Anda di halaman 1dari 33

MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN MELALUI PENERAPAN INOVASI

TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI PADA KAWASAN PERTANIAN

i
ii
MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN MELALUI PENERAPAN INOVASI
TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI PADA KAWASAN PERTANIAN

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian


Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian
2018

iii
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian

Sorong, 9 November 2017

ISBN: 978-602-6954-00-0

Penanggung Jawab

Haris Syahbudin
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Penyunting

Demas Wamaer
Entis Sutisna
Atekan
Aser Rouw
Rachmat Hendayana

Penyunting Pelaksana

Subiadi
Ghalih W. Hidayat
Arif Yudho
Halijah
Erny Rossanty Maruapey

Diterbitkan Tahun 2018, oleh:


Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 10
Kampus Penelitian Pertanian, Cimanggu, Bogor 16114
Telp. : +62 251 8351277 . Faks. : +62 251 8350928
E-mail: bbp2tp@yahoo.com
Website: www.bbp2tp.litbang.pertanian.go.id

iv
KATA PENGANTAR

Seminar Nasional yang berlangsung di Sorong Papua pada tanggal 17 November 2017
dengan topik Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi Teknologi
Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian diselenggarakan oleh BPTP Papua Barat
sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di bawah
Koordinasi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Pemilihan topik seminar “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan
Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian” dipandang tepat
dalam era saat ini, sebagai wujud dukungan terhadap Program Peningkatan Produksi
Pertanian Berbasis Kawasan. .
Seminar diikuti 170 orang peserta dari kalangan pejabat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
(Balitbangda) Papua Barat, Perguruan Tinggi (Universitas Papua- UNIPA), peneliti, penyuluh,
lingkup Balitbangtan, Mahasiswa UNIPA, dan unsur pemangku kepentingan utusan dari
berbagai wilayah di Indonesia.
Prosiding ini memuat kumpulan 84 makalah yang dipresentasikan secara oral dan
poster dalam seminar, setelah melalui proses seleksi dan evaluasi serta penyuntingan oleh
Tim Editor yang kompeten di bidangnya melibatkan Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Introduksi inovasi pertanian yang dirangkum dalam prosiding ini diharapkan dapat
menjadi titik ungkit dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan di Kawasan Pertanian

Bogor, Juni 2018


Kepala Balai Besar,

Dr. Ir. Haris Syahbudin

v
RUMUSAN SEMINAR NASIONAL

Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi


Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian
Sorong, 9 November 2017

Seminar Nasional dengan topik Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan


Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian yang berlangsung di
Sorong, Papua Barat, 9 November 2017, diikuti oleh 166 orang peserta dari kalangan pejabat
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah (Balitbangda) Papua Barat, Perguruan Tinggi (Universitas Papua-
UNIPA), peneliti, penyuluh, lingkup Balitbangtan, Mahasiswa UNIPA, dan unsur pemangku
kepentingan utusan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Dari hasil Seminar Nasional ini dapat dirumuskan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kedaulatan pangan merupakan suatu keniscayaan bagi masyarakat Indonesia sebagai
refleksi dari negara yang dikenal sebagai negara agraris. Tercapainya kedaulatan
pangan akan menjadi modal dasar bagi pembangunan Indonesia seutuhnya.
2. Guna mewujudkan kedaulatan pangan, perlu upaya yang dipersiapkan untuk dapat
dilaksanakan pihak pengguna, baik pengguna antara, pengguna utama dan pelaku
usaha. Salah satunya adalah inisiasi inovasi teknologi spesifik lokasi, yaitu berupa
teknologi yang layak secara teknis, diterima secara sosial dan layak secara ekonomis.
3. Dukungan untuk mencapai kedaulatan pangan dari sisi inovasi pertanian adaptif –
spesifik lokasi sudah tersedia, baik berupa unsur teknologi yang mencakup semua
subsektor dan lintas agroekosistem maupun rekayasa kelembagaan yang dihasilkan
lingkup Balitbangtan maupun Perguruan Tinggi.
4. Dari aspek kebijakan pusat dan daerah juga sudah kondusif untuk mendorong aplikasi
inovasi teknologi pertanian tersebut. Kuncinya tinggal membangun dan
meningkatkan komitment berbagai pihak untuk mau menghilirkan inovasi teknologi
pertanian tersebut kepada pihak pengguna.
Rumusan hasil seminar ini bermanfaat untuk dapat dijadikan acuan pengembangan
inovasi teknologi untuk mewujudkan kedaulatan pangan pada kawasan pertanian.

Sorong, 9 November 2017

Tim Perumus.

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................v

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL ...................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

1. PENELITIAN DAN PENGKAJIAN BERBASIS OUTPUT MENDUKUNG


PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI
Andi M. Syakir .................................................................................... 1

2. PERAN BALITBANGDA PROVINSI PAPUA BARAT DALAM


MENDUKUNG PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI
PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DI PAPUA BARAT
Charly D Heatubun, Ezrom Batorinding, Hendrik Burwos ....................... 3

3. CEKAMAN ABIOTIK DAN PROVITAS PADI PADA AGROKOSISTEM


LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DAN TADAH HUJAN DI PAPUA
BARAT: Penerapan Inovasi Teknologi Badan Litbang Pertanian
Aser Rouw .........................................................................................11

4. PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI


SAWAH DI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Apriyani N. Sariffudin1 dan Erliaty Laempah2 ......................................25

5. POTENSI KEBERHASILAN OKULASI DENGAN PEMILIHAN LETAK


MATA TUNAS DAN PEMASANGAN MATA TEMPEL TERHADAP
PERTUMBUHAN KAKAO
Apresus Sinaga1, Andi Faisal Suddin2dan Muhammad Thamrin2 ..........32

6. PENGEMBANGAN PERDESAAN MELALUI PENDEKATAN INOVASI


TEKNOLOGI PERTANIAN BERBASIS HORTIKULTURA DI
KABUPATEN GOWA
Ruchjaniningsih dan Muhammad Thamrin ...........................................38

7. INOVASI TEKNOLOGI DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN


MUTU CABAI RAWIT DI SENTRA PENGEMBANGAN SULAWESI
SELATAN Ruchjaniningsih, Muh. Taufik dan Abdul Wahid Rauf ............49

8. EVALUASI KARAKTER AGRONOMIS HASIL PADI GOGO


BERDASARKAN SIDIK LINTAS DI LAHAN KERING MANOKWARI

vii
PAPUA BARAT
Apresus Sinaga1 dan Salim2...............................................................55

9. PENGKAJIAN SISTEM TANAM IP 200 JAGUNG PADA


AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN
TAKALAR
Amir dan Halijah ................................................................................60

10. PENGARUH TEKNOLOGI PEMUPUKAN KOMBINASI ORGANIK DAN


ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
JAGUNG DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR
Amir dan Muh. Fathul Ulum Ariza ......................................................71

11. PENGARUH PEMBERIAN PUPUK HAYATI TERHADAP SIFAT KIMIA


TANAH DAN HASIL TANAMAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH
TADAH HUJAN DI SULAWESI SELATAN
Idaryani dan Wardah .........................................................................82

12. PEMANFAATAN LIMBAH ULAT SUTERA SEBAGAI PUPUK HAYATI


DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN KEDELAI
Idaryani, Abdul Wahid Rauf dan Amisnaipa .........................................91

13. KERAGAAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN


KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA SULAWESI BARAT
Ida Andriani dan Cicu ...................................................................... 100

14. KERAGAAN TEKNOLOGI INTEGRASI KAKAO-KAMBING DALAM M-


P3MI DI MAMUJU-SULAWESI BARAT
Ida Andriani dan Erny Rossanti Maruapey ......................................... 109

15. KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN JAGUNG DI KABUPATEN


KEPULAUAN SULA, PROVINSI MALUKU UTARA
Himawan Bayu Aji, Arif Yudo, Ika Ferry Yunianti................................ 118

16. STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CENGKEH MELALUI


PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN PETANI DI MALUKU UTARA
Yopi Saleh, Chris Sugihono dan Imam Prambudi ............................... 127

17. PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CABAI BERKELANJUTAN DI KOTA


TERNATE
Yopi Saleh, Chris Sugihono dan Imam Prambudi ............................... 140

viii
18. KELAYAKAN DAN DAYA SAING ALOKASI TENAGA KERJA PADA
USAHATANI JAGUNG DI SULAWESI UTARA
Jantje G. Kindangen dan Jefny B.M. Rawung ..................................... 150

19. PROSPEK PENGEMBANGAN EKONOMI KAWASAN USAHATANI


KELAPA DENGAN TANAMAN KAKAO KLON UNGGUL DI SULAWESI
UTARA
Jantje G. Kindangen dan Jefny B.M. Rawung ..................................... 161

20. PAKAN DAN NUTRISI SAPI POTONG BERBASIS LIMBAH PADI


Paulus C. Paat dan Jefny B.M. Rawung ............................................. 174

21. LIMBAH JAGUNG UNTUK PAKAN DAN NUTRISI TERNAK SAPI


Paulus C. Paat ................................................................................. 188

22. ANALISIS FINANSIAL DAN PREFERENSI PETANI TERHADAP


JAGUNG HIBRIDA PROLIFIK DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Joula Sondakh, Janne H.W. Rembang dan Jefny B.M. Rawung ........... 201

23. PREFERENSI PEDAGANG DAN KONSUMEN TERHADAP BUNGA


KRISAN DI SULAWESI UTARA
Joula Sondakh, Sudarti dan Janne H.W. Rembang ............................. 208

24. PENGARUH BAHAN PENYALUT TERHADAP KUALITAS


ENKAPSULASI MINYAK ATSIRI PALA
Payung Layuk, M. Lintang, dan H. J. Motulo. ..................................... 216

25. KOMPONEN BIOAKTIF DALAM TEH DAN MANFAAT UNTUK


KESEHATAN Payung Layuk dan Semuel Layuk.................................. 225

26. EVALUASI DAMPAK PELATIHAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO


JAGUNG TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI
Nova Maya Muhammad, Dedy Hertanto ............................................ 234

27. KINERJA PRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL BARU


BALITBANGTAN PADA KAWASAN JAGUNG DI GORONTALO
Jaka Sumarno, Fatmah Sari Indah Hiola, dan Hasyim Jamalu
Moko .............................................................................................. 242

28. ANALISIS USAHATANI KAKAO DI KECAMATAN WONOSARI


KABUPATEN BOALEMO
Ari Abdul Rouf, Erna Retnawati, Dwi Rohmadi, Sukarto dan Hatta
Muhammad ..................................................................................... 252

ix
29. KERAGAAN KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING KAKAO DI
KECAMATAN WONOSARI BOALEMO
Ari Abdul Rouf, Erna Retnawati, Dwi Rohmadi, Sukarto dan Hatta
Muhammad ..................................................................................... 258

30. PENGEMBANGAN MODEL SISTEM USAHATANI JAGUNG


BERBASIS PERTANIAN BIOINDUSTRI DI GORONTALO
Rahmat H. Anasiru dan Atekan ........................................................ 264

31. PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH PADA BERBAGAI


DOSIS PEMUPUKAN ZA DI LAHAN TADAH HUJAN BERTANAH
ALLUVIAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NTB
Lia Hadiawati, Ahmad Suriadi, dan Fenty Irianty ................................ 277

32. PENURUNAN HASIL BAWANG MERAH AKIBAT KEKERINGAN


PADA BEBERAPA FASE PERTUMBUHAN
Lia Hadiawati, Ahmad Suriadi, dan Fransiska Renita Anon
Basundari ........................................................................................ 286

33. KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG


PANJANG DENGAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK
Eka Widiastuti dan Tri Cahyon2 ......................................................... 292

34. PENGARUH SUBTITUSI TEPUNG MOCAF TERHADAP KUALITAS


CAKE MOCAF
Ulfa Majid, Maryam Nurdin, dan Irfan Ohorella .................................. 301

35. PERSEPSI PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK


PADA TANAMAN PALA DI SERAM BAGIAN TIMUR MALUKU
Dini Fibriyanti dan Risma Fira Suneth ................................................ 309

36. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU JAGUNG DI KABUPATEN


SERAM BAGIAN TIMUR
Sheny Kaihatu dan Hardiana Bansi ................................................... 316

37. PRIORITAS PENGEMBANGAN DAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN


TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI KOMODITAS UNGGULAN
TANAMAN PANGAN DI PROVINSI MALUKU
Ismatul Hidayah .............................................................................. 325

38. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI


KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PERKEBUNAN DI PROVINSI
MALUKU ANALISIS DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA
Ismatul Hidayah .............................................................................. 337

x
39. PERCEPATAN PENERAPAN TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH DI
TINGKAT PETANI MELALUI GELAR TEKNOLOGI DI KENDARI
PROV. SULAWESI TENGGARA
Sjamsiar, Yuliani Zainuddin, Sostenes Konyep ................................... 349

40. RESPON PETANI TERHADAP TEKNOLOGI USAHATANI PADI


SAWAH MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN DI KONAWE
UTARA SULAWESI TENGGARA
Yuliani Zainuddin, Sjamsiar, Halijah .................................................. 355

41. PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI CABAI MELALUI


DEMONSTRASI PLOTING DI KONAWE SULAWESI TENGGARA
Assayuthi Ma’suf, Abdul Azis, dan Ririen Indrawati A ......................... 366

42. ANALISIS BIAYA USAHATANI CABAI MERAH TINGKAT PETANI


DI KABUPATEN KONAWE
Bungati, Warda dan Demas Wamaer ................................................ 375

43. PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI TENTANG INOVASI


TEKNOLOGI CABAI DI KABUPATEN KONAWE PROVINSI
SULAWESI TENGGARA Assayuthi Ma’suf, Tamrin Kunta dan Galih
Hidayat ........................................................................................... 384

44. DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN


TERPADU TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI
PADI SAWAH DI SULAWESI TENGGARA
Sri Bananiek Sugiman dan Zainal Abidin ............................................ 392

45. ANALISIS PEMASARAN CABAI RAWIT DI KABUPATEN DI


KABUPATEN KOLAKA UTARA
Bungati1, Sri Bananiek1 dan Wardah1) ............................................... 400

46. PEMANFAATAN TRICHODERMA VIRIDE UNTUK PENGENDALIAN


PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT
Antonius Lawang, Eko Agus Martanto, dan D.K. Erari ........................ 408

47. IBM KAMPUNG KAMERI YANG MENGALAMI MASALAH


PERONTOKAN POKEM
Paulus Payung, Abadi Jading, Adelin Tanati ....................................... 418

48. PENGEMBANGAN DAN EVALUASI ALAT PERONTOK POKEM


UNTUK MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN SPESIFIK LOKAL
Paulus Payung, Abadi Jading, Reniana .............................................. 422

xi
49. PRODUKSI ASAP CAIR BERBAHAN DASAR KULIT BATANG SAGU
ASAL PAPUA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PIROLISIS
Sarman Oktovianus Gultom, Isak Silamba, Purnama Darmadji 2),
Yudi Prayitno ................................................................................... 428

50. PEMANFAATAN LIMBAH CAIR EKSTRAKSI SAGU LOKAL PAPUA


SEBAGAI MEDIA TUMBUH MIKROALGA UNTUK PEMBUATAN
BIODISEL
Sarman Oktovianus Gultom, Eduard F. Tethool , Bambang Susilo ,
Aji Sutrisno .................................................................................... 434

51. VARIANT-3 MESIN EKSTRAKSI PATI SAGU TIPE STIRRER


ROTARY BALADE BERTENAGA MOTOR BAKAR BENSIN
Darma, Budi Santoso ....................................................................... 440

52. PEMANFAATAN CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL UNTUK


MEMBANGKITKAN INFORMASI EVAPOTRANSPIRASI GUNA
MENDUKUNG SISTEM PERTANIAN YANG PRESISI DI KABUPATEN
MANOKWARI
Arif Faisol, Atekan, Rizatus Shofiyati, Budiyono .................................. 452

