i
ii
MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN MELALUI PENERAPAN INOVASI
TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI PADA KAWASAN PERTANIAN
iii
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian
ISBN: 978-602-6954-00-0
Penanggung Jawab
Haris Syahbudin
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Penyunting
Demas Wamaer
Entis Sutisna
Atekan
Aser Rouw
Rachmat Hendayana
Penyunting Pelaksana
Subiadi
Ghalih W. Hidayat
Arif Yudho
Halijah
Erny Rossanty Maruapey
iv
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional yang berlangsung di Sorong Papua pada tanggal 17 November 2017
dengan topik Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi Teknologi
Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian diselenggarakan oleh BPTP Papua Barat
sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di bawah
Koordinasi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Pemilihan topik seminar “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan
Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi pada Kawasan Pertanian” dipandang tepat
dalam era saat ini, sebagai wujud dukungan terhadap Program Peningkatan Produksi
Pertanian Berbasis Kawasan. .
Seminar diikuti 170 orang peserta dari kalangan pejabat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
(Balitbangda) Papua Barat, Perguruan Tinggi (Universitas Papua- UNIPA), peneliti, penyuluh,
lingkup Balitbangtan, Mahasiswa UNIPA, dan unsur pemangku kepentingan utusan dari
berbagai wilayah di Indonesia.
Prosiding ini memuat kumpulan 84 makalah yang dipresentasikan secara oral dan
poster dalam seminar, setelah melalui proses seleksi dan evaluasi serta penyuntingan oleh
Tim Editor yang kompeten di bidangnya melibatkan Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Introduksi inovasi pertanian yang dirangkum dalam prosiding ini diharapkan dapat
menjadi titik ungkit dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan di Kawasan Pertanian
v
RUMUSAN SEMINAR NASIONAL
Tim Perumus.
vi
DAFTAR ISI
vii
PAPUA BARAT
Apresus Sinaga1 dan Salim2...............................................................55
viii
18. KELAYAKAN DAN DAYA SAING ALOKASI TENAGA KERJA PADA
USAHATANI JAGUNG DI SULAWESI UTARA
Jantje G. Kindangen dan Jefny B.M. Rawung ..................................... 150
ix
29. KERAGAAN KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING KAKAO DI
KECAMATAN WONOSARI BOALEMO
Ari Abdul Rouf, Erna Retnawati, Dwi Rohmadi, Sukarto dan Hatta
Muhammad ..................................................................................... 258
x
39. PERCEPATAN PENERAPAN TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH DI
TINGKAT PETANI MELALUI GELAR TEKNOLOGI DI KENDARI
PROV. SULAWESI TENGGARA
Sjamsiar, Yuliani Zainuddin, Sostenes Konyep ................................... 349
xi
49. PRODUKSI ASAP CAIR BERBAHAN DASAR KULIT BATANG SAGU
ASAL PAPUA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PIROLISIS
Sarman Oktovianus Gultom, Isak Silamba, Purnama Darmadji 2),
Yudi Prayitno ................................................................................... 428
xii
PENGOLAHAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN
KAMBING DI SULAWESI BARAT Religius Heryanto, Ketut
Indrayana, dan Chicilia Iriani Rayo ................................................... 501
xiii
69. RAGAM ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN KELAPA SAWIT DI
PT. INTI KEBUN SEJAHTERA KABUPATEN SORONG
Abdul Mubaraq Irfan dan Farida Oktavia ........................................... 603
xiv
80. PENINGKATAN NILAI NUTRISI AMPAS SAGU MENGGUNAKAN
BIO-FERMENTASI
Harry Triely Uhi ............................................................................... 699
xv
xvi
ANALISIS USAHATANI KAKAO DI KECAMATAN WONOSARI
KABUPATEN BOALEMO
ABSTRAK
Data BPS Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa luas panen kakao di Provinsi Gorontalo
selama 2008-2012 cenderung mengalami penurunan yaitu dari 9.646 Ha menjadi 4.793 Ha.
Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan komoditas kakao di Provinsi Gorontalo
adalah produktivitas tanaman rendah disebabkan budidaya belum optimal, serangan hama dan
penyakit serta kurang bersaing dengan komoditas lain. Kajian bertujuan untuk menganalisis
usahatani kakao di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Data primer dikumpulkan
meliputi karakteristik petani, usahatani serta input-output produksi yang diperoleh dari 30
petani kakao. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2015. Data kemudian dikaji
berdasarkan analisis usahatani menggunakan analisis pendapatan dan benefit cost ratio. Hasil
kajian menunjukan bahwa sebagian besar petani (96,7%) tidak mengetahui klon kakao yang
ditanam. Sementara rata-rata luas kepemilikan kebun kakao oleh petani sebesar 0,81 Ha/petani.
