusi
tersebut, dan selanjutnya memperlambat laju dapat meningkatkan daya cerna pati terhadap
pencernaan pati. Secara khusus, penghambatan α- ekstrudat yang dihasilkan. Peningkatan daya cerna
amilase dapat mengurangi efek glikemik terhadap pati terjadi karena adanya gelatinisasi pati selama
pati. proses ekstrusi. Chung et al. (2006) menyatakan
bahwa proses gelatinisasi pati dapat meningkatkan
TABEL IV daya cerna pati. Granula pati mentah yang
DAYA CERNA PATI SAMPEL F1 PADA SETIAP tergelatinisasi selama proses pemasakan dapat
TAHAPAN PROSES PENGOLAHAN menyebabkan kerusakan struktur pati sehingga
Proses pengolahan Daya cerna pati (%)* lebih mudah terdegradasi oleh enzim. Peningkatan
Pencampuran 69.22c daya cerna pati juga terjadi pada beras sosoh yang
Ekstrusi 91.19a telah mengalami proses pemasakan sebagaimana
Pengeringan 79.17b yang terlihat pada Tabel III. Hal ini sesuai dengan
Pemasakan 58.06d penelitian yang dilakukan oleh Dhital et al. (2015)
Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang dimana beras sosoh yang telah mengalami
diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) pemasakan memiliki daya cerna pati yang lebih
* Persentase dari kadar maltose sampel setelah reaksi tinggi bila dibandingkan dengan beras sosoh
enzimatis per kadar maltosa pati standar setelah reaksi sebelum pemasakan.
enzimatis Setelah proses pengeringan sampel F1 dan F4
TABEL V mengalami penurunan daya cerna pati, demikian
DAYA CERNA PATI SAMPEL F4 PADA SETIAP juga setelah proses pemasakan. Penurunan daya
TAHAPAN PROSES PENGOLAHAN cerna pati setelah proses pengeringan dan
pemasakan diduga disebabkan oleh terbentuknya
Proses pengolahan Daya cerna pati (%)* pati resisten. Bonna et al. (2010) menyatakan
Pencampuran 52.69c
bahwa proses pengeringan terhadap pati yang telah
Ekstrusi 76.07a
Pengeringan 65.02b
mengalami gelatinisasi dapat meningkatkan pati
Pemasakan 40.98d resisten. Hal ini disebabkan karena panas yang
Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang dihasilkan selama proses pengeringan dapat
diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan mengakibatkan struktur kristal pati menjadi bentuk
perbedaan yang tidak nyata (p>0.05)
struktur amorf yang mudah terhidrolisis oleh enzim.
* Persentase dari kadar maltosa sampel setelah reaksi
enzimatis per kadar maltose pati standar setelah reaksi Namun, sebagian struktur amorf tersebut dapat
enzimatis membentuk struktur yang lebih padat dan kompak
sehingga sulit untuk dapat dihidrolisis oleh enzim.
Daya cerna pati diduga juga dipengaruhi oleh Terjadinya pembentukan pati resisten setelah proses
proses pengolahan seperti yang terlihat pada Tabel pemasakan pada sampel F1 dan F4 diduga
IV dan V. Menurut Singh et al. (2010) pengolahan disebabkan oleh adanya proses pengolahan yang
bahan pangan dapat menyebabkan perubahan berulang terhadap kedua sampel, dimana proses
terhadap struktur pati sehingga mempengaruhi pengolahan tersebut meliputi proses ekstrusi yang
karakteristik pati termasuk daya cerna pati. Proses dilanjutkan dengan proses pengeringan serta proses
ekstrusi terjadi pada suhu tinggi dan waktu singkat, pemasakan. Englyst et al. (1987) menyatakan
dimana akan menyebabkan pati tergelatinisasi, bahwa kentang yang mengalami proses pemasakan
protein terdenaturasi, dan pembentukan ekstrudat berulang lebih tahan terhadap hidrolisis amilase bila
(Wang et al. 2012). Selama ekstrusi, pati dibandingkan dengan kentang yang hanya
mengalami perubahan fisikokimia yang jauh mengalami sekali pemasakan.
berbeda dari sifat produk awalnya (Kadan &
Pepperman 2002). Vujic et al. (2014) menyatakan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 273
B. Manfaat Beras Analog Bagi Penderita Diabetes pati yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
Pangan yang baik tidak hanya dapat memenuhi sampel kontrol (0% rempah). Daya cerna pati
kebutuhan energi dan nutrisi dalam tubuh tetapi sampel 1% rempah berbeda nyata (p<0.05) dengan
juga dapat bersifat fungsional bagi kesehatan. daya cerna pati dari sampel 0% rempah baik pada
Produk pangan fungsional saat ini telah banyak proses pencampuran, ekstrusi, pengeringan maupun
dikembangkan. Hal ini dilakukan seiring dengan pemasakan. Beras analog yang dihasilkan memiliki
meningkatnya penyakit degeneratif seperti penyakit daya cerna pati yang lebih rendah dibandingkan
diabetes. Penyakit diabetes merupakan sindrom dengan nasi beras sosoh sehingga diharapkan dapat
yang ditandai dengan terjadinya peningkatan gula berpotensi digunakan sebagai pangan fungsional
darah yang tinggi (hiperglikemia) dalam waktu bagi penderita diabetes.
yang lama yang disebabkan karena adanya
gangguan produksi, sekresi insulin atau resistensi DAFTAR PUSTAKA
insulin (FAO, 2014). Pendekatan farmakologis Altan A, McCharthy K.L, Maskan M. 2009. Effect
yang dapat dilakukan untuk mengobati diabetes of extrusion cooking on functional properties
diantaranya menginhibisi glukoneogenesis, and in vitro stach digestibility of barley-based
menstimulasi pelepasan insulin serta menurunkan extrudates from fruit and vegetable by-products.
penyerapan glukosa pada usus halus. Terapi yang J Food Scie. 74(2): 77-86. doi: 10.1111/j.1750-
sangat bermanfaat untuk penderita diabetes 3841.2009.01051.x.
terutama bagi penderita diabetes golongan dua Bonna S, Tongta S, Piyachomkwan K. 2010. Effect
adalah mengendalikan kadar gula darah pada saat of dehydration methods on digested starch
proses penyerapan makanan (Geethalaksmi et al. fractions of retrograded debranched rice starch.
2010). Peningkatan kadar glukosa dari makanan Suranaree J. Sci. Technol. 17(4): 359-368.
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah Budijanto S, Yuliyanti. 2012. Studi persiapan
proses pengolahan, daya cerna pati, kadar serat tepung sorgum (Sorghum bicolor L. Moech) dan
pangan, kadar amilosa dan amilopektin, kadar aplikasinya pada pembuatan beras analog. J Tek
lemak, kadar protein, kadar gula dan zat antigizi Pert. 13(3):177-186.
(Hallfrisch dan Behall 2000).
Daya cerna pati merupakan tingkat kemudahan Chung HJ, Lim HS and Lim ST. 2006. Effect of
enzim pemecah pati untuk dapat menghidrolisis partial gelatinization and retrogradation on the
suatu jenis pati menjadi unit-unit yang lebih enzymatic digestion of waxy rice starch. J.
sederhana. Semakin tinggi daya cerna suatu pati Cereal Sci. 43: 353-359.
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pati Davis AB, Hoseney RC. 1979. Grain sorghum
yang terhidrolisis sehingga semakin banyak glukosa condensed tannins. I. Isolation, estimation and
yang dihasilkan dan menyebabkan kadar gula darah selective adsorption by starch.Cereal chem. 56
meningkat. Karbohidrat dengan daya cerna pati (4): 310-314.
yang lambat menyebabkan peningkatan glukosa Dhital S, Dabit L, Zhang B, Fanagan B, Shrestha
dalam darah menjadi konstan (Simonato et al. AK. 2015. In vitro digestibility and
2014). Dari hasil analisis daya cerna pati secara in physicochemical properties of milled rice. Food
vitro diperoleh bahwa beras analog F4 (1% rempah) chem. 172: 757-765.
memiliki daya cerna pati yang rendah bila Englyst HN, Cummings JH. 1987. Determination of
dibandingkan dengan nasi dari beras sosoh yaitu polysaccharides of potato in the small intestine
sebesar 65.02%. Karbohidrat yang memiliki daya of man. Am J Clin Nutr. 45: 423-431.
cerna rendah baik dikonsumsi oleh penderita
FAO (Food and Agriculture Organization). 2014.
diabetes.
Recommendation for preventing diabetes. Diet,
IV. KESIMPULAN
Nutrition and the prevention of chronic disease.
[diunduh 2014 Nov 23]. Tersedia pada:
Dari hasil analisis daya cerna pati secara in vitro, www.fao.org/docrep/005/ac911e.
diketahui bahwa sampel beras analog dengan
Geethalaksmi R, Sarada DVL, Marimuthu P dan
penambahan 1% rempah yang diperoleh dari setiap
Ramasamy K. 2010. Alpha-amylase inhibitory
tahapan proses pengolahan memiliki daya cerna

274 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


of Trianthema decandra L. Int J Biotechnol Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992.
Biochem. 6: 369-376. Petunjuk Laboratorium Metode Kimia Biokimia
Giacco R, Beatrice DG, Marilena V, Rosaria C. dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan
2013. Functional foods: Can food technology Olahan. Bogor : Departemen Pendidikan dan
help in the prevention and treatment of diabetes?. Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Food Nutr Sci. 4: 827-837. doi: Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut
10.4236/fns2013.48108. Pertanian Bogor.
Gregorio RMP, Mercedes SGF, Jesu´s S, Ana SR, Simonato B, Andrea C, Gabriella P. 2014.
Domingos PFA. 2010. Identification and Digestibility of pasta made with three wheat
quantification of flavonoids in traditional types: A preliminary study. Food Chem. 174:
cultivars of red and white onions at harvest. J 219-225. doi: 10.1016 /j.foodchem.2014.11.023.
Food Com Ana. 23: 592–598. doi: 10. 1016/ j. Singh J, Dartois A, Kaur L. 2010. Starch
jfca. 2009. 08.013. digestibility in food matrix: a review. Trends
Hagenimana A, Xiaolin D and Wen Y. G. 2007. Foods Sci & Tech. 21: 168-180.
Steady State Flow Behaviours Of Extruded Studiawan H, Santosa MH. 2005. Uji aktivitas
Blend Of Rice Flour And Soy Protein penurun kadar glukosa darah ekstrak daun
Concentrate. Food Chemistry 101 (2007) 241– Eugenia polyantha pada mencit yang diinduksi
247. doi:10.1016/j.foodchem.2006.01.043. aloksan. Media Kedok Hewan. 21( 2): 62-65.
Vujic L, Dubravka VC, Irena VD. 2014. Impact of
Hallfrisch J, Behall KM. 2000. Mechanisms of the dietetic tea biscuit formulation on starch
effects of grains on insulin and glucose digestibility and selected nutritional and sensory
responses. J Am College Nutr. 19(3): 320S- characteristics. LWT-Food Sci Technol. 30: 1-7.
325SS. Doi: 10.1016/j.lwt.2014.06.003.
Kadan RS dan Pepperman AB. 2002. Wang N, Lisa M, and Ruth T. 2012. Pea starch
Physicochemical properties of extruded rice noodles: Effect Of Processing Variables On
flours. Cereal Chem 79(4): 476-80. Characteristics And Optimisation Of Twin-
Screw Extrusion Process. Food Chemistry 133
Le Bourvellec C, Renard, C.M.G.C. 2005. Non-
(2012) 742–753. doi: 10.1016/j.Foodchem.
covalent interaction between procyanidins and
2012.01.087.
cell wall material. Part II: Quantification and
impact of the cell wall drying. Biochim Biophys Widowati S. 2008. Karakteristik beras instan
Acta Gen Subj 1725: 1–9. fungsional dan peranannya dalam menghambat
kerusakan pankreas. Majalah Pangan
Marissa. 2012. Karakterisasi pati sorgum (Sorghum
17(52):51-60.
bicolor L. Moench) Varietas Numbu dan Genjah.
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williamson G. 2013. Possible effects of dietary
polyphenols on sugar absorption and digestion.
Marsono Y. 2008. Prospek pengembangan makanan
Mol. Nutr. Food Res. 57: 48-57.
fungsional. J Teknol Pangan dan Gizi. 7:19:27.
Martı´nez MC, Nieves C, Mar V. 2007. Biological Winarti C, Nanan N. 2005. Peluang tanaman
rempah dan obat sebagai sumber pangan
propertie of onions and garlic. Trends in Food
fungsional. J Litbang Pert. 24(2): 47-55.
Sci & Technol. 18 (12): 609-625.
doi:10.1016/j.tifs.2007.07.011.
Mishra A, Mishra HN, Rao PS. 2012. Preparation
of Rice Analogues Using Extrution Technology.
International Journal of Food Science and
Technology: 1-7. DOI: 10.1111/j.1365-
2621.2012.03035.x.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 275


276 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Positive Deviance Gizi dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Miskin
di Desa Baru, Kabupaten Sarolangun, Jambi
[The Positive Deviance of Nutrition with Nutritional Status of Toddler among
Poor Families in Village’s Baru, Sarolangun, Jambi]
Merita dan Hesty
Program Studi Ilmu Gizi, Stikes Baiturrahim Jambi
Jln. Prof. M. Yamin, SH. Kode Pos 36135
E-mail: merita_meri@yahoo.com

Abstract — Objective: The purpose of this study was to analyze the relationship of positive deviance of
nutrition with nutritional status of toddler on poor families in Village’s Baru, Sarolangun, Jambi.
Methods: This study used a cross-sectional study design. This research was conducted in April until August,
2016. The sampling technique in this research is total sampling. The samples is all mothers who have children
under five (24-60 months) from poor families in Village’s Baru, Sarolangun Jambi as many as 86 mothers.
Determination of nutritional status using indicators of Weight for Age, which refers to the standard
Kemenkes RI. The data of positive deviance, family characteristics, and nutritional status taken using a
questionnaire tools. The data collected was analyzed by univariate and bivariate (chi-square test).
Results: Univariate analysis showed that the PD of infant feeding practice habits (91,9%), toddler's care
(86,0%), toddler's hygiene (69,8%), utilization of health services (89,5%) categorized was good. The chi-
square analysis showed that there is a significant correlation between positive deviance of nutrition (feeding
practices, toddler's care, toddler's hygiene, and utilization of health services) with nutritional status of
toddler (p-value <0,05).
Keywords— Positive Deviance, Nutritional Status, Toddler, Poor Families

I. PENDAHULUAN prevalensi gizi buruk-kurang di atas angka


Balita merupakan golongan yang rawan prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2% -
terkena masalah gizi. Oleh karena itu, usia balita 33,1% (Kemenkes RI, 2013).
lebih dikenal sebagai golden age karena masa ini Gizi kurang biasa diasumsikan hanya
sangat menentukan pertumbuhan dan disebabkan kemiskinan, akan tetapi data dari
perkembangan anak selanjutnya. Pada tahun 2013, penelitian di berbagai negara menyatakan kecuali
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) secara pada kondisi kelaparan, pangan bukanlah satu-
nasional menunjukkan bahwa prevalensi gizi satunya penyebab (World Bank, 2006), dapat
buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6%, dipengaruhi faktor lain seperti pengetahuan ibu
yang berarti masalah gizi buruk-kurang di (Rayhan dan Khan, 2006), pola asuh anak (Lutter
Indonesia masih merupakan masalah kesehatan et al., 2012), akses layanan kesehatan (Mosquera
masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi. et al., 2012), air dan sanitasi (Mashal et al., 2008).
Peningkatan tersebut juga diikuti oleh provinsi Hal ini akan menjadi lebih buruk dengan
Jambi yang menempati urutan ke-19 memiliki rendahnya pengetahuan gizi dan minimnya usaha
dalam menerapkan pengetahuan tersebut dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
kehidupan sehari-hari (Khomsan et al., 2009). Positive Deviance Gizi terhadap Status Gizi Balita
Kejadian yang menarik ditemukan di daerah pada Keluarga Miskin di Desa Baru, Kecamatan
pemukiman kumuh-miskin, terdapat balita dengan Sarolangun Jambi.
status gizi baik (Jahari et al., 2000; Piroska, 2010).
Hal tersebut merupakan bentuk penyimpangan II. METODE PENELITIAN
positif (positive deviance) yang berhasil Penelitian ini menggunakan desain cross
diterapakan oleh ibu balita dalam perawatan dan sectional study. Penelitian ini dilakukan pada
pengasuhan anak. Orangtua selain berperan April s/d Agustus 2016. Penentuan lokasi
sebagai pengasuh dan pendidik anak dalam penelitian dilakukan secara purposive dengan
keluarga juga berperan penting dalam pertimbangan tinggi nya jumlah keluarga miskin
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dan status gizi baik pada balita dibandingkan
anak karena orangtua yang lebih mengenal dengan desa lainnya.
anaknya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
Para peneliti mengamati bahwa meskipun ini adalah total sampling. Jumlah sampel adalah
kemiskinan di masyarakat, beberapa keluarga seluruh ibu yang memiliki anak balita (24-60
miskin memiliki anak bergizi baik. PD adalah bulan) dari keluarga miskin di Desa Baru,
suatu pendekatan pengembangan yang berbasis Kecamatan Sarolangun Jambi yaitu sebanyak 86
masyarakat (Pascale et al., 2010; The Positive orang ibu.
Deviance Initiative (2010). Berdasarkan keyakinan Pengambilan data status gizi balita
bahwa pemecahan masalah yang dihadapi menggunakan alat bantu pengukur panjang badan
masyarakat pada prinsipnya telah ada dalam (pita ukur dan microtoise) dan pengukur berat
masyarakat itu sendiri (Leavy, 2011). Core (2003) badan (timbangan injak). Penetapan status gizi
menyatakan bahwa kebiasaan keluarga yang balita menggunakan indikator BB/U yang
menguntungkan sebagai inti PD dibagi menjadi mengacu kepada standar Kemenkes RI 2010. Data
empat bagian utama yaitu pemberian makan anak, karakteristik keluarga dan positive deviance gizi
pola pengasuhan, kebersihan, dan mendapatkan diambil menggunakan alat bantu kuesioner. Data
pelayanan kesehatan. yang dikumpulkan dianalisis secara univariat dan
Studi dari berbagai negara menyimpulkan bivariat (chi-square test).
bahwa PD signifikan berhubungan dengan
pertumbuhan anak (Sripaipan et al., 2002), III. HASIL DAN PEMBAHASAN
pemberian ASI ekslusif (Dearden et al. 2002),
A. Karakteristik Keluarga
status gizi anak (Pryer et al., 2004), penurunan
mortalitas bayi (Mackintosh et al., 2002 ; Bolles et Karakteristik keluarga dapat dilihat pada
al., 2012), dan pola pengasuhan makan anak Tabel I. Karakteristik keluarga pada penelitian ini
(Parvanta et al., 2007). Di Indonesia, studi PD meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pendidikan
telah dilakukan di beberapa wilayah keluarga ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, besar
miskin. Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa keluarga, pendapatan keluarga dan status gizi
PD signifikan berpengaruh terhadap status gizi balita. Berdasarkan Tabel I di atas diketahui
baduta di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara bahwa sebagian besar umur ibu tergolong dewasa
(Turnip, 2008). awal (83,7%). Secara deskriptif diketahui bahwa
Berdasarkan survey awal diketahui bahwa di rata-rata usia ibu adalah 33 tahun, dengan umur
Desa Baru terdapat keluarga miskin yang termuda 20 tahun dan umur tertua 51 tahun.
mempunyai lingkungan rentan gizi atau daerah Pendidikan ibu sebagian besar adalah lulusan
dengan lingkungan yang dapat mengakibatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) (48,8%), dan
terjadinya gizi buruk dalam keluarga, maupun masih terdapat 1 (1,2%) ibu yang tidak sekolah.
masyarakat atau lingkungan yang tidak Sebagian besar ibu (87,2%) adalah Ibu Rumah
mendukung terciptanya gizi baik. Akan tetapi, Tangga (IRT). Sementara itu, terdapat ibu yang
pada kenyataannya sebagian besar anak balita di bekerja sebagai wiraswasta, petani, dan PNS.
Desa tersebut mempunyai gambaran status gizi Sementara itu, sebagian besar ayah balita (60,5%)
yang relatif baik. Oleh karena itu, tujuan adalah petani.

278 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL I khususnya dalam penelitian ini adalah kekurangan
KARAKTERISTIK KELUARGA gizi balita.
Karakteristik Keluarga Jumlah Persentase Analisis hubungan Positive Deviance gizi
(n) (%) dengan status gizi balita dapat dilihat pada Tabel
Umur Ibu
II sebagai berikut.
Dewasa Awal 72 83.7
Dewasa Menengah 14 16.3 TABEL II
Pendidikan Ibu ANALISIS HUBUNGAN POSITIVE DEVIANCE GIZI
Tidak Sekolah 1 1.2 DENGAN STATUS GIZI BALITA
Lulus SD 10 11.6
Lulus SMP 42 48.8 Positive Status Gizi Balita
Lulus SMA 31 36.0 Deviance Gizi Gizi Baik P-
Gizi Total
Lulus PT 2 2.3 Kurang n (%) value
Pekerjaan Ibu n (%)
IRT 75 87.2 Kebiasaan Pemberian Makan
Petani 3 3.5 Kurang Baik 4 (57,1) 3 (42,9) 7 (100,0)
0,001*
PNS 1 1.2 Baik 4 (5,1) 75 (94,9) 79 (100,0)
Swasta 7 8.1 Total 8 (9,3) 78 (90,7) 86 (100,0)
Pekerjaan Ayah Kebiasaan Pengasuhan Balita
Buruh 4 4.7 Kurang Baik 4 (33,3) 8 (66,7) 12 (100,0)
Honorer 3 3.5 0,012*
Baik 4 (5,4) 70 (94,6) 74 (100,0)
Petani 52 60.5 Total 8 (9,3) 78 (90,7) 86 (100,0)
PNS 1 1.2
Kebiasaan Kebersihan Balita
Swasta 26 30.2
Pendapatan Keluarga Kurang Baik 7 (26,9) 19 (73,1) 26 (100,0)
0,001*
Rendah (Rp. < 1.900.000,- 84 97.7 Baik 1 (1,7) 59 (98,3) 60 (100,0)
) Total 8 (9,3) 78 (90,7) 86 (100,0)
Tinggi (Rp. ≥ 1.900.000,-) 2 2.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Kurang Baik 4 (44,4) 5 (55,6) 9 (100,0)
0,003*
Pendapatan keluarga dalam penelitian ini Baik 4 (5,2) 73 (94,8) 77 (100,0)
mencakup pendapatan ayah, ibu, anak, dan Total 8 (9,3) 78 (90,7) 86 (100,0)
*)
anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu Chi-Square test, signifikan pada taraf 5%
KK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Berdasarkan PD kebiasaan pemberian makan
sebagian besar pendapatan keluarga tergolong balita diketahui bahwa dari 79 ibu dengan PD
rendah (97,7%). Rata-rata pendapatan keluarga yang baik sebagian besar status gizi balita baik
yaitu Rp. 1.165.759,-/bulan. Hal ini menunjukkan yaitu sebanyak 75 (94,9%). Hasil analisis chi-
bahwa pendapatan keluarga tegolong rendah atau square menunjukkan bahwa PD kebiasaan
di bawah batas UMR Provinsi Jambi (Rp. pemberian makan signifikan berhubungan dengan
1.900.000,-). status gizi balita pada keluarga miskin (p-
value=0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan
B. Hubungan Positive Deviance Gizi dengan penelitian Ogunba (2006) dalam penelitiannya
Status Gizi Balita menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan
Status gizi buruk pada balita dapat diatasi positif antara praktik pemberian makan anak
dengan mengetahui perilaku dan kebiasaan yang dengan status gizi anak di Nigeria. Demikian pula
dilakukan oleh keluarga PD, artinya keluarga PD studi di Ghana yang menyimpulkan bahwa praktek
dapat berhasil atau sukses (balita tidak kurang pemberian makan yang baik pada balita PD
gizi) karena memiliki perilaku dan kebiasaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tertentu yang tidak dilakukan oleh keluarga status gizi baik pada balita di Ghana (Shakaa et
lainnya. Adapun perilaku dan kebiasaan yang al., 2015; Amugsi et al., 2014).
mereka lakukan meliputi pemberian makan, Peran orang tua ditunjukkan dalam perilaku
pengasuhan, kebersihan dan pemanfaatan pemberian makan. Perilaku merupakan sesuatu
pelayanan kesehatan. Pendekatan PD merupakan yang dapat dibentuk, diperoleh dan dipelajari
solusi memecahkan suatu masalah kesehatan melalui proses belajar dengan cara pembiasaan,
pemberian pengertian, serta sebagai model.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 279


Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku yang mencuci tangan sebelum mengolah atau memasak
terkait dengan kesehatan disebut perilaku bahan makanan dan selalu mencuci alat makan
kesehatan yaitu suatu respon seseorang sebelum dipakai.
(organisme) terhadap stimulus atau objek, Oleh karena itu, menurut peneliti disarankan
berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim kepada para ibu agar tetap mempertahankan
pelayanan kesehatan, makanan/minuman dan penerapan pola pemberian makan yang baik
lingkungan yang diklasifikasikan sebagai berikut kepada anak dan memperhatikan asupan gizi anak,
adalah : 1) Perilaku pemeliharaan kesehatan, 2) baik asupan energi maupun protein, dibantu
perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau dengan peningkatan kesadaran ibu melalui
fasilitas kesehatan, 3) perilaku kesehatan penyuluhan kesehatan dan gizi.
lingkungan. Perilaku pemberian makan adalah Pada PD kebiasaan pengasuhan balita
seperangkat interaksi yang kompleks antara diketahui dari 74 ibu dengan PD yang baik
pengasuh/orang tua dan anak balita, yang sebagian besar status gizi balita juga baik (94,6%).
melibatkan proses pemilihan, konsumsi dan Analisis chi-square menunjukkan bahwa PD
regulasi makanan (Burn, 2004). Perilaku kebiasaan pengasuhan balita signifikan
pemberian makan orang tua dapat diartikan juga berhubungan dengan status gizi balita pada
sebagai aktifitas orang tua untuk memenuhi diet, keluarga miskin (p-value=0,012). Hasil ini sejalan
kesehatan dan keamanan, membantu dengan penelitian Rapar et al. (2014), yang
mengembangkan dan mempertahankan perilaku menyimpulkan ada hubungan antara pola asuh ibu
makan yang baik, dan mempromosikan dengan status gizi balita di wilayah kerja
lingkungan makan yang menyenangkan. Puskesmas Ranotana Weru Kecamatan Wanea
Penyediaan makanan bagi keluarga Kota Manado.
merupakan tugas seorang ibu yang harus sanggup Yulia dkk (2010) juga menemukan bahwa
menyediakan hidangan yang cukup dan terlebih pola asuh makan berhubungan positif dan
khusus pada anaknya (Sediaoetama, 2008). Pada signifikan dengan status gizi anak balita
penelitian ini peneliti menemukan bahwa keluarga berdasarkan indeks BB/U. Kondisi ini bermakna
miskin dengan status balita gizi baik, dalam semakin baik skor pola asuh makan maka akan
perilaku pemberian makan pada anak semakin baik pula status gizi anak balita.
memanfaatkan ikan hasil tangkapan keluarga Penelitian Setijowati (2012) mendapatkan hasil
sebagai protein hewani untuk dikonsumsi selain bahwa responden yang memiliki pola asuh makan
tempe dan tahu, serta konsumsi sayur yang yang lebih baik terdapat pada ibu yang tidak
memberikan banyak manfaat bagi gizi balita. bekerja (61,8%). Ibu yang bekerja di luar rumah
Hasil penelitian ini peneliti menemukan memiliki waktu lebih terbatas untuk melaksanakan
bahwa sebagian besar ibu memiliki PD kebiasaan pekerjaan rumah tangga sehingga mempengaruhi
pemberia makan yang baik (91,9%). Hal ini pola pengasuhan makan dan kesehatan anak.
ditunjukkan dengan sebanyak 85 (98,8%) ibu Demikian pula hasil penelitian Anas (2013)
selalu mencuci tangan ketika hendak menyuapi menemukan bahwa ada pengaruh pola asuh makan
anak makan dan membiasakan balita sejak dini terhadap status gizi anak balita usia 0-59 bulan.
mengkonsumsi buah-buahan lokal. Selain itu, PD Balita yang pola asuhnya tidak baik memiliki
yang baik ini dikarenakan Ibu selalu ada waktu kemungkinan 27 kali lebih besar mengalami status
atau selalu mendampingi ketika anak makan gizi kurang dibanding balita yang pola asuh
karena sebagian besar ibu adalah Ibu Rumah makannya baik.
Tangga (IRT) yaitu sebesar 87,2%. Ibu sudah Hasil penelitian ini peneliti menemukan
mengetahui tentang menu makanan yang sesuai bahwa sebagian besar PD kebiasaan pengasuhan
dengan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan ibu balita pada keluarga miskin tergolong baik
dapat menciptakan suasana yang menyenangkan (86,0%). Hal ini ditunjukkan dari item pertanyaan
pada saat anak makan. Bila anak tidak mau pada kuesioner dimana ibu selalu menemani anak
makan, ibu dapat membujuk agar anak mau ketika sedang sakit 77 (89,5%) dan ibu selalu
menghabiskan makanannya. Pengetahuan ibu menyiapkan makanan untuk anak (88,4%).
tentang kebersihan dalam menyiapkan makanan Menurut Nursalam (2005) kebutuhan dasar anak
baik hal ini dapat dilihat dari ibu yang selalu terbagi 3 yaitu Asuh, Asah, dan Asih. Menurut

280 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Yusniyah (2008), pola asuh adalah mendidik, signifikan dengan status gizi dan penyakit (Frost et
membimbing dan memelihara anak, mengurus al, 2005).
makanan, minuman, pakaian, kebersihannya. Berdasarkan PD pemanfaatan pelayanan
Menurut Lubis (2008) ibu sebagai tokoh sentral kesehatan, diketahui bahwa dari 77 ibu dengan PD
dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan yang baik sebagian besar status gizi balita baik
khususnya pada balita. Anak masih membutuhkan yaitu sebanyak 73 (94,8%) balita. Hasil analisis
bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan chi-square menunjukkan bahwa PD pemanfaatan
agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk pelayanan kesehatan signifikan berhubungan
perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi dengan status gizi balita pada keluarga miskin (p-
perhatian ketika anak makan dan sikap orangtua value=0,003). Hasil ini sejalan dengan studi Dewi
dalam memberi makan. Menurut peneliti, ibu (2010) yang menunjukkan hasil bahwa terdapat
balita diharapkan mampu menerapkan pola asuh hubungan pola pemanfaatan pelayanan kesehatan
makan yang baik sehingga anak balita memiliki dengan status gizi balita.
asupan makan yang baik dan pada akhirnya akan Hasil penelitian ini juga sejalan dengan studi
memiliki status gizi yang baik. Hidayat dan Jahari (2014), yang menunjukkan
Berdasarkan hasil PD kebiasaan kebersihan perbedaan yang sangat nyata bahwa perilaku ibu
balita, dari 60 ibu dengan PD yang baik sebagian balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan
besar status gizi balita baik yaitu sebanyak 59 lebih banyak balita dengan status gizi baik
(98,3%) balita. Hasil analisis chi-square dibandingkan dengan balita yang tidak
menunjukkan bahwa PD kebiasaan kebersihan memanfaatkan pelayanan kesehatan (p<0,001).
balita signifikan berhubungan dengan status gizi Begitupula ibu balita balita yang memanfaatkan
balita pada keluarga miskin (p-value=0,001). Hasil pelayanan kesehatan berbeda sangat nyata
ini sejalan dengan dengan studi Frost et al, (2005) terhadap rendahnya kejadian penyakit (morbiditas)
yang mennjukkan bahwa Kebersihan anak balita balita dibandingkan dengan ibu balita balita yang
dan lingkungan sekitarnya berhubungan signifikan tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan
dengan status gizi. (p<0,001).
Soetjiningsih (2012) mengemukakan bahwa Berdasarkan analisis univariat ditemukan
pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan bahwa sebagian besar PD kebiasaan pemanfaatan
makanan dan peralatan yang dipakai harus pelayanan kesehatan pada keluarga miskin
mendapatkan perhtian khusus. Makanan yang tergolong baik (89,5%). Hal ini ditunjukkan dari
kurang bersih dan sudah tercemar dapat perilaku ibu yang selalu membawa anak berobat
menyebabkan diare atau cacingan pada anak. ke Puskesmas/Rumah Sakit ketika anak sakit
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa (83,7%). Hal ini didukung dengan keberadaan
sebagian besar PD kebiasaan kebersihan balita Bidan Desa dan kader posyandu yang aktif dan
pada keluarga miskin tergolong baik (69,8%). Hal bertanggung jawab terhadap kesehatan balita.
ini ditunjukkan dari perilaku ibu yang selalu Kebiasaan pengobatan ketika anak sakit cenderung
membersihkan ruangan rumah setiap kali kelihatan tidak menunda, ibu langsung membawa anaknya
kotor (79,1%) dan dan ibu selalu membersihkan ke bidan terdekat atau ke puskesmas, namun ada
piring balita setiap kali kelihatan kotor. beberapa ibu yang masih membeli obat di warung
Semua ibu balita ada upaya untuk untuk sementara namun bila keesokan harinya
membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun tidak ada perbaikkan maka anak langsung di bawa
setiap saat sebelum atau sesudah memberi makan ke puskesmas.
dengan menggunakan tangan. Cara pengolahan Sementara itu, aspek organisasi dan
makan umumnya sayuran dicuci terlebih dahulu kemasyarakatan yang mendukung kesehatan dan
dan menyimpan hasil masakan yang sudah matang status gizi baik pada balita yaitu adanya institusi
pada tempat yang tertutup, misalkan di bupet atau non pemerintah yang sangat berperan dalam hal
ditutup dengan tudung saji. Kebersihan kuku anak kesehatan dan masalah gizi balita adalah
selalu terjaga, ibu rutin memotong kuku setiap Posyandu, dimana menurut penilaian masyarakat
satu minggu sekali dan anak terbiasa mandi Posyandu merupakan lembaga yang kedua setelah
minimal dua kali dalam satu hari. Kebersihan anak Puskesmas yang sering membantu dan berperan
balita dan lingkungan sekitarnya berhubungan dalam masalah ke sehatan.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 281


Posyandu merupakan salah satu bentuk dari UCAPAN TERIMA KASIH
pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
Pelayanan kesehatan dasar di posyandu adalah terimakasih kepada Kemenristekdikti yang telah
pelayanan kesehatan yang mencakup sekurang- memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
kurangnya 5 (lima) kegiatan yaitu Kesehatan Ibu mendapatkan hibah skim penelitian dosen pemula
dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), tahun 2016, sehingga penelitian ini dapat
imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare terencana dan terlaksana dengan baik.
(Kemenkes RI, 2011).
Salah satu aspek untuk menilai masalah
kesehatan masyarakat dapat digunakan status gizi DAFTAR PUSTAKA
balita sebagai tolok ukur cerminan keadaan gizi
Amugsi, DA., Mittelmark, MB., Lartey, A.,
masyarakat luas. Kinerja pelayanan kesehatan
Matanda, DJ., Urke, HB. (2014). Influence of
merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
childcare practices on nutritional status of
peningkatkan kualitas kesehatan penduduk. Masih
Ghanaian children: a regression analysis of the
rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat
Ghana Demographic and Health Surveys. BMJ
diketahui jika masyarakat masih ada yang
Open, 4(2): 1-10
melahirkan di rumah dukun dengan pertolongan
dukun. Hasil kajian dari data riskesdas diperoleh Anas, U.K. (2013). Pengaruh Karakteristik
informasi bahwa hanya sekitar 38 % masyarakat Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi
yang memanfaatkan posyandu. Kelancaran dan Balita pada Ibu Menikah Dini di Wilayah Kerja
kesinambungan kegiatan posyandu tergantung Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan
kepada konsistensi pembinaan TPG puskesmas Banda Alam Kabupaten Aceh Timur. Skripsi.
dan keterlibatan secara sungguh sungguh bidan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera
desa. Fungsi bidan desa diharapkan menjadi Utara. Medan.
motivator atau penggerak agar masyarakat sadar Bolles, K., Speraw, C., Berggren, G., & Lafontant,
gizi dan berperilaku sehat dapat berhasil dengan J. G. (2002). Ti foyer (hearth) community-
melakukan pendekatan kemitraan dalam based nutrition activities informed by the
menggalang kerjasama dengan PKK dan kader positive deviance approach in Leogane, Haiti:
desa merupakan kunci sukses pelayanan gizi dan A programmatic description. Food and
kesehatan di posyandu. Nutrition Bulletin, 23(4), 11–17.
[CORE] Child Survival Collaborations and
IV. KESIMPULAN Resources Group. (2003). Positive Deviance &
Sebagian besar ibu memiliki PD yang Health, Suatu Pendekatan Perubahan Perilaku
tergolong baik pada indikator kebiasaan dan Pos Gizi. Diterjemahkan oleh PCI-
pemberian makan balita (91,9%), kebiasaan Indonesia. Jakarta
pengasuhan balita (86,0%), kebersihan balita Dearden, K. A., Quan, L. N., Do, M., Marsh, D.
(69,8%), dan pemanfaatan pelayanan kesehatan R., Pachon, H., Schroeder, D. G., & Lang, T. T.
(89,5%). Terdapat hubungan signifikan antara PD (2002). Work outside the home is the primary
gizi ibu dengan status gizi balita (p<0,05). barrier to exclusive breastfeeding in rural Viet
Sehingga, diperlukan upaya dari Dinas Kesehatan Nam: Insights from mothers who exclusively
Kabupaten Sarolangun untuk mengoptimalkan breastfed and worked. Food and Nutrition
program perbaikan gizi balita melalui perilaku Bulletin, 23(4), 101–108.
masyarakat khususnya tentang pemberian makan Dewi, S. (2010). Hubungan Antara Pola
dan kebiasaan pengasuhan anak. Sementara itu, Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dan
dikarenakan PD kebiasaan kebersihan balita masih Morbiditas Dengan Status Gizi Balita Di
tergolong rendah dibandingkan PD yang lain, Kelurahan Gemolong Kecamatan Gemolong
sehingga diperlukan peran ahli gizi dan bidan desa Kabupaten Sragen. Skripsi. Universitas
setempat dalam memberikan edukasi gizi Muhammadiyah Surakarta
khususnya tentang kebiasaan kebersihan balita
terhadap status gizi balita. Frost M, Forste R. & Haas D. (2005). Maternal
education and child nutritional status in

282 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Bolivia: Finding the links. Soc Sci Med, longitudinal ecological analysis. BMC Family
60(2):395-407. Practice 13:84
Hidayat, TS & Jahari, AB. (2014). Perilaku Nursalam. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan
Pemanfaatan Posyandu Hubungannya dengan anak (untuk perawat dan bidan). Edisi 1.
Status Gizi dan Morbiditas Balita. Bul. Penelit. Jakarta: Salemba Medika
Kesehat, 40(1): 1-10 Ogunba BO. (2006). Maternal behavioural feeding
Jahari. (2000). Penyimpangan Positif Masalah practices and under-five nutrition: Implication
KEP di Jakarta Utara DKI Jakarta dan di for child development and care. Journal of
Pedesaan Kabupaten Bogor-Jawa Barat dan Applied Sciences Research 2(12):1132-1136
Lombok Timur –NTB. Jakarta: LIPI dan Parvanta, C. F., Thomas, K. K., & Zaman, K.
UNICEF S. 2007. Changing nutrition behavior in
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Bangladesh: Successful adaptation of new
Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. theories and anthropological methods. Ecology
Jakarta: Kemenkes RI. of Food and Nutrition, 46(3-4): 221-244
Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S. Pascale, R. T., Sternin, J., & Sternin, M. (2010).
(20100. Sehat dan BugarBerkat Gizi Seimbang. The Power of Positive Deviance:How Unlikely
Jakarta: Gramedia. Innovators Solve the World’s Toughest
Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, dan Problems. Boston: Harvard Business Press.
Mudjajanto H. (2009). Studi Peningkatan Pryer, J. A., Rogers, S., & Rahman, A. (2004).
Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu The epidemiology of good nutritional status
serta Perbaikan Gizi Balita. Departemen Gizi among children from a population with a high
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor prevalence of malnutrition. Public Health
Leavy, B. (2011). Leading adaptive change by Nutrition, 7(2): 311–317
harnessing the power of positive deviance. Rapar, VL., Rompas, S., Ismanto, AY. (2014).
Strategy and Leadership 39(2):18–27 Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi
Lubis, R. (2008). Hubungan Pola Asuh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana
dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Weru Kecamatan Wanea Kota Manado
Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Rayhan I, Khan SH. (2006). Factor causing
Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2008. malnutrition among under five children in
Skripsi. USU Bangladesh. Pakistan Journal of Nutrition
Lutter et al. (2011). Undernutrition, Poor Feeding 5(6):558-562
Practices, and Low Coverage of Key Nutrition Saaka, M., Larbi A.,, Zeledon, IH. (2015). Factors
Intervention. Pediatric 128 (6):e1418–e1427 Contributing To Positive Nutritional Deviance
Mackintosh, U., Marsh, D. R., & Schroeder, D. G. in the Growth of Children Aged 6-36 Months in
(2002). Sustained positive deviant child care Rural Northern Ghana. J J FoodNutri, 2(2): 1-
practices and their effects on child growth in 12
Viet Nam. Food & Nutrition Bulletin 23(4): Setijowati, N., Wirawan, N.N., Apriyanto, D.
16–25 (2012). Perbedaan Pola Asuh Makan pada
Mashal et al. 2008. Factors associated with the Berbagai Tingkatan Posyandu terhadap Tingkat
health and nutritional status of children under 5 Konsumsi Energi dan protein Balita di
years of age in Afghanistan: family behaviour Kecamatan Moyo Hulu Kabupaten Sumbawa
related to women and past experience of war- Nusa Tenggara Barat. Tesis. Fakultas
related hardships. BMC Public Health 8:301 Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.
Mosquera PA, Hernandez J, Vega R, Martinez J, Soetjiningsih. (2012). ASI, Petunjuk Untuk Tenaga
Labonte R, Sanders D, and Sebastian MS. 2012. Kesehatan. EGC. Jakarta.
Primary health care contribution to improve Sripaipan, T., Schroeder, D. G., Marsh, D. R.,
health outcomes in Bogota-Colombia: a Pachón, H., Dearden, K. A., Ha, T. T., & Lang,
T. T. (2002). Effect of an integrated nutrition

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 283


program on child morbidity due to respiratory Scale Action. Washington DC (US): World
infection and diarrhea in northern Viet Nam. Bank
Food and Nutrition Bulletin, 23(4), 70–77. Yusniah. (2008).Hubungan Pola Asuh orang Tua
The Positive Deviance Initiative. (2010). Basic dengan prestasi Belajar Siswa MTS AL-
Field Guide to the Positive Deviance Approach. FALAH Jakarta Timur.
Tufts University Yulia, C., Sunarti, E., Roosita, K. (2010). Pola
World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Asuh Makan dan Kesehatan anak Balita pada
Central to Development, A strategy for Large- Keluarga Wanita Pemetik Teh di PTPN VIII
Pengalengan. Info Pangan dan Gizi, 19(2).

284 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Penambahan Gula Aren Terhadap Sifat Kimia dan Sifat Organoleptik
Minuman Fungsional Daun Sirsak(Annona muricata Linn.)
[The Influence of Addition of Palm Sugar Against the Chemical Properties and the
Properties of Functional Drinks Organoleptik Soursop Leaf (Annona muricata Linn.)]
M. Ardianto, D. Renate, A. Yulia
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi,
Kampus Pondok Meja Jambi 36364
E-mail : ardiantomuhammad93@gmail.com

Abstract - Soursop leaves contain a compound steroid / terpenoids, flavonoids, coumarin, alkaloids, and
tannins. The purpose of this study was to determine the effect of palm sugar to the chemical and organoleptic
properties of soursop leaf beverage and knowing best the addition of palm sugar to the chemical and
organoleptic properties of soursop leaves drinks. This research method is completely randomized design
(CRD) with the addition of palm sugar treatment of 14%, 15%, 16%, 17% and 18%. Based on research
conducted, palm sugar concentration significantly affected the total dissolved solids, total sugars, flavors, and
colors but does not affect the pH value, IC50, Flavour and overall acceptance. Palm sugar concentration of
14% to produce functional beverage soursop leaves best in the chemical and organoleptic test is with a pH
value of 5.49, 15.45 0Brix total dissolved solids, total sugar 30.50%, the antioxidant activity of 47.911 pg / ml,
IC50 79, 03 ug / ml, tasted drinks 3.32, color drinks 3.84, flavor drinks 3,04 and overall acceptance beverages
3,28.
Keywords : soursop leaves, palm sugar, functional beverages.

I. PENDAHULUAN pada minuman daun sirsak memiliki nilai yang


tidak disukai, untuk meningkatkannya perlu
Tanaman sirsak merupakan tanaman
penambahan pemanis, gula digunakan untuk
multifungsi karna memiliki khasiat yang tersebar
memberi rasa manis baik pada makanan atau
ke bagian batang, daun, biji, kulit, akar, bunga,
minuman.
dan buah (Zuhud, 2011). Daun sirsak
Gula aren memiliki rasa manis dengan sedikit
mengandung senyawa steroid/terpenoid,
rasa asam dan berbau karamel (Nengah, 1990).
flavonoid, kumarin, alkaloid, dan tanin. Senyawa
Gula aren memiliki kandungan sukrosa (84 %),
flavonoid berfungsi sebagai antioksidan untuk
protein (2,28 %) kalsium (1,35 %) dan posfor
penyakit kanker, antimikroba, antivirus, pengatur
(1,37 %) (Kardiyono, 2010). Gula aren
fotosintetis, dan pengatur tumbuh
mengandung antioksidan, pengaruh pemanasan
(Robinson,1995).
selama pembuatan gula aren mungkin akan
Masyarakat mengolah daun sirsak sebagai
menghasilkan senyawa yang bersifat antioksidan.
obat herbal untuk mengobati penyakit kanker,
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui
yaitu dengan cara meminum air rebusan daun
pengaruh penambahan gula aren terhadap sifat
sirsak segar. Air rebusan daun sirsak segar ini
kimia dan sifat organoleptik minuman daun
dibuat dengan cara merebus 10 lembar daun
sirsak serta mengetahui penambahan gula aren
sirsak segar dengan 2 gelas air, sampai air
terbaik terhadap sifat kimia dan sifat organoleptik
rebusan menjadi 1 gelas air (Fanany, 2013). Rasa
minuman daun sirsak.
II. METODOLOGI PENELITIAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bahan dan Alat
A. Karakteristik Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan
minuman daun sirsak yaitu: daun sirsak segar, TABEL I
air, dan gula aren. Bahan yang digunakan untuk KARAKTERISTIK AIR SEDUHAN DAUN SIRSAK
analisa adalah larutan bufer, Larutan fenol 5%, DAN GULA AREN PER 100 ML
larutan H2SO4, larutan DPPH, DMSO. Alat yang Daun sirsak Gula aren
Karakteristik
digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, ⁄ ⁄
timbangan digital Ohaus , sendok, pengaduk, pH 5,95 5,07
kompor, panci, gelas ukur, blender, saringan teh TPT (0Brix) 3,35 14,5
dan oven. Alat yang digunakan untuk analisa Total Gula (%) 9,32 22,13
Antioksidan (µg/ml) 42,32 12,19
adalah timbangan analitik, vial Ohaus, gelas IC50 (µg/ml) 72,88 226,11
piala, refraktometer model GMK-701AC, dan
spektro UV-Vis RS spektrofotometri UV 2500. Berdasarkan Tabel 1. diatas karakteristik
daun sirsak memiliki nilai pH 5,95, nilai TPT
B. Rancangan Percobaan
3,35, nilai total gula 9,32, antioksidan 42,32,
Penelitian disusun dalam Rancangan Acak
IC5072,88. Dan karakteristik gula aren memiliki
Lengkap(RAL) dengan perlakuan penambahan
nilai pH 5,07, nilai TPT 14,50, nilai total gula
gula aren 14%, 15%, 16%,17%, dan 18%.
22,13, nilai antioksidan 42,32, dan nilai IC50
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4
72,88.
kali, sehingga dalam penelitian ini didapat 20
satuan percobaan. B. pH
Berdasarkan Tabel 2 konsentrasi gula aren
C. Pengeringan Daun Sirsak
dari 14% sampai 18% berbeda tidak nyata
Pengeringan daun sirsak dilakukan dengan
terhadap nilai pH minuman fungsional daun
cara daun sirsak dicuci bersih dan ditiriskan.
sirsak. Nilai pH pada minuman fungsional daun
Selanjutnya daun sirsak dilayukan menggunakan
sirsak berkisar antara 5,49 sampai 5,55. Semakin
oven dengan suhu 70oC selama 4 menit, lalu
rendahnya konsentrasi gula aren dengan pH
didinginkan selama 5 menit. Proses selanjutnya
yang semakin rendah maka menghasilkan
yaitu penghancuran menggunakan belender
minuman fungsional yang rendah, pH gula aren
selama 30 detik. Setelah diblender dilakukan
berkisar antara 5,07 – 5,18. Konsentrasi suatu
proses pengeringan menggunakan oven dengan
asam meningkat seiring dengan semakin
suhu 50 oC selama 150 menit.
berkurangnya jumlah air yang melarutkannya.
D. Pembuatan Minuman Daun Sirsak
C. Total Padatan Terlarut
Serbuk daun sirsak ditimbang 1 gr, lalu
Berdasarkan Tabel2 nilai TPT minuman
diseduh mengunakan air sebanyak 100 ml dengan
fungsional daun sirsak dari 14% sampai 18%
suhu 1000C selama 10 menit, lalu disaring
menghasilkan nilai rata-rata TPT minuman
dengan saringan teh, selanjutnya ditambahkan
fungsional daun sirsak berkisar antara 15,45 -
gula aren sesuai perlakuan (14%, 15%, 16%,
18,15 0Brix. Hal ini menunjukkan, semakin
17%, dan 18%) lalu disaring dan dilakukan
tinggi konsentrasi gula aren, maka total padatan
pengamatan.
yang terlarut semakin meningkat. TPT yang
E. Parameter tinggi mengindikasikan bahwa minuman
Pengujian pH (Apriyantono et al., 1989), Total fungsional daun sirsak semakin manis. Menurut
Padatan Terlarut (Gould, 1993 dalam Perdana, Mohrle (1989) dalam Meikapasa dan Seventilofa
2003), Total Gula (Apriyantono, 1989), Uji (2016), menyatakan bahwa gula memiliki sifat
Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH higroskopis sehingga mudah larut dalam air,
(2,2-diphenyl-1-picrylhyrazil) (Selvi et al., adanya campuran pelarut air yang menyebabkan
2003), IC50, dan Organoleptik (Soekarto, 1985). kelarutan gula semakin meningkat.

286 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


D. Total Gula E. Nilai Antioksidan
Berdasarkan Tabel 2 nilai rata-rata total Berdasarkan Tabel 2 perlakuan terbaik dapat
gula minuman fungsional daun sirsak berkisar dilihat dari persen inhibisi yang besar pada
antara 30,50% -57,59%. Semakin tinggi konsentrasi terendah karena dengan pemberian
pemanbahan gula aren maka total gula pada perbedaan konsentrasi dapat diketahui bahwa
minuman fungsional daun sirsak akan semakin dalam konsentrasi terendah dapat menangkal
tinggi. Hal ini disebabkan oleh kandungan radikal bebas. Konsentrasi terendah dapat dilihat
karbohidrat yang terdapat pada gula aren yang bahwa persen inhibisi yang lebih tinggi diperoleh
membuat total gula minuman fungsional daun pada perlakuan konsentrasi gula aren 14%dengan
sirsak semakin meningkat. Gula aren merupakan nilai inhibisi 47,91 µg/ml. Hal ini menunjukkan
gula pereduksi, gula pereduksi meliputi glukosa, bahwa minuman fungsional daun sirsak
fruktosa, laktosa dan maltosa. Gula pereduksi mempunyai aktivitas antioksidan. Bedasarkan
pada gula aren sebagian besar adalah glukosa dan hasil penelitian adri dan Hersoelistyorini (2013),
fruktosa (Dyanti, 2002). Gula pereduksi menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan daun
mempunyai sifat hidroskopis dan sukar sirsak dengan perlakuan lama pengeringan 150
mengkristal (Goutara dan Wijandi, 1984 dalam menit adalah sebesar 76.06 µg/ml.
Dyanti, 2002).

TABEL II
NILAI RATA-RATA PH, TOTAL PADATAN TERLARUT, TOTAL GULA, DAN IC50
MINUMAN FUNGSIONAL DAUN SIRSAK
konsentrasi Gula Aren (%) pH * TPT (0Brix) ** Total gula ** Nilai inhibisi * IC50 *
14 5,49 15,45 c 30,50 c 47,911 79,032
15 5,5 16,20 bc 38,91 bc 42,536 81,764
16 5,5 16,65 b 49,10 ab 40,136 94,743
17 5,5 17,80 a 56,08 a 36,774 99,364
18 5,55 18,15 a 57,59 a 35,751 107,144
Ket :**angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang samapada kolom yang sama tidakberbeda nyata pada taraf 1% menurut
uji DNMRT.
*angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang samapada kolom yang sama tidakberbeda nyata pada taraf 5% menurut
uji DNMRT.

F. IC50 100-250 µg/mL dan tidak aktif apabila IC50


diatas 250 µg/mL (Phongpaichit et al.,
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa
2007dalam Handayani et al., 2014).
pada konsentrasi 14%, 15%, 16% dan 17%
tergolong pada antioksidan sedang, sedangkan G. Rasa
pada kosentrasi 18% tergolong antioksidan Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan nilai
lemah. Nilai IC50 umum digunakan untuk rasa minuman fungsional daun sirsak dari 14%
menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji sampai 18% menghasilkan nilai rata-rata rasa
dengan metode peredaman radikal bebas DPPH. minuman fungsional daun sirsak berkisar antara
Nilai IC50 berbanding terbalik dengan 3,24 (agak manis) sampai 4,12 (manis). Semakin
kemampuan senyawa yang bersifat sebagai tinggi penambahan gula aren maka minuman
antioksidan. Semakin kecil nilai IC50 berarti fungsional gula aren semakin manis dan semakin
semakin kuat daya antioksidannya (Molyneux, disukai. Hal ini disebabkan kandungan
2004 dalam Adri dan Hersoelistyorini, 2013). karbohidrat pada gula aren yang larut pada
Suatu senyawa dinyatakan sebagai antiradikal minuman fungsional daun sirsak. Panelis
bebas sangat kuat apabila nilai IC50<10 µg/mL, menyukai konsentrasi tertinggi karena panelis
kuat apabila nilai IC50 antara 10-50 µg/mL, menyukai rasa yang manis. Menurut Santoso et al
sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 50-100 (1988), gula aren mengandung berapa jenis gula
µg/ mL, lemah apabila nilai IC50 berkisar antara

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 287


seperti sukrosa 89,40, fruktosa 3,77, glukosa fungsional daun sirsak yang sedikit gelap (Coklat
2,50, dan maltosa 3,68. tua).
H. Warna I. Flavour
Berdasarkan Tabel 3menunjukkan nilai Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan nilai
warna minuman fungsional daun sirsak dari 14% flavour minuman fungsional daun sirsak dengan
sampai 18% menghasilkan nilai rata-rata warna penambahan konsentrasi gula aren dari 14%
minuman fungsional daun sirsak berkisar antara sampai 18% menghasilkan nilai rata-rata flavour
3,84 (agak suka - suka) sampai 3,08 (agak suka). minuman fungsional daun sirsak berkisar antara
Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh 3,04 (agak suka) sampai 3,40 (agak
tingginya konsentrasi gula aren pada minuman suka).Semakin tinggi konsentrasi gula aren maka
fungsional daun sirsak. Semakin tinggi flavour minuman fungsional daun sirsak semakin
konsentrasi gula aren yang digunakan, warna meningkat. Berdasarkan hasil penelitian
minuman fungsional daun sambung nyawa yang Nurhayati (1996), flavor pada gula aren
dihasilkan semakin gelap (coklat tua). Panelis dipengaruhi oleh komponen-komponen senyawa
lebih menyukai warna minuman fungsional daun volatil terutama volatil heterosiklik seperti
sirsak yang berwarna coklat dibanding minuman pirazin dan furan.

TABEL III
NILAI RATA-RATA RASA, WARNA, FLAVOUR, DAN PENERIMAAN KESELURUHAN
MINUMAN FUNGSIONAL DAUN SIRSAK
konsentrasi Gula Aren (%) Rasa ** Warna * Flavour * Penerimaan keseluruhan *
14 3,32 b 3,84a 3,04 3,28
15 3,36 b 3,36 ab 3,12 3,32
16 3,60 b 3,56 b 3,20 3,4
17 3,68 ab 3,20 b 3,32 3,44
18 4,12 a 3,08 b 3,40 3,48
Ket :**angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang samapada kolom yang sama tidakberbeda nyata pada taraf 1% menurut
uji DNMRT.
* angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang samapada kolom yang sama tidakberbeda nyata pada taraf 5% menurut
uji DNMRT.
Ket. Skor .:** 1. Hambar, 2. Tidak manis, 3. Agak manis, 4. Manis, 5. Sangat manis
* 1. Sangat tidak suka, 2. Tidak suka, 3. Agak suka, 4. Suka, 5. Sangat suka

J. Penerimaan keseluruhan 1. Konsentrasi gula aren berpengaruh nyata


Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan nilai terhadap total padatan terlarut, total gula, rasa,
penerimaan keseluruhan minuman fungsional dan warna tetapi tidak berpengaruh terhadap
daun sirsak dengan penambahan konsentrasi gula nilai pH, nilai antioksidan, IC50,flavour dan
aren dari 14% sampai 18% menghasilkan nilai penerimaan keseluruhan.
rata-rata penerimaan keseluruhan minuman 2. Konsentrasi gula aren 14% menghasilkan
fungsional daun sirsak berkisar antara 3,28 (agak minuman fungsional daun sirsak terbaik
suka) sampai 3,48 (agak suka). Semakin tinggi secara sifat kimia dan uji organoleptik yaitu
penambahan konsentrasi gula aren semakin dengan nilai pH 5,49, total padatan
mengarah kearah suka. Hal ini diduga bahwa terlarut15,45 0Brix, total gula 30,50 %,
panelis menyukai rasa yang manis dan aroma aktivitas antioksidan 47,911µg/ml,
yang tidak terlalu langu dengan warna yang tidak IC5079,03µg/ml, rasa minuman 3,32, warna
terlalu gelap. minuman 3,84, flavour minuman 3,04 dan
penerimaan keseluruhan 3,28.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
B. Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai dilakukan peneliti menyarankan agar dilakuakan
berikut :

288 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


penelitian dengan formulasi jenis gula yang lain Nengah.1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal
dan umur simpan produk. Pada Proses Pembuatan Gula Merah Dari
Nira Dan Aren.[Tesis]. Pogram Pasca Sarjana
DAFTAR PUSTAKA
IPB.
Adri, D., Hersoelistyorini, W,. 2013. Aktivitas Nurhayati. 1990. Mempelajari Kontribusi Flavor
Antioksidan dan Sifat Organoleptik Teh Daun Gula Merah Pada Pembentukan Flavor Kecap
Sirsak (Annona muricata Linn.) Berdasarkan Manis. Skripsi S1. Jurusan TPG, Fateta, IPB,
Variasi Lama Pengeringan. Jurnal Pangan dan Bogor.
Gizi. Vol 4. No. 7. Universitas Perdana, F. 2013. Pengaruh Penambahan Jahe
Muhammadiyah Semarang. Bubuk Terhadap Citarasa Sari Buah Pedada
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., (Sonneratia caseolaris). [Skripsi]. Fakultas
Sedarnawati, Budiyanto, S. 1989. Analisis Teknologi Pertanian. UNJA. Jambi.
Pangan. IPB. Bogor Robinson, T. 1995. Kandungan Organik
Dyanti R. 2002. Studi Komparatif Gula Merah Tumbuhan Tinggi (Penerjemah Kosasih
Kelapa dan Gula Merah Aren [Skripsi]. Bogor Padmawinata), penerbit ITB: Bandung. SNI
: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor 03-3836-2012.
Fanany, B. 2013. Khasiat Selangit Ramuan Daun Santoso, H. B. 1988. Kajian Sifat-Sifat Gula
Sirsak, Kulit Manggis, Mengkudu Tumpas Merah Nira Palma. Skripsi S1, jurusan TPG,
Beragam Penyakit Kronis. Araska, Fateta, IPB, Bogor.
yogyakarta. Selvi, A.T.,Joseph, G.S., and Jayaprakarsa, G.K.,
Handayani, V., Ahmad, A., R., Sudir, M. 2014. 2003. Inhibition of growth and alfatoxin
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol production in Aspergilus flavus by Garcinia
Bunga dan Daun Patikala (Etlingera elatior indica extract and its antiokxidant activity. J.
(Jack) R.M.Sm) Menggunakan Metdoe Food Microbiology 20 : 455-460.
DPPH. Pharm Sci Res. 1(2) : 86-93. Soekarto, ST. 1985. Penilaian Organoleptik
Kardiyono. 2010. Menuai Berkah Aren [Artikel]. untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
http://banten.litbang.pertanian.go.id/ . Diakses Bhara Karya Askara.Zuhud, E. 2011. Bukti
29 juni 2015. Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker.
Meikapasa, N. W. P., dan Seventilofa, I. G. N. O. Yunita Indah. Cet 3.Agromedia Pustaka:
2016. Karakteristik Total Padatan Telarut Jakarta.
(TPT), Stabilitas Likopen dan Vitamin C Saus Zuhud, E. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak
Tomat Pada Berbagai Kombinasi Suhu dan Menumpas Kanker. Yunita Indah. Cet
Waktu Pemasakan. GaneÇ Swara Vol. 10 3.Agromedia Pustaka: Jakarta.
No.1, Maret 2016.

248 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Pengenceran Ekstrak Daun Sambung Nyawa (Gynarum Procumbens )
Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik
Minuman Fungsional Sumber Antioksidan
Indriyani1, Yernisa2
1
Teknologi Hasil Pertanian, Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
Jl. Tri bRata, KM. 11, Pondok Meja, Mestong, 36364
indriyani@unja.ac.id
1
Teknologi Hasil Pertanian, Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
Jl. Tri Brata, KM. 11, Pondok Meja, Mestong, 36364

Abstrak - Sejauh ini daun sambung nyawa banyak diteliti khasiatnya untuk mengobati penyakit degeneratif,
belum dibuat dalam bentuk minuman. Untuk itu perlu dilakukan pengolahannya menjadi minuman agar
lebih mudah dan lebih cepat serta tersedia kapan akan diminum. Permasaalahannya adalah belum diketahui
pengenceran ekstrak yang pas untuk dibuat minuman,karena daun sambung nyawa menghasilkan bau langu.
Maka dari itu timbul ide untuk meneliti pengaruh pengencerannya sejauh mana minuman daun sambung
nyawa tersebut tidak kuat baunya dan masih berfungsi sebagai antioksidan. Metoda yang digunakan adalah
penelitian di laboratorium dengan menggunakan rancangan acak lengkap dan terdiri dari 5 perlakuan yaitu
perbandingan ekstrak dengan air 1;5, 1;10, 1;15, 1;20 dan 1; 25 dan diulang 5 kali hingga didapat 20 satuan
percobaan.Salah satu parameter yang akan dianalisa adalah kandungan antioksidannya dengan
menggunakan metoda dpph.Setelah dilakukan uji anova dilanjutkan dengan uji DNMRT untuk menentukan
perlakuan mana yang menghasilkan minuman yang paling disukai dan masih berfungs isebagai antioksidan.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pengenceran daun sambung nyawa dengan air
1:25berpengaruh terhadap pH 5,34, TPT 16,07, Antioksidan 37,58, warna 1,6 (coklat agak kekuningan), rasa
2,87 (tidak suka), aroma2,87 (tidak suka) dan penerimaan keseluruhan minuman daun sambung nyawa
secara organoleptik masih dapat diterima (agak suka).

Keywords :

I. PENDAHULUAN triterpen,polifenol,sterol tak jenuh, minyak atsiri,


asam p-hidroksi benzoat, saponin, tanin dan asam
Gynura procumbens memiliki khasiat untuk klorogenat. Menurut sastroatmijoyo (1962) diacu
obat ambeien, maag, kolesterol tinggi, tumor, dalam Pradanyawan,mudyantiwi dan marsusi
liver, kencing manis, antioksidant dan obat (2005), Sambung nyawa adalah jenis tanaman
penurun panas.Adapun kandungan kimia daun yang memiliki fleksibilitas dalam hal adaptasi
sambung nyawa meliputi: flavanoid, dan memiliki khasiat yang beragam. Oleh karena
itu pada saat ini banyak yang menanam sambung timbangan analitik, kompor, panci, pengaduk,
nyawa sebagai tanaman obat keluarga. waterbath, gelas piala 500 ml, gelas ukur, botol,
Selama ini daun sambung nyawa dilalap dan oven. Sedangkan alat yang digunakan
mentah atau dimasukkan kemakanan oleh untuk analisis adalah, refraktometer, dan
masyarakat yang ingin sehat karena mereka tau spektrofotometer UV-Vis.
khasiat daun sambung nyawa.ada juga
menggunakannya dengan direbus lebih dulu baru 2.3 Rancangan percobaan
airnya di minum.Bertolak dari latar belakang ini Rancangan yang digunakan adalah
makatimbul pemikiran untuk membuat daun Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuannya
sambungnyawa menjadi minuman fungsional. adalah perbandngan pengenceran ekstraknya
Minuman fungsional adalah minuman yang dengan air yang ditambahkan dalam pembuatan
mempunyai khasiat obat. Dengan dijadikan minuman daun sambung nyawa yang terdiri dari
minuman ini orang juga tidak perlu repot 5 taraf perlakuan, yaitu:
mengumpulkan daun sambung nyawa untuk P1 : 1:5 (Ekstrak : Air)
direbus, tapi bisa tinggal minum saja. P2 : 1:10 (Ekstrak: Air)
P3 : 1:15 (Ekstrak: Air)
Daun sambung nyawa mengandung P4 : 1:20 (Ekstrak : Air)
antioksidan berupa senyawa flavanoid. Dari hasil P5 : 1:25 (Ekstrak : Air)
penelitian Afandi, et al (2014) dihasilkan nilai Ic Masing-masing perlakuan diulang
50 (mg/ml) untuk daun sambung nyawa yang sebanyak 4 kali hingga didapat 20 satuan
diekstrak dengan methanol 0,15 , yang di ekstrak percobaan.
dengan ethanol adalah 0,19 dan yang
diekstrakdengan aquades menghasilkan Ic 50 nya 2.4 Pelaksanaan Penelitian
0,21mg/ml. 2.4.1 Persiapan Ekstrak Daun Sambung Nyawa
Belum adanya penelitian mengenai minuman Daun sambung nyawa segar disortasi,
sambung nyawa ini maka penulis tertarik untuk dicuci, ditimbang sebanyak 4 kg dikeringkan
menelitinya untuk mencari perbandingan dalam oven pada suhu 60 0C sampai berat
pengenceran yang pas dari ekstrakdaun sambung konstan.
nyawa ini. Adapun judul penelitianyang akan
dilakukan adalah” Pengaruh Pengenceran 2.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Sambung Nyawa
Ekstrak Daun Sambung Nyawa Terhadap sifat Setelah pengeringan, daun kering
Fisikokimia dan Organoleptik Minuman ditimbang dan dicampur dengan air sesuai
Fungsional Sumber Antioksidan”. perlakuan (1:5, 1:10, 1:15, 1:20, dan 1:25) dan
dipanaskan sampai mendidih selamadengan
pengadukan ekstrak, kemudian dilakukan
II. METODE PENELITIAN penyaringan.
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 2.4.3 Pembuatan Minuman Sambung Nyawa
Penelitian ini rencana dilaksanakan di Setelah ektrak air daun sambung nyawa
Laboratorium Analisis dan Pengolahan Hasil disaring, ekstrak dipanaskan kembali sampai
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian mencapai suhu 60 0C. Gula dicampurkan pada
Universitas Jambi. ekstrak air sesuai perlakuan. Gula dicampurkan
secara pelahan-lahan sambil dipanaskan dengan
2.2 Bahan dan Alat api sedang dan diaduk sampai larut, selama
Bahan yang digunakan untuk pembuatan pengadukan suhu dijaga tetap pada 60 0C. Setelah
minuman sambung nyawa sambung nyawa segar gula tercampur rata dan homogen api dimatikan,
yang diperoleh dari Kota Sungai Penuh. Bahan dan kemudian minuman daun sambung nyawa
yang digunakan dalam pembuatan minuman dituangkan kedalam wadah yang telah
sambung nyawa yaitu: air. Bahan yang dibersihkan.
digunakan untuk analisa adalah pelarut DMSO,
larutan DPPH, dan α-tokoferol. Alat yang 2.5 Parameter Yang Diamati
digunakan dalam penelitian ini adalah

292 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Parameter yang diamati dalam penelitian
ini adalah Nilai pH ( Apryantono et al., 1989)
Total Padatan Terlarut Uji Aktivitas Antioksidan
dengan Metode DPPH (Selvi et al., 2003 dalam
Mubarokah, 2011), PengujianOrganoleptik
(Soekarto, 1985).

2.6 Analisa data


Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam pada taraf 1% dan Gambar 2. Hubungan pH antara pengenceran
5%.Apabila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan daun sambung nyawa
dengan uji Duncan New Multiple Test (DNMRT)
pada taraf 5%. 3.3 Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan yaitu kemampuan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN suatu bahan yang mengendung antioksidan untuk
dapat meredam senyawa radikal bebas yang ada
3.1 pH disekitarnya. Pada penelitian ini aktivitas
Secara angka-angka, pengenceran pada antioksidan diukur dengan menggunakan metode
minuman daun sambung nyawa memperlihatkan DPPH (1,1 diphenil-2-2pycrilhydrazil). DPPH
peningkatan nilai pH minuman daun sambung merupakan radikal bebas yang stabil.
nyawa yang dihasilkan. Hal ini membuktikan Prinsipnya proses meredam senyawa radikal
bahwa pengenceran dapat meningkatkan nilai pH. bebas DPPH oleh antioksidan prosesnya ditandai
pH minuman daun sambung nyawa dengan perubahan atau pemudaran warna larutan
menghasilkan nilai pH berkisar antara 5,32-5,34. yaitu dari warna ungu pekat (senyawa radikal
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada dan bebas) jadi ungu kekuningan (senyawa rdikal
Gambar 1. bebas yang tereduksi oleh antioksidan).
Pemudaran warna akan mengakibatkan
penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari
spektrofotometer, sehingga semakin rendah nilai
absorbansi maka semakin tinggi nilai
antioksidannya.

Gambar 1. Hubungan pH antara pengenceran


dengan daun sambung nyawa.

3.2 Total Padatan Terlarut


Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa
pengenceran berpengaruh terhadap total padatan Gambar 3. Hubungan aktivitas antioksidan antara
terlarut minuman sambung nyawa yang pengenceran dengan daun sambung nyawa
dihasilkan. Semakin tinggi tingkat pengenceran
maka total padatan terlarut minuman daun Semakin tinggi pengenceran maka aktivitas
sambung nyawa yang dihasilkan semakin rendah. antioksidan berkurang, karena aktivitas
Berpengaruhnya pengenceran terhadap TPT ini antioksidan berkurang karena dengan tingginya
disebabkan TPT yang berasal dari daun sambung pengenceran maka konsentrasinya semakin kecil.
nyawa yang digunakan. Tingginya pengenceran Ini bisa dilihat dengan memudarnya larutan
maka TPT semakin rendah karena tingginya minuman daun sambung nyawa (Nishiwa et al.,
pengenceran. 2005)

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 293


3.4 Uji Organoleptik Dari Gambar 5. Dapat dilihat bahwa nilai
aroma minuman daun sambung nyawa berkisar
3.4.1 Warna
antara 2,73-2,87. Semakin tinggi pengenceran
Dari Gambar 4. Dapat dilihat bahwa yang digunakan maka nilai aroma minuman yang
pengenceran berpengaruh terhadap warna dihasilkan semakin tinggi (disukai). Begitu pula
minuman daun sambung nyawa yang dihasilkan. sebaliknya semakin rendah pengenceran yang
Semakin tinggi pengenceran maka warna dilakukan maka nilai aroma yang dihasilkan
minuman yang dihasilkan semakincoklat agak semakin rendah (kurang disukai). Hubungan
kekuningan.Begitu juga sebaliknya semakin pengenceran dengan aroma minuman daun
rendah pengenceran yang digunakan maka sambung nyawa yang dihasilkan dapat dilihat
warnaminuman daun sambung nyawa yang pada Gambar 5.
dihasilkan juga semakin sangat coklat.Warna Semakin tinggi pengenceran yang dilakukan
pada minuman daun sambung nyawa dihasilkan maka aroma semakin disukai, karna dengan
dari warna yang dihasilkan dari daun sambung semakin tinggi pengenceran maka bau langu dari
nyawa tersebut. daun sambung nyawa semakin berkurang.

3.4.3 Rasa
Rasa merupakan campuran dari tanggapan
cicip dan bau. Menurut Winarno (2002) rasa
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti senyawa
kimia, suhu, konsentrasi dari interaksi dengan
komponen rasa yang lain. Rasa yang terdapat
dalam minuman daun sambung nyawa berasal
dari daun sambung nyawa itu sendiri.
Dari hasil sidik ragam Lampiran diketahui
Gambar 4. Hubungan warna antara pengenceran bahwa pengenceran berpengaruh terhadap rasa
dengan daun sambung nyawa minuan daun sambung nyawa yang dihasilkan
nilai rasa minuan daun sambung nyawa yang
3.4.2 Aroma dihasilkan berkisar 1,87 – 2,87 (dapat dilihat
pada Tabel 6)
Cita rasa bahan makanan terdiri dari tiga
komponene yaitu bau, rasa, dan rangsangan TABEL VI
mulut. Aroma tatau bau suatu makanan banyak RATA – RATA RASA MINUMAN SAMBUNG NYAWA
menentukan kelezatan makanan tersebut. Pada PADA BERBAGAI PENGENCERAN
umumnya bau yang dietrima oleh hidung dan
otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan Perlakuan Rata – rata
1:5 1,87 a
atau campuran empat bau utama yaitu : harum,
1:10 1,87 a
asam, tengik, dan hangus (winarno,2002). 1:15 2,13 ab
1:20 2,33 c
1:25 2,87 c
Keterangan: 1= sangat tidak suka 2=tidak suka 3=agak
suka 4=suka 5=sangat suka

Dari tabel dapat dilihat bahwa semakin


tinggi pengenceran maka rasanya semakin
disukai oleh panelis. Begitu juga sebaliknya
semakiin rendah pengenceran maka rasa yang
dihasilkan semakin kurang disukai, hal ini
disebabkan semakin rendah pengenceran maka
Gambar 5. Hubungan aroma antara pengenceran konsentrasi zat yang menyebabkan rasa kurang
dengan daun sambung nyawa disukai (rasa langu semakin terasa.

294 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pada Gambar 6. Terlihat bahwa semakin Pada Gambar 7. Menunjukkan bahwa
tinggi tingkat pengenceran maka tingkat semakin tinggi pengenceran maka penerimaan
kesukaan terhadap rasa semakin disukai. Hal ini keseluruhan semakin disukai. Hal ini
terlihat dari hubungan pengenceran dengan nilai menunjukkan dengan bahwa pengenceran sangat
rasa minuman daun sambung nyawa dapat dilihat berpengaruh terhadap penerimaan keseluruhan.
pada Gambar 6.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan pengenceran
daun sambung nyawa dengan air 1:25
berpengaruh terhadap pH, TPT, Antioksidan ,
warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan
minuman daun sambung nyawa secara
organoleptik masih dapat diterima (agak suka).

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 6. Hubungan rasa antara pengenceran
dengan daun sambung nyawa
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasri, N. L.,
Sedarnawati, Budiyanto, S. 1989.
3.4.4 Penerimaan Keseluruhan
AnalisisPangan. IPB. Bogor
Berdasarkan Tabel 7.Pengenceran pada
Mubarokah, Siti. 2011. Aktivitas Antioksidan
perbandingan 1:5 pada perlakuan paling rendah
Ekstrak Diklorometan Beberapa Bagian
berpengaruh terhadap daya terima minuman daun
Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum
sambung nyawa terhadap panelis. Penegnceran
burmanni) Asal Kabupaten Kerinci
1:5 ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan
Provinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Pertanian.
pengenceran 1:10, dan1:10 tidak berbeda nyata
UNJA. Jambi
dengan pengenceran 1:15 tetapi berbeda nyata
Pradnyawan,mudyantini dan Marsusi.2005
dengan pengenceran 1:20 dan 1:25. Dengan
Pertumbuhan kandungan nitrogen , kloropil
demikian pengenceran pada minuman daun
dan karotenoid daun gynura procumbens
sambung nyawa yang dapat diterima oleh panelis
pada tingkat naungan yang berbeda.J.
secara keseluruhan adalah pengenceran dengan
Biofarmasi 3 (1) :7-10
skor 3 yaitu agak suka.
Soekarto, ST. 1985. Penilaian Organoleptik
untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharata Karya Aksara
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan Gizi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Gambar 7. Hubungan penerimaan keseluruhan


antara pengenceran dengan daun sambung nyawa

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 295


296 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Kandungan Gizi Tepung Tempe yang Terbuat
dari Varietas Kedelai Lokal dan Impor
Mursyid1, Made Astawan2, Deddy Muchtadi2, Maryani Suwarno3
1
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jambi
Pondok Meja, Muaro Jambi, Jambi 36364 mursyid23@gmail.com
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Darmaga,Bogor, Jawa Barat
3
Alumni Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor

Abstract - Secara umum, tempe diartikan sebagai bahan pangan yang dihasilkan melalui proses fermentasi
kedelai rebus, dalam waktu tertentu menggunakan kapang (jamur) Rhizopus sp.Nilai gizi tempe lebih baik
dibandingkan kedelai mentah. Akan tetapi masalah utama tempe adalah umur simpan yang relatif rendah.
Salah satu alternatif pengolahan tempe adalah pembuatan tempe menjadi tepung. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui kandungan gizi tepung tempe yang terbuat dari varietas kedelai lokal (grobogan)
dan kedelai impor (PRG dan non-PRG). Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis proksimat tepung tempe, analisis komposisi asam amino, serta analisis komposisi asam lemak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis proksimat, secara umum terdapat beberapa
perbedaan persentase kandungan gizi antara tepung tempe kedelai lokal (grobogan), dan impor (PRG, dan
non PRG). Kandungan total asam amino esensial tepung tempe kedelai grobogan adalah 698.8 mg/g
protein, tepung tempe kedelai PRG adalah 579 mg/g protein, dan tepung tempe kedelai non PRG adalah
682.9 mg/g protein. Kandungan total asam amino non esensial tepung tempe kedelai grobogan adalah 493.7
mg/g protein, tepung tempe kedelai PRG adalah 486.9 mg/g protein, dan tepung tempe kedelai non PRG
adalah 521.2 mg/g protein. Kandungan asam lemak yang dominan untuk tepung tempe kedelai grobogan
dan non-PRG adalah asam lemak oleat/ω9 (C18:1), sementara itu kandungan asam lemak yang dominan
pada tepung tempe kedelai PRG adalah asam lemak palmitat (C16:0).

Keywords : tempe, tepung tempe, kandungan zat gizi, kedelai lokal, kedelai impor.

I. PENDAHULUAN Menurut Badan Pusat Statistik (2013),


produksi kedelai di Indonesia semakin menurun
Tanaman kedelai merupakan tanaman asli dari dari tahun ke tahun. Produksi kedelai nasional
Asia Timur dan telah dibudidayakan di Cina pada tahun 2010 sebesar 907.03 ribu ton
sejak 5000 tahun yang lalu. Pada awalnya mengalami penurunan menjadi 843.15 ribu ton
kedelai ditanam untuk memberikan hara nitrogen biji kering pada tahun 2012. Kebutuhan akan
pada tanah, sebagai rotasi tanaman. Di kedelai secara nasional selama lima tahun ini
Indonesia, kedelai merupakan salah satu (tahun 2010-2014) sebesar 2.3 juta ton bijikering
komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. (Kementerian Pertanian 2013). Menyiasati
Kedelai merupakan bahan pangan sumber permasalah tersebut, pengrajin olahan kedelai
protein nabati utama bagi masyarakat (Muchtadi banyak yang menggantungkan usahanya dari
2010). bahan impor, sehingga minat akan bahan lokal
lama-kelamaan menjadi menurun.
Permasalahan tingginya angka pertumbuhan lebih sederhana. Oleh karena itu tempe sangat
penduduk tidak hanya dialami oleh Indonesia, baik untuk dikonsumsi oleh berbagai umur (dari
laju pertumbuhan penduduk di dunia pun bayi hingga lanjut usia).
sekarang ini meningkat cukup tajam. Berbagai Masalah utama pada produk tempe adalah
langkah ditempuh oleh negara-negara di dunia umur simpannya yang rendah akibat kadar
dalam mencukupi kebutuhan pangan akibat airnya yang cukup tinggi (55-65%), serta adanya
lonjakan populasi tersebut, salah satunya adalah kapang yang terus tumbuh dan berkembang biak
dengan rekayasa genetik di bidang pertanian menyebabkan degradasi protein lebih lanjut
yang menghasilkan produk rekayasa genetika membentuk amoniak. Amoniak yang terbentuk
atau genetically modified organism (GMO). menyebabkan munculnya aroma busuk
Tanaman transgenik adalah tanaman hasil (Astawan, 2008; Bastian, et al., 2013). Oleh
rekayasa genetika dimana gen asing dimasukkan karena itu, pembuatan tepung merupakan
ke dalam suatu organisme dengan memanfaatkan alternatif pengolahan untuk memperpanjang
teknik DNA rekombinan (rDNA). masa simpan dan daya guna tempe. Tujuan dari
Terdapat banyak jenis tanaman pangan penelitian ini adalah membandingkan kandungan
produk rekayasa genetika (PRG) yang tersebar zat gizi tepung tempe varietas kedelai lokal
di dunia sekarang ini, salah satunya adalah (grobogan) dan impor (PRG dan non PRG).
tanaman kedelai. Jenis kedelai transgenik saat ini
yang paling banyak ditanam dan dipasarkan II. METODE PENELITIAN
adalah jenis kedelai Roundup Ready (RR). Jenis Penelitian ini menggunakan tempe yang
kedelai ini banyak ditanam karena kemampuan berasal dari tiga jenis varietas kedelai, yaitu
toleran terhadap herbisida Roundup (Hagedorn varietas kedelai lokal grobogan, varietas kedelai
2000). Di Indonesia sendiri, kedelai telah impor PRG, serta varietas kedelai impor non
dikenal sebagai bahan pangan yang biasa diolah PRG. Proses Pembuatan Tempe (Rumah Tempe
menjadi tempe, tahu, tauco, kecap, kembang Indonesia) : Kedelai dicuci dengan air,kemudian
tahu dan susu kedelai. Dari berbagai jenis olahan direbus pada suhu 1000C selama 30 menit.
kedelai tersebut, tempe merupakan jenis olahan Setelah direbus, kedelai direndam selama 20-22
kedelai asli dari Indonesia. Kandungan zat gizi jam. Selanjutnya kedelai dikupas dan direbus
yang terdapat pada tempe yang lebih baik kembali selama 30-45 menit. Butir-butir kedelai
dibandingkan kedelai mentah membuat tempe ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai
sekarang semakin banyak disukai oleh suhu kamar (25-27 0C). Biji kedelai dicampur
konsumen. dengan ragi tempe (inokulum). Kedelai yang
Muchtadi (2010) menjelaskan bahwa proses telah dicampur dengan inokulum dibungkus
fermentasi dalam pembuatan tempe dapat dengan kantong plastik PE (polietilen) yang
mempertahankan sebagian besar zat-zat gizi telah diberi lubang. Pemeraman (inkubasi) pada
yang terkandung dalam kedelai, meningkatkan suhu sekitar 30-37 0C dan kelembaban relatif
daya cerna proteinnya, serta meningkatkan kadar (RH) 70-85 %, selama 46-48 jam hingga seluruh
beberapa macam vitamin B. Penelitian permukaan tempe tertutupi oleh miselium
mengenainilai gizinya menunjukkan bahwa berwarna putih.Proses Pembuatan Tepung
tempe dapat digunakan sebagai sumber protein Tempe (Inayati 1991) : Proses pembuatan
yang murah untuk bahan pangan anak-anak di tepung tempe secara umum melalui tahap-tahap
negara berkembang. Hal yang senada diutarakan pemotongan tempe segar, pengukusan dengan
oleh Astawan (2008), dari berbagai produk uap 10 menit pada suhu 80oC, pengeringan
olahan kedelai, tempe merupakan produk olahan dengan oven pada suhu 60oC selama 6 jam,
kedelai yang sangat terkenal di Indonesia. penggilingan dan pengayakkan. Analisis
Kapang yang tumbuh pada tempe mampu Proksimat (AOAC 1995). Analisis Komposisi
menghasilkan beberapa enzim seperti enzim Asam Amino (AOAC 1999). Analisis Asam
protease untuk mengurai protein menjadi peptida lemak (AOAC 1995).
yang lebih pendek dan asam amino bebas, enzim
lipase untuk mengurai lemak menjadi asam- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
asam lemak, dan enzim amilase untuk mengurai
karbohidrat kompleks menjadi senyawa yang
298 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Hasil analisis komposisi proksimat tepung bahwa perbedaan jenis kedelai yang digunakan
tempe kedelai grobogan, PRG, dan non PRG pada tepung tempe tidak berbeda nyata (p>0.05)
terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut terhadap persentase kadar abu, serat kasar, dan
diketahui bahwa secara umum terdapat beberapa karbohidrat.
perbedaan persentase kandungan gizi antara Hasil analisis komposisi asam amino tepung
tepung tempe kedelai grobogan, PRG, dan non tempe kedelai grobogan, PRG, dan non PRG
PRG. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan disajikan pada Tabel 2. Jenis asam amino
bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) penyusun tepung tempe terbagi atas asam amino
antara jenis kedelai yang digunakan pada tepung esensial dan asam amino non-esensial. Hoffman
tempe terhadap kadar air. Uji beda lanjut dan Falvo (2004) menjelaskan bahwa asam
Duncan menunjukkan bahwa kadar air tepung amino esensial adalah jenis asam amino yang
tempe kedelai grobogan (3.19%) tidak berbeda tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus
nyata dengan tepung tempe kedelai PRG didapatkan dari makanan. Asam amino non-
(2.82%) dan non PRG (3.95%), tetapi kadar air esensial adalah asam amino yang dapat disintesis
tepung tempe kedelai non PRG nyata lebih oleh tubuh sehingga tidak harus diperoleh dari
tinggi dibandingkan tepung tempe kedelai PRG. makanan. Kandungan asam amino penyusun
ketiga jenis tepung tempe tersebut cukup
TABEL I lengkap, baik kandungan asam amino esensial
ANALISIS PROKSIMAT TEPUNG TEMPE TIGA JENIS maupun asam amino non-esensial.
VARIETAS KEDELAI (BK)
TABEL III
Tepung Tepung tempe Tepung KOMPOSISI ASAM AMINO ESENSIAL TIGA JENIS
Kandungan Gizi
tempe kedelai kedelai Non tempe kedelai
PRG (%) PRG (%) grobogan (%) TEPUNG TEMPE
a b ab
Kadar air (bb)* 2.82±0.21 3.95 ± 0.37 3.19± 0.01 Tepung
Kadar abu 0.43 ± 0.18 1.48 ± 0.24 0.53 ± 0.24 Tepung Tempe non Tepung Tempe
Jenis Asam
Tempe PRG PRG grobogan
Kadar lemak** 29.57 ± 0.21 a
29.06 ± 0.30a
24.39 ± 0.27 b Amino
(mg/g protein) (mg/g (mg/g protein)
Kadar protein** 47.08 ± 0.47a 49.88 ± 0.46 b 52.22 ± 0.43b protein)
Histidin 38.7 42.1 40.5
Serat kasar 4.69 ± 2.04 5.08 ± 0.43 5.38 ± 0.13
Isoleusin 55.5 66.9 67.6
Karbohidrat by Leusin 90.1 106.6 108.8
difference 18.21 ± 1.52 14.49 ± 0.34 17.47 ± 0.17 Lisin 75.3 109.9 104.3
Methionin + 16.2 17.3 18.4
Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama Sistein
ditandai oleh (*) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dan tanda (**) Fenilalanin + 115.8 134.3 145.6
menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan Tirosin
Treonin 47.4 49.3 49.3
Valin 55.8 65.1 62.7
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan Arginin 84.2 91.4 92.6
bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata Total 579 682.9 689.8
(p<0.01) antara jenis kedelai yang digunakan
pada tepung tempe terhadap kadar lemak dan Dibandingkan kandungan asam amino
protein. Hasil uji beda lanjut Duncan esensial yang terdapat pada bahan hewani,
menunjukkan persentase kadar lemak tepung kandungan asam amino esensial yang terdapat
tempe kedelai grobogan (24.39%) sangat nyata pada sumber pangan nabati terlihat lebih rendah.
(p<0.01) lebih rendah dibandingkan tepung Kudlackova et al. (2005) menyatakan bahwa
tempe kedelai PRG (29.57%) dan non PRG kandungan asam amino esensial yang terdapat
(29.06%). Kadar protein tepung tempe kedelai pada sumber pangan nabati (legum, kacang-
grobogan (52.22%) tidak berbeda nyata dengan kacangan dan padi-padian) mengandung sekitar
tepung tempe kedelai non PRG (49.88%) dan 62-81% asam amino esensial dibandingkan
nyata lebih tinggi dibandingkan tepung tempe sumber pangan hewani seperti telur.
kedelai PRG (47.08%). Perbedaan ini Berdasarkan kandungan asam amino
kemungkinan lebih disebabkan perbedaan esensial tersebut, dapat pula diketahui nilai skor
varietas kedelai yang digunakan, proses kimia. Almatsier (2004) menyatakan bahwa skor
pemuliaan, dan kondisi pada saat kimia merupakan suatu cara yang digunakan
pertumbuhannya (Kumar et al, 2006 ; Muchtadi untuk menetapkan nilai gizi protein dengan
2010). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan membandingkan kandungan asam amino
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 299
esensial dalam bahan makanan dengan
kandungan asam amino esensial yang sama Lindemann et al. (2002) ; Kurihara (2009) ;
dalam protein ideal/patokan. Secara umum, skor Kusnandar (2010) menyatakan bahwa asam
kimia pada ketiga jenis tepung tempe yang amino aspartat dan glutamat berperan sebagai
digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 pemberi rasa gurih pada bahan pangan.
Tingginya kandungan dua jenis asam amino
TABEL III non-esensial tersebut yang menyebabkan rasa
FAO/ tempe menjadi lebih gurih. Kandungan asam
Jenis Asam Tepung tempe Tepung tempe Tepung tempe
Amino
WHO
(1990)
PRG non PRG grobogan amino prolin merupakan jenis asam amino non-
mg/g SA SK mg/g SA SK mg/g SA SK esensial yang paling sedikit dibandingkan asam
Histidin 19 38 100 42 100 40 100
Isoleusin 28 55 100 66 100 67 100 amino non-esensial yang lainnya. Kandungan
Leusin 66 90 100 106 100 108 100 asam amino non-esensial pada sumber pangan
Lisin 58 75 100 109 100 104 100
Met + Cys 25 16 64 64 17 69 69 18 73 73 nabati lebih tinggi dibandingkan sumber pangan
Phe + Tyr 63 115 100 134 100 145 100
Treonin 34 47 100 49 100 49 100
hewani. Kudlackova et al. (2005) menyebutkan
Valin 35 55 100 65 100 62 100 bahwa kandungan protein nabati 111-129 %
SKOR KIMIA TIGA JENIS TEPUNG TEMPE lebih banyak dibandingkan telur.