53. PERILAKU ADOPSI BUDIDAYA KELAPA SAWIT PETANI ARFAK


PESERTA PROGRAM POLA KEMITRAAN INTI PLASMA PTPN II
PRAFI DI KABUPATEN MANOKWARI
Amestina Matualage ........................................................................ 459

54. PENAMPAKAN MUTU FISIK GABAH DI SENTRA PRODUKSI PADI


DI KALIMANTAN BARAT
Jhon David H dan Mimin Yulita Kusumaningrum ................................ 468

55. RENDEMEN BERAS DAN MUTU FISIK BERAS BERBAGAI


VARIETAS DI KALIMANTAN BARAT
Jhon David H dn Arief Yudo ............................................................. 476

56. PENGARUH APLIKASI PUPUK NPK 18-9-20 TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI KULTIVAR CIBOGO DI
MAGETAN
Fuad Nur Azis, Lina Aisyawati, dan Herman Rois Tata ........................ 483

57. PENGGUNAAN PERANGKAT UJI TANAH KERING UNTUK


PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI LAHAN KERING
E. Fidiyawati1, Ratih K. Ndaru1, Lina Aisyawati, dan Tri Cahyono 2 ....... 494

58. DAMPAK PENYULUHAN TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN


SIKAP DAN KETERAMPILAN PETANI PADA TEKNOLOGI

xii
PENGOLAHAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN
KAMBING DI SULAWESI BARAT Religius Heryanto, Ketut
Indrayana, dan Chicilia Iriani Rayo ................................................... 501

59. PERANAN DEMFARM VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI


TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN
KETERAMPILAN PETANI DI SULAWESI BARAT
Religius Heryanto, Ketut Indrayana .................................................. 510

60. EVALUASI TERHADAP BEBERAPA INVIGORASI BENIH JAGUNG


(ZEA MAYS L.) YANG DISIMPAN
Ramlah Arief, Fauziah Koes, dan Galih Hidayat .................................. 520

61. PENGELOLAAN DAN TEKNOLOGI BENIH JAGUNG


Ramlah Arief, Fauziah Koes, Dan Oom Komalasari ............................. 525

62. TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI INTEGRASI SALAK-KAMBING DI


SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
Retno Dwi Wahyuningrum, Titik F. Djaafar dan Sulasmi ..................... 534

63. PRODUKTIVITAS BEBERAPA GALUR PADI SAWAH TAHAN


PENYAKIT BLAS PADA LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS
Subiadi dan Surianto Sipi ................................................................. 544

64. TINGKAT SERANGAN PENYAKIT BLAS DAUN DAN PENYAKIT


BLAS LEHER PADA PADI SAWAH VARIETAS CIGEULIS
Subiadi dan Surianto Sipi ................................................................. 550

65. ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI


KABUPATEN MANOKWARI PAPUA BARAT
Entis Sutisna dan Galih Wahyu Hidayat ............................................. 559

66. IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI KELEMBAGAAN


PERBENIHAN PADI DI PROVINSI PAPUA BARAT
Entis Sutisna dan Fransiska Renita Anon Basundari ........................... 570

67. DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM SL-PTT PADI TERHADAP


PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN
PETANI PADI DI PROVINSI PAPUA BARAT
Entis Sutisna ................................................................................... 581

68. UJI ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU BAWANG MERAH DI


DATARAN RENDAH, MANOKWARI - PAPUA BARAT
Fransiska Renita Anon Basundari, Arif Yudo Krisdianto ....................... 589

xiii
69. RAGAM ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN KELAPA SAWIT DI
PT. INTI KEBUN SEJAHTERA KABUPATEN SORONG
Abdul Mubaraq Irfan dan Farida Oktavia ........................................... 603

70. PERKEMBANGAN PENELITIAN KULTUR JARINGAN PADA


TANAMAN PALMA
Farida Oktavia ................................................................................. 613

71. KLASTERISASI BEBERAPA AKSESI JAWAWUT DALAM


MENDUKUNG PERAKITAN VARIETAS UNGGUL
Dominggus M. D. Tatuhey dan Herman Masbaitubun ......................... 621

72. HERITABILITAS BEBERAPA KARAKTER BUAH CABAI HASIL


PERSILANGAN ANTARA TETUA DAN HIBRIDA F1
Herman Masbaitubun ....................................................................... 629

73. PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN TERHADAP MUTU KIMIA


SYOGHURT YANG DIHASILKAN
Nurhafsah, ST. Hadariah Erny Rossanti Maruapey .............................. 635

74. PROSPEK DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHATANI KEDELAI


DI SULAWESI TENGGARA
Dahya dan Alimuddin ....................................................................... 640

75. UPAYA PERBAIKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DAGING


ITIK MELALUI PERSILANGAN ENTOG DENGAN ITIK
Procula R Matitaputty dan Nurfaizin .................................................. 651

76. MORPHOLOGI DAN POTENSI BEBERAPA JENIS TANAMAN SAGU


M. Basir Nappu, Abd. Wahid dan Maintang ........................................ 662

77. RESPON PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS
Nely Lade. S, Sunanto, Nicolays Jambang ......................................... 672

78. GELAR TEKNOLOGI PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU


INPARI 7 DAN INPARI 30 DI PROVINSI PAPUA BARAT
Halijah ............................................................................................ 680

79. PENGARUH LEVEL AMPAS SAGU DALAM RANSUM TERHADAP


PRESENTASE BOBOT KARKAS DAN GIBLET AYAM BROILER.
Harry Triely Uhi ............................................................................... 690

xiv
80. PENINGKATAN NILAI NUTRISI AMPAS SAGU MENGGUNAKAN
BIO-FERMENTASI
Harry Triely Uhi ............................................................................... 699

81. UJI POTENSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH DALAM


MENGHASILKAN BIJI BOTANI DI DATARAN TINGGI SULAWESI
SELATAN Nurjanani ....................................................................... 707

82. PROSPEK PENGEMBANGAN TEPUNG SAGU MENJADI PRODUK


SEKUNDER DI KOTA KENDARI Zainal Abidin ................................... 717

83. PERBAIKAN KUALITAS NUTRISI LIMBAH KELAPA SAWIT


MENGGUNAKAN BIO-FERMENTASI
Harry Triely Uhi ............................................................................... 725

84. ANALISIS KINERJA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PENDAMPING DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
ASSET GAPOKTAN PUAP
Siti Sehat Tan dan Rita Indrasti ....................................................... 732

DAFTAR HADIR SEMINAR NASIONAL ........................................................... 742

xv
xvi
ANALISIS USAHATANI KAKAO DI KECAMATAN WONOSARI
KABUPATEN BOALEMO

Ari Abdul Rouf, Erna Retnawati, Dwi Rohmadi, Sukarto


dan Hatta Muhammad

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo.