Produktivitas kakao mencapai 679 kg/ha/th, nilai ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata
produktivitas kakao di Kabupaten Boalemo yang mencapai 270 kg/ha/th. Adapun biaya
usahatani kakao mencapai Rp 7.527.776/ha. Sementara keuntungan yang diperoleh petani
sebesar Rp 6.731.224/ha/th. Namun demikian, analisis kelayakan usaha menunjukan bahwa
indikator BC rasio usahatani kakao mencapai 0,89, hal ini menunjukan bahwa usahatani kakao
belum layak diusahakan karena nilai BC rasio yang kurang dari satu. Kondisi ini disebabkan oleh
produksi tanaman kakao yang rendah, sehingga kedepan petani harus mengoptimalkan
budidaya tanaman kakao sehingga diharapkan pendapatan petani dapat meningkat.
Kata Kunci: Kakao, usahatani, pendapatan, kelayakan
PENDAHULUAN
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi
untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok
utama kakao dunia setelah Pantai Gading yang berkontribusi sebesar 31,64% atau 1,42 juta
ton, kemudian diikuti Indonnesia yaitu sebesar 17,36% atau sekitar 780 ribu ton (Pusdatin,
2014). Permintaan dunia terhadap kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun, hingga
tahun 2011, ICCO (international Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia
akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga
terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, et al 2007).
Kondisi ini merupakan suatu peluang bagi Indonesia karena Indonesia berpotensi
menjadi produsen utama kakao di dunia. Sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan
Indonesia, perkebunan kakao didominasi oleh perkebunan rakyat (91,3%) dengan jumlah
petani yang terlibat secara langsung lebih dari 1,5 juta KK (Aklimawati, 2013).
METODOLOGI
Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Pemilihan lokasi
dilakukan secara purposive dengan alasan bahwa kabupaten tersebut memiliki kebijakan
pengembangan komoditas kakao. Pengkajian dilakukan pada bulan Juni 2015.
Unit contoh pada penelitian ini adalah petani kakao yang dipilih sebanyak 30 petani.
Pemilihan dilakukan secara non probablity sampling. Data primer diperoleh melalui
wawancara dibantu dengan kuesioner. Adapun data yang dikumpulkan meliputi karakteristik
petani, budidaya dan sarana produksi yang digunakan beserta harga belinya serta output
produksi dan harga jualnya. Data yang diambil adalah data selama usahatani satu tahun
terakhir.
Analisis data
Banyak faktor yang dapat dijadikan indikator keberhasilan suatu usaha. Guna
mengukur keberhasilan tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan analisis usahatani yang
meliputi yaitu analisis pendapatan dan analisis kelayakan usaha. Perhitungan kedua
indikator tersebut dihitung dengan rumus sebagai berikut (Shinta, 2011):
a. Analisis Pendapatan: π= TR-TC - π=Y.Py-X.Px
Dimana:𝜋= Keuntungan
TR = Total penerimaan yang diperoleh dari nilai hasil produksi
TC = Jumlah biaya keseluruhan yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel
π
b. Benefit Cost Ratio (BCR): BCR=
TC
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 253
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukan bahwa umur petani masih dalam kisaran usia produktif dengan
umur rata-rata sebesar 40,63 tahun. Berkenaan dengan pendidikan diketahui bahwa petani
sebagian besar tamatan pendidikan SD (50%) dan hanya 20% yang tamat SMA. Pengalaman
usahatani kakao rata-rata sebesar 7,4 tahun, hal ini menunjukan bahwa usahatani kakao
relatif baru bagi petani. Petani kakao umumnya adalah para transmigran yang mulai
menempati lokasi sekitar tahun 2007. Dengan demikian masih terdapat peluang peningkatan
pengetahuan teknis budidaya bagi petani. Status usaha menunjukan usahatani kakao bagi
60% petani adalah pekerjaan utama sedangkan sisanya adalah pekerjaan sampingan.
Adapun jumlah anggota keluarga rata-rata sebanyak 3 orang yaitu terdiri dari istri dan anak.