Dari ketiga jenis tepung tempe yang TABEL IV


digunakan, jenis asam amino pembatasnya KOMPOSISI ASAM AMINO NON-ESENSIAL TIGA
adalah sama, yaitu Met+Cys. Akan tetapi, nilai JENIS TEPUNG TEMPE
skor kimia yang diperoleh berbeda satu sama
lainnya. Asam amino pembatas Met+Cys pada Tepung
Tepung Tepung
tepung tempe kedelai grobogan (73%) Jenis Tempe non Tempe
Tempe PRG
merupakan asam amino pembatas yang paling Asam PRG grobogan
(mg/g
Amino (mg/g (mg/g
tinggi dibandingkan Met+Cys yang terdapat protein)
protein) protein)
pada tepung tempe kedelai non PRG (69%) dan Asam
130.6 130 123.3
PRG (64%). Kudlackova et al. (2005) aspartat
menjelaskan bahwa jenis asam amino pembatas Serin 66.4 57.5 57.1
yang paling banyak ditemukan pada bahan Asam
166.5 204.6 189
glutamat
pangan nabati adalah metionin, lisin dan
Glisin 47.2 47.9 47.4
triptopan. Nilai skor kimia yang terdapat pada Alanin 44.9 52.5 49.8
ketiga jenis tepung tempe yang digunakan Prolin 31.3 28.7 27.1
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan kedelai Total 486.9 521.2 493.7
(54%), kentang (54%), gandum (53%) dan biji
wijen (50%) (Astawan 2008). Hasil analisis komposisi asam lemak yang
Selain kandungan asam amino esensial, tersaji pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa
ketiga jenis tepung tempe juga mengandung kandungan asam lemak yang terdapat pada
asam amino non-esensial.Hasil analisis tepung tempe cukup lengkap.Berdasarkan data
komposisi asam amino non-esensial tersebut, diketahui bahwa kandungan asam
memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak yang dominan untuk tepung tempe
glutamat merupakan jenis asam amino yang kedelai grobogan adalah asam lemak oleat/ω9
paling banyak yaitu sekitar 189 mg/g protein (C18:1), asam lemak palmitat (C16:0) dan asam
untuk tepung tempe grobogan, 166.5 mg/g lemak stearat (C18:0), kandungan yang hampir
protein untuk tepung tempe PRG, dan 204.6 sama juga terdapat pada tepung tempe kedelai
mg/g protein untuk tepung tempe non PRG dan non PRG dimana kandungan asam lemak
diikuti oleh asam amino aspartat yaitu sebesar oleat/ω9 (C18:1) merupakan asam lemak yang
123.3 mg/g protein untuk tepung tempe kedelai dominan yang diikuti oleh asam lemak palmitat
grobogan, 130.6 mg/g protein untuk tepung (C16:0) dan asam lemak stearat (C18:0).
tempe kedelai PRG, dan 130 mg/g protein untuk Kandungan asam lemak yang dominan pada
tepung tempe kedelai non PRG.Secara umum tepung tempe kedelai PRG adalah asam lemak
kandungan asam amino non-esensial dapat palmitat (C16:0), diikuti oleh asam lemak oleat/
dilihat pada tabel 4. ω9 (C18:1) dan asam lemak stearat (C18:0).
300 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Kumar et al. (2006) menyatakan bahwa Rendahnya kandungan ketiga jenis asam
perbedaan lokasi tanam akan dapat lemak tersebut mungkin disebabkan terjadinya
mempengaruhi komposisi asam lemak kerusakan akibat proses pemanasan pada saat
kedelaisehingga kadar yang diperoleh akan pembuatan tempe menjadi tepung melalui proses
berbeda antara satu dengan yang lainnya. pengukusan maupun ketika dioven. Edwar et al.
(2011) menjelaskan bahwa asam lemak tidak
TABEL V jenuh akan mengalami kerusakan, baik fisik
KOMPOSISI ASAM LEMAK TIGA JENIS TEPUNG TEMPE maupun kimia, akibat proses pemanasan.
(% LEMAK DALAM SAMPEL) Pemanasan dengan suhu tinggi dan lama
Tepung Tepung Tepung pemanasan dapat menyebabkan kerusakan asam
tempe tempe tempe lemak tidak jenuh. Proses pembuatan tepung
Jenis asam lemak
PRG Non grobogan tempe dengan dikukus selama 10 menit pada
PRG suhu 800C dan pengeringan dengan oven selama
C 6:0 (as.kaproat) 0.38 0.23 0.22
6 jam pada suhu 600C diperkirakan dapat
C 8:0 (as.kaprilat) 0.51 0.36 0.33
C 16:0 (as.palmitat) 11.01 7.90 9.61 menyebabkan terjadinya penurunan kandungan
C 18:0 (as.stearat) 5.25 5.23 1.94 lemak tidak jenuh tersebut.
C 18:1 (as.oleat/ω9) 10.61 8.21 11.89
C 18:2 1.88 0.55 1.62 IV.KESIMPULAN
(as.linoleat/ω6)
C 18:3 0.03 0.11 0.16
(as.linolenat/ω3)
Kandungan gizi (proksimat, asam amino
C 20:0 (as.arahidat) 0.37 0.40 0.20 dan asam lemak) dari tepung tempe kedelai lokal
C 20:3 ω6 0.18 0.66 0.25 grobogan secara umum adalah sama dengan
(as.eikosatrienoat) tepung tempe kedelai impor PRG dan non PRG,
C 21:0 0.51 0.42 0.53 kecuali hasil analisis proksimat dimana kadar
(as.heneikosanoat) protein tepung tempe kedelai lokal grobogan
lebih tinggi dibandingkan tepung tempe kedelai
Asam lemak oleat, linoleat dan linolenat PRG dan non PRG, akan tetapi, kadar lemak
merupakan jenis asam lemak esensial yang tepung tempe kedelai lokal grobogan lebih
penting bagi tubuh. Asam lemak esensial rendah dibandingkan tepung tempe kedelai
merupakan jenis asam lemak yang tidak dapat impor PRG dan non PRG.
disintesis oleh tubuh sehingga harus didapatkan
dari makanan. Asam lemak esensial dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA
untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua
jaringan. Berdasarkan hasil analisis komposisi Almatsier A. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
asam lemak pada tabel 5, terlihat bahwa Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
kandungan asam lemak tak jenuh seperti asam AOAC. 1995. Official method of analysis of the
lemak linoleat dan asam lemak linolenat dari association of official analytical of
ketiga jenis tepung tempe terlihat sangat rendah. chemist. Arlington, Virginia, USA:
Hasil ini sangat berbeda dengan hasil penelitian Published by The Association of Official
yang dilakukan oleh Utari (2010) yang Analitycal Chemist, Inc.
melakukan pengamatan asam lemak tak jenuh AOAC. 1999. Official method of analysis of the
pada tempe kukus. Hasil penelitian tersebut association of official analytical of
memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak chemist. Arlington, Virginia, USA:
oleat (14.74%), linoleat (50.12%) dan linolenat Published by The Association of Official
(9.32%) merupakan jenis asam lemak yang Analitycal Chemist, Inc.
dominan ditemukan pada tempe kukus. Hasil Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe. Jakarta
analisis komposisi asam lemak yang dilakukan (ID) : PT.Dian Rakyat.
pada tiga jenis tepung tempe memperlihatkan Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi
kandungan asam lemak tak jenuh tersebut sangat Statistik : Produksi padi, jagung, dan
rendah dibandingkan tempe. kedelai, No.45/07/Th.XVI. 1 Juli 2013.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 301


Bastian F,Ishak EI,Tawali AB, Bilang M. 2013.
Daya terima dan kandungan zat gizi
formula tepung tempe dengan
penambahan semi refined carrageenan
(src) dan bubuk kakao. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Vol.2 No.1 Kumar V, Rani A, Solanki S, Hussain HM.
Edwar Z, Suyuthie H, Yerizel E, Sulastri D. 2006. Influence of growing environment
2011.Pengaruh pemanasan terhadap on the biochemical composition and
kejenuhan asam lemak minyak goreng physical characteristics of soybean seed.
sawit dan minyak goreng jagung. J Indon Journal of Food Composition and
Med Assoc;61: 248-52 Analysis, Vol 19, pp. 188-195.
Hagedorn C. 2000. New management strategies DOI:10.1016/j.jfca.2005.06.005
for herbicide-tolerant soybeans, Kurihara K. 2009. Glutamate: from discovery as
http://filebox.vt.edu/cals/cses/chagedor/ma a food flavor to role as a basic taste
nagesoy.html, akses. 07 April 2013. (umami). Am J Clin Nutr.90 (suppl):719S–
Hoffman JR, Falvo MJ. 2004. Protein-which is 22S. DOI: 10.3945/ajcn.2009.27462D.
best?. J Sport Scie and Med.3,118-130. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan komponen
Inayati. 1991. Biskuit Berprotein Tinggi dari Makro. Jakarta (ID) : Dian Rakyat.
Campuran Tepung Terigu, Singkong, dan Lindemann B, Ogiwara Y, Ninomiya Y. 2002.
Tempe Kedelai. [Skripsi]. Bogor (ID) : The discovery of umami.Chem
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut senses.27.843-844.
Pertanian Bogor. Muchtadi D. 2010. Kedelai Komponen untuk
Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Teknis Kesehatan.Bandung (ID) : Alfabeta.
Pengelolaan Produksi Kedelai Tahun Utari DM. 2010. Kandungan asam lemak, zink,
2013. Direktorat Jenderal Tanaman dan copper pada tempe, bagaimana
Pangan Kementerian Pertanian. potensinya untuk mencegah penyakit
Kudlackova KM, Babinska K, Valachovicoca degeneratif?. Gizi Indon, 33(2):108-115
M. 2005. Topical review : Health benefits
and risks of plant protein. Bratisl Lek Listy
: 106 (6-7) : 231-234
Kumar V, Rani A, Solanki S, Hussain HM.
2006. Influence of growing environment
on the biochemical composition and
physical characteristics of soybean seed.
Journal of Food Composition and
Analysis, Vol 19, pp. 188-195.
DOI:10.1016/j.jfca.2005.06.005

302 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Bahan Alternatif
Minuman Instan Berkalsium Tinggi
[Utilazation of Egg Shells as Alternative Materials High Calcium Instant Beverages]
Misril Fuadi dan Wiri Arianingrum
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian UMSU
Email: fuadgucy@gmail.com

Abstact --- A research on the manufacture of instant beverages high calcium eggshell calcium levels To
Improve methods completely randomized design (CRD) with two (2) replicates. The first factor is the drying
time (P) ie: P0 = 0 hours, P1 = 1 hour, P2 = 2 Hours, P3 = 3Jam. The second factor is the addition
maltodekstrine (M) which consists of four levels, namely: M1 = 0.2%, M2 = 0.4%, M3 = 0.6%, and M4 = 0.8%.
The parameters observed: Serum calcium, TSS, water content, organoleptic flavors. The statistical analysis
was obtained, that the drying time had highly significant effect in the levels of calcium, TSS, water content,
and organoleptic flavors. Extra maltodektrin provide highly significant effect in the calcium, water content,
TSS and organoleptic flavors.
Keywords: Eggshell, Maltodextrin, Old Drying

I. PENDAHULUAN sebagai bahan baku pembuatan makanan.


Telur merupakan salah satu bahan makanan Cangkang telur mengandung mineral-mineral
yang sudah akrab dengan masyarakat Indonesia. yang seimbang termasuk kalsium (Umar, 2000).
Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak Cangkang telur mengandung kalsium yang
keunggulan antara lain, kandungan asam amino baik karena kandungan mineralnya yang
paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seimbang. Cangkang telur dapat digunakan
seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur sebagai sumber kalsium alami yang mudah
mempunyai citarasa yang enak sehingga dicernadan diserapoleh tubuh (Krisna, 2011).
digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi Para peneliti di Universitas Jepang, Tokyo,
dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. mempelajari kombinasi vitamin D dan bubuk
Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber cangkang telur pada hewan yang mengalami
protein yang relatif murah dan mudah osteoporosis. Tidak hanya itu bubuk cangkang
ditemukan.Hampir semua orang membutuhkan telur dengan vitamin D dapat meningkatkan
telur(Anonim,2010). kepadatan mineral tulang, namun apabila
Telur yang sudah diolah menjadi bahan penggunaanya berlebih maka akan meningkatkan
makanan, cangkang atau kulit telurnya tentu kandungan kalsium darah.Segala jenis telur
sudah tidak terpakai lagi.Masyarakat umumnya (ayam, angsa, bebek) dapat dimanfaatkan, namun
membuang limbah cangkang kulit tersebut tanpa yang terbaik adalah menggunakan telur organik
memanfaatkannya terlebih dahulu. Di Indonesia yang bersertifikat organik atau dari burung
produksi kulit telur akan terus berlimpah selama angon.Maka dari itu peneliti tertarik untuk
telur diproduksi di bidang peternakan serta melakukan penelitian Pemanfaatan Cangkang
digunakan di restoran, pabrik roti dan mie Telur sebagai Bahan Alternatif Minuman Instan
Berkalsium Tinggi.
II. METODE PENELITIAN perbedaan masing-masing taraf dapat dilihat pada
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan tabel 3.
Februari sampai dengan Maret 2015 di TABEL I
Laboratorium Program Studi Teknologi Hasil PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas KALSIUM
Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan.
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi
A. Bahan dan Peralatan (M) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01
M1 = 0,2 % 16.85 - - - a A
Bahanpenelitian yang digunakanadalah M2 = 0,4 % 15.95 2 1.051 1.447 ab AB
cangkang telur, sukrosa, asam nitrat, M3 = 0,6 % 15.50 3 1.104 1.521 bc BC
maltodekstrine, aquadest. Alat yang digunakan M4 = 0,8 % 14.83 4 1.132 1.559 cd CD
dalam penelitian adalah Kompor gas, blender, Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan
Dandang, Tampah, Timbangan analitik,Oven, pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda
Panci alumunium, Baskom, Ayakan 80 mesh, sangat nyata pada taraf 1%

Hot plate,Handrefraktometer. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa P0


B. Prosedur Penelitian berbeda tidak nyata dengan P1, dan berbeda
sangat nyata dengan P2 dan P3. P1 berbeda tidak
Limbah cangkang telur di sortasi, dibuang nyata dengan P2, dan berbeda sangat nyata
selaput tipis pada cangkang telur kemudian dengan P3. P2 berbeda tidak nyata dengan P3.
dilakukan pencucian.Setelah itu cangkang telur Kalsium tertinggi terdapat pada perlakuan P3
diblancing dengan menggunakan suhu 850c yaitu sebesar 16.737% dan terendah terdapat
selama 15 menit.Kemudian cangkang telur pada perlakuan P0 yaitu sebesar 14.925%. untuk
dikeringkan dengan menggunakan oven sesuai lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
dengan perlakuan.Cangkang telur yang telah
kering, di hancurkan menggunakan blender
17
dengan penambahansukrosa/gula sebanyak 20%.
Kemudian itu hasil blenderan di ayak dengan 16.5 Ŷ = 14.81 + 0.648 P
menggunakan ayakan 80 mest.Kemudian r = 0.955
kalsium (gr)

dicampurkan dengan Maltodekstrin sesuai 16


dengan perlakuan. Lalu di aduk merata sampai
semuanya tercampur.Kemudian siap disajikan 15.5
dengan menggunakan air panas sesuai dengan
15
selera.
Metode analisis penelitian dengan 14.5
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 0 1 2 3 4
dengan dua ulangan. Adapun Faktor I adalah
Lama Pengeringan
lama pengeringan (P) terdiri dari empat taraf
yaitu: P0= 0 Jam, P1=1 Jam, P2= 2 Jam, P3=3Jam. Gambar 1. Hubungan lama pengeringan dengan
Faktor II adalah penambahan maltodekstrin (M) kalsium
yang terdiri dari empat taraf, yaitu: M1 =0,2%,
M2 = 0,4 %, M3 = 0,6%, dan M4 = Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa
0,8%.Pengamatandilakukanberdasarkananalisa semakin lama pengeringan kalsium semakin
yang meliputi: Kalsium,Kadar air, TSS, tinggi. Hal ini di karenakan semakin lama
Organoleptik rasa. pengeringan menyebabkan semakin banyak air
dari minuman instan yang teruapkan sehingga
III. HASIL DAN PEMBAHASAN proporsi kalsium pada minuman instan semakin
A. Kalsium tinggi. Pengeringan pada dasarnya merupakan
Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Kalsium proses perpindahan energi yang digunakan untuk
Lama pengeringan memberi pengaruh menguapkan air yang berada dalam bahan,
yang beda sangat nyata terhadap kalsium. Dari sehingga mencapai kadar air tertentu agar
hasil uji beda rata–rata menunjukkan tingkat kerusakan bahan pangan dapat diperlambat.

304 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kelembapan udara pengering harus memenuhi senyawa – senyawa glukosa pada minuman
syarat yaitu sebesar 55 – 60% (Pinem, 2004). instan sehinggan proporsi dari kalsium semakin
sedikit. Hal ini sesuai dengan Yeti 2009,
Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Terhadap
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk
Kalsium
hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-
Penambahan maltodekstrin memberi glukosa yang sebagian besar terikat melalui
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20.
kalsium. Dari hasil uji beda rata–rata Rumus umum maltodekstrin adalah
menunjukkan tingkat perbedaan masing masing [(C6H10O5)nH2O)].
taraf dapat dilihat pada tabel 4.
B. Kadar Air
TABEL II Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Kadar
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKTRIN Air
TERHADAP KALSIUM Lama pengeringan memberi pengaruh
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi yang beda sangat nyata terhadap kadar air. Dari
hasil uji beda rata–rata menunjukkan tingkat
(M) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01
M1 = 0,2 % 16.85 - - - a A perbedaan masing-masing taraf dapat dilihat pada
M2 = 0,4 % 15.95 2 1.051 1.447 ab AB Tabel 5.
M3 = 0,6 % 15.50 3 1.104 1.521 bc BC TABEL III
M4 = 0,8 % 14.83 4 1.132 1.559 cd CD PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan KADAR AIR
pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda
sangat nyata pada taraf 1% Perlakuan Rataan Jarak LSR

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa M1 (P) (P) 0.05 0.01


P0 = 0 Jam 5.018 - - -
berbeda tidak nyata dengan M2, dan berbeda P1 = 1 Jam 4.841 2 0.079 0.109
sangat nyata dengan M3 dan M4. M2 berbeda P2 = 2 Jam 4.648 3 0.083 0.115
P3 = 3 Jam 4.306 4 0.085 0.118
tidak nyata dengan M3, dan berbeda sangat nyata Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan
dengan M4. M3 berbeda tidak nyata dengan M4. pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda
sangat nyata pada taraf 1%
Kalsium tertinggi terdapat pada pelakuan M1
yaitu sebesar 16.85%, dan terendah pada Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa P0
perlakuan M4 sebesar 14.83%. untuk lebih berbeda sangat nyata dengan P1, P2 dan P3. P1
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. berbeda tidak nyata dengan P2 dan berbeda
17 sangat nyata dengan P3, P2 berbeda sangat nyata
dengan P3. Kadar air tertinggi terdapat pada P0
16.5 yaitu tanpa perlakuan 5.018% dan terendah
Kalsium (gr)

terdapat pada P3 yaitu 3 hari yaitu 4.306%. untuk


16
lebih jelsanya dapat dilihat pada gambar 3.
15.5 5.1
Ŷ = 17.40 - 3.243 M
r = 0.983 5
15
Kadar Air (%)

4.9
14.5 4.8
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 4.7
4.6
Penambahan Maltodekstrin Ŷ = 5.065 - 0.219 P
4.5
r= - 0.993
4.4
Gambar 2. Hubungan lama pengeringan dengan 4.3
kalsium 0 1 2 3 4
Lama Pengeringan
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa
semakin banyak penambahan maltodekstrin Gambar 3. Hubungan lama pengeringan dengan
kalsium semakin menurun, hal ini di karenakan
penambahan maltodekstrin akan meningkatkan kadar air
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 305
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa lama hidrofilik pada permukaan produk minuman
pengeringan berpengaruh terhadap kadar air. Hal instan sehingga kemampuan mengikat air dari
ini disebabkan karena semakin lama cangkang udara akan cepat karena adanya lapisan dari
telur dikeringkan maka jumlah kandungan air maltodekstrin (Utomo, D. 2013).
pada cangkang telur akan semakin menurun 5
sehingga mempengaruhi kadar air pada minuman
Ŷ =4.429 + 0.615 M

Kadar Air (%)


instan, Hal ini sesuai dengan hasil penelitian 4.9
r = 0.998
Matondang (1989), yang melaporkan bahwa 4.8
semakin lama waktu pengeringan kadar air akan
menurun, akibat penguapan air yang lebih 4.7
banyak. 4.6
Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Terhadap
4.5
Kadar Air 0 0.5 1
Penambahan maltodekstrin memberi Penambahan Maltodekstrin
pengaruh yang beda sangat nyata terhadap kadar
air. Dari hasil uji beda rata–rata menunjukkan Gambar 4. Hubungan penambahan maltodekstrin
tingkat perbedaan masing-masing taraf dapat dengan kadar air
dilihat pada Tabel 6.
C. TSS
TABEL IV Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap TSS
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN Lama pengeringan memberi pengaruh
TERHADAP KADAR AIR yang beda sangat nyata terhadap TSS. Dari hasil
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi uji beda rata–rata menunjukkan tingkat
perbedaan masing masing taraf dapat dilihat pada
(M) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01
Tabel 7.
M1 = 0,2 % 4.875 - - - a A
M2 = 0,4 % 4.470 2 0.079 0.109 ab AB
TABEL V
M3 = 0,6 % 4.673 3 0.083 0.115 c BD
PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP TSS
M4 = 0,8 % 4.526 4 0.085 0.118 cd D
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi
Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda (P) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01
sangat nyata pada taraf 1%
P0 = 0 Jam 7.787 - - - cd CD
P1 = 1 Jam 8.062 2 0.433 0.597 bc BC
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa M1 P2 = 2 Jam 8.428 3 0.455 0.627 ab AB
P3 = 3 Jam 8.650 4 0.467 0.643 a A
berbeda tidak nyata dengan M2 dan berbeda
Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan
sangat nyata M3 dan M1. M2 berbeda sangat pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda
nyata dengan M3dan M4. M3 berbeda tidak nyata sangat nyata pada taraf 1%
dengan M4. Kadar air tertinggi terdapat pada M1
yaitu sebesar 4.875% dan terendah terdapat pada Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa P3
M4 yaitu sebesar 4.526%. untuk lebih jelasnya berbeda tidak nyata dengan P2 dan berbeda
dapat dilihat pada Gambar 4. sangat nyata dengan P1 dan P0. P2 berberda tidak
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa nyata dengan P1, dan berbeda sangat nyata
penambambahan maltodekstrin terhadap kadar dengan P0, P2 berbeda tidak nyata dengan P3.
air mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan TSS tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu
adanya proporsi penambahan maltodekstrin yang sebesar 8.6500Brix dan terendah terdapat pada
tinggi maka jumlah gugus hidroksilnya pun perlakuan P0 yaitu sebesar 7.787 0Brix. untuk
semakin banyak sehingga dapat mengikat air dari lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.
lingkungan lebi banyak. Dengan demikian, Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa lama
banyaknya proporsi maltodekstrin maka absorbsi pengeringan berpengaruh terhadap TSS. Hal ini
uap air semakin bertambah. Hal ini disebabkan disebabkan selama pengeringan berlangsung
oleh gugus dari maltodekstrin yang bersifat kadar air bahan yang semakin rendah sehingga

306 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


total padatan yang dihasilkan meningkat. Smakin semakin banyak padatan yang terlarut dalam
rendahnya kadar air dalam komposisi yang ada bahan, karena maltodekstrin adalah penyumbang
pada minuman maka angka total padatan terlarut TSS dalam bahan. Maltodekstrin merupakan
yang diperoleh juga meningkat (Yusmarini, dkk. polimer dekrtosa (biasa disebut polimer glukosa).
2003). Maltodekstrin dan dryed glucose syrup
merupakan bentuk yang mudah larut dalam air
atau sistem cairan lainnya (Rachman, 1992).
D. Organoleptik Rasa
Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap
Organoleptik Rasa
Lama pengeringan memberi pengaruh yang
beda sangat nyata terhadap organoleptik rasa.
Dari hasil uji beda rata – rata menunjukkan
tingkat perbedaan masing masing taraf dapat
dilihat pada Tabel 9.
Gambar 5. Hubungan lama pengeringan dengan
TSS TABEL VII
TABEL VI LAMA PENGERINGAN TERHADAP ORGANOLEPTIK
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN RASA
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi
TERHADAP TSS
(P) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi
P0 = 0 Jam 2.287 - - - d CD
(M) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01
P1 = 1 Jam 2.750 2 0.188 0.259 c BC
M1 = 0,2 % 7.362 - - - d CD
M2 = 0,4 % 7.850 2 0.433 0.597 c C P2 = 2 Jam 3.137 3 0.197 0.272 ab AB
M3 = 0,6 % 8.560 3 0.455 0.627 ab AB P3 = 3 Jam 3.212 4 0.202 0.279 a A
M4 = 0,8 % 9.066 4 0.647 0.643 a A
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom notasi mcenunjukkan
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbabeda
pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
sangat nyata pada taraf 1%

Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Terhadap Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa P0


TSS berbeda nyata dengan P1 dan berbeda sangat
Penambahan maltodekstrin memberi nyata dengan P2, dan P3. P1 berbeda nyata dengan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap P2 dan berbeda sangat nyata dengan P3. P2
TSS. Dari hasil uji beda rata–rata menunjukkan berbeda tidak nyata dengan P3. Organoleptik rasa
tingkat perbedaan masing-masing taraf dapat tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar
dilihat pada Tabel 8. 3.212% dan terendah terdapat pada perlakuan P0
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa yaitu sebesar 2.287%. untuk lebih jelasnya dapat
penambahan maltodeksrtin berpengaruh tarhadap dilihat pada Gambar 8.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa M1
berbeda tidak nyata dengan M2, dan berbeda
sangat nyata dengan M3 dan M4. M2 berbeda
sangat nyata dengan M3 dan M4. M3 berbeda
sangat nyata dengan M4. TSS tertinggi terdapat
pada perlakuan M4 yaitu sebesar 9.066 0Brix dan
terendah terdapat pada perlakuan M1 yaitu
sebesar 7.3620Brix. untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 7.
TSS bahan. Terjadinya peningkatan TSS
seiring dengan semakin meningkatnya
penambahan maltodekstrin, disebabkan karena Gambar 7. Hubungan lama pengeringan dengan
semakin tinggi penambahan maltodekstrin maka organoleptik rasa
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 307
Dari Gambar 7dapat dilihat bahwa lama mengandung gula sehingga memberikan rasa
pengeringan yang berbeda terhadap organoleptik manis pada minuman instan (Hui, 1992).
rasa minuman instan yang semakin meningkat.
Hal ini disebabkan karena perlakuan lama 3.3
pengeringan yang berbeda – beda sehingga Ŷ = 2.381 + 0.931 M

Organoleptik Rasa
susunan rantai polisakarida yang rusak juga 3.1
r = 0.891
berbeda – beda. Hal ini sesuai dengan pendapat 2.9
(Presti Laura, 2013) yang menyatakan dalam
penelitiannya bahwa semakin lama waktu 2.7
pengeringan maka rasa yang dihasilkan semakin 2.5
meningkat hal ini disebabkan karena terjadinya
kerusakan pada susunan kimia polisakarida. 2.3
Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari
2.1
banyaknya molekul gula atau terdiri dari bnyak 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
unit sehingga dapat meningkatkan rasa pada
minuman instan. Penambahan Maltodekstrin

Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Terhadap Gambar 9. Hubungan penambahan maltodekstrin


Organoleptik Rasa dengan organoleptik rasa
Penambahan maltodekstrin memberi
pengaruh yang beda sangat nyata terhadap IV. KESIMPULAN
organoleptik rasa. Dari hasil uji beda rata – rata
menunjukkan tingkat perbedaan masing masing Dari hasil penelitian dan pembahasan
taraf dapat dilihat pada Tabel 10. tentang pengaruh lama pengeringan dan
penambahan maltodekstrin dalam pembuatan
TABEL VIII minuman instan berkalsium tinggi dari cangkang
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN telur dapat disimpulkan bahwalama pengeringan
TERHADAP ORGANOLEPTIK RASA memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi terhadap kalsium, kadar air, TSS, dan uji
organoleptik rasa.Penambahan maltodekstrin
(M) (P) 0.05 0.01 0.05 0.01 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
M1 = 0,2% 2.500 - - - d D terhadap kalsium, kadar air, TSS, dan
M2 = 0,4% 2.812 2 0.188 0.259 c ABC
M3 = 0,6% 3.025 3 0.197 0.272 ab AB organoleptik rasa.
M4 = 0,8% 3.050 4 0.202 0.279 a A

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan


DAFTAR PUSTAKA
pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda
sangat nyata pada taraf 1% Anonim1.2008.”Apa kandungan pada kulit telur
Dari Tabel 8dapat dilihat bahwa M1 ayam?”.(online), http://id.answers.yahoo.com/
berbeda sangat nyata dengan M2,M3 dan M4. M2 question/ 3desember2014
berbeda nyata dengan M3 dan berbeda sangat Anonim2.2010.”Apa kandungan pada kulit telur
nyata dengan M4. M3 berbeda tidak nyata dengan ayam?”.
M4. Organoleptik rasa tertinggi terdapat pada (online),http://id.answers.yahoo.com/question/
perlakuan M4 yaitu sebesar 3.050% dan terendah 28September2014
terdapat pad perlakuan M1 yaitu 2.500%. untuk Gianniprameswara, 2013.Makalah telur
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. asinhttp://imgianni.blogspot.com/2013/07/ma
Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa kalah-telur-asin.html. diakses pada tanggal 11
penambahan maltodekstrin berpengaruh terhadap desember 2014.
rasa. Terjadinya peningkatan rasa seiring dengan
Hui, 1992. Encyclopedia of Food and
semakin meningkatnya penambahan
Teknology.New York. Ipteknet. 2012. Gula.
maltodekstrin maka rasa dari minuman instan
http// www.ipteknet.co.id
semakin di sukai panelis. Hal ini karena
maltodekstrin merupakan senyawa yang Matondang, S., 1989, Pengeringan Biji-Bijian
Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi
308 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Pertanian, Program Studi Mekanisasi Ranchman, 1992. Criteria Maltodekstrin. UPN.
Pertanian, Fakultas Pertanian, USU, Medan. Jawa Timur.
Muchtadi Tien R.2010.Ilmu Pengetahuan Bahan Sarwono, B, 2010.pengawetan dan pemanfaatan
Pangan.:ALFABETA. Bandung telur.http://www.wikimu.com/News/Print.asp
Nasution, 1997. Telur Karabang dan Manfaat x?id=11294
Lain Kulit Telur.Yogyakarta. Umar, 2000, Kualitas Fisik Telur Ayam
Oktaviana, YR. 2012. Kombinasi Konsentrasi Kampung di Pasar Tradisional, Swalayan dan
Maltodekstrin dan Suhu Pemanasan Terhadap Peternak di kotamadya Bogor, Skripsi.
Kualitas Minuman Serbuk Instan Belimbing Fakultas Peternakan, Institut Pertanian.
Wuluh (Averrhoa bilimbi L). Skripsi Fakultas Utomo, D. 2013. Pembuatan Serbuk Effervescent
Teknobiologi. Universitas Atma Jaya. Murbei (Morus alba L.) dengan Kajian
Yogyakarta Konsentrasi Maltodekstrin dan Suhu
Pinem, 2004. Rancang Bangun Alat Pengeringan Pengering. Jurnal Teknologi Pangan 4(1):1-
Ikan Teri Kapasitas 12kg/jam. Staf Pengajar 21
Jurusan Teknik Mesin. Politeknik Negeri Yeti, P. 2009. Maltodekstrin.
Malang. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol.3. https://empuz.wordpress.com/
No.3. 249-253 2009/04/16/maltodekstrin/.
Presti Laura, 2013. Skripsi : pengaruh Yusmarini Dkk, 2003. Evaluasi Mutu Susu Yang
konsentrasi pectin dan konsentrasi asam Dibuat Dari Beberapa Varietas Kedelai. Vol
sitrat. Fakultas teknik. Universitas pasundan. 2(2):29-34.
Bandung

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 309


310 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Penambahan Sodium Tripolipospat Menurunkan Respon Glikemik Nasi
Samsu Udayana Nurdin1,2*), Ria Amurwani3), Asep Sukohar4), Siti Nurdjanah2)
1)
Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Kesehatan dan Herbal, LPPM Unversitas Lampung.
2)
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
3)
Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
4)
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
* Correspondence: samsu.udayana@fp.unila.ac.id

Abstract --- Rice has significant contribution to blood level of Diabetes Mellitus (DM) patients. It is suggested
that reducing rice starch digestibility will down regulate the patients who consume rice as their staple food.
This research aimed to lower rice starch digestibility through addition of Sodium tripolyphosphate (STPP)
using suitable method, and to elucidate whether the rice added with STTP had lower glycemic response than
the original rice (control). The results showed the addition of STPP reduced hedonic response and lowered
the glycemic response of the rice. When glycemic response of original rice (control) was considered as 100, the
glycemic response of STTP rice was 94, significantly lower than the original one.
Key words: Diabetes, resistant starch, rice, sodium tripolyphosphate

I. PENDAHULUAN dikelompokkan menjadi dua, kelompok pertama


(Tipe 1) disebabkan oleh ketidak mampuan
Diabetes mellitus merupakan penyakit
pancreas menghasilkan insulin dan umumnya
kronis yang pada saat ini sudah menjadi ancaman
disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan
bagi kesehatan global (IDF, 2012) termasuk
Indonesia. Di Indonesia terjadi peningkatan sistem imun.Pada kelompok kedua (Tipe 2),
pancreas masih mampu menghasilkan insulin,
jumlah penderita diabetes lebih dari 3% selama
tetapi karena sensitivitasnya yang rendah, insulin
kurun waktu 5 tahun (1995-2000) sehingga
ini tidak mampu mendorong berlangsungnya
menempatkan Negara ini pada peringkat ke
metabolism glukosa. Pada kelompok kedua,
empat diantara 10 negara yang memiliki
gaya hidup yang berupa pola makanan dan
prevalensi diabetes tertinggi di dunia setelah
aktifitas fisik merupakan factor resiko utama.
India, Cina dan Amerika (Wild et al., 2004). Jika
Dabetes mellitus tipe 2 merupakan diabetes yang
pada tahun 2000 prevalensi penyakit diabetes di
umum diderita di seluruh dunia dengan proporsi
Indonesia diperkirakan sekitar 8,4% maka pada
penderita lebih dari 90% sehingga pencegahan
tahun 2030 angka ini diperkirakan akan
dan penanganan diabetes tipe 2 menjadi prioritas
berkembang menjadi 21,3% (Sutanegara dan
utama (Kiem et al., 2006; Anderson, 2006).
Budiartha, 2000; Wild et al., 2004).
Karena masalah utama pada penderita
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang diabetes mellitus adalah tingginya kadar gula
dicirikan oleh ketidak mampuan tubuh darah dan/atau rendahnya sensitifitas insulin,
mengontrol kadar gula darah sebagai akibat maka terapi gizi yang dilakukan terhadap
rendahnya produksi insulin atau ketidak pekaan penderita penyakit ini bertujuan untuk mencapai
insulin dalam merespon peningkatan kadar gula dan mempertahankan kadar gula darah pada
darah (sensitivitas insulin). Diabetes dapat kisaran normal yaitu dengan cara
menyeimbangkan asupan makanan dengan diuji respon glikemiknya dan dibandingkan
ketersediaan insulin (Anderson, 2006). Makanan dengan nasi biasa.
berkadar serat tinggi dan mempunyai indek
glikemik rendah merupakan makanan yang Rancangan Percobaan dan Analisis Data
sesuai dengan tujuan ini karena terbukti mampu Penelitian Tahap 1 disusun menggunakan
menurunkan kadar glukosa darah (Post et al., Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
2012) dan mencegah terjadinya komplikasi faktorial dengan dua perlakuan dan tiga kali
dengan penyakit degenerative lain (Ajala et al., ulangan. Faktor pertama adalah cara
2013).Karena itu makanan dengan kriteria penambahan STPP (N) terdiri dari 2 taraf yaitu
berkadar serat tinggi dan memiliki indek pemasakan nasi dengan larutan STPP (N1) dan
glikemik rendah yang dapat diterima penderita pemasakan nasi, kemudian perendaman dengan
diabetes perlu diciptakan. larutan STPP selama 3 jam (N2). Faktor kedua
Pati pada beras/nasi merupakan adalah konsentrasi STPP (S) terdiri dari lima
polisakarida yang terdiri atas polisakarida taraf yaitu (S1) 0%, (S2) 2,4%, (S3) 4,8%, (S4)
berantai lurus (amilosa) dan polisakarida berantai 7,2 %, dan (S5) 9,6%. Evaluasi data uji sensori
cabang (amilopektin). Pada saat pemasakan pati dilakukan dengan menghitung jumlah panelis
akan mengalami gelatinisasi sehingga struktur yang menyukai (skor 4) dan sangat menyukai
polisakaridanya terbuka dan lebih mudah (skor 5) nasi instan, kemudian dipersentasekan
dihidrolisis oleh enzim α-amilase (Belitz dan terhadap jumlah seluruh panelis.
Grosch, 1999) sehingga nasi cenderung memiliki Penelitian tahap 2, nasi yang paling
daya cerna atau indek glikemik tinggi. disukasi oleh panelis diukur respon glikemiknya
Penurunkan daya cerna pati dapat dilakukan dan dibandingkan dengan respon glikemik nasi
dengan cara merubah struktur kimia pati biasa. Respon glikemik dihitung menggunakan
sedemikian rupa sehingga sisi aktif enzim α- grafik rata-rata hasil glukosa darah.Selanjutnya
amilase sulit menghidrolisis polisakarida pati untuk melihat bagaimana pengaruh variabel
(Than et al., 2007). Perubahan struktur kimia ini bebasnya secara bersama-sama terhadap variabel
dapat dilakukan dengan cara mereaksikan pati terikatnya dilakukanuji t (paired samples t tes).
dengan bahan kimia yang bisa berikatan dengan
Pembuatan nasi Instan (Rewthong et al., 2011)
gugus aktif glukosa penyusun pati (Belitz dan
Pembuatan nasi instan pada penelitian ini
Grosch, 1999). Salah satu bahan kimia yang
menggunakan beras ciherang dan penambahan
banyak digunakan pada makanan adalah senyawa
larutan STPP dengan konsentrasi (S1) 0%, (S2)
polipospatseperti sodium trimetaphosphate
2,4%, (S3) 4,8%, (S4) 7,2 %, dan (S5) 9,6%.
(STMP) dan sodium tripolyphosphate (STTP)
Pembuatan nasi instan diawali dengan
(Woo dan Seib, 2002). Polipospat akan
menimbang beras sebanyaak 200 g dicuci dan
membentuk ikatan silang dengan gugus aktif
ditambahkan air 300 ml. Penambahan STTP
pada pati sehingga pati sulit untuk dicerna
dilakukan dengan dua cara, pertama, beras
(Wootton dan Chaudhry, 1979). Penelitian ini
dimasak dengan air yang mengandung larutan
bertujuan untuk mempelajari pengaruh
STPP dalam rice cooker selama 15 menit. Cara
konsentrasi sodium tripolipospat yang
kedua beras dimasak dalam rice cooker selama
ditambahkan saat pemasakan dan metode
15 menit, selanjutnya nasi yang telah dimasak
penambahannya terhadap sifat organoleptik dan
direndam dalam larutan STPP dengan konsetrasi
respon glikemik nasi instan yang dihasilkan.
0 g, 2.4 g, 4.8 g, 7.2 g, 9.6 g selama 3 jam, lalu
II. METODE PENELITIAN nasi dipisahkan dan dikeringkan. Nasi telah
matang dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan
Penelitian ini terdiri dari dua tahap 5 menit. Nasi dikeringkan di oven pada suhu
pelaksanaan. Tahap pertama dilakukan untuk 60oC selama 24 jam. Untuk dapat dikonsumsi,
mempelajari pengaruh konsentrasi STTP yang nasi kering tersebut dimasak kembali dalam rice
ditambahkan saat pemasakan dan metode cooker selama 10 menit dengan ditambahkan air
penambahannya terhadap sifat organoleptik nasi secukupnya.
instan yang dihasilkan. Pada tahap dua nasi
instan dengan penerimaan terbaik selanjutnya
312 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Penentuan Respon Indeks Glikemik Aroma
Penentuan indeks glikemik menggunakan Gambar 1 menunjukkan bahwa cara
metode yang digunakan oleh El (1999). penambahan dan konsentrasi STPP menurunkan
Penentuan nilai indeks glikemik menggunakan 6 tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nasi
orang responden setelah melakukan puasa selama instan. Pemasakan nasi dengan STPP
10 jam. Syarat- syarat responden adalah sehat, konsentrasi 2,4% (N1S2) menurunkan persentase
non-diabetes, memiliki kadar glukosa puasa panelis yang menyukai aroma nasi instan dari
normal (70-120 mg/dl) dan memiliki nilai Indeks 78,67% menjadi 73,33%. Nasi instan yang
Massa Tubuh (IMT) dalam kisaran normal 18.5- dimasak, kemudian direndam dengan
25 Kg/m2. STPPkonsentrasi 7,2% (N2S4) memiliki
Pengukuran kadar gula darah dilakukan persentase terendah yaitu 49,10%.
setelah periode puasa (kecuali air putih) selama
10 jam pada malam hari, kemudian sampel darah
(kadar glukosa puasa) responden diambil dengan
menggunakan alat blood glucose test metermerk
Gluco Dr sebelum mengkonsumsi nasi instan
(menit ke-0). Setelah itu, responden diminta
untuk mengkonsusmsi 50 g sampel nasi instan
biasa (kontrol) pada hari pertama, dan pada hari
kedua responden mengkonsumsi 50 g sampel
nasi instan STPP. Setelah mengkonsumsi nasi
instan, sampel darah responden diambil dengan
menusuk ujung jari manis dan diukur kadar gul
darahnya. Pengambilan sampel darah responden Gambar 1. Pengaruh cara penambahan dan
dilakukan setiap selang 30 menit sekali yaitu 0 konsentrasi STPP terhadap persentase panelis
menit (kadar gula darah puasa), 30 menit, 60 menyukai aroma nasi instan
keterangan:
menit, 90 menit, 120 menit setelah N1 = Nasi yang dimasak dengan STPP
mengkonsumsi nasi instan. N2 = Nasi dimasak kemudian direndam dengan STPP selama 3 jam

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan terhadap aroma nasi instan ini
disebabkan STPP tidak mampu mempertahankan
Pengaruh Penambahan STTP terhadap Tingkat aroma nasi biasa karena kandungan garam dalam
Kesukaan Panelis terhadap Nasi yang di STPP mengikat dengan nasi (Shandet al., 1993).
Hasilkan Penggunaan STPP yang berlebihan menimbulkan
Nasi instan yang diperoleh dengan cara aroma sedikit menyengat, sehinggaaroma yang
penambahan dan konsentrasi STPPyang berbeda timbul menyebabkan nasi instan tidak disukai
diuji tingkat kesukaan panelisnya khususnya panelis, karena aroma khas nasi yang biasa
terhadap aroma, rasa, warna dan dikonsumsi bercampur dengan aroma STPP.
kepulenan.Penilaian tingkat kesukaan dilakukan
Rasa
menggunakan 5 skala hedonik yaitu sangat tidak
Gambar 2 menunjukkan bahwa cara
suka, tidak suka, netral, suka, dan sangat suka.
penambahan dan konsentrasi STPP menurunkan
Hasil penilaian panelis yang menyatakan suka
tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nasi
dan sangat suka, selanjutnya dijumlahkan dan
instan. Pemasakan nasi dengan STPP konsentrasi
dikategorikan sebagai suka. Hasil penjumlahan
2,4% (N1S2) menurunkan persentase panelis
kemudian dipersentasekan terhadap jumlah total
yang menyukai rasa nasi instan dari 89,00%
panelis yang merupakan ukuran tingkat kesukaan
menjadi 58,00%. Nasi instan yang dimasak,
dan disajikan dalam bentuk diagram. Berikut
kemudian direndam dengan STPPkonsentrasi
adalah penjabaran hasil penilaian panelis
9,6% (N2S4) memiliki persentase terendah yaitu
terhadap masing-masing parameter nasi instan.
26,67%.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 313


tinggi konsentrasi STPP yang ditambahkan, akan
menghasilkan nasi instan yang memiliki
intensitas warna kuning kecoklatan lebih tinggi.
Timbulnya warna kuning kecoklatan pada nasi
instan ini secara langsung menyebabkan panelis
kurang menyukai warna nasi instan yang
dihasilkan.

Gambar 2. Pengaruh cara penambahan dan


konsentrasi STPP terhadap persentase panelis
menyukai rasa nasi instan
keterangan:
N1 = Nasi yang dimasak dengan STPP
N2 = Nasi dimasak kemudian direndam dengan STPP selama 3 jam

Persentase tingkat kesukaan terhadap rasa Gambar 3. Pengaruh cara penambahan dan
nasi instan mengalami penurunan.Menurut konsentrasi STPP terhadap terhadappersentase
Shandet al., (1993) STPP yang mengandung panelis menyukai warna nasi instanketerangan:
garam menimbulkan rasa asin. Menurut Sams N1 = Nasi yang dimasak dengan STPP
N2 = Nasi dimasak kemudian direndam dengan STPP selama 3 jam
(2001) konsentrasi STPP tinggi memiliki
kandungan bahan aditif seperti garam dan
senyawa alkali fosfat,sehingga memberikan rasa Kepulenan
yang terlalu kelat dan kurang disukai panelis. Gambar 4 menunjukkan bahwa cara
Oleh karena itu penggunaan larutan STPPharus penambahan dan konsentrasi STPP menurunkan
dibatasi agar nasi instan tidak memilikirasa yang tingkat kesukaan panelis terhadap warna nasi
terlalu kelat. instan. Pemasakan nasi dengan STPP konsentrasi
2,4% (N1S2) menurunkan persentase panelis
Warna yang menyukai warna nasi instan dari 89,00 %
Gambar 3 menunjukkan bahwa cara menjadi 74,33 %. Nasi instan yang dimasak,
penambahan dan konsentrasi STPP menurunkan kemudian direndam dengan STPPkonsentrasi 7,2
tingkat kesukaan panelis terhadap warna nasi % (N2S4) memiliki persentase terendah yaitu
instan. Pemasakan nasi dengan STPP konsentrasi 41,00%. Penggunaan STPP yang berlebihan
2,4% (N1S2) menurunkan persentase panelis menyebabkan nasi menjadi sangat lembut ketika
yang menyukai warna nasi instan dari 95,67% dikosumsi.
menjadi 82,00%. Nasi instan yang dimasak,
kemudian direndam dengan STPPkonsentrasi
9,6% (N2S5) memiliki persentase terendah yaitu
50,00%. Penurunan ini disebabkan karena
adanya pengaruh senyawa polifosfat atau alkali
fosfat yang dapat menyebabkan perubahan warna
coklat kekuningan.
Perubahan warna pada nasi instan
disebabkan warna dari larutan STPP yang
ditambahkan. Menurut Fellow (1992),
perubahan warna yang terjadi disebabkan aleuron
pada beras mengandung gen yang mengandung Gambar 4. Pengaruh cara penambahan dan
antosianin yaitu sumber warna merah, ungu , konsentrasi STPP terhadap persentase panelis
kuning dan akibat penambahan bahan kimia menyukai kepulenan nasi instan
STPP pada pemasakan nasi merubah pigmen keterangan:
N1 = Nasi yang dimasak dengan sodium tripolyphosphate
warna nasi menjadi coklat kekuningan. Semakin N2 = Nasi dimasak kemudian direndam dengan sodium tripolyphosphate

314 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Penambahan STPP pada nasi instan hingga yang telah ditetapkan sebelum penelitian.
konsentrasi tinggi dapat membuat nasi pulen, Responden berusia 21-23 tahun, jenis kelamin
sangat lembut dan tidak lengket. Menurut laki-laki dan perempuan, memiliki indeks massa
Thomas (1997) STPP dapat menyerap, mengikat tubuh normal sekitar 18,5-22,9 (Perkeni,
air dan meningkatkan water holding capacity 2002).MenurutSardesai (2003) kadar glukosa
(WHC). Perbandingan jumlah amilosa dan darah normal berkisar antara 55-140 mg/dL dan
amilopektin dalam beras menentukan kepulenan kadar glukosa normal responden rata-rata antara
atau daya ikat air yang tinggi, semakin tinggi 86 hingga 96 mg/dL.
kandungan amilopektinnya, maka nasi semakin Hasil analisis uji lanjut paired samples t
pulen. Menurut Akhyar (2009) jenis nasi/beras testerhadap respon glikemik menunjukkan
jenis Ciherang ini memiliki kandungan kadar perbedaan yang signifikansi antara nasi instan
amilosa 23,03%. Peningkatan konsentrasi STPP tanpa menggunakan STPP (kontrol) dan nasi
dapat membuat tekstur nasi yang sangat lembut instan menggunakan STPP (p = 0,016). Ini
seperti bubur sehingga kurang disukai panelis. berarti bahwa rata-rata variabel nasi instan tanpa
menggunakan STPP (kontrol) lebih besar atau
Respon Glikemik berbeda dengan rata-rata variabel perlakuan nasi
Dari hasil uji organoleptik Tahap 1 instan menggunakan STPP.
disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi Gambar 5 menunjukan bahwa respon
STTP menyebabkan penurunan penerimaan glikemik rata-rata keenam responden setelah
panelis pada semua parameter yang diujikan. mengkonsumsi nasi instan dengan penambahan
Karena itu pengukuran respon glikemik STPP 4,8% (NIS3) lebih rendah dibanding
selanjutnya hanya dilakukan pada nasi instan dengan respon glikemik nasi biasa (kontrol).
yang ditambah STTP dengan konsenrasi terendah Respon glikemik diperoleh dari data pengukuran
pada saat pemasakan. kadar glukosa darah responden setelah
Pengukuran respon glikemik nasi instan mengkonsumsi nasi. Kadar glukosa darah
menggunakan 6 responden yang telah melakukan responden setelah mengkonsumsi nasi STPP rata-
puasa selama 10 jam. Syarat-syarat responden rata sebesar 94,37 mg/dL, lebih rendah
adalah sehat, non-diabetes, memiliki kadar dibandingkan dengan nasi biasa (kontrol) yang
glukosa normal, dan memiliki nilai Indeks Massa memiliki rata-rata sebesar 99,27 mg/dL.
Tubuh (IMT) dalam kisaran normal (El, 1999).
Berikut ini ditampilkan karakteristik responden
yang terlibat pada pengukuran respon glikemik
nasi instan(Tabel 1).
TABEL I
KARAKTERISTIK RESPONDEN ANALISIS RESPON
GLIKEMIK NASI INSTAN

B. T. Ka. Gula
Respo- Usia Jenis IMT
Badan Badan Normal
nden (th) Kelamin (kg/m2)
(kg) (cm) (mg/dL)
1 22 Perempuan 45 156 18,5 96
2 21 Laki-laki 65 170 22,49 96
Gambar 5. Respon glikemik rata-rata 6
3 22 Perempuan 53 164 19,7 94
responden setelah mengkonsumsi nasi biasa
4 22 Perempuan 47 158 18,83 86
(kontrol) dan nasi instan dengan penambahan
5 23 Laki-laki 52 165 19,1 90 STPP 4,8% (NIS3)setelah 2 jam.
6 22 Laki-laki 65 180 20,06 92
Hasil analisis luas area permukaan yang
merupakan parameter respon glikemik
Tabel 2 menunjukan bahwa 6 responden menunjukan bahwa luas permukaan nasi instan
yang terlibat memiliki karakteristik fisik dengan penambahan STPP konsentrasi 4,8%
dankadar gula darah memenuhi kriteria standar (N1S3) lebih rendah dibandingkan nasi biasa
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 315
(kontrol) (Gambar 6) masing-masing 11248,00 KESIMPULAN DAN SARAN
dan 11932,00. Dengan asumsi bahwa respon
Cara penambahan dan konsentrasi STPP
glikemik nasi biasa adalah 100 maka respon
pada pemasakan nasi berpengaruh nyata terhadap
glikemik nasi STTP adalah 94. Menurut Willet
sifat sensori nasi instan yang dihasilkan. Semakin
et al. (2002) karbohidrat yang dicerna dan
tinggi konsentrasi STTP yang digunakan pada
diserap secara lambat akan menghasilkan puncak
proses pemasakan, semakin rendah persentase
respon glikemik yang rendah
konsumen yang menyatakan suka terhadap nasi
instan yang dihasilkan. Rata-rata respon
glikemik nasi yang diberi STPP lebih rendah
dibandingkan dengan nasi biasa (kontrol). Jika
respons glikemik nasi biasa dianggap 100, maka
respon glikemik nasi yang proses pemasakannya
menggunakan STTP respon glikemiknya adalah
94.
DAFTAR PUSTAKA
Ajala O, English P, Pinkney J. Systematic review
Gambar 6. Luas area permukaan antara nasi biasa and meta-analysis of
different dietary approaches to the
(kontrol) terhadap nasi STPP
management of type 2 diabetes.Am J Clin
Hasil Analisis Proksimat Nasi Instan Nutr. 97(3):505-16.
Analisa dilakukan terhadap kadar protein, Akhyar.2009. Pengaruh Proses Pratanak
lemak, karbohidrat, abu dan air (Tabel 2). Dari Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik
Tabel 2 terlihat bahwa beras instan yang diolah Berbagai Varietas Beras Indonesia.(Tesis).
dengan 2 cara yang berbeda memiliki kadar Institut Pertanian Bogor. Bogor.
protein yang tidak jauh berbeda. Nasi instan yang Anderson JW. 2006. Diabetes Mellitus: Medical
diolah dengan sekali pemanasan (N) memiliki Nutrition Therapy. In Modern Nutrition in
kadar protein tertinggi yaitu mencapai 12,74%. Health and Disease Tenth Edition.Shils ME
Proses penambahan sodium tripolipospat (S) (Ed.).Lippincott Williams &
menyebabkan menurunnya kadar protein. Wilkins.Philadelpia.Page1043-1066.
Pengurangan ini diduga akibat meningkatnya Belitz and Grosch. 1999. Food Chemistry.
jumlah protein terlarut yang hilang saat proses Springer. New York.
pencucian. Penambahan STTP meningkatkan
El, S.N. 1999. Determination of Glicemic Index
kadar abu hingga hampir 5 kali, yaitu 0,60 %
for Some Breads. Journal of Food Chemistry.
pada nasi instan biasa dan 2,73 persen pada nasi
67 (2).
instan yang diproduksi dengan penambahan
STTP. Fellow, P.J. 1992. Food Processing Technology.
CRC Press. New York.
TABEL II IDF. 2012. UN Resolution 61/225.
KOMPOSISI KIMIA BERAS INSTAN YANG http://www.idf.org/diabetesatlas/un-
DIPRODUKSI DENGAN 3 CARA PENGOLAHAN resolution. Diunduh Maret 2012.
Kim NL, Levin RJ, Havel PJ. 2006.
Parameter S N
Carbohydrate. In Modern Nutrition in Health
Protein (%) 11,22 12,74
and Disease Tenth Edition.Shils ME
Lemak (%) 0,40 0,60
(Ed.).Lippincott Williams &
Karbohidrat (%) 80,61 80,90 Wilkins.Philadelpia. Page 62-82.
Abu (%) 2,73 0,60
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).
Air (%) 5,07 5,16
2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes
Keterangan:
S = nasi instan yang diproduksi dengan penambahan STTP; Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Naskah Lengkap
N = nasi instan biasa

316 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVIII Sutanegara D and Budhiarta AA. 2000. The
Ilmu Penyakit Dalam 2002. Surabaya. epidemiology and management of diabetes
Post RE, Mainous AG 3rd, King DE, Simpson mellitus in Indonesia. Diabetes Res Clin Pract.
KN. 2012. Dietary fiber for the treatment of 50 Suppl 2:S9-S16.
type 2 diabetes mellitus: a meta-analysis. J Than, JL., Blaszczak, W., Lewandowicz, G.
Am Board Fam Med.25(1):16-23. 2007. Digestibility Vs Structur of Food grade
Rewthong, O. S., C. Soponronarit., P. Modified Starches. Electronic Journal of
Taechapairoj., Tungtrakul., and S. Polish Agricultural
Prachayawarakon. 2011. Effetc of Cooking, Universities.10(3).Available
Drying and Pretreatment Methods on Texture Online: http://www.ejpau.media.pl/volume10/
and Strach Digestibility of Instan Rice. issue3/art-10.html
Journal of Food Engineering.103 : 258-264. Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King,
Sams, A.R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC H. 2004. Global Prevalence of Diabetes
Press, Boca Raton, Florida. Estimates for the year 2000 and projections
for 2030. Diabetes Care. 27 (5): 1047-1053
Sardesai, V. 2003. Introduction to Clinical
Nutrition. Marcel Dekker Inc. New York.339- Willet. 2002. Dietary Fat Plays a Major Role in
354. Obesity: No. Obes. Am J Clin Nutr. Rev;
3:59-68.
Shand, P.J., J.N. Sofos and G.R. Schmidt. 1993.
Properties of Algin/Calsium and Woo, KS., Seib, PA. 2002. Cross-Linked
Salt/Phosphate Strutured Beef Rolls with Resistant Starch: Preparation and Properties.
Added Gums. Jurnal Food Science. 58 (6) : Cereal Chemistry. 79(6):819-825
1224-1230.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 317


318 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BERAS WARNA DENGAN
PENAMBAHAN PIGMEN ALAMI DARI UMBI BIT (Beta vulgaris L.)
[Formulation and Characterization of Colored Rice with Addition of Natural Pigment from
Bit (Beta vulgaris L.)]
Alsuhendra dan Ridawati
Program Studi Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
Kampus A UNJ, Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
E-mail: alsuhendra@gmail.com

Abstract—This research aimed to study the technique of making colored rice using anthocyanin pigment
extracts of bit and to characterize of the colored rice produced. This research was conducted in August -
November 2015 in the Laboratory of Food Processing and Analysis, Faculty of Engineering, State University
of Jakarta (UNJ). Extraction of natural pigment was done by using water. Extract was then used as an
ingredient for making colored rice by soaking the pandan wangi rice into the pigment extract for 60 minute
in 3 ratios, i.e. 1:1, 2:1, and 3:1. The rice was then oven-dried to obtain the colored rice. Colored rice further
studied the physical, chemical, and organoleptic characteristics. The results showed that all of colored rice
contains 3 kinds of phytochemical compounds, i.e. alcaloid, triterpenoid, and flavonoid. The density of the
colored rice ranged from 0.55 to 0.62 g/ml and the percentage of broken rice ranged from 15.9 to 24.8%. The
results of organoleptic test showed that all of the colored rice accepted by panelist, both for the aspect of
color, taste, texture, and flavor.

Keywords—colored rice, bit, natural pigment, betalain

ditambah pewarna, baik alami ataupun sintetik,


I. PENDAHULUAN sehingga memiliki warna sesuai dengan yang
Beras merupakan makanan pokok sebagian diinginkan.
besar masyarakat Indonesia. Lebih dari 90% Salah satu contoh beras warna yang telah
masyarakat Indonesia mengonsumsi beras sebagai dikembangkan di Indonesia adalah beras warna
sumber energi dan protein. Menurut Koswara dengan merek Javara. Javara adalah produsen
(2009), beras menyumbang 40-80% energi dan 45- beras organik yang mengembangkan beras warna
55% protein dalam konsumsi pangan, terutama menggunakan pewarna alami yang ada di
oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan Indonesia, seperti kayu secang, bunga telang, daun
rendah. pandan, dan ubi jalar ungu. Beras warna tersebut
Pengolahan beras menjadi berbagai macam ditambah dengan bumbu-bumbu, seperti santan,
produk olahan telah banyak dan akan terus sereh, lengkuas, dan lain-lain. Produk ini telah
dilakukan orang. Salah satu bentuk olahan beras dipamerkan pada event Frankfurt Book Fair yang
yang mulai dikembangkan di Indonesia adalah digelar di Frankfurt, Jerman tahun 2015 (Okezone
beras warna. Beras warna adalah beras yang 2015).
Meskipun telah dijual di pasar, beras warna B. Bahan dan Peralatan
produksi Javara tersebut ternyata masih memiliki Bahan yang diperlukan pada penelitian ini
kelemahan. Salah satu kelemahan yang dijumpai adalah beras pandan wangi, umbi bit, akuades,
adalah masih tingginya persentase beras patah kain saring, air minum dalam kemasan, tissu, dan
(sekitar 60%) dan berubahnya warna nasi setelah wadah kertas. Alat yang digunakan dalam
beberapa jam dimasak. penelitian ini adalah oven, magic com, blender,
Pada dasarnya, pengembangan beras warna akan timbangan digital, dan alat-alat gelas untuk uji
menambah keragaman produk olahan berbasis organoleptik.
beras. Seiring dengan semakin meningkatnya
kesukaan masyarakat terhadap produk olahan C. Prosedur Penelitian
makanan yang beraneka warna, khususnya yang Metode Penelitian
menggunakan pewarna alami, maka penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini
tentang beras warna ini penting untuk dilakukan. adalah metode eksperimen. Ada 3 tahap dari
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan penelitian ini, yaitu:
beras warna dengan menambahkan pigmen alami 1. Ekstraksi pigmen alami dari umbi bit.
dari umbi bit sebagai pewarna beras. 2. Pembuatan beras warna menggunakan pigmen
Sumber pigmen alami yang digunakan pada alami dari umbi bit dan pemasakannya menjadi
penelitian ini adalah umbi bit. Di dalam umbi bit nasi warna.
terdapat pigmen betalain yang berwarna ungu, 3. Karakterisasi beras dan nasi warna yang
merah, dan kuning (Andarwulan 2013). meliputi karakteristik fisik, kimia, dan
Betalain merupakan pigmen larut air yang organoleptik.
mengandung nitrogen dan bertanggung jawab
terhadap warna merah terang atau kuning pada Prosedur
buah, bunga, akar, dan daun dari tanaman Secara ringkas, prosedur pembuatan beras
Caryophyllales (Albano et al. 2015) dan umbi bit warna adalah sebagai berikut:
(Ravichandran et al. 2013). Betalain terdiri dari dua 1. Beras dicuci hingga bersih.
subklas pigmen, yaitu betasianin (pigmen merah- 2. Beras direndam dalam ekstrak pigmen umbi bit
ungu) dan betaksantin (pigmen kuning-oranye). selama 60 menit dengan perbandingan ekstrak
Penggunaan umbi bit sebagai pewarna alami dan beras sebesar 1:1, 2:1, dan 3:1.
dalam pembuatan beras warna didasarkan pada 3. Beras direbus/dimasak dalam panci
beberapa alasan, antara lain kemudahan perendaman selama 7-8 menit hingga semua
mendapatkan umbi bit, harga umbi bit yang relatif ekstrak pigmen terserap habis ke dalam beras.
murah, serta pigmen yang mudah diekstrak dengan 4. Beras dicuci dengan air es 150 ml dan es batu
menggunakan air. Selain itu, pigmen betalain dalam waskom selama 1 menit, kemudian
memiliki manfaat fungsional, seperti sebagai ditiriskan.
senyawa antikanker, antioksidan, antihipertensi, 5. Beras dikeringkan dengan oven dengan pada
antihiperkolesterolemia, dan lain-lain (Lingga suhu 70°C selama 3.5 jam
2010). Dengan adanya penelitian ini, diharapkan
dapat diketahui proses pembuatan beras warna Analisis Karakteristik Fisik, Kimia, dan
serta karakteristik dari beras warna yang Organoleptik
dihasilkan. Karakteristik fisik dan kimia dipelajari pada
beras warna, sedangkan karakteristik organoleptik
II. METODE PENELITIAN dilakukan terhadap nasi warna. Karakteristik
A. Tempat dan Waktu kimia yang diamati adalah kandungan fitokimia,
sementara itu karakteristik fisik yang dipelajari
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
adalah densitas kamba dan persentase butir beras
Rekayasa dan Analisis Boga, Fakultas Teknik,
patah.
Universitas Negeri Jakarta pada bulan April
Karakteristik organoleptik dipelajari dengan
hingga Mei 2016.
menggunakan uji mutu hedonik oleh 20 orang
panelis agak terlatih, yaitu mahasiswa PS Tata

320 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Boga UNJ. Kriteria penilaian untuk uji mutu Perbandingan antara ekstrak pigmen dengan beras
hedonik dapat dilihat pada tabel di bawah ini. ada 3, yaitu 1:1, 2:1, dan 3:1. Perbedaan
perbandingan ini dimaksudkan untuk
TABEL I mendapatkan perbandingan yang optimal dalam
KRITERIA PENILAIAN ORGANOLEPTIK penyerapan pigmen oleh beras.
Aspek Uraian
Hasil pembuatan beras warna dengan 3 jenis
Warna nasi Merah bata perbandingan dapat dilihat pada Gambar 1,
Merah burgundy sedangkan karakteristik beras warna dijelaskan di
Merah tera corta bawah ini.
Merah marun
Rasa Tawar B. Karakteristik Beras warna
Agak manis
Manis 1) Kandungan Fitokimia
Tekstur Sangat pulen Karena ditambah dengan ekstrak air dari umbi
Pulen bit, maka terlebih dahulu penting untuk dilakukan
Agak pulen penentuan kandungan senyawa kimia yang
Pera
terdapat dalam beras warna melalui uji fitokimia.
Aroma Aroma bit sangat tidak kuat
Aroma bit tidak kuat Uji fitokimia yang dilakukan bersifat kualitatif,
Aroma bit agak kuat sehingga tidak mengukur nilai atau kadar dari
Aroma bit sangat tidak kuat setiap senyawa kimia yang ditentukan.
Fitokimia merupakan senyawa kimia bersifat
aktif yang diproduksi oleh tanaman. Jenis senyawa
III. HASIL DAN PEMBAHASAN fitokimia yang dijumpai dalam suatu tanaman
A. Pembuatan Beras Warna akan berpengaruh terhadap manfaat dari tanaman
tersebut. Dengan adanya uji fitokimia ini, potensi
Beras warna dibuat dengan menggunakan kimia dari beras warna dapat diketahui.
metode perebusan dan dilanjutkan dengan Ada 6 senyawa kimia yang ditentukan pada uji
pencucian dan pengeringan. Perendaman beras di fitokimia ini, yaitu alkaloid, steroid, triterpenoid,
dalam ekstrak pigmen umbi bit bertujuan untuk fenolik, flavonoid, dan saponin. Keenam senyawa
memberikan kesempatan pada pigmen betalain kimia ini ditentukan secara kualitatif. Hasil uji
yang terdapat di dalam ekstrak umbi bit untuk fitokimia rumput pahit dan ubi jalar ungu dapat
dapat masuk ke dalam butiran beras. Agar dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
masuknya pigmen ke dalam beras semakin
optimal, maka beras dan air rendaman dimasak TABEL II
sampai seluruh ekstrak merembes atau masuk ke KANDUNGAN FITOKIMIA BERAS WARNA
dalam butiran beras.
Setelah dimasak, beras didinginkan dengan No Jenis Senyawa Kimia 1:1 2:1 3:1
cepat untuk mencegah proses pemasakan atau 1 Alkaloid + + +
2 Steroid - - -
pemanasan lebih lanjut. Sebab, proses pemasakan 3 Triterpenoid + + +
lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya 4 Fenolik - - -
5 Flavonoid + + +
gelatinasi yang akan membuat beras saling 6 Saponin - - -
menempel pada saat akan dikeringkan dalam oven.
Pengeringan beras di dalam oven dilakukan pada Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa semua beras
suhu yang tidak terlalu tinggi, yaitu 70°C. warna memiliki kandungan fitokimia yang sama,
Ekstraksi pigmen betalain dari umbi bit alkaloid, triterpenoid, dan flavonoid. Ini berarti
dilakukan dengan cara merendam potongan umbi tidak terdapat pengaruh perlakuan terhadap
bit dalam air panas dengan perbandingan 2:1, kandungan fitokimia beras warna.
yaitu 2 bagian air dan 1 bagian umbi bit. Setelah
didapatkan perbandingan yang optimal dalam 2) Densitas Kamba
proses ekstraksi pigmen, penelitian dilanjutkan Densitas kamba adalah perbandingan antara
dengan pewarnaan beras dengan cara merendam berat dengan volume suatu bahan. Pengukuran
beras dalam ekstrak pigmen selama 60 menit. nilai densitas kamba pada beras warna penting
dilakukan karena dapat mempengaruhi jumlah

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 321


beras yang dapat dikemas pada suatu kemasan termasuk rendah. Beras warna dengan perlakuan
tertentu, seperti plastik atau karung. Semakin B1 memiliki persentase beras patah paling rendah,
tinggi nilai densitas kamba beras, semakin berat yaitu 15.9%, sedangkan beras warna B3 memiliki
atau banyak beras yang dapat dikemas dengan kadar butir patah paling tinggi, yaitu 24.8%
volume tertentu. (Gambar 3). Berdasarkan kriteria yang ditetapkan
Nilai densitas kamba beras warna dengan dalam SNI 6128:2008, maka beras warna B1, B2,
penambahan pigmen alami dari umbi bit berkisar dan B3 dikategorikan masuk ke dalam beras mutu
antara 0.55-0.62 g/ml (Gambar 2). Densitas kamba IV.
paling tinggi dimiliki oleh beras kontrol, Masih tingginya kadar butir patah pada beras
sedangkan densitas kamba paling rendah dimiliki warna ini disebabkan oleh banyaknya beras yang
oleh beras dengan perlakuan B2, yaitu beras warna patah pada saat pengeringan. Dalam hal ini, pada
yang dibuat dengan cara merendam beras dalam saat pengeringan dengan menggunakan loyang
ekstrak pigmen umbi bit dengan perbandingan 2:1. sebagai wadah untuk mengeringkan beras dalam
Rendahnya densitas kamba beras warna oven, beras masih banyak yang lengket pada
dibandingkan dengan beras kontrol didugga loyang, sehingga ketika diangkat, beras menjadi
disebabkan oleh masih ada beras warna yang patah.
lengket satu sama lain, sehingga memberikan
ruang kosong pada gelas ukur ketika dilakukan
pengukuran volume. Hal ini mengakibatkan
jumlah beras yang menempati gelas ukur semakin
sedikit, sehingga beratnya pun menjadi berkurang.

Gambar 4. Persentase Butir Patah Beras Warna


Gambar 3. Nilai Densitas Kamba Beras Warna dengan Penambahan Pigmen Umbi Bit
dengan Penambahan Pigmen Umbi Bit
4) Uji Organoleptik Nasi Warna
3) Persentase Butir Patah Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui
Persentase butir patah (pecah) adalah tingkat penerimaan panelis terhadap nasi yang
perbandingan berat butir atau biji beras pecah dibuat dari beras warna. Pada penelitian ini, jenis
dengan total berat beras yang dinyatakan dalam uji organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu
persentase. Nilai persentase butir patah menjadi hedonik.
salah satu parameter penting dalam menentukan Uji mutu hedonik dilakukan terhadap 4 aspek
mutu beras. Beras bermutu tinggi adalah beras atau atribut, yaitu warna, rasa, tekstur, dan aroma
dengan nilai persentase butir patah 0%. Artinya, nasi. Hasil penilaian terhadap 4 aspek tersebut
semakin tinggi nilai persentase butir patah, maka dijelaskan di bawah ini.
semakin rendah mutu suatu beras. Berdasarkan
SNI 6128:2008, beras dengan persentase butir
patah kurang dari 5% dikategorikan sebagai beras
dengan kualitas II, sedangkan beras yang
memiliki butir patah kurang dari 15%
dikategorikan sebagai mutu III, kurang dari 25%
sebagai mutu IV, dan lebih dari 35% adalah beras
dengan mutu paling rendah, yaitu mutu V. Gambar 5. Nasi Warna dengan Penambahan
Pada penelitian ini, persentase butir patah beras Pigmen Umbi Bit
warna dengan penambahan pigmen dari umbi bit

322 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


a) Warna mendapatkan penilaian yang tidak begitu tinggi
Beras warna memiliki warna yang cukup pekat karena nasi warna tersebut masih memiliki sedikit
sebagai akibat dari masuknya pigmen betalain dari rasa manis yang terdapat di dalam ekstrak air umbi
umbi bit. Namun, pada saat dimasak menjadi nasi, bit. Walaupun begitu, tidak terdapat perbedaan
warna nasi warna mengalami penurunan pengaruh perlakuan terhadap penerimaan panelis
kepekatan karena pigmen betalain bersifat larut terhadap rasa nasi warna.
air. Pigmen betalain akan terdegradasi jika
terekspos langsung oleh udara, cahaya, dan
temperatur tinggi dan berubah menjadi coklat
muda. Menurut Nugraheni (2013), pigmen
betalain dapat berubah menjadi coklat jika
dipanaskan secara bertahap pada suhu tinggi.
Menurut Khuluq dkk. (2007), peningkatan
suhu pemanasan mengakibatkan penurunan kadar
betasianin, karena karena peningkatan suhu
pemanasan dapat menurunkan stabilitas betasianin
yang pada tahap selanjutnya mengakibatkan Gambar 7. Rata-rata Penilaian Panelis terhadap
kerusakan betasianin. Menurut Havlikova et al. Rasa Nasi Warna dengan Penambahan Pigmen
(1983), stabilitas betasianin semakin menurun Umbi Bit
pada pemanasan suhu 70 dan 80oC.
Hasil penilaian panelis terhadap warna nasi c) Tekstur
warna menunjukkan bahwa rata-rata nilai Tekstur nasi merupakan salah satu aspek yang
penerimaan panelis berkisar antara 2.2 hingga 3.8. penting untuk dinilai karena beberapa kelompok
Nasi warna dengan perlakuan B2 memiliki nilai konsumen menyukai nasi dengan tekstkur yang
rata-rata tertinggi, yaitu 3.8 (mendekati merah mungkin berbeda dengan kelompok konsumen
burgundy), sedangkan nasi warna dengan lainnya. Penilaian tekstur nasi warna dilakukan
perlakuan B3 memiliki nilai rata-rata terendah, dengan menekan atau menjepit nasi menggunakan
yaitu 2.2 (merah terra cota) (Gambar 6). tangan.
Hasil uji mutu hedonik untuk nasi warna
dengan penambahan pigmen dari umbi bit
menunjukkan bahwa rata-rata nilai penerimaan
panelis terhadap tekstur nasi berkisar antara 2.8
hingga 3.0 (Gambar 8). Ini berarti bahwa tingkat
penerimaan panelis terhadap nasi warna dengan
perlakuan B1 dan B2 adalah pulen, sedangkan
untuk perlakuan B3 mendekati pulen.

Gambar 6. Rata-rata Penilaian Panelis terhadap


Warna Nasi Warna dengan Penambahan Pigmen
Umbi Bit

b) Rasa
Rata-rata tingkat penerimaan rasa nasi warna
dengan penambahan pigmen dari umbi bit adalah
2.4 (antara agak manis hingga tawar) untuk nasi
dengan perlakuan B1 serta 2.2 (agak manis) untuk Gambar 8. Rata-rata Penilaian Panelis terhadap
nasi warna dengan perlakuan B2 dan B3 (Gambar Tekstur Nasi Warna dengan Penambahan Pigmen
7). Rasa nasi warna dengan pigmen umbi bit Umbi Bit

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 323


d) Aroma DAFTAR PUSTAKA
Pada penelitian ini, beras yang digunakan Gutteridge, J.M.C. & B. Halliwell. 1994.
sebagai bahan untuk membuat nasi warna Antioxidants in Nutrition, Health and Disease.
direndam dalam ekstrak pigmen umbi bit. Oxford University Press, New York.
Perendaman dalam ekstrak pigmen ini dapat
Handayani, A. dan I. Sulistyawati. 2013.
menyebabkan terjadinya perpindahan pigmen ke
Evaluasi Mutu Beras Dan Tingkat Kesesuaian
dalam butiran beras, sehingga beras menjadi
Penanganannya (Studi Kasus Di Kabupaten
berwarna sesuai dengan warna pigmen asalnya.
Karanganyar). Jurnal Litbang Provinsi Jawa
Akan tetapi, penambahan pigmen pada beras
Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 hal
diduga dapat mempengaruhi aroma dari nasi yang
113-124.
dihasilkan.
Hasil uji organoleptik terhadap aroma dari nasi Hasbullah, R. 2011. Beras Pratanak adalah VHT
warna dengan penambahan pigmen dari umbi bit pada Gabah. http://rokhani.staff.ipb.ac.id/ [16
menunjukkan bahwa rata-rata penilaian panelis Mei 2015].
terhadap rasa nasi berkisar antara 3.2 hingga 3.4 Koswara, S. 2009. Pewarna Alami : Produksi dan
atau antara memiliki aroma bit tidak kuat hingga Penggunaannya. eBookPangan.com.
memiliki aroma bit sangat tidak kuat (Gambar 9). Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Beras
Tidak ada perbedaan nyata di antara aroma nasi (Teori dan Praktek). eBookPangan.com.
yang mendapat perlakuan B1, B2, dan B3. Ini Widowati, S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh
berarti bahwa aroma nasi warna dengan Hijau (Camellia sinensis) Dalam
penambahan pigmen dari umbi bit tidak terlalu Pengembangan Beras Fungsional untuk
dipengaruhi oleh aroma umbi bit. Aroma beras Penderita Diabetes Melitus. [Disertasi]:
pandan wangi diduga juga dapat menyebabkan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
tidak kuatnya aroma umbi bit pada beras warna.
Albano C. et al. 2015. Betalains, Phenols and
Antioxidant Capacity in Cactus Pear [Opuntia
ficus-indica (L.) Mill.] Fruits from Apulia
(South Italy) Genotypes. Antioxidants 2015, 4,
269-280.
Ravichandran K. et al. 2013. Impact of processing
of red beet on betalain content and antioxidant
activity. Food Research International 50 (2013)
670–675.
Khuluq, A.D., S.B. Widjanarko, dan E.S. Murtini.
2007. Ekstraksi Dan Stabilitas Betasianin
Gambar 9. Rata-rata Penilaian Panelis terhadap Daun Darah (Alternanthera dentata) (Kajian
Aroma Nasi Warna dengan Penambahan Pigmen Perbandingan Pelarut Air : Etanol dan Suhu
Umbi Bit Ekstraksi). Jurnal Teknologi Pertanian, Vol
8 No.3 (Desember 2007) 172-181.
IV. KESIMPULAN Havlikova, L, K. Mikova and Kyzlink. 1983. Heat
1) Pembuatan beras warna dapat dilakukan Stability of Betacyanins. LebensmUnters
dengan menambahkan ekstrak pigmen dari Forsch 177: 247–50.
umbi bit dengan perbandingan 1:1, 2:1, dan 3:1.
2) Secara umum beras warna dengan penambahan
pigmen umbi bit memiliki mutu yang baik
untuk seluruh karakteristik fisik dan kimia yang
dipelajari.
3) Hasil uji mutu hedonik memperlihatkan bahwa
seluruh nasi warna dapat diterima panelis, baik
untuk aspek warna, rasa, tekstur, maupun
aroma.