Jl Muh Van Gobel 270 Bone Bolango Gorontalo,
Telp (0435) 827627.
e-mail: ariabdrouf@gmail.com

ABSTRAK
Data BPS Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa luas panen kakao di Provinsi Gorontalo
selama 2008-2012 cenderung mengalami penurunan yaitu dari 9.646 Ha menjadi 4.793 Ha.
Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan komoditas kakao di Provinsi Gorontalo
adalah produktivitas tanaman rendah disebabkan budidaya belum optimal, serangan hama dan
penyakit serta kurang bersaing dengan komoditas lain. Kajian bertujuan untuk menganalisis
usahatani kakao di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Data primer dikumpulkan
meliputi karakteristik petani, usahatani serta input-output produksi yang diperoleh dari 30
petani kakao. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2015. Data kemudian dikaji
berdasarkan analisis usahatani menggunakan analisis pendapatan dan benefit cost ratio. Hasil
kajian menunjukan bahwa sebagian besar petani (96,7%) tidak mengetahui klon kakao yang
ditanam. Sementara rata-rata luas kepemilikan kebun kakao oleh petani sebesar 0,81 Ha/petani.
Produktivitas kakao mencapai 679 kg/ha/th, nilai ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata
produktivitas kakao di Kabupaten Boalemo yang mencapai 270 kg/ha/th. Adapun biaya
usahatani kakao mencapai Rp 7.527.776/ha. Sementara keuntungan yang diperoleh petani
sebesar Rp 6.731.224/ha/th. Namun demikian, analisis kelayakan usaha menunjukan bahwa
indikator BC rasio usahatani kakao mencapai 0,89, hal ini menunjukan bahwa usahatani kakao
belum layak diusahakan karena nilai BC rasio yang kurang dari satu. Kondisi ini disebabkan oleh
produksi tanaman kakao yang rendah, sehingga kedepan petani harus mengoptimalkan
budidaya tanaman kakao sehingga diharapkan pendapatan petani dapat meningkat.
Kata Kunci: Kakao, usahatani, pendapatan, kelayakan

PENDAHULUAN
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi
untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok
utama kakao dunia setelah Pantai Gading yang berkontribusi sebesar 31,64% atau 1,42 juta
ton, kemudian diikuti Indonnesia yaitu sebesar 17,36% atau sekitar 780 ribu ton (Pusdatin,
2014). Permintaan dunia terhadap kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun, hingga
tahun 2011, ICCO (international Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia
akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga
terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, et al 2007).
Kondisi ini merupakan suatu peluang bagi Indonesia karena Indonesia berpotensi
menjadi produsen utama kakao di dunia. Sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan
Indonesia, perkebunan kakao didominasi oleh perkebunan rakyat (91,3%) dengan jumlah
petani yang terlibat secara langsung lebih dari 1,5 juta KK (Aklimawati, 2013).

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


252 | Teknologi Pertanian
Data BPS Gorontalo (2012) menunjukan bahwa luas panen kakao di Provinsi
Gorontalo selama 2008-2012 cenderung mengalami penurunan yaitu dari 9.646 Ha (2008)
menjadi 4.793 Ha (2012). Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan komoditas
kakao di Provinsi Gorontalo terutama di daerah pengembangan seperti kabupaten
Pohuwato, kabupaten Boalemo, kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango adalah
produktivitas tanaman yang rendah (kurang dari 800 kg/ha/thn).
Hal ini disebabkan oleh kegiatan petani kakao yang mendatangkan benih yang tidak
jelas tetuanya, budidaya belum optimal dan adanya serang hama dan penyakit. Oleh karena
itu, kajian ini dilaksanakan untuk menganalisis usahatani dan kelayakan usaha kakao di
Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo.

METODOLOGI
Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Pemilihan lokasi
dilakukan secara purposive dengan alasan bahwa kabupaten tersebut memiliki kebijakan
pengembangan komoditas kakao. Pengkajian dilakukan pada bulan Juni 2015.
Unit contoh pada penelitian ini adalah petani kakao yang dipilih sebanyak 30 petani.
Pemilihan dilakukan secara non probablity sampling. Data primer diperoleh melalui
wawancara dibantu dengan kuesioner. Adapun data yang dikumpulkan meliputi karakteristik
petani, budidaya dan sarana produksi yang digunakan beserta harga belinya serta output
produksi dan harga jualnya. Data yang diambil adalah data selama usahatani satu tahun
terakhir.

Analisis data

Banyak faktor yang dapat dijadikan indikator keberhasilan suatu usaha. Guna
mengukur keberhasilan tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan analisis usahatani yang
meliputi yaitu analisis pendapatan dan analisis kelayakan usaha. Perhitungan kedua
indikator tersebut dihitung dengan rumus sebagai berikut (Shinta, 2011):
a. Analisis Pendapatan: π= TR-TC - π=Y.Py-X.Px
Dimana:𝜋= Keuntungan
TR = Total penerimaan yang diperoleh dari nilai hasil produksi
TC = Jumlah biaya keseluruhan yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel
π
b. Benefit Cost Ratio (BCR): BCR=
TC

Dimana: 𝜋 = Keuntungan; TC = Jumlah biaya keseluruhan yang meliputi biaya


tetap dan biaya variabel BC
Nilai BCR merupakan indikator dalam menilai kelayakan usaha. Suatu usaha dikatakan
layak jika bernilai lebih dari satu, sebaliknya jika kurang dari satu maka dikatakan tidak layak
diusahakan karena keuntunganyang diperoleh tidak mencukupi biaya yang dikeluarkan.

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 253
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
PEMBAHASAN

Karakteristik petani kakao

Guna mengetahui kondisi karakteristik petani dan pertanaman dilokasi penelitian


maka dilakukan survei. Karakteristik petani dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik petani di Kecamatan Wonosari


Parameter Keterangan
Umur 40,63 + 9,9 tahun
Pendidikan SD (50%); SMP (26,67%); > SMA (20%); tidak sekolah (3,3%)
Pengalaman usahatani 7,4 + 4,4 tahun
Status usaha Utama (60%); Sampingan (40%)
Anggota keluarga 3 orang
Sumber: Data primer (2015)

Tabel 1 menunjukan bahwa umur petani masih dalam kisaran usia produktif dengan
umur rata-rata sebesar 40,63 tahun. Berkenaan dengan pendidikan diketahui bahwa petani
sebagian besar tamatan pendidikan SD (50%) dan hanya 20% yang tamat SMA. Pengalaman
usahatani kakao rata-rata sebesar 7,4 tahun, hal ini menunjukan bahwa usahatani kakao
relatif baru bagi petani. Petani kakao umumnya adalah para transmigran yang mulai
menempati lokasi sekitar tahun 2007. Dengan demikian masih terdapat peluang peningkatan
pengetahuan teknis budidaya bagi petani. Status usaha menunjukan usahatani kakao bagi
60% petani adalah pekerjaan utama sedangkan sisanya adalah pekerjaan sampingan.
Adapun jumlah anggota keluarga rata-rata sebanyak 3 orang yaitu terdiri dari istri dan anak.

Budidaya Kakao

Karakteristik teknologi merupakan indikator yang harus dicermati dalam usahatani


kakao. Keberhasilan dalam menghasilkan produksi yang maksimal sangat ditentukan oleh
teknologi yang diterapkan. Semakin baik teknologi diterapakan serta didukung oleh
lingkungan (iklim, serangan hama/penyakit yang rendah) maka diharapkan produksi kakao
yang dihasilkan semakin tinggi. Karakteristik penerapan teknologi oleh petani sekitar dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik penerapan teknologi budidaya kakao


No Karakteristik Budidaya Penerapan oleh Petani
1 Klon kakao 96,67% lokal; 3,33% M06
2 Luas kebun 0,81+ 0,39 Ha
3 Dosis pemupukan/Ha Urea: 131 kg/ha
Phonska: 205 kg/ha
4 Produktivitas rata-rata 679 kg/ha/th
5 Hama atau penyakit utama PBK, Kanker, VSD, Jamur
Sumber: Data primer (2015)

Tabel 2. menunjukkan bahwa sebagian besar petani (96,7%) tidak mengetahui klon
kakao yang digunakan dan hanya satu orang yang mengetahui jenis klon yang digunakan.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