Budidaya Kakao
Tabel 2. menunjukkan bahwa sebagian besar petani (96,7%) tidak mengetahui klon
kakao yang digunakan dan hanya satu orang yang mengetahui jenis klon yang digunakan.
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 255
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
Tabel 3. Analisis usahatani kakao di Kecamatan Wonosari (ha/th)
No Variabel Kuantitas Harga Nilai %
A Penerimaan
Produksi 679 kg 21.000 14.259.000
B Biaya
B.1 Biaya Variabel
Pupuk Urea 130 kg 1.827 237.510 3,16
Pupuk Phonska 205 kg 2.581 529.105 7,03
Pestisida 666.411 8,85
B.2 Biaya Penyusutan Peralatan 874.750 11,62
B.3 Biaya Tenaga Kerja 87 HOK 60.000 5.220.000 69,34
Biaya diperhitungkan(B1+B2) 2.307.776
Total Biaya (B1+B2+B3) 7.527.776 100,00
C Keuntungan (Rp) 6.731.224
D BC Rasio 0,89
Sumber: Data primer (2015)
Namun demikian jika nilai tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan maka
pendapatan yang diperoleh adalah sebesar Rp 11.951.224. Pendapatan petani di lokasi
penelitian lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Fahmid (2013) yang menyimpulkan
bahwa petani di Parigi Moutong dengan luas kurang dari satu hektar dan usia tanaman
kurang dari 20 tahun memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 8.687.783/ha dengan
produktivitas rata-rata sebesar 650 kg/Ha.
Namun lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Ermiati, et al. (2014) yang
menyimpulkan bahwa pendapatan usahatani kakao di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara
rata-rata sebesar Rp 6.231.450/ha/th. Rendahnya pendapatan kakao di Kecamatan
Wonosari diduga disebabkan oleh produksi tanaman kakao yang masih rendah yaitu hanya
679 kg/ha/th. Kesimpulan Rubiyo dan Siswanto (2012) bahwa tingkat produktivitas
usahatani kakao antar provinsi tahun 2010 adalah beragam dari 641 kg/ha-1.175, dengan
rata-rata sebesar 834 kg/ha/th.
Oleh karena itu kedepan petani harus meningkatkan perawatan tanaman kakao
sehingga pendapatan petani diharapkan dapat meningkat. Analisis kelayakan usaha
menunjukan bahwa indikator BC rasio usahatani kakao mencapai 0,89, hal ini menunjukan
bahwa usahatani kakao belum layak diusahakan karena nilai BC rasio yang kurang dari satu.
Hal ini berbeda dengan hasil kesimpulan Ermiati, et al. (2014) bahwa usahatani kakao
memiliki status layak diusahakan dengan nilai BCR rasio sebesar 2,87 dengan capaian
produktivitas rata-rata sebesar 773 kg/ha/th.
KESIMPULAN
Karakteristik petani kakao tergolong pada usia produktif dengan pendidikan yang
diselesaikan umumnya tingkat sekolah dasar dan pertama. Budidaya yang dilakukan oleh
petani kurang optimal sehingga tingkat produktivitas yang dicapai dibawah rata-rata
nasional. Secara finansial, usahatani kakao dapat memberikan keuntungan bagi petani
namun pada jangka panjang keuntungan yang diperoleh belum dapat menutupi biaya yang
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian Indonesia yang telah mendanai kegiatan pengkajian ini sehingga penelitian ini
dapat terlaksana. Kepada seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya kajian ini kami
sampaikan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Aklimawati, L. 2013. Potensi Ekonomi Kakao Sebagai Sumber Pendapatan Petani. Puslitkoka,
Jember.
Ben, AF, Nasriati, dan A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Bogor: BBP2TP, Kementerian
Pertanian.
BPS Gorontalo. 2012. Gorontalo Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi
Gorontalo, Gorontalo.
Ermiati, Hasibuan, AM dan Wahyudi, A. 2014. Profil dan kelayakan usahatani kakao di
Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. JTIDP. Vol 1(3):125–32.
Fahmid, IM. 2013. Cocoa farmers performance at highland area in South Sulawesi, Indonesia.
Asian Journal of Agriculture and Rural Development. Vol 3(6):360–70.
Langsa, Y., dan Ruruk, B. 2007. Klon Unggul Kakao Nasional. BPTP Sulteng, Kementan, Palu.
Rinaldi, J., Fariyanti, A dan Jahroh, S. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
kakao pada perkebunan rakyat di Bali: Pendekatan Stochastic Frontier. SEPA. Vol
10(1):47–54.