324 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Waktu Fermentasi Asam Terhadap Stabilitas Vitamin C
Pada Vinegar Pepaya (Carica Papaya L)
Nur Hidayat, Sakunda Anggarini, dan Khusnul Lailatul Latifah
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
Jl. Vetaran Malang, 65144
E-mail: nhidayat@ub.ac.id

Abstract — This study aims to determine the stability of vitamin C in papaya vinegar during fermentation.
The experimental design used was completely randomized design with acetic fermentation time treatment (9,
11 and 13 days). The results showed that the acid fermentation time 11 days provide vitamin C is the most
stable. Stability of Vitamin C was 75%, 4.74% acetic acid, alcohol 1.07%, 2.42% total sugar and pH 3.45.
Keywords— alcohol, fermentation, papaya, vinegar, and vitamin C

I. PENDAHULUAN asam cuka dilakukan dengan menggunakan ragi


Tanaman pepaya tergolong tanaman yang tape. Mikroorganisme yang digunakan di dalam
banyak diusahakan oleh petani Indonesia. ragi tape umumnya terdiri atas berbagai bakteri
Indonesia termasuk penghasil pepaya kedua dan fungi (khamir dan kapang), yaitu Aspergillus,
terbesar di Asia. Kandungan gizi dalam buah Saccharomyces, Candida, Hansenula, Acetobacter,
pepaya antara lain karbohidrat 9,81 g, protein 0,47 dan sebagainya (Jannah, 2010).
g, vitamin A 55 mg, vitamin B6 0,1 mg, vitamin Faktor lama fermentasi memberikan
B2 0,05 mg, vitamin B3 0,338 mg, kalsium 24 mg, kesempatan kepada mikroorganisme untuk
zat besi 0,1 mg, serat 1,7 g, fosfor 5 mg dan melakukan penguraian sampai batas kemampuan
vitamin C 78 mg (Data USDA, 2016). Kandungan mikroorganisme untuk menguraikan nutrisi pada
vitamin C pada buah pepaya lebih tinggi daripada substrat (Nurismanto, et al., 2014). Tetapi belum
nutrisi lainnya selain itu vitamin C memiliki sifat diketahui lama fermentasi yang optimal untuk
larut dalam air jika dibandingakn dengan vitamin menghasilkan cuka dengan kandungan vitamin C
A yang larut dalam lemak. Hal inilah yang yang paling stabil.
menjadi alasan pemilihan vitamin C untuk Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
distabilkan. Vitamin C dalam bidang kesehatan pengaruh lama fermentasi terhadap kandungan
banyak digunakan untuk kosmteik ataupun vitamin C pada cuka pepaya. Diharapkan cuka
kesehatan kulit. Namun demikian, vitamin C yang yang dihasilkan memiliki kandungan vitamin C
terdapat dalam buah dan sayur mudah mengalami yang tidak jauh berbeda dari buah pepaya segar,
penurunan. Oleh sebab itu guna mempertahankan sehingga pengolahan buah pepaya menjadi cuka
stabilitas vitamin C perlu dilakukan pengolahan dapat dijadikan salah satu alternatif pemanfaatan
Salah satu pengolahan yang dapat dilakukan dalam bidang pangan
adalah dengan membuat cuka. Fermentasi cuka
terdiri dari dua proses yang pertama yaitu II. METODE PENELITIAN
fermentasi pembentukan alkohol dan yang kedua Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
fermentasi asam asetat atau vinegar. Fermentasi Bioindustri dan Laboratorium Agrokimia, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi mencapai lebih dari 20%. Hal ini disebabkan
Pertanian, Universitas Brawijaya selama 2 bulan fermentasi yang berlangsung aerob dan keasaman
mulai bulan Mei-Juni 2016. yang rendah. Setelah hari ke Sembilan laju
penurunan stabilitas semakin kecil dikarenakan
A. Bahan dan Peralatan
suasan semakin masam. Degradasi vitamin C
Bahan yang digunakan adalah pepaya jenis dapat terjadi pada kondisi aerob maupun anaerob.
Bangkok, yang sudah matang atau yang berumur 5 Pada kondisi aerob seperti halnya fermentasi asam
bulan, ragi tape merk NKL, NaOH 0,1 N, amilum asetat maka akan terjadi reaksi oksidasi atau
1%, indikator fenolftalein, larutan iodine 0,01 N pembentukan senyawa berwarna coklat akibat
dan aquades. bereaksi dengan asam amino (Lee and Nagy, 1988)
Alat yang digunakan adalah blender, sehingga menjadikan produk vinegar lebih gelap.
pengaduk, botol fermentor, pisau, pipet tetes, Lamanya inkubasi juga akan menyebabkan
rotary evaporator, piknometer, labu erlenmeyer, semakin banyak vitamin C yang mengalami
gelas ukur, kain kasa, kapas, timbangan analitik, kerusakan (Burdulu, et.al, 2006).
corong, kertas.
B. Prosedur Penelitian TABEL I
STABILITAS VITAMIN C
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Lama Vitamin C Notasi
perlakuan perbedaan lama fermentasi (9, 11 dan Fermentasi asam (% thd awal)
13 hari). Analisis yang dilakukan adalah kadar 9 hari 77,01 a
11 hari 75,47 a
alkohol, kadar asam, total gula, dan vitamin C. 13 hari 70,11 b
Analisis terhadap stabilitas vitamin C
dilakukan dengan menghitung vitamin C sisa
B. Kadar Asam Asetat
dibandingkan dengan Vitamin C pada fermentasi
Hasil penelitian menunjukkan kadar asam
alcohol (Hidayat, 2016). Analisis Koefisien hasil
asetat yang dihasilkan berkisar antara 4,34-5,44%.
dihitung berdasarkan jumlah asam asetat
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama
dihasilkan dibagi dengan alcohol dikonsumsi.
fermentasi asam berpengaruh nyata terhadap kadar
Mulai asam asetat.
Sari Buah Pepaya
Beralkohol
TABEL II
Difermentasi asam RERATA KADAR ASAM ASETAT
asetat (selama 9 hari,
11 hari dan 13 hari)
Lama Fermentasi Total asam % Notasi
disaring
asam
pH
Alkohol
9 hari 4,34 a
Vitamin C
Cuka Pepaya Kadar asam
Total gula
11 hari 4,74 a
13 hari 5,44 b
Selesai

Gambar 1. Percobaan Lama Fermentasi Asam Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa semakin
lama fermentasi asam menyebabkan semakin
III. HASIL DAN PEMBAHASAN tinggi kadar asam asetat yang dihasilkan. Hal ini
A. Stabilitas Vitamin C menunjukkan bahwa bakteri Acetobacter aceti
Rerata vitamin C berkisar 36,61 - 51,39 pada ragi masih terus aktif melakukan oksidasi
mg/100g. Analisa ragam pengaruh lama alcohol. Peningkatan terus terjadi dan masih
fermentasi asam berpengaruh nyata terhadap menunjukkan peningkatan yang tinggi sampai hari
kandungan vitamin C (Tabel 1). ke-13 disebabkan fermentasi berlangsung secara
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa semakin lambat yaitu tanpa adanya pengadukan maupun
lama fermentasi, maka stabilitas makin berkurang. agitasi. Acetobacter sp akan membentuk lapisan
Penurunan vitamin C kemungkinan besar zooglea dan melakukan oksidasi alcohol.
disebabkan oleh terjadinya oksidasi saat Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
fermentasi. Penurunan Sembilan hari pertama dilakukan oleh Saeki, et.al (1997) yang

326 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


menyatakan bahwa pembentukan asam asetat setiap mikroba membutuhkan gula sebagai sumber
cepat pada hari pertama kemudian relative karbon, sehingga terjadi penurunan kadar gula
stasioner dan kembali tumbuh cepat setelah 200 seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi
jam atau mulai hari ke delapan. Peningkatan akan (Pratiwi et al., 2012).
terus terjadi hingga ketersedian sumber karbon
terbatas. Peningkatan total asam terjadi karena TABEL IV
kinerja bakteri Acetobacter dalam merubah RERATA TOTAL GULA
alkohol menjadi asam lebih optimal (Mudanifah, Lama Total gula % Notasi
2007). Fermentasi asam
9 hari 2,73 a
C. Koefisien Hasil 11 hari 2,42 a
Koefisien hasil (Yp/x) merupakan kadar 13 hari 1,92 b
asam asetat dihasilkan dibagi dengan jumlah
alcohol dikonsumsi. Semakin tinggi nilai koefisein
hasil maka semakin efisien fermentasi. Hasil IV. KESIMPULAN
analisis menunjukkan bahwa koefisien hasil 1. Stabilitas vitamin C selama fermentasi
mencapai 0,71- 0,89 (Tabel 3). maksimum 70%.
2. Koefisein hasil asam asetat mencapai 0,71 –
TABEL III 0,89.
KOEFISIEN HASIL FERMENTASI ASAM ASETAT
Lama Fermentasi asam Yp/x DAFTAR PUSTAKA
9 hari 0,71 Burdurlu, H.S., Koca, N, and Karadeniz, F. 2006.
11 hari 0,78 Degradation of vitamin C in citrus juice
13 hari 0.89 concentrates during storage. Journal of Food
Engineering 74: 211–216
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hidayat, N., Anggarini, S dan Latifah, K.L. 2016.
maksimum 98%. Hal ini menunjukkan bahwa Stabilitas Vitamin C pada Fermentasi Wine
tidak semua alcohol akan dioksidasi menjadi asam Pepaya. Makalah Seminar Nasional APTA.
asetat atau ada kehilangan hasil. Kehilangan hasil Jember, 26 – 27 Oktober.
berkisar 11 – 29%. Hasil ini tidak berbeda jauh Jannah, A.M. 2010. Proses Fermentasi Hidrolisat
dengan yang dilaporkan oleh Tasfaye, et.al (2002) Jerami Padi Untuk Menghasilkan Bioetanol.
yang memberikan kisaran kehilangan Hasil selama Jurnal Teknik Kimia 17: 44-52
fermentasi berkisar 10 – 30%. Kehilangan ini Lee, H. S., and Nagy, S. 1988. Quality changes
umum terjadi pada fermentasi alami dan lambat. and nonenzymatic browning intermediates in
Pengurangan kehilangan dapat dilakukan dengan grapefruit juice during storage. Journal of Food
system tertutup. Science, 53: 168–171.
Mudanifah. 2007. Proses Pembuatan Kombucha
Total Gula
Murbei Kajian Jenis Gula dan Lama Fermentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
perbedaan lama fermentasi asam memberikan
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
pengaruh berbeda nyata terhadap total gula. Rerata
Brawijaya. Malang
total gula yang dihasilkan adalah 1,92% sampai
2,73% (Tabel 4). Nurismanto, R., Mulyani, T dan Tias, D.I.N. 2014.
Semakin lama fermentasi asam semakin rendah Pembuatan Asam Cuka Pisang Kepok
total gula. Hal ini disebabkan karena gula tersebut (Musaparadisiaca L.) Dengan Kajian Lama
telah dimanfaatkan oleh mikrorganisme untuk Fermentasi Dan Konsentrasi Inokulum
aktivitas metabolisme. Semakin lama waktu (Acetobacteracetii). Jurnal Rekapangan 8: 149
fermentasi maka mikroba berkembang biak dan – 155
jumlahnya bertambah (Setyawati dan Rahman, Pratiwi, A, Elfita, Aryawati, R. 2012. Pengaruh
2005). Penurunan kadar gula menjelaskan bahwa Waktu Fermentasi Terhadap Sifat Fisik

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 327


danKimia pada Pembuatan Minuman Fermentasi. Skripsi. Fakultas Teknologi
Kombucha dari Rumput Laut Sargasssum sp. Industri. Institut Teknologi Nasional. Malang.
Maspari Journal 4:131-136. Tesfaye, W., Morales, M.L. Garcı´a-Parrilla, M.C.
Saeki, A., Tanaguchi, M., Matshushita, K., and Troncoso, A.M. 2002. Wine vinegar:
Toyama, H., Theeragool, G., Lotong, N and technology, authenticity and quality evaluation.
Adachi, O. 1997. Microbiological Aspects of Trends in Food Science & Technology 13: 12–
Acetate Oxidation by Acetic Acid Bac1teria, 21.
Unfavorable Phenomena in Vinegar USDA. 2016. Papayas Raw. National Nutrient
Fermentation. Biasci. Biotech. Bioc!zem., 61: Database for Standard Reference Release 28.
3l7-323. https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/2305.
Setyawati, H dan Rahman N.A. 2005. Bioetanol Diakses tanggal 31 Juli 2016.
Dari Kulit Nanas Dengan Variasi Massa
Saccharomyces Cereviceae Dan Waktu

328 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Penggunaan Response Surface Methode untuk Optimasi Kandungan Fenol dan
Aktivitas Antioksidan pada Proses Pencampuran Stevia-Teh Hijau
[Phenol Contents and Antioxidant Activity Optimization Using Response Surface Methode
in the Stevia - Green Tea Mixing Process]
Tarsisius Dwi Wibawa Budianta dan Adrianus Rulianto Utomo
Prodi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya,
Jl Dinoyo 42-44, Surabaya,60265
E-mail: tdwiwibawabudianta@yahoo.com

Abstract— Optimization phenol contents and antioxidant activity in the stevia-green tea mixing process was
investigated in this study. The experimental design for optimization phenol contents and antioxidant activity
in the stevia- green tea mixing process was carried out using the central composite of Response Surface
Methode (RSM). The mixed stevia-green tea product were steeped with the boiled water (93 ± 2°C, 3 ± 0.5
minutes. The steeped water were analyzed for total phenol contents and antioxidant activity. The results
showes that the optimum conditions of the product containing the highest scavenging free radical DPPH were
stevia 3% (w/v) and green tea 1% (w/v).
Keywords—optimization, stevia, green tea, RSM, phenol.

antioksidan tertinggi adalah teh hijau


I. PENDAHULUAN (Kamalakkannan and Prince, 2006).
Teh (Camellia sinensis) merupakan salah Teh hijau adalah teh yang dalam proses
satu tumbuhan yang dikenal oleh masyarakat pembuatannya tidak mengalami fermentasi. Teh
dunia. Teh dapat dikonsumsi dengan cara diseduh hijau dapat diperoleh melalui pemanasan (udara
bagian daunnya. Minuman teh ini sangat disukai panas) dan penguapan. Daun teh hijau
oleh masyarakat dunia karena memiliki rasa dan mengandung berbagai senyawa-senyawa
aroma yang khas serta memberikan efek yang baik kompleks seperti asam-asam amino, karbohidrat,
bagi kesehatan tubuh (Ljubuncic, 2005). Beberapa lemak, vitamin, kafein, zat pigmen, senyawa
penelitian telah melaporkan bahwa mengkonsumsi volatil, mineral, dan elemen-elemen lain (Okai et
teh secara teratur dapat mereduksi dan mencegah al., 2000). Minuman teh hijau biasa dikonsumsi
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, dengan penambahan pemanis. Menurut Peraturan
hipertensi, diabetes, kanker, dan sebagainya (Kris Menteri Kesehatan (Menkes) RI No. 235, pemanis
et al., 2002). Senyawa yang berperan untuk termasuk ke dalam bahan tambahan kimia.
mencegah penyakit degeneratif adalah senyawa Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa
antioksidan dengan menangkal radikal bebas dan dan aroma, memperbaiki sifat fisik, sebagai
menghambat proses oksidasi. Senyawa pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia, sekaligus
antioksidan dapat berupa vitamin E, vitamin C, sebagai sumber kalori bagi tubuh. Pemanis yang
flavonoid, polifenol, dan karotenoid. Salah satu umumnya digunakan adalah pemanis alami
jenis teh yang memiliki kandungan senyawa (sukrosa) dan pemanis buatan (sakarin dan
siklamat). Menurut Abou-Arab et .al., (2010), bubuk daun stevia sebesar 0,07%, 0,15%, 0,23%,
pemanis alami (sukrosa) memiliki kelemahan 0,31%, 0,39% (b/v) terhadap 0,5% (b/v) teh hijau.
yaitu nilai kalori yang tinggi dan apabila Hasil uji threshold menunjukkan bahwa absolute
dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan threshold (konsentrasi terendah stevia dalam
obesitas atau kegemukan serta memicu beberapa minuman teh hijau dapat dideteksi oleh 50%
penyakit salah satunya diabetes.Sedangkan panelis) pada konsentrasi 0,13% (b/v) dan
pemanis buatan memiliki kelemahan yaitu recognition threshold (konsentrasi stevia yang
menimbulkan efek karsinogenik apabila dapat dirasakan oleh 100% panelis) pada
dikonsumsisecara berlebihan atau tidak sesuai konsentrasi 0,21% (b/v) dengan jarak interval
dengan ADI (Acceptable Daily Intake). Oleh 0,08% setiap perlakuan. Untuk mendapatkan sifat
karena itu, penggunaan pemanis alami stevia dapat fisikokimia terbaik dan aktivitas antioksidan
digunakan untuk menggantikan sukrosa maupun tertinggi dari kombinasi perlakuan stevia dan teh
pemanis buatan. Menurut Jaroslav et. al. (2006) hijau, maka diperlukan suatu upaya optimasi,
dalam Abou-Arab et. al. (2010), hasil studi mencari hasil yang optimum. Metode yang
toksikologi menyatakan bahwa steviosida dalam ditawarkan adalah menggunakan response surface
stevia tidak memiliki reaksi mutagenik, methode yang disediakan dapal aplikasi Minitab
teratogenik, karsinogenik, dan reaksi alergi 16.
sehingga stevia dapat digunakan untuk
menggantikan sukrosa bagi penderita diabetes METODE PENELITIAN
II.
melitus, obesitas, hipertensi, dan caries prevention. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Stevia rebaudiana Bertoni M adalah sumber Penelitian, Laboratorium Analisa Pangan,
bahan pemanis alami dan rendah kalori. Laboratorium Pengendalian Mutu Pangan dan
Komponen utama yang terkandung dalam stevia pengujijan Sensoris, Universitas Katolik Widya
adalah steviol glikosida dengan kadar 4–20% dry Mandala Surabaya, antara Februari sampai dengan
weight dan memberikan sensasi rasa manis 200- September 2016.
450 kali dibandingkan sukrosa (Starrat et al., 2002;
Ghanta et al., 2007 dalam Moryson dan A. Bahan dan Peralatan
Michalowska, 2015). Menurut Komissarenko et al. Bahan yang digunakan pada penelitian ini
(1994) dalam Moryson dan Michalowska (2015), dibedakan menjadi 2, yaitu bahan pembuatan
ekstak daun stevia mengandung senyawa minuman stevia-teh hijau dan bahan kimia. Bahan
flavonoid, alkaloid, klorofil dan xantofil larut air, pembuatan minuman stevia-teh hijau. Stevia
hydroxycinnamic acid, oligosakarida, gula bebas, bubuk kering diperoleh dari pemasok di Jawa
asam amino, lipid, minyak, dan mineral. Tadhani Tengah yang ditawarkan secara on-line,
et al. (2007) dalam Moryson dan Michalowska sedangkan teh hijau diperoleh dari gerai cafe suatu
(2015) menyimpulkan bahwa ekstrak dari daun perkebunan teh di Surabaya. Bahan kimia untuk
stevia menunjukkan aktivitas antioksidan yang analisis terdiri dari: asam klorida, asam sulfat,
tinggi dan sumber antioksidan yang baik. kalium persulfat, heksana, kalium sulfat, merkuri
Teh hijau yang digunakan berbentuk daun oksida, batu didih, akuades, asam borat, metilen
kering dan stevia berbentuk bubuk. Produk dengan merah, metilen biru, natrium hidroksida, natrium
kadar air rendah (kering) dipilih karena memiliki thiosulfat, folin ciocalteus fenol, natrium karbonat,
umur simpan yang lebih panjang. Perpaduan asam gallat, fenolptalein, katekin, natrium nitrit,
antara teh hijau dan pemanis stevia dalam aluminium klorida, 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil
pembuatan produk minuman dapat mempengaruhi (DPPH), metanol, buffer fosfat pH 6,6, asam kloro
sifat fisikokimia dan organoleptik produk akhir. asetat, ferri klorida, kalium ferrisianida, ferro
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian amonium sulfat, ferozin, agen Nelson- Samogyi,
fisikokimia dan organoleptik minuman teh hijau asam askorbat, butil hidroksi anisol (BHA), etilen
dengan penambahan pemanis stevia. Tingkat diamin tetra acetic acid (EDTA), dan alfa
penambahan bubuk daun Stevia rebaudiana pada tokoferol. Alat yang digunakan dalam penelitian
minuman teh hijau telah dilakukan uji ini meliputi : freezer, oven, muffle furnance,
pendahuluan dengan uji threshold. Uji spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer
pendahuluan dilakukan dengan menambahkan serapan atom, seperangkat alat Soxhlet, rotary

330 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


evaporator, Kjeldahl, timbangan analitis, metode spektrofotometri berdasarkan metode
sentrifuse, densitometer, pH meter, refraktometer, Kumar et al. (2008) dan Jayasri et al. (2009).
vortex mixer, kolorimeter, seperangkat alat gelas, Reagen Folin-Ciocalteus Fenol 1 mL diencerkan
kain saring, aluminium foil, kertas saring kasar, menjadi 20 mL dengan akuades selanjutnya
kertas saring Whatmann, dan paper lens. ditambahkan 1 mL sampel (250 mg/mL) dan
dikocok. Selanjutnya ditambahkan 4 mL natrium
B. Prosedur Penelitian
karbonat (75g/L) dan 10 mL akuades dan dikocok.
Dari percobaan pendahuluan untuk Campuran dibiarkan pada suhu kamar selama 2
pengujian threshold diperoleh konsentrasi jam. Lalu disentrifus 2000 g selama 5 menit dan
terendah untuk absolute threshold adalah 0.13% absorbansi supernatan diukur pada  760 nm.
stevia dan untuk diffrerence threshold adalah 0.5%. Kurva ditentukan dengan larutan asam gallat.
Konsentrasi terrendah untuk faktor stevia adalah Hasil yang diperoleh dinyatakan dengan ekuivalen
0.13% dan tertinggi adalah 0.3%, sedangkan untuk asam gallat (GAE).
teh hijau konsentrasi terendah adalah 1% dan
konsentrasi tertinggi adalah 5%. Data tersebut B.2. Aktivitas antioksidan DPPH
selanjutnya dimasukkan ke dalam program Aktivitas antioksidan sampel larutan seduhan
Minitab 16 pada Design of Experiment campuran stevia-teh hijau stevia-teh hijau diukur
menggunakan Response Surface Methode, berdasarkan kemampuan mendonorkan atom
kemudian diperoleh desain Central composite hidrogen atau menangkap radikal bebas dengan
dengan 2 faktor dan 1 replikasi, dengan total run melakukan pengukuran kemampuan pemucatan
13, dengan axial point 4, dan alfa 1.414421 dan larutan metanol yang berwarna ungu dari radikal
perlakuan (run order) seperti pada tabel berikut: bebas yang stabil DPPH (2,2-difenil-1-
TABEL I pikrilhidrasil) berdasarkan metode Aicha et
DESAIN EKSPERIMEN RSM 2 FAKTOR al.(2006) termodifikasi. 0,1 mL atau 1 mg sampel
Run Pt pada berbagai variasi konsentrasi dalam pelarut
Blocks Konsentrasi
Order Type metanol ditambahkan 2,9 mL larutan radikal
Stevia Teh Hijau
3,00000 DPPH (60μM). Ketika radikal DPPH bereaksi
1 -1 1 0,335208
2 1 1 0,300000 1,00000 dengan senyawa antioksidan maka kemampuan
3 1 1 0,130000 5,00000
3,00000 senyawa ini mendonorkan hidrogen akan
4 0 1 0,215000
5 1 1 0,130000 1,00000 berkurang, hasil penurunan kemampuannya dapat
0,17157
6
7
-1
0
1
1
0,215000
0,215000 3,00000 terukur absorbansinya pada 517 nm.
8 1 1 0,300000 5,00000 Sebagai data pendukung diuji juga sifat
9 0 1 0,215000 3,00000
10 0 1 0,215000 3,00000 fisikokimia meliputi pH dan warna.
11 -1 1 0,094792 3,00000
3,00000
12 0 1 0,215000
5,82843
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 -1 1 0,215000
Dari uji sifat fisikokimia sebagai data
Dari masing-masing run order dengan pendukung diketahui bahwa nilai derajad
perbandingan konsentrasi stevia dan teh tersebut keasaman (pH) dari sampel campuran stevia-teh
selanjutnya disiapkan campuran dengan berat yang hijau berkisar antara 5,57 hingga 5,84 dengan
sesuai. Dari campuran stevia – teh hijau tersebut simpangan antara 0,08 hingga 0,28. Dari data
selanjutnya dimasukkan ke kertas saring berupa terlihat bahwa campuran bersifat agak asam. Bila
kantong dengan ukuran 3 x 3 cm, dan diseduh dilihat dari teh hijau yang diuji diketahui bahwa
dengan suhu 93 ± 2°C selama 3 ± 0.5 menit. derajad keasamannya adalah 5.45±0.08
Seduhan selanjutnya diuji sesuai dengan tujuan sedangkan untuk stevia dengan nilai 5.93 ± 0.20 .
penelitian yaitu uji kandungan total fenol dan Sedangkan nilai warna adalah kuning kehijauan
aktivitas antioksidannya dengan metode sebagai dengan nilai L= a= b=
berikut: Adapun hasil analisis total fenol dan
B.1. Kadar total fenol aktivitas antikosidan kemampuan menangkal
Kadar total fenol dari larutan seduhan radikal bebas DPPH adalah sebagai berikut:
campuran stevia-teh hijau ditentukan dengan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 331


A. Total Fenol tidak nampak interaksi antara kedua faktor
Dari uji kadar total fenol dari larutan tersebut. Dari uji anavanya terbukti sebagai
seduhan campuran stevia-teh hijau ditentukan berikut:
dengan metode spektrofotometri berdasarkan TABEL 2
metode Kumar et al. (2008) dan Jayasri et al. HASIL ANALYSIS OF VARIANCE UNTUK DPPH
(2009) diperoleh hasil bahwa dari ketiga belas Analysis of Variance for DPPH
perlakuan tersebut diperoleh nilai terrendah
0.4190 ± 0.2461 mg (GAE)/100 ml sampel, dan Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Regression 5 1489.34 1489.34 297.867 1.97 0.201
tertinggi adalah 4.7014 ± 0,2733 mg (GAE)/100 ml Linear 2 595.82 857.50 428.750 2.84 0.125
sampel. Sedangkan untuk stveia saja adalah Stevia 1 0.00 59.97 59.973 0.40 0.549
Tehhijau 1 595.82 572.69 572.690 3.79 0.093
0.2032 ± 0.007 mg (GAE)/100 ml sampel dan Square 2 890.27 890.27 445.136 2.94 0.118
untuk teh hijau saja adalah 3.622 ± 0.232 mg Stevia*Stevia 1 163.32 83.79 83.787 0.55 0.481
Tehhijau*Tehhijau 1 726.96 726.96 726.957 4.81 0.064
(GAE)/100 ml sampel. Interaction 1 3.24 3.24 3.244 0.02 0.888
Stevia*Tehhijau 1 3.24 3.24 3.244 0.02 0.888
B. Aktivitas Antioksidan: kemampuan menangkal Residual Error 7 1058.41 1058.41 151.201
Lack-of-Fit 3 1057.83 1057.83 352.609 2430.36 0.000
radikal bebas DPPH Pure Error 4 0.58 0.58 0.145
Hasil analisis aktivitas antioksidan terhadap Total 12 2547.75

sampel larutan seduhan campuran stevia-teh


hijau yang diukur berdasarkan kemampuan Dari tabel tersebut di atas regresi yang bisa
mendonorkan atom hidrogen atau menangkap diterima adalah dengan adanya pengaruh utama
radikal bebas dengan melakukan pengukuran tunggal konsentrasi teh hijau. Estimasi persamaan
kemampuan pemucatan larutan metanol yang regresi yang dapat diterima adalah:
berwarna ungu dari radikal bebas yang stabil TABEL 3
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrasil) berdasarkan ESTIMASI KOEFISIEN REGRESI UNTUK DPPH
metode Aicha et al.(2006) termodifikasi,
diperoleh nilai terendah adalah 40,3124 ± 2,9737 Estimated Regression Coefficients for DPPH
dan tertinggi adalah 94,3181 ± 0,8381. Sedangkan Term Coef SE Coef T P
untuk seduhan stevia saja adalah 91,2325± 0,9077; dan Constant 75.656 39.467 1.917 0.097
untuk seduhan teh saja adalah 16,0926 ± 8,9241. Stevia -190.377 302.284 -0.630 0.549
Tehhijau 20.788 10.681 1.946 0.093
Stevia*Stevia 480.345 645.273 0.744 0.481
C. Uji Optimasi menggunakan RSM Tehhijau*Tehhijau -2.556 1.166 -2.193 0.064
Stevia*Tehhijau -5.297 36.166 -0.146 0.888
Dari uji menggunakan data pada Tabel 1. di
atas dengan hasil aktivitas antioksidannya maka
S = 12.2964 PRESS = 7523.24
dicari nilai persamaan yang memberikan nilai R-Sq = 58.46% R-Sq(pred) = 0.00% R-Sq(adj) =
paling optimal, melalui uji surface plot 28.78%
sebagaimana Gambar 1. berikut:
Dari estimasi persamaan di atas ternyata faktor
tunggal yang berpengaruh adalah konsentrasi teh
hijau, dengan mengikuti persamaan:
[dpph]=79.037–205.988[Stevia]+ 19.661[Tehhijau]
dengan jenis persamaan adalah linier.

IV. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilaksanakan dapat
Gambar 1. Surface Plot Untuk Kemampuan disimpulkan bahwa total fenol dan aktivitas
menangkal Radikal bebas DPPH dari campuran tertinggi dari proses pencampuran ini dipengaruhi
Stevia-teh Hijau. oleh konsentrasi teh hijau, tidak ada pengaruh
Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai interaksi antara stevia dan teh hijau. Persamaan
DPPH tergantung pada nilai konsentrasi teh hijau, yang diperoleh bersifat linier. Nilai tertinggi
sedangkan nilai DPPH kelihatannya tidak aktivitas antioksidan menangkal radikal bebas
terpengaruh oleh konsentrasi stevianya. Bahkan DPPH adalah sebesar 94.3181 mg GAE/L sampel

332 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


pada perlakuan dengan berat teh hijau 1 g (1% & Clinical Pharmacology & Toxicology 98:
berat/vol) dan stevia 3 g (3% berat/vol) yang 97–103.
diseduh dalam 100 ml air. Jayasri, MA, L Mathew, and A Radha. 2009. A
Report on the Antioxidant Activity of Leaves
UCAPAN TERIMA KASIH and Rhizomes of Costus pictus D. Don. IJIB
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat 5(1): 20-26.
Penelitian Pangan dan Gizi (PPPG), Lembaga Kris-Etherton, P. M., Hecker K.D., Bonanome A.,
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Coval S.M., et al. 2002. Bioactive compounds
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya in foods: their role in the prevention of
yang telah mendanai penelitian ini melalui kontrak cardiovascular disease and cancer. American
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: Journal of Medicine. 113: 71S-88S
285a/ WM01.5.2/N/2016 tanggal 29 Pebruari 2016
Kumar S., Kumar D., Manjusha, K. Saroha, N.
DAFTAR PUSTAKA Singh, B. Vashishta. 2008. Antioxidant and free
radical scavenging potential of Citrullus
Abou-Arab, A. E., A. Azza Abou-Arab, and M. F. colocynthis (l.) schrad.methanolic fruit extract.
Abu-Salem. 2010. Physico-chemical Acta Pharmacology 58 : 215–220.
Assessment of Natural Sweeteners Steviosides
Ljubuncic, P H. Azaizeh, I. Portnaya, 2005.
Produced from Stevia rebaudiana Bertoni Plant,
Antioxidant activity and cytotoxicity of eight
African Journal of Food Science. 4(5): 269-281.
plants used in traditional Arab medicine in
Aicha, N et al. 2006. A Comparative Evaluation Israel, Journal of Ethnopharmacology. 99 :
Of Mutagenic, Antimutagenic And Scavenging 43– 47.
Radicals Activity Of Essential Oil From
Moryson, M. K. and A. G. Michalowska. 2015.
Pituranthos Chloranthus. SIPAM.362-371.
Directions on the Use of Stevia Leaves (Stevia
Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan Rebauidana) as an Additive in Food Products,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Acta Sci. Pol. Technol. Aliment. 14(1):5-13.
(RI), 1988. Peraturan Menteri Kesehatan
Okai, K. H., M. Taniguchi, and Y. Okai. 2000.
(Menkes) RI no. 235 Menkes/Per/VI/79 tentang
Potent Antioxidative Activity of Non-
Bahan Tambahan Pangan, Jakarta.
Polyphenolic Fraction of Green Tea (Camellia
Kamalakkannan, N. and Prince P. S. M. 2006. Sinensis) - Association with Pheophytins a and
Antihyperglycaemic and antioxidant effect of b, Journal of the Sci.of Food and Agriculture.
rutin, a polyphenolic flavonoid, in 80:117-120.
streptozotocin-induced diabeticwistar rats.Basic

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 333


Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Viabilitas dan
Vigor Benih Pepaya (Carica papaya. L)
[The Effect of Soaking and KNO3 Concentration on Viability and Vigor of Papaya
(Carica papaya L.)]
Jasmi, Chairuddin, dan Rozi Amrullah
Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
Email : jasmijalil@ymail.com

ABSTRACT --- Papaya seed varieties IPB-9 or better known as the papaya California is a seed is orthodox.
Orthodox seed can be stored a long time on the water content, temperature and low air humidity. seeds are
orthodox have the same good high viability dried to moisture content of 11-12% and 6-7% (Sari, et al., 2005).
As for the treatment of papaya seed germination can be done in various ways, among others, one of which is a
chemical. Chemicals used is one of KNO 3 that serves to stimulate the germination of seeds, especially in the
light-sensitive.KNO3 treatment will be effective on the seed is orthodox, because the seeds of orthodox
requires environmental conditions with low RH. In addition, KNO3 can also improve giberelin role in seed
germination (Owino, et al., 2011). This research aims to know the effect of soaking and KNO3 concentration
on viability and vigor of papaya (Carica papaya L.). The experimental design used in this research is
Completely Randomized Design (CRD) factorial design. The Factors which examined included time of
soaking and KNO3 concentration. Soaking time consists of three levels: 12 Hours, 24 Hours and 36 Hours,
while KNO3 concentration consists of three levels: 1%, 3% and 5%. The parameters observed growth
potential, germination, growth speed, growth simultaneity, and vigor germination. The results showed
that the soaking time did not affect all of the observed variables. The best result of Soaking time seen in
soaking for 24 hours (P2). While the concentration of KNO3 has real impact on growth potential,
germination, growth speed, growth simultaneity, and vigor germination. The best result of KNO3
concentration found in concentrations of 5% of KNO3 (K3) seed papaya.
Keyword : Germination seed papaya, KNO3, Soaking time.

I. PENDAHULUAN 2008).
Pepaya (Carica papaya. L) merupakan
Indonesia merupakan negara yang
salah satu buah yang utama didaerah tropis.
memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat
Indonesia merupakan salah satu produsen
besar di bidang pertanian. Salah satunya dari
utama buah pepaya didunia. Indonesia
komoditas buah-buahan tropis, seperti pepaya
merupakan daerah yang cocok bagi
sebagai buah konsumsi yang kaya akan manfaat.
pengembangan tanaman pepaya dikarenakan
Indonesia menempati urutan ke empat sebagai
lahan dan iklim yang sesuai sehingga tanaman
produsen komoditas pepaya terbesar di dunia,
pepaya dapat tumbuh dan berproduksi secara
dibawah negara India, Brazil dan Nigeria
optimal. pepaya sudah dipasarkan ke seluruh kota
dengan total produksi 653.276 ton/tahun (FAO,
di berbagai belahan dunia (Sobir, 2009).
Buah pepaya mengandung 1-1,5% protein stimulasi perkecambahan sehingga benih
dan merupakan sumber karotin yang merupakan menjadi dorman (Sari, et al., 2005).
precursor dari vitamin A. Kandungan karotin Benih pepaya varietas IPB-9 atau yang
berkisar 1,160-2,431 µg per 100 gram bagian lebih dikenal dengan Pepaya California adalah
yang dapat dimakan, tergantung varietasnya. benih bersifat ortodok. Benih yang bersifat
Pepaya juga merupakan sumber vitamin C ortodok mampu disimpan lama pada kadar air,
(69-71 mg/100 g), Kalsium (11-31 mg/100 g) suhu, dan kelembaban udara rendah. Benih
dan Kalium (39-337 mg/100 g). Pepaya bersifat ortodok mempunyai viabilitas yang
terkenal sebagai makanan untuk diet karena sama tinggi, baik dikeringkan hingga kadar air
rendah lemak (0,1%), karbohidrat (7-13%) 11-12% maupun 6-7% (Sari, et al., 2005).
dan kalori (35-39 Kcal/100 g), (Muktiani, Adapun perlakuan pengecambahan benih
2011). pepaya dapat dilakukan dengan berbagai cara,
Saat ini pasar sangat membutuhkan salah satunya dengan metode kimia yaitu metode
buah pepaya yang berukuran kecil seperti dengan merendam benih yang telah diberikan
pepaya California. Hal ini dikarenakan daging bahan kimia. yaitu KNO3 yang berfungsi untuk
buahnya berwarna merah jingga, bertekstur menstimulir perkecambahan khususnya pada
keras dan lebih tebal dari pada pepaya benih- benih yang peka terhadap cahaya.
lainnya, serta rasanya yang cukup manis Perlakuan KNO3 akan efektif pada benih
dengan tingkat kemanisan 10-11 brix dan bersifat ortodok. Benih bersifat ortodok adalah
lebih tahan lama disimpan sehingga benih yang membutuhkan kondisi lingkungan
memudahkan pengiriman jarak jauh (Muktiani, dengan RH rendah. KNO3 juga dapat
2011). meningkatkan peran giberalin dalam
Benih pepaya memerlukan perhatian perkecambahan benih (Owino, et al, 2011).
khusus dalam proses pengadaannya guna
menjaga viabilitasnya agar tetap baik. Menurut
Sangakkara (1995), benih pepaya cepat II.METODE PENELITIAN
mengalami proses deteriorasi setelah proses
pemanenan. Sari et al. (2005) juga 2.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
menyatakan benih pepaya memiliki daya Penelitian dilaksanakan di Gampong
simpan relatif singkat. Kandungan senyawa Peunaga Baro, Kecamatan Meurebo, Kabupaten
fenolik yang tinggi pada sarcotesta dapat Aceh Barat, yang dilaksanakan pada tanggal
meningkatnya impermeabilitas benih pada saat 13 Oktober - 01 November 2015.
proses desikasi dalam 2 kondisi udara 2.2. Bahan Dan Alat
beroksigen, sehingga mengakibatkan dormansi. 1. Benih Pepaya
Dias et al. (2010) menambahkan bahwa benih Benih pepaya yang digunakan adalah
segar pepaya mengalami dormansi pasca benih pepaya varietas IPB-9 atau
panen yang akan pecah setelah enam bulan sering disebut pepaya California.
penyimpanan. 2. Tanah
Dari hasil uji pendahuluan pada saat Tanah yang dipakai adalah tanah
praktik lapangan, benih pepaya dari buah segar yang telah tercampur dengan kotoran
mengalami masa dormansi. Sehingga ternak yang diambil dari kandang
perkecambahan benih pepaya tidak kerbau yang berada di Gampong
berlangsung cepat, hal ini disebabkan oleh Tanjong, Kecamatan Kaway XVI,
aril atau sarcotesta pada benih. Konsumsi Kabupaten Aceh Barat.
oksigen yang tinggi oleh senyawa fenolik 3. KNO3 digunakan sebagai larutan
pada kulit benih selama proses perkecambahan perendaman benih pepaya.
dapat membatasi suplai oksigen ke dalam 4. Aquades
embrio benih, dan membentuk lapisanyang Aquades atau air mineral kemasan
mengganggu impermeabilitas benih serta (Aqua) digunakan untuk membersihkan
menghambat efektifitas masuknya zat-zat
dan melarutkan KNO3 untuk

336 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


perendaman benih pepaya. dilakukan adalah sebagai berikut :
2.3 Alat Persiapan Media Kecambah
Alat yang digunakan dalam penelitian Tanah diayak terlebih dahulu agar
ini adalah bak kecambah, timbangan analitik, terbebas dari sampah dan kotoran lainnya,
plastik, pisau, botol kocok/tabung reaksi, setelah itu diisi kedalam bak kecambah dan
cawan petri, handsprayer, ayakan, label, alat diberi label sesuai dengan perlakuan masing-
tulis, dan kamera. masing.

2.4. Rancangan Percobaan Persiapan Benih Pepaya


Penelitian ini menggunakan Rancangan Sebelum benih pepaya dikecambahkan,
Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3 x 3 benih direndam dalam wadah yang berisikan
perlakuan yang terdiri dari 3 ulangan.Faktor yang larutan KNO3 sesuai dengan konsentrasi yang
diteliti meliputi pengaruh media kecambah dan akan diuji. Perendaman dilakukan selama 12
pengaruh konsentrasi KNO3. Faktor lama jam, 24 jam, dan 36 jam. Kemudian benih
perendaman (P) terdiri atas 3 taraf, yaitu : yang telah direndam dicuci dengan air mineral.
P1 = 12 Jam
P2 = 24 Jam Pengecambahan Benih
P3 = 36 Jam Setelah benih dicuci bersih, lalu
Faktor Konsentrasi KNO3 (K) terdiri dari 3 taraf, dilakukan penyemaian benih didalam bak
yaitu : kecambah. Pengecambahan benih dengan
K1 = 1 % (1 gr/L air) media kecambah tanah ditanam dengan jumlah
K2 = 3 % (3 gr/L air) benih pepaya di dalam bak kecambah sebanyak
K3 = 5 % (5 gr/L air) 20 benih.
Dengan demikian terdapat 3 x 3 kombinasi
perlakuan dengan 3 ulangan terdapat 27 Pemeliharaan
satuan percobaan. Susunan kombinasi Setelah penyemaian dilakukan
perlakuan antara lama perendaman dan penyiraman setiap hari dengan handsprayer yaitu
konsentrasi KNO3 dapat dilihat pada tabel 1. pada sore hari untuk menjaga kelembaban media
kecambah.
TABEL I
2.6. Pengamatan
SUSUNAN KOMBINASI PERLAKUAN
ANTARA LAMA PERENDAMAN
Potensi Tumbuh (PT)
Potensi tumbuh adalah benih yang
DAN KONSENTRASI KNO3
No Kombinasi Lama Konsentrasi KNO3
menunjukkan gejala tumbuh pada benih.
Perlakuan Perenda Gejala tumbuh ditandai dengan munculnya
1 P1K1 12man
Jam 1 % (1 gr/L air) akar (radikula) dan plumula yang menembus
2 P1K2 12 Jam 3 % (3 gr/L air
3 P1K3 12 Jam 5 % (5 gr/L air) kulit benih (pericarp) dan dinyatakan dalam
4 P2K1 24 Jam 1 % (1 gr/L air)
persen. Pengamatan dilakukan pada pengamatan
5 P2K2 24 Jam 3 % (3 gr/L air) terakhir. Potensi tumbuh dapat dihitung
6 24 Jam 5 % (5 gr/L air)
P2K3 dengan rumus sebagai berikut :
7 P3K1 36 Jam 1 % (1 gr/L air)
8 P3K2 36 Jam 3 % (3 gr/L air)
9 P3K3 36 Jam 5 % (5 gr/L air) x 100%

Apabila hasil uji F menunjukkan Daya Kecambah (DB)


pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan Daya berkecambah adalah kemampuan
uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. benih untuk berkecambah normal dalam keadaan
yang menguntungkan setelah waktu yang
2.5. Pelaksanaan Penelitian ditentukan. Benih dianggap normal apabila
Tahap-tahap pelaksanaan penelitian yang akar primer cukup kuat bila ditumbuhkan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 337
pada media kecambah. Nilai daya benih pepaya terbaik dijumpai pada perlakuan
berkecambah (DB) diperoleh dengan perendaman selama 24 jam (P2) yang secara
menghitung jumlah benih yang berkecambah statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan
normal pada hari ke 13 (pengamatan I) dan hari perendaman selama 12 jam (P1) dan 36 Jam (P3).
ke 17 (pengamatan II) setelah tanam yang
dinyatakan dalam persen dengan rumus : TABEL II
RATA-RATA POTENSI TUMBUH, DAYA
x 100% BERKECAMBAH, KECEPATAN TUMBUH,
KESEREMPAKAN TUMBUH, DAN VIGOR PADA
Keterangan : ∑ KN I = Jumlah kecambah normal BERBAGAI LAMA PERENDAMAN
Lama Perendaman
pengamatan pertama Parameter
12 Jam (P1) 24 Jam (P2) 36 Jam (P3)
∑ KN II = Jumlah kecambah normal PT √𝑋 + 0,5 4,60 6,55 4,86
pengamatan kedua
(%) 28,33 43,33 25,56
DB √𝑋 + 0,5 3,36 4,91 4,02
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Nilai kecepatan tumbuh dihitung (%) 14,89 25,00 17,56

berdasarkan jumlah pertumbuhan kecambah KcT √𝑋 + 0,5 1,48 1,95 1,64


normal setiap hari sampai hari terakhir yang (%) 2,03 3,49 2,36
dinyatakan dalam persen per etmal. Perumusan KsT √𝑋 + 0,5 2,42 3,70 3,16
menggunakan persamaan sebagai berikut : (%) 7,22 14,44 10,56
Keterangan :
PT = Potensi Tumbuh DB= Daya Berkecambah
Keterangan : KcT = Kecepatan Tumbuh KsT = Keserempakan umbuh
N1-Nn = Persentase Pengamatan (n= 1,2,3 danseterusnya) VK = Vigor Kecambah
D1-Dn = Waktu pengamatan (n= 1,2,3 dan seterusnya)

Pengaruh Konsentrasi KNO3


Keserempakan Tumbuh (KST) menunjukkan bahwa
Hasil uji F
Perhitungan keserempakan tumbuh perlakuan konsentrasi KNO3 berpengaruh nyata
dilakukan terhadap kecambah normal kuat pada terhadap potensi tumbuh, daya berkecambah,
hari ke 15 yaitu antara hari ke 13 kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan
(pengamatan I) dan hari ke 17 (pengamatan vigor kecambah benih pepaya.
II) setelah tanam dan dinyatakan dalam
persen. Keserempakan tumbuh menggunakan TABEL III
rumus persamaan sebagai berikut : RATA-RATA POTENSI TUMBUH, DAYA
BERKECAMBAH, KECEPATAN TUMBUH,
x 100% KESEREMPAKAN TUMBUH, DAN VIGOR
KECAMBAH BENIH PEPAYA PADA BERBAGAI
III. HASIL DAN PEMBAHASAN KONSENTRASI KNO3
Konsentrasi KNO3
Parameter BNJ 0,05
3.1. Hasil 1% (K1) 3% (K2) 5% (K3)
Pengaruh Lama Perendaman PT √𝑋 + 0,5 3,90 6,21 5,90 2,36
Hasil uji secara statistik menunjukkan (%) 20,00 a 8,33 b 38,89 ab
bahwa perlakuan lama perendaman DB √𝑋 + 0,5 2,93 4,53 4,84 1,93
berpengaruh tidak nyata terhadap potensi (%) 10,78 a 20,44 ab 26,22 b
tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, KcT √𝑋 + 0,5 1,32 1,81 1,94 0,58
keserempakan tumbuh, dan vigor kecambah (%) 1,47 a 2,81 ab 3,60 b
benih pepaya. KsT √𝑋 + 0,5 2,17 3,44 3,66 1,32
Tabel 2 menunjukkan bahwa potensi (%) 5,56 a 11,67 ab 15,00 b
tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, Keterangan :
keserempakan tumbuh, dan vigor kecambah Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada baris yang samatidak

338 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


berbeda nyata pada taraf peluang 5% (uji BNJ) sangat nyata sama sekali antara lama
PT = Potensi Tumbuh DB= Daya Berkecambah
KcT = KecepatanTumbuh KsT = Keserempakan tumbuh perendaman (P) dan konsentrasi KNO3 (K)
VK = Vigor Kecambah berdasarkan potensi tumbuh, daya
Tabel 3 menunjukkan bahwa potensi berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan
tumbuh terbaik dijumpai pada konsentrasi tumbuh, dan vigor kecambah.
KNO3 5% (K3) dengan persentase 38,89% yang
berbeda nyata dengan konsentrasi KNO3 1% (K1) 3.2. Pembahasan
dengan persentase 20,00%, namun berbeda tidak Pengaruh Lama Perendaman
nyata dengan konsentrasi KNO3 3% (K2) dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase 38,33%. Daya berkecambah terbaik perlakuan lama perendaman pada benih
dijumpai pada konsentrasi KNO3 5% (K3) pepaya berpengaruh tidak nyata terhadap
dengan persentase 26,22% yang berbeda nyata semua peubah. Hal ini diduga perlakuan
dengan konsentrasi KNO3 1% (K1) dengan perendaman yang terlalu lama menyebabkan
persentase 10,78%, namun berbeda tidak nyata benih tidak mampu berimbibisi dengan baik.
dengan konsentrasi KNO3 3% (K2) dengan Menurut Schmidt (2000), perendaman
persentase 20,44%. Kecepatan tumbuh terbaik menggunakan larutan yang pekat dapat
dijumpai pada konsentrasi KNO3 5% (K3) menurunkan aktifitas enzim, karena semakin
dengan persentase 3,60% yang berbeda nyata lama benih direndam dalam air dengan
dengan konsentrasi KNO3 1% (K1) dengan kondisi anaerob (kurang oksigen) akan
persentase 1,47%, namun berbeda tidak nyata sulit menstimulir proses perombakan energi di
dengan konsentrasi KNO3 3% (K2) dengan dalam benih.
persentase 2,81%. Keserempakan tumbuh terbaik Hal ini sesuai dengan pendapat Widyawati
dijumpai pada konsentrasi KNO3 5% (K3) (2009), yang menyatakan apabila perendaman
dengan persentase 15,00% yang berbeda nyata terlalu lama, maka proses imbibisi dan osmosis
dengan konsentrasi KNO3 1% (K1) dengan pada benih menjadi kurang baik, karena dapat
persentase 5,56%, namun berbeda tidak nyata menyebabkan peningkatan kandungan air dan
dengan konsentrasi KNO3 3% (K2) dengan proses respirasi benih menjadi terhambat.
persentase 11,67%. Vigor kecambah terbaik Sehingga tidak mampu untuk memicu
dijumpai pada konsentrasi KNO3 5% (K3) perubahan biokimiawi dalam benih sehingga
dengan persentase 24,44% yang berbeda nyata benih tidak dapat berkecambah.
dengan konsentrasi KNO3 1% (K1) dengan Menurut Roberts (1972) dalam Mukti
persentase 10,00%, namun berbeda tidak nyata (2013), bahwa salah satu faktor penyebab
dengan konsentrasi KNO3 3% (K2) dengan benih tidak mampu berkecambah dengan baik
persentase 18,89%. adalah karena perendaman dengan menggunakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan kimia meningkatkan kandungan air benih
pada konsentrasi KNO3 5% (K3) ditemukan yang tinggi, dan proses respirasi benih menjadi
adanya beda nyata cukup signifikan daripada kurang baik, sehingga benih tidak mampu untuk
konsentrasi KNO3 1% (K1) terhadap peubah merombak sumber energi yang terdapat pada
potensi tumbuh, daya berkecambah, kotiledon untuk diangkut ke daerah sumbu
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan embrio, sehingga tidak dapat dimanfaatkan
vigor kecambah. Hal ini menunjukkan bahwa langsung oleh titik tumbuh untuk pembentukan
pada perlakuan konsentrasi KNO3 5% (K3) telah protoplasma baru.
mampu meningkatkan potensi tumbuh, daya Faustina et al (2011), juga mengemukakan
berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan bahwa tingginya kandungan air dalam benih
tumbuh, dan vigor kecambah benih pepaya yang pepaya menyebabkan proses respirasi benih
diamati dibandingkan dengan perlakuan lainnya. pepaya menjadi kurang baik dan cadangan
makanan dalam benih pepaya semakin
Interaksi berkurang.
Hasil uji F pada analisis ragam Hasil penelitian Salim et al (2008),
menunjukkan bahwa, tidak ada interaksi yang mengemukakan benih aren yang direndam
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 339
selama 36 jam menghasilkan daya KNO3 yang dilakukan pada benih pepaya
berkecambah paling rendah yaitu dengan mampu meningkatkan vigor kecambah berbeda
persentase 15,33 % dibandingkan dengan nyata dengan benih pepaya tanpa perlakuan
perlakuan perendaman lainnya. Hal ini karena larutan KNO3.
benih telah turun mutunya setelah berimbibisi Hasil penelitian Delfi (2009), benih
dan laju respirasinya menjadi rendah. Sehingga angsana yang direndam dengan konsentrasi
respirasi yang rendah ditambah dengan KNO3 5% menghasilkan kecepatan tumbuh
ketersediaan oksigen yang sedikit menyebabkan yang paling tinggi yaitu dengan persentase
benih gagal dalam berkecambah. 1,81% (%/etmal) dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Hal ini karena kalium nitrat (KNO3)
3.2.2.Pengaruh Konsentrasi KNO3 merupakan salah satu perangsang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkecambahan dan mampu memasakan embrio
konsentrasi KNO3 berbeda nyata terhadap benih biji yang keras.
peubahpotensi tumbuh, daya berkecambah, Hasil penelitian menujukkan bahwa
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan perlakuan konsentrasi KNO3 1% (K1) belum
vigor kecambah. Hal ini diduga konsentrasi mampu untuk meningkatkan viabilitas dan vigor
KNO3 5% (K3) telah mampu meningkatkan benih pada peubah potensi tumbuh, daya
potensi tumbuh, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan
tumbuh, keserempakan tumbuh, dan vigor tumbuh, dan vigor kecambah benih pepaya. Hal
kecambah benih pepaya yang diamati ini diduga konsetrasi KNO3 yang rendah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. belum mampu untuk merangsang dan
Konsentrasi KNO3 5% (K3) mampu memberikan nutrisi bagi benih untuk
merangsang dan meningkatkan metabolisme berkecambah dengan baik. Campbell (2003),
perkecambahan benih, dimana unsur hara yang nutrisi atau zat-zat makanan yang telah ada di
terdapat dalam KNO3 yaitu kalium dan nitrogen dalam endosperm dan kotiledon benih belum
dapat mempercepat proses perkecambahan benih mencukupi untuk mempecepat proses
pepaya. Kalium berperan sebagai pengaktif berkecambah, maka benih masih sangat
enzim untuk pembentukan pati, sedangkang memerlukan nutrisi tambahan dari luar untuk
nitrogen berperan sebagai komponen utama mempercepat proses metabolisme
klorofil, protein, asam amino, dan enzim. perkecambahan benih.
Pemberian KNO3 pada konsentrasi KNO3
5% diduga dapat meningkatkan persentase Interaksi
perkecambahan benih. Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
yang dilaporkan Faustina et al (2011) bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara
perlakuan konsentrasi KNO3 yang tinggi mampu perlakuan lama perendaman dan konsentrasi
meningkatkan daya tumbuh dan indeks vigor KNO3 terhadap semua peubah potensi tumbuh,
benih pepaya. Daya tumbuh pada konsentrasi daya berkecambah, kecepatan tumbuh,
KNO3 5% memiliki persentase 92,00% dan pada keserempakan tumbuh, dan vigor kecambah.
indeks vigor pada konsentrasi KNO3 5% Hal ini diduga bahwa perbedaan
memiliki persentase 14,44%. perkecambahan benih tanaman pepaya akibat
Sari et al. (2005) juga menyatakan bahwa perlakuan lama perendaman tidak tergantung
pemberian larutan KNO3 mampu meningkatkan pada konsentrasi KNO3 yang diberikan begitu
vigor kecambah benih pepaya. Vigor kecambah juga sebaliknya.
pada benih pepaya dengan menggunakan
konsentrasi KNO3 10% menghasilkan persentase IV.KESIMPULAN
yang paling tinggi yaitu dengan persentase
73,40% dibandingkan dengan perlakuan lain- 1. Lama perendaman tidak berpengaruh
nya. Secara umum perlakuan pra perkecam- nyata terhadap potensi tumbuh, daya
bahan benih dengan perendaman menggunakan berkecambah,kecepatantumbuh,keserempaka

340 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


n tumbuh, dan vigor kecambah.
Perkecambahan benih pepaya terbaik
dijumpai pada perendaman selama 24 jam
(P2).
2. Konsentrasi KNO3 berpengaruh nyata
terhadap potensi tumbuh, daya Campbell, N. A., Recce, J. B., and Mitchell,
berkecambah,kecepatantumbuhkeserempaka L. G. 2003. Biologi Jilid 2. edisi
n tumbuh, dan vigor kecambah, hasil pada kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
perlakuan (K3) 5% berbeda nyata Copeland, L. O. and M. B. Mc. Donald.
terhadap perlakuan (K1), namun berbeda 2001. Principles of Seed Science
tidak nyata dengan perlakuan (K2). anTechnology. Fourth Edition. Klower
3. Terdapat interaksi yang tidak nyata antara Academic Publishers. New York 390p.
lama perendaman dan konsentrasi KNO3 Dias, D. C. F. D. S., W. T. Estanislau, F. L.
terhadap peubah-peubah perkecambahan Finger, E. M. Alvarenga, and L. A. D. S.
benih pepaya yang diamati. Dias. 2010. Physiological and
enzymatic alterations in papaya seed
DAFTAR PUSTAKA during storage. Revista Brasileira de
Sementes 32 (1): 148-157.
Abidin, Z. 1994. Dasar-Dasar Pengetahuan FAOSTAT. 2008. Food and
Tentang Zat Pengatur Tumbuh. AgriculturalCommoditiesPr
Angkasa. Bandung. oduction.
Anonim. 2014. Budidaya Pepaya California. http://faostat.fao.org/site/339/default.asp
http://www.agrokatesmandiri.com/budid x. [14 November 2013].
aya-pepaya-california.html. [diakses Faustina, E., P. Yudono., dan R. Rabaniyah.
pada 20 April 2015] 2011. Pengaruh Cara Pelepasan Aril
Andreoli, C. and A. Khan. 1993. Improving Dan Konsentrasi KNO3 Terhadap
Papaya Seedling Emergence By Pematahan Dormansi Benih Pepaya
Matriconditioning And Gibberellin (Carica papaya L). Universitas Gadjah
Treatment. Hort. Sciencen 112 (3):427-432. Mada. Yogyakarta.
Azzamy. 2015. Pupuk KNO3 Putih.
http://www.mitalom.blogspot.com/tenta
ng-pupuk-kno3-putih-dan-
fungsinya.html. [diakses pada 5
Agustusl 2016]
Badan Penelitian dan Pengembangan
Teknologi. 2005. Budidaya
pertanian tanaman pepaya (Carica
papaya L.).
http://www.iptek.net.id[diakses pada 14
November 2015].

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 341


342 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Mutu, Keamanan Pangan, dan Kajian Lainnya

Evaluasi Sensoris Kopi Bubuk Robusta Dari Berbagai Teknik Petik


Laili Susanti dan Yessy Rosalina

Uji Kesukaan Konsumen Terhadap Saus “Lemea”


Devi Silsia, Kurnia Harlina Dewi, dan Sefti Aulianda

Uji EfektivitasAntimikrobia Asap Cair Cangkang Sawityang Dihasilkan pada Pirolisis Udara
Terkedali terhadap Mikrobia Pembusuk Ikan
Desi Ardilla., Tamrin, Basuki Wirjosentono, Edyanto

Efektivitas Senyawa Antimikroba Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) untuk


Memperpanjang Umur Simpan (Shelf Life) Produk Dodol Formulasi
D. Gustiyandra, Lavlinesia, S. L. Rahmi

Strategi Alternatif Meningkatkan Proteksi Petani Bawang Merah


Moh. Wahyudin

Prediksi Dampak Perubahan Iklim terhadap Debit Andalan di DAS Krueng Aceh
T. Ferijal, Dewi Sri Jayanti, Mustafril
Evaluasi Sensoris Kopi Bubuk Robusta Dari Berbagai Teknik Petik
Laili Susanti dan Yessy Rosalina
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
susanti.laili@ymail.com

abstrak --- Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik sensoris kopi bubuk Robusta dari
berbagai teknik pemetikan kopi . Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kopi bubuk dari
biji kopi petik asalan, kopi bubuk dari biji kopi petik merah selektif dan kopi bubuk dari industri rumah
tangga merk ”X” di Kota Bengkulu. Pengujian sensoris yang dilakukan pada penelitian ini meliputi
pengujian kopi bubuk berdasarkan aroma, serta kopi seduhan berdasarkan aftertaste, acidity, body, dan
sweetness. Ketiga kopi bubuk sama-sama mendapatkan penilaian dominan pada aroma ashy dan smoky.
Namun demikian, kopi asalan juga dominan aroma earthy serta kopi Merk”X” juga dominan aroma
caramel. Kisaran skor rata-rata hasil penilaian aftertaste, acidity, body dan sweetness berkisar antara 6,0
hingga 8,5 pada skala penilaian 6-10 yang berarti berada dalam skor penilaian good hingga excellent. KopI
petik masak mendapatkan skor penilaian yang tinggi pada nilai body.

Kata kunci: kopi bubuk Robusta, evaluasi sensoris

I.PENDAHULUAN Bengkulu. Produksi tahunan kopi di Propinsi


Bengkulu menunjukan kecenderungan
Produktivitas tanaman kopi di Indonesia meningkat. Berdasarkan data Dinas Perkebunan
baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk Propinsi Bengkulu produksi kopi dalam lima
Robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/Tahun untuk tahun terakhir adalah : 58.385 ton (2011), 54.948
Arabika. Sedangkan produktivitas negara ton (2010), 55.418 ton (2009), 53.146 ton (2008)
tetangga seperti Vietnam telah mencapai lebih dan 55.162 ton (2007). Produksi biji kopi pada
dari 1.500 kg/ha/tahun. Namun demikian, tahun 2013 mencapai 88,861 ton (Statistik
industri pengolahan kopi di dalam negeri Perkebunan Indonesia, 2014)
mengalami peningkatan yang signifikan. Akan tetapi tingginya produksi kopi di
Pertumbuhan konsumsi produk kopi olahan di Propinsi Bengkulu belum diikuti oleh
dalam negeri meningkat rata-rata 7,5% per tahun. peningkatan nilai tambah yang signifikan di
Ekspor produk kopi olahan pada tahun 2011 yang tingkat petani. Permasalahan yang sering
mencapai lebih dari USD 268,6 juta meningkat dihadapi di tingkat petani adalah rendahnya mutu
menjadi lebih USD 315,6 juta pada tahun 2012 biji kopi yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan
atau meningkat lebih dari 17,49. Saat ini penanganan panen dan pasca penen yang kurang
industry pengolahan kopi merupakan salah satu baik. Umumnya petani kopi di Propinsi Bengkulu
industri prioritas yang terus dikembangkan masih memanen buah kopi tidak didasarkan pada
(Kemenperin, 2013). kematangan buah kopi, sehingga mutu biji kopi
Kopi merupakan salah satu tanaman yang dihasilkan rendah.
perkebunan yang sangat berpotensi di Propinsi
Biji kopi dihasilkan dari tanaman Coffea L. cawan, desikator, pH meter, plastik PE, plastik
yang mencakup lebih dari 70 spesies. Namun alumunium foil, kertas saring.
demikian hanya 2 spesies yang diusahakan secara
komersial yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. B. Prosedur Penelitian
Kopi Robusta lebih asam dibanding kopi Pengolahan kopi bubuk dilakukan di
Arabika, namun lebih tahan terhadap gangguan industri rumah tangga pengolah kopi merk X di
penyakit (Dmowski and Dabrowska, 2014) kota Bengkulu. Dari pengolahan dihasilkan tiga
Produk kopi yang dikembangkan di Propinsi kopi bubuk yaitu kopi bubuk dari biji kopi asalan
Bengkulu saat ini adalah kopi bubuk yang berasal dari kabupaten Kepahiang, kopi bubuk dari biji
dari biji kopi Robusta. Faktor penting pada kopi kopi petik selektif dari kabupaten Kepahiang
bubuk adalah mutu sensoris salah satunya adalah serta kopi bubuk hasil olahan yang biasa
cita rasa. Menurut Rahmaddiansyah dan Utami diproduksi usaha kopi merk X tersebut.
(2015), citarasa minuman kopi robusta merupakan Pengamatan pendahuluan dilakukan untuk
faktor sangat mempengaruhi loyalitas konsumen mendapatkan karakteristik fisik dan kimia pada
terhadap minuman kopi robusta.Menurut Leroy et ketiga jenis kopi bubuk yang dihasilkan,
al. (2006), cita rasa termasuk dalam sifat-sifat Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar
organoleptik yang dapat diukur dengan indera sari, kadar abu dan nilai pH.
dan dapat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimiawi, Analisis sensoris merupakan merupakan
faktor-faktor agronomi dan teknologis. Penilaian hal yang penting dilakukan dalam pengujian
kualitas organoleptik tergantung pada evaluasi mutu kopi. Pada penelitian ini prosedur analisis
sensorik. Aribut sensoris penting yang diamati sensoris dilakukan sesuai dengan panduan dari
antara lain adalah aroma, aftertaste, body, acidity the Specialty Coffee Association of America
dan sweetness (SCAA, 2009). (SCAA, 2009 ; Borӗm, 2013). Penilaian
Peningkatan kualitas bubuk kopi dapat dilakukan dengan pemberian skor 6 hingga 10
dilakukan dengan penanganan panen kopi yang terhadap kopi bubuk dan seduhan kopi bubuk.
tepat, yaitu melalui petik merah selektif. Buah Atribut sensoris yang diamati pada penelitian ini
kopi yang di panen pada saat kematangan meliputiaroma pada kopi bubuk, serta aftertaste,
sempurna diharapkan akan menghasilkan biji acidity, body, dan sweetness pada kopi seduhan.
kopi dengan kualitas yang baik. Untuk Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih
mengetahui keunggulan dari kopi bubuk yang sebanyak 13 orang. Sebanyak 50 g kopi bubuk
dihasilkan dari buah petik merah selektif, maka diseduh dengan 1200 ml air dengan suhu sekitar
perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi 85°C. Sebanyak 180 ml kopi seduh dari ketiga
sensoris bubuk kopi yang dihasilkan dari biji jenis kopi disajikan pada panelis. Setiap sampel
kopi petik selektif, asalan dan biji kopi yang dilakukan tiga kali ulangan (Dmowski and
biasa digunakan oleh industri pengolah kopi yang Dabrowska, 2014).
ada di kota Bengkulu. Hasil pengamatan terhadap ketiga sampel
dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan
II. METODE PENELITIAN disajikan dalam tabel dan spider web(Stone and
Sidel, 1985).
A. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada III. HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian ini adalah : biji kopi petik asalan, biji
kopi petik merah selektif danbiji kopi dari Pengamatan karakteristik kopi bubuk yang
industri rumah tangga merk X di Kota Bengkulu. diamati meliputi kadar air, kadar sari, kadar abu
Biji kopi beras hasil olahan secara kering yang dan pH. Hasil pengamatan dapat dilihat pada
diperoleh dari buah kopi petik asalan dan petik tabel berikut.
merah selektif dari Kabupaten Kepahiang
Propinsi Bengkulu. Alat dan bahan yang
digunakan adalah : alat pengolahan kopi bubuk,
peralatan uji organoleptik, plastik sealer, oven,

346 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL 1. Penilaian terhadap aroma memperlihatkan
KARAKTERISTIK KOPI BUBUK bahwa ketiga perlakuan kopi mendapatkan
penilaian dominan dengan nilai 9 pada aroma
Perlakuan Kadar air Kadar Kadar pH ashy dan smoky. Dapat dilihat bahwa tingkat
(%) sari (%) abu (%)
Kopi asalan 0,62 0,63 5,80 8,40 kemasakan buah tidak terlihat mempengaruhi
Kopi petik 0,73 0,61 7,68 8,76 aroma kopi bubuk. Hal ini didukung oleh Clarke
selektif
Kopi merk “X” 0,67 0,71 6,32 9,10 &Macrae ((1989), yang menyatakan bahwa kadar
kafein tidak berpengaruh pada aroma. Timbulnya
Menurut Winarno (1993) kadar air aroma ashy dan smoky yang dominan pada
merupakan salah satu karakteristik yang sangat ketiga jenis kopi diduga karena ketiganya
penting, karena mempengaruhi penampakan, mendapatkan perlakuan penyangraian yang sama
tekstur dan cita rasa. Kadar air bubuk kopi yang dengan menggunakan kayu bakar sehingga
diamati berkisar antara 0,62% hingga 0,73%. memungkinkan timbulnya bau asap.
Pada penelitian ini penyanggaraian dilakukan Pada kopi asalan, nilai dominan yang
dengan metode yang sama seperti yang dilakukan teramati yaitu pada aroma earthy sebesar 9.
industry rumah tangga Merk “X” sehingga kadar Menurut Novita, dkk, (2010), pengolahan kering
air relative sama. Penelitian dengan suhu dan yang kurang baik dapat menimbulkan cacat cita
lama penyanggraian yang berbeda menghasilkan rasa, seperti earthy, mouldy dan musty.
kadar air 2,12% hingga 0,57% (Mursalin dan Aroma caramel dominan pada kopi Merk
Tulliza, 2008). “X”. Hal ini dapat timbul karena pada proses
Pengujian sensoris adalah suatu disiplin pengolahan kopi Merk “X” terdapat penambahan
ilmu yang digunakan untuk membangkitkan, sirup gula dan margarin segera setelah proses
mengukur, menganalisis dan menginterpretasi penyanggraian dihentikan.
karakteristik pangan dan bahan pangan Dari ketiga kopi bubuk yang diamati
berdasarkan persepsi seseorang dengan panelis tidak menemukan aroma chemical.
menggunakan indra penglihat, pencium, perasa, Aroma chemical digambarkan sebagai aroma
peraba dan pendengar (Stone and Sidel, 1985). yang menyerupai obat-obatan, biasanya
Uji deskriptif attribute rating, merupakan salah disebabkan adanya residu kimia (SCAA, 2009).
satu pengujian sensoris yang sering digunakan Hasil pengamatan terhadap ketiga sampel
untuk menggambarkan persepsi analitis warna, pada atribut aftertaste, acidity, body dan
tekstur, aftertaste dan atribut lain dengan sweetness, dapat dilihat pada Gambar 2.
menggunakan skala numeric (Setyaningsih, dkk.
, 2010).
Pengujian sensoris yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi pengujian kopi bubuk
berdasarkan aroma, serta kopi seduhan
berdasarkan aftertaste, acidity, body, dan
sweetness. Hasil Pengamatan terhadap aroma
kopi bubuk dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Aftertaste, acidity, body dan


sweetness kopi bubuk dari berbagai teknik petik

Kisaran skor rata-rata hasil penilaian


aftertaste, acidity, body dan sweetness berkisar
antara 6,0 hingga 8,5 pada skala penilaian 6-10
yang berarti berada dalam skor penilaian good
Gambar 1. Aroma Kopi Bubuk dari Berbagai hingga excellent (SCAA,2009). Hasil penilaian
Teknik Petik aftertaste berkisar antara 7,5 (kopi asalan)
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 347
hingga 8.5 (kopi petik masak). Acidity dan body Packaging. Jurnal Of Storage Products
pada kopi petik masak juga cenderung Research 52. P 1-6.
mendapatkan skor penilaian yang lebih tinggi Clarke, R.J. & R. Macrae. 1989. Coffee
yaitu 8,2 dan 8,1. Sedangkan pada penilaian chmestry.Vol. I, II. Elsevier Applied Science.
sweetness, kopi asalan cenderung lebih tinggi London.
dibanding kopi lain yaitu 6,9. Dmowski.P; J. Dabrowska. 2014. Comparative
Dari hasil penelitian dapat terlihat adanya Study of Sensory Properties and Color in
penilaian positif pada perlakuan kopi petik Different Coffee Samples Depending on the
masak. Tingkat kemasakan buah berhubungan Degree of Roasting. Zeszyty Naukowe
dengan kadar kafein dan pH. Semakin masak Akademi Morskiej WCDYNI nr 84
buah, kadar kafein dan pH semakin meningkat padziernik.
(Ky et all, 2001).Kopi petik masak juga
mendapatkan skor penilaian yang tinggi pada Ky C.L., Louarn J., Dussert S., Guyot B., Hamon
body. Menurut Widyotomo, dkk. (2012), kafein S.,Noirot M. 2001. Caffeine, trigonelline,
memberikan kontribusi pada body seduhan kopi. chlorogenic acids and sucrose diversity in
Bisa dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan wild Coffea Arabica L., and C. Canephora P.
kafein, nilai body cenderung akan meingkat. Accessions. Food Chem 75: 223-230.
Skor penilaian tertinggi terhadap sweetness Leroy.T; F.Ribeyre; B.Bertrand; P. Charmetant;
terdapat pada kopi asalan. Dari hasil pengamatan M. Dufour; C. Montagnon; and P. Marraccini.
selama proses penyanggraian kopi asalan, 2006. Genetics of Coffee Quality. Braz.J.Plant
diketahui adanya penambahan gula pada akhir Physiol vol 18 (1)
proses. Pengertian sweetness diartikan sebagai Mursalin dan I.S. Tulliza. 2008. Pengaruh Suhu
lawan dari rasa asam dan berhubungan dengan dan Lama Penyanggraian terhadap Tingkat
adanya kandungan karbohidrat (SCAA, 2009). Kadar Air dan Keasaman Kopi Robusta
Diduga banyaknya buah dengan tingkat (Coffea robusta).
kematangan yang masih rendah dan penambahan Novita,E.; R. Syarief; E. Noor dan S. Mulato.
gula pada kopi asalan, menyebabkan skor 2010. Peningkatan Mutu Biji Kopi Rakyat
penilaian menjadi cenderung tinggi. dengan Pengolahan Semi Basah Berbasis
Produksi Bersih. Agrotek Vol 14 (1) h 76-90.
IV. KESIMPULAN
SCAA, 2009. SCAA Protocols | Cupping
1. Ketiga kopi bubuk sama-sama mendapatkan Specialty Coffee. SCAA, Amerika.
penilaian dominan pada aroma ashy dan Setyaningsih, D., A. Apriyantono, dan M.P. Sari.
smoky. Kopi asalan juga dominan aroma 2010. Analisis Sensoris untuk Industri
earthy dan kopi Merk”X” juga dominan Pangan dan Agro. IPB Press.
aroma caramel.
Stone, H and J.L. Sidel. 1985. Sensory
2. Kisaran skor rata-rata hasil penilaian
Evaluation Practices. Academic Press Inc.
aftertaste, acidity, body dan sweetness
New York.
berkisar antara 6,0 hingga 8,5 pada skala
penilaian 6-10 yang berarti berada dalam Widyotomo, S., H.K. Purwadaria dan C.
skor penilaian good hingga excellent. Kopi Ismayadi. 2012. Peningkatan Mutu Dan Nilai
petik masak mendapatkan skor penilaian ambah Kopi Melalui Pengembangan Proses
yang tinggi pada nilai body. Fermentasi Dan Dekafeinasi. Prosiding
InSINas Disajikan 29-30 Nop 2012.
DAFTAR PUSTAKA

Borem.F.M.; F.C. Ribeiro; L.P. Figueiredo; G.S.


Giomo; F.A. Fortunato and E.P. Isquierdo.
2013. Evaluation of the Sensory and Color
Quality of Coffee Beans Stored in Hermetic

348 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Uji Kesukaan Konsumen Terhadap Saus “Lemea”
[Test of Consumer Likes on Lemea Sauce]
Devi Silsia, Kurnia Harlina Dewi, dan Sefti Aulianda
Jurusan Teknologi Pertanian Faperta UNIB
Jl WR Suprtaman Kandang Limun Bengkulu,38123
E-mail devisilsia@yahoo.co.id

ABSTRACT --- Lemea is a typical food of Rejang tribe. It ismade from fermented bamboo shoot and
fish.Product diversification can increases consumer preference towards lemea. Lemea can be processed into
sauce.This study aims to determine the ratio lemea and chilithat is most preferred by consumers in making
lemea sauce. The design used was completely randomized design. The treatments were lemea and chili ratio
(3:1; 2: 1; 1:1 and 1:2). Number of panelists in this study were 60 people.They were divided to three groups.
The first group was panelist that who did not know lemea, the second group waspanelist that familiar with
lemea and the third group was panelist that know dan liked lemea. The results showed that the ratio lemea
and chilli most preferred by the panelists was 1:1.

Keywords : lemea, sauce, consumer acceptance

ditingkatkan mutunya sehingga kekayaan kuliner


I. PENDAHULUAN ini tidak punah dimakan masa. Beberapa
penelitian telah dilakukantentang lemea.
Lemea adalah salah satu makanan Pemilihan alat dan lama fermentasi yang tepat
tradisional suku Rejang, yang terbuat dari rebung pada proses pembuatan lemea telah dilakukan
dan ikan yang difermentasi. Menurut Dewi dkk oleh Dewi dkk (2012). Silsia,dkk (2013)
(2014), home industry pengolahan lemea melalukan penelitian tentang karakteristik fisik,
tersebar dibeberapa kabupaten di Provinsi organoleptik dan kandungan gizi dari lemea yang
Bengkulu, yaitu Rejang Lebong, Lebong, diproduksi di Kepahyang.
Kepahyang, Bengkulu Utara dan Bengkulu Lemeatidak bisa langsungdimakan,
Tengah. Bahan baku (rebung dan ikan) serta tapiharusdiolahataudimasaklagidenganbumbu-
bumbu yang digunakanpada masing-masing bumbu yang sederhana.Agar makanan tradisional
daerah bervariasi sesuai dengan kondisi daerah ini dapat menarik minat konsumen dan bisa
tersebut. Proses fermentasi pembuatan lemea bersaing dengan makanan modern, maka perlu
secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu dilakukan diversifikasi produk olahan.Menurut
dengan menambahkan nasi sebagai sumber Marsigit (2010) pengembangan diversifikasi
glukosa dan tanpa penambahan nasi (Dewi, pengolahan pangan lokal sangat strategis dalam
2015). menunjang ketahanan pangan. Nuryani dkk
Sebagai hasil produk fermentasi, lemea (2012) telah mencoba membuat sambal lemea.
memiliki beberapa keunggulan karakteristik. Hasil penelitiannyamenunjukkan bahwa sambal
Untuk itu lemea ini harus dipertahankan dan lemea disukai panelis.
Untuk menambah variasi produk olahan tersebut dipanaskan dengan api sedang sampai
lemea dan agar dapat dikenal lebih luas di luar mendidih dan mengental. Saos lemea ini
suku Rejang, lemea dapat juga diolahmenjadi didinginkan dan kemudian dimasukkan ke dalam
saos lemea.Saos lebih sering dikonsumsi sebagai botol yang telah disterilkan.
pelengkap dalam menyantap makanan ringan
ataupun berat. Akan tetapi komposisi bahan baku Parameter Pengamatan
dalam pembuatan saos lemea yang disukai Parameter yang diamati meliputi tingkat
konsumen belum diketahui.Penelitian ini kesukaan konsumen dengan menggunakan uji
bertujuan untuk menentukan rasio lemea dan mutu hedonik (Soekarto,1985). Uji kesukaan
cabe yang paling disukai konsumen dalam terhadap saos lemea terdiri dari respon
pembuatan saos lemea dilihat dari parameter kenampakaan (warna), aroma dan rasa. Panelis
warna, aroma dan rasa. yang digunakan berjumlah 60 orang yang terdiri
dari 3 kelompok. Kelompok pertama adalah
II. METODE PENELITIAN panelis yang tidak tahu lemea(20 orang),
kelompok kedua adalah panelis yang tahu lemea
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium (20 orang) dan kelompok ketiga adalah panelis
Teknologi Pertanian Universitas Bengkulu, dan yang tahu dan suka lema (20 orang).
Perumnas Talang Rimbo Curup.
TABEL I
A. Bahan dan Peralatan SKALA PENILAIAN UJI ORGANOLEPTIK LEMEA
Bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah Lemea yang diperoleh dari Bengkulu Skala numerik Skala hedonik
5 Sangat suka
Utara, cabai, minyak goreng, air, tepung 4 Suka
maizena, garam, penyedap rasa, dan bumbu- 3 Netral
2 Tidak suka
bumbu dapur. Peralatan yang digunakan adalah 1 Sangat tidak suka
timbangan, kompor, wajan, blender, saringan,
sendok, pisau, nampan dan botol pengemas. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis
B. Prosedur Penelitian dangan(ANOVA). Untuk data yang
Rancangan yang digunakan dalam bedanyatadilakukanujilanjutdenganuji Duncan
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
(RAL) dengan 1 faktor, yaiturasio Lemea dan
cabe yang terdiri dari 4 taraf yaitu 3 Kg Lemea : III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Kg Cabe, 2 Kg Lemea : 1 Kg cabe, 1 Kg lemea
: 1 Kg cabe dan 1 Kg lemea : 2 Kg cabe. Tingkat Kesukaan konsumen terhadap warna.
Pembuatan saos lemea Warna merupakan salah satu parameter
Prosedur pembuatan saos lemea diadopsi fisik produk pangan yang sangat penting.
dari Koswara (2009). Saos lemea dibuat dalam Kesukaan konsumen terhadap produk pangan
berbagai komposisi sesuai dengan rancangan juga ditentukan oleh warna produk tersebut.
penelitian. Lemea yang diperoleh dari Bengkulu Warna suatu bahan pangan dipengaruhi oleh
Utara dicampur dengan cabai dan bumbu cahaya yang diserap dan dipantulkan dari bahan
tambahan (cabai rawit 10 g, bawang merah dan itu sendiri dan juga ditentukan oleh fakor dimensi
putih masing – masing 40 g, garam 25 g, yaitu warna produk, kecerahan, dan kejelasan
penyedap rasa 3 g, dan air 60 ml). Campuran warna produk (Rahayu, 2001). Konsumen
inidihaluskan dengan blender.Selanjutnya tertarik untuk mencoba suatu makanan ketika
disaring untuk mendapatkan tingkat kehalusan melihat warna dari bahan pangan. Warna bahan
yang sama. Kemudian ditambahkan 25 g tepung pangan berfungsi membangkitkan selera makan
maizena yang telah dilarutkan dengan air dengan konsumen dan dapat sebagai indikator mutu dan
perbandingan 1 : 3, diaduk secara merata penerimaan pangan.Apabila warna suatu produk
sehingga membentuk bubur lemea–cabe. Bubur makanan tidak sesuai dengan yang di harapkan,

350 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


konsumen akan menganggap rasa dari makanan TABEL II
tersebut berbeda dari biasanya.Tingkat kesukaan HASIL UJI LANJUT TINGKAT KESUKAAAN
panelis terhadap warna saos lemea dapat dilihat KONSUMEN TERHADAP WARNA SAOS LEMEA
pada gambar 1.
Perlakuan Nilai rerata Nilai rerata Nilai rerata
Rasio Lemea: kesukaan kesukaan kesukaan
Cabe panelis yang panelis yang panelis yang
tidak tahu tahu lemea tahu dan suka
lemea lemea
a a
3:1 1,60 1,55 1,65a
b b
2:1 2,60 2,30 2,50b
1:1 4,45c 4,00c 4,20c
1:2 4,20c 3,80d 3,75d
Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf
5%.

Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa


makin banyak lemea yang ditambahkan maka
tingkat kesukaan konsumen makin berkurang.
Hal ini disebabkan karena yang berperan
memberi warna merah pada saos lemea adalah
Gambar 1.Tingkat kesukaan konsumenterhadap cabai. Hal ini sejalan dengan penelitian Ikhsani
warna saos lemea pada berbagai rasio lemea : dan Wahono (2015) serta Nataliningsih (2009).
cabai
Tingkat Kesukaan konsumen terhadap aroma.
Aroma umumnya didapat dengan
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa
mengenali hasil penciuman.Aroma mempunyai
seluruh konsumen, baik kelompok yang tidak
peranan yang sangat penting dalam
tahu lemea, kelompok yang tahu lemea dan
penentuanderajat penilaian dan kualitas suatu
kelompok yang tahu dan suka lemea menyukai
bahan pangan. Selain bentukdan warna, bau atau
warna saos dengan rasio lemea : cabai, 1 : 1 .
aroma akan berpengaruh dan menjadiperhatian
Tingkat kesukaaannya berada pada level suka–
utama. Menurut Soekarto (2007), aroma
sangat suka. Nilai tertinggi diberikan oleh
merupakan salah satu parameter yang
kelompok yang tidak tahu lemea, yaitu
menentukan rasa enak suatu makanan. Dalam
4,45.Sebagian besar konsumen memberikan
banyak hal aroma memiliki daya Tarik tersendiri
alasan bahwa saos lemea dengan komposisi 1 :
untuk menentukan rasa enak dari produk
1menyerupai warna saos pada umumnya yang
makanan itu. Pada umumnya konsumen sangat
tidak begitu merah ataupun terlalu pucat.
menyukai aroma yang khas dan tidak
Tingkat kesukaan konsumen yang paling
menyimpang dari aroma normal. Tingkat
rendah terhadap warna saos lemea adalah pada
kesukaan konsumen terhadap aroma saus lemea
rasio 3 : 1, yaitu 1,60. Tingkat kesukaan ini
dapat dilihat pada gambar 2.
berada pada range sangat tidak suka – tidak suka.
Rendahnya tingkat kesukaaan konsumen ini,
diduga karena rasio lemea yang tinggi. Lemea
memiliki warna putih kusam, sehingga warna
saos yang dihasilkan merah pucat, sangat berbeda
dengan warna saos pada umumnya.
Hasil uji statistik dengan ANAVA
memiliki nilai signifikansi (p< 0,05). Semua
perlakukan memberikan perbedaan yang nyata
pada aroma saos lemea yang dihasilkan. Hasil uji
lanjut dengan DMRT pada taraf 5 % dapat dilihat
Gambar 2.Tingkat kesukaan konsumen terhadap
pada tabel 2.
aroma saos lemea pada berbagai rasio lemea :
cabai

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 351


Untuk aroma konsumen memberikan dari perlakuan 1 : 1, mengakibatkan aroma saos
nilai tertinggi pada saos lemea dengan perlakuan yang dihasilkan dominan aroma cabai. Sehingga
1 : 1 (1 kg lemea : 1 kg cabai). Nilai yang rerata skor yang diberikan konsumen lebih
diberikan berkisar dari 3,70 – 3,95 (netral – rendah. Konsumen menambahkan bahwa pada
suka). Konsumen memberikan alasan bahwa perlakuan 1 : 2 aroma yang dihasilkan
aroma pada komposisi ini lebih netral dan mendekati aroma sambal.
memiliki sedikit aroma khas, walau mereka tidak Kalau dibandingkan antara kelompok
mengetahui penyebab timbulnya aroma tersebut. konsumen, maka skor kesukaan konsumen untuk
Nilai terendah diberikan konsumen untuk aroma saos lemea semakin meningkat dari
perlakuan 3 : 1. Pada perlakuan ini kelompok konsumen yang tidak kenal lemea, konsumen
panelis yang tidak tahu lemea memberikan nilai yang kenal lemea dan konsumen yang kenal dan
sebesar 1,15, untuk panelis yang tahu lema suka lemea. Konsumen yang kenal dan suka
memberikan nilai 1,60 keduanya berada pada lemea memberikan skor lebih tinggi karena
range sangat tidak suka – tidak suka sedangkan mereka sudah familiar dengan aroma lemea.
panelis yang tahu dan kenal lemea memberikan Tingkat Kesukaan konsumen terhadap Rasa
nilai 2,60(tidak suka-netral).
Hasil uji statistik menunjukan bahwa Rasa suatu produk makanan dipengaruhi
semua perlakuan memberikan hasil berbeda oleh beberapa faktor, yaitu susunan kimia, suhu,
nyata terhadap aroma saus lemea. Hasil uji lanjut konsentrasi dan interaksi antara komponen. Rasa
dengan DMRT pada taraf 5 % dapat dilihat pada merupakan salah satu faktor yang memegang
tabel 3. peranan penting dalam menentukan kepuasan
konsumen untuk menolak atau menerima suatu
TABEL III produk.Meskipun hasil penelitian terhadap
HASIL UJI LANJUT TINGKAT KESUKAAAN parameter lain lebih baik, tetapi jika rasa produk
KONSUMEN TERHADAP AROMA SAOS LEMEA memberikan penilaian tidak enak, maka akan
Perlakuan Nilai rerata Nilai rerata Nilai rerata ditolak oleh konsumen (Fillow,2000). Tingkat
Rasio Lemea: kesukaan kesukaan kesukaan
Cabe panelis yang panelis yang panelis yang
kesukaan konsumen terhadap rasa saos lemea
tidak tahu tahu lemea tahu dan suka dapat dilihat pada gambar 3.
lemea lemea
3:1 1,15 a
1,60 a
2,60a
Rasa saos lemea adalah perpaduan antara
2:1 2,25 b
2,40 b
3,55b rasa lemea dan cabai serta rasa bumbu yang
1:1 3,90c 3,95c 3,95c
1:2 3,70c 3,75c 3,50b
ditambahkan. Karena bumbu yang ditambahkan
Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf sama untuk setiap perlakuan maka rasa bumbu
5%. menjadi kurang terkesan oleh konsumen.Tingkat
Dari tabel 3 terlihat bahwa kesukaan kesukaan tertinggi untuk rasa diperoleh pada
konsumen terhadap aroma saos lemea makin perlakuan rasio lemea : cabai 1 : 1. Nilai yang
meningkat dengan berkurangnya rasio lemea. Ini diberikan berkisar dari 4,40 – 4,60, yang berada
menunjukkan bahwa lemea lah yang sangat pada range suka – sangat suka. Menurut
berperan memberikan aroma pada saos lemea. konsumen perlakuan 1 : 1 mendekati rasa saos
Sebagai produk hasil fermentasi lemea memiliki pada umumnya, walau ada sedikit rasa khas.
aroma yang khas, yang merupakan efek dari
proses fermentasi ikan yang dicampur dengan
rebung muda. Lemea memiliki aroma langu dan
asam (Silsia dkk, 2013). Semakin banyak rasio
lemeanya maka aroma saos lemeanya juga makin
langu dan asam. Sehingga tingkat kesukaan
konsumen makin berkurang.
Dari hasil uji lanjut (Tabel 3) diketahui
bahwa aroma perlakuan 1 : 1 dan 1 : 2 secara
statistik berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan
karena rasio lemeanya yang sama. Tetapi karena Gambar 3. Tingkat kesukaan konsumen terhadap
pada perlakuan 1 : 2 rasio cabai dua kali lipat rasa saos lemea pada berbagai rasio lemea : cabai

352 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Hasil uji Anava memiliki nilai berada pada range 4,00 - 4,45 (suka –sangat
signifikansi (p < 0,05),yang menyatakan bahwa suka), karena warna yang dihasilkan pada
semua perlakukan memberikan perbedaan yang perlakuan ini sesuai dengan warna saos pada
nyata pada rasa saos lemea yang dihasilkan. umumnya. Untuk aroma tingkat kesukaan
Hasil uji lanjut dengan DMRT dapat dilihat pada konsumen berada pada range 3,90 – 3,95 (netral
table 4. – suka), sedangkan untuk rasa tingkat kesukaan
konsumen berada pada range 4,50 – 4,60 (suka –
TABEL IV. HASIL UJI LANJUT TINGKAT sangat suka). Menurut konsumen aroma yang
KESUKAAAN KONSUMEN TERHADAP RASA SAOS dihasilkan pada perlakuan ini netral dan memiliki
LEMEA aroma yang sedikit khas, dan memiliki rasa
Perlakuan Nilai rerata Nilai rerata Nilai rerata sesuai dengan rasa saos pada umumnya.
Rasio Lemea: kesukaan kesukaan kesukaan
Cabe panelis yang panelis yang panelis yang
tidak tahu tahu lemea tahu dan suka
lemea lemea DAFTAR PUSTAKA
3:1 1,75a 1,90a 2,25a Dewi, K.H, Meizul Z dan Erni S, 2012,
2:1 2,00a 2,55b 3,10b
1:1 4,40c 4,55c 4,60c
Penerimaan Konsumen terhadap produk
1:2 3,20b 3,50d 3,50d Lemea Makanan Tradisional Suku Rejang
Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf pada Berbagai Tempat dan Lama Fermentasi,
5%. Prosiding Seminar Nasional dengan Tema
Sebagaimana aroma, rasa saos lemea juga Menuju Pertanian yang Berdaulat, Fakultas
dipengaruhi oleh jumlah lemea yang Pertanian Universitas Bengkulu.
ditambahkan, semakin banyak rasio lemeanya
Dewi,K.H, Devi,S., Laili,S. Dan Hasanuddin.
semakin kecil nilai kesukaaan konsumen. Pada
2016, Pemetaan Industri Lemea, Makanan
perlakuan rasio lemea 3 dan 2 kali dari cabe,
Tradisional Suku Rejang di Provinsi
tingkat kesukaan konsumen yang tidak tahu
Bengkulu, Agrisep,13 (1).
lemea berada pada rangesangat tidak suka – tidak
suka. Hal ini disebabkan karena lemea Dewi,K.H., 2015, Raw Material Inventory and
merupakan produk hasil fermentasi, dimana Fermentation Process in lemea Industry the
proses fermentasi akan menyebabkan perubahan Traditional Food of Rejang Tribe,
tekstur dan cita rasa (Syamsir, 2011). Lemea International Journal on Advanced Science
memiliki rasa yang asam yang khas sebagai hasil Engineering, Information Technology, Vol 5
fermentasi rebung dan ikan. Jika jumlah No 3.
lemeanya lebih banyak dari cabe, maka rasa saos Fellow,A.P, 2000, Food Procession Technology,
yang dihasilkan juga sedikit asam. Tetapi untuk Principles and Practise 2nd ed, Woodread
konsumen yang kenal dan suka lemea, tingkat Publishing Limited and CRC Press LLC.
kesukaan pada perlakuan ini berada pada range http://www.crcpresss.com/product/isbn.
netral. Ikhsani,A.Y. dan Wahono,H.D, 2015, Pengaruh
Pada perlakuan rasio cabai lebih banyak Proporsi Pasta Labu Kuning dan Cabe Rawit
dari lemea, tingkat kesukaan seluruh konsumen serta Konsentrasi Ekstrak Rosella Merah
berada pada range netral – suka. Jumlah cabai Terhadap Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus
yang dua kali lipat dari lemea bisa menutupi rasa Labu Kuning Pedas, Jurnal Pangan dan
khas lemea. Tetapi tingkat kesukaan pada Agroindustri Vol 3 No 2.
perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan 1 : Koeswara, Sutrisno, 2009, Pengolahan Aneka
1. Saus, Ebook Pangan, Jakarta.
IV. KESIMPULAN Marsigit,W, 2010, Pengembangan Diversifikasi
Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu Untuk
Rasio lema dan cabai yang paling disukai Menunjang Ketahanan Pangan Berkelanjutan,
konsumen dalam pembuatan saos lemea adalah1 Agritech, Vol.30 No 4.
: 1 ( 1 Kg Lemea : 1 Kg cabai). Pada perlakuan Nataliningsih, 2009, Pengaruh Imbangan Tomat
ini tingkat kesukaan konsumen untuk warna. (Lycopersicum esculetum Mill) dan Labu

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 353


Kuning (Cucurbita maschata ex.Poir) terhadap Soekanto, S.T, 1985, Penilaian Organoleptik
Karakteristik Saus Tomat, Makalah Karya Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian,
Ilmiah, Fakultas Pertanian, Universitas Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Bandung Raya Soekarto,S., 2007, Dasar Pengawetan dan
Nuryani,Y.,Laili S dan Kurnia,H.D, 2012, Uji Standarisasi Mutu Bahan Pangan, Dirjen
Kesukaan Konsumen terhadap Sambal Lemea Perguruan Tinggi Antar universitas, Pangan
sebagai Makanan Khas Suku Rejang dan dan Gizi IPB, Bogor.
Perubahan Mutu Produk pada berbagai Suhu Syamsir, E, 2011, Pangan Fermentasi Tradisional
Penyimpanan, Jurnal Agroindustri, Vol 2 No Indonesia,
2. https://www.seafast.ipb.ac.id/articles/179-
Rahayu, 2001, Penuntun Praktikum Penilaian pangan-fermentasi-tradisional-indonesia.
Organoleptik, Jurusan Pangan dan Gizi, Fateta
IPB, Bogor.
Silsia,D.,Kurnia,H.D, Laili, S.,dan Hasanuddin,
2013, Karakteristik Fisik , Organoleptik ,
Biologi Dan Kandungan Gizi,”Lemea”
Makanan Tradisional Suku Rejang Yang
DiproduksiDi Kepahiyang,
repository.unib.ac.id

354 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Uji EfektivitasAntimikrobia Asap Cair Cangkang Sawityang Dihasilkan
pada Pirolisis Udara Terkedali terhadap Mikrobia Pembusuk Ikan
[Effectiveness of Liquid Smoke Antimicrobial Palm Shell in The Air Controlled Pyrolisis
of Fish Microbia Spoilage]
Desi Ardilla1., Tamrin2, Basuki Wirjosentono2, Edyanto3
1
Prodi Teknologi HasilPertanian,UMSU,2Prodi Kimia Pasca Sarjana USU
3
Prodi Kimia Unimed
Email: ardila.desi@gmail.com