254 | Teknologi Pertanian
Ketidaktahuan petani atas klon yang digunakan dikarenakan petani memperoleh bibit
sebelumnya dari petani lain dan pemilik bibitpun tidak mengetahui klon yang dibudidayakan
oleh mereka sendiri.
Selain dari petani lain, bibit yang digunakan diperoleh dari bantuan dinas
perkebunan, namun demikian petani tidak memperhatikan klon yang tertera dalam sertifikat
bibit tersebut. Petani di lokasi kegiatan umumnya memperoleh kebun dari pemerintah
daerah sebagai bantuan bagi para transmigran, namun demikian luas kepemilikan kebun
kakao oleh petani adalah sebesar 0,81 Ha/petani. Sehingga sisa kebun digunakan oleh petani
untuk menanam tanaman lain seperti jagung.
Dosis pemupukan kakao yang diberikan oleh petani adalah urea sebanyak 131
kg/ha/th dan phonska 205 kg/ha/th. Menurut Puslitkoka dalam (Ben, et al. 2008) jumlah
pupuk yang perlu diberikan pada tanaman kakao dengan usia lebih dari 6 tahun adalah
sebanyak 220 kg/ha, 240 kg/ha SP 36 dan 170 kg KCL, hal ini berarti jumlah pupuk yang
diberikan oleh petani masih lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan optimal tanaman
kakao. Padahal pupuk merupakan hal yang penting sebagai sumber nutrisi bagi tanaman.
Kajian sebelumnya menyimpulkan bahwa produksi tanaman kakao dipengaruhi oleh lahan,
tenaga kerja, pestisida, pupuk kandang dan pupuk anorganik (Saputra 2015; Rinaldi et al
2013).
Produktivitas tanaman kakao dilokasi sekitar mencapai 679 kg/ha/th, nilai ini lebih
tinggi dibandingkan rata-rata produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Boalemo yang
mencapai 270 kg/ha/th. Namun demikian jika dibandingkan dengan potensi hasil klon unggul
generasi ketiga seperti ICCRI 1-04 yang dapat mencapai produksi lebih dari 2 ton/ha/th
(Langsa dan Ruruk, 2007) maka produktivitas dilokasi penelitian masih jaun lebih rendah.
Hasil yang jauh dari potensi ini dapat disebabkan oleh perawatan yang kurang
maksimal serta adanya serangan hama dan penyakit seperti PBK, kanker dan VSD sehingga
mengurangi produksi buah kakao. Hasil kajian Rubiyo dan Siswanto (2012) menyimpulkan
bahwa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani kakao di tingkat on farm
adalah 1) melaksanakan intensifikasi kebun dengan memperhatikan kesesuian lahan,
penggunaan klon unggul yang spesifik lokasi, teknologi pengendalian hama penyakit
(pemangkasan, pestisida, penyarungan buah, musuh alami, klon tahan HPT tertentu),
pemupukan sesuai rekomendasi; 2) rehabilitasi kebun dengan peremajaan atau perluasan
kebun; 3) perbaikan mutu produksi sesuai preferensi pasar.

Analisis Usahatani Kakao di lokasi Penelitian

Tujuan utama petani berusaha adalah agar memperoleh pendapatan. Gambaran


pendapatan petani kakao dilokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukan
bahwa alokasi terbesar biaya usahatani kakao dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja sebesar
69,94%, diikuti oleh biaya variabel seperti pupuk dan pestisida sebesar 19,04%. Total
keseluruhan biaya usahatani mencapai Rp 7.527.776/ha/th. Adapun keuntungan yang
diperoleh petani sebesar Rp 6.731.224/ha/th.

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 255
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
Tabel 3. Analisis usahatani kakao di Kecamatan Wonosari (ha/th)
No Variabel Kuantitas Harga Nilai %
A Penerimaan
Produksi 679 kg 21.000 14.259.000
B Biaya
B.1 Biaya Variabel
Pupuk Urea 130 kg 1.827 237.510 3,16
Pupuk Phonska 205 kg 2.581 529.105 7,03
Pestisida 666.411 8,85
B.2 Biaya Penyusutan Peralatan 874.750 11,62
B.3 Biaya Tenaga Kerja 87 HOK 60.000 5.220.000 69,34
Biaya diperhitungkan(B1+B2) 2.307.776
Total Biaya (B1+B2+B3) 7.527.776 100,00
C Keuntungan (Rp) 6.731.224
D BC Rasio 0,89
Sumber: Data primer (2015)

Namun demikian jika nilai tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan maka
pendapatan yang diperoleh adalah sebesar Rp 11.951.224. Pendapatan petani di lokasi
penelitian lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Fahmid (2013) yang menyimpulkan
bahwa petani di Parigi Moutong dengan luas kurang dari satu hektar dan usia tanaman
kurang dari 20 tahun memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 8.687.783/ha dengan
produktivitas rata-rata sebesar 650 kg/Ha.
Namun lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Ermiati, et al. (2014) yang
menyimpulkan bahwa pendapatan usahatani kakao di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara
rata-rata sebesar Rp 6.231.450/ha/th. Rendahnya pendapatan kakao di Kecamatan
Wonosari diduga disebabkan oleh produksi tanaman kakao yang masih rendah yaitu hanya
679 kg/ha/th. Kesimpulan Rubiyo dan Siswanto (2012) bahwa tingkat produktivitas
usahatani kakao antar provinsi tahun 2010 adalah beragam dari 641 kg/ha-1.175, dengan
rata-rata sebesar 834 kg/ha/th.
Oleh karena itu kedepan petani harus meningkatkan perawatan tanaman kakao
sehingga pendapatan petani diharapkan dapat meningkat. Analisis kelayakan usaha
menunjukan bahwa indikator BC rasio usahatani kakao mencapai 0,89, hal ini menunjukan
bahwa usahatani kakao belum layak diusahakan karena nilai BC rasio yang kurang dari satu.
Hal ini berbeda dengan hasil kesimpulan Ermiati, et al. (2014) bahwa usahatani kakao
memiliki status layak diusahakan dengan nilai BCR rasio sebesar 2,87 dengan capaian
produktivitas rata-rata sebesar 773 kg/ha/th.

KESIMPULAN
Karakteristik petani kakao tergolong pada usia produktif dengan pendidikan yang
diselesaikan umumnya tingkat sekolah dasar dan pertama. Budidaya yang dilakukan oleh
petani kurang optimal sehingga tingkat produktivitas yang dicapai dibawah rata-rata
nasional. Secara finansial, usahatani kakao dapat memberikan keuntungan bagi petani
namun pada jangka panjang keuntungan yang diperoleh belum dapat menutupi biaya yang

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


256 | Teknologi Pertanian
dikeluarkan (BCR<1) sehingga usahatani kakao belum layak. Oleh karena itu, petani perlu
meningkatkan budidaya yang dilakukan dengan melaksanakan intensifikasi tanaman seperti
pengendalian penyakit, pemupukan sesuai rekomendasi, pemangkasan serta panen sering.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian Indonesia yang telah mendanai kegiatan pengkajian ini sehingga penelitian ini
dapat terlaksana. Kepada seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya kajian ini kami
sampaikan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Aklimawati, L. 2013. Potensi Ekonomi Kakao Sebagai Sumber Pendapatan Petani. Puslitkoka,
Jember.
Ben, AF, Nasriati, dan A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Bogor: BBP2TP, Kementerian
Pertanian.
BPS Gorontalo. 2012. Gorontalo Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi
Gorontalo, Gorontalo.
Ermiati, Hasibuan, AM dan Wahyudi, A. 2014. Profil dan kelayakan usahatani kakao di
Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. JTIDP. Vol 1(3):125–32.
Fahmid, IM. 2013. Cocoa farmers performance at highland area in South Sulawesi, Indonesia.
Asian Journal of Agriculture and Rural Development. Vol 3(6):360–70.
Langsa, Y., dan Ruruk, B. 2007. Klon Unggul Kakao Nasional. BPTP Sulteng, Kementan, Palu.
Rinaldi, J., Fariyanti, A dan Jahroh, S. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
kakao pada perkebunan rakyat di Bali: Pendekatan Stochastic Frontier. SEPA. Vol
10(1):47–54.
Rubiyo dan Siswanto. 2012. Peningkatan produksi dan pengembangan kakao di Indonesia.
Buletin RISTRI. Vol 3(1):33–48.
Saputra, A. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten
MuaroJambi. J Penelitian Universitas Jambi. Vol 17(2):1–8.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press, Malang.
Suryani, Dinie, dan Zulfebriansyah. 2007. Komoditas kakao: potret dan peluang pembiayaan.
Economic Review.