Rubiyo dan Siswanto. 2012. Peningkatan produksi dan pengembangan kakao di Indonesia.
Buletin RISTRI. Vol 3(1):33–48.
Saputra, A. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten
MuaroJambi. J Penelitian Universitas Jambi. Vol 17(2):1–8.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press, Malang.
Suryani, Dinie, dan Zulfebriansyah. 2007. Komoditas kakao: potret dan peluang pembiayaan.
Economic Review.
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 257
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
KERAGAAN KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING KAKAO
DI KECAMATAN WONOSARI BOALEMO
Ari Abdul Rouf, Erna Retnawati, Dwi Rohmadi, Sukarto dan Hatta Muhammad
ABSTRAK
Salah satu kendala yang dimiliki oleh petani dalam usahatani kakao adalah umur tanaman yang
sudah tua sehingga kurang produktif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produksi adalah dengan melakukan rehabilitasi tanaman yaitu dengan melakukan
sambung samping menggunakan klon unggul. Kajian bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil
sambung samping kakao di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan.
Pelaksanaan kajian dilaksanakan pada periode Januari-Desember 2016. Data primer yang
dikumpulkan meliputi panjang batang (cm), jumlah tunas (unit), jumlah daun (unit) dan
diameter tunas (mm) serta persentase keberhasilan sambung samping. Hasil kajian menunjukan
bahwa keberhasilan sambung samping pada umur empat minggu setelah sambung memiliki
perbedaan nyata antar klon dengan kisaran keberhasilan 40-96% atau rata-rata keberhasilan
mencapai 66%. Adapun keragaan hasil tumbuh sambung samping antar beberapa klon
menunjukan perbedaan pada parameter jumlah tunas, jumlah daun, diameter dan panjang
tunas.
Kata kunci: kakao, sambung samping, rehabilitasi, klon
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kakao adalah usia tanaman kakao yang
sudah tua dan kurang produktif. Data Ditjenbun (2015) menunjukan bahwa luasan kebun
kakao di Provinsi Gorontalo yang tidak menghasilkan mencapai 2.777 Ha kemudian
meningkat menjadi 2.876 (2015) atau mencapai persentase 19,4%. Hal ini menunjukan
bahwa persentase lahan yang sudah tidak produktif semakin meningkat. Hal ini dapat
berakibat pada penurunan produktivitas, dimana produktivitas capaian kakao di Gorontalo
menurun dari 853 kg/th (2014) menjadi 655 kg/tahun (2014). Padahal dengan upaya
rehabilitasi maka pertanaman dapat kembali berproduksi.
Rehabilitasi tanaman merupakan sebuah pilihan yang dapat ditempuh. Rehabilitasi
tanaman salah satunya adalah dengan melakukan sambung samping. Pelaksanaan sambung
samping masih tetap menghasilkan tanaman yang dapat dipanen ketika sambung samping
dilaksanakan (Suhendi, 2008) selain daripada itu biaya yang dikeluarkan untuk
penyambungan relatif murah (Salim dan Drajad, 2008). Hasil produksi tanaman setelah
dilaksanakan sambung samping dapat meningkat tajam lebih dari 300 persen atau mencapai
2.500 kg/tahun (Agussalim, 2009).
Rancangan Percobaan
Pengumpulan Data
Karakteristik Lokasi
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 259
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
selatan dan Kabupaten Pohuwato sebelah Barat. Berdasarkan topografinya maka sebagian
besar wilayah kabupaten Boalemo merupakan perbukitan dengan ketinggian wilayah antara
0-1000 dpl.
Kabupaten Boalemo terbagi dalam 7 Kecamatan yaitu diurut berdasarkan luas
wilayahnya tertinggi adalah Botumoito (26,6%), Dulupi (18,2%), Mananggu (16,2%),
Wonosari (12,5%), Tilamuta (10,2%), Paguyaman Pantai (8,3%) dan Paguyaman (8,0%).
Berkenaan dengan iklim, diketahui bahwa suhu udara si wilayah tersebut mengalami kondisi
terpanas pada bulan Oktober dengan suhu mencapai 33,93 o C sementara rentang suhu
bulanan diwilayah tersebut antara 21,05-33,93oC sedangkan rata-rata kelembaban udara
berkisar antara 61,90-84,70%. Curah hujan paling tinggi terjadi di bulan Mei yaitu sebesar
188 mm3 sedangkan paling rendah pada bulan Maret yaitu sebesar 15 mm 3 (BPS Kab
Boalemo, 2016).