Abstrak --- This research to determine the activity of the antimicrobial in the liquid smoke palm shells
obtained by the method of pyrolysis pyrolysis of air controlled by flowing nitrogen gas with a flow rate of 60
ml / sec (ACN1), test the activity of microbes conducted by the method of Kirby-bauer against microbial
spoilage of fish, namely, Staphilococcusaureus, Bacillus subtillis, E coli and Pseudomonas fluorencens use the
media MHA and paper disc that has been poured liquid smoke produced at a temperature of 500o, 700o,
900oC and incubated for 18 hours and measured inhibitory zone microbes, the analysis results obtained
inhibition zone largest in smoke 500oC temperature liquid media Bacillus subtillis 34.12 mm and the smallest
inhibitory zone at a temperature of 900oC, Pseudomonas media fluorencens 10.00 mm.
Keyword: Liquid Smoke ,NitrogenGas,Microbial Spoilage ,Zone of Inhibition
I. PENDAHULUAN penguraian gas yang tidak teratur dari bahan
organik atau senyawa komplek menjadi zat
Asap cair sudah dikenal dapat
dalam 3 bentuk yaitu: padatan, cairan dan gas
dimanfaatkan sebagai bahan pengawet pangan
yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa
alami karena terdapat senyawa antimikrobia
berhubungan dengan udara luar dengan suhu
didalam asap cair diantaranya senyawa phenol,
yang cukup tinggi.Pirolisis adalah salah satu
asam asetat dan asam organik lainnya.
metode untuk memanfaatkannya menjadi bahan-
Cangkang kelapa sawit dapat digolongkan
bahan yang berguna. Metode ini di defenisikan
kedalam kayu keras karena kandungan ligninnya
sebagai suatu proses dekompresi senyawa kimia
cukup tinggi yaitu 29,4% sehingga peneliti
dengan suhu tinggi, dengan pembakaran tidak
menggunakan cangkang sawit sebagai bahan
sempurna atau suatu proses pembuatan kimia
baku dalam pembuatan asap cair.Asap cair
melalui aksi panas. Secara umum perubahan
diperoleh dengan metoda pirolisis menggunakan
kimia dapat meliputi crosslinking, isomerisasi,
gas nitrogen. Pirolisi dapat didefenisikan suatu
deoksigenasi, demitrogenasi dan sebagainya.
proses dekomposisi bahan yang mengandung
Bahan yang paling mudah di dekomposisi adalah
karbon baik yang berasal dari tumbuhan, hewan
selulosa. Hasil dari proses pirolisis dapat berupa
maupun sejenis kayu yang menghasilkan arang
gas, cairan dan padatan, (Murtadho,D. et.al
(karbon) dan asap yang dihasilkan dapat
1988).
dihasilkan asap cair dengan cara
Awaluddin (2007) pirolisis adalah
mengkondensasikan menjadi destilat. Menurut
penguraian tidak teratur dari bahan-bahan
Sulaiman (2004) pirolisis adalah proses
organik yang disebabkan adanya pemanasan dapat diperoleh data asap cair yang paling tinggi
tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal ini atau paling rendah hambatannya terhadap
mengandung pengertian apabila cangkang kelapa bakteri.
sawit dipanaskan tanpa berhubungan dengan
udara luar dan diberi suhu tinggi maka akan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa Asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis
yang menyusun cangkang dan menghasilkan zat dengan perlakuan gas N2 (acks N₁) dan tanpa
dalam 3 bentuk yaitu : padatan, cairan dan gas. gas N2 (acks N₀) setelah dianalisa dengan
Pada penelitian ini penulis melakukan GCMS akan diaplikasikan sebagai bahan
pirolisis dengan metoda, pirolisis udara pengawet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
terkendali menggunakan gas nitrogen dengan Asap cair yang digunakan adalah asap cair yang
kecepatan alir 60 ml/detik dihasilkan pada suhu 500oC, 700oC dan 900oC.
Aktivitas mikribia ditentukan bila ada
II. BAHAN DAN METODE tidaknya zona bening yang terbentuk pada media.
Bahan dan Alat Zona bening menunjukkan bahwa asap cair
mampu menghambat pertumbuhan bakteri.
Limbah cangkang kelapa sawit,K₂SO₄,Gas Uji mikroba pada penelitian ini dilakukan
n₂, H₂SO₄ ,Ikan lele ,Aquades,mikrobia,NaOH untuk melihat aktivitas dari asap cair sebagai
50%, MHA,HCl. antimikroba. Jika suatu bakteri memiliki waktu
Alat pirolisis yang digunakan alat furnice generasi 20 menit, berarti 1 sel bakteri tersebut
(pengabuan) dilengkapi dengan pengatur suhu akan memperbanyak diri menjadi 2 sel dalam
digital, kondensor tipe spiral dengan 30 lilitan, waktu 20 menit, tetapi tidak semua sel yang
tabung gas N₂ selang, seperangkat alat distilasi, terbentuk akan terus hidup.
timbangan analitis, botol timbang, labu Dari data perbandingan zona hambat pada
erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, labu takar, asap cair yang diperoleh dari proses pirolisis
corong pisah, cawan petri, ose, paper dish, udarabebas diketaui bahwa asap cair yang
mikropipet, tabung reaksi, lemari pendingin, dihasilkan dengan rentang suhu 100ᵒC tidak
inkubator, lampu bunsen, oven, autoklaf, pH memberikan efek yang nyata pada sifat
meter, soxlet, kjeldhal. antimikrobianya, sesuai dengan pernyataan
Metoda Penelitian Fretheim, dkk ( 1980) bahwa peningkatan
Penelitian ini menggunakan metode temperatur sebesar 150ᵒC sampai 200ᵒC tidak
eksperimental laboratorium dengan rancangan merubah komposisi kondensat asap cair tetapi
acak lengkap faktorial (Completely Randomised terjadi sedikit peningkatan efek antioksidan dan
Factorial Design). Sebagai variabel bebas adalah tidak berpengaruh terhadap efek antimkrobianya.
asap cair cangkang kelapa sawit dengan berbagai Untuk zona hambat pada asap cair yang dialiri
suhu, kuantitas bakteri dibuat tetap (variabel gas N2 lebih luas, hal ini dapat dijelaskan karena
tetap). Dan variabel terikat adalah daya hambat asam asetat dan phenol sangat efektif sebagai zat
bakteri dan ketahanan ikan dalam hari. antimikroba, efek antimkroba asam organik
lemak dihasilkan dari efek kombinasi molekul
Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair cangkang yang terdesiosiasi dan molekul yang tidak
kelapa sawit secara In Vitro tersesiosiasi yang dapat secara langsung
Sebanyak 0,1 ml inokulum bakteri dicampur mengasamkan sitoplasma, merusak tegangan
homogen dengan 15 ml media MHA di cawan permukaan membran, hilangnya trasporaktif
petri steril, kemudian dibiarkan sampai memadat, makanan melalui membran sehingga
lalu diletakkan paper dish/ cakram kertas yang menyebabkan destabilisasi bermacam-macam
telah ditetesi 0,1 ml ACCKS dengan berbagai fungsi dan struktur komponen sel.
suhu, lalu dibiarkan selama 15 menit, dan Efek lain dari zat anti mkrobia yang
diinkubasi dalam inkubator pada temperatur diakibatkan oleh molekul-molekul yang
35°C selama 18 jam. Hasil inkubasikemudian terdisosiasi (menghasilkan H+ dan anion)
dilihat dan daerah yang jernih diukur (merupakan menyebabkan pH turun.
daerah hambatan pertumbuhan bakteri), maka
356 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Pada pH yang sangat rendah asam asetat dapat Menurut Branen & Davidson (1980) bakteri
menyebabkan denaturasi enzim dan ketidak gram(+) umumnya lebih peka terhadap phenol
stabilan permeabilitas membran sel bakteri dibandingkan bakteri gram(-), hal ini karena
sehingga menghambat pertumbuhan dan lapisan lipopolisakarida yang secara keseluruhan
menurunkan daya hidup bakteri. mengelilingi dinding sel bakteri gram(-) bisa
menghalangi masuknya asam lemak sehingga
Tabel 1. Uji aktivitas ACCKS N2 terhadap
dapat mencegah penumpukan lemak pada
mikrobia ( Zona hambat)
membran sel oleh sebab itu bakteri gram(-) lebih
Mikrobia Suhu(C tahan terhadap phenol.
o
) Phenol merupakan salah satu komponen
500 700 900 utama asap cair yang digunakan sebagai salah
S aureus 27,51 17,61 21,44 satu parameter mutu asap cair, bagian reaktif dari
Pseudomonas 22,88 17,62 10,00 senyawa antimikrobia phenol merupakan gugus
B. substilis 34,12 21,60 10,06 hidroksil bebas, phenol memberi efek antibakteri
E.coli 21,20 13.42 Tidak dan antioksidan.
terukur Semakin tinggi kadar phenol maka semakin
tinggi tingkat keasaman asap cair, penggunaan
Dari data pada table 1. Zona hambat bakteri phenol sebagai antimikroba pada makanan
dapat dilihat pada histogram di bawah ini dibatasi karena sifat toksinnya, konsentrasi
pemakaian phenol pada makanan disarankan
M4S3 0,02-1%.
M4S2 Konsentrasi labih besar dari 1% phenol
450.00
0.00
30.84 berperan sebagai bakteriosidal sedangkan pada
400.00 M4S1
22.40 konsentrasi 0,5-1% bisa digunakan sebagai
350.00 20.12
23.49 43.20 M3S3 anestesi lokal dan dapat diinjeksikan sebagai
13.23
Zona Hambat

300.00 25.36 analgesik sampai 10ml pada jaringan, dalam


37.73 68.24 M3S2
250.00 15.17 20.09 bentuk larutan sampai konsentrasi 1% phenol
200.00 38.30 35.24 M3S1
30.33 berperan sebagai bakteriostatik (kematian
150.00 17.21 42.87 M2S3
38.49 42.87 bakteri). Mekanisme phenol dalam membunuh
100.00 38.49 35.22 M2S2 mikroba adalah reaksi antara asam fenolat
50.00 18.88
41.46 55.01 M2S1
dengan protein (dalam hal ini mikroba).
0.00 Pada kondisi enzimatis dengan adanya enzim
N2 N0 M1S3 fenolase yang bekerja secara alami pada pH
M = mikrobia S= suhu M1S2 netral, asam fenolat dioksidasi menjadi kuinon
yang dapat bereaksi dengan lisin dari protein
yang menyebabkan protein tersebut tidak dapat
Bila dilihat zona hambat satu persatu akan digunakan secara biologis (Hurrell, 1984).
terlihat bahwa pada asap cair yang dialirkan gas Pada saat terjadinya pemutusan ikatan
N2 zona hambat yang paling tinggi adalah pada rangkap peptidaglukan H⁺ lepas sehingga
media S.aureus karena bakteri ini bersifat gram bereaksi dengan membran sel yang
(+), tidak membentuk spora, zona hambat tinggi mengakibatkan membran sel bocor atau
menunjukkan aktivitas mikrobia tinggi. terkoyak, bocornya membran sel sitoplasma akan
S.aureus merupakan bakteri gram(+) dengan keluar efeknya terhadap mikrobia akan
dinding sel relatif tebal dan berlapis tunggal, menggangu proses metabolisma yang lama
dimana dinding sel memiliki kandungan lipid kelamaan mikrobia akan mati.
yang rendah dengan kandungan peptidoglikan Hasil analisa didukung oleh Muslimin, (1996)
tinggi mengandung asam leikoat. mekanisma daya kerja antimikrobia terhadap sel
Bakteri gram(+) berbentuk bulat lebih rentan adalah: Merusak dinding sel, Mengganggu
terhadap penicilin dan bakteri ini merupakan permebilitas sel, dan Menghambat aktivitas
bakteri anaerob dengan suhu optimum 30-37oC enzimdan sintesa asam nukleat.
dan nilai pH optimum 7-7,5.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 357


Darmaji (1995), Senyawa yang sangat sehingga dapat mempengaruhi derajat
berperan sebagai antimikrobia adalah phenol dan penerimaan komsumen (Enklun et al,1982).
asam asetat dan peran semakin meningkat Bakteri ini bersifat psikrofilik, tumbuh pada
apabila keduamya digabungkan. tempratur 4oC sehingga dapat berkembang biak
Menurut Pearson dan Tauber (1973) Phenol dengan cepat walaupun ikan disimpan pada suhu
selain bersifat bakterisidal juga sebagai sifat dingin, tumbuh baik pada bahan pangan yang
antimikirobia atau antioksidan terutama pada berprotein menghasilkan lendir, berwarna dan
senyawa phenol dengan titik didih tinggi seperti bau (Palleroni,1984), tidak membentuk spora,
2,6 dimetoksi phenol, 2,6 dimetoksi-4 metil gram(-) aerob, tempratur optimum 25-30oC, mati
phenol dan 2,6 dimetoksi phenol-4 ethyl phenol. dengan pemanasan.
Asam asetat merupakan asam organik yang Pseudomonas ini paling peka terhadap asap
terdapat dalam asap cair dan bersifat antimikroba cair, pH minimum pertumbuhannya adalah 5,55
pada konsentrasi 5% mempunyai efek sehingga kematian bakteri ini selain oleh adanya
bakteriosidal, bersifat mampu menembus dinding aktivitas senyawa antimikroba juga oleh pH
sel secara efisien mampu menetralisir pH tran lingkungan yang sedikit lebih rendah dari pH
membran, efektif terhadap bakteri dari genus hidupnya.
Berikutnya zona hambat yang juga tinggi Dibandingkan dengan Pseudomonas
adalah media Basillus subtilis karena bakteri ini fluroensen, E.coli mempunyai daya tahan yang
juga bakteri gram(+), bentuk spora dan bentuk lebih tinggi karena E.coli menggunakan asam
vegetatif dari bakteri ini dapat ditemukan pada asetat sebagai sumber karbon tunggal untuk
makanan, air dan tanah, bakteri ini bersifat hidupnya sehingga memungkinkan jumlah asam
sporatif tumbuh pada pH 5,5-8,5 pada tempratur asetat sebagai salah satu senyawa antimikrobia
maksimal 45-55oC juga dapat tumbuh dalam dalam asap cair berkurang karena digunakan oleh
larutan NaCl 7% menggunakan sitrat sebagai bakteri ini.
sumber karbon, mereduksi nitrat menjadi nitrit, Menurut Ray Sandine (1992) E.coli
mengeluarkan kasein dan mencerna alkaline dari mempunyai kemampuan mengatur pH internal
susu, tidak tumbuh pada media anaerob (Claus & sitoplasma dengan adanya perubahan pH
Barkeley, 1986). lingkungan hidupnya tidak berpengaruh besar
Bacillus subtilis tahan terhadap asap cair terhadap kehidupan bakteri ini.
walaupun tidak sekuat E.coli seperti dijelaskan Salah satu alasan bakteri ini dianalisa karena
diatas, bakteri ini bersifat sporatif yang mampu selain sebagai bakteri pembusuk ikan E.coli juga
melindungi diri dari keadaan yang mengancam menjadi indikator layak tidaknya suatu bahan
perkembangannya. pangan dikonsumsi ataupun air layak diminum
Terjadinya hambatan pertumbuhan akibat atau tidak.
pemberian asap cair dapat dilihat dari tingginya Pada asap cair yang dialirkan gas N2 ada
zona bening pada media yang diberi asap cair terindikasi senyawa asam organik yaitu asam
10%. Menurut Ray (1996) menyarankan bahwa formiat, asam formiat adalah salah satu asam
asam organik seperti asam asetat dapat yang ada akibat dari aktivitas mikroba E.coli
mengganggu kestabilan spora jadi ada potensi sehingga dengan adanya asam formiat pada asap
bila asap cair dikombinasi dengan teknik cair ini tidak memberikan efek yang signifikan
pengawetan lain dapat membunuh bakteri ini. terhadap luasnya zona hambat mikrobia ini,
Untuk bakteri Pseudomonas fluroensen dan E.coli tidak dapat menggunakan sitrat..
E.coli adalah bakteri bersifat gram(-), kedua jenis Mikrobia pathogen kecuali S.aureus dapat
bakteri ini lebih tahan terhadap phenol. Bila dihambat dengan kadar garam 10-12%, hal ini
diihat dari sifat Pseudomonas yang banyak sesuai dengan uji aktivitas mikrobia zona hambat
terdapat di tanah dan air dengan mudah terluas adalah pada media S.aureus pada kedua
mengkontaminasi ikan dan menyababkan jenis asap cair yang diujikan.
kerusakan. Hasil analisa penelitian diatas didukung oleh
Akibat dari aktivitas metabolisme bakteri ini pendapat peneliti terdahulu Piddock (1990)
menimbulkan lendir pada permukaan bahan dalam Branen, Davidson & Sotos (2005) :
pangan, bau, flavour dan perubahan warna
358 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
- Aktivitas mikrobia yang menghasilkan Darmadji, Purnomo. 1996. Antibakteri Asap Cair
diameter penghambat 30-35mm dinyatakan dari Limbah Pertanian. Agritech.Yogyakarta.
aktivitas mikrobia tinggi. 16 (4) : 19-22.Antioxidants and Lipids. Food
- Diameter penghambat antara 20-30mm Tech. 34 : 42-53.
aktivitas mikrobianya sedang. Enklund, M.W., G.A. Pelroy,R. Paranjpye, M.E.
- Diameter panghambat antara 15-20mm Peterson and F.M. Teeny.1982. Inhibition of
aktivitas mikrobianya rendah (resisten/tidak Clostridium botulinum types A and E Toxin
efektif) Production by Liquid Smoke and NaCl in
Mikrobia pembusuk pada ikan tergolong Hot- Process Smoke-Flavored Fish . J. of
dalam mikrobia psikrofilik sehingga Food Prot.45 (10) : : 935-941
penyimpanan suhu rendah malah mendorong atau Gordon, R.E., W.C. Haynes and C.H.N. Pang.
memberi kondisi optimum pada mikrobia 1973. The Genus Bacillus. Agricultural
pembusuk oleh karena itu ikan asapan lebih tahan Researh Service. United States Dep. Of
lama disimpan daripada dibekukan. Agriculture. Pp. : 36-41.
IV. KESIMPULAN Himawati, Endah. 2010.
PengaruhPenambahanAsapCairTempurungK
Mikrobia pathogen kecuali S.aureus dapat elapaDestilasidanRedestilasiTerhadapSifat
dihambat dengan kadar garam 10-12%, hal ini Kimia, Mikrobiologi,
sesuai dengan uji aktivitas mikrobia zona hambat danSensorisIkanPindangLayang
terluas adalah pada media S.aureus pada kedua (decapterusspp) SelamaPenyimpanan.
jenis asap cair yang diujikan. Skripsi.UniversitasSebelasMaret. Surakarta.
Mikrobia pembusuk pada ikan tergolong Tranggono, Suhardi and BambangSetiadji,
dalam mikrobia psikrofilik sehingga 1997.ProduksiAsapCairdanPenggunaannyapa
penyimpanan suhu rendah malah mendorong atau daPengolahanBeberapaBahanMakananKhas
memberi kondisi optimum pada mikrobia Indonesia.LaporanAkhirRisetUnggulanTerpad
pembusuk oleh karena itu ikan asapan lebih tahan u (III). Kantor Meristek. Puspitek. Jakarta.
lama disimpan daripada dibekukan.
Yulstiani, Ratna. 2008.
Pada asap cair yang dialirkan gas N2 ada
MonografAsapCairsebagaiBahanPengawetAl
terindikasi senyawa asam organik yaitu asam
amipadaProdukDagingdanIkan.
formiat, asam formiat adalah salah satu asam
CetakanPertama. Edisi 1.UPN Veteran
yang ada akibat dari aktivitas mikroba E.coli
JawaTimur. Surabaya.
sehingga dengan adanya asam formiat pada asap
cair ini tidak memberikan efek yang signifikan
terhadap luasnya zona hambat mikrobia ini,
E.coli tidak dapat menggunakan sitrat.
Pseudomonas paling peka terhadap asap cair,
E.coli mempunyai daya tahan yang lebih tinggi
karena E.coli menggunakan asam asetat sebagai
sumber karbon tunggal untuk hidupnya sehingga
memungkinkan jumlah asam asetat sebagai salah
satu senyawa antimikrobia dalam asap cair
berkurang karena digunakan oleh bakteri ini.

DAFTAR PUSTAKA
Branen, A.L., P.M. Davidson and B. Katz. 1980.
Antimicrobial Properties of phenolicChinnici,
F., and N. Natali. 2006. Presence of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Woody
Chips Used as Adjuvant in Wines, Vinegars
and Distillate.Jurnal.40 : 1587-1592.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 359


360 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
EFEKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA EKSTRAK KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni) UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
(SHELF LIFE) PRODUK DODOL FORMULASI
[The Effectivity of Antimicrobial Compound of Cinnamon Extract to Preserve the Product
Shelf Life on the Dodol Formulation Product]
D. Gustiyandra, Lavlinesia, S. L. Rahmi
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi
E-mail: dennygustiyandra@gmail.com

ABSTRACT

This research is aimed at identifying the most appropriate concentration of addition of cinnamon
extract that is effective to make a product formulation and identifying the effectiveness of antimicrobial
compounds of cinnamon extract in maintaining the quality and shelf life of dodol formultion product. The
result showed that the most appropriate addition of the cinnamon extract in the product formulation is
within concentration of 0.08%, with the score flavor 2.00 (somewhat typical cinnamon), color 4.00 (like),
aroma 3.87 (like), and overall acceptance 3.87 (like). The cinnamon extract with 0.08% concentration was
effective to preserve the shelf life of dodol formulation with drag zone diameter of mold 28.7 mm (very
strong) diameter drag zone of bacteria 24.2 mm (very strong), total Microbe until day 11 1.6 x 105,and
the number of the peroxide until day 37 4.83 Meq/kg.

Keywords :Antimicrobial, Cinnamon-extract, Intermediate-moisture-food.

kandungan yang terdapat dalam herbal oil kulit


I. PENDAHULUAN batang kayu manis Cinnamomum burmannni
Blume memberikan efek antibakteri. Menurut
Cinnamomum burmanni merupakan jenis Bullerman (1974) diacu dalam Triana (1998),
tanaman berumur panjang penghasil kulit yang di ekstrak alkohol kayu manis dapat menghambat
Indonesia disebut kayu manis. Kayu manis pertumbuhan kapang karena di dalam minyak
termasuk jenis rempah (spices) (Rismunandar kayu manis terdapat sinamat aldehid, eugenol,
dan Paimin, 2001). felandren, dan terpen-terpen lainnya.
Herbal oil kayu manis maupun ekstrak Ranasinghe, et al (2002) menyatakan
etanol (50%) kayu manis Cinnamomum bahwa komponen utama minyak atsiri yang
zeylanicum memiliki aktivitas antimikroba terdapat dalam batang Cinnamomum burmanni
terhadap 10 jenis bakteri (Gupta, et al., 2008). adalah sinamat aldehida (cinnamic aldehide)
Penelitian Shan, et al (2007) menyebutkan bahwa sekitar 50,5%, cinnamyl acetate (8,7%), β-
(E) cinnamaldehyde (minyak atsiri) dan caryophyllene (7,5%), 1,8-cineole (5,2%) dan
proanthocyanidins (polifenol) merupakan
eugenol (4,7%) hasil diuji dan diukur dengan Nutrient Broth (NB). Bakteri uji yang digunakan
kromatografi gas. adalah Aspergillus flavus dan Staphylococcus
Kayu manis memiliki aktivitas aureus.
antioksidan alami karena didalam ekstrak kayu Alat yang digunakan untuk analisa adalah
manis terdapat senyawa sinamaldehid, eugenol, autoclave, incubator, laminar air flow, dan alat
trans asam sinamat, senyawa fenol, dan tannin. ekstraksi rotary vacuum evaporator.
Kayu manis diharapkan efektif sebagai
antioksidan serta antimikroba sehingga dapat B. Prosedur Penelitian
diaplikasikan sebagai antioksidan alami dan Penelitian menggunakan Rancangan Acak
pengawet alami makanan (Andriyanto, et al., Lengkap (RAL) dengan perlakuan tanpa
2013). penambahan ekstrak kayu manis 0% (A0) dan
Soekarto (1979) mendefinisikan pangan penambahan ekstrak kayu manis 0,07% (A1) dan
semi basah (Intermediate moisture food) sebagai 0,08% (A2). Masing-masing perlakuan dilakukan
makanan dengan kadar air 10-40% dan aktivitas pengulangan sebanyak 6 kali sehingga diperoleh
air (aw) antara 0,6-0,9. Dengan kisaran aw 0,6-0,9 18 satuan percobaan. Namun untuk total mikroba
produk rentan terserang mikroorganisme seperti masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan
bakteri Staphylococcus aureus dan kapang sebanyak 3 kali dan dilakukan secara duplo.
Aspergillus flavus. Dalam pembuatan produk Penelitian dilakukan dalam dua tahap,
formulasi pangan semi basah perlu ditambahkan yaitu tahap pertama dan tahap kedua.
senyawa antimikroba yang dalam penelitian ini
Penelitian Tahap I
digunakan ekstrak kayu manis, dengan harapan
Penelitian tahap I bertujuan untuk
dapat mempertahankan mutu, serta umur simpan
mendapatkan ekstrak kayu manis dan penentuan
dari produk formulasi pangan semi basah.
konsentrasi ekstrak kayu manis maksimal yang
Berdasarkan permasalahan diatas maka
dapat ditambahkan ke dalam dodol formulasi
perlu diciptakannya suatu formulasi pangan semi
yang dibuat berdasarkan cara Noeroktiana
basah sebagai model yang proses pembuatannya
(2000), banyak ekstrak yang digunakan adalah 0;
tidak menggunakan suhu tinggi dan pengolahan
0,04; 0,05; 0,06; 0,07 dan 0,08%. Parameter uji
yang lama dengan harapan nilai gizi yang
yang dilakukan adalah organoleptik hedonik dan
terkandung didalamnya dapat bertahan.
mutu hedonik.
Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan jumlah konsentrasi ekstrak kayu Penelitian Tahap II
manis (Cinnamomun burmanni) maksimal yang Penelitian tahap II adalah penentuan umur
dapat ditambahkan ke dalam produk dodol simpan dodol formulasi pengaruh penambahan
formulasi dan mengetahui efektivitas senyawa ekstrak kayu manis berdasarkan ambang batas
antimikroba ekstrak kayu manis (Cinnamomun rasa yang dapat diterima oleh panelis.
burmanni) dalam memperpanjang umur simpan Konsentrasi yang digunakan adalah 0; 0,07 dan
produk dodol formulasi. 0,08% yang didapat berdasarkan uji organoleptik
penerimaan tertinggi oleh panelis pada tahap I.
II. METODE PENELITIAN Ekstrak kayu manis diuji aktivitas anti
A. Bahan dan Peralatan bakteri dan anti kapang berdasarkan metode
Bahan baku yang digunakan dalam Selvyana (2012). Selanjutnya penetapan kadar air
penelitian ini adalah kulit kayu manis dan aw dodol formulasi dengan konsentrasi 0;
(Cinnamomum burmannii) yang diperoleh dari 0,07 dan 0,08%. Kemudian produk disimpan
Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Bahan kimia selama 1 bulan.
yang digunakan untuk ekstraksi kayu manis
adalah etil asetat. Bahan kimia analisa yang C. Parameter Penelitian
digunakan adalah asam asetat, khloroform, KI Uji Daya Antimikroba Ekstrak Kayu
jenuh, Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, larutan Manis terhadap Aspergillus flavus dan
pati 1%. Media Potato Dextrose Agar (PDA) Staphylococcus aureus dengan Difusi Sumuran
Merck KgaA 1.10130.0500, Nutrient Agar (NA) (Selvyana, 2012), Uji Organoleptik
OXOID CM0003B dan OXOID CM0001B (Setyaningsih, 2010), Uji Efektivitas

362 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Antimikroba Metode Total Plate Count (TPC) Rasa
(Fardiaz, 1993), Penentuan Angka Peroksida Uji organoleptik mutu hedonik dilakukan
(Sudarmadji et al, 1997). terhadap atribut mutu rasa. Dibawah ini adalah
nilai rata-rata uji mutu hedonik terhadap rasa
III. HASIL DAN PEMBAHASAN yang disajikan pada Tabel 2.
A. Uji Organoleptik TABEL 2
Uji organoleptik digunakan untuk NILAI RATA-RATA UJI ORGANOLEPTIK MUTU
menentukan konsentrasi ekstrak kayu manis HEDONIK PANGAN SEMI BASAH
maksimal yang dapat ditambahkan ke dalam
dodol formulasi. Atribut Uji Organoleptik Mutu
Perlakuan Hedonik
TABEL 1 Rasa
NILAI RATA-RATA UJI ORGANOLEPTIK 0% 1,27 a
HEDONIK PANGAN SEMI BASAH 0,04% 1,80 b
0,05% 1,53 ab
Atribut Uji Organoleptik Hedonik 0,06% 2,00 b
Perlakuan 0,07% 1,67 ab
Warna Aroma Overall
0,08% 2,00 b
0% 3,67 3,53 3,60 ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil
0,04% 4,07 3,93 4,13 c yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
0,05% 3,73 3,73 4,07 bc berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DNMRT.
Skor : (1) Tidak khas kayu manis, (2) Agak khas kayu
0,06% 3,87 3,73 3,93 abc manis, (3) Khas kayu manis, (4) Sangat khas kayu
0,07% 3,60 3,27 3,47 a manis, (5) Amat sangat khas kayu manis.
0,08% 4,00 3,87 3,87 abc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak kayu
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata manis berpengaruh nyata terhadap rasa produk
pada taraf 5% menurut uji DNMRT. Skor : (1) Sangat tidak
suka, (2) Tidak suka, (3) Agak suka, (4) suka, (5) Sangat
pangan semi basah berdasarkan uji statistik pada
suka. taraf 5%.
Tingkat penerimaan panelis terhadap
Warna perlakuan 0,04%, 0,05%, 0,06%, 0,07%, dan
Tingkat penerimaan panelis terhadap 0,08% memiliki tingkat kesukaan yang sama
warna untuk 6 perlakuan penambahan ekstrak yaitu agak khas kayu manis namun untuk
kayu manis menunjukkan tingkat kesukaan yang perlakuan tanpa penambahan ekstrak kayu manis
sama dengan skor berkisar antara 3,60 sampai (0%) panelis memberikan rata-rata skor 1,27
dengan 4,07 yaitu suka. yaitu tidak khas kayu manis. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kayu
Aroma manis memberikan pengaruh terhadap rasa
Tingkat penerimaan panelis terhadap produk pangan semi basah.
aroma untuk perlakuan penambahan ekstrak kayu Berdasarkan hasil uji organoleptik yang
manis 0%, 0,04%, 0,05%, 0,06%, 0,07%, dan telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
0,08% memiliki tingkat kesukaan yang sama penambahan ekstrak terbaik yang akan
dengan skor berkisar antara 3,27 sampai dengan digunakan pada penelitian tahap kedua adalah
3,93 yaitu suka. perlakuan 0,08% dan 0,07%, pemilihan 2
Penerimaan Keseluruhan perlakuan ini didasarkan pada tingkat penerimaan
Tingkat penerimaan panelis terhadap panelis tertinggi pada uji mutu hedonik rasa dan
penerimaan keseluruhan adalah sama untuk 6 diameter zona hambat tertinggi. Perlakuan 0,08%
perlakuan ekstrak kayu manis yaitu suka dengan dengan diameter zona hambat kapang sebesar
rentang skor 3,6 sampai dengan 4,13 namun 34,7 mm (sangat kuat) dan bakteri sebesar 30,2
panelis memberikan penilaian yang berbeda mm (sangat kuat). Selanjutnya 2 perlakuan
terhadap penambahan kayu manis 0,07% dengan terbaik ini akan dilakukan uji kadar air dan
skor 3,47 yaitu agak suka. aktifitas air (Aw).

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 363


Berdasarkan hasil uji kadar air dan dan Staphylococcus aureus yang disajikan pada
aktivitas air (Aw) nilai kadar air sampel yang Tabel 1 dibawah ini.
ditetapkan adalah 13,9% dan nilai Aw sebesar
0,806. TABEL 3
NILAI RATA-RATA DIAMETER ZONA
HAMBAT
B. Uji Daya Antimikroba Ekstrak Kayumanis
Terhadap Aspergillus flavus dan Ekstrak Diameter Zona Hambat (mm)
Staphylococcus aureus Dengan Difusi Kayu Staphylococcus
Cakram Aspergillus flavus aureus
Manis
0% 0 0
Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak 0,04% 11,3 9,8
kayu manis terhadap Aspergillus flavus dan 0,08% 28,7 24,2
Staphylococcus aureus dilakukan dengan metode
difusi sumuran. Aktivitas antimikroba dari Besaran zona hambat yang terbentuk
pengujian ditandai dengan terbentuknya zona untuk Aspergillus flavus adalah 11,3 mm dan
hambat disekeliling lubang sumuran yang 28,7 mm sedangkan untuk Staphylococcus
mengandung ekstrak kayu manis. Berikut adalah aureus besarnya zona hambat yang terbentuk
nilai rata-rata diameter zona hambat ekstrak kayu adalah 9,8 mm dan 24,2 mm. Besarnya zona
manis terhadap pertumbuhan Aspergillus flavus hambat yang terbentuk disajikan pada Gambar 1
dan 2 di bawah ini.

(a) (b) (c)


Gambar 1. Zona hambat ekstrak kayu manis terhadap pertumbuhan Aspergillus flavus.
Tanpa penambahan ekstrak kayu manis (a), penambahan ekstrak kayu manis 0,04%
(b), dan penambahan ekstrak kayu manis 0,08% (c)

(a) (b) (c)


Gambar 2. Zona hambat ekstrak kayu manis terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Tanpa penambahan
ekstrak kayu manis (a), penambahan ekstrak kayu manis 0,04% (b), dan penambahan ekstrak kayu manis 0,08% (c)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pertumbuhan Aspergillus flavus dan


aktivitas antimikroba dari ekstrak kayu manis Staphylococcus aureus yang ditunjukkan dengan
diduga senyawa antimikroba yang diperoleh terbentuknya zona bening disekitar lubang
bersifat semipolar karena dapat terlarut dalam etil sumuran. Ardiansyah (2005) mengklasifikasikan
asetat yang bersifat semipolar dan juga ekstrak respon hambatan pertumbuhan mikroba
kayu manis memiliki potensi untuk menghambat berdasarkan besaran diameter zona bening yaitu ;

364 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


> 20 mm (sangat kuat), 16-20 mm (kuat), 10-15 Hasil analisis total mikroba menunjukkan
mm (sedang) dan < 10 mm (lemah). bahwa pertumbuhan total mikroba mengalami
Berdasarkan hasil uji efektivitas kenaikkan selama satu bulan penyimpanan. Nilai
antimikroba (diameter zona hambat ekstrak kayu total mikroba pada hari ke-0 sebesar 4,2 x 102
manis) dapat disimpulkan bahwa ekstrak kayu koloni/gram atau sebanyak 42.000 CFU/gram
manis efektif dalam menghambat pertumbuhan dan mencapai batas maksimal total mikroba pada
Aspergillus flavus dan Staphylococcus aureus hari ke 7 dengan total mikroba sebesar 6,9 x 106
dengan penambahan 0,08% ekstrak dengan daya koloni/gram atau sebanyak 69.000 CFU/gram.
hambat sangat kuat dan 0,04% dengan daya Nilai total mikroba pada hari ke-0 untuk dua
hambat sedang. perlakuan 0,07% dan 0,08% adalah 0
koloni/gram. Untuk perlakuan 0,07% mencapai
C. Uji Efektivitas Antimikroba Metode Total total mikroba maksimal pada hari ke 9 sebesar
Plate Count (TPC) 6,9 x 10-7 namun perlakuan 0,08% mencapai total
mikroba maksimal pada hari ke-13 sebesar 7,3 x
107.

TABEL 4
PERHITUNGAN TOTAL MIKROBA SELAMA PENYIMPANAN

Hari
Perlakuan
0 5 7 9 11 13
0% 4,2 x 102 6,9 x 105 1,2 x 106 - - -
0,07% 0 5,3 x 104 5,5 x 105 6,9 x 107 - -
0,08% 0 4,3 x 102 5,5 x 103 1,1 x 105 1,6 x105 7,3 x 107

D. Bilangan Peroksida tinggi penambahan ekstrak kayu manis maka


Bilangan peroksida merupakan salah satu bilangan peroksida yang dihasilkan akan semakin
parameter dalam menentukan ketengikan suatu rendah, namun terlihat bahwa dari hari ke hari
bahan pangan. Berdasarkan Tabel 5 terlihat adanya peningkatan nilai bilangan peroksida
bahwa setelah satu bulan penyimpanan, berbagai perlakuan. Grafik peningkatan bilangan
penambahan ekstrak kayu manis memberikan peroksida setelah satu bulan penyimpanan
pengaruh nyata berdasarkan uji statistik pada disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
taraf 5% terhadap bilangan peroksida, semakin

TABEL 5
NILAI RATA-RATA ANGKA PEROKSIDA (Meq/kg)

Angka Peroksida (Meq/kg)


Perlakuan
Hari ke-0 Hari ke-29 Hari ke-31 Hari ke-34 Hari ke-37
0% 0a 6,50 a 6,83 a 7,50 a 9,00 a
0,07% 0a 2,52 b 3,60 b 4,83 b 5,93 b
0,08% 0a 2,03 c 2,70 c 4,03 c 4,83 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DNMRT.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 365


9.00

Nilai Rata-rata Bilangan


9 7.50

Peroksida Meq/Kg
6.50 6.83
7.5 5.93
Ekstrak Kayu Manis
6 4.83
0%
4.5 3.60
2.52 Ekstrak Kayu Manis
4.83
3 4.03 0,07%
1.5 2.70 Ekstrak Kayu Manis
0 2.03 0,08%
0
0 29 31 34 37
Hari Pengamatan

Gambar 3. Grafik hasil pengukuran bilangan peroksida produk pangan semi basah

Berdasarkan Gambar 3 diatas terlihat DAFTAR PUSTAKA


bahwa ekstrak kayu manis memberikan pengaruh
terhadap angka peroksida yang dihasilkan, Andriyanto A, Andriani MAM, et al., 2013.
semakin tinggi penambahan ekstrak yang Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu
diberikan maka akan semakin kecil angka Manis Terhadap Kualitas Sensoris,
peroksida yang dihasilkan. Hal ini diduga bahwa Aktivitas Antioksidan dan Aktivitas
ekstrak kayu manis mengandung antioksidan Antibakteri pada Telur Asin Selama
yang mampu menghambat ketengikan pada Penyimpanan dengan Metode
produk. Menurut Andriyanto (2013) kayu manis Penggaraman Basah, Jurnal Teknosains
meiliki aktivitas antioksidan alami seperti Pangan, Vol. 2 (2) pp. 13-20.
sinamaldehid, eugenol, trans asam sinamat fenol Ardiansyah. 2005. Antimikroba dari Tumbuhan.
dan tannin. Pendapat ini diperkuat dengan (Bagian kedua) Available from ;
penelitian yang telah dilakukan Wang (2009) http://www.beritaiptek.com (Diakses pada
yang menyatakan bahwa ekstrak kulit batang tanggal 14 Desember 2015).
kayu manis (Cinnamomum burmanni Ness ex Fardiaz, S. 1993. Petunjuk Laboratorium Analisis
Blume) dengan kandungan kadar trans- Mikrobiologi Pangan. IPB, Bogor.
sinamaldehid yang cukup tinggi (68,65%) Gupta C, Garg AP, Uniyal RC. et al., 2008.
berpotensi sebagai sumber antioksidan. Comparative Analysis of The
Antimicrobial Activity of Cinnamon Oil
IV. KESIMPULAN and Cinnamon Extract on Somefood-
borne Microbes, African Journal of
Jumlah ekstrak kayu manis maksimal Microbiology Research, Vol. 2 (9) pp.
yang dapat ditambahkan pada produk dodol 247-251.
formulasi adalah dengan konsentrasi 0,08% Noeroktiana, W. 2000. Kajian Pembuatan
dengan skor rasa 2,00 (agak khas kayu manis), Formulasi Pangan Semi Basah Bergizi
warna 4,00 (suka) aroma 3,87 (suka), dan Tinggi. Skripsi. Fakultas Teknologi
penerimaan keseluruhan 3,87 (suka). Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Umur simpan produk dodol formulasi Bogor.
dengan konsentrasi ekstrak kayu manis 0,08% Ranasinghe L, B. Jayawardena and K.
adalah sampai hari ke 7, dengan diameter zona Abeywickrama. 2002. Fungicidal activity
hambat kapang sebesar 28,7 mm (sangat kuat) of essential oils of Cinnamomum
diameter zona hambat bakteri sebesar 24,2 mm zeylanicum (L.) and Syzygium
(sangat kuat), total mikroba sebesar 5,5 x 103, aromaticum (L.) Merr et L.M.Perry
bilangan peroksida sampai hari ke 37 sebesar against crown rot and anthracnose
4,83 Meq/kg. pathogens isolated from banana, Letters

366 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


in Applied Microbiology, Vol. 35, pp. Soekarto, ST. 1979. Air Ikatan, Penetapan
208–211. Kuantitatif dan Penerapannya pada
Rismunandar dan Paimin BF. 2001. Kayu Manis Stabilitas Pangan dan Disain Pangan
Budi Daya dan Pengolahan. Penebar Semi Basah. Departemen Teknologi Hasil
Swadaya, Jakarta. Pertanian Fatemeta IPB, Bogor.
Selvyana I, Ketut I, dan Gede I. 2012. Uji Soekarto, ST, 1979. Pangan Semi Basah,
Aktivitas Antimikroba Beberapa Ekstrak Keamanan dan Potensinya dalam
Bumbu Dapur terhadap Pertumbuhan Perbaikan Gizi Masyarakat. Seminar
Jamur Curvularia lunata (Wakk.) Boed. Teknologi Pangan IV, 15-17 Mei 1979,
dan Aspergillus flavus LINK. E-Journal Bogor.
Agroekoteknologi Tropika, Vol. 1, p. Sudarmadji, S, dkk. 1997. Prosedur Analisa
107-114. untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Setyaningsih D, A Apriyantono dan MP Sari, Liberty. Yogyakarta.
2010. Analisis Sensori untuk Industri Triana, A. 1998. Aktivitas antimikroba bumbu
Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor. segar masakan tradisional indonesia
Shan B, Cai YZ, Brooks JD, et al., 2007. terhadap mikroba perusak dan patogen
Antibacterial Properties and Major makanan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Bioactive Components of Cinnamon Stick Pertanian. IPB, Bogor.
(Cinnamomum burmannii) : Activity Wang, R., Wang, R., Yang, B. 2009. Extraction
Against Foodborne Pathogenic Bacteria, of essential oils from five cinnamon
Journal of Agricultural and Food leaves and identification of their volatile
Chemistry, Vol. 55, p. 5484-5490. compound compositions. Innovative Food
Science and Emerging Technologies, 10,
289–292

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 367


.

368 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Strategi Alternatif Meningkatkan Proteksi Petani Bawang Merah
[Alternative Strategy to Protect the Onion Farmer]
Moh. Wahyudin
Departmen Teknologi Industri Petanian, Fakultas Teknologi Petanian, Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No.1, Bulaksumur, Yogyakarta - 55281
E-mail: moh.wahyudin@ugm.ac.id

Abstract— In 2013, onion price reached up to 60.295 / kg, which was the highest price ever. The price
spike cannot be separated from policy to restrict imports of horticultural products that recently ratified and
implemented by the government. But unfortunately the price spike was not followed by efforts to improve
protection against the factors of production (input) of onion farming. The government's policy to
production factors input is still a disincentive to farmers. Onion farmers still have to pay for the factors of
production (input) that is higher than the price should be.This study aims to find out some alternative
programs and policies in order to increase protection for the onion farmers. This study uses Analytic
Hierarchy Process (AHP). Based on the results, it is found several alternative policy priorities expected by
farmers to increase the protection of inputs and outputs factor of farming onions, which set the minimum
price of onion at the farm level, ensure that the amount and timing of realization of imports done during
off season, provide the alternative model or installment payment scheme which is more friendly to farmers,
focus on developing seeds, develop the latest price information facilities for farmers, and take the
initiatives against the possibility of cartel practices in pesticide commerce.

Keywords—policy, import, protection, farmer, onion.

oleh Menteri Perdagangan. Harga referensi


I. PENDAHULUAN tersebut dihitung berdasarkan pada harga di
Pada September 2013 pemerintah tingkat petani yang ditambah dengan biaya
memberlakukan kebijakan baru mengenai impor distribusi, penyusutan, transportasi, bongkar muat
produkholtikultura yang diatur dalam Peraturan dan angkutan, keuntungan di tingkat pengepul di
Menteri Pertanian (Permentan) No. pasar induk dan pasar tradisional, serta
86/PERMENTAN/OT.140/8/2013. Dalam memperhitungkan koefisien keragaman harga
Permentan tersebut, pemberian RIPH (Sumber: Kementerian Perdagangan, 2013).
(Rekomendasi Impor Produk Holtikultura) untuk Kebijakan RIPH melalui ketentuan referensi
bawang merah segar didasarkan pada ketetapan harga memang dapat memicu lonjakan harga
harga referensi. Apabila harga bawang merah bawang merah, tidak terkecuali harga bibit
domestik berada dibawah harga referensi maka bawang merah yang merupakan faktor input utama
impor akan dihentikan dan apabila harga bawang dalam usatani bawang merah. Harga bibit bawang
merah domestik melampaui harga referensi, maka merah pada bulan April 2013 adalah Rp 45.000/kg,
pemerintah akan mempertimbangkan untuk harga ini sangat mahal jika dibandingkan dengan
melakukan impor. Besaran harga referensi diatur harga pada tahun 2012 yang hanya berkisar
diantara Rp 15.000–20.000/kg. Sejak tahun 2013 –
2016 harga bibit bawang merah cenderung Analisis Kebijakan Usahatani
mengalami kenaikan, harga pada bulan Agustus
2016 mencapai 60.000/kg. Selain faktor jumlah
dan kualitas produksi yang menurun, tingginya
harga bibit diduga menjadi penyebab tidak
maksimalnya keuntungan petani sehingga gairah
petani untuk menanam bawang merah menjadi
berkurang.
Kebijakan pembatasan impor yang tepat sangat
diperlukan, namun kebijakan pembatasan impor
saja tidak cukup untuk memberikan proteksi
secara optimal terhadap petani. Revisi kebijakan
RIPH terbaru melalui ketentuan referensi harga
impor ditengarai hanya menguntungkan beberapa
importir dan pedagang tetapi tidak
menguntungkan petani tetapi secara nyata
merugikan konsumen dan perekonomian. Terlebih
dalam rangka menyongsong MEA (masyarakat
Ekonomi ASEAN), tentu saja dibutuhkan
kebijakan lain yang dapat benar-benar melindungi Gambar 1. Prosedur Penelitian
dan memberdayakan petani untuk menghasilkan
produk berkualitas dan berdaya saing. Perlu III. HASIL DAN PEMBAHASAN
adanya kebijakan dan program kongkrit untuk
peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas Penyusunan Struktur Hirarki Kebijakan
produk hortikultura, termasuk bawang merah. Penyusunan hirarki kebijakan dilakukan untuk
mengetahui kebijakan apa saja yang berkaitan
dengan usaha tani bawang merah. Hirarki
II. METODE PENELITIAN didefinisikan sebagai suatu representasi dari
Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
analisis dengan metode studi analisis eksplanatori. struktur multi level dimana level pertama adalah
Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Februari tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub
2014 di Kabupaten Pobolinggo. Penentuan lokasi kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level
penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu
yang merupakan sentra usatani bawang merah, masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam
yaitu di Kecamatan Gending, Dringu, Leces, kelompok kelompoknya yang kemudian diatur
tegalsiwalan, d an Banyuanyar. Metode menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
pengumpulan data dilakukan dengan teknik FGD permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan
(Focus Group Discussion) sedangkan analisis data sistematis. Berikut adalah struktur hirarki
dilakukan dengan menggunakan metode AHP kebijakan untuk meningkatkan proteksi dan
(Analytical Hierarchy Process). Metode analisis profitabilitas bawang merah yang telah divalidasi
ini dapat membantu para pembuat keputusan oleh petani responden:
untuk mengidentifikasikan dan sekaligus membuat
prioritas berdasarkan tujuan yang ingin dicapai,
pengetahuan yang dimiliki, dan pengalaman yang
mereka miliki untuk masing-masing masalah yang
dihadapi (Saaty, 2000). Adapun prosedur
penelitian adalah sebagai berikut:

370 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


bawang merah tingkat di kabupaten dan/atau
propinsi, atau menyediakan layanan sms
khusus untuk mengetahui harga terkini;
3) Pembatasan impor-ekspor bawang merah,
yaitu adanya kebijakan kuota impor dan
ekspor yang disesuaikan dengan jadwal panen
dan kemampuan produksi bawang merah
dalam negeri sehingga kondisi supply-
demand bawang merah domestik dapat lebih
mudah di kontrol dan normalalisasi harga
lebih mudah dilakukan
4) Pengaturan pola/jadwal tanam, yaitu adanya
program penyadartahuan terhadap petani
mengenai pentingnya mengatur pola tanam
guna menjaga kesuburan lahan serta
mencegah intensifikasi serangan
hama/penyakti tanaman;
5) Pengembangan pertanian organik, yaitu
adanya program pengembalian kesuburan
Gambar 2. Struktur hirarki kebijakan proteksi lahan/sawah yang sudah tercemar oleh
terhadap petani akumulasi residu pestisida/pupuk kimia
dengan cara menerapkan pertanian organik
Kriteria kebijakan merupakan kebijakan- (pertanian berperspektif ramah lingkungan)
kebijakan yang berada pada level pertama dalam yang dilakukan secara bertahap dan
hirarki kebijakan yang mendukung terhadap tujuan berkelanjutan;
utama, yaitu meningkatkan proteksi dan 6) Pengembangan bibit unggul, yaitu adanya
profitabilitas usaha tani bawang merah. Sub- kebijakan untuk melakukan pengembangan
kriteria kebijakan merupakan kebijakan-kebijakan bibit unggul yang cocok untuk ditanam pada
yang mendukung terhadap kriteria kebijakan saat musim penghujan dan atau dalam kondisi
dalam hirarki dalam struktur hirarki kebijakan. cuaca ekstrim;
Alternatif (strategi) kebijakan merupakan 7) Kontrol ketersediaan pupuk bersubdisi, yaitu
penjabaran lebih lanjut dan spesifik dari masing- adanya kontrol terhadap tingkat kebutuhan
masing sub-kriteria kebijakan dalam struktur dan ketersediaan pupuk bersubsidi serta
hirarki kebijakan. Alternatif kebijakan yang telah penyesuaian pola distribusi dimasing-masing
divalidasi oleh responden terdiri dari 13butir, daerah penghasil bawang merah;
dengan penjelsan sebagai berikut: 8) Kontrol harga pupuk bersubsidi, yaitu adanya
pengawasan yang ketat dan konsisten
1) Penetapan harga pembelian minimum terhadap harga pupuk bersubsidi di
(minimum pricing) bawang merah di tingkat tingkatkios/pengecer resmi.
petani, yaitu adanya kebijakan harga dasar 9) Kontrol tataniaga pestisida, yaitu adanya
(floor price) atau harga pembelian terendah pengawasan oleh pemerintah terhadap sistem
ditingkat petani yang selanjutnya dijadikan tataniaga (harga) pestisida untuk
sebagai harga referensi dalam pembatasan mengantisipasi praktik kartel. Petani menduga
impor bawang merah; telah terjadi praktik kartel dalam ta taniaga
2) Tersedianya akses informasi harga terkini pestisida, indikasinya adalah menghilangnya
(Kabupaten-Propinsi), yaitu tersedianya merk pestisida tertentu secara tiba-tiba disaat
informasi harga bawang merah terkini (di petani membutuhkannya dan beberapa saat
tingkat kabupaten dan tingkat propinsi) yang kemudian disusul dengan lonjakan harga
dapat diakses dengan mudah oleh petani, secara tidak wajar
misalkan pengelola pasar bawang merah 10) Pengembangan teknik pengendalian
menyediakan papan informasi harga terkini hama/penyakit tanaman, yaitu adanya

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 371


kebijakan untuk melakukan pengembangan belum dikelola secara maksimal dalam hal
teknik pengendalian hama dan penyakit budidaya bawang merah.
secara terpadu yang selanjutnya
disosialisasikan secara masif dan intensif Tabel 1. Bobot prioritas kebijakan
kepada petani;
11) Pelatihan/pendampingan teknik budidaya
bawang merah, yaitu adanya program intensif
untuk memberikan pelatihan dan
pendampingan kepada petani penggarap
(buruh tani) mengenai teknik budidaya
bawang merah yang efisien, ramah
lingkungan, dan menguntungkan;
12) Skema suku bunga ringan, yaitu adanya
skema atau program khusus bagi petani kecil
dengan tingkat bunga ringan;
13) Pembayaran angsuran saat panen, yaitu
adanya program khusus bagi petani dalam hal
skema pemyaran angsuran pokok dan bunga
pinjaman yang tidak memberatkan petani,
misalkan dengan memberikan skema
pembayaran angsuran/bunga pinjaman per
musim panen atau per 4-6 bulan.

Penilaian Prioritas Kebijakan


Untuk mengetahui tingkat kepentingan dari
masing-masing elemen terhadap struktur hirarki Alternatif Kebijakan
atau sistem secara keseluruhan, maka setiap Alternatif kebijakan merupakan penjabaran
elemen dalam satu tingkatan hirarki harus lebih lanjut dan spesifik dari masing-masing sub-
diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Masing- kriteria kebijakan yang terdapat dalam hirarki.
masing item dalam struktur hirarki Berdasarkan observasi dan wawancara dengan
ditransformasikan dalam bentuk matriks responden kunci, ada 13 alternatif kebijakan yang
perbandingan berpasangan untuk analisis numerik kriteria yang menjadi preferensi petani dalam
dan menghitung bobot prioritas masing-masing rangka meningkatkan proteksi dan profitabilitas
elemen dalam setiap hirarki. usaha tani bawang merah di Kabupaten
Hasil penilaian bobot menunjukkan bahwa Probolinggo.
dalam rangka meningkatkan proteksi dan
profitabilitas usaha tani bawang merah, menurut Tabel 2. Alternatif kebijakan
petani di Kabupaten Probolinggo, kriteria Alternatif Kebijakan Prioritas
kebijakan yang menjadi prioritas pertama adalah Penetapan Harga di Tingkat Petani 0.085
Pembatasan Jumlah dan Waktu Impor 0.051
kebijakan faktor produksi dengan nilai, 0,582,
Kemudahan Pembayaran Angsuran 0.041
prioritas kedua adalah kebijakan tataniaga dengan Pengembangan Bibit Unggul 0.031
nilai 0,312, dan ketiga adalah kebijakan Akses Informasi terkini 0.025
permodalan (perbankan) dengan nilai 0,105. Hasil Kontrol Harga Pupuk bersubsidi 0.019
prioritas tersebut mencerminkan bahwa faktor Kontrol Tataniaga Pestisida 0.016
produksi atau proses budidaya adalah faktor paling Tingkat Suku Bunga Permodalan 0.015
utama bagi petani bawang merah di Kabupaten Pengembangan Pertanian Organik 0.010
Ketersediaan Pupuk bersubsidi 0.008
Probolinggo dalam mencapai peningkatan proteki
Pengaturan Pola/Jadwal Tanam 0.007
dan profitabilitas. Hal tersebut menegaskan Pengendalian Hama Terpadu 0.007
dugaan awal penulis bahwa ada beberapa hal yang Pelatihan Petani Penggarap 0.001

372 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam induk bawang merah menyediakan papan
tataniaga bawang merah, sebagai upaya untuk informasi harga terkini bawang merah tingkat
meningkatkan proteksi dan profitabilitas usaha kabupaten atau menyediakan layanan sms khusus
tani bawang merah, alternatif kebijakan pertama untuk mengetahui harga bawang merah terkini.
kriteria yang menjadi preferensi petani adalah Saat ini, informasi harga bawang merah di tingkat
penetapan harga minimal di tingkat petani. Harga pengecer belum ditransmisikan secara penuh
referensi yang ditetapkan oleh pemerintah pada kepada petani. Kontribusi harga pengecer kurang
oktober 2013 hanya berfungsi sebagai batas harga lebih tiga kali lipat dari kontribusi harga petani.
dalam mengatur arus importasi saja, belum sampai Hal ini semakin memperkuat alasan bahwa
pada fungsi pengataruan harga di tingkat petani. ketersediaan fasilitas/layanan informasi harga
meskipun dalan harga referensi dicantumkan harga terkini untuk diakses petani merupakan hal
BEP petani dan margin profit yang seharusnya penting untuk meningkatkan posisi tawar petani
diterima oleh petani, namun hal tersebut belum sehingga tercipta sistem tataniaga yang setara dan
dapat menjamin efektifitasnya dalam mengatur berkeadilan.
stabilitas harga di tingkat petani.
Alternatif kebijakan kedua adalah pengaturan IV. KESIMPULAN
jumlah dan waktu (realisasai) impor. Idealnya, Apabila pemerintah ingin mempertahankan
kebijakan pembatasan importasi akan menciptkan kebijakan pembatasan impor dengan berbasis
sebuah kondisi supply-demand bawang merah harga, sebaiknya harga referensi didasarkan pada
nasional lebih stabil dan kontrol terhadap stabilitas tinjauan harga aktual di tingkat petani, bukan
harga akan lebih mudah dilakukan. Jumlah dan tinjauan harga di tingkat pengecer. Penetapan
waktu impor bawang merah harus disesuaikan harga referensi yang didasarkan pada harga di
dengan jadwal panen dan kemampuan produksi tingkat petani lebih efektif dalam memberikan
bawang merah dalam negeri agar petani benar- proteksi terhadap petani karena petani akan
benar mendapat proteksi dan keuntungan optimal mendapatkan kepastian harga jual.
atas regulasi yang gulirkan. Dalam rangka meningkatkan proteksi dan
Selanjutnya, kemudahan pembayaran angsuran profitabilitas usaha tani bawang merah, sebaiknya
pinjaman berada pada alternative kebijakan ketiga pemerintah menetapkan/memberlakukan harga
dalam rangka meningkatkan proteksi dan minimum bawang merah di tingkat petani,
profitabilitas petani. Pada dasarnya, petani bawang memastikan bahwa jumlah dan waktu realisasi
merah di Kabupaten Probolinggo memang lebih impor dilakukan pada saat off sesason, memberi
tertarik dengan adanya kebijakan khusus bagi alternatif model/skema pembayaran angsuran yang
petani dalam hal skema pembayaran angsuran lebih ramah terhadap petani, fokus pada upaya
pinjaman yang tidak memberatkan petani, mengembangkan bibit unggul, mengembangkan
misalkan dengan memberikan skema pembayaran fasilitas informasi harga terkini untuk petani, serta
angsuran/bunga pinjaman per musim panen atau mengambil langkah inisiatif terhadap
per 4-6 bulan. kemungkinan terjadinya praktik kartel dalam
Alternatf keempat adalah pengembangan bibit tataniaga pestisida.
unggul. Varietas bibit bawang merah yang banyak
ditanam di Kabupaten Probolinggo pada tahun
2012 dan 2013 adalah bawang ijo, yang DAFTAR PUSTAKA
merupakan varietas bawang merah lokal Dhewi, Titis S. 2008. Analisis Efisiensi Pemasaran
Kabupaten Probolinggo. Namun demikian, Bawang Merah di Kabupaten Probolinggo.
varietas lokal Probolinggo ini menjadi mengalami Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis dan
penurunan produktivitasnya sehingga perlu segera Sektor Publik. 4(3): 342 -351.
dilakukan pengambangan bibit baru yang unggul
Direktorat Jendral Holtikultura. 2013. Volume dan
dan cocok untuk ditanam di daerah Probolinggo.
Nilai Ekpor dan Impor
Dan alternatif kebijakan kelima adalah
Sayuran, Tahun 2010-2012.
tersedianya fasilitas informasi harga terkini di
http://www.holtikultura.go.id. Diakses pada 30
tingkat kabupaten dan/atau propinsi yang dapat
Oktober 2013.
diakses oleh petani, misalkan pengelola pasar

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 373


Erwidodo. 2013 (a). Kebijakan Perdagangan Saaty, Thomas L. 1994. How to make a Dicision :
Mendukung Upaya Peningkatan Daya Saing The Analytic Hierarchy Prosess.Interfaces.
Komoditas Pangan di Era MEA 2015, 24(6) : 19-43.
Prosiding, Seminar Nasional
Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-33
―Optimalisasi Sumber daya Loka Melalui
Diversifikasi Pangan Menuju Kemandirian
Pangan dan Perbaikan Gizi
Masyarakat Menyonsong MEA 2015‖, Padang,
Sumatera Barat, 21-22
Oktober 2013.
Erwidodo, 2013(b), Kebijakan Perdagangan
Mendukung Kemandirian dan Ketahanan
Pangan Nasional, Dalam : Ariani, M dkk 2013
(eds), Diversifikasi Pangan
dan Transformasi Pembangunan Pertanian,
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian
Pertanian, IAARD Press, Jakarta.
Erwidodo dan B, Sayaka, 2013, Kebijakan Impor
dan Stabilisasi Harga Mendukung
Peningkatan Produksi Hortikultura, Dalam:
Ariani, M, dkk 2013 (eds),
Diversifikasi Pangan dan Transformasi
Pembangunan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian, IAARD
Press.
Histifarina D. dan Musaddad D. 1998. Pengaruh
cara Pelayuan Daun, Pengeringan dan Daya
Simpan Bawang Merah. Jurnal Hortikultura. 8
(1): 1036-1047.
Lawshe, C. H. 1975. A Quantitative Approach To
Content Validity. Dalam :
Lindert, P.H, Kindleberger. 1993. Ekonomi
Internasional (Alih Bahasa Burhanudin
Abdullah).Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Rachmat, Muchjidin. 2013. Analisis Tataniaga
dan Tingkat Kepantasan Harga
Bawang Merah di Indonesia. Disampaikan
pada seminar Badan Litbang Pertanian, Selasa
19 Maret 2013.
Saaty, Thomas L. 1986. Decision Making for
Leaders :The Analytic Hierarchy
Prosess for Decisions in Complex World.
University of Pittsburg. Pittsburg.

374 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Prediksi Dampak Perubahan Iklim terhadap Debit Andalan di DAS Krueng
Aceh
[Prediction of Climate Change Impact on Dependable Discharge in Krueng Aceh
Watershed]
T. Ferijal, Dewi Sri Jayanti, Mustafril
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala
Darussalam, Banda Aceh, 23111
E-mail: t.ferijal@unsyiah.ac.id

Abstract—Previous studies have shown that the dependence of agriculture on water resources will be the
higher of the effects of climate change. However, data limitations make it difficult to predict the impact of
climate change on water resources. This study aims to predict changes in dependable discharge as the impact
of climate change. Discharge relationship with climate parameters modeled using Artificial Neural Network
(ANN), while the relationship of climate parameters change with changes in discharge obtained using
Geostatistical Analysis module of ArcGIS 10.1. The ANN model performe well in predicting monthly
discharge of Krueng Aceh River. The climate condition for period 2046-2065 under scenario A1B is obtained
from Climate Analysis Tool Website. Future climate condition show that average monthly temperature of the
study area is predicted to increase between 1.2-1.9°C while the monthly rainfall will increase during June to
November. The analysis shows that the impact of rising temperatures and changing rainfall distribution will
impact dependable discharge. The highest reduction of dependable discharge will occur in February which is
reduced by 6.31 m3/sec, while the highest increase is in July for 1.39 m3/sec.
Keywords—Dependable discharge, climate change, artificial neural network, Krueng Aceh Watershed.

Secara umum perubahan iklim sangat


I. PENDAHULUAN mempengaruhi siklus hidrologi. Gosain et al (2005)
Perubahan iklim membawa dampak yang sangat menyatakan bahwa dampak perubahan iklim akan
kentara terhadap air permukaan yang merupakan sangat mempengaruhi siklus hidrologi terutama
sumber air irigasi. Berbagai penelitian telah terhadap air tanah dan air permukaan. Debit
membuktikan bahwa perubahan iklim sungai sebagai sumber utama air permukaan
menyebabkan peningkatan suhu udara dan sangat sensitif terhadap perubahan iklim terutama
evapotranspirasi sehingga secara langsung akan variasi curah hujan dan suhu udara (Yang et al,
menyebabkan perubahan pada karakteristik curah 2012). Perubahan-perubahan pada debit sungai
hujan. Kompleksitas dampak perubahan iklim mau akan mempengaruhi ketersediaan air bagi irigasi
tidak mau saat ini sudah kita rasakan secara dan kebutuhan lainnya yang mengandalkan air
langsung, seperti peningkatan suhu udara dan permukaan.
intensitas hujan, jumlah hari hujan yang terasa Hasil penelitian terdahulu di DAS Krueng Aceh
semakin berkurang dan ketersediaan air menunjukkan bahwa sejak tahun 2000, telah
permukaan yang semakin langka. terjadi perubahan yang nyata pada beberapa
parameter iklim seperti: temperatur rata-rata, Sub DAS. Sungai utamanya adalah Sungai Aceh
temperatur maksimum, kelembaban, lama yang memiliki panjang 113km. Beberapa stasiun
penyinaran dan radiasi matahari (Ferijal dkk, pencatatan tinggi muka air otomatis terdapat di
2016). Sementara itu Daerah Irigasi (DI) Krueng DAS ini namun sebagian besar sudah tidak
Aceh dengan luas kurang lebih 7,500 Ha sangat berfungsi dengan baik, sedangkan yang masih
bergantung pada debit Sungai Krueng Aceh. Pada berfungsi pada umumnya adalah alat baru yang
saat ini pada beberapa bagian DI ini sering periode pencatatannya masih kurang dari 3 tahun.
mengalami kekekingan akibat kekurangan suplai DAS Krueng Aceh memiliki beberapa Daerah
debit. Kondisi ini tentunya akan semakin parah Irigasi dengan total luasannya 11,755 Ha yang
untuk masa depan dimana akibat perubahan iklim terdiri dari DI Krueng Aceh (7,450 Ha), DI
maka akan terjadi perubahan terhadap debit yang Krueng Jreu (2,350 Ha), DI Keuliling (1,440 Ha)
tersedia untuk irigasi. dan DI Leubok (515 Ha). DI Krueng Aceh
Telaah tentang perubahan iklim dan dampaknya mendapatkan suplai air irigasi dari Sungai
terhadap lingkungan dan manusia pada dasarnya Seulimum melalui bendungan yang dibangun pada
sangat penting. Hal tersebut disebabkan bukan tahun 1992 dengan luas daerah tangkapan air
hanya karena dampak tersebut sangat bervariasi 2,650 Ha. Pada hulu bendungan terdapat alat
dari suatu lokasi ke lokasi yang lain, tetapi juga pencatat tinggi muka air otomatis yang
merupakan dasar yang sangat penting dalam upaya dioperasikan mulai tahun 1982.
untuk meminimalisir atau setidaknya
mengantisipasi dampak yang mungkin timbul.
A. Bahan dan Peralatan
Namun demikian, studi tentang perubahan iklim
dan adaptasinya masih sangat jarang dilakukan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian
terutama di negara-negara sedang berkembang ini adalah data sekunder berupa data debit dan
yang umumnya disebabkan oleh ketersediaan data klimatologi. Data debit merupakan data hasil
dan informasi yang digunakan dalam pencatatan pada alat ukur yang terdapat di bagian
mensimulasikan perubahan iklim dan dampaknya. hulu Bendung Krueng Aceh. Data-data
Secara umum perubahan yang terjadi pada debit klimatologi seperti curah hujan, suhu rata-rata,
dapat disimulasikan dengan menggunakan model kelembaban, lama penyinaran, dan kecepatan
hidrologi dengan menggunakan berbagai skenario angin, diperoleh dari BMKG Blang Bintang dan
perubahan iklim masa depan sebagai input. Curah Indrapuri yang keduanya terletak dalam DAS
hujan, suhu udara dan laju penguapan merupakan Krueng Aceh. Kondisi iklim DAS periode 2046-
parameter-parameter iklim yang biasa digunakan 2065 diperoleh dari tautan Climate Analysis Tool
dalam pemodelan hidrologi (Lenderink et al, (http://climatewizard.ciat.cgiar.org) untuk skenario
2007). Model hidrologi yang digunakan juga perubahan iklim A1B.
sangat bervariasi, mulai dari yang sangat B. Prosedur Penelitian
sederhana dengan parameter input yang relative
Penelitian terdiri dari 2 tahapan utama yaitu
lebih sedikit sampai dengan model yang sangat
permodelan hidrologi menggunakan ANN dan
komplek dengan parameter input yang jauh lebih
analisa perubahan debit akibat perubahan iklim.
banyak. Namun pada saat ini telah berkembang
ANN pada dasarnya terinpirasi pada sistem
suatu metode yang sangat bermanfaat dalam
kerja jaringan syaraf biologis yang disederhanakan.
memecahkan persoalan-persoalan hidrologi terkait
ANN merupakan suatu struktur matematika yang
dengan sumber daya air, yaitu metode artificial
sangat fleksible yang mampu mengidentifikasi
neural network (ANN, jaringan syaraf buatan).
suatu hubungan input dan output yang komplek
Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan
dan non-linier (Lee and Kanga, 2016)
dampak perubahan iklim terhadap debit andalan.
Perkembangan aplikasi ANN dalam bidang
II.METODE PENELITIAN sumber daya air berkembang sangat pesat dalam
dua dekade terakhir (Amirhossien et al, 2015;
Penelitian dilaksanakan di DAS Krueng Aceh Dawson and Wilby, 2001; Singh et al, 2015).
yang secara administratif terletak di Kota Banda Hasil studi juga menunjukkan bahwasannya model
Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. DAS ini ANN multi-layer preceptrom (MLP) merupakan
memiliki luas 1,081.2 km2 yang terbagi menjadi 9

376 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


yang paling sering digunakan dalam pemodelan A. Pemodelan Debit dengan ANN
proses-proses hidrologi (Amirhossien et al, 2015; Data yang digunakan untuk analisa adalah data
Dawson and Wilby, 2001; Lee and Kanga, 2016) bulanan selama ±12 tahun yang kemudian dibagi
Penelitian ini menggunakan ANN MLP dengan mejadi 10 tahun untuk pengembangan model
algoritma backpropagation yang memiliki struktur (training) ANN dan 2 tahun (1983 dan 1989)
seperti pada Gambar 1. digunakan untuk menguji model yang dihasilkan
(testing). Perbandingan debit hasil prediksi ANN
dengan debit observasi untuk periode
pengembangan dan periode pengujian model
disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 1. Struktur Model ANN dengan tiga layar dan


algoritma backpropagation (Amirhossien et al, 2015).

Menurut Jajarmizadeh et al. (2015), hal utama


yang harus diperhatikan adalah pemilihan
kombinasi input terbaik. Dalam penelitian ini
pemilihan variabel input dilakukan berdasarkan
Gambar 2. Perbandingan debit observasi dengan debit
korelasinya dengan output, dalam hal ini adalah
simulasi ANN periode pengembangan model.
debit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat
bahwasannya model ANN memiliki konsistensi
Periode 1982-1993 dipilih sebagai periode yang sangat bagus untuk kedua periode dengan
analisa berdasarkan ketersediaan data debit dan nilai koefisien determinasi yang relatif sama.
klimatologi. Berdasarkan korelasi antara debit Koefisien determinasi periode pengujian sedikit
observasi dengan variable-variabel iklim (Tabel 1) lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh
terlihat bahwasannya debit (Q) memiliki korelasi pada periode pengembangan.
yang kuat dan positif dengan curah hujan (R) dan
kelembaban relatif (RH), dan berkorelasi negatif
dengan suhu rata-rata (T). Sementara itu korelasi
debit dengan kecepatan angin (W) dan lama
penyinaran (LP) sangat rendah sehingga kedua
variabel tersebut tidak dimasukkan sebagai input
bagi ANN model.
TABEL I
KOEFISIEN KORELASI VARIABEL IKLIM DENGAN DEBIT
OBSERVASI
R T RH W LP Q
R 1
T -0.24 1
RH 0.53 -0.54 1
W 0.07 -0.14 0.16 1 Gambar 3. Perbandingan debit observasi dengan debit
LP -0.31 0.08 -0.21 -0.41 1 simulasi ANN periode pengujian model.
Q 0.47 -0.35 0.53 0.10 -0.05 1

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 377


TABEL II cenderung menghasilkan perubahan yang
KINERJA MODEL ANN DALAM MEMPREDIKSI DEBIT bervariasi pada debit. Namun penurunan curah
KRUENG SEULIMUM hujan dan peningkatan suhu berdampak pada
Parameter Pengembangan Pengujian penurunan debit.
Statistik Obs Sim Obs Sim
Rerata 18.1 17.4 16.9 18.6
Maks 45.5 36.7 35.3 33.0
Min 2.4 3.8 3.8 7.1
SD 10.4 9.2 9.0 7.3
Total 1,938.3 1,866.2 372.3 409.0
R2 0.78 0.74
ENS 0.77 0.59
PBIAS 3.98 1.98

Kinerja model ANN pada kedua peride Gambar 4. Perubahan debit (m3/dtk) akibat perubahan
disajikan pada Tabel 2. Pada periode suhu udara (°C) dan curah hujan bulanan (mm).
pengembangan, nilai rata-rata dan total debit
disimulasikan lebih rendah sebaliknya pada DAS Krueng Aceh akan mengalami peningkatan
periode pengujian nilai-nilai tersebut suhu udara bulanan antara 1.2 sampai 1.9°C
disimulasikan lebih tinggi. Adapun untuk nilai
periode 2046-2065 untuk skenario perubahan
maksimum dan standar deviasi untuk kedua
iklim A1B. Sementara itu curah hujan bulanan
periode, model memprediksikan lebih rendah.
mengalami peningkatan pada terutama periode
Nilai Koefisen Nash-Sutcliffe (ENS) dan
Juni-Nopember dan penurunan pada Desember-
Persentase Bias (PBIAS) menunjukkan perbedaan
Februari serta April-Mei. Perubahan-perubahan
yang nyata antara dua periode, namun secara
setelah diplotkan pada grafik perubahan debit
keseluruhan model ANN dapat dikategorikan ke
(Gambar 3) menghasilkan nilai deviasi untuk debit
dalam model dengan kinerja cukup baik
bulanan seperti disajikan pada Tabel 3.
berdasarkan klasifikasi kinerja model menurut
Moriasi et al. (2007).
TABEL III
B. Prediksi Dampak Perubahan Iklim Terhadap KINERJA MODEL ANN DALAM MEMPREDIKSI DEBIT
Debit Andalan KRUENG SEULIMUM
Prediksi potensi dampak perubahan iklim Perubahan
terhadap debit andalan dilakukan dengan Bulan Suhu CH Debit
merubah-rubah nilai parameter input model. Jan 1.3 -29.6 -4.30
Kisaran nilai untuk setiap parameter tidak Feb 1.3 -60.7 -6.31
melebihi kisaran data yang digunakan dalam Mar 1.4 7.0 0.64
Apr 1.4 -16.9 -1.47
proses pengembangan model. Hal ini dilakukan 1.8 -38.0 -6.03
Mei
untuk mengurangi ketidakpastian karena kejadian Jun 1.7 20.0 1.10
input model ANN yang diluar kisaran data Jul 1.8 35.8 1.18
pengembangan akan menghasilkan kinerja model Agt 1.9 91.9 1.39
yang rendah dengan tingkat ketidakpastian yang Sep 1.5 128.5 1.09
tinggi (Jajarmizadeh et al., 2015). Okt 1.3 68.4 0.35
Perubahan input dan output kemudian ditabulasi Nop 1.2 41.2 0.05
Des 1.4 -9.5 -0.18
untuk digunakan sebagai dasar pembangkitan
grafik yang menghubungkan perubahan curah
Secara umum dapat dikatakan peningkatan curah
hujan dan suhu udara terhadap debit pada
hujan akan meningkatkan debit dan sebaliknya.
beberapa kondisi kelembaban udara. Grafik
Namun dengan adanya peningkatan suhu udara
tersebut dihasilkan menggunakan modul Analisa
akibat pemanasan global meningkatkan laju
Geostatistik di ArcGIS 10.1. Beradasarkan hasil
penguapan sehingga peningkatan debit yang
yang diperoleh (Gambar 4) terlihat bahwasannya
terjadi tidak signifikan. Sebaliknya penurunan
peningkatan curah hujan dan suhu udara
curah hujan memberikan dampak yang lebih

378 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


signifikan dimana terdapat hubungan yang positif melalui skema Penelitian Hibah Bersaing Tahun
antara penurunan curah hujan dengan penurunan Anggaran 2016.
debit. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5. DAFTAR PUSTAKA
Amirhossien Farzbod, Faridhossieni Alireza,
Javan Kazem, Sharifi Mohammadbagher.
2015. A Comparison of ANN and HSPF
Models for Runoff Simulation in Balkhichai
River Watershed, Iran. American Journal of
Climate Change 4: 203-216.
Dawson C.W., and R.L. Wilby.2001. Hydrological
modelling using artificial neural networks.
Progress in Physical Geography 25(1): 80–
108.
De Vos, N.J. and Rientjes, T.H.M. 2005.
Gambar 5. Perubahan debit (m3/dtk) andalan DI Constraints of Artificial Neural Networks
Krueng Aceh akibat perubahan iklim for Rainfall-Runoff Modeling: Trade-Offs in
Hydrological State Representation and
Penurunan debit terbesar terjadi pada Bulan Model Evaluation. Hydrology and Earth
Februari yaitu sebesar 6.31 m3/dtk yang System Sciences 9: 111-126.
merupakan dampak penurunan curah hujan Ferijal T., Mustafril M., dan Dewi Sri Jayanti.
bulanan. Periode Juni-September, debit andalan 2016. Dampak Perubahan Iklim Terhadap
bulanan mengalami peningkatan rata-rata 1 m3/dtk Debit Andalan Sungai Krueng Aceh. Rona
dengan peningkatan tertinggi terjadi pada bulan Teknik Pertanian 9(1): 50-61.
Juli yaitu 1.39 m3/dtk. Peningkatan debit pada Gosain, A.K., S. Rao, R. Srinivasan and N.G.
periode tersebut merupakan akibat peningkatan Reddy. 2005. Return-flow assessment for
rata-rata 69 mm curah hujan bulanan. Sementara irrigation command in the Palleru river basin
itu meskipun terjadi perubahan curah hujan dan using SWAT model. Hydrol. Process. 19:
suhu udara, debit andalan periode Oktober- 673-682.
Desember relatif tidak berubah. Jajarmizadeh, M., Lafdani, E.K., Harun, S., and
Ahmadi, A., 2015. Application of SVM and
SWAT models for monthly streamflow
IV. KESIMPULAN
prediction, a case study in south of Iran.
Aplikasi model ANN untuk memprediksi debit KSCE J. Civil Eng. 19 (1): 345–357.
Sungai Krueng Aceh menunjukkan bahwa model Lee Do-Hun, and Doo-Sun Kanga. 2016. The
memiliki kinerja yang cukup baik. Sementara suhu Application of the Artificial Neural Network
udara wilayah studi diprediksikan akan mengalami Ensemble Model for Simulating Streamflow.
peningkatan sepanjang tahun, curah hujan akan Procedia Engineering 154: 1217 – 1224.
meningkat pada periode Juni-Nopember dan Lenderink Geert, Adri Buishand, and Willem van
menurun periode Desember-Februari dan April- Deursen. 2007. Estimates of future
Mei. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut discharges of the river Rhine using two
menyebabkan terjadi peningkatan debit periode scenario methodologies: direct versus delta
Juni-September sebesar rata-rata 1 m3/dtk. Bulan approach. Hydrology & Earth System
Februari akan mengalami penurunan debit yang Sciences 11(3): 1145-1159.
paling besar sedangkan debit periode Oktober- Moriasi D.N., J. G. Arnold, M. W. Van Liew, R. L.
Desember relatif tidak berubah. Bingner, R. D. Harmel, and T. L. Veith,
2007. Model evaluation guidellines for
UCAPAN TERIMA KASIH systematic quantification of accuracy in
Penelitian ini terlaksana berkat dukungan dana watershed simulation. Transactions of the
dari Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala ASABE 50(3): 885-900.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 379


Singh Gurjeet, Rabindra K. Panda and Marc Temperature in the Yellow River Basin of
Lamers. 2015. Modeling of daily runoff China during 1961-2000. Procedia
from a small agricultural watershed using Environmental Sciences 13: 2336 – 2345.
artificial neural network with resampling
techniques . Journal of Hydroinformatics
17(1).
Yang Z.F., Y. Yan, and Q. Liu. 2012. The
relationship of Streamflow-Precipitation-

380 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kandungan Nutrisi Sosis Ayam dengan Substitusi Tepung Koro Pedang
(Canavalia ensiformis L.) Termodifikasi
[Nutrition Chicken Sausage with Substitution Modified Jackbean Flour
(Canavalia ensiformis L.)]
A. Nafi1, S. Agustina, N. Kuswardhani
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember
Jl. Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto Jember 68121
E-mail: ama_nafi@yahoo.com

Abstract—Sausage is a food produced from delicate meat with the spycies of seasoning and then plugged
into the sleeve. The purpose of this research was determine the physical and chemical as well and overcome
the percentage of TFT Jack bean on the making of chicken sausage. This research apllied a random block
desain with one factor and thriplicate. The parameters of research include the degree of hue, texture,
moisture, ash, fat, protein, and charbohidrate. The research resultshould a significant different of moisture
content and protein of chicken sausage. The value were 62.91 – 56.10 % and 16.49 – 22.20 % respectively.
Ash, fat and charbohydrates content of chicken sausage TFT jack bean were not significantly different. The
value were 1,98 – 2,16 %, 4,45 – 1,37 % dan 14,09 – 18,35 % respectively. The test formulation of
production of chicken sausage according to effectiveness test was 10 % TFT jack bean with value 0,767.
The treathment had properties of chicken sausage with over tawny and chusions.
Keywords—Dependable discharge, climate change, artificial neural network, Krueng Aceh Watershed.

Harga tidak tentu dan kerugian menggunakan


I. PENDAHULUAN daging ayam dapat diatasi dengan mensubstitusi
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging protein hewani dengan protein nabati. Protein
(kadang-kadang dari ikan) yang telah dicincang nabati bisa didapatkan dari kacang-kacangan salah
k e m u di a n di ha l u ska n d a n di b e ri b um bu - satunya yaitu koro pedang. Akan tetapi,
b um bu , dimasukkan kedalam pembungkus yang pemanfaatan koro pedang masih terkendala denga
berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan adanya zat antigizi glukosida sianogenik yang
atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa menimbulkan cita rasa yang kurang disuka (Dos, et
dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto, al., 2011). Alternatif untuk mengurangi asam
1983). Protein hewani umumnya menjadi bahan sianida yang ada pada koro pedang yaitu dengan
dasar pada pembuatan sosis ayam. Menurut modifikasi secara fermentasi. Fermentasi koro
Menteri Perdagangan Republik Indonesia bulan pedang menggunakan bakteri asam laktat akan
Desember 2013 harga daging ayam pada pasar memodifikasi protein, lemak, karbohidratat dari
domestik naik 0,4 persen dibandingkan bulan koro pedang tersebut.
november tahun yang sama. Selain itu, protein Modifikasi bentuk koro pedang dilakukan
hewani juga memiliki beberapa kerugian salah dengan menjadikan tepung untuk memudahkan
satunya yaitu tingginya kandungan lemak dalam proses pengolahan produk. Modifikasi koro
sehingga saat dikonsumsi dapat menyebabkan pedang secara fermentasi biasa disebut dengan TFT
meningkatnya kolesterol tubuh. (Tepung Fungsional Termodifikasi) koro pedang.

381 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TFT koro pedang dapat diaplikasikan pada produk spatula, penjepit, soxhlet Buchi, labu
olahan daging misalnya sosis, bakso, dan nugget kjeldahl dan destilator Buchi K-350, oven,
dan lain-lain. Fermentasi tersebut bertujuan untuk cawan porselen, pendingin balik, tanur
memperbaiki karakteristik nutrisinya. Fermentasi pengabuan Nabertherm, magnetic stirrer
yang dilakukan pada TFT koro pedang akan SM 24 Stuart Scientific.
memberikan pengaruh pada bahan pangan meliputi
B. Prosedur
daya serap air dan minyak, daya emulsi, stabilitas
Penelitian
emulsi, dan lain sebagainya. Selain pengaruh
tersebut, TFT koro pedang juga memiliki Rancangan penelitian menggunakan
kandungan fungsional kesehatan. Kandungan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
fungsional kesehatan TFT koro pedang yaitu Penelitian mengenai aplikasi TFT koro
indeks glikemik yang rendah. Menurut (Anggraeni, pedang sebagai bahan pengisi pada
2016) beras cerdas dengan berbasis TFT koro pegolahan sosis ayam dilakukan dengan
pedang memiliki indeks glikemik rendah yaitu menentukan formulasi bahan yang
50,57. Hal tersebut jika diaplikasikan pada produk dilakukan pengulangan pengamatan
sosis ayam juga akan menambah nilai fungsional sebanyak tiga kali. Perlakuan pada
kesehatan produk. pembuatan sosis dilakukan denga variasi:
100 % daging ayam = Kontrol (K)
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui sifat A1. Penggunaan 10 % TFT Koro pedang + 90 % daging
fisik dan proksimat sosis ayam dengan substitusi ayam
TFT koro pedang sebagai dasar pembuatan sosis A2. Penggunaan 20 % TFT Koro pedang + 80 % daging
ayam
ayam. Tujuan lain yaitu mengetahui persentase A3. Penggunaan 30 % TFT Koro pedang + 70 % daging
penggunaan TFT koro pedang untuk ayam
menghasilkan sosis ayam denga sifat fisik dan A4. Penggunaan 40 % TFT Koro pedang + 60 % daging
ayam
kimia yang baik dan disukai. A5. Penggunaan 50 % TFT Koro pedang + 50 % daging
ayam
A. Bahan dan
Peralatan
Data yang diperoleh dari uji organoleptik
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
dianalisis dengan uji kesukaan pada taraf 5%,
pendahuluan tahap I (proses pembuatan TFT Koro
sedangkan sifat fisik dan kimia dianalisis
Pedang) ini adalah biji koro pedang (Canavalia
menggunakan sidik ragam (ANOVA) untuk
ensiformis L.) didapat dari Asosiasi Tani Hutan
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
Rakyat Indonesia (ATHRI), media MRSA/ agar
parameter yang diukur. Untuk mengetahui
miring, media MRSB, kultur Lactobacillus
beda nyata diantara rerata perlakuan
plantaraum, Lactobacillus bulgaricus, dan
digunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)
Streptococcus thermophillus yang di isolasi dari
pada taraf uji 5%. Selain itu, data juga
agar miring koleksi Laboratorium Mikrobiologi
dibandingkan dengan sosis yang terbuat dari
FTP-UNEJ, asam sitrat, dan aquades. Bahan baku
100% ayam sebagai kontrol (K).
utama dan tambahan yang digunakan pada
Proses pembuatan sosis ayam dengan
pembuatan sosis TFT Koro pedang yaitu daging
substitusi Tepung Fungsional Termodikiasi
ayam fillet, TFT Koro Pedang, tapioka, air es.
(TFT) Koro Pedang dilakukan dengan dua
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian
tahap penyiapan bahan adonan. Pertama yaitu
yaitu bawang putih, merica, penyedap rasa, garam,
pembuatan adonan TFT Koro Pedang. TFT
gula pasir, Sodium triphospat (STPP).
Koro Pedang ditambahkan air sebanyak 10%
Alat yang digunakan untuk pembuatan bahan
dari total TFT Koro Pedang. Penambahan air
baku utama meliputi pisau stainlees steel, food
pada berfungsi untuk melumatkan TFT Koro
processor merek miyako, blender merek miyako,
Pedang. Kemudian ditambahkan minyak
ayakan Tyler 60 mesh, food processor Phillip,
sebanyak 2.5% yang berfungsi untuk
mixer merek Phillip, kompor merek miyako,
mengemulsi. Kemudian dilakukan
pengukus, alat penggoreng, selonsong sosis,
pengadukan hingga membentuk adonan.
freezer dan alat bantu lainnya. Sedangkan
Setelah itu ditimbang sesuai dengan
peralatan yang digunakan untuk analisis meliputi
perlakuan.
peralatan gelas (glassware) pyrex, eksikator,
Tahap kedua yaitu penyiapan daging ayam
neraca analitik Ohaus, colour reader, rheotex,
382 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
filet ditimbang sesuai perlakuan kemudian membentuk furfural dehida dari pentosa atau
dilakukan penggilingan dengan air es 10 % dari hidroksil metil furfural dari heksosa. Proses
berat daging. Penggilingan berfungsi untuk dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk
menghaluskan daging ayam fillet. Kemudian antara berupa metil-dikarbonil yang diikuti
ditambahkan bumbu dan tapioka 10% dari total penguraian menghasilkan reduktor dan
adonan. Setelah adonan tercampur rata dikarboksil seperti metilglioksal, asetat, dan
ditambahkan adonan TFT Koro pedang sesuai diasetil. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4
perlakuan dan dilakukan penggilingan. Adonan terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus
yang sudah jadi dimasukkan ke dalam selongsong amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan
sosis 10 cm. Setelah itu dilakukan pengovenan gugusan amino membentuk senyawa
selama 30 menit dengan suhu 500C untuk berwarna cokelat yang disebut melanoidin.
membentuk lapisan lilin pada sosis. Lapisan lilin Reaksi maillard inilah yang terjadi jika
adalah lapisan mengkilat yang tampak pada sosis. makanan dipanaskan atau pada penyimpanan
Setelah itu dilakukan pengukusan dengan api kecil makanan yang lama (Eskin, et al., 1971).
suhu dibawah 1000C untuk mematangkan sosis. Analisis warna hue ditunjukkan Gambar 1.
Kemudian sosis ayam TFT Koro Pedang dilakukan
pengamatan.
Parameter pengamatan yaitu karakteristik fisik
dan kimia . Karakteristik fisik meliputi warna (
dengan colour reader) dan tekstur (dengan
Rheotex). Karakteristik kimia meliputi Kadar air
dengan menggunakan Metode Termogravimetri,
Kadar abu dengan Metode Termogravimetri, Kadar
protein dengan Metode Kjedal, Kadar lemak
dengan Metode Soxhlet dan Kadar karbhohidrat
dengan Carbohydrate by Difference. Gambar 1. Derajat Hue sosis ayam dengan
substitusi TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro
III. HASIL DAN PEMBAHASAN pedang:90 daging ayam), A2 (20% TFT Koro
Karakteristik Fisik pedang:80 daging ayam), A3 (30% TFT Koro
pedang:70 daging ayam), A4 (40% TFT Koro
1. Derajat Warna (Hue)
pedang:60 daging ayam), A5 (50% TFT Koro
Hue dapat diartikan sebagai wana sebenarnya. pedang:50 daging ayam),
Hue adalah sudut dari 0 sampai 360 derajat.
Biasanya 0 adalah merah, 60 derajat adalah
2. Tekstur
kuning, 120 derajat adalah hijau, 180 derajat
adalah cyan, 240 derajat adalah biru dan 300 Tekstur merupakan indikator kualitas
derajat adalah magenta Hue menunjukkan jenis produk. Tekstur sosis dapat halus, kasar,
warna (seperti merah, biru, kuning) yaitu tempat keras maupun lunak. Tekstur juga menjadi
warna tersebut ditemukan dalam spectrum warna salah satu parameter suatu produk tersebut
(Pratt, 2007). baik atau tidak untuk dikonsumsi. Tekstur
pada sosis ayam TFT Koro Pedang berkaitan
Semakin besar substitusi TFT Koro pedang
dengan kandungan protein. Protein dapat
semakin besar nilai hue sosis ayam. Nilai hue yang
meningkatkan kemampuan gelasi sehingga
dihasilkan pada analisis yaitu 69,92-74,63. Kisaran
dapat membentuk fleksibilitas atau
nilai hue tersebut menunjukkan kecenderungan
kemampuan protein untuk terdenaturasi dan
warna kuning kecoklatan. Indikasi warna tersebut
membentuk jaringan dengan ikatan silang
berasal dari adanya reaksi maillard pada TFT Koro
(Kusharto et al,. 2013). Sifat gelasi berfungsi
Pedang. Gula pereduksi (Aldosa) bereaksi dengan
untuk pembentukan dan pengendapan
gugus amino dari protein TFT Koro Pedang
matriks protein, serta berguna untuk
sehingga dihasilkan basa Schiff. Perubahan terjadi
pembuatan produk daging, tahu dan keju
menurut reaksi amadori sehingga menjadi amino
(Widowati et al,. 1998). Hasil analisis tekstur
ketosa.
sosis ayam TFT Koro Pedang ditunjukkan
Hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi oleh Gambar 2.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 383


Analisis data tekstur yang dihasilkan pada daging ayam. Menurut Direktorat Gizi
perlakuan A1 – A5 antara 62 g/3mm - 80 g/3mm. Departemen Kesehatan RI tahun 1990 bahwa
Nilai tertinggi pada perlakuan A5 yaitu substitusi kadar air yang terkandung dalam daging
TFT Koro Pedang sebesar 50%. Menurut Fachirah ayam sebesar 66.0% yaitu paling tinggi
(2013), pati mampu membentuk gel yang apabila dibandingkan dengan sapi, domba, dan
menyerap air granula pati akan membesar dan kalkun. Sedangkan bahan substitusi yang
adonan akan menjadi kental dan keras sehingga digunakan yaitu TFT Koro Pedang
dengan penambahan rasio yang besar maka tekstur mempunyai kadar air sebesar 8.4%.
akan lebih keras karena kandungan patinya besar, Sosis ayam dengan substitusi TFT Koro
daya mengikat air lebih tinggi dan gel yang Pedang yang lebih tinggi memiliki
terbentuk akan semakin kompak. Kadar air dalam kandungan air yang lebih sedikit, sehingga
produk pangan dapat mempengaruhi kekerasan sosis ayam yang dihasilkan memiliki kadar
produk. Semakin banyak air yang terkandung air yang rendah pula. Hal tersebut
dalam produk, maka kekerasannya menurun dikarenakan ada interaksi antara pati dan
(Setyowati, 2002). protein sehingga air tidak dapat diikat lagi
secara sempurna, karena gugus aktif protein
yang seharusnya mengikat air digunakan
untuk mengikat pati. Pengikatan air oleh pati
dipengaruhi oleh kandungan amilosa,
semakin tinggi amilosa maka pati akan
bersifat kering dan mengandung air sedikit
(Setyowati, 2002). Analisis kadar air sosis
ayam dengan substitusi TFT Koro Pedang
ditunjukkan Gambar 3.