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 257
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
KERAGAAN KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING KAKAO
DI KECAMATAN WONOSARI BOALEMO

Ari Abdul Rouf, Erna Retnawati, Dwi Rohmadi, Sukarto dan Hatta Muhammad

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo


Jl Muh Van Gobel 270 Bone Bolango Gorontalo, Telp (0435) 827627
ariabdrouf@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu kendala yang dimiliki oleh petani dalam usahatani kakao adalah umur tanaman yang
sudah tua sehingga kurang produktif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produksi adalah dengan melakukan rehabilitasi tanaman yaitu dengan melakukan
sambung samping menggunakan klon unggul. Kajian bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil
sambung samping kakao di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan.
Pelaksanaan kajian dilaksanakan pada periode Januari-Desember 2016. Data primer yang
dikumpulkan meliputi panjang batang (cm), jumlah tunas (unit), jumlah daun (unit) dan
diameter tunas (mm) serta persentase keberhasilan sambung samping. Hasil kajian menunjukan
bahwa keberhasilan sambung samping pada umur empat minggu setelah sambung memiliki
perbedaan nyata antar klon dengan kisaran keberhasilan 40-96% atau rata-rata keberhasilan
mencapai 66%. Adapun keragaan hasil tumbuh sambung samping antar beberapa klon
menunjukan perbedaan pada parameter jumlah tunas, jumlah daun, diameter dan panjang
tunas.
Kata kunci: kakao, sambung samping, rehabilitasi, klon

PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kakao adalah usia tanaman kakao yang
sudah tua dan kurang produktif. Data Ditjenbun (2015) menunjukan bahwa luasan kebun
kakao di Provinsi Gorontalo yang tidak menghasilkan mencapai 2.777 Ha kemudian
meningkat menjadi 2.876 (2015) atau mencapai persentase 19,4%. Hal ini menunjukan
bahwa persentase lahan yang sudah tidak produktif semakin meningkat. Hal ini dapat
berakibat pada penurunan produktivitas, dimana produktivitas capaian kakao di Gorontalo
menurun dari 853 kg/th (2014) menjadi 655 kg/tahun (2014). Padahal dengan upaya
rehabilitasi maka pertanaman dapat kembali berproduksi.
Rehabilitasi tanaman merupakan sebuah pilihan yang dapat ditempuh. Rehabilitasi
tanaman salah satunya adalah dengan melakukan sambung samping. Pelaksanaan sambung
samping masih tetap menghasilkan tanaman yang dapat dipanen ketika sambung samping
dilaksanakan (Suhendi, 2008) selain daripada itu biaya yang dikeluarkan untuk
penyambungan relatif murah (Salim dan Drajad, 2008). Hasil produksi tanaman setelah
dilaksanakan sambung samping dapat meningkat tajam lebih dari 300 persen atau mencapai
2.500 kg/tahun (Agussalim, 2009).

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


258 | Teknologi Pertanian
BAHAN DAN METODE
Pengkajian ini dilaksanakan pada Januari-Desember 2016, berlokasi Kabupaten
Boalemo, Provinsi Gorontalo. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan
pengkajian ini adalah entres kakao, pisau okulasi, gunting pangkas, tali rafia, plastik
transparan, polybag, pupuk, pestisida, handsprayer, papan plot, label tanaman, tali,
meteran, ATK serta alat bantu lainnya

Rancangan Percobaan

Perlakuan disusun menurut Rancangan Acak Kelompok dengan 5 perlakuan dan 5


ulangan. Perlakuan yang akan dikaji terdiri dari 5 klon yaitu K1 (Sulawesi 1); K2 (MCC 01); K3
(MCC 02); K4 (BB); dan K5 (AP). Adapun sampel tiap klon dalam ulangan sebanyak lima
pohon. Sehingga jumlah pengamatan tiap klon sebanyak 25 pohon. Pelaksanaan sambung
samping dilakukan sebanyak 2 sambungan per pohon. Untuk membedakan jenis klon yang
disambung maka tiap pohon diberi warna dan label informasi klon yang digunakan.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini terdiri dari:


a) Persentase sambungan berhasil/hidup (%).
Pengamatan dilakukan pada setiap sambungan hidup yang ditandai tumbuhnya tunas
pada entres ataupun pada entres yang belum bertunas yang dicirikan dengan entres yang
masih segar, hijau dan masih bertautan dengan batang bawah. Persentase sambung hidup
(PS) dirumuskan:
Jumlah batang atas yang hidup (unit)
PS= ×100%
Jumlah batang atas yang disambung
b) Jumlah tunas (unit): Pengamatan dilakukan pada setiap sambungan yang hidup dan
bertunas, dengan satuan unit/sambungan.
c) Panjang tunas (cm): Panjang tunas diukur mulai dari dasar tunas sampai titik tumbuh
dengan menggunakan penggaris.
d) Jumlah daun total tanaman (helai): Jumlah daun yang diamati dengan cara menghitung
seluruh helai daun yang telah terbuka sempurna pada batang atas (entres).
e) Diameter tunas entres (mm) : Diameter tunas diukur menggunakan jangka sorong, 5 cm
dari bagian pangkal tunas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Boalemo dengan luas wilayah yang dimiliki


sekitar 1.829,44 km2. Adapun batas wilayah diantaranya adalah dengan Kabupaten
Gorontalo Utara disebelah utara, Kabupaten Gorontalo sebelah timur, Teluk Tomini sebelah

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 259
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
selatan dan Kabupaten Pohuwato sebelah Barat. Berdasarkan topografinya maka sebagian
besar wilayah kabupaten Boalemo merupakan perbukitan dengan ketinggian wilayah antara
0-1000 dpl.
Kabupaten Boalemo terbagi dalam 7 Kecamatan yaitu diurut berdasarkan luas
wilayahnya tertinggi adalah Botumoito (26,6%), Dulupi (18,2%), Mananggu (16,2%),
Wonosari (12,5%), Tilamuta (10,2%), Paguyaman Pantai (8,3%) dan Paguyaman (8,0%).
Berkenaan dengan iklim, diketahui bahwa suhu udara si wilayah tersebut mengalami kondisi
terpanas pada bulan Oktober dengan suhu mencapai 33,93 o C sementara rentang suhu
bulanan diwilayah tersebut antara 21,05-33,93oC sedangkan rata-rata kelembaban udara
berkisar antara 61,90-84,70%. Curah hujan paling tinggi terjadi di bulan Mei yaitu sebesar
188 mm3 sedangkan paling rendah pada bulan Maret yaitu sebesar 15 mm 3 (BPS Kab
Boalemo, 2016).
Berdasarkan luas tanam perkebunan di wilayah kabupaten Boalemo diketahui bahwa
tahun 2015 terdapat 3 komoditas utama yang ditanam yaitu Kelapa (44,8%), kelapa sawit
(26,7%) dan kakao (20,9%) namun jika dibandingkan tahun 2014 maka luasan tanaman
kelapa dan kakao memiliki persentase lebih tinggi masing-masing mencapai 68,1% dan
31,5% (BPS Kab Boalemo, 2016).
Penurunan persentase luasan kelapa dan kakao disebabkan pada tahun 2015 terjadi
penambahan luasa perkebunan komoditas baru yaitu kelapa sawit yang mencapai 5.420 Ha.

Persiapan dan pelaksanaan sambung samping

Introduksi klon kakao dilakukan pada petani kooperator dengan teknik sambung
samping. Penerapan teknik sambung samping dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa
petani kooperator tetap memiliki penghasilan walaupun tanaman induk sementara
dilakukan sambung samping. Adapun salah satu kriteria petani kooperator adalah petani
tersebut bersedia bekerjasama dan mengikuti pola anjuran yang disarankan pengkaji.
Pada tahap awal dilakukan penyiapan bahan klon yang akan digunakan untuk
sambung samping. Klon yang digunakan terdiri dari beberapa klon yaitu S1, MCC 01, MCC
02, BB dan AP. Klon diperoleh dari penangkar bibit kakao di Kecamatan Kasimbar, Sulawesi
Tengah.
Selain mempersiapkan bahan klon kakao, persiapan dilakukan pada pertanaman
induk yang akan dilakukan sambung samping. Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah
pemupukan. Pemupukan ini dilakukan guna meningkatkan kesehatan batang bawah
sambung samping. Kondisi batang bawah yang sehat dapat menunjang keberhasilan
sambung samping karena tanaman tidak mudah terserang penyakit.
Pemupukan juga dimaksudkan agar batang bawah dapat menghasilkan lebih banyak
kambium sehingga dapat mempermudah penempelan dan meningkatkan keberhasilan
sambung samping. Beberapa persiapan yang dilakukan diantaranya penyediaan pupuk NPK
15-15-15 dan tenaga kerja pelaksana. Dosis yang digunakan adalah sebesar 500 gr/pohon.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


260 | Teknologi Pertanian
Hasil Perkembangan Sambung Samping

Pengamatan dilakukan meliputi beberapa parameter yaitu persentase tumbuh dan


pertumbuhan pertanaman (jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun dan diameter tunas).
Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali yaitu empat minggu setelah sambung dan 16 minggu
setelah sambung. Adapun hasil pengamatan dari hasil sambung samping dapat dilihat pada
Grafik 1.

Gambar 2. Perbandingan keragaan hasil sambung samping

Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa setelah 30 hari setelah sambung atau 4


minggu setelah sambung (MSS) rata-rata keberhasilan sambung samping mencapai 66%.
Apabila dilihat berdasarkan klon kakao maka terdapat dua tingkatan perbedaan keberhasilan
sambung samping yaitu: 1) Keberhasilan tinggi dicapai oleh klon MCC 02 dan BB yaitu lebih
dari 80%; 2) keberhasilan rendah yaitu klon S1, MCC 01 dan AP dengan persentase dibawah
60% yaitu masing-masing sebesar 40%, 56% dan 44%. Penelitian Pranowo dan dan Wardiana
(2016) menyimpulkan bahwa penggunaan batang atas klon Sulawesi 1, Sulawesi 2 dan Sca 6
memiliki peluang keberhasilan sambung samping lebih tinggi dibandingkan klon MCC 01 dan
MCC 01 ketika disambung dengan batang bawah Sulawesi 01.
Kajian Sari dan Susilo (2012) menyimpulkan bahwa persentase hidup sambung
samping dipengaruhi oleh klon batang atas sementara Limbongan (2011) menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan sambung samping seperti umur entres,
kemampuan dan keterampilan petani dalam melakukan penyambungan mapun kondisi
cuaca pada saat penyambungan. Berkenaan dengan iklim, diketahui bahwa curah hujan
ketika dilaksanakan sambung samping di lokasi dispay relatif mencukupi.
Sementara berkenaan dengan petani okulator diketahui bahwa petani tersebut telah
mengikuti pelatihan sambung samping dan telah melakukan sambung samping sebelumnya.
Sementara setelah 16 MSS pertumbuhan batang atas mengalami penurunan dari 66%
menjadi 53%. Penurunan keberhasilan sambung samping diduga karena beberapa hal
diantaranya adanya serangan penyakit jamur, gangguan oleh sapi atau tanaman tidak
ternaungi sehingga terpapar cahaya matahari cukup tinggi.
Hasil analisis uji DMRT untuk tingkat keberhasilan sambung samping dapat dilihat
pada Tabel 1.

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 261
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
Tabel 1. Presentase keberhasilan sambung samping
Klon Rata-rata Simpangan baku
S1 0.4000a 0.28284
MCC1 0.5600ab 0.45607
MCC2 0.9600b 0.08944
BB 0.9200b 0.17889
AP 0.4400a 0.43359
Total 0.6560 0.38088
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada
tingkat signifikansi 5%.

Tabel 1 menunjukan bahwa tingkat keberhasilan sambung samping cukup beragam.


Keberhasilan sambung samping klon MCC 02 dan BB lebih tinggi dan berbeda nyata
dibandingkan keberhasilan klon S1 dan AP. Sementara itu berkenaan dengan simpangan
baku keberhasilan, bahwa klon MCC 01 dan AP relatif memiliki simpangan yang jauh lebih
besar dibandingkan klon lainnya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa keberhasilan
sambung samping kakao dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil analisis Adapun hasil
pengamatan pada pertumbuhan hasil sambung samping dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil pengamatan parameter pertumbuhan


Klon Panjang batang (cm) Jumlah Tunas (unit) Jumlah daun (unit) Diameter Tunas (mm)
S1 13,41+ 8,60a 1,00+0,61a 2,30+1,94a 2,81+1,75a
MCC 01 35,98+14,40b 1,53+0,68a 6,76+4,24b 6,21+2,98b
MCC 02 26,24+8,97ab 1,50+0,37a 6,51+1,97b 5,27+1,51ab
BB 29,09+2,82b 1,53+0,21a 6,59+1,14b 5,18+0,69ab
AP 26,35+10,76ab 1,59+0,47a 5,19+1,75ab 5,03+1,21ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada tingkat signifikansi 5%.

Tabel 2 menunjukan bahwa berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikansi 5 % bahwa pertumbuhan panjang klon atas S1 berbeda
dengan pertumbuhan panjang klon MCC 01 dan BB namun tidak berbeda nyata dengan klon
MCC 02 dan AP. Pertumbuhan panjang klon terendah dicapai oleh klon S1 dengan panjang
klon atas sebesar 13,55 cm sedangkan yang tertinggi dicapai oleh klon MCC 01 sepanjang
34,65 cm.
Sementara itu, jumlah tunas yang dimiliki secara statistik tidak berbeda antar klon.
Jumlah daun yang dimiliki oleh batang hasil sambung batas berbeda secara statistik yaitu
jumlah daun S1 lebih sedikit dibandingkan jumlah daun klon lainnya. Pada ukuran diameter
tunas, diketahui bahwa diameter tunas S1 berbeda dengan MCC 01 dan AP namun tidak
berbeda dengan klon lainnya.

KESIMPULAN
Keberhasilan sambung samping memiliki perbedaan nyata antar beberapa klon
dengan rata-rata keberhasilan 66% kemudian menurun menjadi 53%.Keragaan hasil tumbuh

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


262 | Teknologi Pertanian
sambung samping antar beberapa klon menunjukan beberapa perbedaan pada parameter
jumlah tunas, jumlah daun, diameter dan panjang tunas.

DAFTAR PUSTAKA
Agussalim. 2009. Produksi sambung samping pada Tanaman Kakao (Studi Kasus Prima Tani di
Kabupaten Kolaka). Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. BPTP Sulawesi
Tenggara. Hal 40-46.
Badan Pusat Statistik [BPS] Kab Boalemo. 2016. Boalemo Dalam Angka Boalemo 2015. BPS
Kab Boalemo.
Ditjenbun. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016: Kakao. Direktorat Jenderal
Perkebunan, Jakarta.
Limbongan J. 2011. Kesiapan penerapan teknologi sambung samping untuk mendukung
program rehabilitasi tanaman kakao. Jurnal Litbang Pertanian. 30(4):156-163.
Salim, A. dan B. Drajat. 2008. Teknologi sambung samping kakao, kisah sukses Prima Tani
Sulawesi Tenggara. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30 (5):8-10.
Sari IA, Susilo AW. 2012. Keberhasilan sambungan pada beberapa jenis batang atas dan
famili batang bawah kakao. Pelita Perkebunan. 28(2):72-81.
Suhendi, D. 2008. Rehabilitasi tanaman kakao: Tinjauan potensi, permasalahan, dan
rehabilitasi tanaman kakao di desa Prima Tani Tonggolobibi. hlm 335-346. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Lahan Marginal. Pusat Penellitian Kopi dan
Kakao, Jember.
Pranowo, D. dan E. Wardiana. 2016. Kompabilitas Lima Klon Unggul Kakao sebagai Batang
Atas dengan batang Bawah Progeni half-Sib Klon Sulawesi 1. J. TIDP 3(1)-29-36.