Berdasarkan luas tanam perkebunan di wilayah kabupaten Boalemo diketahui bahwa
tahun 2015 terdapat 3 komoditas utama yang ditanam yaitu Kelapa (44,8%), kelapa sawit
(26,7%) dan kakao (20,9%) namun jika dibandingkan tahun 2014 maka luasan tanaman
kelapa dan kakao memiliki persentase lebih tinggi masing-masing mencapai 68,1% dan
31,5% (BPS Kab Boalemo, 2016).
Penurunan persentase luasan kelapa dan kakao disebabkan pada tahun 2015 terjadi
penambahan luasa perkebunan komoditas baru yaitu kelapa sawit yang mencapai 5.420 Ha.
Introduksi klon kakao dilakukan pada petani kooperator dengan teknik sambung
samping. Penerapan teknik sambung samping dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa
petani kooperator tetap memiliki penghasilan walaupun tanaman induk sementara
dilakukan sambung samping. Adapun salah satu kriteria petani kooperator adalah petani
tersebut bersedia bekerjasama dan mengikuti pola anjuran yang disarankan pengkaji.
Pada tahap awal dilakukan penyiapan bahan klon yang akan digunakan untuk
sambung samping. Klon yang digunakan terdiri dari beberapa klon yaitu S1, MCC 01, MCC
02, BB dan AP. Klon diperoleh dari penangkar bibit kakao di Kecamatan Kasimbar, Sulawesi
Tengah.
Selain mempersiapkan bahan klon kakao, persiapan dilakukan pada pertanaman
induk yang akan dilakukan sambung samping. Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah
pemupukan. Pemupukan ini dilakukan guna meningkatkan kesehatan batang bawah
sambung samping. Kondisi batang bawah yang sehat dapat menunjang keberhasilan
sambung samping karena tanaman tidak mudah terserang penyakit.
Pemupukan juga dimaksudkan agar batang bawah dapat menghasilkan lebih banyak
kambium sehingga dapat mempermudah penempelan dan meningkatkan keberhasilan
sambung samping. Beberapa persiapan yang dilakukan diantaranya penyediaan pupuk NPK
15-15-15 dan tenaga kerja pelaksana. Dosis yang digunakan adalah sebesar 500 gr/pohon.
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 261
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
Tabel 1. Presentase keberhasilan sambung samping
Klon Rata-rata Simpangan baku
S1 0.4000a 0.28284
MCC1 0.5600ab 0.45607
MCC2 0.9600b 0.08944
BB 0.9200b 0.17889
AP 0.4400a 0.43359
Total 0.6560 0.38088
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada
tingkat signifikansi 5%.
Tabel 2 menunjukan bahwa berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikansi 5 % bahwa pertumbuhan panjang klon atas S1 berbeda
dengan pertumbuhan panjang klon MCC 01 dan BB namun tidak berbeda nyata dengan klon
MCC 02 dan AP. Pertumbuhan panjang klon terendah dicapai oleh klon S1 dengan panjang
klon atas sebesar 13,55 cm sedangkan yang tertinggi dicapai oleh klon MCC 01 sepanjang
34,65 cm.
Sementara itu, jumlah tunas yang dimiliki secara statistik tidak berbeda antar klon.
Jumlah daun yang dimiliki oleh batang hasil sambung batas berbeda secara statistik yaitu
jumlah daun S1 lebih sedikit dibandingkan jumlah daun klon lainnya. Pada ukuran diameter
tunas, diketahui bahwa diameter tunas S1 berbeda dengan MCC 01 dan AP namun tidak
berbeda dengan klon lainnya.
KESIMPULAN
Keberhasilan sambung samping memiliki perbedaan nyata antar beberapa klon
dengan rata-rata keberhasilan 66% kemudian menurun menjadi 53%.Keragaan hasil tumbuh
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim. 2009. Produksi sambung samping pada Tanaman Kakao (Studi Kasus Prima Tani di
Kabupaten Kolaka). Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. BPTP Sulawesi
Tenggara. Hal 40-46.
Badan Pusat Statistik [BPS] Kab Boalemo. 2016. Boalemo Dalam Angka Boalemo 2015. BPS
Kab Boalemo.
Ditjenbun. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016: Kakao. Direktorat Jenderal
Perkebunan, Jakarta.