Gambar 2. Tekstur sosis ayam dengan substitusi TFT


Koro Pedang A1 (10% TFT Koro pedang:90 daging
ayam), A2 (20% TFT Koro pedang:80 daging ayam),
A3 (30% TFT Koro pedang:70 daging ayam), A4 (40%
TFT Koro pedang:60 daging ayam), A5 (50% TFT
Koro pedang:50 daging ayam)

Karakteristik Kimia
1. Kadar Air
Kadar air adalah besar rendahnya kandungan Gambar 3. Kadar air sosis ayam dengan
air yang ada dalam suatu produk pangan. Hasil substitusi TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro
analisis kadar air sosis ayam TFT Koro Pedang pedang:90 daging ayam), A2 (20% TFT Koro
ditunjukan pada Gambar 3. Kadar air sosis ayam pedang:80 daging ayam), A3 (30% TFT Koro
TFT Koro Pedang berkisar antara 56,10-62,91%. pedang:70 daging ayam), A4 (40% TFT Koro
pedang:60 daging ayam), A5 (50% TFT Koro
Kadar air paling tinggi perlakuan A1 yaitu
pedang:50 daging ayam)
penambahan 10% TFT Koro Pedang. Sedangkan
kadar air terendah yaitu perlakuan A5 dengan
penambahan TFT Koro Pedang 50%. 2. Kadar Abu
Diketahui bahwa semakin banyak penambahan Kadar abu merupakan suatu komponen
rasio TFT Koro Pedang pada substitusi sosis dalam bahan pangan yang menunjukkan
ayam, maka semakin rendah kadar air yang kadar mineral. Hasil analisis kadar abu
didapatkan. Hal tersebut dikarenakan bahan baku ditunjukkan pada Gambar 4. dengan hasil
yang digunakan pada sosis ayam TFT Koro kadar abu sosis ayam TFT Koro Pedang
Pedang mempunyai kadar air yang tinggi sehingga antara 1.98-2.16%. Nilai kadar abu paling
mempengaruhi kadar air sosis tersebut. Bahan tinggi yaitu pada perlakuan A5 dengan
baku yang digunakan pada pembuatan sosis yaitu rasio substitusi TFT Koro Pedang 50%.

384 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Sedangkan kadar abu paling rendah yaitu pada dihasilkan pada perlakuan A1 – A5 sebesar
perlakuan A1 dengan substitusi 10% TFT Koro 4,54 – 1,37 %. Bersasarkan Gambar 4.5
Pedang. Hasil analisis sidik ragam pada taraf 5% diketahui bahwa semakin banyak
diketahui bahwa substitusi TFT Koro Pedang penambahan TFT Koro Pedang pada sosis
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu sosis ayam maka kadar lemak semakin rendah.
ayam. Hal tersebut dikarenakan bahan baku yang
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kadar digunakan pada penelitian yaitu daging
abu pada sosis yaitu maksimal 3.00% (b/b) ayam. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI
sehingga dapat disimpulakan kadar abu dengan (1972) kadar lemak daging ayam sebesar
substitusi 10 % sampai 50% TFT Koro Pedang 25.00%. Kadar lemak pada TFT Koro
masih memenuhi syarat SNI. Kadar Abu Kontrol Pedang sebesar 2,139% wb (Kurniana,
(K) 100% daging ayam menunjukan bahwa kadar 2015). Pada perlakuan Kontrol (K) kadar
abu yang dihasilkan yaitu yang dihasilkan 1.95%. lemak yang dihasilkan yaitu 5.40% paling
Semakin banyak substitusi TFT koro pedang tinggi dibandingkan perlakuan lain. Hal
pada sosis ayam maka kadar abu yang dihasilkan tersebut dikarenakan bahan yang digunakan
semakin besar. Hal tersebut dikarenakan kadar yaitu 100% daging ayam. Hasil penelitian
abu TFT Koro pedang tinggi yaitu 2,193% kadar lemak sosis ayam TFT Koro Pedang
(Kurniana, 2015) dan kadar abu daging ayam ayang mendekati Kontrol (K) yaitu A1
sebesar 1.0% (Fennema, 1985). Analisis kadar dengan substitusi TFT Koro Pedang sebesar
abu ditunjukkan Gambar 4. 10%. Kadar lemak menurut SNI maksimal
yaitu 25% sehingga semua perlakuan
memenuhi keriteria SNI. Analisis kadar
lemak ditunjukkan Gambar 5.

Gambar 4. Kadar Abu sosis ayam dengan substitusi


TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro pedang:90
daging ayam), A2 (20% TFT Koro pedang:80 daging
ayam), A3 (30% TFT Koro pedang:70 daging ayam),
A4 (40% TFT Koro pedang:60 daging ayam), A5 (50% Gambar 5. Kadar Lemak sosis ayam dengan
TFT Koro pedang:50 daging ayam) substitusi TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro
pedang:90 daging ayam), A2 (20% TFT Koro
pedang:80 daging ayam), A3 (30% TFT Koro
3. Kadar Lemak pedang:70 daging ayam), A4 (40% TFT Koro
Lemak merupakan golongan lipida. Lemak pedang:60 daging ayam), A5 (50% TFT Koro
menjadi sumber energi dalam makanan. Hasil pedang:50 daging ayam)
analisis kadar lemak sosis ayam dengan
substitusi TFT Koro Pedang ditunjukkan pada 4. Kadar Protein
Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5. diketahui Analisis kadar protein bertujuan untuk
bahwa kadar lemak paling tinggi yaitu pada mengetahui besar kecil kadar protein dari
perlakuan A1 dengan substitusi TFT Koro suatu bahan pangan. Menurut Ningtyas
Pedang sebesar 10%. Nilai kadar lemak paling (2015) protein merupakan senyawa-
rendah yaitu pada perlakuan A5 dengan senyawa yang mengandung unsure-unsur
penambahan TFT Koro Pedang 50%. C, H, O, N dan dibentuk oleh sekumpulan
Berdasarkan nalisis sidik ragam pada taraf 5% asam amino yang mempunyai sifat dan
diketahui bahwa substitusi TFT Koro Pedang karakteristik yang berbeda. Analisis kadar
berpengaruh tidak nyata terhadap kadar lemak protein sosis ayam dengan substitusi TFT
pada sosis ayam TFT Koro Pedang. Nilai kadar Koro Pedang ditunjukkan pada Gambar 6.
karbohidrat sosis ayam TFT Koro pedang yang
Kadar protein sosis ayam TFT Koro

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 385


Pedang yang dihasilkan pada perlakuan A1 – A5 menyebabkan sosis yang dihasilkan
berkisar antara 16,49 – 22,02%. Kadar protein mempunyai kadar karbohidrat yang besar
paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan A1 yaitu pula. Analisis kadar karbohidrat sosis ayam
penambahan 10% TFT Koro Pedang. Kadar dengan substitusi TFT Koro Pedang
protein paling rendah yaitu pada perlakuan A5 ditunjukkan Gambar 7.
dengan substitusi 50% TFT Koro Pedang. Kadar
protein produk dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
bahan yang digunakan sebagai bahan baku serta
kandungan protein dari bahan tambahan yang
digunakan. Hal tersebut mengakibatkan semakin
banyak TFT Koro Pedang yang ditambahkan
maka semakin besar pula kadar protein sosis
ayam TFT Koro Pedang. Kadar protein sosis Gambar 7. Kadar Karbohidrat sosis ayam dengan
ayam menurut Badan Standart Nasional tahun substitusi TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro
1995 yaitu minimal 13,00% sehingga semua pedang:90 daging ayam), A2 (20% TFT Koro
perlakuan memenuhi syarat SNI. Sedangkan pedang:80 daging ayam), A3 (30% TFT Koro
Kontrol (K) sosis ayam dengan substitusi TFT pedang:70 daging ayam), A4 (40% TFT Koro
Koro Pedang yaitu sebesar 14,71%. pedang:60 daging ayam), A5 (50% TFT Koro
pedang:50 daging ayam)

Uji Efektifitas Sosis Ayam TFT Koro


Pedang
Uji efektifitas adalah uji yang digunakan
untuk mengetahui perlakuan terbaik dari
uji-uji yang sudah dilakukan. Uji efektifitas
meliputi sifat fisik (Derajat Hue dan
Gambar 6. Kadar Protein sosis ayam dengan substitusi
tekstur), kimia (kadar air, abu, lemak,
TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro pedang:90 protein dan karbohidrat) sosis ayam TFT
daging ayam), A2 (20% TFT Koro pedang:80 daging Koro Pedang. Hasil Uji efektifitas
ayam), A3 (30% TFT Koro pedang:70 daging ayam), ditunjukkan pada Gambar 4.13. Hasil uji
A4 (40% TFT Koro pedang:60 daging ayam), A5 (50% efektifitas yang telah dilakukan didapatkan
TFT Koro pedang:50 daging ayam) hasil yaitu perlakuan A1 (90 % Daging
Ayam : 10 % TFT Koro Pedang) dengan
5. Kadar Karbohidrat nilai 0,767 merupakan formula yang
terbaik. Analisis Uji Efektifitas ditunjukkan
Hasil analisis kadar karbohidrat sosis ayam
Gambar 8.
dengan substitusi TFT Koro Pedang ditunjukkan
pada Gambar 7. Nilai kadar karbohidrat sosis
ayam dengan substitusi TFT Koro Pedang pada
perlakuan A1 – A5 berkisar antara 14,09% -
18,35%. Kadar karbohidrat sosis dengan
substitusi TFT Koro Pedang dihitung
menggunakan metode by different, yaitu dengan
menghitung selisih antara 100% dengan total
kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar
protein. Dari hasil penelitian semakin banyak
penambahan TFT Koro Pedang yang Gambar 8. Efektivitas sosis ayam dengan
disubstitusikan maka kadar karbohidrat sosis substitusi TFT Koro Pedang A1 (10% TFT Koro
semakin meningkat. Peningkatan kadar pedang:90 daging ayam), A2 (20% TFT Koro
karbohidrat juga dipengaruhi oleh bahan baku pedang:80 daging ayam), A3 (30% TFT Koro
yang digunakan. Koro pedang mempunyai kadar pedang:70 daging ayam), A4 (40% TFT Koro
pedang:60 daging ayam), A5 (50% TFT Koro
karbohidrat sebesar 57,496% (Kurniana, 2015).
pedang:50 daging ayam)
Kandungan yang sangat besar tersebut
386 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016
Fachirah, Z,. 2013. “Karakteristik Nugger
IV. KESIMPULAN yang Dibuat dengan Variasu Rasio Jamur
Berdasarkan hasil dan pembahasan Aplikasi Merang (Volvoriella volvaciae) dan
Tepung Fungsional Termodifikasi Koro Pedang Tepung Koro Pedang (Canavalia
pada Pembuatan Sosis Ayam dapat disimpulkan ensiformis L.). Skripsi. Jember:UNEJ
bahwa Substitusi TFT Koro Pedang terhadap Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry –
daging ayam tidak berpengaruh nyata terhadap Second Edition. Revised and Expanded.
sifat fisik (warna dan tekstur), sifat kimia (kadar New York: Marcel Dekker, Inc
abu, kadar lemak, kadar karbohidrat) Perlakuan Kurniana, L.M. 2015. “Karakteristik Fisik,
terbaik dengan uji efektifitas yang meliputi sifat Kimia, dan Fungsional Tepung Koro
fisik dan kimia pada penelitian ini yaitu formula Pedang (Canavalia ensiformis L.)
A1 dengan penambahan TFT Koro Pedang Termodifikasi dengan Fermentasi
sebanyak 10% dan daging ayam 90% dengan nilai Menggunakan Lactobacillus plantarum.
0,767. Skripsi. Jember:UNEJ
Kusharto C.M., Amalia, F. 2013.
DAFTAR PUSTAKA “Formulasi Flakes Pati Garut dan
Anggraeni, R. 2016. “Karakteristik Kimia dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Cilarias
Indeks Glikemik Beras Cerdas Berbasis garipienus) sebagai Pangan Kaya Energi
Tepung Jagung, Tepung Koro Pdang Protein dan Mineral Untuk Lansia”.
(Canavalia ensiformis L.) Termodifikasi, dan Jurnal Departemen Gizi Masyarakat.
Mocaf”. Skripsi. Jember: UNEJ Fakultas Ekologi Manusia. Institus
BAM [Bacteriological Analytical Manual]. 2002. Pertanian Bogor. [10 Desember 2015]
GRAS Exempition Claim and Exempition Setyowati, M.T. 2002. Sifat Fisik. Kimia
Notification for the Use in Infant Formula of dan Polaabilitas Nugget Kelinci, Sapi,
Bifidobacterium, Lactobacillus and Strepto- Ayam yang Menggunakan Berbagai
coccus thermophilus. BAM Volume 1 [on Tingkat Konsentrasi Tepung Maizena.
line]. Skripsi. Bogor : Fakultas Peternakan.
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/fcn/gras Institut Pertanian Bogor.
_notices/grn000049A.pdf. [28 April 2016] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-
Doss. A., M. Pugalethi and Vadivel. 2011 “ 3820-1995. Sosis Daging. Dewan
Nutritional of Wild Jack Bean (Canavalia Standarisasi Nasional. Jakarta.
ensiformis) Seeds in Different Location of Widowati, S.S.K., Susi, W., Yulianti, R.
South India”. Word Applied Science Journal 1998. Fraksi Globulin dan Sifat
13(7):1606-1602 Fungsional Isolat Protein dari Seouluh
Eskin, N.A.M.,H.M Henderson. (1971). Varietas Kedelai Indonesia. Penelitian
Biochemistry of Food. New York: Academic Pertanian Tanaman Pangan 17(1):52-
Pess 58.

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, 31 Oktober 2016 387


Pemanfaatan Albedo Semangka dan Rosela dalam Pembuatan Permen Jelly
[Utilization of Watermelon Rind and Rosella in Making Jelly Candy]
Vonny Setiaries Johan1, Usman Pato1, Meiri Adelila Saragih
1
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau,
Kampus Bina Widya Tampan, Pekanbaru, 28291
E-mail: vonny_johan@yahoo.com
2
Penulis Kedua, dan seterusnya
E-mail: xxx@yyy.zzz

Abstract—The purpose of this research was to obtain the best ratio of watermelon rind and rosella
flower in the manufacture of jelly candy. This research used Complete Randomized Design (CRD)
with five treatments and three replications. The treatments in this research were ratio of extracts
watermelon rind and extracts of rosella flower 90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40 and 50 : 50. The
results showed that jelly candy from extract watermelon rind and rosella flower significantly
affected water, ash, fiber content and reduction sugar content, and hedonic test. The best jelly candy
was jelly candy with ratio of watermelon rind and rosella flower 50 : 50. The best jelly candy had
water content 7.52%, ash content 0.86%, fiber content 1,23%, sugar reduction content 21,59% and
panelist of hedonic test like the jelly candy.

Keywords—Jelly candy, watermelon rind, rosella

ha dengan produksi 2.308.000 kg. Produksi


I. PENDAHULUAN semangka yang semakin meningkat menyebabkan
Semangka merupakan salah satu jenis buah semakin meningkatnya bagian kulit semangka atau
tropis yang cukup digemari masyarakat. sering disebut albedo. Bagian yang tidak dimakan
Semangka mempunyai kadar air yang cukup tinggi ini dapat berpotensi menjadi limbah padat. Oleh
yaitu 92%, mempunyai rasa yang manis dan sebab itu, perlu dilakukan pengembangan produk
menyegarkan saat dikonsumsi pada cuaca panas. yang memanfaatkan albedo semangka.
Konsumsi buah semangka semakin meningkat dari Albedo merupakan lapisan tengah (mesokarp)
tahun ke tahun hal ini ditunjukkan dengan semakin yang terletak diantara epidermis luar (eksokarp)
meningkatnya permintaan pasar akan buah dan epidermis dalam (endokarp) yang merupakan
semangka. Permintaan pasar yang semakin bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna
meningkat menyebabkan produksi semangka putih. Sejauh ini albedo semangka diolah menjadi
semakin meningkat pula. Data dari BPS Riau beberapa produk makanan diantaranya selai,
tahun 2013 menunjukkan produksi semangka di manisan, teh, fruit leather dan jus. Albedo
Provinsi Riau mengalami peningkatan. Pada tahun semangka memiliki ketebalan antara 1,5-2,0 cm
2010 luas panen 187 ha dengan produksi atau hampir 36% dari buah yang dapat diolah
1.602.400 kg dan pada tahun 2011 luas panen 218 menjadi produk agar tetap dapat dikonsumsi dan

388 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


dimanfaatkan. Kandungan albedo semangka ekonomis, warna yang menarik dan disukai
sangat potensial apabila dimanfaatkan menjadi dikalangan masyarakat.
produk makanan. Albedo semangka mengandung Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
pektin 0,20%- 0,85% (rendemen basah), 8,55%- rasio terbaik ekstrak albedo semangka dan ekstrak
17,68% (rendemen kering) (Anugrahati, 2003). kelopak rosella pada pembuatan permen jelly.
Kandungan pektin yang cukup tinggi pada albedo
semangka dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
permen jelly albedo semangka. II.METODE PENELITIAN
Permen jelly merupakan permen yang dibuat Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan
dari campuran sari buah dan bahan pembentuk gel, rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5
yang berpenampilan jernih transparan serta perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga diperoleh
mempunyai tekstur dengan kekenyalan tertentu 15 unit percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini
(Hasniarti, 2012). Permen jelly merupakan permen adalah perbandingan albedo semangka (A) dan
yang cukup digemari kalangan luas baik anak- kelopak rosella (R) 90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 :
anak, remaja dan dewasa. Permen jelly yang 40 dan 50 : 50.
menarik adalah permen dengan warna yang cerah, Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
tekstur yang kenyal serta rasa manis dan asam. Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium
Permen jelly dari albedo semangka akan Analisis Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
menghasilkan warna yang pucat. Hal ini dudukung Universitas Riau.
oleh hasil penelitian Puspitasari (2010) yang Analisis kimia yang dilakukan adalah kadar air
menyatakan bahwa pada perlakuan kontrol selai (Sudarmadji et al., 2007), kadar abu (Sudarmadji
lembaran albedo semangka menghasilkan warna et al., 2007), kadar serat (Sudarmadji et al., 2007),
jingga kekuningan yang disebabkan albedo kadar gula reduksi (Sudarmadji et al., 2007) dan
semangka berwarna putih pucat. Oleh karena itu penilaian kesukaan keseluruhan emnggunakan
pada pembuatan permen jelly albedo semangka skala. Data yang diperoleh dianalisis secara
perlu penambahan pewarna alami. Pewarna alami statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam
yang dapat dimanfaatkan adalah buah naga merah, ANOVA (Analysis of Variance). Jika F hitung
buah bit, kulit lemon, rosella, dll. sama atau lebih besar dari F tabel maka dilakukan
Maryani (2008) menyatakan bahwa setiap 100g uji lanjut DNMRT (Duncan’s New Multiple Range
kelopak rosella mengandung 1,6 g protein, 0,1 g Test) pada taraf 5%.
lemak, 11,1 g karbohidrat, 2,5 g serat, 160 mg
kalsium, 285 g betakaroten. Zat aktif pada rosella A. Bahan dan Peralatan
yang dapat dimanfaatkan sebagi pewarna alami Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
adalah antosianin. Menurut Moulana (2012) permen jelly adalah buah semangka, kelopak
antosianin merupakan pigmen berwarna merah, rosella, karagenan, sukrosa, sirup fruktosa (HFS
ungu dan biru yang biasa terdapat pada jenis 55%) merk Rosebrand, asam sitrat, dan air. Bahan
tanaman. Antosianin dapat menggantikan kimia yang digunakan untuk analisis adalah
penggunaan pewarna sintetik rhodamin B, akuades, H2SO4 25%, NaOH 1 N, larutan Luff-
carmoisin dan amaranth sebagai pewarna merah Schoorl, CuSO4, Na2CO3, AgNO3 1 N, CaCl 0,1 N,
pada produk pangan. Selain dapat memperbaiki asam asetat, indikator pp 1%, natrium thiosulfat
warna, rosella juga dapat membantu pembentukan 0,1 N, larutan buffer, K2SO4 10%, alkohol 95%
gel dikarenakan rasa asam dan kandugan pektin dan KI 20%
sebesar 3,19%. Hasil penelitian Rahmi (2012) Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan
menyatakan bahwa pembuatan permen jelly permen jelly adalah blender, timbangan analitik,
rosella dengan perlakuan penambahan 10% panci, baskom, pisau, sendok, penyaring, gelas
gelatine menghasilkan antosianin paling tinggi ukur, kompor gas, pengaduk, hot plate, cetakan
yaitu 24,87 mg/L. permen jelly, aluminium foil dan refrigerator.
Permen jelly albedo semangka dengan Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH
penambahan rosella diharapkan menghasilkan meter, oven, tanur, cawan porselen, desikator,
produk yang memiliki nilai gizi tinggi, bernilai kertas saring, erlenmeyer, labu ukur, buret, corong,

389 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


loyang, gelas ukur,wadah kertas, sarung tangan, Kadar air adalah salah satu karakteristik yang
alat tulis dan booth untuk uji sensori. sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur,
B. Prosedur Penelitian
citarasa dan daya awet pangan. Hasil sidik ragam
Pembuatan ekstrak albedo semangka diawali menunjukkan bahwa rasio ekstrak albedo
dengan memisahkan bagian albedo semangka semangka dan ekstrak kelopak rosella berpengaruh
yang berwarna putih dari bagian lain dari nyata terhadap kadar air permen jelly yang
semangka. Selanjutnya albedo dibersihkan dengan dihasilkan. Rata-rata kadar air permen jelly yang
air mengalir dan dipotong kecil-kecil. Potongan dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.
tersebut dihaluskan menggunakan blender dan Tabel I menunjukkan bahwa rata-rata kadar air
ditambahkan air hangat dengan perbandingan permen jelly berkisar antara 7,52-9,37%. Kadar air
albedo dan air 2:1. Bubur albedo semangka permen jelly mengalami penurun dengan
tersebut kemudian disaring menggunakan kain, menurunnya jumlah ekstrak albedo semangka dan
sehingga diperoleh ekstrak albedo semangka. meningkatnya jumlah ekstrak kelopak rosella.
Pembuatan ekstrak kelopak rosella diawali Perbedaan kadar air tersebut disebabkan oleh
dengan memisahkan kelopak rosella dengan perbedaan kadar air dalam bahan baku yang
bijinya, selanjutnya dicuci dengan air mengalir digunakan. Berdasarkan hasil analisis kadar air
dan dipotong kecil-kecil. Kelopak rosella yang albedo semangka lebih tinggi dibandingkan
telah dipotong kemudian dihaluskan dengan kelopak rosella yaitu 91,43%, sedangkan kelopak
menggunakan blender dan ditambahkan air rosella 86,20%. Kadar air permen jelly dari
dengan perbandingan kelopak rosella dan air 2:1. penelitian ini sudah memenuhi syarat mutu
Bubur kelopak rosella kemudian disaring dan permen jelly berdasarkan SNI No. 3574.2-2008
didapatkan ekstrak kelopak rosella. yaitu maksimal 20%. Kadar air permen jelly jauh
Proses pembuatan permen jelly albedo lebih rendah dibandingkan bahan bakunya
semangka dan rosella mengacu pada Santoso dikarenakan pada pembuatan permen ini dilakukan
(2007). Ekstrak albedo semangka dan ekstrak pengeringan selama 24 jam. Hal tersebut yang
kelopak rosella dicampur sesuai perlakuan, menyebabkan kandungan air dalam bahan yang
kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 70ºC cukup tinggi menjadi rendah.
selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan sukrosa Selain faktor kadar air dalam bahan baku,
sebanyak 13,7% sirup fruktosa sebanyak 37% dan Kadar air permen jelly semakin menurun pada
karagenan sebanyak 3% sambil diaduk. perlakuan yang banyak menggunakan ekstrak
Pemanasan tetap dilakukan sampai seluruh larutan albedo semangka dan sedikit ekstrak kelopak
mengental sambil diaduk-aduk selama kurang rosella, hal ini berkaitan dengan kandungan
lebih 30 menit hingga mencapai suhu 100oC. pektinnya. Albedo semangka mengandung pektin
Kemudian api dimatikan dan ditunggu sampai yang lebih tinggi dibandingkan kelopak rosella.
suhu mencapai 70ºC dan selanjutnya ditambahkan Sulihono (2012) menyatakan bahwa pektin adalah
asam sitrat 0,3%. Kemudian larutan dituang senyawa polimer yang dapat mengikat air,
kedalam loyang dan ditutup dengan aluminium membentuk gel dan mengentalkan cairan. Sifat ini
foil dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang. dapat dimanfaatkan sehingga selain untuk jelly,
Setelah itu dimasukkan dalam refrigerator dengan pektin juga dapat dipakai dalam industri daging
suhu 5oC selama 24 jam kemudian dibiarkan dan produk pangan lainnya yang membutuhkan
selama 1 jam pada suhu kamar. Selanjutnya pengikat air.
dicetak menggunakan cetakan kemudian permen .
jelly dikeringkan menggunakan oven selama 24
jam pada suhu 50oC.
TABEL I
HASIL ANALISIS KADAR AIR DAN ABU PERMEN JELLY
ALBEDO SEMANGKA DAN KELOPAK ROSELLA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan albedo
Kadar air Kadar abu
A. Kadar Air semangka dan kelopak
(%) (%)
rosella

390 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


90 : 10 9,37b 0,63a pemecahan oleh enzim dalam saluran pencernaan
80 : 20 9,15b 0,70b dan tidak dapat diabsorbsi. Komponen serat
70 : 30 8,50ab 0,74c termasuk golongan karbohidrat seperti selulosa,
60 : 40 8,11a 0,82d
50 : 50 7,52a 0,86e
lignin dan hemiselulosa (Winarno, 2004). Hasil
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan
perbedaan yang nyata pada taraf 5%. ekstrak albedo semangka dan ekstrak kelopak
rosella memberikan pengaruh nyata terhadap
kadar serat permen jelly yang dihasilkan. Rata-rata
B. Kadar Abu hasil analisis kadar serat permen jelly yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel II.
Abu adalah residu organik dari pembakaran
Tabel II menunjukkan bahwa rata-rata kadar
bahan-bahan organik. Penentuan kadar abu
serat permen jelly berkisar antara 0,74-1,23%.
berhubugan erat dengan kandungan mineral terdiri
Peningkatan rasio ekstrak kelopak rosella dan
dari kalium, kalsium, natrium, besi, mangan dan
penurunan rasio ekstrak albedo semangka
magnesium. Tujuan pengukuran kadar abu
menyebabkan kadar serat permen jelly yang
bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan
semakin menurun. Berdasarkan hasil analisis
mineral yang terdapat dalam permen jelly. Hasil
kadar serat rosella yaitu sebesar 2,50%, yang lebih
sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan
tinggi dibandingkan kadar serat albedo semangka
ekstrak albedo semangka dan ekstrak kelopak
yaitu sebesar 0,82%. Kadar serat yang diperoleh
rosella memberikan pengaruh nyata terhadap
menunjukkan penurunan jika dibandingkan
kadar abu permen jelly yang dihasilkan. Rata-rata
dengan bahan bakunya. Penurunan nilai kadar
hasil analisis kadar abu permen jelly yang
serat kasar ini disebabkan oleh pengaruh
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel I.
perlakuan pada albedo semangka dan kelopak
Tabel I menunjukkan bahwa rata-rata kadar abu
rosella sebelum pengolahan. Hal ini sesuai dengan
permen jelly berkisar antara 0,63-0,86% dan telah
penelitian Siregar (2001) nilai rata-rata kadar serat
memenuhi standar mutu permen jelly sesuai SNI
kasar sebesar 0,81% niai yang lebih tinggi jika
3547-2-2008 yaitu maksimal 3%. Kadar abu
dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu
tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan
0,60%. Kadar serat kasar mengalami penurunan
albedo semangka dan kelopak rosella 50:50, yaitu
dari bahan baku yaitu sebesar 0,95%.
0,86% sedangkan kadar abu terendah terdapat
pada perlakuan perbandingan albedo semangka TABEL II
dan kelopak rosella 90:10, yaitu 0,63%. Hasil HASIL ANALISIS KADAR SERAT DAN GULA REDUKSI
pengujian kadar abu menunjukkan bahwa semakin PERMEN JELLY ALBEDO SEMANGKA DAN KELOPAK
ROSELLA
banyak ekstrak kelopak rosella dan semakin
sedikit ekstrak albedo semangka yang digunakan Perbandingan albedo
Kadar
Kadar gula
maka kadar abu semakin meningkat. Peningkatan semangka dan kelopak reduksi
serat (%)
kadar abu permen jelly disebabkan karena rosella (%)
90 : 10 0,74a 17,96a
kandungan mineral pada rosella lebih tinggi 80 : 20 0,82b 18,88b
dibandingkan albedo semangka. Berdasarkan hasil 70 : 30 0,93c 20,07c
analisis kadar abu rosella yaitu sebesar 1,0% yang 60 : 40 1,08d 21,08d
lebih tinggi dibandingkan kadar abu albedo 50 : 50 1,23e 21,59e
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan
semangka yaitu sebesar 0,52%. Menurut Hunaefi perbedaan yang nyata pada taraf 5%.
(2002) tinggi atau rendahnya kadar abu permen
jelly dipengaruhi kandungan senyawa organik
dalam bahan penyusunnya. Selanjutnya Winarno D. Kadar Gula Reduksi
(2008) menyatakan bahwa kadar abu suatu produk Kadar gula reduksi merupakan banyaknya
pangan berkaitan dengn mineral yang terkandung kandungan gula pereduksi dalam bahan pangan.
didalam bahan tersebut. Gula reduksi merupakan gula yang dapat
mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron
C. Kadar Serat
yang biasanya berasal dari golongan monosakarida.
Serat makanan adalah bahan pangan yang Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
berasal dari tanaman, yang tahan terhadap

391 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


penggunaan ekstrak albedo semangka dan ekstrak rasa asam sedikit manis, berwarna merah,
kelopak rosella memberikan pengaruh nyata beraroma albedo semangka dan rosella dan
terhadap kadar gula reduksi permen jelly yang memiliki tekstur kenyal. Menurut Buckle et al.
dihasilkan. Rata-rata hasil analisis kadar gula (2007) hasil terbaik yang diharapkan dari
reduksi permen jelly yang dihasilkan dapat dilihat pembuatan permen jelly yaitu rasa manis sedikit
pada Tabel II. asam, tekstur kenyal, warna cerah dan beroma
Tabel II menunjukkan bahwa rata-rata kadar baik.
gula reduksi permen jelly berkisar antara 17,96- TABEL III
21,59%. Tingginya gula reduksi pada perlakuan PENILAIAN HEDONIK PERMEN JELLY ALBEDO
perbandingan ekstrak albedo semangka dan SEMANGKA DAN KELOPAK ROSELLA
kelopak rosella 50 : 50 disebabkan jumlah sari
buah yang digunakan cukup tinggi (60%), Perbandingan albedo
Penilaian hedonik
sehingga dalam kondisi pH rendah (suasana asam) semangka dan kelopak
keseluruhan
rosella
sukrosa dapat tereduksi menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya 90 : 10 2,86a
gugus OH bebas yang reaktif. Hal ini sesuai 80 : 20 3,17b
dengan pendapat Desrosier (1989) bahwa sukrosa 70 : 30 3,63c
60 : 40 3,97d
bersifat non pereduksi karena tidak mempunyai 50 : 50 4,36e
gugus OH bebas yang reaktif, tetapi selama Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan
pemasakan dengan adanya asam, sukrosa akan perbedaan yang nyata pada taraf 5%.

terhidrolisis menjadi gula invert yaitu fruktosa dan


glukosa yang merupakan gula reduksi. Menurut
IV. KESIMPULAN
Rienoviar (2010) pH kelopak rosella berkisar
2,61-2,67. Sedangkan Lembang (2012) Berdasarkan hasil dan pembahasan dibuat
menyatakan bahwa hasil uji proksimat terhadap kesimpulan, maksimal 100 kata.
albedo semangka menghasilkan pH sebesar 5,6. 1. Rasio ekstrak albedo semangka dan ekstrak
Hal inilah yang menyebabkan semakin banyak kelopak rosella berpengaruh nyata
penambahan ekstrak kelopak rosella dan semakin terhadap kadar air, kadar abu, kadar serat,
sedikit penambahan ekstrak albedo semangka akan kadar gula reduksi, serta uji hedonik secara
menghasilkan gula reduksi yang semakin keseluruhan.
meningkat karena kondisinya semakin asam. 2. Perlakuan terbaik dari parameter yang
telah diamati adalah perlakuan
perbandingan ekstrak albedo semangka
E. Penilaian Hedonik dan ekstrak kelopak rosella 50 : 50.
Penilaian keseluruhan merupakan penilaian Permen jelly yang dihasilkan mengandung
panelis terhadap semua atribut mutu permen jelly. kadar air 7,52%, kadar abu 0,86%, kadar
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rasio serat 1,23%, kadar gula reduksi 21,59%
ekstrak albedo semangka dan ekstrak kelopak serta penilaian sensori secara keseluruhan
rosella berbeda nyata terhadap tingkat kesukaaan disukai oleh panelis dengan deskripsi
panelis secara keseluruhan terhadap permen jelly warna merah, rasa asam, tekstur agak
yang dihasilkan. Rata-rata penilaian tingkat kenyal dan beraroma rosella.
kesukaan panelis disajikan pada Tabel III.
Dilihat dari Tabel III diketahui bahwa skor rata-
rata tingkat kesukaan panelis yaitu 2,86-4,36 (agak DAFTAR PUSTAKA
suka-suka). Penilaian keseluruhan merupakan [1] Anugrahati, N.A. 2003. Sifat-sifat composite edible film dari
pektin albedo semangka (citrullus vulgaris schard.) dan tapioka. Jumal llmu
hasil penerimaan keseluruhan terhadap warna, rasa, dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, 1-15
tekstur dan aroma dari permen jelly.Permen jelly [2] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI kembang gula. BSN,
Jakarta.
yang paling disukai panelis adalah perlakuan [3] Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet dan M. Wotton. 2007.
perbandingan antara albedo semangka dan kelopak Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas
Indonesia-PRESS. Jakarta.
rosella 50:50 dengan skor 4,36 (suka). Permen [4] Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan.
jelly yang disukai panelis adalah permen dengan Penerjemah M. Muljohardjo. Universitas Indonesia-PRESS. Jakarta.

392 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


[5] Hasniarti. 2012. Studi pembuatan permen buah dengen [10] Rienoviardan N, Husain. 2010.Penggunaan asam askorbat
(Dillenia serrata Thumb). Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian, (vitamin c) untuk meningkatkan daya simpan sirup rosela (Hibiscus
Universitas Hasanuddin. Makassar. sabdariffa Linn.). Jurnal Balai Besar Industri Agro, volume 23 (1).
[6] Lembang, E. P. 2012. Variasi waktu dan suhu ekstraksi Halaman 12-26
albedo semangka (Citrullus vulgaris Schard) terhadap kualitas permen [11] Santoso, D. 2007. Pemanfaatan rumput laut Gelidium sp.
jelly. Skripsi. Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. dalam pembuatan permen jelly. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Yogyakarta. kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[7] Maryani, H dan L. Kristiana. 2006. Khasiat dan Manfaat [12] Siregar, B, A. 2001. Mempelajari aspek pengeringan dan
Rosela. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta mikrobiologis produk makanan semi basah “Tangkue” dari rumput
[8] Moulana, R., Juanda, S. RohayadanR. Rosika. 2012. Efektivitas laut Kappaphicusalvatezii. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan.
penggunaan jenis pelarut dan asam dalam proses ekstraksi pigmen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instut Pertanian Bogor. Bogor.
antosianin kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal [13] Sudarmadji, S., B. Hariyono dan Suhardi. 1997. Prosedur
Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, volume 4 (3). Halaman1-6. analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta.
[9] Puspitasari, Y., Purwijantiningsih dan L. F. Pranata. 2010. [14] Wijana, S., Mulyadi, A., Septifirta. 2008. Pembuatan permen
Kualitas selai lembaran dengan kombinasi albedo semangka (Citrullus jelly dari buah nanas (Ananas comosus L.) subgrade (kajian
vulgaris Schard) dan buah naga super merah (Hylocereus costaricensis). konsentrasi karagenan dan gelatin). Jurnal Teknologi Industri Pertanian,
Skripsi. Fakultas Teknologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. volume 1(2). Halaman 1-16.
Yogyakarta. [15] Winarno, F. G. 2008. Kimia pangan dan gizi. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

393 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Peningkatan Kualitas Produk Berdasarkan Hubungan Faktor Penyebab Cacat
Pada Industri Pengolahan Kayu
(Studi Kasus: PD. Wonoagung Sejahtera, Kabupaten Gresik)
[Improvement of Product Quality Based on The Relation of Causes of Defect
in Wood Processing Industry: A Case Study at PD. Wonoagung Sejahtera, Gresik]
Retno Astuti1, Imam Santosa1, Anas Abdillah2
1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
Jalan Veteran, Malang, 65145
E-mail:rretno_astuti@ub.ac.id atau retno_astuti_triharso@yahoo.com
2
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya seterusnya

Abstract—The growth of wood processing industris in Gresik causes a tight competition. In order to be able to
survive, the company should pay attention to the quality of the products. Implementation of Six Sigma is one
method to control the product quality by minimising the defects and identify the causes of the defects. The
corrective actions then can be determined based on the result of Six Sigma implementation. This study aimed to
analyze the causes of defects in the wood processing industry PD. Wonoagung Sejahtera in Gresik Interpretive
Structural Modeling(ISM) then was used to prioritize corrective action recommendations to reduce defects in the
wood processing industry.

Keywords— ISM, Quality, Six Sigma, Wood Industry,

PD. Wonoagung Sejahtera merupakan


I. PENDAHULUAN salah satu industri pengolahan jenis kayu keruing
Penggunaan kayu dalam kehidupan yang tercatat di Kabupaten Gresik. Kayu keruing
manusia telah ada sejak dahulu. Kayu merupakan (Dipterocarpus spp.) yang memiliki berat jenis
komponen terpenting dalam pembangunan (BJ) 0,511,01 (kelas ringan) dengan sifat kayu
perumahan dan gedung-gedung lainnya di agak keras hingga keras, termasuk kelas kuat I-II
Indonesia. Dengan memanfaatkan kayu sebagai (kuat) dan kelas awet III (cukup awet) (Sari, 2014).
produk, banyak perusahaan-perusahaan pengolah PD Wonoagung Sejahtera merupakan industri
kayu yang muncul saat ini dan menjadikannya primer dan sekunder hasil hutan kayu yang
sebagai suatu bisnis atau usaha. Perusahaan berkapasitas 4.000 m3 per tahun dengan
pengolah kayu ini juga banyak terdapat di menghasilkan kayu gergajian seperti balok, reng,
Kabupaten Gresik. Berdasarkan data dari broti, kaso atau usuk, dan papan sebagai produk
Pemerintah Kabupaten Gresik, pada tahun 2012 utama serta barang-barang bangunan yang terbuat
tercatat jumlah pabrik kayu atau industri di bidang dari kayu saperti kosen, daun pintu, jendela, dan
perkayuan di Gresik mencapai 200 unit usaha. lain-lain.

394 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pertumbuhan industri pengolahan kayu di sebagai tindakan pengendalian kualitas lanjutan
Kabupaten Gresik menimbulkan persaingan yang berdasarkan usulan perbaikan dari peneliti
ketat sehingga perusahaan harus mencari cara Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:.
yang tepat untuk dapat bertahan dan bersaing 1. Tahap definisi
dengan produk lainnya di pasar. Perusahaan perlu Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah
memperhatikan segi kualitas produk yang akan penting dalam proses produksi yang sedang
dipasarkan. Menurut Dewi (2012), untuk berlangsung dengan cara mempelajari alur proses
mempertahankan pelanggan maka perusahaan produksi kayu keruing di PD. Wonoagung
dituntut dapat memenuhi keinginan pelanggan, Sejahtera, Gresik. Peta proses produksi
khususnya kualitas produk. digambarkan pada tahap pertama untuk lebih
Salah satu metode penanganan dalam hal mengetahui konsep produksi kayu keruing dan
pengendalian kualitas adalah dengan penerapan hal-hal yang perlu diperbaiki. CTQ (Critical to
Six Sigma. Penerapan metode Six Sigma sebagai Quality) dan jenis cacat terbesar kemudian
analisis pengendalian kualitas bertujuan untuk ditentukan dalam proses produksi tersebut.
meminimalkan cacat serta mengidentifikasi faktor Identifikasi CTQ dilakukan dengan menghitung
penyebab cacat sehingga perusahaan dapat frekuensi setiap CTQ kemudian membuat diagram
menentukan tindakan perbaikannya. Menurut Brue pareto untuk mengetahui cacat terbesar sebagai
(2006), Six Sigma yang dapat dianggap sebagai dasar perbaikan selanjutnya
proses lanjutan pengendalian kualitas tersebut 2. Tahap pengukuran
merupakan aplikasi peningkatan kualitas produk Pada tahap ini dilakukan pengukuran kinerja
agar memberikan keuntungan yang lebih baik. proses produksi wood working dan jumlah produk
Tujuan penelitian ini adalah menentukan yang cacat dengan langkah sebagai berikut:
nilai Sigma di PD. Wonoagung Sejahtera dalam a. Penentuan jumlah sampel dan pengambilan
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi, sampel
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Sampel yang diambil berupa sawn timber
cacat produk yang dihasilkan, dan menentukan (barang setengah jadi yang sudah dikeringkan
usulan perbaikan prioritas untuk mengurangi dan dipotong sesuai ukuran pemesanan) pada
produk cacat di PD. Wonoagung Sejahtera produksi wood working jenis kayu keruing.
berdasarkan hubungan faktor penyebab cacat Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah
tersebut.. produksi wood working dalam satu tahun
. sebelumnya, yaitu sebesar 7.029,37 m³.
Jumlah sampel ditentukan menggunakan
II.METODE PENELITIAN rumus Slovin sebagai berikut (Sugiyono,
Penelitian ini hanya dilakukan pada tahapan 2014):
proses pemotongan (cutting) untuk produksi wood
working (kayu bentukan) dari jenis kayu keruing
Dimensi yang diukur dalam penelitian ini adalah Keterangan:
kecacatan produk kayu yang tidak sesuai standar n = Jumlah sampel.
kualitas yang telah ditentukan perusahaan. Cacat N = Jumlah populasi.
yang dipertimbangngkan dalam penelitian ini e = Persentase kelonggaran ketelitian karena
adalah lubang gerek, pingul, mata kayu sehat, kesalahan pengambilan sampel.
mata kayu busuk, lubang mata kayu, serat miring,
retak atau pecah, salah potong (miscut), dan salah Kelonggaran ketelitian yang digunakan dalam
bentuk (warp). penelitian ini adalah 5% sehingga jumlah
A. Six Sigma sampel yang diperbolehkan adalah 378,46 m3
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
memeriksa hasil proses pemotongan kayu
dengan metode Six Sigma yang meliputi tahap
berdasarkan ketentuan standar mutu
definisi (define), tahap pengukuran (measure), dan
perusahaan dengan cacat yang
tahap analisis (analyze). Perusahaan menginginkan
dipertimbangkan adalah lubang gerek, pingul,
tahap improve dan control dilakukan sendiri

395 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


mata kayu sehat, mata kayu busuk, lubang Pembuatan peta kendali kemudian dilakukan
mata kayu, serat miring, retak atau pecah, lagi sampai diperoleh proses dalam keadaan
salah potong (miscut), dan salah bentuk in statistical control.
(warp). Jumlah cacat yang diperoleh per d. Pengukuran nilai DPMO (Defect Per Million
pieces atau per batang produk kemudian Opportunities) dan nilai Sigma
dicatat dan diakumulasikan serta dihitung Penentuan nilai Sigma dilakukan dengan
volumenya berdasarkan ukuran pemotongan mengukur Defect Per Opportunities (DPO)
kayu. dan DPMO. DPO merupakan suatu ukuran
b. Uji kenormalan data kegagalan yang menunjukan jumlah cacat
Uji kenormalan data digunakan untuk atau kegagalan per satu kesempatan.
mengetahui data yang diteliti mengikuti Perhitungan DPO menggunakan rumus:
distribusi normal atau tidak. Uji kenormalan
data dilakukan menggunakan uji normalitas
Anderson-Darling dengan bantuan software
Minitab 14. Jika masing-masing variabel
Penentuan nilai DPMO pada proses bertujuan
mendekati garis normal, maka dapat variabel
untuk mengetahui nilai cacat per satu juta
tersebut berdistribusi normal. Jika masing-
produk yang dihasilkan dengan rumus:
masing variabel tidak mendekati garis normal,
maka dilakukan perbaikan dengan mengganti
data dan dilakukan pengujian kembali sampai
didapatkan data yang berdistribusi normal
Perhitungan nilai Sigma dapat dilakukan
c. Pembuatan peta kendali p
dengan bantuan software Microsoft Excel
Peta kendali (control chart) digunakan untuk
menggunakan rumus:
menganalisa output dari suatu proses . Data
yang merupakan cacat output di-plot pada
peta kendali. Tujuan utama pembuatan peta
kendali adalah untuk mendeteksi penyebab e. Perhitungan nilai kapabilitas proses
khusus dengan cepat sehingga dapat segera Penentuan kapabilitas berfungsi untuk
diambil tindakan perbaikannya dan untuk mengukur kinerja dari suatu proses produksi.
mengetahui kapabilitas proses perusahaan Penentuan nilai kapabilitas proses untuk
(process capability). Perhitungan garis tengah sampel dengan data atribut dapat dilihat
(P), batas kendali atas (UCL) dan batas dari % final yield yang dihasilkan oleh proses
kendali bawah (LCL) adalah sebagai berikut tersebut. Suatu proses dapat dikatakan sudah
(Gaspersz, 2007): baik apabila nilai % final yield ≥ 99,73 %
(Muis, 2013). Menurut Pande dkk., (2003),
perhitungan % final yield adalah:
UCL =
3. Tahap analisis
LCL = Pada tahap ini dilakukan analisa hasil dari
tahap pengukuran sehingga diketahui akar
Keterangan: permasalahannya. Hubungan antar penyebab
ΣP = Total cacat yang ditemukan masalah tersebut dianalisis dengan menggunakan
Σn = Total inspeksi yang dilakukan metode Intepretive Structural Modelling (ISM)
sehingga dapat dtentukan prioritas tindakan untuk
Setelah dilakukan perhitungan tersebut. semua mengatasi penyebab permasalahan tersebut dalam
titik p digambar beserta batas-batas pengendalian kualitas pada proses pemotongan
kendalinya. Apabila ada titik out of statistical (cutting) untuk produksi wood working (kayu
control, maka data tersebut harus direvisi bentukan) dari jenis kayu keruing di PD
dengan menghilangkan data tersebut atau Wonoagung Sejahtera, Gresik.
menggantinya dengan data yang baru.

396 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


B. Intepretive Structural Modelling (ISM) Transivitas hubungan kontekstual tersebut
ISM dibuat dengan tujuan untuk memahami kemudian diperiksa (jika elemen i mendukung
perilaku sistem secara utuh setelah dilakukan keberadaan elemen j dan elemen j mendukung
identifikasi hubungan antar elemen sistem dalam keberadaan elemen k, maka elemen i
tiap elemen sistem (Eriyatno, 2003). Langkah – seharusnya mendukung elemen k) untuk
langkah analisis keterkaitan antar faktor-faktor memperoleh matriks reachability akhir. Pada
penyebab cacat pada proses pemotongan sebagai matriks akhir tersebut, kekuatan penggerak
elemen sistem dengan menggunakan ISM adalah elemen ditunjukkan melalui penjumlahan
sebagai berikut: elemen (i,j) pada tiap baris dan keterkaitan
1. Penyusunan elemen penyebab cacat proses antar elemen ditunjukkan melalui penjumlahan
pemotongan yang diperoleh dari para pakar elemen (j,i) pada tiap kolom
2. Analisis hubungan kontekstual bahwa satu 4. Kelompok reachability kelompok antecedent
elemen (elemen i) mendukung keberadaan untuk setiap elemen diperoleh dari matriks
elemen lain (elemen j). Hubungan kontekstual reachability akhir. Kelompok reachability
antar elemen i dan j ini diperoleh dari para mencakup satu elemen dan elemen lain yang
pakar yang memberikan pendapatnya melalui mungkin keberadaannya didukung oleh satu
pengisian kuesioner dengan simbol sebagai elemen tersebut. Kelompok antecedent
berikut: mencakup satu elemen dan elemen lain yang
V: elemen i mendukung keberadaan elemen j, mendukung keberadaan satu elemen tersebut.
tetapi tidak sebaliknya Perpotongan antara kedua kelompok tersebut
A: elemen j mendukung keberadaan elemen i, kemudian diturunkan untuk seluruh elemen.
tetapi tidak sebaliknya Elemen dengan reachability dan perpotongan
X: elemen i dan elemen j saling mendukung yang sama merupakan tingkat atas pada hirarki
keberadaannya ISM
O: elemen i dan elemen j tidak saling Elemen tingkat atas dalam hirarki tidak akan
behubungan mendukung keberadaan elemen lain di tingkat
Structural Self Interaction Matrix (SSIM) atasnya. Elemen dipisahkan dari elemen lain
kemudian dibuat berdasarkan hubungan setelah elemen tingkat atas teridentifikasi.
kontekstual yang diperoleh dari para pakar Proses yang sama kemudian diulang untuk
tersebut memperoleh elemen lain pada tingkat
3. SSIM ditransformasikan ke dalam bentuk berikutnya
matriks biner yang disebut matriks 5. Model struktural dapat dibuat dari matriks
reachability awal dengan cara menggantikan V, akhir reachability. Jika terdapat hubungan
A, X, O dengan angka 0 dan 1 sesuai peraturan antar elemen i dan j, maka anak panah dibuat
sebagai berikut: dari elemen i ke elemen j. Gambar ini disebut
Jika elemen (i,j) pada SSIM diisi V, maka directed graph (digraph). Setelah transitivitas
elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi dihilangkan, digraph dikonversikan ke dalam
1 dan elemen (j,i) pada matriks reachability model berdasarkan ISM.
menjadi 0 .
Jika elemen (i,j) pada SSIM diisi A, maka
elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi III. HASIL DAN PEMBAHASAN
0 dan elemen (j,i) pada matriks reachability A. Tahap Pendefinisian (Define)
menjadi 1 Tahap proses produksi PD. Wonoagung
Jika elemen (i,j) pada SSIM diisi X, maka Sejahtera, Gresik meliputi pembelahan bahan baku
elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi awal kayu log dengan ketebalan 4-6 cm kemudian
1 dan elemen (j,i) pada matriks reachability ditumpuk berdasarkan ketebalan kayu agar
menjadi 1 memudahkan proses pengeringan. Proses
Jika elemen (i,j) pada SSIM diisi O, maka pengeringan dilakukan selama kurang lebih 12-18
elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi hari dengan suhu pengeringan 50-80ºC sampai
0 dan elemen (j,i) pada matriks reachability kadar air dalam kayu berkurang menjadi 10-14%.
menjadi 0

397 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Tanda dengan kapur diberikan pada kayu yang dilakukan untuk menggolongkan kualitas kayu,
terdapat cacat berdasarkan jenis cacat agar dalam grade A, grade B, atau grade C.
memudahkan saat dikelompokan atau proses Identifikasi CTQ dilakukan setelah
grading. mendefinisikan peta proses operasi. Tujuan
Kayu dimasukkan ke tangki tertutup rapat lalu identifikasi CTQ adalah untuk mengetahui
diberi tekanan 4 atmosphere (atm) selama 10-20 penyebab terjadinya cacat dalam proses produksi
menit. Bahan pengawet tipe CCA (tembaga/ Cu, kayu keruing di PD Wonoagung Sejahtera, Gresik
chroom/Cr, dan arsen/As) kemudian dimasukan berdasarkan hasil pengamatan pada bulan
sampai penuh dan tekanan ditingkatkan sampai 7- September 2015. Cacat yang terjadi berdasarkan
8 atm selama 2 jam. Pengisapan udara (vakum) hasil keterangan dari laporan kualitas yang
dilakukan dalam tangki dengan tekanan 60 cm/Hg diperoleh dari bagian produksi dan Quality
selama ± 10 menit untuk membersihkan Control PD Wonoagung Sejahtera, Gresik
permukaan kayu dari bahan pengawet. terhadap ketidaksesuaian standar kualitas
Pengelompokan jenis produk (grading) kemudian ditunjukkan pada Tabel I.

TABEL I
JUMLAH CACAT PADA PRODUKSI KAYU KERUING
PD WONOAGUNG SEJAHTERA
Jenis cacat Grade A Grade B Grade C
Lubang Gerek Tidak Diperkenankan, asal bukan Lgb/s gerombol Diperkenankan
(Lg) diperkenankan (terdapat ˃ 6 buah Lg) dan Lgb tembus
Pingul (Wane) Tidak Tidak diperkenankan Diperkenankan
diperkenankan
Mata Kayu Sehat Tidak Diperkenankan Diperkenankan
(Mks) diperkenankan
Mata Kayu Busuk Tidak Diperkenankan, asal bukan Mkb tembus Diperkenankan
(Mkb) diperkenankan
Lubang Mata Tidak Diperkenankan, asal bukan Lmk tembus Diperkenankan
Kayu (Lmk) diperkenankan
Serat Miring Tidak Tidak diperkenankan Diperkenankan
diperkenankan
Retak/pecah Tidak Diperkenankan, asal bukan pecah terbuka dan Diperkenankan
diperkenankan belah.
Salah Potong Tidak Diperkenankan Diperkenankan
(Miscut) diperkenankan
Salah Bentuk Tidak Tidak diperkenankan Diperkenankan
(Warp) diperkenankan
Sumber : PD Wonoagung Sejahtera (2015)

Tabel 1 menunjukkan bahwa CTQ yang paling Gambar 1 menunjukkan prioritas utama untuk
berpotensi adalah mata kayu sehat sebanyak mendapatkan perbaikan adalah cacat teknis yang
52,61 %, miscut sebanyak 17,68 %, dan terdiri dari miscut sebanyak 17,68 %, retak atau
retak/pecah sebanyak 10,54 %. Karena cacat yang pecah sebanyak 10,54 %, dan salah bentuk
dapat diperbaiki adalah cacat teknis, maka sebanyak 3,73 %.
diagram pareto dibuat khusus untuk cacat teknis
yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 1

398 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Gambar 1. Diagram pareto cacat teknis

B. Tahap Pengukuran (Measure) diambil merupakan produksi kayu keruing pada


Langkah dalam tahap pengukuran pertama bulan September 2015 sebanyak 431,27 m³.
adalah penentuan dan pengambilan sampel. Jumlah sampel tersebut telah mencukupi karena
Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini melebihi jumlah sampel minimal sebanyak
dilakukan menggunakan rumus Slovin dari tiga 378,46m³. Hasil pengumpulan data cacat kayu
jenis cacat, yaitu cacat salah potong (a), dapat dilihat pada Tabel II.
retak/pecah (b), dan salah bentuk (c). Sampel yang

TABEL III
JUMLAH PROPORSI CACAT (A) SALAH POTONG, (B) PECAH/RETAK, DAN (C) SALAH BENTUK
No. Tanggal Jumlah Jumlah Cacat (m³) Proporsi Cacat
Sampel (m³) a b c a b c
1 07-09-2015 33,70 1,74 0,97 0,35 0,052 0,029 0,011
2 08-09-2015 33,70 1,61 0,91 0,27 0,048 0,027 0,008
3 09-09-2015 33,70 1,53 0,85 0,34 0,045 0,025 0,010
4 10-09-2015 33,70 1,78 0,96 0,39 0,053 0,028 0,012
5 14-09-2015 32,42 1,60 0,88 0,36 0,049 0,027 0,011
6 15-09-2015 32,76 1,53 0,85 0,34 0,047 0,026 0,010
7 16-09-2015 32,07 1,70 0,94 0,38 0,053 0,029 0,012
8 17-09-2015 32,42 1,93 0,92 0,38 0,060 0,028 0,012
9 21-09-2015 33,95 1,40 0,80 0,32 0,041 0,024 0,009
10 22-09-2015 33,95 1,67 0,92 0,37 0,049 0,027 0,011
11 23-09-2015 33,03 1,80 0,95 0,45 0,055 0,029 0,014
12 28-09-2015 32,94 1,18 0,76 0,25 0,036 0,023 0,008
13 29-09-2015 32,94 1,15 0,87 0,24 0,035 0,026 0,007
Total 431,27 20,63 11,59 4,43

Uji kenormalan data kemudian dilakukan untuk selanjutnya yang datanya harus berdistribusi
mengetahui data yang dikumpulkan berdistribrusi normal (Ariestiana, 2010). Berdasarkan hasil uji
normal. Uji ini dilakukan sebagai salah satu syarat kenormalan data pada Gambar 2
untuk menentukan kapabilitas proses pada tahap

399 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Gambar 2. Uji kenormalan data untuk jumlah cacat salah potong, pecah/retak, dan salah bentuk

Gambar 2 menunjukkan bahwa dari pengujian Pembuatan peta kendali p (ditunjukkan pada
kenormalan data Anderson-Darling (AD), level α Gambar 3) kemudian dilakukan untuk mendeteksi
sebesar 0,381 lebih besar dari p-value sebesar penyebab khusus dengan cepat, yaitu berdasarkan
0,347. Menurut Muis (2014), data mengikuti data yang keluar dari batas kendali sehingga dapat
distribusi normal jika p-value kurang dari level α. segera diambil tindakan perbaikan dengan cepat
berdasarkan sumber dari penyebab khusus tersebut.

Gambar 3. Peta kendali p untuk jumlah total cacat teknis

Gambar 3 menjelaskan bahwa semua sampel sudah dan turun , terdapat 2 atau 3 titik dalam zona I atau
berada di antara garis kendali sehingga proses di luarnya (pada bagian batas kendali yang sama),
produksi dapat dikatakan terkendali. Menurut terdapat 4 atau 5 titik dalam zona II atau di luarnya
Laksono (2013), ada beberapa kriteria peta kendali dan terdapat 15 titik pada zona III (pada kedua
dianggap tidak terkendali (out of control), yaitu jika bagian batas kendali)
satu atau lebih titik terletak di luar batas kendali, Tahap pengukuran selanjutnya adalah pengukuran
terdapat 9 titik pada zona III atau di luarnya (pada kemampuan proses PD Wonoagung Sejahtera,
bagian batas kendali yang sama), terdapat 6 titik Gresik melalui pengukuran DPMO dan nilai Sigma.
yang memiliki pola meningkat atau menurun secara Nilai DPMO yang diperoleh adalah sebesar
berurutan, terdapat 14 titik yang memiliki pola naik 84.981,57 kemudian dikonversikan ke nilai Sigma

400 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


sehingga diperoleh nilai Sigma sebesar 2,88. Nilai Hubungan antar faktor penyebab cacat terbanyak
Sigma tersebut mengindikasikan bahwa PD pada proses pemotongan (cutting) untuk produksi
Wonoagung Sejahtera, Gresik sudah mencapai wood working (kayu bentukan) dari jenis kayu
kualitas kemampuan proses lebih dari rata-rata keruing di PD Wonoagung Sejahtera, Gresik
industri di Indonesia yaitu sebesar 2,0 Sigma atau diperoleh dari kumpulan pendapat para ahli. SSIM
dengan nilai DPMO kurang dari 308.538. awal (Tabel III) kemudian disusun berdasarkan
Perusahaan biasa pada umumnya menggunakan tiga hubungan antar faktor penyebab cacat tersebut.
Sigma atau DPMO sebesar 66.800, sedangkan Reachability Matrix yang diperoleh berdasarkan
perusahaan berkualitas tinggi pada umumnya SSIM kemudian direvisi menurut aturan transitivity .
beroperasi pada tingkat empat Sigma yang Intepretasi Reachability Matrix akhir untuk faktor
mempresentasikan 99,379% tingkat kesempatan cacat terbanyak pada proses pemotongan (cutting)
dan menghasilkan output 6.210 DPMO (Schroeder ditunjukkan pada Tabel IV, sedangkan diagram
dan Harry, 2009) model struktural faktor penyebab cacat pada proses
Pengukuran kapabilitas proses kemudian pemotongan (cutting) ditunjukkan pada Gambar 4..
dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan.
Penentuan nilai kapabilitas proses untuk sampel TABEL IIIII
dengan data atribut dapat dilihat dari % final yield SSIM AWAL UNTUK FAKTOR PENYEBAB CACAT
yang dihasilkan proses tersebut. Hasil perhitungan PADA PROSES PEMOTONGAN
menunjukan bahwa % final yield untuk cacat salah
j.
potong (miscut), retak atau pecah, dan cacat salah 1 2 3 4 5
i
bentuk (warp) yang ditemukan pada proses
produksi kayu keruing di PD Wonoagung Sejahtera, 1 A0 A A A
Gresik, khususnya pada proses pemotongan adalah 2 X A A
sebesar 0,8498 atau 91,5%. Suatu proses dikatakan 3 O O
sudah baik apabila nilai % final yeald ≥ 99,73% 4 O
untuk standar internasional dan % final yield ≥ 5
69,15% untuk standar Indonesia (Muis, 2014).
TABEL IV
INTEPRETASI REACHABILITY MATRIX AKHIR UNTUK
C. Tahap Analisis (Analyse) FAKTOR PENYEBAB CACAT
Tahap ini merupakan tahap penentuan stabilitas PADA PROSES PEMOTONGAN
dan kapabilitas terhadap proses produksi yang j.
menyebabkan terjadinya produk cacat di 1 2 3 4 5 DP L
i
PD Wonoagung Sejahtera, Gresik. Data yang 1 1 0 0 0 0 1 3
didapatkan pada tahap measure dianalisis sehingga 2 0 1 1 0 0 2 2
diketahui akar permasalahannya.
3 0 1 1 0 0 2 2
Berdasarkan diagram pareto, cacat terbanyak pada
4 0 1 1 1 0 3 1
proses pemotongan (cutting) untuk produksi wood
5 0 1 1 0 1 3 1
working (kayu bentukan) dari jenis kayu keruing di
PD Wonoagung Sejahtera, Gresik adalah salah D 1 4 4 1 1
potong (miscut). Faktor-faktor penyebab cacat salah R 2 1 1 2 2
potong (miscut) yang diperoleh dari hasil Keterangan:
identifikasi proses, beberapa pustaka, dan pendapat DP: Driver Power D: Dependence R:
pakar, yaitu: (1) ketelitian karyawan kurang, Rank L: Level
(2)kelelahan karyawan, (3)pengawasan kerja
kurang, (4)kondisi mesin yang sudah usang, serta
(5)variasi kualitas bahan baku kayu keruing berupa
cacat alami yang ditemukan, seperti terdapat cacat
mata kayu busuk, lubang mata kayu, pingul dan
lubang gerek besar

401 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Ketelitian karyawan kurang faktor penyebab cacat pada proses pemotongan.
Dengan daya gerak yang besar dan ketergantungan
terhadap sistem yang lemah, maka cacat alami
bahan baku kayu keruing serta mesin pemotong
yang usang merupakan penyebab cacat yang
Pengawasan kerja Kelelahan karyawan diutamakan untuk dikendalikan.
kurang PD Wonoagung Sejahtera, Gresik tidak memiliki
hutan sendiri sebagai sumber bahan bakunya. Cacat
alami bahan baku kayu keruing merupakan cacat
Cacat alami bahan baku Mesin pemotong yang tidak dapat dihindari karena PD Wonoagung
kayu keruing usang Sejahtera, Gresik mendapatkan bahan bakunya
sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai
penebangan hutan sehingga perusahaan tidak dapat
Gambar 4. Diagram model struktural faktor melakukan pemilihan lokasi penebangan. Menurut
penyebab cacat pada proses pemotongan Dumanauw (2007), cacat alami pada kayu antara
lain disebabkan oleh pemeliharaan hutan yang
Matriks DP-D faktor penyebab penyimpangan pada kurang baik dan penebangan pohon yang salah.
proses pemotongan (cutting) kemudian dapat dibuat Jika bahan baku kayu keruing yang dipotong
berdasarkan Driver Power (DP) dan Dependence mengalami kecacatan alami, karyawan perlu
(D). Matriks tersebut ditunjukkan pada Gambar 5 melakukan inovasi dalam pemotongan agar bahan
baku kayu yang terbuang dapat diminimalkan.
IV III Kemampuan dan konsentrasi karyawan dalam
pemotongan kayu juga perlu ditingkatkan karena
mesin pemotong yang digunakan sudah usang.
Mesin pemotong yang sudah usang tidak dapat
melakukan pemotongan secara optimal. Cacat akan
terjadi jika karyawan kurang terampil dan kurang
I II konsentrasi dalam melakukan pemotongan.
Peningkatan kebutuhan konsentrasi dalam
melakukan pemotongan yang disebabkan oleh
variasi bahan baku kayu dan keusangan mesin
pemotong ini akan mengakibatkan kelelahan bagi
Keterangan: karyawan. Menurut Setiarto (2002), kelelahan kerja
I: Autonomous II: Dependent yang merupakan komponen fisik dan psikis.Kerja
III: Linkage IV: Independent fisik yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi
mata serta memerlukan konsentrasi terus menerus
Gambar 5. Matriks DP-D dapat menyebabkan kelelahan fisiologis disertai
penurunan keinginan untuk bekerja yang
Diagram struktrual faktor penyebab cacat pada
disebabkan faktor psikis sehingga menyebabkan
proses pemotongan menunjukkan bahwa cacat timbulnya perasaan lelah
alami bahan baku kayu keruing serta mesin Kelelahan karyawan dan pengawasan kerja yang
pemotong yang usang akan mendukung timbulnya kurang merupakan faktor penyebab cacat pada
penyebab cacat yang lain pada proses pemotongan, proses pemotongan yang mempunyai
yaitu kelelahan karyawan pada bagian proses ketergantungan yang besar. Walaupun daya
pemotongan. geraknya sedang, perubahan faktor tersebut dapat
Cacat alami bahan baku kayu keruing serta mesin mempengaruhi perubahan faktor lain, yaitu
pemotong yang usang mempunyai daya gerak yang karyawan kurang teliti dalam pemotongan kayu.
besar untuk menimbulkan faktor penyebab cacat Kelelahan karyawan yang terjadi pada saat
pada proses pemotongan. Kedua faktor tersebut pemotongan kayu menyebabkan karyawan kurang
mempunyai ketergantungan yang lemah terhadap teliti dalam melakukan pemotongan sehingga
faktor lain. Hal ini ditunjukkan pada matriks DP-D memungkinkan terjadi cacat pada hasil pemotongan.

402 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Menurut Suma’mur (1999), kelelahan kerja dapat Brue, G. 2012. Six Sigma for Managers. 2nd Edition.
mengakibatkan penurunan kewaspadaan, McGraw-Hill Education. Europe
konsentrasi dan ketelitian Dewi, K. S. 2012. Minmasi Defect Produk dengan
Penurunan ketelitian pada bagian pemotongan di Konsep Six Sigma. Jurnal Teknik Industri. 13(1):
UD Wonoagung Sejahtera, Gresik juga didukung 43-50
dengan pengawasan kerja yang kurang dilakukan Dumanauw, J.F. 2007. Mengenal Kayu. Kanisius.
oleh pengelola produksi PD Wonoagung Sejahtera, Yogyakarta.
Gresik. Penurunan ketelitian karyawan dalam Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu
pemotongan kayu menjadi kurang terkendali karena dan Efektivitas Manajemen, Jilid 1. IPB Press,
kurangnya pengawasan tersebut. Menurut Assauri Bogor.
(2009), pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan Gasperz, V. 2007. Lean Six Sigma for
dan pengendalian atau memastikan apakah kegiatan Manufacturing and Service Industry. PT.
produksi dapat mencapai hasil yang memuaskan Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
sesuai dengan tujuan perusahaan, antara lain Laksono, D.I. 2013. Control Chart Individual
meminimalkan cacat produk. Moving Range (MR) and Analysis Efficiency
Electricity Production in Engineering SWD 9
IV. KESIMPULAN TM 410 RR (Case Study: PT. PLN Sektor
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan Mahakan Area East Borneo). Eksponensial
bahwa pengendalian kualitas kayu pada PD. Journal. 4(2): 96-104.
Wonoagung Sejahtera, Gresik memiliki nilai 2,88 Muis, Saludin. 2014. Metodologi Six Sigma: Teori
sigma dari nilai DPMO 84.981,57 sehingga dapat dan Aplikasi di Lingkungan Pabrikasi. Graha
dikategorikan dalam kategori rata-rata kualitas Ilmu. Yogyakarta.
kemampuan proses industri di Indonesia (2 sigma). Pande, Peter S., Neuman, Robert P., Cavanagh, dan
Faktor-faktor penyebab kegagalan terjadinya cacat Rolan R. 2004. The Sigma Way: Bagaimana GE
pada proses pemotongan kayu di PD Wonoagung Motorola dan Perusahaan Terkenal Lainnya
Sejahtera Gresik adalah ketelitian karyawan kurang, Mengasah Kinerja Mereka. Penerbit ANDI.
kelelahan karyawan, pengawasan kerja kurang, Yogyakarta.
kondisi mesin yang sudah usang, serta variasi Sari, N. 2014. Kondisi Tempat Tumbuh Pohon
kualitas bahan baku kayu keruing berupa cacat Keruing (Dipterocarpus Spp) di Kawasan
alami. Ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung
Berdasarkan hubungan faktor penyebab Leuser, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
cacat pada produksi wood working (kayu bentukan) Dipterokarpa 8 (2):65-72
dari jenis kayu keruing di PD Wonoagung Sejahtera, Schroeder, R., dan Harry, M. 2009. Defining Six
Gresik, maka perbaikan kualitas produknya dapat Sigma For Your Business or Organization.
dilakukan dengan mengganti alat pemotong yang Doubleday Publishing. New York.
sudah usang dan merencanakan kerjasama dengan Setiarto, H 2002. Beberapa Faktor yang
pihak berwenang dalam penebangan kayu agar Berhubungan dengan Kelelahan pada Pengemudi
pengusaha kayu dapat ikut terlibat dalam Bus Jurusan Grabag-Borobudur. Skripsi.
penanganan sumber bahan baku sehingga kayu Universitas Diponegoro, Semarang
hasil tebangan dapat sesuai dengan standar kualitas Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian.
PD. Wonoagung Sejahtera, Gresik Alfabeta. Bandung
Suma’mur, P. K. 1999. Keselamatan Kerja dan
DAFTAR PUSTAKA Pencegahan Kecelakaan. Haji Masagung.
Ariestiana, A. R. 2010. Pendekatan Six Sigma Jakarta
untuk Mengukur Kemampuan Proses pada
Produksi Biskuit Chocolate Cream (Studi Kasus
PT. United Waru Biscuit Manufactory). Jurnal
Teknik Industri. 11(2): 143-132.
Assauri, S. 2009. Manajemen Produksi dan Operasi.
FEUI. Jakarta.

403 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Kajian Lainnya

Sintesis Monoasilgliserol dan Diasilgliserol dari Refined Bleached and Deodorized Palm Stearin
Minyak Sawit: Pengaruh suhu reaksi
C. Hidayat, N.Maharani, R.U. Putri, B. Nusantoro, dan Supriyanto
Sifat Fisiko-Kimia Mdag Minyak Inti Sawit Hasil Pemurnian Menggunakan Creaming
Demulsification Technique
Mursalin, Lavlinesia, dan Yernisa
Formulasi Buah Kering Dan Tepung Jagung Putih Terfementasi Pada Pembuatan Snack Bar
Rahmawati dan N. Annisa
Mutu Udang Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik Biodegradable dengan Matriks
Damar Daging dan Pati Tapioka
I.Basriman, D.B. Harso, dan N. Mulyono
Perubahan Kandungan Total Senyawa Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Daun Katuk (Sauropus
androgynous) setelah Proses Pengolahan Skala Rumah Tangga
Ardiansyah, L. Chairani, D. Handoko, R.M. Astuti
Peningkatan Kualitas Produk Berdasarkan Hubungan Faktor Penyebab Cacat Pada Industri
Pengolahan Kayu
R. Astuti, I. Santosa, A. Abdillah
Pendugaan umur simpan dan permeabilitas edible packaging pati sorgum (shorgum bicolor l.)
Pada produkbumbu mie instan
Hasnelly, W. Cahyadi, A.A. Suhartono
Pemanfaatan Udang Krosok Pada Pembuatan Makanan Ringan Ekstrudat Menggunakan Metode
Mixture Design
D.A Sandrasari, H.E. Irianto, Fateha
Pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) Melalui Introduksi Pemanfaatan Limbah Daun
Nanas Sebagai Bahan Baku Industri Kerajinan Batik Tenun
Wendra G Rohmah1, Susinggih Wijana1, Ika Atsari Dewi
Pengemas Edible Film Dari Pati Biji Alpukat
R. Efendi, A. Ibrahim dan A. Yudiandani
Model Sistem Usaha Perkebunan Berbasis Hutan Sagu Alam Di Kabupaten Sorong Selatan
H.T. Tuririday, A.S.M. Muzendi, S.N.P. Paiki1, F.D. Paiki
Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Chitosan Terhadap
Tertumbuhan Bibit Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Tety Suciaty
Sintesis Monoasilgliserol dan Diasilgliserol dari Refined Bleached and
Deodorized Palm Stearin Minyak Sawit: Pengaruh suhu reaksi
[Synthesis of Monoacylglycerol and Diacylglycerol from Refined Bleached and
Deodorized Palm Stearin of Palm Oil: Effect of Reaction Temperature]
Chusnul Hidayat, Nuravita Maharani, Rininta Utami Putri, Bangun Nusantoro, dan Supriyanto
Program Pascasarjana Teknologi Hasil Perkebunan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jl,
Flora Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, 55281
E-mail: chusnul@gadjahmada.edu
E-mail: nuravita.m@gmail.com
E-mail: utamirininta@gmail.com
E-mail: Bangun.Nusantoro@UGent.be
E-mail: supriyanto_ftp@yahoo.com

Abstract— A mixture of monoacylglycerol and diacylglycerol (MDAG) is an emulsifier and widely used in
bakery, dairy, and margarine as stabilizer, emulsifier and conditioner. MDAG is synthesized by the chemical
or enzymatic gliserolisis reaction between glycerides and glycerol. The purpose of this research was to
evaluate the effect of temperature on the concentration of monoacylglycerol (MAG), diacylglycerol (DAG)
and free fatty acids in glycerolysis reaction. The results showed that the best concentration of MAG and DAG
were obtained at a temperature of 80 °C. MAG was 50% after 4 h and DAG was 67% after 45 min reaction
time. The highest free fatty acids was obtained at the reaction temperature of 90 °C. The fraction that was
obtained from 20 °C had the Slip Melting Point 55 °C, while the Melting Point was ranging between 55 and
60 °C. Fraction, which was obtaind at 10 °C , had the Slip Melting Point 50 C, while the Melting Point was
ranging between 50 and 55 °C.

Keywords: Monoasilgliserol, Diasilgliserol, Palm Stearin, Gliserolisis.

al., 2008). DAG dalam jumlah lebih dari 30 %


I.PENDAHULUAN dapat menghasilkan efek kesehatan yang baik
Campuran mono- dan diasilgliserol (MDAG) (Cheong et al., 2009). Selain itu, pendekatan
adalah emulsifier dan banyak digunakan pada formulasi dengan mempertimbangkan titik
produk roti, susu, confectionary dan margarin lelehnya (Nusantoro et al., 2013) memberikan
sebagai stabilizer, emulsifier dan conditioner. fleksibilitas dalam pengembangan produk dari
Selain itu, minyak yang mengandung diasilgliserol berbagai macam kualitas DAG.
(DAG) dapat memberikan dampak positif pada Sintesis MDAG dapat dilakukan secara
kesehatan, dan berpengaruh pada pengurangan enzimatis dan kimiawi melalui reaksi gliserolisis
tingkat lemak post-prandial sehingga digunakan (Kaewthong et al., 2005; Naik et al., 2014;
untuk pencegahan dan manajemen obesitas (Lo et Nainggolan et al., 2014; Brei et al., 2012; Valério

406 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


et al., 2009). Reaksi gliserolisis dipengaruhi oleh Refined Bleached and Deodorized Palm Stearin
beberapa faktor antara lain waktu reaksi, jenis (RBDPS) diperoleh dari PT. Sinar Mas. Gliserol,
pelarut, jumlah katalis, suhu reaksi, rasio substrat tert-butanol, Silica Gel G60F254, heksan, dietil
dan kondisi operasi lainnya (Phuah et al., 2015). eter, asam asetat, dan metanol diperoleh dari
Sintesis secara enzimatis dilakukan dengan lipase Merck KGaA (Darmstadt, Germany). Molecular
sebagai biokatalis. Pada lipase amobil, suhu sieve, NaOH, coomassie blue diperoleh dari
optimumnya mencapai 60-65 ºC, lebih tinggi dari Sigma-Aldrich (St. Louis, MO, USA).
enzim bebasnya (Zhao et al., 2011).
B. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Mono- dan
NaOH digunakan untuk sintesis mono-
Diasilgliserol
asilgliserol (MAG) sebagai katalis (Bailey, 2001;
Chetpattananondh dan Tongurai, 2008). Katalis Palm stearin dan gliserol dengan perbandingan
kimia lebih banyak digunakan karena lebih mudah mol 1 : 5 ditambahkan kedalam 94 ml tert-butanol.
penanganannya, harganya murah, mudah Campuran dipanaskan pada suhu 70 C dengan
dipisahkan dan dapat digunakan dalam konsentrasi kecepatan pengadukan 300 rpm. Setelah suhu
yang relatif rendah. Namun demikian, katalis campuran mencapai 70 C, molecular sieve (12%
kimia juga memiliki kelemahan antara lain (b/b)) ditambahkan kedalam campuran. Reaksi
terjadinya variasi produk yang beragam karena dimulai dengan menambahkan katalis NaOH (3 %
gugus asil terdistribusi secara acak. (w/w)). Campuran direaksikan pada suhu 70 C
Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk selama 6 jam. Sampel dianalisa kadar MAG, DAG,
reaksi, maka produk yang dihasilkan juga akan TAG dan asam lemak bebas (FFA) setiap waktu
semakin banyak. Hal ini dikarenakan partikel tertentu.
bergerak lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi
C. Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Mono dan
sehingga reaksi berjalan lebih cepat (Patel, et al.,
Diasilgliserol
2013). Namun, pada saat reaksi mencapai suhu
tertentu, kenaikan kecepatan reaksi tidak Palm stearin dan gliserol dengan perbandingan
signifikan, sehingga kenaikan jumlah produk tidak mol 1 : 5 ditambahkan kedalam 94 ml tert-butanol.
signifikan (Hoo dan Abdullah, 2014). Campuran dipanaskan masing-masing pada suhu
Selain itu, solven antara lain tert-butanol 70, 80 dan 90 C dengan kecepatan pengadukan
mempunyai tekanan uap pada 31 mmHg pada 20 300 rpm. Setelah suhu campuran mencapai suhu
C. Berdasarkan tekanan uap tersebut tert-butanol yang diinginkan, molecular sieve (12 % (b/b))
akan berada pada fasa uap pada suhu kamar. Pada ditambahkan kedalam campuran. Reaksi dimulai
suhu reaksi yang tinggi dan waktu reaksi yang dengan menambahkan katalis NaOH (3 % (w/w)).
lama mengakibatkan tert-butanol juga cenderung Campuran direaksikan masing-masing pada suhu
berada pada fase uap sehingga efektivitasnya 70, 80 dan 90 C selama 6 jam. Sampel dianalisa
sebagai pelarut berkurang. Waktu reaksi yang kadar MAG, DAG, TAG dan FFA setiap waktu
terlalu lama dapat mengakibatkan produk MDAG tertentu.
yang dihasilkan akan kembali membentuk gliserol. D. Fraksinasi Produk
Pada konsentrasi katalis tinggi maka kontak
Sampel dilarutkan dalam heksana dengan
antara katalis dengan produk akan lebih banyak
perbandingan sampel dan heksana sebesar 1:10
terjadi pada konsentrasi katalis yang tinggi.
Namun, pada konsentrasi yang lebih tinggi, selisih (b/v) pada suhu 60 C, sampel kemudian
jumlah produk yang dihasilkan tidak berbeda didinginkan secara bertahap yaitu 40 C, 30 C, 20
secara signifikan (Sharma, et al., 2014). Hoo dan C dan 10 C. Inkubasi pada setiap tahapan suhu
Abdullah (2014) melaporkan bahwa konsentrasi adalah 24 jam. Kristal yang terbentuk dipisahkan
katalis sebesar 4% paling efektif dalam reaksi dengan penyaring vakum, kemudian kristal
esterifikasi antara gliserol dan asam laurat dikering anginkan pada suhu ruang selama 12 jam.
menggunakan katalis SBA-15. Kristal lemak dianalisa kadar MAG, DAG, TAG
dan FFA.
II. METODE PENELITIAN E. Analisis Produk
A. Bahan dan Peralatan

407 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


MAG, DAG, TAG dan FFA dianalisa penyimpanan dan lebih tinggi dari syarat mutu
menggunakan metode TLC. Plat TLC diaktivasi RBDPS berdasarkan SNI 01-0021-1998 (Tabel 1).
dengan memanaskan pada suhu 100 ºC selama 1 Selain itu, kadar air gliserol adalah 2,27 % (b/b).
jam. Larutan pengembang (campuran n-heksan : Gliserol bersifat higroskopis. Jika kadar air
dietil eter : asam asetat 80 : 20 : 2 (v/v/v)) lingkungan tinggi maka gliserol akan menyerap
dimasukkan ke dalam chamber pengembang. uap air dari udara sehingga kadar air meningkat
Sampel sebanyak 1 µL diteteskan pada plat TLC selama penyimpanan. Kadar air yang tinggi pada
menggunakan mikropipet. Jarak antar spot adalah bahan dapat menyebabkan reaksi gliserolisis
15 mm. Sampel pada plat TLC kemudian berjalan lambat. Oleh karena itu, molecular sieve
dikembangkan di dalam chamber hingga larutan perlu ditambahkan pada proses gliserolisis.
pengembang naik mencapai batas atas. Setelah TABEL I
mencapai batas atas, plat TLC dikeluarkan dan KADAR AIR DAN ASAM LEMAK BEBAS BAHAN BAKU
dibiarkan hingga kering. Selanjutnya spot sampel
Referensi Hasil Analisa
pada plat TLC dilakukan pewarnaan. Pewarnaan
Kadar Air % (b/b) 0,1 % * Stearin sawit : 2,98 %
dilakukan dengan mencelup TLC plat ke dalam 0,5 % ** Gliserol : 2,27 %
larutan brilliant blue 0,02 % selama 1 menit. Kadar Asam Lemak 0,15 % * Stearin sawit : 0,30 %
Selanjutnya plat dikeringanginkan. Bebas % (b/b)
Pemindaian TLC plat dilakukan pada λ = 629 *SNI 01-0021-1998
nm menggunakan TLC Scanner Camag III S/N ** Informasi Produk dari Merck Millipore
dengan software Camag WinCATS planar B. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Mono- dan
chromatography. Luas area peak pada Diasilgliserol
kromatogram menggambarkan konsentrasi
Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar MAG dan
monoasilgliserol yang dihasilkan.
DAG meningkat dengan peningkatan waktu reaksi.
luas area MG
%MG  x100% Kadar MAG meningkat dari 1,45 % menjadi
luas area peak MG  DG  TG 44,40 % dengan kenaikan waktu reaksi dari 0 ke
F. Penentuan Slip Melting Point dan Melting 60 menit. Peningkatan waktu reaksi dari 60 ke 360
Point menit menyebabkan MAG cenderung menurun.
Sampel dimasukkan kedalam pipa kapiler yang
berdiameter 1 mm, kemudian pipa kapiler ditutup
dengan cara membakar pipa tersebut
menggunakan nyala api tanpa membakar minyak.
Pipa kapiler yang berisi minyak diinkubasi selama
18 jam pada suhu 4-10 °C. Pelelehan dilakukan
dengan mencelup pipa kapiler kedalam gelas
beker berisi 600 ml air pada suhu 8-10 °C dibawah
titik leleh produk. Suhu air dinaikkan dengan
kecepatan 0,5 C /menit. Air dalam wadah diaduk
perlahan. Melting Point ditunjukkan pada saat
produk menjadi transparan. Gambar 1. Pengaruh waktu reaksi terhadap
konsentrasi MAG (), DAG (□), FFA (▲), dan TAG
( ● ). Reaksi dilakukan pada suhu 70 °C dengan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN perbandingan molar Palm Stearin : Gliserol sebesar 1:5,
penambahan tert-butanol dan molecular sieve masing-
A. Bahan Baku masing sebesar 94 ml dan 12 % (w/v). NaOH yang
Kadar air RBDPS adalah 2,98 % (b/b). Hal ini digunakan sebesar 3 % (w/w). Campuran diaduk pada
lebih tinggi dari syarat mutu RBDPS berdasarkan kecepatan pengadukan sebesar 300 rpm.
SNI 01-0021-1998 (Tabel 1). Kadar air tinggi
akan mempercepat hidrolisis minyak menjadi DAG meningkat dari 13.78 % menjadi 42,50 %
DAG, MAG, gliserol dan FFA. Oleh karena itu, dengan kenaikan waktu reaksi dari 0 ke 30 menit.
kadar FFA dari RBDPS meningkat selama Peningkatan waktu reaksi dari 30 ke 360 menit

408 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


tidak meningkatkan DAG secara signifikan. TAG menjadi DAG (Gambar 3). MAG tertinggi
menurun dari jumlah awal 84,23 % menjadi didapatkan pada 4 jam reaksi, yaitu sebesar
11,62 % pada pada kenaikan waktu reaksi dari 0 49,99 %.
ke 30 menit. Peningkatan waktu reaksi dari 30 ke Pada suhu reaksi 90 C, peningkatan MAG
360 menit menyebabkan TAG cenderung menurun. terjadi pada menit kelima sampai pada menit
Penurunan TAG disebabkan oleh konversi TAG kesepuluh, yaitu sebesar 9,84 %. Sedangkan
menjadi MG dan DG serta FFA. FFA meningkat konsentrasi MAG tertinggi diperoleh pada menit
dari 0.3 % menjadi 13,68 % dengan kenaikan ke-30 sebesar 36,27 %. Dari hasil evaluasi ini
waktu reaksi dari 0 menjadi 360 menit. Hal ini menunjukkan bahwa MAG tertinggi diperoleh
kemungkinan disebabkan oleh kadar air bahan pada suhu 80 C selama 240 menit.
(gliserol) yang relatif tinggi (Tabel 1). Kadar air
tinggi dapat menyebabkan reaksi hidrolisis. Dari D. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Diasilgliserol
hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa lama reaksi Pemanasan campuran RBDPS dan gliserol dapat
terbaik adalah 60 menit. mengakibatkan spontan reaksi. Hal ini dapat
dilihat bahwa DAG setelah dipanaskan pada suhu
C. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap 70 C, 80 C dan 90 C (sebelum ditambahkan
Monoasilgliserol katalis) masing-masing sebesar 13,78 %, 32,28 %
Gambar 2 menunjukkan bahwa MAG dan 36,70 %. Gambar 3 menunjukkan bahwa
meningkat sangat cepat pada periode awal reaksi DAG meningkat sebesar 17,98 % selama 5 menit
yaitu dari 1,45 % menjadi 43,66 % pada pertama reaksi pada suhu 70 C. DAG tertinggi
peningkatan lama reaksi dari 0 ke 20 menit pada diperoleh sebesar 44,30 % pada reaksi selama 60
suhu 70 C. MAG tidak mengalami kenaikan yang menit. Sedangkan pada suhu reaksi 80 C, DAG
signifikan dengan peningkatan lama reaksi sampai meningkat sebesar 26,70 % pada peningkatan
3 jam. Namun demikian, MAG mengalami lama reaksi dari 0 ke 5 menit. DAG tertinggi
penurunan sebanyak 6,49 % pada kenaikan lama diperoleh pada 45 menit reaksi yaitu 67,22 %.
reaksi dari 3 jam sampai ke 6 jam. Pada reaksi suhu 90 C, DAG meningkat sebesar
7,66 % pada kenaikan lama reaksi dari 0 ke 5
menit. DAG tertinggi diperoleh pada 15 menit
reaksi yaitu sebesar 49,05 %. Dari hasil evaluasi
ini menunjukkan bahwa suhu reaksi terbaik adalah
80 C.