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 263
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
DAFTAR HADIR SEMINAR NASIONAL

Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi


Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian
Sorong, 9 November 2017
No Nama Asal Instansi
1. Abdul Karim UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
2. Albert Dinas Pertanian Kota Sorong
3. Alfaris UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
4. Alfince S. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
5. Alimuddin BPTP Papua Barat
6. Amirudin UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
7. Amisnaipa BPTP Papua Barat
8. Amnestina Matualage UNIPA Manokwari
9. Amrin Asir Ka. BPP Klasaman
10. Anita Puspita UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
11. Anji M. Dinas Pertanian Kab. Sorong
12. Antonius Lawang BPTPH Manokwari
13. Apresus Sinaga BPTP Papua Barat
14. Apriyani N. Sariffudin UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
15. Aras BPP
16. Ardy Manobi UNIPA Manokwari
17. Ari Abdul Rauf BPTP Gorontalo
18. Aries S. Dinas Pertanian Kota Sorong
19. Arif Faisol UNIPA Manokwari
20. Arif Yudo Krisdianto BPTP Papua Barat
21. Aser Rouw BPTP Papua Barat
22. Atekan BPTP Papua Barat
23. B. A. Haikatu Dinas Pertanian Kab. Sorong
24. Baharudin PMT Kota Sorong
25. Bambang Prastowo Badan Litbang Pertanian
26. Bilha Kalaibin UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
27. Charlie B. H. Balitbangda
28. Charlie Hehaitubun Balitbangda Prov. Papua Barat
29. Dalfa UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
30. Daniel Klasin UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
31. Dasma UNIPA Manokwari

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


742 | Teknologi Pertanian
No Nama Asal Instansi
32. Dedy Hertanto BPTP Gorontalo
33. Defron Wenda UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
34. Demas Wamaer BPTP Papua Barat
35. Diah K. W. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
36. Dina Blesia UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
37. Dina D. Krimadi UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
38. Dini Fibriyanti BPTP Maluku
39. Dominggus M. D. Tatuhey UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
40. Edison UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
41. Eko Agus Martanto UNIPA Manokwari
42. Entis Sutisna BPTP Papua Barat
43. Erliaty Laempah BPTP Papua Barat
44. Erny Rossanti Maruapey BPTP Papua Barat
45. Ezrom B. Balitbangda
46. Falentina Rawulun UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
47. Fenty Irianty BPTP Papua Barat
48. Feranti UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
49. Floreansi S. N. Dinas Pertanian Kabupaten
50. Fransiska UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
Fransiska Renita Anon
51. Basundari BPTP Papua Barat
52. Galih Wahyu Hidayat BPTP Papua Barat
53. Halijah BPTP Papua Barat
54. Hariyono UNIPA Manokwari
55. Hasyim Djamalu Moko BPTP Gorontalo
56. Helda F. Hakim UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
57. Hendrik Balitbangda
58. Herman Rois Tata BPTP Papua Barat
59. Hidayat Agung UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
60. I Ketut Madipta PPL
61. I Wayan Badan Karantina Sorong
62. Ida Adriyani BPTP Sulbar
63. Imam Prambudi BPTP Papua Barat
64. Imanuel UNIPA Manokwari
65. Irdayani BPTP Sulsel
66. Ismatul Hidayah BPTP Maluku

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 743
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
No Nama Asal Instansi
67. Ivani BPP Aimas
68. Jefny B. M. Rawung BPTP Sulut
69. Jemi Gifelem UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
70. Jesvina N. D. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
71. Jon W. Dinas Pertanian Kab. Sorong
72. Joni Pande Dinas Pertanian Kab. Sorong
73. Joula O. M. Sondakh BPTP Sulut
74. Jufri Samsudin UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
75. Kadir Dinas Pertanian Kota Sorong
76. Kasmiati Dinas Pertanian Kota Sorong
77. Kharis Mawar UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
78. Ladino Suyoto BPP Mariat
79. Lindy Cindy Umpes Dinas Pertanian Kabupaten
80. Lucky BPP Aimas
81. M. Basir Nappu BPTP Sulsel
82. M. Fathul Ulum Ariza BPTP Papua Barat
83. Manfret UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
84. Mansur Penyuluh Pertanian Kota Sorong
85. Margaretha UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
86. Margaretha Endah T. PPL
87. Margriet Dinas Pertanian Kab. Sorong
88. Marice Karsau UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
89. Maryam Nurdin BPTP Maluku
90. Mergelina M. S. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
91. Milka PPL Kab. Sorong
Mimin Yulita
92. Kusumaningrum BPTP Papua Barat
93. Minarno, SP PPL
94. Mira H. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
95. Muhammad Arif Arbianto BPTP Papua Barat
96. Muhammad Thamrin BPTP Sulsel
97. Musa S. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
98. Mustakim Dinas Pertanian Kota Sorong
99. Nicolays Jambang BPTP Papua Barat
100. Nolita Nanderia UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
101. Nova Maya Muhammad BPTP Gorontalo

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


744 | Teknologi Pertanian
No Nama Asal Instansi
102. Nur Aini Aries Dinas Pertanian
103. Nurhafsah BPTP Sulbar
104. Nuriya H. T. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
105. Nurjanani BPTP Sulsel
106. Nurlaila W. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
107. Pajala PPL BPP Mariat
108. Pande Ketut Dinas Pertanian Kab. Sorong
109. Paulus Payung UNIPA Manokwari
110. Payung Layuk BPTP Sulut
111. Pdt. Reinhard O. UNIPA Manokwari
112. Ponisri UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
113. Procula R. Matitaputty BPTP Maluku
114. Prokakus R. Nay UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
115. Rahman Wally UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
116. Rahmatiah BPTP Sulsel
117. Religius Heryanto BPTP Sulbar
118. Retno Dwi Wahyuningrum BPTP Yogyakarta
119. Riki UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
120. Rini A. Lobo Dinas Pertanian Kota Sorong
Ririen Indriawaty
121. Altandjung BPTP Papua Barat
122. Risma F. Suneth BPTP Maluku
123. Riswandi PPL
124. Rita Indrasti BB Pengkajian
125. Rita Maulany Dinas Pertanian Kota Sorong
126. Rocky CWM Channel
127. Rosna Rumodar UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
128. Royke N. UNIPA Manokwari
129. Rusdy Dinas Pertanian Kota Sorong
130. Ruth BPTP Sulsel
131. Ruth Juarti UNIPA Manokwari
132. Sahimaningsi UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
133. Samsudin PPL BPP Mariat
134. Sandy CWM Channel
135. Santi Devi UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
136. Sararum W. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG

Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 745
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian

......
No Nama Asal Instansi
137. Sariani PPL Kab. Sorong
138. Saripa Dolo UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
139. Sarma Guitar UNIPA Manokwari
140. Sarmane Pelu UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
141. Selyna UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
142. Semister PPL Kab. Sorong
143. Serli Anas BPTP Gorontalo
144. Siti Sehat Tan BB Pengkajian
145. Soni Klagilit UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
146. Sostenes Konyep BPTP Papua Barat
147. Sowono PPL
148. Sri Kiki Rukiyah PPL BPP Mariat
149. Stince Rouw UNIPA Manokwari
150. Subiadi BPTP Papua Barat
151. Subiyandono BPP Aimas
152. Sugiono Dinas Pertanian Kota Sorong
153. Sujarwan PPL
154. Sukatho PPL
155. Suralin R. PPL
156. Surianto Sipi BPTP Papua Barat
157. Suryani Dinas Pertanian Kota Sorong
158. Sutarno BPP Aimas
159. Sutrisno PPL
160. Tatak PPL
161. Tri Cahyono BPTP Papua Barat
162. Visa UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
163. Wardah BPTP Sulsel
164. Welly A. Momot UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
165. Wulem Sawaki Kabid Penyuluh Pertanian Kab. Sorong
166. Wulem Sawaki Kabid Penyuluh Pertanian Kab. Sorong
167. Yenny BPTP Sulut
168. Yusup Dinas Pertanian
169. Yusup Roy UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
170. Yuwice Wauw PPL

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


746 | Teknologi Pertanian

Anda mungkin juga menyukai