Limbongan J. 2011. Kesiapan penerapan teknologi sambung samping untuk mendukung
program rehabilitasi tanaman kakao. Jurnal Litbang Pertanian. 30(4):156-163.
Salim, A. dan B. Drajat. 2008. Teknologi sambung samping kakao, kisah sukses Prima Tani
Sulawesi Tenggara. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30 (5):8-10.
Sari IA, Susilo AW. 2012. Keberhasilan sambungan pada beberapa jenis batang atas dan
famili batang bawah kakao. Pelita Perkebunan. 28(2):72-81.
Suhendi, D. 2008. Rehabilitasi tanaman kakao: Tinjauan potensi, permasalahan, dan
rehabilitasi tanaman kakao di desa Prima Tani Tonggolobibi. hlm 335-346. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Lahan Marginal. Pusat Penellitian Kopi dan
Kakao, Jember.
Pranowo, D. dan E. Wardiana. 2016. Kompabilitas Lima Klon Unggul Kakao sebagai Batang
Atas dengan batang Bawah Progeni half-Sib Klon Sulawesi 1. J. TIDP 3(1)-29-36.
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 263
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
DAFTAR HADIR SEMINAR NASIONAL
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 743
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
No Nama Asal Instansi
67. Ivani BPP Aimas
68. Jefny B. M. Rawung BPTP Sulut
69. Jemi Gifelem UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
70. Jesvina N. D. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
71. Jon W. Dinas Pertanian Kab. Sorong
72. Joni Pande Dinas Pertanian Kab. Sorong
73. Joula O. M. Sondakh BPTP Sulut
74. Jufri Samsudin UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
75. Kadir Dinas Pertanian Kota Sorong
76. Kasmiati Dinas Pertanian Kota Sorong
77. Kharis Mawar UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
78. Ladino Suyoto BPP Mariat
79. Lindy Cindy Umpes Dinas Pertanian Kabupaten
80. Lucky BPP Aimas
81. M. Basir Nappu BPTP Sulsel
82. M. Fathul Ulum Ariza BPTP Papua Barat
83. Manfret UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
84. Mansur Penyuluh Pertanian Kota Sorong
85. Margaretha UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
86. Margaretha Endah T. PPL
87. Margriet Dinas Pertanian Kab. Sorong
88. Marice Karsau UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
89. Maryam Nurdin BPTP Maluku
90. Mergelina M. S. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
91. Milka PPL Kab. Sorong
Mimin Yulita
92. Kusumaningrum BPTP Papua Barat
93. Minarno, SP PPL
94. Mira H. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
95. Muhammad Arif Arbianto BPTP Papua Barat
96. Muhammad Thamrin BPTP Sulsel
97. Musa S. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
98. Mustakim Dinas Pertanian Kota Sorong
99. Nicolays Jambang BPTP Papua Barat
100. Nolita Nanderia UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
101. Nova Maya Muhammad BPTP Gorontalo
Seminar Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Penerapan Inovasi | 745
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pertanian
......
No Nama Asal Instansi
137. Sariani PPL Kab. Sorong
138. Saripa Dolo UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
139. Sarma Guitar UNIPA Manokwari
140. Sarmane Pelu UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
141. Selyna UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
142. Semister PPL Kab. Sorong
143. Serli Anas BPTP Gorontalo
144. Siti Sehat Tan BB Pengkajian
145. Soni Klagilit UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
146. Sostenes Konyep BPTP Papua Barat
147. Sowono PPL
148. Sri Kiki Rukiyah PPL BPP Mariat
149. Stince Rouw UNIPA Manokwari
150. Subiadi BPTP Papua Barat
151. Subiyandono BPP Aimas
152. Sugiono Dinas Pertanian Kota Sorong
153. Sujarwan PPL
154. Sukatho PPL
155. Suralin R. PPL
156. Surianto Sipi BPTP Papua Barat
157. Suryani Dinas Pertanian Kota Sorong
158. Sutarno BPP Aimas
159. Sutrisno PPL
160. Tatak PPL
161. Tri Cahyono BPTP Papua Barat
162. Visa UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
163. Wardah BPTP Sulsel
164. Welly A. Momot UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
165. Wulem Sawaki Kabid Penyuluh Pertanian Kab. Sorong
166. Wulem Sawaki Kabid Penyuluh Pertanian Kab. Sorong
167. Yenny BPTP Sulut
168. Yusup Dinas Pertanian
169. Yusup Roy UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
170. Yuwice Wauw PPL