Gambar 2. Pengaruh lama reaksi terhadap


Monoasilgliserol pada suhu 70 C (▲), 80 C (■) dan
90 C (♦). Reaksi dilakukan pada perbandingan molar
Palm Stearin : Gliserol sebesar 1:5, penambahan tert-
butanol dan molecular sieve masing-masing sebesar 94
ml dan 12 % (w/v). NaOH yang digunakan sebesar 3 %
Gambar 3. Pengaruh lama reaksi terhadap
(w/w). Campuran diaduk pada kecepatan pengadukan
sebesar 300 rpm. Diasilgliserol pada suhu 70 C (▲), 80 C (■) dan 90
C (♦). Reaksi dilakukan pada perbandingan molar
Pada suhu reaksi 80 C, MAG meningkat sangat Palm Stearin : Gliserol sebesar 1:5, penambahan tert-
cepat pada 5 menit pertama yaitu sebesar 22,49 %. butanol dan molecular sieve masing-masing sebesar 94
ml dan 12 % (w/v). NaOH yang digunakan sebesar 3 %
MAG pada periode awal reaksi cenderung tidak (w/w). Campuran diaduk pada kecepatan pengadukan
stabil. Hal ini kemungkinan disebabkan MAG sebesar 300 rpm.
cenderung mengikat asam lemak lain sehingga

409 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


E. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap kenaikan lama reaksi dari 0 ke 5 menit. FFA
Triasilgliserol cenderun turun dengan kenaikan lama reaksi.
Pemanasan campuran RBDPS dan gliserol dapat Konsentrasi FFA sebesar 16.69 % pada lama
mengakibatkan spontan reaksi. Hal ini dapat reaksi 240 menit. Dari hasil evaluasi ini
dilihat bahwa TAG setelah pemanasan pada suhu menunjukkan bahwa reaksi pada suhu 90 C
70 C, 80 C dan 90 C tanpa penambahan menghasilkan FFA cenderung lebih tinggi
katalis masing-masing sebesar 84,23 %, 50,67 % dibandingkan dengan suhu reaksi 70 dan 80 C.
dan 42,64 %. Gambar 4 menunjukkan bahwa Konsentrasi FFA terkecil diperoleh pada suhu
konsentrasi TAG menurun sebesar 38,87 % pada 5 reaksi 80 C.
menit pertama pada suhu 70 C. Konsentrasi TAG
terendah diperoleh pada 6 jam reaksi yaitu sebesar
7,77 %. Pada suhu 80 C, konsentrasi TAG
menurun secara signifikan pada 5 menit pertama
reaksi, yaitu sebesar 49,80%. TAG tidak terdeteksi
setelah 20 menit reaksi. Sedangkan pada suhu
reaksi 90 C, TAG turun sebesar 33,38 % pada 5
menit pertama reaksi. Konsentrasi TAG terendah
didapatkan pada menit ke-45 sebesar 5,22 %. Dari
hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa suhu reaksi
terbaik adalah 80 C. Gambar 5. Pengaruh dari lama reaksi terhadap Asam
Lemak Bebas pada suhu 70 C (▲), 80 C (■) dan 90
C (♦). Reaksi dilakukan pada perbandingan molar
Palm Stearin : Gliserol sebesar 1:5, penambahan tert-
butanol dan molecular sieve masing-masing sebesar 94
ml dan 12 % (w/v). NaOH yang digunakan sebesar 3 %
(w/w). Campuran diaduk pada kecepatan pengadukan
sebesar 300 rpm.
G. Hasil Slip Melting Point dan Melting Point
Tabel 2 menunjukkan slip melting point dari
Gambar 4. Pengaruh dari lama reaksi terhadap masing-masing fraksi. Fraksi yang diperoleh dari
Triasilgliserol pada suhu 70 C (▲), 80 C (■) dan 90 suhu 20 C mempunyai slip melting point sekitar
C (♦). Reaksi dilakukan pada perbandingan molar 55 C. Sedangkan fraksi 10 C mempunyai slip
Palm Stearin : Gliserol sebesar 1:5, penambahan tert- melting point sekitar 50 C.
butanol dan molecular sieve masing-masing sebesar 94 TABEL 2
ml dan 12 % (w/v). NaOH yang digunakan sebesar 3 % MELTING POINT DAN SLIP MELTING POINT HASIL
(w/w). Campuran diaduk pada kecepatan pengadukan FRAKSINASI PRODUK
sebesar 300 rpm.
Slip Melting Point Melting Point
F. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Asam Lemak
Bebas Fraksi 20 °C 55 °C 55-60 °C
Gambar 5 menunjukkan bahwa FFA tidak Fraksi 10 °C 50 °C 50-55 °C
meningkat pada 15 menit pertama pada suhu
reaksi 70 C. FFA meningkat sebesar 11,01%
pada kenaikan lama reaksi dari 15 ke 45 menit. IV. KESIMPULAN
Kemudian FFA cenderung konstan dengan
Konsentrasi MAG dan DAG terbaik diperoleh
peningkatan lama reaksi. Pada suhu reaksi 80 C,
pada suhu 80 C. Konsentrasi MAG adalah 50 %
FFA meningkat sebesar 14,48% pada peningkatan
pada waktu reaksi 4 jam dan DAG adalah 67 %
lama reaksi dari 5 ke 45 menit. FFA tidak
pada waktu reaksi 45 menit. FFA tertinggi
terdeteksi setelah lama reaksi 240. Pada reaksi
diperoleh pada reaksi suhu 90 C. Fraksi pada
90 °C, FFA naik dari 0,27 % ke 20,50 % dengan

410 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


suhu 20 C mempunyai Slip Melting Point 55 C menggunakan co-solvent tert-butanol. Jurnal
sedangkan Melting Point adalah berkisar antara 55 Teknik Kimia USU, 3 (4): 25-30.
- 60 C. Fraksi suhu 10 C mempunyai Slip Phuah, E.T., Tang, T.K., Lee, Y.Y., Choong, T.Y.,
Melting Point 50 C sedangkan Melting Point Tan, C.P., dan Lai, O.M. 2015. Review on the
adalah berkisar antara 50 - 55 C. Current State of Diacylglycerol Production
Using Enzymatic Approach. Food Bioprocess
UCAPAN TERIMA KASIH Tech., 8: 1169-1186.
Penelitian ini didanai oleh Badan Pengelola Sharma, M., Wanchoo, R.K dan Toor, A.P. 2014.
Dana Perkebunan Kelapa Sawit . Amberlyst-15 Catalyzed Esterification of
Nonanoic Acid with 1-Propanol: Kinetics,
DAFTAR PUSTAKA Modeling and Comparison of Its Reaction
Kinetics with Lower Alcohols. Ind. Eng. Chem.
Bailey. 2001. Industrial fat and Oil Product, Vol. 5 Res., 2014, 53 (6): 2167–2174.
New York, John Willey & Sons. SNI 01-0021-1998. Refined Bleached Deodorized
Cheong, L.Z., Tan, C.P., Long, K., Yusoff, M.S.A. Palm Stearin.
dan Lai, O.M. 2009. Physicochemical, Textural Brei, V., Starukh, G., Levystka, S., Shistka, D.
and Viscoelastic Properties of Palm 2012. Study of a Continuous Process of
Diacylglycerol Bakery Margarine During Glycerolysis of Rapeseed Oil with the Solid
Storage. J. Am. Oil Chem. Soc., 86:723-731. Base Catalysts. Chem. Chem. Technol., 6(1):
Chetpattananondh, P. dan Tongurai, C. 2008. 89-94.
Synthesis of high purity monoglycerides from Valério, A., Fiametti, K.G., Rovani, S., Franceschi,
crude glycerol and palm stearin. E., Corazza, M.L., Treichel, H., Oliveira, D.,
Songklanakarin J. Sci. Technol. 30 (4): 515- Oliveira, J.V. 2009. Enzymatic Production of
521. Mono- And Diglycerides in Compressed n-
Hoo, P.Y. dan Abdullah, A.Z. 2014. Direct Butane and AOT Surfactant. J. Supercrit.
Synthesis of Mesoporous 12- Fluids, 49: 216–220.
Tungstophosphoric Acid SBA-15 Catalyst for Lo, S.K, Tan, C.P, Long, K, Yusoff, M.S. dan Lai,
Selective Esterification of Glycerol O.M. 2008. Diacylglycerol oil-properties,
Monolaurate. Chem. Eng. J., 250: 274-287. processes and products: a review. Food and
Kaewthong, W., Sirisansaneeyakul, S., Prasertsan, Bioprocess Technol., 1:223–233.
P., H-Kittikun, A. 2005. Continuous Production Patel, A., Brahmkhatri, V. dan Singh, N. 2013.
of Monoacylglycerols by Glycerolysis of Palm Biodiesel Production by Esterification of Free
Olein with Immobilized Lipase. Process Fatty Acid Over Sulfated Zirconia. Renew.
Biochem., 40: 1525-1530. Energ., 51: 227-233.
Merck- millipore. 2014. Glycerol-104092. Product Zhao, Y., Liu, J., Deng, L., Wang, F., dan Tan, T.
Information. Darmstadt. Germany. 2011. Optimization of Candida sp. 99-125
Naik, M.K., Naik S.N., dan Mohanty, S. 2014. Lipase Catalyzed Esterification for Synthesis of
Enzymatic Glycerolysis for Conversion of Monoglyceride and Diglyceride in Solvent-Free
Sunflower Oil to Food Based Emulsifiers. System. J. Mol. Catal. B-Enzym., 72: 157-162.
Catalysis Today, 237: 145-149. Nusantoro B.P., De Clercq, N., Anthierens, K. dan
Nainggolan, M., Purba, R.D., Ritonga, M.Y. 2014. Dewettinck, K., 2013. Changing the SFC
Pengaruh jumlah katalis abu cangkang telur Profile of Lauric Fat Blends Based on Melting
ayam dan waktu reaksi gliserolisis pada Group Triacylglycerol Formulation , J. Am. Oil
pembuatan mono dan diasilgliserol dengan Chem. Soc., 90(11): 1607–1619.

411 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Sifat Fisiko-Kimia MDAG Minyak Inti Sawit Hasil Pemurnian Menggunakan
Creaming Demulsification Technique

[Psycochemical properties of MDAG from palm kernel stearin with purification using
creaming demulsification technique]

Mursalin1, Lavlinesia1, and Yernisa1


1)
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, Jalan Raya Jambi-Muara Bulian Km.15 Mendalo Darat, Jambi
36122, Phone: 0741-580053
Email: mursalin@unja.ac.id

Abstract—One method widely used in producing Mono and di-acyl glycerol (MDAG) is through glicerolysis
reaction. Separating the glycerol residues of the product MDAG produced, as a main obstacle of the method, had been
overcome through creaming demulsification technique (CDT). The purpose of this study was to characterize the physico
chemical properties of MDAG as emulsifiers that is purified by CDT. Physico chemical properties observed are hydrophile
lipophile balance (HLB) and melting point of the MDAG. Physico chemical properties of MDAG after and before purifying
was compared to each other. The results showed that purified MDAG has solubility in distilled water only at 14.34%. Based
on these fact, the MDAG could be classified as an emulsifier to be turbidly dispersed after being intensively agitated, with
HLB values range of 6-8. The purified MDAG has a melting point with a range of 43.3-45.2 °C, it is slightly higher than
MDAG before purified (42.0-44.0 °C). Based on its HLB value and melting point, the MDAG is suitable to be used as an
emulsifier or stabilizer in water-in-oil emulsion (W/O) system such as margarine or salad oils.

Keywords: emulsifier, HLB, MDAG, Melting point, Palm kernel stearin

titik leleh dan nilai HLB (hydrophile lipophile


I. PENDAHULUAN balance). HLB ditentukan berdasarkan tingkat
Mono dan di-asil gliserol (MDAG) dari minyak inti kelarutan MDAG dalam aquades sedangkan titik leleh
sawit dan turunannya telah digunakan secara luas ditentukan dengan metode kapiler, yaitu dengan
oleh industri oleokimia sebagai bahan baku untuk melihat suhu dimana MDAG mulai melunak sampai
menghasilkan produk surfaktan dan emulsifier. Salah berubah menjadi cair atau leleh sempurna.
satu metode produksi yang banyak dipakai dalam Nilai HLB MDAG akan diujibandingkan dengan
sintesis MDAG adalah dengan reaksi gliserolisis. tiga jenis emulsifier komersial yaitu glycerol
Kendala utama berupa sulitnya memisahkan residu monostearat (GMS), carboxymethyl cellulose (CMC)
gliserol dari produk MDAG yang dihasilkan, telah dan Tween 80. Titik leleh dan beberapa sifat kimia
dapat diatasi dengan baik pada penelitian tahun MDAG akan dikaji perubahannya sebelum dan
pertama. setelah dimurnikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi Industri pangan berbasis minyak dan lemak yang
sifat fisiko-kimia MDAG murni hasil penelitian mulai berkembang pesat di Indonesia sangat
sebelumnya. Sifat fisiko-kimia yang dimaksud adalah membutuhkan emulsifier untuk pembuatan
produknya. Dalam jangka panjang, diharapkan

412 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


MDAG murni yang dihasilkan dari proses gliserolisis II. METODE PENELITIAN
minyak sawit dapat menggantikan emulsifier Metode yang digunakan dalam menentukan nilai
komersial yang sebagian besar adalah produk impor, HLB MDAG adalah berdasarkan kelarutan MDAG
yang selama ini digunakan secara luas pada produksi tersebut dalam aquades. Menurut Kamel (1991 dalam
berbagai jenis produk pangan berbasis minyak dan Christina, 2000), terdapat korelasi antara nilai HLB
lemak. dengan kelarutan emulsifier dalam akuades. Semakin
Sulitnya menghilangkan residu gliserol dari produk rendah kelarutan emulsifier dalam akuades maka
MDAG yang dihasilkan secara gliserolisis terutama semakin kecil pula nilai HLB-nya. Hubungan antara
disebabkan oleh kuatnya gliserol dan air terikat dalam kelarutan emulsifier dalam air dengan nilai HLB-nya
sistem emulsi yang dibentuk oleh adanya MDAG dapat dilihat pada Tabel 1.
(emulsifier) dalam sistem. Pengrusakan sistem
emulsi dengan cara pembentukan krim dan skim TABEL 4.
(creaming demulsification) ternyata dapat KORELASI NILAI HLB DENGAN KELARUTAN
memisahkan residu gliserol dari dalam sistem. EMULSIFIER
Penambahan larutan elektrolit dengan jumlah yang
sama dengan volume minyak saat melakukan Kelarutan Emulsifier dalam Air Nilai HLB
demulsifikasi pembentukan krim dalam rangka Tidak larut dalam air 1—4
memurnikan MDAG dari campuran gliserol bebasnya Terdispersi sangat sedikit (poor 3—6
ternyata berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat dispersion)
kemurnian MDAG yang dihasilkan. MDAG dalam Dispersi keruh setelah diagitasi dengan 6—8
industri pangan biasanya digunakan sebagai cepat
emulsifier pada pengolahan margarine, mentega Dispersi keruh stabil 8—10
kacang (peanut butter), whitener, pudding, roti, Dispersi jernih atau bening 10—13
biskuit, dan kue-kue kering berlemak lainnya (Igoe
Larutan bening 13+
& Hui, 1996; O’Brien, 1998).
Emulsifier merupakan suatu zat yang dapat Sumber: Kamel (1991 dalam Christina, 2000)
menyatukan dua fasa larutan yang memiliki polaritas Berdasarkan informasi di Tabel 1, kisaran HLB
berbeda. Emulsifier memiliki gugus polar dan gugus MDAG dapat diperkirakan dengan melihat sifat
non polar sekaligus dalam satu molekulnya sehingga kelarutannya dalam akuades. Sebanyak 1 gram
pada satu sisi emulsifier akan mengikat minyak yang MDAG dilarutkan dalam 10 ml akuades dengan
bersifat non polar dan sisi lain emulsifier juga dapat bantuan magnetic stirer selama 3 menit. Setelah itu,
mengikat air yang bersifat polar (Suryani et al., 2002 campuran MDAG dalam akuades disaring
diacu dalam Satiarini, 2006). Emulsifier merupakan menggunakan kertas Whatman 40 dalam kondisi
surfaktan yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus vakuum. Selanjutnya kertas saring dari hasil
hidrofil dan gugus lipofilik. Gugus hidrofil bersifat penyaringan dioven pada suhu 105 oC selama 3 jam
polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan untuk menguapkan air yang mungkin terdapat.
gugus lipofil bersifat non polar dan mudah Sebagai kontrol, 1 gram emulsifier tanpa perlakuan
bersenyawa dengan minyak (Medikasari, 2002). apa-apa ditempatkan dalam kertas Whatman 40 dan
Pemilihan jenis emulsifier sangat penting dalam dikeringkan dengan cara yang sama. Perbandingan
pembentukan emulsi, Cowles (1998) memberikan berat kedua kertas saring setelah pengeringan atau
cara-cara pemilihan sebagai berikut: (1) tentukan tingkat kekeruhan akuades setelah pengadukan cepat
apakan sistem emulsi bertipe O/W atau W/O dengan akan menentukan tingkat kelarutan dan nilai HLB
tujuan untuk memilih jenis emulsifier berdasarkan MDAG.
nilai HLB (hydrophilic-lipophilic balance); secara Penentuan titik leleh dilakukan berdasarkan nilai
umum jika tipe emulsi W/O dibutuhkan emulsifier Slip Melting Point (SMP) yang ditentukan dengan
dengan nilai HLB < 7 dan jika bertipe O/W butuh metode AOCS Official Methods Cc 3-25 (2005).
pengemulsi dengan nilai HLB > 7; (2) tentukan Sampel MDAG dilelehkan dan dimasukkan ke dalam
apakan sistem emulsi mempunyai pH < 4 atau kadar tabung kapiler (3 buah) setinggi 1 cm. Selanjutnya
sodium > 2 – 3%, sebab bila kondisinya demikian disimpan dalam refrigerator pada suhu 4—10oC
penggunaan emulsifier yang bersifat amfotir tidak selama 16 jam. Tabung kapiler diikatkan pada
bermanfaat; dan (3) pertimbangkan penggunaan termometer dan termometer tersebut dimasukkan ke
kombinasi dua atau lebih pengemulsi bila penggunaan dalam gelas kimia (600 mL) berisi air (sekitar 300
satu emulisifier tidak berhasil dengan baik. mL). Suhu air dalam gelas kimia diatur pada suhu
8—10oC di bawah titik leleh sampel dan suhu air
dipanaskan pelan-pelan (dengan kenaikan 0.5—

413 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


1oC/menit) dengan pengadukan (magnetic stirrer). emulsi air dalam minyak (W/O). MDAG ini dapat
Pemanasan dilanjutkan dan suhu diamati dari saat digolongkan sebagai emulsifier oil-continuous karena
sampel meleleh sampai sampel naik pada tanda batas tingkat kelarutannya yang rendah dalam air dan
atas. Slip melting point dihitung berdasarkan rata- tingkat kelarutannya yang tinggi dalam minyak
rata tiga sampel yang diamati. (Oestberg et al., 1995 dalam Christina, 2000).

B. Titik Leleh MDAG


III. HASIL DAN PEMBAHASAN Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik yang
A. Kelarutan dan nilai HLB MDAG penting dari emulsifier, terutama dalam kaitannya
Berdasarkan persentase kelarutannya dalam dengan pengaplikasiannya pada suatu produk. Titik
aquades yang hanya sebesar 14.34%, MDAG hasil leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah
pemurnian dengan metode creaming demulsification menjadi cair sempurna. Sama halnya dengan minyak
technique (CDT) digolongkan sebagai emulsifier dan lemak, emulsifier MDAG tidak meleleh dengan
yang akan terdispersi keruh setelah diagitasi cepat tepat pada suatu nilai suhu tertentu. Sehingga
dengan nilai HLB berkisar antara 6—8 (merujuk pada pengukuran titik lelehnya seringkali dilakukan
Tabel 5, korelasi nilai HLB dengan kelarutan dengan menetapkan kisaran suhu ketika emulsifier
emulsifier). Penentuan kisaran nilai HLB MDAG ini mulai melunak hingga cair dengan sempurna. Sifat
sesuai dengan pernyataan Dziezak (1988) yang fisik dan kimia MDAG hasil pemurnian dengan
menegaskan bahwa emulsifier monogliserida metode CDT pada penelitian ini tergantung dari sifat
memiliki kisaran HLB antara 3.7 sampai 9.2 asam lemak penyusunnya.
tergantung jenis komponen pembentuknya. Kelarutan Menurut Lawson (1995), faktor penting penentu
dan nilai HLB MDAG hasil pemurnian dengan titik leleh dan melting behaviour minyak atau lemak
metode CDT dibandingkan dengan monostearin (SP) (termasuk emulsifier), antara lain adalah panjang
dan Tween 80 dapat dilihat pada Gambar 1. rantai asam lemak (semakin panjang semakin tinggi
titik cairnya), posisi asam lemak pada molekul
10% Tween 80 dalam gliserol, proporsi relatif dari asam lemak jenuh dan
aquades asam lemak tidak jenuh, dan teknik pengolahan
Dispersi jernih atau (derajat hidrogenasi dan winterisasi). Gaya tarik antar
bening asam lemak yang berdekatan ditentukan oleh panjang
Nilai HLB: 10-13 rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk
Kelarutan dalam isomer cis atau tans pada asam lemak tidak jenuh.
aquades 81.21% Semakin banyak ikatan rangkap dalam suatu asam
lemak maka titik lelehnya semakin rendah, karena
10% MDAG dalam ikatan rangkap menyebabkan struktur asam lemak
aquades tidak stabil. Hasil pengukuran titik leleh MDAG
Dispersi keruh hasil pemurnian dengan metode CDT pada penelitian
setelah diagitasi ini dapat dilihat pada Tabel 2.
dengan cepat Pada Tabel 2 terlihat bahwa, titik leleh MDAG
Nilai HLB: 6-8 murni mengalami sedikit peningkatakan
Kelarutan dalam dibandingkan dengan MDAG sebelum dimurnikan.
aquades 14.34% Titik leleh MDAG murni berada pada kisaran 43.3—
10% Monostearin 45.2 oC sedangkan titik leleh MDAG kasar berada
dalam aquades pada kisaran 42.0—44.0 oC. Peningkatan titik leleh
Poor dispersion ini diduga karena adanya peningkatan proporsi MAG
Nilai HLB: 3-6 dan DAG dibandingkan TAG dalam produk MDAG
Kelarutan dalam setelah dimurnikan. Menurut Gunstone et al. (1994),
aquades: 9.24% MAG dan DAG mempunyai titik leleh yang lebih
tinggi dibandingkan TAG karena keberadaan ikatan
hidrogen dalam molekul MAG (2 ikatan hidrogen)
Gambar 1. Kelarutan dan nilai HLB MDAG hasil dan DAG (1 ikatan hidrogen) menyebabkan
pemurnian dengan metode CDT kebutuhan peningkatan energi yang lebih besar untuk
Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa, sebagai memecah ikatan tersebut. Hasil tersebut juga sejalan
emulsifier, MDAG hasil pemurnian dengan metode dengan pernyataan Gunstone and Padley (1997)
CDT pada penelitian ini memiliki kisaran nilai HLB bahwa MAG memiliki titik leleh yang lebih tinggi
6—8 dan baik digunakan untuk menstabilkan sistem dibandingkan dengan bentuk TAG-nya. MAG

414 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


terdistilasi memiliki peningkatan titik leleh hingga terdispersi keruh setelah diagitasi cepat dengan
10oC di atas titik leleh bahan baku TAG-nya yang nilai HLB berkisar antara 6—8.
digunakan pada proses gliserolisis. 2) MDAG hasil pemurnian dengan metode CDT
memiliki titik leleh berkisar antara 43.3—45.2 oC,
TABEL 2 sedikit lebih tinggi dari MDAG sebelum
KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA MDAG KASAR DAN MDAG dimurnikan (42.0—44.0 oC).
HASIL PEMURNIAN 3) Berdasarkan nilai HLB dan titik lelehnya, MDAG
Jenis Bahan dan Produk yang hasil pemurnian dengan metode CDT cocok
Karakteristik dianalisis digunakan sebagai emulsifier penstabil sistem
MDAG Kasar MDAG Murni emulsi air dalam minyak (W/O) seperti margarin
Kadar ALB (%) 2.44 2.38 2.30 2.41
atau minyak salad tetapi tidak terlalu baik untuk
Kandungan 12.14 11.76 0.05 0.22
Gliserol (%)
digunakan pada produk starch complexing.
Kandungan MAG 35.20 35.43 36.95 36.88
(%) V. REFERENSI
Kandungan DAG 14.82 15.33 15.82 15.96 American Oil Chemists’ Society. 2005. Official Methods
(%) and Recommended Practices of the American Oil
Kandungan TAG 50.77 50.69 47.23 47.39 Chemists’ Society. Illinois: Am Oil Chem Soc
(%) Press, Champaign.
Titik leleh (oC) 42.0—44.0 43.3—45.2
Christina D. 2000. Karakterisasi dan aplikasi emulsifier
Menurut Gunstone and Padley (1997), campuran mono- dan diasilgliserol dari destilat
monogliserida (MAG) termasuk dalam golongan asam lemak minyak sawit. [Skripsi]. Fakultas
polimorfik seperti trigliserida dan mengeras dari Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
lelehan dalam bentuk kristal alpha, dimana akan Cowles, L.K., 1998. Emulsion stability: Critical
berubah menjadi kristal sub-alpha setelah mengalami Factors. Food Tech. Int., p. 25.
pendinginan. Kedua bentuk kristal alpha tersebut
termasuk intermediet dan nantinya akan berbah Gunstone FD and FB Padley. 1997. Lipid
menjadi bentuk kristal betha yang stabil dan memiliki Technologies and Applications. Marcel Dekker
titik leleh yang tinggi. Inc. New York-Basel-Hongkong.
Titik leleh suatu emulsifier harus diketahui
nilainya agar dapat digunakan pada sistem emulsi Gunstone, D Frank, L. John, Harwood, and FB
yang sesuai. Suatu emulsifier harus dapat larut Padley. 1994. The Lipid Handbook. Chapman
seluruhnya dalam suatu emulsi dengan rasio tertentu. and Hall. London.
Menurut Bergenshtahl (1997), suatu emulsifier baru Igoe RS dan Hui YH. 1996. Dictionary of Food
akan bekerja sebagai surface active apabila Ingredient. New York (US): Champman & Hall.
kelarutannya pada suatu emulsi dengan suhu tertentu
sudah mencapai konsentrasi yang cukup untuk Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology,
membentuk formasi pada interfasenya. Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall.
New York.
Mediakasari. 2002. Bahan tambahan makanan fungsi
IV. KESIMPULAN dan penggunaannya dalam makanan. Makalah
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksnaan Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Institut
penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai Pertanian Bogor. Bogor
berikut:
1) Berdasarkan persentase kelarutannya dalam Satiarini. B. 2006. kajian produksi dan probabilitas
aquades yang hanya sebesar 14.34%, MDAG pembuatan susu jagung. Skripsi Fakultas
hasil pemurnian dengan metode CDT Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
digolongkan sebagai emulsifier yang akan

415 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Formulasi Buah Kering dan Tepung Jagung Putih Terfementasi pada
Pembuatan Snack Bar

[The Formulations Of Dried Fruit And Fermented White Corn Flour on Making of The
Snack Bar]
Rahmawati1 & Nisa Annisa1
1
Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Sahid,Jl. Prof. Supomo nomor 84,
Jakarta Selatan, 12870
E-mail: rahmafarasara@gmail.com

Abstract—The purpose of this research was to find out the differences of the snack bar qualities which was
formulated with dried fruit and fermented white corn flour. The fermented white corn flour was made from Anoman FS
variety and the dried fruits made from cherry and raisins. Both of them were formulated to make a snack bar. There was 5
different formulations of dried fruit and fermented white corn flour (10:90, 15:85, 20:80, 30:70 and 40:60). The method
used in this research was randomized complete design with one factor, 5 treatments and 3 replications. The data was
analysed with Duncan test when significantly different (α=0.01). The result showed that the formulations of dried fruits and
fermented white corn flour significantly different (α=0,01) at texture (the physical quality), moisture content, ash, protein,
fat, carbohydrate, crude fiber, pH, Aw, as well as texture, flavor in hedonic test and ranking test. The formulation of dried
fruit and fermented white corn flour = 30:70 base on rank test, was the best formulation. The caharacteristics of this product
were texture 13.95 g/mm2, moisture content 15.53% , ash 2.24%, protein 5.94%, fat 2.62%, carbohydrate 71.03%, crude
fibre 2.87%, pH 5.65, and Aw 0.70. This product was crunchy and sweet.

Keywords—Snack bar, dried fruit, fermented white corn flour.

kacang-kacangan yang diikat satu sama lain


I. PENDAHULUAN dengan bantuan bahan pengikat (sirup, karamel,
Snack bar merupakan makanan ringan yang coklat dan lainnya).
berbentuk batangan berbahan dasar sereal atau Pada umumnya bahan yang digunakan dalam
kacang-kacangan. Salah satu jenis produk snack pembuatan snack bar dan produk pangan ringan
bar yang beredar di pasaran Indonesia berbahan lainnya adalah terigu yang terbuat dari gandum.
dasar tepung kedelai dan buah-buahan asli yang Saat ini gandum masih menjadi komoditas import,
dikeringkan (Astawan, 2009). Menurut Budiman sementara itu, pemerintah memiliki program
(2009) snack bar adalah snack yang berenergi dan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal. Salah
sudah banyak dijual di pasar swalayan sebagai satu pangan lokal yang dikembangkan
jenis snack sehat yang banyak mengandung energi, kementerian pertanian adalah jagung putih.
protein dan serat. Menurut Achmat et al. (2015) Pemanfaatan jagung dalam bentuk tepung lebih
Snack bar merupakan makanan ringan yang mudah untuk diaplikasikan.
memiliki bentuk batang dan campuran dari Pada penelitian ini digunakan tepung jagung
berbagai bahan seperti sereal, buah-buahan, putih varietas Anoman FS yang difermentasi

416 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


sebagai bahan dasar snak bar. Keunggulan jagung tambahan antara margarin dan minyak goreng
putih produktifitasnya lebih tinggi daripada jagung pada pembuatan snack bar. Indikator pemilihan
kuning dan kelemahannya memiliki biji yang jenis lemak berdasarkan nilai mutu hedonik
keras sehingga sulit penanganannya dan menjadi terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa. Tahap
kurang disukai. Salah satu upaya mempermudah kedua mempelajari formulasi buah kering dan
pengolahannya pada umumnya direndam. Selama tepung jagung putih terhadap mutu snack bar yang
perendaman terjadi proses fermentasi yang dihasilkan. Bagan alur penelitian disajikan pada
merubah karakter tepung yang dihasilkan Gambar 1.
(Farasara et.al. 2014). Fermentasi spontan dapat Rancangan penelitian yang digunakan adalah
menghasilkan mutu tepung yang tidak konsisten. Rancangan acak lengkap faktorial dengan 1 faktor,
Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini yaitu formulasi buah kering dan tepung jagung
tepung yang digunakan diperoleh dari grits jagung hasil fermentasi (10:90, 15: 85, 20:80, , 30:70, dan
yang telah difermentasi dahulu dengan 40:60). Mutu snack bar yang dihasilkan ditentukan
penambahan khamir dalam bentuk ragi roti dengan uji fisik berupa uji tekstur/kekerasan
komersial. Untuk mengetahui pengaruh fermentasi (Suyatma, 2010); uji kimia berupa nilai pH (BSN,
maka tepung yang dihasilkan diuji sifat pastanya 1991), nilai Aw, kadar air, kadar abu, kadar
dan digunakan pada pembuatan snack bar. protein, kadar lemak, kadar karbohidrat (AOAC,
Selain itu, pada penelitian ini digunakan buah- 2006), dan kadar serat kasar (BSN, 1992); dan uji
buahan yang meliputi manisan kering ceri dan inderawi (Sarastani, 2010) berupa mutu hedonik
kismis yang berfungsi sebagai penambah rasa terhadap tekstur dan rasa serta uji rangking
manis dan asam agar produk yang dihasilkan lebih berdasarkan tingkat kesukaan secara keseluruhan.
enak. Alasan pemilihan manisan buah kering Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis
sebagai campuran snack bar karena manisan buah varian (ANOVA). Bila nilai signifikasi < 0,01 ,
kering memiliki kadar air yang rendah sehingga maka dilanjutkan dengan uji rata–rata metode
tahan lama dan tidak mudah rusak. Tepung jagung Duncan untuk menentukan formulasi mana yang
putih dan buah kering (manisan kering ceri dan memberikan hasil berbeda.
kismis) memiliki potensi untuk dimanfaatkan
menjadi suatu produk pangan fungsional seperti III. HASIL DAN PEMBAHASAN
snack bar yang mengandung serat serta zat gizi A. Hasil Penelitian Tahap Pertama
lainnya yang dapat diterima konsumen.
Hasil pengujian karakter tepung jagung putih
II. METODE PENELITIAN yang difermentasi disajikan pada Tabel 1. Dari
Tabel 1 terlihat bahwa pasta tepung yang
A. Bahan dan Peralatan difermentasi menjadi tidak stabil pada saat
Bahan baku pembuatan snack bar adalah dipanaskan, namun kekerasannya menurun pada
tepung jagung putih varietas Anoman FS, saat didinginkan. Berdasarkan hal ini maka tepung
manisan kering ceri dan kismis, serta bahan lain jagung putih varietas Anoman FS diduga dapat
berupa gula, garam,susu bubuk, vanilin, tepung digunakan sebagai bahan baku pembuat snack bar.
tapioka, margarin, air dan telur. Alat yang Hasil uji mutu hedonik terhadap pemilihan jenis
digunakan untuk penelitian terdiri atas alat lemak disajikan pada Tabel 2.
pengolahan seperti timbangan digital, mixer, Dari Tabel 2 terlihat bahwa secara umum
wadah plastik, pisau, loyang dan oven serta alat penilaian snack bar yang menggunakan margarin
analisa seperti oven, tanur, Texture Analyzer TX.3 memiliki skor lebih tinggi dibandingkan yang
1000, pH meter, dan aw meter. menggunakan minyak goreng. Karakteristik snack
bar margarin berwarna coklat (skor 4), aroma
margarin agak kuat (skor 3), tekstur agak renyah
B. Prosedur Penelitian
(skor 3) dan rasa agak manis (skor 3).
Metode penelitian ini adalah eksperimen, yang Karakteristik snack bar minyak goreng berwarna
terdiri atas 2 tahap. Tahap pertama mempelajari kuning muda (skor 2), aroma minyak goreng agak
karater tepung hasil fermentasi (modifikasi kuat (skor 3), tekstur sangat tidak renyah (skor 1)
Rahmawati et al. 2013) dan pemilihan bahan dan rasa tidak manis (skor 2). Berdasarkan hasil

417 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


tersebut, maka pada penelitian selanjutnya sumber
lemak yang akan digunakan adalah margarin.

TABEL I
SIFAT PASTA TEPUNG JAGUNG PUTIH
VARIETAS ANOMAN FS YANG TIDAK
DIFERMENTASI DAN DIFERMENTASI
Parameter Tidak Difermentasi
difermentasi
Suhu pasting (oC) 79.3 77.3
Viskositas puncak (cP) 929 660 Gambar 1. Nilai rata-rata tesktur (g/mm2) snack
Viskositas trough (cP) 927 507 bar dengan formulasi buah kering dan tepung
jagung putih terfermentasi yang berbeda
Nilai breakdown (cP) 2 153
Viskositas akhir (cP) 1811 1275 Hasil sidik ragam menunjukkan formulasi buah
Nilai Setback 884 768 kering dan tepung jagung putih memengaruhi
kekerasan snack bar. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa setiap formulasi memberikan
TABEL II
pengaruh yang berbeda secara nyata (α = 0,01)
NILAI RATA-RATA MUTU HEDONIK (SKOR)
SNACK BAR BERDASARKAN JENIS LEMAK terhadap kekerasan snack bar.
Skor Subtitusi Buah : Jagung Hal ini disebabkan kandungan amilosa tepung
No Atribut Putih jagung putih Anoman cukup tinggi (29.92%)
Margarin Minyak goreng (Suarni dan Firmansyah, 2005). Semakin tinggi
1 Warna 4,00 2,00 amilosa, menyebabkan proses retrogradasi pati
2 Aroma 3,00 3,00 semakin tinggi (Blazek & Copeland, 2008).
3 Tekstur 3,00 1,00
4 Rasa 3,00 2,00
Walaupun tepung nilai setback tepung ini lebih
Rata-rata 3,00 2,00 rendah dibandingkan tepung alaminya, namun
masih menghasilkan produk yang cukup keras.
Selain itu, tepung jagung putih terfermentasi
B. Hasil Penelitian Tahap Kedua memiliki kadar air yang lebih rendah
1. Kekerasan dibandingkan kadar air buah kering (manisan ceri
Kekerasan snack bar dengan formulasi buah dan kismis). Semakin rendah kadar air bahan
kering:tepung jagung putih terfermentasi berbeda pangan maka teksturnya akan semakin keras dan
(10:90, 15:85, 20:80, 30:70, dan 40:60) kering. Adanya protein pada jagung diduga
menunjukkan nilai rata-rata secara berturut-turut memengaruhi kekerasan snack bar karena pada
sebesar 14.45 g/mm2, 14.25 g/mm2, 14.15 g/mm2, proses pemanggangan (suhu 160oC, 45 menit),
13.95 g/mm2 dan 12.65 g/mm2. Kekerasan snack protein terdenaturasi dan terkoagulasi. (Winarno,
bar cenderung menurun seiring dengan 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono
meningkatnya jumlah buah kering. Kekerasan (2004) di mana denaturasi protein memengaruhi
snack bar dengan formulasi buah dan tepung tekstur dan flavour makanan.
jagung putih 10:90 menghasilkan tekstur yang
paling keras. Sementara itu snack bar dengan 2. Nilai pH
formulasi buah kering dan tepung jagung jagung Nilai pH snack bar dengan formulasi buah
putih terfermentasi 40:60 menghasilkan tekstur kering (manisan ceri dan kismis) dan tepung
yang paling lunak (Gambar 1). jagung putih terfermentasi berbeda (10:90, 15:85,
20:80, 30:70 dan 40:60) menunjukkan nilai rata-
rata secara berturut-turut sebesar 6.50, 6.15, 5.80,
5.65 dan 5.25. Nilai pH cenderung menurun
dengan semakin tingginya formulasi buah kering
(Gambar 2).

418 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Gambar 2. Histogram rata-rata nilai pH snack bar
dengan formulasi buah kering dan tepung jagung
putih terfermentasi berbeda. Gambar 3. Histogram rata-rata nilai Aw snack bar
dengan formulasi buah kering dan tepung jagung
Hasil sidik ragam menunjukkan formulasi putih terfermentasi berbeda.
buah kering dan tepung jagung putih terfermentasi
berbeda memengaruhi nilai pH secara sangat nyata Nilai Aw berkaitan dengan umur simpan
(α=0.01). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan produk. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw
bahwa seluruh formulasi buah kering (manisan minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
ceri dan kismis) dan tepung jagung putih misalnya bakteri Aw (0.90), khamir Aw (0.80-
terfermentasi memberikan pengaruh yang sangat 0.90), kapang Aw (0.60-0.70) (Winarno,2008).
berbeda nyata (α = 0,01) terhadap nilai pH snack Berdasarkan hasil penelitian, nilai Aw yang
bar. didapat pada produk snack bar rata-rata sebesar
Penurunan nilai pH snack bar disebabkan nilai 0.60-0.70 di mana semakin tinggi nilai Aw,
pH manisan ceri dan kismis lebih rendah dari sejalan dengan semakin tingginya kadar air produk.
tepung jagung putih. Di mana hasil uji nilai pH Berdasarkan kurva kecepatan reaksi dan nilai
manisan ceri sebesar 4.87, kismis sebesar 3.82 dan Aw Labuza (1971) dalam Eskin dan Robinson
tepung jagung putih sebesar 5.95. (2010), produk dengan nilai Aw ini dapat dirusak
oleh aktivitas enzim, reaksi hidrolisis, browning
3. Nilai Aw non-enzimatis dan oksidasi lipid. Mikroorganisme
Nilai Aw snack bar dengan formulasi buah yang mungkin tumbuh adalah kapang. Jenis
kering (manisan ceri dan kismis) dan tepung kapang yang kemungkinan tumbuh diantaranya
jagung putih terfermentasi berbeda (10:90, 15:85, kapang yang bersifat xerofilik, halofilik, monascus
20:80, 30:70 dan 40:60) menunjukkan nilai rata- bisporus, eurotium amstelodami, eurotium
rata secara berturut-turut sebesar 0.67, 0.68, 0.70, chevalieri, dan aspergillus candidus (Uddin et al,
0,70 dan 0.72. Nilai Aw snack bar cenderung 2006).
meningkat dari 0.67 pada formulasi 10:90 menjadi
0.72 pada formulasi 40:60 seiring dengan 4. Nilai proksimat
meningkatnya formulasi buah kering (manisan ceri Nilai proksimat snack bar yang dihasilkan
dan kismis) (Gambar 3). disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bahwa kadar air, kadar abu, dan karbohidrat
formulasi buah kering dan tepung jagung putih cenderung meningkat dengan semakin besarnya
memengaruhi nilai Aw snack bar secara sangat formulasi buah kering. Sebaliknya, kadar protein
nyata (α=0.01). Hasil uji lanjutan Duncan dan lemak menurun dengan semakin tingginya
menunjukkan bahwa formulasi buah kering dan formulasi buah kering.
tepung jagung 10:90 dan 15:85 memberikan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
pengaruh yang sama, namun berbeda formulasi formulasi buah kering dan tepung jagung putih
20:80, 30:7, dan 40:60. Formulasi 20:80 dan 30:70 terfermentasi memengaruhi seluruh nilai
juga memberikan pengaruh sama, namun proksimat. Hasil uji lanjut juga menunjukkan
formulasi ini memberikan pengaruh yang berbeda bahwa setiap formulasi memberikan pengaruh
dengan formulasi lainnya.

419 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


yang berbeda terhadap nilai proksimat snack bar menunjukkan nilai rata-rata secara berturut-turut
yang dihasilkan. sebesar 2.67%, 2.74%, 2.81%, 2.87% dan
Meningkatnya formulasi buah kering 2.93%. Secara umum kadar serat kasar snack
menyebabkan kadar air dan abu meningkat. bar meningkat dari 2.67% pada formulasi 10:90
Peningkatan ini disebabkan kadar air, abu, dan menjadi 2.93% pada formulasi 40:60 seiring
serat buah kering lebih tinggi dari tepung jagung. dengan meningkatnya formulasi buah kering
Kadar air buah ceri kering 25% dan kismis 18%, (Gambar 4).
sedangkan tepung jagung putih terfermentasi Hasil sidik ragam menunjukkan formulasi
10.07%. Kadar abu tepung jagung putih buah kering dan tepung jagung putih
terfermentasi 1.8%, kismis 1.85%, dan manisan memengaruhi kadar serat snack bar. Hasil uji
ceri 11% dengan komposisi mineral yang cukup lanjut Duncan menunjukkan bahwa seluruh
banyak seperti Ca, Fe, Mg, P, K, Na dan Zn formulasi buah kering (manisan ceri dan kismis)
(USDA, 2009). dan tepung jagung putih memberikan pengaruh
Menurut USDA (2009) kandungan serat kasar yang berbeda secara nyata (α = 0,01) terhadap
buah kering 3.7 gram per 100 gram, sedangkan kadar serat kasar snack bar.
dari hasil pengukuran, kandungan serat kasar
tepung jagung putih varietas Anoman FS sebesar
2.05%. Menurut Piliang et al (2002), serat yang
banyak dikandung oleh buah kering, memiliki
kemampuan untuk mengikat air secara cepat
dalam jumlah yang banyak. Sehingga semakin
tinggi formulasi buah menyebabkan kadar air
snack bar meningkat.
Menurunnya kadar protein dan lemak pada
snack bar berkaitan dengan kandungan protein dan
lemak buah kering dan tepung jagung putih
terfermentasi. Menurut USDA (2009), kandungan
Gambar 4. nilai rata-rata kadar serat kasar (%)
protein manisan ceri 0.77 gram per 100 gram dan
snack bar dengan formulasi buah dan tepung
kismis sebesar 3.07 gram per 100 gram.
jagung putih yang berbeda
Berdasarkan hasil analisa diketahui kadar protein
tepung jagung putih terfermentasi sebesar 9.70%.
Meningkatnya kadar serat kasar sejalan dengan
meningkatnya formulasi buah kering seperti
TABEL 3
NILAI PROKSIMAT SNACK BAR diketahui bahwa buah merupakan sumber serat,
Formulasi buah kering dan tepung jagung putih terfermentasi dibandingkan tepung jagung putih.
Kadar
10:90 15:85 20:80 30:70 40:60
Menurut USDA (2009) kandungan serat kasar
Air 14.96±0.006a 15.03±0.003b 15.27±0.003c 15.53±0.003d 15.74±0.001e
pada buah kering sebesar 3.7 gram per 100 gram
Abu 2.02±0.001a 2.11±0.002b 2.23±0.006c 2.24±0.006cd 2.25±0.003d
dan tepung jagung putih Anoman FS yang
Protein 6.84±0.012 a 6.55±0.006b 6.24±0.025c 5.94±0.017d 5.70±0.002e
digunakan sebesar 2.05%.
a b c d
Lemak 3.24±0.023 3.00±0.002 2.81±0.003 2.62±0.003 2.51±0.006e

KH 70.23±0.01a 70.55±0.001b 70.75±0.013c


71.03±0.003
70.98±0.114d
6. Mutu Inderawi
d

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukan


Mutu inderawi snack bar ditentukan dengan uji
perbedaan yang nyata pada α = 0,01 mutu hedonik dan uji rangking. Uji mutu hedonik
terdiri dari uji kerenyahan dan rasa (Tabel 4).
Tabel 4 menunjukkan bahwa skor kerenyahan
snack bar meningkat dengan semakin tinggi
5. Kadar serat kasar persentase buah kering. Formulasi buah kering dan
Kadar serat kasar snack bar dengan formulasi tepung jagung 30:70 dan 40:60 memiliki nilai rata-
buah kering (manisan ceri dan kismis) dan rata skor kerenyahan yang paling tinggi yaitu skor
tepung jagung putih terfermentasi berbeda 3.7 (renyah). Hasil uji anova menunjukkan
(10:90, 15:85, 20:80, 30:70 dan 40:60) bahwa formulasi buah kering dan tapung

420 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


jagung putih memengaruhi kerenyahan snack kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan
bar secara nyata (α = 0.01). Hasil uji Duncan formulasi lainnya.
menunjukkan bahwa formulasi buah kering
(manisan ceri dan kismis) dan tepung jagung IV. KESIMPULAN DAN SARAN
putih terfermentasi 10:90, 30:70, dan 40:60
memberikan pengaruh yang berbeda dengan A. Kesimpulan
perlakuan lainnya. Tekstur dapat dipengaruhi Hasil penelitian menunukkah bahwa formulasi
oleh kandungan air dan serat (Winarno, 2008). buah kering dan tepung jagung putih terfermentasi
Snack bar memiliki kadar air tertinggi yang 10:90, 15:85, 20:80, 30:70 dan 40:60
membuat teksturnya renyah sehingga banyak memengaruhi tekstur, kadar air, kadar abu, kadar
disukai oleh panelis. protein, kadar lemak, karbohidrat, kadar serat
kasar, nilai pH, nilai Aw serta kerenyahan dan rasa
TABEL 4 snack bar.
NILAI RATA-RATA MUTU HEDONIK DAN Berdasarkan uji rangking, formulasi 30:70
RANGKING SNACK BAR dipilih panelis sebagai produk terbaik.
Formulasi buah kering dan tepung jagung putih terfermentasi Karakteristik snack bar ini memiliki kekerasan
Parameter
10:90 15:85 20:80 30:70 40:60 13.95 g/mm2, kadar air 15.53%, kadar abu 2.24%,
3.7±0.40 kadar protein 5.94%, kadar lemak 2.62%, kadar
Kerenyahan 2.2±0.05a 2.8±0.10ab 3.1±0.14bc 3.7±0.39c c
karbohidrat 71.03%, kadar serat kasar 2.87%, nilai
a a a b
Rasa 2.7±0.20 3.1±0.15 3.1±0.29 3.7±0.13 3.7±0.17b
pH 5.65, nilai Aw 0.70, renyah dan rasa yang
Rangking 5 3 4 1 2 manis. Snack bar ini masih memiliki tekstur yang
Ket : kerenyahan: 1 (sangat tidak renyah), 2 (tidak renyah), lebih keras dibandingkan dengan produk sncak
3(agak renyah), 4 (renyah) dan 5 (sangat renyah); rasa: bar yang beredar di pasaran.
1 (Sangat tidak manis ), 2 (Tidak manis ), 3 (Agak manis ), 4
(Manis ), 5 (Sangat manis)
B. Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata- Berdasarkan hasil penelitian, disarankan
rata rasa snack bar secara berturut-turut 2.7 (tidak untuk melakukan reformulasi agar mendapatkan
manis), 3.1 (agak manis), 3.1 (agak manis), 3.7 tekstur yang lebih renyah dan ditambahkan bahan
(manis) dan 3.7 (manis). Tabel 4 menunjukkan pengikat sebagai pengganti gluten serta
bahwa formulasi 30:70 dan 40:60 memiliki skor menggunakan suhu dan waktu pemanggangan
rasa paling tinggi yaitu 3.7 (manis). Rasa snack yang berbeda agar dapat menghasilkan produk
bar mengalami peningkatan dengan semakin yang mendekati produk komersial.
banyak persentase penambahan buah kering
(manisan ceri dan kismis). DAFTAR PUSTAKA
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
formulasi snack bar memengaruhi rasa secara Achmat, et al. 2015. Pengaruh penambahan telur
sangat nyata (α=0.01). Hasil uji Duncan pada kandungan proksimat karakteristik
menunjukkan bahwa formulasi buah kering aktivitas air bebas dan tekstural snack bar
(manisan ceri dan kismis) dan tepung jagung berbasis pisang ( Musa paradisiaca).
putih terfermentasi 10:90, 15:85, dan 20:80,
mempunyai pengaruh yang sama, namun berbeda AOAC. 2006. Official Methods of Analysis of The
dengan formulasi 30:70 dan 40:60, demikian juga Association of Official Analytical Chemist.
sebaliknya. Peningkatan rasa manis pada snack AOAC Inc., Washington.
bar berasal dari manisan buah ceri.
Tabel 4 menunjukkan bahwa formulasi buah Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan
kering dan tepung jagung putih 30:70 menjadi Kacang dan Biji-Bijian. Penebar Swadaya,
rangking 1. Hal ini diduga berkaitan dengan rasa Jakarta.
manis dan tekstur yang renyah yang disukai Badan Standarisasi Nasional. 1991. SNI 06-2413-
panelis. Hal ini sejalan dengan hasil uji kekerasan 1991. Cara uji derajat keasaman (pH) dengan
secara fisik, di mana formulasi 30:70 memiliki menggunakan alat pH meter. BSN, Jakarta.

421 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Badan Standarisasi Nasional . 1992. SNI 01-2891-
1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. BSN, Sarastani, D. 2010. Penuntun Praktikum Analisis
Jakarta Organoleptik. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Blazek, J. and Copeland, L. 2008. Pasting and Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung :
Swelling Properties of Wheat Flour and Starch Prosesing dan Kandungan Nutrisi sebagai
in Relation to Amylose Content. Carbohydrate Bahan Pangan Pokok. Prosiding Seminar dan
Polymers, 71, 380-387. Lokakarya Nasional Jagung. Puslit Tanaman
http://dx.doi.org/10.1016/j.carbpol.2007.06.010 Pangan. hal. 393-398.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Sugiyono. 2004. Kimia Pangan. Fakultas Teknik.
Nasionallndonesia: Tepung Jagung (SNI 01- Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
3727-1995). Badan Standarisasi Nasional,
Jakarta. Suyatma, NE. 2010. Analisis Sifat Fisik-Texture
Analysis. Departemen Ilmu dan Teknologi
Budiman A. 2009. Ngemil tapi tetap langsing. Pangan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.wikimu.com. [19 Mei 2015].
Uddin MZ, MA. Rahim, MA. Alam, JC. Barman.
Eskin, M. dan Robinson, D.S. 2010. Food Shelf dan MA. Wadud. 2006. A Study On Bio-
Life Stability, Chemical, Biochemical and Chemical Characteristics Of Different Mango
Microbiological Changes. Taylor and Francis, Germplasms Grown In The Climatic Condition
USA. Of Mymensingh. Int. J. Sustain. Crop Prod.
1(2): 16-19
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002.
Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. IPB-Press, Ummi, R. 2011. Pemanfaatan Tepung Sorghum
Bogor. ( Sorghum bicolor L. Moench) pada Pembuatan
Snack Bar Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat
Rahmawati, R. Dewanti, P. Hariyadi, D. Fardiaz Besi Untuk Remaja Puteri. Skripsi. IPB.
dan N. Richana. 2013. Isolation and
identification of microorganisms during USDA. 2009. National Nutrient Database for
spontaneous fermentation of maize. J Teknol Standard Reference.
dan Industri Pangan 22:33-39. http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgi-
bin/list_nut_edit.pl. [31 January 2016]
Farasara, R., P. Haryadi, D. Fardiaz dan R.
Dewanti. 2014. Pasting properties of white Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT.
corn flours of Anoman 1 and Pulut Harapan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
varietas as affected by fermentation process.
Food and Nutrition Sciences, vol 5, 2038-2047.

422 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Mutu Udang Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik Biodegradable
dengan Matriks Damar Daging dan Pati Tapioka
[Shrimp Quality During Storage in Biodegradable Plastic Packaging with Matrix Resin
Flesh and Tapioca Starch]
Iman Basriman1, Dahni Betto Harso2, dan Noryawati Mulyono3
1
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Sahid, Jl. Prof. Dr. Supomo, SH No 84,
Jakarta Selatan , 12870
E-mail : imbasriman@yahoo.com
2,3
Unika Atmajaya
E-mail: betossai_jr@yahoo.com

Abstract— Shorea leprosula (resin flesh) is one of the plants that can be used as raw material in the manufacture
of biodegradable plastics because it contains antimicrobial compounds that biodegradable plastic produced also have
antimicrobial properties. To enhance the antimicrobial activity in a biodegradable plastic with the addition of resin
flesh, can be done adding other chemicals that are antimicrobial. This study aims to determine the effect of the matrix
resin flesh with tapioca starch in biodegradable packaging coatings with the addition of zinc chloride, silver nitrate,
propionate, propyl paraben, on the quality of the shrimp were packed for storage. The design of the study design was
completely randomized factorial 5x5 with two repetitions, the first factor is the plastic biodegrable matrix tapioca starch
and resin flesh with 5 level of treatment (coating lecithin + ZnCl2, lecithin + AgNO3, AgNO3, the positive control, and
negative control), the second factor is long storage with 5 level of treatment (day 0,2,4,6,8). Tested quality include the
moisture content, total plate count, E. coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae on shrimp. The results showed that the
addition of starch packaging resin, silver nitrate, and lecithin for 8 days of storage, showing the water content decreases,
so that it can be concluded that this packaging can reduce the moisture content. For total microbial coating all kinds of
packaging with lecithin, zinc chloride and nitrate rancid showed no significant results, but significantly different from
positive and negative control packaging. As for testing E. coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae shows the results the
ability to restrain the growth of specific common to all types of packaging

Keywords – Shorea leprosula, antimicrobials, biodegradable

penggunaan plastik yang berfungsi sebagai


PENDAHULUAN
I. kemasan.
Penggunaan kemasaan dengan aktivitas Plastik merupakan salah satu masalah
antimikroba merupakan salah satu solusi yang terbesar dalam lingkungan. Hal ini terjadi karena
paling baik dalam mengatasi masalah pengawetan penggunaan plastik sangat tinggi, sedangkan
pangan. Selain tidak mengubah rasa dan tekstur plastik tidak dapat didegradasi oleh
pangan, cara pengawetan ini juga tidak melibatkan mikroorganisme. Salah satu cara untuk mengatasi
pangan secara langsung dengan penggunaan limbah plastik tersebut penggunaan plastik
senyawa kimia sintetik. Namun, masalah yang biodegradable. Berbeda dengan plastik
dapat timbul dari cara pengawetan ini adalah konvensional, plastik biodegradable merupakan
plastik yang terbuat dari polimer yang dapat

423 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


didegradasi oleh mikroorganisme, seperti: pati, juga memiliki sifat antimikrobial (Norizan et al.
kitosan, gluten, keratin, asam polilaktat, 2012). Untuk meningkatkan aktivitas antimikroba
polihidroksi butirat, dan lain-lain. Plastik dalam plastik biodegradable dari S. leprosula,
biodegradable dapat dibuat dari berbagai bahan dapat dilakukan penambahan senyawa kimia
baku yang memiliki komposisi pati yang cukup tambahan yang memiliki sifat antimikrobial.
tinggi. Pati tapioka banyak digunakan pada Udang sebagai salah satu produk perikanan yang
industri pangan sebagai biodegradable film karena memilliki sifat mudah busuk (highly perishable),
ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan maka penanganan yang baik mutlak diperlukan
karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). agar mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi.
Harris (2001) telah menggunakan pati tapioka Penggunaan plastik biodegradable dengan matrix
dalam pembuatan plastik biodegradable dan film damar daging dan pati tapioka yang dilapisi
yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik yang senjawa antimikroba merupakan cara untuk
cukup baik serta dapat digunakan sebagai pengawetan udang. Oleh karena itu dilakukan
pengemas produk pangan lempuk. Dalam penelitian tentang mutu udang yang dikemas
pembuatan plastik biodegradable, senyawa lesitin menggunakan plastic biodegradable tersebut.
sering digunakan. Lesitin, atau yang dikenal juga Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sebagai fofatidilkolin, merupakan senyawa yang pengaruh matriks damar daging dengan pati
bersifat hidrofilik pada bagian kepala, tetapi tapioka pada kemasan biodegradable dengan
bersifat hidrofobik pada bagian ekor. Senyawa ini penambahan pelapis seng klorida, perak nitrat,
banyak ditemukan pada kuning telur dan kacang propionate, propil paraben, terhadap mutu udang
kedelai, dimana kadar lesitin dalam kuning telur 3 yang dikemas selama penyimpanan.
kali lebih banyak dari kacang kedelai. Ekstraksi
lesitin dapat dilakukan secara mekanik, maupun II. METODE PENELITIAN
secara kimiawi dengan menggunakan heksana. A. Bahan dan Peralatan
Penggunaan lesitin dalam pembuatan plastik
biodegradable dikarenakan peran lesitin sebagai Bahan-bahan yang digunakan adalah resin S.
surfaktan, dimana lapisan yang dibuat oleh lesitin leprosula, etil asetat, kertas saring, ZnCl2, agar
tidak mudah hancur, ringan, dan tidak bersifat nutrient, AgNO3, hectoen enteric agar, TCBS agar,
volatile. Selain itu, lesitin juga tidak berbahaya, plate count agar, eosin metilen blue agar, lesitin,
dapat ditemukan banyak di alam, tidak mahal, dan plastik polipropilen, udang. Alat-alat yang
dapat terdegradasi (Anton et al. 2006; Singer dan digunakan adalah pengaduk magnetik, gelas ukur,
Galan, 2011). pipet, neraca analitik, gelas piala, ruang asam,
Dalam kemasan plastik biodegradable dapat oven, hot plate stirrer, botol gelap, gunting, dan
ditambahkan bahan antimikroba. Kemasan alat-alat lainnya.
antimikroba adalah sistem kemasan yang mampu
B. Prosedur Penelitian
mengendalikan, mengurangi, menghambat, atau
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme 1. Penelitian Pendahuluan
patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan a. Preparasi sampel
makanan. Penggunaan ekstrak tumbuh-tumbuhan
diharapkan dapat mengembangkan penggunaan Sampel damar daging (S.leprosula) dipotong-
kemasan antimikroba. Beberapa usaha telah dibuat potong tipis, kemudian ditambahkan etil asetat
mengembangkan sistem kemasan yang aktif di 20% b/v ke dalam gelas piala dan diaduk terus
mana bahan antimikroba di inkorporasikan ke menerus menggunakan pengaduk magnet selama
dalam bahan polimer dan dilapisi pada permukaan 24 jam pada suhu kamar. Suspensi yang terbentuk
makanan (Maizura, 2008). disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang
Shorea leprosula (damar daging) merupakan merupakan biopolimer, disimpan dan dimasukkan
salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai kedalam botol gelap untuk penggunaan selanjutnya.
bahan baku dalam pembuatan plastik b. Preparasi kemasan biodegradable
biodegradable. Selain itu, di dalam resin S.
Dengan membuat larutan ZnCl2 dan AgNO3
leprosula juga terkandung senyawa antimikrobial
masing-masing 1 gram ditambahkan ke dalam
sehingga plastik biodegradable yang dihasilkan

424 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


larutan biopolymer kemudian diaduk dengan variansi (ANOVA) untuk rancangan faktorial 5 x 5
pengaduk magnetik. Sebelumnya ditambahkan 10 dengan dua kali ulangan, yang dilanjutkan dengan
gram lesitin. Kemudian kemasan dari pati metode DMRT (Duncan Multiple Range Test).
direndam ke dalam larutan biopolymer dan
dikeringkan dalam lemari asam untuk
mendapatkan kemasan bioaktif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN

c. Aktivitas antibakteri kemasan bioaktif A. Penelitian Pendahuluan


Kemasan yang sudah dicelupkan, ditempatkan Dari perlakuan yang diberikan berupa
ke dalam nutrient agar yang telah di tumbuhi oleh penambahan variasi antimikroba pada plastic
bakteri patogen dan diinkubasi pada suhu 37oC biodegradable yaitu damar, lesitin, ZnCl2, AgNO3,
selama 24 jam, kemudian zona beningnya diukur. Propionat dan Propil paraben diperoleh hasil zona
Kemasan dengan zona bening terbesar dipilih bening yang dihasilkan (millimeter), seperti
untuk penelitian utama. terlihat pada Tabel 1.
2. Penelitian Utama
TABEL 1
Prosedur untuk pembuatan kemasan biodegra- HASIL ZONA BENING SETIAP ANTIMIKROBA
dable pada penelitian ini meliputi, sampel damar Jenis Kemasan
daging (S.leprosula) dipotong-potong tipis, Damar Damar
Bakteri Da- Propi- Zn Propil
kemudian ditambahkan etil asetat 20% b/v ke Lesitin Lesitin AgNO3
mar onat CL2 paraben
dalam gelas piala dan diaduk terus menerus ZnCl2 AgNO3
menggunakan pengaduk magnet selama 24 jam S. Typhi 0 63 78 73 0 0 0
pada suhu kamar. Suspensi yang terbentuk disaring P.
0 70 117 118 0
9
0
menggunakan kertas saring. Filtrat yang Aeruginosa 0
merupakan biopolimer, disimpan dan dimasukkan Vibrio. C 0 67 73 63 0 0 0
kedalam botol gelap untuk penggunaan selanjutnya. S. Aureus 60 93 110 97 0 0 0
Selanjutnya membuat larutan ZnCl2 dan AgNO3 Bacillus C 58 63 97 77 0 0 0
masing-masing 1 gram ditambahkan 10 gram E.Coli 0 0 88 87 0 0 0
lesitin, kemudian ditambahkan ke dalam larutan
biopolimer dan diaduk dengan pengaduk magnetik. Dari tabel diperoleh bahwa kemasan bioplastik+
Bioplastik pati tapioka dicelupkan ke dalam larutan damar+Lesitin+ZnCl2 (ZnCl2+L), kemasan bio-
biopolimer tersebut selama 2 detik dan diulangi plastik+damar+lesitin+AgNO3 (AgNO3+L), dan
sampai 3 kali, kemudian dikeringkan dalam lemari kemasan bioplastik+AgNO3 (AgNO3) menunjuk-
asam untuk mendapatkan kemasan biodegradable kan adanya aktivitas antimikroba dengan adanya
berlapis senjawa antimikroba. zona bening pada seluruh media yang ditumbuhi
Kemasan bioplastik dengan zona bening terbesar bakteri, sehingga kemasan tersebut diuji lanjut
diaplikasikan terhadap produk pangan perikanan pada penelitian utama.
yaitu udang. Terdapat tiga perlakuan terhadap
udang yaitu udang yang dicelupkan kloramfenikol
(control positif), udang yang dibungkus dengan B. Penelitian Utama
plastik propilen (control negatif), dan udang yang 1. Kadar Air
dibungkus dengan kemasan bioplastik matrix resin
damar dan pati tapioca yang dilapisi senjawa Data hasil pengamatan terhadap kadar air udang
antimikroba . Kemudian udang disimpan pada dengan menggunakan kemasan dan lama simpan
suhu 40C dan dilakukan analisis mutu setiap 2 hari yang berbeda maka didapatkan hasil rata-rata yang
sekali sampai 8 hari (0 hari, 2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 dapat dilihat pada tabel 2 dan Gambar 1.
hari). Analisis mutu yang dilakukan meliputi
analisis mikrobiologi, yaitu uji TPC, uji E.Coli, uji
Salmonella,uji Vibrio dan pengujian kadar air.
Data dianalisis secara inferensial untuk menguji
hipotesis penelitian dengan menggunakan analisis

425 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL 2 TABEL 4
DATA KADAR AIR UDANG RATA-RATA (%) KADAR AIR BERDASARKAN UJI DMRT
Jenis kemasan Interaksi jenis kemasan Notasi*
Rerata
Lama ZnCl + AgNO3 Kloram- Plastik dan lama simpan α = 0,01
Hari AgNO3 AgNO3+L,8 hari 49,74 a
L +L fenikol PP
AgNO3+L,6 hari 49,89 a
0 71,40 71,88 72,42 70,81 70,90
ZnCl2+L, 8 hari 50,12 a
2 50,31 55,39 65,41 70,54 70,40 ZnCl2+L,6 hari 50,16 a
4 50,25 51,64 59,14 70,30 70,31 ZnCl2+L,4 hari 50,25 a
6 50,16 49,89 58,15 70,36 69,85 ZnCl2+L,2 hari 50,31 ab
AgNO3+L,4hari 51,64 abc
8 50,12 49,74 57,55 70,65 69,76 AgNO3+L,2 hari 55,39 bc
AgNO3,4 hari 57,55 c
AgNO3, 6 hari 58,15 c
AgNO3, 4 hari 59,14 c
AgNO3 ,2 hari 65,41 d
Plastik PP, 8 hari 69,76 de
Plastik PP, 6 hari 69,85 de
Kloramfenikol, 4 hr 70,30 de
Plastik PP, 6 hari 70,31 de
Kloramfenikol, 6 hr 70,36 de
Plastik PP,2 hari 70,40 de
Kloramfenikol,2 hr 70,54 de
Kloramfenikol,8 hr 70,65 de
Kloramfenikol,0 hr 70,81 e
Plastik PP,0 hr 70,90 e
ZnCl2+L, 0 hari 71,40 e
GAMBAR 1. KADAR AIR UDANG PADA BERBAGAI AgNO3+L, 0 hari 71,88 e
LAMA SIMPAN DAN KEMASAN AgNO3,0 hari 72,42 e
Keterangan: *Huruf yang sama menunjukkan
Tabel 2 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa, berbeda tidak nyata
kadar air udang yang dikemas dengan kemasan
yang berbeda cenderung mengalami penurunan Hasil uji DMRT menunjukkan semua perlakuan
selama penyimpanan, namun untuk udang dengan jenis kemasan (bioplastik+damar+lesitin+AgNO3,
perlakuan kloramfenikol dan tanpa penambahan bioplastik+damar+lesitin+ZnCl2, bioplastik +
antimikroba tidak menunjukkan adanya kecende- AgNO3), plastik PP dan pelapisan kloramfenikol)
rungan penurunan kadar air. pada awal penyimpanan (0 hari) berbeda tidak
nyata, artinya pada awal penyimpanan tidak ada
TABEL 3 pengaruh jenis kemasan terhadap kadar air udang.
ANOVA KADAR AIR UDANG Mulai pada lama penyimpanan 2 hari sampai
Sumber db JK KT Sig. dengan 8 hari menunjukkan adanya pengaruh jenis
Keragaman
kemasan bioplastik yang ditambah AgNO3 dan
Jenis Kemasan 4 2369,01 592,25 .000**
Lama simpan 4 1000,06 250,02 .000**
ZnCl2.
Interaksi 16 705,39 44,09 .000** Secara umum bioplastik sangat menyerap air
Galat 25 67,41 2,69
dibandingkan dengan plastik sintetis yang kedap
Total 49 air. Sifat ketahanan air terhadap bioplastik dapat di
** Berbeda sangat nyata ukur menggunakan uji swelling, yaitu prosentase
penggembungan film oleh adanya air. Untuk
Hasil ANOVA pada Tabel 3 menunjukkan mengurangi jumlah penyerapan air oleh bioplastik
bahwa kadar air udang dipengaruhi sangat nyata maka diperlukan zat atau bahan yang dapat
oleh kemasan dengan penambahan antimikroba mengurangi penyerapan air. Zat atau bahan yang
yang berbeda, lama simpan, dan interaksi kedua- biasa digunakan adalah khitosan dan plasticizer
nya. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT meng- gliserol. Berdasarkan penelitian Sanjaya et al
hasilkan data seperti ditunjukkan pada Tabel 4. (2012), penambahan khitosan dan plastizer gliserol

426 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


dapat digunakan untuk mengurangi penyerapan air
oleh bioplastik yang dihasilkan. 14
ZnCl + L
Semakin kecil nilai swelling maka daya serap 12
air bioplastik terhadap air juga semakin kecil. 10 AgNO3

TPC (x10 4 )
Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan
8
maka mempengaruhi penguapan kitosan atau AgNO3 + L
6
plasticizer gliserol dalam bioplastik, sehingga
4 K- fenikol
bioplastik yang dihasilkan mengandung sedikit
kitosan dan mempengaruhi sifat bioplastik yaitu 2
0 Tanpa +
menjadi hidrofilik Sanjaya et. al (2012). Secara
0 2 4 6 8
umum apabila bioplastik dibuang/dilepaskan ke
lingkungan akuatik seperti waduk, sungai, dan Lama Simpan
danau tidak akan menimbulkan masalah GAMBAR 2. TPC UDANG PADA BERBAGAI LAMA
lingkungan. Karena pada dasarnya bioplastik SIMPAN DAN KEMASAN
tersusun atas senyawa – senyawa yang masih dapat
didegradasi oleh lingkungan dan dapat Tabel 5 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa,
dikembalikan ke alam. TPC udang yang dikemas dengan kemasan
ZnCl2 dan AgNO3 bersifat higroskopis, sehingga bioplastik yang ditambah antimikroba (ZnCl2+L,
semakin lama waktu penyimpanan maka semakin AgNO3+L, dan AgNO3) cenderung tetap selama
banyak air yang terserap oleh jenis kemasan penyimpanan, namun untuk udang dengan
biodegradable yang ditambahkan ZnCl2 dan perlakuan kloramfenikol cenderung mengalami
AgNO3 (Esterlita dan Herlina, 2015) penurunan TPC lalu tetap dan perlakuan plastik PP
cenderung mengalami peningkatan TPC.
2. Total Plate Count (TPC)
Data hasil pengamatan terhadap total mikroba TABEL 6
(total plate count, TPC) pada udang dengan ANOVA NILAI TPC UDANG
menggunakan kemasan dan lama simpan yang Sumber
db JK KT Sig.
berbeda maka didapatkan hasil rata-rata yang dapat Keragaman
10 9
dilihat pada tabel 5 dan Gambar 2. Jenis kemasan 4 3,69 x10 9,23 x10 .000**
Lama simpan 4 8,65 x108 2,16 x108 .011*
interaksi 16 6,55 x109 4,09 x108 .000**
TABEL 5
Galat 25 1,33 x109 5,31 x107
DATA TPC UDANG RATA-RATA (X104)
Total 49
Jenis kemasan
Lama
ZnCl + AgNO3 Kloram- Plastik Ket: **berbeda sangat nyata, *berbeda nyata
simpan AgNO3 Hasil ANOVA pada Tabel 6 menunjukkan
L +L fenikol PP
0 4.40 4,45 4.40 3.85 4.75 bahwa nilai TPC udang dipengaruhi nyata oleh
2 4.05 4.20 3.90 0 6.85 lama simpan dan dipengaruhi sangat nyata oleh
4 4.10 4.05 3.90 0 8.75 jenis kemasan yang berbeda, dan interaksi kedua
6 4.30 3.95 4.00 0 10.85
perlakuan. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT
8 4.55 3.85 3.90 0 12.65
ditampilkan pada Tabel 7.
Hasil uji lanjutan DMRT interaksi jenis
kemasan dan lama hari (Tabel 7) menunjukkan
bahwa interaksi jenis kemasan dan lama simpan
berbeda tidak nyata pada perlakuan kemasan
dengan penambahan antimikroba (ZnCl2+L,
AgNO3+L dan AgNO3) dan perlakuan pelapisan
udang dengan kloramfenikol terhadap
pertumbuhan mikroba secara TPC pada udang.
Sebagai kontrol positif kloramfenikol
menunjukkan aktivitas antimikroba yang baik
(tidak ada pertumbuhan pada lama simpan 2-8

427 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


hari), dan sebagai kontrol negatif Plastik PP semua jenis bakterinya. Sehingga dapat dikatakan
menunjukkan adanya pertumbuhan total mikroba. bahwa penambahan perak nitrat dan seng klorida
Dari hasil tersebut diperoleh bahwa perlakuan yang menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih baik.
terbaik adalah perlakuan kloramfenikol yang Perak (Ag) merupakan agen antimikrobial yang
merupakan kontrol positifnya, tetapi untuk efektif dalam menghambat mikroorganisme
perlakuan kemasan dengan penambahan patogen seperti virus, bakteri, dan mikroorganisme
antimikroba adalah seluruh kemasan bioplastik eukariotik dalam berbagai bidang yang
dengan penambahan antimikroba menghasilkan berhubungan dengan kesehatan. Ion perak dapat
hasil yang sama baiknya dapat menahan memberi efek antimikroba pada konsentrasi yang
pertumbuhan total mikroba. rendah (Seung Yun Lee et al.,2006). Efek
antimikroba dari perak telah lama diketahui dan
TABEL 7 berawal dari penggunaan ion perak. Kekuatan
UJI LANJUT MENGGUNAKAN DMRT aktivitas antimikroba perak efektif untuk melawan
Interaksi jenis kemasan Rerata Notasi sekitar 650 jenis bakteri. Konsentrasi submilimolar
dan lama simpan (104) α = 0,01 dari AgNO3 bersifat lethal untuk bakteri gram
Kloramfenikol, 2 hr 0 a negatif dan bakteri gram positif. Ion perak dan
Kloramfenikol, 4 hr 0 a
unsure perak utuh dapat pula digunakan sebagai
Kloramfenikol, 6 hr 0 a
Kloramfenikol, 8 hr 0 a disinfektan (Yaohui Lv et al. 2008).
Kloramfenikol, 0 hr 3,85 b Seng (Zn) diperlukan untuk fungsi normal sel
AgNO3+L, 8 hari 3,85 b makhluk hidup, tetapi pada konsentrasi tinggi, seng
AgNO3, 2 hari 3,9 b bisa menjadi penghambat atau beracun untuk
AgNO3, 4 hari 3,9 b kegiatan pertumbuhan, sehingga perlu didapatkan
AgNO3, 8 hari 3,9 b konsentrasi yang terbaik untuk mendapatkan
AgNO3+L, 6 hari 3,95 b
aktivitas antimikro yang optimal Berdasarkan
AgNO3, 6 hari 4,0 b
ZnCl2+L, 2 hari 4,05 b penelitian oleh Nair et al (2006), ZnCl2 (seng
AgNO3+ L 4 hari 4,05 b klorida) menunjukkan aktivitas antibakteri
ZnCl2+L, 4 hari 4,1 b terhadap beberapa bakteri seperti Pseudomonas
AgNO3+L, 2 hari 4,2 b aeruginosa, Proteus vulgaris, P mirabilis,
ZnCl2+ L, 6 hari 4,3 b Klebsiella pneumonia, dan S. aureus.
ZnCl2+, 0 hari 4,4 b Perak dan Seng klorida sudah sejak lama
AgNO3, 0 hari 4,4 b
AgNO3+L, 0 hari 4,45 bc
dipakai sebagai antimikroba. Menurut ulasan yang
ZnCl2+ L 8 hari 4,55 bc disusun Perez et.al (2006), perak nitrat telah
Plastik PP, 0 hari 4,75 bc diizinkan oleh FDA sebagai antimikroba pada
Plastik PP, 2 hari 6,85 c kemasan makanan. Pada penelitian sebelumnya
Plastik PP, 4 hari 8,75 d yang menggunakan bioplastik aktif seperti yang
Plastik PP, 6 hari 10,85 e digunakan dalam penelitian ini, telah dilakukan uji
Plastik PP, 8 hari 12,65 f
migrasi perak dan seng ke dalam daging cincang.
Keterangan: *Huruf yang sama menunjukkan Hasilnya menunjukkan bahwa perak tidak
berbeda tidak nyata bermigrasi ke dalam daging cincang (Handy, 2013),
sedangkan seng klorida dapat bermigrasi ke daging
Sebelum penerapan aplikasi kemasan cincang. Konsentrasi seng dalam daging cincang
biodegradable dengan aktivitas antimikro pada yang dibungkus dengan bioplastik aktif yang
udang, diujikan dulu terhadap tujuh bakteri mengandung seng dan disimpan selama 9 hari pada
patogen yaitu, Salmonella typhi, Pseudomonas suhu 4oC adalah 20 ppm (Jane, 2013). Namun
aeruginosa, Vibrio cholera, Stapylococus aureus, demikian, konsentrasi seng dalam daging cincang
Bacillus cereus, dan E. coli. Dari hasil yang yang dikemas dengan bioplastik aktif masih di
diperoleh bahwa kemasan plastik berbasis pati dan bawah batas yang diijinkan FAO, yaitu 45mg/hari
damar menunjukkan aktivitas antimikro terhadap (FAO, 2002). Di dalam tubuh, seng merupakan
bakteri S. aureus dan B. cereus. Sedangkan untuk mikronutrien yang berperan dalam aspek
kemasan damar dengan lesitin dan perak nitrat atau metabolisme seperti reaksi-reaksi yang berkaitan
seng klorida menunjukkan aktivitas antimikro pada dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein,

428 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


lipid, dan asam nukleat (Almatsier, 2004), namun 4. Uji Salmonella Typhi
bila dikonsumsi berlebih, dapat menyebabkan Hasil analisis uji Salmonella pada udang yang
degenerasi otot jantung. Kelebihan sampai sepuluh bungkus dengan kemasan plastik bioplastik
kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol, didapat bahwa tidak adanya reaksi yang
mengubah nilai lipoprotein, dan dapat menunjukkan keberadaan bakteri Salmonella pada
memeprcepat timbulnya aterosklerosis. Dosis media Hectoen Enteric Agar (HEA). Jika
sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan menunjukkan reaksi positif maka akan muncul
muntah, diare, demam, kelelahan, anemia, dan koloni tunggal bewarna hijau.
gangguan reproduksi. Suplemen seng dapat HEA merupakan media selektif-diferensial,
menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang media ini tergolong selektif karena terdiri dari bile
asam dan disimpan di dalam kaleng yang dilapisi salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan
seng (Almatsier 2004). bakteri gram positif dan beberapa gram negatif,
Kloramfenikol efektif terhadap berbagai bakteri sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya
Gram-positif dan Gram-negatif, termasuk sebagian Salmonella. Media ini digolongkan menjadi media
organisme anaerobik. Antibiotik memiliki cara diferensial karena dapat membedakan bakteri
kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara
secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat memberikan tiga jenis karbohidrat pada media,
pertumbuhan bakteri). Pada kondisi bakteriostatis, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin, dengan
mekanisme pertahanan tubuh inang seperti komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella
fagositosis dan produksi antibodi biasanya akan tidak dapat memfermentasi laktosa, sehingga asam
merusak mikroorganisme. Jenis antibiotik yang dihasilkan hanya sedikit karena hanya berasal
kloramfenikol sebenarnya telah dilarang untuk dari fermentasi glukosa saja. Hal ini menyebabkan
digunakan pada budidaya perikanan, karena jenis koloni Salmonella akan berwarna hijau-kebiruan
antibiotik ini membahayakan kesehatan manusia. karena asam yang dihasilkannya bereaksi dengan
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa indikator yang ada pada media HEA, yaitu fuksin
kemasan ZnCl2+ lesitin dan AgNO3 + lesitin dan asam dan bromtimol blue (KingS, Metzger, 1968)
kemasan + AgNO3 dapat menahan pertumbuhan
mikroba pada udang yang diujikan. 5. Uji Vibrio Cholera
Hasil analisis dengan menggunakan media
3. Uji E. Coli TCBS agar, didapat bahwa tidak adanya hasil
positif koloni yang bewarna kuning pada media
Dari hasil analisis terhadap jumlah bakteri E.coli yang menunjukkan bahwa pada plastik bioplastik
yang diujikan pada udang diperoleh bahwa tidak dengan penambahan antimikroba tidak
menunjukkan reaksi positif, yaitu adanya warna menunjukkan adanya pertumbuhan Vibrio
hijau terang (metallic green) pada media Eosin Cholera . TCBS agar banyak digunakan untuk
Methylene Blue (EMB). Media EMB mempunyai isolasi selektif Vibrio cholera dan Vibrio
keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi enteropatogenik lainnya. Warna kuning
untuk memilah mikroba yang memfermentasikan disebabkan oleh fermentasi sukrosa di media
laktosa. Mikroba yang memfermentasi laktosa
menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap
dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang IV. KESIMPULAN
dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
eosin dan metilen blue membantu mempertajam kemasan pati dengan penambahan damar dan agen
perbedaan tersebut. Agar EMB merupakan media lain seperti seng klorida, perak nitrat dan lesitin
padat yang dapat digunakan untuk menentukan dapat menurunkan kadar air dan menahan
jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif pertumbuhan mikroba pada udang yang diujikan.
dalam tabung. EMB yang menggunakan eosin dan Pada awal penyimpanan tidak ada pengaruh jenis
metilen blue sebagai indikator memberikan kemasan terhadap kadar air udang, dan mulai pada
perbedaan yang nyata antara koloni yang lama penyimpanan 2 hari sampai dengan 8 hari
meragikan laktosa dan yang tidak. menunjukkan adanya pengaruh jenis kemasan
bioplastik yang ditambah AgNO3+Lecitin,

429 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


ZnCl2+Lecitin dan AgNO3. Kemasan dengan Jakarta, Fakultas Teknobiologi, Unika
penambahan antimikroba (ZnCl2+L, AgNO3+L Atmajaya
dan AgNO3) dan pelapisan udang dengan [7] Jin T, Sun D, Su JY, Zhang H, Sue JH. 2009.
kloramfenikol dapat menahan pertumbuhan Antimicrobial Efficacy of zinc oxide quantum
mikroba yang sama baiknya. dots against Listeria monocytogenes,
Bakteri patogen E. Coli, Salmonella Typhi, Salmonella Enteritidis, and Escherichia coli
Vibrio Cholera tidak terdapat pada udang yang O157:H7. J Food Sci (74):46-52.
dikemas dengan bioplastik dengan penambahan [8] Marsh, K. dan B. Bugusu. 2007. Food
AgNO3+Lecitin, ZnCl2+Lecitin dan AgNO3. Packaging-Roles, Materials, and Evironmental
Issues. J. Food Science Vol 72 : R39-R57.
DAFTAR PUSTAKA [9] Norizan N, Ahmat N, Mohamad SAS, Nazri
[1] Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. NAAM, Ramli SSA, Kasim SNM, Zain
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. WZWM. 2012. Total phenolic content, total
[2] Bourtoom, T. 2007. Effect of Some Process flavonoid content, antioxidant and
Parameters on The Properties of Edible Film antimicrobial activities of Malaysian Shorea.
Prepared from Starches. Songkhla: Re. J Med Plant 1-9.
Departmentof material product technology. [10] Ray, B. & A. Bhunia. 2008. Fundamental
Challenges and Opportunities. Food Food Microbiology. 4th edition. CRC Press,
Technology 51(2):61-73 France.
[3] Blackburn, C. de W., & P. J. Mc. Clure. 2002. [11] Rosato D. 2012. Plastics & elastomer.
Food borne Pathogens: Hazard, Risk Analysis http://www.omnexus.com/tc/biopolymers/
and Control. Wood head Publishing Limited, article_survey_195.aspx. Diakses Mei 19,
Cambridge. 2013.
[4] [FAO] Food and Agriculture Organization. [12] Seung Yun Lee et al. 2006. Silver
2002. Human vitamin and mineral nanoparticles immobilized on thin film
requirements. Bangkok: FAO. composite polyamide membrane:
[5] Gavin, 2013. Pembuatan film plastik characterization, nanofiltration, antifouling
degradable dari pati terlapisi ekstrak damar properties. Polym. Adv. Technol. 2007; 18:
daging. Bandung, Fakultas Teknologi Industri, 562-568
Universitas Parahyangan [13] Xie Y, He Y, Irwin PL, Jin t, Shi X. 2011.
[6] Handy. 2013. Active Biopackaging with Antibacterial activity and mechanism of action
Antimicrobial Activity from Dammar Resin of zinc oxide nanoparticles against
and Silver for Fresh Meat Preservation. Campylobacter jejuni. Appl Environ
Microbiol (7):2325-2331.

430 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Perubahan Kandungan Total Senyawa Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Daun
Katuk (Sauropus androgynous) setelah Proses Pengolahan Skala Rumah
Tangga
[The changes of total phenolic content and antioxidant activity of katuk leaves (Sauropus
androgynous) after domestic processing methods]
Ardiansyah1, Lativa Chairani1, Dody Handoko2, Rizki Maryam Astuti1
1
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Bakrie, Jalan HR Rasuna Said Kav. C.22, Jakarta, 12920
E-mail:ardiansyah@bakrie.ac.id
E-mail:chairanilativa@yahoo.com
E-mail:rizki.astuti@bakrie.ac.id
2
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian,
Jalan Raya 9, Sukamandi, Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat 41256
E-mail: dodyhandoko@gmail.com

Abstract— Katuk leaves (Sauropus androgynus) is one of vegetables that commonly consumed as fresh vegetable
or boiled by Indonesian people, especially in West Java. In this study, the effects of domestic processing methods (DPM)on
total phenolic content (TPC) and antioxidant activity of katuk leaves were investigated. The domestic processing methods
such as boiling +70oC (5 and 15 minutes), boiling +100 oC (5 and 15 minutes), steaming (1 and 3 minutes), and microwave
heating (1 and 3 minutes) were used in this study. TPC were analyzed by Folin-Ciocalteu method and the antioxidant
activity was analysed by 2,2-diphenyl-1-picrihydrazil (DPPH) radical scavenging activity and Ascorbic Acid Equivalent
Antioxidant Capacity (AEAC). The changes of TPC (p<0.05) were observed after DPMwhen compared to fresh leaves. The
highest TPC was observed on microwavemethod for 1 minute (148.02 mg/100 g wet basis (WB). DPMmay affect (p<0.05) the
ability of katuk leaves to inhibit DPPH. The highest and the lowest AEAC were observed on fresh leaves and boiled (100
o
C15 minutes) (67.02 mg/100 g WB and 23.00 mg/100g WB),respectively. It was suggested that steaming, boiling, and
microwave are a preferred methods to maintain TPC and antioxidant activity of katuk leaves.

Keywords—katuk leaves, total phenolic content, antioxidant activity, domestic processing methods.

terhadap kesehatan seperti daun kucai, pakis, daun


PENDAHULUAN
I. pepaya, kenikir, dan lain-lain karena terdapat
Secara turun-temurun banyak tanaman asli senyawa polifenol, karotenoid, dan asam askorbat
Indonesia dikonsumsi oleh masyarakat. Tanaman (Andarwulan et al., 2012).
yang dikonsumsi ini di antaranya adalah tanaman Salah satu tanaman sayuran yang memiliki
yang berdaun atau sayuran. Bagian daun ada yang potensi sebagai senyawa antioksidan cukup tinggi
dikonsumsi segar (lalapan) dan ada yang diolah adalah tanaman katuk (Sauropus androgynus).
menjadi masakan sayur atau bentuk olahan lainnya. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman katuk adalah
Banyak sayuran tersebut masih belum optimal daunnya, dikonsumsi segar sebagai lalapan atau
pemanfaatannya termasuk khasiat atau manfaat sayur bening. Pada 100 g daun katuk segar
kandungan bioaktif yang terdapat di dalamnya. Ada terkandung 59 kilokalori; 6,4 g protein; 1 g lemak;
banyak sayuran dapat memberikan manfaat positif 9,9 g karbohidrat; 1,5 g serat; 1,7 g abu; 233 mg

431 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


kalsium; 98 mg fosfor; 3,5 mg besi; 10,02 µg Ciocalteu 2 N (Merck, Darmstadt, Jerman), sodium
karoten; 164 mg vitamin B; dan 81 g air (Azis dan karbonat (Na2CO3) (Merck, Darmstadt, Jerman),
Muktiningsih, 2006). Manfaat daun katuk yang akuades, dan 2,2-diphenyl 1-picrylhydrazyl (DPPH)
paling dikenal oleh masyarakat adalah (Sigma-Aldrich, St. Louis, Amerika Serikat).
kemampuannya untuk meningkatkan produksi ASI Peralatan yang digunakan pada penelitian ini
bagi wanita yang sedang menyusui. Daun katuk adalah peralatan gelas, microwave oven LG tipe
dalam bentuk tepung yang disubstitusikan dengan MS2342D (LG, Cikarang, Indonesia), sonikator
tepung terigu pada roti tawar dapat memberikan Elma Sonic tipe S 180 H (Elma, Singen, Jerman),
efek laktogogum pada ibu menyusui. Daun katuk spektrofotometer Shimadzu tipe UV-2550
mengandung senyawa steroid yang berperan dalam (Shimadzu Corporation, Kyoto, Jepang), dan
refleks prolaktin untuk memproduksi ASI serta sentrifugasi Beckman-Coulter tipe Allegra 64R
merangsang hormon oksitosin untuk memacu (Beckman-Coulter, Brea, California, Amerika
produksi ASI (Satyaningtyas dan Estiasih, 2014). Serikat).
Zuhra et al., (2008) juga melaporkan bahwa Penelitian ini dilaksanankan di Laboratorium
aktivitas antioksidan daun katuk dengan nilai IC50 Flavor, Balai Besar Penelitian Padi, Balai Penelitian
sebesar 80,81 ppm (Zuhra et al., 2008). dan Pengembangan Pertanian, Kementrian
Begitu banyak manfaat positif senyawa-senyawa Pertanian, Sukamandi, Jawa Barat.
yang dikandung sayuran-sayuran tadi, namun
B. Prosedur Penelitian
sayuran pastinya akan mengalami pengolahan
terlebih dulu sebelum dikonsumsi. Metode Metode Pemasakan
pemasakan sayuran seperti perebusan, pengukusan, Metode pemasakan yang dilakukan dalam
dan penggorengan akan menurunkan kualitas gizi penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan
dan juga mutu fisiokimia dari tanaman (Miglio et oleh Sun et al., (2014) dengan sedikit modifikasi.
al.,2008). Pengolahanskala rumah tangga seperti Sebanyak 6,25 g sampel daun direbus di dalam
perebusan, pengukusan, pemanasan dengan panci stainless steel yang berisi 500 ml akuades.
microwave, penggorengan, pemasakan dengan cara Proses perebusan dilakukan selama 5 dan 15 menit
pengukusan dinilai paling baik untuk setelah air mendidih pada suhu 70oC dan 100 oC.
meminimalkan penurunan polifenol dan aktivitas Untuk proses pemanasan dengan microwave, 6,25 g
antioksidan pada daun ubi jalar (Sun etal., 2014). sampel daun diletakkan dalam gelas kimia lalu
Dari uraian di atas, maka diperlukan adanya dipanaskan dengan microwave komersil selama 1
penelitian untuk mengetahui pengaruh pengolahan dan 3 menit.
skala rumah tangga pada daun katuk terhadap
kandungan total senyawa fenolik (TSF) dan Ekstraksi Sampel
aktivitas antioksidan daun katuk. Metode ekstraksi yang dilakukan dalam
penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan
II. METODE PENELITIAN oleh Mediani et al., 2013 dengan sedikit modifikasi.
Daun katuk dimasukkan ke gelas kimia dan
A. Bahan dan Peralatan ditambahkan metanol 100% sebanyak 25 ml dan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas kimia ditutup dengan alumunium foil. Sampel
daun katuk (Sauropus androgynous) diperoleh dari lalu disonikasi selama 30 menit dengan suhu awal
pasar tradisional Bogor/Subang, Jawa Barat. Daun 30oC. Setelah itu sampel didiamkan selama 15
dibersihkan dan dikering-anginkan, lalu dibagi menit dan air didalam sonikator diganti untuk
menjadi tiga bagian untuk tiga perlakuan yaitu menurunkan suhu dalam sonikator. Sampel
untuk perebusan, pengukusan, dan pemanasan disonikasi kembali selama 30 menit dengan suhu
dengan microwave. Daun katuk yang digunakan awal 30oC. Sampel yang telah disonikasi lalu
dalam penelitian ini adalah bagian pucuk (bagian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama
pucuk +2 daun setelahnya). Daun lalu ditimbang 20 menit dengan suhu 4oC. Supernatan disaring
masing-masing sebanyak 6,25 gram dengan menggunakan kertas saring untuk meminimalkan
proporsi pucuk dan daun yang sama untuk setiap jumlah pengotor yang terdapat pada ekstrak daun
perlakuan. Larutan metanol 100% HPLC grade katuk. Ekstrak yang diperoleh lalu dimasukkan ke
(Merck, Darmstadt, Jerman), reagen Folin- botol amber tertutup dan disimpan pada suhu 2-4oC.

432 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Nilai TSF daun katuk segar adalah 126,92
Analisis Total Senyawa Fenolik mg/100 g Berat Segar (BS); sedangkan nilai
Analisis total senyawa fenolik (TSF) dilakukan TSFdaun katuk segar yang dilaporkan oleh Batari
dengan metode Folin-Ciocalteu (Sun et al., 2014; (2007) sebesar 149,31 mg/100 g BS. Pengolahan
dengan sedikit modifikasi). Sebanyak 80 µL ekstrak skala rumah tangga dengan pemasakan yang
daun katuk dimasukkan ke tabung reaksi. Ekstrak melibatkan kontak langsung daun katuk dengan air
lalu ditambahkan akuades sebanyak 2 ml dan seperti perebusan pada suhu 70oC dan 100oC dapat
reagen Folin-Ciocalteu 0,25 N sebanyak 0,2 ml. menurunkan nilai TSF daun katuk(p<0,05).
Larutan didiamkan selama 3 menit lalu Sementara proses pemasakan yang tidak melibatkan
ditambahkan Na2CO3 dan diinkubasi di tempat kontak langsung dengan air seperti pengukusan dan
gelap selama 2 jam. Selanjutnya larutan diukur pengolahan dengan microwave selama 1 menit
absorbansinya pada panjang gelombang 765 nm. dapat meningkatkan nilai TSF daun katuk.
Standar yang digunakan pada analisis total fenolik
adalah asam galat dengan konsentrasi 50, 100, 150, TABELI
200, 250, 300, 350, 400, 450, 500, 550, 600, 650, NILAI TSF DAUN KATUK DAN PERSENTASE
dan 700 ppm. PERUBAHAN*
No Perlakuan Nilai TSF Perubahan
Analisis Aktivitas Antioksidan (mg/100 g BS**) (%)***
Analisis aktivitas antioksidan dilakukan untuk 1 Segar 126,92 ± 0,94a -
mengetahui besar penghambatan ekstrak terhadap 2 Rebus 100 oC 20,34 ± 0,66b -83,97%
senyawa radikal DPPH (Abdullah, 2009; dengan 5 menit
modifikasi). Sebanyak 100 µL ekstrak daun katuk 3 Rebus 100 oC 12,67 ± 0,60c -90,02%
dimasukkan ke tabung reaksi dan ditambahkan 2,5 15 menit
mL milli-Q serta 1 mL DPPH 0,2 mM. Larutan 4 Rebus 70 oC 5 86,16 ± 2,16d -32,11%
diinkubasi selama 30 menit di tempat gelap. menit
Selanjutnya larutan diukur absorbansinya pada 5 Rebus 70 oC 102,77 ± 4,68e -19,03%
15 menit
panjang gelombang 517 nm. Sebagai kontrol
6 Kukus 5 146,41 ± 7,20f 15,36%
digunakan metanol murni. Hasil dibandingkan menit
dengan aktivitas antioksidan sebagai vitamin C 7 Kukus 15 146,86 ± 4,75f 15,71%
yang ekivalen dengan kapasitas antioksidan menit
(AEAC/Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant 8 Microwave 1 148,02 ± 4,03f 16,62%
Capacity) dalam mg AEAC/100 g. menit
9 Microwave 3 75,07 ± 2,61g -40,85%
Analisis Data menit
Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Keterangan:
*
analisis varian dengan program SPSS 20, dengan Nilai TSF merupakan rata-rata dari tiga ulangan dengan
selang kepercayaan 95% atau α=0,05. Selanjutnya standar deviasi. Huruf yang berbeda menunujukkan
dilakukan penetapan uji beda dengan uji beda perlakuan yang berbeda signifikan (p<0,05).
**
Duncan. BS (berat segar)
***
Perhitungan persentase perubahan nilai TSF diperoleh
merupakan rata-rata tiga ulangan dengan standar deviasi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase perubahan nilai TSF dihitung dengan
A. Kandungan Total Senyawa Fenolik dibandingkan dengan perlakuan segar dan dihitung
dengan rumus
Salah satu sumber senyawa antioksidan dari
tanaman adalah golongan fenolik. Kumar et al., 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑆𝐹 𝑃𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑆𝐹 𝑆𝑒𝑔𝑎𝑟
= × 100%
(2008), bahwa aktivitas antioksidan pada tanaman 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑆𝐹 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟
sebagian besar (85%) berasal dari TSF. Nilai TSF
daun katuk dan perubahannyasetelah mengalami Pada penelitian ini, sampel yang mengalami
proses pengolahan skala rumah tangga disajikan penurunan nilai TSF adalah osampel yango dimasak
pada Tabel 1. dengan perebusan pada 70 C dan 100 C, serta
pemasakan dengan microwave selama 3
menit.Terjadinya penurunan disebabkan karena

433 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


adanya air yang dapat menyebabkan terlarutnya terhadap radikal bebas DPPH dan menghasilkan
senyawa polifenol ke air yang terjadi pada saat kontribusi yang berbeda terhadap aktivitas
pemasakan dan degradasi senyawa fenolik (Miglio antioksidannya (Bendary et al., 2013).
et al., 2008; Lo Scalco et al., 2008). Proses
pemasakan juga dapat meningkatkan nilai TSF TABEL2
seperti pengukusan dan pengolahan microwave NILAI PERSEN INHIBISI DAN NILAI AEAC DAUN
selama 1 menit. Hal ini kemungkinan disebabkan KATUK*
oleh terlepasnya asam fenolat terikat yang berakibat No Perlakuan Inhibisi (%) AEAC
pada banyaknya senyawa fenolik yang terbebas. (mg/100 g BS)
Proses pemasakan juga dapat memecah struktur 1 Segar 72,52 ± 3,44a 67,02 ± 7,46a
kompleks yang melepaskan fenolik tunggal maupun 2 Rebus 100 oC 28,73 ± 1,26b 33,02 ± 3,07b
membentuk produk degradasi fenolik, terlepasnya 5 menit
senyawa fenolik dari protein intraselular, perubahan 3 Rebus 100 oC 18,08 ± 0,39b 23,00 ± 0,26c
pada struktur tanaman, modifikasi matriks tanaman, 15 menit
maupun inaktivasi enzim polifenol oksidase (Lutz 4 Rebus 70 oC 5 66,06 ± 0,12d 61,92 ± 5,38ad
et al., 2011; Ferracane et al., 2008). Hal ini sesuai menit
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sun et al., 5 Rebus 70 oC 70,28 ± 1,12a 65,14 ± 5,02ad
(2014) bahwa proses pengukusan merupakan 15 menit
metode terbaik dalam mempertahankan kandungan 6 Kukus 5 66,36 ± 1,15d 58,26 ± 5,84de
total fenol dan aktivitas antioksidan daun ubi jalar. menit
7 Kukus 15 67,59 ± 0,97de 59,85 ± 4,81ade
B. Aktivitas Antioksidan menit
Aktivitas antioksidan pada daun katuk 8 Microwave 1 59,52 ± 1,50f 51,69 ± 0,15e
ditunjukkan sebagai persen inhibisi, yaitu menit
kemampuan ekstrak untuk menghambat aktivitas 9 Microwave 3 70,00 ± 0,38ae 58,34 ± 0,26de
menit
senyawa radikal DPPH.
Keterangan:
Daun katuk segar diketahui dapat menghambat
*Nilai % inhibisi dan AEAC merupakan rata-rata dari
radikal DPPH sebesar 72,52%. Proses pengolahan tiga ulangan dengan standar deviasi. Huruf yang berbeda
skala rumah tangga dapat menurunkan persen menunjukkan perlakuan yang berbeda signifikan
penghambatan ekstrak daun katuk bila (p<0,05).
dibandingkan dengan daun katuk segar. Penurunan
ini kemungkinan disebabkan oleh rusaknya Sebagai contoh, senyawa derivat dari quercetin,
senyawa fenolik yang berperan sebagai antioksidan seperti rutin dan quercitrin memiliki aktivitas
karena proses pemasakan. Nilai AEAC daun katuk antioksidan yang lebih rendah dari quercetin.
segar dan setelah diolah menunjukkan bahwa 2),penurunan nilai total senyawa fenolik tidak
proses pemasakan dapat menurunkan nilai AEAC selalu berarti penurunan aktivitas antioksidan juga.
daun katuk dibandingkan dengan daun katuk segar. Karena, senyawa hasil degradasi senyawa fenolik
Hasil absorbansi yang diperoleh akan dapat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
dibandingkan dengan standar asam askorbat tinggi dari senyawa fenoliknya (Buchner et al.,
(vitamin C) untuk diketahui aktivitas antioksidan 2006).
daun katuk yang ekivalen dengan aktivitas
antioksidan asam askorbat (AEAC/Ascorbic Acid C. Korelasi Antara Total Senyawa Fenolik dengan
Equivalent Antioxidant Capacity). Nilai persen Aktivitas Antioksidan
inhibisi dan nilai AEAC daun katuk disajikan pada Pada penelitian ini juga dilihat korelasi antara
Tabel 2. TSF total senyawa fenolik dengan aktivitas
Nilai % inhibisi yang tidak berbanding lurus antioksidan dari daun katuk (Gambar 1 dan 2). Pada
dengan nilai TPC diduga disebabkan oleh beberapa Gambar 1, menunjukkan bahwa nilai TSF daun
faktor, antara lain adalah 1) metode Folin-Ciocalteu katuk berkorelasi dengan aktivitas antioksidannya.
hanya mendeteksi jumlah keseluruhan senyawa Nilai regresi (R2) yang diperoleh adalah yaitu
fenolik, sedangkan tiap-tiap senyawa fenolik 0,6457. Hasil analisis statitistik menunjukkan
individu memiliki respon yang sangat berbeda bahwa korelasi sebesar 0,804, dimana korelasi ini

434 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


tergolong korelasi positif dengan korelasi yang IV.KESIMPULAN
sangat kuat (Sarwono, 2006). Hasil analisis regresi Proses pengolahan skala rumah tangga seperti
linier ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai perebusan, pengukusan, dan perlakuan microwave
total senyawa fenolik yang dimiliki sampel, dapat berpengaruh (p<0,05) terhadap kandungan
semakin besar pula kemampuannya menghambat TSF dan aktivitas antioksidan daun katuk.
aktivitas radikal bebas. Pemasakan dengan metode perebusan dapat
menurunkan kandungan TSF, sedangkan perlakuan
pengukusan dan microwave dapat meningkatkan
kandungan TSF. Terdapat hubungan korelasi positif
antara kandungan TSF dengan aktivitas antioksidan
dari daun katuk.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih disampaikan kepada
Lembaga Penelitian dan Pengembahan Universitas
Bakrie atas sumber pendanan dalam penelitian.

Gambar 1. Korelasi TSF dan aktivitas antioksidan DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, A. 2009. Datura Aqueous Leaf extract
Pada Gambar 2 terlihat bahwa nilai TSF daun enhances cytotoxicity via metabolic oxidative
katuk berkorelasi dengan nilai AEAC. Hal ini stress on different human cancer cells. Jordan
diketahui dari nilai regresi (R2) yaitu 0,5896. Hasil Journal of Biological Science 2:9-14.
analisis statistik diperoleh nilai korelasi sebesar Andarwulan, N., Kurniasih, D., Apriadi, R.A.,
0,768, dimana korelasi ini tergolong korelasi positif Rahmat, H., Roto, A.V., and Bolling, B.W.
dengan korelasi yang sangat kuat (Sarwono, 2006). 2012. Polyphenols, carotenoids, and ascorbic
acid in underutilized medicinal vegetables.
Journal of Functional Foods 4:339-347.
Azis, S., dan Muktiningsih, S. R. 2006. Studi
manfaat daun katuk (Sauropus androgynus).
Cermin Dunia Kedokteran 151: 48-50.
Batari, R. 2007. Identifikasi senyawa flavonoid
pada sayuran indigenous Jawa Barat. [Skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bendary, E., Francais, R.R., Ali, H.M.G., Sarwat,
M.I., and El Hady, S. 2012. Antioxidant and
Gambar 2. Korelasi TSF dan nilai AEAC structure–activity relationships (SARs) of some
phenolic and anilines compounds. Annals of
Senyawa fenolik dapat berperan sebagai Agricultural Sciences 58: 173-181
antiokisan dengan mendonasikan atom hidrogen Buchner, N., Angelika K., Sascha R., & Lothar W.
yang menyebabkan peluruhan warna ungu DPPH K. (2006). Effect of thermal processing on
menjadi kuning yang diukur pada panjang flavonols rutin and quercetin. Rapid
gelombang 517 nm. Semakin tinggi nilai total Communications in Mass Spectrometry, 20:
fenolik akan menghasilkan aktivitas antioksidan 3229-3235.
yang tinggi pula. Tingginya potensi senyawa Carlos, H.P., Chaves, J.G., Mundo, R.R.S.,
fenolik dalam meredam aktivitas radikal bebas yang Namiesnik, J., Gorinstein, S., and Aguilar, G.
disebabkan ekstraknya banyak berperan dalam A.G. 2012. Antioxidant innteractions between
mendonasikan atom hidrogen (Carlos et al., 2012). major phenolic commpounds found in ‘Ataulfo’
mango pulp: cholorogenic, gallic, orotocatechuic
and vanillic acids. Molecules 17: 12657-12664.

435 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Ferracane, R., Pellegrini, N., Visconti, A., Graziani, Miglio, C., Chiavaro, E., Visconti, A., Fogliano, V.,
G., Chiavaro, E., Miglio, C., and Fogliano, V. and Pellegrini, N. 2008. Effects of different
2008. Effects of different cooking methods on cooking methods on nutritional and
antioxidant profile, antioxidant capacity, and physicochemical characteristics of selected
physical characteristic of artichoke. Journal vegetables. Journal Agricultural and Food
Agricultural and Food Chemistry56: 8601-8608. Chemistry 56:139-147.
Kumar, T.S., Shanmugam, S., Palvanannan, T., and Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif
Kumar, V.M.B. 2008. Evaluation of antioxidant dan kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
properties of Elaeocarpus ganistus Roxb. Satyaningtyas, E., dan Tety, E. 2014. Roti tawar
Leaves. Iranian Journal of Pharmaceutical laktogenik, perangsang ASI, berbasis kearifan
Research 7:211-215. lokal daun katuk (Sauropus androgynus L.
Lo Scalzo, R., Genna, A., Branca, F., Chedin, M., Merr). Jurnal Pangan dan Agroindustri 2: 121-
& Chassaigne, H. 2008. Anthocyanin 131.
composition of cauliflower (Brassica oleracea L. Sun, H., Mu, T., Xi, L., and Song, Z. 2014. Effects
var. botrytis) and cabbage (B. oleracea L. var. of domestic cooking methods on polyphenols
capitata) and its stability in relation to thermal and antioxidant activity of sweet potato leaves. J.
treatment. Food Chemistry 107: 136-144. Agric.Food Chem., 62:8982-8989.
Lutz, M., Henriquez, C., and Escobar, M. 2011. Zuhra, C. F., Tarigan, B. J., dan Sihotang, H. 2008.
Chemical composition and antioxidant properties Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid dari
of mature and baby artichokes (Cynara scolymus daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.).
L.), raw and cooked. Journal of Food Jurnal Biologi Sumatera 3: 7-10.
Composition and Analysis 24: 49-54.
Mediani, A., Faridah, A., Khatib, A. and Tan, C.T.
2013. Cosmos caudatus as a potential source of
polyphenolic compounds: optimisation of oven
drying conditions and characterisation of its
functional properties. Molecules, 18:10452-
10464.

436 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pendugaan Umur Simpan dan Permeabilitas Edible Packaging Pati Sorgum
(Shorgum bicolor L.) Pada Produkbumbu Mie Instan

[Estimation of Save Age and Edible Packaging Permeability Sorgum Starch (Shorgum
bicolor L.) Product Instant Noodles Seasoning]
Hasnelly1, Wisnu Cahyadi2, Astrya Andriyanti Suhartono3

Prodi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan


Email: hasnelly.sriyono@gmail.com

Abstract— Conventional plastic packaging has been regarded as the most important environmental
contaminants. Edible packaging has been developed commercially as environmentally friendly packaging. The purpose
of this study was to determine the permeability of edible packaging and shelf life of the packaged instant noodle
seasoning edible packaging. The method was perform prior to the main study is preparation materials includes the
manufacture of edible packaging was chosen based on the results of research conducted by Tasha, et al. (2015). Selected
samples in the manufacture of edible packaging by using formulations CMC concentration of 2%, 1% glycerol,
sorghum starch 2% and 95% distilled water. Subsequently conducted primary research to estimate the shelf life of the
packaged instant noodle seasoning edible packaging by analyzing the chemical response, microbiological response and
organoleptic response. Storage was done at a temperature of 25°C, 32.5°C and 40°C. And calculated permeability of
edible packaging for water vapor transmission rate it was carried out. Results of research instant noodle seasoning are
kept at a temperature of 25°C has the longest shelf life is 413,035 days based on parameters of moisture and 9.1227 days
based on the total microbial parameters. Based on organoleptic parameters of the color, smell and appearance, the
storage temperature does not affect of color, smell and appearance of instant noodle seasoning. The result was calculated
of permeability edible packaging was 5.9588 g H2O.mm/m2.day.kPa obtained for a sample of silica gel and to sample the
instant noodle seasoning was 6.0968 g H2O.mm/m2.day.kPa.

Keywords: Edible Packaging, Permeability, Shorgum, Carboxy Methyl Cellulose, and Glycerol.

kesadaran manusia terhadap masalah ini, maka


PENDAHULUAN
I. dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan
Isu lingkungan, tuntutan hidup sehat dan organik, dan berasal dari bahan-bahan terbarukan
jaminan perlindungan kemasan untuk keawetan (renewable) dan ekonomis.Salah satu jenis
produk telah mendorong penemuan dan terobosan kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah
baru dibidang pengemasan pangan.Kemasan kemasan edibel (edible packaging).
plastik konvensional selama ini telah dianggap Penilaian dari suatu formulasi film edibel yang
sebagai pencemar lingkungan yang paling utama sesuai untuk pengemasan produk terolah minimal
dalam kehidupan modern ini.Masyarakat yang memerlukan pengkajian yang seksama mengenai
sering memasak mie instan pasti pernah sifat “barrier” kemasan dari bahan film edibel
mengalami kesulitan saat membuka plastik terhadap perubahan-perubahan kondisi
pembungkus bumbu atau minyak sayur yang lingkungan. Sifat “barrier” film terhadap uap air
terdapat dalam kemasannya.Seiring dengan dan gas ditunjukkan oleh koefisien permeabilitas

437 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


yang semakin besar nilainya menunjukkan bahwa digunakan untuk analisis total mikroba
film edibel tersebut semakin mudah dilewati uap diantaranya air steril dan plate count agar (PCA).
air dan gas. Sifat-sifat “barrier” film edibel Alat yang digunakan dalam penelitian ini
terhadap uap air dan gas ditentukan dengan diantaranya adalah:
mengukur transmisi uap air/gas atau permean yang (1) Alat yang digunakan untuk pembuatan edible
melewati film uji. Besarnya kecepatan transmisi packaging meliputi timbangan digital Radwag,
gas dan uap air melalui film edibel dipengaruhi sendok makan Doll, gelas ukur Pyrex 100 ml,
oleh gaya pendorong (driving force), kondisi gelas kimia Pyrex 250 ml, pipet tetes Cole
bahan dan lingkungan (Lastriyanto dkk., 2007). Parmer, magnetic stirrer SI Analytics, plat kaca
Maksud dari penelitian ini adalah untuk ukuran 20 x 20 cm dengan tebal 2 mm, spreader
menjadikan edible packaging dengan De Saga Heidelberg, tunnel dryer Multivac TE
permeabilitas yang baik dapat digunakan atau 115, jangka sorong Krisbow, sealer Everbest
diaplikasikan sebagai kemasan bumbu mie instan. Plastic Welder, dan batang pengaduk Pyrex.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (2) Alat yang digunakan untuk membuat bumbu
mempelajari dan mengetahui permeabilitas edible mie instan meliputi timbangan, wajan, kompor,
packaging serta umur simpan bumbu mie instan dan blender.
yang dikemas dengan edible packaging dengan (3) Alat yang digunakan untuk analisis kadar air
menganalisa kadar air dan total mikroba yang meliputi cawan, oven Memmert, desikator Duran,
dihasilkan dengan menggunakan model regresi tangkrus, timbangan digital, dan inkubator.
linier sederhana dan pendekatan model Arrhenius. (4) Alat yang digunakan untuk analisis total
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida mikroba meliputi cawan petri, tabung reaksi
yang banyak terdapat pada tanaman, merupakan Pyrex, pipet volumetri 5 ml Pyrex, dan inkubator.
polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidroglukosa) (5) Alat yang digunakan untuk analisis
dengan rumus empiris (C6H10O5)n. Satuan dasar permeabilitas meliputi humidity meter Lutron HT-
pati adalah anhidroglukosa, pengikatan satuan 3006A dan timbangan digital.
glukosa satu sama lain berakibat kehilangan satu
A. Bahan dan Peralatan
molekul air yang semula terikat dalam bentuk
gugus hidroksil. Pati disusun oleh dua satuan Penelitian yang dilakukan yaitu diawali dengan
polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin. persiapan bahan meliputi pembuatan edible
Edibel film merupakan suatu katagori spesifik packaging.Aquadest didalam gelas kimia
dari pengemasan makanan yang didefinisikan ditambahkan dengan penstabil dengan konsentrasi
sebagai tipe pengemasan seperti film, lembaran 2%.Pencampuran ini dilakukan menggunakan
atau lapis tipis sebagai bagian integral dari produk magnetic stirrer dengan suhu 60°C. Pencampuran
pangan dan dapat dimakan bersama-sama dengan II bertujuan untuk mencampurkan bahan hasil
produk tersebut (Karbowiak 2005). pencampuran sebelumnya dengan penambahan
pati sorgum 2% dan gliserol 1% sebagai
II. METODE PENELITIAN plasticizer yang disertai dengan pemanasan pada
Bahan dasar pembuatan edible packaging yang suhu 60°C selama 30 menit. Campuran yang telah
digunakan adalah pati sorgum jenis bicolor, homogen kemudian dilakukan tempering hingga
gliserol dan CMC yang dibeli di Barata Chemical larutan formula edible packaging mencapai suhu
Jl. Kelenteng No.14 Bandung serta aquades. sekitar 45°C yang diukur menggunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian termometer (Nasution, dkk., 2014). Pencetakan
diantaranya bahan untuk membuat bumbu mie dilakukan pada plat kaca menggunakan spreder
instan yang dibeli di Setiabudi Market seperti dengan tebal pencetakan 2 mm kemudian
kaldu ayam, bawang putih bubuk, garam, gula, dilakukan pengeringan. Sistem pengeringan edible
merica bubuk, dan tepung jagung.Serta bumbu packaging menggunakan alat pengering tunnel
mie instan siap pakai dibeli di pasar Geger Kalong dryer dengan suhu 60°C selama 4
dan plastik sekunder jenis Oriented Polystyrene jam.Pendinginan tahap kedua dilakukan selama 10
Polypropylene (OPP) dibeli di pasar Cibadak menit pada suhu ruang, film kemudian dilepas dari
Bandung, serta silica gel dibeli di Sakura Medical plat kaca dan disimpan dalam wadah plastik berisi
Jl. Pajajaran No. 15 Bandung. Bahan-bahan yang silika gel.

438 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


B. Prosedur Penelitian organoleptik dianalisa dengan menggunakan
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat analisis variansi.
bumbu mie instan seperti kaldu ayam, garam,
gula, bawang putih bubuk, merica bubuk, dan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
tepung jagung dilakukan penimbangan sesuai Penelitian utama yang dilakukan bertujuan
dengan basis yang dibutuhkan.Tepung jagung untuk mengetahui umur simpan bumbu mie instan
dilakukan penyangraian, hal tersebut bertujuan yang dikemas dengan menggunakan edible
untuk memberikan panas awal pada packaging pati sorgum yang dsimpan pada suhu
tepung.Tepung yang sudah disangrai kemudian 25°C, 32,5°C dan 40°C selama 10 hari. Serta
dicampur dengan bahan lainnya dengan perhitungan permeabilitas edible packaging pati
menggunakan blender agar tercampur rata selama sorgum yang dsimpan pada suhu 25°C selama 10
3-5 menit. hari. Pada pendugaan umur simpan dilakukan
analisis terhadap kadar air, total mikroba, dan
Pendugaan Umur Simpan respon organoleptik.
Bumbu mie instan dimasukkan kedalam edible
packaging kemudian di seal agar edible packaging Kadar Air
tertutup rapat. Bumbu mie instan yang sudah Kadar air merupakan banyaknya air yang
dikemas dengan edible packaging kemudian terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam
dikemas dengan plastik sekunder. Bumbu mie persen. Pada bumbu mie instan kontrol kadar air
instan yang sudah dikemas dengan plastik yang dihasilkan yaitu sebesar 6,0818%. Hasil
sekunder kemudian disimpan pada suhu 25˚C, tersebut berbeda jauh dengan hasil kadar air pada
32,5˚C, dan 40˚C. Proses penyimpanan dilakukan bumbu mie instan siap pakai pada hari ke-0
selama 10 hari. dimana kadar air yang dihasilkan yaitu 3,495%.
Perbandingan hasil tersebut dapat disebabkan
Permeabilitas Edible Packaging karena pada pembuatan bumbu mie instan kontrol
Edible film diukur dimensi dan ketebalannya dilakukan penyangraian pada tepung jagung
sebelum dibentuk menjadi edible packaging. terlebih dahulu sehingga uap panas yang
Tujuannya agar dapat diketahui luas penampang dihasilkan pada saat penyangraian dapat
edible packaging yang digunakan. Edible film mempengaruhi kadar air pada bumbu mie
kemudian diseal untuk merekatkan film agar dapat
TABEL 1.
membentuk kantong (packaging). Edible
RATA-RATA KADAR AIR (%) DAN IN
packaging yang sudah terbentuk kemudian
dimasukkan bumbu mie instan dan silica gel
sebanyak 3 gram ke tiap-tiap kantong dan diseal
agar edible packaging tertutup rapat. Edible
packaging yang sudah terisi bumbu mie instan dan
silica gel kemudian ditimbang untuk melihat berat
awal sebelum dilakukan penyimpanan. Edible
packaging kemudian disimpan pada suhu 25˚C
selama 10 hari dan dilakukan pengamatan berat
setiap satu hari sekali.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menganalisa respon kimia,
mikrobiologi, dan organoleptik yang muncul pada
produk. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan
menggunakan model Arrhenius sedangkan respon

439 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


semakin tinggi yang mengakibatkan produk
semakin cepat penyimpanan dapat mempengaruhi
naiknya kadar air pada bumbu mie instan. Dari
gambar 2 maka akan didapatkan persamaan linier,
sehingga didapatkan ln k yang selanjutnya akan
diplot dengan 1/T ke dalam suatu grafik.
Umur simpan bumbu mie instan berdasarkan
kadar airnya yang disimpan pada suhu 25°C lebih
lama dibandingkan pada suhu 32,5°C dan 40°C.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa suhu
Gambar 1. Hubungan lama penyimpanan dengan penyimpanan berpengaruh terhadap daya simpan
logaritmik kadar air produk dimana semakin rendah suhu
penyimpanan, semakin lama waktu yang
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kadar air dibutuhkan untuk produk menjadi rusak.
bumbu mie instan yang dikemas dengan Laju penurunan mutu bumbu mie instan juga
menggunakan edible packaging cenderung dapat dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan.
meningkat selama waktu penyimpanan. semakin Kemampuan permeabilitas tiap kemasan berbeda-
tinggi suhu penyimpanan maka tingkat kadar air beda. Semakin rendah laju transmisi uap air suatu
produk juga semakin tinggi. Naiknya kadar air kemasan, semakin sedikit jumlah uap air yang
dapat disebabkan oleh sifat permeabilitas bahan mampu melewati kemasan. Kandungan kadar air
kemasan terhadap uap air dan kondisi kemasan dalam bahan pangan sangat mempengaruhi
tersebut, selain itu juga suhu penyimpanan dan konsistensi mutu dan keawetan bahan pangan.
lama Kadar air akan mempengaruhi sifat fisik, sifat
kimia dan kerusakan produk oleh mikroorganisme.
Kadar air berhubungan dengan umur simpan,
semakin rendah kadar air, maka stabilitas
penyimpanan akan semakin baik. Selain itu,
kerusakan kualitas bumbu akan berkurang seiring
dengan rendahnya kadar air yang dapat
memperlambat respirasi dan aktivitas
mikroorganisme (Butt, et al., 2003).

Gambar 2. Hubungan Antara 1/T dengan ln k TABEL 3


Berdasarkan Kadar Air TOTAL MIKROBA (KOLONI/ML) DAN LN TOTAL
MIKROBA BUMBU MIE INSTAN PADA KEMASAN
TABEL 2 EDIBLE
LAJU PENURUNAN MUTU DAN UMUR SIMPAN
BUMBU MIE INSTAN BERDASARKAN KADAR AIR
PADA MASING-MASING SUHU PENYIMPANAN

Tabel 2 menunjukkan bahwa laju penurunan


kadar air pada masing-masing suhu berbeda.
Semakin tinggi suhu maka laju penurunan mutu

440 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


oleh suhu. Menurut Fardiaz (1992), penyimpanan
makanan pada suhu rendah diatas 0°C umumnya
ditujukan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan
makanan.

Gambar 3. Hubungan antara 1/T dengan ln k


berdasarkan kadar air

Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin lama


waktu penyimpanan, jumlah mikroorganisme
dalam bumbu mie instan semakin bertambah.
Begitu juga dengan suhu penyimpanan yang
berbeda. Suhu merupakan faktor ekstern dari Gambar 4. Kurva ln total mikroba pada masing-masing
suhu selama penyimpanan
berkembangnya pertumbuhan mikroorganisme,
karena setiap mikroorganisme memiliki suhu
Pelczar dan Chan (1986) menjelaskan pada
minimum, optimum, dan maksimum (Fardiaz,
dasarnya penyimpanan pada suhu rendah
1992).
bertujuan untuk mengurangi atau menarik kadar
Perhitungan total mikroba menggunakan prinsip
air bebas. Tawali, dkk (2004) juga menyatakan
hitungan cawan yaitu dengan menggunakan Plate
bahwa penyimpanan pada suhu ruang (dibiarkan
Count Agar (PCA) sebagai suatu medium
sesuai dengan suhu lingkungan) akan
pemupukan sehingga semua mikroba termasuk
menyebabkan penurunan mutu fisik, kimia dan
bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh dengan
organoleptik dan mutu gizi sangat cepat yang
baik pada medium tersebut (Fardiaz, 1992).
diikuti proses pembusukan dibandingkan suhu
Rata-rata jumlah total mikroba yang disimpan
stabil.
pada suhu 40°C mengalami peningkatan yang
sangat cepat disebabkan karena suhu 40°C
TABEL 4
termasuk suhu optimum pertumbuhan mikroba.
UMUR SIMPAN DAN LAJU PENURUNAN
Berdasarkan suhu optimumnya yaitu antara 20°C-
45°C, kebanyakan bakteri digolongkan dalam
bakteri mesofilik, dalam keadaan optimum bakteri
memperbanyak diri dengan cepat. Dari satu sel
menjadi dua hanya memerlukan waktu 20 menit
dan seterusnya tumbuh dan kebanyakan kapang
adalah mesofilik dan mempunyai suhu optimum
sekitar 25°C-30°C atau suhu kamar (Muchtadi,
2010). Dari gambar 3 maka akan didapatkan Menurut Winarno (2002), fungsi kemasan yang
persamaan linier, sehingga didapatkan ln k yang baik dapat menekan peluang terjadinya
selanjutnya akan diplot dengan 1/T kedalam kontaminasi dari udara, air dan tanah baik oleh
grafik. mikroorganisme yang dapat membahayakan
Tabel 4 menunjukkan bahwa umur simpan kesehatan manusia maupun bahan kimia yang
bumbu mie instan berdasarkan total mikroba yang besifat merusak atau racun.
disimpan pada suhu 25°C lebih lama dibandingkan
yang disimpan pada suhu 32,5°C dan 40°C. Hasil
tersebut di atas sesuai dengan pendapat Frazier Respon Organoleptik
(1988) yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan
reaksi metabolisme mikroorganisme dipengaruhi oleh rangsangan yang timbul oleh makanan

441 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


melalui panca indera penglihatan, penciuman, hari penyimpanan tidak berbeda nyata.Namun
pencicipan, dan pendengaran.Namun demikian beberapa panelis dapat merasakan perubahan
faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya aroma yang terjadi pada beberapa hari terakhir
terima terhadap makanan adalah rangsangan penyimpanan.Pengujian hedonik pada atribut mutu
citarasa yang ditimbulkan oleh makanan.Oleh aroma harus memiliki sensitifitas penciuman yang
karena itu, penting sekali dilakukan penilaian tinggi.Setiap panelis memiliki sensitifitas alat
citarasa untuk menjajaki daya penerimaan indera yang berbeda-beda sehingga hasil
konsumen (Soekarto, 1985). pengujian yang didapat beragam.Selain pengaruh
cahaya dan oksigen, penurunan aroma selama
1. Warna penyimpanan produk dapat terjadi dikarenakan
Warna makanan memiliki peranan utama dalam adanya penguapan senyawa volatil pada produk
penampilan makanan, meskipun makanan tersebut tersebut sehingga aromanya berkurang.
lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu Perubahan aroma adalah masalah yang sensitif
disajikan akan mengakibatkan selera orang yang dalam produk pangan.Hal ini disebabkan karena
akan memakannya menjadi hilang (Soeparno, adanya deteksi oleh sel-sel pembau didalam
2005). hidung yang mampu mencium bau yang terbentuk
Warna bumbu mie instan yang digunakan pada meskipun pada konsentrasi yang sangat rendah.
penelitian ini adalah putih kekuningan.Perubahan Terbentuknya beberapa molekul off-flavor pada
warna yang terjadi selama penyimpanan tidak produk akan dapat merusak flavor secara
terlalu signifikan. Sehingga hasil uji hedonik keseluruhan. Salah satu yang paling umum adalah
bumbu mie instan terhadap atribut warna selama terjadinya ketengikan baik akibat hidrolisa
10 hari tidak berbeda nyata.Hal tersebut maupun oksidasi (Arpah, 2001).
dikarenakan suhu maksimal penyimpanan yang
digunakan hanya sebesar 40°C. Perubahan warna 3. Kenampakan
pada bumbu mie instan akan terjadi apabila suhu Spesifikasi organoleptik bumbu berisi deskripsi
yang digunakan lebih besar dari 40°C. Warna umum flavor, aroma, warna dan kenampakan
merupakan refleksi cahaya pada permukaan bahan umum produk. Kenampakan bumbu dapat dilihat
yang ditangkap oleh indra penglihatan dan dari banyak atau sedikitnya gumpalan yang
ditranmisi dalam sistem syaraf. Warna pada bahan terbentuk selama proses penyimpanan. Gumpalan
makanan disebabkan oleh beberapa faktor antara yang terbentuk dapat disebabkan oleh
lain adanya pigmen dari bahan-bahan yang meningkatnya kadar air pada bumbu.
digunakan atau karena adanya pengaruh panas Bumbu mie instan harus memiliki kadar air
pada gula, adanya reaksi antara gula dengan asam maksimal 10%. Masalah yang sering timbul pada
amino (reaksi maillard) serta adanya kontak antara bahan serbuk adalah penggumpalan atau
asam organik dengan udara (Muchtadi, 1989). caking.Caking dikarakterisasi oleh pembentukkan
gumpalan lembut atau total soldifikasi yang
2. Aroma disebabkan gaya interpartikel yang berkembang di
Indera pencium digunakan untuk menilai bau bawah penyerapan air, suhu yang menaik, atau
atau aroma suatu produk pangan.Aroma adalah tekanan statis (Barbosa-Canovas dan Yan, 2003).
rasa dan bau yang sangat subjektif serta sulit Suhu penyimpanan tidak mempengaruhi
diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas kenampakan yang signifikan pada bumbu mie
dan kesukaan yang berbeda.Meskipun mereka instan berdasarkan tabel diatas. Hal tersebut dapat
dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki terjadi dikarenakan gumpalan bumbu mie instan
kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al. 2000). rentan untuk pecah akibat adanya perlakuan fisik
Aroma bahan makanan banyak menentukan sehingga bumbu kembali seperti keadaan semula
kelezatan bahan makanan tersebut (Soekarto, dkk., walaupun kadar air pada bumbu mie instan
1985).Cahaya adalah akselerator terhadap meningkat (Ramadhani, 2012).
timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen
dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi
(Susilawati, 2011). Hasil uji hedonik pada bumbu
mie instan terhadap atribut mutu aroma selama 10

442 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


mie instan memiliki kadar air yang sangat rendah
dan mampu dengan mudah menyerap uap air dari
lingkungan. Dari data perubahan berat tersebut
dapat dihitung laju transmisi uap air (WVTR) pada
edible packaging yang dapat dilihat pada Tabel 5.

TABEL 5
LAJU TRANSMISI UAP AIR
Gambar 5. Hubungan Antara ln k dengan 1/T
Berdasarkan Total Mikroba

Laju transmisi uap air pada sampel silika gel


mengalami kenaikkan dan penurunan sama halnya
Gambar 6. Kurva Perubahan Berat Silika Gel Selama dengan perubahan berat silika gel yang mengalami
Penyimpanan kenaikkan dan penurunan. Perubahan berat silika
gel yang dapat dilihat pada Gambar 5 lebih
Perlakuan fisik tersebut dapat terjadi pada saat cenderung menurun bila dibandingkan dengan
persiapan sampel untuk uji organoleptik. Ada perubahan berat pada bumbu mie instan pada
banyak faktor yang menyebabkan pembentukan Gambar 6. Oleh karena itu hasil perhitungan laju
gumpalan, tetapi faktor utamanya adalah kadar air, transmisi uap air pada sampel bumbu mie instan
komposisi, tekanan, ukuran kristal dan bentuk, juga lebih tinggi dibandingkan dengan laju
suhu dan variasi kelembaban (Barbosa-Canovas transmisi uap air pada sampel silika gel.
dan Yan, 2003). Hasil perhitungan permean (Pr) silika gel dan
bumbu mie instan kemudian akan didapat nilai
Permeabilitas Edible Packaging permeabilitas edible packaging yaitu sebesar
Kehilangan air atau peningkatan kadar air 5,9588 g H2O.mm/m2.hari.kPa untuk sampel silika
merupakan faktor yang penting dalam penentuan gel sedangkan untuk sampel bumbu mie instan
masa simpan dari produk pangan. Kemasan sebesar 6,0968 g H2O.mm/m2.hari.kPa dengan
memberikan kondisi mikroklimat bagi bahan yang ketebalan masing-masing yaitu sebesar 0,0216
dikemasnya dan kondisi ini ditentukan oleh mm.
tekanan uap air dari bahan pangan pada suhu Permeabilitas merupakan kemampuan plastik
penyimpanan dan permeabilitas kemasan. untuk melewatkan air melalui pori-pori
Permeabilitas adalah kemampuan untuk plastik.Maka dapat dikatakan semakin meningkat
melewatkan air. Bila permeabilitas kemasannya berat sampel maka permeabilitas semakin tinggi.
rendah maka akan meningkatkan kadar air dari Hasil tersebut diatas sangat berbeda bila
produk. Sehingga dapat merubah tekstur, rasa, dan dibandingkan dengan nilai permeabilitas yang
aroma, bukan hanya itu saja tetapi umur simpan dihasilkan pada kemasan plastik polipropilen (PP)
dari produk juga akan berkurang karena bila kadar dan polietilen (PE) yang besarnya berturut-turut
air meningkat maka aktivitas air (a w) juga akan yaitu 0,0191 gH2O.mm/m2.hari.kPa dan 0,0128
meningkat (Ramadhani, 2012). gH2O.mm/m2.hari.kPa (Mareta, 2011).
Bumbu mie instan dimana pada kurva
perubahan berat dapat terlihat bahwa terjadi
perubahan berat yang signifikan pada bumbu mie
instan. Hal tersebut dapat terjadi karena bumbu

443 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL 6 jenis, tingkatan dan kesesuaian dari plasticizer
PERMEAN (PR) PADA SILIKA GEL DAN BUMBU MIE yang digunakan (Nemet, 2010).
INSTAN
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
hasil penelitian pendugaan umur simpan terhadap
bumbu mie instan yang dikemas dengan edible
packaging dan perhitungan permeabilitas edible
packaging diantaranya: Kondisi suhu
penyimpanan Akan mempengaruhi umur simpan
dari bumbu mie instan terhadap nilai Kadar air dan
total mikroba. Suhu penyimpanan juga
mempengaruhi laju penurunan mutu bumbu mie
instan sehingga lamanya umur simpan akan
berbeda-beda pada tiap parameter penilaian.
Semakin tinggi suhu penyimpanan maka Akan
semakin singkat umur simpan yang didapat begitu
juga sebaliknya. Hasil kadar air dan total mikroba
pada bumbu mie instan kontrol yaitu sebesar
Permeabilitas bahan pengemas dipengaruhi oleh 6,0818 % dan 8,0 x 101 koloni/mL. Berdasarkan
jenis bahan pengemas, ketebalan bahan pengemas, parameter Kadar air, bumbu mie instan yang
suhu dan beberapa parameter lainnya seperti disimpan pada suhu 25°C memiliki umur simpan
kelembaban relatif (Supriyadi, 1999). Pernyataan 413,035 hari. Bumbu mie instan yang disimpan
tersebut sejalan dengan Mareta (2011) dimana pada suhu 32,5°C memiliki umur simpan 263,442
faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas hari. Sedangkan bumbu mie instan yang disimpan
uap air bahan kemasan antara lain: ketebalan, luas pada suhu 40°C memiliki umur simpan 171,953
area permukaan, dan jenis bahan kemasan, hari.
khususnya dalam hal densitas. Selain itu faktor Berdasarkan parameter total mikroba (TPC),
dari luar yang berpengaruh adalah kelembaban bumbu mie instan yang disimpan pada suhu 25°C
dan suhu ruang penyimpanan atau dihitung memiliki umur simpan 9, 1227 hari.Bumbu mie
sebagai beda tekanan. instan yang disimpan pada suhu 32, 5°C memiliki
Edible packaging memiliki densitas rendah umur simpan 7, 8931 hari.Sedangkan bumbu mie
karena adanya campuran pati pada matriks instan yang disimpan pada suhu 40°C memiliki
polimernya.Hal ini menyebabkan edible umur simpan 6, 8232 hari.Berdasarkan parameter
packaging memiliki permeabilitas uap air yang nilai organoleptik terhadap warna, aroma dan
lebih tinggi dibandingkan jenis plastik lainnya.Hal kenampakan, suhu penyimpanan tidak
ini didukung dengan pernyataan Bierley et.al berpengaruh terhadap warna, aroma dan
(1988) bahwa plastik dengan densitas yang rendah kenampakan bumbu mie instan.
menandakan bahwa plastik tersebut memiliki Berdasarkan perhitungan permeabilitas edible
struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat packaging didapat nilai konstanta permeabilitas
ditembus fluida seperti air, oksigen, atau sebesar 5,9588 g H2O.mm/m2.hari.kPa untuk
karbondioksida. Pada saat yang bersamaan, sampel silika gel sedangkan untuk sampel bumbu
permeabilitas gas juga akan meningkat dengan mie instan sebesar 6,0968 g H2O.mm/m2.hari.kPa
cepat. Menurut Mc Hugh dan Krochta (1994), dengan ketebalan masing-masing yaitu sebesar
penambahan lipid dengan tujuan untuk 0,0216 mm. Perhitungan konstanta permeabilitas
memperbaiki sifat transmisi uap air edible edible packaging pada umumnya berpengaruh
packagingakan lebih efektif dibandingkan dengan terhadap umur simpan bumbu mie instan yang
penambahan protein pada komponen polisakarida. dihitung berdasarkan parameter kadar air, total
Karakteristik penghambatan pada film dipengaruhi mikroba, warna, aroma dan kenampakan.
oleh sifat hidrofilik maupun hidrofobik dan juga

444 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


V. DAFTAR PUSTAKA Nemet, N.T., V.M. Soso and V.L. Lazic.2010.Effect Of
Arpah M. 2001. Penentuan Kadaluarsa Produk Glycerol Content and pH Value Of Film-forming
Pangan.(Buku dan Monograf) Program Pasca Sarjana Solution On The Functional Properties Of Protein-
IPB, Bogor based Edible Films. APTEFF, 41, 1-203.

Barbosa-Canovas, G.V. dan H. Yan. 2003. Powder Parris N. dan David R. C, Remon JF, Helmut P.
Characteristics of Preprocessed Flours. Di dalam 1995.Composition Factors Affecting the Water Vapour
Characterization of Cereals and Flours. Kaletunc, G. Dan Permeability and Tensile Properties of Hydrophilic
Breslauer (Eds.). Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Films.Journal Agriculture Food Chemical.Halaman
1432-1435.
Bierley, A.W.,R.J. Heat and M.J.Scott,1988, Plastic
Materials Properties and Aplications. Chapman and Ramadhani, Suci. dkk. 2012. Pengukuran Permeabilitas
Hall Publishing, New York. Uap Air Film Plastik dan Permeabilitas Kemasan
Plastik.Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu
Butt, M. S., M. Nasir, S. Akhtar dan K. Sharif. 2003. Effect Pangan.Direktorat Program Diploma. IPB, Bogor.
of Moisture and Packaging onthe Shelf Life of Wheat
Flour. Internet Journal of Food Safety. V 4: 1-6. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk
Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Akasara. Jakarta.
Pendidikan dan Kebudayaan.PAU Pangan dan Gizi. IPB,
Bogor. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan
Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Karbowiak T, Debeaufort F, Champion D, Voilley A.
2005.Weetingn Properties at the Surface of Iota- Supriyadi.1999. Dasar Pengemasan. FTP Universitas
Carrageenan-Based Edible Films.Journal of Colloid Gadjah Mada, Yogyakarta.
and International Science 294. Hal 400-410. Susilawati dan Putri Cyntia Dewi.2011. Pengaruh Jenis
Lastriyanto, A., Bambang D. A., Sumardi H. S., Nur K., La Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat
Choviya H. dan M. Bagus H. 2007. Penentuan Koefisien Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik Permen
Permeabilitas Film Edibel Terhadap Transmisi Uap Karamel Susu Kambing.Jurnal Teknologi dan Industri
Air, Gas O2, dan Gas CO2.Jurnal Teknologi Pertanian Hasil Pertanian Volume 16, No.1.
Vol 8 No.3. Universitas Brawijaya, Malang. Tawali, A.B., dkk.2004. Pengaruh Suhu Penyimpan
Mareta, Dea Tio dan Shofia Nur A. 2011.Penggemasan Terhadap Mutu Buah-Buahan Impor yang
Produk Sayuran Dengan Bahan Kemas Plastik Pada Dipasarkan di Sulawesi Selatan. Naskah Publikasi
Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin.Jurusan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian UNHAS, Sulawesi
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Fakultas Selatan.
Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wijayanti Arum, Khoirul Ummah, Siti Tjahjani. 2008.
Meilgaard,M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Karakterisasi Karboksimetil Selulosa (CMC) dari
Evaluation Techniques. Boca Raton, Florida: CRC Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms).
Press. Chemistry Department, Faculty of Mathematics and
Natural Sciences State University of Surabaya, Surabaya.
Muchtadi, T.R. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Bogor. Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi.PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Nasution, M. Ergan Utama, Hasnelly, dan Ina .S.
Nurminabari. 2014. Pemanfaatan Whey Susu Menjadi
Edible Film Sebagai Kemasan Dengan Pengaruh
Penambahan CMC, Gelatin dan Plasticizer. Jurnal
Teknologi Pangan. Program Studi Teknologi Pangan,
Universitas Pasundan, Bandung.

445 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pemanfaatan Udang Krosok pada Pembuatan Makanan Ringan Ekstrudat
Menggunakan Metode Mixture Design
[Utilization of Krosok Shrimp in Snack Extrudates Using Mixturedesign Method]

Diny A Sandrasari, Hari Eko Irianto, Fateha

Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Sahid Jakarta
Jl. Prof. Supomo nomor 84, Jakarta Selatan, 12870
dinisandra70@gmail.com

Abstract—Snacks extrudate is a very popular snack food because it is easy to prepare, has a unique flavor with a
very affordable price. In this study, snacks extrudates made using krosok shrimp that is a small shrimp and have a low
economic value but it has a high nutritional value. Therefore the use of these materials is expected to increase the economic
value of krosok shrimp and able to contribute in improving the food security of Indonesian society. This researched used a
mixture design method. Mixture design is a design research used to develop a product that consists of several components or
ingredients. Determination of the best formulations based on calculation using the mixture, followed by the study design
effect. The results showed that the formulation of the best extrudate snacks are comprised of 65% corn flour, 10% starch
and 25% krosok shrimp rice flour. Results of the analysis states that snacks extrudate with the best formulations have a
5,32% moisture content, ash 4,29%, 15,50% protein, fats 3,32 and total plate count <25 x 104 (CFU / g).

Keywords : Krosok Shrimp, Snacks Extrudate, Mixture Design

I. PENDAHULUAN jagung, tepung udang krosok(Parapenaeopsis


sculptilis) dan tepung beras.Penggunaan bahan
Makanan ringan ekstrudat adalah makanan dasar tepung jagung dan tepung beras
ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari dikarenakan jagung dan beras mengandung pati
bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan. yang cukup tinggi dan mempunyai sifat mudah
Ekstrusi adalah suatu proses dimana bahan mengembang (puffing) sehingga dapat
dipaksa mengalir oleh sistem ulir dalam suatu menghasilkan produk yang memiliki tekstur
ruangan yang sempit sehingga akan mengalami renyah.Penggunaan tepung udang krosok
pencampuran dan pemasakan sekaligus. Sumber diharapkan dapat meningkatkan nilai
panas utama dalam proses ekstrusi berasal dari ekonomisnya. Udang krosok (Parapenaeopsis
konversi energi mekanik (gesekan) yaitu akibat sculptilis) adalah jenis udang laut non ekonomis
gesekan antar bahan dan gesekan antar bahan yang berukuran kecil yang biasanya dipasarkan
dengan ulir. Kerja ulir akan menghasilkan dalam keadaan segar atau diolah menjadi udang
akumulasi tekanan dalam sistem barrel ekstruder, kering atau ebi. Udang krosok mempunyai nilai
bahan dipaksa keluar melalui cetakan (die) yang ekonomis rendah dan relatif dijual lebih murah
kecil ukurannya dan kembali ke tekanan normal dibanding udang jenis lain. Oleh karena itu,
(atmosfer) secara seketika yaitu ketika produk penggunaan udang krosok pada pembuatan
melewati die (Oktavia, 2007). makanan ringan ekstrudat ini diharapkan
Bahan dasar yang digunakan pada penelitian mamapu meningkatkan nilai ekonomis udang
makanan ringan ekstrudat ini adalah tepung krosok.

446 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Untuk memperoleh formulasi terbaik pada tepung dengan jenis hammer mill dengan ukuran
pembuatan makanan ringan ekstrudat digunakan partikel sebesar 20 mesh.
metode Mixture Design yaitu suatu desain
penelitian yang digunakan untuk memperoleh a. Pembuatan tepung jagung dan tepung beras
campuran yang optimum dari suatu produk yang Bahan jagung dan beras disortasi lalu
terdiri dari beberapa komponen atau dilakukan pencucian, penirisan, pengeringan
ingredient.Terdapat dua syarat dalam memilih dengan oven pada suhu 40 - 50oC selama kurang
mixture design, yang pertama adalah komponen- lebih 2-3 jam.Selanjutnya jagung dan beras
komponen di dalam formula merupakan bagian didinginkan dalam suhu ruang selama 1 malam.
total dari formulasi. Apabila persentase salah satu Setelah itu digiling dengan alat penepung
komponen naik, maka persentase komponen hammer mills dan diayak dengan ukuran 80 mesh
yang lain akan turun. Syarat kedua adalah respon
harus merupakan fungsi dari komponen- b. Pengujian Tepung Udang Krosok
komponennya.Melalui metode ini diharapkan Pengujian tepung udang krosok dilakukan
akan dihasilkan campuran yang optimum melalui uji kimia dan mikrobiologiuntuk
sehingga diperoleh produk yang dapat diterima mengetahui kandungan gizi serta mengetahui ada
konsumen. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini atau tidaknya cemaran mikrobiologi pada tepung
adalah memperoleh formulasi terbaik dari bahan udang krosok yang dihasilkan.Uji kimia
bakutepung jagung, tepung udang krosok dan dilakukan melipui uji rendemen dan uji
tepung beras pada pembuatan makanan ringan proksimat.Sedangkan uji mikrobiologi meliputi
ekstrudat. uji ALT dan uji Vibrio parahaemolyticus.

II. METODOLOGI PENELITIAN 4. Penentuan Formulasi Metode MixtureDesign


Formula makanan ringan ekstrudat diperoleh
1. Bahan dan Alat berdasarkan nilai tertinggi dan terendah bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini baku yang digunakan. Berdasarkan batas atas dan
adalah tepung udang krosok, tepung beras dan batas bawah tersebut selanjutnya dibuat area
tepung jagung. Sedangkan alat yang digunakan mixture design sehingga akan diperoleh beberapa
meliputi extruder, hammer mill, TAXT-Plus, titik puncak hasil kombinasi dari batasan-batasan
whiteness meter (Kett Electric Laboratory C 100- tersebut.Hasil formulasi tersebut selanjutnya
3), aw meter (Novasina TH 500). digunakan untuk formulasi pembuatan makanan
ringan ekstrudat dan dilanjutkan dengan uji
2. Prosedur Penelitian organoleptic.Data hasil uji organoleptik direkap
Penelitian ini dilakukan secara bertahap seluruhnya dan nilai tertinggi dan
dimulai dari pembuatan tepung udang krosok, terendahnyadalam tiap parameter mutu
pengujian mikrobiologi terhadap tepung udang dijumlahkan lalu dibagi dua.Nilai pembagian
krosok, penentuan komposisi formulasi dasar, tersebut dimasukkan dalam tabel studi efek,
dan pembuatan makanan ringan ekstrudat selanjutnya dilakukan pengujian organoleptic
berdasarkan hasil formulasi terbaik dari metode untu melihat pengaruh dari setiap variabel (bahan
mixture design serta dilakukan pengujian secara yang digunakan pada formula makanan ringan
kimia, fisik dan organoletik dari produk yang ekstrudat) terhadap setiap parameter yang
dihasilkan. meliputi kenampakan, bau, rasa dan tekstur.
Efek dari setiap bahan dievaluasi dengan
3. Pembuatan Bahan Baku membandingkan total beberapa parameter
Pembuatan tepung udang krosok meliputi tersebut pada nilai bawah dan atas untuk setiap
beberapa tahapan yaitu, pencucian dalam air variabel dengan menggunakan perhitungan studi
bersuhu 4–5oC, perendaman dalam larutan efek. Berdasarkan analisa sederhana pada
garam10% selama 30 menit, penirisan, perhitungan studi efek akan diperoleh informasi
pengukusan dan pengeringan dengan pengering efek atau pengaruh dari masing-masing bahan
oven suhu 50 - 60oC. Selanjutnya udang krosok penyusun makanan ringan ekstrudat.
kering digiling menggunakan alat penggiling

447 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


5. Teknik Pengujian merah). Setelah itu disiapkan penampung
a. Uji Derajat Pengembangan erlenmeyer yang berisi 100 ml H3BO4 3% dan 3 -
Derajat pengembangan dilakukan dengan 5 tetes indikator Tashiro (larutan berwarna ungu).
pengukuran diameter die yang digunakan pada Dilakukan destilasi uap kurang lebih 10 menit
mesin ekstruder, lalu diukur diameter produk sampai memeperoleh destilat 100 ml sehingga
yang dihasilkan. Selanjutnya data dihitung pada volume akhir terdapat kurang lebih 200 ml
dengan rumus yang ditentukan yaitu : larutan berwarna hijau. Kemudian dilakukan
destilasi larutan blanko dengan mengganti
Derajat Pengembangan (%) ekstrak contoh dengan 50 ml PCA 6%,
𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 (𝑚𝑚) pengerjaan selanjutnya sama dengan contoh.
= x 100 %
𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑑𝑦𝑒 Titrasi dilakukan terhadap destilat contoh dan
blanko dengan menggunakan larutan HCl 0.02 N.
b. Uji kekerasan produk (TAXT-Plus) Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya
Pengujian sifat tekstur produk akhir makanan kembali warna ungu.
ringan ekstrudat dilakukan dengan menggunakan Perhitungan :
Texture Analyzer (TAXT-Plus). Produk
diletakkan pada posisi horizontal dengan posisi 𝑚𝑔 𝑉𝑐 − 𝑉𝑏 𝑥 𝑁 𝑥 14 𝑥 𝐹𝑝
produk tepat pada tengah-tengah probe (ujung 𝑇𝑉𝐵 − 𝑁 ( )= x 100
100𝑔 𝑊
penekan) dengan probe ditekan secara vertikal
selama beberapa saat, kemudian grafik dan result Keterangan ;
atau datanya muncul secara otomatis pada layar
Vc = volume larutan HCl pada titrasi contoh
komputer. Peak tertinggi pada layar monitor
Vb = volume larutan HCl pada titrasi blanko
menunjukkan nilai force atau nilai kekerasan dari
N = normalitas larutan HCl
produk. Tingkat tekstur atau kekerasan produk
W = berat contoh (g)
dinyatakan dalam gr/cm2.
fp = faktor pengenceran
c. Aw meter (awmeter Sprint Novasina TH 50)
e. Penentuan Angka Lempeng Total/ALT (SNI
Pengujiannilai Aw makanan ringan ekstrudat
01-2332.3-2006)
dilakukan denganmenggunakan Aw meter Sprint
Pengenceran sampel dilakukan secukupnya
Novasina TH 500.
(sampai 10-5) sebelum dibiakkan dalam nutrient
agar.Kemudian 1 ml dari setiap pengenceran
d. Penentuan TVB (SNI 2354.8 : 2009)
dimasukkan ke dalam cawan petri steril
Total Volatile Bases (TVB) merupakan
(dilakukan duplo).Setelah itu ditambahkan 12-15
senyawa-senyawa yang mudah menguap yang
ml PCA yang sudah dingin ke dalam cawan petri
dapat digunakan sebagai salah satu indikasi
yang berisi sampel dan lakukan pemutaran cawan
kebusukan pada ikan. Prosedur pengujian TVB
secara sempurna. Inkubasi selama 48 jam pada
adalah sebagai berikut :10 gram + 0,1 gram
suhu 37 oC. Perhitungan koloni bakteri pada
contoh ditimbang dengan menggunakan gelas
cawan dilakukan setelah inkubasi. Perhitungan
piala. 90 ml asam perklorat (PCA) 6%
jumlah bakteri total : jumlah bakteri per gram
ditambahkan, lalu dihomogenkan dengan
sampel dapat dihitung berdasarkan jumlah yang
menggunakan homogenizer selama 2 menit.
layak dihitung (25 – 250 koloni) pada cawan
Kemudian contoh disaring dengan menggunakan
petri dengan memperhitungkan tingkat
kertas saring kasar.Ekstrak sebanyak 50 ml
pengencerannya.
dimasukkan ke tabung destilasi.Kemudian
ditambahkan beberapa tetes indicator
f. Penentuan Vibrio parahaemolyticus (SNI 01-
Fenolftalein (larutan tidak berwarna dan dalam
2332.5-2006)
keadaan asam). Tambahkan beberapa tetes
Sebanyak 50 g contoh ditimbang secara
silicon anti foaming.Lalu tabung destilasi
aseptis kemudian dilakukan pengenceran 1:10
dipasang pada peralatan destilasi uap dan
dengan menggunakan larutan NaCl 2% atau
ditambahkan 10 ml NaOH 20% (pada tahap ini
Phosphat Buffer Saline (PBS) selama 2 menit.
campuran bersifat basa, ditandai dengan warna
Selanjutnya buat larutan 1 : 5 dengan cara

448 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


menimbang 20g dari homogenate 1 : 2 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dimasukkan ke dalam 80 ml larutan pengencer
sehingga didapatkan homogenat contoh dengan 1. Pengujian Tepung Udang Krosok
pengenceran 1 : 10 atau disebut larutan 101. Analisis mikrobiologi dan kimia dilakukan
Siapkan seri pengenceran 102 dengan cara terhadap udang krosok segar dan udang krosok
melarutkan 1 ml larutan 101ke dalam 9 ml kering yang telah diberikan perlakuan
larutan pengencer NaCl 3% atau PBS. perendaman dalam larutan garam 10%. Pada
Pengenceran dilakukan yang lebih tinggi sesuai udang krosok segar diperoleh hasil yang positif
dengan pendugaan kepadatan populasi contoh. mengenai keberadaan bakteri Vibrio
Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan parahaemolyticus. Standar mutu udang segar
minimal 25 kali. Dengan menggunakan pipet tidak boleh mengandung Vibrio dan nilai
steril, pindahkan sebanyak 1 ml dari setiap maksimal ALT per gram udang segar adalah 5 x
pengenceran kedalam 3 seri tabung pengenceran 105 (SNI 01-2728.1, 2006).
yang berisi 10 ml Alkaline Peptone Water Sedangkan nilai mikrobiologi udang krosok
(APW) atau Alkaline Peptone salt (APS). kering yang direndam dengan larutan garam 10%
Tabung-tabung tersebut diinkubasikan pada menunjukkan menunjukkan nilai negatif. Hasil
suhu 36oC + 1 oC selama 16-18 jam. Hasil analisis mikrobiologi udang krosok segar dan
Vibrio parahaemolyticus dilaporkan dalam udang krosok kering dengan perlakuan
APM/g, menggunakan Tabel Angka Paling perendaman dan pengeringan dapat dilihat pada
Memungkinkan. Tabel 1.

TABEL 1.
HASIL ANALISIS MIKROBIOLOGI ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) UDANG KROSOK KONDISI SEGAR
DAN UDANG KROSOK KERING DENGAN PERENDAMAN DALAM LARUTAN GARAM 10%.

Kode ALT Vibrio Kadar Kadar Kadar Kadar


parahaemolyticus Air Abu Lemak Protein

Udang krosok segar 1,1 x102 Positif 80.10 8.6 5.11 14.93
Udang krosok kering 1,2 x 104 Negatif 8.42 32.31 1.61 52.70
Formulasi makanan ringan ekstrudat Mixture terdiri dari nilai bawah dan nilai atas dari
Design I. Perlakuan yang menjadi dasar komposisi bahan.yang menjadi dasar penentuan
pembuatan produk makanan ringan ekstrudat formula.Penentuan komposisi bahan untuk nilai
pada penelitian ini adalah komposisi campuran bawah dan nilai atas tepung jagung, tepung beras
ketiga bahan dasar yaitu tepung jagung, tepung dan tepung udang krosok dapat dilihat pada
beras dan tepung udang krosok.Pada metode Tabel 2.
tersebut dibutuhkan suatu batasannilai yang

TABEL 2.
VARIABEL YANG DIGUNAKAN PADA FORMULASI MAKANAN EKSTRUDAT SERTA NILAI BAWAH
DAN NILAI ATAS UNTUK MIXTURE DESIGN I
Bahan Konsentrasi (%)
Nilai bawah Nilai atas
Tepung jagung 60 80
Tepung beras 20 40
Tepung udang krosok 5 15

Area mixture design dibuat berdasarkan menghasilkan beberapa titik-titik puncak (A, B,
batasan-batasan nilai bawah dan nilai atas dari C, D) berdasarkan hasil kombinasi pencampuran
masing - masing variabel dapat dilihat pada beberapa bahan dasar yang dapat dilihat pada
Gambar 1. Pembuatan area mixture design I Tabel 3.

449 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Formulasi yang diperoleh dari mixture design bahan dievaluasi dengan membandingkan total
I selanjutnya dianalisis melalui uji hedonic untuk hedonik pada setiap nilai bawah dan atas untuk
mengetahui pengaruh dari setiap variabel (bahan setiap variabel. Hasil studi efek pada formula
yang digunakan pada formula pembuatan pembuatan makanan ringan ekstrudat dapat
makanan ringan ekstrudat). Efek dari setiap dilihat pada Tabel 4.

TABEL 3.
KOMBINASI PADA TITIK-TITIK PUNCAK MIXTURE DESIGN I

Formulasi
No. Titik Puncak
J U B
1 A = 60 J + 5 U + 35 B 0.60 0.05 0.35
2 B = 75 J + 5 U + 20 B 0.75 0.05 0.20
3 C = 65 J + 15 U + 20 B 0.65 0.15 0.20
4 D = 60 J + 15 U + 25 B 0.60 0.15 0.25
Keterangan : A = 60 % tepung jagung ; 35 % tepung beras ; 5 % tepung udang krosok
B = 75 % tepung jagung ; 20 % tepung beras ; 5 % tepung udang krosok
C = 65 % tepung jagung ; 20 % tepung beras ; 15 % tepung udang krosok
D = 60 % tepung jagung ; 25 % tepung beras ; 15 % tepung udang krosok

80 J
B
60 J
C
A

D
Tepung Udang Tepung Beras
(U) (B)

5U 15 40 20
U B B

Tepung Jagung
(J)

Gambar 1. Area mixture design I

TABEL 4.
HASIL STUDI EFEK PEMBUATAN MAKANAN RINGAN EKSTRUDAT
MIXTURE DESIGN I

Bahan Tepung jagung Tepung Beras Tepung Udang


Krosok
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Parameter bawah atas bawah atas bawah atas
Kenampakan 46.5 57.5 57.5 46.5 62.5 41.5
Bau 64.5 64.5 64.5 64.5 64 65
Rasa 61 56.5 56.5 61 56.5 61
Tekstur 66.5 53.5 53.5 66.5 55 65

450 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Data diatas memberikan informasi efek atau studi efek untuk Mixture Design IIdapat dilihat
pengaruh dari masing-masing bahan baku pada Tabel 5. Nilai batas atas dan nilai batas
penyusun formula makanan ringan ekstrudat. bawah yang baru dibuat area mixture design
Berdasarkan studi efek tersebut diketahuibahwa seperti pada Gambar 2.
konsentrasi tepung jagung yang rendah lebih Pembuatan area mixture design II
disukai, sedangkan konsentrasi tepung beras dan menghasilkan beberapa titik – titik puncak (E, F,
tepung udang krosok dalam jumlah tinggi lebih G) ditambah dengan satu titik pusat atau center
disukai oleh panelis.Berdasarkan data tersebut point diberi kode CP. Penambahan titik center
selanjutnya dilakukan penentuan formulasi pointbertujuan untuk mendapatkan nilai tengah
kedua (Mixture Design II) dengan menggunakan dari semua titik formulasi. Kombinasi
nilai batas bawah dan nilai batas sebagaimana pencampuran beberapa bahan dasar makanan
pada data pada Tabel 4. Penentuan dari hasil ringan ekstrudat dapat dilihat pada Tabel 6.

TABEL 5.
FORMULA BAHAN PENYUSUN PEMBUATAN MAKANAN RINGAN EKSTRUDAT MIXTURE DESIGN II

Bahan Nilai Bawah Nilai Atas


Tepung jagung 60 70
Tepung beras 25 10
Tepung udang krosok 10 15

CP
F 70
J
60
E G
J

Tepung Udang Tepung Beras


(U) (B)

10 15 40 20
U U B B
Tepung Jagung (J)

Gambar 2. Area mixture design II

TABEL 6.
KOMBINASI PADA TITIK-TITIK PUNCAK MIXTURE DESIGN II
Formulasi
No. Titik Puncak
J U B
1 E = 60 J + 30 B + 10 U 0.6 0.3 0.1
2 F = 65 J + 25 B + 10 U 0.65 0.25 0.1
3 G = 60 J + 25 B + 15 U 0.60 0.25 0.15
4 CP = 61 J + 27 B + 12 U 0.61 0.27 0.12
Keterangan : E = 60 % tepung jagung ; 30 % tepung beras ; 10 % tepung udang krosok
F = 65 % tepung jagung ; 25 % tepung beras ; 10 % tepung udang krosok
G = 60 % tepung jagung ; 25 % tepung beras ; 15 % tepung udang krosok
CP = 61 % tepung jagung ; 27 % tepung beras ; 12 % tepung udang krosok

451 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Studi Efek udang krosok. Artinya formulasi F merupakan
Berdasarkan hasil uji organoleptic sebagaimana formulasi terbaik untuk membuat makanan
disajikan pada Tabel 7, diketahui bahwa nilai ringan ekstrudat. Formulasi tersebut selanjutnya
tertinggi diperoleh pada formulasi F yaitu 65 % diuji komposisi zat gizinya sebagaimana dapat
tepung jagung ; 25 % tepung beras ; 10 % tepung dilihat pada Tabel 8.

TABEL 7.
NILAI TOTAL ORGANOLEPTIK UJI HEDONIK MAKANAN RINGAN EKSTRUDAT MIXTURE DESIGN II
UNTUK SETIAP PARAMETER.
Formulasi Kenampakan Bau Rasa Tekstur Total
E 64,5 72 68,5 62,5 267,5
F 77 73,5 74 92,5 317
G 78,5 72 71,5 72 294
CP 75 73,5 71 67 28,5
Keterangan : E = 60 % tepung jagung ; 30 % tepung beras ; 10 % tepung udang krosok
F = 65 % tepung jagung ; 25 % tepung beras ; 10 % tepung udang krosok
G = 60 % tepung jagung ; 25 % tepung beras ; 15 % tepung udang krosok
CP = 61 % tepung jagung ; 27 % tepung beras ; 12 % tepung udang krosok

TABEL 8.
HASIL UJI FISIK DAN KIMIA MAKANAN RINGAN EKSTRUDAT FORMULASI 65 % TEPUNG JAGUNG ;
25 % TEPUNG BERAS ; 10 % TEPUNG UDANG KROSOK
Parameter Uji Hasil Pengujian
Uji Fisik
- Derajat Pengembangan (%) 178.3
- Kekerasan (g/cm2) 5.2
- Derajat putih 4.68
Uji Kimia
- Kadar Air (%) 5.32
- Kadar Abu 4.29
- Kadar Protein (%) 15.50
- Kadar Lemak 3.32

IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Formulasi terbaik untuk pembuatan makanan Elizabeth Garcia-Garcia, AlfonsoTotosaus. 2008.


ringan ekstrudat berdasarkan hasil uji Low-fat sodium reduced sausages : Effect of
organoleptik yaitu pada formulasi 65% tepung the interaction between locust bean gum,
jagung ; 25% tepung beras dan 10% tepung potato starch and k-carrageenan by a mixture
udang krosok. Hasil pengujian fisik produk design approach). Journal Meat Science, 78
makanan ringan ekstrudat terpilih memiliki nilai (2008) 406 - 413
derajat pengembangan sebesar 178,3% ; Irianto, H.E. 2006. Dasar – dasar Pengembangan
tekstur/kekerasan sebesar 5,2 g/cm2 ; derajat Produk Pangan. Jurusan Teknologi Pangan.
putih sebesar 46,8 ; dan aw 0,24.Hasil analisis Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
kimia produk makanan ringan ekstrudat terpilih Universitas Sahid. Jakarta
mengandung kadar air 5,32% ; kadar abu 4,29% ;
protein 15,50% dan lemak 3,32%. Sedangkan Katz, E.E. and T.P. Labuza. 1981. Effect of
hasil analisis mikrobiologi (ALT) adalah < 25 x Water Activity on The Sensory Cripiness and
101 (koloni/gr). Mechanical Deformation of Snack Food
Producs. J. Food Science. 46: 403.

452 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Mechanical Deformation of Snack Food Producs. Katz, E.E. and T.P. Labuza. 1981. Effect of
J. Food Science. 46: 403. Water Activity on The Sensory Cripiness and
Mechanical Deformation of Snack Food
Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
Producs. J. Food Science. 46: 403
Universitas Sahid. Jakarta

453 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) Melalui Introduksi Pemanfaatan
Limbah Daun Nanas Sebagai Bahan Baku Industri Kerajinan Batik Tenun
[Empowerment Of Women Farmers Group Through The Introduction Of Pineapple Leaf
Agro-Waste Utilization as Raw Material of Traditional Woven Batik Craft Industry]
Wendra G Rohmah1, Susinggih Wijana1, Ika Atsari Dewi1
1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran,
Kota Malang, 65145
E-mail: wendrarohmah@ub.ac.id

Abstract— Pineapple is a fruit-bearing crops are widely grown in Indonesia, East Java pineapple cultivated in the
district of Kediri and Blitar. In 2012 the acreage of pineapple in Kediri reach 2,150 ha with fruit production reached 159.749
tonnes, while in Blitar pineapple production in 2010 amounted to 3,087 tonnes, however, the economic value commodities
pineapple is not maximized, especially waste utilization pineapple leaves. Pineapple leaf waste can be utilized as a raw material
of batik weaving. The results of the implementation of activities that include focus group discussions and guardianship of
technical innovation technology transfer sewage treatment pineapple leaves into the pineapple fiber showed an increased
knowledge and understanding of the community, especially members of Women Farmers Group to utilize the waste leaves of
pineapple that has been untapped into fibers pineapple leaves more economic value. the optimal of pineapple leaves fiber
processing expected to address issues of waste pineapple leaves untapped, increasing the economic value of products,
empowering women farmers (KWT), and improve the knowledge society in supporting the growth of industries based on local
advantages, as well as technologies sustainable production in rural areas.

Keywords— Pineapple Leaf Agro-Waste, Fibers, Traditional Woven Batik Craft Industry Farmers Empowerment.

Hingga kini pemanfaatan hasil tanaman nanas


PENDAHULUAN
I. masih belum optimal, baik buah maupun daunnya.
Nanas merupakan salah satu tanaman penghasil Jumlah limbah daun nanas mencapai 80% dari
buah yang banyak ditanam di Indonesia, di Jawa keseluruhan tanaman nanas. Daun nans ini
Timur nanas banyak dibudidayakan di wilayah umumnya hanya dibiarkan dan tidak dimanfaatkan.
Kabupaten Kediri dan Blitar. Pada tahun 2012 Alternatif nilai tambah yang dapat dieksplorasi
Jawa Timur merupakan penghasil nanas terbesar dari daun nanas adalah pengolahan serat daun
ketiga di Indonesia setelah Lampung dan nanas untuk produksi tenun kain batik dan industri
Sumatera Utara. Pada tahun 2012 luas tanam kreatif (furniture, tas dompet). Potensi
nanas di Kediri mencapai 2.150 ha dengan pemanfaatan serat daun nanas untuk keperluan
produksi buah mencapai 159.749 ton (BPS Kab. industri sangat tinggi, bahan tersebut memiliki
Kediri, 2013), sedangkan di Blitar produksi buah banyak keunggulan, diantaranya adalah: a).
nanas pada tahun 2010 sebesar 3.087 ton kualitas serat yang dihasilkan bagus sebagai bahan
(Anonymous, 2011), namun demikian nilai ekonomi tekstil (kain) maupun kerajinan serat (tas, dompet
komiditi nanas belum maksimal. dan furniture); b). bahan baku banyak tersebar di
sentra penanaman nanas (Blitar dan Kediri); dan c).

454 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


individu serat panjang sehingga memudahkan di Indonesia. Tanaman buah ini mudah
dalam penataan pada pembuatan kain maupun dikembangkan pada daerah lahan tegal maupun
kertas seni; serta d). ratio serat/non serat tinggi pekarangan dengan tingkat populasi per-hektar
sehingga rendemen (yield) serat yang dihasilkan Antara 60-70 ribu rumpun, dengan jenis tanah
tinggi. Pengolahan serat daun nanas yang optimal regusol dengan tekstur berpasir, ketinggian 177
diharapkan dapat menjawab permasalahan limbah mdpl dengan curah hujan rata-rata 102 mm per-
daun nanas yang belum termanfaatkan, bulan. Dengan pH tanah 5-6 dan suhu rata-rata 27-
meningkatkan nilai ekonomi produk dan 32°C (DEPTAN, 2008). Di Indonesia, luas
meningkatkan wawasan masyarakat dalam tanaman nanas mencapai ± 165.690 hektar atau
mendukung tumbuh kembangnya industri yang mencapai 25,24% dari sasaran panen buah-
berbasis pada keunggulan lokal, serta teknologi bauhana nasional (657.000 hektar). Beberapa
produksi yang berkelanjutan di wilayah pedesaan. tahun terakhir luas areal tanaman nanas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menempati urutan pertama dari 13 jenis buah-
mengetahui inroduksi pemanfaatan limbah daun buahan komersial yang dibudidayakan di
nanas Sebagai Bahan Baku Industri Kerajinan Indonesia.
Batik Tenun dapat memberdayakan Kelompok Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar
Wanita Tani (KWT) di daerah sentra penghasil merupakan salah satu sentra pembudidayaan nanas
nanas di Jawa Timur. yang berada di Provinsi Jawa Timur. Pada tahun
2013, luasan lahan tanam nanas di Kabupaten
Kediri mencapai ± 2.651,94 hektar dan luasan
II.METODE PENELITIAN lahan tanam di Kabupaten Blitar mencapai ±
Penelitian dilakukan di Desa Pandantoyo, 713,15 hektar (dengan asumsi rata-rata tanam
Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa 60.000 rumpun/hektar).
Timur. Metode penelitian yang digunakan dalam Jenis tanaman nanas yang banyak
penelitian ini adalah metode Participatory Action dibudidayakan ada di Kabupaten Kediri dan Blitar
Research (PAR) dengan pendekatan deskriptif adalah jenis varietas Queen. Varietas Queen yang
kualitatif. Metode ini mengutamakan peran serta saat ini dikembangkan tersebut telah terdaftar
atau partisipasi masyarakat/objek dalam proses sebagai komoditas buah unggulan yang disebut
secara keseluruhan. Obyek dalam penelitian ini sebagai Nanas Ponggok sesuai dengan Surat
adalah anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Keputusan Menteri Pertanian No.
Srikandi Desa Pandantoyo. 704/Kpts/SR.120/5/2008. Tanggal 30 mei 2008,
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, nanas Ponggok menjadi varietas nanas unggulan
wawancara, dan dokumentasi. Data yang nasional dengan produktivitas 49-56 ton/Ha.
terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan Disamping itu, juga terdapat varietas Cayenne
analisis deskriptif. Prosedur penelitian disusun yang mulai dikembangkan oleh masyarakat.
untuk mengarahkan alur penelitian secara Perbedaan kedua varietas ini terdapat pada rasa
sistematis. Prosedur penelitian ini meliputi: buah dan bentuk daunnya. Nanas Ponggok
1) Analisis potensi bahan baku memiliki rasa yang lebih manis daripada nanas
2) Pemilihan objek penelitian Cayenne dan memiliki daun yang berduri. Nanas
3) Introduksi pemanfaatan limbah daun nanas Ponggok umumnya ditanam di dataran rendah,
menjadi serat daun nanas sedangkan nanas Cayenne ditanam luas di dataran
4) Fasilitasi Mesin/Peralatan Produksi tinggi.
Nanas ditanam dengan populasi 24.000-72.000
tanaman/ha, tergantung dari kultivar yang ditanam
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan tujuan penanaman. Pada tahun 2013, jumlah
tanaman nanas yang terdapat di Kabupaten Kediri
A. Analisis Potensi Tanaman Nanas di Wilayah mencapai ±159.116.522 rumpun dan jumlah
Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri Jawa tanaman nanas di Kabupaten Blitar mencapai
Timur ±42.788.882 rumpun.
Nanas merupakan salah satu tanaman buah Produksi daun nanas dalam 1 tanaman
berupa semak yang mualai banyak dikembangkan diasumsikan terdapat 14 daun, sehingga

455 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


didapatkan dalam 1 ha tanaman terdapat 840.000 C. Introduksi Pemanfaatan Limbah Daun Nanas
daun nanas (asumsi 60.000 tanaman/hektar). Sebagai Bahan Baku Industri Kerajinan Batik
Berdasarkan data tersebut dapat diproyeksikan Tenun
jumlah serat nanas dengan menggunakan rumus Introduksi pemanfaatan limbah daun nanas
berikut: sebagai bahan baku industri kerajinan batik tenun
Potensi serat = jumlah tanaman selama 1 dilakukan melalui pelatihan pengolahan daun
daun nanas tahun x jumlah daun/ nanas menjadi serat daun nanas. Tujuan pelatihan
tanaman (asumsi) x berat adalah memberikan keterampilan kepada KWT
rata-rata serat per daun Srikandi dalam pengolahan daun nanas mnjadi
Dengan asumsi jumlah serat yang diperoleh serat daun nans yang dapat digunakan sebagai
sebanyak 2 gram serat per daun, maka didapatkan bahan baku kerajainan batik tenun dan
potensi serat daun nanas pada Kabupaten Kediri memberikan kontribusi dalam mengembangkan
sebanyak 4.455,26 ton dan Kabupaten Blitar keterampilan yang sudah dimiliki oleh tim.
sebanyak 1.198,08 ton. Kontribusi pelatihan terhadap peserta pelatihan
yakni dapat meningkatkan sumber daya manusia
Kediri = 159.116.522 tanaman x 14 daun x 2 gram (SDM), membangkitkan semangat untuk
= 4.455,26 ton per tahun berkoperasi dan berwirausaha, serta membantu
Blitar = 42.788.882 tanaman x 14 daun x 2 gram masyarakat khususnya anggota kelompok
= 1.198,08 ton per tahun prakoperasi dalam meningkatkan ekonomi
keluarganya (Wesa & Suryono, 2014).
B. Gambaran Objek Penelitian Proses pengolahan daun nanas menjadi serat
Kelompok Wanita Tani (KWT) Srikandi daun nanas secara lengakap disajikan pada
merupakan kelompok pemberdayaan wanita tani Gambar 1 berikut:
yang di Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur. KWT ini Daun nanas

terbentuk pada Tahun 2013, di bawah binaan


Dinas Pertanian Kabupaten Kediri. Pendirian Di sortasi

KWT ini ditujukan untuk wadah berhimpun dan


beraktifitas para wanita tani sehingga bisa Daun nanas
dengan panjang
memberdayakan dirinya untuk meningkatkan yang sama
kesejahteraannya baik secara social maupun
finansial. Di ekstraksi dengan Sisa daging
dekortikator daun nanas
KWT Srikandi beranggotakan 30 anggota.
Anggota kelompok KWT ini merupakan para
Dibersihkan
wanita tani, baik sebagai tani yang membantu
suami maupun tani secara mandiri, dengan rentang Ca(ClO)2
atau H2O2 Di rendam
usia berkisar 30 – 55 tahun dan tingkat pendidikan
Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Mennegah Di diamkan selama
1 jam
Atas (SMA).
Air sisa
Pemilihan KWT Srikandi ini didasarkan pada Penirisan Daun perendaman
aktivitas pemberdayaan yang dilakukan di KWT nanas Ca(ClO)2 Atau
H2O2
tersebut, dan juga lokasi strategis dari KWT yang
Serat daun
berada di daerah sentra produksi nanas. nanas
Pemberdayaan KWT di daerah sentra produksi
Di keringkan
diharapkan akan mampu memanfaatkan limbah selama 12 jam
daun nanas menjadi produk unggulan bernilai
ekonomi tinggi sehingga dapat meningkatkan Di pintal
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
Aplikasi pada tekstil

456 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Serat daun masih tercampurnya antara serta dan sisa-
Nanas sisa daun nanas sehingga harus dipisahkan.
4) Pada pelatihan ini tidak dilakukan
Pelatihan pengolahan daun nanas menjadi serat perendaman serta daun nanas yang sudah
daun nanas yang dilakukan di KWT Srikandi Desa dibersihkan. Hal ini dikarenakan untuk
Pandantoyo Kecamatan Ngancar Kabupaten menunjukkan warna alami serat daun nanas
Kediri, meliputi: yang tidak mengalami pemucatan. Proses
1) Sortasi daun nanas yang akan diolah pemucatan serta daun nanas yang dihasilkan
menjadi serta nanas. ditujukan untuk upaya penyesuaian warna
Pada tahapan ini limbah daun nanas disortasi benang serat nanas sehingga sesuai dengan
dengan tujuan memperoleh panjang serat keinginan konsumen (industri kain tenun
daun nanas yang seragam. Selain itu, proses batik). Bahan yang biasanya digunakan
sortasi juga bertujuan untuk memudahkan sebagai pemucat adalah Ca(ClO)2 atau H2O2.
proses pengolahana selanjutnya yaitu 5) Serat daun nanas yang sudah dibersihkan
ekstraksi menggunakan mesin dekortikator. dan/atau direndam selanjutnya ditiriskan
2) Ekstraksi daun nanas menjadi serat daun sebelum dikeringkan.
nanas menggunakan mesin dekortikator. 6) Pengeringan serat daun nanas dilakukan
Pada tahapan ini, daun nanas yang sudah untuk memperoleh serat daun nanas kering
disortasi kemudian diekstraksi yang dapat disimpan dan digunakan sebagai
menggunakan mesin dekortikator untuk bahan baku kerajinana batik tenun setelah
mendapatkan serta daun nanas. Proses dipintal. Pengeringan dapat dilakuakn
ekstraksi ini juga dapat dilakukan secara menggunakan sinar matahari, seperti
manual dengan cara mengupas kulit daun ditunjukkan pada Gambar 3.
nanas tersebut, tetapi memebutuhkan waktu
yang sangat lama. Proses ekstraksi
menggunakan mesin ini berjalan sangat
cepat dan memelukan kehati-hatian,
khususnya bagi ibu-ibu anggota KWT.
Proses ekstraksi daun nanas menjadi serat
nanas dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Wijana, dkk (2014)


Gambar 3. Pengeringan Serat Daun Nanas
dengan Sinar Matahari

Pemberdayaan perempuan terutama di daerah


pedesaan menjadi salah satu sasaran yang gencar
digulirkan oleh pemerintah. Ada empat tipe
pemberdayaan perempuan di pedesaan, yaitu
Sumber: Wijana, dkk (2014) (Allahdadi, 2011):
Gambar 2. Ekstraksi Daun Nanas a) Pemberdayaan masyarakat, yaitu akses
Menggunakan Mesin Dekortikator terhadap pengetahuan dan kesadaran baru
dan bermanfaat, mengembangkan
3) Serat daun nanas hasil ekstraksi kemudian keterampilan baru, kemampuan,
dibersihkan dengan air. Hal ini dikarenakan kepercayaan diri dan kompetensi,

457 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


menciptakan persahabatan dan dukungan
dari perempuan lain, berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan dengan perempuan lain.
b) Pemberdayaan organisasi, yaitu
pengetahuan dan kesadaran baru tentang
manfaat baru dari teknologi untuk
pembangunan pedesaan melalui
pengembangan desa wisata atau
pengembangan koperasi-koperasi di bidang
pertanian.
c) Pemberdayaan politik, yaitu
mempengaruhi kebijakan pemerintah
lainnya dan keputusan yang mempengaruhi
masyarakat pedesaan, mengubah Sumber: Wijana, dkk (2014)
keyakinan yang berbasis masyarakat Gambar 4. Mesin Dekortikator
kota,membangun hubungan dengan orang-
orang di pemerintahan dan industri, serta
wanita lainnya untuk membahas isu-isu IV. KESIMPULAN
yang mempengaruhi perempuan pedesaan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat
dan masyarakat pedesaan. disimpulkan bahwa pemanfaatan limbah daun
d) Pemberdayaan psikologis, yaitu nanas menjadi serat daun nanas sebagai bahan
peningkatan rasa percaya diri dan harga baku kerajinan batik tenun dapat dilakukan
diri, motivasi yang lebih besar, inspirasi, sebagai upaya pemebrdayaan potensi sumberdaya
semangat dan minat untuk local dan Kelompok Wanita Tani (KWT). Upaya
mengembangkan keterampilan dan pemberdayaan ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan baru, untuk terus mendorong nilai tambah ekonomi dari limbah daun nanas dan
agar lebih baik pelayanan bagi masyarakat peningkatan kesejahteraan anggota KWT, baik
pedesaan, perasaan memiliki yang secara social maupun finansial.
berhubungan dengan keikutsertaan dalam Rekomendasi yang dapat diberikan untuk
kelompok secara khusus. perbaikan di masa mendatang adalah perlunya
monitoring dan pendampingan dari dinas terkait
D. Fasilitasi Mesin/Peralatan Produksi secara berkelanjutan sehingga KWT dapat mandiri.
Pengolahan limbah daun nanas menjadi serta UCAPAN TERIMA KASIH
daun nanas sebagai bahan baku kerajinan tenun
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan
batik tenun ini dapat dilakukan secara manual dan
Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa
mekanis (Kirby, 1963). Pengolahan manual
Timur dan Lembaga Penelitain dan Pengabdian
dilakukan dengan cara mengupas daun nanas
kepada Masyarakat Universitas Brawijaya .
menggunakan tangan, sedangkan pengolahan
mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin
dekortikator.
Fasilitasi mesin decorticator diharapkan dapat DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan produktivitas pengolahan serat daun
nanas, ditunjukkan pada Gambar 4.
Allahdadi, F. (2011). Women’s empowerment
for rural development. Dept. of
Organizational and Industrial Psychology,
Islamic Azad University, Marvdasht Branch.
Journal of American Science, 2011;7(1).

458 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kirby. (1963). Vegetable Fibres, Leonard Hill, Wijana, S., Sucipto, Arie F. Mulyadi, Ika A. Dewi,
London Wendra G Rohmah, V. R. Permatasari, R. A.
Roesmayanti, (2014). Diversifikasi Olahan
Wesa, A., dan Suryono, Y. (2014). Kesejahteraan
Komoditas Nanas Menjadi Aneka Produk
Ekonomi Masyarakat Peserta Pelatihan
Pangan Kering Dan Serat Tenun Kain Batik
Kelompok Prakoperasi Di Kecamatan
Gedog. Laporan Penelitian Kerjasama Badan
Namlea Kabupaten Buru. Jurnal Pendidikan
Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Jawa
Dan Pemberdayaan Masyarakat, 1(2), 149-159.
Timur Dan Lembaga Penelitain Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas
Brawijaya: Malang

459 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengemas Edible Filmdari Pati Biji Alpukat (Perseaamericana Mill)
[Edible Film Packaging From Avocado Seed Starch]

Raswen Efendi1, Ahmad Ibrahim1dan Ana Yudiandani2


JurusanTeknologiPertanianFakultasPertanianUniversitas RiauPekanbaru 28293
E-mail: raswenrasyid@yahoo.com

Abstract-Avocado seed starch has potential to be developed as a base for edible film, because it was widely
available and easy to obtain its. Therefore this research was aimed to utilize the avocado seed starch as material of
edible film and to get the best formulations of addition avocado seed starch. This research was conducted
experimentaly by used Complete Randomized Design (CRD) with five treatmens and three replications which followed
by Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) at level 5%.The treatmens in this research is consentration of
avocado seed starch, include P1 (1,5 % avocado seed starch w/v), P2 (2,0 %avocado seed starch w/v), P3(2,5 %
avocado seed starch w/v), P4 (3,0 %avocado seed starch w/v) and P5 (3,5 %avocado seed starch w/v). The results
showed that concentrationsof avocado seedstarchs gave significantly affect on thickness, solubility, water uptake and
water vapor transmission rate of edible film. The best formulationswas obtained on the edible film with addition of
avocado seed starch 3,5% which have thickness of 0,1053 mm, solubility of 22,31%, water uptake of 64,93% and water
vapor transmission rate of 0,0402 g/cm2.hour.

Keywords: edible film, avocado seedstarch

I. PENDAHULUAN 43,3%. Pati dengan kadar amilosa yang tinggi


menurut Rodrigues dkk. (2006) dapat dibuat
Alpukat merupakan tanaman yang dapat menjadi edible film. Menurut Krisna (2011)
tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. amilosa merupakan komponen yang paling
Buah alpukat merupakan buah yang digemari penting berperan dalam menentukan sifat suatu
banyak orang karena rasanya yang enak dan kaya edible film karena konsentrasi amilosa yang
antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 tinggi sangat penting dalam pembentukan gel
g/100g daging buah(Afrianti, 2010). Dewasa ini serta menghasilkan lapisan tipis (film) yang baik
masyarakat hanya memanfaatkan daging daripada amilopektin. Amaliya dan Putri (2014)
buahnya saja sedangkan bagian bijinya kurang menambahkan bahwa amilosa berperan dalam
dimanfaatkan dan dianggap sebagai limbah. kelenturan dan kekuatan film pada sediaan edible
Chandra dkk. (2013) meneliti tentang potensi film.
pati dari biji alpukat yang selama ini dianggap Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat
sebagai limbah dengan melalui proses ekstraksi dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas
metode alkaline steeping menggunakan pelarut komponen makanan atau diletakkan diantara
natrium metabisulfit 2000 ppm pada pH netral, komponen makanan yang berfungsi sebagai
ternyata mampu mencegah reaksi browning penghambat terhadap transfer massa seperti
dengan menghasilkan pati sebesar 29,60% (b/b). kelembaban, oksigen maupun zat terlarut. Edible
Winarti dan Purnomo (2006) menyatakan bahwa film dibuat dari bahan yang hidrokoloid, lemak
pati biji alpukat mengandung amilosa sebanyak dan komposit. Pati termasuk kelompok

460 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


hidrokoloid dan merupakan salah satu bahan mesh, hot plate, erlenmeyer 250 ml, spatula,
utama yang digunakan dalam pembuatan edible batang pengaduk, pipet tetes, cawan petri, gelas
film ini, mudah didapatkan, melimpah dan ukur 5 ml, termometer, desikator, timbangan
beragam jenisnya. Penelitian mengenai analitik, mikrometer, penggaris, gunting, alat
pembuatan edible film dari pati yaitu oleh dokumentasi dan alat tulis.
Yulianti dan Ginting (2012) membuat edible film .
dari pati umbi-umbian yaitu pati ubi kayu, Metode Penelitian
ganyong, ubi jalar dan garut, Rosalina (2015) Metode yang digunakan dalam penelitian
membuat edible film dari pati tapioka, Warkoyo adalah metode eksperimen dengan menggunakan
dkk. (2014) dari pati umbi kimpul dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
Kusumawati dan Widya (2013) dari pati jagung. dari lima. perlakuan dan tiga kali ulangan
Bahan-bahan tersebut merupakan bahan yang sehingga total ada 15 unit percobaan.
banyak dimanfaatkan sebagaibahan pangan, Perlakuan mengacu pada Saragih (2016)
sehingga perlu dicari bahan lain yang belum dan Amaliya dan Putri (2014). Perlakuan adalah
termanfaatkan untuk diaplikasikan sebagai bahan sebagai berikut:
baku edible film. P1= Konsentrasi pati biji alpukat 1,5%
Penggunaan pati biji alpukat sebagai bahan P2= Konsentrasi pati biji alpukat 2,0 %
pembentuk film dipilih karena kandungan P3= Konsentrasi pati biji alpukat 2,5 %
amilosa yang tinggi dan untuk memberi nilai P4= Konsentrasi pati biji alpukat 3,0 %
tambah pada limbah biji alpukat. Saragih (2016), P5= Konsentrasi pati biji alpukat 3,5 %
dengan penggunaan 2,5 g pati jagung mampu
menghasilkan edible film yang memiliki B. Prosedur Penelitian
ketebalan 0,144 mm, laju perpindahan uap air
Ekstraksi Pati Biji Alpukat
0,055 g/cm2.jam dan transparansi 5,812. Amaliya
Sebanyak 1 kg biji alpukat yang telah
dan Putri (2014) dengan 3 g pati jagung dapat
dipotong, direndam dalam larutan natrium
menghasilkan edible film dengan kadar air
metabisulfit 2000 ppm pada pH netral selama 24
13,68%, ketebalan 0,204 mm, WVTR 0,67 g/m2.
jam dengan rasio biji alpukat dan larutan
jam, tensile strength 7,51 N/cm2dan elongasi
perendam 1:5.Biji alpukat selanjutnya dihaluskan
30%.
menggunakan blender sehingga menghasilkan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui
slurry yang kemudian disaring dengan
konsentrasi pati biji alpukat yang tepat untuk
menggunakan kain saring untuk mendapatkan
menghasilkan edible film yang memiliki
suspensi dan ampas yang tersisa dicuci dengan
karakteristik terbaik dilihat dari ketebalan,
akuades sebanyak tiga kali. Suspensi diendapkan
kelarutan, ketahanan terhadap air dan laju
selama 12 jam, selanjutnya endapan dikeringkan
perpindahanuap air.
dengan oven pada suhu 50°C selama 6 jam
kemudian disaring menggunakan ayakan 60
II. BAHAN DAN METODE
mesh.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Pembuatan Edible Film
Analisis Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Prosedur pembuatan edible film mengacu pada
Universitas Riau pada bulan November 2015 Saragih (2016) yaitu pati biji alpukat dengan
hingga Juni 2016. konsentrasi sesuai perlakuan, ditambahkan
dengan gliserol 1 ml, karagenan 0,8 g dan
A. Bahan dan Peralatan akuades untuk mencapai volume total menjadi
Bahan yang digunakan dalam penelitian 100 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 95°C
adalah biji buah alpukat dari Pasar Panam sambil diaduk selama 30 menit. Selanjutnya
Tampan Pekanbaru, karagenan, gliserol, natrium adonan diambil 15 ml dan dicetak dalam cawan
metabisulfit (Na2S2O5), alumunium foil, lem uhu petri. Adonan dikeringkan dalam oven pada suhu
dan akuades. 50°C selama 8 jam kemudian didinginkan di
Peralatan yang digunakan adalah blender, dalam desikator dan selanjutnya dilakukan
baskom, loyang, kain saring, oven, ayakan 60 pengamatan.

461 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengamatan dilakukan terhadap retrogradasi semakin tebal. Retrogradasi
ketebalan, kelarutan, ketahanan terhadap air dan merupakan peristiwa dimana molekul pati akan
laju perpindahan uap air. berikatan hidrogen membentuk polimer namun
tidak dengan struktur amilosanya dengan
Analisis Data membentuk lapisan film. Hal ini sejalan dengan
Model rancangan percobaan yang digunakan penelitian Warkoyo dkk.(2014) yang menyatakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak bahwa penambahan jumlah pati yang semakin
Lengkap. Data pengamatan dianalisis secara besar akan meningkatkan polimer penyusun
statistik menggunakan Analysis of Variance matriks film, total padatan semakin besar
(ANOVA). Jika Fhitung ≥ Ftabel pada taraf uji sehingga film yang dihasilkan akan semakin
5% maka analisis dilanjutkan dengan uji tebal.
DNMRT pada taraf 5%.
B. Kelarutan Edible Film
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan merupakan persen berat kering dari
film yang terlarut setelah dicelupkan di dalam air
A. Ketebalan Edible Film selama 24 jam. Kelarutan menunjukkan semakin
Ketebalan merupakan parameter penting yang mudahnya edible film untuk dikonsumsi
berpengaruh terhadap pembentukan edible film (Syarifuddin dan Yunianta, 2015). Hasil dari
dan tujuan penggunaannya untuk pengemas atau sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan
pelapis produk. Hasil dari sidik ragam konsentrasi pati biji alpukat yang berbeda
menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap
pati biji alpukat yang berbeda pada edible film nilai kelarutan edible film. Rata-rata nilai
memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kelarutan edible film setelah diuji lanjut dengan
nilai ketebalan edible film. Rata-rata ketebalan DNMRT taraf 5% disajikan pada Tabel 2.
edible film setelah diuji lanjut dengan DNMRT
taraf 5% disajikan pada Tabel 1. TABEL 2.
RATA-RATA KELARUTAN EDIBLE FILM
TABEL 1. Perlakuan konsentrasi pati Kelarutan (%)
RATA-RATA KETEBALAN EDIBLE FILM biji alpukat
Perlakuan konsentrasi Ketebalan (mm) P1 (1,5%) 46,36d
pati biji alpukat P2 (2,0%) 31,77c
P1 (1,5%) 0,0593a P3 (2,5%) 29,03bc
P2 (2,0%) 0,0753b P4 (3,0%) 26,95b
P3 (2,5%) 0,0846b P5 (3,5%) 22,31a
P4 (3,0%) 0,0860b Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang
P5 (3,5%) 0,1053c sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT
Ket: Angka-angka yangdiikuti oleh huruf kecil yang sama pada taraf 5%
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
5% semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat yang
digunakan maka nilai kelarutannya semakin
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rendah. Hal ini disebabkan semakin tinggi
semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat nilai konsentrasi pati biji alpukat maka semakin
ketebalannya semakin tinggi. Hal ini disebabkan mudah membentuk ikatan hidrogen sehingga
padatan terlarut yang berasal dari pati biji alpukat semakin banyak struktur kristalin yang terbentuk
semakin meningkat sehingga setelah adonan dan dapat menurunkan nilai kelarutan edible film.
dikeringkan dan dicetak membentuk edible film Semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat
maka volumenya juga semakin meningkat. maka amilosa yang terkandung didalamnya akan
Volume yang semakin meningkat dengan luas mudah membentuk ikatan hidrogen sehingga
cetakan yang sama maka akan menghasilkan struktur molekul pati saling kuat berikatan
edible film yang semakin tebal. membentuk struktur kristalin amilosa yang
Semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat kompak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
juga akan meningkatkan ikatan polimer sehingga Krisna(2011) bahwa semakin banyak struktur
edible film yang terbentuk setelah peristiwa

462 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


kristalin amilosa maka akan meningkatkan gaya banyak terdapat rongga. Rongga yang sedikit
kohesi dalam matriks edible filmsehingga pada matriks film menyebabkan sedikitnya air
menurunkan daya larut edible film karena yang terserap oleh ediblefilm. Hal tersebut
sedikitnya gugus OH yang memungkinkan untuk sejalan dengan Coniwanti dkk. (2014) yang
berikatan dan larut di dalam air. menyatakan bahwa sifat menyerap air pada film
dapat terlihat pada struktur morfologinya yaitu
C. Ketahanan terhadap Air film yang memiliki banyak rongga maka akan
banyak menyerap kandungan air.
Uji ketahanan air adalah uji untuk mengetahui Nilai ketahanan terhadap air pada penelitian
seberapa besar daya serap edible film terhadap air ini berbanding terbalik dengan penelitian Setiani
yang dinyatakan dalam persen penggembungan dkk. (2013), dimana semakin tinggi konsentrasi
(persen swelling) dimana edible film yang pati sukun yang digunakan maka ketahanan
memiliki ketahanan air yang tinggi memiliki airnya semakin rendah ditandai dengan persen
persen swelling yang rendah. Ketahanan film swelling yang tinggi. Hal ini dikarenakan
merupakan faktor yang penting dalam perbandingan amilosa dan amilopektin pada pati
menentukan biodegradibilitas film ketika sukun yang lebih banyak mengandung
digunakan sebagai pengemas. Hasil dari sidik amilopektin (24,89:36,14) dibandingkan pati biji
ragam menunjukkan bahwa penambahan alpukat (43,3:37,7)(Koswara, 2006). Kandungan
konsentrasi pati biji alpukat berbeda pada edible amilopektin yang lebih tinggi akan menyebabkan
film memberikan pengaruh nyata (p<0,05) percabangan lebih banyak. Percabangan ini
terhadap nilai ketahanan edible film terhadap air. mengakibatkan ikatan antar rantai dalam
Rata-rata ketahanan edible film terhadap air amilopektin mudah putus sehingga banyak ruang
setelah diuji lanjut dengan DNMRT taraf 5% kosong dan rapat massa antar rantai dalam pati
disajikan pada Tabel 3. sukun tidak terlalu besar dan meningkatkan
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa penyerapan air. Oleh sebab itu semakin tinggi
semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat yang amilopektin maka ketahanan terhadap airnya
digunakan maka persen swelling akan semakin semakin rendah.
rendah. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi Setiani dkk.(2013) menyatakan bahwa
konsentrasi pati biji alpukat maka struktur semakin besar kemampuan edible film dalam
kristalin akan semakin banyak, rongga yang menyerap air menunjukkan sifat higroskopis
terbentuk akan semakin sedikit dan kerapatannya yang tinggi. Edible film dengan sifat higroskopis
semakin tinggi sehingga hanya sebagian kecil air yang tinggi memiliki persen swelling yang tinggi
yang dapat terserap komponen edible film. yang menandakan ketahanan terhadap airnya
rendah, begitu juga sebaliknya edible film dengan
TABEL 3. persen swelling yang rendah menandakan
RATA-RATA KETAHANAN EDIBLE FILM TERHADAP ketahanan terhadap airnya tinggi.
AIR
Perlakuan konsentrasi Swelling(%) D. Laju Perpindahan Uap Air
pati biji alpukat
P1 (1,5%) 312,07c
Laju perpindahan uap air digunakan untuk
P2 (2,0%) 172,69b
mengetahui nilai permeabilitas suatu bahan
P3 (2,5%) 125,26ab
P4 (3,0%) 90,37a terhadap uap air. Permeabilitas uap air adalah
P5 (3,5%) 64,93a ukuran suatu bahan dapat dilalui oleh uap air.
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang Hasil dari sidik ragam menunjukkan bahwa
sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT penambahan konsentrasi pati biji alpukat berbeda
pada taraf 5% pada edible film memberikan pengaruh nyata
(p<0,05) terhadap nilai laju perpindahan air.
Semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat Rata-rata laju perpindahan air edible film setelah
yang digunakan menyebabkan retrogradasi pati diuji lanjut dengan DNMRT taraf 5% disajikan
semakin cepat terbentuk dan matriks yang pada Tabel 4.
terbentuk tersusun semakin rapat serta tidak

463 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


TABEL 4 kemampuannya untuk menghambat laju gas dan
RATA-RATA LAJU PERPINDAHAN UAP AIR EDIBLE uap air, sehingga daya simpan produk semakin
FILM lama.
Perlakuan Laju Perpindahan Menurut Nuridiana (2002) edible film yang
Uap Air (g/cm2jam) mempunyai nilai laju perpindahan air yang kecil
P1 (1,5%) 1,1148c
cocok digunakan untuk mengemas produk yang
P2 (2,0%) 0,4300b
mempunyai kelembaban yang tinggi dimana
P3 (2,5%) 0,1564a
P4 (3,0%) 0,0729a edible film tersebut akan menghambat jumlah
P5 ( 3,5%) 0,0402a uap air yang dikeluarkan dari produk ke
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang lingkungan sehingga produk tersebut tidak cepat
sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT kering.
pada taraf 5%
E. Edible Film Formulasi Terbaik
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Edible film sebagai kemasan yang efektif telah
semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat yang banyak dikembangkan saat ini.Edible film
ditambahkan maka laju perpindahan air edible diharapkan dapat berfungsi sebagai pembatas
filmakan semakin rendah. Hal ini disebabkan (barrier) kelembaban, oksigen, flavor, aroma dan
semakin tinggi konsentrasi pati biji alpukat minyak untuk memperbaiki kualitas pangan,
menyebabkan lapisan edible film yang terbentuk selain itu juga dapat memberikan perlindungan
memiliki struktur matriks yang berikatan mekanis pada pangan dan mengurangi kerusakan.
semakin rapat sehingga mampu menahan laju Pemilihan edible filmformulasi terbaik pada
perpindahan air. penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Peningkatan konsentrasi pati menyebabkan Tabel 5. menunjukkan karakteristik masing-
ikatan polimer semakin kuat di dalam gel yang masing edible film sesuai dengan perlakuan.
terbentuk sehingga permeabilitasnya lebih tinggi Menurut Skurtys dkk.(2006) edible film dapat
dan akan menghalangi perpindahan gas, uap dan dikatakan memenuhi syarat bahan pengemas
porositasnya sehingga fungsi edible film sebagai apabila memiliki ketebalan <0,250 mm,
penghalang masuknya uap air akan meningkat. sedangkan menurut Harmely dkk. (2014)
Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi ketebalan edible film yang ada di pasaran
pati biji alpukat maka akan meningkatkan ikatan berkisar 0,0100 ± 0 mm. Edible film yang terlalu
hidrogen yang membentuk struktur kristalin tebal atau melebihi batas kemampuan maksimum
sehingga matriks yang terbentuk semakin tinggi maka akan mempengaruhi bahan yang dikemas,
kerapatannya dan akan menyulitkan terjadinya seperti mengubah aroma, rasa dan lain-lain.
perpindahan air. Pramadita (2010) menyatakan Edible film P1, P2, P3, P4 dan P5 telah
bahwa meningkatnya ikatan hidrogen akan memenuhi persyaratan tersebut.
menurunkan jarak intermolekuler sehingga tidak
terdapat ruang bebas yang dapat menjadi celah TABEL 5
bagi perpindahan air. FORMULA EDIBLE FILM TERBAIK
Nilai laju perpindahan air berbanding terbalik Perlakuan
dengan ketebalan (Tabel 1) dimana semakin Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5
(1,5%) (2,0%) (2,5%) (3,0%) (3,5%)
tinggi konsentrasi pati biji alpukat yang
digunakan maka edible film yang terbentuk akan Ketebalan 0,059 0,075 0,084 0,086 0,105
semakin tebal namun laju perpindahan uap airnya (mm)
Kelarutan 46,36 31,77 29,03 26,95 22,31
akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena (%)
semakin meningkat ketebalan edible film maka Ketahanan 312,07 172,6 125,2 90,37 64,93
kerapatan akan semakin meningkat dan Terhadap
Air (%)
menghalangi perpindahan massa sehingga nilai 1,1148 0,430 0,156 0,072 0,0402
Laju Perpin-
laju perpindahan air akan semakin menurun. Hal dahan Uap Air
ini sesuai dengan pendapat Yulianti dan Ginting (g/cm2.jam)
(2012) yang menyatakan bahwa semakin tebal Ket: Angka bercetak tebal menandakan memenuhi
edible film yang dihasilkan semakin tinggi persyaratan karakteristik edible film

464 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Kelarutan edible film menurut Nurjannah jagung dan kitosan, nilai ketahanan terhadap air
(2004) tergantung pada jenis produk yang yang tidak lebih baik dari edible film berbahan
dikemas. Namun semakin tinggi nilai kelarutan pati biji nangka dan agar-agar serta nilai laju
edible film maka edible film tersebut mudah perpindahan air yang lebih baik dari edible film
terurai dan mudah mengalami kerusakan. Edible berbahan pati jagung, karagenan dan gliserol dan
film sebagai kemasan harus memiliki sifat tidak edible film berbahan pati ubi kayu, kitosan dan
mudah rusak agar dapat mencegah kerusakan gliserol.
pada bahan pangan yang dikemas. Edible film
yang memenuhi persyaratan tersebut adalah TABEL 6 .
edible film perlakuan P5. PERBANDINGAN EDIBLE FILM FORMULASI TERBAIK
Edible film yang baik untuk kemasan menurut DENGAN EDIBLE FILM HIDROKOLOID LAIN DAN
Setiani dkk. (2013) memiliki nilai ketahanan STANDAR MUTU DI PASARAN
Jenis Edible Film
terhadap air yang kecil karena kemampuan Karakteristik
* a b c P5
menahan proses penyerapan airnya semakin Ketebalan 0,01 0,1 0,18 0,1 0,1
tinggi sehingga bahan makanan yang dikemas (mm)
aman dari kemungkinan kerusakan akibat air. Kelarutan ta ta ta ta 22,3
Oleh sebab itu semakin kecil nilai ketahanan (%)
terhadap air kualitas edible film semakin baik. Ketahanan ta ta ta 5,7 64,9
Edible film perlakuan P4 dan P5 telah memenuhi terhadap air
(%)
persyaratan tersebut. Laju perpinda- ta 0,05 0,05 ta 0,04
Laju perpindahan air edible film yang baik han uap air
untuk kemasan pangan menurut McHugh dan (g/cm2.jam)
Krochta (1994) adalah yang memiliki Ket:
kemampuan menyerap air yang kecil agar produk *standar mutu di pasaran
a. Edible film pati jagung + karagenan+ gliserol (Saragih,
yang dikemas terhindar dari kerusakan yang 2016)
disebabkan oleh udara terlebih peran utama b. Edible film pati ubi kayu+ kitosan + gliserol (Rosalina,
edible film adalah sebagai penghambat transfer 2016)
massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat c. Edible film pati biji nangka + agar-agar (Kasfillah,
terlarut) (Bourtoom, 2007). Perlakuan P3, P4 dan 2013)
ta = tidak dianalisis
P5 telah memenuhi persyaratan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka edible film
perlakuan P5 dipilih sebagai formulasi terbaik. IV. KESIMPULAN
Edible filmP5 yang merupakan formulasi
terbaik selanjutnya dibandingkan dengan edible Konsentrasi pati biji alpukat yang semakin
film berbahan dasar hidrokoloid lain yang telah meningkat menyebabkan meningkatnya
diteliti sebelumnya. Perbandingan edible film ketebalan, menurunkan kelarutan, meningkatkan
formulasi terbaik dengan edible film hidrokoliod ketahanan terhadap air dengan menurunkan
lain dan standar mutu edible film di pasaran persen swelling dan menurunkan laju
disajikan pada Tabel 6. perpindahan uap air edible film. Formulasi
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa terbaik adalah edible film perlakuan konsentrasi
perlakuan P5 (konsentrasi pati biji alpukat 3,5 %) pati biji alpukat 3,5% yang memiliki ketebalan
yang merupakan perlakuan terbaik dengan 0,1053 mm, kelarutan 22,31%, ketahanan
ketebalan 0,1053 mm, kelarutan 22,31%, terhadap air 64,93% dan laju perpindahan air
ketahanan terhadap air 64,93% dan laju 0,0402 g/cm2.jam.
perpindahan uap air 0,0402 g/cm2.jam telah
mendekati nilai dari karakteristik edible film DAFTAR PUSTAKA
hidrokoloid hasil penelitian sebelumnya.
Perlakuan P5 memiliki nilai ketebalan yang Afrianti, L. H. 2010. Macam Buah-buahan untuk
hampir sama dengan edible film hidrokoloid lain Kesehatan. Alfabeta. Bandung
dan standar mutu di pasaran, nilai kelarutan yang
lebih baik dari edible film berbahan tepung

465 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Amaliya, R. R dan W. D. R. Putri. 2014. Rosalina, V. 2015. Kitosan sebagai bahan dasar
Karakterisasi edible film dari pati jagung dengan pembuatan edible film dengan penambahan pati
penambahan filtrate kunyit putih sebagai anti ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Skripsi
bakteri. Jurnal Pangan dan Agroindustri, volume Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru
2(3):43-53
Saragih, I. A. 2016. Karaginan sebagai bahan dasar
Bourtoom, T. 2007. Effect of of some process pembuatan edible film dengan pati jagung
parameters on the properties of edible film (maizena). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas
prepared from starch. Department of Material Riau. Pekanbaru
Product Technology. Songkhala
Sari, R. P., S. T. Wulandari.dan D. H. Wardhani.
Chandra, A., H. M. Inggrid danVerawati. 2013. 2013. Pengaruh penambahan ekstrak bawang putih
Pengaruh pH dan jenis pelarut pada perolehan dan (Allium sativum) terhadap karakteristik edible film
karakterisasi pati dari biji alpukat. Lembaga pati ganyong (Canna edulis Kerr.). Jurnal
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Teknologi Kimia dan Industri, volume 2:82-87
Universitas Katholik Parahyangan. Bandung
Setiani, W., T. Sudiartidan R. Lena. 2013. Preparasi
Coniwanti, P., L. Lailadan R.A. Mardiyah. 2014. dan karakterisasi edible film dari poliblend pati
Pembuatan plastic biodegradable dari pati jagung sukun-kitosan. Jurnal Valensi, volume 3(2):100-
dengan penambahan kitosan dan gliserol. Jurnal 109
Teknik Kimia, volume 4(20):22-30
Skurtys, O., C. Acevedo., F. Pedreschi., J. Enrions.,
Harmely, F., C. Deviarny dan W. S. Yenni. 2014. F. Osorio dan J.M. Aquilera. 2011. Food
Formulasi dan evaluasi sediaan edible film dari hydrocolloid edible films and coating. Department
ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) of Food Science and Technology. Universidad de
sebagai penyegar mulut. Jurnal Sains Farmasi dan Santiago de Chile. Chile
Klinis, volume 1(1):38-47
Syarifuddin, A danYunianta. 2015. Karakterisasi
Krisna, D. A. 2011. Pengaruh regelatinisasi dan edible film dari pektin albedo jeruk bali dan pati
modifikasi hidrotermal terhadap sifat fisik pada garut. Jurnal Pangan dan Agroindustri, volume
pembuatan edible film dari pati kacang merah 3(4):1538-1547
(Vignaangularis sp.). Tesis Program Studi
Warkoyo, B., D. W. Rahardjo.,Marsenodan J. N. W.
Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
Karyadi. 2014. Sifatfisik, mekanik dan barriers
Semarang
edible film berbasis pati umbi kimpul
Kusumawati, D. H dan D. R. P. Widya. 2013. (Xanthosomasagittifolium) yang diinkorporasi
Karakteristik fisik dan kimia edible film pati dengan kalium sorbat. Jurnal Agritech, volume
jagung yang diinkorporasi dengan perasan temu 34(1):72-81
hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri, volume 1:
Winarti, S dan Y. Purnomo. 2006. Olahan Biji Buah.
90-100
Trubus Agrisarana. Surabaya
McHugh, T. H dan J.M. Krochta. 1994. Water Vapor
Yulianti, R dan E. Ginting. 2012. Perbedaan
Permeability Properties of Edible Whey Protein-
karakteristik fisik edible film dari pati umbi-
lipid Emulsion Films. Journal of the American Oil
umbian yang dibuat dengan penambahan
Chemists' Society, 71: 307-312
plasticizer. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Nurjannah, W. 2004.Isolasi dan karakterisasi alginate Pangan, volume 31(2):181-186
dari rumput laut Sargassum sp. Untuk pembuatan
Zulhida, R dan H. S. Tambunan. 2013. Pemanfaatan
biodegradable film komposit alginate tapioka.
biji alpukat (Persea americana Mill.) sebagai
Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
bahan pembuat pati. Jurnal Agrium, volume
Gadjah Mada. Yogyakarta
18(2):144-148
Rodrigues, M., O. Javiar., S. Khalid dan M. Juan.
2006. Combined effect of plasticizer and
surfactants on the physical properties of starch
based edible films. Jornal Food Research
International, volume 39:840-846

466 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Model Sistem Usaha Perkebunan Berbasis Hutan Sagu Alam di Kabupaten
Sorong Selatan
[Plantation Based-Model System Business For Natural Sago Forest in Sorong Selatan
Regency]
Helena T. Tuririday1,2, Agustina S.Mori Muzendi1,3, Sritina N.P. Paiki1,4, Franklin D. Paiki1
1)
PDD-AK Kabupaten Sorong Selatan UNIPA
2)
Jurusan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNIPA
3)
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, UNIPA
4)
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UNIPA
Jl. Gunung Salju, Amban, Manokwari 98314
Email: ellensesa@gmail.com

Abstract—This study aimed to analyze the potential of natural sago forests to develop business models based plantation
forests in order to improve the natural sago sago production. The results are expected in the availability of information and
reference in order to develop a concept model sago plantations in natural forest. Data were collected in Kampung Dusun
Karyobu Kais, District Kais. The method used is the field observation and interviews. Data were analyzed descriptively and
presented in tabular form and image. The analysis of this study showed that there were 3 of the 5 types of sago in Hamlet
Karyobu, with the potential for tree felling cook as many as 32 trees/ha or 56%. Total production of starch wet in Hamlet
Karyobu 130 kg/tree or 4,160 kg/ha, with an estimated economic Rp. 41.600.000,00 Estimated total production of natural
sago forests with model plantations can peak at 143 kg/tree or 4,576 kg/ha with an estimated economic Rp.
45.760.000,00/ha. Plantation business models need to be developed because it not only increases the production of sago
starch, but also other farms such as inland fisheries, livestock, horticultural crops and ecotourism potential.

Keywords: sago, plantation,potency

I. PENDAHULUAN Kabupaten di Provinsi Papua Barat yang terkenal


Sagu merupakan tanaman asli Indonesia, dengan potensi sagu yang tinggi yakni 311.591
namun data luas pertanaman sagu, baik yang ha.Pengembangan Sumber Daya Alam (SDA)
sudah dibudidaya atau berupa hamparan hutan sagu menjadi komitmen Pemerintah Daerah
sagu alam/tumbuh liar belum begitu akurat, Kabupaten Sorong Selatan, melalui kehadiran 2
karena ditemukan keragamannya sangat tinggi pabrik sagu yakni PT.ANJ AGRI PAPUA di
dan tumbuh mendominasi di kawasan timur Distrik Metemani dan Perum PERHUTANI di
Indonesia. Populasi sagu terkonsentrasi di Distrik Kais. Selain itu, melalui hadirnya lembaga
Indonesia dan Papua Nugini. Di Indonesia sentra pendidikan vokasi PDD-AK Kabupaten Sorong
penyebaran sagu tersebar di Papua, Papua Barat, Selatan kerjasama Pemerintah Daerah (PEMDA)
Maluku, Maluku Utara, Riau, Sulawesi, dan dan Universitas Papua, dengan konsentrasi sagu.
Kalimantan. Sorong Selatan merupakan salah satu Potensi sagu yang melimpah dan tersedianya
pabrik dan lembaga pendidikan, menjadi peluang

467 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


untuk mengembangkan sagu tidak hanya sebagai
bahan pangan tradisional, tetapi dapat TABEL 1
meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. DATA POTENSI SAGU DI DUSUN KARYOBU
Benarlah kalimat ini “sagu bagaikan mutiara yang Nama
Total
Rumpun Tiang Pohon Anakan individu/
terlupakan” (Bintoro 2008). Berbagai hasil kajian Jenis
Jenis
ilmiah dapat menyimpulkan tanaman sagu sebagai Mugici 74 152 47 1359 1558
tanaman multifungsi, namun untuk nilai jual sagu Bitafo 8 24 8 93 125
Kororo 1 6 1 9 16
cenderung lebih rendah. Berbagai faktor penyebab Jumlah 83 182 56 1461 1669
dapat diuraikan, salah satu adalah rendahnya Sumber : Data Primer, 2016 (Data Olah PKL, PDD-AK)
produktivitas sagu. Sagu yang tumbuh di hutan
alam menjadi salah satu penyebab, mengingat Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa
pengelolaanya bersifat tradisional. Dusun Sagu jenis sagu di Dusun Karyobu didominasi oleh
atau Hutan sagu diibaratkan sebagai “IBU”, ibu mugici yaitu 1558 individu dalam 74 rumpun
sebagai pemberi makan dan hidup, ibu yang sagu/ha, atau sekitar 91% sagu yang dijumpai
melindungi, ibu sebagai pemersatu”. adalah jenis mugici, diikuti bitafo 7%, kororo 1%,
Pertanyaannya adalah “Dapatkah hutan sagu alam 1% adalah vegetasi lain. Hasil ini sejalan dengan
ini dikembangkan?”. hasil kajian Sagrim (2015) yang menyatakan
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis bahwa jenis mugici merupakan sagu yang tumbuh
potensi hutan sagu alam untuk mengembangkan alami dan mendominasi wilayah IMEKO
model usaha perkebunan berbasis hutan sagu alam (singkatan salah satu Suku Besar/Inanwatan
dalam rangka peningkatan produksi sagu. Metemani, Kais dan Kokoda). Hasil wawancara
Hasilnya diharapkan tersedianya informasi dan masyarakat menyatakan bahwa sagu mugici
refrensi guna mengembangkan konsep model dianggap memiliki kualitas paling baik.
usaha perkebunan pada hutan sagu alam.
Potensi hutan sagu di Dusun Karyobu
II. METODE PENELITIAN dianalisis dengan melalui fase Belum Masak
Tebang (BMT), Masak Tebang (MT) dan fase
Pengambilan data dilakukan di Dusun Karyobu
Lewat Masa Tebang (LMT). Bintoro(2008)
Kampung Kais, Distrik Kais Kabupaten Sorong
menjelaskan bahwa BMT diartikan sebagai
Selatan.Metode yang digunakan adalah observasi
tanaman sagu belum siap ditebang karena
lapang dan wawancara.Data yang diperoleh
kandungan patinya rendah, dibutuhkan 1-2 tahun
dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam
lagi mencapai fase MT. Fase MT didefinisikan
bentuk tabel dan gambar.
sebagai tanaman sagu siap ditebang karena
III. HASIL DAN PEMBAHASAN kandungan patinya cukup, sedangkan LMT
didefinisikan sebagai tanaman sagu yang sudah
A. Analisis Potensi Hutan Sagu Dusun Karyobu melewati fase MT karena tidak kandungan
Data hasil analisis potensi hutan sagu dijadikan patinya habis. Berikut merupakan data potensi
sebagai acuan untuk menggambarkan produksi hutan sagu di Dusun Karyobu tersaji
produktivitas tanaman sagu.Hasil pengamatan di pada Tabel 2.
Dusun Karyobu ditemukankan dua jenis sagu,
yakni sagu duri dan tidak berduri.Harianto dan TABEL 2.
Philipus (1992) menjelaskan bahwa secara umum POTENSI POHON MASAK TEBANG DIDUSUN
sagu dikelompokan menjadi sagu berduri dan KARYOBU
sagu tidak berduri.Sagu berduri pun beragam Pohon
variasi berdasarkan karakter morfologinya. Hasil Jenis Rumpun
BMT MT LMT
wawancara menyebutkan ada 5 variasi jenis yakni Mugici 74 18 29 -
mugici, bitafo, kororo, fiaro, raemamare, namun Bitafo 8 6 3 -
dalam hasil analisis ditemukan 3 variasi jenis, Kororo 1 1 - -
Jumlah 83 25 32 -
berikut hasil analisis potensi hutan sagu alam di Sumber : Data Primer, 2016 (Data Olah PKL, PDD-AK)
Dusun Karyobu.
Data pada Tabel 2 menggambarkan jumlah
potensi pohon MT setiap hektarnya rendah, yaitu

468 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


hanya sebesar 32 pohon/ha atau sekitar 56%.Ini termasuk wilayah dengan arel sagu terluas selain
berarti bahwa presentase pohon MT di dusun Kokoda dan Distrik Inanwatan (BPPT, 2014).
Karyobu diatas rata-rata total MT di Distrik Kais Potensi hutan sagu ini terbukti dengan hadirnya 2
(36,75%).Estimasi perhitungan ekonomi produksi perusahan sagu, namun hingga saat ini belum
pati sagu dilakukan berdasarkan estimasi produksi beroperasi. Seribu satu alasan disebutkan, salah
sagu dan harga pati sagu basah (Rp. satunya adalah pertimbangan ketersediaan bahan
10.000,00/kg). Asumsi 32 pohon MT per hektar baku (hutan sagu) yang berkesinambungan di
dengan kandungan pati sebesar 130 kg/pohon alam, sehingga dianggap perlu mengembangkan
akan menghasilkan 4160 kg atau 4,16 ton pati model usaha perkebunan pada hutan sagu alam.
sagu per hektar. Model yang ditawarkan adalah:

Hasil estimasi perhitungan ekonomi produksi 1. Sistem Tanam dan Jarak


sagu di dusun Karyobu adalah 4160 kg/ha atau Pengaturan sistem tanam, dilakukan dalam
sebesar Rp. 41.600.000,00. Potensi BMT dapat rangka mengisi bagian lahan/blok yang kosong
diestimasi sebesar Rp. 32.500.000,00, namun diantara rumpun yang ada, disesuaikan dengan
potensi ini membutuhkan waktu 1-2 tahun, dan jarak tanam yang ada (tiap jenis berbeda).
apabila penebangan pohon sagu tidak Penerapan sistem tanam tidak untuk tanaman sagu
mempertimbangkan kandungan pati sagu dan fase semata, melainkan dapat mengembangkan usaha
perkembangannya maka masa BMT-MT bisa tani lain yakni penanaman tanaman
mencapai 6 tahun (Louhenapessy, 2006). sela(intercrops plant), seperti jenis tanaman
hortikultura.
Jika estimasi kapasitas produksi pada industri Pengaturan jarak antar rumpun atau
sagu di Kabupaten Sorong Selatan sebesar 100 penjarangan bertujuan untuk:
ton/hari atau setara 36.000 ton/tahun, maka akan a. Membentuk komposisi rumpun sagu
membutuhkan minimal luasan lahan perkebunan berdasarkan fase pertumbuhan, fase anakan,
sebesar 25,96 ha (((36.000/4160)x3)=25,96 ha). tiang dan pohon (Gambar 1). Tiap jenis sagu,
Produksi dan estimasi ekonomi sagu pada hutan komposisi fase pertumbuhan tiap rumpun
sagu dinilai lebih rendah dibandingkan dengan berbeda-beda. Tong (1982) menyebutkan
produksi sagu yang dibudidayakan. jenis sagu molat semai : 2, tiang : 1 dan
pohon: 1, sedangkan jenis ihur : semai :3,
Hasil analisis Tim BPPT tahun 2014 di tiang :2 dan pohon :1. Selanjutnya dijelaskan
Kabupaten Sorong Selatan, menyatakanbahwa bahwa setahun sekali merupakan waktu yang
Distrik Kais merupakan Distrik dengan potensi baik untuk penjarangan.
sagu tertinggi ketiga yaitu sebesar 63.797 ha. b. Ketersediaan nutrisi dan penyinaran cahaya
Secara keseluruhan hasil kajian di Kabupaten matahari yang mendukung proses
Sorong Selatan dijelaskan bahwa, sagu tumbuh metabolisme
dan berkembang pada hutan sagu alam sehingga
mempengaruhi produksi pati, dimana berdasarkan
rata-rata tinggi bebas pelepah dan diameter batang
depan dada dapat diestimasikan total kandungan
patinyamencapai 159.5 kg berat basah. Hasil ini
lebih rendah dibandingkan hasil perkebunan
Meranti mencapai 400 kg per pohon. Potensi
produktivitas pati sagu di Kabupaten Sorong
Selatan dapat ditingkatkan melalui pengelolaan
yang lebih baik atau sistem intensifikasi.

B. Analisis Potensi Pengembangan Model Usaha


Perkebunan Gambar 1. Komposisi Fase Pertumbuhan
Tanaman Sagu per Rumpun (Flach, 1983)
Hutan sagu alam di Kabupaten Sorong
Selatan mencapai 311.591 ha, Distrik Kais

469 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


c. Mempercepat masa panen. Penjarangan budaya masyarakat lokal terhadap hutan sagu
penting dilakukan mengingat data hasil alam dan hak ulayatnya.
analisis di Dusun Karyobu (Tabel 1), dapat c. Proyeksi rata-rata produksi pati jika
dijelaskan bahwa 86% adalah individu fase dibudidayakan di Kabupaten Sorong Selatan
anakan, dibandingkan dengan fase pohon hasil analysis BPPT 2014 adalah 143
hanya sebesar 3% per satuan luas. Data ini kg/pohon atau 4.576 kg/ha, dengan estimasi
menggambarkan masa panen semakin ekonomi sebesar Rp. 45.760.000.00,- (selisih
panjang. Pendekatan teknis bercocok tanam Rp. 4.160.000,- selisih hutan sagu alam).
atau penerapan aspek budidaya berpotensi d. Lahan atau hutan sagu menjadi produktif dan
meningkatkan produksi pati sagu10 pemanfaatan lahan yang berkelanjutan,
ton/ha/thn (Flach, 1983) melalui pengembanngan usaha-usaha tani
lainnya
2. Pembuatan Sistem Pengairan e. Potensi pengembangan ekowisata
Sistem ini berperan penting dalam proses
budidaya. Notohadiprawiro & Lauhenapessy Pengembangan sistem usaha perkebunan
(1993) menjelaskan bahwa kadar pati dalam rakyat seperti ini sebaiknya didasarkan pada
batang sagu dipengaruhi oleh kondisi hidrologi kebiasaan petani/masyarakat setempat, tetapi juga
dan jenis tanah. Drainase atau kolam kondisi lahan sagu.Jika ditinjau dari aspek
drainase/kanal sederhana yang dibuat dapat juga agribisnis, maka pemilihan jenis usahatani
digunakan untuk mengembangkan usahatani bernilai ekonomi tinggi dan pangsa pasar yang
budidaya bebek dan ikan. jelas sangat perlu dilakukan. Gambaran potensi
pengembangan perkebunan berbasis hutan sagu
3. Pengembangan Hutan Sagu Berkelanjutan. alam dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengembangan sagu diarahkan pada usahatani
HSA
ramah lingkungan yaitu berbasis pada organic HSA PATI
Model Perkebunan
farming system (sistem pertanian organik).Pada
kegiatan ini semua komponen pemeliharaan
tanaman, baik sagu maupun tanaman sela berbasis
pada penggunaan bahan organik. Pemanfaatan Lahan tidak Produktif Lahan Produktif :
limbah padat sisa produksi seperti ampas sagu/ela :
sebagai pakan ternak, media tanam jamur sagu, 1. Pati Sagu
1. Hasil Pati Sagu 2. Produksi Tinggi
bio- pestisida, dan pupuk organic; limbah kulit 2. Produksi Rendah 3. Nilai jual meningkat
batang sagu dapat dikembangkan sebagai bahan 3. Nilai jual rendah 4. Hasil Tumpangsari
konstruksi kandang ternak, briket, landasan jalur 4. Pendapatan rendah usahatani lainnya
jalan antar rumpun sagu, dsb.Hal ini bertujuan 5. Pendapatan Meningkat
untuk mendukung pengembangan wilayah tanpa
limbah (zero waste). Gambar 2. Gambaran Potensi Pengembangan
Model Perkebunan Sagu Berbasis Hutan Sagu
C. Peluang Pengembangan Model Perkebunan Alam
Berdasarkan hasil analisis potensi sagu di
Dusun Karyobu, tetapi juga hasil analisis potensi IV. KESIMPULAN
pengembangan model perkebunan berbasis hutan
sagu, Kabupaten Sorong Selatan berpotensi untuk Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan:
dikembangkan karena: a. Ditemukan 3 dari 5 jenis sagu di Dusun
a. Luas hutan sagu alam di Kabupaten Sorong Karyobu, dengan potensi pohon Masak
Selatan 311.591 ha, tetapi potensi produksi Tebang (MT) sebanyak 32 pohon/ha atau 56%
pati sagu rendah, mengakibatkan nilai jual b. Total produksi pati basah HSA/Dusun
rendah. Karyobu 130 kg/pohon atau 4.160 kg/ha,
b. Usaha model perkebunan ini dikembangkan dengan estimasi ekonomi sebesar Rp.
tanpa mengubah peruntukkan dan nilai sosial 41.600.000.00/ha.

470 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


c. Estimasi total produksi HSA dengan Model Hariyanto B dan Philipus P.1992.Potensi dan
Perkebunan dapat mencapi 143 kg/pohon atau Pemanfaatan Sagu.Kanisius. Yogyakarta
4.576 kg/ha dengan estimasi ekonomi Rp. Lauhenapessy,J.E. 2016. Potensi dan Pengolahan Sagu
45.760.000.00 /ha di Maluku, Prosiding Lokakarya Sagu dalam
d. Model Usaha Perkebunan ini perlu Revitalisasi Pertanian Maluku, Ambon 29-31 Mei
dikembangkan karena tidak hanya 2006.Adan Penerbit Faperta Patimura. Ambon
meningkatkan produksi pati sagu, tetapi juga Notohadiprawiro, T dan J.E Leuhenapessy.1993.
usaha tani lainnya seperti perikanan darat, Potensi Sagu dalam Penganekaragaman Bahan
peternakan, tanaman hortikultural maupun Pangan Pokok ditinjau dari Persyaratan
potensi ekowisata. Lahan.Pros.Symposium Sagu Nasional.12-13
Oktober 1992.Ambon.
Sagrim M. 2015.Dinamika Struktur Hak Tenurial Adat
DAFTAR PUSTAKA
pada Masyarakat di Kawasan Hutan Sagu ALam
Bintoro MH. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Imekko Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua
Bogor Barat. Tinjauan Akademis Sebuah Kajian Sosio
BPPT. 2014. Laporan Akhir Master Plan Antropologi. Jogja Bangkit Publiser. Yogyakarta.
Pengembangan Sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Tan Hong Tong, 1982. Sago Palm as Plantation Crop.
Kerjasama BPPT dan Bapeda Kab. Sorong Selatan. Koniklijk Institut Voor de Tropen. Amsterdam.
Flach, M. 1983. Sago Palm, Domestication,
Exploitation and Production.FAO Plant Production
and Protection Paper. Rome.

471 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair
Chitosan Terhadap Tertumbuhan Bibit Stum Mata Tidur Karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg)
Effect of Rice Straw Mulch Weights and Chitosan Liquid Organic Fertilizer Concentration
on Growth of Rubber Budded Stump Seed (Hevea brasiliensis Muell. Arg).
Tety Suciaty
1
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon. 45132
E-mail : tety_suciaty@yahoo.com

Abstract— This study aims to determine the effect of the weight of rice straw mulch and chitosan organic fertilizer liquid
concentration on the growth of rubber tree budded stump seeds (Hevea brasiliensis Muell. Arg). The research was
conducted in the plantation area of PT. Geger Halang Cibuntu Village, Pesawahan District, Kuningan Regency. The
location is situated at the altitude of 530 m above sea level (asl), with Red Yellow Latosol soil, with a pH of 4,58. The
research was conducted from January to April 2016. The research method used is a Randomized Blok Design (RBD)
experiment with factorial pattern. The treatment consists of two factors and repeated three times. The first factor is the
weight of rice straw mulch (M) consists of tree levels, namely: M1 (0 g/polybag), M2 (50 g/polybag) and M3(100 g/polybag).
The second factor is the concentration of liquid organic fertilizer (P) consists of three levels, namely: P 1 (0 ml/l), P2 (4 ml/l)
and P3 (8 ml/l). The results showed that there was no interaction between the weight of rice straw mulch with organic liquid
fertilizer concentrations treatment to the average of plant height, number of petiole, stem diameter, root length, fresh weight
of roots per plant and fresh weight of shoots per plant. Treatment of 50 g of rice straw mulch/polybag independently has
significant effect on plant height of age 56,70 and 84 days after planting, stem diameter age of 70 days after planting and
root lenght age 84 days after planting. Whereas on 8 ml/l chitosan/l of water independent treatment of has significant effect
on stem diameter and age 70days after planting and on independent treatment of 4 ml/l of waterhas significant effect on root
lenght of age 84 days after planting. Provision of weight of rice straw mulch 50 g/polybga or 4 ml.l of chitosan liquid
organik fertilizer concentrations showed the best effect on seedling performance.

Keywords : Rubber, Rice Straw Mulch, Organic Liquid Fertilizer.

khususnya untuk peremajaan dan perluasan


I. PENDAHULUAN tanaman karet rakyat perlu diupayakan pengadaan
klon unggul bibit karet (Direktorat Jenderal Bina
Untuk meningkatkan produktivitas Produksi Perkebunan, 2003).
perkebunan karet rakyat pemerintah telah
menempuh berbagai upaya antara lain perluasan Ketersediaan bibit dan klon unggul
tanaman, penyuluhan, intensifikasi, rehabilitasi merupakan salah satu penentu dalam
dan peremajaan serta penyebaran klon-klon meningkatkan produktivitas perkebunan karet.
unggul bibit karet. Dalam menunjang keberhasilan Peran bibit dan klon unggul dalam peningkatan
peningkatan produktivitas perkebunan karet, produktivitas tanaman karet cukup tinggi, yaitu

472 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


sekitar 60%, selebihnya atau sekitar 40% Pupuk organik cair berbahan aktif chitosan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan disamping mengandung unsur hara makro dan
pengelolaan kebun. Untuk memperbanyak bibit mikro yang dibutuhkan tanaman juga mengandung
tanaman karet dari klon-klon unggul dapat zat kitin yang dapat berfungsi untuk pertahanan
dilakukan dengan menggunakan teknik okulasi. atau daya imun tanaman terhadap serangan hama
Hasil dari teknik ini adalah bibit stum mata tidur dan penyakit. Pertumbuhan tanaman dengan
atau bibit dalam polibag. Tanaman karet hasil adanya chitosan dapat berpengaruh pada jamur
okulasi terdiri atas dua bagian, yaitu batang bawah patogen dengan interaksi antimikroba secara
(rootstock) dan batang atas (scion) (Amypalupy, langsung maupun mengaktifkan pertahanan alami
2010). dari tanaman tersebut dan membantu jaringan
tanaman dalam mencegah infeksi jamur. Dengan
Amypalupy et al., (1992), menyebutkan
adanya kitosan, proses kolonisasi patogen pada
bahwa bibit okulasi stum mata tidur banyak
jaringan tanaman dapat dicegah dan apabila
digunakan karena persiapanya lebih mudah dan
jaringan tanaman telah terinfeksi, penyebaran
harganya lebih murah, tetapi stum mata tidur
patogen dapat dibatasi sehingga tidak meluas ke
memiliki beberapa kelemahan yaitu berupa
jaringan lain yang sehat (Uthairatanakij et al.
tingginya angka kematian 15 - 20%, ada kemung-
2007).
kinan tumbuhnya tunas palsu dan pertumbuhan
Penggunaan mulsa organik memberikan
bibit tidak seragam. Dijelaskan oleh Soemomarto
pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan
(1979), kematian bibit pada stum karet akibat
hasil tanaman, pemberian 50 gram mulsa jerami
kekeringan terjadi karena dalam waktu yang lama
padi per polibag memberikan pengaruh
akarnya belum keluar atau belum berfungsi,
peningkatan pertumbuhan yang nyata terhadap
sehingga penyerapan air dalam tanah bila
diameter batang, bobot kering tunas, bobot basah
dibandingkan dengan banyaknya penguapan air
akar dan bobot kering akar vanili. Sitompul (1990)
dari bagian stum karet yang ada dipermukaan
dalam Pujiono (1996).
tanah dalam keadaan yang tidak seimbang.
Hasil penelitian Fransin Polnaya dan
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk Marthini K. Lesilolo (2012), menunjukan bahwa
menekan tingginya angka kematian pada bibit penggunaan konsentrasi pupuk organik cair 4 ml/l
stum mata tidur karet akibat kekeringan adalah yang diaplikasikan pada bibit tanaman kakao
dengan menggunakan sisa-sisa tanaman yang merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan
diletakan diatas permukaan tanah sebagai mulsa. jumlah akar tanaman dan berat akar tanaman
Mulsa adalah bahan yang dihamparkan kakao, selain itu penggunaan waktu pemberian
dipermukaan tanah dengan maksud untuk menjaga pupuk 2 mst merupakan waktu pemberian pupuk
kelembaban tanah, memelihara kandungan bahan terbaik karena dapat meningkatkan jumlah daun
organik, menekan pertumbuhan gulma, tanaman kakao, tinggi tanaman kakao pada 30 hst,
memperkecil kehilangan air, dan meningkatkan jumlah akar tanaman, berat akar tanaman kakao
penyerapan air oleh tanah. Mulsa dapat berupa dan berat kering tajuk tanaman kakao pada 60 hst.
mulsa organik maupun anorganik. Sisa hasil panen Hasil penelitian Prihyanti (2012), menunjukan
seperti jerami padi maupun tanaman pengganggu bahwa perlakuan dosis pupuk organik cair
seperti rumput-rumputan dan alang-alang, banyak terhadap tinggi tanaman dan berat kering tajuk
digunakan sebagai mulsa organik (Umboh, 2000). mengikuti garis linear menaik. Peningkatan tinggi
Pupuk organik cair yang dapat digunakan untuk dan berat kering tajuk karena dalam pupuk organik
memenuhi kebutuhan nutrisi bibit stum mata tidur cair mengandung unsur hara yang dapat diserap
karet adalah chi-farm. Chi-farm adalah pupuk oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan
organik cair berbahan aktif chitosan yang pertumbuhan stum mata tidur.
mengandung unsur hara makro dan mikro cukup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tinggi sebagai hasil senyawa organik bahan alami pengaruh mulsa jerami padi dan pupuk organic
yang mengandung sel-sel hidup aktif dan aman cair chitosan terhadap pertumbuhan bibit stum
terhadap lingkungan serta pemakai (PT. Biotech mata tidur karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
Surindo, 2012).

473 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


II. METODE PENELITIAN Keterangan:
Percobaan dilaksanakan pada bulan Januari M = bobot mulsa jerami padi
sampai dengan bulan April 2016 di areal P = konsentrasi pupuk organik cair
perkebunan PT. Geger Halang Desa Cibuntu Xijk= Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, faktor
Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, yang M taraf ke j, dan faktor P taraf ke-k
terletak pada ketinggian 530 m diatas permukaan µ = Rata-rata umum
laut (dpl), suhu 250C, tipe curah hujan di daerah ri = Pengaruh ulangan ke-i
penelitian termasuk dalam tipe curah hujan agak Mj = Pengaruh faktor M taraf ke-j
basah (C) dengan nilai Q = 52% dan jenis tanah Pk = Pengaruh faktor P taraf ke-k
Latosol Merah Kuning dengan pH 4,58. (MP)ijk= Pengaruh interaksi antara faktor M taraf
ke-j dan faktor P taraf ke-k
A. Bahan dan Alat Percobaan Εijk = Pengaruhgalat percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
ini adalah bibit karet stum mata tidur asal okulasi,
pupuk organik cair chitosan (Chi-Farm), mulsa
A. Pengamatan Penunjang
jerami padi, pupuk kandang dan polibag ukuran 20
cm x 40 cm. Hasil pengamatan yang dilakukan secara visual
Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, menunjukan bahwa gulma yang tumbuh pada
gembor, meteran, jangka sorong, timbangan lahan percobaan yang paling banyak adalah teki
digital, tali plastik, ember, handsprayer, plang (Cyperus rotundus), sembung rambat (Mikana
perlakuan, plang nama,pisau, gelas ukur, alat tulis micrantha), pakis kawat (Gleichenia linearis),
serta alat penunjang lainnya. rumput pait (Paspalum conjugatum), pakis kadal
(Cyclosorus aridus). Untuk mengendalikan gulma
B. Rancangan Percobaan yang tumbuh dilakukan penyiangan pada umur 14
Metode penelitian yang digunakan yaitumetode HST dan 28 HST. Selanjutnya penyiangan
percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak dilakukan sesuai dengan kondisi gulma yang
Kelompok (RAK) pola faktorial, perlakuan terdiri tumbuh. Pengendalian gulma ini dilakukan secara
dari dua faktor yaitu faktor yang pertama manual yaitu dengan cara mencabutinya.
merupakan bobot mulsa organik yang terdiri dari
M1 (0 g/polibag), M2 (50 g/polibag), M3 (100 Hama yang menyerang tanaman pada saat
g/polibag). Sedangkan faktor yang kedua penelitian adalah rayap (Microtermes inspiratus,
adalahkonsentrasi pupuk organik cair yang terdiri Coptotermes curvignathus), ciri-ciri rayap ini
dari P1 (0 ml/liter air), P3 (8 ml/liter air). Ukuran berbentuk agak memanjang, warna tubuh coklat
petak percobaan untuk P2 (4 ml/liter air), dan kehitaman dengan sayap keperakan dan bergerak
menyimpan polibag adalah 130 cm x 60 cm, jarak relatif cepat.
antar petak penyimpanan polibag40 cm, jarak Penyakit yang menyerang tanaman pada saat
antar ulangan 75 cm, jadi jumlah populasi penelitian adalah penyakit gugur daun Oidium
(polibag) tanaman tiap petak percobaan dan yang disebabkan oleh jamur Oidium heveae.
seluruhnya sebanyak (10 bibit dalam polibag/petak Penyakit gugur daun Oidium juga dikenal sebagai
x 27 petak) 270 bibit tanaman karet. penyakit embun tepung. Pada daun tua, serangan
Untuk mengetahui respon dari perlakuan yang Oidium menyebabkan bercak kekuningan dan
diberikan maka dilakukan pengmatan terhadap daun menggulung keluar. Faktor yang
tinggi tunas, jumlah capang, diameter batang, mempengaruhi perkembangan penyakit adalah
panjang akar, bobot segar akar, bobot segar tunas cuaca kering dengan sedikit hujan. Tingkat
dan bobot segar tanaman. serangan penyakit ini pada saat melakukan
Data hasil pengamatan utama diolah penelitian sebesar 26,78 %. Untuk mengendalikan
menggunakan uji statistik model linierVincent penyakit tersebut dilakukan penyemprotan dengan
Gaspersz, (1991), sebagai berikut: menggunakan Fungisida Delsene 250 EC dengan
konsentrasi 2 g/l air dan interval 7 hari.
Yijk = µ + ri + Mj + Pk + (MP)jk + εij

474 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


organik cair chitosan terhadap tinggi tanaman
B. Pengamatan Utama tidak berbeda nyata. Sesuai dengan pendapat
Sitompul (1995), bahwa pertumbuhan tanaman
1. Tinggi Tanaman
yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa tidak tanam ditanam, substrat yang terdapat di dalam
terjadi interakasi antara perlakuan bobot mulsa batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan
jerami padi dengan konsentrasi pupuk organik cair mengalami perombakan secara enzimatik untuk
chitosan terhadap rata-rata tinggi tanaman karet mendukung aktivitas embrio atau tunas pembentuk
pada umur 56, 70 dan 84 HST. bakal tanaman.
Tabel 1. Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Pupuk 2. Jumlah Tangkai Daun
Organik Cair Chitosan Terhadap Tinggi Tanaman
Umur 56, 70 dan 84 HST (cm) Hasil analisis statistik menunjukan tidak
Perlakuan Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) terjadi interaksi antara perlakuan bobot mulsa
56 HST 70 HST 84 HST jerami padi dengan konsentrasi pupuk organik cair
Mulsa Jerami Padi: chitosan terhadap rata-rata jumlah tangkai daun
M1 (0 g/polibag) 19,51 a 24,38 a 29,96 a karet pada umur 56, 70 dan 84 HST.
M2 (50 g/polibag) 25,60 b 31,42 c 39,42 c
M3 (100 g/polibag) 21,31 a 27,53 b 33,82 b Tabel 2. Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Pupuk
Pupuk Organik Organik Cair Chitosan Terhadap Jumlah Tangkai
Cair: 21,82 a 27,82 a 34,36 a Daun Umur 56, 70 dan 84 HST (buah)
P1 (0 ml/l) 22,71 a 28,49 a 35,60 a Perlakuan Rata-rata Jumlah Tangkai (buah)
P2 (4 ml/l) 21,89 a 27,02 a 33,24 a 56 HST 70 HST 84 HST
P3 (8 ml/l) Mulsa Jerami Padi:
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang 5,13 a 6,80 a 10,11 a
M1 (0 g/polibag)
sama pada kolom yang sama berbeda tidak M2 (50 g/polibag) 4,98 a 7,20 a 9,96 a
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan M3 (100 g/polibag)
pada taraf 5%. 5,27 a 7,18 a 11,33 a
Pupuk Org. Cair:
Pada umur 56 HST perlakuan M2 secara nyata P1 (0 ml/l) 5,20 a 7,11 a 10,22 a
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dengan P2 (4 ml/l) 4,84 a 7,16 a 9,91 a
tinggi rata-rata 25,60 cm dan berbeda nyata P3 (8 ml/l)
5,33 a 6,93 a 10,27 a
dengan perlakuan M1 dan M2. Sedangkan tinggi Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang
tanaman pada umur 70 dan 84 HST terlihat bahwa sama pada kolom yang sama berbeda tidak
semua taraf perlakuan menunjukan hasil yang nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini pada taraf 5%.
disebabkan pada perlakuan M2 telah dapat Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan
menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai antara mulsa jerami padi dan pupuk organik cair
untuk pertumbuhan bibit karet, dimana pada chitosan pada bibit karet umur 56, 70 dan 84 HST
takaran ini mulsa jerami padi telah dapat menjaga menunjukan tidak berbeda nyata terhadap rata-rata
kelembaban tanah. Sesuai dengan Subhan (1998), jumlah tangkai daun. Hal ini diduga karena
bahwa mulsa jerami menyebabkan evaporasi tanaman karet memiliki pertumbuhan yang khas
terhambat dan kelembaban yang tinggi sehingga yang berbeda dengan tanaman lain. Pertumbuhan
bepengaruh terhadap penyerapan unsur hara, daun dan tinggi tanaman karet akan terhenti
metabolisme meningkat yang diikuti selama beberapa waktu setelah terbentuk payung
meningkatnya tinggi tanaman. tanaman. Beberapa waktu setelah tanam, bibit
Pada Tabel 1 terlihat bahwa perlakuan pupuk karet akan membentuk beberapa tangkai daun
organik cair chitosan tidak memberikan pengaruh yang tersusun rapat membentuk seperti payung
yang nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman umur terbuka yang merupakan mahkota daun (payung
56, 70 dan 84 HST. Hal itu diduga karena pertama), setelah itu kuncup dan daun berhenti
karbohidrat dan protein yang ada pada batang bertambah. Pertambahan daun pada saat tanaman
bawah bibit tanaman karet sudah mampu telah membentuk payung tidak mengalami
mensuplai nutrisi yang dibutuhkan tunas untuk pertambahan lagi karena telah mencapai batas
tumbuh, sehingga perlakuan konsentrasi pupuk optimum, sehingga dari setiap perlakuan bobot

475 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


mulsa jerami padi dan pupuk organik cair chitosan 0,564 a 0,807 b 0,867 a
menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata, Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang
Ferlingga Marchino, Yusrizal M.Zen, dan Irfan sama pada kolom yang sama berbeda tidak
Suliansyah (2010). nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan
Meskipun tanaman masih tetap melakukan pada taraf 5%.
fotosintesis dan melakukan penyerapan unsur Hal ini diduga dengan pemberian bobot mulsa
hara, namun hasilnya disimpan sementara untuk jerami padi dapat mengurangi kehilangan air dan
pembentukan payung baru pada waktu dapat mempertahankan kondisi di sekitar tanaman
pertumbuhan selanjutnya. Sesuai dengan yang sehingga kelembaban tanah lebih tinggi. Semakin
diungkapkan Yusra (2007), bahwa pembentukan banyak air yang tersedia dalam tanah semakin
daun berasal dari pembelahan sel meristematik besar kemampuan tanaman untuk menyerap hara
dan karbohidrat hasil fotosintesis, luas daun yang dan laju fotosintesis juga semakin besar, sehingga
bertambah akan meningkatkan penyerapan cahaya pembelahan dan perpanjangan sel berlangsung
matahari yang lebih banyak sehingga fotosintesis lebih cepat. hal ini sesuai dengan Salisbury dan
berjalan dengan lancar. Tetapi laju pertumbuhan Ross (1995), bahwa pertumbuhan diameter batang
organ tanaman terutama ukuran daun tidak terjadi akibat pembelahan dan perkembangan sel
mungkin meningkat terus walaupun jaringan telah kambium pembuluh dan sangat dipengaruhi oleh
menyuplai hasil asimilat secara berlebihan karena suplai hara dari media tumbuh.
organ tanaman tersebut mempunyai batasan
genetik. 4. Panjang Akar (cm)
Hasil analisis statistik menunjukan tidak terjadi
3. Diameter Batang interaksi antara perlakuan bobot mulsa jerami padi
dengan konsentrasi pupuk organik cair chitosan
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa terhadap rata-rata panjang akar karet pada umur 84
antara perlakuan bobot mulsa jerami padi dengan HST.
konsentrasi pupuk organik cair chitosan tidak Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada
terjadi interaksi terhadap rata-rata diameter batang perlakuan M2 secara nyata menghasilkan panjang
karet pada umur 56, 70 dan 84 HST. akar terpanjang pada umur 84 HST dengan
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan panjang rata-rata 12,78 cm dan berbeda nyata
antara mulsa jerami padi dan pupuk organik cair dengan perlakuan M1 dan M3. Hal ini disebabkan
chitosan pada bibit karet menunjukan adanya pemberian bobot mulsa jerami padi telah dapat
pengaruh mandiri terhadap rata-rata diameter menjaga kelembaban tanah, memperkecil
batang umur 70 HST. Pada perlakuan M2 secara kehilangan air, meningkatkan penyerapan air,
nyata menghasilkan diameter batang paling baik, memperbaiki agregat-agregat tanah, menstabilkan
dengan diameter rata-rata 0,800 mm dan berbeda suhu tanah, memperlancar aerasi dan drainase
nyata dengan perlakuan M1 dan M3. tanah yang akan mempengaruhi panjang akar dan
dapat memicu pertumbuhan sistem perakaran
Tabel 3. Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Pupuk
Organik Cair Chitosan Diameter Batang Umur 56, terutama pada sebagian besar akar yang
70 dan 84 HST (mm) mengalami pelukaan akar pada saat pencabutan
Rata-rata Diameter Batang (mm) stum dari pembibitan.
Perlakuan
56 HST 70 HST 84 HST
Tabel 4. Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Pupuk
Mulsa Jerami Padi:
Organik Cair Chitosan Terhadap Panjang Akar
M1 (0 g/polibag) 0,540 a 0,742 a 0,853 a Umur 84 HST (cm)
Perlakuan Rata-rata Panjang Akar (cm)
M2 (50 g/polibag) 0,553 a 0,800 b 0,864 a 84 HST
M3 (100 g/polibag) 0,549 a 0,751 a 0,844 a Mulsa Jerami Padi:
Pupuk Organik M1 (0 g/polibag) 11,67 a
Cair : M2 (50 g/polibag)
0,542 a 0,736 a 0,840 a 12,78 b
P1 (0 ml/l) M3 (100 g/polibag)
0,536 a 0,751 a 0,856 a 11,84 a
P2 (4 ml/l)
Pupuk Organik Cair:
P3 (8 ml/l)

476 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


P1 (0 ml/l) 11,76 a
rata-rata bobot segar akar umur 84 HST. Hal ini
P2(4 ml/l) diduga adanya pengaruh kontak akar dengan
12,58 b media tanah, air serta pengaruh kelembaban pada
P3(8 ml/l)
11,96a tanah. Jumlah perakaran yang banyak dan mampu
Ket.: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama menembus lapisan tanah yang lebih dalam akan
pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut memberikan peluang bagi tanaman untuk
Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
menyerap unsur hara lebih banyak sehingga bobot
Sehingga akar bibit dapat tumbuh dan berkembang segar akar menjadi lebih berat. Sesuai dengan
yang pada akhirnya akan memperlancar pendapat Koryati (2004), bahwa pemberian mulsa
penyerapan hara tanaman. Sesuai dengan yang pada tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan
diungkapkan Timlin et al. (2006), suhu tanah yang tanaman. Kondisi kelembaban yang tinggi, maka
rendah dapat mengurangi laju respirasi akar semakin banyak air yang diserap akan mendukung
sehingga asimilat yang dapat disumbangkan untuk aktivitas pertumbuhan tanaman serta pertumbuhan
penimbunan cadangan bahan makanan menjadi akar yang baru.
lebih banyak dibanding tanpa pemberian mulsa.
6. Bobot Segar Tunas per Tanaman (gram)
Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada perlakuan P2
secara nyata menghasilkan panjang akar rata-rata Hasil analisis statistik menunjukan tidak terjadi
12,58 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan interaksi antara perlakuan bobot mulsa jerami padi
lainnya. perpanjangan organ-organ tanaman. dengan konsentrasi pupuk organik cair chitosan
Sesuai dengan Harjadi (1989), bahwa unsur-unsur terhadap rata-rata bobot segar tunas per tanaman
hara yang tersedia bagi tanaman melalui proses karet pada umur 84 HST. Hal ini diduga karena
fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang perlakuan bobot mulsa jerami padi dan konsentrasi
kemudian diangkat ke bagian organ tanaman, hal pupuk organik cair chitosan pada pembahasan
ini akan merangsang pertumbuhan, perpanjangan jumlah daun berbeda tidak nyata, sehingga
dan pembesaran bagian vegetatif maupun banyaknya jumlah daun akan berpengaruh
generatif. terhadap bobot segar tunas pertanaman.
5. Bobot Segar Akar per Tanaman (gram) Tabel 6. Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Pupuk
Hasil analisis statistik menunjukan tidak terjadi Organik Cair Chitosan Terhadap Bobot Segar
Tunas per Tanaman Umur 84 HST (g)
interaksi antara perlakuan bobot mulsa jerami padi
Perlakuan Rata-rata Bobot Segar Tunas per
dengan konsentrasi pupuk organik cair chitosan Tanaman (g)
terhadap rata-rata bobot segar akarper tanaman 84 HST
karet pada umur 84 HST. Mulsa Jerami Padi:
Tabel 5. Pengaruh Bobot Mulsa Jerami Padi dan Pupuk M1 (0 g/polibag) 14,64 a
Organik Cair Chitosan Terhadap Bobot Segar M2 (50 g/polibag)
Akar per Tanaman Umur 84 HST (g) 15,73 a
M3 (100 g/polibag)
Perlakuan Bobot Segar Akar per Tanaman (g) 15,07 a
84 HST Pupuk Organik Cair:
Mulsa Jerami Padi: P1 (0 ml/l) 14,40 a
M1 (0 g/polibag) 3,09 a P2(4 ml/l)
M2 (50 g/polibag) 15,67 a
3,43b P3(8 ml/l)
M3 (100 g/polibag) 15,38 a
3,31b Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang
Pupuk Organik Cair: sama pada kolom yang sama berbeda tidak
P1 (0 ml/l) nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan
3,22 a
P2(4 ml/l) pada taraf 5%.
3,31 a
P3(8 ml/l)
3,30 a Sesuai dengan Karintus (2011), bahwa bobot
segar tunas tanaman karet terdiri dari batang dan
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan daun yang dianggap sebagai batang atas. Hadiati,
bobot mulsa jerami padi pada bibit karet et. al., (1994) dalam Deswanto (2010), menyata
menunjukan adanya pengaruh mandiri terhadap kan bahwa pada saat pecah mata tunas diperlukan

477 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


energi asimilat dari batang bawah dan ditunjang DAFTAR PUSTAKA
dengan perkembangan mata tunas yang telah siap
untuk muncul. Umur batang bawah yang sama dan Abdul Rahmi Dan Jumiati. 2007. Pengaruh
dari genetik yang sama, memperlihatkan Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk
pertumbuhan yang sama. Hal ini ditunjukkan oleh Organik Cair Super ACI terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Jagung Manis. Agritrop, 26 (3) : 105 -
muncul tunas di lapangan hampir pada waktu
109 (2007).
bersamaan. Abdurachman, A., S. Sutomo, dan N. Sutrisno. 2005.
Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng
Ferlingga Marchino, Yusrizal M.Zen, dan Irfan dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Suliansyah (2010) menyatakan bahwa tanaman Menuju Pertanian Produktif dan Ramah
karet memiliki pertumbuhan yang khas yang Lingkungan. Puslitbangtanak.
berbeda dengan tanaman lain. Pada bibit stum Afandie Rosmarkam dan Narsih Widya Yuwono. 2002.
mata tidur karbohidrat dan protein yang ada pada Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
batang bawah bibit tanaman karet sudah mampu Ambarwati, Erlina; Nur Fitri Rizqiani; dan Nasih
mensuplai nutrisi yang dibutuhkan tunas untuk Widya Yuwono. Pengaruh Dosis dan Frekuensi
tumbuh, karena sebelumnya telah tumbuh selama Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Buncis (Phaseolus
satu tahun di pembibitan batang bawah sehingga
vulgaris L.) Dataran Rendah, Jurnal Ilmu Tanah
memiliki cadangan energi untuk pertumbuhan dan Lingkungan Vol. 7 No.1, p: 43-53 (2007)
awal di lapangan. Selain itu pada saat percobaan Amypalupy, K, Kuswanhandhi, dan I.
dilakukan batang bawah yang digunakan berasal Boerhendhy.1992. Polibag Mini Untuk
dari genetik sama dan dengan umur tanaman yang Mendukung Pengembangan Karet Rakyat. Pusat
sama. Penelitian Perkebunan Sembawa. Palembang.
Amypalupy, Kh. 2010. Teknik okulasi. hlm. 86-96.
Dalam 455 Info Padu Padan Teknologi Merajut
IV. KESIMPULAN Asa Ketangguhan Agribisnis Karet. Balai
Penelitian Sembawa.
Berdasarkan hasil pembahsan maka dapat
Balai Penelitian Sembawa. 2009. Pengelolaan Biji
disimpulkan sebagai berikut : Karet Untuk Bibit. Warta Penelitian dan
1. Perlakuan 50 g mulsa jerami padi/polibag Pengembangan Pertanian. Vol. 31, No.5 2009.
secara mandiri berpengaruh nyata terhadap Batchelor, W.D. 1998. Role of water stress in yield
tinggi tanaman umur 56, 70 dan 84 HST, variability. Department of Agriculture and
diameter batang umur 70 HST, dan panjang Biosystems Engineering, Iowa State University
akar umur 84 HST. Demikianpada perlakuan 8 http://www.integrated crop management.htm/
[16 Oktober 2008]
ml chitosan/l air secara mandiri berpengaruh Deswanto, H. 2010. Pengaruh Berbagai Klon Entres
nyata terhadap diameter batang umur 70 HST Pada Sambung Pucuk Terhadap Pertumbuhan
dan pada perlakuan 4 ml chitosan/l air secara Bibit Kakao (Theobroma cacao L.). [Skripsi].
mandiri berpengaruh nyata terhadap panjang Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
akar umur 84 HST. UNAND. Padang. 36 hal.
El Hadrami, Abdelbasset; Adam, Lorne R.; El
2. Tidak terjadi interaksi antara perlakuan bobot
Hadrami, Ismail; Daayf, Fouad. 2010. Chitosan
mulsa jerami padi dengan konsentrasi pupuk in plant protection. Marine Drugs; Apr 2010,
organik cair chitosan terhadap rata-rata tinggi Vol. 8 Issue 4, p968.
tanaman, jumlah tangkai daun, diameter batang, Ferlingga Marchino, yusrizal M.Zen, dan Irfan
panjang akar, bobot segar akar per tanaman dan Suliansyah.2010.Pertumbuhan stum mata tidur
bobot segar tunas per tanaman. beberapa klon entres Tanaman karet (Hevea
3. Pemberian bobot mulsa jerami padi 50 brasiliensis Muell.) Pada Batang bawah pb 260
g/polibag atau konsentrasi pupuk organik cair di lapangan. Volume 3 No. 3, September-
chitosan 4 ml/l air menunjukan pengaruh Desember 2010
terbaik terhadap pertumbuhan bibit karet. Fransin Polnaya dan Marthini K. Lesilolo. 2012.
Pengaruh Konsentrasi Pupuk Green Tonik dan
Waktu Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
(Theobroma cacao L.). Jurnal Budidaya
Pertanian. Volume. 8, Nomor 1, Juli 2012.

478 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Hadi, H., E. Afifah, N.E. Prasetyo, dan L. Atmojo. PT. Biotech Surindo. 2012. Mekanisme Kerja Pupuk
2012. Prospek teknik okulasi dini dalam Organik Chitosan. PT. Biotech Surindo.
penyediaan bibit karet klonal. Makalah pada Cirebon.
Konferensi Nasional Karet, Yogyakarta 19-20 Saputra, T.A. 2008 dalam. Makalah Seminar.
September 2012. Pusat Penelitian Karet, Medan. Penelitian Pengaruh Dosis Kompos Ayam sebagai
Harjadi, S. S. 1988. Pengantar Agronomi. Gramedia, Tambahan pada Larutan Fertimix dalam Sistem
Jakarta. Hidroponik terhadap Pertumbuhan Budidaya
Hardman, H.T., Kester, D.E., dan Davies, F.T.Jr. 2008. Selada (Lactuca sativa L.) http://www.deptan.
Plant Propogation Principle and Practice. Fith go.id. Diakses 25 Februari 2015.
Edition Englewood Cliffs. N. J 727. P Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1995.
Island Boerhendhy. 2013. Prospek Perbanyakan Bibit PlantPhysiology. Alih bahasa oleh D. R. Lukman
Karet Unggul Dengan Teknik Okulasi Dini. Balai dan Ir. Sumaryono. ITP Bandung. 343 hal.
Penelitian Sembawa, Pusat PenelitianKaret.Jurnal. Sarjana Parman. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk
Litbang Pert. Vol. 32 No. 2 Juni 2013: 85-90. Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Karintus. 2011. Pengaruh Macam Entres dan Tanaman Kentang. Buletin Anatomi dan
Konsentrasi BAP Pada Pertumbuhan Okulasi Fisiologi. Vol. XV, No. 2, Oktober 2007.
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg). Skripsi. Sitompul, S.M., Guritno, B. 1995. Analisis
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada Universitas
Surakarta. Perss. 412 hal.
Koryati, T. 2004. Pengaruh penggunaan mulsa dan S. damanik, M. Syakir, Made Tasma dan Siswanto.
pemupukan urea terhadap pertumbuhan dan 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat
produksi cabai merah (Capsicum annuum L.). J. Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 2:13-16. Jakarta.
Kuswanhadi dan I. Boerhendy, 1994. Pengaruh Zat Soemomarto,S. 1979. Penanaman Stum Kater dengan
Pengatur Tumbuh dan Pupuk Daun Pada Hormon Akar. Risalah Penelitian Research Center
Tanaman Karet di Polibag. Pusta penelitian Karet Getas, Salatiga. H. 1=13.
Sumbawa. Sumatera Utara. Sukamto Hadisuwito. 2012. Membuat Pupuk Kompos
Mahmood, M., K. Farroq, A. Hussain, R. Sher. 2002. Cair. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Effect of mulching on growth and yield of potato Subhan, 1998. Jenis Mulsa dan Dosis Pupuk Nitrogen
crop. Asian J. of Plant Sci. 1(2):122-133 Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kubis KK
Mariano,A.S.A.2003.Pengaruh Pupuk Foskadan Mulsa Cross Di Dataran Rendah. Komoditi Sayuran,
Jerami terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Lembang.
Tanah serta Produksi Kedelai (Glycine Suhartina, T. dan Adisarwanto. 1996. Manfaat jerami
L.Merr).IPB Press. Bogor. padi pada budidaya kedelai di lahan sawah.
Mayun I.A., 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Balitkabi. Malang. p : 41-44
Kandang Sapi terhadapPertumbuhan dan Hasil Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air.
Bawang Merah di Daerah Pesisir. Fakultas Andi. Yogyakarta.
Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali – Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam
Indonesia Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani
Mul Mulyani Sutedjo. 2010. Pupuk dan Cara Tanaman Semusim. Disertasi Doktor Program
Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. Pascasarjana. IPB. Bogor.
Musnamar, I.E. 2003. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Tim Penulis PS. 2012. Panduan Lengkap Karet.
Organik Padat. Penebar Swadaya.Jakarta. Penebar Swadaya. Jakarta
Nazaruddin, dan Farry B. Paimin. 1994. Strategi Thomas, R.S., R.L. Franson, & G.J. Bethlenfalvay.
Pemasaran Tahun 2000, Budidaya Pengolahan 1993. Separation of VAM Fungus and Root
Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. Effects on Soil Agregation. Soil Sci. Am. J.
Pinus Lingga. 1993. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edition: 57: 77-31.
Penebar Swadaya. Jakarta. Tumpal H. S. S. dan Irwan S. 2013. Budidaya dan
Pujiono. 1996. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan Teknologi Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bibit Kakao di Polibag. Skripsi. Fakultas Umboh. 2000. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar
Pertanian Universitas Jambi. Swadaya. Jakarta.
Prihyanti Lasma E. Sinaga, Charloq dan Nini Uthairatanakij A, Silva JAT, Obsuwan K. 2007.
Rahmawati. Respon Pertumbuhan Stum Mata Chitosan for improving orchid production and
Tidur Karet dengan Pemberian Air Kelapa dan quality. J. Orchid Sci and Biotech. 1 : 1-5
Pupuk Organik Cair. Jurnal Agroteknologi. Vol. Vincent Gaspersz. 1991. Metode Perancangan
2. No.1. 313-324, Desember 2013. Percobaan. Cv. Armico. Bandung.

479 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016


Walker-Simmons, M., Hadwiger, L.A., Ryan, C.A., Yusnul, I.N. dan Aditya, H. 2014. Perkebunan Karet
1983. Chitosan and peptic polysaccharides both Skala Kecil Cepat Panen. Infra Pustaka. Jakarta.
induce the accumulation of the antifungal Yusra, H. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Fertimel
phytoalexin pisatin in pea pods and antinutrient Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea
proteinase inhibitors in tomato leaves. Biochem. brasiliensis Muell) Klon GT 1. [skripsi]. Jurusan
Biophys. Res. Commun. 110, 194–199. Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNAND.
Wulandini, Rahayu. 2002. Pemanfaatan Chitosan Dan Padang. 47
Trichoderma Harzianum Untuk Peningkatan
Mutu Benih Pinus Merkusii. Tesis. IPB. Bogor.

480 Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai